nspk sektor kehutanan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/992/1/buku...
TRANSCRIPT
NSPK SEKTOR KEHUTANAN
Agus Surono
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIAFAKULTAS HUKUM
2013
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)Agus Surono
NSPK SEKTOR KEHUTANAN
Agus SuronoCet. 1 - Jakarta : Fakultas HukumUniversitas Al-Azhar Indonesia, 2013viii + 88 hlm. B5
ISBN 978-602-17732-4-6
Untuk yang tercintaOrang tuaku : Bapak Slamet Surani dan Ibu Nafiah
Istriku Sonyendah R.Anak-anakku : M. Rizqi Alfarizi R. dan M. Ridho Bayu Prakoso
KATA PENGANTAR
Maha besar Allah SWT atas segala rahmat dan ijinNya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Buku ini merupakan hasil penelitian dan kajian yang mendalam tentang NSPK Sektor Kehutanan. Semoga lahirnya buku ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Kehutanan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian buku ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ayahanda H. Slamet Surani yang selalu memanjatkan doa buat penulis dalam shalatnya dan secara khusus kepada Almarhumah Hj. Nafiah yang dengan tulus dan ikhlas semasa hidupnya selalu memperjuangkan pendidikan buat putera-puterinya, dan tidak henti-hentinya memanjatkan doa, penulis menghaturkan sembah sujud dan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Semoga Allah senantiasa meridloi apa yang yang sudah Bapak dan Ibu upayakan dan ihtiarkan.
Kepada Mertua yang sudah penulis anggap sebagai orang tua sendiri, H. Soemarsono (Almarhum) yang telah banyak mendorong dan berdoa semasa hidupnya, serta Ibu Hj. Sri Suparsih yang senantiasa memberikan doa kepada penulis dan keluarga, penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Akhirnya ucapan terima kasih atas pengertian, dukungan dan doa penulis sampaikan kepada Istri tercinta Sonyendah Retnaningsih, SH., MH., yang saat ini juga sedang menempuh pendidikan S3 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, serta anak-anak tercinta M. Rizqi Alfarizi
Ramadhan dan M. Ridho Bayu Prakoso, yang senantiasa memberi dorongan semangat dan mengerti atas kesibukan penulis dalam menjalani profesinya sebagai dosen dan praktisi hukum ini.
Harapan penulis semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pengembangan Ilmu Hukum secara umum maupun kepentingan pengembangan Ilmu Hukum Kehutanan di Indonesia.
Penulis menyadari, bahwa masih banyak kekurangan disana-sini serta masih jauh untuk kategori sempurna, mengingat segala keterbatasan pada kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karenanya, segala kritik dan saran yang positif senantiasa penulis harapkan.
Jakarta, April 2013
Agus Surono
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Jumlah urusan yang harus dibuat NSPK menurut
PP 38 tahun 2007 ................................................................... 5
2. Jumlah urusan yang sudah ada NSPK .............................. 11
3. Jumlah urusan yang belum ada NSPK .............................. 26
BAB II ANALISIS KESESUAIAN NSPK BIDANG KEHUTANAN DENGAN PP NO. 38 TAHUN 2007
1. Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung,
kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam
dan taman buru .................................................................... 34
2. Kawasan hutan dengan tujuan khusus ............................. 35
3. Penatagunaan kawasan hutan ............................................ 38
4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan ....................... 41
5. Rencana pengelolaan jangka panjang (Dua Puluh
Tahunan) unit kesatuan pengelolaan hutan produksi
(KPHP) ................................................................................... 44
6. Rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha
pemanfaatan hutan produksi ............................................. 46
7. Rencana pengelolaan jangka panjang (Dua Puluh
Tahunan) cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional
taman wisata alam dan taman buru .................................. 51
8. Sistem informasi kehutanan (Numerik dan Spasial) ...... 52
9. Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi ............... 54
10. Pemungutan hasil hutan pada hutan produksi ............... 56
11. Pemanfaatan kawasan hutan dan jasa lingkungan
pada hutan produksi ............................................................ 58
12. Penatausahaan hasil hutan .................................................. 59
13. Perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan termasuk
hutan mangrove .................................................................... 61
14. Reklamasi hutan pada areal yang dibebani izin
penggunaan kawasan hutan ............................................... 63
15. Reklamasi hutan areal bencana alam ................................ 65
16. Hutan kota ............................................................................. 67
17. Pembenihan tanaman hutan ............................................... 68
18. Pengusahaan pariwisata alam pada kawasan pelestarian
alam, dan pengusahaan taman buru, areal buru dan
kebun buru ............................................................................ 69
19. Kehutanan penelitian dan pengembangan ....................... 71
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ........................................................................... 73
B. Rekomendasi ......................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
NSPK Sektor Kehutanan 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (4) PP No. 38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Selanjutnya yang
dimaksud dengan urusan pilihan menurut Pasal 7 ayat (3) adalah urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untukmeningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan yang bersangkutan.
Selanjutnya menurut Pasal 9 ayat (1) PP No. 38 tahun 2007, dinyatakan
bahwa: “menteri/Kepala lembaga Pemerintahan Non Departemen
menetapkan norma, standar,prosedur dan kriteria untuk pelaksanaan urusan
wajib dan pilihan.” Dalam bidang kehutanan menurut lampiran PP No. 38
tahun 2007 terdapat 59 sub bidang urusan pemerintahan yaitu :
(1) Inventarisasi hutan
(2) Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan
pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
Bab Satu
NSPK Sektor Kehutanan2
(3) Penunjukan kawasan hutan, hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
(4) Penataan Batas dan pemetaan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alamdan taman buru
(5) Penetapan Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam dan Taman Buru
(6) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
(7) Penatagunaan Kawasan Hutan
(8) Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
(9) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
(10) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
(11) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
(12) Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(13) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(14) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(15) Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(16) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
(17) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
(18) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
(19) Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(20) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(21) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
NSPK Sektor Kehutanan 3
(22) Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(23) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
(24) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
(25) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
(26) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(27) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(28) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(29) Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(30) Pengelolaan Taman Hutan Raya
(31) Rencana Kehutanan
(32) Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
(33) Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
(34) Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
(35) Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
(36) Industri Pengolahan Hasil Hutan
(37) Penatausahaan Hasil Hutan
(38) Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Lindung
(39) Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Kehutanan
(40) Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
(41) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(42) Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
(43) Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
NSPK Sektor Kehutanan4
(44) Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
(45) Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar Hutan
(46) Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan
(47) Hutan Kota
(48) Perbenihan Tanaman Hutan
(49) Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
(50) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
(51) Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar
(52) Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
(53) Lembaga Konservasi
(54) Perlindungan Hutan
(55) Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
(56) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan
(57) Penyuluhan Kehutanan
(58) Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan
(59) Pengawasan Bidang Kehutanan
Kelimapuluh sembilan sub bidang urusan sebagaimana tersebut diatas sebagian telah dijabarkan dalam NSPK, namun sebagian juga masih belum dibuat NSPK-nya. Dari lima puluh Sembilan tersebut yang harus dibuat NSPK berjumlah lima puluh empat sub bidang urusan dan sisanya lima tidak memerlukan NSPK. Adapun kelima sub bidang urusan yang tidak memerlukan NSPK yaitu
a. Penunjukan kawasan hutan, hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru;
b. Penataan batas dan pemetaan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru;
c. Penetapan kawasan hutan produksi,hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru;
NSPK Sektor Kehutanan 5
d. Rencana kehutanan
e. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan termasuk hutan mangrove
Secara rinci mengenai jumlah urusan bidang kehutanan yang harus dibuat NSPK, jumlah urusan yang sudah ada NSPK, jumlah urusan yang belum ada NSPK, dan kesesuaian NSPK yang sudah ada dengan PP No. 38 Tahun 2007 akan diuraikan secara lengkap dalam uraian sub-sub judul dibawah ini.
