nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kisah nabi ibrahim...

76
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (Kajian Tafsir QS. Ash-Shaffat ayat 100-110) Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Disusun Oleh : Nurul Utami Bahri (108011000047) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

Upload: doanh

Post on 18-May-2019

275 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

NABI IBRAHIM

(Kajian Tafsir QS. Ash-Shaffat ayat 100-110)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh :

Nurul Utami Bahri (108011000047)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

Page 2: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

v

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PNMBIMBING

NILAI-NILAI PENDTDIKAI{ TAUHID DALAM KISAH NABI

IBRAHIM

(Kaiian Tdsir Surat As-Shaffit ayat 100-1ru)

skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan tslarn (S.Pd't;

Oleh:

Nurul Utami BahEi10801 1000047

Di Bawah Bimbingan:

DR. H. Ansqri. LAL. MANIP: 150 2714726

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

I.J}TIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARTF IIIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 W2013 M

Page 3: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

' : ,7 :

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul; "Nilai-nilai Pendidilmn Tauhid Dolam Kisah Nabi

Ibrahim (Kajian Tafsir Q.S Ash-Shaffat ayat 100-110)" diajukan kepada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islarn Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada

tanggal 03 Mei 2013 di hadapan para penguji. Oleh karena itu, penulis berhak

memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta. 27 Mei2013

PAITITIA UJIAN MT]NAQASAH

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Tanggal TandaTangan

Bahrissalim. MA.NIP: 19680307199803 I 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)Drs. Sapiudin Shidiq. M.Ag.NIP: 19670328200003 100 I

Penguji IDrs. H. M. Elman SadriNIP:150 203 320

Penguji IIDr. $uryrin. M.AgNIP: 1966091 199503 1001

t9/ - t3/05

Page 4: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

v

SURAT PERI{YATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

NIM

Tempa#Tgl Lahir

Jurusan

Judul Skripsi

Nurul Utami Bahri

10801 1000047

Jakarta 16 April 1990

Pendidikan Agama Islam (PAI)

Nilai-Nilai P endidiknn Tauhid D alam Ki s ah Nab i lbrahim

(Kajian Tafsir Surat As-Shaffat ayat 100'l1A)

Dosen Pembimbing : DR. H. Ansori, LAL, MA

Dengan ini menyatakan, bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar hasil

karya saya sendiri dan saya bertanggungiawab secara akademis atas apa yang saya

tulis dalam skripsi ini.

Jakarta t0 April 2013

NIM: 108011000047

Page 5: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

ABSTRAK

NAMA: NURUL UTAMI BAHRI, NIM: 108011000047, NILAI-NILAI

PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (KAJIAN

TAFSIR SURAT ASH-SHAFFAT AYAT 100-110).

Kata Kunci : Pendidikan Tauhid-Nabi Ibrahim

Pendidikan pada dasarnya mendidik manusia agar menjadi manusia

seutuhnya, mempersiapkan diri untuk menjadi sosok manusia yang mandiri dan

dapat menopang dirinya kelak. Pendidikan sejatinya diberikan untuk membekali

dirinya karena pada dasarnya anak adalah kertas putih, dengan pendidikan anak

diharapkan dapat tumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik dengan

berlandaskan al-Qur’an.

Pendidikan tauhid merupakan proses pemberian bimbingan kepada anak didik

agar ia menjadi jiwa tauhid yang kuat dan mantap dan memiliki tauhid yang baik

dan benar. Tauhid merupakan bagian utama dan pertama yang harus ditanam

secara utuh dan integral dalam diri manusia, sebab dari konsep tauhid inilah kita

akan memulai perumusan hakikat dan tujuan pendidikan Islam, sebagaimana yang

diinginkan Al-Qur’an agar manusia mengabdi kepada Allah dengan cara

menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Bila dihubungkan masalah tauhid dengan al-Qur’an maka akan banyak ayat

yang berhubungan dengan tauhid, karena al-Qur’an adalah kitab tauhid terbesar

dan terlengkap umat Islam. Dan jika difokuskan masalah tauhid dengan bapak

tauhid yakni Nabi Ibrahim dapat dilihat dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110.

Sosoknya yang luar biasa yang dapat mendidik anak-anaknya menjadi jiwa-jiwa

teguh terhadap agama Allah dapat kita tiru dan ambil pelajaran dari kejadian

tersebut. Dalam dalam ayat tersebut dapat direnungkan betapa besar perjuangan

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah.

Dalam tulisan ini akan diuraikan seperti apa para ulama memaknai ayat yang

disebutkan di atas. Pendapat-pendapat para ahli tentang nilai-nilai pendidikan

tauhid dalam ayat. Pentingnya pendidikan tauhid bagi orang tua adalah karena

orang tua merupakan panutan dalam keluarga dan mempunyai tanggungjawab atas

anak-anaknya. Orang tua yang dapat memberikan pendidikan tauhid kepada

anaknya akan dapat membentuk karakter anak menjadi anak yang bukan hanya

taat pada dirinya namun kepada Allah Swt.

Page 6: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul NILAI-NILAI

PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (SUATU

KAJIAN TAFSIR QS. ASH-SHAFFAT AYAT 100-110).

Sholawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad SAW, keluarga, para istri, dan para sahabatnya. Dari usaha beliaulah

Islam berkembang luas di seluruh belahan dunia, dan berkat beliau pulalah

manusia dapat menemukan jalan kebenaran yang dihiasi dengan berbagai ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa

adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. DR. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.

2. Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bahrissalim, MA.

3. Sekertaris jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Sapiudin

Sidiq, M.Ag.

4. Bapak DR. H. Ansori, LAL, MA sebagai dosen pembimbing dalam penulisan

skripsi ini, dimana telah banyak memberikan saran dan kritik guna

menyelesaikan tulisan ini. Semoga penulis dapat mengamalkan ilmu yang

diberikan serta dapat menjadi orang yang berguna dalam masyarakat.

5. Semua dosen UIN Syarif Hidayatullah, yang telah menyumbangkan berbagai

ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang bidang studi Pendidikan Agama

Islam (PAI).

Page 7: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

6. Bapak kepala perpustakaan utama beserta dengan semua stafnya yang telah

bersedia dan memperbolehkan penulis untuk melakukan penelitian di tempat

dan mengambil referensi sebagai rujukan penulisan skripsi ini.

7. Ayahanda Saeful Bahri dan Ibu Munawaroh tercinta, satu dari harapan kalian

telah ananda penuhi. Semoga harapan-harapan yang lain dapat ananda

wujudkan. Tiada kata yang pantas lagi ucapkan selain ucapan terima kasih

yang sedalam-dalamnya atas segala pengorbanan kasih sayang dan dukungan

serta kesabaran yang tak terhingga.

8. Adik-adiku tersayang Zahra Septiani Bahri dan Fahrul Rozi yang membuat

penulis semangat.

9. Kepada suamiku tercinta “Mas Haryanto” terimakasih atas kasih sayang,

perhatian, menunggungu dengan sabar hingga penulisan ini dapat selesai.

10. Teman-teman seperjuangan PAI B angkatan 2008 terlebih khusus

Fatimatuzzahra, Neneng Khoirunnisa serta Linda Purnamasari yang selalu

memberikan motivasi, pengalaman, pengetahuan, dan dukungan pada penulis.

11. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu yang

telah ikhlas memberikan bantuan, dukungan, dan hiburan, sehingga

penyusunan tulisan ini dapat diselesaikan tanpa mengalami rintangan yang

banyak dan berarti.

Akhirnya atas jasa dan bantuan semua pihak, baik berupa moril maupun

materil penulis panjatkan doa semoga Allah Swt memberikan balasan yang

berlipat ganda dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan berkah bagi

penulis dan pembaca. Amin.

Jakarta, 10 April 2013

Penulis

Page 8: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ………………. i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN …………………….... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI …………………..….. iii

ABSTRAK ………………………………………………………...….… iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………… v

DAFTAR ISI ……………………………………………………...…… vi

BAB I PENDAHULUAN ………………….………………...……… 1

A. Latar Belakang Masalah ..………………….….……….. 1

B. Identifikasi Masalah …………………………………… 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………… 7

D. Tujuan Penelitian …………………………………… 8

E. Manfaat Penelitian …………………………………… 8

F. Metodologi Penelitian …………………………………… 8

G. Metode Pengumpulan Data …………………………… 9

H. Metode Analisis Data …………………………………… 10

BAB II KAJIAN TEORI …………………………………………… 12

A. Nilai Pendidikan ………................…...............…… 12

1. Pengertian Nilai ……............................................... 12

2. Pengertian Pendidikan Islam …………...……………… 13

3. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam ........................... 15

a. Dasar Pokok ....................................................... 16

b. Dasar Tambahan ....................................................... 17

4. Tujuan Pendidikan Islam ............................................. 17

B. Tauhid ............................................................................... 19

1. Ilahiyat ………....................................................... 20

2. Nubuwat ………....................................................... 20

3. Ruhaniyat ……........................................................... 20

Page 9: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

4. Sam’iyyat ………………………………….………. 20

5. Pendidikan Tauhid ...................................................... 31

C. Kisah …………………………………………….…..… 33

1. Pengertian dan Macam-macam Kisah ........................... 33

2. Hikmah Kisah ................................................................ 35

3. Kisah Nabi Ibrahim ....................................................... 35

BAB III TAFSIR QS. ASH-SHAFFAT AYAT: 100-110 …..…...… 38

A. Ayat dan Terjemahan QS. Ash-Shaffat: 100-110 ……....... 39

B. Arti Kosa Kata ………………………………………….... 40

C. Pendapat Para Mufassir QS. Ash-Shaffat: 100-110 ……..... 41

D. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam QS. Ash-Shaffat ayat

100-110 ………………………………………........ 46

1. Tauhid membebaskan jiwa dari penyembahan dan tunduk

Pada selain Allah ………………………………….... 46

2. Tauhid membentuk pribadi manusia yang tangguh …. 47

3. Tauhid merupakan sumber keamanan bagi manusia …. 47

BAB IV HASIL PENELITIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID

DALAM QS. ASH-SHAFFAT AYAT 100-110 .................... 49

A. Pendidikan Keimanan ...................................................... 51

1. Iman Kepada Allah ................................................ 51

2. Iman Kepada Para Malaikat ........................................ 53

3. Iman Kepada Para Rasul ........................................... 55

4. Iman kepada Hari Akhir ........................................... 58

5. Iman Kepada Takdir (Qadar) ............................... 60

BAB V PENUTUP ............................................................................... 63

A. Kesimpulan ................................................................... 63

B. Saran ................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA …………..……………………….…….... 65

Page 10: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk Allah, ciptaan Allah dan secara kodrati merupakan

makhluk beragama atau pengabdi Allah, seperti tercermin dalam sabda Nabi

Muhammad Saw sebagai berikut:

نو ٲ و يمجسا نوأ و ينصر ه يهى د ا نو ٲ الي الفطرة فٲ بىايى لد عال ما من مىلى د ا

)روه مسلم(

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang

menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R. Muslim)

Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada

Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut:

)۱١٥ : ١۱ت/ياڔالذ)

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi

kepada-Ku .(Q.S. Adz-Dzariyat/51: 56)

Page 11: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

2

Pada dasarnya, menurut tabiat dan bentuk kejadiannya, manusia diberi bekal

kebaikan dan keburukan, serta petunjuk dan kesesatan. Ia mampu

membedakan kebaikan dan keburukan, serta mampu mengarahkan diri pada

kebaikan dan keburukan. Sebenarnya kemampuan ini secara kodrati secara

potensial telah ada pada dirinya. Melalui bimbingan-bimbingan dan berbagai

faktor lain, bekal tersebut dibangkitkan dan terbentuk. Ia adalah ciptaan yang

fitri.1

Melalui fitrahnya ini manusia mempunyai kemampuan untuk menerima nilai-

nilai kebenaran yang bersumber dari agama, dan sekaligus menjadikan kebenaran

agama itu sebagai tolak ukur atau rujukan prilakunya.

Manusia memang bukan malaikat, yang selamanya istiqomah dalam

kebenaran, tetapi juga bukan setan yang selamanya dalam kebathilan, kekufuran

kemaksiatan dan senantiasa mengajak manusia ke jalan yang dilarang Allah SWT.

Manusia adalah makhluk yang netral, kepribadiannya itu bisa berkembang

seperti malaikat, bisa juga seperti setan. Hal ini amat bergantung pada

pilihannya tadi, apakah manusia mengisi jiwa atau kalbunya dengan

ketakwaan atau dengan kesesatan. Apabila yang dipilihnya itu ketakwaan,

maka kolbu (fungsi rohaniah sebagai perpaduan antara akal dan rasa) akan

menggerakkannya untuk berperilaku yang bermakna (beramal sholeh), dan

berpribadi mulia. Tetapi apabila yang dipilihnya kesesatan, maka dia akan

berpribadi mufsid (pembuat keonaran dimuka bumi).2

Untuk itu betapa pentingnya pendidikan Islam dan pendidikan agama yang

terdiri dari tauhid, fiqih, dan akhlak terutama bagi anak, “Anak adalah makhluk

yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun

rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk,

kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya. Dalam segi rohaniah, anak

mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangkan. Ia juga mempunyai kehendak,

perasaan dan pikiran yang belum matang.”3

Disamping itu, ia mempunyai berbagai kebutuhan seperti kebutuhan akan

pemeliharaan jasmani; makan, minum, dan pakaian. Kebutuhan akan kesempatan

1 Rif‟at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2011) h. 29

2 Syamsu Yusuf LN & A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011) h.213 3 Hamdani Ihsan & A. Fuad Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2001) h.119

Page 12: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

3

berkembang, bermain-main, berolah raga dan sebagainya. Selain itu anak juga

mempunyai kebutuhan rohaniah, seperti kebutuhan akan ilmu pengetahuan

duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai kemasyarakatan,

kesusilaan. Kebutuhan akan kasih sayang dan lain-lain. Pendidikan Islam harus

membimbing, menuntun, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam

berbagai bidang tersebut diatas.

