neraca protein dan profil darah burung puyuh … · ternak 2 . ransum 2 . kandang dan alat 2 ....

27
NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) DENGAN PEMBERIAN RANSUM BERBASIS PUPA ULAT SUTERA RIZKY AMALIA KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: dotram

Post on 14-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH

(Coturnix coturnix japonica) DENGAN PEMBERIAN

RANSUM BERBASIS PUPA ULAT SUTERA

RIZKY AMALIA KARTIKA SARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari
Page 3: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Neraca Protein dan

Profil Darah Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) dengan Pemberian

ransum berbasis Pupa Ulat Sutera adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diaku-kan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut pertanian bogor.

Bogor, April 2016

Rizky Amalia Kartika Sari

NIM D24100045

Page 4: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari
Page 5: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

ABSTRAK

RIZKY AMALIA KARTIKA SARI. Neraca Protein dan Profil Darah Burung

Puyuh (Coturnix coturnix japonica) dengan Pemberian Ransum Berbasis Pupa

Ulat Sutera. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan CLARA MELIYANTI

KUSHARTO.

Daging dan telur burung puyuh adalah salah satu sumber protein hewani.

Buruh puyuh memerlukan protein yang tinggi dalam ransum, tetapi harga bahan

pakan sumber protein cukup mahal. Oleh karena itu perlu adanya pengganti

tepung ikan yang biasanya digunakan dalam ransum unggas. Salah satu bahan

alternatif dengan kandungan protein yang tinggi adalah tepung pupa. Penelitian ini

bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan protein dan profil darah di burung

puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang diberikan ransum yang mengandung

tepung ulat sutera (Bombyx mori) sebagai pengganti tepung ikan. Materi yang

digunakan adalah 160 ekor burung puyuh (Cortunix cortunix japonica) yang siap

bertelur berusia 7 minggu yang dibagi dalam 4 perlakuan dengan rancangan acak

lengkap. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan dan masing-masing ulangan

terdiri dari 10 ekor yang ditempatkan di kandang baterai. Perlakuan yang

diberikan adalah R0 (ransum tanpa tepung pupa dan mengandung 8% tepung

ikan), R1 (ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan), R2

(ransum mengandung tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan), R3 (ransum

mengandung tepung pupa menggantikan 75% tepung ikan). Parameter yang

diukur adalah keseimbangan protein (konsumsi protein, protein ekskreta, kadar

protein darah dan protein telur) dan profil darah (eritrosit, leukosit, hemoglobin,

hematokrit). Hasil penelitian menunjukan bahwa tepung pupa memiliki efek yang

berbeda (P<0.05) dalam konsumsi pakan dan konsumsi protein, tetapi tidak

berpengaruh terhadap protein ekskreta, protein darah dan protein telur. Pada uji

hematologi burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) dengan menggunakan

tepung pupa sebagai pengganti tepung ikan tidak berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol. Kesimpulan pada penelitian ini penggunaan tepung pupa sebesar

25% menggantikan tepung ikan dapat meningkatkan palatabilitas dan kecernaan

protein serta pemberian tepung pupa menggantikan tepung ikan sampai 75% tidak

mempengaruhi profil darah.

Kata kunci: burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica), profil darah pupa, ulat

sutera (Bombyx mori)

ABSTRACT

RIZKY AMALIA KARTIKA SARI. Protein Balance and Blood Profil of Quail

(Coturnix coturnix japonica) with the Effect Feed Based Silkworm. Supervised by

DEWI APRI ASTUTI and CLARA MELIYANTI KUSHARTO.

Meat and egg of quail is one of animal protein source. Quail require a high

protein in the ration, but the price of raw materials for protein sources is quite

expensive. Therefore it needs to have a substitute for fish meal which is usually

used in poultry rations. One alternative materials with high protein content is

Page 6: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

silkworm pupae meal. This study was aimed to evaluate the protein utilization and

blood profile of quail (Coturnix coturnix japonica) which given diet containing

silkworm pupae meal as a substitute for fish meal. The materials used are 160

quails (Coturnix coturnix japonica) which ready to lay with age between 7 weeks

and devided into four treatments in a completely randomized design. Each

treatment consist of four replications and each replication consist of 10 quails

placed in battery cages. The treatment given were R0 (ration without pupa meal

and containing 8% fish meal), R1 (ration containing pupa meal replaced 25% of

fish meal), R2 (ration containing pupa meal replaced 50% of fish meal), R3

(ration containing pupa meal replaced 75% fish meal). The parameters measured

were balance protein (protein consumption, excreta protein, blood protein levels,

and the levels of egg protein) and blood profile (erythrocytes, leukocytes,

hemoglobin, hematocrit). The results showed that of pupa meal have a significant

effect (P<0.05) in the feed intake and protein consumption, but did not affect to

the excreta proteins, blood protein and egg proteins. The blood profile of quail

(Coturnix coturnix japonica) with the use of pupa meal as a substitute for fish

meal was not significantly different as compared to control. The result of this

study showed that the pupa meal use of 25% replacement of fish meal can

increase the palatability and digestibility of the protein as well the pupa meal

replacement fish meal until 75% did not effect the blood protein.

Key word: blood profile, pupae, quail (Coturnix coturnix japonica), silkworm

(Bombyx mori).

