multiobjektif optimisasi kilang hayati ko-produksi etanol ... filesecara umum, prinsip dari kilang...

20
Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol, Furfural, dan Lignin Berbasis Lignoselulosa Ayip Farouk, Widodo W Purwanto Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Guna turut berkontribusi dalam pengembangan energi terbarukan, penelitian ini bertujuan untuk menemukan keputusan yang tepat dari pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai salah satu bahan yang potensial di Indonesia. Produk akhir dari pemanfaatan TKKS pada penelitian ini adalah Etanol, Furfural, dan Listrik. Multi-objektif yang akan di pilih pada penelitian ini adalah NPV maksimum dan CO 2 minimun yang akan diukur dengan Kurva Pareto. Penelitian sebelumnya sudah melakukan optimasi namun NPV yang dihasilkan masih belum ekonomis, salah satunya dikarenakan biaya kapital dari pemasangan sistem gugus tenaga surya yang masih mahal. Oleh karena itu, pada penelitian ini pengembangan yang akan penulis lakukan adalah dengan mengganti sumber kukus dengan bahan bakar gas alam. Sehingga mampu mengurangi biaya kapital dan diharapkan bisa memperbaiki NPV agar lebih ekonomis. Pada penelitian ini, diperoleh suhu operasi yang optimum pada unit praperlakuan sebesar 180 o C, dan juga split fraksi 0.25 TKKS masuk kedalam unit hidrolisis. Pada kondisi ini, diperoleh NPV sebesar $ 43.6 juta dan emisi sebesar 9.237 juta kgCO 2 Ekuivalen. Multiobjective Optimization of Ethanol, Furfural, and Electricity Co-Production in a Lignocellulosic Based Biorefinary Abstract For doing some contribution in development of renewable energy, this study have an objective to find an optimum decision for Empty Fruit Bunch (EFB) utilization as one of potential raw material in Indonesia. The final products from EFB utilization in this study are ethanol, furfural, and electricity. Multi Objective that will optimize in this study are NPV maximum and CO minimum that will measure with Pareto Curve. The recent study has done the optimizing but the NPV still not economic. It’s happen because the capital cost from CSP utilization as a steam generation still expensive. In this study, natural gas will use as a fuel for steam generation, so that can decrease the capital cost and can make the NPV become economic. In this study, the optimum operation temperature was obtained in 180 o C and split fraction in 0.25 EFB into hidrolisis reactor unit. In this condition, the result for NPV is $43,6 million and emission 9.237 million kgCO 2 equivalent. Keywords: Multiobjective Optimization, EFB, Biorefinary, Lignocellulose Pendahuluan Energi berperan besar dalam jalannya peradaban. Kondisi majunya suatu negara berkorelasi dengan tingkat konsumsi energi negara tersebut. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan jenis energi final yang terbanyak di konsumsi dibandingkan dengan jenis energi final lainnya. Diperkirakan pada periode 2004 – 2030, konsumsi energi dunia akan naik sebesar 57% . sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan data yang disajikan oleh kementrian ESDM, pada tahun 2000-2012 kebutuhan BBM dalam sektor transportasi sendiri naik secara signifikan

Upload: phungtu

Post on 26-Apr-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol, Furfural, dan Lignin

Berbasis Lignoselulosa

Ayip Farouk, Widodo W Purwanto

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Guna turut berkontribusi dalam pengembangan energi terbarukan, penelitian ini bertujuan untuk menemukan keputusan yang tepat dari pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai salah satu bahan yang potensial di Indonesia. Produk akhir dari pemanfaatan TKKS pada penelitian ini adalah Etanol, Furfural, dan Listrik. Multi-objektif yang akan di pilih pada penelitian ini adalah NPV maksimum dan CO2 minimun yang akan diukur dengan Kurva Pareto. Penelitian sebelumnya sudah melakukan optimasi namun NPV yang dihasilkan masih belum ekonomis, salah satunya dikarenakan biaya kapital dari pemasangan sistem gugus tenaga surya yang masih mahal. Oleh karena itu, pada penelitian ini pengembangan yang akan penulis lakukan adalah dengan mengganti sumber kukus dengan bahan bakar gas alam. Sehingga mampu mengurangi biaya kapital dan diharapkan bisa memperbaiki NPV agar lebih ekonomis. Pada penelitian ini, diperoleh suhu operasi yang optimum pada unit praperlakuan sebesar 180o C, dan juga split fraksi 0.25 TKKS masuk kedalam unit hidrolisis. Pada kondisi ini, diperoleh NPV sebesar $ 43.6 juta dan emisi sebesar 9.237 juta kgCO2 Ekuivalen.

Multiobjective Optimization of Ethanol, Furfural, and Electricity Co-Production in a

Lignocellulosic Based Biorefinary

Abstract

For doing some contribution in development of renewable energy, this study have an objective to find an optimum decision for Empty Fruit Bunch (EFB) utilization as one of potential raw material in Indonesia. The final products from EFB utilization in this study are ethanol, furfural, and electricity. Multi Objective that will optimize in this study are NPV maximum and CO minimum that will measure with Pareto Curve. The recent study has done the optimizing but the NPV still not economic. It’s happen because the capital cost from CSP utilization as a steam generation still expensive. In this study, natural gas will use as a fuel for steam generation, so that can decrease the capital cost and can make the NPV become economic. In this study, the optimum operation temperature was obtained in 180o C and split fraction in 0.25 EFB into hidrolisis reactor unit. In this condition, the result for NPV is $43,6 million and emission 9.237 million kgCO2 equivalent.

Keywords: Multiobjective Optimization, EFB, Biorefinary, Lignocellulose

Pendahuluan

Energi berperan besar dalam jalannya peradaban. Kondisi majunya suatu negara berkorelasi

dengan tingkat konsumsi energi negara tersebut. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan

jenis energi final yang terbanyak di konsumsi dibandingkan dengan jenis energi final lainnya.

Diperkirakan pada periode 2004 – 2030, konsumsi energi dunia akan naik sebesar 57% .

sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan data yang disajikan oleh kementrian ESDM, pada

tahun 2000-2012 kebutuhan BBM dalam sektor transportasi sendiri naik secara signifikan

Page 2: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

hingga mencapai 150%, dan hal ini diprediksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun

ke depan.

