nilai tukar rupiah

12
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Ekonomi. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini terutama kedua orang tua saya atas doa dan motivasi yang diberikannya. Saya berharap dengan ditulisnya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Penulis,

Upload: reni-ardiana

Post on 16-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keadaan rupiah saat ini

TRANSCRIPT

Page 1: Nilai Tukar Rupiah

KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Ekonomi. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini terutama kedua orang tua saya atas doa dan motivasi yang diberikannya. Saya berharap dengan ditulisnya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Penulis,

Page 2: Nilai Tukar Rupiah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi merupakan aspek terpenting di dalam suatu negara. Ekonomi menjadikan suatu negara mampu untuk memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas. Dari sumber daya yang terbatas itulah muncul masalah ekonomi yang disebabkan oleh kebutuan manusia yang tidak terbatas. Masalah ekonomi adalah masalah What  – How – Why yang meliputi masalah produksi, distribusi, dan konsumsi. Pemecahan masalah dapat dilakukan oleh suatu negara dengan melihat sistem ekonomi yang diterapkannya. Jika negara bisa memecahkan masalahnya, maka rakyat akan hidup sejahtera. Suatu negara dipandang berhasil atau tidak dalam memecahkan permasalahan ekonomi negaranya sendiri dapat dilihat dari ekonomi makro dan mikro negara tersebut. Ekonomi makro membahas ekonomi nasional secara keseluruhan. Ekonomi mikro lebih merujuk kepada bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian. Dapat dilihat disini bahwa ekonomi makro maupun mikro adalah faktor dan kriteria suatu negara di”cap” berhasil oleh negara lain. Namun terkadang, ada hal-hal yang menghambat pertumbuhan perekonomian suatu negara di dalam negara tersebut. Ekonomi makro yang memegang peranan pentingpun acap kali  bisa memberikan dampak yang serius dalam pertumbuhan suatu negara. Tidak hanya sedikit  pengaruhnya, tetapi secara signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan tersebut. Dapat kita sebutkan satu per satu apa yang menjadi bagian dari ekonomi makro yang mempengaruhi ekonomi nasional adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan &  pengangguran, inflasi, rendahnya nilai kurs rupiah, krisis energi, defisit APBN, juga ketimpangan neraca perdagangan dan pembayaran menjadi permasalahan ekonomi nasional dewasa ini. Pembahasan dan pemecahan masalah diatas sangat diperlukan saat ini untuk mencapai tujuan negara itu sendiri yaitu mensejahterakan rakyatnya. Topik ekonomi makro Indonesia tahun 2013 yang diangkat oleh penulis diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang apa itu ekonomi makro, permasalahan, dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh  pemerintah terhadap permasalahan ekonomi nasional yang berdampak bagi kita sebagai bagian dari negara Indonesia.

  1.2 Identifikasi Masalah 1.Ekonomi makro dan mikro sangat berperan dalam keberhasilan suatu negara, terkadang muncul masalah didalamnya. 2.Masalah ekonomi makro yang mencakup sistem perekonomian berpengaruh besar terhadap ekonomi nasional suatu negara.

1.3Rumusan Masalah

1. Apa yang terjadi pada nilai tukar rupiah kita2. Kenapa bisa terjadi 3. Bagaimana cara memperbaikinya

1.4 Tujuan Mengetahui indikator ekonomi makro serta pengaruh permasalahan ekonomi makro  pada perekonomian nasional dan penerapan kebijakan pemerintah untuk menangani  permasalahan tersebut.

Page 3: Nilai Tukar Rupiah

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Ekonomi Makro Ekonomi makro atau makro-ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makro-ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan seperti  pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan. Meskipun ekonomi makro merupakan bidang pembelajaran yang luas, ada dua area  penelitian yang menjadi ciri khas disiplin ini : kegiatan untuk mempelajari sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan negara jangka pendek (siklus bisnis), dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu dari pertumbuhan ekonomi jangka panjang (peningkatan pendapatan nasional). Model makro-ekonomi yang ada dan prediksi-prediksi yang ada jamak digunakan oleh pemerintah dan korporasi besar untuk membantu pengembangan dan evaluasi kebijakan ekonomi dan strategi bisnis. (id.wikipedia.org)

Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.

