multikulturalisme dalam film tanda tanya
DESCRIPTION
Skirpsi Multikulturalisme dalam Film "Tanda Tanya" (Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta)TRANSCRIPT
MULTIKULTURALISME DALAM FILM
“TANDA TANYA”
(Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta)
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Strata I Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
DWI TESNA ANDINI
20090530039
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Program Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 23 Juli 2013
Tempat : R. Lab. Negosiasi IK
Nilai :
SUSUNAN TIM PENGUJI
Ketua
Filosa Gita Sukmono, S.Ikom., MA.
Penguji I Penguji II
Firly Annisa, SIP, MA Wulan Widyasari, S.Sos, MA.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana (S-1)
Tanggal : 30 Agustus 2013
Aswad Ishak, S.IP., M.SI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Dwi Tesna Andini
NIM : 20090530039
Konsentrasi : Public Relations
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Judul Skripsi : Multikulturalisme dalam Film ―Tanda Tanya‖ (Resepsi Audiens Pada
Mahasiswa di Yogyakarta
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari karya
saya ini terbukti merupakan hasil plagiat/menjiplak karya orang lain maka saya
bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 sesuai dengan harapan
kedua orang tua. Sholawat dan salam senantiasa penulis lafalkan untuk manusia
paripurna Nabi Muhammad SAW. Atas segala risalahnya untuk pencerahan umat
manusia, terutama bagi penulis.
Selesainya pembuatan skripsi dengan judul ―Multikulturalisme dalam film ―Tanda
Tanya‖ (Resepsi Audiens Pada Mahasiswa di Yogyakarta)‖, tidak bisa dilepaskan atas
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih banget buat
mas Filosa Gitta Sukmono yang telah membimbing saya selama 4 bulan ini. tanpa mas
Filo, saya gak tau deh nasib kesarjanannya mau dibawa ke mana.
Terima kasih juga buat dosen penguji saya, yaitu Firly Annisa dan Wulan Widyasari
yang telah ngasih masukan, yang bagi penulis masukan itu sangat berarti dan masukan
itu menurut saya pribadi bikin mempercantik skripsi saya.
Buat teman-teman PR 2009.. di mulai dari yang udah sarjana Miftah, disusul dengan
Sukron, dan Insya allah akan menyusul juga Hermin, Nonik, Arifah, Rahnila, Iqbal,
Ade. Buat teman-teman yang akan segeraaaaa menyusul Ita, Bule, Jupe, Harno, Nopi,
Rizal, Nanda, Tri, dan juga Nilam. Sukses buat semuanya yaaa.
Untuk teman-teman Nuansa… Kak Solihin, Gitta oppa, mba Mala, mba Destry,
Sentimental Ahlul, Panda Cina Fikar, Rumantik, dede Shidqi, dede Mujib, Said
(Bacanya sesuai dengan bacaan Alquran yang fasih yaa sob, Kiki hoobae, Alvian,
Gembel, Dewi, Hermin chingu, Cahyo (cowok yang sering nyembunyiin hidungnya itu
loo), Said, Sugi, Dayat, Rulle, Suneo, Cahya, Awl, Adam. Wahh dan masih banyak
lagi. Pokok thank‘s banget buat kalian. Kalian adalah orang-
orang terhebat yang pernah mengisi hidupku selama 4 taon menggelandang di Jogja.
Buat temen-temen Melati II. Huaaa jeongmal bogoshipoyo… saya absenin satu-satu
yaa, kakak Fat aku merindukanmu sudah lama kita tidak bercuap-cuap tentang Big
Bang. Buat Adiq tik-tik cepat lulus ya diq, Gombel (Aslinya ni bocah namanya Ayu,
but she‘s enjoy with that name), buat Pipi jangan terlalu autis yaa, dan jangan pernah
merebut Onew oppa dari pelukanku #glekk. Buat Lintang si bocah yang selalu
meramaikan kos melati II dengan empetri mulutnya saat menyanyikan lagu ―we are
young‖, buat Agnes yang keukeh jadi Elf, lirik Chepy yang terkena virus Exo (dan
melupakan SUJU), buat Minho aka Irmanis yang sampai detik ini tidak akan
merelakan Minyul Couple, pliss deh Irmanis terima kenyataan kalau Minho itu udah
cinta sekarat ama Yuri eonni.
Buat para Joks…… haha ngegemesin deh kalau bicara joks. Hihi saya sebutkan ya
siapa yang mendapat predikat si joks di sini. Absen pertama saya tunjukkan pada
Cipeh, wuihhh thank‘s banget peh, udah bisa mempertahankan persahabatan kita
selama 4 taon. Ampe-ampe para dosen udah tau banget tentang persahabatan kita.
Hehee.. joks yang kedua ada Rahnila Mansah, joks… gak tau lagi deh mau bilang apa
ama lu, teman ane semasa di unires ampe ngekos pun harus bareng ngga boleh pisah.
Ntah deh setelah kita semua lulus, kek mana harus menggambarkan kebiruan ini. Joks
ketiga ada Jumek. Si bocah ini cepat banget dikenali berkat tombol on off yang terletak
di atas bibir. Joks selanjutnya ada Ferdong.. ntah ni bocah dulu amat nyebelin, saking
sebalnya sering banget kena jebakan ane dan para joks. Joks terakhir ada kak framing,
thank‘s ya guru pertamaku.. pokonya ni kakak selalu memberikan petuah sehingga
banyak banget ilmu yang saya dapatkan.
Untuk selanjutnyaaa buat bapak Hazrin Zohdi dan Ibu Puji Harwati. (Aduhh mulai deh
ni air mata netes) matur tampiasih buat kedua nyokap bokap. Tak sangka anakmu yang
dulu sering jualan di kelas untuk dapet uang saku, bisa kalian sekolahkan hingga saat
ini.
Adik-adikku Tegar Mandiri Putra dan Muhammad Kukuh Nusantara. 2 bocah ini
meskipun nyebelin sering jahilin saya tapi tetaplah ngangenin. Sekarang kalian udah
beranjak remaja, yang giat yah belajar. Biar bisa seperti kakakmu ini(?)
Buat keluarga besarku tercinta. Nahh masing-masing mereka punya julukan tersendiri
loh. Maaf banget kalau baca nanti si pelaku protes. Buat pan day,, hehe pamanku yang
selalu nyuport aku ngerjain skripsi. Meskipun sering kena marah namun sangat
berguna juga yaa komentar pedasnya. Buat Sebet, Seping, bibi Bulet, Paman Boh, Bik
Nik, Bik Utik, Paman Bus, Kak Nan (yang telah memberikan saya link yang saaangat
bermanfaat), pak Agus, si Rena yang baru masuk kuliah. Sayaa sayang kalian. Hehee
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu dibutuhkan sumbangan pemikiran untuk menyempurnakan skripsi ini,
sehingga karya ini bisa lebih baik di masa yang akan datang.
