nilai-nilai didaktis novel sang pencerah karya …digilib.unila.ac.id/24790/2/skripsi tanpa bab...

67
NILAI-NILAI DIDAKTIS NOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN PEMBELAJARANNYA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) (Skripsi) Oleh NINA APRIAWATI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

Upload: lambao

Post on 02-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

NILAI-NILAI DIDAKTIS NOVEL SANG PENCERAH KARYAAKMAL NASERY BASRAL DAN PEMBELAJARANNYA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

(Skripsi)

Oleh

NINA APRIAWATI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016

ABSTRAK

NILAI-NILAI DIDAKTIS NOVEL SANG PENCERAH KARYAAKMAL NASERY BASRAL DAN PEMBELAJARANNYA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

OlehNINA APRIAWATI

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah nilai-nilai didaktis novel SangPencerah karya Akmal Nasery Basral dan Pembelajarannya di Sekolah MenengahAtas (SMA). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai didaktisyang terdapat dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral danPembelajarannya di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitumetode yang dimaksudkan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisansecara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, sertahubungan antara fenomena yang diselidiki. Sumber data dalam penelitian iniadalah novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral cetakan ke IV terbitantahun 2010 oleh PT. Mizan Publika.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa dalam novel Sang Pencerah karya AkmalNasery Basral mengandung nilai-nilai didaktis yaitu, nilai intelektual, nilaiketerampilan, nilai harga diri, nilai sosial, nilai moral, nilai keindahan, nilaiketuhanan, nilai pengendalian diri, nilai tingkah laku, dan nilai cita-cita.

Pembelajaran terhadap hasil penelitian, berupa RPP sebagai bahan pembelajaranuntuk siswa SMA kelas XII semester genap dengan kompetensi dasar (KD) 4.9merancang novel atau novelet dengan memerhatikan isi dan kebahasaan.

Kata kunci : nilai didaktis, novel, pembelajaran

NILAI-NILAI DIDAKTIS NOVEL SANG PENCERAH KARYA

AKMAL NASERY BASRAL DAN PEMBELAJARANNYA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Oleh

NINA APRIAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putri dari Ayahanda Iskandar Hadi dan Ibunda Nur’aini,

dilahirkan di sebuah desa kecil bernama Bedudu, Kecamatan Belalau, Kabupaten

Lampung Barat pada 06 April 1988. Merupakan anak bungsu dari sembilan

bersaudara. Penulis menempuh pendidikan tingkat dasar di SDN 2 Bedudu pada

tahun 1995 kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah di SMPN 1

Belalau Lampung Barat pada tahun 2001 dan pada pendidikan tingkat atas penulis

melanjutkan di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung pada tahun 2004.

Setelah lulus dari SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung pada 2007 penulis

melanjutkan pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung. Kesempatan kuliah ini kemudian

dimanfaatkan oleh penulis untuk menggali potensi diri dengan mengikuti

beberapa organisasi eksternal dan internal kampus baik tingkat fakultas maupun

universitas seperti HMJ PBS sebagai MMJ pada 2009/2010, UKMF FPPI FKIP

Unila sebagai sekretaris bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia pada

2008/2009, UKMU Birohmah sebagai Wakil Ketua II pada 2010/2011, Ikatan

Mahasiswa Lampung Barat sebagai Sekretaris Umum pada tahun 2010/2011 dan

Puskomnas FSLDK Indonesia sebagai anggota bidang kemuslimahan pada tahun

2011/2012.

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah pemilik seluruh jagat raya beserta apa saja

yang ada di dalamnya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi

Muhammad beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikut setia beliau hingga

akhir zaman. Karya besar ini saya persembahkan kepada

1. Orang Tuaku Tercinta Ayahanda Iskandar Hadi dan Ibunda Nur’aini yang

senantiasa berjuang dengan cucuran keringat, menguntai doa tanpa henti,

serta mendidik dengan rajutan cinta dan kasih sayang, semoga Allah swt.

membalas setiap bulir peluh dan ketulusan Ayah dan bunda dengan

kebahagiaan Syurga-Nya kelak.

2. Kakak-kakakku Chairil Anwar dan Nawiyah, Maria Aida, Seri Astuti dan

Akhmad Kasmanto, Herlambang dan Sulistiana, Dewi Sartika dan Trimanto

Widarto, Lina Susiana dan Edi Sutiawan, Yoni Marlina, Riza Pahliphi yang

selalu memberikan semangat, motivasi dan dukungan tersendiri, semoga kita

bisa menjadi insan yang beriman, sukses dunia dan akhirat.

3. Almamaterku Tercinta Universitas Lampung yang telah memberiku beragam

makna hidup, hingga aku mendapatkan bekal dan pengalaman untuk masa

depan.

MOTTO

إن تـنصروا الله يـنصركم ويـثبت أقدامكم Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan

meneguhkan kedudukanmu. (Q.S Muhammad :7)

Bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan itu menyertaikesempitan, dan bersama kesulitan ada kemudahan (HR. Tirmidzi)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. atas ridha dan rahmat-Nya

skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis memberi judul skripsi ini yaitu “Nilai-Nilai

Didaktis Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral dan Pembelajarannya

di Sekolah Menengah Atas (SMA) ”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memeroleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak

berikut.

1. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku dosen Pembimbing I yang

senantiasa sabar membimbing, memberikan semangat, dan membekali

penulis dengan ilmu pengetahuan.

2. Bambang Riadi, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang senantiasa

sabar membimbing, memberikan semangat dan membekali penulis dengan

ilmu pengetahuan.

3. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku dosen pembimbing

akademik dan dosen pembahas yang senantiasa memberikan saran, dan

petunjuk bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Dr. Munaris, M.Pd., selaku ketua program studi Bahasa dan Sastra

Indonesia, FKIP Universitas Lampung.

5. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, FKIP Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP

Universitas Lampung; Dr. Wini Tarmini, M.Hum., Dr. Sumarti, M.Hum.,

Dr. Iing Sunarti, M.Pd., Dr. Edy Suyanto, M.Pd., Drs. Iqbal Hilal, M.Pd.,

Dr. Siti Samhati, M.Pd., Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd., Dra. Sarjinah

Zamzanah, M.Hum., Megaria, S.Pd., M.Hum., yang senantiasa

memberikan semangat dan motivasi bagi penulis dalam perkuliahan dan

penyelesaian skripsi ini.

7. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Lampung.

8. Ayah dan Ibu tercinta, serta kakak-kakakku dan prajurit-prajuritnya(atin

Eki, atin Quin, wo Fira, atin Shabur, Cikwo Chika, ngah Aqila, atin Dzaki,

wo Citra, wo Gheriya, Mas Rozaq, Ngah Huurun, adek Ghania, Adek

Tsaqib, adek Fathan, dan adek Amira yang selalu memberikan keceriaan

untuk minan.

9. Umi dan saudara-saudara di lingkaran kecilku, semoga Allah pertemukan

kita hingga Jannah-Nya.

10. Teman-teman di SMPIT Daarul ‘Ilmi Bandarlampung, yang telah

memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Rekan-rekan Batrasia angkatan 2007 FKIP Universitas Lampung. Sufiroh,

Fitri Lestari, Fitri Kurnia, Eka Febriani, Reza, Devi, Yeni, Yuli, Siska,

Marsda, Eka Emilia, Sheli, Zares, Anggun, Lidiya, Laili, Andreas,

Hamidi, Arman, Yugo, Zeli, Indro Suyanto.

12. Almamater tercinta Universitas Lampung.

13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua dan

berkenan membalas semua budi yang diberikan kepada penulis. Penulis berharap,

skripsi ini bermanfaat bagi pendidikan, khususnya program studi Bahasa dan

Sastra Indonesia.

