new bab ii tinjauan pustaka 2.1 penyakit ginjal kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 stadium...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 Epidemiologi Penyakit ginjal kronis (PGK) atau Chronic Kidney disease (CKD) menjadi problem kesehatan yang besar di seluruh dunia. Perubahan yang besar ini mungkin karena berubahnya penyakit yang mendasari patogenesis dari PGK. Beberapa dekade yang lalu penyakit glomerulonefritis merupakan penyebab utama dari PGK. Saat ini infeksi bukan merupakan penyebab yang penting dari PGK. Dari berbagai penelitian diduga bahwa hipertensi dan diabetes merupakan dua penyebab utama dari PGK (Zhang dan Rothenbacher, 2008). Penderita PGK yang mendapat pengobatan terapi pengganti ginjal diperkirakan 1,8 juta orang. Terapi pengganti ginjal mencakup dialisis dan transplantasi ginjal dan lebih dari 90% di antaranya berada di negara maju (Suhardjono, 2006). Prevalensi PGK di berbagai negara dilaporkan berkisar 10-20%, sementara di Indonesia sendiri prevalensi PGK didapatkan sebesar 12,5% (Prodjosudjadi dkk., 2009). Penderita PGK semakin meningkat jumlahnya, di Amerika pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 116395 orang penderita GGK yang baru. Lebih dari 380000 penderita PGK menjalani hemodialisis reguler (USRDS, 2011). Sedangkan di Indonesia, jumlah pasien PGK meningkat pesat dengan angka kejadian gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dari tahun 2002 sampai 2006 secara berturut-turut adalah 2077, 2039, 2594, 3556, dan 4344 orang (Pratama dkk., 2014). 5

Upload: others

Post on 25-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronis

2.1.1 Epidemiologi

Penyakit ginjal kronis (PGK) atau Chronic Kidney disease (CKD) menjadi

problem kesehatan yang besar di seluruh dunia. Perubahan yang besar ini

mungkin karena berubahnya penyakit yang mendasari patogenesis dari PGK.

Beberapa dekade yang lalu penyakit glomerulonefritis merupakan penyebab

utama dari PGK. Saat ini infeksi bukan merupakan penyebab yang penting dari

PGK. Dari berbagai penelitian diduga bahwa hipertensi dan diabetes merupakan

dua penyebab utama dari PGK (Zhang dan Rothenbacher, 2008). Penderita PGK

yang mendapat pengobatan terapi pengganti ginjal diperkirakan 1,8 juta orang.

Terapi pengganti ginjal mencakup dialisis dan transplantasi ginjal dan lebih dari

90% di antaranya berada di negara maju (Suhardjono, 2006).

Prevalensi PGK di berbagai negara dilaporkan berkisar 10-20%, sementara

di Indonesia sendiri prevalensi PGK didapatkan sebesar 12,5% (Prodjosudjadi

dkk., 2009). Penderita PGK semakin meningkat jumlahnya, di Amerika pada

tahun 2009 diperkirakan terdapat 116395 orang penderita GGK yang baru. Lebih

dari 380000 penderita PGK menjalani hemodialisis reguler (USRDS, 2011).

Sedangkan di Indonesia, jumlah pasien PGK meningkat pesat dengan angka

kejadian gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dari tahun 2002 sampai 2006

secara berturut-turut adalah 2077, 2039, 2594, 3556, dan 4344 orang (Pratama

dkk., 2014).

5

Page 2: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

2

2.1.2 Batasan

Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,

dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan, gagal ginjal adalah

suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

ireversibel, pada suatu derajat tertentu memerlukan terapi pengganti ginjal yang

tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Gejala klinis yang serius seringkali

tidak muncul sampai jumlah nefron fungsional ginjal berkurang hingga 70-75

persen di bawah normal (KDIGO, 2013; Thomas dkk., 2008). Kriteria PGK dapat

dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Kriteria PGK (KDIGO, 2013)

Petanda kerusakan ginjal

(satu atau lebih))

Albuminuria (AER _ 30 mg/24 jam;

ACR -30 mg/g [3 mg/mmol])

Abnormalitas pada sedimen urin

Gangguan elektrolit dan abnormalitas

yang berhubungan dengan

kerusakan tubulus

Abnormalitas pada pemeriksaan

histologi

Abnormalitas struktural pada

pemeriksaan imaging

Riwayat transplantasi ginjal

Penurunan LFG LFG <60 ml/min/1.73 m2 (kategori

LFG G3a–G5)

Keterangan:

Kriteria PGK : kerusakan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan

AER : Albumin exretion ratio

ACR : Albumin creatinine ratio

Page 3: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

3

2.1.3 Stadium PGK

Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

ini. Pemeriksaan deteksi dini pada PGK-GMT dimulai pada st G3b, seperti kadar

fosfat serum, kalsium serum, dan PTH (KDIGO, 2013).