Yogyakarta, 31 Agustus 2013
Dwi Tesna Andini
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 10
1.4 Kerangka Teori............................................................................................ 11
1.4.1 Khalayak Aktif ....................................................................................... 11
1.4.2 Resepsi Audiens ..................................................................................... 13
1.4.3 Encoding dan Decoding ......................................................................... 17
1.4.4 Multikultur dan Multikulturalisme ........................................................ 19
1.4.5 Konsekuensi Multikulturalisme ............................................................. 21
1.5 Metodologi Penelitian ................................................................................. 24
1.5.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 24
1.5.2 Lokasi Penelitian .................................................................................... 26
1.5.3 Teknik Pengambilan Informan............................................................... 27
1.5.4 Sumber Data ........................................................................................... 29
1.5.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 29
1.5.6 Teknik Analisis Data .............................................................................. 31
1.5.7 Sistematika Kepenulisan ........................................................................ 34
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN .................................... 35
2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya ............................................................... 35
2.2 Wacana Multikulturalisme di Indonesia ..................................................... 41
2.3 Multikulturalisme dalam Film..................................................................... 44
2.4 Multikulturalisme dalam Film ―Tanda Tanya‖ ........................................... 48
2.5 Sekilas Tentang Film ―Tanda Tanya‖ ......................................................... 60
2.6 Profil Sutradara ........................................................................................... 67
2.7 Encoding Konstruksi Media Terhadap Multikulturalisme .......................... 69
BAB III RESEPSI AUDIENS TERHADAP MULTIKULTURALISME ...... 72
3.1 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 72
3.1.1 Proses Penelitian ................................................................................... 72
3.1.2 Pelaksanaan FGD dan Wawancara ...................................................... 73
3.1.3 Pengumpulan Data FGD dan Wawancara............................................ 73
3.2 Profil Informan .......................................................................................... 74
3.3 Pemahaman Penonton Mengenai Multikulturalisme ............................... 78
3.4 Pemahaman Penonton Mengenai Konsekuensi Multikulturalisme ......... 84
3.5 Penerimaan Audiens Terhadap Multikulturalisme Film ―Tanda Tanya‖ . 88
3.6 Analisis Latar Belakang Informan .......................................................... 106
3.7 Analisis Posisi Audiens dalam Melihat film ―Tanda Tanya‖ ................. 111
3.8 Catatan Penutup ...................................................................................... 113
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 119
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 119
4.2 Saran ....................................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Public Relations
Dwi Tesna Andini
Multikulturalisme dalam Film Tanda Tanya (Resepsi Audiens Terhadap
Mahasiswa di Yogyakarta)
Tahun Skripsi : 2013 ix : + 101
Daftar Pustaka : Buku 20 + Internet 10
Film ―Tanda Tanya merupakan salah satu film yang menggambarkan tentang
multikulturalisme yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sang sutradara ingin
menyampaikan bahwa meskipun konsep multikulturalisme masih sangat asing
terdengar di telinga masyarakat akan tetapi justru konsep tersebut adalah realita yang
harus dihadapi oleh masyarakat yang multikultur. Perilisan film tersebut justru menuai
pro dan kontra di tengah masyarakat.
Tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana penerimaan khalayak terhadap
multikulturalisme yang ditampilkan dalam film ―Tanda Tanya‖. penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitati dengan pendekatan analisis resepsi Stuart
Hall yang berfokus pada teks. Alasan menggunakan metode khalayak ini karena
peneliti ingin melihat, bagaimana resepsi audiens dalam film ―Tanda Tanya‖ sesuai
dengan yang dikonstruksi oleh sang sutradara.
Hasil dari analisis audiens menunjukkan bahwa penerimaan audiens terhadap
multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖ berbeda-beda. Sebagian informan
menyatakan setuju terhadap film yang disajikan oleh sang sutradara, beberapa peserta
lainnya juga memberikan kata ―tapi setelah menyatakan setuju. Kemudian peserta
lainnya secara tegas menyatakan tidak setuju terhadap multikulturalisme dalam film
―Tanda Tanya.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendapat para informan tersebut
tidak terlepas dari pengalaman hidup mereka masing-masing. Baik itu yang mereka
alami sendiri, maupun yang mereka lihat di media.
Kata Kunci : Multikulturalisme, Film, Resepsi Audiens
ABSTRACT
University of Muhammadiyah Yogyakarta
Faculty of Social and Politic Science
Communication Department
Public Relations Concentration
Dwi Tesna Andini
Multiculturalism in “Tanda Tanya” Movie (Audience Reception to University
Students in Yogyakarta)
Year of Research: 2013 ix : + 101
References Book: Book 20 + Internet 10
―Tanda Tanya‖ movie was one of movie that shown about multiculturalism which
was facing by Indonesian people. The producer wanted to publish that even though
multiculturalism concept is still odd, but then that concept was realities which have to
face the multicultural societies. However, the apparition of this movie appears pro and
contra inside our societies. So that, the researcher wants to find out how the audience
approves multiculturalism concept that have already presented in ―Tanda Tanya‖
movie.
This research used qualitative method with reception analysis from Stuart Hall which
was focusing of text. The reasons why researcher used this method was because
researcher wanted to knowing how the audience reception in ―Tanda Tanya‖ movie as
constructed by film director.
The result of audience analysis has been shown that the audience reception towards
multiculturalism in ―Tanda Tanya‖ movie was different each other. One of informants
declared an agreement about movie that created by producer. The others explained
same thinks and declared agreement after they given word ―but‖ for multiculturalism
concept in that movie. Afterwards, the other audience declared disagreement towards
multiculturalism which has published in ―Tanda Tanya‖ movie.
The conclusion of this research was told that the opinion of all informants were
included from their life experiences that not only their own experience but also the
experiences from media that they looked.
Key words: Movie, Multiculturalism, Audience Reception
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai perbedaan
budaya, suku dan agama. Dalam masyarakat majemuk mana pun, mereka yang
tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Bentuk diskriminasi ini bisa secara
sosial dan budaya, dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah
setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Perjuangan hak-hak minoritas
hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia, kita perjuangkan untuk
dirubah menjadi masyarakat yang mengerti akan multikulturalisme.
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), culture (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara
hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian,
setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggungjawab untuk hidup
bersama komunitasnya (Mahfud, 2006: 75).
Konsep multikulturalisme ini justru menimbulkan konflik saat dipraktikkan di tengah
masyarakat. Konflik ini baik itu dari segi agama maupun antar suku. Seperti yang
terjadi di Yogyakarta pada tahun 2012 silam. Kerusuhan terjadi di daerah Babarsari,
Atmajaya. Kerusuhan ini ditenggarai melibatkan warga sekitar Babarsari (BBC)
dengan sekumpulan mahasiswa asal Timor Leste.