Pendidikan tauhid seyogyanya diajarkan di lingkungan keluarga masing-

masing oleh orang tua, di lingkungan sekolah oleh ibu/bapak guru, di lingkungan

masyarakat oleh masyarakat sekitar. Pendidikan tauhid disini sama-sama

bertujuan menanamkan nilai pendidikan agama kepada anak difokuskan menjadi

perilaku sehari-hari dalam kehidupan. Tetapi terkadang orang-orang dilingkungan

rumah maupun masyarakat tidak mendukung pembentukan nilai-nilai pendidikan

agama Islam ini diperparah dengan masuknya budaya luar dan teknologi yang

semakin cangih, untuk itu keluarga sebagai lembaga pendidikan semestinya

menjadi pusat pembentukan tauhid melalui al-Qur‟an.

Dalam al-Qur‟an begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia. tidak ada

rujukan yang begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur‟an yang

hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat

tidak tidak akan pernah habis digali dan dipelajari.

Dalam buku Abudin Nata yang berjudul al-Qur‟an dan hadits terdapat

beberapa istilah para ahli mengenai definisi al-Qur‟an yakni sebagai berikut:

1. Menurut Manna‟ al-Qathan, al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan

kepada Muhammad SAW dan membacanya adalah Ibadah. Term kalam

sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah itu disandarkan

(diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah

al-Qur‟an perkataan yang berasal selain dari Allah, seperti perkataan manusia,

jin dan malaikat.

2. Definisi lain mengenai al-Qur‟an dikemukakan oleh al-Zarqani sebagai

berikut: al-Qur‟an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW, dari permulaan surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Naas.

3. Abdul Wahab Khallaf memberikan definisi: al-Qur‟an adalah firman Allah

yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui al-

Page 13: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

4

Ruhul Amin (Jibril As) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan

maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, menjadi undang-

undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana

pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya.4

Al-Qur‟an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhanan (tauhid).

Kepatuhan dan loyalitas kepada Allah sangat diperlukan manusia untuk

meneguhkan keyakinan dan memusatkan seluruh pengabdian kepada satu

penguasa tunggal. Tanpa ada kepatuhan yang disertai pengakuan kepada satu

„pusat hidup‟, keberadaan manusia menjadi hampa moral dan spiritual.

Telah diyakini bahwa al-Qur‟an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-

ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang

berupa informasi, perintah, larangan dan ada yang dimodifikasi dalam bentuk

kisah-kisah yang mengandung ibrah, yang dikenal dengan kisah-kisah al-Qur‟an.

Al-Qur‟an datang membawa kisah-kisah yang berguna bagi pembinaan rohani

manusia. Ia diungkapkan dengan susunan bahasa dan kata-kata yang indah, lebih

dari itu al-Qur‟an mengandung arti yang sangat dalam dan sempurna. Dan al-

Qur‟an telah menerangkan betapa pentingnya cerita atau kisah bagi pendidikan,

salah satunya adalah pendidikan tauhid.

Menurut Misri A Muchsin bahwa Islam menaruh perhatian yang besar

terhadap sejarah. “Al-Qur‟an yang merupakan sumber inspirasi, pedoman hidup

dan sumber tata nilai bagi umat Islam. Sekitar dua pertiga dari keseluruhan ayat

al-Qur‟an yang terdiri atas 6660 ayat lebih itu, memiliki nilai-nilai atau norma

sejarah.”5

Selain itu pula dalam sebuah cerita atau kisah-kisah mengandung unsur

hiburan dan manusia membutuhkan hiburan untuk meringankan kehidupan sehari-

hari, selain itu dalam cerita atau kisah juga terdapat unsur tertentu yang dapat

menjadi model dan teladan bagi pembentukan watak seseorang.

4 Abudin Nata, Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: Rajawali Press, 1992) h.54-56

5 Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002)

Cet.1 h.23

Page 14: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

5

Didalam al-Quran itu sendiri terdapat kisah-kisah umat terdahulu salah satu

yang dapat diambil ibrah yakni kisah dari bapak tauhid kita Nabi Ibrahim as

dalam Q.S. Ash-Shaffat: 100-110. Sifatnya yang sabar, teguh pada pendirian,

taqwa dapat di contoh, terutama untuk mendidik anak untuk menjadi anak yang

sholeh.

Nabi Ibrahim berhasil mencetak anak yang patuh, tunduk, sholeh, sabar

bukan hanya pada dirinya sendiri melainkan kepada Allah. Anaknya (Ismail) rela

menyerahkan nyawanya sekalipun untuk mematuhi perintah Allah melalui mimpi

Ayahnya.

Sebenarnya masih banyak kisah-kisah dari umat terdahulu yang dapat kita

ambil pelajaran didalamnya. Namun saya disni lebih tertarik untuk mengungkap

kisah Nabi Ibrahim sebagai bapak tauhid dan didalam al-Qur‟an dijelaskan pula

terdapat dua orang Nabi yang dapat dijadikan suri teladan yang pertama yaitu

Nabi Muhammad dan yang kedua yakni Nabi Ibrahim. Seperti firman Allah yang

berbunyi:

. . . )/٤: ٠٦الممتحنح(

Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan

orang-orang yang bersama dengan Dia. (QS. Al-Mumtahanah/60: 4)

Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsi/tesis/disertasi

diperpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa yang membahas tentang

nilai-nilai pendidikan tauhid dalam dalam kisah Nabi Ibrahim (kajian tafsir Q.S

ash-Shaffat: 100-110) belum penulis temukan secara khusus. Namun yang

menggunakan istilah nilai-nilai pendidikan hanya ada sebuah skripsi saudari Moh.

Hanafi (2009), Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), yang

berjudul “Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Ibrahim AS

dengan Puteranya Ismail AS dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam (kajian

Tafsir Q.S Ash-Shaffat: 100-110” , saudara Hanafi tidak menyinggung mengenai

Page 15: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

6

tauhid. Dia menjelaskan bahwa pendidikan keimanan mendidik manusia agar

senantiasa beribadah kepada Allah, pendidikan akhlak mendidik manusia untuk

selalu bersikap kasih sayang dan saling menghormati serta membahas tentang

pendidikan komunikasi dan tawadhu yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.

Skripsi saudara Muhammad Nizar (2006), Fakultas Usuludin dan Filsafat,

jurusan Tafsir Hadis, yang berjudul “Wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub

terhadap anak-anaknya dalam Al-Qur’an (Analisa atas Penafsiran Sayyid Quthb

dalam Surat al-Baqarah ayat 132-133”. Dia menjelaskan sedikit tentang tauhid.

Saudara M. Nizar mengungkapkan orang tua adalah faktor yang paling penting

dalam pembentukan tauhid anak, Nabi Ibrahim dan Nabi Ya‟kub yang merupakan

satu silsilah keturunan memerankan adegan wasiat aqidah kepada anaknya karena

orang tua memiliki tanggung jawab untuk terus memelihara kelangsungan dan

keutuhan akidah anak sampai akhir hayat.

Kemudian skripsi berjudul “Tauhid dan Nilai-Nilai kemanusiaan dalam

Pandangan Nurkholis Majid” yang ditulis oleh Anwar Sodik (2008), Fakultas

Usuludin dan Filsafat, jurusan Aqidah Filsafat. Sedikit menyinggung tentang

tauhid dan nilai-nilai kemanusiaan disebutkan bahwa tauhid dan nilai disini

berdasarkan pendapat Nurkholis Majid yang beranggapan seseorang tidaklah

dikatakan tauhid kecuali jika disertai dengan sikap pasrah dan keimanan yang

murni.

Skripsi saudari Lia Angraeni (2011), Fakultas Usuludin, jurusan Tafsir Hadis,

menulis “Mimpi menurut Al-Qur’an : Studi Historis Mimpi Nabi Ibrahim As”.

Membahas tentang hakikat mimpi, macam-macamnya serta analisa tentang mimpi

yang dimana mimpi itu berkaitan dengan mimpi Nabi Ibrahim untuk

menyembelih anaknya (Qurban) Ismail.

Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan skripsi-

skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada nilai-nilai pendidikan tauhid yang

diambil dari kisah Nabi Ibrahim.

Page 16: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

7

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diutarakan diatas, maka penulis tertarik

untuk menyusun dan mengkaji guna memahami lebih jauh lagi tentang nilai-nilai

pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dalam surat Ash-Shaffat ayat 100-

110 kedalam sebuah skripsi, dengan mengangkat judul “NILAI-NILAI

PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (Suatu Kajian

Tafsir QS. Ash-Shaffat ayat 100-110).”

B. Identifikasi Masalah

Seperti yang dipaparkan dalam latar belakang diatas, maka penulis

mengidentifikasi masalah dalam penelitian kali ini adalah:

1. Fitrah manusia sebagai hamba Allah dimuka bumi.

2. Tauhid merupakan komponen yang penting untuk pembentukan karakter anak.

3. Faktor-faktor penghambat dan pendukung penanaman nilai-nilai tauhid

4. Penafsiran para ulama tentang QS. Ash-Shaffat ayat 100-110.

5. Penjelasan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim

pada QS. Ash-Shaffat ayat 100-110.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memberikan kejelasan dan karena terbatasnya waktu dalam membahas

ini, maka penulis membatasi permasalahan dalam judul skripsi ini, yaitu Nilai-

Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim Yang Terdapat Dalam Q.S.

Ash-Shaffat: 100-110.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan yang dapat dirumuskan dalam beberapa poin yaitu:

1. Pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun

pembentukan tauhid kepada ummat manusia.

2. Bagaimana Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Yang Terkandung Dalam Q.S

Ash-Shaffat ayat 100-110?

Page 17: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

8

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

“Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim QS. Ash-Shaffat ayat

100-110”.

E. Manfaat

Setelah mengetahui tujuan tersebut diatas, maka diharapkan penelitian ini

dapat dikembangkan dan diamalkan. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini

adalah:

1. Memberikan khazanah pemikiran atau wawasan bagi ilmu pendidikan Islam

pada umumnya dan terutama mengenai Nilai-Nilai Pendidikan tauhid yang

terkandung dalam surat Ash-Shaffat ayat 100-110.

2. Bagi pendidik khususnya guru dapat mencontoh cara mendidik yang baik

yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim.

3. Bagi orang tua sebagai bekal pengetahuan untuk menerapkan nilai-nilai tauhid

pada anak sejak dini sebagaimana yang telah terlebih dahulu dipraktekan Nabi

Ibrahim kepada putranya Ismail.

4. Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi bahan intropeksi kepada diri sendiri

khususnya, bahwa memberikan pendidikan kepada anak merupakan kewajiban

bagi umat Islam.

F. Metodologi Penelitian

1. Dokumentasi

Dalam penelitian kualitatif peneliti hendaknya mengemukakan data yang

dikumpulkan berupa deskripsi, uraian detail.6 Berdasarkan tujuan penelitian,

6 Annur, Jurnal Studi Islam, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur‟an An-Nur, 2004),

vol.II, h.177.

Page 18: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

9

jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research),

menggunakan data atau informasi yang bersifat literature kepustakaan.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penulisan karya ilmiah ini terbagi menjadi dua

sumber, yaitu data primer dan data skunder.

a. Sumber Data Primer

Dengan mengacu pada metode penelitian, sumber pokok yang

menjadi acuan utama sebagai data penelitian karya ilmiah ini adalah tasfir

al-Qur‟an diantaranya sebagai berikut:

1) Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab

2) Tafsir Al-Azhar Karya Abdul Malik Abdul Karim Amrullah

3) Tafsir Al-Qurthubi karya Imam Al-Qurthubi

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data

primer, adapun data skunder dalam penulisan skipsi ini yaitu:

1. Studi-studi Ilmu Al-Qur’an karya Manna‟ Khalil al-Qathan,

2. Buku Induk Kisah-Kisah Alqur’an karya M. Ahmad Jadul Mawla &

M. Abu al-Fadl Ibrahim,

3. Ilmu Tauhid karya M. Yusran Asmuni,

4. Kuliah Akidah Islam karya Ahmad Daudy.

Semua data diatas masih bersifat sementara dan masih terus

memungkinkan untuk ditambah dari sumber-sumber data lain yang

mengandung keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

G. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah dengan metode tafsrir tahlili yakni menyoroti ayat-ayat alqur‟an dengan

memaparkan segala makna yang terkandung di dalamnya. 7

7 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), cet-15, h.86

Page 19: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

10

Tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan

kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya,

penafsir mengikuti runtunan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalamnya. 8

Kemudian, penulis juga menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu suatu

penelitian yang menggambarkan atau memaparkan secara umum nilai-nilai

pendidikan yang terkandung dalam surat Ash-Shaffat ayat 100-110.

H. Metode Analisa Data

Data yang dikendaki dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Oleh karena

itu dalam menganalis data tersebut menggunakan metode analisis data atau

content analysis, yaitu teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan

melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dikalikan secara objektif dan

sistematis. Karena content analysis merupakan bagian metode penelitian

dokumen.

Analisis data menurut Meloeng (1989: 103) sebagaimana dikutip oleh Adang

Rukhiyat adalah proses mengorgnisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,

katagori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data

bermaksud mengorganisasikan data, diantaranya mengatur, mengelompokkan,

memberi kode dan mengkatagorikannya.

Penorganisasian dan pengelompokkan data tersebut bertujuan menemukan

tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.9 Setelah

itu, perlu dilakukan telaah lebih lanjut guna mengkaji secara sistematis dan

ojektif, untuk mendukung hal itu, maka peneliti menggunakan metode:

1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah membahas objek penelitian secara apa adanya

berdasarkan data-data yang diperoleh. Adapun teknik deskriptif yang

digunakan adalah analisa kualitatif. Dengan analisa ini akan diperoleh

8 Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadits, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah, 2008), h.4 9 Adang Rukhiyat, dkk, Panduan Penelitian Bagi Siswa, (Jakarta: Uhamka Press, 2002),

h. 103

Page 20: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

11

gambaran sistematik mengenai suatu dokumen. Dokumen tersebut diteliti

isinya kemudian diklasifikasikan menurut kriteria tertentu. Yang akan dicapai

dalam analisa ini adalah menjelaskan tentang pokok-pokok penting dalam

sebuah manuskrip.

2. Metode Interprestasi

Metode interprestasi adalah suatu upaya untuk mengungkapkan atau

membuka suatu pesan yang terkandung dalam teks yang akan dikaji,

menerangkan pemikiran tokoh yang erat menjadi objek penelitian dengan

memasuskkan faktor luar yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

Page 21: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang

mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian

atau suatu sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan

jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan

masyarakat.

Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah mewariskan dan

mengembangkan nilai-nilai Agama Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat

dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi

terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu

ditanamkan pada anak sejak usia dini agar mengetahui nilai-nilai agama dalam

kehidupannya.

Istilah nilai dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer “berarti hal-hal

atau sifat-sifat yang bermanfaat atau penting untuk kemanusian”.1

1 Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern

English Press, 2005), h.103.

Page 22: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

13

Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “sifat-sifat

yang penting atau berguna bagi kemanusian, sesuatu yang penting atau

berguna bagi kemanusian, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai

dengan hakikatnya”.2

Sedangkan menurut Mohammad Noor Syam mendefinisikan nilai ialah

“suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis

apresiasi atau minat.”3

“Nilai adalah suatu pola normatif yang menentukan tingkah laku yang

diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar

tanpa membedakan fungsi-fungsi dari bagian-bagiannya.”4

Secara filosofis nilai sangat terkait dengan masalah etika, etika juga sering

disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur

tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-

sumber etika bisa merupakan hasil pemikiran, adat-istiadat, tradisi, atau

ideologi bahkan dari agama.

“Dalam konteks etika pendidikan Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai

yang paling shahih adalah al-Qur‟an dan sunnah Nabi Muhammad Saw, yang

kemudian dikembangkan dengan hasil ijtihad para ulama.”5

Berdasarkan pada pendapat diatas, maka penulis dapat menyimpulkan

nilai adalah merupakan suatu hal yang bersifat penting dan bermanfaat bagi

kehidupan manusia sebagai tindakan yang menjadi norma yang akan

membimbing dan membina manusia supaya lebih baik.

2. Pengertian Pendidikan Islam

Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak

dikemukakan oleh para ahli meskipun demikian perlu dicermati dalam rangka

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), Cet. II, h. 783. 3 Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,

(Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h.133. 4 Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet.V, h.128.

5Said Agil Husin Al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur‟ani Dalam Sistem

Pendidikan Islam, (Ciputat: Press, 2005), h.3.

Page 23: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

14

melihat relevansi rumusan baik dalam hubungan dengan dasar makna maupun

dalam kerangka tujuan, fungsi dan proses kependidikan Islam yang

dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang

dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang.

Sebelum lebih lanjut menjelaskan tentang pengertian pendidikan Islam

penulis akan mengungkap pengertian pendidikan menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.6

HM Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah dalam bukunya

Pendidikan Islam menyatakan, istilah pendidikan secara sederhana dapat

diartikan sebagai “usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai

dengan nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat dan bangsa. Dengan

demikian maka makna pendidikan Islam dapat diartikan sebagai usaha

manusia untuk membina kepribadiaanya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.”7

Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu pada makna dan asal

kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan

ajaran Islam. Acuan ini didasarkan pada sejumlah istilah yang umum dikenal

dan digunakan para pakar dengan istilah al-Tarbiyah, al-Ta‟lim dan al-Ta‟dib.

Baik al-Tarbiyah, al-Ta‟lim maupun al-Ta‟dib, merujuk kepada Allah.

Tarbiyah yang ditengarai sebagai kata bentukan dari kata Rabb (رب) atau

Rabba ( mengacu kepada Allah sebagai Rabb al-alamin. Sedangkan ( ربا

ta‟lim yang berasal dari kata „allama, juga merujuk kepada Allah sebagai

Dzat Yang Maha „Alim. Selanjutnya ta‟dib seperti termuat dalam

pernyataan Rasulullah SAW. “Addabany Rabby faahsana_ta‟diby”

menjelaskan bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah.8

6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional 7 HM Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam “Menggali

Tradisi Mengukuhkan Eksistensi”, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.1 8 Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet.3, h.73

Page 24: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

15

Jadi dapat disimpulkan pendidikan Islam adalah suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mengubah kepribadian peserta didik menjadi lebih baik, baik

dari segi agama, moral, akhlak, kecerdasan dan spiritual.

3. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam

Dibawah ini akan dijabarkan beberapa pengertian dasar-dasar pokok

pendidikan Islam beserta komponen-komponenya dari beberapa para ahli.

Samsul Nizar & Zaenal Efendi Hasibuan dalam bukunya hadis tarbawi

mendefinisikan, “dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu

agar dapat berdiri dengan kokoh.dasar berguna sebagai tempat berpijak, akar

kekuatan, sesuatu yang fundamental dalam menentukan warna dan

karakteristik isi pendidikan.”9

Dalam buku tafsir pendidikan karangan Ahmad Izzan dan Saehudin

dijelaskan bahwa “dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi

dasar ialah memberi arah kepada tujuan yang hendak dicapai dan sekaligus

sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.”10

Selanjutnya menurut Prof. Abudin Nata yang dimaksud “dasar pendidikan

adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena

pandangan hidup (teologi) seorang muslim disasarkan pada al-Qur‟an dan al-

Sunnah, maka yang menjadi dasar pendidikan Islam adalah al-Qur‟an dan al-

Sunnah tersebut.”11

Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar pendidikan adalah suatu landasan

sebagai dasar pokok berdirinya sesuatu yang memiliki kekuatan yang

fundamental dalam menentukan warna dan karakteristik mengenai seluruh

aktivitas pendidikan yang berorientasi pada al-Qur‟an dan sunnah.

9 Samsul Nizar & Zaenal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011),

h.1 10

Ahmad Izzan & Saehudin, Tafsir Pendidikan; Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan,

(Pamulang: Pustaka Aufa Media, 2012), Cet.1, h.19 11

Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Ciputat: UIN Jakarta Press,

2005), h.49

Page 25: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

16

Pada zaman Rasul paling tidak ada dua kategori utama yang dijadikan

sebagai dasar pendidikan Islam yaitu dasar pokok dan dasar tambahan antara

lain adalah sebagai berikut:

a. Dasar Pokok

1) Al-Qur‟an

Kata Al-Qur‟an berasal dari kata قرأ yang berarti bacaan atau sesuatu

yang dibaca. “Dan makna yang dapat diungkap adalah إقر yang merupakan

proses membaca. Tentunya dalam proses membaca ini melibatkan proses

mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan (cognition), ingatan

(memory), pengamatan (perception), daya kreasi (creatifity) dan proses

physiology.”12

“Adapun menurut terminologi al-Qur‟an adalah kalamullah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang disampaikan melalui

perantara Malaikat Jibril, diawali dengan surat Al-Fatihah diakhiri dengan

surah An-Nass.”13

Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, pada masa awal

pertumbuhan Islam telah menjadikan al-Qur‟an sebagai dasar pendidikan

Islam disamping sunnah beliau sendiri. Al-Qur‟an sebagai sumber pokok

pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Qur‟an itu sendiri.

2) Sunnah

“Sunnah secara bahasa adalah suatu perjalanan yang diikuti, baik

dinilai perjalanan baik atau buruk. Makna lain sunnah adalah tradisi yang

kontinu. adapun definisi sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang

disandarkan kepada Nabi berbentuk apapun baik berupa perkataan,

perbuatan, ketetapan dan sifat.”14

12

Djunaidatul Munawaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (Perspektif Islam dan

Umum), (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003), Cet-1, h.113 13

Izzan, op. cit., h.13 14

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet-2, h.5

Page 26: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

17

Sunnah atau hadis dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam

karena sunnah menjadi sumber hukum Islam yang kedua setelah al-

Qur‟an.

b. Dasar Tambahan

1) Perbuatan dan Sikap Sahabat

Pada masa al-Khulafa al-Rasyidin sumber pendidikan Islam sudah

mengalami perkembangan. Selain Al-Qur‟an dan sunnah juga terdapat

perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat. Perkataan mereka dapat

dijadikan pegangan. Seperti Abu Bakar, Umar Bin Khotob, Ustman Bin

Affan dan Ali Bin Abi Thalib.

2) Ijtihad

Ijtihad adalah menggunakan seluruh kesanggupan dan kemampuan

untuk menetapkan hukum syara‟ dengan jalan mengeluarkan dari al-

Qur‟an dan sunnah. Ijtihad dalam bidang pendidikan ternyata sangat

dibutuhkan, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur‟an dan sunnah

hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja. Sementara itu jika dilihat dari

segi materi, ijtihad terdiri dari:

a) Qiyas (perbandingan)

b) Ijma‟ (kesepakatan)

c) Istihsan (kebaikan)

d) Maslahah mursalah (kemaslahatan umat)

e) „Urf (nilai-nilai dan adat istiadat masyarakat).15

4. Tujuan Pendidikan Islam

Setiap perbuatan pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang

diharapkan untuk menuju ke suatu tujuan.

15

Izzan, Op. cit., h.15-20

Page 27: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

18

Dikatakan oleh Syaibany yang dikutip oleh Abudin Nata dalam buku

filsafat pendidikan Islam, dijelaskan bahwa “tujuan merupakan akhir dari

suatu usaha yang disengaja, teratur dan tersusun.”16

Tujuan pendidikan Islam adalah apa yang ingin dicapai melalui proses

pendidikan itu. Dengan kata lain, profil manusia yang bagaimana yang

ingin dibentuk melalui pendidikan Islam itu. Adapun formulasi atau

rumusan tujuan pendidikan Islam itu adalah pencerminan dari cita-cita

agama untuk membentuk kepribadian manusia dari hasil proses

kependidikan baik yang dilaksanakan oleh lembaga keluarga, pemerintah

maupun masyarakat.17

Menurut Al-Ghazali di dalam bukunya HM Djumranjah tujuan

pendidikan Islam yang hendak dicapai ialah “Pertama, kesempurnaan

manusia yang dekatnya kepada Allah. Kedua, kesempatan manusia yang

puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu berusaha

mengajar manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan

tadi.”18

Bila mengacu kepada dimensi tauhid, maka tujuan pendidikan Islam

diarahkan kepada upaya pembentukan sikap takwa. Dengan demikian

pendidikan ditujukan kepada upaya untuk membimbing dan

mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar menjadi

hamba Allah yang takwa, karena sifat ketakwaan mencerminkan

ketauhidan secara menyeluruh yaitu memenuhi sepenuhnya perintah

Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa.19

Ditekankan pula oleh Khoiron Rosyadi “pendidikan Islam itu suatu

ikhtiar menanamkan nilai-nilai Islami yang tidak terlepas dari landasan

organik (al-Qur‟an dan al-Sunnah) yang sebagai tujuan akhirnya (ultimate

goal) adalah manusia taqwa.”20

Dari beberapa definisi tujuan pendidikan tadi dapat ditarik kesimpulan

bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan manusia ideal

16

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cet.1,

h. 100 17

HM Djumransjah, Op. cit., h. 71 18

Ibid., h. 73 19

Jalaluddin. Op. cit., h. 94 20

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) , Cet. 1, h.

303

Page 28: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

19

berdasarkan pada ajaran Islam sebagai sumber utamanya. Yang tujuan

akhirnya adalah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang

sekaligus bertakwa kepada Allah.

B. Tauhid

Sebelum beranjak mengungkap pengertian pendidikan tauhid, maka penulis

akan mengungkapkan terlebih dahulu ruang lingkup tentang tauhid.

Menurut Djafar Shabran dalam bukunya risalah tauhid, arti kata tauhid adalah

meng-Esakan, berasal dari kata wahid artinya Esa, satu atau tunggal. Yang

dimaksud dengan meng-Esakan Allah SWT, dzat-Nya, sifat-Nya, asma‟-Nya dan

af‟al-Nya.21

Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama yakni :

1. Iman. Menurut Asy „ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada

dengan ini Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah „itiqad.

Sedangkan amal adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf

di antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi‟i, iman adalah “Iman adalah

sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan

dengan anggota tubuh”22

2. Aqidah. “Menurut bahasa ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati,

mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut terminologis di

antaranya pendapat Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah ialah beberapa

hal yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat mendatangkan

ketenteraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan keragu-raguan.”23

Penyusun cenderung kepada pendapat “Yunahar Ilyas yang mengidentikkan

21

Dja‟far Sabran, Risalah Tauhid, (Ciputat: Mitra Fajar Indonesia, 2006), Cet-2, h. 1 22

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan

Pengamalan Islam (LPPI), 1995), Cet-3, h.4 23

Ibid., h.1

Page 29: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

20

antara tauhid, iman, dan aqidah. Tauhid merupakan tema sentral aqidah dan

iman.”24

Diantara pengertian tauhid tersebut, ruang lingkup pembagian tauhidnya

adalah sebagai berikut:

1. Ilahiyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan

Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af‟al

Allah dan lain-lain.

2. Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan

Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu‟jizat,

karamat dan lain sebagainya.

3. Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain

sebagainya.

4. Sam’iyyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui

lewat sam‟i (dalil naqli berupa al-Qur‟an dan Sunnah) seperti alam barzakh,

akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.25

Telah dipaparkan ruang lingkup pembagaian tauhid, berikut ini adalah

penjelasan dari keempat materi diatas:

a. Iman Kepada Allah SWT

"Allah adalah nama dzat yang Maha Sempurna dan yang Maha Agung

dan untuk nama “Allah” juga disebut ism al-jalalah. Dzat-Nya adalah tunggal,

tidak terdiri dari unsur-unsur dan bagian-bagan dan tidak ada suatu apa pun

yang serupa dengannya.”26

Dan karena itu manusia dilarang berpikir tentang

dzat Allah karena tidak dapat mengetahuinya. Manusia dipanggil untuk

menggunakan akalnya bagi memikirkan alam ini dan segala isinya, tidak

memikirkan dzat Alah yang ghaib itu dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.