Dalam sistem pertukaran dinyatakan oleh yang pernyataan besaran jumlah unit yaitu "mata uang" (atau "harga mata uang" atau "sarian mata uang") yang dapat dibeli dari 1 penggalan "unit mata uang" (disebut pula sebagai "dasar mata uang"). sebagai contoh, dalam penggalan disebutkan bahwa kurs EUR-USD adalah 1,4320 (1,4320 USD per EUR) yang berarti bahwa penggalan mata uang adalah dalam USD dengan penggunaan penggalan nilai dasar tukar mata uang adalah EUR

Daftar Nilai Tukar Mata Uang

Page 4: Nilai Tukar Rupiah

ada 3 penyebab penting yang membuat rupiah tetap lemah terhadap dollar Amerika, yaitu defisit neraca perdagangan, proyeksi IMF, penghentian stimulus The Fed.

Tingginya defisit neraca perdagangan

Tanggal 2 September 2013 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan merilis bahwa defisit neraca perdagangan per Juli 2013 mencapai 2,21 dollar Amerika dan secara kumulatif mencapai 5, 65 miliar. Ini merupakan defisit tertinggi sepanjang sejarah. BPS menyatakan defisit perdagangan karena impor migas jauh melampaui ekspor. Defisit di sektor ini hingga 1,86 miliar Dolar Amerika, sedangkan non migas hanya 0, 45 miliar rupiah. Hal ini menyebabkan respon negatif dari pelaku pasar. Semakin tinggi impor bisa membuat nilai tukar rupiah kian terpuruk terhadap dolar. Melemahnya rupiah akan membuat investor asing hengkang, sehingga aksi jual marak terjadi.

Menurut Ekonom senior INDEF, Ahmad Erani Yustika, ada 3 sebab yang membuat defisit neraca keuangan ini. Pertama, pemerintah tidak mendiversifikasi komoditas ekspor dan negara tujuan ekspor. Kedua, pemerintah tidak mengontrol impor bahan baku penolong yang mencapai 70 % dari total impor. Ketiga, pemerintah gagal mengendalikan subsidi BBM, yang berakibat pada tingginya impor migas.

Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan Ekonomi domestik

Nilai tukar rupiah sempat melemah setelah pelaku pasar merespon proyeksi IMF mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF) pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi 5,25 persen hingga akhir tahun 2013. Proyeksi ini turun dari prediksi bulan April 2013 sebesar 6,3 persen. Pemangkasan ini menurut IMF karena ekspor yang menurun dan kepercayaan investor yang lemah. IMF juga memproyeksikan defisit transaksi berjalan Indonesia bisa membengkak hingga menjadi 3,5 persen. Lebih tinggi 0,2 persen dari prediksi sebelumnya. Selain itu, IMF juga memproyeksikan indeks harga konsumen di Indonesia akan mengalami kenaikan menjadi 9,5 persen di akhir tahun 2013.

Rencana penghentian stimulus The fed

Stimulus the fed atau quantitative easing telah diluncurkan sejak 2009 lalu. Kebijakan ini telah melalui 3 tahap. Program ini pada awalnya dilaksanakan untuk pemulihan pasar perumahan di Amerika. Tahun 2013 ini, the Fed menganggap bahwa ekonomi Amerika sudah dapat berjalan tanpa stimulus. Angka pengangguran pun sudah menurun. Kala stimulus ini diluncurkan, Indonesia menjadi salah satu sasaran investasi asing. Setelah ada rilisan dari the Fed bahwa kebijakan stimulus akan dikurangi mulai September 2013 dan akan dihentikan total pada Juni 2014, investor kemudian mulai meninggalkan Indonesia. Hal ini menyebabkan pasokan dolar di Indonesia menurun. Itu artinya, semakin melemahnya rupiah.