Page 7: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH

(Coturnix coturnix japonica) DENGAN PEMBERIAN

RANSUM BERBASIS PUPA ULAT SUTERA

RIZKY AMALIA KARTIKA SARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 8: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari
Page 9: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari
Page 10: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari
Page 11: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

PRAKATA

Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan

karuniaNya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis mampu

menyelesaikan penelitian dan tugas akhir skripsi sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana dengan judul Neraca Protein dan Profil Darah Burung

Puyuh (Coturnix coturnix japonica) dengan Pemberian Ransum Berbasis Pupa

Ulat Sutera.

Limbah pupa ulat sutera (Bombyx mori) yang melimpah di beberapa daerah

dapat digunakan sebagai pengganti protein pada ransum unggas terutama pada

burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). Sehingga penelitian ini menggunakan

tepung pupa ulat sutera sebagai pengganti tepung ikan pada ransum untuk

mengetahui bagaimana manfaat protein dan profil darah pada burung puyuh

(Coturnix coturnix japonica) yang diberi ransum yang mengandung tepung pupa

ulat sutera (Bombyx mori) sebagai pengganti tepung ikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini.

Harapan penulis adalah agar skripsi ini dapat bermanfaat kepada para pembaca.

Bogor, April 2016

Rizky Amalia Kartika Sari

Page 12: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari
Page 13: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Ternak 2

Ransum 2

Kandang dan Alat 2

Lokasi dan Waktu 2

Prosedur 3

Pemeliharaan 3

Jumlah Konsumsi Pakan dan Ekskreta 4

Kecernaan Protein 4

Pengambilan Darah 4

Pengukuran Protein Darah 4

Pengukuran Protein Telur 4

Perhitungan Profil Darah 5

Rancangan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Konsumsi Ransum 6

Konsumsi Protein 7

Protein Ekskreta 8

Kecernaan Protein 8

Protein Darah 8

Protein Telur 8

Profil Darah Burung Puyuh 8

Darah 8

Eritrosit 9

Hemoglobin (Hb) 9

Hematokrit (Ht) 10

Leukosit 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

RIWAYAT HIDUP 14

Page 14: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan 3

2 Konsumsi ransum, konsumsi protein, protein ekskreta, kecernaan

protein, protein darah, dan protein telur puyuh umur 8-15 minggu 7

3 Profil darah burung puyuh umur 13 minggu yang diberi

tepung pupa 9

Page 15: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

PENDAHULUAN

Pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat di Indonesia masih relatif

rendah. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), konsumsi protein hewani

di Indonesia sebesar 0.08 g orang-1

hari-1

yang seharusnya 6 g orang-1

hari-1

.

Salah satu penyumbang protein hewani adalah puyuh (Coturnix-coturnix

japonica) baik sebagai penyumbang berupa telur maupung daging. Menurut

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014) populasi puyuh di Indonesia

selalu meningkat yaitu pada tahun 2012, 2013 dan 2014 sekitar 12.234.188,

12.552.974, dan 12.692.213 ekor yaitu sebesar 1.67% pertahun. Protein dalam

telur puyuh dapat memenuhi kebutuhan manusia khususnya pada balita,

kebutuhan protein balita adalah 12 g hari-1

(Solihin 2003).

Masalah yang dihadapi oleh peternak yaitu biaya ransum yang mahal karena

tergantung dengan tepung ikan sebagai sumber protein dan jagung sebagai sumber

energi yang masih banyak impor. Perlu bahan alternatif (harga murah, persediaan

banyak, tidak bersaing dengan manusia) untuk mendapatkan protein yang lebih

murah yaitu dengan menggunakan limbah tepung pupa ulat sutera untuk

menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari (2015)

berdasarkan perhitungan IOFC pemberian tepung pupa sebagai pengganti tepung

ikan memberikan keuntungan besar.

Kaomini (2006) menyebutkan bahwa limbah pupa banyak terdapat di Jawa

Barat (Sukabumi, Bogor, Bandung, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis), Jawa Timur,

Jawa Tengah (Pati, Yogyakarta, Temanggung), Sulawesi Selatan (Soppeng, Wajo,

dan Sidrap), Barru, Bone, Enrekang, Bulukumba, dan Bali.

Ulat sutera mengalami 4 fase, yaitu fase telur, fase larva, pupa, dan imago.

Pada fase larva melalui 5 tahap, yaitu instar I, instar II, instar III, instar IV dan

instar V (Purwanti 2007). Pupa adalah fase ulat sutera pada instar ke IV. Pupa ini

tidak dimanfaatkan setelah benang sutra diambil untuk keperluan industri lain

Hasil penelitian Rahmasari (2015) menyebutkan bahwa tepung pupa

mengandung protein kasar 47.4%, lemak kasar 19.47%, serat kasar 4.09%, dan

abu 8.86%, dengan skor kimia dan nilai IAAE masing-masing adalah 65.36 dan

0.89. Lebih jauh dilaporkan bahwa penambahan tepung pupa ulat sutera

menggantikan 25% sampai 75% protein tepung ikan nyata meningkatkan

konsumsi ransum, energi, protein dan lemak, namun belum dapat meningkatkan

produksi telur sampai umur 18 minggu.

Menurut Lesson dan Summer (2005), kebutuhan ransum puyuh berupa

protein 18%, lemak 1% dan mineral (Ca, P) 5%. Nugroho (1991) menyebutkan

pada telur puyuh memiliki kandungan protein lebih baik dari telur ayam dan

lemak yang lebih sedikit. Daging puyuh dapat menghasilkan 70%-74% karkas

dari bobot hidup puyuh, dengan bagian dada yang paling tinggi sebesar 41%

(Prabakaran 2003).