1. JUMLAH URUSAN YANG HARUS DIBUAT NSPK MENURUT PP 38 TAHUN 2007
Dalam bidang kehutanan yang merupakan urusan pilihan, sesuai lampiran PP No. 38 Tahun 2007 dari lima puluh sembilan sub bidang urusan yang harus dibuat NSPK berjumlah 54 sub bidang urusan yaitu
1. Inventarisasi hutan
2. Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
3. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
4. Penatagunaan Kawasan Hutan
5. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
6. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
7. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
8. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
9. Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
10. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
11. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
NSPK Sektor Kehutanan6
12. Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
13. Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
14. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
15. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL16. Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha
Pemanfaatan Hutan Lindung17. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit
Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung18. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha
Pemanfaatan Hutan Lindung19. Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung20. Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang)
Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)21. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit
KPHK22. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK23. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan)
Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
24. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
25. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
26. Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
27. Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)28. Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi29. Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
NSPK Sektor Kehutanan 7
30. Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
31. Industri Pengolahan Hasil Hutan32. Penatausahaan Hasil Hutan33. Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Lindung34. Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Kehutanan35. Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan
Mangrove36. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai37. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan
Mangrove38. Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan
Kawasan Hutan39. Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam40. Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar
Hutan41. Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan42. Hutan Kota43. Perbenihan Tanaman Hutan44. Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam,
dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru45. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam,
dan Taman Buru46. Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar47. Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar48. Lembaga Konservasi 49. Perlindungan Hutan 50. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan51. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan52. Penyuluhan Kehutanan53. Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan
54. Pengawasan bidang kehutanan
NSPK Sektor Kehutanan8
Tabel 1. Urusan Yang Harus Dibuat NSPK Menurut PPNo.38 Tahun 2007
No. Seluruh Urusan Menurut PPNo. 38 Tahun 2007
Urusan yang Harus Dibuat NSPK Menurut PP No. 38 Tahun 2007
(1) Inventarisasi hutan(2) Pengukuhan kawasan hutan
produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
(3) Penunjukan kawasan hutan, hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
(4) Penataan Batas dan pemetaan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alamdan taman buru
(5) Penetapan Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam dan Taman Buru
(6) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
(7) Penatagunaan Kawasan Hutan
(8) Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
(9) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
(10) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
(11) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
(12) Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(13) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(1) Inventarisasi hutan(2) Pengukuhan kawasan hutan
produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
(3) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
(4) Penatagunaan Kawasan Hutan
(5) Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
(6) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
(7) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
(8) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
(9) Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(10) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(11) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(12) Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(13) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
(14) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
NSPK Sektor Kehutanan 9
(14) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(15) Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
(16) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
(17) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
(18) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
(19) Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(20) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(21) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(22) Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(23) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
(24) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
(25) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
(26) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(15) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
(16) Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(17) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(18) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(19) Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
(20) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
(21) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
(22) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
(23) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(24) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(25) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(26) Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(27) Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
(28) Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
NSPK Sektor Kehutanan10
(27) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(28) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(29) Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
(30) Pengelolaan Taman Hutan Raya
(31) Rencana Kehutanan(32) Sistem Informasi Kehutanan
(Numerik dan Spasial)(33) Pemanfaatan Hasil Hutan
pada Hutan Produksi(34) Pemungutan Hasil Hutan pada
Hutan Produksi(35) Pemanfaatan Kawasan Hutan
dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
(36) Industri Pengolahan Hasil Hutan
(37) Penatausahaan Hasil Hutan(38) Pemanfaatan Kawasan Hutan
pada Hutan Lindung(39) Penerimaan Negara Bukan
Pajak Bidang Kehutanan(40) Perencanaan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
(41) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(42) Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
(43) Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
(44) Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
(45) Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar Hutan
(46) Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan
(47) Hutan Kota(48) Perbenihan Tanaman Hutan
(29) Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
(30) Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
(31) Industri Pengolahan Hasil Hutan
(32) Penatausahaan Hasil Hutan(33) Pemanfaatan Kawasan Hutan
pada Hutan Lindung(34) Penerimaan Negara Bukan
Pajak Bidang Kehutanan(35) Perencanaan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
(36) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(37) Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
(38) Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
(39) Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
(40) Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar Hutan
(41) Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan
(42) Hutan Kota(43) Perbenihan Tanaman Hutan(44) Pengusahaan Pariwisata Alam
pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
(45) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
(46) Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar
(47) Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
(48) Lembaga Konservasi (49) Perlindungan Hutan(50) Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan(51) Pendidikan dan Pelatihan
(Diklat) Kehutanan(52) Penyuluhan Kehutanan
NSPK Sektor Kehutanan 11
(49) Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
(50) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
(51) Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar
(52) Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
(53) Lembaga Konservasi (54) Perlindungan Hutan (55) Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan(56) Pendidikan dan Pelatihan
(Diklat) Kehutanan(57) Penyuluhan Kehutanan(58) Pembinaan dan Pengendalian
Bidang Kehutanan(59) Pengawasan Bidang
Kehutanan
(53) Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan
(54) Pengawasan bidang kehutanan
Jumlah 59 54
2. JUMLAH URUSAN YANG SUDAH ADA NSPK
Berdasarkan 54 jumlah sub bidang urusan yang harus dibuat NSPKnya, terdapat sembilanbelas sub bidang urusan yang telah dibuat NSPK, yaitu:
1. Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
2. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
3. Penatagunaan Kawasan Hutan
4. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
5. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
6. Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
NSPK Sektor Kehutanan12
7. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
8. Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
9. Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
10. Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
11. Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
12. Penatausahaan Hasil Hutan
13. Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
14. Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
15. Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
16. Hutan Kota
17. Perbenihan Tanaman Hutan
18. Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
19. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
NSPK Sektor Kehutanan 13
Tabel 2. Urusan Yang Sudah Ada/Dibuat NSPK
No. Urusan Yang Sudah Ada NSPK NSPK
1. Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
1. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.50/Menhut II/2011 tentang pengukuhan Kawasan Hutan
2. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.32/Menhut II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan
3. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.33/Menhut II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi
4. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.34/Menhut II/2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
5. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.13/Menhut II/2009 tentang Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi
6. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.50/Menhut II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan
2. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
1. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.13/Menhut II/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan No: P.37/Menhut II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan
NSPK Sektor Kehutanan14
2. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.14/Menhut II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No: P.49/Menhut II/2008 tentang Hutan Desa
3. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.49/Menhut II/2008 tentang Hutan Desa
4. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.15/Menhut II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No: P.13/Menhut II/2009 tentang Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi
3. Penatagunaan Kawasan Hutan
1. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.18/Menhut II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
2. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.19/Menhut II/2011 tentang Penataan Batas Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan
3. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.46/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.24/Menhut-ii/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat
NSPK Sektor Kehutanan 15
4. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata alam di suaka margasatwa, taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 15/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara Pengenaan,Pemungutan, dan Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Produksi
4. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.54/ Menhut-II/ 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.41/MENHUT- I I /2011 TENTANG STANDAR FASILITASI SARANA DAN PRASARANA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL
NSPK Sektor Kehutanan16
3. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG P E M B E N T U K A N WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
4. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMEGANG IZIN ATAU PADA HUTAN HAK
5. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)
6. Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
1. PERATURAN MENTERI K E H U T A N A N NOMOR: P.19/Menhut-II/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.62/MENHUT-II/2008 TENTANG RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAN HUTAN TANAMAN RAKYAT.
NSPK Sektor Kehutanan 17
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT DALAM HUTAN TANAMAN
3. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 29/Menhut-II/2010 TENTANG RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DALAM HUTAN TANAMAN INDUSTRI SAGU
4. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 4 3 / M e n h u t - I I / 2 0 1 0 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.03/MENHUT-II/2005 JO. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.05/MENHUT-I I /2006 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM (IUPHHK-HA) DAN ATAU PADA HUTAN TANAMAN (IUPHHK-HTI) YANG DITERBITKAN OLEH GUBERNUR ATAU BUPATI/WALIKOTA
NSPK Sektor Kehutanan18
5. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERLUASAN AREAL KERJA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) DALAM HUTAN ALAM, IUPHHK RESTORASI EKOSISTEM, ATAU IUPHHK HUTAN TANAMAN INDUSTRI PADA HUTAN PRODUKSI
6. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 8/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.55/MENHUT-II/2006 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA
7. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG P E R M O H O N A N , PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU
NSPK Sektor Kehutanan 19
3. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU
8. Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.02/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM INFORMASI KEHUTANAN
9. Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.19/Menhut-II/2009 TENTANG STRATEGI PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU NASIONAL
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 9/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.35/MENHUT-I I /2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN
10. Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 46/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI
NSPK Sektor Kehutanan20
11. Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 36/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG
12. Penatausahaan Hasil Hutan 1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 21/Menhut-II/2009 TENTANG KRITERIA DAN INDIKATOR PENETAPAN JENIS HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN KEMBALI IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU SEBELUM JANGKA WAKTU IZIN BERAKHIR
3. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2009 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU
NSPK Sektor Kehutanan 21
4. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 29/Menhut-II/2009 TENTANG fPERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.52/MENHUT-I I /2008 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI
5. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.45/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.55/MENHUT-II/2006 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA
13. Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.12/Menhut-II/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.32/MENHUT-II/2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (RTk RHL-DAS)
NSPK Sektor Kehutanan22
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 23/Menhut-II/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.14/MENHUT-V/2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM KEHUTANAN DANA REBOISASI
3. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 25/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2010
4. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.26/Menhut-II/2010 TENTANG PERUBAHAN TERHADAP PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.70/MENHUT-II/2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
NSPK Sektor Kehutanan 23
5. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 35/Menhut-II/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.32/MENHUT-II/2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (RTkRHL-DAS)
6. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.37/Menhut-V/2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA P E N G E L O L A A N REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
7. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-V/2010 TENTANGTATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TAHUNAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
8. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/MENHUT-II/2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (RTkRHL-DAS)
9. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK
NSPK Sektor Kehutanan24
14. Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 4/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN
15. Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 4/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN
16. Hutan Kota PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN P E N Y E L E N G G A R A A N HUTAN KOTA
17. Perbenihan Tanaman Hutan 1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 1/Menhut-II/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.72/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.01/MENHUT-II/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
NSPK Sektor Kehutanan 25
18. Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.4/MENHUT-II/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P. 4 8 / M E N H U T - I I / 2 0 1 0 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA DAN TAMAN WISATA ALAM
19. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
1. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 61/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 75/Menhut-II/2006 TENTANG P E L A K S A N A A N PROGRAM SEKOLAH RISET (RESEARCH SCHOOL) BAGI PENELITI LINGKUP BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN P E R H U T A N A N M A S Y A R A K A T PEDESAAN BERBASIS KONSERVASI.
NSPK Sektor Kehutanan26
3. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 1 5 / M e n h u t - I I / 2 0 1 2 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN P E R H U T A N A N M A S Y A R A K A T PEDESAAN BERBASIS KONSERVASI
4. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN P E R U B A H A N PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
Jumlah 19
3. JUMLAH URUSAN YANG BELUM ADA NSPK
Sedangkan dari lima puluh empat sub bidang urusan yang harus dibuat NSPK, masih terdapat tiga puluh lima sub bidang urusan pemerintahan yang belum dibuat NSPKnya oleh kementerian terkait. Adapun ketiga puluh lima sub bidang urusan yang belum ada NSPKnya tersebut yaitu:
1. Inventarisasi hutan
2. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
3. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
4. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
5. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
NSPK Sektor Kehutanan 27
6. Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
7. Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
8. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
9. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
10. Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
11. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
12. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
13. Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
14. Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
15. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
16. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
17. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
18. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
19. Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
20. Industri Pengolahan Hasil Hutan
21. Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Lindung
22. Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Kehutanan
23. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
NSPK Sektor Kehutanan28
24. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
25. Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar Hutan
26. Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan
27. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
28. Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar
29. Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
30. Lembaga Konservasi
31. Perlindungan Hutan
32. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan
33. Penyuluhan Kehutanan
34. Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan
35. Pengawasan bidang kehutanan
Tabel 3. Jumlah Urusan Yang Belum Ada/Belum Dibuat NSPK
Urusan Yang Belum Ada NSPK NSPK/Keterangan
1. Inventarisasi hutan2. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima
Tahunan) Unit KPHP3. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan)
Unit KPHP4. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha
Pemanfaatan Hutan Produksi5. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek)
Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi6. Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha
Pemanfaatan Hutan Produksi7. Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan
(Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
NSPK Sektor Kehutanan 29
8. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
9. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
10. Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
11. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
12. Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
13. Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
14. Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
15. Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
16. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
17. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
18. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
19. Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
20. Industri Pengolahan Hasil Hutan21. Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan
Lindung22. Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang
Kehutanan23. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai24. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Termasuk Hutan Mangrove25. Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam
dan di Sekitar Hutan26. Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha
Kehutanan
NSPK Sektor Kehutanan30
27. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
28. Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar29. Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar30. Lembaga Konservasi 31. Perlindungan Hutan 32. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan33. Penyuluhan Kehutanan34. Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan35. Pengawasan bidang kehutanan
Jumlah 35
NSPK Sektor Kehutanan 31
ANALISIS KESESUAIAN NSPK BIDANG KEHUTANAN
DENGAN PP NO.38 TAHUN 2007
Dalam menentukan kesesuaian antara NSPK yang telah dibuat oleh
Kementerian Kehutanan dilakukan dengan mendasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
Pertama, kesesuaian yang terkait dengan konsideran menimbang
apakah telah mempertimbangkan subtansi antara konsideran dalam NSPK
dengan semangat yang terdapat dalam PP No. 38 Tahun 2007 beserta
penjelasannya.
