nilai-nilai dakwah dalam budaya siri’ di desa lentu

71
viii NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh: NURUL HIDAYAT NIM: 105270000315 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/2020 M

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

viii

NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos) Pada Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

NURUL HIDAYAT

NIM: 105270000315

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

1442 H/2020 M

Page 2: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU
Page 3: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU
Page 4: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU
Page 5: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq

dan Inayah-Nya, sehingga penulis telah menyelesaikan karya ilmiah

berupa skripsi yang berjudul “NILAI – NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA

SIRI’ DI DESA LENTU’ KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN

JENEPONTO ”.

Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar, Serta Segenap Pembantu Rektor I, II,

III, IV Universitas Muhammadiyah Makassar

2. Drs H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama

Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. (HC) M.M Thayyib Khoory selaku Founder dan Donatur Asia

Muslim Charity Foundation (AMCF)

4. Dr. H. Abbas Baco Miro, Lc. MA. selaku Ketua Prodi Komunikasi

Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar.

5. Dr. M. Ilham Muchtar, MA dan Dr. Meisil B. Wulur S. Kom., M.Sos.

I selaku Pembimbing satu dan pembimbing dua yang telah banyak

meluangkan waktu serta pikirannya dalam mengarahkan dan

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

6. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar

khususnya dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam(KPI) dan

dosen Mahad Al-birr.

7. Seluruh Staf Universitas Muhammadiyah Makassar atas didikan

ilmu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan program

perkuliahan Strata Satu (S1).

8. Kepada Bapak, Ibu dan saudaraku tercinta yang langsung maupun

tidak langsung membantu dan memberikan dukungan dalam

proses penyusunan skripsi ini

9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa(i) angkatan 2015 jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Unismuh

Makassar atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini, baik

suka maupun duka selama menjalani perkuliahan hingga selesai.

10. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebut satu persatu yang

telah membantu proses penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh mencapai

kesempurnaan dalam arti sebenarnya dan masih banyak terdapat

kekurangan dan kelemahan baik isi dan tata bahasanya, namun penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan

para pembaca pada umumnya.

Makassar,06 Rabiul Awal 1442 H 20 Oktober 2020 M

Penulis

Nurul Hidayat

NIM: 105270000315

Page 7: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................... ii

BERITA ACARA MUNAQASYAH ......................................................... iii

PERNYATAAN SKRIPSI .......................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Nilai-Nilai Dakwah ............................................................................ 6

B. Siri’ Na Pacce ..................................................................................... 9

1. Sejarah Awal Siri’ Na Pacce Bugis Makassar ............................. 9

2. Nilai Siri’ Na Pacce dalam Praktek Budaya Interaksi

Sosial bagi Masyarakat Bugis .................................................... 20

3. Siri’ Butuh Revitalisasi .............................................................. 21

4. Kearifan Lokal dalam Makna Siri’ Na Pacce sebagai

Karakter Bangsa ........................................................................ 22

C. Persfektif Islam tentang Komposisi Siri’ Na Pacce ......................... 23

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 32

B. Lokasi Penelitian ............................................................................. 32

C. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 33

D. Sumber Data ..................................................................................... 33

E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 34

F. Instrumen Penelitian......................................................................... 35

Page 8: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

G. Teknik Analisis Data ........................................................................ 37

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum lokasi Penelitian ................................................. 39

B. Bentuk Nilai – Nilai Siri’ Masyarakat di Desa Lentu

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto .............................. 44

C. Upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto ...................................................................................... 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 57

B. Saran ................................................................................................. 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 9: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Siri’ na pacce merupakan suatu prinsip hidup yang dimiliki oleh

orang bugis makassar. Siri’ berarti malu dan pacce berarti solidaritas

persaudaraan. Siri’ na pace telah diwariskan secara turun temurun oleh

leluhur orang bugis makassar. Siri’ na pacce secara maknawi berarti

harga diri. Ketika harga diri orang bugis makassar dilecehkan, maka

pantang bagi dirinya untuk diam.dengan kata lain mereka akan melakukan

perlawanan demi mempertahankan harga dirinya daripada harus

menanggung malu.

Hal ini dikarenakan, nilai siri’ na pacce yang telah di lecehkan akan

berakibat pada hilangnya harga diri yang sangat dijunjung tinggi nilainya

dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Selain itu juga dapat

menimbulkan kesan yakni perasaan malu kepada lingkungan sosial jika

siri’ na pacce tidak di pertahankan.1

Siri’ secara harfiah mempunyai makna yang berdimensi ganda, di

satu sisi artinya malu, di sisi lain berarti harga diri. Makna siri’ adalah

sesuatu yang universal dan fitrah, artinya semua manusia memilikinya.

Namun yang membedakannya dengan bagi orang bugis atau makassar

terletak pada perlembagaan siri’ kedalam sistem kultural dan sistem

1Nasruddin Anshoriy (Anre Gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis),

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009. h, xi-xii

Page 10: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

pranata sosial mereka. Sehingga penghayatan dan pengalamannya

sangat intens.

Siri’ adalah salah satu nilai penting dalam sistem budaya

masyarakat sulawesi selatan yang secara fenomenal nilai ini telah

mewarnai kebudayaan negeri-negeri etnik di sulawesi selatan, sebab nilai

ini tidak hanya bisa ditemukan pada masyarakat bugis dan makassar

tetapi juga pada masyarakat mandar dan toraja. Siri’ sebagai sistem nilai

telah menjiwai seluruh kebudayaan suku bangsa di sulawesi selatan..

kosep siri’ telah sejak dahulu menjadi sistem nilai kebudayaan

sulawesi selatan jauh sebelum kerajaan menerima agama sebagai

pemegang otorita nilai resmi dalam prosesi pemerintahan para raja.

Konsepsi siri’ bisa ditemukan pada berbagai lontara dalam sejarah

kebudayaan sulawasi selatan dari mitos tentang tumanurung, yang

merupakan cikal bakal nilai-nilai luhur kebudayaan mereka.2

Apabila siri’ dilihat dari pranata sosial, ia merupakan slah satu unsur

kebudayaan lama dan asli sebagai puncak kebudayaan di daerah

sulawesi selatan.kenyataan empiris sekarang, tampak adanya pergeseran

makna siri’ yang sesungguhnya adalah penyimpangan tingkah laku,

namun demikian nilai belum hilang dan masih tersimpan dalam tradisi

budaya (logika dan etika).

Pewarisan nilai-nilai sejak kemerdekaan tidak memadai, maka

terjadilah kesimpangsiuran nilai dan pergeseran makna terutama dalam

2Nasruddin Anshoriy (Anre Gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis),

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009. h, xi-xii

Page 11: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

interaksi simbolik. Sama halnya dengan makna siri’ mengalami

perkembangan verbalisasinya sering di gunakan hanya untuk

menampilkan keakuan dan harga dirinya secara emosional.3

Makna kultural dari siri’ lebih bersentuhan dengan kehidupan

budaya. Suku bugis-makassar misalnya lebih menghayati makna kultural

konsep siri’ pada esensinya sebagai dirinya sendiri. Dalam kamus besar

bahasa indonesia, memberi makna kultural kata siri’sebagai sistem nilai

kultural kepribadian yang merupakan pranata pada tataran harga diri dan

martabat manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat

bugis.

meskipun arti ini mengensankan konsep siri’ hanya ada dalam suku

bugis, tetapi tidaklah demikian halnya. Konsep siri’ ditemukan pada semua

suku bangsa yang saling kait mengait sehingga menjadikan siri’ sebagai

sistem budaya yang utuh sera mandiri. Kandungannya yang dominan

adalah nilai malu dan nilai harga diri (martabat).4

Nilai malu sebagai bagian dari sistem budaya siri’, mengandung

ungkapan psikis untuk tidak berbuat hal yang tercela dan dilarang oleh

kaidah adat. Perasaan malu ini dimaksudkan juga berfungsi sebagai

upaya pengekangan diri terhadap perbuatan yang dianggap bertentangan

dengan wujud totalitas dalam sistem budaya. Dari sudut psikoanalisa

freud, nilai malu termasuk perangkat superego dalam sistem kepribadian

manusia. Nilai malu berfungsi sebagai sensor terhadap dorongan-

3Abu Hamid,(Siri’ Na Pesse), Jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi, 2005, h. ix

4Abu Hamid,(Siri’ Na Pesse), Jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi, 2005 h. ix

Page 12: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

dorongan primitif yang berasal dari id. Harga diri berarti kehormatan,

disebut pula martabat. Nilai harga diri merupakan pranata pertahanan

psikis terhadap perbuatan tercela seta yang dilarang oleh kaidah adat.5

Harga diri ini hendaknya sesuai dengan pengertian yang

dikemukakan dalam lontarak. Yaitu siri’ adalah sistem nilai sosiocultural

dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri. Siri’

adalah nilai yang perlu dipelihara dan dipertahankan karena hanya

dengan demikian seorang atau sekelompok masyarakat akan memelihara

martabat dan harga dirinya. Orang yang tercemar harga dirinya dianggap

tidak mempunyai martabat lagi.6

pengamatan peneliti, terkait pemaknaan siri’ na pacce cenderung,

hanya di maknai sebagai nilai maskulinitas saja oleh generasi muda bugis

makassar, oleh sebab itu karakter maskulin perlu bagi mereka untuk

memahami secara lebih kontekstual lagi, di karenakan hal tersebut akan

menjadi identitas tersendiri bagi mereka.

Dengan demikian, masalah yang terjadi pada para pemuda bugis

makassar dewasa ini dan merupakan pewaris nilai-nilai budaya mereka,

adalah kurang memahami secara utuh, mendalam, dan benar mengenai

makna prinsip hidupnya sendiri yakni siri’ na pacce7

5Shaff Muhtamar( Masa Depan Warisan Luhur Dan Kebudayaan Sulawesi Selatan), Jl.

Abdullah Dg Sirua No.3: CV Adi Perkasa, 2004. h, 57-59

6Nonci,(Konsep-Konsep Budaya), Jl. Perintis Kemerdekaan VII/ 52 B: CV Aksara, 2005.

h, 28

7Nonci,(Konsep-Konsep Budaya), Jl. Perintis Kemerdekaan VII/ 52 B: CV Aksara, 2005.

h, 28

Page 13: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti dapat menarik

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk nilai-nilai dakwah dalam budaya Siri’ di Desa

Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto?

2. Bagaimana upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di

Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto?