“Esensi iman kepada Allah Swt adalah Tauhid yaitu mengesakan-Nya,

baik dalam zat, asma‟was-shiffaat, maupun af‟al (perbuatan)-Nya.”27

Allah Swt berfirman:

24

Ibid., h. 5 25

Ibid., h. 6 26

Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet.1, h. 70-71 27

Ilyas, Op. cit., h. 18

Page 30: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

21

)١٢: ١٢/ بيا الا)

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami

wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan

Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al Anbiya/21: 25)

b. Iman Kepada Malaikat

Secara etimologis kata Malaikah (dalam bahasa Indonesia disebut

Malaikat) adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari mashdar al-alukah

artinya ar-risalah (missi atau pesan). Yang membawa misi atau pesan disebut

ar-rasul (utusan). Dalam beberapa ayat al-Qur‟an Malaikat juga disebut degan

rusul (utusan-utusan), misalnya pada surat Hud ayat 49, berbunyi:

(٩٤: ٢٢/ھود )

Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang

kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan:

"Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," Maka tidak lama kemudian

Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang”. (QS. Hud/11: 49)

Bentuk jamak lain dari Malak adalah Mala-ik. Malaikat diciptakan oleh

Allah Swt dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw:

لكن وصف هوا أدم وخلك, را هي هارج هي الجاى خلك و, ور هي الولائكلت خلمت

Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin dicitakan dari nyala api, dan Adam

diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua. (HR. Muslim)

“Malaikat lebih dahulu diciptakan dari manusia pertama (Adam As).”28

Iman kepada para malaikat merupakan bagian dari akidah kita. Al-Qur‟an

28

Ilyas, Op. cit., h. 78-79

Page 31: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

22

mengabarkan kepada kita bahwa sebahagian malaikat ditugaskan untuk

menjaga dan memelihara manusia. Sebagiannya lagi untuk mencatat amal

perbuatan mereka, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta‟ala:

(/٩: ٦٨الطارق)

Tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.(QS. Ath-

Thariq/86: 4)

(٢٦: ٢٥/ق)

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya

Malaikat Pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf/50: 18)

“Para malaikat ditugaskan untuk menjadi penjaga manusia, mencatat dan

menghitung amalan. Catatan amalan itu kemudian diserahkan kepada Allah,

Robb sekalian alam.”29

Jumlah Malaikat sangat banyak, tidak bisa diperkirakan. Sesama mereka

juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan baik dalam kejadian maupun

dalam tugas, pangkat dan kedudukan. Di antara nama-nama dan tugas-tugas

Malaikat adalah sebagai berikut:

1) Malaikat Jibril „alaihis salam, bertugas menyampikan wahyu kepada Nabi-

Nabi dan Rasul-Rasul. Dalam firman Allah Swt:

(/٤٩: ١البمرة)

Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu telah

menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;

membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk

serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.(QS. Al-Baqarah/2:

97)

29

Abdullah Azzam, Aqidah: Landasan Pokok Membina Ummat, Terj. Al-Aqidah, wa

Atstaruhaa fii binaa il-jali, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), Cet-3, h. 23-24

Page 32: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

23

Nama lain dari malaikat jibril adalah Ruh Al-Qudus, Ar-Ruh Al-Amin

dan An-Namus (sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Waraqah bin

Naufal kepada Rasulullah SAW pada permulaan kalinya menerima wahyu.

2) Malaikat, Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan

alam seperti melepaskan angin, menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-

tumbuhan dan lain-lain. Nama Mikail disebut dalam surat Al-Baqarah ayat

98:

(/٤٦: ١البمرة)

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-

rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh

orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah/2: 98)

3) Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari

kebangkitan nanti. Tentang tiupan terompet itu Al-Qur‟an menyebutkan:

(٩٧: ٨عام/ال ا)

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan

benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu

terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala

ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang

Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (Al-An‟am/6: 73)

4) Malaikat Maut (Malakul Maut), Malaikat Maut Biasa disebut juga dengan

nama Izrail, bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup

lainnya. Dalam firman Allah Swt:

Page 33: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

24

( ٢٢: ٧١/السجدة)

Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu

akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan

dikembalikan." (QS. As-Sajdah/32: 11)

5) Malaikat Raqib dan „Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia.

(٢٩-٢٦: ٢٥/ق)

(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang

duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu

ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat

Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf/50: 17-18)

Disamping Raqib dan „Atid, ada lagi Malaikat Kiraman Katibin yang

bertugas menuliskan amal perbuatan manusia:

( ٢٥-٢١: ٦١/فطارالا)

Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang

mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat

(pekerjaan-pekerjaanmu itu),mereka mengetahui apa yang kamu

kerjakan.” (QS. Al-Infithar 82: 10-12)

6) “Malaikat Munkar dan Nakir, bertugas menanyai mayat dalam alam kubur

tentang siapa Tuhannya, apa agamanya dan siapa Nabinya. Nama Munkar

dan Nakir, dalam suatu hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah

Saw menjelaskan bahwa Al-Qaulu As-Tsabit dalam surat Ibrahim ayat 27

Page 34: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

25

adalah jawaban Orang Islam terhadap pertanyaan Malaikat di dalam alam

kubur. Sabda beliau.”30

7) “Malaikat Ridwan, bertugas menjaga pintu sorga dan memimpin para

Malaikat pelayan sorga.”31

Tentang Malaikat-Malaikat penjaga sorga

(Khazanah) Allah berfirman:

(٩٧: ٧٤)الزهر/

Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga

berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga

itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka

penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu.

Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di

dalamnya". (QS. Az-Zumar 39: 73)

8) Malaikat Malik, bertugas menjaga pintu neraka dan memimpin para

malaikat menyiksa penghuni neraka. Allah berfirman tentang ucapan

penghuni neraka kepada Malaikat Malik:

(٩٩: ٩٧/الزخرف)

Mereka berseru: "Hai Malik Biarlah Tuhanmu membunuh Kami saja".

Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini). (QS. Az-

Zukhruf 43:77)

9) “Malaikat yang bertugas memikul „Arasy.”32

Dalam firman Allah:

(/٩: ٩٥الووهي)

30

Ilyas, Op. cit., h. 85 31

Ilyas, Op. cit., h. 85 32

Ibid., h. 87

Page 35: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

26

(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang berada di

sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya...” (Al-Mukmin 40:7)

10) “Para malaikat yang bertugas meminta ampun kepada Allah bagi orang-

orang yang beriman dan berdoa bagi kebahagiaan mereka di dunia dan

akhirat.”33

Allah berfirman:

(٩٧: ٧٧حزاب/الا)

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan

ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan

kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada

orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ahzab/33: 43)

c. Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Secara etimologis kata kitab adalah bentuk mashdar dari kata ka-ta-ba

yang berarti menulis. Setelah jadi mashdar berarti tulisan, atau yang ditulis.

Bentuk jama‟ dari kitab adalah kutub dalam bahasa Indonesia, kitab berarti

buku.

“Secara terminologis yang dmaksud dengan kitab (Al-Kitab, Kitab Allah,

Al-Kutub, Kitab-Kitab Allah) adalah kitab Suci yang diturunkan oleh Alah

Swt kepada Nabi dan Rasul-Nya.”34

Di dalam kitab suci al-Qur‟an disebutkan

tiga kitb suci yang lain yaitu Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa,

Kitab Zabur yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud, dan Kitab Injil yang

diturunkan Allah kepada Nabi Isa AS., dan dua shuhuf, yaitu shuhuf Ibrahim

dan shuhuf Musa yang semuanya ini wajib diimani oleh setiap mukmin. Dan

kitab suci terakhir yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Allah

berfirman tentang Kitab Taurat dan Injil:

33

Daudy, Op. cit., h. 101 34

Ilyas, Op. cit., h. 107

Page 36: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

27

( ٧: ٧/آل عوراى)

Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya;

membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan

Taurat dan Injil. (QS. Ali-Imran 3: 3)

Tentang Kitab Zabur, Allah berfirman:

... (/ ٩:٢٨٧السا)

Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisa/4: 163)

Tentang dua shuhuf, Allah berfirman:

(٢٦-٢٤: ٦٩على/ال ا)

Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu,

Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa. (Al-A‟la 87: 18-19)

d. Iman Kepada Nabi dan Rasul

Secara etimologis Nabi berasal dari kata na-ba artinya ditinggikan, atau

dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang

yang ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt dengan memberinya berita

(wahyu). Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus.

Setelah dibentuk menjadi Rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang

Rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan misi,

pesan (ar-risalah).

Secara terminologis menurut Al-jazairy yang dikutip oleh Yunahar Ilyas

bahwa Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh

Allah Swt untuk menerima wahyu. Apabila tidak diringi dengan kewajiban

menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut

Nabi (saja). Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau

Page 37: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

28

membawa misi (ar-risalah) tertentu maka dia disebut (juga) dengan Rasul.

Jadi setiap Rasul juga Nabi, tetapi tidak setiap Nabi menjadi Rasul.35

Sebagaimana manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup secara

kebanyakan manusia yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, menikah,

punya anak, merasa sakit, senang, kuat, lemah, mati dan sifat-sifat manusiawi

lainnya. Dalam hal ini Allah Swt berfirman:

(١٥: ١٢/الفرلاى)

Dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka

sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. dan Kami jadikan

sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu

bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat. (QS. Al-Furqon/25:20)

e. Iman Kepada Hari Akhir

Beriman kepada hari akhir merupakan salah satu rukun iman, dan salah

satu bagian dari akidah. Bahkan ia merupakan unsur penting setelah beriman

kepada Allah secara langsung.

“Hal ini karena beriman kepada Allah akan mewujudkan ma‟rifat

(pengenalan) kepada sumber pertama yang darinya alam semesta ini berasal,

yakni Allah. Sedangkan beriman kepada hari akhir akan mewujudkan ma‟rifat

(pengenalan) kepada tempat kembali yang kepadanya alam wujud ini akan

berakhir.”36

Yang dimaksud dengan Hari Akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah

kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dari

peristiwa yang terjadi pada hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan

seluruh isinya serta berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah), kebangkitan

seluruh umat manusia dari alam kubur (Ba‟ats), dikumpulkannya seluruh umat

35

Ilyas, Op. cit., h. 129 36

Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, Terj. Ali Mahmudi, (Jakarta: Robbani Press, 2006),

Cet. 1, h. 429.

Page 38: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

29

manusia di padang Mahsyar (Hasyr), perhitungan seluruh amal perbuatan

tersebut untuk mengetahui perbandingan amal buruk (Wazn), sampai kepada

pembalasan dengan surga atau neraka (Jaza‟).

“Akan tetapi pembahasan tertang hari akhir dimulai dari pembahasan

tentang alam kubur karena peristiwa kematian sebenarnya sudah merupakan

kiamat kecil ( Al-Qiyamah As-Sughra).”37

Mengenai datangnya hari kiamat

atau terjadinya hari akhir itu termasuk sesuatu yang hanya Allah saja yang

mengetahuinya. Allah tidak memperlihatkan kepada siapa pun dari makhluk-

makhluk-Nya, baik kepada Nabi-Nya yang diutus, maupun malaikat-Nya yang

terdekat.38

Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:

(٧٩: ٧٢/لمواى)

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari

Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada

dalam rahim. (Q.S. Luqman/31: 34)

f. Iman Kepada Taqdir Allah

Yang dimaksud dengan istilah taqdir, secara etimologi Qadha‟ adalah

bentuk mashdar dari kata kerja qadha yang berarti kehendak atau ketetapan

hukum. Dalam hal ini Qadha‟ adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah

Swt terhadap segala sesuatu.

Sedangkan Qadar secara etimologis adalah bentuk mashdar dari qadara

yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal ini Qadar adalah ukuran atau

ketentuan Allah Swt terhadap segala sesuatu.

Secara terminologis ada ulama yang berpendapat kedua istilah tersebut

mempunyai pengertian yang sama, dan ada pula yang membedakannya. Yang

membedakan, mendefinisikan Qadar sebagai: “Ilmu Allah Swt tentang apa-

apa yang terjadi pada seluruh makhluk-Nya pada masa yang akan datang”.

37

Ilyas, Op. cit., h. 153 38

Sabiq, Op. cit., h. 441

Page 39: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

30

Dan Qadha‟ adalah: “Penciptaan segala sesuatu oleh Allah Swt sesuai dengan

Ilmu dan Iradah-Nya”. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa kedua

istilah itu sama adalah sebagai berikut: “Segala ketentuan, undang-undang,

peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah Swt untuk segala

yang ada (Maujud), yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu

yang terjadi.39

Didalam al-Qur‟anul-Karim terdapat penyebutan qadar atau takdir

berkali-kali. Diantaranya firman-firman Allah sebagai berikut ini:

(٦: ٢٧/الرعد)

Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Setiap perempuan, dan

kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala

sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (Q.S. ar-Rad/13: 8)

(١٢: ٢٩/المور)

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Q.S. al-

Qamar/54: 21)

“Pelajaran yang dapat diambil dari keseluruhan ayat-ayat diatas adalah

bahwa yang dimaksudkan dengan qadar adalah tatanan yang pasti yang telah

dibuat oleh Allah untuk alam semesta ini, undang-undang umum, dan hukum-

hukum yang dipergunakan oleh Allah untuk mengikat antara sebab-sebab

terjadinya musababnya.”40

39

Ilyas, Op. cit., h. 177-178 40

Sabiq, Op. cit., h. 146

Page 40: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

31

5. Pendidikan Tauhid

Setelah terlebih dahulu dijabarkan tentang tauhid beserta lingkupannya maka

disini akan diungkapkan pula pengertian tentang pendidikan dan pengajaran

tauhid.

Manusia secara kodrati membutuhkan pendidikan, salah satu kebutuhan

dasar anak memperoleh pendidikan adalah pendidikan Tauhid, aspek tauhid ini

adalah:

Aspek pandangan yang mengkui bahwa manusia adalah makhluk yang

berketuhanan. Adapun kemampuan dasar yang menyebabkan manusia

menjadi makhluk berketuhananan atau agama adalah didalam jiwa manusia

terdapat insting yang disebut insting religius atau garizah diniyah (insting

percaya pada agama). Itulah sebabnya tanpa proses pendidikan insting tersebut

tidak akan mungkin berkembang secara wajar. Dengan demikian pendidikan

keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan insting religius atau

gazirah diniyah tersebut.41

Apabila pendidikan tidak ada anak-anak akan berkembang kearah yang tidak

baik/buruk seperti tidak mengakui Tuhan, budi pekertinya rendah, bodoh dan

malas bekerja.