Kedua, kesesuaian yang terkait dengan apakah NSPK yang dibuat
oleh Kementerian/Lembaga terkait telah mencantumkan PPNo. 38 tahun
2007 dalamkonsideran mengingat.
Ketiga, Kesesuaian tentang subtansi yang terdapat dalam Pasal-pasal
NSPK Kementerian/Lembaga dengan isi Pasal-Pasal yang terdapat dalam
PP No. 38 tahun 2007 beserta penjelasannya, serta lampiran PP No. 38
Tahun 2007.
Bab Dua
NSPK Sektor Kehutanan32
Untuk menentukan apakah isi/subtansi dari NSPK yang dibuat oleh
Kementerian Kehutanan telah sesuai ataukah tidak dengan isi/subtansi PP
No. 38 Tahun 2007, harus dilihat secara keseluruhan sesuai tiga kriteria
tersebut. Apabila ketiga kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka dapat
disimpulkan bahwa subtansi NSPK tersebut tidak sesuai dengan isi/subtansi
PP No. 38 tahun 2007. Uraian lengkap analisis kesesuaian antara NSPK
Kementerian/Lembaga akan diuraikan secara lengkap dalam bab empat
laporan akhir.
Dalam bidang kehutanan dari 54 jumlah sub bidang urusan yang harus
dibuat NSPKnya, terdapat sembilanbelas sub bidang urusan yang telah
dibuat NSPK, yaitu:
1. Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan
pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
2. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
3. Penatagunaan Kawasan Hutan
4. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
5. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
6. Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan
Hutan Produksi
7. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar
Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan
Taman Buru
8. Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
9. Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
10. Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
11. Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan
Produksi
12. Penatausahaan Hasil Hutan
NSPK Sektor Kehutanan 33
13. Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
14. Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan
Hutan
15. Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
16. Hutan Kota
17. Perbenihan Tanaman Hutan
18. Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan
Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
19. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Sebelum diuraiakan tentang kesesuaian NSPK yang telah dibuat
dalam bidang kehutanan, maka Kementerian Kehutanan telah menerbitkan
Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pelimpahan Sebagian Urusan
Pemerintahan (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan sejak tahun 2010,
2011 dan 2012, kepada 33 Gubernur Pemerintah Provinsi selaku wakil
pemerintahan. Dalam tiga Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan
ketiga Peraturan Menteri dalam konsideran menimbangnya ketentuan Pasal
16 ayat (5) sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
2008. Namun demikian setelah dilakukan pengecekan kembali terhadap
subtansi ketentuan Pasal 16 PP No.38 Tahun 2007, ternyata tidak terdapat
ketentuan Pasal 16 ayat (5),karena ketrentuan Pasal 16 hanya sampai ayat
(4). Dalam Pasal 16 yang mengatur tentang masalah pelimpahan sebagian
urusan pemerintahan (dekonsentrasi) diatur dalam Pasal 16 ayat (1) butir b,
yang berbunyi:
“Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pemerintah
dapat: b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada kepala
instansi vertikal atau kepada gubernur selaku wakil pemerintah di daerah
dalam rangka dekonsentrasi.” Sehingga pencantumankonsideran
NSPK Sektor Kehutanan34
menimbang Pasal 16 ayat (5) sebagai tindak lanjut PP No. 38 Tahun 2007
sangatlah tidak tepat.
Melanjutkan analisis tentang kesesuaian antara NSPK yang sudah
dibuat menurut PP No. 38 Tahun 2007,dilakukan dengan tiga kriteria
sebagaimana diuraikan diatas. Berikut uraian analsis kesesuaian antara
NSPK yang sudah dibuat dalam bidang kehutanan yang secara lengkapakan
diuraikan sebagai berikut:
1. Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38
tahun 2007, dalam kaitannya dengan pengukuhan kawasan hutan
produksi,hutan lindung,kawasan pelestarian alam, kawasan suaka
alam dan taman buru, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan
No: P.50/Menhut-II/2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan
PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang. Dalam
konsideran menimbang huruf b Peraturan Menteri tersebut dinyatakan
bahwa ”berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah
menerapkan norma,standar,prosedur, dan kriteria pelaksanaan
pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan
pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru.”
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan
PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat, yang terdapat
dalam konsideran mengingat ke-8.
NSPK Sektor Kehutanan 35
Ketiga, bahwa materi dari Peraturan Menteri ini terkait dengan
beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,namun khusus terkait
dengan PP No. 38 Tahun 2007 dalam Pasal 10 ayat (1) dijelaskan
bahwa penetapan NSPK dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu
2 (dua) tahun. Namun dalam PP tersebut tidak mencantumkan tentang
jangka waktu dua tahun dimulai sejak ditetapkan atau kapan tidak
ada batasan yang jelas. Peraturan Menteri No: P.50/Menhut-II/2011,
tersebut baru terbit tahun 2011 dengan judul “Pengukuhan Kawasan
Hutan.” Selanjutnya sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (4) PP No. 38
Tahun 2007 bidang kehutanan merupakan urusan pilihan, sedangkan
Pasal 7 ayat (3) urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu dengan memperhatikan
ketentuan tersebut, terkait dengan masalah pengukuhan kawasan
hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri tersebut belum
secara jelas peran dari masing-masing pemerintahan.
2. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun
2007, dalam kaitannya dengan kawasan hutan dengan tujuan khusus,
dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.13/Menhut-II/2010
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.37/
Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, Peraturan Menteri
Kehutanan No: P.14/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kehutanan No.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan
Desa, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.15/Menhut-II/2010 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.13/Menhut-
NSPK Sektor Kehutanan36
II/2009 tentang Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pertama, bahwa dalam ketiga Peraturan Menteri tersebut tidak
mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan
PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat, yang terdapat
dalam konsideran mengingat. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.13/
Menhut-II/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kehutanan No.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan
dicantumkan dalam konsideran mengingat butir 9, Peraturan Menteri
Kehutanan No: P.14/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kehutanan No.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan
Desa dicantumkan dalam konsideran mengingat butir 9, Peraturan
Menteri Kehutanan No: P.15/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.13/Menhut-II/2009 tentang
Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi dicantumkan dalamkonsideran
mengingat butir ke-8.
Ketiga, bahwa materi dari Peraturan Menteri ini terkait dengan
beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,namun khusus terkait
dengan PP No. 38 Tahun 2007 dalam Pasal 10 ayat (1) dijelaskan
bahwa penetapan NSPK dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu
2 (dua) tahun. Namun dalam PP tersebut tidak mencantumkan tentang
jangka waktu dua tahun dimulai sejak ditetapkan atau kapan tidak ada
batasan yang jelas. Ketiga Peraturan Menteri tersebut pada tahun
2010 yang secara khusus mengatur tentang hutan kemasyarakatan,
hutan desa, dan hutan tanaman hasil rehabilitasi. Selanjutnya sesuai
ketentuan Pasal 7 ayat (4) PP No. 38 Tahun 2007 bidang kehutanan
merupakan urusan pilihan, sedangkan Pasal 7 ayat (3) urusan pilihan
adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
NSPK Sektor Kehutanan 37
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan tersebut, terkait
dengan masalah hutan kemasyarakatan dalam Pasal 8 Permen No. 13
Tahun 2010 telah memberikan peranan yang jelas kepada Gubernur/
Bupati/Walikota. Sedangkan untuk hutan desa sesuai Permen No. 14
Tahun 2010, peranan Gubernur sebagai wakil dari Pemerintah tidak
mempunyai peran yang signifikan. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 6 ayat (3) yang menyebutkan Usulan Bupati/Walikota sebagaiman
dimaksud pada ayat (2), ditembuskan kepada Gubernur setempat.
Pencantuman tembusan tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah
Provinsi tidak mempunyai peran yang nyata dalamkaitannya dengan
masalah hutan kemasyarakatan ini, padahal sesuai ketentuan Pasal
16 ayat (1) butir b PP No. 38 Tahun 2007, dimana Pemerintah Provinsi
selaku wakil Pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi.”
Selanjutnya mengenai hutan tanaman hasil rehabilitasi
Pemerintah Provinsi tidak mempunyai peran, karena hal tersebut
langsung diusulkan oleh Bupati/walikota sesuai dengan lokasi dimana
hutan tanaman hasil rehabilitasi tersebut berada.
Adapun apabila diperhatikan dalam Lampiran PP No. 38
tahun 2007, Pemerintah Provinsi menyampaikan pengusulan dan
pertimbangan teknis pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan
khusus untuk masyarakat hukum adat, penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan pelatihan kehutanan, lembaga sosial dan keagamaan
untuk skala provinsi. Sedangkan pengelolaan kawasan hutan
dengan tujuan khusus untuk masyarakat hukum adat, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan pelatihan kehutanan, lembaga sosial
dan keagamaan untuk skala kabupaten/kota dengan pertimbangan
gubernur.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meski
dalam konsideran mengingat ketiga jenis Peraturan Menteri telah
NSPK Sektor Kehutanan38
mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007, namun secara lebih spesifik/
khusus NSPK tentang Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
memang belum mengatur tentang hal itu, dan juga mengenai
bagaimana pengusulan dan pertimbangan teknis untuk skala provinsi,
serta pengusulan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus
juga tidak diatur secara detail.
3. Penatagunaan Kawasan Hutan
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38
tahun 2007, dalam kaitannya dengan penatagunaan kawasan hutan,
dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.15/Menhut-
II/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan
No.32/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan,
dan Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Pada Hutan
Produksi, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.48/Menhut-II/2010
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, Peraturan
Menteri Kehutanan No.46/Menhut-II/2010 tentang Perubahan
Atas Permenhut Nomor P.24/Menhut-II/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat, Peraturan Menteri Kehutanan
No: P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan No.19/Menhut-II/2011 tentang
Penataan Batas Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari lima Peraturan Menteri tersebut hanya satu
Peraturan Menteri yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam
konsideran menimbang. Peraturan Menteri tersebut adalah Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2011 tentang Penataan
NSPK Sektor Kehutanan 39
Batas Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan, yaitu dalam konsideran
menimbang butir a.