Pada tahun 2013, luas area perkebunan kelapa sawit mencapai sekitar 10 juta hektar, dengan

kondisi 2,7 juta hektar untuk tanaman belum menghasilkan dan 7,3 juta hektar berupa

tanaman yang menghasilkan dengan produksi minyak sait bisa mencapai 27,7 juta ton.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kementrian ESDM, pada tahun 2020 produksi kelapa

sawit akan terus meningkat hingga 44 juta ton, dan 66 juta ton pada 2030. Dengan setiap

pengolahan kelapa sawit pasti menghasilkan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit yang

besar, Hal ini bisa menjadi peluang besar bagi pengembangan bahan bakar berbasis hayati di

Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sebuah desain kilang hayati berbasis

lignoselulosa dengan mempertimbangkan performa ekonomi dan lingkungan agar optimal.

Tinjauan Teoritis

Istilah kilang hayati dapat ditemukan dalam paper-paper sejak permulaan tahun 1990-an

(Kamm et al., 2006). Selain kilang hayati, istilah-istilah lain juga digunakan untuk

menggambarkan proses yang menggunakan bahan hayati untuk membuat sebuah produk,

seperti biomass conversion plants oleh Goldstein pada 1981, agricultural refineries oleh

Rexen and Munck pada 1984, dan biomass refining & processing industries oleh Tong and

Cennell pada 1983.

Kilang hayati (biorefinery) di definisikan sebagai kegiatan yang mengubah bahan-bahan

hayati menjadi serat, bahan-bahan kimia, bahan bakar, panas dan produk-produk lainnya

dengan efek yang minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap kelestarian lingkungan

(Lehrburger, 2005). Secara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi

terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai macam produk dengan nilai yang lebih

tinggi. International Energy Agency (2015) mendefinisikan kilang hayati adalah pengolahan

dari bahan hayati yang berkelanjutan menjadi beberapa produk yang berharga dan energi.

Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak nabati utama di

Indonesia. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsure hara dalam jumlah besar untuk

pertumbuhan vegetatif dan generatif.

Dengan jumlah pemanenan kelapa sawit yang cukup besar di Indonesia, yakni pada 2014

mencapai sekitar 30 juta ton dan setiap tahunnya mengalami peningkatan produksi rata-rata

10,3% per tahun (Erliza, DKK. 2015) dan khusus untuk tandan kosong kelapa sawit sendiri

Page 3: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

mencapai 25,7 juta ton pada 2014, hal ini menjadi keuntungan tersendiri dalam memanfaatkan

TKKS sebagai bahan dari pengolahan hayati ini.

Selulosa merupakan polimer linier glukan dengan struktur rantai yang seragam. Unit-unit

glukosa terikat dengan ikata glikosidik-β-(1-4). Dua unit glukosa yang berdekatan bersatu

dengan mengeliminasi satu molekul air diantara gugus hidroksil pada karbon 1 dan karbon 4.

Kedudukan –β dari gugus –OH pada C1 membutuhkan pemutaran unit glukosa berikutnya

melalui sumbu C1-C4 cincin piranosa. Unit ulang terkecil dari rantai selulosa adalah unit

selulosa dengan panjang 1,03 nm dan terdiri atas dua unit Glukosa (Euis dkk,. 2009).

Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam alkali.

Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya selulosa dalam dinding sel tanaman. Konstituen utama

dari hemiselulosa adalah glukosa, mannose, galaktosa, xilosa dan arabinosa (Fengel dan

Wegener 1984; Howard et al,. 2003).

Lignin merupakan salah satu komponen yang paling kuat ikatannya dalam komponen

lignoselulosa. Lignin merupakan suatu polimer aromatic 3 dimensi kompleks yang disintesis

dari unit fenil propena tersubstitusi yang tersusun atas syringyl, guaiacyl, dan p-

hydroxyphenol yang saling terhubung membentuk matriks yang rumit (Mood et al., 2013).

Dikarenakan terdapat tiga komponen utama pada lignoselulosa yakni selulosa, hemiselulosa

dan lignin, maka untuk memaksimalkan komponen-komponen utama tersebut pada desain

kilang hayati kali ini produk yang akan dihasilkan adalah etanol (bahan bakar/fuel), furfural

(bahan kimia/chemical), dan listrik (power).

Etanol merupakan salah satu bentuk dari alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang

berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua atom hidrogen yang terikat.

Produksi etanol dari bahan hayati menggunakan proses fermentasi dari glukosa yang

dipecahkan dari selulosa untuk produksi etanol (Generasi II) yang diperoleh dari

lignoselulosa. Hal ini dilakukan agar tidak bersilangan dengan kebutuhan pangan (Generasi

I).

Furfural atau 2-furankarboksaldehid merupakan senyawa organic turunan dari olongan furan.

Furfural berfasa cair dan kurang larut didalam air. Furfural larut dalam alkohol, eter dan

benzene. Furfural merupakan produk antara dari berbagai macam produk turunan yang

digunakan secara luas oleh banyak industri, seperti industri perminyakan, serat sintesis, dan

farmasi.

Listrik diproduksi guna mengoptimalkan segala komponen yang terdapat didalam

lignoselulosa. Listrik diproduksi dengan cara memanfaatkan lignin yang merupakan salah

Page 4: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

satu komponen yang sulit di dekomposisi.. listrik yang dihasilkan dalam proses ini

diutamakan untuk digunakan sebagai pemenuh kebutuhan listrik pada kilang hayati.

Dalam pemanfaatkan Lignoselulosa agar dapat menghasilkan produk yang optimal, maka

diperlukannya proses yang terintegrasi serta pemanfaatan yang efektif terhadap selulosa,

hemiselulosa dan lignin.

Secara umum, terdapat dua strategi untuk mengkonversi lignoselulosa untuk menjadi bahan

bakar mau chemicals, yaitu:

1. Pengolahan semua kandungan lignoselulosa dengan menggunakan prises gasifikasi

maupun pirolisis dimana strategi ini memiliki proses operasi yang lebih sederhana.

2. Pengolahan fraksi hemiselulosa dan fraksi selulosa secara terpisah maupun bersamaan.

Proses ini dapat mengoptimalkan produk yang bisa diberntuk dari tiap-tiap komponen

yang terdapat didalam lignoselulosa (Wettstein, dkk., 2012).

Untuk mengoptimalkan segala kandungan yang terdapat didalam lignoselulosa, strategi yangt

digunakan pada penelitian ini adalah strategi pengolahan fraksi dari lignoselulosa.

Selulosa yang terdiri dari glukosa, dihidrolisis agar glukosa dapat terpecah dari selulosa dan

selanjutnya dilakukan fermentasi guna mambuat etanol. Hemiselulosa yang terdiri dari gula

C6 dan C5, masing-masing memiliki jalur konversi yang berbeda. Gula C6 masuk kedalam

jalur produksi etanol dan asam levulinat, sedangkan gula C5 diproses untuk menghasilkan

furfural. Untuk lignin, dikarenakan komponen ini memiliki sifat inert sehingga membuatnya

sulit di reaksikan, maka lignin dibakar secara langsung guna mendapatkan panas untuk

pembangkit tenaga listrik, mengingat bahwa heating value dari lignin yang cukup tinggi yakni

29,45 MJ/kg.

Hemiselulosa dan selulosa pada struktur lignoselulosa diselubungi oleh lignin. Struktur lignin

yang sangat kuat dan rapat akan menyulitkan proses pemecahan struktur hemiselulosa dan

selulosa menjadi gula sederhana. Oleh karena itu, perlu adanya usaha pemecahan struktur

lignoselulosa dengan melakukan pra-perlakuan agar memudahkan perlakuan selanjutnya.

Selain lignin, hambatan yang akan terjadi dalam proses konversi biomassa ini adalah selulosa

itu sendiri. struktur selulosa terbagi menjadi dua yaitu crystalline region (struktur selulosa

yang rapat) dan amorphous region (struktur selulosa yang renggang). Selain merusak struktur

lignin, proses Pra-Perlakuan dapat merusak struktur selulosa yang rapat menjadi lebih

renggang. Pra-Perlakuan dinilai sebagai salah satu tahap yang paling mahal dalam proses

konversi biomassa, yaitu mencapai USD 30/gallon etanol yang dihasilkan (Mosier et al.

2005).

Page 5: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Prosedur pra-perlakuan yang tepat meliputi: (1) pemutusan ikatan hidrogen pada struktur

kristalin selulosa, (2) penghancuran matriks silang antara hemiselulosa dan lignin, dan

terakhir, (3) meningkatkan porositas dan luas permukaan dari selulosa untuk proses hidrolisis

enzimatik berikutnya. (Li et al., 2010).

Proses pra-perlakuan dengan menggunakan asam merupakan proses yang cukup tepat kali ini.

Mengingat bahwa salah satu produk dari perlakuan ini adalah furfural, yang dimana furfural

adalah salah satu produk samping yang dihasilkan oleh pra-perlakuan menggunakan larutan

asam.

Metode lain yang cukup mendekati proses pra-perlakuan dengan manggunakan larutan asam

adalah steam explosion. Kedua metode ini memiliki kemampuan yang relatif sama, baik dari

segi pemisahan hemiselulosa maupun pemisahan lignin. Akan tetapi, metode steam explosion

tidak memutus matriks lignin-karbohidrat secara sempurna serta menghasilkan senyawa

beracun. Apabila dibandingkan dengan metode wet oxidation dan Organosolv, dalam hal

kemampuan penghilangan lignin, metode dengan larutan asam memang masih kalah, namun

mengingat bahwa kandungan lignin didalam TKKS yang tidak terlalu tinggi, yakni hanya

24,46% wt (Siew et al., 2014) ditambah dengan biaya investasi yang cukup besar, metode

dengan menggunakan larutan asam masih lebih baik.

Metode praperlakuan asam dapat dilakukan menggunakan asam encer dengan temperatur

tinggi maupun menggunakan asam pekat dengan menggunakan temperatur yang lebih rendah.

Penggunaan metode asam pekat lebih ekonomis karena beroperasi pada temperatur rendah,

namun, metode ini berpotensi menimbulkan masalah korosi pada peralatan, toksisitas,

recovery asam yang digunakan, dan pendegradasian glukosa menjadikan metode ini tidak

banyak digunakan. Metode asam encer lebih menarik karena menghasilkan inhibitor dalam

jumlah yang lebih sedikit dan telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai metode

tersebut (Mood, dkk., 2013). Oleh karena itu, pada penelitian ini, digunakan larutan asam

encer untuk melakukan proses pra-perlakuan.

Hidrolisis asam menggunakan bantuan asam sebagai katalis biasa berperan untuk memutus

ikatan glikosidik yang menghiubungkan monomer-monomer gula. Reaksi hidrolisis

lignoselulosa menggunakan larutan asam merupakan reaksi yang melibatkan mekanisme yang

cukup kompleks. Studi kinetika yang dilakukan oleh Siew, et al (2014) mendapatkan

informasi mengenai pengaruh waktu reaksi (1-50 menit). Temperature reaksi (120-180 oC)

dan konsentrasi asam (0,25-0,5 N) pada reaksi hidrolisis TKKS dengan mode operasi batch.

Perbandingan larutan asam dan TKKS yang digunakan adalah 10:1. Pada penelitian ini, salah

satu variabelnya adalah temperatur reaksi hidrolisis. Retang temperatur yang digunakan

Page 6: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

adalah 162-180 oC. Hal ini dikarenakan 162 oC merupakan titik didih furfural sedangkan

180oC merupakan batas dari glukosa agar tidak terdekomposisi menjadi asam levulinat.

Dengan rentang ini, furfural dapat menjadi produk atas dari reaktir bersama dengan beberapa

senyawa lainnya, dan etanol tidak semua terdekomposisi karena salah satu produk akhir dari

proses ini adalah etanol yang diperoleh dari fermentasi glukosa.

Asam yang digunakan pada proses ini adalah asam sulfat (H2SO4) dengan konsentrasi asam

yang digunakan adalah sebesar 0,5 N, karena menurut siew et al (2014), konsentrasi asam

yang tinggi akan menyebabkan dekomposisi xilosa menjadi furfural menjadi lebih besar.

Untuk residence time pada penelitian ini adalah selama 1 menit, dengan pertimbangan pada

waktu tersebut sudah cukup untuk mendekomposisi xilosa menjadi furfural, dan tidak

membuat sebagian glukosa terdekomposisi menjadi 5-HMF mengingat energi aktivasi reaksi

dekomposisi glukosa lebih rendah dibandingkan energy aktivasi reaksi dekomposisi xilosa.

Selanjutnya, Siew et al (2014) menyatakan pengaruh temperatur dan konsentrasi asam ke

dalam persamaan Arrhenius termodifikasi, sebagai berikut:

���� = ����[HSO�]���� exp �− ������� �

Zeitsch (2000) menyatakan bahwa furfural dan air membentuk campuran azeotrop, yaitu pada

komposisi 35% berat furfural. Sejauh ini semua proses konversi xilosa menjadi furfural hanya

mampu memproduksi furfural dengan konsentrasi sekitar 6% dan lebih dari 90% sisanya

berupa air, atau dengan kata lain berada di bawah titik azeotrop.

Beberapa skema alternatif untuk memisahkan furfural dari larutan telah diuji baik secara

teknis maupun ekonomis dan mengarah pada dua konfigurasi dasar yang berbeda, yaitu: (i)

distilasi azeotrop dengan separasi flash, dan (ii) ekstraksi cair-cair. (Harris & smuk, 1961)

Evaluasi secara ekonomis menunjukan bahwa distilasi azeotrop yang dilakukan pada dua

kolom berbeda, yaitu kolom azeotrop dan dehidraasi sangat mahal karena membutuhkan 11

kali lebih banyak steam dibandingkan kolom lain (Harris & Smuk, 1961). Proses ekstraksi

cair-cair adalah salah satu metode yang digunakan dengan mengganti kolom distilasi azeotrop

dengan menggunakan kolom ekstraksi menggunakan pelarut seperti toluene.kemudia

dilanjutkan dengan masuk ke dalam proses distilasi untuk memisahkan pelarut dengan

furfural.

Setelah furfural dikeluarkan, di dalam reaktor hidrolisis masuh terdapat beberapa senyawa

seperti glukosa, selulosa, xilosa, hemiselulosa, lignin, dan asam sulfat. Melalui proses

penyaringan, didapatkan produk cairan berupa campuran glukosa, xilosa, asam sulfat, serta

padatan berupa residu lignin dengan sedikit kandungan selulosa dan hemiselulosa yang belum

Page 7: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

terhidrolisis. Selanjutnya, glukosa dan xilosa akan dipisahkan dari asam sulfat menggunakan

separasi flash. Glukosa dam xilosa akan menjadi umpan dalam proses pembuatan etanol,

sedangkan asam sulfat diumpankan kembali dalam proses hidrolisis. Sementara itu, residu

yang kaya lignin diumpankan ke proses pembangkitan listrik sebagai bahan baku

pembakaran.

Pengukuran standar untuk kandungan energi pada suatu jenis bahan bakar adalah melalui nilai

kalornya, atau disebut juga panas pembakaran (heat of combustion). Selulosa memiliki nilai

kalor yang lebih kecil (17,3 MJ/kg) dibandingkan lignin (26,7 MJ/kg) karena memiliki derajat

oksidasi yang lebih tinggi (Jenkins, 1998).

Langkah pertama untuk mengkonversi biomassa menjadi energi adalah dengan membakar

biomassa. Pada penelitian ini, residu akan dibakar dengan metode direct combustion. Untuk

mendapatkan pembakaran yang sempurna, dibutuhkan udara berlebih yang nilainya

tergantung jenis biomassa yang digunakan, untuk kayu, nilai dari faktor udara adalah 1,25-

1,40 (Alvarez, 1990) Artinya, udara yang digunakan 25%-40% lebih banyak dari kebutuhan

udara teoritis. Nilai faktor udara yang digunakan adalah 1,2 dimana suhu keluaran flue gas

diset konstan sebesar 130 oC. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran digunakan untuk

menghasilkan listrik menggunakan siklus Rankine (steam-turbine).

Estimasi biaya modal dilakukan menggunakan metode Guthrie, yaitu berdasarkan total biaya

pembelian dan instalasi alat (Total Bare Modul Cost). Estimasi biaya alat mengacu pada

Seider, Seader, & Lewin (2009), menggunakan persamaan umum:

�� = ���

Untuk menyesuaikan harga alat pada tahun tertentu, maka digunakan indeks harga yang

mengacu pada Chemical Engineeering Plant Cost Index (CEPCI), yang diterbitkan oleh

Chemical Engineering Magazine. Rumus untuk penyesuaian terhadap indeks harga tersebut

adalah:

� = �� . !!�

Komponen biaya operasi terdiri dari dua biaya, yaitu variable cost dan fixed operating cost.

Variable cost merupakan biaya yang terpengaruh oleh besarnya kapasitas produksi, contohnya

adalah biaya bahan baku yang digunakan dalam proses. Fixed operating cost merupakan biaya

yang tidak terpengaruh oleh kapasitas produksi, contohnya biaya administrasi, asuransi, sewa,

dll.

Life Cycle Assessment (LCA) adalah mekanisme untuk menganalisis dan memperhitungkan

dampak lingkungan total dari suatu produk dalam setiap tahapan daur hidupnya. Dimulai dari

Page 8: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

persiapan bahan mentah, proses produksi, penjualan dan transportasi, serta pembuangan

produk (IRAM-ISO-14040, 2006).

LCA memiliki 4 tahapan utama, yaitu: (1) penentuan tujuan dan ruang lingkup, (2)

inventarisasi data, (3) penilaian dampak, dan (4) interpretasi data. Pada penelitian ini, prinsip-

prinsip LCA akan digunakan untuk menilai performa lingkungan dari kilang hayati berbasis

lignoselulosa.

Berdasarkan batas sistemnya, LCA dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu (1)

Cradle-to-gate, mencakup seluruh tahapan produksi dari produk hingga ke gerbang pabrik

atau sebelum didistribusikan ke konsumen. (2) Cradle-to-grave, mencakup seluruh tahapan

produksi dari produk hingga fasa pembuangannya. (3) Cradle-to-cradle, mencakup seluruh

tahapan produksi dari suatu produk hingga produk tersebut didaur ulang untuk menghasilkan

produk lain dengan material yang sama. (4) Well-to-wheel, khusus digunakan pada bidang

bahan bakar dan transportasi. Meliputi penghitungan emisi dari eksplorasi hingga konsumsi

akhir di kendaraan.

Optimisasi multi-objektif adalah mengoptimisasi suatu masalah berdasarkan dua atau lebih

tujuan yang saling berlawanan, berdasarkan batasan-batasan tertentu. Salah satu contoh

masalah optimisasi multi-objektif yang umum dalam sistem desain energi adalah

memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan dampak lingkungan secara bersamaan.

Metode Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain kilang hayati yang dapat

memproduksi etanol, furfural, dan listrik, dan tujuan selanjutnya adalah untuk mengetahui

desain optimum kilang hayati dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan.

Penelitian ini dilakukan dengan membuat desain kilang hayati menggunakan software

SuperPro dan Unisim dan menjadikan desain awal sebagai basis. Kondisi basis disini adalah

temperatur sebesar 180o C dan split fraksi 1 masuk kedalam unit pra-perlakuan.

pada sintesis proses, desain terbagi menjadi beberapa bagian, yang pertama adalah unit

praperlakuan yang bertujuan untuk melakukan proses hidrolisis dengan menggunakan asam

encer. Selanjutnya adalah unit produksi furfural, yang bertujuan untuk memproduksi furfural

dengan melakukan ekstraksi dan distilasi guna memurnikan hasil kondensasi furfural yang

diperoleh dari reaktor hidrolisis. Selanjutnya adalah unit produksi etanol yang bertujuan untuk

memperoleh etanol dengan melakukan fermentasi. Unit terakhir adalah unit pembangkit

listrik yang bertujuan untuk memproduksi listrik dengan membakar biomassa yang tersisa

dari reaktor hidrolisis.

Page 9: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Untuk mendapatkan neraca massa dan energi pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan

simulator software, yaitu software SuperPro Designer dan Unisim Design. SuperPro Designer

merupakan software yang memiliki kemampuan untuk melibatkan proses biologi. Software

ini juga memiliki kemampuan untuk mengetahui harga alat dan biaya operasi. Namun

software ini tidak dilengkapi dengan pilihan model termodinamika, oleh karena itu penelitian

ini juga dilengkapi dengan penggunaan Unisim Design yang dilengkapi dengan kemampuan

untuk melakukan simulasi terhadap proses termodinamika yang rumit.

Estimasi terhadap Total Capital Investment (TCI) dan Operating & Maintenance Cost (OM)

dilakuakn dengan menggunakan metode yang sudah dijelaskan pada tinjauan teoritis.

Emisi CO2 yang dihitung adalah semua emisi yang dihasilkan dari penggunaan maupun

produksi material dan energi di dalam ruang lingkup. Persamaan yang digunakan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

�"#"�$ = �% + '%

Persamaan-persamaan fungsi objektif dan batasan yang digunakan dalam optimisasi

ini adalah:

Fungsi Objektif 1: ()* = −��! + ∑ ,-,.(012)4

5670

Fungsi Objektif 2: �"#"�$ = ∑ q9. E99

Cara penyelesaian optimasi multi-objektif adalah dengan menggunakan metode ε-constraint,

yaitu mengubah optimasi multi-objektid menjadi optimasi objektif tunggal, dengan mengubah

salah satu fungsi objektif menjadi batas bagi fungsi objektif lainnya. Untuk membuat kurva

pareto, hal yang pertama dilakukan adalah menyelesaikan tiap fungsi objektif untuk

memperoleh batas atas dan bawah dari daerah pencarian.

Langkah diatas dimasukkan ke dalam GAMS dan menjalankan beberapa tahapan. Model 1

dilakukan untuk mendapatkan batas atas dengan memaksimumkan NPV sebagai objektifnya.

Kemudian Model 2 dilakukan untuk mendapatkan batas bawah dengan meminimumkan emisi

sebagai objektifnya. Selanjutnya Model 3 diselesaikan dengan memaksimumkan NPV sebagai

objektifnya setelah mengubah fungsi objektif emisi menjadi constraint tambahan.

Dalam Model 3, fungsi objektif yang diselesaikan adalah fungsi objektif NPV, sehingga

fungsi objektif emisi akan di modifikasi menjadi batasan dengan menggunakan persamaan

berikut:

; ≤ ;.=>�?@ + (A(;.=B�?C − ;.=>�?@))

Dimana f1 dan f2 adalah fungsi objektif 1 dan 2, sedangkan w menunjukkan faktor

pembobotan untuk fungsi objektif 2 pada Model 3.

Page 10: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

f2.minf2 adalah menunjukan nilai f2 ketika meminimumkan f2 pada Model 2, sedangkan f2.maxf1

menunjukan nilai f2 ketika memaksimumkan f1 pada Model 1.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil simulasi proses berdasarkan kilang hayati basecase dengan basis input TKKS 500

ton/hari dan kondisi temperatur 180o C serta split fraksi 1 menuju reaktor hidrolisis.

Pada unit pra-perlakuan, 500 ton/hari TKKS yang menjadi input akan di proses dan

menghasilkan output menjadi dua bagian. Yang pertama menuju Unit Produksi Furfural dan

yang kedua menuju Plate and Frame Filter, yang mana dari Plate and Frame Filter massa

akan dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu menuju flash separator untuk memisahkan asam

sulfat yang akan digunakan kembali dengan massa yang akan menuju ke Unit Produksi

Etanol, dan satu bagian lagi akan menuju Unit Pembangkit Listrik.

Gambar 1. Diagram Sankey aliran karbon pada unit pra-perlakuan

Pada unit produksi furfural, furfural akan di ekstraksi dengan dengan menggunakan larutan

pelarut toluena guna memperoleh furfural dengan kemurnian 99% berat furfural. Rasio mol

antara pelarut (toluena) dan larutan yang akan diekstraksi adalah sebesar 44:100, yang

menghasilkan toluena yang dibutuhkan untuk proses per hari adalah sebesar 8.003 ton. Dari

kolom ektraksi, diperoleh furfural sebesar 55,3 ton/hari dengan toluene 7.971 ton/hari. Setelah

itu akan masuk kedalam kolom distilasi untuk dilakukan pemisahan, digunakan tray sebanyak

15 dengan rasio refluks 3. Untuk diameter dan panjang masing-masing sebesar 4,921 ft dan

panjang 27,06 ft sehingga ukuran diameter dan panjang masuk akal, dimana rentang yang

umum digunakan untuk diameter berkisar diantara 3-21 ft dan panjang sekitar 12-40 ft.

diperoleh furfural sebanyak 54,28 ton per hari dengan kemurnian 99% berat furfural. Efisiensi

pada unit produksi furfural adalah sebesar 50,59%.

Page 11: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Gambar 2. Diagram Sankey aliran karbon pada unit produksi furfural

Pada simulasi unit produksi etanol ini kita menggunakan air sebagai pengencer dengan laju

massa 108 kg/min. dengan pengenceran ini dihasilkan konsentrasi etanol pada fermenter

sebesar 9,57%.

Pada unit penyaringan sebesar 0,51 ton/hari CaOH2 dimasukkan kedalam reaktor netralisasi

disertai dengan pengelembungan CO2 sebesar 0,1 ton/hari. Reaksi ini menghasilkan kalsium

karbonat sebanyak 0,2 ton/hari dan dialirkan ke clarifier.

Setelah melalui clarifier, campuran yang pengotornya sudah dihilangkan diperoleh sebanyak

191 ton/hari. Proses selanjutnya akan masuk kedalam reaktor fermentasi. Pada fermentasi,

terdapat dua reaktor yakni seed fermenter dan main fermenter. Sebanyak 10% campuran yang

keluar dari clarifier bergerak menuju seed fermenter untuk mengembangbiakkan

saccharomyces cerevisae. Pada seed fermenter, maka dialirkan saccharomyces cerevisae

sebanyak 0,03 ton/hari dan juga ammonia sebanyak 30,8 ton/hari. Dari seed fermenter

tersebut dihasilkan saccharomyces cerevisae sebesar 0,49 ton/hari.

Pada main fermenter, ditambahkan ammonia sebanyak 85,59 ton/hari. Proses main fermenter

ini menghasilkan campuran sebanyak 175,615 ton/hari dengan konsentrasi etanol pada larutan

tersebut sebesar 9,57%.

Setelah melalui proses sentrifugasi diperoleh campuran sebanyak 171,9 ton/hari dengan

konsentrasi etanol sebesar 9,6%.

Dari kolom distilasi dengan jumlah tray sebanyak 20 dan rasio refluks 10 diperoleh etanol

dengan kemurnian hingga 94% namun masih dibawah titik azeotrop etanol dengan air. Rasio

etilen glikol dengan etanol pada unit ekstraksi sebesar 72:100. Tray yang digunakan pada

kolom ini sebanyak 20 dengan rasio refluks 1,05. Hasil dari kolom ini adalah etanol dengan

kemurnian 99,6%. Tekanan pada kolom ini dikondisikan sebesar 0,42 bar. Hal ini dilakukan

untuk menghindari suhu kolom mencapai 165o C dikarenakan dapat membuat etilen glikol

mengalami degradasi sehingga tidak bisa digunakan kembali.

Page 12: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Gambar 3. Diagram Sankey aliran karbon pada unit produksi etanol

Gambar 4. (Cont') Diagram Sankey aliran karbon pada unit produksi etanol

Campuran yang masuk kedalam Unit Pembangkit Listrik terdiri dari ash, selulosa, glukosa,

hemiselulosa, xilosa dan lignin. Total massa yang mengalir kedalam Unit Pembangkit Listrik

per hari adalah sebesar 308 ton. Listrik yang dihasilkan oleh pembangkit ini adalah sebesar

`18,44 MWe. Tidak semua listrik yang diproduksi dijual. Sebesar 1,83 MW atau sebesar 9,96

% listrik dari total produksi digunakan untuk keperluan dalam pabrik.

Temperatur dan split fraksi berada pad suhu 180 oC dan 1. untuk menjadikan suhu pada

reaktor hidrolisis dan juga untuk keperluan unit-unit lain mencapai suhu yang diharapkan

maka diperlukan kukus sebesar 116,17 ton/jam. Kukus tersebut dihasilkan dengan

menggunakan bahan bakar gas alam sebesar 9.206.220 mmBTU/tahun.

Efisiensi Kilang Hayati dihitung berdasarkan efisiensi karbon dan energi. Efisiensi

karbon hanya terdapat pada unit produksi furfural dan unit produksi etanol. Dari total karbon

yang diperoleh dari TKKS, 28,77% masuk kedalam unit produksi furfural dan 14,55% nya

menjadi produk. Sedangkan pada unit produksi etanol karbon yang diperoleh dari TKKS

adalah sebesar 6,62% dan yang menjadi produk sebesar 2,25%. sehingga total efisiensi

keseluruhan kilang hayati sebesar 16,80%.

Efisiensi energi diperoleh dari nilai energi output yang dihasilkan, yaitu furfural 22,13 MW,

etanol 4,56 MW, dan listrik sebesar 18,44 MW. Lalu output energi ini dibagi dengan total

energi input yang masing-masing diperoleh dari TKKS sebesar 89,69 MW, listrik sebesar

Page 13: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

1,83 MW dan gas alam sebesar 67,12 MW sehingga diperoleh efisiensi energi sebesar

28,45%.

Gambar 5. Diagram Sankey aliran energi pada kilang hayati

Estimasi biaya investasi pada kilang hayati ini adalah sebesar $85,86 juta. Berdasarkan

gambar, dapat dilihat bahwa penyumbang kontribusi biaya investasi terbesar adalah unit

produksi etanol dengan persentase sebesar 27%. Untuk biaya operasi, biaya yang perlu

dikeluarkan adalah sebesar $56,95 juta per tahun. Penyumbang kontribusi terbesar adalah

biaya bahan bakar sebesar 92%, hal ini dikarenakan bahan bakar adalah salah satu bahan

penting didalam pembangkit kukus yang mana kukus sendiri adalah termasuk hal yang

penting dalam kilang hayati ini.

Kontribusi pendapatan kotor terbesar pada kilang hayati ini diberikan oleh furfural sebesar

42%, lalu dikuti oleh listrik sebesar 38% dan etanol sebesar 20%. Net Present Value yang

diperoleh dari kilang hayati ini adalah sebesar -$188,76 juta.

Perhitungan dampak kilang terhadap emisi CO2 menghasilkan total emisi sebesar 15.729 juta

kgCO2 ekuivalen dimana kontribusi emisi terbesar diberikan oleh kilang sebesar 95,65%.

Pada kilang hayati, kontribusi terbesar diberikan oleh unit kukus dengan persentase sebesar

63%, lalu diikuti oleh unit pembangkit listrik sebesar 21%. Share emisi dari setiap produk

terbesar diberikan oleh furfural sebesar 43%, lalu diikuti dengan listrik sebesar 40% dan

etanol sebesar 17%.

Variabel bebas pada penelitian ini mempengaruhi biaya modal dan pendapatan sehingga

mempengaruhi NPV. Berikut adalah hasil pengaruh variabel bebas terhadap komponen-

komponen yang mempengaruhi NPV.

Page 14: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Gambar 6. Pengaruh temperatur dan split fraksi terhadap kuantitas produk

Variasi suhu dari rentang 180-162o C mempengaruhi kuantitas produksi furfural.

Penurunan temperatur pada rentang ini menurunkan produksi furfural sebesar 52,54%. hal

ini dikarenakan semakin rendah suhu semakin sedikit pula xilosa yang terdekomposisi

menjadi furfural. Untuk produksi etanol, Penurunan temperatur pada rentang ini

meningkatkan produksi etanol sebesar 3,56%. hal ini dikarenakan semakin rendah suhu

semakin sedikit pula glukosa xilosa yang terdegradasi sehingga semakin banyak campuran

yang dialirkan ke unit produksi etanol. sedangkan untuk listrik, Penurunan temperatur

pada rentang ini meningkatkan listrik yang digenerasi sebesar 10,67%. hal ini dikarenakan

semakin rendah suhu semakin sedikit pula selulosa dan hemiselulosa yang terdegradasi

sehingga semakin banyak campuran yang dialirkan ke unit pembangkit listrik. Perubahan

split fraksi pada rentang 1-0,25 menurunkan produksi furfural dan etanol sebesar 75%.

Penurunan ini terjadi dikarenakan TKKS yang masuk kedalam kilang juga diturunkan

sebanyak 75%. Untuk Listrik, Perubahan split fraksi pada rentang 1-0,25 menurunkan

produksi listrik dari dalam reaktor sebesar 75%, namun meningkatkan produksi listrik

total hingga 75,52%. hal ini dikarenakan sebanyak 75% input TKKS langsung diproduksi

menjadi listrik. Listrik yang diproduksi langsung dari TKKS pada split fraksi 0,25 adalah

sebesar 17,25 MWe.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

180 175.5 171 166.5 162

GW

h/y

To

n/y

Temperatur (oC)

SF 1 Furfural

SF 0.75 Furfural

SF 0.5 Furfural

SF 0.25 Furfural

SF 1 Etanol

SF 0.75 Etanol

SF 0.5 Etanol

SF 0.25 Etanol

SF 1 Listrik

SF 0.75 Listrik

SF 0.5 Listrik

SF 0.25 Listrik

Page 15: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Gambar 7. Pengaruh temperatur dan split fraksi terhadap NPV, OM, dan Fuel Cost

Penurunan temperatur pada rentang 180-162o C pada split fraksi basis menunjukkan kenaikan

TCI sebesar 1,18% dikarenakan terjadi kenaikan pada produk etanol dan listrik. Mengingat

bahwa kedua produk ini memiliki kontribusi paling besar karena banyaknya unit yang

dibutuhkan. Pada kondisi basis, kontribusi dari produksi etanol dan listrik masing-masing

menyumbang 27% dan 25% biaya investasi. Untuk OM, Penurunan temperatur pada rentang

180-162o C pada split fraksi basis menunjukkan kenaikan OM sebesar 1,18% dikarenakan

terjadi kenaikan pada produk etanol dan listrik. Mengingat bahwa kedua produk ini memiliki

kontribusi paling besar karena banyaknya unit yang dibutuhkan. Pada kondisi basis,

kontribusi dari produksi etanol dan listrik masing-masing menyumbang 27% dan 25% biaya

operasional dan perawatan. Untuk fuel cost, Penurunan temperatur pada rentang 180-162o C

pada split fraksi kondisi basis, menyebabkan penurunan biaya bahan bakar sebesar 1,70%, hal

ini disebabkan semakin rendah suhu temperatur maka semakin rendah pula kebutuhan kukus.

Penurunan split fraksi dari 1 ke 0,25 masuk ke dalam reaktor hidrolisis pada temperatur basis,

menurunkan TCI keseluruhan sebesar 42,39%, hal ini dapat terjadi karena berkurangnya

kapasitas reaktor hidrolisis, unit produksi furfural, unit produksi etanol dan juga unit kukus

sehingga menurunkan TCI masing masing unit sebesar 62,11%. Terjadi kenaikan pada unit

pembangkit listrik sebesar 16,48%. Untuk OM, Penurunan split fraksi dari 1 ke 0,25 masuk ke

dalam reaktor hidrolisis pada temperatur basis, menurunkan OM keseluruhan sebesar 42,39%,

hal ini dapat terjadi karena OM reaktor hidrolisis, unit produksi furfural, unit produksi etanol

dan juga unit kukus masing masing unit menurun sebesar 62,11%. Terjadi kenaikan biaya

operasional dan perawatan pada unit pembangkit listrik sebesar 16,48%. Untuk fuel cost,

1

2

4

8

16

32

64

128

180 175.5 171 166.5 162

Juta

$

Temperatur (oC )

TCI Split Fraksi 1

TCI Split Fraksi 0.75

TCI Split Fraksi 0.5

TCI Split Fraksi 0.25

OM Split Fraksi 1

OM Split Fraksi 0.75

OM Split Fraksi 0.5

OM Split Fraksi 0.25

Fuel Cost Split Fraksi 1

Fuel Cost Split Fraksi 0.75

Fuel Cost Split Fraksi 0.5

Fuel Cost Split Fraksi 0.25

Page 16: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Penurunan split fraksi dari 1 ke 0,25 masuk kedalam reaktor hidrolisis pada temperatur basis

menyebabkan penurunan biaya bahan bakar sebesar 74,40%.

Gambar 8. Pengaruh temperatur dan split fraksi terhadap NPV

Pada penurunan temperatur pada rentang 180-162o C pada split fraksi kondisi basis, terjadi

penurunan NPV sebesar 31,07%. hal ini disebabkan kenaikan TCI sebesar 1,18% dan

penurunan pendapatan sebesar 24,03%. Terjadi pula penurunan pada biaya bahan bakar

sebesar 1,70%.

Pada penurunan split fraksi pada rentang 1 ke 0,25 masuk kedalam reaktor hidrolisis pada

kondisi temperatur basis, terjadi kenaikan NPV sebesar 123,1%, hal ini disebabkan oleh

penurunan TCI sebesar 42,39% dan penurunan biaya bahan bakar sebesar 74,40%. terjadi

penurunan pada pendapatan sebesar 25,09%.

-300

-250

-200

-150

-100

-50

0

50

100

160 165 170 175 180 185

NPV

(ju

ta $

)

Temperatur (oC)

SF 1

SF 0.75

SF 0.5

SF 0.25

Page 17: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Gambar 9. Pengaruh temperatur dan split fraksi terhadap emisi kilang hayati

Pada penurunan temperatur dari rentang 180-162o C dengan split fraksi pada kondisi basis,

terjadi penurunan emisi furfural sebesar 52,54%, hal ini terjadi karena terjadi penurunan pula

pada produk furfural dengan persentase yang sama. Hal ini pun terjadi pada penurunan emisi

furfural yang disebabkan oleh penurunan split fraksi dari 1 ke 0.25 masuk kedalam reaktor

hidrolisis, terjadi penurunan emisi sebesar 75%. Pada rentang temperatur yang sama, terjadi

kenaikan emisi etanol sebesar 3,56%, hal ini terjadi karena kenaikan pada produk etanol

dengan persentase kenaikan yang sama. Hal ini pun terjadi pada penurunan emisi etanol yang

disebabkan oleh penurunan split fraksi dari 1 ke 0,25 masuk kedalam reaktor hidrolisis,

terjadi penurunan emisi sebesar 75%. Selanjutnya pada listrik, pada rentang temperatur yang

sama, terjadi kenaikan emisi listrik sebesar 9,54%, hal ini terjadi karena semakin rendah suhu

maka produk yang masuk kedalam unit pembangkit listrik semakin banyak. Pada penurunan

split fraksi dari rentang 1 ke 0,25 masuk kedalam reaktor hidrolisis, terjadi peningkatan emisi

sebesar 63,53%.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

180 175.5 171 166.5 162

kg

CO

2-e

Temperatur (oC)

SF 1 Furfural

SF 0.75 Furfural

SF 0.5 Furfural

SF 0.25 Furfural

SF 1 Etanol

SF 0.75 Etanol

SF 0.5 Etanol

SF 0.25 Etanol

SF 1 Listrik

SF 0.75 Listrik

SF 0.5 Listrik

SF 0.25 Listrik

Page 18: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Gambar 10. Pengaruh temperatur dan split fraksi terhadap fungsi objektif

Dengan menurunkan split fraksi TKKS masuk kedalam reaktor dengan variasi 1, 0,75, 0,5,

dan 0,25 maka dapat meningkatkan NPV dan menurunkan emisi. Investasi dapat diterima

apabila NPV lebih dari 0. Maka pengambilan keputusan akan berfokus dalam rentang split

fraksi 0,25 TKKS masuk kedalam reaktor hidrolisis. Karena berdasarkan grafik diatas, hanya

rentang ini yang memenuhi syarat NPV lebih dari 0.

Gambar 11. Grafik hasil metode e-constraint

NPV maksimum berada pada suhu 180 oC dan pada split fraksi masuk kedalam reaktor

hidrolisis sebesar 0,25. Sedangkan emisi minimum berada pada temperatur 162 oC dan pada

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

-300 -250 -200 -150 -100 -50 0 50 100

em

isi

(ju

ta k

g C

O2-e

)

NPV (juta $)

180

175.5

171

166.5

162

Pareto

Frontier

9120

9140

9160

9180

9200

9220

9240

9260

32 34 36 38 40 42 44 46

em

isi

(ju

ta k

gC

O2

-e

)

NPV (juta $)

Page 19: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

split fraksi masuk kedalam reaktor hidrolisis sebesar 0,25. maka dapat diketahui bahwa kedua

titik yang digunakan sebagai batasan dalam metode D-constraint ini berada pada split fraksi

0,25.

Pada rentang split fraksi 0,25, penurunan emisi dapat dilakukan sebesar 1,21% dengan

menurunkan NPV sebesar 23,27%. Dikarenakan NPV lebih sensitif, maka pengambilan

keputusan diberatkan kepada NPV. Temperatur yang dipilih adalah pada suhu 180 oC dan

pada split fraksi masuk kedalam reaktor hidrolisis sebesar 0,25.

Desain ini menghasilkan NPV sebesar $43,6 juta dan emisi sebesar 9237 juta kgCO2

ekuivalen.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai

berikut.

1. Kontribusi pendapatan terbesar pada kondisi basis diberikan oleh penjualan produk

furfural dengan persentase sebesar 53% dari total pendapatan

2. Kontribusi emisi terbesar pada kondisi basis diberikan oleh unit kukus dengan

persentase 63% dari total emisi kilang hayati.

3. Kondisi NPV > 0 hanya diperoleh pada rentang split fraksi 0,25.

4. Pada kondisi split fraksi 0,25, penurunan emisi sebesar 1,21% dapat dilakukan dengan

menurunkan NPV sebesar 23,27%

5. Desain optimum kilang hayati diperoleh dengan menggunakan suhu pada reaktor

hidrolisis sebesar 180o C dan split fraksi umpan TKKS 500 ton/hari masuk reaktor

hidrolisis sebesar 0,25.

6. NPV pada desain ini adalah sebesar $43,6 juta dengan emisi sebesar 9.237 juta kgCO2

ekuivalen.

Kepustakaan

Brunet, R., Carrasco, D., Muñoz, E., Guillén-Gosálbez, G., Katakis, I. and Jiménez, L., 2012,

June. Economic and environmental evaluation of microalgae biodiesel production

using process simulation tools. In Symposium on Computer Aided Process

Engineering (Vol. 17, p. 20).

Albarelli, J.Q., Onorati, S., Caliandro, P., Peduzzi, E., Meireles, M.A.A., Marechal, F. and

Ensinas, A.V., 2015. Multi-objective optimization of a sugarcane biorefinery for

integrated ethanol and methanol production.Energy.

Page 20: Multiobjektif Optimisasi Kilang Hayati Ko-Produksi Etanol ... fileSecara umum, prinsip dari kilang hayati adalah melakukan fraksinasi terhadap bahan hayati untuk membentuk berbagai

Amore, A., Ciesielski, P.N., Lin, C.Y., Salvachúa, D. and i Nogué, V.S., 2016. Development

of LignocellulosicBiorefinery Technologies: Recent Advances and Current

Challenges. Australian Journal of Chemistry.

Budzianowski, W.M. and Postawa, K., 2016. Total Chain Integration of sustainable

biorefinery systems. Applied Energy, 184, pp.1432-1446.

Brunet, R., Guillén‐Gosálbez, G. and Jiménez, L., 2014. Minimization of the nonrenewable

energy consumption in bioethanol production processes using a solar‐assisted steam

generation system. AIChE Journal, 60(2), pp.500-506.

Brunet, R., Boer, D., Guillén-Gosálbez, G. and Jiménez, L., 2014.Reducing the cost,

environmental impact and energy consumption of biofuel processes through heat

integration.Chemical Engineering Research and Design, 93, pp.203-212.

Brunet, R., Carrasco, D., Muñoz, E., Guillén-Gosálbez, G., Katakis, I. and Jiménez, L., 2012,

June.Economic and environmental evaluation of microalgae biodiesel production

using process simulation tools.In Symposium on Computer Aided Process Engineering

(Vol. 17, p. 20).

Cheng, L. and Anderson, C.L., 2016. Financial sustainability for a lignocellulosicbiorefinery

under carbon constraints and price downside risk. Applied Energy, 177, pp.98-107.

Costa, C.B.B., Potrich, E. and Cruz, A.J.G., 2016.Multiobjective optimization of a sugarcane

biorefinery involving process and environmental aspects.Renewable Energy, 96,

pp.1142-1152.

Dávila, J.A., Rosenberg, M. and Cardona, C.A., 2017. A biorefinery for efficient processing

and utilization of spent pulp of Colombian Andes Berry (RubusglaucusBenth.):

Experimental, techno-economic and environmental assessment. Bioresource

Technology, 223, pp.227-236.

Elgharbawy, A.A., Alam, M.Z., Moniruzzaman, M. and Goto, M., 2016. Ionic liquid

pretreatment as emerging approaches for enhanced enzymatic hydrolysis of

lignocellulosic biomass. Biochemical Engineering Journal, 109, pp.252-267.

ElMekawy, A., Hegab, H.M., Mohanakrishna, G., Elbaz, A.F., Bulut, M. and Pant, D., 2016.

Technological advances in CO 2 conversion electro-biorefinery: a step toward

commercialization. Bioresource technology, 215, pp.357-370.

Geraili, A. and Romagnoli, J.A., 2015. A Framework for Optimal Design of Integrated

Biorefineries under Uncertainty.CHEMICAL ENGINEERING, 43.