Dengan begitu yang dimaksud dengan pendidikan tauhid adalah pemberian

bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa tauhid yang kuat dan

mantap dan memiliki tauhid yang baik dan benar. Bimbingan itu dilakukan

tidak hanya dengan lisan dan tulisan tetapi juga – bahkan kini yang terpenting

– dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Sedangkan yang dimaksud

pendidikan dan pengajaran tauhid ialah pemberian pengertian tentang

ketauhidan, baik sebagai akidah yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat

hidup yang membawa kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.42

Islam mengajarkan bahwa proses pendidikan ketauhidan dimulai sejak anak

itu lahir kedunia. Ketika seorang anak dilahirkan, islam mengajarkan agar orang

tuanya mendengungkan azan ketelinga anak tersebut. “Dengungan azan ini

menunjukkan bahwa pendidikan tauhid sudah dimulai sebab azan berisi ajaran

41

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2001), Cet-2, h.117 42

Asmuni, Op. cit., h. 43

Page 41: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

32

ketauhidan. Dengan kata lain, Islam mengajarkan agar suara pertama yang

didengarkan anak begitu ia lahir kedunia adalah suara yang mengandung

pendidikan ketauhidan. Ajaran seperti ini dipraktekkan langsung oleh Nabi

Muhammad SAW.”43

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan:

عليه وسلم هللا صلى هللا ابه ابى رافع عه ابيه قال : رأيت رسول هللا عه عبيد

أذن فى اذن الحسه به على حيه ولد ته فاطمه با الصالۃ

Dari Ubaidullah bin Abi Rafi‟ dari ayahnya, ia berkata, “Saya melihat

Rasulullah SAW mendengungkan azan salat ditelinga Hasan bin Ali ketika ia

dilahirkan Fatimah. (HR. Turmuzi)

Pendidikan, dalam pandangan tauhid adalah pendidikan yang berlandaskan

nilai-nilai Ilahiah (teologis) sebagai landasan etis-normatif dan nilai-nilai insaniah

(antropo-sosiologis) dan alamiah (kosmologis) sebagai basis praktis-operasional.

Dari perspektif ini dapat diambil formulasi bahwa tauhid dalam pemikiran

pendidikan Islam berfungsi untuk mentransformasikan setiap individu anak didik

menjadi “manusia tauhid” yang lebih kurang ideal, dalam arti memiliki sifat-sifat

mulia dan komitmen kepada penegak kebenaran dan keadilan.

Berbagai atribut manusia tauhid yang diharapkan lahir dari pendidikan adalah:

1. Memiliki komitmen utuh, tunduk dan patuh pada Allah. Ia berusaha secara

maksimal menjalankan pesan dan perintah Tuhan sesuai dengan kadar

kemampuannya.

2. Menolak segala pedoman dan pandangan hidup yang bukan datang dari

Allah.

3. Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap kualitas

hidupnya, adat-istiadat, tradisi dan faham hidupnya.

4. Tujuan hidupnya amat jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya

selalu ditunjukan untuk dan demi Allah semata.

43

Ibid., h.43

Page 42: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

33

5. Manusia tauhid memiliki visi dan misi yang jelas tentang kehidupan yang

harus dibangun bersama manusia-manusia yang lainnya.44

Jadi dengan tauhid seorang muslim diarahkan untuk memiliki pengetahuan

(„ilm) yang benar dan positif tentang realitas yang ada (alam) dan yang ada wajib

ada (Tuhan). Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak

mengatakan apa-apa kecuali kebenaran.

Dengan dasar tauhid seluruh kegiatan pendidikan Islam dijiwai oleh norma-

norma Ilahiyah dan sekaligus dimotivasi sebagai Ibadah. Dengan Ibadah

pekerjaan pendidikan lebih bermakna, tidak hanya makna material begitu juga

makna spiritual.45

C. Kisah

1. Pengertian dan Macam-macam Kisah

Al-Quran telah membicarakan kisah-kisah yang disebutkannya dari para

Nabi dan selainnya. Ia menjelaskan hikmah dari penyebutannya, manfaat apa

yang dapat kita ambil darinya, episode-episode yang memuat pelajaran hidup,

konsep memahaminya, dan bagaimana cara berinteraksi dengannya.

Pengertian kisah secara bahasa kisah/etimologi: al-Quran telah

menyebutkan kata qashash dalam beberapa konteks, pemakaian dan

tashrif (konjugasi) nya: dalam bentuk fi‟ilmadhi (kata kerja lampau), fi‟il

mudhari (kata kerja sedang), fi‟il amar (kata kerja perintah), dan dalam

bentuk mashdar (kata benda).

Imam ar-Raghib al-Ishfahami mengatakan dalam kitab Mufradatnya (al-

M'ufradat fi Gharib Al-Quran-penj.) tentang kata ini (qashash), “Al-

Qashahu berarti „mengikuti jejak‟. Dikatakan Qashashtu atsarahu „Saya

mengikuti jejaknya‟. 46

Al-Qashash ialah berarti „jejak‟ (atsar). Allah ta‟ala berfirman,

44

Irfan, Op. cit., h.100 45

Nata, Op. cit., h. 50 46

Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Terdahulu

jilid-1, (Jakarta: Gema Insani, 1999), Cet.3, h. 21

Page 43: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

34

)٨٩: ٢٦ف/الکھ)

....Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (al-Kahfi/18: 64)

...)٢٢ : ١٦لمصص/ا(

Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan „ikutilah

dia‟... (al-Qashhas/28: 11)

Al-Qashash ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah). Allah Ta‟ala berfirman,

...)٨١ : ٧/اىعورال(

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar... (Q.S. Ali Imran/3:62)

“Qashash Al-Qur‟an adalah pemberitaan Al-Qur‟an tentang hal ihwal

umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang tedahulu dan peristiwa-

peristiwa yang terjadi. Qur‟an banyak mengandung keterangan kejadian masa

lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan jejak umat. Semua ini

diceritakan dengan menarik dan mempesona.”47

Diantara macam-macam kisah dalam Al-Qur‟an antara lain sebagai berikut:

a. Kisah para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada

kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap-sikap

orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan

perkembangannnya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang

mempercayai dan golongan yang mendustakan.

b. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi

pada masa lalu dan orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalkan

kisah orang yang keluar dari kampung halaman, yang beribu-ribu

jumlahnya karena takut mati; kisah Talut dan Jalut, dua orang purta

Adam, penghuni gua dan lain-lain.

47

Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi-Stud iIlmu Qur‟an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,

2010), Cet. 13, h. 436

Page 44: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

35

c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi

pada masa Rasulullah, seperti perang Badar, perang Uhud dalam surah

Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalm surat at-Taubah, perang

Ahzab dalam surat Ahzab, hijrah, isra dan lain-lain.48

2. Hikmah Kisah

Dari kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur‟an mengandung beberapa

hikmah, antara lain sebagai berikut:

a. Menjelaskan kebalagah-an Qur‟an dalam tingkat paling tinggi. Sebab

diantara keistimewaan balagah adalah mengungkapkan sebuah makna

dalam berbagai macam bentuk yang berbeda.

b. Menunjukkan kehebatan mukjizat Qur‟an. Sebab mengemukakan sesuatu

makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat dimana salah satu bentuk

pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan

dahsyat dan bukti bahwa Al-Qur‟an itu datang dari Allah.

c. Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya

lebih mantap dan melekat pada jiwa. Hal ini karena pengulangan

merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya

perhatian. Dan sekalipun kisah itu sering di ulang-ulang, tetapi

pengulangannya tidak pernah terjadi dalam sebuah surah.

d. Perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan. Maka sebagian

dari makna-maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah

yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya di kemukakan ditempat

yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.49

3. Kisah Nabi Ibrahim

Ibrahim adalah salah seorang rasul Allah yang diutus ditengah umat

manusia yang mengajak mereka untuk beriman hanya kepada Allah.

“Ibrahim adalah putra Azar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau‟ bin Falij

bin Abir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh As. Ia dilahirkan

disebuah tempat bernama “Faddam A‟ram” dalam kerajaan Babylon yang

48

Ibid., h.436 49

Ibid., h. 438

Page 45: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

36

pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama Namrud bin Kan‟aan.”50

Nabi Ibrahim adalah pembawa agama tauhid seperti halnya Nabi Nuh As dan

memiliki ketulusan hati serta penuh tawakal.

Kisah yang menceritakan perjalanan Ibrahim sebagai rasul Allah dalam

menjalankan dakwahnya dan sebagai hamba Allah yang beriman dengan tulus

ikhlas dan penuh tawakal kepada-Nya. Sebagaimana halnya para rasul Allah

yang lain, Ibrahim banyak mendapat tantangan dan ancaman dari kaumnya,

karena Ibrahim menyeru mereka untuk meninggalkan sesembahan mereka

selama ini berupa patung yang dianggap sebagai Tuhan nenek moyang

mereka. Ibrahim dengan bijak mengajak kaumnya agar meninggalkan

sesembahan selain Allah dan menyeru agar menyembah hanya kepada Allah,

Tuhan yang telah menyembah kepada mereka dan memberi rizki kepada

mereka, bukan patung-patung yang mereka sembah yang tidak bisa

memberikan manfaat dan mudharat apapun kepada mereka. Namun tetap saja

kaumnya tidak mengindahkan Nabi Ibrahim dan berpaling kepadanya.

Hingga pada akhirnya ia (Ibrahim) merencanakan suatu tindakan dan aksi

praktis yang dapat menyadarkan kaumnya, bahwa persembahan mereka adalah

perbuatan batil dan sesat. Ibrahim menunggu saat yang tepat untuk

melancarkan aksinya itu, yakni pada saat tibanya hari raya tahunan, dimana

semua penduduk beramai-ramai meninggalkan kota dan berpesta ria diluar.

Pada saat itulah Ibrahim memasuki tempat persembahan mereka dan

menghancurkan patung-patung tersebut. Lalu sekembalinya penyembah-

penyembah berhala itu ke kota dan mengetahui Ibrahimlah yang

menghancurkan sesembahan-sesembahan mereka, beranglah mereka dan

bergegas datang kepada Ibrahim untuk meminta pertanggung jawabannya.

Hingga akhirnya, dengan penuh kemarahan pemuka-pemuka masyarakat

penyembah berhala itu datang, lalu berkata: dirikanlah suatu bangunan untuk

50

M. Ahmad Jadul Mawla & M. Abu al-Fadhl Ibrahim. Kisah-Kisah Al-Qur‟an. (Jakarta:

Zaman, 2009), h. 250

Page 46: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

37

membakar Ibrahim; lalu lemparkanlah ia ke dalam hati yang menyala-nyala.51

Namun mereka tidak berhasil membakar hidup-hidup Nabi Ibrahim as, bahkan

api yang panas yang berpotensi membakar itu berubah menjadi dingin dan

membawa keselamatan untuk Nabi Ibrahim As.52

Kemudian episode selanjutnya khusus berisi tentang kejadian mimpi,

penyembelihan, dan penggantian kurban yang dikisahkan dalam QS. Ash-

Shaffat ayat 100-110. Dalam ayat ini diceritakan bahwa suatu ketika Nabi

Ibrahim bermimpi, didalam mimpi tersebut ia melihat anak yang sangat ia

cintai (Ismail) disembelih. Lalu Nabi Ibrahim mengutarakan mimpi tersebut

kepada anaknya. Dengan penuh kerelaan anak tersebut menerima perintah

ayahnya karena ia yakin perintah tersebut datangnya dari Allah Swt. Waktu

yang direncanakan telah tiba Nabi Ibrahim beserta anaknya menuju ketempat

penyembelihan. Ditengah-tengah perjalanan ada godaan syaitan yang terus

menganggu agar hati Ismail goyah, namun Ismail tidak gentar dengan godaan

tersebut malah Ismail melemparnya dengan batu. Lalu setibanya ditempat

penyembelihan dibaringkanlah badan sang anak tersebut dan sang ayah mulai

menjalankan perintah Allah dengan menyembelih putranya . namun Allah

tidak membiarkan saja hambanya yang sabar, Allah menggantinya dengan

sesembelihan yang besar dan kejadian itu diabadikan sampai sekarang sebagai

hari raya Idul Qurban, yang didalamnya terdapat beberapa pendidikan tauhid.

Hal ini merupakan bentuk ketinggian, ketaatan, pengorbanan, kerendahan hati,

dan penyerahan diri kepada Allah Swt.

51

Lihat QS. Ash-Shaffat (37) : 97 52

Lihat QS. Al-Anbiya (21) : 69

Page 47: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

38

BAB III

TAFSIR SURAT Ash-Shaffat Ayat 100-110

Surah ke 37 dari susunan mushaf Usmani ini bernama “Ash-Shaffat” yang

berarti berbaris-baris, kalimat yang pertama dari pada ayat yang pertama pada

surah ini. Yang berbaris-baris itu ialah Malikat-malaikat Tuhan di alam malakut

yang tidak diketahui berapa jumlah bilangannya kecuali Allah sendiri.

Dari ayat 1 sampai 10 malaikat adalah makluk Tuhan yang paling dekat

dengan Tuhan, paling taat melaksanakan perintah Tuhan, mereka patuh dan setia

terhadap perintah Ilahi. dan dari ayat-ayat itu pula dapat diketahui bahwa jin-jin

makhluk halus yang lain yang asal kejadiannya dari api adalah makhluk yang

rendah martabatnya.

Lalu diuraikan pula perjuangan beberapa orang Nabi dan Rasul yang berjuang

keras melakukan da‟wah kepada kaumnya masing-masing. Mereka telah

melakukan tugas yang amat berat. Dalam Surah Ash-Shaffat ini terdapat terdapat

tujuh Nabi yang ditonjolkan: Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Harun, Luth, Ilyas,

dan Yunus. Yang teramat menarik perhatiaan ialah tentang wahyu yang diterima

Nabi Ibrahim yang berupa perintah mengurbankan putranya yang tertua Ismail.

Bagaimana Ibrahim diuji kemana berat cintanya. Kepada Allah kah atau kepada

anaknya. Rupanya perintah itu dilaksanakan dengan tidak ragu-ragu dan si anak

Page 48: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

39

pun mendorong dan menggalakan ayahnya supaya mereka melaksanakan perintah

itu.1

A. Teks Ayat dan Terjemahan QS. Ash-Shaffat: 100-110

(١١١ -١١١: ٧٣⧵تفاالصا)

100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-

orang yang saleh,

101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar,

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama

Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam

mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia

menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;

insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar",

103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya

atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya),

104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya

Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik,

106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata,

1 Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzz.XXIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), h. 86-87

Page 49: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

40

107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar,

108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-

orang yang datang Kemudian,

109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim",

110. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

B. Arti Kosa kata

= Tuhanku.

= Anak yang sangat sabar.

= Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup.

أ = Kedua-duanya berserah diri.

= Dia menelungkupkan wajahnya.

