nilai-nilai pendidikan agama islam dalam tradisi ritual

24
Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah Subakir Saerozi dan M. Mu’attib Abdurrohman Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an (STIQ) An-Nur Yogyakarta Email: [email protected] & [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Walîmah Tasmiyah dan nilai-nilai pendidikan agama Islam yang terkandung dalam tradisi Walîmah Tasmiyah di Dusun Monggang, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Sedangkan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses ritual pelaksanaan tradisi Walîmah Tasmiyah dan apa nilai- nilai yang terkandung dalam tradisi ritual Walîmah Tasmiyah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach). Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan melibatkan tiga komponen utama analisis, yaitu reduksi data, sajian data dan verifikasi atau menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pelaksanaan tradisi Walîmah Tasmiyah meliputi pembacaan kitab Al-Barzanjî, pemotongan rambut, pembacaan doa dan Mau'idzoh Hasanah (2) Nilai- nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Walîmah mencangkup pendidikan keimanan, pendidikan akhlak dan pendidikan sosial. Kata kunci: nilai-nilai pendidikan agama, walimah tasmiyah Abstract This research aims to know the process of implementation of the walîmah tasmiyah tradition and educational values of Islam which is containe in the walîmah tasmiyah tradition in the vilage of Monggang, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. While the problems in this research are how the process of implementation of the ritual tradition of walîmah tasmiyah and what values are contained in the tradition of ritual walîmah tasmiyah. This research is field research.

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

Subakir Saerozi dan M. Mu’attib Abdurrohman

Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an (STIQ) An-Nur Yogyakarta Email: [email protected] & [email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Walîmah Tasmiyah

dan nilai-nilai pendidikan agama Islam yang terkandung dalam tradisi Walîmah Tasmiyah di Dusun Monggang, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Sedangkan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses ritual pelaksanaan tradisi Walîmah Tasmiyah dan apa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ritual Walîmah Tasmiyah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach). Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan melibatkan tiga komponen utama analisis, yaitu reduksi data, sajian data dan verifikasi atau menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pelaksanaan tradisi Walîmah Tasmiyah meliputi pembacaan kitab Al-Barzanjî, pemotongan rambut, pembacaan doa dan Mau'idzoh Hasanah (2) Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Walîmah mencangkup pendidikan keimanan, pendidikan akhlak dan pendidikan sosial.

Kata kunci: nilai-nilai pendidikan agama, walimah tasmiyah

AbstractThis research aims to know the process of implementation of the walîmah tasmiyah

tradition and educational values of Islam which is containe in the walîmah tasmiyah tradition in the vilage of Monggang, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. While the problems in this research are how the process of implementation of the ritual tradition of walîmah tasmiyah and what values are contained in the tradition of ritual walîmah tasmiyah. This research is field research.

Page 2: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

238 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

Data collection was carried out with methods of documentation, interviews and observations. Data analysis was done by involving three main components analysis, namely data reduction, verification data and cereal or draw conclusions. The results showed: (1) implementation of the tradition include readings walîmah tasmiyah kitab Al-Barzanjî, hair cuts, the reading of prayers and mauidzoh hasanah (2) Islamic educational values contained in the walîmah tasmiyah tradition including the implementation of the education to the faith, morals and education for social education.

Keywords: educational values of religion, walimah tasmiyah

A. Pendahuluan Ketika Islam datang di Indonesia, Indonesia telah memiliki berbagai

macam adat istiadat yang sangat beraneka ragam. Hal ini menjadi kazanah kekayaan tersendiri yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dibanding dengan bangsa lainnya. Berbagai agama dan kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu dan Budha pun sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia. Masyarakat Jawa khususnya dipercaya memiliki kebudayan yang khas, dan terkenal dengan masyarakat yang menjunjung tinggi sifat-sifat leluhur dan tradisinya. Kedatangan Islam dengan membawa ajarannya tidak lalu meniadakan tradisi yang telah ada. Sebaliknya, tradisi-tradisi yang telah ada dan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam lalu diakomodir dan dipadukan ke dalam ajaran Islam. Sehingga ajaran Islam dapat diterima ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Proses inilah yang sering disebut akulturasi.1

Tradisi masyarakat Jawa yang mencakup kelahiran, pernikahan, dan kematian hingga kini masih populer dan telah menjadi adat (‘urf) bagi masyarakat tertentu. Karena tradisi-tradisi tersebut merupakan bagian momentum kehidupan yang tak terpisahkan, baik bagi yang mengalaminya, maupun bagi orang sekeliling. Islam sendiri sangat memperhatikan proses-proses penting yang berhubungan dengan siklus kehidupan tersebut sebagai tingkatan fase kehidupan berislam secara kaffah.

Menurut kalangan Islam Jawa, siklus kehidupan berkenaan dengan kelahiran seperti mapati, mitoni, brokohan, sepasaran, puputan yang awalnya murni tradisi Jawa dan sarat dengan kegiatan miras, main judi dan sejenisnya,

1Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta : Narasi, 2010), hlm. 14.

Page 3: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

239Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

kemudian dipadukan dengan nilai-nilai ajaran Islam agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga disusunlah bacaan dan cara-cara tertentu untuk memperingati siklus yang dianggap penting ini diisi dengan bacaan yang tidak lain dari Al-Qur’an, yang sudah pasti mendapatkan pahala bagi yang membacanya.

Adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilaksanakan secara islami melalui proses akulturasi antara Islam dan Jawa tersebut oleh umat Islam di Jawa kemudian melahirkan tradisi “baru” ditengah-tengah masyarakat yang diantaranya ialah walîmah tasmiyah (Upacara pemberian nama pada anak yang baru lahir). walîmah tasmiyah sebagai hasil formula akulturasi antara tradisi budaya Islam Jawa dalam pelaksanaannya mendapat “kritik” dari beberapa kalangan. Bahkan lebih dari itu, tradisi ini disebut-sebut sebagai tradisi “sesat” karena tidak sesuai tuntunan Al-Qur’ân dan Hadîts.2

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pembahasan mengenai walîmah tasmiyah ini dianggap perlu dan menjadi penting untuk dikaji baik dari segi dalil, makna, maupun dari segi ajarannya untuk menghindari kesalahfahaman dan perpecahan antar umat Islam. Pembahasan akan difokuskan pada tradisi walîmah tasmiyah di Dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul dan dikaitkan dengan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam yang terkandung dalam tradisi tersebut.

