naskah akademik rancangan · pdf filesebelum suatu ruu apalagi yang sangat penting menemukan...
TRANSCRIPT
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG·UNDANG
NOMOR...TAHUN... TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA
•
PENGANTAR
Sebelum suatu RUU apalagi yang sangat penting menemukan masa depan
kehidupan hukum suatu bangsa berupa kodifikasi seperti KUHAP, perlu diadakan
suatu diskusi yang menyeluruh baik nastonaJ maupun internasional mengenai
Rancangan. Tim Rancangan meJakukan studi banding ke berbagai negara sepertj
BeJanda, Perancis, ltalia, dan Ametika Serikat. Beberapa pakar hukum pidana aging
pun memberikan komentarnya mengenai Rancangan seperti Prof. Nico Kijzer dan
Prof. Dr. Scahffmeistcr dati Belanda, Prof. Dr. lur. Stephen C. Thaman dan Mr.
Robert Strang dati Ametika SerB,at, heberapa jaksa. hakim. polisi dan pejabat
perundang-undangan Kementerian Kehakiman dati Perancis.
Pendapat-pendapat mereka diharapkan Jebih objektif karena mereka melihat
Rancangan dari luar. Satu hal yang tidak dapat dihindari ialah adanya globalisasi
bukan saja di bidang ekonomi, paHtik, budaya, tetapi juga di bidang hukum. Semakin
hari semakin menggerna secara internasional perlindungan terhadap hak asasi
manusla. Peristiwa seperti terjadi di Tibet. Birma. Zimbabwe sekarang
memperlihatkan kepada kita bahwa suatu bangsa yang "urang memperhatikan hak
asas\ manusia akan menjadi bulan-bulanan kritikan sampai pada ancaman baikat
internasionaJ.
Kesediaan OPDAT (OfficI' of Overseas Pro.\·ecu!orhl! Development,
Assistance and Training) dari Departmenr of Justice Amerika Serikat untuk
memfasilitasi beberapa pertemuan dan studi banding sepatutnya dihargai, dan
menunjukkan juga betapa perhatian dunia luar kepada Indonesia, terutama dalam
pembangunan hukum sangat besar. Studi banding ke Amerika Serikat diikuti aleh
seluruh anggota Tim kecuali ketua Tim, Andi Hamzah, anggota Adnan Buyung
Nasution dan Luhut Pangaribuan. Anggota Tim yang mengikuti studi banding adalah
Abdul Wahid Masru (Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan), Suhariyono
(Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan), lndriyanto Senoadji (Dosen
UIJAdvokat), Mohammad Amari (Kejaksaan Agung). R.M. Panggabean (Mabes
POLRI). Sri Hariningsih (Tenaga Ahli DPR), Teuku Nasrullah (Dasen UIJAdvokat),
dan Pocut Eliza (Sekretaris Tim).
2
Korporasi sudah menjadi subjek hukum pidana (materiel dan formil) sehingga
membawa dampak yang Juas dalam p~negakan hukum. Berapa ratus korporasi asing
yang menanam modaJnya di Indonesia yang dengan sendirinya akan lund uk pada
hukum (pidanalacara pidanal yang berlaku di Indonesia. Para Direktur yang
memimpin korporasi akan bertanggung jawab pidana jika terjadi pelanggaran pidana
yang dilakukan at<lS nama korporasi.
Dalam menyusun rancangan, yang sangat penting diperhatikan ialah KUHAP
menyangkut beberapa inslansi, satu hal yang selalu harus diingat ialah jangan tcrbawa
pada egoisme sektoraJ, tetapi apa yang terbaik bagi nusa dan bangsa kila.
Harapan akan adanya penegakan hukum yang mulus di Indonesia seperti
halnya antara tahun 1950 sampai 1959 &<tngat diharapkan.
Tim Rancangan (elah bekerja keras selama lebih dari tujuh tahun dan setiap
tahun telah dilakukan soslalisasi kepada akademisi, hakim, polisi, jaksa dan
pengacara.
Tim tclah melakukan studi banding di Amerika Serikat (Washington DC dan
Saint Louis), bertemu dengan polisi, jaksa, hakim dan akademisi. Di Paris, bertemLi
denganjilge d'illSIJ'uc/ion (hakim penyidil\),juge des liher/e e/ de la deten/ilin (hakim
pembebasan dan penahanan), police judiciaire (poli!>i judisiaJ). polisi. jaksa. dan
hakim. Kctua Tim (Prof. Dr. A. Hamzah. SH) bersama dengan anggota Ombudsman
M. Surachman, SH, Peneliti Utama. telah mclakukan studi banding di Den Haag,
Amsterdam, Groningen, LeeU\\iaarden (Belanda), bertemu dengan jaksa, jaksa tinggi.
hakim, dan melakukan patroli bersama dengan polisi lingkungan hidup. Melanjutkan
studi banding di Hannover, Munchen. Bonn dan Berlin (Jerman), bertemu dengan
hakim, jaksa, Jaksa Agung Jerman. dan mengunjungi penjara Tegel di Berlin, penjara
narkoba di Parsberg, dari Berlin melanjutkan studi banding di Edinburg. Glasgow,
Manschester, London (UK), bertemu Jaksa Tinggi Skotlandia, Jaksa Tinggi CPS,
jaksa, hakim dan pejabat polisi Scotland Yard, pejabat Victim Support, menghadiri
sidang pengadilan di London. dari London menyeberang ke Brussels. Arlon, Liege.
(Belgia). bertemu Sekretaris JenderaI Kementerian Kehakiman, kepala kejaksaan, dan
police judiciaire. Ketua Tim bersama dellgan Jaksa Suhandjono. menghadiri sidang
pengadilan distrik di San Francisco, mengunjungi penjara San Quintin, bertemu
dengan Deputy Attorney General (Wakil Jaksa Agung) Amerika Serikat Mr Brouwn
di Washington, mengunjungi kantor pemberantasan narkoba, mengikuti kursus hul\um
3
pembuktian di Stanford University bersama dengan hakim dari seluruh Amerika
Serikat.
Ketua Tim bersama dengan D.C. Kaligis dan l\t. Surachman, mengunjungi
kantor Rechrercommi.uaris di Den Haag, Belanda, diskusi dengan pakar perbandingan
hukum aeara pidana Mr. P.A.M. Verrest, mengunjungi kantor .luge 'Instruction di
Paris, dan diskusi dengan pakar [talia di Roma.
Ketua Tim bersama dengan Dr. Eryantow Wahid dari Universitas Trisakti,
mengunjungi Sydney dan Brisbane, Australia, berdiskusi dengan para guru besar di
Sydney University, UTS, dan Griffith University. Dilanjutkan ke Beijing (RRC)
mengikuti Kongres Pa.kar Hukum Pidana Sedunia.
Oalam penyusunan Rancangan, telah pula diteJaah KUHAP Belanda. Belgia.
Perancis, lealia, Jerman, Federasi Rusia, Georgia, Thailand, Malaysia, RRC, Jepang,
dan Amerika Serikat.
BABI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sudah dua puluh tujuh tahun perjalanan Kitab Undang-Undang Hukum Aeara
Pidana yang merupakan ciptaan bangsa Indonesia menggantikan Her=iene Inlands
Reglement ciptaan pemerintah kalaniai. Dalam perjalanan lebih seperempat abad itu
terjadi kemajuan teknologi terutama di bidang komunikasi dan transpartasi yang
membawa akibat di bidang sasial, ekonomi, dan hukum termasuk hukum pidana.
Dunia terasa makin sempit dan globa\isasi di bidang ekonomi, keuangan, dan
perdagangan memberi dampak pula di bidang hukum. Tidak satu negara pun darat
menutup diri rapat-rapat dari peru bahan tersebut. Tercipta banyak konvensi
intemasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia seperti, United Iv'ations CO/1vemion
Against Corrruption. International Convention Against Torture dan International
Covenant on Civil and Political Rights. Ikut pula hadir dalam penyusunan
Intemational Criminal Court. Semua konvensi terse but lahir dan diratifikasi sesudah
KUHAP, berkaitan [angsung dengan hukum aeara pidana.
4
Oalam cover/ar/t mengenai hak-hak sipil dan politik itu terkandung ketentuan
yang berkaitan dengan hukum aeara rnisalnya tentang hak-hak tersangka dan
ketentuan mengenai penahanan yang diperketat. Berhubung dengan hal terse but ada
negara yang membuat KUHAP baru sarna sekali seperti Italia, Rusia, Lithuania,
Georgia, dan lain-lain. Ada pula yang mengubah KUHAP nya selaras dengan
perubahan yang mendunia tersebut seperti Austria.
