niti sang natha

30
* Disampaikan pada Dharma Tula bersama Umat Hindu di Pura Marga Moksa Darungan, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang pada tanggal 15 Juli 2012. ** Penulis adalah Guru SMPN 4 dan SMAN 2 Batu, Ketua Pasraman Giri Sastra, Wakil Ketua LPDG Propinsi Jawa Timur, Duta Dharma dan Penulis Buku-buku Hindu.

Upload: miswanto

Post on 29-Dec-2014

90 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Niti Sang Natha (Konsep Kepemimpinan Hindu)

TRANSCRIPT

Page 1: Niti Sang Natha

* Disampaikan pada Dharma Tula bersama Umat Hindu di Pura Marga Moksa Darungan, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang pada tanggal 15 Juli 2012.

** Penulis adalah Guru SMPN 4 dan SMAN 2 Batu, Ketua Pasraman Giri Sastra, Wakil Ketua LPDG Propinsi Jawa Timur, Duta Dharma dan Penulis Buku-buku Hindu.

Page 2: Niti Sang Natha

MANGGALA

PANGKUR Marma ing sabisa-bisa Babasané muriha tyas basuki Puruita kang patut Lan traping angganira Ana uga anggêr-ugêring keprabun Abon-aboning panêmbah Kang kambah ing siyang ratri Terjemahan : Maka sedapat mungkin, usahakan berhati baik, mengabdilah dengan baik, sesuai dengan kemampuanmu, juga tata-cara kenegaraan tata-cara berbakti, yang berlaku sepanjang waktu. (Serat Wedatama, I.10, Mangkunegara IV)

Page 3: Niti Sang Natha

KRISIS KEPEMIMPINAN HINDU

Pasca keruntuhan Majapahit yang ditandai oleh Sengkalan “SIRNA ILANG KERTHANING BHUMI” Hindu telah mengalami krisis kepemimpinan yang begitu panjang.

Hingga saat ini kita pun sulit untuk menemukan figur Pemimpin Hindu yang bisa menyatukan semua kalangan umat Hindu.

Masih adanya fanatisme kedaerahan, arogansi, egoisme personal, ketidakcakapan, dan sebagainya yang dimiliki oleh para pimpinan Hindu membuat organisasi-organisasi keagamaan Hindu menjadi terkotak-kotak dan sulit untuk berkembang.

Hal inilah yang perlu disikapi oleh para umat Hindu jika kita ingin umat Hindu bisa memiliki pemimpin yang berkualitas. Untuk itulah disini perlunya pemahaman dan pengamalan konsep “NĪTI SANG NATHA”.

Page 4: Niti Sang Natha

SERAT KALATIDHA 1

Keadaan negara waktu sekarang, sudah semakin merosot. Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi. Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan lama. Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu-raguan). Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.

Page 5: Niti Sang Natha

KONSEP NĪTI SANG NATHA Istilah Nìti Sang Natha ini dapat ditemukan pada Kitab Wiraþa Parwa. Kata ‚nìti (NaqiTa)‛ berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti ‚bimbingan, dukungan, bijaksana, kebijakan, etika‛ (Surada,2007:190).

Zoetmulder (2006:707) mengartikan kata ‚nìti‛ sebagai ‚ cara bekerja dengan baik dan benar; tingkah laku yang bijaksana; ilmu tata negara atau politik; kebijaksanaan politik; kebijaksanaan duniawi; taktik atau rencana yang baik; garis perbuatan; rencana‛.

Sedangkan ‘Natha’ adalah sebutan untuk para pemimpin.

Dengan demikian istilah nìti sang natha merupakan ajaran, cara pandang, ilmu, kebijaksanaan, program, strategi mewujudkan pemimpin yang BAIK & BENAR (BËNËR TUR PËNËR).