B. Tradisi Walîmah Tasmiyah

1. Tradisi (’urf)Tradisi berasal dari bahasa Latin ‘traditio’, berarti ‘meneruskan’. Istilah

tradisi diartikan sebagai kepercayaan atau kebiasaan yang diajarakan secara oral dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara mendasar, tradisi dapat dilihat sebagai informasi atau susunan informasi yang dibawa dari masa lalu ke masa sekarang dalam konteks sosial tertentu.3 Tradisi merupakan aspek

2“Memberikan Nama Kepada Bayi dengan Ritual Bid’ah”, http://abufarabial-banjari.blogspot.com/2010/06/memberikan-nama-kepada-bayi-dengan.html. (Diakses pada 15 Juni 2012 pukul 10.00).

3Matsumoto, Culture and Psychology: People Around the World (Balmont: Woodsworth/Thomson Learning, 2000), hlm. 20.

Page 4: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

240 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

subjektif dari budaya. Tradisi tampak dalam kebiasaan dalam bertingkah laku dan sikap masyarakat. Tingkah laku dan sikap yang tampak sebagai tradisi adalah tingkah laku dan sikap yang bersifat turun temurun. Dengan demikian, tradisi merupakan salah satu aspek pembentuk budaya.4

Dalam bahasa Arab, tradisi diterjemahkan dengan kata ‘urf, ia berasal dari ‘arafa, ya’rifu yang berarti sesuatu yang dikenal atau sesuatu yang baik. Tradisi juga diterjemahkan dengan ‘âdah dari akar kata ‘âda, ya’ûdu, berarti perulangan. Menurut terminologi, ‘urf adalah apa-apa yang dibiasakan dan diikuti oleh orang banyak, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan, berulang-ulang dilakukan sehingga berbekas dalam jiwa mereka dan diterima baik oleh akal mereka.5

Pada waktu Islam masuk ke dunia Arab, disana telah berlaku norma yang mengatur kehidupan bermuamalah yang telah berlangsung lama. Lalu Islam datang dengan seperangkat norma syara’ dan memilah tradisi-tradisi yang ada. Sebagian dari adat lama itu ada yang selaras dan ada yang bertentangan dengan hukum syara’. Berdasarkan hasil seleksi itu, adat dapat dibagi menjadi 4 kelompok. Pertama, tradisi yang secara substansial dan dalam pelaksanaanya mengandung unsur kemaslahatan. Maksudnya dalam perbuatan itu terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur madharatnya, atau unsur manfaatnya lebih besar dari unsur madharatnya. Tradisi dalam bentuk ini diterima sepenuhnya dalam hukum Islam.

Kedua, tradisi lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur maslahah, namun dalam pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk ini dapat diterima dalam Islam namun dalam pelaksanaan selanjutnya mengalami perubahan dan penyesuaian.

Ketiga, tradisi lama yang pada prinsip dan pelaksanaannya mengandung mafsadah (kerusakan). Maksudnya, yang dikandungnya hanya unsur perusak dan tidak memiliki unsur manfaatnya, atau ada unsur manfaatnya tetapi unsur perusaknya lebih besar. Umpamanya tradisi berjudi dan minum minuman keras. Tradisi ini ditolak oleh Islam secara mutlak.

4Liang Gie, Suatu Konsepsi ke Arah Penertiban Bidang Filsafat (Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1997), hlm. 127.

5Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 2005), vol. 2, hlm. 363.

Page 5: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

241Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

Keempat, tradisi yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang banyak karena tidak mengandung unsur mafsadah dan tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang datang kemudian, namun secara jelas belum terserap ke dalam syara’, baik secara langsung atau tidak.6

Ulama sepakat menerima tradisi dalam bentuk pertama dan kedua sebagaimana mereka sepakat menolak tradisi bentuk ketiga. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang tradisi jenis keempat. Namun, secara umum tradisi itu diamalkan oleh semua ulama fiqh terutama di kalangan ulama mazhab Hanafiyah dan Malikiyah. Ulama Hanafiyah menggunakan istihsan7 dalam berijtihad, dan salah satu bentuk istihsan itu adalah istihsan al ‘urf (istihsân yang disandarkan pada ‘urf). Sedangkan Ulama’ Malikiyyah menjadikan tradisi ahli Madinah sebagai dasar dalam menetapkan hukum, bahkan mendahulukanya dari Hadîts ahad.8 Sementara Ulama’ Syafi’iyah banyak menggunakan tradisi dalam hal-hal tidak menemukan ketentuan batasannya dalam syara’ maupun dalam penggunaan bahasa.

Para Ulama’ tersebut dalam memahami dan mengistinbatkan hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima ‘urf tersebut, yaitu: 9

a. Tradisi itu bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat. Jika tidak, maka tradisi itu tidak dianggap, seperti tradisi membakar istri hidup-hidup bersama pembakaran jenazah suaminya.

b. Tradisi itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam lingkungan tradisi itu, atau di kalangan sebagian besar warganya.

c. Tradisi yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah berlaku pada saat itu, bukan tradisi yang muncul kemudian. Hal ini berarti ‘urf itu harus telah ada sebelum penetapan hukum.

6Ibid., hlm. 369 - 370.7Menurut Ibnu Subkhi, Istihsan adalah beralih dari penggunaan suatu qiyas (analogi)

kepada qiyas lain yang lebih kuat dari pada qiyas pertama, dan beralih dari penggunaan sebuah dalil kepada adat kebiasaan karena suatu kemaslahatan.

8Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang jumlahnya tidak mencapai jumlah perawi hadis Mutawatir dan Masyhur, seperti diriwayatkan oleh satu atau dua orang ke atas. Wahbah Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islamî (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), Vol. 1, hlm. 454.

9Zuhaili, Ushûl al-Fiqh..., hlm. 249.

Page 6: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

242 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

d. Tradisi itu tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang ada atau tidak bertentangan dengan prinsip yang pasti (ashl qath’i). Apabila tradisi itu bertentangan dengan dalil syara’ atau prinsip yang pasti (ashl qath’i) maka ia dianggap ilegal, seperti tradisi meminum khamr pada sebuah pesta.