Kedua, bahwa kelima Peraturan Menteri tersebut telah
mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat,
Peraturan Menteri Kehutanan No: P.15/Menhut-II/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.32/Menhut-
II/2007 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Pembayaran
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Produksi
dicantumkan dalam konsideran mengingat butir 5, Peraturan Menteri
Kehutanan No: P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata
Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan
Taman Wisata Alam yang dicantumkan dalam konsideran mengingat
butir 8, Peraturan Menteri Kehutanan No.46/Menhut-II/2010 tentang
Perubahan Atas Permenhut Nomor P.24/Menhut-II/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat yang dicantumkan
dalamkonsideran mengingat butir 4, Peraturan Menteri Kehutanan No:
P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
yang dicantumkan dalamkonsideran mengingat butir 14, Peraturan
Menteri Kehutanan No.19/Menhut-II/2011 tentang Penataan Batas
Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan butir ke-6.
Ketiga, bahwa materi dari kelima Peraturan Menteri ini terkait
dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu pedoman
pinjam pakai kawasan hutan, penataan batas areal kerja izin pemanfaatan
hutan, pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Selain itu juga
terkait dengan tata cara pengenaan, pemungutan, dan pembayaran
iuran izin usaha pemanfaatan hutan pada hutan produksi, pedoman
penyelenggaraan kebun bibit rakyat. Dari kelima jenis Peraturan
Menteri tersebut yang secara spesifik mengatur NSPK penatagunaan
kawasan hutan, pelaksanaan penetapan fungsi, perubahan status dan
NSPK Sektor Kehutanan40
fungsi hutan serta perubahan hak dari lahan milik menjadi kawasan
hutan, pemberian perizinan penggunaan dan tukar menukar kawasan
hutan memang belum ada yang secara khusus mengatur tentang hal
itu.
Namun ada dua jenis Peraturan Menteri yang cukup relefan
terkait dengan NSPK penatagunaan kawasan hutan yaitu Peraturan
Menteri Kehutanan No: P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan
No.19/Menhut-II/2011 tentang Penataan Batas Areal Kerja Izin
Pemanfaatan Hutan. Berdasarkan lampiran PP No. 38 Tahun 2007,
Pemda Privinsi memberikan pertimbangan teknis perubahan status
dan fungsi hutan,perubahan status dari lahan milik menjadi kawasan
hutan dan pelaksanaan penetapan fungsi, perubahan status dan
fungsi hutan serta perubahan hak dari lahan milikmenjadi kawasan
hutan, pemberian perizinan penggunaan dan tukar menukar kawasan
hutan. Selanjutnya Pemda kabupaten/Kota mengusulkan perubahan
status dan fungsi hutan dan perubahan status dari lahan milik menjadi
kawasan hutan,dan penggunaan serta tukar menukar kawasan hutan.
Apabila diperhatikan dalam ketentuan Pasal 38 ayat (5) Permenhut
No. 18 Tahun 2011, dinyatakan bahwa “Gubernur dapat menugaskan
Kepala Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan untuk membentuk
dan mengkoordinasikan kegiatan monitoring dan evaluasi.” Kata dapat
dalampasal tersebut menunjukkan dua kemungkinan dapat dilakukan
atau bahkan dapat juga tidak dilakukan. Sedangkan ketentuan
tentang peranan Pemerintah daerah Provinsi dalam memberikan
pertimbangan teknis perubahan status kawasan dan pelaksanaannya
tidak ditemukakan dalam Peraturan Menteri tersebut dan juga peranan
Pemerintah Kabupaten/Kota juga tidak terlihat secara tegas mengenai
pengusulan perubahan status dan fungsi hutan. Selanjutnya
dalam ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri No. 19 Tahun
NSPK Sektor Kehutanan 41
2011,dinyatakan bahwa “Kepala Balai dalamjangka waktu paling lama
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan pelaksanaan
tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan
pemberitahuan kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
tentang pelaksanaan tata batas areal kerja izin pemanfaatan hutan.
DalamPeraturan Menteri itupun juga tidak secara tegas peran Pemda
Privinsi maupun Kabupaten/Kota sebagimana ditegaskan dalam
lampiran PP No. 38 tahun 2007 sebagimana disebutkan diatas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meski
dalam konsideran mengingat kelima jenis Peraturan Menteri telah
mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007, namun secara lebih spesifik/
khusus NSPK tentang Penatagunaan Kawasan Hutan memang belum
mengatur tentang bagaimana pertimbangan teknis dan pengusulan
perubahan status dan fungsi hutan, dan perbahan status dari lahan
milik menjadi kawasan hutan dengan penggunaan ser hal itu, dan juga
mengenai tukar menukar kawasan hutan sebagaiman diatur dalam
lampiran PPNo. 38 Tahun 2007.
4. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun
2007, dalam kaitannya dengan pembentukan wilayah pengelolaan
hutan, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.6/
Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.38/Menhut-II/2009 tentang
Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada
Hutan Hak, Peraturan Menteri Kehutanan No.20/Menhut-II/2011
tentang Pedoman Pemetaan Kawasan Hutan Tingkat Kabupaten/
NSPK Sektor Kehutanan42
Kota, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.54/Menhut-II/2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.41/Menhut-
II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung Model dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi Model dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari empat Peraturan Menteri tersebut tidak
satupun Peraturan Menteri yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007
dalam konsideran menimbang. Kedua, bahwa keempat Peraturan
Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam
konsideran mengingat, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.6/Menhut-
II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 8, Peraturan Menteri
Kehutanan No: P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman
Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi
Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak dicantumkan
konsideran mengingat dalam butir 11, Peraturan Menteri Kehutanan
No.20/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pemetaan Kawasan Hutan
Tingkat Kabupaten/Kota dicantumkan dalam konsideran mengingat
butir 5, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.54/Menhut-II/2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.41/Menhut-
II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung Model dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi Model dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 7.
Ketiga, bahwa materi dari keempat Peraturan Menteri ini
terkait dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu
Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan, Standard dan
Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan
Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak,
Pedoman Pemetaan Kawasan Hutan Tingkat Kabupaten/Kota, Standar
Fasilitasi Sarana dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
NSPK Sektor Kehutanan 43
Model dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model. Dari keempat jenis Peraturan Menteri tersebut yang secara spesifik mengatur NSPK pembentukan wilayah pengelolaan hutan adalah Peraturan Menteri Nomor: P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan.
Peranan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam Peraturan Menteri Nomor: P.6/Menhut-II/2009 telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007 sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) yang bunyi lengkapnya sebagai berikut:
(1) Rancang bangun KPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk KPHL dan KPHP disusun oleh Kepala Dinas yang membidangi urusan kehutanan di provinsi dengan memperhatikan pertimbangan Bupati/Walokota, dukungan data dan informasi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan pemangku kepentingan.
(2) Rancang bangun KPHL dan KPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala Dinas yang membidangi urusan kehutanan di provinsi disampaikan kepada Gubernur untuk mendapat persetujuan.”
Ketentuan Pasal 10 Permenhut tersebut telah sesuai dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan pembentukan wilayah pengelolaan hutan Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk melaksanakan penyusunan rancang bangun, pembentukan dan pengusulan penetapan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi serta pertimbangan teknis institusi wilayah pengelolaan dan institusi wilayah pengelolaan serta arahan pencadangan. Sedangkan Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan penyusunan rancang bangun dan pengusulan pembentukan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi, serta institusi wilayah
pengelolaan hutan.
NSPK Sektor Kehutanan44
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK
tentang Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan telah sesuai dengan
ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, meski dalam konsideran menimbang
tidak mencantumkan PP No. 38 sebagai landasan filosofisnya.
5. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38
tahun 2007, dalam kaitannya dengan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan
No: P.6/Menhut-II/2010 tentang NormaStandar,Prosedur dan Kriteria
Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan
PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa keempat Peraturan Menteri tersebut telah
mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat
yang dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 8.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini secara spesifik
mengatur NSPK Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) adalah Peraturan Menteri Nomor: P.6/Menhut-II/2010.
Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi
memberikan pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan
jangka panjang unit kesatuan pengelolaan hutan produksi KPHP.
Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan
teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang unit KPHP.
NSPK Sektor Kehutanan 45
Pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 11 Permenhut Nomor: P.6/Menhut-II/2010 yang menyebutkan:
(1) Rencana pengelolaan jangka panjang untuk KPHL dan KPHP
disusun oleh Kepala KPHL dan KPHP dinilai oleh Gubernur dan
disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Rencana pengelolaan hutan jangka panjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. Mengacu pada rencana kehutanan nasional, provinsi,maupun
kabupaten/kota; dan
b. Memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat,
serta kondisi lingkungan.
Selanjutnya Pasal 20 Peraturan Menteri tersebut menyebutkan
bahwa:
“Terhadap permohonan dan/atau perpanjangan izin penggunaan
kawasan hutan dalam wilayah KPH,maka pemberian rekomendasi oleh
dinas yang menangani urusan kehutanan provinsi atau kabupaten/
kota harus mempertimbangkan rencana pengelolaan hutan yang telah
disusun oleh KPHL dan KPHP.”
Ketentuan Pasal 11 dan Pasal 20 Permenhut tersebut telah
sesuai dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub
bidang urusan rencana pengelolaan jangka panjang unit kesatuan
pengelolaan hutan produksi (KPHP), Pemerintah Provinsi mempunyai
kewenangan untuk memberikan pertimbangan teknis rencana
pengelolaan jangka panjang unit kesatuan pengelolaan hutan
produksi KPHP dan Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis
pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang unit KPHP.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK
tentang Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Unit Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) telah sesuai dengan ketentuan
NSPK Sektor Kehutanan46
PP No. 38 Tahun 2007, meski dalam konsideran menimbang tidak
mencantumkan PP No. 38 sebagai landasan filosofisnya.
6. Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun
2007, dalam kaitannya dengan Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi, dapat ditemukan
beberapa Peraturan Menteri Kehutanan No: P.8/Menhut-II/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.55/
Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari
Hutan Negara, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.50/Menhut-II/2010
tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam,IUPHHK
Registrasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada
Hutan Produksi, Peraturan Menteri Kehutanan No.43/Menhut-II/2010
tentang Pencabutan Peraturan Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005
jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.05/Menhut-II/2006 tentang
Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada
Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan atau pada Hutan Tanaman (IUPHHK-
HTI) yang Diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, Peraturan
Menteri Kehutanan No: P.29/Menhut-II/2010 tentang Rencana Kerja
Usaha pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Hutan Tanaman
Industri Sagu, Peraturan Menteri Kehutanan No.55/Menhut-II/2011
tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman, Peraturan
Menteri Kehutanan No.19/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/2008 tentang
NSPK Sektor Kehutanan 47
Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan tanaman
Industri dan Hutan Tanaman Rakyat, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari enam Peraturan Menteri tersebut tidak
satupun Peraturan Menteri yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007
dalam konsideran menimbang. Kedua, bahwa keenam Peraturan
Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam
konsideran mengingat, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.8/Menhut-
II/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor: P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang
Berasal Dari Hutan Negara, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.50/
Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja
izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan
Alam,IUPHHK Registrasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman
Industri Pada Hutan Produksi, Peraturan Menteri Kehutanan No.43/
Menhut-II/2010 tentang Pencabutan Peraturan Kehutanan Nomor
P.03/Menhut-II/2005 jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.05/
Menhut-II/2006 tentang Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan atau pada
Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) yang Diterbitkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.29/Menhut-
II/2010 tentang Rencana Kerja Usaha pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu Dalam Hutan Tanaman Industri Sagu, Peraturan Menteri
Kehutanan No.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat
Dalam Hutan Tanaman, Peraturan Menteri Kehutanan No.19/Menhut-
II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kehutanan Nomor
P.62/Menhut-II/2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat.
Ketiga, bahwa materi dari keempat Peraturan Menteri ini
terkait dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu
NSPK Sektor Kehutanan48
Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara, Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam,IUPHHK Registrasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi, Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan atau pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) yang Diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, Rencana Kerja Usaha pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Hutan Tanaman Industri Sagu, Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman, Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat.
Dari keenam Peraturan Menteri tersebut yang erat kaitannya dengan Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi adalah, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam,IUPHHK Registrasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.29/Menhut-II/2010 tentang Rencana Kerja Usaha pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Hutan Tanaman Industri Sagu, Peraturan Menteri Kehutanan No.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman, Peraturan Menteri Kehutanan No.19/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat.
Peranan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam lampiran PP No. 38 Tahun 2007 sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Provinsi memberikan
NSPK Sektor Kehutanan 49
pertimbangan teknis tentang pengesahan rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha pemanfaatan hutan produksi,sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota memberi pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha pemanfaatan hutan produksi.
Selanjutnya menurut Pasal 4 ayat (1) butir g, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.50/Menhut-II/2010, dinyatakan bahwa:
“Persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari: g. Rekomendasi Gubernur yang dilampiri peta lokasi sekurang-kurangnya skala 1:100.000,- dengan didasarkan pada:
1) Pertimbangan Bupati/Walikota yang didasarkan pada pertimbangan teknis Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, bahwa areal dimaksud tidak tidak dibebani hak-hak lain;
2) Analisis fungsi kawasan hutan dari Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan, yang berisi fungsi kawasan hutan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi dan data lain yang tersedia antara lain tat batas, uraian penutupan vegetasi, penggunaan,pemanfaatan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan yang dituangkan dalam data numeric dan spasial.”
Selanjutnya Pasal 4 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.29/Menhut-II/2010 menyebutkan bahwa:
(1) Usulan RKUPHHBK-HTI Sagu yang izin usahanya diberikan oleh Bupati/walikota diajukan kepada Bupati/walikota guna mendapatkan persetujuan, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala UPT
(2) Usulan RKUPHHBK-HTI Sagu yang izin usahanya diberikan
NSPK Sektor Kehutanan50
oleh Gubernur diajukan kepada Gubernur guna mendapatkan persetujuan, dengan tembusan kepada Bupati, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala UPT
(3) Usulan RKUPHHBK-HTI Sagu yang izin usahanya diberikan oleh Menteri diajukan kepada Direktur Jenderal guna mendapatkan persetujuan, dengan tembusan kepada Gubernur, Bupati dan Kepala UPT.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Nomor: P.55/Menhut-II/2011 dinyatakan bahwa:
“Berdasarkan tembusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), masing-masing melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dan menyiapkan konsep peta pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal;
b. Direktur Jenderal melakukan verifikasi rencana pembangunan HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dari aspekteknis dan administrative, danmenyiapkan konsep Keputusan Menteri tentang penetapan/alokasi areal HTR dengan dilampiri konsep peta pencadangan areal HTR dan mengusulkan melalui Sekretaris Jenderal kepada Menteri untuk ditetapkan.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan menteri tersebut menunjukkan adanya kesesuaian dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi, meskipun dalam keempat Peraturan Menteri tersebut tidak secara eksplisit dan tegas mengatur tentang Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi.
NSPK Sektor Kehutanan 51
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri tersebut dapat dijadikan pedoman dalam menyusun rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha pemanfaatan hutan produksi, meski dalam konsideran menimbang tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 sebagai landasan filosofisnya.
7. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.17/Menhut-II/2010 tentang Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan izin Pengusahaan Taman Buru, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.18/Menhut-II/2010 tentang Surat izin Berburu dan tata Cara permohonan Izin Berburu, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.19/Menhut-II/2010 tentang Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa ketiga Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat.
Ketiga, bahwa ketiga materi Peraturan Menteri ini mengatur NSPK tentang Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan izin Pengusahaan Taman Buru, Surat izin Berburu dan tata Cara permohonan Izin Berburu, Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa
NSPK Sektor Kehutanan52
Buru. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi memberikan pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang untuk cagar alam, suaka margasatwa,taman nasional, taman wisata alam dan taman buru skala provinsi. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang untuk cagar alam, suaka margasatwa,taman nasional, taman wisata alam dan taman buru skala Kabupaten/Kota. Berdasarkan ketiga jenis Peraturan Menteri, pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b Permenhut Nomor: P17/Menhut-II/2010,yang menyatakan bahwa:
“Permohonan izin Pengusahaan Taman Buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan persyaratan meliputi: b. rekomendasi gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.”
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun NSPK sesuai Peraturan Menteri tersebut diatas tidak secara eksplisit mengatur tentang Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru, namun telah sesuai dengan ketentuan lampiran PP No. 38 Tahun 2007, meski dalam konsideran menimbang tidak mencantumkan PP No. 38 sebagai landasan filosofisnya.
8. Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial), dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.02/Menhut-II/2010 tentang SistemInformasi Kehutanan, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan
NSPK Sektor Kehutanan 53
PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang dalam butir b.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 5.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini secara spesifik mengatur NSPK Penetapan NSPK Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial) adalah Peraturan Menteri Nomor: P.02/Menhut-II/2010. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan menyusun system informasi kehutanan (numeric dan spasial) tingkat provinsi. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang menyusun system informasi kehutanan numeric dan spasial tingkat kabupaten/kota.
Pasal 17 Permenhut Nomor: P.02/Menhut-II/2010 menyebutkan bahwa:
“Penyelenggaraan sistem informasi kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, dilaksanakan secara berjenjang sebagai berikut :
a. Tingkat nasional;
b. Tingkat provinsi;
c. Tingkat kabupaten/kota; dan
d. Tingkat unit pengelolaan/kesatuan pengelolaan hutan (KPH).
Ketentuan Pasal 17 Permenhut tersebut telah sesuai dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan Sistem Informasi Kehutanan Numerik dan Spasial, dimana Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk menyusun system informasi kehutanan baik numerik dan spasial sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang Sistem Informasi Kehutanan Numerik dan Spasial telah sesuai
NSPK Sektor Kehutanan54
dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena ketiga indikator baik konsideran menimbang,mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
9. Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional dan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.9/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.35/Menhut-II/2008 tentang izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari dua Peraturan Menteri tersebut tidak satupun Peraturan Menteri tersebut yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa kedua Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat, ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 3 dan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.9/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.35/Menhut-II/2008 tentang izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 9.
Ketiga, bahwa materi dari kedua Peraturan Menteri ini terkait dengan Pemanfaatan Hasail Hutan Pada Hutan Produksi. Dari kedua jenis Peraturan Menteri tersebut yang secara spesifik mengatur NSPK pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi adalah pembentukan
NSPK Sektor Kehutanan 55
wilayah pengelolaan hutan adalah Peraturan Menteri Kehutanan No: P.9/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.35/Menhut-II/2008 tentang izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.
Pasal 9a Peraturan Menteri Nomor: P.9/Menhut-II/2009, menyebutkan bahwa:
“Pemegang IUI dapat menambah jenis industry di lokasi yang sama melalui permohonan izin perluasan,yang diajukan:
a. Diatas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun kepada Menteri Kehutanan
b. Sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun kepada Gubernur
c. Sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun kepada Bupati/walikota, dalam hal kewenangan pemberian izin industry dilimpahkan kepada Bupati/Walikota.
Selanjutnya dalam tujuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2009, ditegaskan bahwa salah satu tujuan penyusunan Grand Strategi adalah “menggali potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai alternative sumber pangan, sumber bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan dan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi sebagaimana tertuang dalam kedua Peraturan Menteri tersebut subtansinya tidak mengatur tentang kewenangan dari Pemerintah Provinsi untuk memberikan pertimbangan teknis kepada menteri untuk pemberian dan perpanjangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja
NSPK Sektor Kehutanan56
PERUM Perhutani, begitu juga Pemerintah daerah Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis kepada Gubernur untuk pemberian dan perpanjangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu serta pemberian perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani, sebagaimana diatur dalam lampiran PP No. 38 Tahun 2007. Oleh karena itu kedua ketentuan peraturan Menteri tersebut tidak sesuai dengan lampiran PP No. 38 Tahun 2007.
10. Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.46/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Produksi, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 9.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini secara spesifik mengatur NSPK tentang Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi adalah Peraturan Menteri Nomor: P.46/Menhut-II/2009. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan izin pemungutan hasil hutan kayu dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi skala provinsi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mempunyai
NSPK Sektor Kehutanan 57
wewenang memberikan izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan produksi skala kabupaten/kota kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani.
Pasal 3 ayat (1) Permenhut Nomor: P.46/Menhut-II/2009 menyebutkan bahwa:
“Permohonan IPHHK-HA atau IPHHBK-HT atau IPHHBK-HTHR diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota.”
Selanjutnya Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa:
“Direktorat jenderal berkoordinasi dengan Pemerintah daerah Provinsi melakukan pengendalian atas izin yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota.”
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri tersebut telah sesuai dengan dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan produksi, dimana Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk memberikan izin atas pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan produksi sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu pada Hutan Produksi telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
NSPK Sektor Kehutanan58
11. Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.36/Menhut-II/2009 tentang Tata cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 8.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini secara spesifik mengatur NSPK Penetapan NSPK Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi) adalah Peraturan Menteri Kehutanan No: P.36/Menhut-II/2009 tentang Tata cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dan jasa lingkungan skala provinsi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mempunyai wewenang memberikan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dan jasa lingkungan skala kabupaten/kota kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani.