Bandarlampung, Desember 2016Penulis,

Nina Apriawati

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ......................................................................................................... iiHALAMAN JUDUL ......................................................................................... iiiHALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ivHALAMAN MENGESAHKAN ...................................................................... vSURAT PERNYATAAN .................................................................................. viRIWAYAT HIDUP ...........................................................................................viiMOTTO .............................................................................................................viiiPERSEMBAHAN..............................................................................................ixSANWACANA ..................................................................................................xDAFTAR ISI......................................................................................................xiiiDAFTAR TABEL .............................................................................................xvDAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 11.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 51.3 Tujuan Penelitian` ........................................................................................ 51.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 61.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 6

II. LANDASAN TEORI2.1 Pengertian Novel .................................................................................. 72.2 Unsur Intrinsik Novel ........................................................................... 7

2.2.1 Tema ................................................................................................. 82.2.2 Alur ................................................................................................... 112.2.3 Latar ................................................................................................... 132.2.4 Tokoh ................................................................................................ 152.2.5 Amanat.............................................................................................. 17

2.3 Hakikat Nilai Didaktis .................................................................................. 182.3.1 Pengertian Nilai................................................................................ 182.3.2 Pengertian Didaktik ......................................................................... 19

2.4 Jenis-Jenis Nilai Didaktis.............................................................................. 202.4.1 Nilai Intelektual .............................................................................. 212.4.2 Nilai Keterampilan .......................................................................... 222.4.3 Nilai Harga Diri ................................................................................ 232.4.4 Nilai Sosial/Hubungan Kemasyarakatan ........................................ 242.4.5 Nilai Moral........................................................................................ 242.4.6 Nilai Keindahan................................................................................ 252.4.7 Nilai Ketuhanan/Keagamaan........................................................... 262.4.8 Nilai Pengendalian Diri/Kestabilan Emosi..................................... 27

2.4.9 Nilai Tingkah Laku/Adab Sopan Santun ...................................... 282.4.10 Nilai Kehendak/Cita-cita ................................................................ 28

2.5 Karakteristik Nilai Didaktis.......................................................................... 292.6 Pembelajaran Sastra di SMA........................................................................ 30

2.6.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.................................................. 322.6.2 Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 392.6.3 Materi Pembelajaran........................................................................... 392.6.4 Model Pembelajaran........................................................................... 402.6.5 Sumber Belajar.................................................................................... 432.6.6 Penilaian Pembelajaran....................................................................... 43

III. METODE PENELITIAN3.1 Desain Penelitian.......................................................................................... 463.3 Sumber data .................................................................................................. 463.4 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ................................................... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian............................................................................................. 484.2 Pembahasan .................................................................................................. 48

4.2.1 Nilai Intelektual .............................................................................. 484.2.2 Nilai Keterampilan .......................................................................... 554.2.3 Nilai Harga Diri ................................................................................ 574.2.4 Nilai Sosial/Hubungan Kemasyarakatan ........................................ 614.2.5 Nilai Moral........................................................................................ 664.2.6 Nilai Keindahan................................................................................ 704.2.7 Nilai Ketuhanan/Keagamaan........................................................... 714.2.8 Nilai Pengendalian Diri/Kestabilan Emosi..................................... 744.2.9 Nilai Tingkah Laku/Adab Sopan Santun ...................................... 764.2.10 Nilai Kehendak/Cita-cita ................................................................ 81

4.3 Pembelajaran Sastra di Sekolah MenengahAtas (SMA)..........................................……………………………....83

4.3.1 Identitas RPP............................................................................... 844.3.2 Kompetensi Inti ........................................................................... 864.3.3 Kompetensi Dasar dan Indikator................................................. 884.3.4 Tujuan Pembelajaran................................................................... 904.3.5 Materi Pembelajaran ................................................................... 914.3.6 Model Pembelajaran.................................................................... 934.3.7 Media dan Sumber Belajar.......................................................... 954.3.8 Kegiatan Pembelajaran................................................................ 96

IV. SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan....................................................................................................... 1045.2 Saran.............................................................................................................. 104

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.5 Karakteristik Nilai Didaktis ......................................................................... 294.3.5 Materi Pembelajaran.................................................................................. 92

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Cover novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral ........................... 109

2. Sinopsis novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral ...................... 110

3. Biografi Akmal Nasery Basral....................................................................... 113

4. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia SMA kelas XII Kurikulum 2013 ................................... 115

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)................................................... 118

6. Korpus Data Penelitian................................................................................... 130

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil imajinasi

atau ungkapan jiwa sastrawan sebagai refleksinya terhadap gejala-gejala

kemasyarakatan yang ada di sekitarnya, baik tentang kehidupan, peristiwa,

maupun pengalaman hidup yang telah dialaminya.

Karya sastra merupakan salah satu aspek kebudayaan manusia. Hakikatnya setiap

manusia pasti memiliki kebudayaan yang menggambarkan permasalahannya,

karena objek sastra adalah manusia dengan segala aspek kehidupan yang

melingkupinya. Kehidupan manusia yang senantiasa dilanda problematika itu

dapat tergambar dalam karya sastra. Hal ini menyiratkan bahwa problematika

selalu ada jika kehidupan masih ada. Problematika dapat timbul karena

permasalahan manusia dengan manusia, dengan masyarakat disekitarnya, dengan

alam, manusia dengan dirinya sendiri serta manusia dengan Tuhannya. Jadi,

dapat dikatakan bahwa problematika manusia merupakan inspirasi terwujudnya

karya sastra.

Lewat sastra yang dibaca, dapat diketahui dan dikenal situasi kehidupan

masyarakat tertentu dan dalam kurun waktu tertentu pula, karena pada hakikatnya

2

sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat. Dalam proses pencarian

makna oleh pembaca terhadap karya sastra sudah tentu karya sastra itu sendiri

dituntut untuk bisa memberikan pesona, hiburan, dan nikmat cerita bagi

pembacanya.

Salah satu jenis karya sastra yang diajarkan di SMA adalah novel. Semi (1988:

32) menyatakan bahwa novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek

kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan secara halus. Pernyataan

tersebut sejalan dengan pendapat M. Lubis (1989: 77) bahwa novel yang baik

senantiasa mampu mencerminkan watak dan mental masyarakat. Pembaca

diharapkan mendapat pemahaman tentang apa yang terjadi pada masyarakat.

Novel selain sebagai bacaan hiburan, juga mampu mendidik pembaca. Ali (1984:

89) menyatakan bahwa pengarang merupakan pendidik masyarakat yang mampu

menuangkan nilai-nilai yang baik untuk dirumuskan dalam pikiran dan

dituangkan menjadi karangan yang dibaca oleh orang lain. Begitu juga dengan

guru, mereka harus selektif dalam memilih bahan bacaan bagi anak didiknya. Ia

tidak dapat mengabaikan nilai-nilai etis dari ilmu-ilmu yang diajarkan, nilai budi

pekerti dan kepribadian manusiawi yang perlu dibinanya.

Menurut Gani (1988: 42) buku sastra yang baik mempunyai ciri (1) buku itu harus

memiliki standar sastra, (2) membantu mendewasakan diri dalam menghadapi

masalah-masalah kemanusiaan, (3) mampu menyampaikan nilai-nilai sastra.

3

Jakob Sumarjo (1982: 42) menyatakan bahwa suatu karya sastra juga dituntut

mengandung “Sesuatu” yang lain, artinya sesuatu yang bermanfaat bagi

pemahaman pembaca terhadap manusia dan kehidupan ini. “sesuatu” dalam karya

sastra dapat diartikan bahwa dalam suatu karya sastra semestinya mengandung

renik-renik nilai yang akan bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai itu dapat

meliputi nilai kemanusiaan, filosofis, pedagogis, dan lain-lain. Lebih banyak nilai

yang terkandung dalam karya sastra tentu akan lebih banyak memberikan manfaat

bagi para pambacanya.

Nilai-nilai didaktis yang akan penulis bahas pada skripsi ini mengacu pada

pendapat Ali (1984: 106-109) yang mengemukakan bahwa nilai-nilai yang harus

diajarkan atau disampaikan oleh guru dalam pengajaran adalah mencakup, (1)

intelektual/kecerdasan, (2) keterampilan, (3) harga diri, (4) sosial/hubungan

kemasyarakatan/pergaulan, (5) moral, (6) keindahan, (7) ketuhanan/keagamaan,

(8) penguasaan diri/kestabilan emosi, (9) tingkah laku/adat sopan santun. (10)

kehendak/kemauan atau cita-cita.

Alasan dipilihnya novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral sebagai

sumber penelitian skripsi didasarkan pada; Novel Sang Pencerah karya Akmal

Nasery Basral ini menggunakan bahasa yang cukup sederhana sehingga pembaca

mudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam novel tersebut. Novel ini

mampu memberikan motivasi bagi pembaca dalam menjalani hidup dan

menjadikan diri serta kehidupannya lebih baik lagi. Alasan lainnya adalah novel

ini terinspirasi dari kisah yang disampaikan bukan hanya sebagai karya seni, tetapi

tentang proses pendidikan dan kebudayaan untuk menciptakan sumberdaya

4

manusia yang baik dan tidak kenal menyerah demi mewujudkan cita-cita. Dengan

demikian penulis tertarik mengkaji nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam novel

tersebut.

Novel Sang Pencerah yang akan penulis jadikan sumber penelitian ini

mengandung nilai-nilai didaktis yang dapat di kolaborasikan dengan nilai-nilai

pendidikan karakter saat ini. Dalam pendidikan karakter banyak pendekatan

yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk memeroleh karakter siswa yang baik,

salah satunya dengan menggunakan bahan pembelajaran yang mengandung nilai-

nilai didaktis. Dalam sebuah tulisan, Kementrian Pendidikan Nasional

menyebutkan bahwa, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus,

yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan

tindakan (action). Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis

dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.

Pendidikan karakter diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik

menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good.

Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja.

Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni

bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa

membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Pada akhirnya akan

tumbuh kesadaran bahwa orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia

cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka

acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

5

Pada tingkatan SMA pembelajaran sastra khususnya novel terdapat pada kelas XII

semester genap dengan kompetensi dasar (KD) 4.9 merancang novel/novelet

dengan memerhatikan isi dan kebahasaan.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk menganalisis nilai-

nilai didaktis novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral dan membuat

rancangan pembelajaran untuk SMA terkait dengan nilai-nilai didaktis yang telah

ditemukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai

berikut.