2. Walîmah TasmiyahWalîmah tasmiyah merupakan jamuan tasyakuran pada peresmian nama

bayi yang baru lahir. Tradisi semacam ini pada zaman sekarang sudah mulai menemukan bentuk yang baru, yakni bagi yang mampu biasanya dilaksanakan bertepatan dengan upacara aqiqahnya yaitu pada hari ketujuh dari hari kelahiran bayi bersamaan dengan mencukur rambut.10

Pada acara walîmah tasmiyah, Aqiqah dan pemotongan rambut tersebut, selain diberikan jamuan yang berupa daging kambing hasil sembelihan, juga dibacakan kitab Maulid Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu walîmah tasmiyah menurut sebagian masyarakat ada yang menyamakan dengan walîmah aqîqah karena pelaksanaan dan prosesi ritualnya sama. Prosesi acara walîmah tasmiyah dilakukan sesuai dengan tradisi masing-masing daerah dan pihak penyelenggara. Sehingga wajar apabila istilah dan prosesi walîmah tasmiyah anatara daerah satu dengan yang lainnya berbeda, antara keluarga satu dengan keluarga lainnya berbeda.

Sedangkan mengenai pemberian nama anak, Rasulullah SAW menyeru umatnya agar dalam hal memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama yang baik. Artinya hendaklah nama itu mengandung arti atau makna yang baik. Karena menurut pandangan Islam selain nama mengandung unsur doa dan harapan, nama berfungsi membentuk kepribadian tertentu bagi si empunya nama serta sebagai panggilan baik di dunia maupun di akhirat.11 Rasulullah SAW bersabda:12

10M. Afnan Chafidz dan A. Ma’ruf Asrori, Tradisi Islam: Panduan Prosesi Kelahiran-Perkawinan-Kematian (Surabaya : Khalista, 2006), hlm. 41.

11Ibid., hlm. 28.12Qoyyim al-Jauziyah, Tuhfatul Mawdûd bi Ahkamil Mawlûd (Beirut: Dar Aqidah, 2006),

hlm. 96.

Page 7: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

243Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

مءكمر )الحديث( ا أسر نور مءكمر فحسي م الرقيامة بأسر ن يور عور إنكمر تدر

Artinya: “Sesungguhkan kalian akan dipanggil kelak di hari kiamat, dengan nama kalian, dan nama bapak kalian. Maka baguskanlah/perbaikilah nama kalian.”

3. Dasar Hukum dan Tujuan walîmah tasmiyah Pemberian nama kepada bayi yang baru lahir termasuk sunnah-sunnah

yang mesti dilakukan orang tua untuk menyambut bayi yang baru lahir. Sunah ketika bayi lahir lainnya adalah seperti mengumandangkan adzan ditelinga kanan, melantunkan iqamat ditelinga kiri, mentahnik, aqiqah, memberi nama, dan mencukur rambut.

Pada masa kini, banyak keluarga muslim melakukan pemberian nama anak dengan mengadakan acara (walîmah tasmiyah ) bertepatan dengan aqiqahnya. Acara ini biasanya disebut juga dengan walîmah aqîqah atau kekahan (dalam bahasa jawa).

Dalam pandangan fiqih tradisi budaya acara walîmah tasmiyah tersebut tidaklah bertentangan dengan syari’at Islam, sebab walîmah tasmiyah termasuk acara tasyakuran yang termasuk salah satu jenis walimah yang dianjurkan oleh ajaran Islam sebagaimana hadîts Nabi :

لمر ولور بشاة . )رواه الشيخان( أور

Artinya: “Adakanlah walimah (dalam pernikahan)” sekalipun hanya dengan seekor kambing”. (HR. Bukhori Muslim)

تحب ر أنها مسر هور هب الذير قطع به الرجمر س فالرمذر وليرمة الرعرر ا سائر الرولئم غير وأمس د وليرمة ارلعرر د تأك ول تتأك

Artinya: “Adapun walimah-walimah yang lain selain walimah pernikahan menurut madzhab yang ditetapkan mayoritas ulama adalah sunnah dan kesunatannya menjadi kuat pada walimah pernikahan”

Page 8: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

244 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

Ulama’ berpendapat bahwa ritual tersebut dapat dibenarkan, karena termasuk kategori walimah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dalam kitab Kifayatul Akhyar:13

ر حادث كنكاح أور ور وة تتخذ لس حاب: الروليرمة تقع على كلي دعر افعى وارلأصر وقال الشه فيقال لاق ف النيكاح، وتفيرد فر غير ملها عنرد ارلطر تعر هر اسر هم. وارلأشر ختان اور غيرم س، ولقدور لق خرر أة من الط وة الرولدة عقيرقة، ولسلامة الرمرر ذار، ولدعر وة الرختان اعر لدعرة، ولم يتخذ للرمصيربة وضيرمة، ولم يتخذ بلا داث ارلبناء وكير الرمسافر نقيرعة، ولإحر

سبب مأردبة )كفاية الأخيار ج 2 ص 58 (

Artinya: “Imam Syafii dan para pendukungnya berkata: istilah walimah bisa diaplikasikan pada segala momen yg berupa undangan, seperti untuk mengungkapkan kegembiraan misalnya nikâh, khitân dsb. Adapun pendapat yang populer adalah penggunaan istilah walimah hanya untuk pernikahan. Adapun penggunaan untuk selain nikah adalah i’dzar untuk khitân, aqîqah untuk kelahiran bayi, kharsun untuk wanita yang telah selamat dari melahirkan, untuk datangya musafir disebut na’iqah, mendirikan bangunan disebut wakiroh, untu k musibah disebut wadhimah, adapun bila tanpa sebab dinamakan ma’dzabah.”

Sedangkan dalil dari Al-Qur’ân yang mendukung adanya tradisi tersebut diantaranya adalah Surat Al-Qur'an yang artinya:

“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami termasuk orang-orang yang bersyukur”.

13Abu Bakar, Kifâyatul Akhyâr fy Ghâyatil Ikhtishâr, jil. 2, Software Maktabah Syamilah, versi 3.44, hlm. 58.

Page 9: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

245Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

4. Prosesi Tahapan RitualDalam pelaksanaan walîmah tasmiyah sering kali berbeda-beda antara

daerah atau keluarga satu dengan yang lainnya. Secara garis besar pelaksanaan walîmah tasmiyah mencangkup beberapa prosesi diantaranya:

a. Peresmikan Nama Anak

Prosesi peresmian ini dilakukan sebelum menyembelih binatang aqiqah. Pemimpin tasyakuran mengucapkan kalimat penetapan nama bayi seraya memegangi kepala bayi (ubun-ubun). Hal ini dilakukan dengan disaksikan peserta tasyakuran dan mengajak mereka berdoa bersama.14 Adapun doa dan bacaan yang dibaca (pada telinga kanan) adalah QS. Ali Imran: 36

كر كالأنرثى لم با وضعتر وليرس الذ تها أنرثى والله أعر فلم وضعترها قالتر ربي إني وضعرجيم )٦٣( يرطان الر يتها من الش يم وإني أعيذها بك وذري يرتها مرر وإني سم

Artinya: “Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: «Ya Tuhanku, Sesunguhnya Aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."