Tabel 2.2

Kategori LFG pada PGK (KDIGO, 2013)

Kategori LFG LFG (ml/min/1.73 m2) Batasan

G1

G2

G3a

G3b

G4

G5

90

60–89

45–59

30–44

15-29

<15

Normal atau Tinggi

Penurunan ringan

Penurunan ringan sampai

sedang

Penurunan sedang sampai

berat

Penurunan berat

Gagal ginjal

Indikasi dialisis jika didapatkan satu atau lebih gejala gejala atau tanda:

kegagalan ginjal (serositis, abnormalitas asam-basa atau elektrolit, gatal);

kegagalan pengaturan status volume atau tekanan darah; perburukan progresif

status nutrisi setelah diberian intervensi; gangguan kognitif. Keadaan tersebut

umumnya terjadi pada LFG 5-10 ml/menit, dan terdapat terdapat bukti penurunan

dan ireversibelitas PGK dalam 6-12 bulan (KDIOGO, 2013). Pada keadaan

tersebut diatas maka dapat dilakukan prosedu dialisis pada penderita PGK.

Sedangkan, penyakit ginjal kronis predialisis adalah pasien PGK stadium 1

sampai 5 (LFG ≥90 ml/menit - <15 ml/menit) yang belum memerlukan/belum

pernah dialisis dalam penanganannya (Ravani dkk., 2013)

2.1.4 Gangguan Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronis

PGK-GMT adalah suatu penyakit multisistem yang meliputi abnormalitas

dari metabolisme tulang, osteodistrofi ginjal, dan kalsifikasi ekstraskeletal. Istilah

Page 4: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

4

PGK-GMT sendiri merupakan hal yang baru dalam beberapa tahun terakhir.

PGK-GMT digunakan untuk mendeskripsikan suatu kondisi yang berkembang

sebagai konsekuensi perubahan sistemik yang terkait dengan PGK. Gangguan

sistemik ini terdiri dari satu atau kombinasi dari kondisi abnormalitas nilai

laboratorium dari kalsium, fosfat, PTH atau vitamin D; abnormalitas pergantian

tulang, mineralisasi, pertumbuhan volume, linear dan kekuatan tulang; dan

kalsifikasi dari vaskular atau jaringan lainnya (Cozzolino dkk., 2014).

Abnormalitas dari metabolisme mineral mengarah pada hipertiroid

sekunder merupakan komplikasi dari penyakit ginjal dan patogenesisnya sangat

multifaktorial (Fang, dkk., 2014). PGK-GMT dapat menimbulkan kelainan pada

tulang maupun ekstra skeletal seperti jaringan lunak dan vaskuler. Beberapa studi

kohort telah menunjukkan hubungan antara PGK-GMT dengan fraktur, patologis

penyakit kardiovaskular dan kematian (morbiditas dan mortalitas). Oleh

karenanya penatalaksanaan yang tepat terhadap PGK-GMT akan sangat berperan

dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta meningkatkan kualitas hidup

penderita PGK (Martin dkk., 2015).

Diagnosis PGK-GMT didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan pencitraan, dan biopsi tulang. Gejala klinis PGK-GMT

cenderung tidak spesifik, bahkan pada penyakit yang lanjut. Secara umum gejala

dapat berupa nyeri tulang, kelemahan otot, pruritus, calciphylaxis (calcemic

uremic arterilopaty) dan fraktur (Suwitra, 2009).

Page 5: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

5

2.2 Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)

2.2.1 Sejarah FGF-23

Fibroblast Growth Factor-23 pertama kali di identifikasi pada jaringan

embrio tikus dengan metode hibridisasi homolog (Juppner dkk, 2010; Mirza,

2010) yang memperlihatkan mutasi missense pada gen FGF-23 sebagai penyebab

autosomal dominant hypophosphatemic rickets (ADHR). Autosomal dominant

hypophosphatemic rickets merupakan penyakit phosphate wasting dengan ciri

khas perawakan pendek, nyeri tulang, fraktur dan deformitas ekstremitas bagian

bawah. Fenotip ADHR terjadi akibat mutasi gain-of-function (R176Q, R179Q dan

R179W) yang mengakibatkan resistensi proteolitik sehingga sirkulasi FGF-23

meningkat dan menyebabkan phsophate wasting.

Peningkatan FGF-23 dalam sirkulasi juga terjadi pada pasien X-linked

hipofosfatemia (XLH) ditandai dengan kelainan fenotip pada skeletal dan ginjal.

Kelainan skeletal diantaranya defek kalsifikasi kartilago dan tulang, menyebabkan

rickets, osteomalacia, dan pertumbuhan terhambat. Kelainan ginjal diantaranya

terganggunya reabsorpsi fosfat pada tubulus ginjal dan regulasi produksi

1,25(OH)2D, menyebabkan hipofosfatemia yang resisten dengan terapi fosfat dan

vitamin D. Tumor-Induce Osteomalacia (TIO) disebut juga osteomalacia

oncogenic merupakan penyakit paraneoplastik dimana terdapat ekspresi ektopik

berlebih FGF-23 dengan ciri khas hipofosfatemia akibat phosphate wasting dari

ginjal (Mirza, 2010). Beberapa sindrom pada manusia disebabkan oleh FGF-23

berlebih atau berkurang menunjukkan FGF-23 sebagai hormon regulator utama

homeostasis fosfat (Mirza, 2010).