C. Tujuan Penelitian

Penilitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk nilai-nilai dakwah dalam budaya Siri’ di Desa

Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

2. Mengetahui upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di

Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai bentuk nilai-nilai

dakwah dalam budaya siri’ di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba

Kabupaten Jeneponto

2. Memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai upaya

masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di Desa Lentu

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

Page 14: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Nilai – Nilai Dakwah

Kamus bahasa Indonesia, nilai dapat diartikan sebagai harga atau

jika dikaitkan dengan budaya berarti konsep abstrak yang mendasar,

sangat penting dan bernilai bagi kehidupan manusia.8 Nilai adalah sesuatu

yang abstrak, bukan konkrit. Nilai hanya bisa difikirkan, difahami, dihayati,

dan hal-hal yang bersifat batiniyah terhadap perilaku manusia dan

mempunyai dampak luas terhadap hampir semua aspek perilaku manusia

dalam konteks sosialnya.

Dakwah, secara bahasa berasal dari kata دعو دعوة yang berarti دعا ي

memanggil, mengundang, minta tolong kepada, berdoa memohon,

mengajak kepada sesuatu, merubah dengan perkataan, perbuatan amal.

9secara umum tujuan dakwah adalah mengajak umat manusia kepada

jalan yang benar dan diridhai Allah agar dapat hidup bahagia dan

sejahtera di dunia maupun di akhirat. 10

Ada beberapa nilai-nilai dakwah yang universal yang dapat

diaplikasikan dalam kehidupan umat, diantaranya:

8Hizair M A, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”, h. 421

9A.W. Munawwir, “ Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap”, h. 407

10

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabya: Al-Iklhas, 1983, h. 51

6

Page 15: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

1. Nilai Kedisiplinan

Disiplin bukan hanya milik tentara atau polisi saja, tetapi menjadi

milik semua orang yang ingin sukses. Kedisiplinan tidak diartikan dengan

kehidupan yang kaku dan susah tersenyum. Kedisiplinan terkait erat

dengan manajemen waktu. Bagaimana waktu yang diberikan oleh tuhan

selam 24 jam dalam sehari dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya

untuk meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

2. Nilai Kejujuran

Ada tiga hal penting yang bisa diterapkan dalam kehidupan kita

untuk memberantas ketidakjujuran dan kejahatan lainnya yaitu: pertama,

penelusuran akidah dengan meyakini dan mengikhlaskan ibadah hanya

kepada Allah semata. Kedua, berperilaku jujur dan jangan menyakiti orang

lain. Ketiga, jangan merusak bumi. Maksudnya bisa diperluas bukan

hanya arti yang sebenarnya, tetapi bisa dimaksudkan jangan merusak

sistem yang sudah dibangun dengan baik, akibat dari perilaku individu

yang tidak jujur.11

3. Nilai Kerja Keras

Siapa yang sungguh-sungguh dialah yang pasti dapat. (man jadda

wajada). hadist tersebut merupakan hukum sosial yang berlaku universal

bagi masyarakat, tidak mengenal etnis, agama maupun bahasa. Orang

cina yang rajin dan bekerja keras, pasti akan mendapatkan hasil dari kerja

11Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277

Page 16: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

kerasnya. Sebaliknya, umat Islam yang malas, pasti akan menerima hasil

yang sedikit karena kemalasannya.

4. Nilai Kebersihan

Umat Islam seringkali di perkenalkan dan dianjurkan untuk menjaga

kebersihan. Setiap bahasan pertama tentang fiqh islam diawali dengan

pembahasan tentang kebersihan seperti menghilangkan hadast besar dan

kecil, menggunakan air yang bersih lagi mensucikan, berwudhu, dan lain

sebagainya. Menjaga kebersihan merupakan nilai dakwah universal yang

dapat dilakukan oleh siapa saja, apalagi umat islam yang jela-jelas

memiliki dasar yang kuat untuk menjaga kebersihan.12

5. Nilai Kompetisi

Islam tidak melarang umatnya untuk berkompetisi,karena kompetisi

merupakan salah satu motivasi psikologis sangat umum dimiliki oleh

setiap manusia. Setiap mahasiswa akan memiliki motivasi untuk

berkompetisi di antara teman-temannya.13

Masih banyak nilai-nilai dakwah yang bisa di kembangkan atau

diturunkan dari sumber ajaran islam, yakni al Quran dan al hadist. Nilai-

nilai dakwah yang berlaku universal tersebut senantiasa disosialisasikan

kepada masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut menjadi kebiasaan,

tradisi, atau norma yang berlaku di masyarakat.14

B. Siri’ Na Pacce

12

Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277

13

Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277

14

Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277

Page 17: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

1. Sejarah Awal Siri’ Na Pacce Bugis Makassar

Siri na pacce merupakan budaya yang telah melembaga secara

sosial, karena itu, perlu di lakukan pengkajian mendalam, terutama

mengenai nilai filsafat yang ada dalam konsepsi siri’ na pacce. Suku

makassar sejak zaman dahulu mendiami sebagian wilayah se sulawesi

selatan merupakan penduduk asli yang sudah memiliki pranata budaya

tersendiri.

Menggali sejarah-sejarah siri’ na pacce, maka tulisan-tulisan

tentang falsafah atau petuah-petuah tersebut dapat kita lihat pada tulisan

lontarak. Adapun sejarah lahirnya huruf lontarak ialah dibuat oleg daeng

pamatte ketika ia diperintahkan oleh karaeng tumakpakrisik kallonna

didasari oleh kebutuhan kerajaan untuk dapat berkomunikasi secara tulis

menulis dan agar peristiwa-peristiwa kerajaan dapat dicatat dalam

tulisan.15

Untuk menggali sejarah tentang siri’ na pacce, maka tulisan-tulisan

tentang falsafah atau petuah-petuah tersebut dapat kita lihat pada tulisan

lontarak. Adapun sejarah lahirnya huruf lontarak ialah dibuat oleh daeng

pamatte. Ketika ia diperintahkan oleh karaeng tumapakrisik kallonna

didasari oleh kebutuhan kerajaan untuk dapat berkomunikasi secara tulis

menulis dan agar peristiwa-peristiwa kerajaan dapat dicatat dalam tulisan.

Walaupun sejarah suku makassar mulai tercatat pada masa

karaeng tumapakrisik kallonna, namun budaya siri’ sudah menjadi adat

15

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191

Page 18: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

istiadat dan falsafah hidup mereka sejak dahulu. Adapun pandangan suku

makassar tentang siri’ dapat kita lihat dari beberapa istilah yang berkaitan

dengan siri’.16

Sejarah suku makassar mulai tercatat pada masa karaeng tumak

pakrisik kallonna, untuk memperkuat arugument tersebut dapat dilihat

kebesaran siri’. Berikut ini beberapa istilah tentang siri’ dan maknanya,

antara lain: sirik (siri’) sebagai harga diri atau kehormatan; mappakasiri’

artinya dinodai kehormatannya; ritarowang sirik( siri’), artinya di tegakkan

kehotmatannya; passampo sirik (siri’), artinya penutup malu; tomasirikna,

artinya keluarga pihak yang di nodai kehormatannya; sirik (siri’) sebagai

perwujudan sikap tegas dami kehormatan tersebut: sirik(siri’) sebagai

pernyataan sikap tidak serakah (mangoa); sirik(siri’) naranreng, artinya

dipertaruhkan demi kehormatan; siriksirik(siri’-siri’), artinya malu-malu;

palaloi siriknu ( siri’nu) artinya tantang yang melawan; passirikia, artinya

bela kehormatan saya: napakasirikka( napakasiri’ka) artinya saya

dipermalukan; tahu tena sirikna(siri’nu) artinya orang yang tidak punya

malu tak ada harga diri( moein,1990:10)

a. Siri’ Ripakasiri’

Menurut Idris Mannahao apabila seseorang menghina atau

mempermalukan sesamanya manusia diluar batas kemanusiaan yang adil

dan beradab didepan umum. Seperti menempeleng orang lain,

meludahinya didepan umum, melarikan anggota keluarga perempuan

16

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191

Page 19: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

orang lain. Reaksi orang yang dihinaakan mengambil tindakan yang

setimpal dengan perbuatan orang yang menghina.17

Berdasarkan uraian diatas Siri’ yang beerbuhungan dengan harga

diri pribadi, serta harga diri atau harkat martabat keluarga Siri’ jenis ini

adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya

adalah nyawa. Sebagai contoh dalam hal ini membawa lari seorang gadis

(kawin lari). Maka pelaku kawin lari, baik laki-laki maupun perempuan

harus dibunuh, terutama oleh pihak keluarga perempuan (gadis yang

dibawa lari) karena telah membuat malu keluarga.

Keyakinan orang makassar bahwa orang yang mati terbunuh

karena menegakkan Siri’, matinya adalah mati syahid, atau yang mereka

sebut sebagai Mate Risantangi atau Mate Rigollai yang artinya

kematiannya adalah ibarat kematian yang berbalut santan gula. Dan itu

sejatinya kesatria.

Falsafah Bugis tentang penting menjaga siri’ untuk kategori Siri’

Ripakasiri’. Yakni Sirikaji namimmantang attalasa’ ri linoa, punna tenamo

siri’nu matemako kaniakkangngami angg’na olo-oloka. Artinya hanya

karena siri’ masih tetap hidup (eksis) kalau sudah malu tidak ada maka

hidup ini menjadi hina seperti layaknya binatang, bahkan lebih hina dari

pada binatang.18

b. Sirik Masiri’

17

Mustari Idris Mannahao, The Secret Of Siri’ na Pacce, h.5

18

Mustari Idris Mannahao, The Secret Of Siri’ na Pacce, h.8

Page 20: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan,

meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan

sekuat tenaga dan segala jerih payah demi siri’ orang itu sendiri, demi siri’

keluarga dan kelompok. Dalam hal demikian orang yang bersangkutan

tidak dihinaoleh orang lain tetap dalam keadaan dirinya sendiri.

Siri’ jenis ini melahirkan tekad yang kuat dan motivasi yang hebat

untuk maju. Kalau di sulawesi selatan dan sulawesi barat, mereka terkenal

sebagai masyarakat yang memiliki kopetisi yang kuat. Jika ia tidak

berhasil, maka ia akan merantau ke negeri lain. Disanalah ia akan

berjuang dan bekerja dengan dimotori oleh semangat siri’ untuk

berprestasi. 19

c. Siri’ Tappela siri’ (Makassar) atau Siri Teddeng Siri (Bugis)

Artinya rasa malu seseorang itu hilang karena sesuatu hal.

Misalnya ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk

membayar maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk

menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang

telah ditentukan, jika siberutang ternyata tidak menepati janjinya artinya

dia telah mempermalukan dirinya sendiri.

d. Siri’ Mate Siri’

Siri’ yang satu ini berhubungan dengan iman. Dalam pandangan

orang Bugis/makassar, orang yang Mate Siri’- nya adalah orang yang di

19

Mustari Idris Mannahao, The Secret Of Siri’ na Pacce, h.8

Page 21: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti

ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut

sebagai bangkai hidup yang hidup. Betapa hina dan tercelanya orang

seperti ini dalam kehidupan masyarakat.