Selain doa atau bacaan tersebut dalam riwayat yang lain dibacakan :

/بنرت..... ك الله ب..... بنر يرــــتك باسم سم

Artinya:”Kunamai engkau sebagaimana Allah menamaimu dengan nama........(sebutkan nama yang telah dipersiapkan) bin/binti.........(sebutkan nama orang tua)”.

14Ibid., hlm. 42.

Page 10: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

246 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

b. Pembacaan Doa Khusus Bagi Kebaikan Bayi

Usai penetapan nama bayi, prosesi tersebut diakhiri dengan pembacaan doa khusus untuk kebaikan si jabang bayi. Tentunya dengan dibaca oleh pemimpin walimah dengan diamini oleh segenap peserta walimah15. Adapun doa yang dibaca, sebagaimana berikut:16

علره نى، واجر ه سعادة الرحسر عدر يه حياة طييبـة، واسر أة صالحة، وأحر اللهـم انرشأره نشر رة ـه ش نظر ، وكف الرعالمينر الرعارفينر الحينر علره من الص عاق لهم، واجر ا لوالديه غير بارهك الركريرـم، ه إل لوجر هر معيرـن، ول توجي ه عنر خلرقك أجر الرعيرـن والرحاسديرـن، وأعذر

معيرـن يا رب الرعـالمينر فرر لوالديرـه أجر واغر

Artinya: “Ya Allah, tumbuhkanlah ia menjadi anak yang saleh. Hidupkanlah ia pada kehidupan yang baik. Jadikanlah ia sebagai anak yang berbakti kepada kudua orang tuanya serta pantang menyakiti keduanya. Ya Allah, jadikanlah ia dalam golongan orang-orang saleh, arif bijaksana dan gemar beramal. Jauhkanlah ia dari kejahatan semua makhluk. Dan jangan hadapkan ia kecuali menghadap kepada-Mu yang mulia, dan ampunilah dosa kedua orang tuanya, wahai pemelihara sekian alam”

c. Pembacaan Maulid Nabi

Pembacaan Maulid dilaksanakan dalam suasana yang dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-hari dan momentum yang tertentu. Misalnya tiap malam jum’at, malam peringatan Maulid Nabi, atau tanggal 1-12 bulan Rabi’ul Awwal. Selain itu Maulid juga dibacakan saat kelahiran bayi, serta segala upacara yang berhubungan dengan siklus kehidupan manusia.17

Kitab-kitab Maulid yang berisi sejarah ringkas kehidupan Baginda Nabi SAW mulai dari kelahiran, perjuangan, hingga wafatnya, dibacakan sebagai bentuk rasa kecintaan kepada Nabi dan wujud ekspresi kegembiraan atas kelahiran Nabi. Terlebih pembacaan Maulid Nabi pada daerah-daerah tertentu ditambah dengan qasidah-qasidah yang dilantunkan disertai dengan lagu yang

15., hlm. 42–43.16Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi..., hlm. 138.17Ibid., hlm. 457.

Page 11: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

247Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

syahdu, iringan musik dan tarian sehingga menambah kekhusyukan bagi para pembacanya.

Kitab-kitab yang sering dibaca tersebut diantaranya kitab Maulid Ad-dibâi, kitab Maulid Adh-Dhiyaullami, kitab Maulid Simtuddurôr, maupun kitab Mawlid al-barzanjî.

d. Menyukur Rambut Bayi

Termasuk sunnah dalam syariat Islam adalah mencukur rambut bayi setelah diberi nama. Secara Islam, mencukur rambut disertai dengan memberi nama dan menyembelih aqiqah sunnah dilaksanakan pada hari ke- 7 setelah kelahiran. Setelah dicukur, kemudian dianjurkan untuk ditimbang dan dikeluarkan sedekah senilai harga perak (atau emas) seberat timbangan rambut tersebut.18 Prosesi inilah yang kemudian oleh masyarakat Jawa dilaksanakan secara bersamaan baik antara walîmah tasmiyah maupun walîmah aqîqah.

Diriwayatkan dalam sebuah Hadîts, yang mana pada waktu itu Nabi menganjurkan kepada putrinya, Fatimah, untuk mencukur rambut putranya (Hasan) ketika lahir.

ض هم اور بعر فوزنه درر ة على الرمساكينر نه فض قي بوزر لقى رأرسه وتصد يا فاطمة إخر هم درر

Artinya: ”Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang-orang miskin seberat timbangan (rambut)nya. Mereka berdua lalu menimbang (rambutnya, yang waktu itu timbangannya seberat satu dirham atau sebagian dirham.”19

C. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam dalam Tradisi Walîmah Tasmiyah

1. Prosesi Walîmah Tasmiyah di Dusun MonggangWalîmah tasmiyah secara garis besar selain terdapat unsur prosesi

peresmian nama, pemotongan hewan Aqiqah berupa kambing, dan pemotongan rambut, walîmah tasmiyah juga ditambahkan dengan pembacaan

18Ibid., hlm. 113.19Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi..., hlm. 114.

Page 12: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

248 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

Barzanjî. Serangkaian prosesi tersebut saling berkaitan antara satu dengan lainnya, sehingga menjadi satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan. Untuk mengetahui lebih jelas pelaksanaan walîmah tasmiyah di Dusun Monggang, maka akan dijelaskan sebagaimana uraian berikut:

a. Tujuan Pelaksanaan Walîmah Tasmiyah

Tujuan utama dilaksanakan ritual walîmah tasmiyah yang dilaksanakan oleh masyarakat Monggang ini adalah untuk melestarikan budaya Islam yang terkait dengan perintah Nabi Muhammad SAW yakni memberi nama kepada anak. Adapun tujuan atau harapan dari walîmah tasmiyah ini adalah agar anak pada masa dewasa menjadi orang yang berbudi pekerti baik seperti akhlak Rasulullah SAW..20

b. Waktu Pelaksanaan Walîmah Tasmiyah

Walîmah tasmiyah pada umumnya dilaksanakan pada hari ke tujuh kelahiran atau ketika bayi baru berumur tujuh hari. walîmah tasmiyah yang dilaksanakan di Dusun Monggang ini juga dilaksanakan pada waktu hari ke-14, 21, 28, (kelipatannya). Dalam hal ini, tidak ada ketentuan mengenai hari dan pasarannya. Misalnya, walîmah tasmiyah harus dilaksanakan pada malam jum’at kliwon, dan sebagainya. Berdasarkan keterangan dari Ustadz Ulin Nuha.21

c. Tempat Pelaksanaan Walîmah Tasmiyah

Walîmah tasmiyah biasa dilaksanakan di rumah masing-masing orang yang berkepentingan (shâhibul hâjah), baik di rumah orang tua si bayi atau di rumah kakek si bayi.

