naskah akademik ruu tentang administrasi pemerintahan
DESCRIPTION
Naskah Akademik RUU Tentang Administrasi PemerintahanTRANSCRIPT
-
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
-
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi ...................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................. 1
1.2. Konsep Administrasi ........................................................ 6
1.3. Hukum Publik dan Hukum Private ................................... 7
1.4. Sumber-sumber Hukum Dalam Administrasi Negara ...... 8
1.5. Hal-hal Fundamental Lainnya Dalam Administrasi Negara 10
1.6. Ruang Lingkup Undang-Undang Pemerintahan ............. 11
BAB II KEWENANGAN ADMINISTRASI
2.1 Perbedaan Antara Kekuasaan dan Kewenangan ........... 25
2.2 Cara Memperoleh ........................................................... 26
2.3 Pelaksanaan Kewenangan ............................................ 28
2.4 Pelaksanaan Kewenangan Pusat dan Daerah .............. 29
2.5 Organisasi Pelaksanaan Kewenangan ............................ 32
BAB III PRINSIP- PRINSIP TINDAKAN ADMINISTRASINEGARA
3.1. Hirarki Peraturan Perundang-undangan .......................... 34
3.2. Legalitas .......................................................................... 35
3.3. Proporsionalitas ............................................................. 36
3.4. Pemberian Alasan .......................................................... 37
3.5. Pertindungan Hukum ...................................................... 37
3.6. Partisipasi Publik ............................................................ 39
3.7. Kewajiban Memberikan Informasi .................................. 40
3.8. Pembatalan Dan Pembahan .......................................... 41
3.9. Kemudahan Persyaratan ............................................... 42
3.10. Banding Administrasi ................................................... 43
3.11. Batas Waktu (Daluwarsa) .............................................. 44
-
3
BAB IV BENTUK - BENTUK TINDAKAN ADMINISTRASI NEGARA
4.1. Keputusan Tata Usaha Negara ................................... 48
4.2. Tindakan Nyata(Real Action) ........................................... 53
4.3. Diskresi ......................................................................... 54
4.4. Kerjasama Instansi Pemerintah .................................... 55
4.5. Pengawasan Administrasi Pemerintahan ...................... 58
BAB V PERLINDUNGAN HUKUM
5.1. Sengketa Administrasi ................................................. 60
5.2. Penyelesaian Sengketa ................................................. 60
5.3. Periindungan Hukum Pihak-Pihak Yang Terlibat .......... 61
5.4. Perlindungan Hukum Pihak-Pihak Ketiga ..................... 63
5.5. Pemulihan Hak ............................................................. 64
5.6. Restitusi dan Kompensasi ............................................ 65
5.7. Sanksi ........................................................................... 65
LAMPIRAN
DAFTAR PUSAKA ...................................................................................... 67
STRUKTUR MATERI PENGATURAN UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN .......................................................................................... 70
-
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 memerlukan berbagai Undang-Undang untuk melaksanakan tugas
pemerintahannya sehari-hari. Tugas-tugas pemerintahan tersebut di dalam
prakteknya dilaksanakan oleh kekuasaan eksekutif dalam hal ini, Pemerintah
dibawah pimpinan Presiden bersama para Administrator Negara yang ada dan
bekerja di seluruh wilayah kedaulatan negara Indonesia.
Salah satu dari berbagai Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut
adalah Undang-Undang tentang Administrasi Negara. Undang-Undang
tersebut dibutuhkan untuk memberikan dasar hukum terhadap segala
tindakan, perilaku, kewenangan, hak dan kewajiban dari setiap administrator
negara dalam menjalankan tugasnya sehari-hari melayani masyarakat. Karena
selama ini hal-hal tersebut belum diatur secara lengkap dalam suatu Undang-
Undang yang khusus diadakan untuk itu. Sedangkan Undang-Undang No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 hanya mengatur hukum acara
(hukum formil) apabila terjadi sengketa antara orang atau badan hukum
perdata dengan pejabat administrasi negara. Dalam praktiknya di Peradilan
Tata Usaha Negara seringkali ditemui hakim mengalami kesulitan apabila
berhadapan dengan perkara yang hukum materiilnya tidak diatur dalam
Undang-undang PTUN, sehingga jalan keluar yang kerap diambil adalah
hakim mendasarkan pada pendapat para ahli (doktrin) atau yurisprudensi
-
5
(wicipto, 2004).
Adalah tanggung jawab negara dan pemerintah untuk menjamin
penyediaan Administrasi Pemerintahan yang cepat, nyaman dan murah.
Jaminan kepastian penyediaan Administrasi Pemerintahan harus diatur di
dalam produk hukum Undang-Undang. Hal ini dapat terdiri dari satu Undang-
Undang pokok yang mengatur ketentuan umum tentang Administrasi
Pemerintahan dan undang-undang lain yang mengatur secara detail hal-hal
yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut. Undang-undang ini tidak
mengatur hal-hal teknis manajerial dalam penyediaan Administrasi
Pemerintahan, tetapi hanya memuat aturan-aturan umum antara lain
berkenaan dengan prosedur, bantuan hukum, batas waktu, akte administrasi
dan kontrak administrasi dalam Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan dengan demikian berisi kaidah-kaidah hubungan
antara instansi pemerintah sebagai penyelenggara adrninistrasi publik dan
individu atau masyarakat penerima layanan publik.
Undang-Undang tentang Administrasi Negara sangat dibutuhkan oleh
Indonesia pada saat ini atas dasar beberapa alasan dibawah ini. Pertama,
tugas-tugas pemerintahan dewasa ini menjadi semakin kompleks, baik
mengenai sifat pekerjaannya, jenis tugasnya maupun mengenai orang-orang
yang melaksanakannya. Kedua, selama ini para penyelenggara administrasi
negara menjalankan tugas dan kewenangannya dengan standar yang belum
sama sehingga seringkali terjadi perselisihan dan tumparig tindih kewenangan
di antara mereka. Ketiga, hubungan hukum antara penyelenggara administrasi
negara dan masyarakat perlu diatur dengan tegas sehingga masing-masing
pihak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dalam melakukan
-
6
interaksi diantara mereka. Keempat, adanya kebutuhan untuk menetapkan
standar layanan minimal dalam penyelenggaraan administrasi negara sehari-
hari dan kebutuhan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
masyarakat sebagai pengguna layanan yang diberikan oleh pelaksana
administrasi negara. Kelima, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mempengaruhi cara berfikir dan tata kerja penyelenggara administrasi negara
di banyak negara, termasuk Indonesia. Keenam, untuk menciptakan kepastian
hukum terhadap pelaksanaan tugas sehari-hari para penyelenggara
administrasi negara.
Secara filosofis kebutuhan tersebut merupakan bagian dari sistem yang
menempatkan administrasi negara sebagai hak masyarakat sebagaimana
termaktub dalam pasal 41 The Charter of Fundamental Rights of the Union
yang meliputi hak: Untuk memperoleh penanganan urusan-urusannya secara
tidak memihak, adil dan waktu yang wajar; Untuk didengar sebelum tindakan
indiviudal apapun yang akan diterapkan pada dirinya; Atas akses untuk
memperoleh berkas miliki pribadi dengan tetap memperhatikan
kepentingannya yang sah atas kerahasiaan dan atas kerahasiaan profesional;
Kewajiban pihak-pihak administrasi Negara untuk memberikan alasan-alasan
mendasari keputusannya; dan Untuk memperoleh ganti rugi yang ditimbulkan
oleh lembaga atau aparatur pemerintah daLam menjalankan tugasnya.
Hak masyarakat tersebut secara filosofis sekaligus merupakan kewajiban
pemerintah untuk memberikan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat
sebaik-baiknya. Dengan demikian, fungsi administrasi pemerintahan tidak lain
adalah tugas pemerintah dan negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi
rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Fungsi
-
7
pemerintahan yang efisien dan efektif sesungguhnya telah diatur dalam UU
No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yaitu berdasar atas asas kepastian hukum,
asas tertib penyelenggaran negara, asas kepentingan umum, asas
keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalisme dan asas
akuntabilitas.
Prinsip penting dalam penyelenggaran administrasi pemerintahan
menurut Philipus Hadjon dkk (1993) adalah: (1) Berbasis pada kedaulatan
rakyat, dimana terdapat ruang bagi rakyat untuk berpatisipasi dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan publik (2) pembentukan kelembagaan
yang sesuai dengan kebutuhan, potensi objektif dan karakater sosial ekonomi
dan budaya rakyat (3) perimbangan kekuasaan dalam hubungan antar
lembaga yang dapat menjadi check dan balance (4) pembagian kewenangan
yang jelas diantara bidang-bidang pemerintahan sesuai dengan tugas dan
fungsinya yang memiliki sinergi satu sama lainnya (5) fungsi manajemen
pemerintahan yang berdasarkan pada rasionalitas, objektivitas, efisiensi dan
transparansi (6) lembaga legislatif yang dapaat meningkatkan kemampuannya
dalam melakukan fungsi kontrol, legislasi dan perumusan kebijakan
pemerintah (7) Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan (8) prinsip-prinsip penetapan visi, misi dan tujuan yang jelas
dalam menetapkan strategi kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan
rakyat.
Penyusunan sebuah RUU harus didasarkan pada aspek sosiologis yang
mendorong dibutuhkannya Undang-Undang dimaksud. Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka sistem penyelenggaran pemerintahan
-
8
merupakan faktor yang menentukan. Krisis nasional berkepanjangan yang
melanda Indonesia mengindikasikan kelemahan di bidang administrasi
pemerintahan, terutama birokrasi yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik. Terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme lebih
banyak disebabkan oleh rentannya birokrasi sebagai unsur pelayan
masyarakat. Karena itulah, TAP MPR Rl No. Xl/1998 teritang penyelenggaran
Negara yang bersih dan bebas KKN, yang kemudian diikuti dengan lahirnya
UU 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya diubah menjadi UU
No. 20 tahun 2001 dan UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) menegaskan kembali tekad untuk
bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaran pemerintahan negara dan
pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance. Hal ini
menghendaki penataan administrasi pemerintahan yang dapat meliputi
pembangunan sikap kebersamaan untuk menyatukan irama dan langkah gua
terciptanya aparatur negara yang handal dan profesional. Disamping itu perlu
dilakukan peningkatan kapasitas dan profesional aparatur negara.