“Bagaimanakah nilai-nilai didaktis Novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery

Basral dan pembelajarannya di Sekolah Menengah Atas (SMA)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut

(1) Mendeskripsikan nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

(2) Membuat rancangan pembelajaran terhadap nilai-nilai didaktis yang sudah

ditemukan, untuk digunakan pada proses pembelajaran siswa SMA kelas

XII.

6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

(1) Manfaat Teoretis

Memperkaya referensi penelitian di bidang kesastraan khususnya dalam

menentukan nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam sebuah novel.

(2) Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru bahasa dan sastra

Indonesia untuk menjadikan nilai didaktis dalam novel Sang Pencerah

sebagai sarana pembentukan nilai-nilai/karakter bagi siswa-siswanya.

b. Memberikan kemudahan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia untuk

dapat menggunakan rancangan pembelajaran yang sudah dibuat dalam

proses pembelajaran di kelas.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery

Basral, cetakan ke IV, terbitan 2010, penerbit PT. Mizan Publika. Rincian

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Nilai-nilai didaktis novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

2. Rancangan pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Novel

Tarigan (1991: 64) mengemukakan bahwa kata novel berasal dari bahasa latin

novellus yang diturunkan juga dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan

baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi,

drama, dan lain-lain, maka jenis ini muncul kemudian. Novel merupakan salah

satu jenis karya sastra dari jenis fiksi. Menurut Rampan (1984: 17) novel adalah

penggambaran lingkungan kemasyarakatan serta jiwa tokoh yang hidup di suatu

masa dan di suatu tempat. Menurut Sumardjo (1988: 29) novel adalah cerita

berbentuk prosa dalam ukuran luas dan panjang. Arti panjang dan luas terletak

pada kajian kehidupan dan permasalahan kehidupan yang diungkapkan.

2.2 Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan

di dalam teks karya sastra itu sendiri dan mencoba memahami suatu karya sastra

berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra itu

atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Hal ini didasarkan pada

pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berbeda

8

dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra

merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karya sastra tentu

dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks

tersebut. Untuk memaparkan dan menyampaikan suatu karya sastra dengan jelas

dan secara menyeluruh haruslah melalui unsur yakni melalui tema, alur, tokoh dan

latarnya, dan juga dari aspek karya sastra itu sendiri. Adapun yang menjadi

konsep dasar dari aspek-aspek yang dianalisis adalah sebagai berikut.

2.2.1 Tema

Setiap karya sastra harus mempunyai tema, karena tema adalah hal yang paling

dipentingkan dari sekian masalah yang ada. Apabila karya sastra tidak memiliki

tema maka tidak akan berarti. Tema merupakan pokok permasalahan atau dasar

penulisan cipta sastra, tema tersebut dibangun melalui daya imajinasi pengarang.

Scharback (dalam Aminuddin, 1987: 91) mengungkapkan bahwa tema berasal

dari bahasa Latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut

demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan

juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya. Setiap unsur yang ada dalam cipta sastra harus mendukung tema

dan dari hal ini tema adalah gagasan utama atau pikiran utama yang dipergunakan

untuk memberi nama bagi suatu pernyataan atau pikiran mengenai sesuatu subjek,

motif, atau topik. Mursal (1993: 10) mengemukakan bahwa tema adalah apa yang

menjadi persoalan di dalam sebuah karya sastra.

9

Sebagai persoalan ia merupakan sesuatu yang netral. Pada hakikatnya di dalam

tema belum ada sikap, belum ada kecendrungan untuk memihak karena masalah

apa saja dapat dijadikan tema di dalam sebuah karya sastra. Hal yang menjadi

persoalan adalah sampai sejauh mana seorang pengarang mampu mengolahnya

dan mengembangkan di dalam sebuah karya sastra. Sampai sejauh mana

pengarang dapat mencarikan suatu pemecahan yang kreatif terhadap persoalan

tersebut. Pemecahan persoalan yang dimaksud yaitu jalan keluar yang diberikan

oleh pengarang di dalam sebuah karya sastra terhadap tema yang dikemukakan.

Tarigan (1982: 162) mengemukakan bahwa setiap cerita atau fiksi haruslah

mempunyai tema dasar yang merupakan tujuan. Penulis melukiskan watak dari

para pelaku dalam ceritanya dengan dasar atau tema tersebut. Dengan demikian

tidaklah berlebih-lebihan jika kita katakan bahwa tema atau dasar ini merupakan

suatu hal yang sangat penting dalam suatu cerita. Cerita yang tidak mempunyai

tema tertentu tidak ada guna dan artinya. Keraf (dalam Semi, 1990: 108)

mengungkapkan bahwa bagaimanapun sebuah karya sastra, entah sebuah buku

yang bersifat rekaan (fiktif) seperti roman, cerpen, ataupun buku yang bersifat

nonfiktif tentang masalah politik, perkembangan teknologi modern, hasil

penelitian, dan sebagainya, harus mempunyai tema atau amanat utama yang akan

disampaikan kepada pembaca, atau dengan kata lain amanat utama yang akan

disampaikan merupakan suatu maksud tertentu yang akan dijalin dalam sebuah

topik pembicaraan. S. Tasrif (dalam Lubis, 1988: 132) mengungkapkan bahwa

untuk menentukan mana yang merupakan tema, pertama tentulah dilihat persoalan

mana yang paling menonjol. Kedua, secara kuantitatif, persoalan mana yang

paling menimbulkan konflik, konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa.

10

Ketiga ialah menentukan (menghitung) waktu penceritaan yaitu waktu yang

diperlukan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh di dalam

sebuah karya sastra. Dengan demikian cara yang tepat untuk mencari tema dari

sebuah cerita karya sastra dengan teknik di atas yaitu

a. melihat persoalan yang paling menonjol,

b. konflik yang paling banyak hadir, dan

c. menghitung urutan penceritaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semua jenis karya sastra

atau sebuah buku yang bersifat rekaan (fiktif) seperti roman, cerpen ataupun buku

yang bersifat nonfiktif seperti masalah politik, perkembangan teknologi modern,

hasil penelitian bahkan yang mempunyai unsur cerita haruslah mempunyai tema

yang akan disampaikan kepada pembaca atau pendengar. Dengan kata lain amanat

utama yang akan disampaikan merupakan suatu maksud tertentu yang akan dijalin

dalam sebuah topik pembicaraan. Tema merupakan hal yang paling penting dalam

sebuah cerita dan karena paling penting itu maka suatu cerita tidak akan ada

artinya bila dalam cerita itu sendiri tidak mempunyai tema. Oleh karena itu, untuk

menentukan suatu tema dalam sebuah cerita haruslah melihat persoalan yang

paling menonjol, konflik yang paling banyak hadir serta menghitung urutan

penceritaan.

11

2.2.2 Alur

Sebelum lebih jauh penulis menguraikan tentang alur ini, maka ada baiknya bila

terlebih dahulu penulis sebutkan (uraikan) tentang alur ini bahwa istilah alur ini

bermacam-macam alur (trap darmatifcomfict) ataupun plot. Rentang pikiran atau

mungkin juga disebut dengan istilah jalan cerita dan sebagainya. Barangkali alur

berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya.

Semi (1990: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian

kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interaksi fungsional yang sekaligus

menandai urutan bagian-bagian seluruh fiksi. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa

alur itu sangat penting untuk merangkaikan peristiwa yang akan ditampilkan oleh

pengarang dalam suatu cerita yaitu dengan memperhatikan kepentingan dan

berkembangnya suatu cerita itu, dan untuk menggambarkan bagaimana setiap

tindakan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain serta bagaimana

seorang tokoh itu terkait dalam kesatuan cerita. Dalam hal ini Aminuddin (1987:

83) berpendapat bahwa alur pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk

oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan

oleh para pelaku dalam cerita, dalam hal ini sama dengan istilah plot maupun

struktur cerita. Alur juga merupakan suatu rentetan peristiwa yang diurutkan, yang

akan ditampilkan dengan memperlihatkan kepentingan dalam cerita ini. Alur

suatu cerita menggambarkan bagaimana setiap tindakan yang saling berhubungan

satu dengan yang lain dan bagaimana seorang tokoh dalam suatu cerita terkait

dalam kesatuan cerita. Nurgiyantoro (2005: 68) berpendapat bahwa alur

merupakan aspek terpenting yang harus dipertimbangkan karena aspek inilah yang

juga pertama-tama menentukan menarik tidaknya cerita dan memiliki kekuatan

12

untuk mengajak pembaca secara total untuk mengikuti cerita. Adanya alur cerita

akan terbentuk suatu tahapan-tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita melalui

para pelaku dalam suatu pengisahan, dan biasanya juga alur merupakan element

penting yang menyelaraskan gagasan tentang siapa, apa, bagaimana, dimana,

mengapa, dan kapan. Dengan kata lain alur itu merupakan jalinan asal muasal

kejadian dalam perkembangannya sebuah cerita. Dalam kaitan ini, Aminuddin

(1987: 83) mendefinisikan plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh

tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh

para pelaku dalam sebuah cerita, kemudian plot merupakan rangkaian kisah

tentang peristiwa yang bersebab, dijalin dengan melibatkan konflik atau masalah

yang pada akhirnya diberi peleraian.