d. Pihak yang Terlibat

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam walîmah tasmiyah ini adalah orang tua (ayah-ibu) si bayi sekaligus sebagai shâhibul hâjah. Kemudian masyarakat sekitar yang telah diundang oleh shahibul hâjah yang terdiri dari tetangga dekat

20Wawancara dengan Bapak Karjiyo, Tokoh Masyarakat Dusun Monggang pada tanggal 18 Juli 2012.

21Wawancara dengan Bapak Ulin Nuha, Tokoh Agama Dusun Monggang tanggal 9 Agustus 2012.

Page 13: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

249Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

(kerabat), saudara (sanak), teman dan keluarga baik dekat maupun jauh dan ditambah dengan tokoh-tokoh masyarakat termasuk aparat desa yang diwakili oleh ketua RT dan kepala Dusun.

Tidak lupa shâhibul hâjah juga mengundang Ustadz atau Kyai dan beberapa santri yang bertugas untuk membaca syair-syair Barzanjî dan dipimpin oleh Ustadz atau Kyai.

e. Persiapan Prosesi

Beberapa hari menjelang pelaksanaan walîmah tasmiyah, di rumah shâhibul hâjah telah tersedia hewan yang berupa Kambing yang siap untuk disembelih sebagai aqiqah dan sekaligus perlengkapan hidangan dalam acara walîmah tasmiyah. Hingga pada hari yang telah ditentukan, Kambing kemudian disembelih oleh tukang jagal yang sebelumnya telah dihubungi oleh shâhibul hâjah. Sejak saat itulah para saudara dan tetangga dekat terutama kaum ibu-ibu berdatangan untuk mengolah dan memasak daging Kambing yang telah disembelih tadi. Tidak hanya itu saja, mereka juga bertugas untuk memasak makanan lain yang dihidangkan untuk para tamu pada puncak acara. Tidak terkecuali dengan para remaja, mereka juga mempunyai tugas masing-masing.

f. Jalannya Prosesi

Langkah-langkah pelaksanaan prosesi walîmah tasmiyah di Dusun Monggang adalah sebagai berikut :

1) Pembukaan. Pukul 19.30 WIB semua undangan telah hadir di tempat pelaksanaan acara. Pemimpin acara (pembawa acara) kemudian membuka acara yang dilanjutkan dengan menerangkan maksud dilaksanakannya acara, dan disertai dengan informasi seputar bayi yang telah dilahirkan, yakni, nama, jenis kelamin, waktu dan tempat lahir dan sebagainya.

2) Pembacaan Qasidah dan syair barzanjî dilakukan oleh semua undangan dengan diiringi oleh alunan musik rebana.

3) Salah satu rombongan kemudian membaca natsar22 yang pertama. Hadirin dan tamu undangan menyimak sekaligus membaca lafadz Allah saat jeda pembacaan natsar. Pembacaan ini secara berurutan sebagaimana

22Natsar: Prosa, Kalimat tidak bersajak.

Page 14: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

250 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

termaktub dalam kitab Al-Barzanji dari mulai awal hingga akhir (sampai pada bacaan mahal al-qiyam).

4) Mahal al-Qiyâm. Setelah lafal yang berbunyi سناه pada bacaan يتلأرلأ natsar yang ke 4, seluruh hadirin dan para tamu undangan berdiri seraya membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW sebanyak dua kali dengan lafal :

در صل الله عليره وسلمر صل الله عل محم

Para tamu undangan terutama yang berada satu tempat dengan bayi kemudian berdiri semua. Hal ini karena prosesi tersebut dianggap penting yakni merupakan inti dari pelaksanaan walîmah tasmiyah .

Apabila tidak diindahkan maka biasanya mereka akan mendapat teguran dari orang yang berada disebelahnya. Adapun tamu yang tidak berada satu tempat dengan si bayi maka mereka tidak diharuskan berdiri tapi mendengarkan dengan khidmat.

Pada waktu mahal al-qiyam ini, semua hadirin membaca qashidah sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Al-Barzanji. Bersamaan dengan dibacanya Qosidah mahal al-qiyam, maka keluarlah dua orang laki-laki dimana satu orang menggendong bayi (bapak si bayi) dan satu orang lagi membawa nampan yang berisi mangkuk yang telah diisi air dan kembang. Orang yang menggendong bayi berada di depan sedangkan yang membawa nampan berada di belakangnya.

5) Pemotongan Rambut. Bayi dan peralatan memotong rambut seperti gunting, mangkuk yang telah diisi air dan kembang tersebut kemudian diarak berputar mengelilingi para tamu. Biasanya yang mendapatkan kehormatan untuk menggunting rambung si bayi adalah orang yang dituakan. Ketika menggunting rambut hendaknya diiringi do’a untuk kebaikan bayi. Hal ini dilakukan secara berulang hingga ada 3 orang tamu yang mendapat giliran memotong rambut si bayi.

6) Pembacaan doa dari hadirin dan tamu undangan. Setelah prosesi pemotongan rambut selesai, orang yang bertugas membawa nampan kembali masuk ke dalam rumah. Sedangkan orang yang membopong bayi kemudian berputar lagi dan berhenti pada beberapa tamu undangan

Page 15: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

251Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

guna memintakan doa untuk kebaikan si bayi. Tamu undangan yang shaleh dan dituakan dihampiri kemudian dimintai doa untuk si bayi dan meniupkannya secara lirih ke arah si bayi. Prosesi ini dilakukan secara berulang-ulang dengan bergiliran hingga dirasa cukup. Setelah prosesi ini selesai, maka orang yang membopong bayi kembali masuk ke dalam rumah pula.

Acara pemotongan rambut dan pembacaan doa ini berakhir bersamaan dengan berakhirnya pembacaan qosidah mahalul qiyâm. Kemudian jama’ah dan tamu undangan duduk kembali seraya membaca bersama-sama lafal :

در صل الله عليره وسلم صل الله عل محم

7) Setelah semua hadirin duduk, maka dilanjutkan dengan lanjutan bacaan natsar sebagaimana yang tertera dalam Kitab Al-Barzanji. Hal ini sampai pada natsar natsar yang terakhir.