Page 5: Nilai Tukar Rupiah

Apa yang terjadi pada nilai tukar rupiah kita

Pelemahan Rupiah, dan Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Ini

Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), pada tanggal 14 Maret 2015, Rupiah ditutup di posisi Rp13,191 per US Dollar, dan ini adalah posisi terendah bagi mata uang Rupiah terhadap US Dollar sejak.. well.. krisis moneter tahun 1998. Jadi meski penulis pribadi dalam satu dua tahun terakhir ini berusaha untuk tutup mata terhadap perkembangan ekonomi makro dan tetap fokus pada faktor fundamental perusahaan dalam berinvestasi di pasar saham, namun hal ini mau tidak mau tetap kelihatan, karena bahkan pada krisis global tahun 2008 sekalipun, posisi nilai tukar Rupiah tidak pernah turun sampai serendah ini. Pada puncak krisis global tahun 2008, Rupiah hanya anjlok sampai Rp12,768 per US Dollar sebagai titik terendahnya, sebelum kemudian segera balik lagi ke level normalnya yakni Rp9,000-an per US Dollar.

Menariknya, kita tahu bahwa pada tahun 1998 dan juga 2008, Indonesia sempat dilanda krisis ekonomi termasuk bursa saham ketika itu juga hancur berantakan. Tapi pada hari ini, meski kondisi Rupiah tampak mengkhawatirkan namun kondisi perekonomian secara umum tampak masih berjalan normal, dan IHSG juga justru malah sukses break new high dalam beberapa bulan terakhir. So, anda mungkin bertanya, sebenarnya Indonesia sedang dalam kondisi krisis, baik-baik saja, apa gimana?

Nah, terkait hal ini, penulis hendak mengajak anda untuk flashback  ke tahun 2013 lalu, tepatnya pada tanggal 23 Agustus 2013, dimana Pemerintah Indonesia ketika itu meluncurkan paket kebijakan ‘penyelamatan ekonomi’, terutama untuk mengatasi gejolak pelemahan Rupiah yang ketika itu sudah menembus Rp11,000 per USD. Sedikit mengingatkan, kondisi pasar saham ketika itu berbanding terbalik dengan saat ini dimana IHSG terpuruk di level 4,200-an, atau anjlok lebih dari 1,000 poin dibanding posisi puncaknya pada bulan Mei di tahun yang sama. Jadi boleh dibilang bahwa ‘problem’ yang dihadapi Pemerintah ketika itu ada dua, yakni pelemahan Rupiah itu sendiri (yang dikeluhkan para pelaku usaha riil), dan juga pelemahan IHSG (yang dikeluhkan para investor dan pelaku pasar modal lainnya). Dan mungkin itu sebabnya Presiden SBY ketika itu gerak cepat dengan meluncurkan paket kebijakan tadi, karena beliau dihadapkan pada tekanan baik dari para pengusaha maupun investor di pasar modal.

However, seperti yang dulu sudah pernah kita bahas disini, problem yang sesungguhnya yang dihadapi Indonesia ketika itu (tahun 2013) adalah 1. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, akibat 2. Defisitnya neraca ekspor impor, yang disebabkan oleh 3. Meningkatnya nilai impor peralatan dan mesin-mesin industri karena pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri, dan 4. Turunnya nilai ekspor karena turunnya harga batubara, CPO, serta karet, yang merupakan tiga komoditas utama ekspor Indonesia. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tercatat hanya 5.8%, alias turun signifikan dibanding puncaknya yakni 6.9% pada tahun 2011. Jadi ketika Rupiah melemah sampai menembus Rp11,000 per Dollar, maka itu adalah refleksi dari perlambatan pertumbuhan ekonomi tadi, dimana jika fundamental perekonomian Indonesia melemah, maka Rupiah sebagai ‘saham Indonesia’ juga akan turut melemah.

Page 6: Nilai Tukar Rupiah

Biji kelapa sawit dan batubara, dua komoditas utama ekspor Indonesia

Dan ketika Pemerintah meluncurkan paket kebijakan penyelamatan ekonomi, maka harapannya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali meningkat, dan alhasil nilai tukar Rupiah akan menguat dengan sendirinya. Berikut adalah empat poin utama dari paket kebijakan ala Presiden SBY pada tahun 2013 lalu:

1. Pemberlakuan potongan/pengurangan pajak bagi industri padat karya yang mampu mengekspor minimal 30% produksinya

2. Ekspor bijih mineral, yang sebelumnya dilarang sama sekali, sekarang dibolehkan asalkan pihak perusahaan memenuhi syarat-syarat tertentu.