Menurut Rahmasari (2015) asam amino yang paling efektif pada tepung

pupa adalah triptopan dan isoleusin. Nilai IAAE (Indeks Asam Amino sensial)

pada tepung pupa sebesar 65.36. Semakin tinggi skor kimia dan nilai IAAE dari

suatu bahan maka akan semakin baik kualitas protein bahan karena mendekati

kualitas bahan standar yaitu telur. Ulat sutera memiliki kandungan asam amino

esensial seperti lisin, isoleusin, leusin, valin, threonine, dan kangungan asam

Page 16: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

2

amino non esensial sepertin glisin, serin, alanine (Purwaningtyas 2014). Pupa

banyak mengandung mineral esensial Na, K, Ca, dan P (Miyantani 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan protein dan mengamati

profil darah pada burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang diberi ransum

mengandung tepung pupa ulat sutera (Bombyx mori) sebagai pengganti tepung

ikan.

METODE

Bahan

Ternak

Ternak percobaan adalah puyuh (Coturnix coturnix japonica) siap bertelur

berumur 13 minggu sebanyak 160 ekor digunakan dalam penelitian ini yang

dikelompokan dalam 4 perlakuan, setiap perlakuan 4 ulangan dan setiap ulangan

terdiri dari 10 ekor.

Ransum

Ransum yang diberikan disusun dengan isoenergi dan isoprotein yaitu

kandungan energi 2950 kkal kg-1

dan kandungan protein 18% menurut

rekomendasi Lesson dan Summer (2005). Seperti tertera pada Tabel 1.

Kandungan nutrien pada tepung pupa yang diamati yaitu pada bahan kering,

abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN bedasarkan as fed masing-

masing yaitu 94.21%, 8.68%, 47.4%, 19.47%, 4.09%, dan 14.57%. (Hasil analisis

pada Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB 2014).

Kandang dan Alat

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai dengan alas dan dinding

berkawat yang diisi 10 ekor puyuh pada tiap kandangnya dengan empat ulangan.

Alat yang digunakan adalah oven, timbangan digital, plastik sampel, tabung

reaksi, mikrofotometer, H2SO

4, tabung heparin, tabung reaksi, tabung

mikrokapiler, centrifuge, mikroskop, haemocytometer Sahli, syringe.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kandang C, Laboratorium Nutrisi dan Ternak

Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisis hematologi dan

protein darah dilakukan di Laboratorium Ternak Daging dan Kerja Laboratorium

Analisa Proksimat Hayati, Pusat Antar Universitas (PAU)-IPB. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Mei 2014 – Juli 2014.

Page 17: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

3

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan

Bahan Ransum Perlakuan

R0 R1 R2 R3

………………..(%)…………………

Jagung 50.13 50.09 50.35 51.3

Dedak padi 6.87 6.3 6.09 6

Bungkil kedelai 23 23.43 22.9 22.3

Tepung ikan 8 6 4 2

Tepung pupa 0 2.08 4.16 6.25

Minyak sawit 4.5 4.45 4.5 4.2

CaCO3 6.6 6.75 6.9 6.85

DCP 0 0 0.3 0.3

DL- Methionine 0.2 0.2 0.1 0.1

Garam 0.2 0.2 0.2 0.2

Premix 0.5 0.5 0.5 0.5

Total 100 100 100 100

Kandungan Nutrien

Energi Bruto (kkal kg-1) 3262 3216 3309 3316

Protein Kasar (%)2 17.27 17.08 16.77 17.34

Serat Kasar (%)2 2.11 2.62 2.6 2.51

Lemak kasar (%)2 3.84 4.64 5.67 5.09

Ca (%)3 3.08 3.03 3.04 2.91

P tersedia (%)3 0.52 0.45 0.45 0.39

Energi Metabolis

(kkal kg-1) 2598.09 2581.21 2601.92 2611.09

Hasil analisis di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, 2014 2 Hasil analisis di Laboratorium Ilmu

dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2014 3 hasil pehitungan. R0= Ransum tanpa tepung

pupa ulat sutera dan mengandung 8% tepung ikan; R1= Ransum dengan tepung pupa ulat sutera

menggantikan 25% tepung ikan; R2= Ransum dengan tepung pupa ulat sutera menggantikan 50%

tepung ikan; R3= Ransum dengan tepung pupa ulat sutera menggantikan 75% tepung ikan.

Prosedur

Pemeliharaan

Puyuh dipelihara selama 12 minggu dengan 1 minggu masa adaptasi pakan

dan 11 minggu masa perlakuan. Ransum diberikan pada pagi dan sore hari. Air

minum diberikan ad libitum selama masa pemeliharaan. Suhu dan kelembaban

ruangan dicatat pada pagi hari, siang, dan sore hari selama penelitian. Sisa pakan

ditimbang setiap seminggu. Pengambilan telur dilakukan setiap hari sekali pada

pagi hari selama pemeliharaan. Kebersihan kandang, tempat pakan, dan tempat air

minum dilakukan setiap hari.

Page 18: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

4

Jumlah Konsumsi Pakan dan Eksreta

Jumlah pakan yang dikonsumsi dihitung dengan cara menghitung selisih

pemberian dan sisa pakan yang tersisa pada setiap minggu. Pada 5 hari diakhir

percobaan dilakukan koleksi ekskreta setiap hari untuk menghitung kandungan

protein ekskreta. Protein tercerna atau metabolis adalah jumlah protein yang

dikonsumsi dikurangi dengan jumlah yang keluar sebagai ekskreta.

