new tinjauan pustaka atrial fibrilasi (rahmah,yudit,hesa) - edited

35
TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium, ditandai dengan adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “f” dengan frekuensi antara 350-650 permenit. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung (Ismudiati, 1996; Gray, 2005; Patrick, 2005). 2. ETIOLOGI Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, antara lain (Wyndham, 2000; Narumiya, Sakamaki, Sato, & Kanmatsuse, 2003): a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium 1. Penyakit katup jantung

Upload: rahmah-fitri-utami

Post on 25-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi

supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan

deteriorisasi fungsi mekanik atrium, ditandai dengan adanya irregularitas

kompleks QRS dan gambaran gelombang “f” dengan frekuensi antara 350-650

permenit. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau

pompa darah jantung (Ismudiati, 1996; Gray, 2005; Patrick, 2005).

2. ETIOLOGI

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,

antara lain (Wyndham, 2000; Narumiya, Sakamaki, Sato, & Kanmatsuse,

2003):

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1. Penyakit katup jantung

2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3. Hipertrofi jantung

4. Kardiomiopati

5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor

pulmonal chronic)

6. Tumor intracardiac

Page 2: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1. Pericarditis/miocarditis

2. Amiloidosis dan sarcoidosis

3. Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

1. Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1. Hipertiroid

2. Feokromositoma

e. Neurogenik

1. Stroke

2. Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1. Infark miocardial

g. Obat-obatan

1. Alkohol

2. Kafein

h. Keturunan/genetik

3. FAKTOR RESIKO

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi

Page 3: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

c. Penyakit Jantung Koroner

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik

g. Post. Operasi jantung

h. Usia ≥ 60 tahun

i. Life Style

4. KLASIFIKASI

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial

fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi

pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi

AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai

episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal

AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri

dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi

kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu

Page 4: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali

normal.

d. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada

permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena

dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Gambar 1. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association),

AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu

AF akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu

berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik

sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam.

Page 5: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

5. FISIOLOGI DAN SISTEM KONDUKSI JANTUNG

a. Fisologi Jantung

Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik,

akibat adanya potensial aksi (otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel

otot jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang melakukan kerja mekanik

(kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel

otoritmik yang tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi

mempunyai fungsi dalam mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi

(Guyton, 1995; Ganong, 1999).

Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi

mekanik jantung dinamakan excitation contraction coupling. Kontraksi

otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik.

Potensial aksi dimulai dari proses dopalarisasi, proses plateau dan proses

repolarisasi. Ketiga proses ini merupakan rangkaian proses potensial aksi

yang harus ada untuk memicu kontraksi otot jantung (Ganong, 1999).

Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi

pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+

menyebabkan perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -

70 mv hingga +30 mv. Setelah mencapai ambang batas perubahan

potensial, saluran Na+ akan segera menutup yang kemudian diikuti

pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan saluran Ca2+ terjadi secara lambat,

yang menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+ dari ekstraseluler ke

dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa saat, saluran

Page 6: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

Ca2+ akan menutup dan terjadi pembukaan saluran K+. Pembukaan saluran

K+ menyebabkan terjadinya proses repolarisasi, yang ditandai dengan

keluarnya atau effluks K+ ke ekstraseluler (Ganong, 1999).

Gambar 2. Fisiologi Potensial Aksi Jantung

Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses

potensial aksi, dimana terjadi penutupan saluran Na2+ dan pembukaan

saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi

akibat influks Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada

dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut,

yaitu Ca2+ ekstraseluler berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan

saluran Ca2+ selama fase plateu pada potensial aksi jantung dan Ca2+ yang

dikeluarkan dari cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat

Page 7: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

rangsangan masuknya Ca2+ yang berasal dari ekstraseluler (Harrison,

2000; Price & Wilson, 2000).

Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan

Ca2+ dengan troponin. Ikatan antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan

kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot jantung, filamen-

filamen tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk

memperpendek tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan

troponin akan menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada

fase ini, Ca2+ yang tidak berikatan dengan troponin akan disimpan kembali

di dalam sarcoplamic reticulum dan sebagian Ca2+ keluar ke ekstraseluler.

Proses keluarnya Ca2+ ke ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran

dengan ion Na2+ yang berada di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang

telah masuk kedalam intraseluler akan bertukaran secara aktif dengan ion

K+ melalui proses Na+- K+-ATPase (Guyton, 1995; Harrison, 2000).

Gambar 3. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung

Page 8: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

b. Sistem Konduksi Jantung

Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga

menimbulkan kontraktilitas otot jantung adalah adanya impuls atau

rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus sino-atrial,

nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut

purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di

nodus sino-atrial (Nodus SA) yang berada di latero-superior atrium kanan.

Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA menyebabkan kontraksi dari

atrium, baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang bersamaan

antara atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan

elektrik melalui traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA.

Nodus SA memiliki kemampuan mencetuskan potensial elektrik

(pacemaker) tercepat bila dibandingkan dengan sistem konduksi jantung

yang lain, yaitu sebesar 60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini

menyebabkan nodus SA sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik

jantung (overdrive pacemaker) dan mengendalikan sistem konduksi

jantung (Ismudiati, 1996; Nasution & Ismail, 2006).

Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan

baik untuk menimbulkan proses mekanik atau pemompaan yang efisien.

Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga kriteria, diantaranya

adalah:

a. Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum

kontraksi ventrikel dimulai

Page 9: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

b. Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap

pasangan atrium dan pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu

kesatuan

c. Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu

sinsitium.

Sinyal elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus

atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui

traktus internodal (internodal anterior, posterior dan medial). Nodus AV

merupakan satu-satunya penghubung sistem konduksi antara atrium

dengan ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai kemampuan

mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar

40-60 potensial aksi/menit. Hal ini memungkinkan nodus SA sebagai

pengontrol dan pengendali sistem konduksi jantung apabila terjadi blok

pada rangsangan elektrik nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV

sebenarnya memiliki keterlambatan penjalaran sinyal elektrik, yaitu

sebesar 0,08-0,12 detik. Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungsi

dalam memberikan waktu atrium untuk berkontraksi sempurna dan

memberikan waktu dalam proses mengosongkan voleme atrium ke dalam

ventrikel (memberi waktu pengisian ventrikel), sebelum ventrikel

terdepolarisasi dan berkontraksi (Ismudiati, 1996; Wattigney, Mensah, &

Croft, 2002).

Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his

sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekelompok serabut purkinje yang

Page 10: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang septum interventrikuler

menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian, yaitu

berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan

(RBB/right bundle branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB

bercabang sebagai struktur tunggal di lapisan subendokardium di sisi

bagian kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang, yaitu

RBB cabang anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan

berjalan menuju dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah

septum interventrikuler, yang kemudian akan membentuk anyaman

purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan RBB, berkas cabang kiri

(LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua

struktur percabangan LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian

kiri dan kemudian masing-masing percabangan akan membentuk suatu

struktur bangunan seperti pada percabangan RBB, yaitu serabut purkinje.

Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan

serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje

juga mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan koordinasi

kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri

(Wattigney, Mensah, & Croft, 2002).

Page 11: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

Gambar 4. Sistem Konduksi Jantung

6. PATOFISIOLOGI ATRIAL FIBRILASI

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan

multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses

depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,

fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.

Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava

superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik

yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi

yang dicetuskan oleh nodus SA (Wattigney, Mensah, & Croft, 2002; Nasution

& Ismail, 2006).

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi

yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple

Page 12: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada

proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal

elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,

sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode

refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa

dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan

pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga

faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan

peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF (Wattigney,

Mensah, & Croft, 2002; Nasution & Ismail, 2006).

Gambar 5. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi ;

B. Proses Multiple Wavelets Reentry Atrial Fibrilasi

7. MANIFESTASI KLINIS

AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF

sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF,

penyakti yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada

Page 13: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

terutama saat beraktivitas, sesak npas, cepat lelah, sinkop atau gejala

tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar

penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurangpada

AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal

jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (Patrick, 2005;

Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, & al, 2006).

8. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, &

al, 2006) :

a. Anamnesis :

1) Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lamanya timbulnya

(episode pertama, paroksismal, persisten, permanen)

2) Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-debar, lemah,

sesak nafas terutama saat beraktivitas, pusing, gejala yang

menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif

3) Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF misalnya

hipertiroid.

b. Pemeriksaan Fisik :

1) Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,

tekanan darah

2) Tekanan vena jugularis

Page 14: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

3) Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif

4) Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan

terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi

kemungkinan adanya penyakit katup jantung

5) Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

6) Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

c. Laboratorium :

Hematokrit (anemia), TSH (penyakit tiroid), enzim jantung bila dicurigai

terdapat iskemia jantung.

d. Pemeriksaan EKG :

Dapat diketahui antara lain irama (verifikasi AF), hipertrofi ventrikel kiri.

Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW),

identifikasi adanya iskemia.

e. Foto Rontgen Toraks :

Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal.

f. Ekokardiografi :

Untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,

hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE

(Trans Esophago Echocardiography) untuk melihat trombus di atrium

kiri.

g. Pemeriksaan Fungsi Tiroid.