Page 6: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

6

2.2.2 Genetika, Struktur Protein, dan Sintesis FGF-23

Fibroblast Growth Factor-23 merupakan sebuah protein 32-kDa

dihasilkan paling banyak oleh osteosit dan osteoblas di tulang (Wahl dan Wolf,

2012; Komaba dan Fukugawa, 2010; Mirza, 2010). Fibroblast Growth Factor-23

adalah suatu polipeptida yang memiliki regio inti sama mengandung sekitar 120

residu asam amino, diantaranya residu N- dan C-terminal. Gen FGF-23 terletak

pada kromosom 12p13 dan terdiri dari 3 ekson membentang pada 10kb genomic

sequence (Mirza, 2010). Terdapat 7 subfamili FGFs pada manusia (Mirza, 2010;

Russo dan Battaglia, 2011). Subfamili FGF terdiri dari 3 protein – FGF-19, FGF-

21, dan FGF-23 - dengan fungsi biologis yang berbeda. Fibroblast Growth

Factor-23 merupakan regulator utama homeostasis fosfat dan kadar calcitriol

dalam darah; FGF-19 menghambat ekspresi enzim kolesterol 7-a-hydroxylase

(CYP7A1), berperan pada langkah awal menghambat sintesis asam empedu; FGF-

21 menstimulasi uptake glukosa insulin-independent di sel lemak dan

menurunkan kadar trigliserida (Russo dan Battaglia, 2010).

Waktu paruh FGF-23 intak di sirkulasi pada manusia normal sekitar

58 menit (Mirza, 2010; Russo dan Battaglia, 2010). Stimulator utama sintesis

FGF-23 adalah makanan mengandung fosfat dan 1,25(OH)2D3 (Juppner, 2010).

Terdapat 2 alat ukur FGF-23 manusia yang telah tersedia secara komersil. Full

length FGF-23 dapat ditentukan dengan teknik sandwich ELISA, dimana 2 jenis

antibodi monoklonal mendeteksi bagian N-terminal dan C-terminal secara

simultan. Sedangkan deteksi C-terminal dapat mendeteksi full-length dan fragmen

C-terminal FGF-23 (Mirza, 2010). Sruktur protein FGF-23 dapat dilihat pada

Gambar 2.1 dibawah ini.

Page 7: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

7

Gambar 2.1

Struktur protein FGF-23 (Saito dan Fukumoto, 2009)

2.2.3 Mekanisme Kerja FGF-23

Regulasi FGF-23 diatur oleh fosfat, 1,25-dihydroxyvitamin D, dan PTH

(Diniz dan Frazao, 2013). Fibroblast Growth Factor-23 bekerja dengan berikatan

pada reseptor fibroblastic growth factor receptor (FGFR) dengan bantuan ko-

reseptornya Klotho (Komaba dan Fukagawa, 2010; Russo dan Battaglia, 2011).

Kompleks Klotho/FGF-R dan FGF-23 berikatan lebih kuat dibanding FGF-R atau

Klotho saja. Klotho merupakan 130-kDa transmembrane b-glucuronidase dapat

menghidrolisis steroid b-glucoronides. Ekspresi gen Klotho terdapat pada sel

tubulus ginjal, paratiroid, dan pleksus choroid. Ekpresi Klotho di ginjal paling

banyak pada tubulus distal yang juga merupakan tempat ikatan awal dan signaling

FGF-23 (Russo dan Battaglia, 2011).

Fibroblast Growth Factor-23 berperan penting dalam metabolisme

mineral, memiliki 3 fungsi yang berbeda. Pertama, full length FGF2-3 yang

merupakan hormon fosfaturia. Fibroblast Growth Factor23 menyebabkan

fosfaturia melalui penurunan ekspresi dan endositosis sodium-phosphate co-

transporters NPT2a dan NPT2c pada tubulus proksimal ginjal (Mirza, 2010;

Page 8: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

8

Komaba dan Fukagawa, 2010), sehingga reabsorpsi fosfat berkurang dan ekskresi

fosfat urin meningkat (Juppner, 2011). Hal ini terjadi melalui aktivasi jalur

mitogen-activated protein kinase (MPAK). Kedua, FGF-23 berperan pada

fosfaturia tidak menyebabkan up-regulasi produksi 1,25 (OH)2D. Tetapi, FGF-23

mensupresi renal 1-alpha-hydroxylase (1α-OHase), menyebabkan berkurangnya

konversi 25-hydroxyvitamin D (25(OH)D) menjadi metabolik aktifnya

1,25(OH)2D. Kemudian FGF-23 menurunkan kadar 25(OH)D dan 1,25(OH)2D

dengan menstimulasi 24-hydroxylase, yang bertanggung jawab pada degradasi

vitamin D. Ketiga, di paratiroid, FGF-23 menurunkan ekspresi dan sekresi PTH,

dan meningkatkan kadar m-RNA 1α-hydroxylase, kontras dengan efek negatif

FGF-23 pada 1α-Ohase di ginjal (Mirza, 2010).