Pada tahun 2000, Perancis menyisipkan ketentuan baru mengenai hak asasi
manusia, seperti "hukum aeara pidana harus fair dan adversarial dan
menycimbangkan hak-hak para pihak". "Orang dalam situasi yang sarna dan dituntut
atas delik yang sarna haruslah diad iii berdasarkan aturan yang sarna'", "Tersangka
harus diberitahu tentang dakwaan kepadanya dan mendapat pembelaan". "Seseorang
yang didakwa harus diba ....'a ke pengadilan dan mendapat putusall dalam waktu yang
wajar", dan seterusnya. Peraneis pun meneiptakan hakim khusus untuk melakukan
penahanan yang disebut juge des /iberle af de fa defer/lion (hakim pembebasan dan
penahanan).
!talia Illcmbuat KUHAP baru sarna sekali pada tahun 1989 yang
mengeluarkan jaksa dari kekuasaan I\ehakiman sehingga dianut sistem adversarial
murni. Penuntut umUlll dall terdakwa diberi kedudukan seimbang sehingga tidak ada
lagi berita acara yang dibuat oleh penyidik yang diserahkan kepada hakim. Hakim
hanya menerima dakwaan dan daftar terdakwa dan sal\si. Jadi benar-benar hakim
berada di tengah-tengah antara pertanmgan penuntut umum dan terdakwa beserla
penasihat hukumnya. Para pihak dapat mengajukan saksi-saksi dan bukti lain di
sidang pengadilan.
Jepang telah memperkenalkan sistem baru. yaitu hakim karier dieampur
dengan orang awam (laymen) yang disebut sistem campuran (hakim dan juri).
Oari sanalah kita dapat menyimpulkan bahwa KUHAP harus diperbaharui
sesuai dengan tuntutan zaman. Ada konsekuensi akibat diratifikasikannya beberapa
konvensi intemasional, misalnya tentang penahanan yang dilakukan oleh penyidik
harlls sesingkat mungkin dan segera dibawa kepada hakim. Amerika Serikat
menafsirkan segera mllngkin (prompt/v) adalah dua kali dua puluh empat jam. Oi
Eropa umumnya diartikan paling lama dua kali dua puluh empat jam kecuali untuk
terorisme yang Jamanya 6 (enam) hari atau 1 l-satu) nari penangkapan ditambah 5
(lima) hari penahanan. Ketika Tim Penyusun KUHAP meneanturnkan waktu
penahanan 15 (lima belas) hari oleh penyidik ditambah 1 (satu) hari penangkapan
5
menjadi 16 (enam belas) hari maKa amnesti internasional dan pakar hukum pidana
dan aeara pidana Amerika Serikat (Prof Dr. iur. Slephen C. Thamon) yang sudah
dua kali datang ke Indonesia (Desember 2006 dan Januari 2007) mengingatkan dan
kritikan atas Raneangan KUHAP. agar hal terse but disesuaikan dengan lCCPR yang
telah diratifikasi oleh Indonesia. sehingga tolcransinya hallya sarnpai dua kali dua
puluh em pat jam penahanan yang dilakukan oleh pcnyidik. Selehihnya ditambahkan
pada hakim komisaris, sehingga penahanan oleh Hakim Komisaris yang kemudian
dapat diperpanjang oleh hakim Pengadilan Negeri. Hakim Pengadilan Negeri dapat
memperpanjang menjadi 3 kali 30 hari. Jaksa tidak melakukan penahanan, akan tetapi
dia memegang formulir penahanan, baik yang dilakukan oleh hakim komisaris
maupun oleh hakim Pengadilan Negeri, karena pada prinsipnya menurut ICCPR,
hakimlah yang berwenang melakukan penahanan. Akan tetapi bagaimana pun Juga
penuntut umumlah yang mengajukan permohonan kepada hakim.
Masalah asas legalitas perlu dijclaskan dalam KUHAP karena ada perbedaan
antara asas legalitas dalam hukum pidana materiel dan hukum aeara pidana.
Perubahan penting dalam Rancangan KUHAP l11enyangkut lembaga baru. yaitu
hakim komisaris menggantikan praperadilan. Praperadilan adalah lembaga yang khas
KUHAP, yang ternyata kurang efektif karena bersifat pasif menunggu gugatan para
pihak. Lagi pula bukan lembaga yang berdiri sendiri tetapi melekat pada pengadilan
negeri. Ketua pengadilan negerilah yang menunjuk seorang hakim rnenjadi hakim
praperadilan jika masuk suatu permohonan. Jadi ide hakim komisaris berbeda dari
praperadilan akan tetapi tidak sama dengan rechtercommissari,~· di Belanda danjuge
d'jnsrnCljon di Perancis karena hakim komisaris versi Rancangan KUHAP sam a
sekali tidak memimpin penyidikan. Jadi merupakan revitalisasi praperadilan yang
sudah ada di dalam KUHAP sekarang. Secara tidal.; sengaja .iustru mirip dengan
Giudice per Ie indagini preliminary (hakim pemeriksa pendahulllan) di Italia. Italia
bahkan menghapus Giudice lslructore yang S3m3 dengan JUKe d'instrructiOll di
Perands dan rechtercommissaris di Belanda. Tugas Gil/dice per Ie indagilli
preliminary (hakim pemeriksa pendahuluan) yang mengawasi jalannya penyidikan
dan penuntutan mirip dengan hakim komisaris versl Rancangan. Ada sebagian
wewenang hakim Pengadilan Negeri seperli lZln penggeledahan, penyitaan.
penyadapan dan perpanjangan penahanan berpindah ke hakim komisaris agar proses
menjadi cepat, tidak mengganggu hakim pengadilan negeri yang sibllk menyidangkan
perkara pidana, perdata, dll. Ada pula wewenangjaksa berpindah ke hakim kOlnisaris,
6
seperti perpanjangan penahanan :rang em pat plllllh hari berpindah ke hakim komisaris
menjadi dua puluh lima hari.
Semestinya ada lembaga antara penuntut umllm dan hakim. yailu hakim
komisaris. Pada bagian pembahasan akan ditunjukkan perbedaan antara
Rechtercommisaris di Belanda dan Juge d' instructIOn di Perancis di satu pihak
dibanding hakilll komisaris yang diperkenalkan dalam R<lIlCangan KUHAP.
Beberapa masalah antara lain hubungan penyidik dan penuntut umum diatur
sesual dengan sistem peradilan terpadu bukan bersambung seperti sambungan
domino. Masalah inilah yang paling sui it dirumuskan. Sekarang ini akibat bolak
baliknya berkas perkara antara penyidik dan penunrut umum. maka ribuan perkara
tidak diketahui keberadaannya.
Begiru pula tentang upaya hukum. yang pada prlnslpnya adalah semua
perkara yang masuk ke Mahkamah Agung terlebih dahulu melalui Pengadilan Tinggi.
Pada Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung pun jaksa (Jaksa Tinggi dan Jaksa
Agung) memhacakan konklusinya. Aturan mengenai Peninjauan Kembali juga
disederhanakan. Ketika Tim RUU-KUHAP berkunjung ke Perancis kami tanyakan
berapa permohonan Peninjauan Kembali pertahun di Perancis, dijawab sepllluh
tahun sekali. Oi Indonesia setiap hari ada orang memohon PK. Putusan be bas dan
bebas tidak mumi yang dikembangkan oleh doktrin dan yurisprudensi Belanda
mestinya dUelaskan agar tidak timbul salah mengeni dalam praktek.
Kecenderungan ke sistem berimbang (adversary ,'lystem) diperkenalkan,
antara lain kedua pihak. baik penuntut umum maupun terdakwa dan penasihat
hukumnya dapat menambah alat bukti baru di sidang pengadilan (seperti saksi a'
charge dan a de charge). Oengan sendirinya tidak diperlukan P 21 (pern)'ataan
Penuntut Umum bahwa berl\as telah lengkap) karena penuntut umum walaupun
sidang sudah dimulai, masih dap<it meminta bantuan penyidik untuk menambah
pemeriksaan seperti pengajuan saksi baru untuk melawan saksi yang diajukan
penasihat hukum. Jadi, benar-benar sistem ini menghaHlsl\an penllntut umum dan
penyidik bekerjasama erat untuk suksesnya penuntutan.
Inilah yang merupakan perubahan penting yang berbeda dengan KUHAP
1981 yang menurut Mr. Robert Strang dari OPOAT, masih tetap sarna dengan
HIR dan KUHAP Belanda, kecuali beberapa perubahan. '
I Rabert Strang, "More' adversariaL bUl n0( completel) adversarial": Reformation of the Int.i{\nt~ian
Criminal Procedure C0de. paper. him. 5
7
.
2. Permasalahan
• Bagaimana menjalin ketentuan KUHAP dengan konvensi-konvensi
intemasional yang tclah diratifikasi oleh Indonesia sehingga ketentuan
KUHAP selaras dengan situasi dan kondisi Indonesia dengan tidak
mengabaikan ketentuan yang universal.
• Bagaimana merumuskan ketentuan banI sebagai penambah dan perbaikan
KUHP 1981 yang dapat diterapkan dalam penerapan hukum di Indonesia.
