noma
DESCRIPTION
NOMATRANSCRIPT
TUGAS
NOMA (CANCRUM ORIS)
Oleh :
Joan Sherlone 1301-1211-0170
DEPARTEMEN ILMU KESEHAHATAN GIGI DAN MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG 2013
NOMA (ORO FACIAL GANGRENE)
DEFINISI
Suatu penyakit infeksi yang menghancurkan struktur jaringan lunak dan jaringan keras
pada area oral dan paraoral, meliputi mandibula, maksila, hidung dan dapat meluas ke
batas infra orbita.
Cancrum oris atau noma ini merupakan suatu penyakit gangren yang menyebar dengan
cepat dan memengaruhi jaringan padat dan lunak dari wajah, biasanya disebabkan oleh
spirochaeta anaerob. Cancrum oris biasanya menyerang anak-anak umur 2-5 tahun.
Penyebab pasti penyakit ini sebenarnya masih tidak diketahui. Akan tetapi, oral hygiene
yang buruk, sistem imun yang lemah, past history campak, scarlet fever, tifoid, malaria,
tuberculosis, kanker, dan HIV merupakan faktor predisposisi.
Gambar. Pasien dengan penyakit noma
EPIDEMIOLOGI
Kelainan ini paling sering terjadi pada remaja, anak-anak penderita gizi buruk antara
usia 2 dan 5 tahun. Sering mereka memiliki suatu penyakit seperti campak, demam
berdarah, TBC, kanker, atau immunodeficiency.
Angka kejadian di Afrika adalah sekitar 2-4 kasus setiap 10.000 anak, di Senegal
2,8-8,4 kasus setiap 10.000 anak berusia 1-5 tahun, di Nigeria 7-14 kasus setiap 10.000
anak berusia 0-6 tahun.
ETIOLOGI
1. Bakteri:
Fusobacterium necroforum
Prevotella intermedia
Streptococcus α hemoliticus
Actinomyces spp
Escherecia coli
Staphylococcus alfa hemoliticus
Bacteroides spp
Peptostreptococcus
2. Virus:
Measles
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Human Cytomegalo Virus (HCV)
Terdapat mikroorganisme yang terlibat sebagai penyebab noma, salah satunya yaitu
Fusobacterium necrophorum. F. necrophorum dapat menguraikan sebagian
dermonekrotik metabolit toksik. Pada anak-anak, bakteri ini diperoleh melalui
kontaminasi fecal, yang disebabkan sanitasi lingkungan yang rendah. Organism
pathogen lainnya yang ditemukan pada lesi noma yaitu Prevotella intermedia dan
Borrelia vincentii. Hubungan simbiosis antara fusiform bacilli dan streptococcus
nonhemolitik dan staphylococcus telah diperkirakan sebagai faktor pada perkembangan
noma. B. vincentii dan Fusiform bacilli dapat dikultur pada hampir kebanyakan kasus.
MacDonald’s menyatakan bahwa Bacteroides melaninogenicus dapat menjadi organism
penting pada penyakit ini. Bacteroides melaninogenicus adalah bakteri gram negatif,
cocobasilus anaerob, terdapat pada rongga mulut dan traktus gastrointestinal. Memiliki
karakter proteolitik yang dapat menghidrolisis kolagen gingival. Penyakit ini
diperkirakan tidak menular karena belum diketahui menyebar atau tidaknya di
lingkungan rumah, rumah sakit atau sekitarnya. Mula-mula, jaringan wajah akan terlihat
lunak, terdapat spot merah keunguan pada gingival, berlanjut menjadi ulserasi dan
nekrosis yang dibarengi edema. Hal itu akan membentuk jaringan nekrotik berwarna
hitam kebiruan berbentuk kerucut yang berkumpul di dasar intra-oral. Perkembangan
secara cepat dari tahap awal menjadi gangrene berlangsung selama 2 – 72 jam. Dapat
terjadi secara uni atau bilateral dan dapat menyerang bagian wajah lain termasuk rahang
atas atau bawah. Hal tersebut dapat membentuk kerusakan wajah yang parah sehingga
mengakibatkan hilangnya struktur dan fungsi intraoral.
PREDISPOSISI
Anak umur 2-7 tahun dengan trias malnutrisi, ‘debilitating disease’, dan ‘oral hygiene’
yang jelek. Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh bakteri yang
disebut fusospirochetal organisme.