2.2.4 Target Organ FGF-23

2.2.4.1 Ginjal

Ginjal merupakan organ target utama FGF-23 dan fungsi utamanya adalah

mengatur regulasi reabsorpsi fosfat dan produksi 1,25(OH)2D. Fibroblast Growth

Factor-23 menghambat reabsorpbsi sodium-dependent fosfat dan aktivitas 1α-

hydroxylase di tubulus proksimal sehingga terjadi hipofosfatemia dan produksi

1,25(OH)2D menurun. Bagian ginjal dan reseptor yang memediasi respon ginjal

terhadap FGF-23 masih belum jelas. Efek biologis FGF-23 terjadi pada tubulus

proksimal (Liu dan Quarles, 2007).

2.2.4.2 Kelenjar Paratiroid

Merupakan salah satu target organ FGF-23. Klotho dan FGFR terdapat

pada kelenjar paratiroid. Pada tikus percobaan peningkatan kadar FGF-23, terjadi

Page 9: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

9

peningkatan kadar PTH serum. Terdapat hubungan erat peningkatan kadar FGF-

23 dan hiperparatiroid sekunder pada PGK (Liu dan Quarles, 2007).

2.2.4.3 Organ lainnya

Target organ lainnya adalah pleksus choroid di otak. Fungsi FGF-23 pada

daerah ini belum sepenuhnya diketahui. Fibroblast Growth Factor-23 diproduksi

di nukleus ventrolateral talamus, dan pleksus choroid mengekspresikan Klotho

dan FGFR begitu juga transporter fosfat sodium-dependent (Liu dan Quarles,

2007).

Efek FGF-23 pada pituitari masih belum jelas. Kelenjar pituitari menjadi

target organ FGF-23 dibuktikan dengan upregulasi respon dini ekspresi gen akibat

pemberian FGF-23 pada tikus (Liu dan Quarles, 2007).

2.2.5 Hal-Hal yang Mempengaruhi Kadar FGF-23

2.2.5.1 Diet dan Fosfat Serum

Individu sehat dapat mempertahankan kadar fosfat serum dalam nilai

normal, karena kadar FGF-23 naik dan turun paralel dengan jumlah diet fosfat

yang dikonsumsi. Peningkatan kadar FGF-23 sebagai respon diet tinggi fosfat

menyebabkan FEPi urin meningkat, dan menurunkan kadar 1,25 dihydroxyvitamin

D, sehingga absropsi fosfat di usus berkurang. Jika diet rendah fosfat, kadar FGF-

23 turun, absorpsi fosfat di ginjal dan usus meningkat sehingga kadar 1,25

dihydroxyvitamin D meningkat. Penelitian terbaru dalam The Health

Professionals Follow-up Study menyatakan terdapat korelasi langsung antara diet

fosfat dan kadar FGF-23 pada populasi (Wolf, 2012).

Kadar fosfat yang tinggi meningkatkan aktivitas FGF-23 in vitro. Studi in

vivo menunjukkan peningkatan FGF-23 secara konsisten akibat menumpuknya

Page 10: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

10

fosfat. Pada manusia kadar FGF-23 dipengaruhi oleh diet dan respon kadar fosfat

serum yang tinggi pada pasien hipoparatiroid kronis. Pada pasien PGK, beberapa

studi menunjukkan bahwa diet fosfat berpengaruh terhadap perubahan FGF-23

serum (Wolf, 2012).

Pada PGK stadium 3-5 dianjurkan diet rendah fosfat 8000-1000 mg/hari

(Suwitra, 2009). Untuk mengurangi fosfat akibat diet atau memanipulasi

bioavailibilitasnya, obat pengikat fosfat dapat digunakan untuk mengurangi

absorpsinya di pencernaan. Beberapa studi melaporkan bahwa pemberian obat

pengikat fosfat, lanthanum, sevelamer, aluminium-magnesium, dan kalsium

karbonat, menurunkan kadar FGF-23 pada volunter sehat, pada pasien End Stage

Renal Disease (ESRD) dengan hiperfosfatemia, dan pasien PGK dengan fosfat

serum normal atau meningkat (Wolf, 2012).

2.2.5.2 Vitamin D

Pada jalur feedback negative klasik, 1,25 dihydroxyvitamin D

menstimulasi sekresi FGF-23, dan FGF-23 menurunkan kadar 1,25

dihydroxyvitamin D. Regulasi transkripsi FGF-23 diatur oleh elemen vitamin D

pada promoter FGF-23, sehingga aktivitas vitamin D penting dalam produksi

FGF-23 (Wolf, 2012).