3. Tuju3n dan Kegunaan
Tujuan hukum acara pidana di masa depan ialah mencari kebenaran materieL
melindungi hak-hak dan kemerdekaan orang dan warganegara, menyeimbangkan hak
hak para pihak. orang yang datam keadaan yang sarna dan ditunrut unluk delik yang
sarna harus diadili sesuai dengan ketentuan yang sarna. mempertahankan sistem
konstitusional Republik Indonesia terhadap pelanggaran kriminal. mempcnahanabn
perdamaian dan keamanan kemanusiaan dan mencegah kejahatan.
(The aim of the future Criminal Procedure Code is the pursue of objectb'e
truth, the protection ofthe riglrts and freedom of man and citizen, pre~'erves
a balance hetween the riglrt~· of the parties, persons in similar situation and
prosecuted for the !Iame offences .'lhould be judged according to the same
rules, the maintenance of constituional ~ystem 0/ the Republic of Indonesia
against criminal encroachment, the maintanance o/peace and securi(v of mankind
and the prevention 0/ crimes).
Kegunaannya adalah para pejabat negara dan warganegara dalam rangka
melakukan kev.'ajibannya dal3m penyidikan, penuntutan. peradilan. dan pembelaan di
pengadilan menjalankan ke\',:ajibannya dengan mulus, beserta bagaimana masyarakat
luas dapat memahami dan menghayati hukum aeara pidana yang berlaku di
Indonesia.
4. Metodc Pendekatan
Penyusunan naskah akademis rancangan undang-undang IIll menggunakan
metode deskriptis analitis.
8
BAB II
DASAR PEMIKIRAN PERLliNYA PENYUSUNAN UNDANG-lJNDANG
HliKlIM ACARA PIDANA BARli
1. Da~ar Filosofis
Pancasila sebagai Urspnmgsnorm, sumber duri segala perundang-undangan
di Indonesia, terutama sila kedua yang langsung berkaitan dengan KUHAP, yailll
"Kemanusiaan yang adil dan beradab" yang menunjukh;an manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang Maha Esa, hidup bersarna di planet ini unruk rukun dan damai.
Balas-batas negara hanyaJah ciptaan manusia yang tidak menjadi halangan segala
bangsa unruk saling berinteraksi datam kedamaian di bawah naungan tertib hukuffi.
Sita ketiga "Persatuan Indonesia" menjadi dasar pula asas legalitas hukum acara
pidana yang bersifat nasional hukan kedaerahan (lokal). Sita kelima "Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia", menunjukkan bahwa keadilan ekonomi-sosial menjadi
dasar pula menuju keadilan hukum.
Seluruh perangkat Undang-Undang Dasar 1945 menjadi landasan filos(lfis
KUHAP, terutama tentang asas legalitas, perundangan-undangan tidak berlakll surut,
persamaan di depan hukllln, jaminan kcpastian hukliln dan seperangkat kelentuan
tentang hak asasi man usia.
2. Dasar Sosiologis dan Politis
• KUHAP disusun llntllk tlljuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat serta
adanya tertib dan kepastian hukum. Semua pihak sarna di depan hukum
d<llam keadaan yang sarna.
• Meningkatkan kesadaran hukum Illasyarakat yang akan menunjang
tcrlaksananya peradilan pidana yang baik.
• Strategi nasional untuk pencegahan dan pemberantasan kejahatan.
3. Dasar Yuridis
• UUD] 945 terutama Pasal 20 (tentang legislasi), Pasal 21 (hak DPR
mengajukan Rancangan undang-undang), Pasa) 22 (hak Presiden untuk
mengajukan PERPU), Pasal 22A (tatacara pembenlUkan undang-undang),
Pasal 24 (kekuasaan kehakiman), Pasal 24A (wewenang Mahkamah
Agung), Pasal 24C wewenang Mahkamah KonstitllSij, Pasal 28A sampai
dengan Pasal28J (Hak asasi manllsia).
9
4. Dasar Ekonomis
Seluruh pasal di dalam KUHAP mengacu pada sistem peradilan eepat
(speedy trial; confante justitie), sederhana dan biaya ringan. Perkenalan sistem
peradilan cepat dituangkan antara lain datam pengajuan perkara melalui jalur khusus,
penyelesaian di luar aeara (ajdoening buiten proces), dalam upaya hukum. semua
perkam kasus kwat Pengadilan Tinggi baru dapat diajukan permohonan kasasi ke
Mahkamah Agung untuk mengurangi beban Mahkamah Agung,
BAB III
RUANG LINGKUP PERUBAHAN KUHAP
A. Asas legalitas
Yang pertarna-tama dikemukakan di sini ialah ditegaskannya asas legalitas
daJam Rancangan, sebagai padanan asas legalitas dalam KUHP atau hukum pidana
materiel. Jadi, bukan asas legalitas sebagai lawan asas oportllnitas yang akan
diutarakan pula di belakang.
Berlainan dengan asas legalitas dalam hllkum pidana materiel yang
tercantllm di dalam Pasal 1 ayat (I) KUHP. yang berbunyi: "Tiada suatu rerbuatan
(jeit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan k.etentuan perundang-undangan
pidana yang ada sebelumnya". KUHP Indonesia (termasuk Rancangan) sama dcngan
KUHP Belanda memakai istilah "wetle/ijk strajbepaling" (perundang~undangan
pidana) bukan straj.'ief (undang-undang pidana). lni berarli suatu peraturan yang lebih
rendah dari undang-undang dalam arti formel. seperti Peraturan Pernerintah dan
Perahlran Daerah dapat memuat rumusan deJik dan sanksi pidana, sama dengan
Belanda yang meliputi undang-undang dekrit raja dan peraturan gemeente.
Dalam hukurn acara pidana dipakai istilah undang-undang (wef) sehingga
hanya dengan undang-undang dalam art! formel seseorang dapat ditangkap, ditahan,
digeledah, dituntut, diadiJi, dst. Pasal I KUHAP (Sv). Belanda menegaskan hal ini
yang berbunyi: "Strafvordering !Je/i alleen plaal.I' op de wij:::e b(j de wet
voorzien." (Acara pidana dijalankan hanya menurut cam yang diatur oleh undang
undang). Jadi, tidak boleh suatu peraturan )'ang lebih rendah dari undang-undang
dalam arti formel mengatur acara pidana.
10
Cortens seorang pakar hukum acara pidana Belanda mengatakan. bahwa
hukum pidana materiel bisa bersifat lokal. akan tetapi hukum acara bersifat nasional."
Sengaja disalin Pasal 1 KUHAP Belanda karena rumusan asas legalitas
dalam KUHAP 1981 yang tercantum di dalam Pasal 3 kurang tepat rUfllusannya. Pasal
ilu berbunyi: "Peradilan dijalankan menurut cara dalam undang-undang ini." Keliru
karena dipakai istilah peradilan yang meliputi peradiJan perdata. pi dana. administrasi.
agama. militer. dst. Mestinya yang dipakai ialah "peradilan pidana" atau Iebih tepat
"aeara pidana". Menurut Joan Miller, criminal justice .\ystem. luas artinya. mulai
dari perencanaan undang-undang pidana sampai keluarnya narapidana dar; penJara
atau pemasyarakatanJ. Sedangkan acara pidana mulai dari penyidikan sam pal
eksekusi. Sistem penjara atau pemasyarakatan tidak termasuk acara pidana sehingga
[idak masuk dalam KUHAP.
Kala "ini" harus dihapuskan pula karena ada ketentuan acara pidana diatur
di luar KUHAP. seperti Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi. Undang-Undang Pengadilan HAM, dll.
Jika dicantumkan kata "ini" artinya KUHAP, sehingga perlu ditambahkan
lagi kata-kata "dan undang-undang lain yang relevan". seperti KUHAP RRC. Pasal J
alinea kedua KUHAP RRC berbunyi : "In conducting criminal procedwc, the
People's CourL. the People Prot:urator and the puhlic sec/lriLv olj!,ans mU.I'L
srriclly observe this Lm',! and any relevant stipulations of Lhe laws." (Dalam
melaksanakan acara pidana. Pengadilan Rakyat. Jaksa Rakyat. dan organisasi
keamanan publik harus secara ketat memperhatikan undang-undang ini dan ketentuan
lain yang relevan dari undang-undang lain) ketentuan alenia ketiga Pasa! J KUHAP
RRC itu mirip dengan Pasal I pendahuluan KUHAP Belgia yang mengatakan kecuali
ditentukan lain daJam undang-undang. hanya pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang yang boleh menerapkan pidana (De S'tr,!/'.'orderinR tot loepas.\"ing
van de straffell kan niel worden uitgevoerd dall door amhtenaren die de wet
daarmee be/ast).
KUHAP Federasi Rusia tahun 2003 pada Pasal 8 ayat (2) juga merUilluskan
asas legalitas walaupun dengan susunan yang lain sbb: ""No one may be adjudge
guilty of a crime or subjected to criminal puni.lhment except pursua/lt Lo a
court judgement and in accordance with fhe procedures established by Ihis
code. " (Tidak ada seorang pun yang boleh dinyatakan bersaJah melakukan suatu
2 G.J.M. Cort~ns. Het Nedrrlands S'truJprocesrecht. hIm, /3 J Joan Miller pacta ceromahnya di Univer~itas InctfJnesia Jakarta. tahun 198&.