= Engkau menepati apa yang diperintahkan kepadamu.

= Ujian yang nyata yang dapat dibedakan mana yang ikhlas dan

mana yang tidak.

ب = Dengan seekor binatang.

= Orang-orang yang berbuat baik.2

2 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al Maragi Juzz XXIII, Ter. Dari Tafsir Al-Maragi

oleh Badrun Abu Bakar dkk, (Semarang: Toha Putra, 1993), Cet. 2, h. 125-127

Page 50: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

41

C. Pendapat Para Mufassir Tentang QS. Ash-Shaffat: 100-110

1. Ayat 100-101

Dalam ayat ini Allah SWT menceritakan bahwa “Nabi Ibrahim dalam

perantauan memohon kepada Tuhan kiranya dianugrahkan seorang anak yang

shaleh lagi taat yang dapat menolongnya dalam menyampaikan dakwah dan

mendampinginya dalam perjalanan dan menjadi kawan dalam kesepian.” 3

Sayyid Al-Qurthubi dalam tafsir Al-Qurthubi menambahkan, Ibrahim

meminta kepada Allah seorang anak untuk menemani dalam

keterasingannya lalu Allah mengabulkan doa Ibrahim dalam firmannya

maksudnya ketika menjadi besar anak itu (فبشسوه بعلم حلم)

memiliki sifat sabar. Ini merupakan kabar gembira bahwa anak itu akan

hidup sampai besar, karena anak kecil belum bisa dikatakan mempunyai

sifat sabar.4

“Sifat kesabaran itu sedikit pada waktu baligh. Karena pada masa kanak-

kanak sedikit sekali didapati sifat-sifat seperti sabar, tabah, lapang dada. Anak

remaja itu ialah Ismail As, anak laki-laki pertama dari Ibrahim As, ibunya

bernama Hajar istri kedua Nabi Ibrahim As. Putra kedua ialah ishak, lahir

kemudian sesudah Ismail dari istri pertama “Sarah”.”5

2. Ayat 102

Ayat sebelum ini menguraikan janji Allah kepada Nabi Ibrahim As.

Tentang perolehan anak. Demikian hingga tiba saatnya anak tersebut lahir dan

tumbuh berkembang, maka tatkala sang anak itu telah mencapai usia yang

menjadikan ia mampu berusaha bersama Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim berkata

sambil memanggil anaknya dengan panggilan mesra.

Nabi Ibrahim As menyampaikan mimpi itu kepada anaknya. Ini agaknya

karena beliau memahami bahwa perintah tersebut tidak harus memaksakannya

3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid VIII, (Yogyakarta: PT. Dana

Bhakti Wakaf, 1991), h. 318 4 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi jilid 15, Ter. Dari Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an oleh

Muhyidin Mas Rida dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 232 5 Depag. loc. cit.

Page 51: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

42

kepada sang anak. Yang perlu adalah bahwa ia berkehendak melakukannya.

Bila ternyata sang anak membangkang, maka itu adalah urusan ia dengan

Allah.

Ayat diatas menggunkan bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini dan

datang) pada kata-kata (أزى) saya melihat dan (أذحبك) saya

menyembelihmu. Demikian juga kata (توٴمس) diperintahkan. Ini untuk

mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih

terlihat hingga saat penympaiannya itu. Sedang penggunaan bentuk

tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa

perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan,

tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak

menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia

siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah Allah yang

sedang maupun yang akan diterimanya.6

Ucapan sang anak ( توٴمس ما علڧا ) laksanakanlah apa yang

diperintahkan kepadamu, bukan berkata: “Sembelihlah aku”, mengisyaratkan

sebab kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah perintah Allah swt.

Bagaimanapun bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya,

maka ia sepenuhnya pasrah. Kalimat ini juga dapat merupakan obat pelipur

lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu.

Ucapan sang anak (هللاشاء مه الصابس يه engkau akan (ستجد وي إن

mendapatiku Insya Allah termasuk para penyabar, dengan mengaitkan

kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut terlebih dahulu

kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang

anak kepada Allah SWT . Tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum

peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam hati dan benak

anaknya tentang keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang indah serta

bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan sang anak

yang direkam oleh ayat ini adalah buah pendidikan tersebut.7

6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran volume

12, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Cet. VIII, h. 62 7 Ibid., h. 62-63

Page 52: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

43

3. Ayat 103

Dalam tafsir al-Maragi dipaparkan: Dan tatkala kedua orang itu telah

berserah diri dan tunduk kepada perintah Allah dan meyerahkan segala urusan

kepada Allah Swt tentang qadha dan qadarnya, dan Ibrahim telah

menelungkupkan wajah anaknya dengan memberi isyarat kepadanya, sehingga

ia tidak melihat wajah anaknya itu dan bisa mengakibatkan rasa kasihan

kepadanya.

Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ismail berkata kepada ayahnya,

“Janganlah engkau menyembelihku sedang engkau melihat kepada wajah-ku.

Boleh jadi engkau kasihan kepadaku sehingga tidak tega kepadaku. Ikatlah

tangan dan leherku. Kemudian letakan wajahku menghadap tanah.” Maka

Ibrahimpun menuruti permintaan anaknya.8

Dalam tafsir Jalalaen di jelaskanاسلما tatkala keduanya telah) فلمآ

berserah diri) artinya tunduk dan patuh kepada perintah Allah Swt. للجبني

Nabi Ismail“ (dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya) و تله

dibaringkan pada salah satu pelipisnya. Kemudian Nabi Ibrahim menggorokan

pisau besarnya ke leher Nabi Ismail, akan tetapi berkat kekuasaan Allah pisau

itu tidak mempan sedikitpun.”9

4. Ayat 104 & Ayat 105

“Dan kami melalui malaikat memanggilnya: “Hai Ibrahim, sungguh

engkau telah membenarkan mimpi menyangkut penyembelihan anakmu itu

dan engkau telah melaksanakan sekuat kemampuanmu.”10

Tafsir al-Maragi menyebutkan: Sesungguhnya peristiwa yang terjadi ini

benar-benar merupakan contoh besar dan ujian yang tiada tara terhadap

hamba-hamba Allah. Dan Allah Azzawajalla boleh saja mencoba siapa

saja diantara hamba-hamban-Nya dengan beban-beban apa saja yang Dia

8 Al-Maragi, op, cit., h.130

9 Jalaluddin Al-Mahal‟li & Jalaluddin As-Sayuti, Tafsir Jalalaen Jilid III, Ter. Dari Tafsir

Al-Jalalain oleh Badrun Abu Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), h. 1936 10

Shihab, op. cit., h. 64

Page 53: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

44

kehendaki, tak ada yang dapat mencegah keputusan-Nya dan tak ada yang

mampu menghalangi takdir-Nya. Sementara itu, memang banyak beban

yang tiada kita ketahui rahasia-rahasia hikmahnya, namun Allah Maha

tahu tentang apa yang karenanya beban-beban itu disyariatkan.11

Dapat disimpulkan bahwa Allah Swt memanggil Ibrahim melalui

Malaikat, Allah membenarkan bahwa mimpi yang Nabi Ibrahim alami berasal

dari Allah dan Allah berjanji akan memberi balasan kepada siapa saja yang

berbuat baik.

5. Ayat 106

Memanglah suatu percobaan yang nyata, kalau seseorang sangat

mengharapkan keturunan yang shalih, setelah usia 86 tahun keinginan itu baru

disampaikan tuhan, sedang anak ketika itu masih satu-satunya itu disuruh

kurbankan pula dalam mimpi.

“Namun perintah itu dilaksanakan juga dengan tidak ada keraguan

sedikitpun, baik pada si ayah maupun si anak. Lantaran Ibrahim dan putranya

sama-sama menyerah (aslama), tidak takut maut, bahwa pantaslah jika Tuhan

menjelaskan keduanya “minal muhsiin”, termasuk orang-orang yang didalam

hidupnya berbuat kebajikan, maka pantas mendapat penghargaan disisi

Allah.”12

Memang Allah tidak akan memberi ujian kecuali sesuai kadarnya. Allah

memberikan ujian yang teramat sulit untuk dilakukan untuk orang biasa

namun karena Allah inggin menguji hambanya yang shaleh maka Allah

memberikan ujian yang nyata kepada Nabi Ibrahim dan purtanya Ismail.

6. Ayat 107

Menurut tafsir Jalalain “وفد يىه (Dan kami tebus anak itu) maksudnya

anak yang diperintahkan untuk disembelih (Nabi Ismail). بر بع (dengan

seekor sembelihan) yakni dengan domba عظيم (yang besar) dari surga.

11

Al-Maragi, op. cit., h. 131 12

Hamka, op. cit., h. 144

Page 54: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

45

Domba itu dibawa oleh malaikat Jibril lalu Nabi Ibrahim menyembelihnya

seraya membaca Takbir.”13

Ini dapat dilihat bahwa ketika Nabi Ibrahim ingin mengorok leher

anaknya, lalu Allah menggantinya dengan sesembelihan yang lain yakni

seekor domba yang dibawa oleh Malaikat Jibril lalu Nabi Ibrahim melanjutkan

penyembelihannya dibarengi dengan membaca takbir.

7. Ayat 108 dan ayat 109

Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi dalam tafsir Al-Maragi (wataroknaa

„alaihi fil akhiriyna) dan kami kekalkan untuk Ibrahim pujian yang baik

dikalangan manusia di dunia, sehingga dia menjadi orang yang dicintai

dikalangan semua orang dari agama dan aliran manapun. “Orang-orang

Yahudi mengagungkannya, orang-orang Nasrani mengagungkannya, orang-

orang Islam mengagungkannya, dan orang-orang musyrik sekalipun tetap

menghormatinya. Mereka mengatakan, „Sesungguhnya, sekalipun kami

menganut agama Ibrahim, Bapak kami‟.”14

Pada ayat 109 ini dijelaskan dalam tafsir Al Maragi سلم علي إبس حيم

Dan kami katakan kepada Ibrahim, “Salam sejahtera kepadamu dikalangan

para malaikat, manusia dan jin.”15

Karena keshalehan yang luar biasa Allah mengangkat tinggi derajat Nabi

Ibrahim. Bukan saja ia dikenang pada zamannya namun Allah menjamin

sampai zaman yang akan datang dan tidak dijelaskan sampai mana ia akan

dikenang mungkin sampai akhir zaman.

Bukan saja manusia tapi jin dan Malaikat menyalaminya, bukan hanya

umt Islam namun orang Yahudi, Nasrani dan musyrikpun turut

mengaguminya.

13

Jalaluddin, op. cit., h. 1937 14

Al-Maragi, op. cit., h. 132 15

Ibid.

Page 55: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

46

8. Ayat 110

Dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa كر لك (Demikianlah)

sebagaimana kami memberikan imbalan pahala kepada Ibrahim احملسىني

(kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) جنزى

terhadap diri mereka sendiri.16

Ditekankan lagi dalam tafsir milik badan wakaf UII, Allah menyebutkan

pula penghargaan kepada Nabi Ibrahim AS salam kesejahteraan untuknya

dan salam kesejahteraan untuk Nabi Ibrahim as ini terus hidup ditengah-

tengah umat manusia bahkan juga dikalangan malaikat. Dengan demikian

ada tiga ganjaran yang telah dinugrahkan kepadanya. Pertama seekor

kambing besar yang didatangkan kepadanya, kedua keharuman namanya

sepanjang masa dan ucapan salam sejahtera dari Allah dan manusia.17

Begitulah siapa saja yang berbuat baik Allah akan memberikan balasan

yang besar seperti salah satu hambanya yakni Ibrahim. Beliau telah melewati

ujian yang besar dari Allah, yang belum pernah dilakukan oleh orang-orang

sebelumnya hingga sekarang.

D. Nilai- Nilai Pendidikan Tauhid Dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110

1. Tauhid Membebaskan Jiwa dari Penyembahan dan Tunduk Pada Selain Allah.

Semua yang ada di dunia ini adalah makhluk Allah Swt. Mereka tidak

bisa menciptakan sesuatu yang belum ada, tidak bisa memberikan

kemanfaatan pada dirinya, tidak bisa pula memberi mudharat, tidak bisa

menghidupkan yang mati serta tidak bisa mematikan yang hidup.

Tauhid pada dasarnya memberikan kebebasan bagi manusia dari segala

bentuk penyembahan kepada selain Allah. Membebaskan akal dari bentuk-

bentuk khurafat dan keragu-raguan. Membebaskan hati dari ketundukan dan

penyerahan diri kepada makhluk dan membebaskan kehidupan dari dominasi

Tuhan-Tuhan tandingan yang mereka ambil dari makhluk Allah serta

pengaruh dukun dan orang-orang yang ingkar dari penyembahan kepada

Allah.

16

Jalaluddin, op. cit., h. 1938 17

Depag, op. cit., h. 321

Page 56: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

47

2. Tauhid Membentuk Pribadi Manusia Yang Tangguh.

Dengan landasan tauhid yang kokoh, Nabi Ibrahim dalam melaksanakan

tugas dakwah tidak pernah patah semangat. meskipun ia harus dihadapkan

dengan orang-orang yang gencar menghalanginya seperti ayahnya dan raja

Namrudz sekalipun. Cemoohan, ancaman, bahkan tindakan untuk membakar

dirinya dalam api yang menyala tidak mampu mengendorkan ketangguhan

Ibrahim. Belum lagi ketika Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Ismail

semakin terlihat kesabaran dan ketangguhan jiwa keduanya.

Pada saat ini sulit menemukan pribadi-pribadi tangguh yang istiqomah

dalam memegang dan menyampaikan kebenaran. Bangsa ini banyak dipenuhi

oleh pribadi-pribadi yang lemah, tidak punya pendirian, penjilat, serakah,

penipu dan sebagainya. Apalagi yang bisa kita harapkan dari orang seperti itu,

baik ia sebagai pemimpin, pejabat maupun sebagai rakyat biasa.

3. Tauhid Merupakan Sumber Keamanan Bagi Manusia.

Tauhid merupakan bagi manusia, karena tauhid memenuhi hati dengan

rasa aman dan tenang, tidak ada ditakuti selain Allah. Tauhid telah menutup

pintu-pintu rasa takut terhadap kekurangan, rizki dan kematian. Menutup

pintu-pintu rasa takut terhadap manusia, jin, kematian dan yang lainnya yang

menjadi ketakutan manusia.