Dalam aspek yuridis, dalam upaya meningkatkan fungsi administrasi
pemerintahan, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang
sebenarnya masih sangat terbatas atau belum cukup urituk menjadi landasan
hukum pelaksanaan fungsi pemerintahan yang efektif dan efisien, akuntable
dan transparan. Sampai saat ini UU 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara telah direvisi melalui UU Nomor 9 tahun 2004, juga UU Nomor
28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bebas dan Bersih dari
-
9
KKN telah pula melahirkan berbagai peraturan pemerintah dan menteri
untuk melengkapi pedoman pelayanan administrasi pemerintahan. Meskipun
demikian, peraturan-peraturan tersebut belumlah cukup memadai sebagai
landasan untuk terciptanya suatu penyelenggaraan pemerintahan yang
mencerminkan asas-asas pemerintahan yang baik.
1.2. Konsep Administrasi
Pelaksanaan prinsip-prinsip 'good governance' dalam sistem
pemerintahan Indonesia akan berjalan dengan baik dan lancar apabila
didukung oleh adanya adiministrasi yang baik dan mantap, karena
administrasi berkaitan erat dengan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan-
kegiatan organisasi secara menyeluruh. Administrasi akan memberi warna
bagi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Administrasi adalah sesuatu yang terdapat di dalam organisasi modern
dan memberi hayat kepada organisasi sehingga organisasi itu berkembang,
tumbuh dan bergerak (Prajudi Atmosudirdjo, 1986:13). Oleh karena itu,
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya sangat
bergantung kepada pelaksanaan administrasinya.
Pada organisasi pemerintahan dikenal dengan istilah admnistrasi negara.
Dalam kaitan ini Bintoro Tjokroamidjojo (1994:1-2) mengutip beberapa
pendapat tentang administrasi negara, yaitu :
Suatu studi mengenai bermacam-macam badan pemerintahan
diorganisir, diperlengkapi tenaga-tenaganya, dibiaya, digerakkan dan
dipimpin (Edward H. Litchfield).
Administrasi negara adalah manajemen dan organisasi dari pada
manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan
-
10
pemerintahan. (Dwight Waldo).
Kegiatan pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
(Dimock dan Koening).
Administrasi negara mengandung pengertian dalam arti luas dan dalam
arti sempit. Dalam arti luas, administrasi negara adalah kegiatan negara dalam
melaksanakan kekuasan politiknya. Sedangkan dalam arti sempit, administrasi
negara adalah kegiatan eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan mengacu berbagai pendapat di atas, maka administrasi negara
harus digunakan dan dipraktekkan secara benar dalarn penyelenggaraan
administrasi pemerintahan agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai secara efisien dan efektif.
1.3. Hukum Publik dan Hukum Private
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Publik, yaitu
hukum yang mengatur hubungan hukum antara kekuasaan negara dan
masyarakat.. Cabang hukum publik lainnya adalah Hukum Pidana.
Pemerintah sebagai pelaksana sehari-hari kekuasaan negara merupakan
pelaku dan pelaksana hukum administrasi negara. Pemerintah dalam hal ini
dapat menciptakan ketentuan-ketentuan hukum administrasi negara, selain itu
pemerintah juga melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum administrasi
negara yang berlaku bagi dirinya sebagaimana diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada.
Selain hukum publik, dikenal juga adanya Hukum Privat. Hukum Privat
adalah hukum yang mengatur hubungan antara pribadi-pribadi / badan-badan
hukum yang ada di masyarakat. Hukum Privat merupakan hukum yang lebih
-
11
banyak bersifat keperdataan, dan tidak memerlukan kekuasaan hukum publik
untuk mengaturnya. Contoh dari hukum privat adalah hukum perseorangan,
hukum perseroan, hukum kebendaan, hukum perjanjian, dan lain sebagainya.
Hubungan hukum yang terdapat dalam hukum privat adalah hubungan hukum
antara pribadi-pribadi hukum dan lebih bersifat personal.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, Pemerintah seringkali
bersinggungan dengan ketentuan-ketentuan hukum perdata. Seperti misalnya
dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan antara pemerintah dengan pihak
ketiga dalam mengerjakan pembangunan sarana dan prasarana milik
pemerintah. Pada perjanjian pemborongan tersebut, Pemerintah wajib tunduk
pada ketentuan-ketentuan hukum privat yang mengatur tentang perjanjian.
Selain itu, Pemerintah dalam mendirikan badan usaha juga tunduk pada
ketentuan hukum perdata yang mengatur tentang pendirian perusahaan
(hukum perseroan). Adakalanya pemerintah juga mendirikan Yayasan-
yayasan untuk melaksanakan berbagai kepentingannya, dan ketentuan hukum
yang mengatur tentang yayasan adalah ketentuan hukum privat.
1.4. Sumber-sumber hukum dalam Administrasi Negara
Sumber-sumber hukum bagi Administrasi Negara adalah berbagai
ketentuan yang terdapat dalam berbagai ketentuan perundang-undangan yang
ada. Sebagaimana dikemukan diatas bahwa administrasi negara diatur oleh
berbagai ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang administrasi
negara, dan disisi lain administrasi negara juga menciptakan berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada. Secara umum, sumber-sumber
hukum bagi administrasi negara adalah :
-
12
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu);
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Menteri;
8. Keputusan Menteri;
9. dan lain-lain.
Sumber-sumber hukum tersebut merupakan landasan hukum bagi para
pejabat administrasi negara dalam melakukan tugas pemerintahan dan
pelayanan masyarakat sehari-hari. Selain itu, sumber-sumber hukum lainnya
yang juga berlaku bagi pejabat adminitrasi negara adalah ketentuan-ketentuan
hukum internasional yang sudah diratifikasi oleh pemerintah, konvensi
ketatanegaraan, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku umum di dalam birokrasi,
dan lain sebagainya. Selain itu, sumber-sumber hukum Administrasi Negara
juga merupakan sumber dari berbagi kewenangan yang dimiliki oleh setiap
pejabat administrasi negara, dan kewenangan tersebut diperoleh melalui cara
atribusi, mandat dan delegasi. Dari berbagai sumber hukum tersebut,
masyarakat dapat menguji apakah berbagai tindakan hukum dan pelaksanaan
kewenangan para pejabat administrasi negara telah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar berbagai persyaratan
yang diatur dalam perundang-undangan tersebut.
-
13
1.5. Hal-hal Fundamental lainnya dalam Administrasi Negara
Prinsip legalitas dalam administrasi negara mengikat keputusan-
keputusan administrasi terhadap kekuasaan legislatif dan menjadi subjek
pengawasan dari kekuasaan yudikatif. Hal ini berarti, bahwa tidak ada
keputusan administrasi tanpa landasan hukum dari legislatif dan tanpa
pengawasan hukum dari yudikatif. Prinsip ini memiliki dua eiemen. Keputusan
administrasi harus mengikuti perintah Undang-Undang dan tidak dibenarkan
melawan atau melanggar Undang-Undang. Semua aktivitas administrasi
negara pada dasarnya berasal dari Undang-Undang yang mernberikan
otorisasi. Pemerintah tidak dapat mewajibkan atau melarang masyarakat
kecuali dengan perintah Undang-Undang. Meskipun demikian, harus terdapat
ruang diskresi bagi pemerintah untuk melaksanakan pelayanan publik.
Undang-Undang hanya memuat ketentuan umum yang harus dijabarkan
dalam Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah. Dalam kaitan inilah
pemerintah dapat menggunakan kekuasaan diskresi (discreationary power)
dalam batas-batas hukum yang ada. Kekuasaan diskresi tidak boleh lepas dari
kerangka dasar hukum sehingga dapat mengarah kepada penyalahgunaan
kewenangan dan kekuasaan.
Hal fundamental lainnya dalah prinsip supremasi, dimana baik
pemerintah sebagai pelaksana administrasi negara maupun kekuasaan
yudikatif harus tunduk pada kekuasaan legislatif. Pemerintah tidak dibenarkan
melakukan penyimpangan terhadap Undang-Undang sekalipun hal itu tidak
menyebabkan terlukanya hak-hak rakyat. Hukum tidak hanya menjadi
kerangka pemerintah pemerintah, tetapi juga sebagai batas tindakan
pemerintah. Elemen kedua dari prinsip legalitas adalah bahwa semua
-
14
tindakan pemerintah harus dilakukan dengan sebuah dasar hukum, baik itu
berbentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden atau kepala daerah,
maupun keputusan pejabat pemerintah. Elemen ini menuntut dibuatnya
keputusan pemerintah dalam bentuk yang formal yang memiliki kekuatan
hukum mengikat.
Tindakan pemerintah pada dasarnya dapat diklasifikasi dalam dua
kategori. Pertama apa yang disebut dengan fakta-fakta dari kasus (facts of the
case) dan konsekuensi hukum (legal consequences). Jika fakta-fakta dari
kasus sudah terpenuhi, maka konsekuensi legal dapat terjadi. Hal ini
memberikan penjelasan, bahwa tindakan pemerintah disebut sebagai tindakan
admininistratif jika hal tersebut berkaitan dengan fakta-fakta yang ada dari
kasus. Sedangkan jika hal tersebut berkaitan dengan konsekuensi hukum
maka tindakan pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan diskresi.
Pengujian terhadap tindakan pemerintah oleh yudikatif hanya dapat dilakukan
terhadap kesesuaian hukum (control legality, Rechtmaessigkeit), bukan
terhadap kesesuaian tujuan (Zweckmaessigkeit).
1.6. Ruang Lingkup Undang-Undang Pemerintahan
Undang-undang Administrasi Pemerintahan mengatur tindakan instansi
pemerintah yang memiliki kekuatan hukum mengikat secara eksternal berupa
keputusan pemerintahan yang didasarkan kepada pengujian syarat dan
prasayarat yang telah ditetapkan dalam Undang-undang atau produk hukum
lainnya. Secara mendasar terdapat dua alasan mengenai hal ini. Pertama,
Undang-undang ini tidak dimaksudkan mengatur secara detail pelayanan yang
diberikan oleh instansi dan administrasi pemerintahan. Ketentuan rinci
-
15
mengenai sifat, jenis, kualitas, kuantitas, prasyarat dan lain-lain syarat
Administrasi Pemerintahan harus diatur sendiri oleh instansi dan lembaga
pemerintah penyelenggara Administrasi Pemerintahan dan atau mengacu
kepada undang-undang atau peraturan hukum lainnya yang sudah dan akan
mengatur hal tersebut.