II
kejahatan atau tunduk pada pidana kriminal kecuali berdasarkan putusan pengadilan
dan sesuai dengan acara yang diatur dalam kitab ini.").
Yang tidak diatur di dalam hukum aearn pidana ialah hukum Iransitoir,
seperti Pasal 1 ayat (2) KUHP apabila ada perubahan perundang-undang.tll, maka
yang ditcrapkan ialah ketentuan yang paling mengllOtungkan terdakwa. Jadi. menurut
Schaffmeister dall Keij:ter dalam ccrumahnya di Universitas Indonesia April 2006.
Apabila ada perubahan perundang-undangan dalam hukum aeara pidana misalnya
diperkenalkannya DNA sehagai alat bukti. maka dapat diterapkan kepada perkara
yang sedang diperiksa walaupun ketika perhuatan ddakukan DNA belum merupakan
alat bukti. Yang peoulis tidak mengerti karena menurut mereka hal itu tidak herkaitan
dengan undang-undang berfaku smut.
Dasar fundamental hukum acara pidana dilambahl\an juga seperti ketentuan
Pasal 1 KUHAP Perancis yang baru ditambahkan pacta tahun 2000.
I. Hukum acara pidana haruslahjair, dan adversarial dan menjaga keseimbangan
para pihak.
2. Haruslah dijamin pemisahaan penguasa yang bertanggung jawab atas
penuntutan dan )ang bcrtanggungja\vab dalam memutus.
3. Orang dalam keadaan yang sarna dan dituntut atas delik yang sarna hams diadiJi
berdasarkan atllTan yang sarna.
4. Kekuasaan yudlsial menjalOin bahwa korban diberitahu dan hak-haknya
dihorma!i dalarn seluruh proses pidana.
5. Setiap orang yang disangka atau dituntut dianggap tidak bersalah sepanjang
kesalahannya belum ditentukan.
Semua ini menyangkut hak-hak asasi manusia yang sl:dah terkanduog di dalam
konvensi-konvensi intemasional dan juga UUD 1945 yang sudah amandemen.
B. Hubungan penyidik dan pcnuntut umum lebih diakrabkHn.
Dalam praklek sekarang ini tcr:jadi berkas bolak-balik antara penyiclik dan
penuntut umum yang sebagian (dalam jumlah besar) tidak lagi rnuncul ke pengadilan,
Hal ini tllenurut Prof. Oemar Seno Adji daJam beberapa kali kesempatan, "sanga{
merugikan pencari keadilan". Ada P IQ yaitu pengembalian berkas ke penyidik
untuk dilengkapi (yang sebagian tereecer tidak tahu rimbanya). ada P 21 yang
menyatakan bahwa berkas perkara sudah lengkap, yang mernbebJ.skan penyidik dari
urusan berkas itu selanjulllya.
12
Oemikian, sehingga dalam Rancangan. pacta saat penyidikan dirnulai dan
diberitahukan kepada penun1ut umum. penuntut umum sudah memberi petunjuk,
bukan ketika berkas sudah se1esai disusun aleh penyidik. Petunjuk pun tidak perlu
tertulis, boleh seeara lisan, SMS. telepon, e-mail. Oi Pcrancis ada jaksa yang piket
menunggu telepon dari penyidik dimulainya penyidikan dan langsung memberi
petunjuk. Oleh karena iru dalam PP pelaksanaan KUHAP akan ditunjuk jaksa zona
yang akan memberi petunjuk perkara yang terjadi di zonanya. sarna dengan di
Belanda. Jadi. lebih memudahkan penyidik menghubullgi. Jaksa zona yang
wilayahnya (bukan kantornya) per kecamatan (pOLSH':.). Menurllt pendapat Penulis.
lImuk perkara kecil tidak perlu diberitahu jaksa tentang dimulainya penyidikan dan
jaksa memberi petunjuk, hanya untuk perkara serius atau sulit pembuktiannya seeara
yuridis. Apalagi dengan diperkenalkannya sistem adversaria! yang penuntut umum
boleh menambah alat bukti (saksi) pada saat sidang sudah dimulai. Jadi. berbs
perkara tidak sepenting sekarang ini, karena pada prinsipnya pembuktian terjadi
dl sidang pengadilan.
C. Penahanan
Selama Tim menyusun RUU-KUHAP dari tahun 2000 sampai 2006 sistem
penahanan hampir lidak berubah dari yang tercantum di dalam KUHAP 1981.
Bahkan dieanturnkan penyidik lebih lama dapat mtfakukan penahanan dari 20 hari
menurut KUHAP 1981 menjadi 30 hari. Akan tetapi sejak diratifikasikannya
International Covenant on Ch'U and Political Rights yang menunjukkan pada Pasal
9 bahwa jika penyidik ll1elakukan penangkapan. maka promptly harus membawa
tersangka (secara fisik) ke hakim yang akan melakukan penahanan. Kami diingarkan
oleh pakar Amerika Serikat Prof. Dr. iur. Stephen C. Thaman yang datang k~
Indonesia bahwa promply itu artinya maksimum dUll kali dua puJuh empatjam atau
a couple ofdays, kecuali unruk terorisme. Kami pun telah lama diberitahu hal yang
5ama oleh Prof. D. Schaffmeister dan N. Keijzer dari Belanda dan juga pakar
Perancis yang berkunjung ke Indonesia November 2007. Kami (tim RUU-KUHAP)
telah menyaksikan sendiri para tahanan dibawa secara fisik oleh polisi ke Kantor
kejaksaan (di Perancis penahanan oleh penyidik hanya berlangsung saru kali dua
puluh empatjam yang diperpanjang olehjaksa satu kali dua puluh empatjam).
1]
Selanjutnya penahanan oleh hakim khusus yang disebut jU}{<, des liherre er
de la deren/ion (hakim pernbebasan dan penahanan). Jika diperhatikan kata liherte
(pembebasan) disebul lebih dulu dari detention (penahanan), yang artinya penahanan
itu ultimum remedium (ohat terakhir). IJakim pembebasan dan penahanan ini dapat
mengeluarkan perpanjangan penahanan sampai 400 hari. Tersangka dibawa seeara
fisik oleh polisi disertai penuntut umum yang mcmahon perpanjangan penahanan.
Penasihat hukum baleh hadir pula dan memahon jangan dilakukan penahanan dengan
alasan tertentu. Saat itu juga hakirn itu menemukan tersangka ditahan ataukah tidak
yang hampir tidak ada pennohonan penahanan yang ditolak.
Dengan alasan komunikasi di Indonesia sangat sulit, ribuan pulsu-pulau,
sehingga ketentuan dua kali dua puluh empat jam itu sangat sulit dipenuhi sehingga
diterobas oleh Tim dengan mematok lima hari penahanan oleh penyidik. Pakar
Amerika Serikat berpendapat, bah\....a pengecualian lima hari itu mestinya hanya untuk
pulau-pulau atau daerah terpencil tidak untuk kota besar seperti Jakarta. Sangat sulit
untuk menentukan daerah mana yang boleh dilakukan penahanan sampai lima hari
dan daerah mana hanya boJeh dilakukan penahanan hanya dua kali dua puluh empat
jam sesuai dengan Covenant. Oleh kart~na itu disamakan saja untuk seluruh Indonesia
lamanya pcnahanan paling lama lima had oleh penyidik. Untuk menghindari tuduhan
pclanggaran tcrhadap cownanl, waktu yang tiga hari sesudah dilewati dua kali dua
puluh empatjam hendaknya diberitahu penuntut lImum.
Memang ada yang berpendapat, bahwa tidak h<lrus konvensi internasional itu
ditaati sepenuhnya, namun jika sud<lh menyangkut ha"--hak asasi manusia. maka sulit
dilakukan penyimpangan terluJu jauh. Dari dua kali dua puluh em pat jam mcnjadi
lima kali dua puluh empatjarn sebenarnya sudah rnenyimpang dibanding negara lain.
Federasi Rusia harus diakui lebih kuat dari Indonesia seeara politis, ekonorni apalagi
militer, tetapi KUHAP Federasi Rusia pada Pasal 1 butir 3 kalimat kedua
menegaskan bahwa apabila ketentuan perjanjian internasional yang Federasi Rusia
menjadi pihak menciptakan peraturan yang Jain dari yang seeara khusus diatur dalam
Kirab ini, rnaka ketemuan perjanjian internasional itu yang wajib diterapkan"
(If internationallreaty to which tile Russian Federation is a party establishes rules
different from those specified by this Code, the rules of international treaty shall
apply").
14
Sebenarnyfl alasan komunikasl sangat sulit di Indonesia, semakin hari
semakin luntur. karena semakin hari semakin bail..:. Di ~amping itu, daerah terpenci\
seperli Morotai yang angkutan ke ihukotn kahllraten di Tobelo Halmahera
memerlukan puluhan jam, dalam proses pemekaran akan menjadi kabupaten juga.