Kerusuhan ini terjadi dikarenakan bentrokan antara mahasiswa dan warga sekitar.
Kemudian 2 orang mahasiswa dan 2 orang warga yang terlibat percekcokan itu
berkelahi. Tak lama kemudian salah seorang warga Glendongan dipukuli orang,
diduga pelaku adalah mahasiswa yang sedang mabuk minuman keras. Merasa tidak
terima, warga mencari pelaku tadi, tapi salah orang dan akhirnya bentrokan semakin
memanas dan tidak terkendali. Sejumlah mahasiswa luar Jawa dengan membawa
senjata tajam, seperti parang, panah balok, dan batu, melakukan penyerangan ke rumah
warga sekitar Babarsari. Sehingga menyisakkan banyak korban baik itu segi pisik
maupun psikis (Andry Haryanto, 2012, http://news.detik.com).
Perseturuan itu jelas mencerminkan konflik antar etnis, di mana mahasiswa timur
berkonflik dengan orang Jawa. Meskipun konsep multikulturalisme telah digaungkan
oleh pendiri bangsa Indonesia, namu masyarakat menganggap konsep tersebut masih
sangatlah asing. Hal ini menandakkan konsep multikulturalisme belum sepenuhnya
dapat diterima oleh masyarakat Yogyakarta.
Fenomena Multikulturalisme ini rupanya menarik perhatian para pemerhati film-film
di Indonesia. Hal ini guna untuk merepresentasikan fenomena yang tengah dihadapi
oleh masyarakat. Dalam film multikultural biasanya terdapat komunikasi antar budaya
dan agama. Hal ini bisa tercermin dalam film ―Merah Putih III‖ pada tahun 2011.
Film tersebut sarat akan nasionalisme dan multikulturalisme. Kisah tentang
nasionalisme oleh semangat multikulturalisme demi kesatuan bangsa. Seharusnya
itulah yang diterapkan oleh bangsa Indonesia
sampai kapan pun. Selain film ―Merah Putih III‖, terdapat beberapa film yang juga
mengangkat tema tentang multikulturalisme, yaitu: ―Aku Ingin Menciummu Sekali
Saja‖ garapan Garin Nugroho, Kejar Jakarta, Nagabonar Jadi Dua, dan pada tahun
2011 Hanung menggambarkan multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖.
Film ―Tanda Tanya‖ ini berkisar tentang keberagaman agama dan budaya.
Keberagaman dan toleransi merupakan dua hal yang saling terkait, terutama jika
menyangkut masalah keagamaan dan suku bangsa. Indonesia sebagai negara
berpenduduk mayoritas Muslim dengan berbagai macam etnis dan kebudayaan,
memiliki banyak kisah perihal toleransi yang menarik untuk diangkat dalam tayangan
layar lebar. Hanung Bramantyo sebagai seorang sutradara tergerak untuk dapat
menghadirkan kisah dengan latar belakang perbedaan ini kepada masyarakat
Indonesia.
Perilisan film tersebut justru langsung menuai banyak tanda tanya bahkan sebelum
tersebar di pasaran. Isu agama dan ras yang sarat dengan multikulturalisme yang
terekam di dalamnya mengundang reaksi keras dari beberapa ormas keagamaan.
Seperti yang diungkapkan oleh KH A. Cholil Ridwan, Ketua MUI Pusat Bidang
Budaya, dikutip pada Voa-Islam.com, "Cara pandang seperti ini menunjukkan bahwa
pembuat film ini berdiri pada perspektif bukan sebagai seorang Muslim, tetapi sebagai
seorang yang netral agama, yang memandang semua agama adalah menyembah Tuhan
yang sama." (Taz, 2011, www.voa-islam.com).
Bukan hanya Ketua MUI KH. Cholil Ridwan yang menyatakan kecewa setelah
menonton film ‖Tanda Tanya‖ yang disutradarai Hanung Bramantyo. Pemerhati Paham
Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) Adian Husaini juga menyatakan
kekecewaannya. ‖Setelah saya melihat triller film ini yang lebih dulu disebarkan di
You Tube, hingga menonton langsung filmnya malam ini, jelas sekali, film ini sangat
merusak, berlebihan, dan melampaui batas. Hanung ingin menggambarkan kerukunan,
tapi justru memberi stereotip yang buruk tentang Islam,‖ (Ratna Puspita, 2011,
www.republika.co.id).
Selain masyarakat yang kontra, terdapat juga masyarakat yang mendukungnya. Pro itu
berasal ketika adanya dukungan yang mengalir dari Ketua Gerakan Pemyda, Ansor
Nusron Wahid. Ansor menghimbau agar tidak ada pelarangan dan penarikan film
―Tanda Tanya‖ (Voa-Islam, 2011, www.youtube.com).
Film yang memicu pro kontra di kalangan masyarakat ini mengangkat tema toleransi
beragama di tanah air. Hal ini bisa dilihat secara jelas tentang penggambaran konflik
pertemanan dan keluarga yang terjadi di area dekat Pasar Baru, suatu tempat yang
dikelilingi oleh masjid, gereja, dan kelenteng dengan jarak yang berdekatan di
sekitarnya.
Hanung memperkenalkan film ini dengan penggambaran setting komunitas padat
penduduk yang plural di Semarang baik dari sisi etnis yaitu Jawa dan Cina, agama
(Konghucu, Katolik dan Islam). Penggambaran simbol-simbol tentang beragamnya
agama di Indonesia ditampilkan dengan atribut yang ada
dalam gereja seperi lonceng, patung Yesus, dan orang-orang yang sembahyang di
gereja. Sedangkan untuk penggambaran simbol-simbol agama Islamnya sendiri adalah
dengan kumandang adzan. Selain itu ada gambar beduk dan ada umat Islam yang
sedang sholat. Selain itu untuk agama Konghucu penggambaran simbolnya terletak di
Kelenteng. Dari tampilan awal, Hanung ingin menjelaskan bahwa multikulturalisme
adalah sebuah realitas yang tidak bisa dielakkan di Indonesia.
Toleransi yang dibangun oleh Hanung yang lain adalah saat bulan puasa. Tan Kat Sun
menghormati orang Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dengan cara
menutup jendelanya dengan gorden. Akan tetapi Hanung juga menggambarkan Hendra
(anak Tan Kat Sun) yang menolak restorannya ditutup. Hendra berpikir bahwa seorang
pengusaha harus bisa mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Di satu sisi Hanung
ingin menonjolkan bahwa orang Cina selalu mengambil keuntungan yang sebesar-
besarnya.
Multikulturalisme antar etnis ditampilkan dalam adegan saat empat orang Muslim
yang sedang berjalan hendak menjalankan ibadah sholat berpapasan dengan seorang
pemuda keturunan Tionghoa kemudian diteriaki "sipit" (Bermata kecil dan biasanya
isentik dengan orang memiliki keturunan Tionghoa). Merasa tidak terima dengan
perlakuan tersebut, sang pemuda kemudian membalasnya dengan meneriaki dengan
sebutan teroris sehingga menimbulkan perkelahian.
