newsletter edisi i desember 2012

4
Edisi 1, Desember 2012 9 9 T T a a h h u u n n I I n n S S W WA A u u n n t t u u k k I I n n d d o o n n e e s s i i a a dirikan dan mendeklarasikan Indonesia Solid Waste Association (InSWA). Di usianya yang ke-9 tahun 2012 ini, InSWA telah berkembang menjadi sebuah organisasi yang berbasis profesionalisme agar semakin mampu menghadapi tantangan dan permasalahan persampahan yang semakin berat dan multidimensi. Sebagai satu-satunya lembaga independen di Indonesia yang konsisten berkontribusi pada isu solid waste di tingkat nasional maupun daerah, maka terhitung mulai Januari 2013, InSWA resmi diterima sebagai National Member dari International Solid Waste Association (ISWA), lembaga induk organisasi solid waste di seluruh dunia yang bermarkas di Wina, Austria. Organisasi asosiasi yang dipimpin oleh Sri Bebassari sebagai Ketua Umum dan Mohammad Helmy sebagai Wakil Ketua ini diperkuat oleh komposisi dewan pengurus yang memiliki puluhan tahun pengalaman dan keahlian di bidang solid waste, baik perkotaan maupun industri. Para Dewan Pengurus InSWA merupakan ahli senior yang masih aktif terlibat dalam penyusunan regulasi, kebijakan dan program di bidang pengelolaan sampah baik di Indonesia maupun regional. Peran aktif dewan pengurus didukung sepenuhnya oleh sekretariat dan para periset muda yang tergabung dalam tim Research Associate InSWA. Untuk menjawab berbagai problema persampahan di masyarakat, InSWA hadir dengan berbagai program dan kegiatan. Cakupan program InSWA meliputi berbagai level, mulai dari penyusunan regulasi, riset aplikasi, pengembangan kapasitas dan jaringan kemitraan, hingga implementasi sistem. InSWA mengutamakan pendekatan inovasi, sustainability, dan multi-stakeholder dalam menjalankan program-programnya. Diharapkan, inisiasi berbagai program strategis tersebut dapat melahirkan entitas dan kader persampahan baru sebagai anggota asosiasi yang semakin memperkuat InSWA. Hingga saat ini, InSWA konsisten mengedepankan integrasi multi aspek dalam pengelolaan sampah yaitu aspek hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi. Fokus isu yang menjadi perhatian utama InSWA diantaranya adalah pengurangan sampah di sumber melalui upaya pengomposan yang sudah nyata-nyata dilakukan, baik oleh InSWA maupun oleh banyak daerah, juga melalui Extended Producer Responsibility (EPR), penataan sistem operasional dan penangkapan gas di TPA, dan peningkatan pola penanganan sampah oleh pemerintah daerah. Disamping itu, InSWA juga aktif terlibat dalam perumusan regulasi dan kebijakan sebagai perangkat pendukung implementasi dan operasionalisasi UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Dalam menjalankan visi dan misinya, InSWA senantiasa berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, LSM, maupun kelompok masyarakat. Beberapa mitra utama InSWA diantaranya adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Yayasan Kirai, Yayasan Perisai, swasta retailer modern market, swasta manufaktur plastik ramah lingkungan, dan swasta operator fasilitas pengolahan sampah. Di lingkup internasional, InSWA juga menjalin kerjasama dengan International Solid Waste Association (ISWA), Global Methane Initiative United State Environmental Protection Agency (GMI-USEPA), German International Cooperation Agency (GIZ), dan United Nation of Environmental Program (UNEP). (Dini Trisyanti) ada 28 Oktober 2003 di Jakarta, beberapa orang yang memiliki passion dan kesamaan visi untuk mengatasi masalah persampahan di Indonesia men- Hal .1 Indonesia Solid Waste Association I I n n d d o o n n e e s s i i a a S S o o l l i i d d W W a a s s t t e e N N e e w w s s l l e e t t t t e e r r Untuk Indonesia yang Lebih Bersih National member of :

Upload: lykhue

Post on 13-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Newsletter Edisi I Desember 2012

Edisi 1, Desember 2012

999 TTTaaahhhuuunnn IIInnnSSSWWWAAA uuunnntttuuukkk IIInnndddooonnneeesssiiiaaa

dirikan dan mendeklarasikan Indonesia Solid Waste Association (InSWA). Di usianya yang ke-9 tahun 2012 ini, InSWA telah berkembang menjadi sebuah organisasi yang berbasis profesionalisme agar semakin mampu menghadapi tantangan dan permasalahan persampahan yang semakin berat dan multidimensi. Sebagai satu-satunya lembaga independen di Indonesia yang konsisten berkontribusi pada isu solid waste di tingkat nasional maupun daerah, maka terhitung mulai Januari 2013, InSWA resmi diterima sebagai National Member dari International Solid Waste Association (ISWA), lembaga induk organisasi solid waste di seluruh dunia yang bermarkas di Wina, Austria.