Kultur osteoblas secara langsung dengan 1,25(OH)2D dan pemberian

calcitriol in vivo keduanya menstimulasi produksi FGF-23 di tulang dan

osteoblas, tidak dipengaruhi oleh fosfat serum dan PTH. Hal ini dipengaruhi

dimediasi oleh vitamin D responsive element (VDRE) pada FGF-23 promoter.

Pada manusia, terapi calcitriol intravena meningkatkan kadar serum FGF23

(Mirza, 2010).

Page 11: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

11

2.2.5.3 Paratiroid

Fibroblast Growth Factor23 dan PTH memiliki jalur feedback negative

yang sama. Fibroblast Growth Factor23 menghambat sekresi PTH melalui jalur

FGFR-Klotho-independent, dan PTH menstimulasi FGF-23 secara langsung

maupun tidak langsung melalui peningkatan 1,25 dihydroxyvitamin D melalui

PTH (Wolf, 2012).

Kadar FGF-23 meningkat pada hewan percobaan dengan hiperparatiroid

primer, dan menurun setelah paratiroidektomi. Tetapi, efek PTH terhadap FGF-23

pada manusia masih belum jelas dan hasil yang kontradiksi telah dilaporkan. Pada

manusia sehat, infus intravena 24 jam PTH menyebabkan peningkatan FGF-23,

efek ini dapat menyebabkan peningkatan 1,25(OH)2D bersamaan (Mirza, 2010).

2.2.5.4 Faktor Genetik

Faktor genetik dapat secara langsung maupun tidak langsung pada

stimulasi berlebih FGF-23 serum seperti pada ADHR dan XLH (Mirza, 2010).

Regulasi oleh phosphate regulating gene with homologies to endopeptidases on

the X chromosome (PHEX) serta dentin matrix protein 1 (DMP1). Bila terjadi

mutasi atau inaktivasi dari PHEX, maka akan meningkatkan ekpresi gen FGF-23

pada sel osteoblas dan osteosit tulang (Liu dkk., 2007; Yuan dkk., 2008). Mutasi

maupun inaktivasi dari DMP1 juga menyebabkan peningkatan ekpresi FGF-23

pada osteoblas dan osteosit tulang (Feng dkk., 2006; Liu dkk., 2007). Ekpresi

FGF-23 pada tulang juga dipengaruhi oleh reseptor FGF-23 (FGFR). Mutasi pada

FGFR-1 seperti pada penyakit osteoglophonic dysplasia (OGD) akan

menyebabkan peningkatan kadar FGF-23 serum serta hipofosfatemia (White dkk.,

2005).

Page 12: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

12

2.2.5.5 Kalsium

Kadar kalsium yang tinggi dapat menstimulasi sekresi FGF-23. Ketika,

anak tikus diberi diet tinggi kalsium sehingga serum kalsium meningkat, kadar

FGF23 juga naik. Pemberian cinacalcet (obat calcimimetics) pada hewan

percobaan dan manusia terjadi penurunan FGF-23 pada pasien PGK.

Mekanismenya multifaktorial dan bervariasi sesuai dengan stadiumnya. Pada

PGK predialisis, cinacalcet menurunkan FGF-23 dan PTH dan terjadi penigkatan

fosfat serum, sedangkan pada End Stage Renal Disease (ESRD) cinacalcet

menurunkan FGF-23 dan PTH serta fosfat serum. Mekanisme yang mungkin

terjadi cinacalcet menurunkan FGF-23 adalah melalui penurunan PTH, hal ini

terjadi pada seluruh stadium PGK (Wolf, 2012).

2.3 Fraksi Ekskresi Fosfat Urin (FEPi) urin

Pada kondisi normal, pengukuran ekskresi fosfat urin 24 jam menunjukkan

absorpsi gastrointestinal fosfat (Robinson-Cohen dkk., 2014). Ekskresi fosfat urin

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya integritas fungsi glomerulus dan

tubulus, diet fosfat, kadar serum FGF-23 dan PTH, kadar Klotho di ginjal, dan ko-

reseptor FGF-23 (Craver, Dusso, Martinez-Alonso dkk., 2013).

Fraksi ekskresi fosfat urin adalah persentase fosfat yang di filtrasi ginjal

dan di ekskresikan melalui urin, merupakan suatu indikator ekskresi fosfat di

ginjal (Bagnis dkk., 2009; Dominguez dkk., 2013). Nilai normal FEPi urin adalah

15-20% (Bagnis dkk., 2009). Fraksi ekskresi fosfat urin dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut; FEPi = (fosfat urin x kreatinin serum)/(fosfat serum x

kreatinin urin) x 100% (Kestenbaum dan Drueke, 2010).