Bentuk multikulturalisme lain dalam konteks suku adalah penggambaran sosok Rika
yag terlahir sebagai perempuan Jawa. Nasib Rika yang berpindah
agama karena bercerai dari suaminya akibat dipoligami. Ia merasa diperlakukan secara
tidak adil sehingga pelarian yang tepat adalah berpindah agama yang dulunya Islam
menjadi Katolik. Meskipun dia beragama Katolik, namun ia tetap mengajarkan
anaknya membaca dan menghafal surat-surat pendek dalam Alquran. Di sini Hanung
ingin menunjukkan bahwa beragamnya agama, ras, dan suku tidak menjadi
permasalahan yang serius. Sebagai keluarga meskipun berbeda agama namun tetap
hidup rukun dan saling menghormati.
Pengalaman hidup Hanung sebagai sutradara di mana dia dibesarkan oleh keluarga
yang plural. Ibunya adalah seorang keturunan Tionghoa, dan dalam kehidupannya
Hanung terbiasa melihat perbedaan antar etnis dan agama namun dia tetap hidup
damai. Semasa remaja dia juga bersekolah yang cukup kental dengan nilai-nilai
agama, yaitu SMA Muhammadiyah. Sang sutradara ingin menunjukkan bahwa semua
orang bisa hidup dengan damai. Tidak perlu orang itu bertengkar atau berkonfik hanya
dikarenakan oleh identitas yang melekat pada diri mereka masing-masing (Eti, 2012,
www.tokohindonesia.com).
Berdasarkan penjelasan di atas, sudah jelas bahwa Film ―Tanda Tanya‖ sangat kental
dengan keberagaman agama, etnis, dan ras. Ingin menunjukkan toleransi antar ketiga
hal tersebut. Pluralitas yang ditampilkan itu yang justru menimbulkan berbagai
konflik. Saling menganggap bahwa agama, etnis, dan ras mereka yang paling benar
dan di sisi lain menunjukkan antar ketiga hal tersebut bisa hidup rukun. Akan tetapi
penerimaan di masyarakat berbeda-beda. Ada yang pro dan ada yang kontra. Lalu
bagaimana penerimaan masyarakat saat film itu
hadir di tengah mereka. Berikut kutipan hasil komentar penonton terhadap Film
―Tanda Tanya‖:
Edho Saputra mengatakan: “Permasalahan yang dimunculkan dalam film ini adalah
mencoba untuk mengkespos beberapa agama dan mencoba untuk menghubungan
antara agama Islam, Kristen dan juga Konghucu. Jujur, konsep yang dibangun dalam
film ini terlalu vulgar. Saat orang Islam berperan menjadi yesus, menjadi
permasalahan besar. Sesuai dengan kajian hukum Islam ada lima yang harus
ditegakkan yaitu: menjaga akal, agama, harta keturunan, dan juga jiwa. Kalau film ini
agak bertentangan dengan menjaga agama, akal, dan jiwa. Kalau untuk film yang
bergenre agama tentu tidak bisa dijadikan sebagai dasar politik. Film ini terlalu
berlebihan. Berbicara mengenai film ini tidak lagi sebagai wadah untuk mempererat
agama, akan tetapi untuk menampilkan kebaikan dan kejelekan agama masing-
masing. Jadi saya memandang film ini hanya sebagai wacana subyektivitas. Artinya
menurut saya, film ini merupakan konflik kejiwaan yang dialami oleh sang sutrada
sendiri. Akan tetapi apa yang dialaminya belum tentu dialami oleh orang lain. Jika
ingin menggunakan agama untuk publikasi itu tidak benar.” (Focus Group
Discussion. 6 Mei 2013)
Bety Argiana mengatakan: “Sebenarnya film ini bagus banget, bisa membangkitkan
jiwa masyarakat Indonesia yang plural untuk tetap hidup dalam kerukunan. Di film itu
sudah ditampilkan bagaimana cara hidup damai dengan orang yang memiliki
perbedaan agama. Seperti saat
adengan di mana Tan Kat Sun sebagai seorang Konghucu yang memberikan waktu
kepada pelayan Muslim untuk melaksanakan ibadah sholat, dan telah memisahkan
mana makanan yang haram dan halal. Hanung di sini memberikan dampak positif, dia
mampu memberikan gambaran bagaimana cara menghormati yang beda agama bisa
saling tolong menolong. Bagiku film ini bisa menjadi solusi untuk bertoleransi dengan
orang yang memiliki perbedaan. (Wawancara, 21 Mei 2013)
Berdasarkan komentar di atas, peneliti bisa menyimpulkan bahwa penerimaan di
masyarakat berbeda-beda. Hal itu tergantung dari sosio-kultur mereka. Apakah mereka
lebih terbuka melihat perbedaan, atau justru melihat perbedaan itu sebagai suatu
konflik. Untuk itu penulis ingin mengetahui bagaimana penerimaan masyarakat
terhadap film tersebut.
Adanya reaksi kontra menunjukkan bahwa penonton tidak menerima pesan seperti
yang dimaksudkan sang sutradara. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui bagaimana penerimaan audiens dalam memaknai film ―Tanda Tanya‖.
Dalam penelitian ini informan yang diambil berasal dari mahasiswa Yogyakarta.
Secara sosio kultural, mahasiswa Yogyakarta memiliki pemikiran yang lebih terbuka.
Selain itu, mahasiswa sering peduli dan memiliki perhatian terhadap film, terutama
film-film yang berbau kontroversi. Misalnya saja pada saat munculnya trailer film
―Innocence of Moslem‖ yang banyak menimbulkan kontroversi di seluruh dunia.
Pada saat itu, mahasiswa yang masuk dalam gerakan Himpunan Muslim Indonesia
(HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) justru mengadakan diskusi terkait
film tersebut.
Tujuannya untuk membuka pikiran mereka, terkait bagaimana harus menanggapi film
yang kontroversial itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, peneliti
berasumsi bahwa mahasiswa memiliki pandangan yang lebih terbuka. Bisa menerima
berbagai macam perbedaan pandangan. Sehingga mahasiswa di sini adalah khalayak
aktif yang mampu mengkritisi film tersebut. Untuk itu peneliti tertarik untuk melihat
pandangan audiens terhadap film tersebut. Itu disebabkan karena mereka hidup di
tengah masyarakat yang plural.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis
resepsi Stuart Hall yang berfokus pada teks. Analisis resepsi mengamati asimilasi
antara wacana media dengan wacana dan multikultur audiensnya sehingga audiens
secara aktif melakukan proses pemaknaan terhadap teks media. Mampu memahami
bagaimana isi pesan itu bisa berubah tergantung dari perspektif khalayak itu sendiri
sebagai peghasil makna. Masing-masing dari mereka memiliki kerangka berpikir
mengenai suatu makna sebelum makna tersebut diciptakan. Sehingga yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah konteks kehidupan sosial, apa yang mereka pahami
selama ini mengenai konsep multikulturalisme, serta pengalaman informan yang
melatarbelakangi pemaknaan khalayak terhadap film ―Tanda Tanya‖.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, perumusan yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Penerimaan Mahasiswa terhadap Film ―Tanda Tanya‖?