Dengan demikian, undang-undang ini pada satu sisi memberikan
otonomi dan fleksibilitas kepada instansi dan lembaga pemerintah dalam
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan untuk menentukan sendiri
standar kualitas, kuantitas serta prasayarat yang harus disediakan dalam
administrasi pemerinhan, pada sisi lainnya undang-undang ini juga
memberikan ruang gerak kepada pemerintah dalam merespon perubahan-
perubahan yang terjadi dalam masyarakat, misalnya perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, perubahan pola dan gaya hidup masyarakat serta
perkembangan global dan internasional lainnya. Sebagaimana sifat sebuah
undang-undang, maka Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini tidak
mungkin memuat semua hal detail dan teknis. Sebaliknya, penjabaran pasal-
pasal tersebut dapat dilakukan di dalam sebuah Peraturan Pemerintah dan
dirinci lebih lanjut dalam Peraturan Teknis lainnya.
Kedua, Undang-undang ini hanya akan memuat ketentuan umum dalam
penyelenggaraan pemerintah dan bukan manajemen substansi pelayanan itu
sendiri. Dengan kata lain, undang-undang ini menetapkan prinsip-prinsip,
syarat-syarat, pihak-pihak yang terlibat, pihak-pihak yang dikecualikan, batas
waktu jawaban dan gugatan serta instrumen yang digunakan dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan. Tidak ditetapkan dalam Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan adalah bagaimana sebuah pelayanan dihasilkan
-
16
(diproduksi), dimana dan siapa yang akan menyediakan serta dengan
menggunakan media apa layanan tersebut akan disediakan.
Berangkat dari kedua hal tersebut, Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan mengatur hubungan hukum antara instansi pemerintah dan
individu atau masyarakat dalam wilayah hukum publik (tata usaha negara).
Undang-undang ini menetapkan batasan dan aturan main yang berisi
kewajiban dan hak kedua belah pihak tersebut. Gugatan terhadap
pelanggaran ketentuan Undang-Undang ini dengan demikian dapat diajukan
kepada Peradilan Tata Usaha Negara dan hukum acara harus berdasarkan
kepada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Nomor 5
tahun 1986, direvisi melalui UU Nomor 9 tahun 2004). Undang-undang ini
secara mendasar bertujuan untuk melindungi individu dan masyarakat dari
praktek maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat birokrasi
dalam usahanya untuk memperoleh hak Administrasi Pemerintahan.
Perlindungan hukum terhadap masyarakat merupakan salah satu materi
penting. Perlindungan ini perlu, karena dalam penyelenggaraan pemerintahan
pada hakekatnya sangat dimungkinkan timbulnya permasalahan antara para
pejabat administrasi dalam tugasnya menyelenggarakan administrasi
pemerintahan. Oleh karena itu, RUU secara jelas dan tegas mengatur tentang
jaminan atas perbaikan serta kompensasi atas kerugian yang diderita
masyarakat sebagai korban dari suatu keputusan tata usaha negara. Dalam
artian yang luas, permasalahan-permasalahan tersebut timbul akibat
perbuatan atau perilaku maladministrasi, penyalahgunaan kewenangan dan
penggunaan prosedur yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Pada sisi lainnya, undang-undang ini juga memberikan proses
-
17
pembelajaran kepada individu dan masyarakat untuk memperoleh haknya
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Huburtgan hukum antara
instansi pemerintah dan masyarakat dengan demikian merupakan komponen
pokok dalam Undang-Undang Prosedur Administrasi.
Hal pokok selanjutnya yang harus ditetapkan dan diatur di dalam
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan adalah wilayah keberlakuan
undang-undang tersebut. Dalam hal ini, pertanyaan yang harus dijawab
adalah kepada siapa dan dalam Administrasi Pemerintahan yang mana
undang-undang ini dapat berlaku. Untuk tujuan tersebut, harus dibuat definisi
atau kategori aktivitas administrasi dari instansi yang dapat dikatakan sebagai
Administrasi Pemerintahan. Definisi atau kategori tersebut paling tidak harus
bisa menjawab pertanyaan: apakah aktivitas dan pelayanan yang diberikan
oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah baik Perjan, Perum dan Persero
termasuk ke dalam wilayah keberlakuan Undang-Undang Prosedur
Administrasi ? atau apakah Undang-Undang ini hanya berlaku untuk instansi
pemerintahan yang melaksanakan tugas-tugas dan urusan administrasi publik,
dibiayai murni oleh APBN dengan status kepegawaian pegawai negeri
sipil(PNS).
Dalam praktek pemeriksaan gugatan Tata Usaha Negara selama ini dan
berbagai putusan yang telah di hasilkan PTUN (yurisprudensi), objek gugatan
yang dapat diterima (kompetensi PTUN) terkait dengan putusan TUN yang
dikeluarkan oleh BUMN, ialah objek gugatan yang dikeluarkan pejabat TUN
dari BUMD yang memilki badan hukum hukum perjan dan perum saja,
sedangkan objek gugatan yang terkati dengan BUMN yang berbadan hukum
persero tidak dapat diperiksa sebagai objek gugatan TUN di Pengadilan Tata
-
18
Usaha Negara (Lotulung, 2004).
Bila membandingkan dengan Undang-Undang serupa di negara lain
seperti UU tentang Prosedur Administrasi Republik Federal Jerman misalnya
memberikan batasan keberlakuan Undang-Undang tersebut pada semua
kegiatan administrasi publik dari instansi pemerintah dan lembaga-lembaga
pemerintah lainnya yang berada dalam wilayah hukum publik baik di tingkat
Federal, Negara Bagian dan Kommunal. Dengan kata lain, Undang-Undang
Prosedur Administrasi Publik di Jerman hanya berlaku kepada semua
kementrian, pusat, badan, lembaga dan instansi pelayanan pemerintah baik di
tingkat federal, negara bagian dan kommunal. Undang-undang ini tidak
berlaku kepada Badan Usaha Milik Negara dan Daerah dan atau Usaha-
Usaha Swasta yang menyelenggarakan Administrasi Pernerintahan. Gugatan
terhadap Administrasi Pemerintahan yang diselenggarakan oleh Usaha-Usaha
Milik Negara dan Swasta tidak berada dalam wilayah keberlakuan hukum
Undang-Undang Prosedur Administrasi dan oleh sebab itu tidak dapat
diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara.
Pertanyaan lanjutan adalah, dapatkah individu atau masyarakat
mengajukan gugatan dan tuntutan terhadap pelayanan kebutuhan pokok
(misalnya air) yang diselenggarakan oleh usaha-usaha swasta ? Dalam hal
pelayanan kebutuhan pokok, gugatan dan tuntutan individu atau masyarakat
dapat dibagi dua. Pertama, menyangkut kewajiban pengusahaan keberadaan
(eksistensi) pelayanan, gugatan dan tuntutan dapat diajukan kepada
pemerintah atau negara. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban
mengusahakan agar pelayanan kebutuhan pokok dapat diadakan dan bisa
diwujudkan. Bila individu atau masyarakat berkesimpulari bahwa pemerintah
-
19
dan negara tidak mengusahakan keberadaan pelayanan kebutuhan pokok
tersebut, maka individu dan atau masyarakat dapat mengajukan gugatan dan
tuntutan kepada pemerintah dan negara melalui Peradilan Tata Usaha
Negara. Sebaliknya, jika pemerintah secara hukum formal menyerahkan
tanggungjawab operasional pelayanan kebutuhan pokok tersebut kepada
usaha swasta, maka individu dan masyakarakat dapat rnengajukan gugatan
dan tuntutan kepada pihak swasta dimaksud melalui pengadilan sipil.
Dalam kasus Indonesia, maka Undang-Undang Prosedur Administrasi
Pemerintahan dapat berlaku bagi instansi dan lembaga pemerintahan yang
melakukan kegiatan administrasi Publik. Tidak termasuk dalam wilayah
keberlakuan Undang-undang ini adalah Badan Usaha Milik Negara dan
Daerah (Perjan, Perum, Persero, Perusahaan Daerah dan unit-unit usaha
negara lainnya). Dengan kata lain, Undang-Undang Prosedur Administrasi
Pemerintahan hanya berlaku bagi instansi dan lembaga pemerintah yang
berstatus hukum publik dan dapat dituntut di Peradilan Tata Usaha Negara.
Hal ini berlandaskan pada pemikiran, bahwa meskipun secara hukum BUMN
dapat melakukan hubungan hukum (sebagai institusi publik) dengan anggota
masyarakat, transaksi yang terjadi tetap bersifat khusus dan didasarkan atas
perjanjian (kontrak) yang mengikat dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam hal ini terjadi kesepakatan antara BUMN dan anggota masyarakat
mengenai standar pelayanan yang akan diberikan dan atau diterima. Dalam
kasus semacam ini, berlaku asas-asas hukum perjanjian yang diatur dalam
hukum private seperti Undang-Undang perlindungan konsumen dan Undang-
Undang tentang mutu barang dan jasa.
Sebaliknya, dalam hubungan hukum yang terjadi antara instansi
-
20
pemerintah dalam pemahaman yang sempit (Departemen, Non-Departemen,
Badan, Pusat dll) dengan anggota masyarakat, transaksi Administrasi
Pemerintahan bersifat umum. Dengan kata tain, kesepakatan antara
pemerintah dan masyarakat ditetapkan melalui keputusan yang bersifat politis
oleh wakil-wakil rakyat. Perubahan terhadap standar mutu barang dan jasa
yang dihasilkan hanya dapat dilakukan melalui proses politik di lembaga
perwakilan. Disini berlaku teori Subordinasi (Subordinationstheorie) yang
membedakan antara hukum publik dan hukum privat. Dalam hukum publik,
hubungan antara pemerintah (atau negara) sebagai sebagai penyelenggara
Administrasi Pemerintahan dengan anggota masyarakat bersifat Subordinasi
yaitu antara atasan dan bawahan. Sebaliknya, hubungan hukum antara BUMN
sebagai penyelenggara pelayanan dan anggota masyarakat dalam hukum
privat bersifat sejajar. Oleh sebab itu, salah satu alasan mengapa Undang-
Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan hanya berlaku dalam lingkup
instansi pemerintah (di luar BUMN dan BUMD) adalah sifat transaksi hukum
publik yang hanya mengikat satu arah. Dalam pengertian lain, individu dan
masyarakat hanya diberikan hak untuk mengugat dan menuntut Administrasi
Pemerintahan yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang dan atau instansi pemerintah, tetapi tidak memiliki hak untuk
ikut menentukan standar dan prosedur Administrasi Pemerintahan itu sendiri.