Page 15: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

Tirotoksikosis pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit

dikontrol.

h. Uji latih :

Identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama

jantung.

i. Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi

elektrofisiolagi.

Gambar 6. Gambaran EKG dan konduksi ritme sinus normal dan

atrial fibrilasi

9. PENATALAKSANAAN

a. Algoritma Penatalaksanaan AF

Dalam penatalaksanaan AF perlu diketahui apakah AF tersebut

paroksismal, persisten atau permanen. Hal tersebut penting untuk

penatalaksanaan selanjutnya apakah perlu dilakukan kardioversi atau

Page 16: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

cukup dengan pengendalian laju irama ventrikel (Sudoyo, Setiyohadi,

Alwi, & al, 2006).

1) AF yang baru ditemukan atau episode pertama AF

2) Paroksismal Rekuren

3) Persisten Rekuren

Page 17: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

b. Prinsip Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol

ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung

dan menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata

laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan

menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan

pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion) (Wattigney, Mensah, &

Croft, 2002).

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Page 18: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk

mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan

adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat

ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam

pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang

sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai

macam, diantaranya adalah :

1) Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi

dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau

mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat

cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam

waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di

metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk

D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan

lama kerja ± 40 jam.

2) Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari

trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin

terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi

endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal

inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari

trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat

Page 19: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor

pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan

peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan

antagonis kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual

ataupun kombinasi.

1) Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas

jantung dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja

jantung menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga

memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke

ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel

dari kontraksi atrium yang abnormal.

2) β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek

sistem saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk

meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini

akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.

3) Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan

kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari

Page 20: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang

terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat

dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya,

kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk

mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung.

Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan

farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion).

1) Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a) Amiodarone

b) Dofetilide

c) Flecainide

d) Ibutilide

e) Propafenone

f) Quinidine

2) Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui

dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari

terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali

normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).

3) Operatif

Page 21: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

a) Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan

membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan

kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam

jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang

berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya AF.

b) Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter

ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan

suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu

menormalitaskan system konduksi sinus SA.

c) Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang

ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan

denyut jantung.

10. KOMPLIKASI

AF dapat mengakibatkan terjadi beberapa komplikasi yang dapat

meningkatkan angka morbiditas maupun mortalitas. Pada pasien dengan

sindroma WPW dan konduksi yang cepat melalui jalur ekstranodal yang

memintas nodus atrioventrikular, dimana pada saat terjadi AF disertai pre-

eksitasi ventrikular, dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan

Page 22: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

menyebabkan kematian mendadak. Pada keadaan seperi ini ablasi dengan

radiofrekuensi sangat dianjurkan. AF yang disertai dengan laju irama ventrikel

yang cepat serta berhubungan dengan keadaan obstruksi jalur keluar dari

ventrikel atau terdapat stenosis mitral, dapat menyebabkan terjadinya

hipotensi dan perubahan keadaan klinis. Beberapa komplikasi lain dapat

terjadi pada flutter atrial dengan laju irama ventrikel yang cepat. Laju

ventrikel yang cepat ini bila tidak terkontrol dapat menyebabkan

kardiomiopati akibat takikardia persisten. Diantara komplikasi yang paling

sering muncul dan membahayakan adalah tromboemboli, terutama stroke

(Patrick, 2005; Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, & al, 2006).

11. PROGNOSIS

Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama

sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium.

Penelitian juga menunjukkan penggunaan antikoagulan dan pengontrolan

secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk

mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan

dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan antikoagulan.

Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik

pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi

cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat

menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada komponen

Page 23: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi

dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi

akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF.

Page 24: New Tinjauan Pustaka Atrial Fibrilasi (Rahmah,Yudit,Hesa) - Edited

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. F. (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.

Gray, H. (2005). Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.

Guyton. (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

Harrison. (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC.

Ismudiati, L. R. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.

Narumiya, T., Sakamaki, T., Sato, Y., & Kanmatsuse, K. (2003). Relationship between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter. Circulation Journal , 67.

Nasution, S., & Ismail, D. (2006). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC.

Patrick, D. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2000). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Buku 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., & al, e. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Wattigney, W., Mensah, G., & Croft, J. (2002). Increased atrial fibrillation mortality: United States, 1980-1998. Am. J. Epidemiol , 155 (9), 819–26.

Wyndham, C. (2000). Atrial Fibrillation: The Most Common Arrhythmia. Texas Heart Institute Journal , 27 (3), 257-67.