2. Bagaimana Pemahaman Multikulturalisme dalam Film ―Tanda Tanya oleh
Mahasiswa di Yogyakarta?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana penerimaan khalayak terhadap film ―Tanda Tanya‖.
b. Untuk mengetahui bagaimana multikulturalisme yang ditampilkan dalam film
―Tanda Tanya‖.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1). Penulis berharap hasil penelitian ini dapat membantu pengembangan ilmu
komunikasi, khususnya bidang analisis resepsi dan multikulturalisme.
2). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bentuk pemahaman bagi masyarakat
mengenai bagaimana analisis resepsi masyarakat terhadap teks media dikonstruksi
melalui nilai, sosio kultural dan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya sebagai
audiens media.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam memahami khalayak
dalam sebuah film.
1.4 Kerangka Teori
1.4.1 Khalayak Aktif
Perdebatan mengenai tipologi khalayak yang cukup dilematis dalam perkembangan
kajian komunikasi massa adalah polemik mengenai tipologi khalayak pasif berhadapan
dengan khalayak aktif. Pandangan khalayak pasif memahami bahwa masyarakat dapat
dengan mudah dipengaruhi oleh arus langsung dari media, sedangkan pandangan
khalayak aktif menyatakan bahwa khalayak memiliki keputusan aktif tentang
bagaimana menggunakan media. Selama ini studi komunikasi massa, teori masyarakat
massa lebih memiliki kecenderungan untuk menggunakan konsepsi teori khalayak
pasif, meskipun tidak semua teori khalayak pasif dapat dikategorisasi sebagai teori
masyarakat massa. Demikian juga, sebagian besar teori komunitas yang berkembang
dalam studi komunikasi massa lebih cenderung menganut khalayak aktif (Junaedi,
2007: 79).
Pandangan yang lain yaitu berkaitan dengan pandangan terhadap khalayak pasif dan
khalayak aktif. Khalayak pasif dimaknai sebagai masyarkat yang mudah dipengaruh
oleh arus media massa. Khalayak pasif ini dimaknai bahwa apa yang disampaikan oleh
media, maka begitu pula yang akan nantinya ditangkap oleh khalayak. Sedangkan
untuk khalayak aktif, dalam buku Audience Analysis Denis McQuail (1997: 19)
menyatakan bahwa dalam penelitian khalayak (mengenai penelitian tentang resepsi
khalayak) terhadap media atau teks media yang dikemas dan disajikan oleh media
harus dibaca atau ―diterima‖ —dalam hal ini mengenai pemahaman
atau pemaknaan akan teks media— audiens melalui persepsi yang dimilikinya.
Sehingga dalam hal ini Denis McQuail juga mengisyaratkan atau memposisikan
audiens sebagai khalayak yang aktif, yaitu penonton atau audiens yang tidak dianggap
sebagai penonton atau audiens yang secara mentah-mentah menangkap atau memaknai
dan memiliki pandangan yang sama seperti apa yang dibentuk, dikemas dan disajikan
media.
1). Inetrpretasi didefinisikan sebagai kondisi aktif seseorang dalam proses berpikir dan
kegiatan kreatif pencarian makna (Littlejohn, 1999: 199). Interpretasi atau pemaknaan
merupakan aktifitas pertama yang dilakukan setiap orang karena isi pesan media
tidaklah inheren. Isi pesan selalu berubah sesuai masing-masing konstruksi anggota
khalayak. Interpretasi adalah proses di mana pesan media perlahan menjadi bermakna
bagi khalayak sekaligus juga menjadi asal muasal kesenangan, kenyamanan,
ketertarikan, atau simulasi emosi dan intelektual lain yang lebih luas. Aktivitas
penafsiran ini bersifat krusial karena merupakan proses awal resepsi audiens yang
mana teks memiliki makna/arti.
2). Konteks sosial dari interpretasi
Aktivitas kedua merupakan aktivitas penafsiran dalam lingkup bermasyarakat dengan
kata lain khalayak sangat aktif dalam menafsirkan pesan media secara sosial. Di sini
khalayak tidak hanya sekedar menjadi penonton namun menginterpretasi makna-
makna di dalam teks yang disampaikan oleh media.
Sebagai khalayak aktif, Stuart Hall (1987) lebih memperhatikan audiens sebagai
penonton media dalam hal melakukan decoding terhadap teks media yang diterimanya.
Penelitian khalayak analisis resepsi menurutnya memfokuskan pada perhatian individu
dalam proses komunikasi massa dalam decoding, yaitu individu secara aktif
menginterpretasikan teks media dengan cara memberikan makna atas pemahaman
sesuai dengan pengalaman apa yang dilihatnya dalam kehidupannya sehari-hari.
Khalayak aktif dimaknai sebagai masyarakat atau khalayak yang memiliki keputusan
aktif dalam menggunakan media (Junaedi, 2007: 81).
Dalam penelitian ini, khalayak aktif akan bisa membantu peneliti dalam memposisikan
informan sebagai khalayak yang aktif. Peneliti akan mengetahui informan yang berada
diposisi aktif dikarenakan karena informan mampu memberikan multitafsir dari setiap
teks yang disampaikan oleh media. Perbedaan pemaknaan ini, tentunya disebabkan
oleh situasi sosial masing-masing informan. Bisa diklasifikasikan berdasarkan kelas,
usia, gender, genre, latar belakang budaya dan lainnya.
1.4.2 Resepsi Audiens
Studi yang mengkaji hubungan antara media dan khalayak (pembaca maupun pemirsa)
menjadi perhatian utama bagi para industri media, maupun pemerhati media. Media
mampu menjadi perangsang khalayak untuk bisa menikmati sajian pesan atau pun
program yang ditampilkan. Pesan yang disampaikan oleh media bisa menimbulkan
ruang publik.
Artinya menjadi perbincangan yang akan dilakukan oleh khalayak. Hal menarik adalah
saat media bisa memberikan pembudayaan bagi khalayak, misalnya saja efek
mengkonsumsi drama secara audio visual, di sana pemirsa mampu mengkonstruksi
makna sesuai dengan teks dan konteks.