Muchtar Lubis (dalam Eri, 2005: 29) membagi alur menjadi lima tahapan sebagai

berikut.

a. exposition (pengarang mulai melukiskan keadaan sesuatu),

b. generating circumstances (peristiwa mulai bergerak),

c. ricing action (keadaan mulai memuncak),

d. climax (puncak), dan

e. denoument (penyelesaian).

Berdasarkan pendapat di atas maka penulis berkesimpulan bahwa alur atau plot

merupakan rangkaian suatu peristiwa dengan peristiwa lain, dengan melibatkan

konflik atau masalah serta diberi penyelesaiannya dan peristiwa itu terjadi

berdasarkan sebab-akibat dan alur akan melibatkan masalah peristiwa dan aksi

yang dilakukan dan ditampakkan kepada tokoh cerita. Alur memiliki tahapan

13

yaitu, exposition (pengarang mulai melukiskan keadaan sesuatu), generating

circumstances (peristiwa mulai bergerak), ricing action (keadaan mulai

memuncak), climax (puncak), denoument (penyelesaian).

2.2.3 Latar

Tarigan (1982: 157) mengungkapkan bahwa latar atau setting adalah lingkungan

fisik tempat kegiatan berlangsung. Dalam arti yang lebih luas, latar mencakup

tempat dan waktu serta kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dalam

kegiatan itu. Menurut Semi (1993: 51) latar atau landas tumpu (setting) cerita

adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi, yang termasuk di dalam latar ini

adalah tempat atau ruang yang dapat diamati seperti kampus, di sebuah kapal, di

sebuah puskesmas, di dalam penjara dan sebagainya. Terdapat di dalam unsur

latar atau landas tumpu ini adalah waktu, hari, tahun, musim atau periode sejarah,

misalnya di zaman perang kemerdekaan, dan sebagainya. Orang atau kerumunan

orang yang berada di sekitar tokoh juga dapat dapat dimasukkan ke dalam unsur

latar, namun tokoh itu sendiri tentu tidak termasuk. Selanjutnya Aminuddin

(1987: 67) berpendapat bahwa setting (latar) juga berlaku dalam cerita fiksi

karena peristiwa-peristiwa dalam cerita fiksi juga selalu dilatarbelakangi oleh

tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi setting atau

latar bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat

suatu cerita menjadi logis. Setting juga memiliki fungsi psikologis sehingga

setting pun mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan

suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan

pembacanya.

14

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah ruang atau

tempat bahkan periode sejarah yang dapat diamati suasana terjadinya peristiwa di

dalam karya sastra. Dengan kata lain setting adalah peristiwa dalam karya fiksi,

baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan

fungsi psikologis. Dalam kaitan ini Aminuddin (1987: 68) membedakan antara

setting (latar) yang bersifat fisikal dengan setting (latar) yang bersifat psikologis

sebagai berikut.

a. Setting yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota

Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, dan lain-lain, serta benda-benda

dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa.

Sedangkan setting psikologis adalah setting berupa lingkungan atau benda-

benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna

serta mampu mangajak emosi pembaca.

b. Setting fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan

setting psikologis dapat berupa nuansa maupun sikap, serta jalan pikiran

suatu lingkungan masyarakat tertentu.

c. Untuk memahami setting yang bersifat fisikal, pembaca cukup melihat dari

apa yang tersurat, sedangkan pemahaman terhadap setting yang bersifat

psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran.

d. Terdapat saling pengaruh dan tumpang tindih antara setting fisikal dengan

setting psikologis.

15

Sejalan dengan itu Sudjiman (dalam Maini, 1997: 4) berpendapat bahwa pertama-

tama latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya,

selain itu adanya latar berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para pelaku.

Jakob Sumardjo (1988: 93) mengungkapkan bahwa latar terdiri dari; latar

fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya (dapat dipahami

melalui panca indera). Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua,yaitu

a. Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu

dan tempat.

b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi

pemikiran tertentu.

2.2.4 Tokoh

Menurut Mido (dalam Eri, 2005: 36 ) tokoh dalam cerita mungkin saja hanya satu

orang atau lebih dari satu orang. Jika lebih dari satu maka ditinjau dari segi

perannya. Tokoh adalah pemeran dalam suatu cerita, karena tanpa tokoh sebuah

cerita tidak akan ada. Tokoh sering juga disebut penggambaran watak dan

kepribadian secara tidak langsung. Dalam kaitan ini, Aminuddin (1987: 79)

mengatakan bahwa para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan

yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu

cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang memiliki

peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani,

mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Masing-

masing tokoh memiliki peran dan fungsi tersendiri, ada yang sering muncul atau

sering diceritakan (sentral) dan bahkan hanya sebagai peran tambahan. Dalam hal

16

ini Sumardjo (1988: 96) mengungkapkan bahwa tokoh berdasarkan fungsinya

memiliki peran. Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan

menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan.

Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.

Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang

membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.

b. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang

membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau

menyampaikan nilai-nilai negatif.

Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh

sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu

a. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi

kepercayaan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).

b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali

memegang peran dalam peristiwa cerita.

c. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau

berfungsi sebagai latar cerita saja.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku atau pemeran

dari dalam cerita yang menitikberatkan kepada kegiatannya sehari-hari dalam

kehidupan suatu karya sastra. Peran dan fungsi tokoh masing-masing memiliki

keragaman, karena peran seorang tokoh dalam sebuah cerita mewakili karakter

dari karya itu masing-masing. Maka dari itulah seorang tokoh memilki

17

keragaman, ada sebagai tokoh sentral protagonis yang selalu membawakan cerita

dengan pembawaan tokoh yang baik dan mulia (positif). Ada tokoh sentral

antagonis yang selalu membawakan tokoh yang buruk (negatif). Dalam sebuah

cerita terdapat adanya tokoh sebagai pemeran tokoh bawahan yaitu tokoh yang

berfungsi sebagai pemeran pembantu utama dalam sebuah cerita.

2.2.5 Amanat

Murshal Einstein (1978: 22) mengemukakan bahwa di dalam amanat terlihat

pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara

eksplisit (terang-terangan) dan dapat juga secara implisit (tersirat), bahkan ada

amanat yang tidak nampak sama sekali. Umumnya cipta rasa moderen memiliki

amanat secara implisit. Amanat yang baik adalah yang berhasil membukakan

kemungkinan- kemungkinan yang luas dan baru bagi manusia dan kemanusiaan.

Manusia penuh dengan seribu satu kemungkinan yang sering tidak disadarinya.

Pengarang melalui ciptaannya sebagai cipta kreatif, berusaha membukakan dan

memberitahu kemungkinan-kemungkinan itu, bahkan berusaha untuk

menciptakan kemungkinan itu sendiri. Amanat yang baik tidak cenderung untuk

mengikuti pola-pola dan norma-norma umum, tapi menciptkan pola-pola baru

berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Disebabkan sesuatu yang baru, mungkin

kadang-kadang asing dirasakan, karena itu tidak jarang karya-karya sastra yang

besar mengejutkan dan menghebohkan. Bukankah setiap penemuan-penemuan

yang baru mendapat reaksi bahkan ditolak, akan tetapi kemudian diterima sebagai

kebenaran.

18

2.3 Hakikat Nilai Didaktis

2.3.1 Pengertian Nilai

Pepper (dalam Soelaeman, 2005:35) mengatakan bahwa nilai adalah segala

sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Sejalan dengan pengertian tersebut,

Soelaeman (2005) juga menambahkan bahwa nilai adalah sesuatu yang

dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau

yang buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman

dalam seleksi perilaku yang ketat.

Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan

sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan

Soekanto (1983: 161) menyatakan nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-

pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai merupakan petunjuk-

petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan

kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu nilai dapat dikatakan sebagai

sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi

manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi

kehidupan manusia. Persahabatan sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah

esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai

adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya

berlangsung.

19

Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan

sebagai sesuatu yang positif, bermanfaat, penting, baik, dan berharga. Dalam nilai

terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan untuk kebajikan.

2.3.2 Pengertian Didaktik

Djaka (dalam Yusmalina, 1997: 26) kata didaktik berasal dari bahasa Yunani

yakni “didaktie” yang asal katanya adalah “didaskein” artinya mengajar.

Didaktie dalam bahasa latinnya disebut didaktik atau didaktis.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke IV (2008: 326) pengertian didaktis

yaitu bersifat mendidik. Pengertian nilai didaktis/pendidikan menurut KBBI

(2000: 263) yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan. Semi (1990: 71) berpendapat bahwa didaktis adalah pendidikan dengan

pengajaran yang dapat mengantarkan pembaca kepada sesuatu arah tertentu. Dari

beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian didaktik yaitu

pengajaran yang bertujuan untuk menghasilkan insan-insan yang berpendidikan.