8) Pembacaan Tahlil dan Doa

Setelah rangkaian pembacaan Barzanjî selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan pembacaan tahlîl, sekalian membaca do’a arwah yang ditujukan kepada arwah para keluarga, kerabat, guru-guru, para Auliya’ Allah, leluhur dusun Monggang dan seluruh kaum muslim dan muslimat baik yamg masih hidup maupun yang sudah meninggal. Hal ini dilakukan karena ada keterikatan yang sangat erat antara yang punya hajat tasyakuran ini dengan orang yang di do’akan, terutama kepada leluhurnya.23

Setelah rangkaian pembacaan tahlil selesai dilakukan, diakhiri dengan doa barzanjî oleh pemimpin doa yakni seorang Kyai atau Ustadz. Doa ini juga merupakan rangkain pembacaan barzanji. Oleh karena ini do’a ini juga termaktub dalam Kitab Al-Barzanji.

Setelah pembacaan doa barzanjî selesai, maka pemimpin doa melanjutkan membaca doa untuk keselamatan si bayi beserta keluarganya

23Wawancara dengan Bapak Muhyidin, Tokoh Agama Dusun Monggang pada tanggal 21 Juli 2012.

Page 16: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

252 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

dan tamu undangan yang hadir. Adapun inti dari bacaan doa tersebut adalah sebagai berikut :

يرن وعافية ف الرجسد و زيادة فر الرعلرمر وبركة فر ئلك سلامة فر الدي اللهم انا نسرنر ت. اللهم هوي د الرمور فرة بعر ت ومغر مة عنرد الرمور ت ورحر بة قبرل الرمور ق و تور زر الري نريا و عنرد الرحساب. ربنا اتنا فر الد ت والنجاة من النار والرعفر عليرنا فر سكرات الرمور

خرة حسنة وقنا عذاب النار حسنة و فر الر

Selain bacaan doa diatas, terkadang juga dibacakan doa yang lain dan cukup bervariasi menurut kehendak pembaca doa.24

9) Jamuan makan, acara selanjutnya adalah penyajian hidangan oleh petugas laden. Dilanjutkan dengan makan bersama dengan lauk daging kambing aqiqah. Makanan ini dihidangkan oleh para petugas tersendiri atau pemuda setempat yang disebut laden.

10) Mau’idzoh hasanah. Setelah jamuan makan selesai, Acara dilanjutkan dengan mau’idzoh hasanah oleh seorang Ustadz, Kyai yang telah dihubungi sebelumnya oleh shâhibul hâjah. Isi dari mau’idzoh hasanah tersebut antara lain meresmikan nama si bayi sekaligus menerangkan arti nama si bayi dan harapan kedua orang tuanya dengan nama tersebut. Selain itu juga disampaikan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua orang tua kepada anaknya menurut tuntunan agama Islam, termasuk pentingnya memberikan nama yang baik kepada bayi.

11) Penutupan, acara walîmah tasmiyah ini kemudian ditutup oleh pembawa acara. Para tamu pun dipersilahkan kembali ke rumah masing-masing dengan membawa berkat25 yang telah disediakan. Dengan demikian selesailah rangkaian ritual walîmah tasmiyah yang dilaksanakan pada malam itu.

24Wawancara dengan Bapak Ulin Nuha, Tokoh Agama Dusun Monggang tanggal 9 Agustus 2012.

25Berkat : Makanan, dsb. yang dibawa pulang sehabis kenduri.

Page 17: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

253Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

D. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Walîmah Tasmiyah Setidaknya terdapat tiga aspek pendidikan Islam dalam ritual walîmah

tasmiyah tersebut yakni, pertama, pendidikan keimanan, kedua, pendidikan akhlak, ketiga, pendidikan sosial. Adapun penjelasan dari ketiga aspek tersebut sebagai berikut:

1. Pendidikan KeimananIman berasal dari kata amana yang artinya percaya. Sedangkan menurut

istilah, Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.

Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, keimanan pada dasarnya mencangkup aspek-aspek ketauhidan, yakni aspek yang terdiri atas pertama, mengetahui dan memahami konsep ketuhanan dan mengakui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, menetapkan konsep ketuhanan hanya kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung. Ketiga, meniadakan konsep ketuhanan dari selain Allah SWT.26

Keimanan merupakan landasan pendidikan yang utama bagi setiap orang. Dengan bekal keimanan, seorang mukmin akan memiliki perilaku yang istimewa, baik dari segi lahir maupun batin. Karena hidupnya selalu terkoridor dan terbentuk atas dasar syariah.

Pendidikan keimanan adalah suatu pendidikan yang berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan keimanan yang meliputi sikap, motivasi dan perilaku. Menurut Abdullah Nasih Ulwan, yang termasuk di dalam pendidikan keimanan ini adalah dasar-dasar iman yang tertuang dalam rukun iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariat yakni meliputi : hukum, akidah, ibadah dan sebagainya.27

Pendidikan keimanan yang diberikan pada usia anak-anak sesuai fitrah yang ada pada anak itu sendiri. Karena pada dasarnya anak sejak lahir

26Abdurrohman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, terj. Shihabudin (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), hlm. 87.

27Abdurrahman Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam: Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, terj. Kholilulloh Ahmad Masykur Hakim (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1996), hlm. 143.

Page 18: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

254 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

telah membawa konsep keimanan dan ketauhidan. Hanya orang tua dan lingkunganlah yang menyebabkan anak tersebut menjadi ingkar dan tidak mempercayai keberadaan penciptanya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

كانه. انه ويشي دانه وينصي رة فأبواه يهوي لود إل يولد على الرفطر ما منر مور

Artinya : ”Setiap anak yang dilahirkan, dilahirkan dengan fitrah (tabiat atau potensi suci dan baik), hanya ibu dan bapak (alam sekitar)nyalah yang menyebabkan ia menjadi yahudi, nasrani atau majusi“.28

Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan mendidik anaknya agar sesuai dengan fitrahnya. Pengertian menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi dalam hadits di atas adalah bermakna menyesatkan.29 Maka sudah sepantasnya bila kedua orang tua mengantisipasi lebih dini agar anaknya tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang menyesatkan.