Salah satu standar untuk mengukur khalayak media adalah menggunakan analisis
resepsi. Menurut Eoin Devereux (2003: 138-140) analisis resepsi adalah tipe penelitian
yang berfokus pada bagaimana pemaknaan pesan dalam konteks media bisa
digeneralisir pada kehidupan sehari-hari.
Teori resepsi berusaha memberikan pemahaman pada teks media dengan memahami
bagaimana karakter teks media yang dikonsumsi oleh khalayak. Peneliti yang
menganalisis media melalui kajian analisis resepsi fokus pada pengalaman khalayak,
serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut.
Teori resepsi merupakan salah satu model penelitian media yang memfokuskan bahwa
khalayak memiliki peran penting untuk menentukan isi pesan saat melakukan
pengkodean terhadap isi pesan yang disajikan oleh media. Dalam buku Understanding
The Media Culture (2002: 41-42) isi pesan (meanings) berdasarkan model komunikasi
Cultural Studies menurut Stuart Hall didefinisikan sebagai berikut:
1). Bahwa isi pesan yang di-encoding-kan melalui kerangka berpikir memiliki dimensi
sosial dan material yang dikelilingi oleh proses-proses sosial ekonomi di dalam
masyarakat.
2). Bahwa isi pesan dibentuk oleh pemirsa pesan yang melakukan decoding atas pesan
dalam konteks berpikir mereka masing-masing. Perbedaan dalam latar belakang
seperti latar belakang masa, tempat geografis, kondisi sosial mempengaruhi kesamaan
antara pesan yang di-encoding dan pesan yang di-decoding-kan.
3). Dan kode-kode yang bermacam-macam jenis yang mana isi pesan dikonstruksikan
dapat berbeda-beda dari satu interpretasi yang lain dan tentu saja dapat pula berbeda
antara pengirim dan penerima (atau lebih tepatnya dari encoder kepada decoder).
Konsep teoritik terpenting dari Analisis Resepsi adalah bahwa baik dari teks media
maupun penonton/pembaca atau program televisi, bukanlah makna yang melekat pada
teks media tersebut, tetapi makna apa yang dapat diciptakan dalam interaksinya antara
khalayak dengan teks. Atau lebih sederhananya, makna bisa diciptakan disebabkan
oleh menonton atau membaca dan memproses teks media.
Hal tersebut dimaksudkan bahwa setiap individu mampu secara aktif memaknai atau
menginterpretasikan setiap pesan di media melalui pemberian makna atas pemahaman
pengalamannya sesuai dengan apa yang mereka lihat di kehidupan sehari-hari. Di
samping itu, makna pesan media tidak dapat dikatakan permanen, makna dikonstruksi
atau dibangun khalayak melalui kegiatan rutin enterpretasinya. Hal ini berarti bahwa
khalayak adalah aktif dalam menginterpretasi dan memaknai teks media.
Makna pesan juga tidak dapat dikatakan tetap dan tidak pula dapat diprediksi karena
menurut penjelasan Stuart Hall dalam melakukan pemaknaaan berdasarkan atas
pemahaman pengalamannya sesuai dengan apa yang dilihatnya dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga makna akan selalu beragam bagi setiap audiens.
Penelitian ini merujuk pada pemikiran interpretatif yang menekankan pada
pengalaman subyektif (meaning-contruction) seseorang dalam memahami suatu
fenomena. Dalam konteks ini, melihat lebih dekat apa yang sebenarnya terjadi pada
individu sebagai pengonsumsi teks media dan bagaimana mereka memandang dan
memahami teks media ketika berhubungan dengan media. Media bukanlah sebuah
institusi yang memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi khalayak melalui pesan
yang disampaikannya. Khalayak lah yang diposisikan sebagai pihak yang memiliki
kekuatan dalam menciptakan makna secara bebas dan bertindak atau berperilaku
sesuai dengan makna yang mereka ciptakan atas teks media tersebut (Aryani, 2006: 7).
Studi mengenai penerimaan media harus menekankan kepada studi mengenai khalayak
sebagai bagian dari interpretative communities.
Pada kajian analisis resepsi dalam studi komunikasi ini penting untuk dikaji karena
saat memproduksi makna pesan tidak selamanya akan berjalan linear. Artinya apa
yang ingin di-encoding belum tentu akan sama dengan di-decoding-kan. Ini
menandakan bahwa setiap makna yang diciptakan oleh produksi pesan tidak dapat
digeneralisir dengan apa yang
dimaknai oleh audience. Oleh karena itu kajian analisis resepsi menjadi hal yang
penting untuk membuktikan bahwa dalam sebuah teks media, produksi makna tidak
akan selamanya berjalan sebanding dengan apa yang diinginkan oleh produsen. Dalam
studi resepsi ini untuk membuktikan hal tersebut, dengan menggunakan model
encoding-decoding yang dikemukakan oleh Stuart Hall.
1.4.3 Encoding dan Decoding
Penelitian model encoding-decoding yang dikemukakan Stuart Hall, terdapat sirkulasi
makna yang melewati tiga momen: produksi-distribusi-produksi. Sebuah makna
diproduksi oleh media, kemudian didistribusikan melalui sebuah program dan
akhirnya makna tersebut diproduksi ulang oleh audiens. Momen pertama yaitu
pengkodean, dalam tahap ini proses produksi makna dianalisis berdasarkan konteks
sosial dan politik dalam produksi konten. Pikiran dan dari sumber (produsen)
diterjemahkan ke dalam suatu bentuk pesan yang dapat dipahami oleh khalayak
(Baran, 2010: 303).
Sedangkan pengertian encoding itu sendiri menurut Hall (dalam Barker, 2009: 287),
mengartikan proses encoding yaitu sebagai artikulasi momen-momen produksi,
sirkulasi, distribusi dan reproduksi yang saling terhubung namun berbeda, yang
masing-masing memiliki praktik spesifik yang pasti dalam sirkuit itu. Pesan-pesan
media membawa berbagai makna yang dapat diinterpretasikan dengan cara yang
berbeda. Pada momen kedua,
setelah produksi makna pertama dalam hal ini encoding, kemudian program tersebut
didistribusikan kepada khalayak sebagai wacana yang bermakna. Pada momen terakhir
proses decoding yang dilakukan oleh khalayak, dalam momen ini penonton pada saat
mengkonsumsi konten media mereka menafsirkan, menganalisis, memahami, serta
menerjemahkan suatu pesan.
Hall menjelaskan lebih lanjut bagaimana proses pendekatan (decoding) berlangsung di
dalam media. Biasanya audiens dapat menggunakan tiga posisi khalayak dalam
menginterpretasi atau melakukan decoding sebuah teks atau pesan media. Klaus
menjelaskan melalui penjelasan Morley (1980), suatu daerah pendekodingan yang
diasumsikan sebagai ‗ideologi media‘ (preferred meaning) yaitu: an accepting atau
dominant reading, negotiated reading, dan oppositional reading. Menurut uraian
Stuart Hall (1980) yang dikutip oleh John Fiske (1994: 239), Hall menurunkan 3
intepretasi yang digunakan individu untuk menafsirkan atau memberi respon terhadap
persepsinya mengenai kondisi dalam masyarakat, yaitu:
1. Dominant/hegemonic code adalah di sini posisi audiens yang menyetujui dan
menerima langsung apa saja yang disajikan oleh televisi, menerima penuh ideologi
yang dari program tayangan tanpa ada penolakan atau ketidaksetujuan terhadapnya.