Page 6: Niti Sang Natha

KEPEMIMPINAN DALAM HINDU Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam Hindu dikenal dengan istilah Àdhipatyam atau Nayakatvam. Kata ‚Àdhipatyam‛ berasal dari ‚Àdhipati‛ yang berarti ‚raja tertinggi‛ (Wojowasito, 1977 : 5). Sedangkan ‚Nayakatvam‛ dari kata ‚Nayaka‛ yang berarti ‚pemimpin, terutama, tertua, kepala‛ (Wojowasito, 1977 : 177). Di samping kata Àdhipati dan Nayaka yang berarti pemimpin terdapat juga beberapa istilah atau sebutan untuk seorang pemimpin, yaitu: Ràja, Mahàràja, Prabhù, Kûatriya, Svàmin, Ìúvara dan Nàtha. Di samping istilah-istilah tersebut di Indonesia kita kenal istilah Ratu atau Datu, Sang Wibhuh, Murdhaning Jagat dan sebagainya yang mempunyai arti yang sama dengan kata pemimpin namun secara terminlogis terdapat beberapa perbedaan (Titib, 1995 : 3).

Page 7: Niti Sang Natha

KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN HINDU

Pemimpin (Ràja) tidak bisa dipisahkan dengan Paóðita sebagai Purohito (penasehat Ràja). Bràhmaóa kûatriya sadulur artinya penguasa dan pendeta sejalan. ‚Ràja tanpa Paóðita lemah, Paóðita tanpa Ràja akan musnah‛.

Misalnya : Bhaþara Guru dalam memimpin Kahyangan Jonggring Salaka dibantu oleh Mahàåûi Naràda sebagai penasehat-Nya, Maharàja Dasaratha ketika memimpin Ayodya dibantu oleh Mahàåûi Wasiûþha, Mahàraja Paóðu dalam memimpin Astina dibantu oleh Kåpàcharya dan sebagainya

Page 8: Niti Sang Natha

• NÌTI ÚÀSTRA ADALAH ILMU TENTANG

KEPEMIMPINAN

• NÌTI ÚÀSTRA BERKEMBANG SEJAK 350

TAHUN SM.

• TOKOH PENDIRI NÌTI ÚÀSTRA ADALAH

KAUTILYA ATAU YANG DIKENAL SEBAGAI

CANAKYA

• KINI NÌTI ÚÀSTRA BANYAK MENGILHAMI

AJARAN-AJARAN KEPEMIMPINAN MODERN.

Page 9: Niti Sang Natha
Page 10: Niti Sang Natha

KONSEP-KONSEP KEPEMIMPINAN HINDU

SAÐ WARÓANING RÀJANÌTI

CATUR KOTAMANING NÅPATI

TRI UPAYA SANDI

PAÑCA UPAYA SANDI

AÛÞA BRATA

NAWA NATYA

PAÑCA DASA PARAMITENG PRABHU

SAÐ UPAYA GUÓA

PAÑCA SATYA

Page 11: Niti Sang Natha

SAÐ WARÓANING RÀJANÌTI

Abhigamika, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu menarik

perhatian positif dari rakyatnya.

Prajña, artinya seorang raja atau pemimpin harus bijaksana.

Utsaha, artinya seorang raja atau pemimpin harus memiliki daya kreatif

yang tinggi.

Àtma Sampad, artinya seorang raja atau pemimpin harus bermoral yang

luhur.

Sakya samanta, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu

mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang

dianggap kurang baik.

Akûudra Parisatka, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu

memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik kesimpulan yang

bijaksana sehingga diterima oleh semua pihak yang mempunyai

pandangan yang berbeda-beda.

Page 12: Niti Sang Natha

CATUR KOTAMANING NÅPATI

Jñàna Wiúeûa Úuddha, artinya raja atau pemimpin harus

memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia

harus memahami kitab suci atau ajaran agama (agama agëming

aji).

Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin harus

menunjukkan belas kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang

mencintai rakyatnya akan dicintai pula oleh rakyatnya.

Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwatak

pemberani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan

berdasarkan pengetahuan suci yang dimilikinya sebagainya

disebutkan pada syarat sebelumnya.

Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwibawa

terhadap bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan

disegani oleh rakyat dan bawahannya

Page 13: Niti Sang Natha

KAKAWIN NĪTIŚĀSTRA I.10

Terjemahan :

Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasanakan

Page 14: Niti Sang Natha

TRI UPAYA SANDI

Rùpa, artinya seorang raja atau pemimpin harus

mengamati wajah dari para rakyatnya. Dengan begitu

ia akan tahu apakah rakyatnya sedang dalam kesusahan

atau tidak.

Wangúa, artinya seorang raja atau pemimpin harus

mengetahui susunan masyarakat (stratifikasi sosial)

agar dapat menentukan pendekatan apa yang harus

digunakan.