Dengan demikian jelas bahwa tanggung jawab pendidikan keimanan para pendidik terutama orang tua, merupakan tanggung jawab yang sangat penting karena posisinya merupakan sumber keutamaan dan sumber pembangkit atau motivator. Bahkan orang tua merupakan pusat utama bagi anak sebagai dasar untuk menanamkan iman dan Islam. Tanpa pendidikan ini anak tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai khalifah fil ardh.30

Prinsip pendidikan Islam khususnya pendidikan keimanan yang diberikan pada bayi dalam walîmah tasmiyah ini merupakan tahap-tahap pengenalan. Hal ini mengingat kemampuan anak yang berkembang pada masa ini lebih dominan pada kemampuan inderawi.

Pada indera pengecap, bayi dapat membedakan rangsang pengecap yang menyenangkan atau tidak. Ini diperlihatkannya dengan menangis dan menggeliat bila rangsangan tidak menyenangkan, seperti rasa asam, asin, dan pahit. Sedang bayi akan meregangkan tubuh dan menghisap jika diberikan

28Hadis Riwayat Muslim, Sahih Muslim, Bab Ma’na Kullu Mawlûdin Yûladu ‘Ala Al-Fitrah, No. 6929 juz 8, Software Maktabah Syamilah, versi 3.44, hlm. 53.

29Muis Said Iman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresifisme John Dewey (Yogyakarta : Safira Insani Press, 2004), hlm. 27.

30Abdurrahman Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam..., hlm. 165-166.

Page 19: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

255Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

rangsangan yang menyenangkan seperti rasa manis. Kepekaan kulit bayi diantaranya adalah pada dingin, panas, tekanan dan sentuhan terutama di daerah bibir.

Pada indera pendengar, bayi kebanyakan baru dapat memisahkan lokasi suara dalam 3-4 hari setelah kelahirannya. Mereka lebih menanggapi suara-suara yang berasal dari manusia dari pada suara yang lain. Suara yang terus menerus, mempunyai pengaruh yang lebih menyenangkan dari pada suara yang terputus-putus. Selain kemampuan inderawi, kognisi bayi juga sudah menunjukkan adanya kemampuan terutama dalam hal menerima rangsang. Dengan memberikan rangsang yang tepat, dalam bentuk perlakuan yang sesuai terutama dalam hal pendidikan, maka anak akan menjadi pribadi yang baik pula. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Ghazalî dalam Kitab I ẖya ‘Ulumuddin, bahwa anak adalah amanat kedua orang tuanya, hatinya bersih dan suci. Jika ia diajari dengan hal yang baik, maka ia akan tumbuh menjadi baik dan sebaliknya jika ia diajari dengan hal yang buruk, maka ia pun akan menjadi celaka dan menderita.31

Pembacaan syair Barzanjî pada setiap pelaksanaan ritual tersebut merupakan salah satu dari upaya pemberian rangsangan yang baik kepada si bayi yang dilakukan oleh masyarakat melalui panca indra pendengaran. Hal ini dilakukan mengingat panca indera yang berfungsi secara maksimal pada masa ini adalah pendengaran. Sesuai dengan QS. An Nahl : 78

والأبرصار ع مر الس لكم وجعل شيرئا لمون تعر هاتكمر ل أم بطون منر رجكمر أخر والله كرون )٧8( ئدة لعلكمر تشر والأفر

Artinya : ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur“.

Dalam redaksi ayat di atas, kata as-Sam’a didahulukan dari kata al-Abshâra. Perurutan ini terbukti sesuai dengan perurutan dalam ilmu kedokteran yaitu indera pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan. Indera

31Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak : Teladan Rasulullah, terj. Bahrun Abu Baker Ihsan Zubaidi (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2005), hlm. 19.

Page 20: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

256 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

pendengaran pada seorang bayi berfungsi pada pekan-pekan pertama. Sedangkan indera penglihatan baru berfungsi pada bulan ketiga dan menjadi sempurna pada bulan ke enam.32

2. Pendidikan akhlakPada hakikatnya pendidikan akhlak tidak dapat dipisahkan dari

pendidikan agama. Sebab sesuatu yang baik, adalah apa yang dianggap baik oleh keluarga. Dan sesuatu yang buruk adalah sesuatu yang dianggap buruk oleh agama. Oleh karena itu seorang muslim dikatakan tidak sempurna agamanya apabila akhlaknya belum baik. Demikian pentingnya pendidikan akhlak ini sehingga para filosof pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi adalah mendidik jiwa dan akhlak.

Mengingat pendidikan akhlak merupakan suatu hal yang sangat penting dalam membentuk tabiat atau kepribadian manusia, maka pendidikan akhlak harus dimulai sedini mungkin yakni pada lingkungan keluarga. Hal ini di dikarenakan keluarga merupakan institusi pertama dan utama bagi anak untuk berinteraksi sehingga secara langsung maupun tidak langsung anak akan mendapat pengaruh dari keluarga.

Selain itu, pendidikan akhlak terkandung dalam syair Barzanjî yang didalamnya termuat pesan moral yang tinggi kepada para pembaca dan pendengarnya untuk menghormati dan meneladani figur Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah. Sebagaimana yang tertuang dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 :

م الآخر وذكر الله جو الله والريور وة حسنة لمنر كان يرر لقدر كان لكمر ف رسول الله أسركثيا )٢1(

Artinya : ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah“.

32M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân (Jakarta : Lentera Hati , 2002), hlm. 308.

Page 21: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

257Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

Adapun pendidikan akhlak yang terkandung dalam Walîmah Tasmiyah antara lain (1) mengajarkan hambanya untuk mensyukuri nikmat Allah SWT, (2) melatih ikhlas, (3) melatih sikap pemurah, (4) mendidik untuk optimis (tafa’ul)

3. Pendidikan SosialPada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Tanpa bantuan orang

lain, ia tidak dapat menjalani kehidupan dengan baik. Oleh karena itu, pendidikan sosial diperlukan agar individu sadar akan pentingnya bersosial dengan lingkungan sehingga dapat hidup dengan masyarakat lain dan dapat mengetahui hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

Sejak kecil anak perlu ditumbuhkan sikap sosialnya. Hal ini berarti pendidikan sosial perlu diajarkan kepada anak sedini mungkin. Pendidikan sosial diperlukan agar anak nantinya terbiasa melakukan tata krama sosial yang bersumber dari aqidah Islam dan keimanan sehingga anak dapt bergaul dengan baik di masyarakat.33 Dalam arti lebih luas pendidikan sosial melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dengan aqidah Islam yang benar, ajaran dan hukum agama yang berusaha meningkatkan Iman dan Takwa kepada Allah SWT serta mendorong untuk melakukan amalan-amalan shaleh dalam hubungan dengan masyarakat.