2. Negotiated code, penonton yang mencampurkan intepretasinya dengan pengalaman-
pengalaman sosial tertentu mereka. Penonton
yang masuk kategori negosiasi ini bertindak antara adaptif dan oposisi terhadap
intepretasi pesan atau ideologi dalam media.
3. Oppositional code adalah ketika penonton melawan atau berlawanan dengan
representasi yang ditawarkan dalam tayangan dengan cara yang berbeda dengan
pembacaan yang telah ditawarkan (Hall: 138). Tipe ini tidak merasakan kesenangan
pada saat menonton televisi. Ia menolak sajian atau ideologi dominan dari media.
Model encoding-decoding ini akan membantu peneliti dalam menentukan posisi
informan. Apakah apa yang disampaikan oleh encoder sama halnya dengan yang
diterima oleh informan atau justru berlawanan. Mengetahui bagaimana penafsiran
informan terhadap film ―Tanda Tanya‖.
1.4.4 Multikultur dan Multikulturalisme
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keragaman budaya yang dimiliki oleh
warganya tercatat tertinggi di dunia. Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 1.128
suku bangsa yang hidup di Indonesia. Masing-masing suku bangsa memiliki suku
bangsa yang berbeda-beda pula. Hal itulah yang memicu munculnya konflik di setiap
daerah.
Permasalahan serius yang dihadapi Indonesia sebagai negara multibudaya adalah
ancaman antar suku, ras, dan agama. Sumber konflik ini sering kali berawal pada
klaim bahwa ada golongan tertentu yang lebih baik dan unggul dibandingkan dengan
kelompok lain. Belum lagi ketika proses
pemanfaatan dan pendistribusian sumber daya negeri ini berlangsung tidak adil.
Kelompok dominan biasanya menjadi pihak yang paling diuntungkan (Afif, 2012: 45).
Ciri lain yang bisa dijumpai dari masyarakat multikultur adalah adanya kecenderungan
di antara masing-masing suku bangsa untuk mengekspresikan identitas budaya mereka
melalui cara-cara yang spesifik, seolah-olah satu dengan yang lainnya tidak saling
berhubungan. Jika kondisi ini ditampilkan secara terbuka tanpa ada kesediaan untuk
saling mengakui dan menghargai, maka persaingan dan konflik sosial akan menjadi
ancaman serius dalam praktik komunikasi antarbudaya, (Suparlan, 2008: 34).
Contohnya saja adanya perlakuan diskriminatif kelompok suku bangsa mayoritas
pribumi terhadap kelompok minoritas Tionghoa, mulai dari yang paling ringan
(digolongkan sebagai pribumi tetapi tidak asli setempat dan karena itu mempunyai
posisi minoritas) sampai yang terberat sekalipun (orang Tionghoa, yang digolongkan
sebagai asing). Gagasan bahwa mereka merupakan suku bangsa asing masih
berkembang di benak masyarakat pribumi, meski telah menjadi warga negara yang sah
secara de facto.
Kita sering lupa bahwa Indonesia memang terdiri sebagai suatu bangsa yang di
dalamnya terdapat keberagaman suku, agama, ras, dan lain-lain. Namun, dengan
heterogenitas itu, bangsa Indonesia mampu memfungsikan semua elemen bangsa
dalam kesadaran fundamental ―Bhineka Tunggal ika‖. Ini merupakan ungkapan yang
sangat baik untuk memandang keragaman kebangsaan Indonesia sehingga keutuhan
sebuah peradaban di
Indonesia benar-benar terjadi. Konsep dan elemen dasar wawasan kebangsaan adalah
kemajemukan masyarakat yang multikultur.
Konsep multikultural dan multikulturalisme akan membantu peneliti untuk melihat
praktik informan terhadap konsep tersebut. Artinya saat sebuah konsep multikultur itu
dipraktikkan menjadi sebuah paham keberagaman atau multikulturalisme, akan dapat
diterima oleh masyarakat.
1.4.5 Konsekuensi Multikulturalisme
Perbedaan maupun persamaan akan sangat berpengaruh dalam hubungan sosial. Para
psikolog yang mengadakan penelitian tentang daya tarik interpersonal. Jika seseorang
memiliki kemiripan dengan lainnya, maka mereka akan saling suka satu dengan yang
lainnya. Namun jika situasinya berlawanan, artinya mereka memiliki banyak
perbedaan, maka akan memicu konflik. Kecendrungan kita terhadap sesuatu yang kita
mengerti dan kita kenal, dapat mempengaruhi persepsi dan sikap kita terhadap orang
dan hal baru dan berbeda.
Samovar dkk dalam buku Komunikasi Lintas Budaya menjabarkan sisi gelap
multikulturalisme, di antaranya adalah:
1. Stereotip
Ketika berhadapan dengan suatu hal yang tidak sama dan tidak kita ketahui, kita
cenderung untuk memiliki stereotip. Stereotip biasa terjadi, karena kita bertemu
dengan banyak orang asing dan dihadapkan pada kesempatan yang tidak lazim. Jadi,
stereotip dapat menjadi hal yang wajar dalam menghadapi sesuatu yang tidak kita
ketahui. Masalah
tersebut akantimbul saat menyadari bahwa kita memiliki stereotip negatif.
Stereotip sendiri jika didefinisikan memiliki makna yaitu asumsi terhadap ciri anggota
suatu kelompok. Stereotip merupakan susunan kognitif yang mengandung
pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai kelompok sosial
manusia. Alasan kenapa stereotip mudah menyebar adalah karena manusia memiliki
kebutuhan psikologis untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal.
Stereotip bisa negatif maupun positif. Stereotip yang merujuk orang sebagai malas,
kasar, bodoh atau jahat jelas-jelas stereotip negatif. Tentu saja, ada stereotip yang
positif seperti pelajar Asia yang pekerja keras, berkelakuan baik, dan pandai.
Bagaimana pun stereotip mempersempit persepsi kita, maka stereotip dapat
mencerminkan komunikasi multikutur (Samovar. 2010: 203).
2. Prasangka
Dalam arti luas, prasangka merupakan perasaan negatif yang ada dalam kelompok
tersebut. Sentimen ini terkadang meliputi kemarahan, ketakutan, kebencian, dan
kecemasan.