Untuk tujuan yang bersifat kompetitif, tidak dimasukkannya BUMN dan
BUMD dalam wilayah keberlakuan Undang-Undang Prosedur Administrasi
Pemerintahan akan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada
usaha-usaha negara untuk lebih profitable, effisien dan effektif. Tidak bisa
dibayangkan, jika ketidakpuasan pelanggan Pesawat Garuda menggugat dan
-
21
menuntut melalui Peradilan Tata Usaha Negara, sementara ketidakpuasan
pelanggan Lion Air dan Bali Air menggugat melalui Peradilan Sipil. Kompetisi
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan Usaha-
Usaha Swasta dapat ditingkatkan antara lain melalui instrumen hukum
prosedur Administrasi Pemerintahan.
Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahari juga dapat
memiliki pengecualian dalam keberlakuannya. Artinya, dalam kasus-kasus
tertentu bisa terdapat pengecualian. Ketentuan pasal 2 Undang-undang 5
tahun 1986 dapat menjadi konsideran tidak berlakunya ketentuan Undang-
Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan. Contoh dari kasus pengecualian
itu antara lain keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar
pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, keputusan panitia pemilihan mengenai hasil
pemilihan umum, keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan
yang bersifat umum, keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan
berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum
Acara Pidana dan lain-lain. Dalam Undang-Undang Prosedur Administrasi
Pemerintahan Republik Federal Jerman, juga dikecualikan adalah perwakilan
Jerman di luar negeri.
Judul sebuah Undang-Undang merupakan hal yang penting, karena judul
suatu Undang-Undang akan menggambarkan isi dari Undang-Undang
tersebut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan beberapa hal untuk dapat
memberikan judul sebuah Undang-Undang. Pertanyaan yang perlu dijawab
adalah apakah UU ini hanya akan mengatur masalah prosedural
(sebagaimana diatur dalam Verwaltungsverfahrengesetz di Jerman dan
-
22
Administrative Procedure Act di USA), atau juga meliputi aspek-aspek
substantif lainnya seperti perilaku, kewenangan, tanggung jawab, hak dan
kewajiban penyelenggara negara maupun masyarakat (sebagaimana diatur
dalam algeemene wet bestuurrecht di Belanda). Pertanyaan lanjutannya
adalah apakah Undang-Undang ini hanya berlaku dalam lingkungan
kekuasaan eksekutif (pemerintah dalam pengertian sempit) atau juga meliputi
kekuasaan legislatif dan yudikatif (pemerintah dalam pengertian luas).
Ada beberapa alternatif judul yang dapat digunakan dalam Undang-
Undang ini, menurut Prof. Philipus Hadjon bila dilihat substansi yang akan
diatur dalam UU ini dapat menggunakan UU tentang Hukum Administrasi.
Sedangkan jika dikaitkan dengan prosedur, manajemen dan organisasi
pemerintahan maka menurut Prof Sudardi dan Prof. Buchari Zainun dapat
menggunakan penamaan UU tentang Ketatalaksanaan Administrasi
Pemerintahan atau Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan.
Pendapat lain juga diutarakan oleh Dr. Wicipto dari Departemen Hukum dan
HAM bahwa sebaiknya UU ini mempertimbangkan penggunaan nama atau
judul yang lebih luas cakupannya dan netral sifatnya, misalnya UU tentang
Hukum Administrasi atau Hukum Tata Pemerintahan. Apabila mau mengikuti
pola yang telah ada dari model hukum pidana materiil, maka judul yang
digunakan ialah UU tentang Kitab Undang-undang Hukum Administrasi. Bila
menggunakan istilah "kitab" tadi maka konsekuensinya UU ini harus diatur
secara lengkap sebagai sebuah kodefikasi hukum administrasi. Sebaiknya
pula menurut Dr. Wicipto ini dihindari menggunakan istilah prosedur, karena
UU ini tidak hanya mengatur masalah prosedural saja, tetapi muatannya yang
sangat luas, termasuk misalnya pengertian keputusan administrasi,
-
23
kewenangan dan hal-hal lain yang lebih susbtantif.
Jika dilihat dari pembatasan ruang lingkup pengaturannya yang terfokus
pada kegiatan administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh instansi
pemerintahan maka dapat menggunakan Undang-Llndang Administrasi
Pemerintahan.
Dalam kurikulum beberapa fakultas hukum di Indonesia, terdapat
perbedaan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara. Istilah-istilah yang
beragam itu sedikit banyak dipengaruhi oleh keputusan/kesepakatan
pengasuh mata kuliah tersebut. Sehingga pada saat ini kita mendapatkan
istilah yang berbeda untuk maksud yang kurang lebih sama: Hukum Tata
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, dan Hukum Administrasi Negara.
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara di beberapa negara juga
beragam seperti misalnya Administrative Law (Inggris), Administratief Recht
atau Bestuurecht (Belanda), Verwaltungsrecht (Jerman) dan Droit Administratif
( Perancis).
Istilah Administrasi yang dipergunakan juga memiliki makna yang
berbeda dalam bidang Hukum Administrasi Negara dan llmu Administrasi
Negara. Administrasi dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara
mengandung pengertian fungsional dan institusional. Secara fungsional berarti
fungsi pemerintahan (bestuur, Verwaltung), sedangkan secara institusional
berarti keseluruhan organ pemerintah. Ruang Lingkup administrasi berada di
luar lingkungan badan legislatif (pembentuk Undang-Undang) dan badan
yudikatif (peradilan). Dengan demikian Hukum Administrasi Negara meliputi
pengaturan prinsip-prinsip dalam wilayah pemerintahan, yaitu fungsi penguasa
yang tidak termasuk pembentukan Undang-Undang dan Peradilan. Meskipun
-
24
demikian tidak berarti bahwa pemerintah tidak dapat membuat keputusan
yang bersifat peraturan. Karena pemerintah disamping dapat membuat
membuat keputusan yang bersifat individual konkrit (beschikking) juga dapat
membuat keputusan yang bersifat pengatur (regelling). Sebagaimana
terminologi yang dipakai sekarang dalam UU No. 32 tahun 2004 yang
membedakan antara Peraturan Presiden yang digunakan untuk keputusan
yang bersifat pengaturan dan Keputusan Presiden yang digunakan untuk
keputusan yang bersifat kongkrit.
Dalam Hmu Administrasi Negara, pemahaman Administrasi Negara
meliputi tidak saja pemerintahan dalam arti sempit, tetapi juga meliputi seluruh
kegiatan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Administrasi Negara
merupakan bagian dari administrasi umum. Karena itu, jika dalam Hukum
Administrasi negara tambahan kata "negara" tidak perlu dan berlebihan dalam
istilah administrasi negara, maka dalam llmu Administrasi Negara kata
"negara" bersifat mutlak untuk membedakannya dengan cabang administrasi
lainnya seperti administrasi niaga dan admiriistrasi fiskal.
Hal yang sama dalam pengertian istilah pemerintahan. Pengertian
pemerintahan dalam rangka hukum administrasi digunakan dalam arti
pemerintahan umum atau pemerintahan negara. Dalam hal ini pemerintahan
dapat dipahami sebagai fungsi (kegiatan pemerintahan) dan dapat pula
dipahami sebagai organisasi pemerintahan (kumpulan dari unit-unit
pemerintahan). Pandangan Hukum Administrasi Negara Modern membatasi
pemahaman pemerintahan hanya pada lembaga eksekutif. Dalam pandangan
Hukum Administrasi Negara Modern harus terdapat pemisahan yang tegas
antara "politik" dengan "pemerintahan". Politik menetapkan peraturan,
-
25
sedangkan pemerintahan mengurus dan melaksanakan Undang-Undang.
Undang-undang Administrasi Pemerintahan juga harus menetapkan
secara eksplisit pihak-pihak yang secara hukum mampu dan dapat mengikuti
tindakan hukum dalam Undang-undang ini (subjek hukum). Penetapan secara
eksplisit ini untuk menjamin bisa atau tidaknya seseorang individu atau badan
hukum lainnya mengikuti prosedur Administrasi Pemerintahan. Karena
Undang-undang Administrasi Pemerintahan ini dimaksudkan untuk
menghindari praktek maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan yang
dimiliki oleh pejabat administrasi, maka penetapan subjek hukum ini juga
bertujuan untuk melindungi hak-hak individu untuk memperoleh keadilan
dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Dianggap mampu secara hukum untuk mengikuti tindakan hukum dalam
Undang-undang Administrasi Pemerintahan adalah individu, badan hukum,
perkumpulan yang diberikan hak sesuai dengan undang-undang yang
mengaturnya, dan instansi pemerintah yang bersangkutan. Atas dasar
tersebut pihak-pihak yang dapat terkait dan terikat dalam Undang-undang ini
adalah:
a. Pihak yang mengajukan permohonan dan pihak yang menolak
b. Pejabat atau pegawai yang akan atau sudah mengeluarkan akte
administrasi
c. Pihak-pihak yang secara hukum ditetapkan dalam kontrak administrasi
d. Dan pihak-pihak yang dapat ditunjuk oleh kantor Administrasi
Pemerintahan karena keterkaitan dan ketersingungan kepentingan
hukumnya dalam satu prosedur.
Undang-undang Administrasi Pemerintahan juga harus memberikan
-
26
kemungkinan pemberian kekuasaan dari pihak-pihak terkait kepada pihak
ketiga untuk melakukan tindakan administrative dan hukum dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan. Ketentuan ini mengatur antara lain cara
pemberian kekuasaan kepada pihak ketiga, masa keberlakuan surat kuasa,
penunjukan pihak ketiga oleh instansi pemerintah untuk rnenjadi wakil pihak
individu atau badan hukum yang terlibat, serta ketentuan yang mengatur
perwakilan dari satu kasus kepentingan yang terdiri lebih dari 50 orang.