Konsumsi ransum (g) = Jumlah ransum yang diberikan – sisa ransum

Konsumsi protein (g) = Jumlah pakan x kadar PK ransum (%)

Ekskreta kering (g) = Jumlah total ekskreta basah x BK ekskreta

Jumlah protein ekskreta (g) = Ekskreta kering x Kadar protein ekskreta

Kecernaan Protein

Perhitungan kecernaan protein dilakukan dengan menggunakan metode in

vivo (McDonald et al. 1988).

Kecernaan protein = (konsumsi protein – protein dalam ekskreta) x 100%

Konsumsi protein

Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan puyuh umur 13 minggu sebanyak 16 ekor.

Darah diambil dari pembuluh vena Jugularis sebanyak 1 mL menggunakan

syringe. Sebelum pengambilan bulu aliran vena (daerah leher puyuh) dibersihkan

menggunakan alkohol 70%. Sampel darah dimasukkan dalam tabung berheparin

lalu sentrifuse untuk mendapatkan plasma darah, setelah itu disimpan pada suhu -

100oC sebelum di analisis protein darah.

Pengukuran Protein Darah

Pengukuran konsentrasi protein plasma dilakukan dengan menggunakan

reagen KIT protein nomor Reg 110491 dengan alat spektrofotometer Genesys 105

UV-Vis dengan panjang gelombang 578 nm.

Kadar Protein = 8 x (Sampel / Standar) g dL-1

Pengukuran Protein Telur

Pengambilan telur dilakukan pada minggu ke 13 sebanyak 16 telur.

Pengukuran konsentrasi protein telur dilakukan dengan menimbang putih telur

dan dimasukkan dalam gelas kimia lalu diencerkan dalam labu takar yang

ditambahkan 600 mL aquades selanjutnya siapkan tabung dengan larutan

pengenceran ditambahkan dengan biuret dan dan dihomogenkan. Larutan

didiamkan selama 10 menit, lalu diamati dengan alat spektofotometer pada

panjang gelombang 595.

Page 19: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

5

Perhitungan Profil Darah

Eritrosit dan Leukosit. Darah dihisap menggunakan pipet eritrosit dengan

bantuan alat pengisap (aspirator) yang dipasang pada pipet tersebut sampai batas

1. Ujung pipet terlebih dahulu dibersihkan dengan tisu lalu dihisap larutan Rees

dan Ecker hingga tanda tera 101 pada pipet eritrosit. Kedua ujung pipet ditutup

dengan ibu jari dan jari telunjuk kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan

gerakan membentuk angka 8. Setelah homogen cairan pada ujung pipet dibuang

dengan menempelkan pipet ke kertas tisu. Masukkan setetes darah kedalam kamar

hitung, jangan sampai ada udara yang masuk, didiamkan beberapa saat hingga

mengendap lalu penghitungan dengan mikroskop dapat dilakukan dengan

pembesaran 400 kali (a). Penghitungan eritrosit dalam hemositometer, dengan

mengambil bagian sebagai berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok

kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah, dan satu kotak

pojok kiri bawah. Untuk mengetahui jumlah eritosit dalam 1mm3 darah, dengan

rumus dibawah ini (Sastradipradja et al. 1984).

Penghitungan jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan pipet

leukosit dengan bantuan aspirator hingga batas 1.0 lalu ujung pipet dibersihkan

dengan tisu. Setelah itu dihisap larutan Rees Ecker hingga tanda 11, pipa aspirator

dilepaskan, kemudian pipet diputar membentuk angka 8, setelah homogen, cairan

yang tidak terkocok dibuang. Darah diteteskan 1 tetes sampel darah ke dalam

hemocytometer, didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu dihitung

di bawah mikroskop perbesaran 400x. Jumlah leukosit dalam hemocytometer

dihitung menggunakan kotak leukosit. Jumlah leukosit hasil perhitungan (b) dikali

200 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3

darah. Angka 200 diperoleh

dari hasil perhitungan 4 ruang kotak hitung dikali 1mm panjang dan lebar 1 mm3

serta tebal 0,01 mm kemudian dikali faktor pengencer 100 (Sastradipradja et al.

1984).

Jumlah Eritrosit per mm3

darah = a x 104 butir

Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50

Hemoglobin (g%). Metode yang digunakan adalah metode sahli. Tabung Sahli

diisi larutan HCl 0.1 N sampai angka 10 atau garis batas bawah tabung, lalu

sampel darah dihisap dengan pipet sahli dan aspirator sampai batas 0.02 mL.

Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung sahli dan diletakkan antara

kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer, ditunggu selama 3

menit hingga warna berubah menjadi coklat akibat reaksi HCl dengan hemoglobin

membentuk asam hematin. Setelah itu larutan tersebut ditetesi dengan aquades

sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai warna larutan sama dengan warna

standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin diketahui dengan membaca tinggi

permukaan pada tabung sahli, dilihat dari skala jalur g %, yang menunjukkan

jumlah hemoglobin dalam gram per 100 mL darah (Sastradipraja et al. 1984).

Page 20: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

6

Hematokrit (%). Nilai hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit.

Pipa mikrokapiler menghisap darah dengan memiringkan tabung. Pipa diisi

sampai 4/5 bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestaseal lalu

ditempatkan di mikrocentrifuge dan disentrifuse dengan kecepatan 12000 rpm

selama 5 menit, kemudian terbentuk 3 lapisan yaitu cairan darah, benda darah ,dan

keping darah.