Organisasi asosiasi yang dipimpin oleh Sri Bebassari sebagai Ketua Umum dan Mohammad Helmy sebagai Wakil Ketua ini diperkuat oleh komposisi dewan pengurus yang memiliki puluhan tahun pengalaman dan keahlian di bidang solid waste, baik perkotaan maupun industri. Para Dewan Pengurus InSWA merupakan ahli senior yang masih aktif terlibat dalam penyusunan regulasi, kebijakan dan program di bidang pengelolaan sampah baik di Indonesia maupun regional. Peran aktif dewan pengurus didukung sepenuhnya oleh sekretariat dan para periset muda yang tergabung dalam tim Research Associate InSWA.

Untuk menjawab berbagai problema persampahan di masyarakat, InSWA hadir dengan berbagai program dan kegiatan. Cakupan program InSWA meliputi berbagai level, mulai dari penyusunan regulasi, riset aplikasi, pengembangan kapasitas dan jaringan kemitraan, hingga implementasi sistem. InSWA mengutamakan pendekatan inovasi, sustainability, dan multi-stakeholder dalam menjalankan program-programnya. Diharapkan, inisiasi berbagai program strategis tersebut dapat melahirkan entitas dan kader persampahan baru sebagai anggota asosiasi yang semakin memperkuat InSWA.

Hingga saat ini, InSWA konsisten mengedepankan integrasi multi aspek dalam pengelolaan sampah yaitu aspek hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi. Fokus isu yang menjadi perhatian utama InSWA diantaranya adalah pengurangan sampah di sumber melalui upaya pengomposan yang sudah nyata-nyata dilakukan, baik oleh InSWA maupun oleh banyak daerah, juga melalui Extended Producer Responsibility (EPR), penataan sistem operasional dan penangkapan gas di TPA, dan peningkatan pola penanganan sampah oleh pemerintah daerah. Disamping itu, InSWA juga aktif terlibat dalam perumusan regulasi dan kebijakan sebagai perangkat pendukung implementasi dan operasionalisasi UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, baik di tingkat nasional maupun di daerah.

Dalam menjalankan visi dan misinya, InSWA senantiasa berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, LSM, maupun kelompok masyarakat. Beberapa mitra utama InSWA diantaranya adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Yayasan Kirai, Yayasan Perisai, swasta retailer modern market, swasta manufaktur plastik ramah lingkungan, dan swasta operator fasilitas pengolahan sampah.

Di lingkup internasional, InSWA juga menjalin kerjasama dengan International Solid Waste Association (ISWA), Global Methane Initiative – United State Environmental Protection Agency (GMI-USEPA), German International Cooperation Agency (GIZ), dan United Nation of Environmental Program (UNEP). (Dini Trisyanti)

ada 28 Oktober 2003 di Jakarta, beberapa orang yang memiliki passion dan kesamaan visi untuk mengatasi masalah persampahan di Indonesia men-

Hal .1

Indonesia Solid Waste Association

IInnddoonneessiiaa SSoolliidd WWaassttee NNeewwsslleetttteerr Untuk Indonesia yang Lebih Bersih

National member of :

Page 2: Newsletter Edisi I Desember 2012

Rahasia Pengurangan Sampah di TPST Rawasari

Padahal, 65 persen dari komposisi sampah itu adalah sampah yang mudah membusuk atau lebih dikenal dengan sampah organik yang sebenarnya sangat berpotensi untuk dikurangi melalui pengomposan. Jadi yang bakal menuhin TPA cuma sampah-sampah yang benar-benar tidak bisa di-treatment lagi, hanya sekitar 10 persen. TPST Percontohan

Untuk di Jakarta, TPST Rawasari merupakan TPST percontohan untuk pengurangan sampah dari sumbernya melalui kegiatan pengomposan, sekaligus bisa diterapkan di kawasan padat penduduk. TPST ini dibangun pada tahun 2000 dan awalnya dikelola oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Namun, sejak tahun 2009 TPST Rawasari dpindahtangankan ke Dinas Kebersihan DKI Jakarta. TPST Rawasari saat ini dibawah supervisi Indonesia Solid Waste Association (InSWA).