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Permenhut Nomor: P.36/Menhut-II/2009, Buapti/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan
NSPK Sektor Kehutanan 59
IUP-RAP KARBON dan IUP-PAN KARBON. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 10, gubernur juga mempunyai kewenangan untuk menerbitkan IUP-RAP KARBON dan IUP-PAN KARBON.
Ketentuan Pasal 9 dan 10 Permenhut tersebut telah sesuai dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi, dimana Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk menerbitkan izin pemanfaatan kawasan hutan dan jasa lingkungan pada hutan produksi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran mengingat dan subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
12. Penatausahaan Hasil Hutan
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Penatausahaan Hasil Hutan, dapat ditemukan beberapa Peraturan Menteri Kehutanan No: P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.23/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyerahan KembaliIzin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu sebelum Jangka Waktu Izin Berakhir, Peraturan Menteri Kehutanan No.24/Menhut-II/2009 tentang Pendaftaran Ulang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.29/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam Pada Hutan
NSPK Sektor Kehutanan60
Produksi, Peraturan Menteri Kehutanan No.45/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari lima Peraturan Menteri tersebut tidak satupun Peraturan Menteri yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang. Kedua, bahwa keenam Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.23/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyerahan KembaliIzin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu sebelum Jangka Waktu Izin Berakhir, Peraturan Menteri Kehutanan No.24/Menhut-II/2009 tentang Pendaftaran Ulang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.29/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam Pada Hutan Produksi, Peraturan Menteri Kehutanan No.45/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara.
Ketiga, bahwa materi dari keempat Peraturan Menteri ini terkait dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu Kriteria dan Indikator penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan, Tata Cara Penyerahan KembaliIzin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu sebelum Jangka Waktu Izin Berakhir, Pendaftaran Ulang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu, Tata Cara dan Persyaratan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam Pada Hutan Produksi, Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara
NSPK Sektor Kehutanan 61
Dari lima Peraturan Menteri tersebut diatas tidak ada satupun Peraturan Menteri yang memberikan penegasan kewenangan kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam lampiran PPNo. 38 Tahun 2007 yang memberikan kewenangan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian penataausahaan hasil hutan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri tersebut dapat dijadikan pedoman dalam penatausahaan hasil hutan belum sesuai dengan ketentuan Lampiran PP No.38 Tahun 2007 meskipun kelimaPeraturan menteri tersebut telah mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat.
13. Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove, dapat ditemukan beberapa Peraturan Menteri Kehutanan No: P.23/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-V/2008 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dana bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.25/Menhut-II/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2010, Peraturan Menteri Kehutanan No.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/menhut-II/2008 tentang pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.30/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
NSPK Sektor Kehutanan62
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS), Peraturan Menteri Kehutanan No.37/Menhut-II/2010 tentang Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Peraturan Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS), dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari enam Peraturan Menteri tersebut tidak satupun Peraturan Menteri yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang. Kedua, bahwa keenam Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.23/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-V/2008 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dana bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.25/Menhut-II/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2010, Peraturan Menteri Kehutanan No.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/menhut-II/2008 tentang pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.30/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS), Peraturan Menteri Kehutanan No.37/Menhut-II/2010 tentang Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Peraturan Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS),
NSPK Sektor Kehutanan 63
Ketiga, bahwa materi dari keenam Peraturan Menteri ini terkait dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu Pedoman Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dana bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi, Pedoman Penyelenggaraan rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2010, Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS), Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Dari keenam Peraturan Menteri tersebut telah memberikan kewenangan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota agar daerah dapat melaksanakan penetapan lahan kritis, penetapan rtencana pengelolaan rehabilitasi hutan, rancangan rehabilitasi hutan dan lahan. Oleh karena itu ketentuan yang terdapat dalam Peraturan menteri tersebut diatas tidaklah bertentangan dengan lampiran PP No.. 38 Tahun 2007 yang memberikan kewenangan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri tersebut sesuai dengan ketentuan Lampiran PP No.38 Tahun 2007 meskipun keenam Peraturan menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
14. Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.4/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
NSPK Sektor Kehutanan64
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat pada butir 9.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini tidak secara spesifik mengatur NSPK tentang Reklamasi Hutan Pada Areal Yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan adalah Peraturan Menteri Nomor: P.4/Menhut-II/2011. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengesahan rencana reklamasi hutan. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang untuk memberikan pertimbangan teknis rencana reklamasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi hutan.
Pasal 26 ayat (1) Permenhut Nomor: P.4/Menhut-II/2011 menyebutkan bahwa:
“Rencana reklamasi hutan 5 (lima) tahun dan tahunan yang telah disusun dinilai oleh menteri teknis, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan Menteri.””
Selanjutnya Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa:
“Rencana reklamasi hutan 5 (lima) tahun dan tahunan yang telah dinilai dan telah mendapat rekomendasi selanjutnya disahkan oleh Menteri teknis, Gubernur atau Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.”
Adapun pemantauan dan pembinaan teknis dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
“ Pemantauan dan pembinaan teknis reklamasi di tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Gubernur,Bupati/walikota sesuai kewenangannya.” Memperhatikan ketentuan Pasal 26 ayat (1),28 ayat (1), dan Pasal 63 ayat (2) Peraturan Menteri tersebut telah sesuai dengan dengan Lampiran PP
NSPK Sektor Kehutanan 65
No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan Reklamasi Hutan Pada Areal yang Dibebani izin Penggunaan Kawasan Hutan dimana Pemerintah Provinsi berwenang melakukan pengesahan rencana reklamasi hutan dan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk memberikan pertimbangan teknis rencana reklamasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi hutan sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang urusan Reklamasi Hutan Pada Areal yang Dibebani izin Penggunaan Kawasan Hutan telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
15. Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Reklamasi Hutan pada Areal Bencana Alam, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.4/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan meskipun tidak secara tegas mengatur mengenai reklamasi hutan di areal bencana alam, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat pada butir 9.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini tidak secara spesifik mengatur NSPK tentang Reklamasi Hutan Pada Areal Bencana Alam adalah Peraturan Menteri Nomor: P.4/Menhut-II/2011. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai
NSPK Sektor Kehutanan66
kewenangan untuk memberikan pengesahan rencana reklamasi hutan. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang untuk memberikan pertimbangan teknis rencana reklamasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi hutan.
Pasal 26 ayat (1) Permenhut Nomor: P.4/Menhut-II/2011 menyebutkan bahwa:
“Rencana reklamasi hutan 5 (lima) tahun dan tahunan yang telah disusun dinilai oleh menteri teknis, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan Menteri.””
Selanjutnya Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa:
“Rencana reklamasi hutan 5 (lima) tahun dan tahunan yang telah dinilai dan telah mendapat rekomendasi selanjutnya disahkan oleh Menteri teknis, Gubernur atau Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya..”
Adapun pemantauan dan pembinaan teknis dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
“Pemantauan dan pembinaan teknis reklamasi di tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Gubernur,Bupati/walikota sesuai kewenangannya.” Memperhatikan ketentuan Pasal 26 ayat (1),28 ayat (1), dan Pasal 63 ayat (2) Peraturan Menteri tersebut telah sesuai dengan dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan Reklamasi Hutan Pada Areal yang Dibebani izin Penggunaan Kawasan Hutan dimana Pemerintah Provinsi berwenang melakukan pengesahan rencana reklamasi hutan dan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk memberikan pertimbangan teknis rencana reklamasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi hutan sesuai dengan kewenangannya.
Peraturan Menteri tersebut tidak secara eksplisit dan tegas
NSPK Sektor Kehutanan 67
mencantumkan rencana reklamasi hutan pada areal bencana alam. Karena dalam lampiran ketentuan PP No. 38 Tahun 2007 subtansinya mengatur tentang kewenangan provinsi dan kabupaten/kota dalam penyusunan rencana reklamasi hutan pada areal bencana alam, maka dapat dikatakan meskipun Peraturan Menteri ini dapat dijadikan sebagai acuan reklamasi dapat disimpulkan tidak sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2007.
16. Hutan Kota
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Secara eksplisit dan tegas dalam, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.71/Menhut-II/2009 tentang Hutan Kota, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang butir a.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 9.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini secara spesifik mengatur NSPK tentang Hutan Kota adalah Peraturan Menteri Kehutanan No: P.71/Menhut-II/2009 tentang Hutan Kota. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk membangun, mengelola, memelihara, memanfaatkan, melindungi dan mengamankan hutan kota. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mempunyai kewenangan untuk membangun, mengelola, memelihara, memanfaatkan, melindungi dan mengamankan hutan kota .
NSPK Sektor Kehutanan68
Pasal 5 ayat (2) Permenhut Nomor: P71/Menhut-II/2009 menyebutkan bahwa:
“Penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh walikota atau Bupati berdasarkan rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan.”
Selanjutnya Pasal 10 ayat (3), menyebutkan bahwa:
“Pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.”
Ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri tersebut telah sesuai dengan dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007 dimana dalam sub bidang urusan hutan kota sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang Hutan Kota telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran menimbang, konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
17. Perbenihan Tanaman Hutan
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Perbenihan Tanaman Hutan, dapat ditemukan beberapa Peraturan Menteri Kehutanan No: P.1/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.72/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.1/menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari dua Peraturan Menteri tersebut hanya satu yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
NSPK Sektor Kehutanan 69
Kedua, bahwa kedua Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat.
Ketiga, bahwa materi dari kedua Peraturan Menteri ini terkait dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan.
Dari kedua Peraturan Menteri tersebut telah memberikan kewenangan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota agar daerah dapat mememberikan pertimbangan teknis pelaksanaan sertifikasi mutu benih tanaman hutan dan juga melakukan inventarisasi penggunaan dan pelaksanaan sertifikasi bibit tanaman hutan. Oleh karena itu ketentuan yang terdapat dalam Peraturan menteri tersebut diatas tidaklah bertentangan dengan lampiran PP No.. 38 Tahun 2007 yang memberikan kewenangan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam perbenihan tanaman hutan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri tersebut sesuai dengan ketentuan Lampiran PP No.38 Tahun 2007.
18. Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru, dapat ditemukan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.4/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang pengusahaan pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, dapat diuraikan sebagai berikut:
NSPK Sektor Kehutanan70
Pertama, bahwa Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
Kedua, bahwa Peraturan Menteri tersebut telah mencantumkan PP No.38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat yang dicantumkan konsideran mengingat dalam butir 7.