Tanggung jawab atas pendidikan sosial merupakan tanggung jawab terpenting bagi para orang tua sebagai upaya mempersiapkan anak dalam kehidupan masyarakat. Kerana eksistensi pendidikan sosial merupakan fenomena tingkah laku dan watak yang dapat mendidik anak guna melaksanakan kewajiban, kontrol sosial dan interaksi yang baik dengan orang lain. Oleh karena itulah para pendidik harus berusaha memikul tanggung jawab tersebut dengan cara yang benar agar kelak mereka dapat memberikan andil dalam pembinaan masyarakat yang utamanya berlandaskan pada iman, akhlak, dan nilai-nilai Islam yang tinggi.34 Mengingat pentingnya pendidikan sosial ini, maka keluarga yang belum atau tidak memberikan pendidikan

33Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam..., hlm. 1.34Ibid.

Page 22: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

258 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

sosial kepada anak-anaknya, maka dapat dikatakan belum sempurna dalam melaksakan tugas pendidikan Islam.

Adapun pendidikan sosial yang terdapat dalam walîmah tasmiyah adalah:

a. Mengenalkan kepada bayi bahwa ia sedang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan digendong dan dibiarkannya bayi tersebut berada ditengah-tengah hadirin.

b. Menyadarkan pentingnya prinsip tolong menolong dan solidaritas ditengah-tengah masyarakat. Hadirnya para tetangga dan saudara dekat untuk membantu mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan upacara adalah salah satu bukti terdapatnya prinsip tolong menolong dalam proses ini.

c. Upaya memperkuat tali silaturahmim antar sesama. Dalam pelaksanaan walîmah tasmiyah dikalangan masyarakat Monggang, keluarga yang memiliki hajat mengundang para tokoh masyarakat, tetangga sekitar dan kerabat. Hal ini dilakukan untuk menjalin silaturahim dengan saudara, kerabat, tetangga dan masyarakat serta mengharapkan doa restu agar anak yang diberi nama menjadi anak yang sholeh.

E. SimpulanBerdasarkan pembahasan terdahulu dapat ditarik beberapa simpulan

bahwa pelaksanaan tradisi walîmah tasmiyah di Dusun Monggang secara garis besar meliputi pembacaan Kitab Barzanjî, peresmian nama, pemotongan rambut, pembacaan doa dan dan mau’idzoh hasanah. Adapun tujuan diadakannya walîmah tasmiyah ini adalah untuk mewujudkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan kelahiran seorang bayi yang pada umumnya dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran atau ketika bayi berumur tujuh hari. Pelaksanaan walîmah tasmiyah biasa dilaksanakan di rumah masing-masing orang yang berkepentingan (shâhibul hâjah), baik di rumah orang tua si bayi atau di rumah kakek si bayi. Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini adalah orang tua, tetangga dekat, saudara, teman dan keluarga baik dekat maupun jauh, ustadz atau kyai beserta para santrinya ditambah dengan tokoh-tokoh masyarakat termasuk aparat Desa yang

Page 23: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

259Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual Walîmah Tasmiyah

diwakili oleh ketua RT dan Kepala Dusun di sekitar Desa atau Dusun tempat berlangsungnya acara.

Nilai-nilai pendidikan agama Islam yang terkandung dalam tradisi walîmah tasmiyah adalah meliputi (1) Pendidikan Keimanan, (2) Pendidikan Akhlak, Pendidikan akhlak pada Allah SWT yakni pertama, mengajarkan hambanya untuk bersyukuri nikmat Allah SWT. Kedua, melatih ikhlas, ketiga, melatih sikap pemurah, keempat, mendidik untuk optimis (tafa’ul). (3) Pendidikan Sosial yang meliputi pertama, mengenalkan kepada bayi bahwa ia sedang hidup di tengah-tengah masyarakat yang ditujukan dengan digendong dan dibiarkannya bayi berada di tengah-tengah hadirin, kedua, menyadarkan pentingya prinsip tolong menolong dan solidaritas di tengah-tengah masyarakat, ketiga, upaya memperkuat tali silaturahim antar sesama.

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Jamal. Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah, terj. Bahrun Abu Baker Ihsan Zubaidi, Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2005.

Abu Bakar, Taqiyuddin. Kifâyatul Akhyâr fy Ghâyatil Ikhtishâr, jil. 2, Software Maktabah Syamilah, versi 3.44.

Chafidz, M. Afnan dan A. Ma’ruf Asrori, Tradisi Islam: Panduan Prosesi Kelahiran-Perkawinan-Kematian, Surabaya : Khalista, 2006.

Gie, The Liang. Suatu Konsepsi ke Arah Penertiban Bidang Filsafat, Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1997.

Iman, Muis Said. Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresifisme John Dewey, Yogyakarta: Safira Insani Press, 2004.

Al-Jauziyah, Ibnu Qoyyim. Tuhfatul Mawdûd bi Ahkamil Mawlûd, Beirut: Dar Aqidah, 2006.

Matsumoto, David. Culture and Psychology: People Around the World, Balmont: Woodsworth/Thomson Learning, 2000.

An-Nahlawi, Abdurrohman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, terj. Shihabudin, Jakarta : Gema Insani Press, 2003.

Page 24: Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Tradisi Ritual

260 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

Nasih Ulwan, Abdurrahman. Pendidikan Anak Menurut Islam: Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, terj. Kholilulloh Ahmad Masykur Hakim, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1996.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah :Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân, Jakarta: Lentera Hati , 2002.

Sholikhin, Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : Narasi, 2010.

“Memberikan Nama Kepada Bayi dengan Ritual Bid’ah”, http://abufarabial-banjari.blogspot.com/2010/06/memberikan-nama-kepada-bayi-dengan.html. (Diakses pada 15 Juni 2012 pukul 10.00).

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 2005), vol. 2, hlm. 363.

Wawancara dengan Bapak Karjiyo, Tokoh Masyarakat Dusun Monggang pada tanggal 18 Juli 2012.

Wawancara dengan Bapak Ulin Nuha, Tokoh Agama Dusun Monggang tanggal 9 Agustus 2012.

Wawancara dengan Bapak Muhyidin, Tokoh Agama Dusun Monggang pada tanggal 21 Juli 2012.

Zuhaili, Wahbah. Ushûl al-Fiqh al-Islamî, Damaskus: Dar al-Fikr, 2001.