Orang yang beriman memiliki tauhid yang kuat tidak akan takut kepada

apapun kepada selain Allah. Karena inilah ia akan merasa aman walaupun

diancam oleh manusia dengan suatu yang membahayakan dirinya, merasa

tenang jika diusik oleh orang lain. Inilah sifat orang beriman yang

digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an:18

(٢٨: ٦/نعام ألا)

18

http//:www.dakwatuna.com/2009/pendidikan-ala-nabi-ibrahim.

Page 57: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

48

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka

dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan

mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al- An‟am /6:

82)

Keamanan yang terbentuk merupakan keamanan yang tumbuh dari dalam

jiwa, bukan keamanan yang terbentuk karena penjagaan satpam atau polisi. Ini

baru merupakan keamanan yang ditimbulkan oleh tauhid di dunia, adapun

keamanan di akhirat akan lebih besar dan lebih kekal. Keamanan ini tidak

didapatkan kecuali dengan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan

mencampur adukan ketauhidan kepadanya dengan perbuatan syirik.

Page 58: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM

Q.S ASH-SHAFFAT AYAT 100-110

Al-Qur‟an turun pada dasarnya adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia.

Mengajak mereka beraqidah tauhid. Mengajarkan nilai, prilaku, dalam dimensi dan

kehidupan. Membimbing prilaku yang lurus, benar untuk kebaikan manusia dan

masyarakat. Mengarahkan jalan yang benar dalam pendidikan jiwa sehingga tumbuh

menjadi manusia yang bahagia, tentram dalam kehidupan dunia maupun akhirat.

Didalam al-Qur‟an banyak sekali menyoroti masalah tauhid karena masalah

tauhid termasuk masalah yang pokok dalam Islam. Ilmu tauhid pada intinya berkaitan

dengan upaya memahami dan meyakini adanya Allah dengan segala sifat dan

perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Allah yang demikian itu, akan

menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia

semata-mata ditujukan kepada Allah.

Aspek dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah Yang

Mahasempurna, Mahakuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya.

Page 59: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

50

Keyakinan demikian membawa seseorang kepada kepercayaan akan adanya Malaikat,

kitab-kitab yang diturunkan Allah, Nabi-nabi/Rasul-rasul, takdir kehidupan sesudah

mati, dan melahirkan kesadaran akan kewajibannya kepada Khalik (Pencipta). Sebab

semua yang disebut ini merupakan konsekuensi adanya Allah Swt.

“Apabila ketauhidan telah tertanam mendalam dalam diri seorang muslim, diikuti

dengan amaliah dan ibadat sesuai dengan petunjuk al-Qur‟an dan serta mencerminkan

sikap dan nilai-nilai ketauhidan, maka ia disebut muttaqin (orang yang takwa).”1

Sebagaimana dikemukakan diatas pembahasan tauhid yang pokok tersimpul

dalam rukun iman. Berikut ini dikemukakan pengertian masing-masing rukun iman

yang akan dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim:

Iman ialah membenarkan secara sungguh-sungguh segala sesuatu yang diketahui

sebagai berita yang dibawa oleh Nabi Saw dari sisi Allah Swt juga dikatakan sebagai

at-tasdiq bil-qalbi (membenarkan dengan hati), al-iqrar bil-lisan (pengakuan dengan

ucapan), dan al-‘amal bil-arkan (mengamalkan dengan anggota tubuh).

Rukun iman ada enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,

kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir serta takdir baik dan buruk yang datang

dari Allah ta‟ala.

Dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110 ini sebenarnya tidak hanya berisi tentang

pendidikan tauhid, tetapi juga terdapat pendidikan akhlak dan pendidikan Ibadah.

namun saya disini lebih banyak membahas tentang pendidikan tauhid karena

merupakan tema skripsi yang diangkat.

1 M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 200) Cet-4 h.72

Page 60: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

51

A. Pendidikan Keimanan

1. Iman Kepada Allah

Menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, yang dimaksud iman kepada

Allah ialah “membenaradanya Allah SWT dengan cara menyakini dan mengetahui

bahwa Allah Swt wajib ada-Nya karena zatnya sendiri (Wajib Al-Wujud li

Dzatihi), Tunggal dan Esa, Raja Yang Mahakuasa, Yang hidup dan Berdiri

Sendiri, Yang Qadim dan Azali untuk selamanya.”2

Keimanan sesorang kepada Allah ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan

kehidupannya, antara lain:

a. Ketakwaannya akan selalu meningkat.

b. Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul karena

ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta pertolongan kepadanya, tidak

kepada yang lain.

c. Rasa aman, damai dan tentram akan bersemi dalam jiwanya karena ia telah

menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt.3

Dalam kisah ini yang terdapat dalam QS. Ash-Shaffat menunjukan bahwa

Nabi Ibrahim memiliki keimanan yang tinggi dengan bukti keimanannya yakni ia

dengan sabar menunggu keturunan yang tak kunjung dianugrahkan kepadanya

hingga usia 86 tahun dan beliau dengan kesabaran itu seraya bermunajat:

(٠١١: ٢٣⧵الصافات)

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang

yang saleh. (QS. Ash-Shaffat/37: 100)

2 Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun

Ihsan Secara Terpadu, (Bandung: Al-Bayan, 1998) h.113 3 Asmuni, op. cit., h.73

Page 61: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

52

Bila dicermati Nabi Ibrahim telah menanamkan pendidikan tauhid sejak dini

sebelum anak itu lahir kedunia, ia terus berharap anak itu agar memiliki jiwa

tauhid, menurut Abuddin Nata jika dilihat fungsinya “orang yang bertauhid itu

meniru dan menyontoh terhadap subjek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika

percaya bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia

yang bertauhid meniru sifat-sifat Allah.”4 Demikian pula Allah bersifat Asma‟ul

Husna yang jumlahnya ada sembilan puluh sembilan maka Asmaul Husna itu

harus dipraktekan dalam kehidupan dengan demikian beriman kepada Allah akan

memberi pengaruh terhadap pembentukan tauhid.

Dalam kandungan ayat tersebut Nabi Ibrahim bukan saja berdoa kepada Allah

untuk memperoleh anak tetapi Nabi Ibrahim juga menyisipkan harapan agar

anaknya termasuk golongan orang sholeh. Yang ia harapkan kelak anak ini akan

menjadi penerus agamanya serta memiliki jiwa yang taat kepada Allah yang

otomatis pula akan taat kepada orang tuanya. Disinilah proses pendidikan serta

kaderisasi yang telah disiapkan Nabi Ibrahim As. Dalam rangka menyiapkan

menjadi pemimpin masa depan sebagai peletak dasar sebuah masyarakat muslim.

Oleh karena itu apabila sang anak telah dapat menghayati bentuk-bentuk

keimanan, dan anak telah memiliki keyakinan kuat serta memiliki pengetahuan

tentang penciptanya dengan baik, diharapkan segala bentuk persoalan yang ia

hadapi tidak akan membuatnya resah ataupun gelisah. Keimanan yang sudah

melekat di dalam dada mereka yang akan membuatnya mampu menghadapi

persoalan hidup yang sedang dihadapinya hingga masa dewasanya kelak.5

Sebagai manusia, Nabi Ibrahim pun mengalami konflik batin yang hebat

dalam dirinya. Tetapi beliau menyadari sepenuhnya bahwa cinta kepada anak, istri

dan harta tidak dapat disejajarkan dengan atau melebihi cinta kepada Allah. Cinta

kepada Allah harus di atas segala-galanya, termasuk cinta kepada diri sendiri.

4 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996) h.22

5 Muhammad Nur Abdul Hafis, Mendidik Bersama Rasulullah, (Bandung: Al-Bayan, 1997)

Cet.1 h.119

Page 62: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

53

“Nabi Ibrahim dapat menempatkan sepenuhnya posisi cinta kepada Allah

dibandingkan cinta kepada anak. Maka Ibrahim memutuskan menerima dengan

ikhlas perintah Allah untuk mengorbakan putranya. Isma‟il pun demikian pula, ia

rela menerima perintah penyemblihan itu. Ia menyadari bahwa cinta kepada Allah

harus melebihi cintanya kepada jiwa dan raganya.”6

2. Iman Kepada Para Malaikat

“Rukun iman kedua ialah beriman kepada Malaikat. Kata Malaikat adalah kata

jamak dari kata malak yang berasal dari kata alukah (الوڪة) yang berarti risalah.

Dalam al-Qur‟an banyak ayat yang mewajibkan setiap mukmin untuk beriman

kepada adanya Malaikat.”7

Jika seseorang beriman kepada para Malaikat, maka yang dimaksudkan antara

lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada Malaikat, seperti

sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang

diperintahkan Allah. Percaya kepada Malaikat juga dimaksudkan agar manusia

juga diperhatikan dan diawasi oleh para Malaikat sehingga ia tidak berani

melanggar larangan Allah. Dalam firmannya:

(٥: ٥٥مي/ التحر)

(Malaikat-malaikat) itu tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang

diperintahkan. (QS. Al-Tahrim/66: 6)

6 http://drsaprizaldi.blogspot.com/2010_02_01_archive.html

7 Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) h.93

Page 63: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

54

“Malaikat adalah makhluk halus yang bersifat cahaya, yang dapat

menampakan diri dengan berbagai bentuk yang berbeda-beda, tetapi tidak bisa

diberi sifat laki-laki ataupun perempuan dan tidak dapat dipastikan jumlah mereka

kecuali Allah Swt.”8

Didalam al-Qur‟an dikisahkan Malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim

untuk menyampaikan berita gembira bahwa istrinya yang sudah tua itu akan

melahirkan seorang anak lelaki, Nabi Ishak, dalam bentuk seorang laki-laki. Allah

berfirman:

)٥٦: ٠٠/ هود (

Dan Sesungguhnya utusan-utusan kami (Malaikat-malaikat) Telah datang kepada

lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat."

Ibrahim menjawab: "Salaman” (selamat) (QS. Hud/11: 69)

Kita diwajibkan beriman kepada sepuluh diantara Malaikat-malaikat itu yakni:

a. Jibril (Penyampai wahyu yang terpercaya)

b. Mikail (Pembagi rezeki dan hujan)

c. Israfil (Peniup terompet)

d. „Izrail (Pencabut nyawa)

e. Munkar dan Nakir (Penanya dalam kubur)

f. Rakib dan „Atid (Penulis amal baik dan buruk setiap mukalaf)

g. Malik (Penjaga neraka)

h. Ridwan (Penjaga Surga).9

8 Sumaith, op. cit., h.114-115

9 Sumaith, op. cit., h. 115

Page 64: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

55

“Keimaman kepada Malaikat membawa pengaruh positif bagi seseorang,

antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan sebab

malaikat selalu di dekat-Nya, merekam apa yang ia katakan dan ia perbuat itu.”10

Yuhanar Ilyas menjelaskan dalam bukunya kuliah aqidah Islam memaparkan

dengan beriman kepada Malaikat seseorang akan:

a. Lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah Swt yang menciptakan dan

menugaskan para malaikat tersebut.

b. Lebih bersyukur kepada Allah Swt atas perhatian dan perlindungan-Nya

terhadap hamba-hamba-Nya dengan menugaskan para Malaikat untuk

menjaga, membantu dan mendoakan hamba-hambanya.

c. Berusaha berhubungan dengan para Malaikat dengan jalan mensucikan jiwa,

membersihkan hati, dan meningkatkan ibadah kepada Allah Swt, sehingga

seseorang akan sangat beruntung bila termasuk golongan yang didoakan oleh

para malaikat, sebab do‟a Malaikat tidak pernah ditolak oleh Tuhan.

d. Berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemaksiatan serta ingat

senantiasa kepada Allah Swt, sebab para Malaikat selalu mengawasi dan

mencatat amal perbuatan manusia.11

3. Iman Kepada Para Rasul

“Yang dimaksud kepada iman kepada Rasul-rasul Allah adalah meyakini

bahwa Allah SWT mengutus Rasul-rasul kepada manusia untuk memberi petunjuk

kepada mereka dan menyempunakan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat.

Para rasul adalah manusia pilihan Allah yang mempunyai sifat jujur, terbebas dari

cacat dan kurang, terlindungi (ma’shum) dari dosa-dosa besar maupun kecil.”12

10

Asmuni, op. cit., h.74 11

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan pengamalan

Islam (LPPI), 1995) Cet.3 h.92 12

Sumaith, op. cit., h.116

Page 65: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

56

Lima orang diantara mereka diberi gelar sebagai Ulul Azmi, yaitu Nabi Nuh,

Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW. Gelar ini

diberikan Allah kepada mereka sebagai petanda bahwa mereka adalah pejuang-

pejuang agung yang memiliki semangat yang kuat dan himmah (مهة) yang

tinggi serta kesabaran yang tangguh dalam berdakwah, memanggil umatnya

untuk beriman kepada Allah tanpa mempersekutukannya.13

Dijelaskan pula Rasul yang pertama adalah Adam, sedangkan yang terakhir

adalah Muhammad Saw. Disebutkan bahwa jumlah para Nabi adalah 124.000,

yang 313 orang diantaranya adalah rasul. Yang wajib diimani secara terperinci ada

dua puluh lima orang. Rasul-rasul yang disebutkan namanya dalam Al-Qur‟an

diantaranya yaitu:

1. Adam

2. Idris

3. Nuh

4. Hud

5. Saleh

6. Ibrahim

7. Luth

8. Ismail

9. Ishak

10. Yakub

11. Yusuf

12. Ayyub

13. Syuaib

14. Musa

15. Harun

13

Ahmad Daudy, op. cit., h.116

Page 66: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

57

16. Yunus

17. Daud

18. Sulaiman

19. Ilyas

20. Dzulkifli

21. Ilyasak

22. Zakariya

23. Yahya

24. Isa

25. Muhammad SAW.14

Rasul merupakan orang pilihan yang tidak dapat ditandingkan kesabaran dan

perjuangannya. Rasul disini juga telah banyak ujian yang datang dari kaumnya

bahkan keluarganya sendiri.