Aroma busuk akan tercium dimana-mana. Tidak hanya di

lingkungan istan, di senayan, bahkan di tempat-tempat ibadah juga bau

busuk akan terasa menyengat. Korupsi, kolusi, dan nepotisme, jual beli

putusan, mafia anggaran, mafia pajak serta mafia-mafia lainnya, akan

senantiasa mewarnai pemberitaan media setiap harinya.20

e. Siri’ Mappakasiri’ Siri’

Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah bugis

di sebutkan:

“Narekko degaga siri’mu inrengko siri (kalau Anda punya malu

maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu)

begitu pula sebaliknya “Narekko engka siri’mu mumapaksiri’-siri.”21

(Kalau anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-

maluin))”

Bekerjalah yang giat, agar harkat dan martabat keluarga terangkat.

Jangan jadi pengemis, karena itu artinya membuat keluarga menjadi malu-

20

User, Makna Siri’ na Pacce, Alamat Websizex. Di akses pada tanggal 16 september

2018

21

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191

Page 22: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

malu atau malu hati. Hal yang terkait dengan Siri’ mappakasiri’ serta

hubungannya dengan etos kerja yang tinggi adalah

Cerita-cerita tentang keberhasilan orang-orang Bugis dan

Makassar di perantauan.

Selain itu, Siri’ mappakasiri’ siri’ juga dapat mencegah seseorang

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai moral,

agama, adat istiadat dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat

merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.22

Salah satu falsafah Bugis dalam kehidupan bermasyarakat adalah

“Mali siparampe, malilu sipakainga”, dan “ pada elo’ sipatuo sipatokkang”

atau “pada idi pada elo sipatuo sipatottong”. Artinya ketika seseorang

sanak keluarga atau kerabat tertimpa kesusahan atau musibah maka

keluarga yang lain ikut membantu. Dan kalau, seseorang cenderung

terjerumus nista karena khilaf maka keluarga yang lain wajib untuk

mengingatkan dan meluruskannya.

Siri’ na pacce merupakan suatu falsafah yang tidak yang tidak

dapat dipisahkan, karena antara satu dengan yang lainnya mempunyai

keterkaitan makna dan hubungan, sehingga dalam hal pembagian siri’ dan

pacce, keduanya saling berkaitan erat.23 Pembagian siri’ dapat

dikategorikan dalam dua hal, yaitu siri’ berdasarkan penyebab timbulnya

22

User, Makna Siri’ na Pacce, alamat websitezex. Diakses pada tanggal 16 september

2018

23Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191

Page 23: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

perasaan (dorongan), dan berdasarkan jenis atau bentuknya. Siri’ dibagi

berdasarkan penyebab timbulnya perasaan tersebut, yaitu:

f. Sirik (siri’) yang berasal dari pribadi manusia yang

merasakannya/bukan kehendaknya (penyebab dari luar). Jadi, siri’ ri

pakasirik, maksudnya dipermalukan orang lain.

g. Sirik (siri’) yang berasal dari pribadi orang itu sendiri (penyebab

didalam) disebut sirik (siri’ ma siri’), maksudnya malu yang berasal dari

dirinya/keluarganya.

h. Siri’ dapat dikategorikan dalam empat (jenis) golongan yaitu siri’ yang

ada dalam hal pelanggaran kesusilaan; siri’ yang berakibat kriminal, siri’

yang dapat meningkatkan motivasi untuk bekerja, dan siri’ yang berarti

malu-malu.24

Jenis siri’ yang kedua adalah siri’ yang dapat berakibat kriminal.

Siri’ seperti ini, misalnya menempeleng seseorang di depan banyak orang,

menghina dengan kata-kata yang tidak enak didengar dan sebagainya.

Tamparan itu di balas dengan tamparan pula, sehingga dapat terjadi

perkelahian bahkan pembunuhan.

Pada tatanan masyarakat suku Makassar masih menganggap

bahwa falsafah siri’ na pacce masih harus dipercaya dan dipertahankan

oleh masyarakat sesuai dengan pemahaman dan kondisi masyarakat yan

ada di daerah tersebut serta hukum negara dan agama. Namun perlu

diperhatikan pula falsafah siri’ na pacce yang diyakini dan dilaksanakan

24

Bugismakassartrip.Com > Http://Onlinejelajah.Blogspot.Co.Id/2015/06//Siri’-Na-Pacce

(16 September 2018)

Page 24: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

oleh masyarakat pada saat berangsur-angsur mulai berbeda dengan

konsep siri’ na pacce yang ada.

Sedangkan masyarakat yang menganggap falsafah siri’ na pacce

sudah bergeser akibat budaya dari luar, sebab mereka melihat

perkembangan generasi muda yang terpengaruh oleh budaya barat dan

sikap serta perilaku masyarakat yang kurang mencerminkan adat suku

Makassar. Hal ini nampak pada generasi muda sekarang.

Sebagian besar dari mereka sudah tidak mengetahui makna yang

terkandung dari falsafah tersebut. Selain itu faktor ekonomi juga sangat

mempengaruhi pergeseran budaya, sebab saat ini sebagian dari

masyarakat memandang status sosial dipandang dari tingkat

ekonominya.25

Falsafah pacce pada suku Makassar merupakan tradisi untuk saling

membantu kepada keluarga, kerabat, teman, dan siapa saja yang

membutuhkan bantuan kita. Kesadaran masyarakat untuk saling

membantu, menolong, dan menghibur kerabat yang sedang mengalami

musibah dapat terlihat pada kasus kematian, bencana alam, kebakaran

dan beberapa musibah lainnya.

Bentuk lain dari pengaruh falsafah pacce yaitu, mereka saling

membantu membangun rumah, bekerja sama secara bergotong royong

masih sering dilakukan untuk kepentingan bersama, masyarakat beramai-

ramai membuat saluran air untuk mengairi persawahan mereka. Pengaruh

25

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 197

Page 25: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

falsafah pacce tersebut dalam kehidupan masyarakat masih dijumpai,26

walaupun sebenarnya sudah ada sebagian kecil masyarakat yang

menganggap segala sesuatu harus di hitung dengan materi, artinya saya

siap bekerja bila saya diberi upah yang memadai.

Selain pengertian dan makna pacce yang di contohkan tersebut,

terdapat pula makna dan sikap pacce yang lebih luas, bahkan lebih

mendalam maknanya dibandingkan dengan pengertian siri’. pacce lebih

mendalam sifatnya dibandingkan dengan siri’. misalnya bila ada kerabat

terkena musibah atau kesusahan sedangakan saya tidak mampu

membantunya, bila siri’ yang dikedepankan, maka saya terpaksa

meninggalkannya. Sedangkan bila pacce yang saya kedepankan maka

saya akan tetap tinggal dan hidup bersama-sama dalam penderitaan.27

Oleh karena itu falsafah siri’ na pacce masing-masing memiliki sisi

positif dan negatif. Pada sebagian besar masyarakat yang menganggap

dampak positif yang ditimbulkan oleh falsafah siri’ dan pacce lebih besar

dari dampak negatifnya. Hal ini karena mereka menilai bahwa siri’ dapat

memelihara dan mengontrol mereka dari perbuatan tercela dan dilarang,

baik dipandang dari segi agama, adat maupun hukum negara. Sedangkan

26

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar , h. 191

27Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 197

Page 26: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

pacce dapat memberikan motivasi kepada kita untuk menolong antar

sesama anggota masyarakat.28

Sedangkan sebagian besar masyarakat menganggap bahwa

dampak positif yang ditimbulkan oleh falsafah siri na pacce kadang-

kadang lebih besar dari dampak negatifnya karena mereka menganggap

bahwa kasus-kasus siri’ sering menimbulkan persoalan kriminal

tergantung bagaimana seseorang menanggapi persoalan tersebut.

sehingga apabila seseorang mampu menahan dan diri dan melihat

tujuan siri’ yang sebenarnya, maka dampak positif dari falsafah tersebut

akan dapat terwujud. Sedangkan pacce apabila didasari atas

keterdesakan tanpa memperhitungkan kerugian yang akan diderita, maka

hal tersebut malah dapat merugikan diri kita sendiri. 29

Sementara masyarakat yang menganggap bahwa dampak positif

yang ditimbulkan oleh falsafah siri’ dan pacce tidak lebih besar dari

dampak negatifnya, karena mereka menganggap bahwa siri’ hanya

membawa kita kepersoalan kriminal akibat kekerasan yang dilakukan.

Sedangkan dampak negatif pacce, yaitu bila di depan kita kerebat atau

teman dekat teraniaya, maka timbul perasaan sakit yang diderita oleh

kerabat kita sehingga bila hal ini sangat menonjol, maka pembahasan

akan langsung dilakukan tanpa perlu mengetahui penyebab terjadinya

persoalan tersebut.

28

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 198

29Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 198

Page 27: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Selain pembagian siri’ di atas, maka pacce dapat dibagi

berdasarkan penyebab timbulnya perasaan (dorongan) dan berdasarkan

jenis atau bentuknya. Pacce dibagi berdasarkan penyebab timbulnya

perasaan atau dorongan tersebut, yaitu:

a. Perasaan pacce karena melihat keluarga atau orang lain terkena

musibah. Perasaan pacce seperti terkadang mendorong kita untuk

memberikan bantuan kepada orang tersebut.

b. Perasaan pacce karena melihat keluarga atau teman teraniaya,.

Perasaan pacce ini mendorong kita untuk melakukan tindakan

pembalasan terhadap orang yang penganiayaan tersebut, langsung

dilaksanakan tanpa berpikir atau mengetahui penyebab terjadinya

pemukulan/penganiayaan tersebut.30

pacce berdasarkan jenis atau bentuknya, antara lain:

1) Pacce berakibat kriminal. Pacce semacam ini misalnya ketika

melihat keluarga atau temannya dipukul, maka timbul perasaan

pedih dan keinginan untuk membalas perlakuan tersebut., sehingga

terjadi perkelahian (kriminal).

2) Pacce yang memberikan dorongan untuk menolong. Pacce

semacam ini misalnya ketika melihat keluarga, tetangga mengalami

musibah, maka timbul perasaan atau keinginan membantu.

30Bugismakassartrip.com>http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce(16

September 2018)

Page 28: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

3) Pacce yang dapat meningkatkan motivasi untuk bekerja. Pacce

semacam ini misalnya ketika keluarga dalam keadaan susah, maka

timbul perasaan ingin bekerja untuk menghidupi keluarga tersebut.31

2. Nilai siri’ Na pacce dalam praktek budaya di interaksi sosial bagi

Masyarakat Bugis-Makassar

Budaya siri’ na pacce merupakan salah satu falsafah budaya

Masyarakat Bugis-Makassar yang harus di junjung tinggi. Apabila siri’ na

pacce tidak dimiliki seseorang, maka orang tersebut dapat melebihi

tingkah laku binatang. Sebab tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan

kepedulian sosial. Mereka juga hanya ingin menang sendiri dan

memperturutkan hawa nafsunya.