Penentuan nilai hematokrit dilakukan dengan mengukur % volume eritrosit

(lapisan merah) dari total darah menggunakan alat baca microcapillary

hematocrite reader (Sastradipraja et al. 1989).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan

dan 4 ulangan dengan 10 ekor puyuh setiap ulangannya.

Model Matematika yang digunakan adalah :

Yij = µ +τi + Єij Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Rataan umum

τi = Efek perlakuan ke-i

Єij = Error perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Anaisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam (Analyisis of Variance/ ANOVA) dan

hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).

Peubah yang Diamati

1. Profil Darah (eritrosit, leukosit, hb, PCV)

2. Neraca protein (konsumsi protein, protein ekskreta: kadar protein darah :

kadar albumin telur).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan ransum yang dimakan oleh ternak untuk

memenuhi kebutuhan pokok dan produksi. Konsumsi ransum pada penelitian ini

dapat dilihat di Tabel 2.

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa penggantian tepung ikan dengan

tepung pupa nyata meningkatkan konsumsi ransum (P<0.05). Faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumsi adalah umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak,

jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum, dan tingkat produksi (Anggorodi

1995).

Page 21: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

7

Konsumsi ransum sudah termasuk dalam ketentuan Kementrian Pertanian

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (2011) karena jumlah ransum yang

diberikan adalah bekisar 15 g ekor-1

hari-1

. Setiawan (2006) menjelaskan bahwa

konsumsi pakan yang seimbang memberikan zat nutrien yang cukup bagi

pertumbuhan dan produksi. Perlakuan ransum yang berbeda akan menentukan

jumlah pakan yang dikonsumsi (Soedharno 1984).

Tabel 2 Konsumsi ransum, konsumsi protein, protein ekskreta, kecernaan protein,

protein darah, dan protein telur puyuh.

Parameter Perlakuan

R0 R1 R2 R3

Konsumsi

ransum(g e-1

h-1

) 15.31±0.40a 16.60±0.4b 16.41±0.86b 16.44±1.05b

Konsumsi

protein(g e-1

h-1

) 2.60 ± 0.05 2.83 ± 0.08 2.74 ± 0.13 2.85 ± 0.18

Protein Ekskreta

(g e-1

h-1)

0.98 ± 0.37 0.78 ± 0.37 0.95 ± 0.19 1.49 ± 0.19

Kecernaan

Protein (%) 62.30±14.39b 72.44±3.65a 65.34±7.99b 47.72±9.48c

Protein

darah(mg dL-1

) 3.48±0.54 3.23 ± 0.34 3.47± 1.16 3.25 ± 0.78

Protein telur

(g ml-1

telur) 2.97±0.20 2.45 ± 0.38 2.06 ± 0.06 2.36 ± 0.25

perlakuan R0= Tidak memiliki perlakuan tepung pupa dan penambahan 8% tepung ikan (control),

R1= Ransum dengan tepung pupa ulat sutera menggantikan 25% tepung ikan; R2= Ransum

dengan tepung pupa ulat sutera menggantikan 50% tepung ikan; R3= Ransum dengan tepung pupa

ulat sutera menggantikan 75% tepung ikan. Huruf yang berbeda pada baris yang sama

menunjukan berbeda nyata (P<0.05)

Konsumsi Protein, Ekskresi Protein, dan Kecernaan Protein

Konsumsi protein pada perlakuan pemberian tepung pupa nyata meningkat

(P<0.05) dan memiliki nilai R1 sebesar 8.8% , R2 5.8%, dan R3 9.6% lebih tinggi

dibanding kontrol. Menurut Widjastuti dan Kartasudjana (2006) bahwa konsumsi

protein sebesar 3.49 g.ekor-1

.hari-1

cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

pokok, pertumbuhan dan produksi telur pada burung puyuh.

Konsumsi protein yang dibutuhkan seharusnya berkisar 2.93 g.ekor-1.hari

-1

dengan kandungan protein ransum sebesar 17.24% untuk berat standar 10 g

dengan protein 13.1% (Rahmasari 2015) sehingga ukuran konsumsi protein yang

rendah dapat membuat ukuran telur lebih kecil dibandingkan standarnya. Yatno

(2009) menyatakan bahwa umur puyuh 42-55 hari yang diberikan ransum yang

tinggi protein kasarnya antara 22.31%-22.45% dengan rataan konsumsi 444.25-

490.67 g ekor-1

dapat menghasilkan denagn telur berat 9.06-9.53 g butir-1

.

Hasil menunjukan bahwa protein ekskreta pada burung puyuh tidak berbeda

nyata. Data pada Tabel 2 menunjukan nilai kisaran protein ekskreta berada antara

0.98-1.49 g ekor-1

hari-1. Ekskreta terdiri dari sisa ransum dan serat yang tidak

tercerna. Ekskreta merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal

dari pakan tidak tercerna dalam saluran pencernaan ditambah dengan hasil

metabolisme (Ensminger 1992). Menurut Ensminger (1992) jumlah dan

Page 22: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

8

komposisi dari ekskreta yang diproduksi berbeda-beda tergantung pada jenis

unggas, bobot badan, waktu pengambilan ekskreta, jenis, dan jumlah pakan serta

cuaca.