3. Meningkatkan porsi penggunaan campuran biodiesel dalam solar, sehingga diharapkan akan menekan impor bahan bakar minyak jenis solar, dan

4. Menaikkan pajak untuk impor barang mewah, dari tadinya 75% menjadi maksimal 150%.

Berdasarkan keempat poin diatas, maka jelas sekali bahwa tujuan Pemerintah ketika itu adalah untuk meningkatkan ekspor (poin 1 dan 2), sembari diwaktu yang bersamaan menekan impor (poin 3 dan 4), sehingga defisit perdagangan yang ketika itu terjadi diharapkan tidak akan terjadi lagi. However, paket kebijakan diatas masih menyentuh akar permasalahan dari defisit tersebut, yakni penurunan harga komoditas CPO dan batubara yang merupakan andalan ekspor Indonesia, dan peningkatan impor peralatan dan mesin-mesin industri. Dan sayangnya bahkan sampai hari ini harga CPO dan batubara masih belum pulih kembali. Alhasil, berdasarkan data ekspor impor terakhir dari BPS, sepanjang tahun 2014 Indonesia masih mengalami defisit neraca ekspor impor sebesar US$ 1.9 milyar. Kabar buruknya, angka pertumbuhan ekonomi juga terus turun hingga sekarang tinggal 5.0% pada Kuartal III 2014, dimana jika trend-nya begini terus, maka pada Kuartal berikutnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut kemungkinan bakal turun lagi.

Jadi ketika Rupiah sekarang sudah menembus Rp13,000 per USD, maka sebenarnya kurang tepat jika dikatakan bahwa, ‘Rupiah melemah karena seluruh mata uang di negara manapun juga sedang melemah terhadap US Dollar’, karena faktanya perekonomian kita memang lagi ada problem, dimana problem ini bukan terjadi baru-baru ini saja, melainkan sudah terjadi sejak dua atau tiga tahun yang lalu. Kalau dikatakan bahwa kita sedang krisis ekonomi sih mungkin agak berlebihan, tapi jika kondisi ini dibiarkan maka bukan tidak mungkin jika krisis itu pada akhirnya akan benar-benar terjadi.

Page 7: Nilai Tukar Rupiah

Kenapa bias terjadi Nilai tukar mata uang suatu negara adalah relatif, dan dinyatakan dalam perbandingan dengan mata uang negara lain. Tentu saja perubahan nilai tukar mata uang akan mempengaruhi aktivitas perdagangan kedua negara tersebut. Nilai tukar yang menguat akan menyebabkan nilai ekspor negara tersebut lebih mahal, dan impor dari negara lain lebih murah, dan sebaliknya. Berikut adalah 6 faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang antara 2 negara:

1. Perbedaan tingkat inflasi antara 2 negaraSuatu negara yang tingkat inflasinya konsisten rendah akan lebih kuat nilai tukar mata uangnya dibandingkan negara yang inflasinya lebih tinggi. Daya beli (purchasing power) mata uang tersebut relatif lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad 20 lalu, negara-negara dengan tingkat inflasi rendah adalah Jepang, Jerman dan Swiss, sementara Amerika Serikat dan Canada menyusul kemudian. Nilai tukar mata uang negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi dibandingkan negara partner dagangnya.

2. Perbedaan tingkat suku bunga antara 2 negaraSuku bunga, inflasi dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku bunga, bank sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor domestik dan luar negeri akan tertarik dengan return yang lebih besar. Namun jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar hingga bank sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika bank sentral menurunkan suku bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

3. Neraca perdaganganNeraca perdagangan antara 2 negara berisi semua pembayaran dari hasil jual beli barang dan jasa. Neraca perdagangan suatu negara disebut defisit bila negara tersebut membayar lebih banyak ke negara partner dagangnya dibandingkan dengan pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam hal ini negara tersebut membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner dagang, yang menyebabkan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara partnernya melemah. Keadaan sebaliknya disebut surplus, dimana nilai tukar mata uang negara tersebut menguat terhadap negara partner dagang.