Istilah siri’ na pacce sebagai sistem nilai budaya sangat abstrak dan

sulit untuk didefenisikan karena siri’ na pacce hanya bisa dirasakan oleh

penganut budaya itu. Hakikat prinsip tersebut tersumber pada leluhur

masyarakat Bugis-Makassar yang tersimpul dengan “duai temmalaiseng,

tellui temmasarang” (dua bagian yang tak terpisahkan dan tiga bagian

yang tak terceraikan). Nilai siri’ dapat dipandang sebagai suatu konsep

kultural yang memberikan implikasi terhadap segenap tingkah laku yang

nyata.32

31

Bugismakassartrip.Com>Http://Onlinejelajah.Blogspot.Co.Id/2015/06//Siri’-Na-

Pacce(16 September 2018)

32BugisMakassarTrip\Http://Onlinejelajah.Blogspot.Co.Id/2015/06//Siri’-Na-Pacce-

Dalam-Nilai-Dan-Falsafah.Html (16 September 2018)

Page 29: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

3. Siri’ butuh Revitalisasi

Kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara,

dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang

terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau

perbuatan menjadi viral. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat

penting atau perlu sekali ( untuk kehidupan dan sebagainya).

Makna siri’ untuk revitalisasi adalah berguna bagi pengembangan

peradaban dalam pergaulan global, oleh karena berfungsi pendorong

motivator, sosial kontrol, rasa tanggung jawab dan dinamisator sosial.

Kalau siri’ merupakan taruhan harga diri, maka harga diri tersebut harus

diangkat melaui kerja keras, berprestasi, berjiwa pelopor, dan senantiasa

berorientasi keberhasilan.

Harga diri terangkat atas dukungan ras pesse’ (Bugis) atau pacce

(Makassar), yaitu solidaritas terhadap orang lain sebagai partisipasi sosial,

oleh karena penilaian harga diri itu datang dari lingkungan sosial. Pesse’

adalah iba hati melihat sesama warga yang mengalami penderitaan atau

tekanan batin atas perbuatan orang lain dan sejenisnya. Siri’ na pacce

adalah harmonisasi, agar tatanan sosial atau pengaderan (adat intiadat)

berjalan secara dinamis.33

33

Abu Hamid, (Siri’ Na Pesse’), Jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi, 2005, h. xi-20

Page 30: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

4. Kearifan Lokal Dalam Makna Siri’ Na Pacce Sebagai Karakter

Bangsa

Kearifan budaya lokal merupakan energi potensial dari sistim

pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup di atas nilai-nilai yang

membawa kelangsungan peradaban, sebagai warisan dalam sejarah

budaya masyarakat.

Peradaban lampau bugis makassar, dengan segala kearifannya,

selain tumbuh secara alami dan menjadi titah yang dititipkan oleh leluhur

mereka, amanat kearifan terangkat dari teks-teks seperti pappaseng,

lontara attoriolong, massure’, pa’ dissengeng, ati macinnong dll,

terangkum sebagai gambaran dalam membaca siklus perkembangan

awal: masa kerajaan perkembangan spiritual, adat istiadat, maupun

silsilah keluarga bangsawan.

Kearifan lokal, atau dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan

sebagai kebijaksanaan setempat “local wisdom” atau pengetahuan

setempat “locak genious”, spesifikasi ini merupakan pandangan hidup,

sekaligus strategi kehidupan yang berwujud sikap aktivitas yang dapat

dilakukan masyarakat pendukungnya dalam menjawab berbagai masalah

kehidupan, ke nilai kearifan kerefleksi siri’ na pacce dalam bermasyarakat

dan berbudaya.34

Kearifan lokal dalam sastra bugis klasik.sastra bugis klasik meliputi

sure galigo, Lontarak, Paseng/ Pappaseng, Toriolota/ ungkapan, dan

34Radinalaidin.blogspot.com (17 September 2018)

Page 31: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

elong syair. Sastra bugis klasik, seperti Galigo ( yang dikenal sebagai epik

terpanjang di dunia), lontarak, paseng (pesan-pesan), dan syair

mengandung kearifan yang sangat relevan dengan perkembangan zaman.

yang menjadi fokus utama meliputi bawaan hati yang baik, konsep

pemerintahan yang baik (good governance), demokrasi, motivasi

berprestasi, kesetiakawanan sosial, kepatutan,dan penegakan hukum.

Kearifan itu memiliki kedudukan yang kuat dalam kepustakaan bugis dan

masih sesuai dengan perkembangan zaman.

Bawaan hati yang baik ( Ati Mapaccing). Dalam bahasa Bugis ati

mapaccing (bawaan hati yang baik) berarti nia’ madeceng (niat baik),

nawa-nawa macedeng (niat atau pikiran yang baik) sebagai lawan dari

kata nia’ maja’ (niat jahat), nawa-nawa masala (niat atau pikiran bengkok).

Dalam berbagai konteks, kata bawaan hati, niat atau itikad baik juga

berhati ikhlas, baik hati, bersih hati, atau angan-angan dan pikiran yang

baik.35

C. Perspektif Islam tentang Komposisi Siri’ Na pacce

Siri’ dalam pengertian orang Bugis-Makassar adalah menyangkut

segala sesuatu yang paling peka dalam diri mereka, seperti martabat atau

harga diri, reputasi, dan kehormatan, yang semuanya harus dipelihara dan

ditegakkan dalam kehidupan nyata. Siri’ bukan hanya berarti rasa malu

seperti pada umumnya terdapat dalam hal kehidupan sosial masyarakat

etnis lain.

35Radinalaidin.blogspot.com ( 17 September 2018)

Page 32: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Konsep nilai siri’ na pacce dalam budaya Bugis-Makassar memiliki

hubungan dengan islam sebagai agama yang mengajarkan tauhid dan

kebenaran akan adanya Allah. Nilai siri’ na pacce memiliki pola hubungan

timbal balik antara islam, adat, dan manusia baik sebagai individu,

maupun sebagai anggota kelompok sosial pada masyarakat Bugis-

Makassar.36

Ahlak atau perilaku dalam islam adalah yang terwujud melalui

proses aplikasi sistem nilai norma yang bersumber dari al-Quran dan al-

Hadist. Seperti firman Allah swt. dalam (Q.S. Ali Imran: 159-160).

) ١٥٩(

)١٦٠( Terjemahannya:

“maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadapa mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mukmin”.37 Menurut Ibnu Qutaibah yang dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani, bahwa

sifat malu dapat menghalangi dan menghindarkan seseorang untuk

melakukan kemaksiatan sebagai iman, seperti sesuatu dapat diberi nama

36

Nasruddin Anshory(Anre’ gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis)

Yogyakarta: Tiara Wacana,2009, h. xxiv-xx

37Departemen Agama, Al Qur`an Terjemahan, h. 71

Page 33: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

dengan nama lainnya yang dapat menggantikan posisinya, Rasulullah saw

Bersabda:

أ ه، ق : ق ه ئ . ع أ س ة : ،

. Terjemahannya:

“sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh masyarakat adalah: “jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari)Sifat malu merupakan ahlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran islam”.38 Mendalami makna siri’ dengan segenap permasalahannya. Antara

lain dapat di ketahui dari lontara La Toa. Kata La Toa sendiri sejati

memiliki arti petuah-petuah, dimana juga memiliki hubungan yang erat

dengan peranan siri’ dalam pola hidup atau adat istiadat masyarakat

Bugis-Makassar.39

Nilai Siri’ yaitu nilai yaitu nilai yang paling utama yang terkandung

dalam Falsafah Siri’ sebagai uraian yang pertama adalah rasa malu dan

harga diri.40 Begitu sakralnya kaya siri’ itu, sehingga apabila seseorang

kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya ia

menempuh kehidupan manusia. Siri’ dapat d maknai sebagai harga diri

atau kehormatan, juga dapat diartikan sebagai pernyataan sikap tidak

serakah terhadap kehidupan duniawi. Nilai tersebut dibangun dari

38

Http://Belajarislam.Com/Hadits/Hadist-Jika-Engkau-Tak-Malu-Perbuatlah-Sesukamu

39

Bugis Makassar Trip http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce-dalam-nilai-dan-falsafah.html (16 September 2018)

40A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, Lihat Lontara H. Andi Mappasala h. 145

Page 34: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

beberapa unsur-unsur nilai yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar,

yakni: 41

a. Alempureng (kejujuran)

Alempuareng berasal dari kata lempu’ yang berarti jujur. Menurut

makna etimologinya, lempu’ artinya lurus- antonim dari bengkok. Dalam

berbagai konteks, kata ini juga berarti ikhlas, benar, baik, dan adil.

Antonimnya adalah culas, curang, dusta, khianat, seleweng, buruk, tipu,

aniaya dan semacamnya. Sejumlah pengertian ini didasarkan pada kata

lempu’ sebagai dalam ungkapan Bugis atau lontara’.Lontara mengisahkan

bahwa Tociung, cendekiawan luwu, diminta nasehatnya oleh calon Raja

(datu) Soppeng , La Manussa’ Toakkarangeng, menyatakan bahwa ada

empat perbuatan jujur, yaitu:42

1. Memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya

2. Dipercaya lalu tak curang, artinya disadari lalu tak berdusta

3. Serakah terhadap hal yang bukan haknya

4. Tidak memandang kebaikan kalau hanya untuk dirinya, baginya

kebaikan mesti dinikmati bersama.

b. Amaccang (kearifan)

Kearifan dan kejujuran dalam Lontara’ diletakkan secara

berbarengan, oleh karena kedua istilah ini saling melengkapi. Sebagai

41

A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 145

42A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 145

Page 35: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

contoh berikut ini: “jangan sampai engkau ketiadaan kearifan dan

kejujuran.”43

Adapun yang dimaksud arif adalah tidak ada yang sulit

dilaksanakan. Tidak ada pembicaraan yang sulit disambut dengan kata-

kata yang lemah lembut lagi mempercayai orang lain. Yang dinamakan

jujur ialah perbuatan baik, pikiran benar, tingkah laku sopan lagi takut

kepada tuhan.44

c. Asitinajang (kepatutan)

Asitinajang kepatutan, kepantasan, kelayakan, adalah terjemahan

dari kata asitinajang. Kata asitinajang ini secara leksikal berasal dari kata

tinaja yang berarti cocok, sesuai, pantas atau patut. Perbuatan

mappasitinaja mengambil sesuatu dan menempatkannya pada tempatnya.