Kecernaan protein yang diperoleh dari perlakuan pada Tabel 2 menunjukan

berbeda nyata (P<0.05). Data nilai pada kecernaan protein terendah R3

disebabkan karena tingginya protein di ekskreta akibat tingginya kadar protein

kasar dari tepung pupa, sehingga kandungan protein yang tercerna turun. Tillman

et al., (1998) menyebutkan bahwa penambahan jumlah ransum yang dikonsumsi

mempercepat arus makanan dalam usus sehingga mengurangi kecernaan serta

penambahan konsumsi menyebabkan penurunan daya cerna. Hal ini menunjukan

bahwa kecernaan protein sangat dipengaruhi dengan jumlah ransum yang

dikonsumsi. Menambahkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi daya

cerna adalah komposisi zat makanan yaitu lemak kasar.

Protein Darah

Protein darah burung puyuh pada penelitian ini tidak berbeda nyata. Data

pada Tabel 2 menunjukan nilai kisaran protein darah berada antara 3.23-3.48 mg

dL-1

. Faktor yang mempengaruhi kadar protein darah adalah ransum (Lintang,

2003)

Protein darah pada umumnya disintesis sebagai preprotein pada poliribosom

yang terikat membran. Protein darah paling banyak terdapat di albumin,

fibrinogen dan globulins. Protein utama dalam plasma berada di albumin yang

berfungsi sebagai pengikat berbagai macam ligand (asam lemak bebas, Ca, Cu,

Zn, dll).

Protein Telur Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan nyata pada

kandungan albumin telur diantara perlakuan. Kandungan protein pada ransum

berpengaruh pada hasil dari proses pencernaan yang menghasilkan protein telur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah genetik, ransum, keadaan

kandang, temperature, penyakit dan stress (Yasin, 1988).

Menurut BSN (2006) komposisi protein dalam pakan berpengaruh terhadap

komposisi protein dalam telur. Protein ransum sebagian besar digunakan untuk

produksi telur, hanya sebagian kecil untuk hidup pokok. Semakin tinggi tingkat

produksinya maka pada kebutuhan protein akan semakin tinggi juga (Suprijatna et

al. 2005). Total protein telur puyuh sebesar 13.1%.

Profil Darah Burung Puyuh

Darah

Darah memiliki fungsi yang sangat penting dalam tubuh, yaitu sebagai

sistem transpor mengedarkan oksigen, sari-sari makanan ke seluruh tubuh,

mengedarkan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin, mengangkut sisa

oksidasi yang dikelurkan tubuh, membunuh kuman, sebagai penutup luka,

keseimbangan asam basa, pengatur suhu tubuh, dan koagulasi. Darah merupakan

jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 3 bagian, yaitu cairan darah,

keeping darah dan benda-benda darah (Sturkie dan Griminger, 1976)

Page 23: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

9

Volume darah merah berkisar 8% - 10% dari bobot badan. Menurut Guyton

dan Hall (2010), darah adalah jaringan khusus yang terdiri atas plasma darah yang

kaya akan protein (55%) dan sel-sel darah (45%), sel-sel tersebut terdiri dari sel

darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit).

Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukan bahwa profil darah puyuh tidak berbeda

nyata dengan kisaran normalnya yang disebabkan karena perlakuan.

Tabel 3 Profil darah burung puyuh umur 13 minggu yang diberi tepung pupa

Parameter R0 R1 R2 R3 Normal

Eritrosit

(juta mm-3

) 1.49x10

6 1.40x10

6 1.35x10

6 1.55x10

6 2-3x10

6

Hb (%) 8.95±2.34 10.55±1.82 10.25±2.41 9.85±1.84 7-13

Ht (g %-1

) 34.75±5.74 36.37±1.89 37.50±2.52 34.50±4.12 30-37 *)

Leukosit

(ribu mm-3

) 35.84x10

3 28.84x10

3 34.84x10

3 33.57x10

3 20-40

Sturkie dan Griminger (1976)

*) Schalm (2010)

Eritrosit

Kandungan sel darah merah pada Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan

pemberian tepung pupa tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan

kontrol. Sel darah merah (eritrosit) memiliki fungsi yaitu sebagai pembawa

hemoglobin (Hb), membawa oksigen dari paru-paru ke organ. Sel darah merah

memiliki enzim yaitu enzim karbonat anhydrase berguna sebagai pemecah

karbondioksida lalu dikeluarkan melalui paru-paru. Menurut Saputro dan Junaidi

(2015) menyebutkan bahwa sel darah merah merupakan suatu sel yang kompleks,

membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam merupakan

mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta

menjaga fungsi dari hemoglobin selama masa hidup sel tersebut.

Menurut Sturkie dan Griminger (1976) menyatakan bahwa jumlah normal

sel darah merah pada puyuh yaitu sekitar 2 - 3.86 x 106 mm

-3 artinya nilai sel

darah merah pada puyuh ini lebih rendah. Menurut Adeyemo et al. (2010) bahwa

jumlah total eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin dan faktor lingkungan.

Hemoglobin (Hb)

Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa Hb buruh puyuh yang diamati tidak

berpengaruh nyata dan dalam kisaran nilai normal. Hemoglobin merupakan

protein yang berperan utama sebagai pengangkut oksigen (O2) dari paru-paru

keseluruh jaringan badan, selain itu juga sebagai pengkut CO2 dan menentukan

kapasitas penyangga darah (Campbell 2004; Ganong 1998; Sherwood 2001).

Hemoglobin dibagi menjadi 2 yaitu globin dan haem. Haem dibentuk pada

mitokondria sedangkan globin dibentuk di ribosom sumsum tulang belakang di sel

darah merah. Kadar hemoglobin di dalam darah dapat ditentukan dengan berbagai

macam cara, metode yang paling cepat adalah dengan berdasarkan analisa

kandungan besi atau kapasitas pengikat oksigen.