Demikian pula kepuJauan tukang besi di Sulawesi Tcnggara juga dalam proses
menjadi kabupaten. Setiap ibu kota Kabupaten tentu ada POLRES, Kejaksaan
Negeri, Pengadilan Negeri dan dengan sendirinya diikuti dengan hakilTl kOll1isaris.
D. Penyadapan
Penyadapan diperkenalkan dalam Rancangan, akan tetapi diberi persyaratan
yang ketaL Pasal 83 ayat (1) Rancangan berbunyi "Penyadapan pembicaraan
mela:ui !elepon atau alaI telekomunikasi yang lain dilarang, kecuJli dj)ahukan
terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau diduga keras
abn terjadi tindak ridana serius tenebut yang [idak dapat diungkap jika tidak
dilakukan penyadapan."
Jadi, pada prinsipnya penyadapan dilarang. Penyadapan dengan demikian
bersifat pengecualian. Tindak pidana serius dijelaskan dalam Pasal 83 ayat (2)
Rancangan. Adalah tindak pidana :
a. terhadap keamanan Negara (Bab I Buku II KUHP):
b. perampasan kemerdekaanipenculikan (Pasal 333 KUHP);
c. pencurian dengan kekerasan (Pasa1365 KUHP);
d. pemerasan (Pasa1368 KUHP);
e. pengancalllan (Pasa1368 KUHPJ;
f. perdagangan orang;
g. penyelundupan;
h. korupsi;
l. penCUClan uang;
J. pemalsuan \lang;
k. keimigrasian;
1. mengenai bahan peledak dan scnjara api;
m. terorisme;
n. pelanggaran berat HAM;
o. psikotropika dan narkotika; dan
p. pemerkosaan.
IS
,,
Penyadapan pun dilakukan dengan perintah tertulis atasan penyidik setempat
setelah mendapat izin hakim komisaris. Dengan demikian. tidak. ada kecuali, KPK
pun melakukan penyadapan harus dengan izin hakim komisaris. Pengecualian izin
hakim komisaris dalam keadaan mendesak dibarasi dan tetap dilaporkan kepada
hakim melalui penuntut Unlum.
E. Sistem Penuntutan dan Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan
Hal lain yang juga berubah, ialah sistem penuntutan, walaupun seperti
halnya di Belanda, penuntutan pidana dimonopoli oleh jaksa. Dengan demikian,
sistem yang berlaku di Indonesia samB dengan di Belanda. jaksa dominus litis
penuntutan. Berbeda dengan England. Peraneis. Belgia, Rusia, Thailand, RRC dan
Filipina yang swasta (korban) langsung dapat melakukan penuntutan ke pengadilan
tanpa melalui penyidik dan jaksa. Hiasanya Ilanya WHU" perkam ringan, ~eperti
penghinaan, penganiayaan (ringan), pcnipuan, ell. Oi Thailand ada tiga macam
penumutan, yaitu yang diJakukan oleh penuntut umum (public prosecutor'), swasta
atall korban dan gabungan anlara SW351a (korbanl dan jaksa yang disebut joint
prosecution. Hal ini disebabkan karena penUn\llLUIl pidana itu memcrlukan kcahlian
teknis-yuridis. Belum terpikirkan untuk memperkenalkan private prosecution di
Indonesia, karena hal jtu berarti akan mervrnbak ~duruh sislcm aeara pidana.
01eh karena Indonesia menganut asas oportunitas sarna dengan Bclanda,
Perancis, Jepa:lg, Kurt:a, Israel dll, maka diperkcnalkan penyclesaian perkara di Illllr
pengadilan (afdoening buile" proces). Hal ini sesuai dengan asas peradilan cepat.
biaya murah d,m sederhana. Asas oportunitas seeam global dianikan "The puh/it.
prosecutor may decide conditionally or unconditionally to make prosecution to court
or not," (Peollntul lJInum beleh menentukan menuntut Iltau tidak menuntut h:
pengadilan dengan syarat atau tanpa syarat.").
Penyelesaian di luar pengadilan lercflntllm di dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3)
Raneangan. Pasal 42 ayat (2) berbunyi: "Penuntut umurn juga berwenang demi
kcpcntingan umum dan/atall alasan tertentu menghentikan penuntutan baik dengan
syarat maupun tanpa syarat." Pasal42 ayat (3) menyebut syarat-syarat itu sbb:
a. tindak pidana yang dilakllkan bersifal ringan;
b. tindak pidana yang dilakukan dianc3m dengan pidana penJara paling lama 4
(empat) tahun;
16
, ,
c. tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan pidana denda;
d. umur tersangka pacta waktu rnelakukan tindak pidana di alas lujuh puluh tahun;
dan/alau
e. kerugian sudah diganti.
Tindak pidana bCfsifat riogan. misalrya menipu (Pasal 378 KUHP) yang
ancaman pidananya maksimum empat tahun penjara sebesar 10 (sepuluh) juta rupiah
untuk memba)'ar biaya rumah sakit. kemudian telah membayar ke-pada korban.
Dengan demikian, korban plm mendapat kembali uangnya. daripada penipu ini masuk
penjara dan uang tidak kembali. Penyelesaian seperti ini lermasuk peradilan restoratif
(restorative justice), adanya perdamaian antara korban dan pelaku.
Di Belanda, rnaksimum ancaman pi dana yang dapat diselesaikan Ji luar
pengadilan ialah 6 (enam) tahun penjara yang dengar sendirinya tennasuk delik
pencurian. misalnya mengutil sekaleng susu di super market untuk bayinya
sedangkan dia tidak mempunyal uang, belum pernah melakukan tindak pi dana
sebelumnya, lalu dia telah membayar supermarket itu. Persyaratan lain misalnya
dia belum pernah dipidana sebelumnya. Oleh karcna Pasal 42 Rancangan menyebut
maksimum pidana empat tahun penjara, maka pencurian yang ancaman pidanany'a
lima tahun penjara tidak tennasuk penydesaian di luar pcngadilan, kccuali pelaku
yang berLImur 70 tahun atau lebih.
Pasal 25 KUHAP Federasi Rusia yang baru (tahun 2003) yang berjudul
"penyampingan perkara dengan ala5M antara para pihak (lcrsangka dan korban, telah
terjadi perdamaian dengan ganti kerugian. Pasal 2S itu berbunyi:
''A court or procurator or an imJestigator, or all inquiry officer acting witlt the
consent of a procurator, may on the request of tlte victim or his legal guardian,
dismiss criminal case againt a person who is ,'Iuspected or accWied of huviflg
commined {J minor or moderately serious crime in m:'if','1 in article 76 of the
Criminal Code of the Russian Federation and the person has reached
a settlement with the victim and has compensated Ihe victim lor hi\' IO,H."
(Pengadilan atau jaksa atau penyidik atau perwira pemeriksa dengan persetujuan
jaksa, baleh dengan permohonan kl1rban arau penasihat hukumnya menyampingkan
perkara pidana terhadap seseorang yang disangka atau didakwa te1ah melakukan
kejahatan ringan atau kurang serius yang tersebut di dalam Pasa1 76 KUHP Federasi
Rusia, dan orang itu teJah mencapai penyelesaian dengan korban dan telah mengganti
kerugian yang L.liJerita karban.").
17
•
Pasa! 76 KUHP Federasi Rusia itu menyebut maksimum pi dana penjara
sepulllh tahun. Jadi. lebih betat daripada di Belanda yang dibatasi untuk delik yang
diancam dengan pidana penjara maksimum enam \ahun herdasar/.;an Undang-Undang
yang mulai berlakul Mei 1983. Perancis menentukan pidana penjara rnaksilllulll lima
tahun yang dapa! diselesaikan di Juar pengadilan.
Penyeksaiall di luar pengadilan ini tcrmasuk peradilan restoratif (re,r;torlllivp
jlls/ice). Hukulll Islam mengenal resloratice jm,tice bahkan sampai delik berat seperti
pembunuhan yang disebuT dial, Akan telapi ada perbectaan karena penyelesaian di luar
pengadilan (ajdoening buiten proces) hanya unruk delik Tingan dan motifnya pun
harus nngan.
Asas oportunitas yang disebut di dalam undang~undang Kejaksaan, benar~
benar un!uk kepenringan umum termasuk del ik berat, akan tetapt hanya Jaksa Agung
yang boleh menerapkannya.
Dalarn Pasal 42 Rancangan. hanya delik ringan yang ancaman pidananya 4
(empat) tanun penjara ke bawah kecuali pelaku yang berumur 70 tahun ke atas
ancaman pidananya maksimum 5 (lima) tahun penjara.