Page 13: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

13

Perubahan metabolisme fosfat merupakan konsekuensi dari PGK. Seiring

dengan penurunan LFG terdapat kompensasi peningkatan fraksi ekskresi fosfat

urin untuk mempertahankan kadar serum fosfat tetap normal. Diet fosfat, PTH,

dan phsophatonins (FGF23, FGF-7, dll) meregulasi ekskresi fosfat ginjal dengan

mengatur ekspresi sodium-phosphate transportes (NaPi-IIa, NaPi-IIc, dan type III

PiT-2) di membran apikal sel tubulus proksimal. Mekanisme kompensasi ini

terjadi hingga stadium PGK semakin lanjut (Caravaca dkk., 2013).

Fraksi ekskresi fosfat urin menstandarisasi ekskresi fosfat terhadap

perbedaan konsentrasi urin dan kadar fosfat serum pada waktu yang sama,

merupakan pengukuran awal mengetahui handling fosfat oleh ginjal (Gutierrez,

2005).

2.3.1 Fosfat Serum dan Urin

Fosfat berperan penting dalam membentuk struktur dan metabolisme sel.

Fosfat ditemukan dalam bentuk mineral dan organik. Dalam sel, fosfat mengatur

regulasi aktivitas enzim dan berperan sebagai komponen asam nukleat dan

membran fosfolipid. Di luar sel, fosfat terdapat dalam gigi dan tulang sebagai

hydroxyapatite; kurang dari 1% bersirkulasi dalam serum. Fosfat bersirkulasi

dalam bentuk HPO42-

dan H2PO4-, dengan rasio 4:1 pada pH normal 7,4. Kadar

fosfat serum normal 2,8-4,5 mg/dl (0,9-1,5 mmol/l) (Kestenbaum dan Drueke,

2010). Pengaturan homeostasis fosfat terjadi di tubulus proksimal. Kadar fosfat

serum merupakan indikator tubulus handling (Bagga dkk., 2005). Distribusi fosfat

dalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.

Page 14: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

14

Gambar 2.2

Distribusi fosfat (Kestenbaum dan Drueke, 2010)

Absorpsi dan reabsorpsi fosfat terutama di intestinal dan ginjal. Konsumsi

harian fosfat sekitar 800 mg-1500 mg, dan 65% dari fosfat tersebut diabsorbsi di

duodenum dan jejunum dan bervariasi sesuai dengan konsumsi fosfat melalui

proses para-selular dan intraselular (Kestenbaum dan Drueke, 2010). Intra selular

proses di mediasi melalui sodium-phosphate co-transport yang terdapat pada vili

usus halus. Jalur para-selular merupakan gradient-dependent, transport pasif.

Terdapat 3 Sodium-Phosphate co-transport yang telah ditemukan: NaPi-I, NaPi-II

(a, b, dan c) dan NaPi-III. NaPi-IIb terletak di usus halus sedangkan NaPi-IIa dan

NaPi-IIc ditemukan di ginjal, sekitar 85% absorpsi fosfat melalui proses intra-

selular (Raina dkk., 2012). Di ginjal, PTH dan FGF-23 merupakan hormon

fosfaturik utama yang merangsang ekskresi fosfat urin (Kestenbaum dan Drueke,

2010). Keseimbangan regulasi fosfat terganggu pada penderita PGK. Penurunan

fungsi ginjal memperburuk fraksi ekskresi fosfat dan kapasitas maksimum

reabsorbsi tubulus fosfat (Biagio dkk., 2012). Homeostasis fosfat dapat dilihat

pada Gambar 2.3 dibawah ini.

Page 15: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

15

Gambar 2.3

Homeostasis fosfat (Mirza, 2010)

Calcitriol, menstimulasi ko-transporter NPT2b, merupakan hormon utama

yang mengatur absorpsi fosfat di usus. Kation, seperti kalsium, magnesium, dan

aluminium, berikatan dengan fosfat di saluran cerna dan menghambat

absorpsinya. Pada hewan dan manusia, diet tinggi fosfat menyebabkan ekskresi

cepat fosfat di urin, tanpa peningkatan kadar fosfat serum (Kestenbaum dan

Drueke, 2010).

Ginjal merupakan organ utama yang mengatur homeostasis fosfat

ekstraselular. Fosfat di filtrasi di glomerulus dan di reabsorpsi di tubulus

proksimal. Dalam keadaan normal, jumlah fosfat yang difiltrasi sama dengan

jumlah fosfat yang diabsorpsi (Kestenbaum dan Drueke, 2010). Homeostasis

fosfat dipertahankan oleh dua mekanisme: penurunan kadar 1,25(OH)2VitD, yang

menurunkan absorpsi fosfat di gastrointestinal; peningkatan kadar FGF-23 serum,

yang meningkatkan ekskresi fosfat ginjal (Evenepoel dkk., 2010).

Page 16: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

16

Gambar 2.4

Regulasi fosfat serum. Panah hitam menunjukkan jalur aktivasi, panah merah

menunjukkan jalur inhibisi (Heine, dkk., 2012)

Fibroblast Growth Factor-23 menginduksi fosfaturia dan absorpsi fosfat

digastrointestinal berkurang sehingga kadar fosfat serum tetap normal. Sedangkan

PTH menginduksi calcitriol untuk mengaktivasi absoprsi fofat di gastrointestinal

dan osteoklas. Mekanisme ini terlihat pada Gambar 2.4.