Guóa, artinya seorang raja atau pemimpin harus

mengetahui tingkat peradaban atau kepandaian dari

rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui apa yang

diperlukan oleh rakyatnya

Page 15: Niti Sang Natha

PAÑCA UPAYA SANDI

Màyà, artinya seorang pemimpin perlu melakukan upaya dalam

mengumpulkan data atau permasalahan yang masih belum jelas duduk

perkaranya (màyà).

Upekûa, artinya seorang pemimpin harus meneliti dan menganalisis

semua data-data tersebut dan mengkodifikasikan secara profesional

dan proporsional.

Indra Jala, artinya seorang pemimpin harus bisa mencarikan jalan

keluar dalam memecahkan persoalan yang dihadapi sesuai dengan

hasil analisisnya tadi.

Wikrama, artinya seorang pemimpin harus melaksanakan semua

upaya penyelesaian dengan baik sesuai dengan aturan yang telah

ditetapkan.

Logika, artinya seorang pemimpin harus mengedepankan

pertimbangan-pertimbangan logis dalam menindak lanjuti

penyelesaian permasalahan yang telah ditetapkan

Page 16: Niti Sang Natha

AÛÞA BRATA

Aûþa Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Úrì Ràma kepada Gunawan Wibhìûaóa sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca kemenangan Úrì Ràma melawan keangkaramurkaan Rawaóa.

Dasar Sastra dari Kepemimpinan Aûþa Brata adalah Pustaka Maóu Småti dan Kakawin Ramàyaóa.

Berikut sloka yang menyatakan tentang Kepemimpinan Aûþa Brata.

Page 17: Niti Sang Natha

PUSTAKA MAŅU SMŖTI IX.303

wNd]SYaakR-SYa-vYaaeê-YaMaSYa-vruNaSYa-c ) cNd]SYaGane"-Pa*iQaVYaê-TaeJaaeiv[Ta&-iNa[PaêreTa( ))

Terjemahan :

Hendaknya raja berbuat seperti perilaku yang sama dengan dewa-dewa, Indra, Sùrya, Wàyu, Yama, Waruna, Candra, Agni dan Påthiwì (Pudja dan Sudharta,2002:607).

Page 18: Niti Sang Natha

KAKAWIN RAMĀYAŅA XXIV.52

Terjemahan :

Sang Hyang Indra, Yama, Sùrya, Candra dan Bàyu, Sang Hyang Kwera, Baruna dan Agni itu semuanya delapan. Semua beliau itu menjadi pribadi sang raja. Oleh karena itulah beliau harus memuja Aûþa Brata (Tim Penyusun,2004:98).

Page 19: Niti Sang Natha

BAGIAN-BAGIAN AÛÞA BRATA

Indra Brata, kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal

dari air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus

kembali mengabdi untuk rakyat.

Yama Brata, kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang

Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma.

Sùrya Brata, kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan

Sang Surya yang menyinari dunia.

Candra Brata, mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah

lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari.

Bàyu Brata, mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bàyu)

rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alit atau wong cilik sebagimana sifat

Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah.

Baruóa Brata, mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau

peyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk

kotoran di laut.

Agni Brata, mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan

membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni.

Kwera atau Påthiwì Brata, mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan

kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan

bisa menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata

kesejahteraan di kahyangan.

Page 20: Niti Sang Natha

KEPEMIMPINAN NAWA NATYA

Prajña Nidagda (bijaksana dan teguh pendiriannya).

Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah

dalam setiap medan perang).

Paramàrtha (bersifat mulia dan luhur)

Dhirotsaha (tekun dan ulet dalam setiap pekerjaan)

Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi)

Samaupaya (selalu setia pada janji)

Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda)

Wruh Ring Sarwa Bastra (bisa mengatasi segala

kerusuhan)

Wiweka (dapat membedakan mana yang baik dan yang

buruk).

Page 21: Niti Sang Natha

SAÐ UPAYA GUÓA Siddhi (kemampuan bersahabat);

Wigåha (memecahkan setiap

persoalan);

Wibawa (menjaga kewibawaan);

Winarya (cakap dalam memimpin);

Gascarya (mampu menghadapi lawan

yang kuat) dan

Stanha (menjaga hubungan baik).