Hahkan Rus1a mengenaf ':ii':item pengal<..uan tcrdakwa atas sCll1ua dakwaan
dan terdakwa mahan langsung dijatuhi pidana tanpa ada 5idang pengadilan. Hal iw
diatur di dalam Pasal 314 KUHAP Rusia yang pad a ayat (1) herhlmyi: 'Terdakwa
berhak, dengan tunduk pada persctlJjuan penuntut urnum atau private prost'cution
(penuntut perorangan) dan karban, untuk menyetujui dakwaan yang diajukan
terhadapnya dan mengajukan masi (permohonan) untuk memutuskan tanpa
pengadilan dalam perkara pidana yang keputusannya ditetapr.:an dalal7l KUHP
Federasi Rusia tidak melebihi sepuluh tahun penjara. Ayat (7) mengatakan pidana
yang dijatuhkan tidak boleh melebihi 2/3 daTi yang ditentukan untuk kejahatan itu.
Jadi, ada keuntungan (bargain) jika seseorang mengaku, Ketentuan seperti
itu beJum diakonlOdasikan di daJam Rancangan KUHAP, karena merupakan hal baru
sama sekali yang tidak ditemlli dalam KUHAP negara lain, yang Jnungkin orang
Indonesia menganggap ketentuan seperti itu terlalu canggih.
Swedia yang mengamH a':i,b IegaJitas dalam pcnuntutun sebagai lawan asas
oportunitas, namun mengenal jaksa dapat [angsung menerapkan pidana yang bersifat
ringan, misalnya dcnda tanpa melalui pengadilan.~ Jadi, Swedia tictak menerapkan
trias polilica secara ketat karena jaksa dapat mengenakan sEnksi tanpa melalui
4 Peter PJ.Tak (ed) Task and powe,.s qllhe prosec,,'ioinICfl'ices in Ihe £(r lrIt:ml>,·r -'1'lle.~,
hfm 429,
18
pt:ngadilan. Dengan demikian. pengeMan sanksi ringan terhadap delik ringan tidak
berkaitan dengan asas oporrunitas. karena Swedia menganut asas legalilas dalam
penuntutan bukan asas oportunltas. Begitu juga dengan Norwegia yang mcnoiptakan
KUHAP baru pada tahun 1986, jaksa dapat menjatuhkan pidana tanpa persetujuan
hakim yang disebut palale ulln[alese5. Belanda telah menentukan, bahwa jaksa darat
menyampingkan perkar3 yang diancam dengan pidana tidak febih dari er.am tahun
dengan pembayaran denda administratif.
Pada pendahului.:lll telah dikcmllkak"n akan dibentukny~ hPikim komjSJris
yang akan mengganti peran praperadilan yang tidak efektif. Hakim Komisaris ini
tidak persis sarna dengan yang ada di Eropa. Seperti H.echlercommissaris di Belanda,
judge d'ins/ruc/ion di Perancis Giudice i.Hrucltore di !talia dulu, lnschuhungrichter di
Jerman duJu dan Magis/rate {Negara bagian) dan Judicial commissioner tfederal) di
Amerika Scrikat. Hakim Komisaris versi Rancangan KUHAP tidak me!akukan
penyidikan sebagaimana lerjadi di Perancis. Di Indonesia kareoa penegak hukum
selalu dlcurigai. maka keputusan jaksa untllk tidak melakllkall penuntutun sering
cipennasa[ahkan. Sebaliknya di negara~negara Eropa dan Amerika Utara iustru
masalah !.'rueful ialah ketika jak')a memutuskan untuk menuntut terdakwa ke
pengadilan, bubn ketika hcndak menghcntikan penuntutan.
Oleh !<.arena itu di Eropa dan Amcri"'a dibentuk inve.I'llgatil1g fudge alau
investigating magistrale. Maksudnyet ialah lllcngimbangi ,inksa yang sangat dominan
sebagai master o.fprocedure atau dominus litis. Maksudnya ialah menyaring perbra
perkara besar dan menarik perhatian masyarakat yang llkan diajukan oleh .iaksa ke
pengadilan.
Dengan adanya lembaga penyaring di samping hakim (tria! judge) maka
dapat dihinuari pt:nulltutan yang scwenang-wenang yaitll karen a aiasan pribadi atau
alasan balas dendam. atau yang khuSllS Indonesia penuntut uITIurn ingin dtkatakan
berhasil dengan sistem target. Penuntutan menurut cara itu di.,;ebut malice
prosecution atau pen)alahgunaan penuntutan (abuse ojprosecution) yang tidak dapat
dibenarkan oleh hakim.
; David Fogel, 0>1 doing fli'u harm. hIm. 237 ..
19
F. Hakim Komisaris
Pada pendahuluan sudah dikemukakan bahwa dalam Rancangan diperkenalkan
lembaga baru yaitu hakim komisaris. Sebenarnya isinya bukan hal baru, tetapi lebih
merupakan revitalisasi praperadilan yang sudah ada dalam KUHAP 1981. Hakim
komisaris di da/am Rancangan lain sama sekali dibanding dengan
Rechtercommissaris dj Belanda .'Itall jage t/' in.flruction di Peram.:is atau
Inschuhungsrichler dulu di Jerman atau Giudice J.o.lructlore dulu di Italia. Hakim
komisaris versi Rane-angan sarna sckali tidak memimpin penyidikan sebagaimana
rechtercommissaris di Belanda atau juge d'instruction di Perancis. KeJua lembaga
di Belanda dan Perancis itu bersifat inquisitoir, sedangkan kecenderungan dunia
sekarang mengarah ke sistem adversarial, artinya kedudukan penuntut urnum dan
terdakwa beserta penasihat hukumnya di pengadilan ber!lllbang. Italia tclah
menghapus giudice isfrnc/toYt' (model hakim komisari~ Pcrancis dan Bela;,da) dan
menggantikannya dengan lembaga baru yang disebut giudice per Ie intltlgini
preliminary (bahasa Indonesia: "hakim pemeriksa pemhthuluan"). Jerl11an pun tclah
menghaplls lembaga inschuhungsrichter model hakim komisaris Belanda dan
Perancis.
Secara kebetulan tanpa scngaja meniru, hakim komisarb versi Rancangan mirip
dengan lembaga baru di ltalla itL. Lembaga ini sama sekali tidak memirnpin
penyidikan, akan tetapi sarna dengan praperadilan yang wewenangn)a diper/uas dan
dimandirikan.
Dengan demikian, lembaga hakim komisaris versi Rancangan tidak dapat
diterjemahkan ke bahasa lnggeris menjadi investigating judge. Terjemahan ke
bahasa lnggris ialah Commissioner Judge.
Tujuan dulu dibentuk investigating judg.J ialah untuk mengimbangi jaksa
yang terlalu dominan sebagai master o/procedure atau dominm litis. tv1aksudnya
ialah menjaring perkara-perkara besar dan mellariJ... perhatian masyClrakat ~ang abn
diajukanjaksa ke pengadilan.
Seperti dikemukakan di Pendahuluan. adanya lelllbaga penyaring_ di samping
hakim sidang (trial judge) rnaka dapat dihinuari pt:lluntutan yang sewenang-wenang
karena alasan pribadi atau balas dendam.
20
Oleh karena itu, salah salu we\\'enang hakim komisaris versi Rancangan ialah
menentukan layak tidak layaknya suatu perkara Jiajukall ke pcngadilan atClS
permohonan jaksa (pretrial). Dengan demikian. jika jaksa tidak menuntut dan terjadi
desakan masyarakar awam, jaksa dapat menunjuk putusan hakim komisaris. Namun
demikian, jib kemudian ditemukan bukti baru, dapat diajukan lagi ke hakim
komisaris agar penuntutan dapat dilakukan. DaJam pemeriksaan illl. tersangka dan
sakji dapat didengar keterangannya begitu pula konklusi penunlut umum,
Dengan dibentuknya lembaga hakim komisaris, maka diharapkan dapat dieapai
tujuan hukum aeara pidana due process (~{ law atau bellOorfljk proce.'iirechr. Tujuan
hukum aeara pidana ialah rnencari kebenMan materiel (objective truth) dan
melindungi hak Jsasi terdakwa jangan sampai te~jadi orang tidak hersalah dijatuhi
pidana di samping pcrhatiun kepada karban kejahatan.
Alat bukti tidak boleh diperoleh secara melawan hukul1l. Pemancingan tidak
dibolehkan (kasu5 seperti Mulyana Kusumah dilarang di Perancis dan [[alia). lIasH
penyidikan adalah rahasia (secret d'insrruction). Dilarang keras penyidik
membeberkan has;J penyidikan. PasaI434-7-2 Code Penalmengancam pidana bagi
orang yang membocorkan hasil penyirlikan,Terbalik di Indonesia, masyarakat
menghendaki penyidikan transparan, Tujuan penyidikan adalah rahasia, ialah
menjaga praduga tak bersalah (lnggris: pre.'iiUmption of imlOCetlCe, Bclanda;
presumptie van onschuldig, Perancis: presumption d'innocence). Oi samping itu,
juga untuk kepentingan penyidikan send in jangan sampai tersang\"a menghilangkan
ulat-alat bukti alau ffiempengaruhi saksi.