2.3.2 Kreatinin Serum dan Urin

Kreatinin merupakan 113-d produk akhir metabolisme otot salah satu

indikator penting fungsi ginjal karena mudah diukur. Kreatinin berasal dari

metabolisme fosfokreatinin di otot, diet, dan suplemen dan beredar dalam

sirkulasi dalam jumlah tetap. Kreatinin tidak berikatan dengan protein dan filtrasi

di glomerulus. Klirens kreatinin dinilai melalui ekskresinya di urin dalam 24 jam

dan di serum (Allen, 2012, Stevens, 2010). Jika filtrasi di ginjal terganggu, maka

kadar kreatinin serum meningkat.

Page 17: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

17

Kadar kreatinin darah dan urin dapat digunakan untuk menghitung klirens

kreatinin yang berhubungan dengan LFG. Setiap hari, 1-2% kreatin otot diubah

menjadi kreatinin. Pria memiliki kadar kreatinin lebih tinggi dibanding wanita.

Pengukuran kadar serum kreatinin merupakan tes sederhana dan indikator fungsi

ginjal yang paling sering digunakan (Taylor, 1989). Peningkatan kadar kreatinin

darah terlihat bila terjadi kerusakan nefron yang nyata. Tes ini tidak cocok

mendeteksi PGK stadium dini. Kadar kreatinin urin tidak memiliki nilai standar

dan biasanya digunakan dengan tes lain (Allen, 2012).

2.4 Hubungan Antara FGF-23 dan FEPi urin pada PGK Predialisis

Terdapat 2 cara untuk meningkatkan ekskresi fosfat urin; yang pertama

dengan meningkatkan volume ultrafiltrasi plasma dengan meningkatkan LFG

(hiperfiltrasi) dan yang kedua dengan meningkatkan FEPi urin. Tidak seperti pada

individu normal, pasien PGK tidak dapat menggunakan cara pertama, tetapi

mereka dapat meningkatkan FEPi urin untuk mempertahankan keseimbangan

fosfat. Peningkatan FEPi urin terutama melalui peningkatan FGF-23 pada PGK

stadium dini. Hormon paratiroid memiliki efek fosfaturia, tetapi PTH tidak

memberikan efek peningkatan FEPi urin pada PGK stadium dini. Hal ini

berdasarkan; pertama penelitian epidemiologis menunjukkan peningkatan FGF-23

dan FEPi urin mendahului peningkatan PTH selama progresivisitas PGK. Kedua,

penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan PTH pada PGK merupakan efek

sekunder penurunan calcitriol akibat peningkatan FGF-23 (Kuro-o, 2013).

Fibroblast growth factor-23 merupakan hormon yang meningkatkan

ekskresi fosfat per nefron dengan meningkatkan FEPi urin. Hal ini menunjukkan

bahwa FGF-23 bertanggung jawab mempertahankan homeostasis fosfat pada

Page 18: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

18

PGK stadium dini, kadar FGF-23 darah berkorelasi dengan FEPi urin, dan dapat

dijadikan sebagai marker pengganti terhadap ekskresi fosfat per nefron (Kuro-o,

2013). Hubungan anatara FGF-23, fosfat serum, PTH pada PGK dapat dilihat

pada Gambar 2.5 dan 2.6. Pada kedua gambar tersebut dapat dilihat penurunan

massa ginjal yang terjadi pada PGK mengakibatkan berkurangnya Klotho

kemudian terjadi fosfaturia sehingga kadar fosfat serum tetap normal. Seiring

dengan progresivisitas PGK keadaan tersebut tidak dapat dikompensasi oleh

ginjal karena semakin berkurangnya Klotho, penurunan kadar vitamin D,

peningkatan PTH, penurunan kadar kalsium serum akibatnya akibatnya kadar

fosfat serum meningkat.

Gambar 2.5

Peran fosfat load, Klotho, dan FGF-23 pada hiperparatiroid sekunder PGK

(Adragao dan Frazao, 2012)

Page 19: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

19

Gambar 2.6

Interaksi FGF-23 dan PTH pada PGK (Heine GH, Seiler S, Fliser D, 2012)

Beberapa studi potong lintang mendapatkan hasil kadar FGF-23

meningkat pada PGK dibanding individu sehat (Wolf, 2012). Pasien PGK

predialisis sebagian besar memiliki kadar serum fosfat normal umunya berada

pada stadium 3 dan 4 (Isakova, 2009). Gangguan metabolisme mineral terutama

fosfat sudah terjadi di awal perjalanan PGK (Tonelli, 2005), walaupun

hiperfosfatemia jarang didapatkan pada stadium dini PGK (Wahl P dan Wolf M,

2012). Kadar FGF-23 yang terus meningkat konsisten berhubungan dengan

peningkatan kadar fosfat serum, peningkatan fraksi ekskresi fosfat, estimasi LFG

menurun, dan penurunan 1,25 dihydroxyvitamin D, independen dari LFG (Wolf,

2012).