Seperti contohnya Nabi Ibrahim ia mendapat ujian dari orang tuanya yang

merupakan ahli patung namun ia tetap menyebarkan agama samawi yang

diperintahkan Allah Swt, serta perjuangan yang tak kalah menguji kesabaran dan

keikhlasan beliau yakni peristiwa penyembelihan Nabi Ismail yang mana anak itu

telah ditunggu-tunggu kehadirannya namun Allah Swt menguji keimanan beliau

dengan tujuan apakah setelah Allah menganugrahkan seorang anak kepadanya

keimanan beliau akan berubah atau sebaliknya. Dengan momen itu Nabi Ibrahim

membuktikan bahwa ia sanggup mengorbankan anak yang ia cintai karena

kecintaanya kepada Allah Swt. Dia mensyukuri nikmat-nikmatnya dan Allah

memberinya kebahagiaan di dunia dan diakhirat.

14

Sumaith, op. cit., h.116

Page 67: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

58

Disini kita dapat mengambil ibrah dari pribadi Nabi Ibrahim yang begitu luar

biasa menghadapi tantangan, ujian, kesengsaraan yang ditimpakan kepada dirinya

namun beliau menjalankan dengan ikhlas dan sabar tidak sedikitpun beliau

berpaling dari Allah. Dan ini membuktikan bahwa terdapat jiwa tauhid pada

dirinya, lantaran itu semua ia dan keluarganya dimuliakan oleh Allah, diangkat

derajatnya dan diagungkan seluruh umat. Seperti firman Allah:

(٠١ ٨-٠١ ٦: ٢٣⧵الصافات)

Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang

yang datang Kemudian. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". (QS.

Ash-Shaffat/37: 108-109).

4. Iman Kepada Hari Akhir

“Yang dimaksud dengan hari akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah

kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dan peristiwa

yang terjadi pada Hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya

serta berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah).”15

(٠١٣: ١٠/عنبيا ال)

Sebagaimana kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan

mengulanginya. (QS. Al-Anbiya/21: 104)

Dalam al-Qur‟an sering menjumpai ayat-ayat yang menyebut tentang iman

kepada hari akhirat setelah iman kepada Allah. Dan demikian pula halnya

15

Yunahar Ilyas, op. cit., h.153

Page 68: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

59

dalam hadits-hadits Nabi. Sebabnya beriman kepada Allah berarti juga beriman

kepada kebenaran Firman-Nya, yakni al-Qur‟an, yang antara lain mengajarkan

kepada kita tentang adanya janji Allah kepada orang-orang yang baik dan juga

kepada orang-orang yang berbuat jahat dengan berbagai balasan nanti di

akhirat.16

Yang demikian itu dimaksudkan antara lain untuk menumbuhkan rasa

tanggung jawab dalam diri insan yang mukmin atas segala amal perbuatannya,

tingkah laku dan perkataannya, baik yang lahir maupun batin, dengan keimanan

itu dia merasa berkewajiban mempertanggung jawabkan segala urusannya, bahkan

kehidupannya kepada Allah pada hari akhirat.

Didalam al-Qur‟an diceritakan sebuah peristiwa seorang anak yang

menjalankan perintah Allah dengan sepenuh hati karena dia percaya bahwa ada

kehidupan yang lebih bahagia setelah kehidupan dunia, yakni dalam QS.Ash-

Shaffat ayat 103:

(٠١٢ : ٢٣⧵)الصافات

Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas

pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (QS. Ash-Shaffat/37: 103)

Disini menunjukan kepasrahan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah

Allah. Ketika detik-detik penyembelihan terjadi Ismail melihat raut muka ayahnya

yang tak tega lalu Ismail menyampaikan pesan. Dalam tafsir al-Maragi dijelaskan,

“diriwayatkan oleh Mujahid bahwa Ismail berkata kepada Ayahnya „Janganlah

engkau menyembelihku sedang engkau melihat kepada wajahku. Boleh jadi

engkau kasihan kepadaku sehingga tidak tega padaku. Ikatlah tangan dan leherku.

16

Ahmad Daudy, op. cit., h.129

Page 69: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

60

Kemudian, letakan wajahku menghadap tanah.‟ Maka Ibrahimpun menuruti

permintaan anaknya.”17

Begitupun godaan yang datang pada dirinya melalui syeitan sewaktu berjalan

menuju tempat penyembelihan. Ia melawan bisikan syeitan pada dirinya dan tetap

memegang teguh pendiriannya. Nabi Ismail juga merupakan cermin keberhasilan

Nabi Ibrahim mendidik anaknya yang memiliki jiwa tauhid. Yang aplikasinya

yakni hanya Allah Swt yang ada pada dirinya dan kuat menghadapi cobaan

apapun.

Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif bagi kehidupan

manusia:

a. Ia akan senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan perbuatan

dosa dan maksiat serta akan selalu taat dan bakti kepada Allah karena segala

amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat.

b. Ia akan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan hidup karena

ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya adalah

di akhirat nanti.

c. Ia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam setiap gerak dan

tindakan yang dilakukannya, yaitu kebajikan yang dapat membawanya yang

dapat membawanya kepada kebahagiaan hidup di akhirat.18

5. Iman Kepada Takdir (Qadar)

“Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini bahwa Allah Swt

telah menentukan kebaikan dan keburukan sejak azali, sebelum manusia

diciptakan. Karena itu, tidak ada suatupun yang baik dan buruk yang bermanfaat

17

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi Juzz XXIII, Ter. Dari Tafsir Al-Maragi oleh

Badrun Abu Bakar dkk, (Semarang: Toha Putra 1993) Cet-2 h.130 18

Asmuni, op. cit., h.80

Page 70: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

61

dan yang mudharat, yang diluar ketentuan Allah dan penetapan Allah (qadha’ dan

qadar-Nya), dari kehendak dan kemauan-Nya.”19

Allah Swt berfirman:

)٣٦: ٤٣/القمر )

Sesungguhnya segala sesuatu itu Kami ciptakan dengan qadar (ketentuan, takdir).

(QS. Al-Qamar/54: 49)

“Orang yang percaya pada qadha dan qadhar Allah itu senantiasa mau

bersyukur terhadap keputusan Allah dan rela menerima segala keputusan-Nya.

Yang dapat bertahan dalam menerima keputusan-keputusan Allah seperti itu

hanyalah orang-orang yang telah mempunyai sifat ridha artinya rela menerima

dengan apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan Tuhannya.”20

Orang-orang yang telah memiliki sifat ridha itu tidak akan mudah bimbang

atau kecewa atas pengorbanan yang dialaminya, tidak merasa menyesal dalam

hidup kekurangan karena mereka kuat berpegang kepada aqidah iman kepada

qadha dan qadar yang kesemuanya datang dari Allah Swt.

Dalam QS. Ash-Shaffat terdapat perbincangan Nabi Ismail pada Ayahnya

ketika ia diminta pendapat tentang pendapatnya tentang penyembelihan dirinya:

(٠١١ :٢٣⧵)الصافات

19

Sumaith, op. cit., h.119 20

Abuddin Nata, op. cit., h.27

Page 71: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

62

Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu

akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar (QS. Ash-Shaffat/37: 102)

Disini menunjukan ketidak gentaran Nabi Ismail dalam menghadapi maut.

Nabi Ismail melawan rasa takut tersebut dengan mengatakan kepada ayahnya

Insya Allah ia sabar dalam menghadapi ini semua, mengesankan ia rela bahwa

semua ketentuan ini merupakan takdir yang datangnya dari Allah.

Dapat dilihat keberhasilan seorang ayah dalam mendidik keluarganya menjadi

keluarga yang patuh dan taat. Sebagai anak, Isma‟il bukan hanya telah berbakti

kepada orang tua, tetapi juga seorang yang memiliki iman yang kuat dan tangguh

kepada Allah. Kesediaan Isma‟il untuk dikorbankan oleh ayahnya menunjukkan

betapa tingginya kualitas iman yang dimilikinya. Semua itu adalah berkat hasil

didikkan dari orang tua yang bijaksana. Hanya orang tua yang memiliki kualitas

jiwa yang tinggi pula yang dapat melahirkan anak-anak dengan kualitas yang tahan

uji. Perhatikanlah bagaimana Isma‟il menanggapi berita penyembelihan dirinya. Ia

bukan saja dapat menerima dengan tabah, tetapi juga turut menghilangkan

kebimbangan bapaknya jika memang ada. Ia yakinkan bapaknya bahwa ia akan

sabar menerima keputusan dari Allah.

Page 72: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

63

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-tauhid yang terkandung

dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110 yaitu:

1. Pandangan mufassir tentang surat Ash-Shaffat ayat 100-110 pada umumnya

berpendapat sama dalam menafsirkan ayat tersebut. Di dalam ayat tersebut

Allah Swt memberikan ujian kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan anak

kandung-Nya sendiri yakni Ismail, pada kejadian itu Nabi Ismail pun

menyetujui pendapat ayah-Nya karena perintah tersebut datangnya dari Allah

Swt. Dengan kejadian tersebut keluarga Ibrahim diangkat derajatnya oleh

Allah Swt dan dijadikan pelajaran untuk umat-umat setelahnya bahwa

kecintaan kepada Allah Swt tidak boleh melebihi kecintaan kepada makhluk.

2. Surat Ash-Shaffat ayat 100-110 ini mempunyai tema yang mengacu pada

nilai-nilai pendidikan tauhid yaitu, pendidikan keimanan dimana keimanan

sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Kitab-

kitab, kepada Rasul, kepada hari akhir serta keimanan kepada qadha dan

qadhar. Adapun maksud dari pendidikan keimanan ini merupakan cikal bakal

pendidikan tauhid yang akan ditanamkan kepada anak.

Page 73: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

64

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid

dalam kisah Nabi Ibrahim (kajian tafsir surat Ash-Shaffat ayat 100-110), penulis

akan memberikan saran dan masukan yang ditujukan kepada pendidik terutama

orang tua dalam bidang pendidikan tauhid, khususnya bagi penulis sendiri.

Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya orang tua sudah menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anak sejak

ia lahir yakni dengan mendengungkan azan ditelinga kanan serta

mendengungkan qamat disebelah kiri telinga sang anak.

2. Anak yang baik dan patuh, tunduk kepada Allah berasal dari orang tua yang

kuat imannya pula, oleh karena itu orang tua diharapkan bisa menjadi manusia

yang taat untuk mencetak anak yang taat pula.

3. Orang tua harus senantiasa menanamkan kesabaran dan keikhlasan dalam

dirinya, agar permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dimanapun ia

berada dapat diatasi dengan baik dan benar.

4. Orang tua semestinya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak

dengan memasukan ke lembaga pendidikan yang berlandaskan Islam. Dengan

pendidikan yang seperti itu diharapkan dapat menjadi bekal kehidupannya.

5. Yang paling terpenting orang tua harus mengiringi setiap langkah anak dengan

doa dan harapan yang baik.

Page 74: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

65

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalidy, Shalah, Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang

Terdahulu jilid-1, Jakarta: Gema Insani, 1999, Cet.3.

Al-Mahal’li, Jalaluddin dan Jalaluddin As-Sayuti, Tafsir Jalalaen Jilid III, Ter.

Dari Tafsir Al-Jalalain oleh Badrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 1996.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maragi Juzz XXIII, Ter. Dari Tafsir Al-

Maragi oleh Badrun Abu Bakar dkk, Semarang: Toha Putra, 1993, Cet. 2.

Al-Munawwar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem

Pendidikan Islam, Ciputat: Press, 2005.

Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi-Stud iIlmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar

Nusa, 2010, Cet. 13.

Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi jilid 15, Ter. Dari Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an

oleh Muhyidin Mas Rida dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Annur, Jurnal Studi Islam, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an An-Nur,

2004, vol. 2.

Asmuni,Yusran, IlmuTauhid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. 4.

Azzam, Abdullah, Aqidah: Landasan Pokok Membina Ummat, Terj. Al-Aqidah,

wa Atstaruhaa fii binaa il-jali, Jakarta: Gema Insani Press, 1993, Cet. 3.

Bin Sumaith, Habib Zain bin Ibrahim, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun

Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu, Bandung: Al-Bayan, 1998.

Daudy, Ahmad, Kuliah Akidah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid VIII, Yogyakarta: PT. Dana

Bhakti Wakaf, 1991.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 2002, Cet. 2.

Page 75: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

66

Djumransjah, HM dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam

“Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksistensi”, Malang: UIN Malang Press,

2007.

Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzz.XXIII, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994.

Hasan, Hamka, Metodologi Penelitian Tafsir Hadits, Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

http://drsaprizaldi.blogspot.com/2010_02_01_archive.html

http:www.dakwatuna.com/2009/pendidikan-ala-nabi-ibrahim.

Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV.

Pustaka Setia, 2001, Cet-2.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Akidah Islam, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan

Pengamalan Islam (LPPI), 1995, Cet.3.

Izzan, Ahmad dan Saehudin, Tafsir Pendidikan; Studi Ayat-ayat Berdimensi

Pendidikan, Pamulang: Pustaka Aufa Media, 2012, Cet.1.

Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet.3

h.73

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2009, Cet. 2.

Mawla, M. Ahmad Jadul dan M. Abu al-Fadl Ibrahim, Kisah-Kisah Al-Qur’an,

Jakarta: Zaman, 2009.

Muchsin, Misri A, Filsafat Sejarah dalam Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002,

Cet.1.

Munawaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (Perspektif Islam dan

Umum), Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003, Cet. 1.

Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, Cet.V.

Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996.

___________, Al-Qur’an dan Hadits, Jakarta: Rajawali Press, 1992.

Page 76: NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24707/1/Nurul Utami Bahri.pdf · NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH

67

___________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet.1,

2005.

___________, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Ciputat: UIN Jakarta

Press, 2005.

Nawawi, Rif’at Syauqi, Kepribadian Qur’an, Jakarta: Amzah, 2011.

Nizar, Samsul dan Zaenal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, Jakarta: Kalam

Mulia, 2011.

Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, Cet.

1.

Rukhiyat, Adang, dkk, Panduan Penelitian Bagi Siswa, Jakarta: Uhamka Press,

2002.

Sabiq, Sayyid, Aqidah Islamiyah, Terj. Ali Mahmudi, Jakarta: Robbani Press,

2006, Cet. 1.

Sabran, Dja’far, Risalah Tauhid, Ciputat: Mitra Fajar Indonesia, 2006, Cet-2.

Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:

Modern English Press, 2005.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1997, Cet 15.

________________, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran

volume 12, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VIII.

Syam, Mohammad Noor, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1988.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Yusuf LN, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2011.