Untuk menjamin kesamaan keberlakuan hukum bagi semua orang dan
dalam rangka menghindari terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-
undang Prosedur Administrasi Pemerintahan juga harus memuat ketentuan
pihak-pihak yang didisqualifikasikan (tidak boleh terlibat) dari prosedur
Administrasi Pemerintahan. Dari konteks sosiologis, dalam system masyarakat
dimana hubungan kekeluargaan dan kekerabatan masih kuat, ketentuan ini
akan mengurangi kroni-isme yang seringkali berhubungan dengan penurunan
kualitas Administrasi Pemerintahan dan meningkatnya tingkat korupsi. Hal ini
dapat disebut sebagai tindakan preventif untuk mengurangi KKN dalam
Administrasi Pemerintahan. Dalam sebuah prosedur Administrasi
Pemerintahan, maka pihak-pihak berikut ini tidak boleh bekerja untuk instansi
pemerintah yang bersangkutan: Pertama, jika person tersebut merupakan
pihak yang terlibat (seperti tunangan, pasangan famili, abang atau adik
kandung, anak dll); Kedua, jika person tersebut merupakan kerabat dan
keluarga pihak yang terlibat; Ketiga, jika person tersebut secara hukum
menjadi wakil pihak yang terlibat, Keempat, jika person tersebut bekerja dan
mendapat gaji dari pihak yang terlibat; dan Kelima, jika person tersebut
memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat.
-
27
Dengan ketentuan pihak-pihak yang tidak boleh terlibat dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan tersebut, Undang-undang Prosedur Administrasi
Pemerintahan memberikan landasan yang jelas untuk menciptakan
penegakan hukum, profesionalisme dan transparansi sebagai bagian dari
prinsip-prinsip good governance.
-
28
BAB II
KEWENANGAN ADMINISTRASI
2.1. Perbedaan antara kekuasaan dan kewenangan
Kekuasaan dan kewenangan merupakan dua hal yang berbeda namun
memiliki persamaan diantara keduanya. Kekuasaan lebih banyak berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat formal sedangkan kewenangan lebih banyak
berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya materiil. Kekuasaan adalah formalitas
kewibawaan dari para pejabat administrasi negara, sedangkan kewenangan
adalah kekuatan materiil yang dimiliki oleh setiap pejabat administrasi negara
dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Baik kekuasaan maupun
kewenangan, keduanya diperoleh dari berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang administrasi negara.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat seringkali tidak dapat
membedakan antara kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh pejabat
administrasi negara. Banyak hal yang menjadikan perbedaan antara keduanya
menjadi rancu. Sebagai contoh, sebutan Kepala Negara lebih banyak
berkaitan dengan kekuasaan yang dimilikinya, sedangkan sebutan Presiden
lebih banyak berkaitan dengan kewenangan pemerintahan yang dimilikinya.
Namun karena sebutan Kepala Negara dan Presiden melekat pada satu
orang, maka masyarakat sering tidak dapat membedakannya dengan jelas.
Kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan legalitas formal yang dimiliki oleh seorang Presiden,
sedangkan kewenangan pemerintahan adalah tindakan-lindakan materil yang
dapat dilakukan oleh seorang Presiden dalam melaksanakan
-
29
tugaspemerintahannya sehari-hari. Dengan legalitas formal yang dimilikinya,
seorang Presiden memiliki kekuasaan untuk mempertahankan dan melindungi
wilayah Republik Indonesia, sedangkan dengan kewenangan pemerintahan
yang dimilikinya, Presiden dapat melakukan berbagai tindakan hukum dan
keputusan pemerintahan untuk melaksakan kekuasaan formal yang
dimilikinya. Oleh karena itu antara kekuasaan dan kewenangan sebenarnya
terjadi hubungan yang saling berkaitan dan sinergi di antara keduanya.
Namun demikian, sinergi diantara keduanya harus diawasi agar tidak tercipta
kesewenang-wenangan.
2.2. Cara memperoleh
Kewenangan yang dimiliki oleh pejabat administrasi negara dalam
melakukan tindakan administrasi negara dapat diperoleh melalui dua cara,
yaitu dengan melalui atribusi atau dengan delegasi. F'ada athbusi terjadi
pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam hal lahirnya atau terciptanya suatu
kewenangan dari pejabat administrasi negara didasEirkan pada adanya
pengaturan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat antara
Pemerintah dengan lembaga perwakilan rakyat.
Dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan ini lembaga
yang memiliki kompetensi untuk memberikan atribusi wewenang
pemerintahan dapat dibedakan kedudukannya menjadi:
a. Original legislator, yaitu MPR sebagai penyusun konstitusi, Pemerintah
bersama-sama DPR dalam penyusunan UU dan Pemerintah Daerah
bersama DPRD dalam menyusun Peraturan Daerah.
-
30
b. Delegated legislator, yaitu misalnya Presiden yang berdasar ketentuan
suatu UU memiliki wewenang mengeluarkan Peraluran Pemeruntah
sebagai jabaran UU yang di dalamnya terdapat penciptaan
kewenangan bagi instansi administrasi negara yang ada dibawahnya.
Berbeda dalam atribusi, delegasi sebagai suatu sumber kewenangan,
merupakan pelimpahan wewenang dari suatu instarisi atau pejabat
administrasi negara yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan
secara atributif kepada instansi atau pejabat administrasi negara yang lain.
Dalam delegasi ini yang harus diperhatikan adalah prosesnya selalu didahului
oleh adanya suatu atribusi wewenang.
Selain kedua bentuk diatas, ada satu bentuk lagi yang juga dikenal
dalam administrasi negara yang terkait dengan pendistribusian wewenang
yaitu mandat. Dalam mandat, suatu wewenang pemerintahan dilaksanakan
oleh seorang mandataris atas nama dan tanggungjawab dari si pemberi
mandat. Pemberian mandat kepada mandataris bukanlah suatu pernberian
wewenang baru atau pelimpahan wewenang dari instansi atau pejabat
administrasi negara yang satu kepada yang lain, sehingga tidak terjadi
perubahan apa-apa mengenai distribusi wewenang yang telah ada.
Yang ada dalam mandat hanyalah hubungan intern dalam suatu instansi
administrasi negara, misalnya antara menteri dengan Dirjen atau Irjennya, di
mana menteri (sebagai mandans) menugaskan Dirjen atau Sekjennya
(sebagai mandataris) untuk atas nama Menteri melakukan suatu tindakan
hukum dan mengambil serta mengeluarkan keputusan-keputusan Tata Usaha
Negara tertentu.
Yang juga perlu diperhatikan dalam mandat ini ialah atribusi wewenang
-
31
pemerintahan kepada suatu instansi atau pejabat administrasi negara pada
prinsipnya tidak mengubah sistem hubungan antar kekuasaan dan
pertanggungjawaban politik yang telah ada, karena mereka tetap merupakan
bagian dari organisasi yang bersifat hirarkis.
2.3. Pelaksanaan Kewenangan.
Secara konseptuai kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan
kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen
(pengaturan, perencanaan, pengorganisasian, pengurusan dan pengawasan)
atas suatu objek tertentu yang ditangani oleh pemerintah. Cheema dan
Rondinelli (1983:18) mengartikan kewenangan sebagai 'authority'. Dengan
demikian bagi pejabat pemerintah, kewenangan harus dijalankan sesuai
dengan 'authority' yang dimilikinya, dan sekaligus menjadi tanggung jawabnya.
Kegiatan-kegiatan yang dijalankan seperti pelaksanaan regulasi, dan
standarisasi, melaksanakan pengurusan dan pengaturan administrasi
pemerintahan serta melaksanakan pengawasan terhadap berbagai kegiatan
pemerintahan.
Untuk memperkuat dan mensukseskan pelaksanaan kewenangan
tersebut, maka diperlukan adanya birokrat-birokrat yang handal dan kapabel.
Para Birokrat merupakan ujung tombak sekaligus sebagai roda penggerak
organisasi pemerintahan dalam melaksanakan berbagai kegiatan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi pemerintahan tersebut. Di samping itu,
diperlukan adanya pertisipasi masyarakat dalam melaksanakan kewenangan,
mengingat partisipasi masyarakat mempunyai hubungan saling memerlukan
untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan kewenangan tersebut.
-
32
Masyarakat harus memberikan respon positif sesuai dengan hak dan
kewajiban yang dimilikinya, misalnya penyampaian aspiirasi melalui koridor-
koridor yang telah ditentukan. Untuk itu perlu dibangun komunikasi yang
kondusif antara masyarakat dengan pemerintah agar pelaksanaan
kewenangan berjalan dengan lancar dan baik.
2.4. Pelaksanaan Kewenangan Pusat dan Daerah.
Berdasarkan aturan dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah,
kewenangan pemerintahan dibagi berdasarkan urusan yang ditangani oleh
pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Urusan dari Pemerintah pusat
meliputi politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan
menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional,
menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain,
menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya; pertahanan
misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai
dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam
keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan
negara dan perserijataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela
negara bagi setiap warga negara data sebagainya; keamanan misalnya
mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan
keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara,
menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu
keamanan negara dan sebagainya; moneter misalnya mencetak uang dan
menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan
peredaran uang dan sebagainya; yustisi misalnya mendirikan lembaga
-
33
peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga
pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan
Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan
lain yang berskala nasional; dan agama, misalnya menetapkan hari libur
keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap
keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan
kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan
pemerintah lainnya yang berskala nasional.
Selain urusan di atas yang merupakan kewenangan pemerintah pusat,
terdapat pula bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya
urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu
dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara
proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota
maka disusunlah kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan
urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan
yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan,
pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar;
sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan
potensi unggulan dan kekhasan daerah. Sedangkan berdasarkan kriteria
eksternalitas, pembagian urusan pemerintahan ini mempertimbangkan
-
34
dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka
urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila
regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila nasional menjadi
kewenangan Pemerintah.