Sejalan dengan amanat Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan turunannya yakni PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, maka itu TPST Rawasari tidak saja melakukan upaya pengomposan namun mengintegrasikan kegiatan 3R lainnya. Contohnya saat ini TPST Rawasari juga sebagai dropping point (lokasi titik pengumpulan) sampah polystyrene atau lebih dikenal dengan sampah styrofoam. Kegiatan ini bekerjasama dengan BPLHD DKI Jakarta. Dropbox (kotak pengumpulan) akan ditempatkan di beberapa lokasi seperti perkantoran dan pemukiman yang selanjutnya dalam jangka waktu tertentu akan diangkut ke TPST dan ke pabrik daur ulang styrofoam. (Rafianti)

idak bau dan tidak kotor, demikian kesan pertama seti- ap kali tamu datang mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari, Jakarta Pusat.

Tidak ada yang menutup hidungnya, bahkan makan dan minum tiada canggung. Tidak sombong, hampir setiap hari TPST Rawasari ini kedatangan tamu, tidak saja dari dalam negeri namun tamu-tamu mancanegara pun hadir tak henti-hentinya ingin melihat langsung ‘keajaiban’ yang terjadi pada sampah yang kita kenal bau dan busuk tersebut. Sebut saja tamu mancanegara yang pernah diterima di TPST ini berasal dari Cina, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Itali, Kolombia, Jepang,, dan lainnya. Letak TPST ini berada di lingkungan pemukiman warga yang lumayan padat, tepatnya warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur. Berdampingan langsung dengan kantor pemadam kebakaran, sekolah, Kantor Camat Cempaka Putih, pasar, Kantor Suku Dinas Kebersihan Jakarta pusat

Hal . 2

Pusat, dan kantor-kantor lainnya. Jadi TPST ini memang berlokasi di lingkungan yang ramai dan hidup 24 jam. Tapi sampai saat belum ada dampak sosial negatif yang ditimbulkan. Artinya, TPST ini bisa diterima secara sosial di lingkungan pemukiman, tidak ada unjuk rasa warga, tidak ada keberatan sama-sekali dari berbagai elemen masyarakat setempat.

Ini adalah kondisi ideal yang diharapkan pada pengelolaan sampah domestik tidak saja di Indonesia, namun di seluruh dunia. Pengurangan di tingkat masyarakat dikenal juga dengan istilah pengurangan dari sumbernya, merupakan cita-cita yang hendak dicapai oleh Indonesia dalam mengatasi permasalahan sampah domestik. Bayangkan, saat ini Indonesia menghasilkan sampah domestik (sampah yang berasal dari rumah tangga) sebesar 167 ribu ton per hari (KLH, 2008).

Page 3: Newsletter Edisi I Desember 2012

iapa bilang bikin kompos itu susah dan repot. Di TPST Ra- wasari, sampah yang masuk setiap hari mencapai 2 ton bisa kok tanpa bikin repot. Tidak pakai mesin, tidak pakai

materi tambahan atau zat aditif yang mahal, semuanya bisa dikerjakan oleh manusia dimanapun berada, di kota modern hingga di desa dan tempat terpencil sekalipun. Teknik pengomposan TPST Rawasari ini memang didisain agar bisa diaplikasikan di semua level masyarakat dan di semua kondisi lingkungan. Jadilah mesin-masin penunjang pengomposan seperti alat pencacah, mesin pemutar, dan penghalus menjadi ‘hiasan’ di gudang TPST Rawasari ini, karena alat-alat ini memang tidak dipakai. ‘’Full, kompos di sini asli buatan manusia,’’ ujar Sri Bebassari, Ketua Umum InSWA, sang Ratu Sampah yang merupakan julukannya.