Hadi (dalam Amalia, 2010: 20) pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa

Yunani “Paedogogike” yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti anak dan kata

“Ago” yang berarti aku membimbing. paedogogike berarti aku membimbing

anak. Purwanto (dalam Amalia, 2010: 21) juga menyatakan bahwa pendidikan

berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk

memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat

pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik

20

haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak

didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Adler (dalam Amalia, 2010: 24)

mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh kemampuan manusia

dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk membantu orang lain dan dirinya

sendiri mencapai kebiasaan yang baik.

Berdasarkan pengertian nilai dan pendidikan di atas dapat dirumuskan bahwa nilai

pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan,

bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh

melalui proses pendidikan serta pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya

mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran. Proses pendidikan bukan

berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan

dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada

pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan

berbudaya. Nilai pendidikan dalam karya sastra bertujuan mendidik seseorang

atau individu agar menjadi manusia yang baik dalam arti berpendidikan. Nilai-

nilai pendidikan dapat diperoleh manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui

pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya humaniora

sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai

termasuk nilai pendidikan

2.4 Jenis-jenis nilai Didaktis

Ali (1984: 106-109) mengemukakan bahwa nilai-nilai yang harus diajarkan atau

disampaikan oleh guru dalam pengajaran adalah mencakup, (1)

21

intelektual/kecerdasan, (2) keterampilan, (3) harga diri, (4) sosial/hubungan

kemasyarakatan/pergaulan, (5) moral, (6) keindahan, (7) ketuhanan/keagamaan,

(8) penguasaan diri/kestabilan emosi, (9) tingkah laku/adat sopan santun. (10)

kehendak/kemauan atau cita-cita.

2.4.1 Nilai Intelektual/Kecerdasan

Suwarno (1991:104) mengemukakan bahwa dasar dari nilai intelektual adalah

hakikat manusia sebagai homo sapiens atau manusia yang berakal atau makhluk

yang bijaksana. Ali (1992: 107) mengemukakan bahwa intelektual atau kecakapan

merupakan proses berpikir untuk menyaring dan memecahkan persoalan yang

datang kepada seseorang, sedangkan Suwarno (1991: 104-106) mengatakan

bahwa nilai intelektual adalah nilai yang membentuk manusia yang cerdas dalam

arti tajam otaknya, banyak pengetahuannya, dan mempunyai sikap serta jiwa yang

ilmiah.

Menurut Ali (1984: 107) bahwa nilai intelektual/kecerdasan merupakan

penyimpanan kesan-kesan dari pengamatan untuk diingat kembali. Penyimpanan

kesan pengamatan ini diolah melalui proses berpikir, tentu dapat disaring mana

bahan yang perlu diingat dan disimpan, mana yang perlu dilupakan. Berpikir

berarti mulai menyaring dan memecahkan masalah yang datang pada diri seorang

pribadi. Dengan adanya nilai intelektual, siswa dapat mengambil hikmah atau

pesan dari suatu bacaan sehingga akan menambah kepekaan pada dirinya apabila

dihadapkan pada suatu masalah.

22

Hardjana (1987: 23) menyatakan bahwa pada hakekatnya sastra merupakan suatu

metode berpikir, merasa, mengatur, dan membentuk pola-pola peristiwa serta

dalam keutuhan bagiannya melihat keseluruhannya. Sedangkan yang dimaksud

dengan berjalannya pikiran yang mendidik dapat dilihat karena adanya dua ciri

khas ini, ialah kesatuan dan metode. Berikut kutipan nilai intelektual.

“Ada empat orang yang bersaudara diantaranya ada yang berhasil selamat

dari letusan gunung berapi itu. Mereka menyelamatkan diri dan

meninggalkan Tapanuli menuju arah tenggara. Mereka naik sebuah rakit

menyusuri pantai bagian barat” (Prahana, 1999:1).

Data tersebut menunjukkan kecerdasan Ompung dan saudara-saudaranya untuk

menyelamatkan diri dari letusan gunung berapi. Mereka menggunakan rakit

untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan Tapanuli menuju ke arah tenggara.

2.4.2 Nilai Keterampilan

Ali (1984: 107) Hakikat dari nilai keterampilan adalah manusia sebagai homo

fober yaitu manusia mempunyai kemampuan untuk mencipta dan menghasilkan

sesuatu. Dalam bahasa sehari-hari terampil adalah cekatan, cepat, dan tepat dalam

mengerjakan sesuatu apabila dilihat dari arti kata tersebut, keterampilan hanya

menyangkut gerak saja tetapi dalam hal ini diam pun dapat dikatakan suatu

keterampilan apabila menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai keterampilan bukan hanya suatu

kemudahan, kecepatan, keterampilan dalam gerak tangan saja tetapi lebih luas

dari itu, keterampilan juga sebagai kecakapan dan kepandaian. Berikut kutipan

nilai keterampilan.

23

“Suamiku mulai bekerja sebagai montir biasa. Kemudian, sebagai wakil

Bapakku keahliannya di bidang mesin semakin menonjol. Perusahaan

pusat memperhatikan kelebihannya dari montir-montir lain. Pindah ke

Semarang, dia harus mengawasi kelancaran jalannya semua kendaraan

angkutan yang keluar dari bengkel, ini sangat penting bagi dirinya”(Dini,

1993 : 12).

Data tersebut menunjukkan keterampilan seorang suami yang berprofesi sebagai

montir. Ia memiliki keahlian lebih dibandingkan montir-montir lainnya. Setelah

pindah ke Semarang, ia bertugas sebagai pengawas di bengkel tempatnya bekerja,

tugasnya mengawasi kendaraan angkutan yang keluar dari bengkel.

2.4.3 Nilai Harga Diri

Harga diri merupakan suatu hal yang paling diagung-agungkan pada setiap

individu. Di masa sekarang, harga diri acapkali menjadi pemicu dalam setiap

pertikaian. Untuk menghindari hal itu sedini mungkin, guru mengajarkan kepada

sisiwanya tentang nilai harga diri dengan perantara media pengajaran yang salah

satunya adalah novel. Ali (1984: 107) menyatakan bahwa nilai harga diri

merupakan pembinaan individu agar ia menjadi orang yang bertanggung jawab

dan mempunyai rasa harga diri, mengakui orang lain, tidak merasa dirinya lebih

atau kurang. Menurut Ali (1984: 219), harga diri yang dimaksud disini adalah

nilai-nilai yang memberi posisi hidup untuk individu-individu di masyarakat,

bukan sifat-sifat yang berhubungan dengan harga diri seseorang. Berikut kutipan

nilai harga diri.

“Sebagai seorang ibu aku mengerti dan mendalami kesukaran anakku, baik

yang di rumah maupun yang ku didik di sekolah. Aku percaya bahwa aku

tidak seorang diri memilki kepekaan ini” (Dini,1993:45).

24

Data tersebut menunjukkan harga diri seorang ibu ketika dia berprofesi sebagai

guru. Ia harus senantiasa memahami kesulitan yang sedang dialami anaknya

maupun anak didiknya.

2.4.4 Nilai Sosial/Hubungan Kemasyarakatan dan Pergaulan

Ali (1984: 109) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai

makhluk sosial, manusia memerlukan kehadiran individu lain. Hubungan itu

dimaksudkan dalam rangka mewujudkan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan,

baik untuk kepentingan pribadi, kelompok, maupun kepentingan masyarakat.

Nilai ini perlu ditanamkan di masyarakat sehingga tumbuh hubungan sosial yang

baik antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dengan adanya

sikap tanggung jawab pada masing-masing individu, dengan sendirinya rasa satu

nasib di dalam menjalani hidup bermasyarakat akan muncul dalam hati sanubari

mereka. Berikut kutipan nilai sosial.

“Ayahku mempunyai seorang kawan karib yang menjadi dokter mata di

kotaku. Aku bisa berbicara kepadanya, dan meminta nasihat”

(Dini,2004:30)

Data tersebut menunjukkan hubungan antara tokoh aku dan teman ayahnya yang

berprofesi sebagai dokter mata. Tokoh aku menjadikan dokter tersebut sebagai

tempat untuk meminta nasihat.

2.4.5 Nilai moral

Moral bangsa mempengaruhi maju mundurnya keberadaan suatu bangsa. Namun,

di era globalisasi ini moral bangsa Indonesia semakin mengalami kemerosotan.

Untuk memperbaiki moral bangsa yang semakin mengalami kemerosotan, guru

25

mengajarkan pendidikan moral kepada siswanya melalui bacaan-bacaan yang

berisikan tentang nilai moral.

Menurut Ali (1984: 217) nilai moral adalah hubungan dalam pergaulan

masyarakat dan hubungan itu ada ukuran-ukurannya. Ukuran itu sesuai dengan

prinsip pergaulan, didasarkan pada nilai baik. Jadi, ada ukuran mengenai nilai

baik maupun nilai buruk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa moral erat

kaitannya dengan agama karena ukuran atau aturan yang diterapkan di masyarakat

mengacu pada nilai moral juga yang berkaitan dengan kebiasaan atau aturan suatu

negara. Berikut kutipan nilai moral.