Untuk pembagian urusan berdasarkan kriteria akuntabilitas pendekatan
dalam pembagian urusan pemerintahan mempertimbangan bahwa tingkat
pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat
pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan
yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan
bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
Untuk pembagian urusan berdasarkan kriteria efisiensi pendekatan dalam
pembagian urusan pemerintahan mempertimbangkan tersedianya sumber
daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian,
dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian
urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan
akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi
dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh
Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi
dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan
akan lebih berdayaguna dan berhasil guria bila ditangani oleh Pemerintah
maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah Pusat.
Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas
ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul
Daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintah yang akan diatur dan
-
35
diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut Pemerintah melakukan verifikasi
terlebih dahulu sebelum memberikan pengakuan atas bagian urusan-urusan
yang akan dilaksanakan oleh Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini
masih menjadi kewenangan Pusat dengan kriteria tersebut dapat diserahkan
kepada Daerah. Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan
Daerah atau Desa termasuk masyarakatnya atas penugasan atau kuasa dari
Pemerintah atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah
dibidang tertentu.
2.5. Organisasi Pelaksanaan Kewenangan
Pelaksanaan kewenangan pemerintahan dilakukan oleh badan-badan
pemerintahan sesuai dengan ruang lingkup kewenangan tersebut apakah
dilaksanakan oleh Pusat atau Daerah. Pelaksanaan kev/enangan oleh Pusat
dilaksanakan oleh badan-badan pemerintahan yang dibentuk berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku. Badan-badan pemerintahan di tingkat
pusat ini dapat berupa badan-badan yang merupakan bagian dari kabinet
yang dibentuk oleh Presiden, badan-badan yang bukan merupakan bagian
dari kabinet tetapi merupakan cabang dari eksekutif, serta badan-badan
independen yang dibentuk oleh legislatif dan memberikan laporannya kepada
legislatif.
Pelaksanaan kewenangan oleh Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh badan-badan pemerintahan daerah yang
dibentuk berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Badan-badan
pemerintahan di tingkat Daerah ini dapat berupa badan-badan yang
merupakan unsur Pemerintah Daerah, serta badan-badan yang merupakan
-
36
kepanjangan tangan dari badan-badan pemerintahan di tingkat Pusat.
-
37
BAB III
PRINSIP-PRINSIP TINDAKAN ADMINISTRASI NEGARA
3.1. Hirarki Peraturan Perundang-undangan
Seperti sudah dijelaskan, bahwa semua tindakan administrasi
pemerintah harus menjadi subjek terhadap prinsip legalitas. Hal ini
memberikan konsekuensi, pertama, tidak organ atau lembaga negara yang
memiliki otoritas kecuali secara ekplisit sudah diatribusikan oleh sebuah norma
hukum. Kedua, prinsip legalitas berarti pula bahwa otoritas administrasi tidak
boleh melawan hukum dalam pengertian yang luas yaitu melawan keputusan
yang sudah ditetapkan oleh hirarki otoritas yang lebih tinggi, dan melawan
prinsip-prinsip umum dan kebiasaan hukum.
Setiap otoritas dengan demikian merupakan subordinasi terhadap
otoritas yang lain. Hanya seorang atau lembaga yang memiliki otoritas
tertinggi yang harus dihormati oleh orang atau lembaga lain yang lebih rendah.
Hal ini membentuk hirarki otoritas. Otoritas dari hirarki yang lebih rendah harus
tunduk kepada otoritas hiraraki yang lebih tinggi. Regulasi yang dibuat oleh
otoritas yang lebih rendah memiliki kekuatan hukum mengikat yang lebih kecil
daripada regulasi yang dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi. Hal ini
membentuk hirarki norma (hirarki peraturan perundang-undangan). Hirarki ini
lebih lanjut berkaitan dengan keputusan yang bersifat individual.
Prinsip-prinsip utama dalam hirarki norma ini adalah: pertama, bahwa
pembuat Konstitusi memiliki otoritas tertinggi dalam urutan perundang-
undangan internal. Otoritas ini hanya tunduk dan lebih rendah hirarkinya dari
-
38
hukum internasional atau hukum supranational. Kedua, tingkatan
pemerintahan merupakan subordinasi dari tingkat pemerintahan yang lebih
tinggi. Sebagai contoh, propinsi merupakan subordinasi dari pemerintah pusat,
sedangkan kabupaten/kota menjadi subordinasi pemerintah pusat dan juga
propinsi. Ketiga, hirarki norma ini ditentukan oleh legitimasi dernokratis dalam
konstitusi. Prinsip hirarki ini melahirkan delegasi otoritas (delegation of
authority) yaitu penggunaan otoritas oleh otoritas yang lebih rendah melalui
pendelegasian kewenangan dari hirarki otoritas yang lebih tinggi. Keputusan
yang bersifat individual dengan demikian harus berdasarkan hirarki norma
yang lebih tinggi juga berdasarkan kepada norma sendiri (own regulations).
3.2. Legalitas
Legalitas merupakan dasar untuk menguji apakah tindakan dari pejabat
administrasi negara telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang ada. Selain itu, legalitas juga merupakan dasar untuk menguji
keabsahan keputusan pejabat administrasi negara di pengadilan tata usaha
negara. Secara umum, legalitas merupakan ukuran keabsahan terhadap
setiap tindakan hukum dan pelaksanaan kewenangan dari pejabat
administrasi negara.
Kriteria-kriteria yang dapat dipakai untuk menguji legalitas dari tindakan
pejabat administrasi negara adalah sebagai berikut, yaitu antara lain :
1. Apakah tindakan pejabat tersebut berdasarkan ketentuan hukum atau
tidak ?
2. Apakah tindakan pejabat tersebut sesuai dengan kewenangannya atau
tidak ?
-
39
3. Apakah tindakan pejabat tersebut tidak melampaui kewenangan yang
diberikan?
Sedangkan kriteria-kriteria yang dapat dipakai untuk menguji keputusan yang
dibuat oleh pejabat administrasi negara adalah antara lain :
1. Keputusan tersebut mempunyai dasar hukum atau tidak ?
2. Keputusan yang dibuat sesuai dengan kewenangan yang diberikan atau
tidak?
3. Keputusan tersebut melampaui kewenangan yang diberikan atau tidak?
Dari berbagai kriteria yang diberikan tersebut, maka setiap anggota
masyarakat dapat menilai apakah tindakan hukum dan keputusan pejabat
administrasi negara telah sesuai dengan berbagai ketentuan perundang-
undangan yang ada dan apabila memang dianggap merugikan maka setiap
anggota masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap tindakan dan
keputusan tersebut dan selanjutnya membawa sengketa tersebut untuk
diselesaikan di Peradilan Tata Usaha Negara.
3.3 Proporsionalitas
Prinsip proportionalitas merupakan derivasi dari prinsip rule of law yang
membatasi tindakan pemerintah dan negara. Jika administrasi memiliki
sejumlah kesempatan untuk mencapai tujuan, maka pernerintah wajib memilih
jalan atau cara yang memiliki beban individual yang paling sedikit. Tidak ada
ukuran yang dapat menyebabkan kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran
prinsip proporsionalitas. Prinsip ini mengnendaki sebagaimana disebutkan
dalam pasal 3 angka 5 UU No. 28 tahun 1999 bahwa tindakan pemerintah
harus mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
-
40
Penyelenggara Negara.
3.4. Pemberian alasan
Untuk menghindari perbuatan sewenang-wenang, maka setiap setiap
keputusan pemerintahan harus memiliki alasan yang tepat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pemberian alasan ini sekaligus merupakan prosedur
perlindungan hukum kepada individu dan anggota masyarakat. Karena itu,
Setiap Keputusan Tata Usaha Negara baik tertulis maupun elektronis harus
memberikan alasan yang bersifat faktual (fakta-fakta) dan hukum (juridis) yang
memberikan dasar terhadap pembuatan keputusan tersebut. Ketentuan yang
sama berlaku dalam hal pemberian alasan terhadap keputusan yang bersifat
diskresif. Meskipun demikian harus dimungkinkan beberapa keputusan yang
dikecualikan dari pemberian alasan seperti; Keputusan yang sesuai dengan
permohonan yang diajukan; Keputusan yang diikuti dengan penjelasan rinci;
Individu atau anggota masyarakat yang bersangkutan telah mendapatkan
penjelasan sebelumnya berkenaan dengan fakta-fakta yang ada dan hukum
yang berlaku; atau keputusan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku hal tersebut tidak dibutuhkan atau dikehendaki
3.5. Perlindungan hukum
Di dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pelayanan masyarakat
sehari-hari sering terjadi perbedaan kepentingan dan konflik antara pejabat
administrasi negara dengan warga masyarakat. Konflik dan perbedaan
kepentingan tersebut mewarnai dinamika hubungan antara kedua fihak
tersebut. Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian hukum terhadap
-
41
penyelesaian sengketa tersebut maka terhadap pejabat administrasi negara
dan warga masyarakat diberikan perlindungan hukum bagi keduanya agar
tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan kepentingan kedua pihak tersebut.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada warga masyarakat adalah
dalam bentuk perlindungan terhadap warga masyarakat terhadap perbuatan
sewenang-wenang dari pejabat administrasi negara dalam bentuk pemberian
upaya hukum untuk menggugat tindakan sewenang-wenang tersebut melalui
berbagai jalur hukum yang ada, baik melalui peradilan tata usaha negara
maupun peradilan umum (perdata dan pidana). Perlindungan hukum tersebut
diberikan untuk menjamin agar hak-hak asasi warga masyarakat tidak
dilanggar dan kepentingannya tidak dirugikan oleh lindakan-tindakan yang
dilakukan oleh pejabat administrasi negara.
Sedangkan perlindungan hukum terhadap pejabat administrasi negara
diberikan agar dalam melaksanakan tugas pemerintahannya sehari-hari,
pejabat tersebut tidak mengalami hambatan teknis dan kegiatan pemerintahan
yang dilakukannya dapat berjalan terus. Perlindungan hukum kepada pejabat
administrasi negara diberikan selama pejabat tersebut dalam melakukan
tindakan serta membuat keputusan berada dalam koridor hukum yang ada.
Perlindungan hukum yang diberikan dapat berupa antara lain pemberian
kewenangan tertentu kepada pejabat tersebut, bantuan hukum dalam
penyelesaian sengketa, kepastian hukum dalam pelaksanaan tugas pejabat
administrasi negara.