Jadi, sampah dari RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur itu langsung dipilah. Pemilahan saat masih segar inilah yang menjadi rahasia hilangnya bau busuk sampah. Sampah yang mudah busuk (istilah yang benar adalah sampah mudah busuk dan tidak mudah busuk, bukan sampah organik dan anorganik) ditumpuk menjadi satu dan siap untuk dicacah. Sementara itu, sampah yang tidak mudah busuk dan bernilai ekonomis dipilah kembali seperti, kertas, plastik, dan kaleng untuk selanjutnya dijual. Dalam sehari, sampah eknomis ini bisa mencapai 80 Kg. Sampah yang tersisa –tidak bisa dimanfaatkan lagi- dikembalikan ke tempat pengumpulan sementara yang letaknya di depan TPST Rawasari. Sampah-sampah ini siap diangkut ke TPA Bantar Gebang.

Kembali ke sampah yang mudah busuk dan telah dicacah tadi. Sampah-sampah ini kemudian ditumpuk dengan ketinggian maksimum 1.5 meter dengan panjang tumpukan yang tidak ditentukan. Metode pengomposan ini disebut metode open windrow. Setiap hari, tumpukan-tumpukan ini disiram sehingga kelembabannya terjaga. Setiap minggu tumpukan ini juga dibolak-balik hingga kompos mencapai kematangan pada minggu ke tujuh. Setiap gundukan bisa menghasilkan maksimal 500-600 Kg kompos. Setidaknya ada lebih kurang 28 tumpukan tertata di ruangan terbuka yang luasnya 500 meter persegi. Selanjutnya, tumpukan yang sudah matang tadi siap diayak dan dikemas dengan berat 2.5 Kg dan 30 Kg. Untuk kemasan 2.5 Kg dijual seharga Rp 5000, sementara Rp 21 ribu untuk kemasan 30 Kg.

Sebagai gambaran, TPST.yang berlokasi di lahan 500 meter persegi ini memakan investasi Rp 100 – 500 juta/ton dengan biaya operasional antara Rp 100.000 – Rp 500.000/ton. TPST saat ini mempekerjakan 10 orang untuk kegiatan operasional sehari-hari seperti memilah, mencacah sampah yang mudah busuk, menyiram dan membolak-balikkan sampah, mengayak, dan mengemas kompos yang telah jadi. (Rafianti, Yanuar)

TTeekknniiss PPeennggoommppoossaann ddii TTPPSSTT RRaawwaassaarrii

Hal . 3

Pemilahan serta pencacahan ranting/dahan

Proses penumpukan sampah mudah membusuk

Proses penyiraman supaya kelembabannya terjaga

Proses pembalikan

Kompos diayak sebelum di kemas dan siap digunakan

Page 4: Newsletter Edisi I Desember 2012

Masa Depan Pengelolaan Sampah di Indonesia ‘’Baru 1 Persen yang Baca Peraturan’’

Menurut Sri Bebassari, pengelolaan sampah saat ini telah menjadi prioritas dalam perencanaan dan pembangunan di beberapa kota di Indonesia yang dilakukan pendekatan pada lima aspek ; hukum, kelembagaan, finansial, sosial budaya dan teknologi. ‘’Jadi penekanannya tidak saja pada teknologi, tapi sudah menyentuh empat aspek lainnya,’’ ujarnya.

Akhir kata, untuk mencapai tujuannya, pengelolaan sampah nasional memang masih membutuhkan jalan yang sangat panjang. Namun. kehadiran Undang-undang No 18 Tahun 2008 dan PP No 81 Tahun 2012 sudah merupakan awal yang sangat menjanjikan perubahan karena tidak saja Indonesia, negara-negara di dunia mengakui bahwa sampah telah menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang perlu ditangani segera. (Rafianti)

Perubahan total paradigma pengelolaan sampah yang diiamanatkan UU No 18/2008 ternyata sangat tidak mudah, terutama untuk menyamakan persepsi di antara departemen dan instansi terkait. Pada undang-undang ini terjadi perubahan pendekatan pengelolaan sampah yang sangat signifikan yang tadinya hanya kumpul, angkut, dan buang menjadi kegiatan pengurangan melalui 3R (Reduce, Reuse, dan Recyle) dan penanganan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Baru empat tahun kemudian satu Peraturan Pemerintah dari undang-undang ini lahir yakni, PP NO 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Keterlambatan pelaksanaan peraturan ini, menurut Ketua Umum Indonesia Solid Waste Association Sri Bebassari, disebabkan karena sosialisasi yang sangat kurang. ‘’Bagaimana peraturan bisa dijalankan jika yang yang baca (peraturan pengelolaan sampah, pen) kurang dari 1 persen,’’ ujarnya. Diyakininya, yang membaca peraturan baru dinas atau instansi terkait yang mengurusi lingkungan dan kebersihan. Sementara, pimpinan dinas/instansi lainnya kebanyakan belum membacanya. Ini terbukti pada pertemuan yang ditaja Dirjend Tata Ruang Departemen PU beberapa waktu lalu, dari 80 kota perwakilan yang hadir, hanya dua yang mengaku telah membaca peraturan pengelolaan sampah. ‘’Kita ini bisa bikin produk hukum, tapi tidak dibarengi dengan sosialisasi yang baik,’’ ujarnya Bu Nci, sapaan akrab Sri Bebassari, menyayangkan. Padahal Indonesia telah memiliki perangkat hukum pengelolaan sampah yang sudah cukup membanggakan dengan kehadiran Undang-undang No 18 Tahun 2008, ditambah dengan PP No 81 Tahun 2012 ini.