Page 22: Niti Sang Natha

Menurut Lontar Rajapati Gondala ada 10 macam orang yang bisa dijadikan sahabat oleh Raja :

Satya (jujur)

Arya (orang besar/mulia)

Dharma (baik)

Àsùrya (dapat mengalahkan musuh)

Mantri (bisa mengabdi dengan baik)

Salya Tawan (banyak kawannya)

Bali (kuat dan sakti)

Kaparamarthan (mempunyai visi yang jelas)

Kadiran (tetap pendiriannya)

Guóa (banyak ilmunya)

Page 23: Niti Sang Natha

PAÑCA SATYA

Satya Hådaya (jujur terhadap diri sendiri / setia

dalam hati)

Satya Wacana (jujur dalam perkataan / setia dalam

ucapan)

Satya Samaya (setia pada janji)

Satya Mitra (setia pada sahabat)

Satya Lakûana (jujur dalam perbuatan)

Page 24: Niti Sang Natha

KONSEP KEPEMIMPINAN HINDU

DALAM MASYARAKAT JAWA

Umumnya Konsep kepemimpinan Hindu dalam

masyarakat Jawa ini dapat ditemukan dalam Serat-serat

Jawa yang ditulis oleh para Pujangga di tanah Jawa.

Meskipun Majapahit telah runtuh Hindu sudah

digantikan dengan Islam namun konsep Kepemimpinan

Hindu masih dipakai oleh kebanyakan raja-raja tanah

Jawa termasuk pada masa sekarang.

Berikut ini dijabarka beberapa konsep kepemimpinan

Hindu dalam Serat-serat Jawa.

Page 25: Niti Sang Natha

Sêrat Tripama 1

Terjemahan :

Alangkah baiknya para prajurit,

bila kalian biasa mengambil

teladan kisah jaman dahulu.

Andalan Sang Prabu Sasrabahu

di Maespati, yang bernama

Patih Suwanda. Jasanya

mencakup tiga hal yaitu:

GUNA (kepandaian, dan

kemampuan skill), KAYA

(kerja nyata dan karma bhumi)

dan PURUN (kemauan dan

keberanian).

Dalam melaksanakan tugasnya

menjalankan perintah rajanya

Page 26: Niti Sang Natha

Sêrat Wulang Réh IX.1

Terjemahan :

Anakku semua ingatlah akan suatu hal

yang akan saya nasehatkan kepadamu.

Kalian juga adalah satriya (pemimpin)

Yang harus TENANG, BERADAB,

SOPAN SANTUN dan BERBUDI

LUHUR, SABAR dalam segala

tindakan dan RENDAH HATI.

Page 27: Niti Sang Natha

Sêrat Wedatama II.1

Terjemahan :

Contohlah perilaku utama, utamanya bagi orang Jawa, Manusia Luhur dari Ngeksiganda (Mataram), Panembahan Senapati namanya, yang mau melaksanakan tarak brata, mengurangi hawa nafsu, yang dijalankan dengan TAPA, BRATA, YOGA, SAMADHI, setiap harinya siang dan malam, dan berusaha mewujudkan UPAYA MEMBUAT ORANG LAIN MENJADI SENANG.

Page 28: Niti Sang Natha

TINGKAT KEBERHASILAN

PEMIMPIN Tingkat keberhasilan dari seorang pemimpin dalam

memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor,

yaitu : faktor usaha manusia (Manuûa atau

jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan

(Daiwa atau jangkaning Dewa).

Sementara tingkat keberhasilannya bisa berupa

penurunan (Kûaya), tetap atau stabil (Sthana) dan

peningkatan atau kemajuan (Våddhi)

(Kautilya,2004:392-393)

Page 29: Niti Sang Natha

WASANA WAKYA

Sebenarnya jika betul-betul diamalkan apa yang

tersurat dan tersirat dalam ajaran NÌTI SANG

NATHA tersebut, seorang pemimpin bisa menjadi

figur SANG NATHA yang bisa ngayapi, ngayomi,

ngayemi, ngayumi, nghayuni, ngayami, ngayoni, dan

ngahyangi orang-orang yang dipimpinnya.

Page 30: Niti Sang Natha

p XaaiNTa" ) XaaiNTa" ) XaaiNTa" ))