Ketiga, bahwa materi Peraturan Menteri ini secara spesifik mengatur NSPK tentang Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru adalah Peraturan Menteri Kehutanan No: P.4/Menhut-II/2011 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru. Menurut lampiran PP No. 38 Tahun 2007 Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pertimbangan teknis pengusahaan pariwisata alam dan taman buru serta pemberian perizinan pengusahaan kebun buru skala provinsi. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mempunyai kewenangan untuk memberikan pertimbangan teknis pengusahaan pariwisata alam dan taman buru serta pemberian perizinan pengusahaan kebun buru skalakabupaten/kota .
Pasal 25 ayat (3) butir a dan b Permenhut Nomor: P.4/Menhut-II/2011 menyebutkan bahwa:
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),berupa pertimbangan teknis dari:
a. Kepala UPTD yang membidangi urusan kehutanan di Provinsi atau kabupaten/kota;
b. Kepala SKPD yang membidangi urusan kepariwisataan di provinsi atau kabupaten/kota
Ketentuan Pasal 25 ayat (3) butir a dan b Peraturan Menteri tersebut telah sesuai dengan dengan Lampiran PP No. 38 tahun 2007
NSPK Sektor Kehutanan 71
dimana dalam sub bidang urusan pengusahaan pariwisata alam pada kawasan pelestarian alam,dan pengusahaan taman buru,areal buru dan kebun buru sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa NSPK tentang pengusahaan pariwisata alam pada kawasan pelestarian alam,dan pengusahaan taman buru,areal buru dan kebun buru telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
19. Kehutanan Penelitian dan Pengembangan
Berdasarkan analsis data kualitatif yang dapat diidentifikasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan sejak lahirnya PP No.38 tahun 2007, dalam kaitannya dengan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, dapat ditemukan beberapa Peraturan Menteri Kehutanan No: P.61/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.75/Menhut-II/2006 tentang Pelaksanaan Program Sekolah Riset (research School) Bagi peneliti Lingkup badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.36/Menhut-II/2010 tentang Timterpadu Dalamrangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan No.66/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat pedesaan Berbasis Konservasi, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.15/menhut-II/2011 tentang Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi, dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa dari enam Peraturan Menteri tersebut tidak satupun Peraturan Menteri yang mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang. Kedua, bahwa keeempat Peraturan Menteri tersebut tidak mencantumkan PP No.38 Tahun 2007
NSPK Sektor Kehutanan72
dalam konsideran mengingat, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.61/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.75/Menhut-II/2006 tentang Pelaksanaan Program Sekolah Riset (research School) Bagi peneliti Lingkup badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.36/Menhut-II/2010 tentang Timterpadu Dalamrangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan No.66/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat pedesaan Berbasis Konservasi, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.15/menhut-II/2011 tentang Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi.
Ketiga, bahwa materi dari keempat Peraturan Menteri ini terkait dengan beberapa Peraturan teknis bidang kehutanan,yaitu Pelaksanaan Program Sekolah Riset (research School) Bagi peneliti Lingkup badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Tim Terpadu Dalamrangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat pedesaan Berbasis Konservasi, Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi.
Dari keempat Peraturan Menteri tersebut telah memberikan kewenangan kepada Provinsi untuk melaksanakan diklat teknis dan fungsionalkehutanan skala provinsi sebagaimana diatur dalam PPNo. 38 Tahun 2007. Oleh karena itu ketentuan yang terdapat dalam Peraturan menteri tersebut diatas tidaklah bertentangan dengan lampiran PP No.. 38 Tahun 2007 yang memberikan kewenangan kepada Provinsi dalampenelitian dan pengembangan kehutanan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri tersebut telah sesuai dengan ketentuan Lampiran PP No.38 Tahun 2007 meskipun keempat Peraturan menteri tersebut tidak
mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
NSPK Sektor Kehutanan 73
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa dalam bidang kehutanan menurut lampiran PP No. 38 tahun 2007 terdapat 59 sub bidang urusan pemerintahan;
2. Bahwa dari limapuluh sembilan sub bidang urusan bidang kehutanan sebagian telah dijabarkan dalam NSPK, namun sebagian juga masih belum dibuat NSPK-nya, dan dari lima puluh sembilan tersebut yang harus dibuat NSPK berjumlah lima puluh empat sub bidang urusan dan sisanya lima tidak memerlukan NSPK;
3. Bahwaa lima sub bidang urusan yang tidak memerlukan NSPK yaitu
a. Penunjukan kawasan hutan, hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru;
Bab Tiga
NSPK Sektor Kehutanan74
b. Penataan batas dan pemetaan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru;
c. Penetapan kawasan hutan produksi,hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru;
d. Rencana kehutanan
e. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan termasuk hutan mangrove
4. Bahwa lima puluh empat sub bidang urusan yang harus dibuat NSPK terdiri dari:
1) Inventarisasi hutan
2) Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
3) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
4) Penatagunaan Kawasan Hutan
5) Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
6) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
7) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
8) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
9) Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
10) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
11) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
NSPK Sektor Kehutanan 75
12) Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
13) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
14) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
15) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
16) Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
17) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
18) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
19) Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
20) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
21) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
22) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
23) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
24) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
25) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
26) Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
NSPK Sektor Kehutanan76
27) Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
28) Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
29) Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
30) Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
31) Industri Pengolahan Hasil Hutan
32) Penatausahaan Hasil Hutan
33) Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Lindung
34) Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Kehutanan
35) Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
36) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
37) Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
38) Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
39) Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
40) Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar Hutan
41) Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan
42) Hutan Kota
43) Perbenihan Tanaman Hutan
44) Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
45) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
46) Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar
47) Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
48) Lembaga Konservasi
NSPK Sektor Kehutanan 77
49) Perlindungan Hutan
50) Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
51) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan
52) Penyuluhan Kehutanan
53) Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan
54) Pengawasan bidang kehutanan
5. Bahwa dari 54 jumlah sub bidang urusan yang harus dibuat NSPKnya, terdapat sembilanbelas sub bidang urusan yang telah dibuat NSPK, yaitu:
1) Pengukuhan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru
2) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
3) Penatagunaan Kawasan Hutan
4) Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
5) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
6) Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
7) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
8) Sistem Informasi Kehutanan (Numerik dan Spasial)
9) Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
10) Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi
11) Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi
12) Penatausahaan Hasil Hutan
13) Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
NSPK Sektor Kehutanan78
14) Reklamasi Hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan
15) Reklamasi Hutan Areal Bencana Alam
16) Hutan Kota
17) Perbenihan Tanaman Hutan
18) Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru
19) Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
6. Bahwa dari lima puluh empat sub bidang urusan yang harus dibuat NSPK, masih terdapat tiga puluh lima sub bidang urusan pemerintahan yang belum dibuat NSPKnya oleh kementerian terkait yaitu:
1) Inventarisasi hutan
2) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP
3) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP
4) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
5) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
6) Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
7) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
8) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHL
9) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit KPHL
10) Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha
NSPK Sektor Kehutanan 79
Pemanfaatan Hutan Lindung
11) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
12) Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
13) Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung
14) Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
15) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK
16) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK
17) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
18) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
19) Penataan Blok (Zonasi) Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
20) Industri Pengolahan Hasil Hutan
21) Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Lindung
22) Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Kehutanan
23) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
24) Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Termasuk Hutan Mangrove
25) Pemberdayaan Masyarakat Se-tempat di Dalam dan di Sekitar Hutan
26) Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan
NSPK Sektor Kehutanan80
27) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru
28) Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar
29) Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
30) Lembaga Konservasi
31) Perlindungan Hutan
32) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan
33) Penyuluhan Kehutanan
34) Pembinaan dan Pengendalian Bidang Kehutanan
35) Pengawasan bidang kehutanan
7. Bahwa sub bidang urusaaan yang telah dibuat NSPK terkait dengan masalah pengukuhan kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No: P.50/Menhut-II/2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan belum secara jelas peran dari masing-masing pemerintahan.
8. Bahwa NSPK tentang Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus yang terdapaat dalam beberapa Peraturan Menteri memang belum mengatur tentang kawasan hutan dengan tujuan khusus, dan juga mengenai bagaimana pengusulan dan pertimbangan teknis untuk skala provinsi, serta pengusulan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus juga tidak diatur secara detail.
9. Bahwa lima jenis Peraturan Menteri yang mengatur tentang Penatagunaan Kawasan Hutan belum mengatur tentang bagaimana pertimbangan teknis dan pengusulan perubahan status dan fungsi hutan, dan perubahan status dari lahan milik menjadi kawasan hutan dan juga mengenai tukar menukar kawasan hutan sebagaiman diatur dalam lampiran PPNo. 38 Tahun 2007.
NSPK Sektor Kehutanan 81
10. Bahwa NSPK tentang Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, meski dalam konsideran menimbang tidak mencantumkan PP No. 38 sebagai landasan filosofisnya.
11. Bahwa NSPK tentang Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, meski dalam konsideran menimbang tidak mencantumkan PP No. 38 sebagai landasan filosofisnya.
12. Bahwa Peraturan Menteri yang dijadikan pedoman dalam menyusun rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha pemanfaatan hutan produksi telah sesuai PP No. 38 Tahun 2007 sebagai landasan filosofisnya.
13. Bahwa NSPK sesuai Peraturan Menteri tentang Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru, namun telah sesuai dengan ketentuan lampiran PP No. 38 Tahun 2007, meski dalam konsideran menimbang tidak mencantumkan PP No. 38 sebagai landasan filosofisnya.
14. Bahwa NSPK tentang Sistem Informasi Kehutanan Numerik dan Spasial telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena ketiga indikator baik konsideran menimbang,mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
15. Bahwa NSPK tentang Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi sebagaimana tertuang dalam kedua Peraturan Menteri tersebut subtansinya tidak mengatur tentang kewenangan dari
NSPK Sektor Kehutanan82
Pemerintah Provinsi untuk memberikan pertimbangan teknis kepada menteri untuk pemberian dan perpanjangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani, begitu juga Pemerintah daerah Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis kepada Gubernur untuk pemberian dan perpanjangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu serta pemberian perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja PERUM Perhutani, sebagaimana diatur dalam lampiran PP No. 38 Tahun 2007. Oleh karena itu kedua ketentuan peraturan Menteri tersebut tidak sesuai dengan lampiran PP No. 38 Tahun 2007.