“Legenda batu kepampang masih didongengkan oleh orang tua di Lampung

Utara. Maksudnya untuk mendidik anak cucu mereka agar selalu berbuat

baik”(Prahana, 1999:28).

Berdasarkan kutipan tersebut, menunjukkan bahwa orang tua mempunyai

kewajiban menanamkan nilai-nilai moral yang baik pada anak-anaknya agar

mereka nantinya selalu berbuat baik pada orang lain dan menjauhi perbuatan tidak

baik karena setiap perbuatan jahat pasti akan mendapat hukuman yang setimpal.

2.4.6 Nilai Keindahan

Ali (1984: 26) Menyatakan bahwa sastra merupakan sesuatu yang indah, tanpa

keindahan orang tidak akan tertarik untuk membaca dan memahami suatu karya

sastra. Oleh karena itu, pengarang harus sedapat mungkin mengolah pengalaman-

pengalaman hidupnya menjadi sebuah karya sastra yang di dalamnya terdapat

nilai keindahan. Nilai keindahan adalah hal yang diinginkan manusia agar

hidupnya menjadi lebih halus, menyenangkan, dan menimbulkan kenikmatan.

26

Selanjutnya, Wellek dan Warren (dalam Semi, 1984: 68) mengemukakan nilai

keindahan yang dimiliki karya sastra dan susunannya dapat memberikan manfaat

terhadap pembacanya. Berikut kutipan nilai keindahan.

“Pada suatu hari, sampailah Ompung di suatu bukit yang tinggi. Dengan

perasaan senang, ia memandang ke arah laut, lalu ia ke arah laut, lalu ia ke

arah timur, dan selatan. Ia sangat kagum melihat keadaan alam di sekitar

tempatnya berdiri, apalagi di kejauhan tampak dataran rendah yang sangat

luas. Karena hatinya begitu gembira, tidak ia sadari ia berteriak diatas

bukit, “Lappung…Lappung..!”(Prahana 1999:3)

Data tersebut menunjukkan nilai keindahan karena terjadi pengamatan pada suatu

objek yang dilakukan Ompung melalui indera penglihatannya sehingga

menimbulkan perasaan senang dan kagum pada diri Ompung. Tanpa disadari,

Ompung menyebut daerah dengan kata Lappung yang dari bahasa Tapanuli

berarti “luas”.

2.4.7 Nilai Ketuhanan/Keagamaan

Ali (1984: 226) menyatakan bahwa nilai-nilai ketuhanan pada prinsipnya adalah

patokan-patokan, motif-motif untuk perohanian hidup. Manusia tidak mungkin

menjadi besar dan kuat tanpa bergantung kepada Tuhan. Manusia yang

melepaskan diri dari ketergantungannya kepada Tuhan akan menyebabkan ia

lemah dan kehilangan pegangan. Oleh karena itu, kita harus memilki pondasi

agama yang kuat, agar kehidupan kita di dunia ada manfaat dan mencapai

kebahagiaan yang abadi. Membaca sastra khususnya novel merupakan salah satu

cara agar kita memperoleh kekayaan rohani disamping kekayaan pengetahuan.

Pendidikan ketuhanan ini akan menimbulkan rasa ketergantungan kepada Tuhan,

27

membentuk kesadaran, sikap mental, dan tindakan yang religius. Berikut kutipan

nilai Ketuhanan

“Para kolonis itu sangat senang dan memanjatkan puji syukur kepada

Tuhan atas kemurahan hati-Nya memberikan sumber air bersih” (Prahana,

1999: 19)

Data tersebut merupakan nilai ketuhanan karena dalam data tersebut menunjukkan

sikap para kolonis setelah mendapatkan air bersih. Mereka merasa bahwa semua

itu pemberian dari Tuhan yang patut di syukuri.

2.4.8 Nilai Pengendalian Diri/Kestabilan Emosi

Dalam hidup bermasyarakat, sikap pengendalian diri harus diterapkan agar hidup

dapat berjalan secara harmonis. Manusia sering terhanyut oleh gelora

perasaannya sendiri seperti takut, marah, sedih, benci, terutama perasaan-perasaan

suram. Hal ini apabila tidak dikendalikan akan mengakibatkan sakit badan dan

jiwa. Menurut Ali (1984: 109), dengan adanya pendidikan penguasaan diri

diharapkan siswa dapat menguasai, mengendalikan, merasionalkan, dan

menormalisasi perasaannya. Berikut kutipan nilai pengendalian diri.

“Aku hampir kehilangan kesabaran untuk mengetahui mengapa Waskito

begitu dihindari teman-teman sekelasnya. Namun aku dapat

mempertahankan kesabarannya” (Dini, 1993: 27).

Data tersebut menunjukkan sikap tokoh aku yang dapat mengendalikan diri ketika

melihat sikap teman-teman sekelasnya yang menjauhi Waskito. Tokoh aku

akhirnya dapat menunjukkan sikapnya yang biasa-biasa saja dan mempertahankan

kesabarannya.

28

2.4.9 Nilai Tingkah Laku/Adab Sopan Santun

Ali (1984:109) Pendidikan merupakan proses belajar yang dapat menghasilkan

perubahan tingkah laku yang diharapkan. Oleh karena itu, suatu media pengajaran

seperti novel diharapkan mengandung nilai pendidikan yang di dalamnya terdapat

nilai tingkah laku. Dalam bertingkah laku, seperti berjalan, cara berbicara, dan

bersikap kepada orang lain memerlukan pengalaman sesuai dengan situasi dan

kondisi. Pengertian situasi dan kondisi ini juga menyangkut adat istiadat. Maka

orang yang memiliki adab sopan santun berarti orang yang beradat. Berikut

kutipan nilai tingkah laku.

“Memenuhi tata cara, aku memperkenalkan diri ke RT. Aku bertemu

dengan istri RT, sebab suaminya sedang mengurus keperluan di tempat

lain. Ramah dan sopan dia menyambutku “(Dini, 1993:15).

Data tersebut menunjukkan tingkah laku atau adab sopan santun tokoh aku ketika

bertamu di rumah pak RT. Tokoh aku memperkenalkan diri pada ibu RT dan

kedatangannya pun disambut dengan ramah dan sopan oleh ibu RT.

2.4.10 Nilai Kehendak/Kemauan/Cita-cita

Nilai kehendak atau cita-cita menyangkut pembentukan motivasi, cita-cita,

ketabahan, dan kekuatan kemauan. Ali (1984: 109) mengatakan bahwa di dalam

pendidikan harus dibina manusia yang kuat hati untuk mempunyai cita-cita dan

merealisasikan cita-cita itu. Motivasi dan cita-cita itu harus dapat direalisasikan

dengan kekuatan kemauan dan usaha yang nyata serta mampu dan tabah keluar

dari kesulitan yang dihadapi sampai tujuan tercapai. Berikut kutipan nilai cita-cita.

29

“Dengan susah payah aku mempertahankan muridku. Para rekan yang

menginginkan pengeluaran Waskito ternyata lebih banyak dari yang

mendukungku. Tetapi aku bersitahan. Berilah saya waktu sebulan lagi.

Itulah permintaanku dalam rapat” (Dini, 1993:69).

Data tersebut menunjukkan nilai cita-cita tokoh aku yang diungkapkannya dalam

rapat. Ia bersikeras mempertahankan muridnya meskipun pendukungnya tidak

sebanyak pendukung Waskito.

2.5 Karakteristik Nilai Didaktis

Karakteristik yang digunakan dalam menganalisis nilai didaktis adalah sebagai

berikut.

No Nilai Didaktis Karakteristik

1 Nilai intelektual Menunjukkan kecerdasan dalam menyikapi setiap

permasalahan.

2 Nilai keterampilan Menunjukkan kemampuan dalam menciptakan dan

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

3 Nilai harga diri Menunjukkan kemampuan dalam memosisikan diri

dalam kehidupan bermasyarakat.

4 Nilai sosial Menunjukkan kemampuan dalam berinteraksi

dengan lingkungan masyarakat.

5 Nilai moral Menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan

harkat dan martabat di masyarakat.

6 Nilai keindahan Menunjukkan sesuatu yang dapat menjadikan

manusia dapat merasakan dan menikmati suatu

objek baik yang diciptakan oleh alam maupun oleh

manusia.

7 Nilai ketuhanan Menunjukkan rasa ketergantungan kepada tuhan

YME

8 Nilai

pengendalian diri

Menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan

setiap tindakan dalam menyikapi suatu

permasalahan.

9 Nilai tingkah laku Menunjukkan kemampuan untuk menjadi manusia

yang santun dan beradat.

10 Nilai cita-cita Menunjukkan kemampuan untuk mencapai suatu

tujuan dengan kemauan yang keras.