Page 20: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

20

Gambar 2.7

Spektrum kadar FGF-23 pada PGK (Walf dan Wolf, 2012)

Peningkatan FGF-23 merupakan refleksi peningkatan produksinya oleh

osteosit karena fungsi ginjal terganggu, mendahului peningkatan fosfat serum dan

penurunan 1,25(OH)2D (Juppner dkk., 2010; Komaba dan Fukagawa, 2012). Hal

ini menunjukkan bahwa pada pasien PGK, FGF-23 meningkat untuk

mempertahankan fosfat serum tetap normal, terjadi penurunan produksi

1,25(OH)2D oleh ginjal dan kemudian hiperparatiorid sekunder (Komaba dan

Fukagawa, 2012). Walaupun pengukuran FGF-23 merupakan biomarker sensitif

terhadap pengaturan fosfat ginjal pada PGK stadium dini, belum diketahui

bagaimana osteosit mengetahui abnormalitas pada tubulus ginjal dan apakah

terdapat faktor spesifik dari ginjal yang memicu pelepasan FGF-23 dari tulang

sebagai respon peningkatan fosfat serum sementara atau sebagai respon terhadap

proses penyakit di ginjal (Juppner dkk., 2010). Berdasarkan hasil penelitian pada

pasien PGK predialisis dengan kadar serum fosfat normal, sebagian besar telah

terjadi peningkatan kadar serum FGF-23 (Isakova, 2009). Spektrum kadar serum

FGF-23 pada PGK dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Salah satu penelitian potong lintang dimana 74 penderita PGK (usia rata-

rata 64 tahun, dengan kadar kreatinin rata-rata 51±19 mL/min, 64% laki-laki, 12%

Page 21: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

21

kulit hitam, 29% menderita diabetes melitus, dan 30% mengkonsumsi suplemen

kalsium) dengan hasil FGF-23 berkorelasi positif dengan serum fosfat (r=0,24,

p<0,03) dan klirens kreatinin (r=2,4, p<0,001) tapi tidak berkorelasi dengan diet

fosfat atau ekskresi fosfat urin 24 jam (p>0.05) (Houston, Smith, dan Isakova,

2013).

Penelitian kohort prospektif Multi-center Chronic Renal Insufficiency

Kohort pada 3.879 sampel meneliti FGF-23 sebagai biomarker perubahan

metabolisme fosfat pada stadium awal PGK. Kriteria inklusi pasien dewasa usia

21-74 tahun dengan PGK ringan-sedang, dengan LFG 20-70 ml/menit/1,73 m2.

Pada penelitian ini diperoleh kadar FGF-23 serum signifikan meningkat dan

ekskresi fosfat urin 24 jam menurun seiring dengan menurunnya LFG.

Pengukuran terhadap ekskresi fosfat urin 24 jam, FEPi urin, fosfat serum,

kalsium, PTH dengan hasil terdapat korelasi positif FGF-23 dengan PTH (r=0,37;

p<0,0001) dan fosfat serum (r=0,35; p<0,0001). Kadar FGF-23 berkorelasi positif

dengan FEPi (r=0,25; p<0,0001). Pada penelitian ini dapat dijelaskan peningkatan

FGF-23 kemungkinan berasal dari injuri pada ginjal, hal ini dapat menjadi

stimulus sekresi FGF-23 pada PGK stadium dini (Isakova, Wahl, Vargas dkk.,

2011).

Penelitian potong lintang lainnya mengukur kadar FGF-23 serum dan

FEPi urin pada 872 pasien dengan rerata LFG 71 ± 22 ml/menit/1,73m2. Hasil

penelitian mendapatkan median kadar FGF-23 adalah 42,3 RU/mL dan median

FEPi urin 15,7%. Laju Filtrasi Glomerulus berkorelasi negatif dengan kadar FGF-

23 serum (r= -0,35; p<0,05) dan FEPi urin (r= -0,40; p<0,05), sedangkan FGF-23

Page 22: New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis 2.1.1 … · 2017. 4. 1. · 3 2.1.3 Stadium PGK Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah

22

serum berkorelasi positif dengan FEPi urin (r=2,1; p<0,05) (Dominguez dkk.,

2013).

Penelitian oleh Sakan dkk., mendapatkan korelasi positif antara FGF-23

dan FEPi pada PGK stadium 1 (r=0,611, p<0,0001), PGK stadium 2 (r=0,711,

p<0,0001), dan PGK stadium 3 (r=0,613, p<0,0001) tetapi tidak berkorelasi pada

PGK stadium 4-5 (r=0,319, p<0,0504). Penelitian ini menghasilkan peningkatan

FGF-23 pada stadium dini PGK kemungkinan berasal dari terganggunya fraksi

ekskresi fosfat urin karena nefron rusak, bukan karena resistensi terhadap

defisiensi Klotho (Sakan dkk., 2014).