Menurut Mitruka et al. (1997) menyebutkan bahwa hemoglobin burung

puyuh yaitu 10.7 – 14.3 g dL-1

. Faktor yang dapat mempengaruhi hemoglobin

diantaranya adalah suhu kurang baik serta pada saat pengambilan darah, kadar Hb

Page 24: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

10

yang rendah dapat menyebabkan kemampuan membawa oksigen ke dalam

jaringan menjadi menurun, dan eksresi CO2 tidak efisien sehingga keadaan dan

fungsi sel menjadi turun, hal ini juga disebabkan kadar eritrosit burung puyuh

rendah.

Hematokrit (Ht)

Hasil pengamatan terhadap kadar hematokrit pada burung puyuh periode 8 -

15 minggu diperoleh rataan kadar hematokrit yang tidak berbeda nyata dan dalam

kisaran nilai normal. Mitruka et al. (1997) nilai hematokrit berkisar antara 30% -

45.1%. Nilai ini dapat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Colville dan

Bassert (2002) menyebutkan bahwa nilai hematokrit dapat digunakan untuk

melihat status anemia.

Menurut Piliang et al. (2009), hematokrit (Ht), Hb, dan eritrosit yang

normal menunjukan bahwa puyuh tidak mengalami kekurangan protein dan asam

amino yang diperlukan untuk metabolism tubuhnya.

Leukosit

Leukosit darah puyuh pada Tabel 3 menunjukan bahwa tidak berbeda nyata

dan sesuai dengan nilai normal. Menurut Sturkie dan Griminger (1976), kisaran

jumlah leukosit normalnya pada puyuh adalah 20 - 40 x 103

mm-3

. Hasil ini

menunjukan bahwa kadar leukosit pada puyuh ini masih berkisaran normal,

sehingga penambahan tepung pupa tidak berpengaruh pada hasil leukosit.

Sel darah putih bisa dibedakan menjadi 2 yaitu granulosit dan non

granulosit. Granulosit terdiri atas neutrofil, eosinophil dan basophil, sedangkan

pada non granulosit yaitu limfosit dan monosit (Frances dan Widmann, 1995).

Neutrophil dan hetorofil (pada unggas) pada leukosit memiliki fungsi yaitu dapat

memakan benda asing dengan fagositosit, sedangkan pada lymphosit dan monosit

memiliki fungsi sebagai antibodi apabila ada benda asing yang masuk ke dalam

tubuh.

Selain itu ada beberapa fungsi lainnya pada granulosit, yaitu eosinofil dan

basofil yaitu masing-masing memiliki fungsi adalah sebagai anti alergi biasanya

berada pada usus, mukosa paru-paru (detox), sebagai anti gen, anti bodi saat alergi

dan infeksi parasit, sebagai heparin dalam tubuh agar darah tidak membeku. Pada

non granulosit yaitu lymposit sebagai antibodi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebesar 25% sebagai pengganti tepung

ikan pada ransum burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) dapat

meningkatkan palatabilitas, kecernaan protein, protein darah dan kualitas protein

telur. Pemberian tepung pupa menggantikan tepung ikan sampai 75% tidak

mempengaruhi gambaran profil darah burung puyuh.

Page 25: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

11

Saran

Apabila akan melakukan penelitian ini secara berkelanjutan maka harus

dilakukan di sentra pesutraan alam.

DAFTAR PUSTAKA

Adeyemo GO, Ologhobo AO, Adebiyi OA. 2010. The effect of graded levels of

dietary methionine of the haemotology and serum biochemistry of broiler. Int J

Poult Sci. 9(2): 158-161.

Anggorodi HR. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID). PT. Gramedia,

Pustaka Utama.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Penyuluhan

Perernakan dan Pertanian. Jombang. Http://Disnak.Jatimprov.Go.Id.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan .2014. Statistik Peternakan

Dan Kesehatan 2012. Http:// Ditjennak.Deptan.Co.Id.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail layer)

SNI 01-3907-2006. Jakarta (ID): Stndar Nasional Indonesia

Campbell NA. 2004. Biologi Edisi Ke-V Penerjemah: S. Koesparti. Erlangga,

Jakarta (ID).

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomi & Phisiology For Veterinary

Hematology. 6th

ed. Iowa (US). Wiley Blackwell.

Ensminger MA. 1992. Poultry Science (Animals Agriculture Series). 3rd

Edition.

Danville, Illinois (US) .Interstate Publishers, Inc

Fransces, Widmann K. 1992. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Edisi 9. Penerjemah: Siti Boedina Kresno: Ganda Soebrata, J.

Latu. EGC. Jakarta (ID).

Ganong WF. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review Of Medical

Physiology). Edisi 17. Terjemahan: P. Andianto. Jakarta (ID). Penerbit Buku

Kedokteran, EGC.

Guyton AC, Hall JE. 2010. Textbook of Medical Physiology. 12th

. Ed.

Philadelphia(US): W. B. Saunders Company.

Kaomini K. 2006. Pengenalan kegiatan persuteraan alam [laporan]. Puslitbang

Hutan dan Konservasi Alam. Bogor (ID).

Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Pertanian. 2011. Cybext. Http://Cybext.Pertanian.Go.Id.

Lesson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. Edisi: 3rd

. England

(UK): Nottingham University Press.

Mitruka BM., Howard MR, Bahran VV. 1997. Clinical Biochemical and

Hematological Reference Values in Experimental Animals. Masson Pbl. USA,

Inc New York.