Sumber : Ali (1984: 110)

30

2.6 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas

Rahmanto (1996: 15) mengatakan bahwa pembelajaran sastra pada dasarnya

memiliki peranan dalam peningkatan pemahaman siswa. Apabila karya-karya

sastra tidak memiliki manfaat, dalam menafsirkan masalah-masalah dalam dunia

nyata, maka karya sastra tidak akan bernilai bagi pembacanya. Pada dasarnya

pengajaran sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata,

maka dapat dipandang pengajaran sastra menduduki tempat yang yang

selayaknya. Jika pengajaran sastra dilakukan secara tepat maka pengajaran sastra

dapat memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah

nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat. Melalui hal

tersebut, sastra memberikan pengaruh terhadap pembacanya. Sastra membentuk

pola pikiran dan respon pembaca terhadap apa yang dibacanya dengaan aktivitas

kesehariaanya yang saling berkaitan.

Sastra merupakan wujud dari hasil pemikiran, pandangan dan gagasan dari

seseorang. Sastra diciptakan oleh pengarang berdasarkan pola pikir dan ide kreatif

yang dibangun secara mandiri. Pemikiran, gagasan, dan pola pikir dari pengarang

pada dasarnya bersumber dari keadaan-keadaan sekitar lingkup pengarang. Oleh

karena itu, di dalam karya sastra terdapat tafsiran-tafsiran masalah dunia nyata.

Sastra memiliki hubungan dalam kehidupan dunia nyata. Dengan demikian, pada

dasarnya karya sastra memiliki peran dan kedudukan yang penting. Senada

dengan hal itu, menurut Rahmanto (1996: 16—25) manfaat pembelajaran sastra

dalam dunia pendidikan yaitu:

31

1) membantu keterampilan berbahasa,

2) meningkatkan pengetahuan budaya,

3) mengembangkan cipta dan rasa, dan

4) menunjang pembentukan watak.

Adapun tujuan pembelajaran sastra untuk tingkat SMA adalah sebagai berikut.

1) Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

2. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah

budaya dan intelektual manusia Indonesia

Untuk sampai pada tujuan tersebut, diperlukan strategi penyampaian pembelajaran

berupa rancangan pembelajaran terkait dengan apa yang akan disampaikan kepada

peserta didik. Adapun tujuan rancangan pembelajaran adalah agar pembelajaran

dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan pembelajaran dapat dihasilkan oleh

peserta didik.

Rancangan pembelajaran atau desain pembelajaran adalah praktik penyusunan

media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer

pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi

penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan

pembelajaran, dan merancang ”perlakuan” berbasis media untuk membantu

terjadinya transisi. Idealanya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar

yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat hanya terjadi pada siswa, dipandu

32

oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat

diamati secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar

tersembunyi dan hanya berupa asumsi.

Dalam mengelola pembelajaran, guru melaksanakan berbagai langkah kegiatan,

salah satunya adalah merancang pembelajaran dengan perencanaan pembelajaran

yang disusun untuk memenuhi harapan dan tercapainya tujuan pembelajaran. Uno

(2008: 2) mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan

untuk membuat kegiatan berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah

yang antisipasif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan

tersebut mencapai tujuan yang ditetapkan. Perencanaan proses pembelajaran

meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang memuat sekurang-

kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran,

sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

2.6.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran

tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus

untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai

Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban

menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup untuk

meningkatkan kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

33

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD

atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Kurniasih

dan Sani (2014: 1-2) mengatakan bahwa manfaat dari RPP adalah

a. Sebagai penduan dan arahan proses pembelajaran.

b. Untuk memprediksi keberhasilan yang akan dicapai dalam proses

pembelajaran

c. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

d. Untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar secara optimal.

e. Untuk mengorganisir kegiatan pembelajaran secara sistematis.

a. Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

1. Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan

2. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema

3. Kelas/semester

4. Materi pokok

5. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian

KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam

pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai.

6. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan

menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan iukur,

yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

7. Kompetensi dasar dani ndikator pencapaian kompetensi.

34

8. Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur

yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan

rumusan indikator ketercapaian kompetensi.

9. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai

KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang

akan dicapai.

10. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk

menyampaikan materi pelajaran.

11. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam

sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.

12. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan

pendahuluan, inti, dan penutup.

13. Penilaian

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan perencanaan pembelajaran, untuk melaksanakan

perencanaan tersebut terdapat tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan ini, dan kegiatan penutup.

1. Kegiatan Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pembelajaran yang bertujuan

untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk

35

berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, bisa berupa apersepsi dan motivasi

sebagai berikut.

a. mengaitkan pembelajaran sekarang dengan pengalaman peserta didik atau

pembelajaran sebelumnya,

b. mengajukan pertanyaan menantang,

c. menyampaikan manfaat pembelajaran, dan

d. mendemonstrasikan sesuatu yang terkait dengan materi pembelajaran.

Penyampaian kompetensi dan rencana kegiatan dijabarkan sebagai berikut.

a. Menyampaikan kemampuan yang akan dicapai peserta didik

b. Menyampaika rencana kegaiatan misalnya individu, kerja kelompok, dan

melakukan observasi.

Dari kegiatan pendahuluan tersebut, guru bisa melakukan hal-hal yang berkaitan

dengan kegiatan apersepsi dan motivasi serta penyampaian kompetensi dan

rencana kegiatan, agar pembelajaran menjadi kondusif sesuai dengan yang

diharapkan oleh guru.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan ini merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar.

Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi,

elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

guru ketika proses pembelajaran dimulai, pada kegiatan inti pembelajaran

dilakukan untuk mencapai tujuan yang dilakukan secara aktif untuk mencari

informasi, serta memberikan ruang yang cukup untuk memunculkan kreativitas

36

dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis siswa.

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu

Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam

pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan

dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam

pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih

mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan

penalaran deduktif (deductive reasoning). Untuk dapat disebut ilmiah, metode

pencarian harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,

empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode

ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui

observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian

memformulasi, dan menguji hipotesis.

Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses

pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:

a. Mengamati

Pada langkah pembelajaran mengamati, kegiatan belajar yang dapat

dilakukan peserta didik antara lain membaca, mendengar, menyimak,

melihat (tanpa atau dengan alat) dan kompetensi yang dikembangkan

adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi

37

b. Menanya

Pada langkah pembelajaran menanya, kegiatan belajar yang dapat

dilakukan adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak

dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan

informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan

faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang

dikembangkan pada saat menanya adalah mengembangkan kreativitas,

rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk

pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c. Mengumpulkan informasi/eksperimen

Pada langkah pembelajaran mengumpulkan informasi/eksperimen,

kegiatan belajar yang dapat dilakukan antara lain melakukan

eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati

objek/kejadian/aktivitas dan wawancara dengan narasumber.

Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap teliti,

jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan

berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi

melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar

dan belajar sepanjang hayat.

d. Mengasosiasikan/mengolah informasi

Pada langkah kegiatan mengasosiasikan/mengolah informasi, kegiatan belajar

yang dapat dilakukan antara lain mengolah informasi yang sudah

dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen

38

maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan

informasi, pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat

menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi

yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat

yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang

dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan,

kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir

induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Pada langkah kegiatan

mengomunikasikan, kegiatan belajar menyampaikan hasil pengamatan,

kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis atau media

lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap

jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan

pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan

berbahasa yang baik dan benar.

e. mengomunikasikan.

Pada langkah kegiatan mengomunikasikan, kegiatan belajar menyampaikan

hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis

atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan

kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

39

3. Kegiatan Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas

pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan,

penilaian dan refleksi, umpan balik, serta tindak lanjut.

2.6.2 Tujuan Pembelajaran

Kurniasih dan Sani (2014: 14) mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran perlu

dibuat guru apabila indikator mengandung tuntutan kerja yang belum operasional

(tidak mudah diukur). Hal ini yang menentukan perlunya dibuat tujuan

pembelajaran adalah jika materi dalam indikator terlalu luas. Selain itu ada

kalanya dalam indikator terkandung tuntutan keterampilan yang lain. Pada

prinsipnya, tujuan pembelajaran adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan

terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran tertentu.

2.6.3 Materi Pembelajaran

Kurniasih dan Sani (2014: 10) mengungkapkan bahwa materi pembelajaran

diartikan sebagai bahan yang hendak diajarkan kepada peserta didik, dengan kata

lain materi pembelajaran merupakan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang harus dipelajari peserta didik sesuai dengan standar

kompetensi yang telah ditetapkan. Secara garis besar materi pembelajaran selaras

dengan pendapat Bloom melalui teori Taksonomi Bloom bahwa kemampuan yang

harus dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik terdiri dari kemampuan kognitif

(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Materi

40

pembelajaran atau bahan ajar dapat ditinjau dari dua segi yaitu pendidik dan

peserta didik. Materi pembelajaran dari segi pendidik merupakan bahan yang

harus diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik pada proses pembelajaran.

Dari segi peserta didik, materi pembelajaran merupakan bahan yang harus

dipelajari.