Wewenang hakim komisaris diatur di dalam Pasal III ajat (J) Rancangan
berupa menetapkan atau rnernutuskan :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, pengge!edahar.. penjitaan atau
penyadapan;
b. pembatalan atau penangguhan penahanan;
c. bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atnu terdakv,.'a dengan melanggar
hak untuk tidak rnemberalkan diri scndiri;
d. alat bukti atau pernyataan yang diperoleh seeara tidak sah lidak dapat dijadikan
alat bukti;
2]
e. ganti kerugian daniatau rehabilitasi u\ltuk seseorang yang ditangkap atau ditahan
::;t::cara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak mili/'; yang disita secara
tidak sah;
f. tersangka atau terdakwa berhak untllk atau diharuskan untllk didampingi oJeh
pengacara:
g. bahwa penyidikan fltall Penuntutan telah dilakllkan llntllk tlljllan yang tidak sllh;
h. penghentian Penyidikan atau penghentian Penuntutan yang tidak berdasa~kan
asus oportunitas;
1. !ayak arau tidak layak suatu pcrkara untuk dilaktJkan Penllntutan ke pengadilan;
j. pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama tahap
penyidikan.
Sebenarnya. hampir semua wewenang lni sudah dimiliki Qkh hakill1 prapcradilan,
kCL:uali yang tcrscbut paJa butir c.. d. (g, i danj.
Beberapa wewenang yang berdasarkan KUHAP 198 I ada di tangan atau
mestinya dibenkan kepada ketlla Pengadilan Negeri dibebankan kepada hakim
komisaris seperti izin pcnggeledahan, penyitaan, penyadapan. Bcgitu pula
pcrpanjangan penahanRn dalam tahap penyidikan dan penuntutan yang dilakukan
oleh penvntvt lllllum selama 40 (em pat pllJuh) har;, berpindah ke hakim komisaris
seJama 25 harL selanjutnya diperpanjang oleh hakjm PengadiJan Negeri ieJamj tiga
kali 30 (tiga puluh) hari, walaupull formulir diisi dan diajllkan oleh penllntlJl llmum.
Hakim komisaris diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Pengadilan Tinggi
setempat untuk masa dua tahun yang dapat diperpanjang seluma satu periode (Pasal
118 Rancangan). Selama menjabat, hakim komisaris dibebaskan dari tugas mengadili
sellllla jenis perk.ara dan tugas lain yang berhublmgan dengan tugas Pengadilan Negeri
(Pasal 121 Rancangan). Inilah perbedaan antara hakim komisaris dan hakim
praperadilan. Selama menjabat hakim komisaris lepas dari kaitan dengan ketl/a
Pengadilan Negeri. Hakim komisaris tidak berkantor di Pengauilan Negeri akan tctupi
di RUTAN atau di dekat RUTAN. Hal ini agar memudahkan dia berhubungan dengan
tahanan, lagi pula setelah dia menetapkan alau menandatangani perpanjangan
penahanan, para tahanan dimasukkan ke ruang tahanan di dekat kantornya.
Selama belum diangkat hakim komisaris (paling lambat dafam dua lahun),
wakil ketua pengadilan negeri setcmpat menjalankan tugas dan wcwenang hakim
kornisar:s (Pasal 281 RancanganJ.
22
G. Prosedur Persidangan Yang Mellgarah K(" Adv("fsa";91
Di negara-negara lain seperti ltalia dan Jepang sistem pemeriksaan sidang yang
inquisitoir s.udah ditinggalkan. ltalia memperkenalkan sisteln adversariallnu~ni. yang
artinya tidak ada lagi berkas perkara yang distrahkan olch penuntllt umum kepfHia
hakim. Rerkas perkara yang dibuat penyidik hanya untuk penuntut umum guna
dipakai dalam persidangan. Yang diserahkan kepada hakim hanya surat dakwaan,
nama terdakwa, surat penahanan dan daftar barang bukti.
Da!am Rancangan Pasa! 137- r75 ketentuan prosedur persidangan sudah
mengarah ke adl'ersariol atau antara penuntut umum dan terdakwa/pcnasihat hukum
lebih berimbang. Dengan demikian. pc~an aktir ha\..il1l )Oung mcmimpin sidang
berkurang. Peranan berita acara juga berkurang oleh karena kedua pihak penunlut
umum dan terdakwalpenasihat hukum dapat menambah alat bllkti (saksi) baru di
sidang pengadilan yang dapat ditolak oleh hakim, jika segalanya sudah jelas dan
terang. Dengan demikian. ada kaitannya dengan tiadanya P 21, seh\ngga hubungan
antara penyidik dan penuntut umum berlangsung terus sampai sidang pengadilan.
Adanya keheratan jika penuntut llmurn mcnambah sendiri pemeriksaan juga
menjadi tidal-.: beraJasltn. karena [Jada saat sidang sedang berlangsllng pun penuntul
umllm dapat menambah alar bukti baru, terulama untuh. menyanggah alat bukti baru
a'de charge yang diajukan terdak\\-a/penasihat hukum.
Pasal 152 (1) Rancangan herhunyi: Penuntut umum dan terdakwa atau
penasihat hukum terdakwa diberi kcsempatan men)'ampaikan penjelasan singkat
untuk menguraikan bukti dan saksi yang hendak diajukan oleh mereka pada
per:sidangan.
Pasal 152 (2): Sesudah pernyataan pembuka, saksi dan ahli memberikan
keterangan. Pasa! 152 (3): Vrulan saks\ dan ahli ditentukan oteh pihak yang
memanggil. Pasal 152 (4): Pertlllltut lImllm menga,illkan saksi, ahli. dan buktinya
terle-bib dabuln. Pasal 152 (5): Apabila hakim men}'etujui saksi dan anli yang
diminta oleh Penasihat hukum untuk dihadirkan. maka nakim memerintahkan kepada
Penuntut Vmum untuk lncmanggil saksi dan ahti y1\ng diajubn oleh Penasihat
Hukum tersebllt. Pasal 152 (10): Setelah pemeriksaan terdakwa, Penuntut Umum
dapat memanggil saksi atau ahli tambahan untuk menyanggah pernbuktian d9ri
penasihat hukum selama persidungall.
Dalam requisitoimya penuntut umum dapat menguraikan dan menjelaskan hal
hal yang terjadi di sidang pengadi\an dan memberi kesimpulan dari scmua alat bukti
yang telah dikemukakan. untllk memancing opini hakim yang menjurlls kepada
adanya bukli btrupa "pcngnm:uan hakim sendiri".
H. Upaya Hukum
Secara prinsip semua perkara lewat Pengadilan Tinggi (banding) baru diajukan
kasasi ke Mahkamah Agung. Jadi, berbeda dengan KUHAP 1981. Rancllnglln
membolehkan pennohonan banding putusan Icpas dari segala tLlntutan hukum.
kemudian uapal diajukan kasusi. Harm dicegah Mahkamah Agun.g berfungsi sebagai
"Pengadilan Negeri seluruh Indonesia". Put<lsan Mahkamah Agung tidak menyungkut
fakta atau pembuktian, me!ainkan menyangkul penerapan hukum. Oleh karena itu.
sarna dengan beberapa KUHAP negara lain. putusan Mahkamah Agung tidak boleh
lebih berat daripada putusan Pengadilan Tinggi kecuali jika pengadilan yang lcbih
rendah itu memUiUS lebih Tingan daripad<l rninimum khusus. Misalnya, pelangg;aran
berat HAM yang minimum khususnya sepuluh tahun penjara kemudian pengadilan
yang lebih rendah dari Mahkamah Agung memutus tiga tahun penjara.berarti salah
menerapkan hukum, sehingga Mahkamah Agung memutus sepuluh tahun penjara a!au
membebaskan terdakwa karena delik yang terbukti bukan pelanggaran berat HAM.
Upaya hukum Peninjauan Kembali juga diubah rnenjadi hanya dua alasan, yaltu
ada llovum atau putusan yang saling bertentangan. Salah atau kcliru penerapan hukum
bukan alasan PK. Jika benar-benar tcrjndi keliru penerapan hukurn kemudian
tcrdakwa dijatuhi pidana atau salah kualifikasi sehingga dijaluhi pidana lebih berat
dflripada seharusnya. maka upayanya ialah permohonan grasi kepada presiden yang
dapat diajukan oleh Jaksa Agung yang mewakli masyarakat. Oi Thailand tidak ada
aturan PK dalam KUHAP. jika ada nmwJtl. puwsa~ saling bertcOlangan. salah
penerapan hukum sehingga orang dijatuhi pidana. maka diajukan permohonan grasi
kepada raja.
Ditegaskan dalam Rancangan hanya jika terdakwa dijatuhi pidaua dapat
diajukan PK, artinya putusan bebas dan lepas dari segala tuntuan hukum tidak
dapai diajukan PK. Ketentuan ini bersifat universal.