16. Bahwa NSPK tentang Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu pada Hutan Produksi telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
17. Bahwa NSPK tentang Pemanfaatan Kawasan Hutan dan Jasa Lingkungan pada Hutan Produksi telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran mengingat dan subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
18. Bahwa NSPK dalam Peraturan Menteri yang dijadikan pedoman dalam penatausahaan hasil hutan belum sesuai dengan ketentuan Lampiran PP No.38 Tahun 2007 meskipun kelimaPeraturan menteri tersebut telah mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran mengingat.
19. Bahwa Peraturan Menteri tersebut sesuai dengan ketentuan Lampiran PP No.38 Tahun 2007 meskipun keenam Peraturan menteri tersebut tidak mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 dalam konsideran menimbang.
NSPK Sektor Kehutanan 83
20. Bahwa NSPK tentang urusan Reklamasi Hutan Pada Areal yang Dibebani izin Penggunaan Kawasan Hutan telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
21. Bahwa Peraturan Menteri tentang rencana reklamasi hutan pada areal bencana alam tidak sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2007.
22. Bahwa NSPK tentang Hutan Kota telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran menimbang, konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
23. Bahwa NSPK tentang pengusahaan pariwisata alam pada kawasan pelestarian alam,dan pengusahaan taman buru,areal buru dan kebun buru telah sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, karena konsideran konsideran mengingat serta subtansinya tidak bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, dalam bidang kehutanan dapat direkomendasikan sebagai berikut:
1. Perlu ditegaskan kembali mengani jumlah sub bidang urusan yang harus dibuat NSPK sebagaimana Lampiraan PP No. 38 Tahun 2007, apakah memang sudah sesuai dengan kondisi aktual yang menjadi kebutuhan sub bidang urusan keehutanan;
2. Setelah dipastikan sub urusan bidang kehutanan yang harus dibuat NSPK,maka yang belum diselesaaikan untuk segeraa dijadikan prioritas dalam penyelesaiannya;
NSPK Sektor Kehutanan84
3. Perlu penyesuaiaan NSPK yang telaah dibuat sesuai sub bidang urusan bidang kehutanan untuk disesuaikan dengan subtansi PPNo. 38 Tahun 2007
4. Perlu dipertegas kembali Kewenangan Provinsi dari kab/Kota dalam Pengukuhan kawasan hutan;
5. Perlu dipertegas kembali NSPK tentang reklamasi hutan di areal bencana alam;
6. Permenhut Nomor 60/Menhut-II/2011, harus disesuaikan dengan PP 38 tahun 2007;
7. NSPK tentang penatagunaan kawasan hutan, harus disesuaikan dengan PP 38 tahun 2007
NSPK Sektor Kehutanan 85
DAFTAR PUSTAKA
Adalsteinsson, Ragna dan Pall Thorhallson, “Article 27”, in Gudmundur Alfredsson and Asbjorn Eide (eds.), The Universal Declaration of human Rights: A Common Standard of Achievement, 1999.
Alfredsson, Gudmundur, “Treaties with Indigeneous Populations”, in Encyclopedia of International Law, vol 2, 1995.
_______, “Group Rights, Prefential Treatment and The Rule Law, “ paper presented to the Law & Society Trust Consultation on Group & Minority Rights, 1995.
Aditjondro, George Junus. Pola-Pola Gerakan lingkungan: Refleksi Untuk Menyelematkan Lingkungan Dari Ekspansi Modal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
_______, Korban-Korban Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Ali Kodra, Hadi S. dan Syaukani. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas, Yayasan Nuansa Cendekia, Bandung, 2004.
Bahri, Saiful. “Tangkahan Inisiatif Lokal Untuk Merakyatkan Taman Nasional Gunung Leuser, “Makalah disampaikan pada “Shearde Learning”, Kawasan Ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser, Langkat Sumatera Utara, 13-12 Februari 2006.
Cahyat, A. Masyarakat Mengawasi Pembangunan Daerah: Bagaimana Agar Dapat Efektif?. Bogor: CIFOR, 2005.
______, Perubahan Perundangan Desentralisasi. Bogor: CIFOR, 2005.
Cahya Wulan, Yuliana, dkk. Analisa Konflik sector kehutanan di Indonesia 1997-2003. Bogor: Center for International Forestry Research, 2004.
Depsos RI, Profil Keberhasilan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada 12 Provinsi, Depsos RI, 2004.
Depsos RI, Model pendekatan Sosial Budaya Dalam Penyiapan dan Pemantapan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Depsos RI, 2004.
Fauzi, Noer dan I Nyoman Nurjaya, Sumber Daya Alam Untuk Rakyat: Modul Lokakarya Penelitian Hukum Kritis-Partisipatif bagi Pendamping Hukum Rakyat, Jakarta: ELSAM, 2000.
NSPK Sektor Kehutanan86
Heroepoetri, Arimbi Julia Kalmirah dan Niken Sekar Palupi, Seri Konvensi Internasional Lingkungan: Konvensi Washington, Konvensi Keanekaragaman Hayati, Konvensi Perubahan Iklim, Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bekerjasama dengan FH UNIKA Atmajaya, 1999.
H. Fuad, Faisal. dan Siti Maskanah. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Pustaka LATIN, 2000.
Harahap, Bazar dkk,. Tanah Ulayat Dalam Sistem Pertanahan Nasional. Jakarta: Yayasan Peduli Pengembangan Daerah, 2005.
Hilary N. “Weaver, Indigenous Identity: What Is It, and Who Really Has It?” American Indian Quarterly/Spring 2001/vol. 25, No 2:244.
Kleden, Emil. Otonomi Komunitas Masyarakat Adat. Jakarta: AMAN, 2000.
Kasim, Ifdhal. dan Johanes da Masenus Arus. Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2001.
______, Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Internasional Bagi Aparatur Penegak Hukum. Jakarta: Elsam, 2001.
Kusuma, Hilman. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: CV. Mandar Maju, 1992.
Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: PT. Alumni, 2002.
Kleden, Emil, Sandra Moniaga, B. Steni. “ Sarasehan Tentang Taman Nasional,” Diskusi dengan Tokoh Adat tentang Taman Nasional di Wisma Kenasih, Puncak Bogor, tanggal 31 Agustus 2005.
Kuncoro, Mudrajad. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Malik, Ichsan. dkk. Menyeimbangkan Kekuatan: Pilihan Strategi Menyelesaikan konflik Atas Sumber Daya Alam, Jakarta: Yayasan Kemala, 2003.
Moelyono, Ilya. dkk, Memadukan Kepentingan Memenagkan Kehidupan, Bandung: Driya Media, 2003.
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Moh Askin. Penegakan Hukum Lingkungan dan Pembicaraan di DPR-RI. Jakarta: Yasrif Watampoene, 2003.
Moh. Koesnoe. Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini. Surabaya: Airlangga University Press, 1979.
NSPK Sektor Kehutanan 87
Moniaga, Sandra. Hak Masyarakat Adat dan Masalah Serta Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: HUMA, 2003.
Marquardt, S., “International Law and Indigeneous peoples”, in International Journal on Group Rights 3, 1995.
Moniaga, Sandra,” Hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia, Makalah Lokakarya Nasional IV HAM 1998 diselenggarakan oleh Komnas HAM, Departemen Luar Negeri dan The Australian Human Rights and Equal Opportunity Commission, Jakarta, 1 – 3 Desember 1998.
Moh. Yamin. Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945. Jakarta: tanpa penerbit, 1959.
Parlindungan, A.P. Komentar Terhadap UUPA No.5 Tahun 1960. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2000.
Riyatno, Budi. Selayang Pandang Pengelolaan Kawasan Hutan di Indonesia, Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004.
______,. Pengaturan Hukum Adat di Indonesia, Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004.
______,. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Sebuah Tinjauan Hukum Terhadap Debt for nature Swaps, Lembaga Pengkajian Kehutanan dan Lingkungan, Bogor, 2004.
Rahardo, Satjipto. Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Modern Republik Indonesia.
Rositah. Kemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan dan Penanggulangannya. Bogor: CIFOR, 2005.
Rahardo, Satjipto.” Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Modern Republik Indonesia.”Makalah dalam Lokakarya Nasional Inventarisasi dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, KOMNASHAM, DEPDAGRI dan MAHKAMAH KONSTITUSI, Jakarta 14-15 Juni 2005.
Republik Indonesia, Undang-Undang UU No.23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Republik Indonesia. Undang-Undang UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Republik Indonesia, Undang-Undang No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Republik, Indonesia, Undang-Undang UU No.39 tahun 1999. tentang Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Papua.
NSPK Sektor Kehutanan88
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Sangaji, Arianto.“Membaca Ulang Gerakan Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah”, Jurnal Hukum Adat, 1995.
Susanti, Ari dkk, Proceeding Lokakarya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, Yogyakarta: Lembaga ARUPA, 2000.
Suporahardjo. Strategi dan Praktek Kolaborasi: Sebuah Tinjauan. Bogor: Pustaka LATIN, 2005.
______,. Manajemen Kolaborasi: Memahami Plurasisme Membangun Konsensus. Bogor: Pustaka LATIN, 2005.
_______, dkk. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bogor: Pustaka LATIN, 2000.
Soekanto, Soerjono.Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1983._______, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.Sirait, Martua, Chip Fay, dan A. Kusworo.” Bagaimana Hak-hak Masyarakat
Hukum Adat Dalam Mengelola Sumber Daya Alam Diatur?.” Makalah Roundtable Discussion di Wisma PKBI, 20 Oktober 1999.
Tim Peneliti CIFOR, Analisa Konflik Kehutanan di Indonesia 1997-2003, CIFOR, 2004.
Tim Peneliti ARUPA. Proceeding Lokakarya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, Lembaga ARUPA, Yogyakarta, 2000.
Tim Fasilitator PILI dan CIFOR, “Prinsip Dalam Penyelesaian Konflik Dengan Mediasi,” makalah disampaikan pada acara Sheared Learning di Tangkahan, Taman Nasional gunung Leuser, 13-22 Februari, 2006.
Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum: Paradigma, Metode, dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: ELSAM – HuMa, 2002.
______________.” Pembaharuan Hukum untuk Menggalang Kehidupan Masyarakat Indonesia Baru yang Berperikemanusiaan.” Makalah seminar Nasional “Menggalang Masyarakat Baru yang Berkemanusiaan”, diselenggarakan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia, Bogor, 28 – 29 Agustus 2002.
Yulianti. Kopermas: Masyarakat Hukum Adat Sebagai Tameng Bagi Pihak Yang Berkepentingan. Bogor: CIFOR, 2005.