-
42
3.6. Partisipasi Publik
Administrasi Pemerintahan harus bersifat partisipatif. Prinsip partisipasi
masyarakat dalam Administrasi Pemerintahan dapat diterapkan dalam proses
penyusunan visi-misi dan standar pelayanan, dalam proses pengawasan
pelayanan dan dalam pembuatan keputusan publik yang terkait dengan
individu tertentu. Undang-undang Administrasi Pemerintahan harus menjamin
keterlibatan masyarakat dalam input, proses dan output pelayanan. Khusus
untuk output Administrasi Pemerintahan, sebelum sebuah akte administrasi
yang akan mengikat individu dan atau kelompok masyarakat dikeluarkan atau
diputuskan, maka instansi Administrasi Pemerintahan yang bersangkutan
harus memberikan kesempatan kepada individu atau kelompok masyarakat
tersebut untuk memberikan pendapatnya. Dari sisi waktu, hal ini tentu saja
akan menambah lama proses pembuatan suatu keputusan publik. Pada sisi
lainnya, hal ini akan meningkatkan rasa kepemilikan dan partisipasi individu
dan masyarakat. Dengar pendapat ini juga diharapkan dapat mengurangi
maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam Administrasi
Pemerintahan serta mengurangi gugatan dan tuntutan masyarakat terhadap
keputusan administrasi publik melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Hak individu atau anggota masyarakat untuk didengar pendapatnya
sebelum sebuah keputusan publik dikeluarkan mencerminkan asas minimum
negara hukum. Undang-undang Administrasi Pemerintahan karena itu dapat
menetapkan, bahwa pengabaian terhadap hak tersebut merupakan kesalahan
prosedur administrasi, sehingga dapat diperbaiki hanya dengan melakukan
pengulangan terhadap prosedur tersebut. Namun demikian dengar pendapat
dengan pihak yang terlibat dapat dibatalkan atau ditiadakan, jika: sebuah
-
43
keputusan publik, atas alasan dapat membahayakan kepentingan umum harus
segera dikeluarkan; atau jika melalui dengar pendapat dengan pihak yang
terlibat batas waktu untuk sebuah keputusan Administrasi Pemerintahan akan
terlewati; dan jika dengar pendapat justru akan menyebabkan kerugian
kepada pihak yang terlibat.
3.7. Kewajiban memberikan informasi
Sebagai bagian dari dengar pendapat dengan pihak yang terlibat,
Undang-undang Administrasi Pemerintahan juga harus memuat ketentuan
mengenai akte-akte dan dokumen administrasi yang dapat diperlihatkan dan
ditunjukkan oleh instansi pemerintah kepada pihak yang terlibat. Ketentuan itu
antara lain, bahwa instansi Administrasi Pemerintahan dapat memperlihatkan
akte administrasi kepada pihak yang terlibat sejauh hal tersebut berkaitan
dengan dengan usaha mempertahankan secara hukum kepentingannya dan
sejauh bahwa hal tersebut tidak menyebabkan pelanggaran atau
maladministrasi. Disamping itu, harus dimuat ketentuan bahwa atas
permintaan pihak yang terlibat, instansi Administrasi Pemerintahan tidak
diperbolehkan membuka rahasia yang berkenaan dengan kehidupan
pribadidan rahasia-rahasia perusahaan pihak yang bersangkutan.
Disamping hak untuk didengar pendapatnya, setiap individu dan
masyarakat yang sedang berurusan dengan Administrasi Pemerintahan
memiliki hak untuk mendapatkan bimbingan dan informasi dari kantor instansi
Administrasi Pemerintahan yang bersangkutan. Ketentuan ini merupakan
bagian dari prinsip kesesuaian prosedur administrasi, dimana setiap kantor
Administrasi Pemerintahan harus menjelaskan tahapan, prosedur dan syarat-
-
44
syarat administrasi yang harus dilalui sampai sebuah pelayanan dapat
diperoleh. Disamping itu, bimbingan dan informasi ini memuat juga penilaian
pegawai atau pejabat administrasi terhadap kondisi aktual berkaitan dengan
prosedur dan syarat-syarat yang sedang dan akan dilalui. Ketentuan ini
berlaku terutama untuk keputusan publik yang menyebabkan kerugian individu
atau masyarakat
3.8. Pembatalan dan perubahan
Timbulnya atau sering terjadinya tindakan Administrasi negara yang
mengandung kekurangan, sehingga dipersoalkan menurut Prayudi
Atmosudirdjo (1986:130) disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: sangat
meluasnya tugas pemerintah administrasi negara, peraturan-peraturan
perundang-undangan yang tidak jelas atau tidak lengkap, kurangnya pedoman
dan petunjuk pelaksanaan. Tindakan Administrasi Negara yang mengandung
kekurangan itu perlu dipahami, baik oleh pihak (pejabat/instansi) Administrasi
yang bersangkutan sendiri maupun oleh pihak lain yang dirugikan karenanya
untuk dikoreksi sebelum diproses atau dipersoalkan.
Ada sejumlah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan dasar dalam melihat
suatu tindakan administrasi yang mengandung kekurangan yaitu: pertama
bahwa tindakan administrasi negara yang mengandung kekuarangan dapat
(tidak wajib) ditarik atau ditinjau kembali oleh organ administrasi yang
bersangkutan, kecuali bilamana ada ketentuan atau aturan hukum yang
menetang penarikan/peninjauan kembali dari tindakan administrasi negara
tersebut, kedua bilamana di dalam undang-undang atau peraturan dasar tidak
ada ketentuan-ketentuan lain mengenai penarikan/peninjauan kembali, maka
-
45
penarikan/peninjauan kembali tindak adaministrasi negara tersebut wajib
mengeikuti bentuk dan prosedur yang berlaku bagi penerbitannya (asas
contratirus actus similiter fit), ketiga bilamana penarikan/peninjauan kembali
suatu tindakan hukum administrasi yang mengandung kekurangan akan
merugikan kepastian hukum, atau akan menurunkan wibawa pemerintah, atau
akan menimbulkan kerugian atau penderitaan yang tdak berperikemanusiaan
kepada warga masyarakat yang bersangkutan, maka penarikan atau
peninjauan kembali tersebut tidak bisa dilakukan begitu saja. Berbagai upaya
haais ditempuh untuk mencegah timbulnya efek-efek negatif. Keempat,
bilamana tidak ada ketentuan lain dalam undang-undang atau peraturan-
dasarnya, maka suatu tindakan administrasi negara yang mengandung
kekuarangan karena beberapa ketentuan atau syarat-syarat tidak dipenuhi,
dapat ditarik/ditinjau kembali untuk sementara sampai semua persyaratan
dipenuhi oleh yang bersangkutan. Namun bilamana dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan secara perhitungan wajar yang bersangkutan tetap tidak
dapat memenuhi persyaratan, maka tindakan administrasi negara tersebut
dapat ditinjau kembali atau ditarik kembali sama sekali dengan diganti
tindakan administrasi negara lain yang memenuhi persyaratan.
3.9. Kemudahan Persyaratan
Prinsip ini menyediakan jaminan kemudahan persyaratan untuk menarik
sebuah tindakan administrasi yang ilegal. Mengacu pada prinsip ini, sebuah
tindakan administrasi yang tidak sempurna atau cacat dapat dimungkinkan
untuk dikonversikan kepada tindakan administrasi lain yang berbeda namun
sah. Keputusan ini dapat diambil oleh Pejabat Administrasi yang berwenang
-
46
apabila kedua tindakan administrasi yang berbeda tersebut memiliki tujuan
yang sama sampai tindakan administrasi baru pengganti diterbitkan setelah
memenuhi semua persyaratan untuk penerbitan tindakan administrasi baru
tersebut.
3.10. Banding Administrasi
Banding administrasi merupakan upaya hukum yang diberikan kepada
warga masyarakat terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat
administrasi negara. Banding administrasi dilakukan secara internal organisasi
administrasi negara dan diselesaikan melalui dua tahapan, yaitu keberatan
dan banding administrasi. Keberatan dilakukan terhadap pejabat yang
mengeluarkan keputusan tersebut, sedangkan banding administrasi dilakukan
terhadap atasan dari pejabat yang mengeluarkan keputusan tersebut. Sebagai
contoh, keberatan terhadap penetapan pajak dilakukan terhadap Direktur
Jenderal Pajak, sedangkan banding administrasi dilakukan terhadap Menteri
Keuangan, sebagai atasan dari Dirjen Pajak tersebut.
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah
oleh Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, maka banding administrasi adalah satu tahapan yang harus dilalui
dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di bidang-bidang tertentu,
seperti sengketa kepegawaian, sengketa perpajakan, dan lain sebagainya.
Contoh-contoh banding administrasi adalah Badan Pertimbangan
Kepegawaian, Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat (P4P), dan lain
sebagainya.
Sejumlah catatan yang disampaikan oleh beberapa pakar seperti Prof.
-
47
Lotulung, menyampaikan bahwa mengingat disetiap instansi memiliki
mekanisme tersendiri terhadap banding administrasi ini yang memang
berbeda-beda antara satu instansi dengan yang lainnya sesuai dengan secara
karakteristiknya masing-masing, maka penyusunan substansi pengaturan
dalam UU ini harus secara hati-hati dirumuskan dengan mendasarkan
fokus pengaturan pada prinsip-prinsip umum yang harus ada dalam
pengaturan banding administrasi ini.
3.11. Batas waktu (Daluwarsa)
Salah satu prinsip dalam good governance adalah transparensi dan
kesetaraan. Kedua Prinsip ini diwujudkan antara lain melalui prosedur dan
batas waktu yang transparan dan informasi yang terbuka dalam pengurusan
Administrasi Pemerintahan. Setiap individu harus mendapatkan kesempatan
dan peluang yang sama sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam
prakteknya harus diakui, bahwa tidak sedikit kantor instansi Administrasi
Pemerintahan yang secara ilegal menetapkan lamanya prosedur Administrasi
Pemerintahan berdasarkan tingkat kemampuan membayar yang dimiliki
individu atau anggota masyarakat. Sekadar mengambil contoh misalnya,
pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan menggunakan biro jasa yang
notebene harus membayar lebih mahal katimbang prosedur formal dan legal
yang ditetapkan, dapat dilakukan tanpa melalui ujian dan dapat diperoleh
dengan waktu yang lebih singkat.
Contoh di atas adalah salah satu gambaran aktual Administrasi
Pemerintahan di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, Undang-undang
Administrasi Pemerintahan harus menetapkan batas waktu dan termin dalam
-
48
Administrasi Pemerintahan. Ketentuan batas waktu dan termin dalam Undang-
undang ini bersifat umum, sedangkan rinciannya dapat diatur dalam produk
hukum lainnya yang mengatur setiap jenis Administrasi Pemerintahan. Di
Republik Federal Jerman misalnya, ketentuan rinci mengenai batas waktu dan
termin dalam Administrasi Pemerintahan (Fristen und Termine) diatur dalam
Buku Undang-undang Kewarganegaraan (Buergerlichen Gesetzbuch) dalam
pasal 187-193.
Batas waktu dan termin dalam Prosedur Administrasi Pemerintahan
adalah hal yang sangat penting. Hal ini menyangkut kepastian hukum bagi
masyarakat, berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengurus sebuah
Administrasi Pemerintahan, kapan mulai berlakunya dan berakhirnya
keputusan publik serta hal-hal lain yang memberikan kepastian waktu.
Pelanggaran atau pengabaian terhadap batas waktu dan termin oleh pegawai
dalam satu instansi Administrasi Pemerintahan dapat dikategorikan sebagai
tindakan maladministrasi. Individu yang tidak mendapatkan hak Administrasi
Pemerintahannya dalam batas waktu dan termin yang telah ditetapkan dapat
mengajukan gugatan dan tuntutan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Dengan demikian, pada satu sisi ketentuan batas waktu dan termin dapat
menjadi instrumen untuk mengurangi tindakan maladministrasi dan korupsi,
pada sisi lainnya dapat meningkatkan efisiensi dan profesionalisme
Administrasi Pemerintahan. Korupsi dalam pemahaman ini meliputi
percepatan prosedur pelayanan dari prosedur formal yang disebabkan oleh
pembayaran lebih illegal dan atau perlambatan prosedur formal karena
ketiadaan pembayaran lebih illegal tersebut.
Untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat, maka
-
49
Undang-undang Administrasi Pemerintahan harus memuat ketentuan yang
mengatur mengenai batas waktu dan termin dalam Administrasi
Pemerintahan. Dalam Undang-undang Administrasi Pemerintahan dapat
ditetapkan antara lain: Pertama, berjalannya satu batas waktu yang ditetapkan
oleh satu kantor instansi Administrasi Pemerintahan dimulai pada hari
diumumkanya keputusan publik tersebut; Kedua, jika batas waktu yang telah
ditetapkan dalam keputusan publik berakhir pada hari Minggu atau hari libur
nasional, maka batas waktu tersebut diundurkari sampai hari kerja berikutnya;
Ketiga, kewajiban instansi pemerintah untuk melaksanakan satu fungsi
pelayanan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan,
meskipun batas waktu tersebut jatuh pada hari minggu atau hari libur nasional;
Keempat, jika batas waktu yang ditetapkan oleh instansi Administrasi
Pemerintahan dalam ukuran jam, maka hari Minggu dan hari libur lainnya
harus juga diperhitungkan; Kelima, batas waktu yang telah ditetapkan oleh
instansi Administrasi Pemerintahan dapat diperpanjang sekalipun batas waktu
tersebut sudah berakhir beberapa waktu.
Selain hal tersebut juga menurut Prof. Lotulung, UU ini juga harus
memperkuat landasan pengaturan batas waktu yang diatur baik dalam
mekanisme upaya administrasi, dimana dalam teori hukum dikenal dua teori
yang berkaitan erat dengan batas waktu ini. Teori yang pertama dikenal
dengan versand teory, dimana dalam teori ini diatur batas waktu dihitungnya
batas waktu (daluarsa) adanya permohonan dalam upaya administrasi ini
mendasarkan pada saat dikirimnya suatu putusan TUN oleh pejabat TUN.
Teori ini sedikit banyak melindungi posisi pejabat TUN karena memberikan
kepastian hukum bagi pejabat tersebut. Namun potensi kelemahan dari teori
-
50
ini terutama di bila dipraktekkan di Indonesia ialah, luas wilayah Indonesia
yang sangat luas dan sistem pengiriman pos yang belum dapat menjamin
sampainya surat yang dikirimkan oleh pejabat TUN tersebut sesuai dengan
batas waktu yang dikehendaki, sehingga kerap dengan kelemahan kondisi ini
individu atau pihak yang menerima dirugikan karena kemungkinan terjadinya
keterlambatan dalam proses pengiriman oleh pihak pos.
Teori yang kedua dikenal sebaga empsang teory (terori diterima), dimana
penentuan batas waktu kadaluarsa dihitung sejak putusan TUN diterima oleh
individu. Teori ini sedikit banyak melindungi individu atau pihak yang
menerima putusan TUN, karena batas daluarsanya dihitung sejak diterimanya
kiriman putusan tersebut. Dengan teori ini kelemahan kondisi sisitem pos di
Indonesia dan jarak karena luas Indonesia ini dapat dihiridari.
-
51
BAB IV
BENTUK-BENTUK TINDAKAN ADMINISTRASI NEGARA
4.1 Keputusan Tata Usaha Negara
Tujuan dan produk formal dari sebuah prosedur Administrasi
Pemerintahan adalah keputusan administrasi yang memuat mengenai
ketentuan hak dan kewajiban yang diperoleh oleh individu atau anggota
masyarakat lainnya dalam satu Administrasi Pemerintahan. Keputusan
tersebut dapat berupa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) . Setiap
keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan publik yang
memiliki otoritas formal untuk mengatur satu hal konkret individual dalam
wilayah hukum publik dan bersifat mengikat disebut dengan Keputusan Tata
Usaha Negara. Dari definisi tersebut beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh KTUN
adalah: keputusan atau tindakan, kantor/instansi Administrasi Pemerintahan,
mengatur, dan hukum publik. Dengan demikian, KTUN merupakan modus
spesifik konkretisasi administrasi dari hukum positif yang memiliki fungsi
pemerjelas dan stabilisasi. Fungsi ini dapat dilihat dalam kasus, bahwa
keputusan administrasi publik memiliki kekuatan hukum untuk memaksa
individu dan anggota masyarakat bila terjadi pelanggaran ketentuan yang telah
ditetapkan dan dapat dijadikan dasar tuntutan dan gugatan individu pada
Peradilan Tata Usaha Negara bila terjadi Maladministrasi.
Hubungan hukum antara individu dan negara atau pemerintah dalam
KTUN bersifat subordinasi antara "atasan" dan "bawahan". Hubungan hukum
dalam KTUN ini bersifat mengikat satu arah. Keputusan yang dikeluarkan oleh
pegawai atau pejabat instansi Administrasi Pemerintahan merupakan produk
-
52
hukum yang dihasilkan sepihak oleh negara atau pemerintah. Sejauh semua
tahapan, prosedur, dan syarat-syarat administrasi yang ditetapkan telah
terpenuhi, maka tidak ada alasan dan dasar bagi instansi Administrasi
Pemerintahan untuk tidak memenuhi permohonan individu atau anggota
masyarakat. Sebaliknya, jika prosedur dan syarat yang diharuskan tidak bisa
dipenuhi atau ditunjukkan oleh individu pemohon, maka instansi Administrasi
Pemerintahan dapat menolak permohonan tersebut. Dalam hubungan
subordinasi ini, atas alasan kepentingan umum dan nasional, instansi
pemerintah juga dapat memaksa individu atau anggota masyarakat untuk
melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Sebagai
contoh yang disebutkan dalam pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-
pokok Agraria jo pasal 1 UU No.20 lahun 1961 tentang pencabutan Hak-hak
atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya, disebutkan bahwa untuk
kepentingan umum termasuk untuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan UU.
Pencabutan tersebut dilakukan presiden setelah mendengarkan Menteri
Agraria, Menteri Kehakiman dan menteri yang bersangkutan.
Sedangkan definisi dari kepentingan umum sendiri rnenurut pasal 1
angka 3 jo pasal 5 Keppres No.55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
untuk kepentingan umum sendirii diartikan sebagai kepentingan seluruh
lapisan masyarakat, yang meliputi kegiatan pembangunan yang dilakukan dan
selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari
keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain untuk jalan umum, saluran
pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan, rumah sakit dll.
-
53
Undang-undang Administrasi Pemerintahan juga harus memuat
ketentuan dan bentuk KTUN. Untuk kepastian hukum dan kejelasan bagi
individu, maka setiap KTUN harus memuat isi yang jelas. KTUN tidak saja
meliputi keputusan formal administrasi publik dalam bentuk tertuliis, tetapi juga
semua perbuatan dan tindakan instansi pemerintah dan juga sikap diam dan
tidak memberikan jawaban instansi pemerintah terhadap pormohonan individu.
Dengan kata lain, KTUN dapat disampaikan secara tertulis, elektronis dan
disampaikan secara lisan. Meskipun demikian, bentuk formal KTUN adalah
bentuk tertulis (written form). Bentuk tertulis KTUN diharapkan memberikan
perlindungan kepada individu dari keputusan administrasi yang tidak jelas dan
tidak memiliki dasar. Tujuan bentuk tertulis KTUN dengan demikian adalah
efektivitas Administrasi Pemerintahan. KTUN harus berisi juga tanggal
dikeluarkannya keputusan tersebut, tanda tangan dan nama jelas pegawai
atau pejabat yang membuatnya. Disamping itu, keputusan Administrasi Publik
harus memuat alasan-alasan penerimaan atau penolakan.
Dalam kasus dimana sebuah keputusan publik menghendaki diskresi
pegawai atau pejabat kantor Administrasi Pemerintahan, maka keputusan
publik tersebut harus memuat tinjauan sejarah terhadap kasus serupa yang
telah dilakukan sebelumnya.Undang-undang Administrasi Pemerintahan
mengatur pembatasan diskresi yang diberikan kepada instansi Administrasi
Pemerintahan untuk membuat keputusan publik. Dalam kasus tertentu,
Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan dapat membebaskan
kantor instansi Administrasi Pemerintahan untuk member