4. Hutang publik (Public debt)Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit maka public debt membengkak. Public debt yang tinggi akan menyebabkan naiknya inflasi. Defisit anggaran bisa ditutup dengan menjual bond pemerintah atau mencetak uang. Keadaan bisa memburuk bila hutang yang besar menyebabkan negara tersebut default (gagal bayar) sehingga peringkat hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

5. Ratio harga ekspor dan harga impor

Page 8: Nilai Tukar Rupiah

Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor maka nilai tukar mata uang negara tersebut cenderung menguat. Permintaan akan barang dan jasa dari negara tersebut naik yang berarti permintaan mata uangnya juga meningkat. Keadaan sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari harga ekspor.

6. Kestabilan politik dan ekonomiPara investor tentu akan mencari negara dengan kinerja ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut.

4. Bagaimana cara memperbaikinya

Problemnya adalah, terkait ‘akar permasalahan’ tadi, Pemerintah tentunya tidak bisa mengendalikan harga komoditas di pasar internasional, dan Pemerintah juga tidak bisa begitu saja menghentikan impor mesin-mesin industri, karena itu akan mematikan industri itu sendiri (sehingga dalam hal ini kita juga tidak bisa menyalahkan Pemerintah pada tahun 2013 lalu hanya karena kebijakannya tidak ‘menyentuh akar permasalahan’, karena mungkin memang hanya itu yang bisa dilakukan). Jadi pertanyaannya sekarang, mampukah Pemerintah kali ini untuk mengeluarkan kebijakan yang, meski mungkin juga tidak bisa secara langsung menyentuh akar permasalahan, namun paling tidak bisa lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan juga bisa dengan cepat diimplementasikan? Contohnyaaa:

1. Ekspor terbesar Indonesia setelah migas, CPO, dan batubara, adalah ekspor alat-alat listrik, karet, dan mesin-mesin mekanik. Jadi Pemerintah mungkin bisa memberikan insentif tertentu pada perusahaan-perusahaan alat-alat listrik dan mesin mekanik, agar mereka bisa meningkatkan nilai ekspor.

2. Ekspor terbesar Indonesia hingga saat ini adalah migas, entah itu berbentuk minyak mentah, gas, ataupun minyak olahan. However, nilai ekspor migas ini cenderung turun dari tahun ke tahun, dari US$ 41.5 milyar pada tahun 2011, menjadi hanya US$ 30.3 milyar pada 2014 (dan penyebabnya bukan karena semata penurunan harga minyak dunia, mengingat rata-rata harga minyak pada tahun 2011 tercatat US$ 104 per barel, atau hanya sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata tahun 2014 yakni US$ 96 per barel). Jadi dalam hal ini Pemerintah melalui kementerian dan badan-badan terkait mungkin bisa mendorong perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di tanah air, baik asing maupun lokal, untuk meningkatkan produksinya.

3. Impor terbesar Indonesia juga terletak di migas. Dan sayangnya meski nilai ekspor migas terus turun dalam tiga tahun terakhir, namun nilai impor migas malah naik terus. Jadi meski solusi yang ini sulit untuk bisa direalisasikan dalam waktu dekat, namun Pemerintah harus segera merencanakan pembangunan kilang-kilang pengolahan minyak di dalam negeri, agar kita tidak harus impor bensin dan solar lagi, atau minimal dikurangi lah.

4. Memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit agar mereka mau mengembangkan industri hilir CPO, termasuk mengembangkan biodiesel, agar Indonesia bisa mengekspor produk hilir CPO yang memiliki nilai

Page 9: Nilai Tukar Rupiah

tambah, dan juga mengurangi impor solar (sebenarnya ini juga baru akan terasa manfaatnya dalam jangka panjang. Tapi kalau implementasinya gak dimulai dari sekarang, maka mau nunggu sampai kapan?)

5. Diluar masalah defisit neraca perdagangan, ingat pula bahwa pertumbuhan ekonomi tidak semata didorong oleh meningkatnya ekspor dan menurunnya impor, melainkan juga didorong oleh meningkatnya 1. Belanja pemerintah, 2. Konsumsi, dan 3. Investasi. Well, pemerintah tentunya punya banyak opsi untuk meningkatkan ketiga hal tersebut, tinggal pilih yang mana yang bisa diimplementasikan dalam waktu dekat.