Nilai Asitinajang ini erat hubungannya nilai kemampuan jasmaniah dan

rohaniah.45

Ada empat hal yang merusak tatanan nilai asitinajang, yakni :

1. Tamak atau keserakahan akan menghilangkan rasa malu

2. Kekerasan akan melenyapkan kasih sayang didalam negeri

3. Kecurangan, akan memutuskan hubungan kekeluargaan

4. Ketegaan akan menjauhkan kebenaran di dalam kampung.46

d. Agettengeng ( keteguhan)

43

A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis (Ujungpandang: Lembaga

Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1985), h. 152

44A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 152

45A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 157

46A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 160

Page 36: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Agettengeng berasal dari getteng yang berarti teguh. Selain

bermakna teguh, kata ini pun berarti tetap azas atau setia pada keyakinan

atau kuat dan tangguh dalam pendirian, erat memegang sesuatu. Seperti

halnya dengan nilai alempureng, amaccang, dan asitinajang, agettengeng

ini terkait pada makna positif. Hal ini tergambar dalam empat perbuatan

agettengeng , yaitu: a) tidak mengingkar janji, b) tidak mengkhianati

kesepakatan, c) tidak membatalkan keputusan, d) jika berbicara dan

berbuat, tidak berhenti sebelum rampung.47

Pandangan syariat islam tentang falsafah siri’ :

a. Siri’ yang berarti malu

Siri’ bila diterjemahkan sebagai perasaan malu apabila melakukan

perbuatan yang tercela dan upaya untuk tetap menjaga sikap agar tidak

menyebabkan rendahnya harga diri seseorang., maka hal tersebut sesuai

dengan ajaran islam.

Maksud dari hadist tersebut, yaitu perasaan malu yang dimiliki oleh

seseorang harus dipertaruhkan karena akan membuahkan kebaikan, baik

pada dirinya maupun pada orang disekitarnya, dan apabila seseorang

memiliki perasaan tersebut, maka dia akan berhati-hati dalam berbicara

dan bertingkah laku.48

Perasaan malu (siri’) bila di pandang dari segi syariat islam, maka

perasaan malu tersebut termasuk sebagian dari iman. Hadist tersebut

47

A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 39

48 Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 200

Page 37: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

dapat terlihat apabila pengertian siri’ diarahkan ke hal-hal yang positif,

maka orang yang berpegang pada falsafah tersebut termasuk orang yang

memperkokoh agama Allah SWT.

Perasaan malu atau sifat kemalu-maluan adalah salah satu unsur

pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berkelakuan baik dan

menjauhi yang buruk dan jahat. Maksudnya apabila seseorang sudah

tidak memiliki rasa mali lagi, maka dia tidak akan segan-segan melakukan

segala pelanggaran moral dan perbuatan dosa.

Pemahaman tentang falsafah siri’ ini pada masyarakat suku

Makassar pada dasarnya pemaknaannya sama dengan konsep yang ada

dalam syariat islam. Hal ini tergambar dari ketika di masyarakat tersebut

ada yang kawin lari, perzinahan, perkosaan, perbuatan salimarak yaitu

perbuatan hubungan seks yang dilarang karena adanya hubungan

keluarga yang terlalu dekat, misalnya perkawinan antara ayah dengan

putrinya, ibu dengan putranya, maka dianggap perbuatan siri’.49

b. Siri’ yang berarti dorongan untuk berusaha dan bekerja

Selain itu, bila siri’ diterjemahkan sebagai dorongan untuk berusaha

dan bekerja demi memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka hal

tersebut, sesuai dengan firman Allah SWT:” sesungguhnya, Allah tidak

akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah

keadaan yang ada dalam diri mereka”.

49

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 200

Page 38: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa apabila seseorang

ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka dia harus berusaha

dengan kemampuannya sendiri. Kaitannya dengan Budaya siri’ yaitu

apabila seseorang menganggap siri’ bila tidak mampu memperoleh

kehidupan yang layak dan hal ini menjadi faktor pendorong untuk

berusaha memperbaiki hidupnya maka Budaya siri’ tersebut sesuai

dengan ajaran syariat islam.50

c. Siri’ diartikan sebagai dorongan untuk membinasakan orang lain

Apabila siri’ diterjemahkan sebagai dorongan untuk membinasakan

orang lain, maka untuk menanggapi persoalan ini, maka harus diketahui

terlebih dahulu penyebab lahirnya dorongan siri’ tersebut. Adapun penyebab

lahirnya dorongan siri’ ini antara lain:

1. Karena dipermalukan atau direndahkan harga diri, keluarga atau

kerabatnya. Dalam islam dianjurkan untuk saling memaafkan,

sehingga apabila ada seseorang yang melakukan penghinaan

terhadap orang lain maka sebaiknya digunakan jalan damai atau

saling memaafkan.

2. Karena dipermalukan atau direndahkan agamanya. Dalam islam

apabila seseorang telah menghina dan menginjak injak kehormatan

Agam ]a Islam, maka orang tersebut halal diperangi. Seseorang

yang melaksanakan siri’ tersebut semakin memperkokoh

50

Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada

Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 201

Page 39: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

keimanannya kepada Allah SWT, siri’ mempunyai perangai saja’ah

yaitu berani karena yakin berada dipihak yang benar.

Page 40: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah studi fenomenologi yang melibatkan penguji

yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Makna

yang diperoleh dari manusia dan diinterpresasikan berdasar

pengalamannya sendiri di dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Oleh

karena itu jenis penelitian ini digunakan untuk memahami Nilai-nilai

dakwah dalam budaya siri’ na pacce di Desa Lentu Kecamatan

Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

B. Lokasi penelitian

Kabupaten jeneponto adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi

sulawesi selatan, indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di

bontosunggu. Kabupaten ini berpenduduk sebanyak 342,222 jiwa yang

memiliki luas wilayah 749,79 km2 memanjang dari timur ke barat dengan

panjang garis pantai 114 km, terletak antara 5 23’12- 5 42’1,2’LS dan192

29’12’’-119 56’44,9” BT, dan jarak tempuh dan ibukota propinsi

(makassar) sepanjang 90 km.

Pada awalnya kabupaten jeneponto hanya terdiri atas kecamatan

hingga kemudian dimekarkan menjadi 11 kecamatan hingga saat ini yaitu:

kecamatan binamu, turatea, batang, taroang, kelara, arungkeke,

rumbia,bontoramba, tamalatea, bangkala, dan kecamatan bangkala barat.

Kabupaten jeneponto berbatasan langsung dengan kabupaten bantaeng

32

Page 41: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

di sebelah timur, kabupaten gowa dan takalar di sebelah utara, dan

kabupaten takalar di sebelah barat dan laut flores di sebelah selatan.

C. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni suatu

pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan

mendeskripsikan kenyataan secara benar di bentuk oleh kata-kata

berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang

diperoleh dari situasi yang alamiah.

Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan,

manusia serta alat penelitian yang memanfaatkan metode kualitatif,

mengendalikan analisis dan induktif. Selain itu, penelitian jenis ini juga

mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan dasar teori,

bersifat deskriptif dengan mementingkan proses daripada hasil,

membatasi studi dengan fokus memiliki seperangkat kriteria untuk

memeriksa keabsahan data.51

Pendekatan kualitatif maka peneliti dapat mendeskripsikan

mengenai Nilai-nilai dakwah dalam budaya siri’ na pacce di Desa Lentu

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

D. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yakni sebagai berikut

Sumber data primer dan sekunder. Data primer adalah semua data yang

diperoleh langsung di lokasi penelitianberupa hasil observasi, wawancara

51Lexi j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 25; Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya:, 2008), h.8

Page 42: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

dan dokumentasi. Dengan demikian, data dan informasi yang diperoleh

adalah data yang validitasinya dapat dipertanggungjawabkan.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yakni suatu

metode penelitan yang yang ditujukan untuk menggambarkan suatu

fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau masa

lampau. Dan menggambar suatu kondisi dengan apa adanya. Data primer

dalam penelitian ini yaitu berita berita langsung tentang siri’ na pacce

tersebut.52

Sumber data sekunder merupakan data pelengkap atau data

tambahan yang melengkapi data yang sudah ada sebelumnya agar dapat

membuat pembaca semakin paham akan maksud peneliti, seperti sumber

referensi dari buku-buku dan situs internet yang terkait dengan makna siri’

na pacce.53

E. Teknik Pengumpulan Data

observasi adalah pengumpulan data dengan melaukan

pengamatan langsung di kabupaten jeneponto sebagai lokasi peelitian.

Adapaun yang diamati adalah tindakan masyarakat terhadap suatu

permasalahan yang ada di kabupaten jeneponto tersebut, kemudian

peneliti mengaitkannya dengan nilai-nilai dakwah dalam budaya siri’ na

pacce Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

52

Lexi j. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Cet. 25; Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya:, 2008), h.8

53Lexi j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 8

Page 43: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Wawancara atau interview mendalam adalah metode pengumpulan

data dengan memberikan beberapa pertanyaan langsung kepada

beberapa masyarakat di jeneponto mengenai aktualisasi siri’ na pacce

dalam menanamkan ajaran islam, maka terlebih dahulu peneliti

menyiapkan draft wawancara yang berisi pertanyaan mengenai hla

tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara yang tidak

terstruktur.54

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitan dalam penelitian kualitatif yang dimkasud

adalah alat yang dipakai oleh peneliti dalam mengumpulkan data

termasuk meneliti. Dalam hal ini alat yang dipakai anatara perekam (tape

recorder) untuk wawancara langsung dan kamera untuk mengabdikan

moment pada saat melakukan penelitian di Kabupaten Jeneponto.

Penelitian merupakan pusat dan kunci data yang paling

menentukan dalam penelitian kualitatif.55Peneliti kualitatif sebagai “human

instrumen” yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas

temuannya.56 Selanjutnya Nasution (1998) menyatakan dalam

54

Afifuddin, Dan Beni Ahmad Saebani, M.Si, Metodologi Penelitian Kualitatif,

(Bandung; Pustaka Setia, 2012), H. 125

55

Afifuddin, Dan Beni Ahmad Saebani, M.Si, Metodologi Penelitian Kualitatif,

(Bandung; Pustaka Setia, 2012), h. 125

56

Kamaluddin Tajibu, Metode Penelitian Komunikasi, (Makassar; Alauddin University

Press, 2013), h. 152

Page 44: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

penelitian kualitatif , tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia

sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala

sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus

penelitian, prosedur penelitian yang digunakan, bahkan hasil yang

diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sebelumnya.

Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian

itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada

pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebgaai alat satu-satunya yang

dapat mencapainya’.57

Dalam metode penelitian kualitatif, peneliti bahkan sebagai

instrumen sementara instrumen lainnya, yaitu buku catatan yang berfungsi

untuk mencatat semua percakapan dengan informan/narasumber,

taperecorder (vidio /audio) recorder yang berfungsi untuk merekam semua

percakapan atau pembicaraan, kamera yang berfungsi untuk memotret

apabila peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan

informan/narasumber, dan sebagainya.58

Menurut Nasution peneliti adalah key instrumen atau alat penelitian

utama. Dialah yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tak

berstruktur, sering hanya menggunakan buku catatan. Hanya manusia

sebagai instrumen yang dapat memahami makna interaksi antar-manusia,

57Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h.306

58Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian,

H. 43

Page 45: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

membaca gerak muka, serta menyelami perasaan dan nilai yang

terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun

digunakan alat rekam dan kamera, peneliti tetap memegang peranan

utama sebagai alat penelitian.59

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif (dari

data ke teori).60Dalam analisis data ini bukan hanya merupakan kelanjutan

dari usaha pengumpulan data menjadi objek penelitian, namun juga

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pengumpulan

data berawal dari menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

sumber, yaitu informasi dari hasil teknik pengumpulan data baik observasi,

wawancara dan dokumentasi.

Analisis data mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan

kedalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun kedalam pola, memilih

mana yang penting dan mana yang akan di pelajari dan membuat

kesimpulan sehingga mudah di pahami oleh diri sendiri maupun orang

59Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian,

H. 43

60Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Dan

Ilmu Sosial Lainnya, h. 294.

Page 46: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

lain. Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam

bentuk yang mudah dibaca dan diimplementasikan.61

61

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2007), h. 249.

Page 47: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Singkat Desa Lentu

Aspek geografis dalam ilmu sejarah adalah bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada suatu tempat

tertentu. Bahkan menjadi salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi

pola hidup suatu masyarakat seperti mata pencaharian, keadaan

penduduk, dan watak kepribadian ,masyarakat. Oleh karena itu perlu

dibahas secara umum mengenai kondisi Desa Lentu Kecamatan

Bontoramba Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. 62

Kecamatan Bontoramba merupakan salah satu dari 11 Kecamatan

Di Kabupaten Jeneponto yang berbatasan dengan kabupaten Gowa. Desa

Lentu berada di Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto yang

mempunyai lias wilayah 610 ha dan terletak dibagian selatan Kecamatan

Bontoramba. Adapun batas-batas Desa lentu yaitu:

a. Sebelah Selatan : Kecamatan Tamalatea

b. Sebelah Utara : Kelurahan Bontormba

c. Sebelah Barat : kelurahan Tonrokassi Timur

d. Sebelah Timur :Desa Karelayu 63

62

Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari

2019

63Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari

2019

39

Page 48: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Penduduk merupakan salah satu faktor pendukung yang

mempunyai peran besar dalam proses pelaksanaan pembangunan

disuatu wilayah atau daerah. Termasuk di Desa Lentu. Bahkan dalam

pembangunan nasional manusia atau masyarakat merupakan objek

pembangunan yang berarti, karena manusialah yang melakukan

pembangunan dan ditujukan untuk kepentingan manusia itu sendiri yang

selanjutnya akan menikmati hasil-hasil dari pembangunan tersebut.64

Desa Lentu merupakan Desa yang berpenduduk kurang padat

dibandingkan dengan desa lain yang ada di Kecamatan Bontoramba.

Hasil sensus penduduk tahun 2007 tercatat 2.540 jiwa. Laki-laki sebanyak

1.205 jiwa dan perempuan sebanyak 1.335 jiwa. Jumlah penduduk yang

sebesar itu merupakan aset desa yang perlu dikembangkan agar menjadi

angkatan kerja yang berkualitas dan membawa perubahan positif yang

signifikan untuk kedepannya.

Desa Lentu terdiri dari 5 (lima) dusun yaitu:

1) Dusun Alluka

2) Dusun Campagayya

3) Dusun Parangnga

4) Dusun Sapaya

5) Dusun Ta’binjai

64

Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari

2019

Page 49: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

2. Perkembangan Penduduk

Perkembangan jumlah penduduk sangat erat kaitannya dengan

perkembangan peradaban manusia dalam berinteraksi dengan alam dan

sekitarnya.

Berdasarkan kriteria tersebut perkembangan peradaban untuk

daerah ini termasukpada tahap yang kedua yakni mengembangkan

pertanian secara menetap. Dalam tahun 1999 jumlah penduduk Desa

Lentu sebesar 2.045 jiwa sampai pada tahun 2015 jumlah penduduk Desa

Lentu mengalami peningkatan sebesar 2.223 jiwa.65

Berdasarkan data yang diperoleh pada kantor BPS Kecamatan

Bontoramba jumlah penduduk Desa Lentu berdasarkan dari tahun ke

tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari

tabel dibawah ini :

Tabel. 1

Jumlah penduduk desa lentu berdasarkan jenis kelamin dari

tahun 1999-2017

No Tahun

Jumlah Penduduk

Jumlah

Laki-Laki Perempuan

1 1999 1022 1023 2045

65

Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari

2019

Page 50: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

2 2000 1010 1046 2056

3 2001 1032 1030 2062

4 2002 1002 1087 2089

5 2003 960 1023 1983

6 2004 961 1019 1980

7 2005 1048 1104 2152

8 2006 1032 1100 2132

9 2007 1031 1113 2144

10 2008 1035 1117 2152

11 2009 1042 1122 2164

12 2010 1041 1123 2164

13 2011 1045 1133 2178

14 2012 1049 1141 2190

15 2013 1054 1148 2202

16 2014 1057 1155 2212

17 2015 1061 1162 2223

3. Infrastruktur Sosial

Page 51: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Pendidikan adalah salah satu unsur penting dalam kehidupan

manusia. Disamping itu dengan pendidikan dapat mengembangkan

wawasan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik

dengan demikian pendidikan merupakan keharusan bagi manusia apakah

itu ditempuh dengan pendidikan formal atau nonformal. Kaitan dari suatu

pengembangan daerahmaka pendidikan mempunyai peran yang sangat

besar dalam menciptakan tenaga-tenaga terdidik, terampil dan

bertanggung jawab. Dalam proses pengembangan bangsa secara

keseluruhan akan mengalami ketimpangan bila tidak didukung dengan

sarana dan prasarana pendidikan yang memadai seperti gedung, tenaga

pengajar dan perlengkapan pendidikan lainnya.

Pendidikan merupakan faktor penentuan bagi perkembangan suatu

bangsa atau negara. Oleh sebab itu, pendidikan sangat menjadi perhatian

utama bagi pemerintah di Negara baik pengadaan sarana dan

prasarananya mulai dari tingkat desa maupun daerah terpencil. Hal ini

dapat dilihatdari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah

Kabupaten Jeneponto terkhususnya di Desa Lentu telah berdiri 4 buah

TK, SD, MI, dan SMU. 66

Adapun keadaan pendidikan yang ada di Desa Lentu dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

66

Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari

2019

Page 52: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Tabel. 2

Sarana pendidikan Desa Lentu

Jenis

pendidika

n

Nama Dusun

alluk

a

Campagayy

aa

Parangng

a

Sapayy

a

Ta’binj

ai Total

Belum

sekolah 30 73 55 46 67 271

Putus

sekolah 46 78 89 28 74 315

SR 7 - - 1 5 13

TK 2 6 - 11 26 45

SD 54 235 106 127 207 729

SMP 38 81 20 68 132 357

SMA 24 53 12 105 148 342

D2 - - - 7 3 10

D3 1 - - 2 3 6

S1 1 6 1 5 15 28

S2 - - 1 1 - 2

Page 53: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan

masihlah rendah ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran bagi warga

khususnya para orang tua disamping itu faktor lain disebabkan oleh

karena faktor ekonomi yang masih relatif rendah.

B. Bentuk Nilai-Nilai Dakwah Dalam Budaya Siri’ Di Desa Lentu

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

1. Bentuk Nilai Siri’ Berkaitan dengan Aqidah

a. Nilai Kejujuran

Ada tiga hal penting yang bisa diterapkan dalam kehidupan kita

untuk memberantas ketidakjujuran dan kejahatan lainnya yaitu: pertama,

penelusuran akidah dengan meyakini dan mengikhlaskan ibadah hanya

kepada Allah semata. Kedua, berperilaku jujur dan jangan menyakiti orang

lain. Ketiga, jangan merusak bumi. Maksudnya bisa diperluas bukan

hanya arti yang sebenarnya, tetapi bisa dimaksudkan jangan merusak

sistem yang sudah dibangun dengan baik, akibat dari perilaku individu

yang tidak jujur.

Aqidah dalam agama adalah hal yang berkaitan dengan keyakinan

bukan perbuatan . yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa

menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang

teguh dan kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan.

Keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun

pada orang yang meyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya,

yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak

Page 54: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

sampai pada keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah.

Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikut hatinya diatas hal tersebut.

Kemudian aqidah jika dikaitkan dengan nilai-nilai Siri’ maka hal tersebut

juga akan berhubungan dengan keimanan seseorang.

Nilai Siri’ yaitu nilai yang paling utama yang terkandung dalam

falsafah Siri’ sebagai uraian yang pertama adalah rasa malu dan harga

diri. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan

Siri’nya atau de’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh

kehidupan sebagai manusia. Selain itu juga nilai Siri’ ini juga sudah sejak

zaman dahulu dan sangat di hormati oleh para leluhur dan harus tetap

diterapkan dalam kehidupan. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah

seorang informan.

Dalam kehidupan masyarakat penerapan nilai Siri’ harus tetap diterapkan secara terus menerus agar tercipta masyarakat yang damai, karena Siri’ artinya malu dan malu itu sebagian dari iman, hal ini berhubungan nilai-nilai keislaman yang berkaitan dengan aqidah seseorang dan penilaian bagaimana ketakwaannya kepada Allah Swt. Di desa lentu, masyarakat yang menerapkan budaya Siri’ dari segi aqidah hanya beberapa persen saja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktunya untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Melakukan hal-hal yang merusak aqidah atau kepercayaan kepada Allah swt. Maka banyak yang memiliki akhlak yang buruk, sebab keimanannya saja hanya seperti itu. Mereka sama sekali tidak takut akan laknat Allah swt.67 Berbicara mengenai keimanan masyarakat. Saat ini memang sudah

sangat mengkhawatirkan hal tersebut terjadi akibat budaya yang datang

dari luar dan perkembangan teknologi yang sudah sangat canggih

sehingga membuat masyarakat lebih memilih menghabiskan waktunya

67

Hartati, Guru Honorer TK di Desa lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto,

Wawancara tanggal 26 Februari 2019

Page 55: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

dalam kegiatan yang tidak bermanfaat dan malahan mengundang murkah

Allah swt. hal tersebut membuat mata hati mereka tidak melihat kehidupan

akhirat sebagaimana yang disampaikan oleh salah seorang informan.

kebanyakan orang-orang di zaman sekarang terlalu sibuk dengan dunia maya sehingga lupa dengan akhirat,dan melupakan kewajibannya kepada Allah swt. dan juga kebanyakan orang tua dulu masih mempercayai dan melakukan hal-hal yang berbau kesyirikan yang merusak aqidah dan keagamaan itu semua yang menyebabkan terjadinya kesyirikan-kesyirikan, seperti mempercayai ritual-ritual dengan penyajian sesajen yang biasa dilakukan di sungai dan kebiasaan masyarakat lainnya. 68

Pendapat informan diatas menyatakan bahwa sebagian

masyarakat di Desa Lentu ternyata masih tergoda dengan yang namanya

dunia maya dan juga masih percaya dengan ritual-ritual yang bersifat

syirik terhadap Allah swt. padahal syirik itu adalah sesuatu yang sangat di

benci oleh Allah swt dan juga sebagian masyarakat terlalu cinta akan

dunia teknologi sehingga melupakan kewajibannya kepada Allah swt yang

juga termasuk dalam kategori syirik sebab mereka lebih memilih

melakukan kegiatan dunia maya di bandingkan beribada kepada Allah

swt.