25
Mahkamah Agung memutuskan PK diterima ataukah tid'lk. Yang
mell1utuskan apakah putusan bel"1Cls, lepas dari segala tuntutan hukum. tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima ataukah dipidana lebih ringan dari putusan
sebelumnya, ialah pengadilan negerL sebagai konsekuensi Mahkamah Agung tidak
memeriksa takta tetapi penerapan hukum (sarno dengan KUHAP Relanda).
J. Perkenalan plea bargaining
Hal ioi tercantum di da1am 1Y7 Rancangar. yang b~ljudlll jalur khusus. Pada
saal penuntul umum membacakan surat dakwaan, terdakwa mengakui semua
perbllatan yang didakwakan dan mengaku bersalah melakllkan tindak pidana yang
ancaman pidana yang didakwakan tidak lebih dari tujuh tahun penjara pemmtur
Unlum dapat melimpahkan perham ke sidang aeum pemeriksaan singkat. Pi dana yang
dijaruhkan tidak boleh lebi)l dari 2/3 dari maksimum. OJ sinilah letak pengakuan yang
memberi keuntungan (semacam plea bargaining). Hakim dap'll menolak pengakuan
ini dan meminta pemmtul umllm mengajukan ke sidang pemeriksaan biasa.
K. Saksi Mahkota (KROON GETUlGE: CROWN WITNESS)
Salah satu hal yang paling sering disa.lahmengcni ia.lah saksi mahlwta. Ada
yang mengartikan saksi mahkota iaJah jika para lerdakwa bergan/ian menjadi sak"r
atas kav.an berhuMnya. ]ustru hal itu di!arang karena berarti ,\·eljincrimination.
Sebagai saksi dia disumpah, jadi jika dia beroohong dia bersumpah palsu, padahal dia
juga terdakwa da/am kasus itu yangjika dia berbohong tidak diancam dengan pidana.
Saksi mahkuta hanya ada dalum blihU teks dan yurisrrudensi. tidak ter..:antum di
dalam undang-undang. Saksi mahkota ialah salah seorang tersangka/terdabva yang
paling ringan perannya dalam delik terorganisasikan yang bersedia mengungkap delik
itu, dan untuk ·"jasanya" itu dia dikeluarkan dari uattar rersangka/terdakwa dan
dijadikan saksl. jika tidak ada reserta (tersangkalterdakwa) yang ringan perannya dan
tidak dapa! dimaafkan begilU saja, tetap diambii yang paling ringan perannya dan
dijadikan saksi kemudian menjadi terdakwa dengan janji oleh penuntLit urnum akan
menuntut pidana yang lebih ringan dari kawan bcrbuatnya yang lain. nemikian
ketentllan undang-undang ltalia tentang saksi mahkota. Jadi, ketentuan tentang saksi
mahkota yang dituangkan di dalam Pasa1 198 Rancangan sesuai dengan asas
oportunitas juga yang dianut di Indonesia. Tentu hal ini harus disalnpaikan olch
26
Da)am ketentuan lersebuI n}'ata kecenderungan ke arah advenarial, yang
menyebabkan penuntut umurn benar-benar menguasai hukum aeara d3n hllkum
pidana materiel Ji :;amping sikap, wibaW8, sll~ra dan taktik yang mantap.
H. Alat-Alat Bukti
Alat bukli berubah, sehingga berdasarkan Pasal \77 Rancangan alat bukti yallg
sah mencakup:
a. barang bukti;
b. surat-surat
c. bukti eletronik;
d. keterangan searang ahJi;
e. keterangan seorang saksi;
r keterangan terdak.wa:
g. pcngmnatan hakim.
Yang baru ialah "barang bukti" yang lazim disebul di Negara lain real evidence
atau material evidence, yaitu bukti yang sungguh-sungguh. Disebu{ surat-surat
(jamak) maksudnya ialah jika ada seralus surat, dihitung sarna dengan satu alat hukii
Sebaliknya, disebut "seorang ahli" atau ""eorang s3ksj-' maksudnya jib ada dua saksi
mala rnemenuhi bukti minimum dUll alat bllkti. lni 5ama dengan KUHAP Belanda
yang menyebut geschriflel?ike bescheiden {surat-5urat) dan verklaringen van een
getuige (keterangan seorang saksi). Bukti elektronik rnisalnya e-mail. SMS, fota, film_
fOlokapi, faximaiL dst.
Sengaja keterangan saksi ditempatkan bukan pada urutan satu (sama dengan
KUHAP Belanda) agar jangan dikira jika tidak ada saksi tidak ada alat bukti.
Keterangan terdakwa berbeda dengan pengakua'l terdakwa. Alat bukti "petunjuk"
yang berasal dari KUHAP Belanda tahun 1838 yang 5udah lama diganti dengan eigen
waarneming va de rechter (pengamatan hakim sendiri) berupa ke:;imptilan yang
ditarik dari alat bukti Jain berdilsarkan hasil pcmeriksaan di sidang pengadilan. Di
Amerika Scrikot disebut judicial notice. Tidak ada KUHAP di dunia yang menyebur
petunjuk (Belanda: aanwijzing; Inggris: indication) sebagai alat bukli kecua[i
KUHAP Belandadahulu (1838): HIR dan KUHAP 1981).
,,
24
penuntut lInlum kepada hakim. Penuntut umumlah yang menentukan terdakwa
dijadikan saksi rnahkota.
BABIV
KESIMPULA!\
Dengan tidak meniru-niru negara maju k.art:lla mcmang mereka dlla puluh
tahun lebih maju baik perundang-undangan maupun SDMnya, namun dalam
penyusunan RUU-KUHAP tidak dapat kita meJepaskan diri dar! pcngaruh
globalisasi, terutama dengan tclah ditandatanganinya beberapa konvensi intt:rnasiona!
yang herkaitar. langsung dengan hukum aeara pidana.
RU'iia yang termasuk negara maju bahkan pernah menjadi .\'Upelpower yang
lebih klint dari Indonesia dalam segi politis (dia anggota tetap dewan keamanan PBB),
ek.unulI1i apalagi militer, menYU'iun KL:HAP baru yang sang3t progresif. bahkan
ditekankan bahwa jika ketentuan pt'rjanjian internasional yang Rusia menjadi pihak
benentangan dengan ketentuan KUHAP, mala I.:etentuan internasional itll yang harus
diterapkan.
Kita pun harus menyadarL ba}rwa KUI lAP Indonesi3 bf'rlaku oagi semua
orang yang ada di Indonesia, termasuk orang dan korporasi asing. Dengan demikian.
mereka secara serius mengikuti pula perkembangan penyusumm Ran::.angan.
Tiada gading yang tiada retak, Rancangan ini merupakan karya manUSH\
yang tidak luput dari kekurangan can keterbatasan, yang ~elanjutnya akan dibahas
oleh PANSUS DPR-Pemerintah untuk kesempurnaannya.
27
•
BABV
DAFTAR PUSTAKA
Cortens, G.J.M., 1993. He! Nederland~ Slrq!proce.l'recht. Arhem: Kluwer.
Fogel, David, 1988, On Doing Less Harm Chicago: CIC Office of International
Criminal Justice.
Hamzab, Andi, 2005, Hukwn Acora Pia'ana fndonesiu, Jukurto' Sinar Graflka
Minkenhof,nA. 1970. De Ne,ierland.\'e Sfra(vurJering. Haarlern; H D. ljeenk
Willink.
OrJil1, Theodore S, Allen Rosas and Martin Scbeinin, 2000. The Jurisprudence 0/ Human Rrghts Len..", Turku/Abo Institute of Human Rights. Abo Akademi University.
Strang, Robert R. 2008. "More Adversarial but not Completely Adversarial"
Refimllution ofthe lndom!,\ian Criminal Procedure Code. Paper. 2008.
Thaman, Stephen C, 2000, Comparative Crimina! Procedure. Durham. Carolina
Kademie Press.
Tak, Pet("r J.P.. 2004. Tasks and Power.\' (~f' Ih" Proseculion ServiN in flu.>
ELl Memher States, Nijmegen: Wolf Legel Publishers.
Verrest. P.A.I\L 2001, Ter Vergel(jking: Een Suidie naor Fram'l?
Vooronderzoek, in Strajzaken. dell Haag. WaDe Weissbrodt, David, 2001, The Right to a Fair Trial Under them Universal
Declaration ofHuman Righ/.~ and rhe InJernorional Covenant on Civil and Political
Rights. The Hague I Boston/Londoll: Martinus NijhoffPublishers.
France Code ofCriminal Procedure.
The Rw.sian Federation Code a/Criminal Procedure, 2003.
Criminal Procedure Law o/the People's Republic o.lChina, 1996.
Criminal Procedure Code ofMalaysia, 2006.
The Criminal Procedure <- ·ode a/Japan
The Criminal Procedure Code a/Thailand
Stra'!prozessornung (Germany).
Draft Criminal Procedure Code a/Georgia.
Federal Criminal Cude and Rules. (USA) 2007 Edition.
/
28
•
Jakarta, 28 April 2008
Tim RUU-KUHAP
Ketua,
Prof rlr.jur.A.Hamzah
29