Sering didahului penyakit berat yang dapat menurunkan sistem imunitas,
misalnya campak, malaria, cacar air, tuberkulosis.
Terjadinya acute necrotizing gingivitis. Dalam hal ini peranan virus herpes
mungkin saja terjadi, yaitu pada anak-anak dengan higiene (kebersihan) mulut
yang jelek
Ditemukan pula kuman lain sebagai penyerta yaitu Prevotella intermedia,
alpha hemolytic streptococcus, Actinomyces sp
Penelitian di Afrika oleh Cyril O. Enwonwo dkk. tahun 1999 menemukan
penurunan kadar Zinc (<10,8 umol/L), retinol (<1,05 umol/L), ascorbate
(<11umol/L), dan peningkatan kadar kortisol bebas pada saliva (air liur) pasien
dengan noma
Setelah terjadi nekrosis (kematian jaringan) pada jaringan lunak, nekrosis dapat
berlanjut pada tulang sehingga terjadi penggabungan rahang atas dan
rahang bawah yang mengakibatkan terkuncinya mulut (trismus)
FAKTOR RESIKO
1. Kemiskinan
2. Malnutrisi kronis
3. Sanitasi lingkungan yang buruk
4. Suplai air bersih yang tidak memadai
5. Peningkatan eksposur terhadap infeksi virus dan bakteri, misal mengalami
necrotizing ulcerative gingivitis
PATOGENESIS
Demam, pembengkakan di area oronasal berserta pus terjadi krusta flare-up
infeksi jaringan granulasi nekrosis, diskolorisasi (jaringan biru kehitaman)
lokalisasi jaringan nekrosis lesi mengering, proliferasi jaringan epitel pada tepi lesi
lesi seperti sembuh, tanda infeksi aktif negatif terlepasnya jaringan lunak yang
menutupi lesi terbentuk fistel orokutaneus nekrosi lengkap tulang
terekspos(+).
GEJALA KLINIS
Pasien datang dengan adanya defek pada bibir, tepi mulut, hidung, pipi, dan
kadang kelopak mata bagian bawah, yang didahului dengan riwayat luka yang
menghitam. Kerusakan otot pengunyah juga dapat menyebabkan trismus. Pasien
yang datang pada keadaan yang lebih dini dapat ditemukan gingivitis akut
(radang gusi), nekrosis mukosa, dan ulserasi mukosa mulut yang luas.
Noma menyebabkan kerusakan jaringan memburuk secara cepat. Gusi dan dinding pipi
meradang dan berkembang menjadi bisul. Borok berkembang dan mengeluarkan bau
busuk, menyebabkan bau nafas dan bau pada kulit. Infeksi menyebar ke kulit, dan
jaringan di bibir dan pipi mati. Proses akhirnya dapat menghancurkan jaringan lunak
dan tulang.
Akhirnya penghancuran tulang di sekitar mulut menyebabkan cacat dan kehilangan gigi.
Noma dapat juga mempengaruhi alat kelamin, menyebar ke kulit kelamin (ini kadang-
kadang disebut noma pudendi).
KOMPLIKASI
1. Terjadi ankylosing dan hilangnya sebagian jaringan rahang, mulut dan pipi.
2. Impairment dalam berbicara dan mengunyah.
3. Gangguan fisik dan psikologis pada tumbuh kembang anak.
4. Komplikasi sistemik berupa toksemia, dehidrasi dan bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian.
PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas tinggi.
TERAPI
1. Koreksi dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan kondisi malnutrisinya.
2. Pengobatan penyakit yang mendahului/mendasari (seperti malaria atau measles)
3. Pemberian antibiotika yang sesuai dengan kultur, resistensi dan sensitivitas.
4. Sebelum hasil kultur didapatkan, pemberian penisilin dan metronidazol cukup
efektif.
5. Perawatan luka dengan antiseptik.
6. Pembersihan jaringan nekrotik dengan pembedahan.
7. Pada stadium akut terapi oleh bagian anak dengan eradikasi (pemberantasan)
infeksi, perbaikan gizi, dan nekrotomi (membuang jaringan yang mati)
8. Pada kasus lanjut, jaringan parut bisa dipakai sebagai inner lining, fusi tulang
dibebaskan, dan dilakukan penutupan raw surface tanpa usaha untuk memperbaiki
defek.