Penyampaian diatas aqidah dan nilai-nilai Siri’ tidak dapat

dipisahkan satu sama lain karena di bentengi dengan aqidah manusia

yang dijalankan bersamaan dengan nilai-nilai Siri’ tersebut dengan benar

dan penuh keyakinan tanpa ada keraguan sekalipun.

2. Bentuk Nilai Siri’ Berkaitan Dengan Akhlak

68

Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten

jeneponto, wawancara tanggal 26 Februauri 2019

Page 56: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

a. Nilai Kedisiplinan

Disiplin bukan hanya milik tentara atau polisi saja, tetapi menjadi

milik semua orang yang ingin sukses. Kedisiplinan tidak diartikan dengan

kehidupan yang kaku dan susah tersenyum. Kedisiplinan terkait erat

dengan manajemen waktu. Bagaimana waktu yang diberikan oleh tuhan

selam 24 jam dalam sehari dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya

untuk meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

b. Nilai Kerja Keras

Siapa yang sungguh-sungguh dialah yang pasti dapat. (man jadda

wajada). hadist tersebut merupakan hukum sosial yang berlaku universal

bagi masyarakat, tidak mengenal etnis, agama maupun bahasa. Orang

cina yang rajin dan bekerja keras, pasti akan mendapatkan hasil dari kerja

kerasnya. Sebaliknya, umat Islam yang malas, pasti akan menerima hasil

yang sedikit karena kemalasannya.

Akhlak merupakan budi pekerti. Akhlak bisa melampaui ibadah

seseorang dan halitu termasuk akhlak yang mulia dalam agama.

Contohnya menolong sesama manusia , binatang dan makhluk lainnya itu

termasuk kategori akhlak yang mulia terlebih memberikan sesuatu yang

membuat orang senang seperti yang diungkapkan salah seorang

informan.

Dengan memiliki ahlak yang baik maka itu yang menyebabkan orang masuk syurga. Walaupun dia memiliki ilmu yang tinggi akan tetapi jika tidak memiliki akhlak yang mulia atau akhlak yang baik maka

Page 57: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

sama saja 0 (nol), karena ilmu dan akhlak harus tetap berjalana bersamaan.69

Secara umum budaya siri’ na pacce dari segi akhlak sangatlah

berbeda jauh dari masa dahulu dengan masa sekarang, baik masyarakat

dari pedesaan maupun perkotaan. Saat ini dengan ada perubahan zaman

dengan teknologi yang sudah berkembang pesat itu bisa mempengaruhi

akhlak kepribadian seseorang. Sebagaimana yang di sampaikan oleh

salah seorang informan:

Dulu budaya siri’ na pacce itu sangat kental di desa ini namun seiring berjalannya waktu dari zaman ke zaman budaya itu telah hilang dari diri masyarakat, seperti halnya kalau anak dimarahi oleh gurunya dan anak itu pulang melapor kepada orang tuanya, maka anak itu kembali dimarahi dan sekarang sudah sangatlah berbeda jauh, banyak anak atau remaja yang sangat mudah melakukan tindakan kekerasan dari pengaruh hal-hal yang ia tontongi di media sosial dan lebih parahnya lagi banyak anak-anak yang membantah kata dari orangtuanya sendiri. 70

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kebanyakan dari

masyarakat saat ini tidak merasa malu jika melakukan perbuatan

perbuatan yang bisa salah jika mereka tidak berakhlak, apalagi di Desa

Lentu yang dikenal dengan nilai-nilai siri’nya yang tinggi, akan tetapi nilai-

nilai siri’ yang telah diterapkan oleh masyarakat Desa Lentu mulai dari

dahulu hingga sekarang mulai memudar. Akan tetapi hal ini tidak bisa

dipungkiri dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, sebagaimana

yang disampaikan oleh salah seorang informan:

69

Ruda Dg Mile, Petani, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto,

wawancara 26 Februari 2019

70Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto, wawancara Tanggal 26 Februari 2019

Page 58: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Masyarakat Desa Lentu ini hanya beberapa persen saja yang masih menerapkan nilai-nilai siri’ dalam kehidupannya, namun sudah banyak dari masyarakat yang tidak memperdulikan nilai siri’ dalam kehidupannya.71 Pendapat informan diatas memberikan informasi bahwa nilai siri’

sangatlah harus di tekankan dalam kehidupan masyarakat karena apabila

nilai-nilai siri’ sudah mulai menghilang maka akan timbul perilaku perilaku

yang menyimpang yang bisa saja akan dilakukanoleh setiap remaja

maupun masyarakat umum sebagimana yang terjadi pada saat ini.

3. Bentuk Nilai Siri’ Yang Berkaitan Dengan Syariah

a. Nilai Kebersihan

Umat Islam seringkali di perkenalkan dan dianjurkan untuk menjaga

kebersihan. Setiap bahasan pertama tentang fiqh islam diawali dengan

pembahasan tentang kebersihan seperti menghilangkan hadast besar dan

kecil, menggunakan air yang bersih lagi mensucikan, berwudhu, dan lain

sebagainya. Menjaga kebersihan merupakan nilai dakwah universal yang

dapat dilakukan oleh siapa saja, apalagi umat islam yang jela-jelas

memiliki dasar yang kuat untuk menjaga kebersihan.72

b. Nilai Kompetisi

Islam tidak melarang umatnya untuk berkompetisi,karena kompetisi

merupakan salah satu motivasi psikologis sangat umum dimiliki oleh

setiap manusia. Setiap mahasiswa akan memiliki motivasi untuk

berkompetisi di antara teman-temannya.

71

Hartati, Guru Honorer, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

wawancara tanggal 26 Februari 2019

72Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277

Page 59: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Masih banyak nilai-nilai dakwah yang bisa di kembangkan atau

diturunkan dari sumber ajaran islam, yakni al Quran dan al hadist. Nilai-

nilai dakwah yang berlaku universal tersebut senantiasa disosialisasikan

kepada masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut menjadi kebiasaan,

tradisi, atau norma yang berlaku di masyarakat

Syariah merupakan hukum-hukum ( peraturan yang diturunkan

Allah Swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia untuk manusia agar mereka

keluar dari kegelapam menuju yang terang, dan mendapatkan petunjuk ke

jalan yang lurus. Jika dikaitkan dengan nilai siri’ maka berhubungan

dengan hukum-hukum ajaran islam.

Penerapan nilai siri’ adalah sesuatu hal yang dilakukan agar dapat

melakukan pembinaan masyarakat/remaja terhadap budaya ini dalam

rangka menanamkan ajaran islam.

Budaya siri’ merupakan budaya turun temurun yang dilakukan oleh

masyarakat di Desa ini, sehingga dibebankan kepada generasi

selanjutnya untuk tetap menjaga budaya tesebut. Dengan tetap menjaga

budaya siri’ sehingga bisa memotivasi kepada orang lain untuk tetap

menjalankan budaya itu. Penerapan nilai siri’ dalam hal syariah

diungkapkan oleh salah seorang informan berikut:

Nilai siri’ itu sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak menganut budaya tersebut, maka dapat dikatakan bahwa orang-orang itu masih dipertanyakan mengenai keimanan dan akhlaknya. Sebab nilai siri’ itu harus tetap tertanam dalam diri setiap manusia. Penerapannya dalam hal syariah yaitu dimana seseorang harus merasa malu dan takut kepada Allah swt. jika akan melakukan hal-hal yang sudah dilarang oleh ajaran islam. Mereka akan berusaha

Page 60: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

untuk mempertahankan dirinya agar tidak mempermalukan keluarga dan orang-orang di sekitarnya.73 Budaya Siri’ Na Pacce sudah ada sejak dulu hingga sekarang

namun perkembangannya tidak berkembang seperti zaman dahulu seperti

yang disampaikan salah seorang informan:

”Budaya siri na pacce sudah ada sejak dulu hingga sekarang

namun perkembangannya dari zaman ke zaman sudah menurun tidak

seperti dulu lagi yang sangat kental budaya tersebut. Namun sekarang

budaya itu sudah mulai menghilang sedikit demi sedikit namun harapan

saya budaya siri na pacce semestinya semakin berkembang apalagi

sekarang perkembangan zaman semakin canggih, namun nyatanya tidak

karena dengan kurangnya kerjasama yang terjalin sehingga membuat

budaya siri Na pacce sudah tidak berkembang secara baik.”74

Pernyataan diatas menandakan budaya siri’ na pacce di desa ini

sudah tidak berkembang baik karena kurangnya kesadaran dari masyarakat

tersebut.

Di tinjau dari rasa kekeluargaan antara anak dan ibu munculnya

hubungan kekeluargaan, tetangga dan temannya, seperti yang disampaikan

salah seorang informan:

Budaya siri’ na pacce tersebut adalah perilaku yang tidak menyimpang dan tidak selamanya siri’ na pacce berjalan bersamaan siri’ adat yang bertentangan dengan siri’ menurut agama. Seharusnya siri’ itu harus kembali ketempat yang sesuai

73

Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto wawancara Tanggal 26 Februari 2019

74Ruda Dg Mile, Petani, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto,

wawancara 26 Februari 2019

Page 61: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

ajaran islam, malu yang dibenarkan seharusnya sesuai dengan menjaga akhlaknya, saling mengingatkan satu sama lain dan menjatuhkan budaya siri’ ini itu ekonomi dan status sosial juga kurangnya kerjasama yang kuat siri’ itu sudah tidak bisa kembali tetap pada suatu saat keadaan budaya siri na pacce ini akan kembali seperti dahulu kala. 75 pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya siri’ na pacce

ini sesuai adat dan budaya siri’ menurut agama itu bertentangan dan

seharusnya budaya siri’ itu harus disesuaikan dengan syariat islam. Dan

juga budaya siri’ na pacce ini sudah tidak terlalu kental di desa ini bahkan

mereka sudah tidak peduli akan budaya tersebut.

C. Upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di Desa Lentu

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

Penerapan nilai-nilai budaya siri’ na pacce akan menempatkan

pribadi-pribadi menjadi manusia yang menerapkan harga diri itu ialah

harga mati, dan juga manusia bisa bersifat unggul, utuh, dan tidak

terpecah-pecah. Sebab, budaya siri’ na pacce mengandung nilai-nilai yang

universal yang mengajarkan seseorang menghargai hakikat

penciptaannya, mengajarkan seseorang peduli terhadap kesulitan hidup

sesama manusia, tolong menolong dan lain-lain.

Dengan kata lain nilai-nilai kebudayaan yang terdapat dalam suatu

masyarakat tertentu mempunyai arti hidup begitupun sebaliknya. Budaya

siri’ na pacce sebagai salah anutan nilai Budaya tentunya mempunyai

75

Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto wawancara Tanggal 26 Februari 2019

Page 62: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

kontribusi yang tak ternilai harganya bagi individu, tidak hanya pribadi-

pribadi tetapi untuk masyarakat itu sendiri.76

Penulis mengamati masyarakat Bugis-Makassar sangat

menghargai tata krama/sopan santun yang dikenal sipakatau (saling

menghargai antar sesama manusia) setiap orang dituntut untuk

memperlakukan semua orang dengan baik dan santun. Masyarakat Bugis-

Makassar dapat memahami tindakan yang dilakukan sebagai reaksi dari

ketidaksopanan seseorang. Sehingga, dalam makna Bugis-Makassar

dikenal budaya siri’, siri’ berarti rasa malu.

Tidak hanya itu, generasi muda juga menanamkan budaya siri’ na

pacce ini, maka bukan hanya menimbulkan harkat , martabat, dan harga

diri sebagai seprang manusia, tetapi juga akan menimbulkan sifat rendah

hati dan juga mengedepankan kepemimpinan yang didamba oleh seluruh

masyarakat pada diri masing-masing seseorang.77

Budaya siri’ na pacce dalam masyarakat Bugis-makassar tersebut

hal penting untuk dikaji secara mendalam, utamanya dalam era modern

yang sangat pesat seperti sekarang ini dan juga terjadi pergeseran makna

hakiki dari nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat Bugis-Makassar,

yang pada titik tertentu menjadi sebuah titik tolak dari setiap masalah yang

lahir dalam kehidupan nyata yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar.

Akan tetapi, budaya siri’ na pacce tidak hanya untuk masyarakat

Bugis-Makassar saja, tetapi seluruh masyarakat Indonesia bahkan seluruh

76https://dilanatsir.wordpress.com (19 Maret 2019)

77https://dilanatsir.wordpress.com (19 Maret 2019)

Page 63: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

orang di dunia hendaknya untuk menanamkan budaya tersebut karena

pada dasarnya budaya seperti Siri’ Na Pacce, bukan hanya berada di

sulawesi selatan, tetapi diselurh wilayah budaya di Indonesia yang

memiliki harkat dan pedoman budaya dari wilayah masing-masing hanya

istilah yang berbeda dan makna yang berbeda dari setiap daerah itu

sendiri.78

Upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri bagi remaja

didesa lentu ini melalui metode secara lisan dan metode dengan cara

perbuatan. Adapun metode tersebut adalah:

1. Metode Secara Lisan

metode ini disampaikan secara lisan oleh masyarakat didesa lentu

ini dengan cara mengajak orang-orang berbuat baik mulai dari yang dekat

termasuk sahabat, keluarga, keluarga sahabat, dan selanjutnya kepada

orang-orang lain yang diluar mereka sebagaimana yang disampaikan oleh

salah seorang informan:

jika ingin menjadi orang yang baik di mata Allah, dicintai oleh seluruh makhluk maka jadilah orang yang jujur, sebagiamana yang di contohkan oleh rasulullah Saw. semasa hidupnya pada masa hidup Rasulullah Saw. sebelum diangkat menjadi rasul. Rasulullah Saw telah menerapkan nilai-nilai kejujuran dalam setiap langkah kehidupannya sehingga ia pun dicintai oleh penduduk makkah pada saat itu. 79

2. Metode Dengan Cara Perbuatan

penerapan yang kedua adalah seorang masyarakat harus

memperlihatkan langsung melaui tingkah laku dan perbuatannya, baik

78https://dilanatsir.wordpress.com, (19 Maret 2019)

79 Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto wawancara Tanggal 26 Februari 2019

Page 64: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

secara individu maupun secara kelompok. Sebagaimana yang dilakukan

oleh orang terdahulu karena islam adalah agama yang harus diyakinkan

dalam hati, diucapkan oleh lisan dan dilaksanakan dengan perbuatan.

Setiap apa yang disampaikan oleh masyarakat yang umumnya lebih tua

harus terlebih dahulu yang memberikan contoh seperti jika masyarakat

tersebut menyampaikan tentang nilai-nilai kejujuran dalam ruang lingkup

remaja maka yang pertama kali dilakukan adalah bagaimana ia berlaku

jujur ditengah-tengah remaja tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh

salah seorang informan:

sebagai penceramah jangan hanya bisa berucap yang benar-benar saja, tapi harus bisa melakukan apa yang diucapkan agar masyarakat atau remaja lebih mendengarkan ketika penceramah menyampaikan yang namanya kebenaran80

Selain itu juga dalam proses penyampaian harus memperhatikan

keadaan atau kondisi yang sedang dialami masyarakat atau remaja agar

apa yang disampaikan dapat diperhatikan dengan baik dan lebih fokus

kepada mereka dan lebih bisa dilakukan dan disukai.

Pada dasarnya penerapan secara lisan ini bisa mengajak orang-

orang untuk ikut dalam melakukan kebaikan dengan cara memperlihatkan

perbuatan agar masyarakat bisa percaya dan yakin. Dakwah yang

mengajak dengan perbuatan sehari-hari baik saat berjalan ataupun saat

dalam ruangan. Karena Islam adalah agama yang telah memberikan

penjelasan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali.

80

Hana Prastika, honorer di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto,

Wawancara Tanggal 27 Februari 2019

Page 65: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai penelitian yang telah kami lakukan selama 3 bulan di Desa

Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, dan penulis

menguraikan hasil penelitian pada bab-bab terdahulu, maka berikut ini

penulis mengakhiri pembahasan dengan mengemukakan kesimpulan dan

saran sebagai berikut:

3. Bentuk Nilai-Nilai Dakwah Dalam Budaya Siri’ Di Desa Lentu

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto memiliki tiga aspek

yaitu bentuk nilai siri’ berkaitan dengan aqidah, bentuk nilai siri’

berkaitan dengan akhlak dan bentuk nilai siri’ berkaitan dengan

syariah.

4. Upaya masyarakat dalam penerapan nilai-nilai siri’ bagi remaja di

Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

menggunakan dua model yaitu model berdakwah dengan secara

lisan dan model berdakwah dengan perbuatan.

B. saran

1. Hendaknya masyarakat yang umumnya lebih tua dalam menjalankan

tugasnya sebagai panutan bagi remaja dalam pemahaman tentang

nilai-nilai agama ataupun nilai-nilai siri’ dalam kehidupan

bermasyarakat harus lebih memperhatikan hal-hal yang dibutuhkan

remaja.

57

Page 66: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

2. Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberi pemahaman

terhadap pembaca khususnya Tentang Nilai-Nilai Dakwah Dalam

Budaya Siri’ Na Pacce Di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba

Kabupaten Jeneponto.

3. Penulis berharap agar penelitian ini dapat berguna sebagai referensi

untuk pembaca kedepannya

.

Page 67: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

DAFTAR PUSTAKA A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, Lihat Lontara H. Andi Mappasala ..............................,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis (Ujungpandang:

Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1985) Afifuddin, dan Beni Ahmad Saebani, metodologi penelitian kualitatif,

(Bandung; Pustaka Setia, 2012 Anshoriy , Nasruddin (Anre gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi

Bugis), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009 Basit, Abdul, “Filsafat Dakwah” Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial Lainnya Departemen Agama, Al Qur`an Terjemahan Hamid, Abu (Siri’ Na Pesse’), jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi,

2005 Hizair M A, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia” Moleong, Lexi j, metodologi penelitian kualitatif (Cet. 25; Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya:, 2008) Munawwir, A.W, “Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap” Nonci, s.pd(Konsep-Konsep Budaya), Jl. Perintis Kemerdekaan VII/ 52

B: CV Aksara, 2005 Prastowo, Andi, metode penelitian kualitatif dalam perspektif rancangan

penelitian Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, implikasi falsafah siri’ na pacce

pada masyarakat suku makassar (gorontalo:2011) Shaff Muhtamar( Masa Depan Warisan Luhur Dan Kebudayaan

Sulawesi Selatan), Jl. Abdullah Dg Sirua No.3: CV Adi Perkasa, 2004

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung:

Alfabeta, 2007) Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan

59

Page 68: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

Tajibu, Kamaluddin, metode penelitian komunikasi, (Makassar; Alauddin

University Press, 2013) Bugismakassartrip.com http://belajarislam.com/hadits/hadist-jika-engkau-tak-malu-perbuatlah-

sesukamu http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce-dalam-nilai- dan-

falsafah.html Radinalaidin.blogspot.com Suarapilardemokrasi.blogspot.com > nilai dan falsafah siri’ na pacce https://dilanatsir.wordpress.com

Page 69: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

LAMPIRAN

Page 70: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU
Page 71: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU

RIWAYAT HIDUP

Nurul hidayat, lahir pada tanggal 11 November 1996 di

Ta’binjai, dan bertempat tinggal di dusun Ta’binjai Desa

Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari

Ayahanda Abdullah dan Ibunda Herlina. Adapun motto dari penulis yaitu:

jadilah dirimu sendiri, jangan pernah berpikir menjadi orang lain. Yakinlah

Allah selalu bersama kita dan memudahkan segala usahamu, karena

usaha tidak akan menghianati hasil.

Penulis memulai pendidikan di SDN 29 Ciniayo Kabupaten

Jeneponto tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis masuk

di SMP Negeri 1 Tamalatea Kabupaten Jeneponto dan tamat pada tahun

2011, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1

Tamalatea Kabupaten Jeneponto dan tamat pada tahun 2014. Pada tahun

2015 penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah

Makassar(Unismuh) Fakultas Agama Islam (FAI) Prodi Komunikasi dan

Penyiaran Islam (KPI), program Strata satu (S1).