Nugroho E, Mayun IGK. 1991. Beternak Puyuh. Semarang (ID): Eka Off Set

Piliang WG, Astuti DA, Hermana W. 2009. Pengkayaan produk puyuh melalui

pemanfaatan pakan lokal yang mengandung antioksidan dan mineral sebagai

alternatif penyediaan protein hewani bergizi tinggi. Prosiding Seminar Hasil-

Hasil Penelitian IPB Bogor 2009. Hal: 27-39.

Prabakaran R. 2003. Good Planning And Manajement Of Integrated Commercial

Poultry Production In South Asia. FAO, Rome (IT).

Page 26: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

12

Purwanti R. 2007. Respon pertumbuhan dan kualitas kokon ulat sutera (Bombix

mory) dengan rasio pemberian pakan yang berbeda [Skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Rahmasari R. 2015. Pengaruh substitusi protein tepung ikan dengan tepung pupa

ulat sutera (Bombyx mori) terhadap produksi dan kulaitas telur puyuh [Tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saputro DA, Junaidi S. 2015. Pemberian vitamin C pada latihan fisik maksimum

dan perubahan kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit [Jurnal]. Semarang (ID):

Universitas Negeri Semarang.

Sastradipradja D, Ungerer T, Suriawinata R, Sikar SH. 1984. Larutan pengencer

darah unggas untuk menghitung jumlah leukosit secara langsung [Laporan

Penelitian]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setiawan N. 2006. Perkembangan Protein Hewani di Indonesia Analisis Hasil

Survey Sosial Ekonomi Nasioanl 2002-2005 [Analisis Hasil Susenas 1999-

2004]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2: EGC. Jakarta

(ID).

Solihin P. 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta (ID).FK UI.

Stedelman WF, Cotteril OJ. 1995. Egg Science And Technology 4th

Edition. Food

Product Press. An Imprint Of The Haworth Press Inc. New York.

Sturkie PD, Griminger P. 1976. Avian Physiology. 3rd

Ed. Comstock Publishing

Associates A Devision Of Cornell University Press Ithaca. New York.

Suprijatna EU. Atmomarsono. Kartasudjama, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak

Unggas Jakarta (ID). Penebar Swadaya.

Tillman AD, Hartadi H, Reksodiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekajo S.

1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar, Edisi ke-6. Gajah Mada University. Press,

Yogyakarta.

Yatno. 2009. Isolasi protein bungkil inti sawit dan kajian nilai biologinya sebagai

alternatif bungkil kedelai pada puyuh [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Yasin S. 1988. Fungsi dan Peranan Zat-Zat Gizi dalam Ransum Ayam Petelur.

Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta (ID).

Page 27: NERACA PROTEIN DAN PROFIL DARAH BURUNG PUYUH … · Ternak 2 . Ransum 2 . Kandang dan Alat 2 . Lokasi dan Waktu 2 . ... menggantikan tepung ikan pada ransum puyuh. Menurut Rahmasari

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rizky Amalia Kartika Sari, dilahirkan di

kota Cilacap tanggal 22 Agustus 1992. Penulis merupakan anak

pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Hari Susanto dan

Nurlaeli. Penulis mengawali pendidikan taman kanak-kanak

tahun 1996 di TK Nurul Huda Pondok Pesantren Cigaru II

selesai pendidikan 1998, dilanjutkan Pendidikan di SDN

Cibeunying 05 Majenang dan diselesaikan tahun 2004,

Pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMPN 2 Majenang

yang dimulai dari tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis

melanjutkan Pendidikan di MA Negeri Majenang pada tahun 2007 dan

diselesaikan tahun 2010

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur

undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa penulis

mengikuti beberapa kepanitiaan di IPB seperti di tingkat Fakultas Peternakan

seperti Dekan Cup 2011, Business Challenge 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas

karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Neraca Protein dan Profil Darah Burung Puyuh (Coturnix

coturnix japonica) dengan Pemberian Pupa Ulat Sutera”.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Prof Dr Ir

Dewi Apri Astuti, MS dan Ibu Prof Dr Drh Clara Meliyanti Kusharto, MSc selaku

dosen pembimbing sejak awal penulisan proposal sampai penulisan skripsi atas

bimbingan, nasehat, motivasi dan saran sehingga penulis mampu menyelesaikan

dengan sebaik-baiknya, serta kepada dosen pembahas seminar penulis pada

tanggal 25 Januari 2016 yaitu Ibu Ir Dwi Margi Suci, MS dan kepada dosen

penguji sidang skripsi pada tanggal 21 Maret 2016 Ibu Dr Ir Sri Darwati, M.Si

dan Ibu Ir Dwi Margi Suci, MS. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya juga

kepada Mama Papa yang telah berjuang keras memenuhi segala kebutuhan kepada

penulis selama menempuh pendidikan di Intitut Pertanian Bogor, serta Helmi,

Haidar, dan Kekasih Cahya Mukti Dwi Kurnia yang telah sabar dan selalu

memberikan motivasi, nasehat, dan dukungan kepada penulis.

Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis kepada teman sepenelitian

Reikha Rahmasari dan Bapak Ucup yang membantu penulis dalam penelitian.

Penulis ucapkan terimakasih banyak kepada Teresia Sofi Elfrida S, Wahyu Dewi

I, Sudarsih, Dian Septi Andini, Siti Nurhanah, Alfiatun Nisa, dan seluruh teman-

teman INTP 47 dan IPTP 47 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.