2.6.4 Model Pembelajaran

Amri (2013: 34) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk

menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,

film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Yulaenawati (dalam Abidin 2012: 30)

mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah menawarkan struktur dan

pemahaman desain pembelajaran dan membuat para pengembang memahami

masalah, merinci masalah-masalah ke dalam unit-unit yang mudah diatasi, dan

menyelesaikan masalah pembelajaran.

Amri (2013: 5) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran guru diharapkan

mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

Dalam pemilihan model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model

pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Variabel dalam model pembelajaran

pada kurikulum 2013 diklasifikasikan menjadi tiga.

41

1. Problem Based Learning

Merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dngan cara

menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang

dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan

oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Sani (2014: 129).

2. Project Based Learning

Merupakan pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran yang

berpusat pada siswa. Bersifat antar disiplin ilmu (integrasi mata

pelajaran) dan dalam waktu jangka panjang. Project based learning

merupakan strategi belajar mengajar yang melibatkan siswa untuk

mengerjakan sebuah proyek yang bermanfaat untuk menyelesaikan

permasalahan masyarakat atau lingkungan. Melalui metode proyek ini

siswa akan memiiki hasil karya dirinya yang diperoleh dari belajar, karya

ini berupa produk akhir dari aktivitas belajar. Sani (2014: 171).

Pembelajaran berbasis proyek memiliki memiliki karakteristik sebagai

berikut :

a. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;

b. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta

didik;

c. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas

permasalahan atau tantangan yang diajukan;

d. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses

dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;

42

e. proses evaluasi dijalankan secara terus-menerus;

f. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang

sudah dijalankan;

g. produk akhir aktivitas akan dievaluasi secara kualitatif;

h. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan

3. Discovery Learning

Merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih

kreatif menciptakan situasi belajar yang dapat membuat peserta didik

menemukan pengetahuan sendiri. Sani (2014: 97-98). Pada pembelajaran

ini materi pembelajaran tidak diberikan seutuhnya, melainkan siswa

diberikan kesempatan untuk dapat menganalisis sendiri apa yang akan

dicari, kemudian para siswa mengorganisasi apa yang telah mereka

pahami dalam suatu bentuk final.

Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar

secara umum antara lain yaitu

a. stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan),

b. problem statement (pernyataan/identifikasi masalah),

c. data collection (pengumpulan data),

d. data processing (pengolahan data),

e. verification (pembuktian), dan

f. generalization (menarik kesimpulan).

43

2.6.5 Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan rujukan yang seharusnya berasal dari berbagai sumber

yang nantinya harus di analisis, materi dikumpulkan dan dikembangkan dalam

bentuk bahan ajar. Pada prinsipnya sumber belajar adalah semua sumber baik

berupa data orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik

dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga

mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai

kompetensi tertetu.

2.6.6 Penilaian Pembelajaran

Penilaian pembelajaran dilakukan guru untuk menilai dan menentukan efektivitas

dan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian

pembelajaran dalam kurikulum 2013 meliputi penilaian autentik atau bisa

dikatakan penilaian yang sebenarnya. Penilaian autentik (authentic ssessment)

adalah pegukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik

untuk ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

1. Penilaian Kompetensi Sikap

Penilaian kompetensi sikap merupakan penilaian yang bertujuan untuk

mengetahui perilaku siswa dalam pembelajaran. Sikap yang dinilai guru yaitu,

bertanggung jawab, jujur, kreatif, dan santun. Penilaian tersebut dapat dijabarkan

sebagai berikut.

44

a. Observasi

Merupakan teknik yang dilakukan secara berkesinambungan baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman

observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

b. Penilaian Diri

Merupakan teknik penialaian dengan cara meminta siswa mengemukakan

dengan konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa

lembar penilaian diri.

c. Penilaian Antar Siswa

Merupakan teknik penialian dengan meminta siswa untuk saling menilai

terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa

lembar penilaian antar peserta didik.

d. Portofolio

Merupakan catatan siswa mengenai informasi pengamatan dan observasi

yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran yang berkaitan dengan

siakp dan perilaku.

2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Kompetensi pengetahuan dinilai melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan.

a. Instrumen tes tertulis berupa soal dan pertanyaan yang disesuaikan

dengan materi yang diajarkan pada saat pelaksanaan pembelajaran.

Instrumen uraian dilengkapi dengan pedoman penskoran.

b. Instrumen tes lisan berupa pertanyaan yang diajukan guru dan pertanyaan

siswa dengan siswa lainnya.

45

c. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah atau proyek yang

dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik

tugas.

3. Penilaian Kompetensi Keterampilan

Kompetensi keterampilan yang dinilai oleh guru kepada siswa melalui penilaian

kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa untuk mendemonstrasikan suatu

kompetensi tertentu menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio.

Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian yang dilengkapi

rubrik.

a. Tes praktik yang merupakan tes menuntut respon berupa keterampilan

melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan

kompetensi.

b. Proyek yang memuat tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru yang

meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan baik tertulis maupun

secara lisan.

c. Penilaian portofolio merupakan penilaian yang dilakukan dengan cara

menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat

reflektif integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi dan

kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat

berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik

terhadap lingkungannya, Sani (2014: 204-206).

46

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif

kualitatif bermaksud untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antara fenomena yang diselidiki (Nazir dalam Kuntoro, 2006: 95).

Dengan metode ini data yang telah terkumpul, di identifikasi, di analisis,

dideskripsikan, kemudian diinterpretasikan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan. Penelitian kualitatif diartikan sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

atau perilaku yang diamati. Penelitian ini mendeskripsikan nilai-nilai didaktis

novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral dan pembelajarannya di

Sekolah Menengah Atas (SMA).

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah novel Sang Pencerah karya Akamal Nasery

Basral, cetakan ke- IV, tebal 461 halaman, terbitan tahun 2010, penerbit PT.

Mizan Publika Jakarta.

47

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Membaca novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral secara berulang-

ulang

2. Menggarisbawahi data yang berkenaan dengan nilai-nilai didaktis yang ada

dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

3. Menganalisis data dengan mengidentifikasi bagian-bagian yang berkenaan

dengan nilai-nilai didaktis.

4. Mengklasifikasikan nilai-nilai didaktis yang ditemukan sebagai nilai didaktis

tertulis.

5. Membuat rancangan pembelajaran nilai-nilai didaktis untuk pembelajaran di

Sekolah Menengah Atas (SMA)

6. Menyimpulkan hasil penelitian tentang nilai-nilai didaktis.

104

BAB VSIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Hasil penelitian terhadap novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral

peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

1. Novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral mengandung nilai-nilai

didaktis. Adapun nilai didaktis yang ditemukan yaitu, nilai intelektual, nilai

keterampilan, nilai harga diri, nilai sosial, nilai moral, nilai keindahan, nilai

ketuhanan, nilai pengendalian diri, nilai tingkah laku, dan nilai cita-cita.

2. Pembelajaran yang sesuai untuk siswa SMA kelas XII semester genap adalah

pembelajaran dengan kompetensi dasar (KD) 4.9 merancang novel atau

novelet dengan memerhatikan isi dan kebahasaan.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat memberikan saran

1. Bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian, disarankan untuk meneliti

nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam sebuah novel karena nilai didaktis

sangat bermanfaat untuk kehidupan.

105

2. Bagi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk dapat menjadikan

nilai didaktis dalam novel Sang Pencerah sebagai sarana pembentukan nilai-

nilai/karakter bagi siswa-siswanya.

3. Bagi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk dapat

menggunakan rancangan pembelajaran yang sudah dibuat dalam proses

pembelajaran di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.Bandung: PT. Refika Aditama

Ali, M. Natsir. 1984. Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: Mutiara.

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum

2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Aziz, Wahab Abdul, dkk. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan KarakterBangsa. Jakarta: Kemendiknas.

Basral, Akmal Nasery.2010. Sang Pencerah. Jakarta: PT Mizan Publika.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Standar KompetensiMata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Esten, Mursal. 1989. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:Angkasa.

Gani, R. 1988. Pengajaran Sastra. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.

Hardjane, Andre. 1987. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: GramediaPustaka Utama. Graha Widya.

http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani.2014.Perencanaan Pembelajaran ProsedurPembuatan RPP sesuai dengan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena

Lubis, Mochtar.1989. Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Moleong, Lexy. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Rahmanto, Bernandus. 1992. Metodologi Pengajaran Sastra. Yogyakarta:Kanisius.

Rampan, Korrie Layun. 1984. Suara Pancaran Sastra. Jakarta: Yayasan Arus.

Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk ImplementasiKurikulum 2013.Jakarta: Paragonatama Jaya.

Semi, Attar. 1982. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Sudjiman, M. Hadimurti Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta:Pustaka jaya.

Sugihastuti. 2002. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob. 1988. Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

.......................... 1985. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.

Suroto. 1993. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Suwarno, Wiji. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung:Angkasa.

Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah UniversitasLampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Uno, Hamzah B. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Wellek, Renee, Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama.