multikulturalisme dalam film tanda tanya

51
MULTIKULTURALISME DALAM FILM “TANDA TANYA” (Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta) SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata I Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh DWI TESNA ANDINI 20090530039 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

Upload: dwi-tesna-andini

Post on 29-Dec-2015

1.090 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Skirpsi Multikulturalisme dalam Film "Tanda Tanya" (Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta)

TRANSCRIPT

Page 1: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

MULTIKULTURALISME DALAM FILM

“TANDA TANYA”

(Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Strata I Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh

DWI TESNA ANDINI

20090530039

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

Page 2: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Program Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 23 Juli 2013

Tempat : R. Lab. Negosiasi IK

Nilai :

SUSUNAN TIM PENGUJI

Ketua

Filosa Gita Sukmono, S.Ikom., MA.

Penguji I Penguji II

Firly Annisa, SIP, MA Wulan Widyasari, S.Sos, MA.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar sarjana (S-1)

Tanggal : 30 Agustus 2013

Aswad Ishak, S.IP., M.SI

Page 3: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Dwi Tesna Andini

NIM : 20090530039

Konsentrasi : Public Relations

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Judul Skripsi : Multikulturalisme dalam Film ―Tanda Tanya‖ (Resepsi Audiens Pada

Mahasiswa di Yogyakarta

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari karya

saya ini terbukti merupakan hasil plagiat/menjiplak karya orang lain maka saya

bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.

Page 4: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan

hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 sesuai dengan harapan

kedua orang tua. Sholawat dan salam senantiasa penulis lafalkan untuk manusia

paripurna Nabi Muhammad SAW. Atas segala risalahnya untuk pencerahan umat

manusia, terutama bagi penulis.

Selesainya pembuatan skripsi dengan judul ―Multikulturalisme dalam film ―Tanda

Tanya‖ (Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta)‖, tidak bisa dilepaskan atas

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih banget buat

mas Filosa Gitta Sukmono yang telah membimbing saya selama 4 bulan ini. tanpa mas

Filo, saya gak tau deh nasib kesarjanannya mau dibawa ke mana.

Terima kasih juga buat dosen penguji saya, yaitu Firly Annisa dan Wulan Widyasari

yang telah ngasih masukan, yang bagi penulis masukan itu sangat berarti dan masukan

itu menurut saya pribadi bikin mempercantik skripsi saya.

Buat teman-teman PR 2009.. di mulai dari yang udah sarjana Miftah, disusul dengan

Sukron, dan Insya allah akan menyusul juga Hermin, Nonik, Arifah, Rahnila, Iqbal,

Ade. Buat teman-teman yang akan segeraaaaa menyusul Ita, Bule, Jupe, Harno, Nopi,

Rizal, Nanda, Tri, dan juga Nilam. Sukses buat semuanya yaaa.

Untuk teman-teman Nuansa… Kak Solihin, Gitta oppa, mba Mala, mba Destry,

Sentimental Ahlul, Panda Cina Fikar, Rumantik, dede Shidqi, dede Mujib, Said

(Bacanya sesuai dengan bacaan Alquran yang fasih yaa sob, Kiki hoobae, Alvian,

Gembel, Dewi, Hermin chingu, Cahyo (cowok yang sering nyembunyiin hidungnya itu

loo), Said, Sugi, Dayat, Rulle, Suneo, Cahya, Awl, Adam. Wahh dan masih banyak

lagi. Pokok thank‘s banget buat kalian. Kalian adalah orang-

Page 5: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

orang terhebat yang pernah mengisi hidupku selama 4 taon menggelandang di Jogja.

Buat temen-temen Melati II. Huaaa jeongmal bogoshipoyo… saya absenin satu-satu

yaa, kakak Fat aku merindukanmu sudah lama kita tidak bercuap-cuap tentang Big

Bang. Buat Adiq tik-tik cepat lulus ya diq, Gombel (Aslinya ni bocah namanya Ayu,

but she‘s enjoy with that name), buat Pipi jangan terlalu autis yaa, dan jangan pernah

merebut Onew oppa dari pelukanku #glekk. Buat Lintang si bocah yang selalu

meramaikan kos melati II dengan empetri mulutnya saat menyanyikan lagu ―we are

young‖, buat Agnes yang keukeh jadi Elf, lirik Chepy yang terkena virus Exo (dan

melupakan SUJU), buat Minho aka Irmanis yang sampai detik ini tidak akan

merelakan Minyul Couple, pliss deh Irmanis terima kenyataan kalau Minho itu udah

cinta sekarat ama Yuri eonni.

Buat para Joks…… haha ngegemesin deh kalau bicara joks. Hihi saya sebutkan ya

siapa yang mendapat predikat si joks di sini. Absen pertama saya tunjukkan pada

Cipeh, wuihhh thank‘s banget peh, udah bisa mempertahankan persahabatan kita

selama 4 taon. Ampe-ampe para dosen udah tau banget tentang persahabatan kita.

Hehee.. joks yang kedua ada Rahnila Mansah, joks… gak tau lagi deh mau bilang apa

ama lu, teman ane semasa di unires ampe ngekos pun harus bareng ngga boleh pisah.

Ntah deh setelah kita semua lulus, kek mana harus menggambarkan kebiruan ini. Joks

ketiga ada Jumek. Si bocah ini cepat banget dikenali berkat tombol on off yang terletak

di atas bibir. Joks selanjutnya ada Ferdong.. ntah ni bocah dulu amat nyebelin, saking

sebalnya sering banget kena jebakan ane dan para joks. Joks terakhir ada kak framing,

thank‘s ya guru pertamaku.. pokonya ni kakak selalu memberikan petuah sehingga

banyak banget ilmu yang saya dapatkan.

Page 6: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Untuk selanjutnyaaa buat bapak Hazrin Zohdi dan Ibu Puji Harwati. (Aduhh mulai deh

ni air mata netes) matur tampiasih buat kedua nyokap bokap. Tak sangka anakmu yang

dulu sering jualan di kelas untuk dapet uang saku, bisa kalian sekolahkan hingga saat

ini.

Page 7: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Adik-adikku Tegar Mandiri Putra dan Muhammad Kukuh Nusantara. 2 bocah ini

meskipun nyebelin sering jahilin saya tapi tetaplah ngangenin. Sekarang kalian udah

beranjak remaja, yang giat yah belajar. Biar bisa seperti kakakmu ini(?)

Buat keluarga besarku tercinta. Nahh masing-masing mereka punya julukan tersendiri

loh. Maaf banget kalau baca nanti si pelaku protes. Buat pan day,, hehe pamanku yang

selalu nyuport aku ngerjain skripsi. Meskipun sering kena marah namun sangat

berguna juga yaa komentar pedasnya. Buat Sebet, Seping, bibi Bulet, Paman Boh, Bik

Nik, Bik Utik, Paman Bus, Kak Nan (yang telah memberikan saya link yang saaangat

bermanfaat), pak Agus, si Rena yang baru masuk kuliah. Sayaa sayang kalian. Hehee

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu dibutuhkan sumbangan pemikiran untuk menyempurnakan skripsi ini,

sehingga karya ini bisa lebih baik di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 31 Agustus 2013

Dwi Tesna Andini

Page 8: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

ABSTRACT .......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 10

1.4 Kerangka Teori............................................................................................ 11

1.4.1 Khalayak Aktif ....................................................................................... 11

1.4.2 Resepsi Audiens ..................................................................................... 13

1.4.3 Encoding dan Decoding ......................................................................... 17

1.4.4 Multikultur dan Multikulturalisme ........................................................ 19

1.4.5 Konsekuensi Multikulturalisme ............................................................. 21

1.5 Metodologi Penelitian ................................................................................. 24

1.5.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 24

1.5.2 Lokasi Penelitian .................................................................................... 26

1.5.3 Teknik Pengambilan Informan............................................................... 27

1.5.4 Sumber Data ........................................................................................... 29

1.5.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 29

1.5.6 Teknik Analisis Data .............................................................................. 31

Page 9: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

1.5.7 Sistematika Kepenulisan ........................................................................ 34

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN .................................... 35

2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya ............................................................... 35

Page 10: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

2.2 Wacana Multikulturalisme di Indonesia ..................................................... 41

2.3 Multikulturalisme dalam Film..................................................................... 44

2.4 Multikulturalisme dalam Film ―Tanda Tanya‖ ........................................... 48

2.5 Sekilas Tentang Film ―Tanda Tanya‖ ......................................................... 60

2.6 Profil Sutradara ........................................................................................... 67

2.7 Encoding Konstruksi Media Terhadap Multikulturalisme .......................... 69

BAB III RESEPSI AUDIENS TERHADAP MULTIKULTURALISME ...... 72

3.1 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 72

3.1.1 Proses Penelitian ................................................................................... 72

3.1.2 Pelaksanaan FGD dan Wawancara ...................................................... 73

3.1.3 Pengumpulan Data FGD dan Wawancara............................................ 73

3.2 Profil Informan .......................................................................................... 74

3.3 Pemahaman Penonton Mengenai Multikulturalisme ............................... 78

3.4 Pemahaman Penonton Mengenai Konsekuensi Multikulturalisme ......... 84

3.5 Penerimaan Audiens Terhadap Multikulturalisme Film ―Tanda Tanya‖ . 88

3.6 Analisis Latar Belakang Informan .......................................................... 106

3.7 Analisis Posisi Audiens dalam Melihat film ―Tanda Tanya‖ ................. 111

3.8 Catatan Penutup ...................................................................................... 113

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 119

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 119

4.2 Saran ....................................................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Public Relations

Dwi Tesna Andini

Multikulturalisme dalam Film Tanda Tanya (Resepsi Audiens Terhadap

Mahasiswa di Yogyakarta)

Tahun Skripsi : 2013 ix : + 101

Daftar Pustaka : Buku 20 + Internet 10

Film ―Tanda Tanya merupakan salah satu film yang menggambarkan tentang

multikulturalisme yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sang sutradara ingin

menyampaikan bahwa meskipun konsep multikulturalisme masih sangat asing

terdengar di telinga masyarakat akan tetapi justru konsep tersebut adalah realita yang

harus dihadapi oleh masyarakat yang multikultur. Perilisan film tersebut justru menuai

pro dan kontra di tengah masyarakat.

Tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana penerimaan khalayak terhadap

multikulturalisme yang ditampilkan dalam film ―Tanda Tanya‖. penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitati dengan pendekatan analisis resepsi Stuart

Hall yang berfokus pada teks. Alasan menggunakan metode khalayak ini karena

peneliti ingin melihat, bagaimana resepsi audiens dalam film ―Tanda Tanya‖ sesuai

dengan yang dikonstruksi oleh sang sutradara.

Hasil dari analisis audiens menunjukkan bahwa penerimaan audiens terhadap

multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖ berbeda-beda. Sebagian informan

menyatakan setuju terhadap film yang disajikan oleh sang sutradara, beberapa peserta

lainnya juga memberikan kata ―tapi setelah menyatakan setuju. Kemudian peserta

lainnya secara tegas menyatakan tidak setuju terhadap multikulturalisme dalam film

―Tanda Tanya.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendapat para informan tersebut

tidak terlepas dari pengalaman hidup mereka masing-masing. Baik itu yang mereka

alami sendiri, maupun yang mereka lihat di media.

Kata Kunci : Multikulturalisme, Film, Resepsi Audiens

Page 12: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

ABSTRACT

University of Muhammadiyah Yogyakarta

Faculty of Social and Politic Science

Communication Department

Public Relations Concentration

Dwi Tesna Andini

Multiculturalism in “Tanda Tanya” Movie (Audience Reception to University

Students in Yogyakarta)

Year of Research: 2013 ix : + 101

References Book: Book 20 + Internet 10

―Tanda Tanya‖ movie was one of movie that shown about multiculturalism which

was facing by Indonesian people. The producer wanted to publish that even though

multiculturalism concept is still odd, but then that concept was realities which have to

face the multicultural societies. However, the apparition of this movie appears pro and

contra inside our societies. So that, the researcher wants to find out how the audience

approves multiculturalism concept that have already presented in ―Tanda Tanya‖

movie.

This research used qualitative method with reception analysis from Stuart Hall which

was focusing of text. The reasons why researcher used this method was because

researcher wanted to knowing how the audience reception in ―Tanda Tanya‖ movie as

constructed by film director.

The result of audience analysis has been shown that the audience reception towards

multiculturalism in ―Tanda Tanya‖ movie was different each other. One of informants

declared an agreement about movie that created by producer. The others explained

same thinks and declared agreement after they given word ―but‖ for multiculturalism

concept in that movie. Afterwards, the other audience declared disagreement towards

multiculturalism which has published in ―Tanda Tanya‖ movie.

The conclusion of this research was told that the opinion of all informants were

included from their life experiences that not only their own experience but also the

experiences from media that they looked.

Key words: Movie, Multiculturalism, Audience Reception

Page 13: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai perbedaan

budaya, suku dan agama. Dalam masyarakat majemuk mana pun, mereka yang

tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Bentuk diskriminasi ini bisa secara

sosial dan budaya, dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah

setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Perjuangan hak-hak minoritas

hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia, kita perjuangkan untuk

dirubah menjadi masyarakat yang mengerti akan multikulturalisme.

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme

dibentuk dari kata multi (banyak), culture (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara

hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam

komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian,

setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggungjawab untuk hidup

bersama komunitasnya (Mahfud, 2006: 75).

Konsep multikulturalisme ini justru menimbulkan konflik saat dipraktikkan di tengah

masyarakat. Konflik ini baik itu dari segi agama maupun antar suku. Seperti yang

terjadi di Yogyakarta pada tahun 2012 silam. Kerusuhan terjadi di daerah Babarsari,

Atmajaya. Kerusuhan ini ditenggarai melibatkan warga sekitar Babarsari (BBC)

dengan sekumpulan mahasiswa asal Timor Leste.

Page 14: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Kerusuhan ini terjadi dikarenakan bentrokan antara mahasiswa dan warga sekitar.

Kemudian 2 orang mahasiswa dan 2 orang warga yang terlibat percekcokan itu

berkelahi. Tak lama kemudian salah seorang warga Glendongan dipukuli orang,

diduga pelaku adalah mahasiswa yang sedang mabuk minuman keras. Merasa tidak

terima, warga mencari pelaku tadi, tapi salah orang dan akhirnya bentrokan semakin

memanas dan tidak terkendali. Sejumlah mahasiswa luar Jawa dengan membawa

senjata tajam, seperti parang, panah balok, dan batu, melakukan penyerangan ke rumah

warga sekitar Babarsari. Sehingga menyisakkan banyak korban baik itu segi pisik

maupun psikis (Andry Haryanto, 2012, http://news.detik.com).

Perseturuan itu jelas mencerminkan konflik antar etnis, di mana mahasiswa timur

berkonflik dengan orang Jawa. Meskipun konsep multikulturalisme telah digaungkan

oleh pendiri bangsa Indonesia, namu masyarakat menganggap konsep tersebut masih

sangatlah asing. Hal ini menandakkan konsep multikulturalisme belum sepenuhnya

dapat diterima oleh masyarakat Yogyakarta.

Fenomena Multikulturalisme ini rupanya menarik perhatian para pemerhati film-film

di Indonesia. Hal ini guna untuk merepresentasikan fenomena yang tengah dihadapi

oleh masyarakat. Dalam film multikultural biasanya terdapat komunikasi antar budaya

dan agama. Hal ini bisa tercermin dalam film ―Merah Putih III‖ pada tahun 2011.

Film tersebut sarat akan nasionalisme dan multikulturalisme. Kisah tentang

nasionalisme oleh semangat multikulturalisme demi kesatuan bangsa. Seharusnya

itulah yang diterapkan oleh bangsa Indonesia

Page 15: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

sampai kapan pun. Selain film ―Merah Putih III‖, terdapat beberapa film yang juga

mengangkat tema tentang multikulturalisme, yaitu: ―Aku Ingin Menciummu Sekali

Saja‖ garapan Garin Nugroho, Kejar Jakarta, Nagabonar Jadi Dua, dan pada tahun

2011 Hanung menggambarkan multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖.

Film ―Tanda Tanya‖ ini berkisar tentang keberagaman agama dan budaya.

Keberagaman dan toleransi merupakan dua hal yang saling terkait, terutama jika

menyangkut masalah keagamaan dan suku bangsa. Indonesia sebagai negara

berpenduduk mayoritas Muslim dengan berbagai macam etnis dan kebudayaan,

memiliki banyak kisah perihal toleransi yang menarik untuk diangkat dalam tayangan

layar lebar. Hanung Bramantyo sebagai seorang sutradara tergerak untuk dapat

menghadirkan kisah dengan latar belakang perbedaan ini kepada masyarakat

Indonesia.

Perilisan film tersebut justru langsung menuai banyak tanda tanya bahkan sebelum

tersebar di pasaran. Isu agama dan ras yang sarat dengan multikulturalisme yang

terekam di dalamnya mengundang reaksi keras dari beberapa ormas keagamaan.

Seperti yang diungkapkan oleh KH A. Cholil Ridwan, Ketua MUI Pusat Bidang

Budaya, dikutip pada Voa-Islam.com, "Cara pandang seperti ini menunjukkan bahwa

pembuat film ini berdiri pada perspektif bukan sebagai seorang Muslim, tetapi sebagai

seorang yang netral agama, yang memandang semua agama adalah menyembah Tuhan

yang sama." (Taz, 2011, www.voa-islam.com).

Page 16: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Bukan hanya Ketua MUI KH. Cholil Ridwan yang menyatakan kecewa setelah

menonton film ‖Tanda Tanya‖ yang disutradarai Hanung Bramantyo. Pemerhati Paham

Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) Adian Husaini juga menyatakan

kekecewaannya. ‖Setelah saya melihat triller film ini yang lebih dulu disebarkan di

You Tube, hingga menonton langsung filmnya malam ini, jelas sekali, film ini sangat

merusak, berlebihan, dan melampaui batas. Hanung ingin menggambarkan kerukunan,

tapi justru memberi stereotip yang buruk tentang Islam,‖ (Ratna Puspita, 2011,

www.republika.co.id).

Selain masyarakat yang kontra, terdapat juga masyarakat yang mendukungnya. Pro itu

berasal ketika adanya dukungan yang mengalir dari Ketua Gerakan Pemyda, Ansor

Nusron Wahid. Ansor menghimbau agar tidak ada pelarangan dan penarikan film

―Tanda Tanya‖ (Voa-Islam, 2011, www.youtube.com).

Film yang memicu pro kontra di kalangan masyarakat ini mengangkat tema toleransi

beragama di tanah air. Hal ini bisa dilihat secara jelas tentang penggambaran konflik

pertemanan dan keluarga yang terjadi di area dekat Pasar Baru, suatu tempat yang

dikelilingi oleh masjid, gereja, dan kelenteng dengan jarak yang berdekatan di

sekitarnya.

Hanung memperkenalkan film ini dengan penggambaran setting komunitas padat

penduduk yang plural di Semarang baik dari sisi etnis yaitu Jawa dan Cina, agama

(Konghucu, Katolik dan Islam). Penggambaran simbol-simbol tentang beragamnya

agama di Indonesia ditampilkan dengan atribut yang ada

Page 17: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

dalam gereja seperi lonceng, patung Yesus, dan orang-orang yang sembahyang di

gereja. Sedangkan untuk penggambaran simbol-simbol agama Islamnya sendiri adalah

dengan kumandang adzan. Selain itu ada gambar beduk dan ada umat Islam yang

sedang sholat. Selain itu untuk agama Konghucu penggambaran simbolnya terletak di

Kelenteng. Dari tampilan awal, Hanung ingin menjelaskan bahwa multikulturalisme

adalah sebuah realitas yang tidak bisa dielakkan di Indonesia.

Toleransi yang dibangun oleh Hanung yang lain adalah saat bulan puasa. Tan Kat Sun

menghormati orang Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dengan cara

menutup jendelanya dengan gorden. Akan tetapi Hanung juga menggambarkan Hendra

(anak Tan Kat Sun) yang menolak restorannya ditutup. Hendra berpikir bahwa seorang

pengusaha harus bisa mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Di satu sisi Hanung

ingin menonjolkan bahwa orang Cina selalu mengambil keuntungan yang sebesar-

besarnya.

Multikulturalisme antar etnis ditampilkan dalam adegan saat empat orang Muslim

yang sedang berjalan hendak menjalankan ibadah sholat berpapasan dengan seorang

pemuda keturunan Tionghoa kemudian diteriaki "sipit" (Bermata kecil dan biasanya

isentik dengan orang memiliki keturunan Tionghoa). Merasa tidak terima dengan

perlakuan tersebut, sang pemuda kemudian membalasnya dengan meneriaki dengan

sebutan teroris sehingga menimbulkan perkelahian.

Bentuk multikulturalisme lain dalam konteks suku adalah penggambaran sosok Rika

yag terlahir sebagai perempuan Jawa. Nasib Rika yang berpindah

Page 18: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

agama karena bercerai dari suaminya akibat dipoligami. Ia merasa diperlakukan secara

tidak adil sehingga pelarian yang tepat adalah berpindah agama yang dulunya Islam

menjadi Katolik. Meskipun dia beragama Katolik, namun ia tetap mengajarkan

anaknya membaca dan menghafal surat-surat pendek dalam Alquran. Di sini Hanung

ingin menunjukkan bahwa beragamnya agama, ras, dan suku tidak menjadi

permasalahan yang serius. Sebagai keluarga meskipun berbeda agama namun tetap

hidup rukun dan saling menghormati.

Pengalaman hidup Hanung sebagai sutradara di mana dia dibesarkan oleh keluarga

yang plural. Ibunya adalah seorang keturunan Tionghoa, dan dalam kehidupannya

Hanung terbiasa melihat perbedaan antar etnis dan agama namun dia tetap hidup

damai. Semasa remaja dia juga bersekolah yang cukup kental dengan nilai-nilai

agama, yaitu SMA Muhammadiyah. Sang sutradara ingin menunjukkan bahwa semua

orang bisa hidup dengan damai. Tidak perlu orang itu bertengkar atau berkonfik hanya

dikarenakan oleh identitas yang melekat pada diri mereka masing-masing (Eti, 2012,

www.tokohindonesia.com).

Berdasarkan penjelasan di atas, sudah jelas bahwa Film ―Tanda Tanya‖ sangat kental

dengan keberagaman agama, etnis, dan ras. Ingin menunjukkan toleransi antar ketiga

hal tersebut. Pluralitas yang ditampilkan itu yang justru menimbulkan berbagai

konflik. Saling menganggap bahwa agama, etnis, dan ras mereka yang paling benar

dan di sisi lain menunjukkan antar ketiga hal tersebut bisa hidup rukun. Akan tetapi

penerimaan di masyarakat berbeda-beda. Ada yang pro dan ada yang kontra. Lalu

bagaimana penerimaan masyarakat saat film itu

Page 19: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

hadir di tengah mereka. Berikut kutipan hasil komentar penonton terhadap Film

―Tanda Tanya‖:

Edho Saputra mengatakan: “Permasalahan yang dimunculkan dalam film ini adalah

mencoba untuk mengkespos beberapa agama dan mencoba untuk menghubungan

antara agama Islam, Kristen dan juga Konghucu. Jujur, konsep yang dibangun dalam

film ini terlalu vulgar. Saat orang Islam berperan menjadi yesus, menjadi

permasalahan besar. Sesuai dengan kajian hukum Islam ada lima yang harus

ditegakkan yaitu: menjaga akal, agama, harta keturunan, dan juga jiwa. Kalau film ini

agak bertentangan dengan menjaga agama, akal, dan jiwa. Kalau untuk film yang

bergenre agama tentu tidak bisa dijadikan sebagai dasar politik. Film ini terlalu

berlebihan. Berbicara mengenai film ini tidak lagi sebagai wadah untuk mempererat

agama, akan tetapi untuk menampilkan kebaikan dan kejelekan agama masing-

masing. Jadi saya memandang film ini hanya sebagai wacana subyektivitas. Artinya

menurut saya, film ini merupakan konflik kejiwaan yang dialami oleh sang sutrada

sendiri. Akan tetapi apa yang dialaminya belum tentu dialami oleh orang lain. Jika

ingin menggunakan agama untuk publikasi itu tidak benar.” (Focus Group

Discussion. 6 Mei 2013)

Bety Argiana mengatakan: “Sebenarnya film ini bagus banget, bisa membangkitkan

jiwa masyarakat Indonesia yang plural untuk tetap hidup dalam kerukunan. Di film itu

sudah ditampilkan bagaimana cara hidup damai dengan orang yang memiliki

perbedaan agama. Seperti saat

Page 20: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

adengan di mana Tan Kat Sun sebagai seorang Konghucu yang memberikan waktu

kepada pelayan Muslim untuk melaksanakan ibadah sholat, dan telah memisahkan

mana makanan yang haram dan halal. Hanung di sini memberikan dampak positif, dia

mampu memberikan gambaran bagaimana cara menghormati yang beda agama bisa

saling tolong menolong. Bagiku film ini bisa menjadi solusi untuk bertoleransi dengan

orang yang memiliki perbedaan. (Wawancara, 21 Mei 2013)

Berdasarkan komentar di atas, peneliti bisa menyimpulkan bahwa penerimaan di

masyarakat berbeda-beda. Hal itu tergantung dari sosio-kultur mereka. Apakah mereka

lebih terbuka melihat perbedaan, atau justru melihat perbedaan itu sebagai suatu

konflik. Untuk itu penulis ingin mengetahui bagaimana penerimaan masyarakat

terhadap film tersebut.

Adanya reaksi kontra menunjukkan bahwa penonton tidak menerima pesan seperti

yang dimaksudkan sang sutradara. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui bagaimana penerimaan audiens dalam memaknai film ―Tanda Tanya‖.

Dalam penelitian ini informan yang diambil berasal dari mahasiswa Yogyakarta.

Secara sosio kultural, mahasiswa Yogyakarta memiliki pemikiran yang lebih terbuka.

Selain itu, mahasiswa sering peduli dan memiliki perhatian terhadap film, terutama

film-film yang berbau kontroversi. Misalnya saja pada saat munculnya trailer film

―Innocence of Moslem‖ yang banyak menimbulkan kontroversi di seluruh dunia.

Pada saat itu, mahasiswa yang masuk dalam gerakan Himpunan Muslim Indonesia

(HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) justru mengadakan diskusi terkait

film tersebut.

Page 21: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Tujuannya untuk membuka pikiran mereka, terkait bagaimana harus menanggapi film

yang kontroversial itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, peneliti

berasumsi bahwa mahasiswa memiliki pandangan yang lebih terbuka. Bisa menerima

berbagai macam perbedaan pandangan. Sehingga mahasiswa di sini adalah khalayak

aktif yang mampu mengkritisi film tersebut. Untuk itu peneliti tertarik untuk melihat

pandangan audiens terhadap film tersebut. Itu disebabkan karena mereka hidup di

tengah masyarakat yang plural.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis

resepsi Stuart Hall yang berfokus pada teks. Analisis resepsi mengamati asimilasi

antara wacana media dengan wacana dan multikultur audiensnya sehingga audiens

secara aktif melakukan proses pemaknaan terhadap teks media. Mampu memahami

bagaimana isi pesan itu bisa berubah tergantung dari perspektif khalayak itu sendiri

sebagai peghasil makna. Masing-masing dari mereka memiliki kerangka berpikir

mengenai suatu makna sebelum makna tersebut diciptakan. Sehingga yang perlu

diperhatikan dalam hal ini adalah konteks kehidupan sosial, apa yang mereka pahami

selama ini mengenai konsep multikulturalisme, serta pengalaman informan yang

melatarbelakangi pemaknaan khalayak terhadap film ―Tanda Tanya‖.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, perumusan yang akan

dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Penerimaan Mahasiswa terhadap Film ―Tanda Tanya‖?

Page 22: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

2. Bagaimana Pemahaman Multikulturalisme dalam Film ―Tanda Tanya oleh

Mahasiswa di Yogyakarta?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui bagaimana penerimaan khalayak terhadap film ―Tanda Tanya‖.

b. Untuk mengetahui bagaimana multikulturalisme yang ditampilkan dalam film

―Tanda Tanya‖.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1). Penulis berharap hasil penelitian ini dapat membantu pengembangan ilmu

komunikasi, khususnya bidang analisis resepsi dan multikulturalisme.

2). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bentuk pemahaman bagi masyarakat

mengenai bagaimana analisis resepsi masyarakat terhadap teks media dikonstruksi

melalui nilai, sosio kultural dan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya sebagai

audiens media.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam memahami khalayak

dalam sebuah film.

Page 23: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

1.4 Kerangka Teori

1.4.1 Khalayak Aktif

Perdebatan mengenai tipologi khalayak yang cukup dilematis dalam perkembangan

kajian komunikasi massa adalah polemik mengenai tipologi khalayak pasif berhadapan

dengan khalayak aktif. Pandangan khalayak pasif memahami bahwa masyarakat dapat

dengan mudah dipengaruhi oleh arus langsung dari media, sedangkan pandangan

khalayak aktif menyatakan bahwa khalayak memiliki keputusan aktif tentang

bagaimana menggunakan media. Selama ini studi komunikasi massa, teori masyarakat

massa lebih memiliki kecenderungan untuk menggunakan konsepsi teori khalayak

pasif, meskipun tidak semua teori khalayak pasif dapat dikategorisasi sebagai teori

masyarakat massa. Demikian juga, sebagian besar teori komunitas yang berkembang

dalam studi komunikasi massa lebih cenderung menganut khalayak aktif (Junaedi,

2007: 79).

Pandangan yang lain yaitu berkaitan dengan pandangan terhadap khalayak pasif dan

khalayak aktif. Khalayak pasif dimaknai sebagai masyarkat yang mudah dipengaruh

oleh arus media massa. Khalayak pasif ini dimaknai bahwa apa yang disampaikan oleh

media, maka begitu pula yang akan nantinya ditangkap oleh khalayak. Sedangkan

untuk khalayak aktif, dalam buku Audience Analysis Denis McQuail (1997: 19)

menyatakan bahwa dalam penelitian khalayak (mengenai penelitian tentang resepsi

khalayak) terhadap media atau teks media yang dikemas dan disajikan oleh media

harus dibaca atau ―diterima‖ —dalam hal ini mengenai pemahaman

Page 24: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

atau pemaknaan akan teks media— audiens melalui persepsi yang dimilikinya.

Sehingga dalam hal ini Denis McQuail juga mengisyaratkan atau memposisikan

audiens sebagai khalayak yang aktif, yaitu penonton atau audiens yang tidak dianggap

sebagai penonton atau audiens yang secara mentah-mentah menangkap atau memaknai

dan memiliki pandangan yang sama seperti apa yang dibentuk, dikemas dan disajikan

media.

1). Inetrpretasi didefinisikan sebagai kondisi aktif seseorang dalam proses berpikir dan

kegiatan kreatif pencarian makna (Littlejohn, 1999: 199). Interpretasi atau pemaknaan

merupakan aktifitas pertama yang dilakukan setiap orang karena isi pesan media

tidaklah inheren. Isi pesan selalu berubah sesuai masing-masing konstruksi anggota

khalayak. Interpretasi adalah proses di mana pesan media perlahan menjadi bermakna

bagi khalayak sekaligus juga menjadi asal muasal kesenangan, kenyamanan,

ketertarikan, atau simulasi emosi dan intelektual lain yang lebih luas. Aktivitas

penafsiran ini bersifat krusial karena merupakan proses awal resepsi audiens yang

mana teks memiliki makna/arti.

2). Konteks sosial dari interpretasi

Aktivitas kedua merupakan aktivitas penafsiran dalam lingkup bermasyarakat dengan

kata lain khalayak sangat aktif dalam menafsirkan pesan media secara sosial. Di sini

khalayak tidak hanya sekedar menjadi penonton namun menginterpretasi makna-

makna di dalam teks yang disampaikan oleh media.

Page 25: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Sebagai khalayak aktif, Stuart Hall (1987) lebih memperhatikan audiens sebagai

penonton media dalam hal melakukan decoding terhadap teks media yang diterimanya.

Penelitian khalayak analisis resepsi menurutnya memfokuskan pada perhatian individu

dalam proses komunikasi massa dalam decoding, yaitu individu secara aktif

menginterpretasikan teks media dengan cara memberikan makna atas pemahaman

sesuai dengan pengalaman apa yang dilihatnya dalam kehidupannya sehari-hari.

Khalayak aktif dimaknai sebagai masyarakat atau khalayak yang memiliki keputusan

aktif dalam menggunakan media (Junaedi, 2007: 81).

Dalam penelitian ini, khalayak aktif akan bisa membantu peneliti dalam memposisikan

informan sebagai khalayak yang aktif. Peneliti akan mengetahui informan yang berada

diposisi aktif dikarenakan karena informan mampu memberikan multitafsir dari setiap

teks yang disampaikan oleh media. Perbedaan pemaknaan ini, tentunya disebabkan

oleh situasi sosial masing-masing informan. Bisa diklasifikasikan berdasarkan kelas,

usia, gender, genre, latar belakang budaya dan lainnya.

1.4.2 Resepsi Audiens

Studi yang mengkaji hubungan antara media dan khalayak (pembaca maupun pemirsa)

menjadi perhatian utama bagi para industri media, maupun pemerhati media. Media

mampu menjadi perangsang khalayak untuk bisa menikmati sajian pesan atau pun

program yang ditampilkan. Pesan yang disampaikan oleh media bisa menimbulkan

ruang publik.

Page 26: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Artinya menjadi perbincangan yang akan dilakukan oleh khalayak. Hal menarik adalah

saat media bisa memberikan pembudayaan bagi khalayak, misalnya saja efek

mengkonsumsi drama secara audio visual, di sana pemirsa mampu mengkonstruksi

makna sesuai dengan teks dan konteks.

Salah satu standar untuk mengukur khalayak media adalah menggunakan analisis

resepsi. Menurut Eoin Devereux (2003: 138-140) analisis resepsi adalah tipe penelitian

yang berfokus pada bagaimana pemaknaan pesan dalam konteks media bisa

digeneralisir pada kehidupan sehari-hari.

Teori resepsi berusaha memberikan pemahaman pada teks media dengan memahami

bagaimana karakter teks media yang dikonsumsi oleh khalayak. Peneliti yang

menganalisis media melalui kajian analisis resepsi fokus pada pengalaman khalayak,

serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut.

Teori resepsi merupakan salah satu model penelitian media yang memfokuskan bahwa

khalayak memiliki peran penting untuk menentukan isi pesan saat melakukan

pengkodean terhadap isi pesan yang disajikan oleh media. Dalam buku Understanding

The Media Culture (2002: 41-42) isi pesan (meanings) berdasarkan model komunikasi

Cultural Studies menurut Stuart Hall didefinisikan sebagai berikut:

1). Bahwa isi pesan yang di-encoding-kan melalui kerangka berpikir memiliki dimensi

sosial dan material yang dikelilingi oleh proses-proses sosial ekonomi di dalam

masyarakat.

Page 27: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

2). Bahwa isi pesan dibentuk oleh pemirsa pesan yang melakukan decoding atas pesan

dalam konteks berpikir mereka masing-masing. Perbedaan dalam latar belakang

seperti latar belakang masa, tempat geografis, kondisi sosial mempengaruhi kesamaan

antara pesan yang di-encoding dan pesan yang di-decoding-kan.

3). Dan kode-kode yang bermacam-macam jenis yang mana isi pesan dikonstruksikan

dapat berbeda-beda dari satu interpretasi yang lain dan tentu saja dapat pula berbeda

antara pengirim dan penerima (atau lebih tepatnya dari encoder kepada decoder).

Konsep teoritik terpenting dari Analisis Resepsi adalah bahwa baik dari teks media

maupun penonton/pembaca atau program televisi, bukanlah makna yang melekat pada

teks media tersebut, tetapi makna apa yang dapat diciptakan dalam interaksinya antara

khalayak dengan teks. Atau lebih sederhananya, makna bisa diciptakan disebabkan

oleh menonton atau membaca dan memproses teks media.

Hal tersebut dimaksudkan bahwa setiap individu mampu secara aktif memaknai atau

menginterpretasikan setiap pesan di media melalui pemberian makna atas pemahaman

pengalamannya sesuai dengan apa yang mereka lihat di kehidupan sehari-hari. Di

samping itu, makna pesan media tidak dapat dikatakan permanen, makna dikonstruksi

atau dibangun khalayak melalui kegiatan rutin enterpretasinya. Hal ini berarti bahwa

khalayak adalah aktif dalam menginterpretasi dan memaknai teks media.

Page 28: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Makna pesan juga tidak dapat dikatakan tetap dan tidak pula dapat diprediksi karena

menurut penjelasan Stuart Hall dalam melakukan pemaknaaan berdasarkan atas

pemahaman pengalamannya sesuai dengan apa yang dilihatnya dalam kehidupan

sehari-hari. Sehingga makna akan selalu beragam bagi setiap audiens.

Penelitian ini merujuk pada pemikiran interpretatif yang menekankan pada

pengalaman subyektif (meaning-contruction) seseorang dalam memahami suatu

fenomena. Dalam konteks ini, melihat lebih dekat apa yang sebenarnya terjadi pada

individu sebagai pengonsumsi teks media dan bagaimana mereka memandang dan

memahami teks media ketika berhubungan dengan media. Media bukanlah sebuah

institusi yang memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi khalayak melalui pesan

yang disampaikannya. Khalayak lah yang diposisikan sebagai pihak yang memiliki

kekuatan dalam menciptakan makna secara bebas dan bertindak atau berperilaku

sesuai dengan makna yang mereka ciptakan atas teks media tersebut (Aryani, 2006: 7).

Studi mengenai penerimaan media harus menekankan kepada studi mengenai khalayak

sebagai bagian dari interpretative communities.

Pada kajian analisis resepsi dalam studi komunikasi ini penting untuk dikaji karena

saat memproduksi makna pesan tidak selamanya akan berjalan linear. Artinya apa

yang ingin di-encoding belum tentu akan sama dengan di-decoding-kan. Ini

menandakan bahwa setiap makna yang diciptakan oleh produksi pesan tidak dapat

digeneralisir dengan apa yang

Page 29: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

dimaknai oleh audience. Oleh karena itu kajian analisis resepsi menjadi hal yang

penting untuk membuktikan bahwa dalam sebuah teks media, produksi makna tidak

akan selamanya berjalan sebanding dengan apa yang diinginkan oleh produsen. Dalam

studi resepsi ini untuk membuktikan hal tersebut, dengan menggunakan model

encoding-decoding yang dikemukakan oleh Stuart Hall.

1.4.3 Encoding dan Decoding

Penelitian model encoding-decoding yang dikemukakan Stuart Hall, terdapat sirkulasi

makna yang melewati tiga momen: produksi-distribusi-produksi. Sebuah makna

diproduksi oleh media, kemudian didistribusikan melalui sebuah program dan

akhirnya makna tersebut diproduksi ulang oleh audiens. Momen pertama yaitu

pengkodean, dalam tahap ini proses produksi makna dianalisis berdasarkan konteks

sosial dan politik dalam produksi konten. Pikiran dan dari sumber (produsen)

diterjemahkan ke dalam suatu bentuk pesan yang dapat dipahami oleh khalayak

(Baran, 2010: 303).

Sedangkan pengertian encoding itu sendiri menurut Hall (dalam Barker, 2009: 287),

mengartikan proses encoding yaitu sebagai artikulasi momen-momen produksi,

sirkulasi, distribusi dan reproduksi yang saling terhubung namun berbeda, yang

masing-masing memiliki praktik spesifik yang pasti dalam sirkuit itu. Pesan-pesan

media membawa berbagai makna yang dapat diinterpretasikan dengan cara yang

berbeda. Pada momen kedua,

Page 30: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

setelah produksi makna pertama dalam hal ini encoding, kemudian program tersebut

didistribusikan kepada khalayak sebagai wacana yang bermakna. Pada momen terakhir

proses decoding yang dilakukan oleh khalayak, dalam momen ini penonton pada saat

mengkonsumsi konten media mereka menafsirkan, menganalisis, memahami, serta

menerjemahkan suatu pesan.

Hall menjelaskan lebih lanjut bagaimana proses pendekatan (decoding) berlangsung di

dalam media. Biasanya audiens dapat menggunakan tiga posisi khalayak dalam

menginterpretasi atau melakukan decoding sebuah teks atau pesan media. Klaus

menjelaskan melalui penjelasan Morley (1980), suatu daerah pendekodingan yang

diasumsikan sebagai ‗ideologi media‘ (preferred meaning) yaitu: an accepting atau

dominant reading, negotiated reading, dan oppositional reading. Menurut uraian

Stuart Hall (1980) yang dikutip oleh John Fiske (1994: 239), Hall menurunkan 3

intepretasi yang digunakan individu untuk menafsirkan atau memberi respon terhadap

persepsinya mengenai kondisi dalam masyarakat, yaitu:

1. Dominant/hegemonic code adalah di sini posisi audiens yang menyetujui dan

menerima langsung apa saja yang disajikan oleh televisi, menerima penuh ideologi

yang dari program tayangan tanpa ada penolakan atau ketidaksetujuan terhadapnya.

Page 31: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

2. Negotiated code, penonton yang mencampurkan intepretasinya dengan pengalaman-

pengalaman sosial tertentu mereka. Penonton

Page 32: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

yang masuk kategori negosiasi ini bertindak antara adaptif dan oposisi terhadap

intepretasi pesan atau ideologi dalam media.

Page 33: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

3. Oppositional code adalah ketika penonton melawan atau berlawanan dengan

representasi yang ditawarkan dalam tayangan dengan cara yang berbeda dengan

pembacaan yang telah ditawarkan (Hall: 138). Tipe ini tidak merasakan kesenangan

pada saat menonton televisi. Ia menolak sajian atau ideologi dominan dari media.

Model encoding-decoding ini akan membantu peneliti dalam menentukan posisi

informan. Apakah apa yang disampaikan oleh encoder sama halnya dengan yang

diterima oleh informan atau justru berlawanan. Mengetahui bagaimana penafsiran

informan terhadap film ―Tanda Tanya‖.

1.4.4 Multikultur dan Multikulturalisme

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keragaman budaya yang dimiliki oleh

warganya tercatat tertinggi di dunia. Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 1.128

suku bangsa yang hidup di Indonesia. Masing-masing suku bangsa memiliki suku

bangsa yang berbeda-beda pula. Hal itulah yang memicu munculnya konflik di setiap

daerah.

Permasalahan serius yang dihadapi Indonesia sebagai negara multibudaya adalah

ancaman antar suku, ras, dan agama. Sumber konflik ini sering kali berawal pada

klaim bahwa ada golongan tertentu yang lebih baik dan unggul dibandingkan dengan

kelompok lain. Belum lagi ketika proses

Page 34: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

pemanfaatan dan pendistribusian sumber daya negeri ini berlangsung tidak adil.

Kelompok dominan biasanya menjadi pihak yang paling diuntungkan (Afif, 2012: 45).

Ciri lain yang bisa dijumpai dari masyarakat multikultur adalah adanya kecenderungan

di antara masing-masing suku bangsa untuk mengekspresikan identitas budaya mereka

melalui cara-cara yang spesifik, seolah-olah satu dengan yang lainnya tidak saling

berhubungan. Jika kondisi ini ditampilkan secara terbuka tanpa ada kesediaan untuk

saling mengakui dan menghargai, maka persaingan dan konflik sosial akan menjadi

ancaman serius dalam praktik komunikasi antarbudaya, (Suparlan, 2008: 34).

Contohnya saja adanya perlakuan diskriminatif kelompok suku bangsa mayoritas

pribumi terhadap kelompok minoritas Tionghoa, mulai dari yang paling ringan

(digolongkan sebagai pribumi tetapi tidak asli setempat dan karena itu mempunyai

posisi minoritas) sampai yang terberat sekalipun (orang Tionghoa, yang digolongkan

sebagai asing). Gagasan bahwa mereka merupakan suku bangsa asing masih

berkembang di benak masyarakat pribumi, meski telah menjadi warga negara yang sah

secara de facto.

Kita sering lupa bahwa Indonesia memang terdiri sebagai suatu bangsa yang di

dalamnya terdapat keberagaman suku, agama, ras, dan lain-lain. Namun, dengan

heterogenitas itu, bangsa Indonesia mampu memfungsikan semua elemen bangsa

dalam kesadaran fundamental ―Bhineka Tunggal ika‖. Ini merupakan ungkapan yang

sangat baik untuk memandang keragaman kebangsaan Indonesia sehingga keutuhan

sebuah peradaban di

Page 35: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Indonesia benar-benar terjadi. Konsep dan elemen dasar wawasan kebangsaan adalah

kemajemukan masyarakat yang multikultur.

Konsep multikultural dan multikulturalisme akan membantu peneliti untuk melihat

praktik informan terhadap konsep tersebut. Artinya saat sebuah konsep multikultur itu

dipraktikkan menjadi sebuah paham keberagaman atau multikulturalisme, akan dapat

diterima oleh masyarakat.

1.4.5 Konsekuensi Multikulturalisme

Perbedaan maupun persamaan akan sangat berpengaruh dalam hubungan sosial. Para

psikolog yang mengadakan penelitian tentang daya tarik interpersonal. Jika seseorang

memiliki kemiripan dengan lainnya, maka mereka akan saling suka satu dengan yang

lainnya. Namun jika situasinya berlawanan, artinya mereka memiliki banyak

perbedaan, maka akan memicu konflik. Kecendrungan kita terhadap sesuatu yang kita

mengerti dan kita kenal, dapat mempengaruhi persepsi dan sikap kita terhadap orang

dan hal baru dan berbeda.

Samovar dkk dalam buku Komunikasi Lintas Budaya menjabarkan sisi gelap

multikulturalisme, di antaranya adalah:

1. Stereotip

Ketika berhadapan dengan suatu hal yang tidak sama dan tidak kita ketahui, kita

cenderung untuk memiliki stereotip. Stereotip biasa terjadi, karena kita bertemu

dengan banyak orang asing dan dihadapkan pada kesempatan yang tidak lazim. Jadi,

stereotip dapat menjadi hal yang wajar dalam menghadapi sesuatu yang tidak kita

ketahui. Masalah

Page 36: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

tersebut akantimbul saat menyadari bahwa kita memiliki stereotip negatif.

Stereotip sendiri jika didefinisikan memiliki makna yaitu asumsi terhadap ciri anggota

suatu kelompok. Stereotip merupakan susunan kognitif yang mengandung

pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai kelompok sosial

manusia. Alasan kenapa stereotip mudah menyebar adalah karena manusia memiliki

kebutuhan psikologis untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal.

Stereotip bisa negatif maupun positif. Stereotip yang merujuk orang sebagai malas,

kasar, bodoh atau jahat jelas-jelas stereotip negatif. Tentu saja, ada stereotip yang

positif seperti pelajar Asia yang pekerja keras, berkelakuan baik, dan pandai.

Bagaimana pun stereotip mempersempit persepsi kita, maka stereotip dapat

mencerminkan komunikasi multikutur (Samovar. 2010: 203).

2. Prasangka

Dalam arti luas, prasangka merupakan perasaan negatif yang ada dalam kelompok

tersebut. Sentimen ini terkadang meliputi kemarahan, ketakutan, kebencian, dan

kecemasan.

Perasaan dan perilaku negatif. Sasaran prasangka kadang ditunjukkan melalui

kegunaan label, humor permusuhan atau pidato yang menyatakan superioritas suatu

kelompok terhadap yang lain. Seperti yang

Page 37: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

bisa dilihat bahwa, permusuhan terhadap kelompok yang lain merupakan bagian

integral dari prasangka.

Sama seperti stereotip, kepercayaan yang dihubungkan dengan prasangka memiliki

beberapa karakteristik. Pertama mereka ditujukkan pada suatu kelompok sosial dan

anggotanya. Terkadang kelompok tersebut ditandai oleh ras, etnis, gender, usia, dan

lain sebagainya. Kedua, prasangka melibatkan dimensi evaluatif. Menurut benar dan

salah, bermoral dan tidak bermoral, dan sebagainya. Ketiga, prasangka itu terpusat,

dalam arti berapa besar pentingnya suatu kepercayaan dalam menentukan perilaku

seseorang terhadap yang lainnya. Seperti yang diduga bahwa, semakin sedikit identitas

kepercayaan tersebut, semakin sukses dalam mengubah prasangka kita terhadap orang

lain, (Samovar. 2010: 207).

3. Konsep Etnosentrisme

Etnosentrime merupakan pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul

dibandingkan budaya yang lain. Pandangan bahwa budaya lain dinilai berdasarkan

standar budaya kita. Kita menjadi etnosentris ketika kita melihat bahwa budaya lain

melalui kaca mata budaya kita atau posisi kita.

Alasan lain mengapa etnosentris begitu mendarah daging adalah bahwa etnosentris

memberikan identitas dan perasaan memiliki kepada anggotanya. Untuk berfungsi

secara efektif, kita mungkin mengharapkan masyarakat untuk memiliki rasa bangga

terhadap etnisnya dan kesetiaan

Page 38: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

terhadap tradisi budaya yang unik, dari mana masyarakat mendapatkan dukungan

psikologis dan ikatan sosial yang kuat dengan kelompoknya. Dalam masyarakat di

mana identifikasi diri seseorang berasal dari kelompoknya, etnosentrisme penting

dalam membangun rasa penghargaan terhadap diri sendiri (Samovar. 2010: 214).

Pada akhirnya akan muncul yang istilah diskriminasi, yaitu suatu tindakan nyata

terhadap suatu kelompok dalam memperlakukan kelompok lain yang lebih condong ke

arah negatif.

Pada penelitian ini peneliti mengetahui bahwa adanya sisi gelap dari multikulturalisme

itu sendiri. Hal ini bisa membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana informan

memiliki sikap etnosentris, prasangka dan stereotip. Hal ini bisa diketahui dari latar

belakang maupun pengalaman pribadi para informan.

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis resepsi dalam kajian khalayak

media. Dalam analisis resepsi khalayak, media difokuskan pada apa dan bagaimana

penonton berinteraksi dengan media, sehingga memungkinkan kita untuk tidak serta

merta menganggap bahwa penonton sebagai khalayak yang pasif. Namun memandang

khalayak sebagai tokoh yang aktif dan mampu memberikan komentar terhadap apa isi

dari media. Paradigma penelitian ini adalah interpretif/konstruktivis yang berfokus

pada bagaimana karya itu ditafsirkan, dan mungkin tidak

Page 39: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

sepenuhnya valid jika para peneliti mengagungkan objektivitas (Stokes, 2003:17).

Penelitian ini akan merujuk pada bagaimana khalayak berperilaku ketika mengamati

media. Analisis resepsi adalah studi penelitian yang fokus pada bagaimana pemaknaan

pesan dalam konteks media digeneralisasi dalam kehidupan sehari-hari. Resepsi

analisis merupakan bagian dari penelitian khalayak.

Untuk dapat mendeskripsikan kompleksitas praktik resepsi audiens tersebut, maka

dalam penelitian ini digunakan metode resepsi. Analisis resepsi menurut Jensen (1986)

merupakan berbagai bentuk studi kualitatif yang berada pada dominan riset audiens

khususnya berkaitan dengan resepsi audiens. Metode resepsi digunakan untuk

membandingkan analisis tekstual dari wacana media dan media audiens berdasarkan

konteks. Tiga elemen utama dari metode tersebut meliputi pengumpulan data, analisis

data, dan interpretasi data resepsi (Jensen, 2002: 136). Seperti studi kultural, analisis

resepsi berbicara mengenai pesan media secara budaya dan pendekatan yang terkode

secara umum, sembari menegaskan audiens sebagai alat dari produksi pemaknaan

(McQuail, Golding, dan Bens, 2005: 57).

Pada penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif yang akan menjelaskan

bagaimana analisis resepsi mahasiswa terhadap film ―Tanda Tanya‖. Penelitian ini

akan mengulas dan menganalisis bagaimana pesan media dimaknai atau diterima

kemudian

Page 40: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

diinterpretasikan oleh khalayak dalam bentuk sikap, perilaku atau pun pandangan

dalam kehidupannya.

Pendekatan kualitatif dalam metode patahan dan penggolongan mempunyai perangkat

penelitian yang akan membantu peneliti untuk mencari data-data yang dibutuhkan

dalam menjawab rumusan permasalahan yang selanjutnya akan dikaji melalui FGD

dan data-data pendukung lainya. Wawancara atau yang dikenal sebagai in depth

interview (wawancara mendalam).

1.5.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Yogyakarta. Yogyakarta dipilih sebagai lokasi

penelitian karena Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi

barometer keberagaman hidup masyarakat. Hal tersebut bisa terjadi mengingat

Yogyakarta sendiri merupakan kota tujuan pendidikan, di mana setiap tahunnya ada

ribuan hingga puluhan ribu pendatang baru dari seluruh penjuru Indonesia yang datang

dan berdomisili di Yogyakarta dengan berbagai tujuan. Oleh karena itulah dapat

dipahami bahwa berbicara tentang Yogyakarta sama artinya berbicara tentang

khalayak plural yang heterogenitas latar belakang budaya, tingkat pendidikan, dan

strata ekonomi.

Penelitian ini akan berlangsung di aula kos melati 2. Ruangan itu akan mampu

menampung hingga 20 orang. Dengan begitu para informan akan leluasa untuk

berdiskusi. Alasan lain pemilihan tempat

Page 41: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

tersebut karena mudah dijangkau, tidak ribut, dan sangat cocok sebagai wahana untuk

diskusi.

1.5.3 Teknik Pengambilan Informan

Dalam penelitian ini informan diambil dengan menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang

dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang telah diketahui

sebelumnya (Ruslan, 2004: 156-157). Dalam penelitian ini informasi dan data-data

diperoleh dari informan yang merupakan mahasiswa di Yogyakarta dengan berbagai

latar belakang.

Informan yang diambil dari berbagai macam suku/etnis dan agama guna perwakilan

dari potret Yogyakarta sebagai kota plural. Informan yang dimaksud di antaranya:

1. Lintang Saraswati mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengambil

jurusan Hubungan Internasional. Dia berdarah Jawa, yang telah terbiasa dengan

kehidupan plural.

2. Rafika Arsyad mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengambil

jurusan Hubungan Internasional. Memiliki darah Tionghoa namun dia beragama

Muslim dan pernah terlibat dalam gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

3. Edho Saputra mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan Ilmu

PemerMahasiswa timur yang berasal dari Ternate yang

Page 42: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

sangat fanatik dengan kepercayaannya. Informan ini juga aktif dalam gerakan IMM.

4. Ririh Bayu Nantari mahasiswa beragama Katolik dan taat beragama. Mahasiswa ini

juga ikut terlibat dalam Kumpulan Kaum Katolik Kaum Muda atau dikenal dengan

sebutan Mudika.

5. Bety Argiana mahasiswa yang beragama Konghucu dan taat beragama, posisi

informan ini dikatakan sangat kritis ini dilihat dari studi yang diambil yaitu Ilmu

Hukum. Peneliti berasumsi bahwa studi sosial pemikirannya lebih kritis dibandingkan,

misalnya saja jurusan Kedokteran.

6. Ferdian Anuari mahasiswa beragama Islam yang aktif di pergerakan Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI).

Dengan begitu peneliti dapat melihat bagaimana keberagaman bangsa Indonesia yang

sudah sepatutnya menjadi realitas hidup. Mengetahui bagaimana pula

multikulturalisme mampu diterima oleh mereka.

1). Kriteria Informan atau subyek penelitian berdasarkan pada:

a. Mahasiswa yang masih aktif kuliah di universitas di Yogyakarta

b. Mengetahui dan menonton film Tanda Tanya.

c. Informan yang memiliki latar belakang beragam, baik itu keragaman suku/etnis

maupun agama.

Page 43: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

1.5.4 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer

dan sumber data sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data utama yang

dipergunakan untuk mengolah data penelitian, sementara sumber data sekunder

dipergunakan untuk menunjang data penelitian yang diperoleh dari sumber data

primer.

Sumber data primer dalam penelitian ini berupa opini. Opini yang digunakan sebagai

sumber data merupakan opini para mahasiswa di Yogyakarta yang dilibatkan dalam

proses Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam individual (in-dept

interview) tentang multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖.

1.5.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan teknik pengumpulan data dengan

menggunakan:

a. Observasi

Observasi atau pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan

menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut

(Nazir, 1983: 174). Tujuan dari observasi ini adalah untuk memperoleh informasi

tentang suatu kegiatan manusia yang terjadi dalam kenyataan.

b. Fokus Group Discussion

Page 44: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Focus Group Discussion (FGD) merupakan suatu proses pengumpulan data dan

informasi sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik

melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006: 1-2). FGD atau yang dikenal juga sebagai

kelompok diskusi terarah adalah salah satu teknik pengumpulan data yang memiliki

kelebihan tersendiri karena memungkinkan peneliti dan informan berdiskusi secara

intensif dalam membahas topik yang didiskusikan sehingga dapat memperoleh

informasi yang lebih mendalam. Melalui FGD, peneliti mampu memahami alasan,

motivasi, argumentasi atau pertimbangan informan mengenai topik yang didiskusikan.

FGD yang akan dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi

tentang pandangan umum mahasiswa mengenai praktik resepsinya terhadap

multikulturalisme yang ditampilkan dalam film ―Tanda Tanya‖. Meskipun demikian,

FGD sebagai teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini

mengingat kegunaan FGD sebagai alat pengumpul data dalam menggunakan sumber

informasi dari latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi

sekaligus juga sebagai alat untuk meyakinkan peneliti sebagai alat re-check terhadap

berbagai keterangan/informasi.

c. Wawancara Mendalam (in depth interview)

Wawancara adalah bentuk komunikasi verbal, percakapan yang bertujuan memperoleh

informasi. Biasanya komunikasi ini dilakukan

Page 45: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

dalam keadaan saling berhubungan saling berhadapan, namun komunikasi dapat juga

dilaksanakan melalui telepon. (Nasution, 1996: 113)

Melakukan wawancara secara mendalam meliputi menanyakan pertanyaan dengan

format terbuka, mendengar dan merekamnya, dan kemudian menindaklanjuti dengan

pertanyaan selanjutnya. Jenis wawancara mendalam ini adalah wawancara percakapan

informal pertanyaan secara spontan terhadap informan. Pertanyaan tersebut akan

mengalir tanpa disadari. Itulah yang dilakukan oleh peneliti dalam mewawancarai

informan (Patton, 2006: 182).

Informan yang diwawancarai (interviwee) dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang

terlibat dalam FGD. Pemilihan interviewee didasarkan pada pertimbangan keluasan

wawasan dan kekuatan argumentasi interviewee selama FGD berlangsung. Dari

wawancara ini akan diperoleh opini yang akurat mengenai mutikulturalisme yang

ditampilkan dalam film ―Tanda Tanya‖.

1.5.6 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data kualitatif di mana dalam

penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari informan dalam penelitian. Data deskriptif tersebut berupa narasi-narasi

kualitatif yang diperoleh dari hasil interpretasi Focus Group Discussion (FGD) dan

Wawancara mendalam yang dilaksanakan untuk menjawab rumusan masalah peneliti.

Page 46: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif adalah suatu proses pengolahan data

dengan cara mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

mengkategorikan dan kemudian menguraikannya (Patton dalam Moelong. 2002: 103).

Pada tahapan analisis data informan, decoding merupakan salah satu bagian terpenting

dalam rangkaian proses komunikasi karena tanpa decoding penonton (momen

konsumsi), media tidak dapat menghegemoni penontonnya. Decoding atau konsumsi

teks media penting diteliti untuk mengetahui bagaimana sebuah teks yang sama

dibaca, diinterpretasi, sertai dimaknai oleh penontonnya.

Posisi decoding informan dibagi dalam tiga posisi decoding, yaitu: dominan-

hegemonik, negosiasi, dan opposisional.

a. Posisi Dominan-Hegemonik

(Hall 1980: 125: 126), posisi dominant-hegemonic ini menandakan bahwa decoding

informan atas multikulturalisme pada film ―Tanda Tanya‖ berada pada kode dominan

film tersebut. Dengan kata lain decoding informan berada dalam atau sesuai dengan

kode-kode dominan film ―Tanda Tanya‖ mengenai multikulturalisme.

b. Posisi Negosiasi

Posisi negosiasi informan dikategorikan pada posisi negosiasi karena decoding atas

multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖ ini berisi bauran antara unsur-unsur

oposisional dan adaptif (Hall, 1980:

Page 47: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

127). Dengan kata lain informan yang berada pada posisi ini dapat mengenali dan

mengakui keberadaan kode-kode dominan yang ada pada film tersebut tentang

multikulturalisme namun di sisi lain informan juga tidak percaya terhadap kode-kode

dalam film tersebut.

c. Posisi oposisional

Dalam tahapan posisi oposisional, posisi decoding informan dikategorikan pada posisi

oposisional karena informan tidak men-decode multikulturalisme dalam kerangka

acuan kode di mana kode tersebut di-encode (Hall, 1980: 127). Dengan kata lain,

informan tidak berada pada kode-kode dominan yang dibuat oleh film ―Tanda Tanya‖

karena informan tidak mengenali dan tidak mengakui keberadaan kode dominan

tersebut yaitu tentang kerangka pembuat film ―Tanda Tanya‖ saat menampilkan

tentang multikulturalisme.

Dari hasil decoding informan tersebut, peneliti akan melakukan analisis data yang

diperoleh dari latar belakang, perilaku, tanggapan, pandangan, dan penerimaan

informan dari data yang diperoleh melalui FGD dan wawancara mendalam. Data yang

diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan serta data-data pustaka yang

mendukung akan dikelompokkan berdasarkan tema yang akan dianalisis, untuk

analisis dan diinterprestasikan dan dikaitkan perumusan masalah dan kerangka teori

pada penelitian ini.

Page 48: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

1.5.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

1. BAB I. Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan

metodologi penelitian.

2. BAB II : Bab ini akan menampilkan multikulturalisme di Indonesia. Memberikan

gambaran tentang munculnya konsep multikulturalisme di Indonesia. Kemudian

bagaimana dampaknya ketika multiulturalisme itu masuk ke tengah masyarakat.

Kemudian ditampilkan multikulturalisme dalam film yang membahas tentang

munculnya film dengan tema multikulturalisme di Indonesia. Juga dibahas tentang

multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya. Melihat adegan-adegan yang

menampilkan tentang multikulturalisme. Selain itu ditampilkan juga tentang film

―Tanda Tanya‖, tentang profil sutradara dan terakhir tentang encoding - konstruksi

media (film Tanda Tanya) terhadap multikulturalisme

3. BAB III : Pada bab ini akan disajikan data-data hasil wawancara dan observasi

melalui FGD dan in depth interview yang diperoleh dari hasil penelitian serta

pembahasan yang menjelaskan pemaknaan dan penerimaan penonton terhadap

multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖

4. BAB V : Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang ditarik dari pembahasan

permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.

Page 49: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Daftar Pustaka

Afif, Afthonul. 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia: Pergulatan Mencari Jati

Diri. Depok: Kepik.

Aryani, Kandi. 2006. Analisis Penerimaan Remaja terhadap Wacana Pornografi

dalam Situs-Situs Seks di Media Online. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik.

Tahun XIX. Nomor 2, April. ISSN 0216-2407. Surabaya: FISIP Unair.

Barker, Chris. 2009. Cultural Studies. Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Warna.

Devereux, Eoin. 2003. Understanding The Media Industries, Images, and Audiens.

London: Sage.

Fiske, John. 2004. Culturar and Communication Studies. Yogyakarta: Jala Sutre

Hall, Stuart. 2007 ―Reception Analysis‖ dalam During, Imon (ed) The Cultural

Studies Reader. London: Routledge.

Ilahi, Muhammad Takdir. 2012. Nasionalisme dalam Bingkai Pluralitas Bangsa:

Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Irwanto. 2006. Focused Group Discussion (FGD). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Jensen, Klaus Bruhn. 2002. A Handbook of Media and Communication Research,

Qualitative and Quantitative Methodologies. London: Routledge.

John, Little. 2005. Theories of Human Communication. Wadsworth: Thomson.

Page 50: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa: Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta.

Littlejohn, Stephen W. 1999. Theories Of Human Communication. London:

Wadsworth Publishing Company

Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

McQuail, Denis. 2000. Mass Communication Theory 4th Editon. London: Sage.

Nasution. 1996. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara

Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indo

Patton, Michael. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ruslan, Rosady. 2004. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta:

Raja Grafindo.

Samovar, Larry A dkk.2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika

Stokes, Jane. 2003. How To Do Media and Cultural Studies. Bentang: Yogyakarta

Internet

Andri Haryanto. 2012.

http://news.detik.com/read/2012/05/09/052540/1912590/10/. Tawuran terjadi di

Sleman rumah kos dan ruko jadi sasaran amuk massa, diakses Jumat, 12 April 2013.

Aprinus Salam, 2013. http://culture.ugm.ac.id. 23/04/2013.

http://www.google.com.Politik-Multikulturalisme-Novel diakses Selasa, 16 April

2013.

Page 51: Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya

Asmaradana. 2012.

http://aurasmaradana.wordpress.com/tag/aku-ingin menciummu-sekali-saja/, diakses

Selasa, 16 April 2013.

Berita Disuka. 2011. http://berita.disuka.com/film/ Kumpulan tanggapan film tanda

tanya, diakses Jumat, 12 April 2013.

Endang Ratih, www.kebudayaan.umm.ac.id 10/04/2012.

http://www.google.com.Masyarakat-Majemuk-dan-Multikultur-Indonesia diakses

Selasa, 16 April 2013.

Ratna Puspita. 2011. http://www.republika.co.id/berita/senggang/film. Gp Ansor Film

Tanda Tanya tidak menyesatkan. diakses Rabu, 15 Desember 2012.

Taz. 2011. http://www.voa islam.com/news/indonesiana. Mui Film Tanda Tanya

Hanung sebarkan faham haram dan sesat. diakses Rabu, 12 Desember 2012.

Tokoh Indonesia. http://www.tokohindonesia/biografi/article. Mencerahkan film lokal.

diakses, Kamis 3 Januari 2013.

Sonia Meta, 2012. Eprints.undip.ac.id. Interpretasi Gender. Diakses Senin 24 Juni

2013

Voa-Islam.2011.

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=cTimHrATcqA diakses

Sabtu, 15 Desember 2012.