Namun begitu, syukurlah, di beberapa daerah, tanpa menunggu peraturan turunan Undang-undang seperti PP, Permen, dan lainnya, mereka telah berinisiatif menyusun dan atau merevisi peraturan daerah yang berkenaan dengan pengelolaan sampah, seperti yang dilakukan DKI Jakarta, Kabupaten Badung Provinsi Bali, Kabupaten Bantul, Kota Bandung dan lain lain. Kabupaten Bantul, contohnya, telah memasukkan prinsip utama pengelolaan sampah domestik, yakni kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Peraturan tersebut juga telah mengatur pemberian insentif dan disinsentif yang cukup jelas kepada lembaga dan perseorangan.

Kota Bandung sendiri baru saja menerbitkan peraturan daerah yang lebih maju yakni, Perda No 17 Tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Peraturan ini tidak saja mendorong setiap orang menjadi ‘smart consumer’ dengan lebih memilih plastik yang ramah lingkungan, tapi juga memicu inovasi produsen untuk melakukan perubahan pada produk dan atau kemasannya yang berbahan plastik. Kementerian Lingkungan Hidup saat ini juga tengah menyusun peraturan menteri terkait hal ini, disebut dengan Extended Producer Responsibility (EPR) dimana menjadi kewajiban produsen atas sampah yang telah dihasilkannya pada post consumer.

TIM REDAKSI. Ketua Pengarah: Ketua Umum InSWA Sri Bebassari, Anggota Pengarah: Mohammad Helmy, Pudji Nugroho, GLK Meng, Tirtamarta Sudarman, Djoko Heru Martono, Guntur Sitorus, Nurina Aini Herminindian, Dini Trisyanti, Redaktur Pelaksana: Rafianti, Staf Redaksi: Noverra Mardhatillah Nizardo, Agus Rosadi, Muhammad Yanuar, Imla Novia Rizka, Olly Tasya Syahrudin, Sekretariat Redaksi dan Distribusi: Abdul Khamim, Anti Kusmahendrini, Destiani Afriana.

ehadiran Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah meru- pakan titik awal upaya perbaikan pengelolaan sampah di Indonesia. Namun upaya perbaikan ini tidak semudah membalik telapak tangan. Proses

kelahiran undang-undang ini pun memakan waktu lebih kurang enam tahun. Setelah lahir pun, undang-undang ini tidak bisa langsung dilaksanakan. Untuk melaksanakannya, pemerintah harus menyusun peraturan baru lagi setidaknya 11 Peraturan Pemerintah, 3 Peraturan Menteri, NSPK Pengelolaan Sampah, dan Strategi dan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah.

Newsletter ini diterbitkan secara periodik oleh Indonesia Solid Waste Association (InSWA). Penerbitan ini dimaksudkan sebagai media komunikasi dan penyebaran informasi para pelaku kegiatan pengelolaan sampah di Indonesia. Indonesia Solid Waste Newsletter menerima karya berupa naskah, artikel, dan foto sebagai bentuk kontribusi dan peran aktif para pelaku pengelolaan sampah untuk Indonesia yang lebih bersih. Panjang naskah 1

1/4 halaman A4 spasi tunggal.

Pengiriman naskah, artikel, dan foto dialamatkan ke: Kantor InSWA Jl. Letjend Suprapto No 29 N Jakarta Pusat. Telp (021) 426 7877. Fax (021) 426 7856. Atau melalui email ke alamat: [email protected]

P E R I S A I Pusat Pengembangan Riset Sampah Indonesia

National member of :