Perasaan dan perilaku negatif. Sasaran prasangka kadang ditunjukkan melalui
kegunaan label, humor permusuhan atau pidato yang menyatakan superioritas suatu
kelompok terhadap yang lain. Seperti yang
bisa dilihat bahwa, permusuhan terhadap kelompok yang lain merupakan bagian
integral dari prasangka.
Sama seperti stereotip, kepercayaan yang dihubungkan dengan prasangka memiliki
beberapa karakteristik. Pertama mereka ditujukkan pada suatu kelompok sosial dan
anggotanya. Terkadang kelompok tersebut ditandai oleh ras, etnis, gender, usia, dan
lain sebagainya. Kedua, prasangka melibatkan dimensi evaluatif. Menurut benar dan
salah, bermoral dan tidak bermoral, dan sebagainya. Ketiga, prasangka itu terpusat,
dalam arti berapa besar pentingnya suatu kepercayaan dalam menentukan perilaku
seseorang terhadap yang lainnya. Seperti yang diduga bahwa, semakin sedikit identitas
kepercayaan tersebut, semakin sukses dalam mengubah prasangka kita terhadap orang
lain, (Samovar. 2010: 207).
3. Konsep Etnosentrisme
Etnosentrime merupakan pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul
dibandingkan budaya yang lain. Pandangan bahwa budaya lain dinilai berdasarkan
standar budaya kita. Kita menjadi etnosentris ketika kita melihat bahwa budaya lain
melalui kaca mata budaya kita atau posisi kita.
Alasan lain mengapa etnosentris begitu mendarah daging adalah bahwa etnosentris
memberikan identitas dan perasaan memiliki kepada anggotanya. Untuk berfungsi
secara efektif, kita mungkin mengharapkan masyarakat untuk memiliki rasa bangga
terhadap etnisnya dan kesetiaan
terhadap tradisi budaya yang unik, dari mana masyarakat mendapatkan dukungan
psikologis dan ikatan sosial yang kuat dengan kelompoknya. Dalam masyarakat di
mana identifikasi diri seseorang berasal dari kelompoknya, etnosentrisme penting
dalam membangun rasa penghargaan terhadap diri sendiri (Samovar. 2010: 214).
Pada akhirnya akan muncul yang istilah diskriminasi, yaitu suatu tindakan nyata
terhadap suatu kelompok dalam memperlakukan kelompok lain yang lebih condong ke
arah negatif.
Pada penelitian ini peneliti mengetahui bahwa adanya sisi gelap dari multikulturalisme
itu sendiri. Hal ini bisa membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana informan
memiliki sikap etnosentris, prasangka dan stereotip. Hal ini bisa diketahui dari latar
belakang maupun pengalaman pribadi para informan.
1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis resepsi dalam kajian khalayak
media. Dalam analisis resepsi khalayak, media difokuskan pada apa dan bagaimana
penonton berinteraksi dengan media, sehingga memungkinkan kita untuk tidak serta
merta menganggap bahwa penonton sebagai khalayak yang pasif. Namun memandang
khalayak sebagai tokoh yang aktif dan mampu memberikan komentar terhadap apa isi
dari media. Paradigma penelitian ini adalah interpretif/konstruktivis yang berfokus
pada bagaimana karya itu ditafsirkan, dan mungkin tidak
sepenuhnya valid jika para peneliti mengagungkan objektivitas (Stokes, 2003:17).
Penelitian ini akan merujuk pada bagaimana khalayak berperilaku ketika mengamati
media. Analisis resepsi adalah studi penelitian yang fokus pada bagaimana pemaknaan
pesan dalam konteks media digeneralisasi dalam kehidupan sehari-hari. Resepsi
analisis merupakan bagian dari penelitian khalayak.
Untuk dapat mendeskripsikan kompleksitas praktik resepsi audiens tersebut, maka
dalam penelitian ini digunakan metode resepsi. Analisis resepsi menurut Jensen (1986)
merupakan berbagai bentuk studi kualitatif yang berada pada dominan riset audiens
khususnya berkaitan dengan resepsi audiens. Metode resepsi digunakan untuk
membandingkan analisis tekstual dari wacana media dan media audiens berdasarkan
konteks. Tiga elemen utama dari metode tersebut meliputi pengumpulan data, analisis
data, dan interpretasi data resepsi (Jensen, 2002: 136). Seperti studi kultural, analisis
resepsi berbicara mengenai pesan media secara budaya dan pendekatan yang terkode
secara umum, sembari menegaskan audiens sebagai alat dari produksi pemaknaan
(McQuail, Golding, dan Bens, 2005: 57).
Pada penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif yang akan menjelaskan
bagaimana analisis resepsi mahasiswa terhadap film ―Tanda Tanya‖. Penelitian ini
akan mengulas dan menganalisis bagaimana pesan media dimaknai atau diterima
kemudian
diinterpretasikan oleh khalayak dalam bentuk sikap, perilaku atau pun pandangan
dalam kehidupannya.
Pendekatan kualitatif dalam metode patahan dan penggolongan mempunyai perangkat
penelitian yang akan membantu peneliti untuk mencari data-data yang dibutuhkan
dalam menjawab rumusan permasalahan yang selanjutnya akan dikaji melalui FGD
dan data-data pendukung lainya. Wawancara atau yang dikenal sebagai in depth
interview (wawancara mendalam).
1.5.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Yogyakarta. Yogyakarta dipilih sebagai lokasi
penelitian karena Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi
barometer keberagaman hidup masyarakat. Hal tersebut bisa terjadi mengingat
Yogyakarta sendiri merupakan kota tujuan pendidikan, di mana setiap tahunnya ada
ribuan hingga puluhan ribu pendatang baru dari seluruh penjuru Indonesia yang datang
dan berdomisili di Yogyakarta dengan berbagai tujuan. Oleh karena itulah dapat
dipahami bahwa berbicara tentang Yogyakarta sama artinya berbicara tentang
khalayak plural yang heterogenitas latar belakang budaya, tingkat pendidikan, dan
strata ekonomi.
Penelitian ini akan berlangsung di aula kos melati 2. Ruangan itu akan mampu
menampung hingga 20 orang. Dengan begitu para informan akan leluasa untuk
berdiskusi. Alasan lain pemilihan tempat
tersebut karena mudah dijangkau, tidak ribut, dan sangat cocok sebagai wahana untuk
diskusi.
1.5.3 Teknik Pengambilan Informan
Dalam penelitian ini informan diambil dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang
dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang telah diketahui
sebelumnya (Ruslan, 2004: 156-157). Dalam penelitian ini informasi dan data-data
diperoleh dari informan yang merupakan mahasiswa di Yogyakarta dengan berbagai
latar belakang.
Informan yang diambil dari berbagai macam suku/etnis dan agama guna perwakilan
dari potret Yogyakarta sebagai kota plural. Informan yang dimaksud di antaranya:
1. Lintang Saraswati mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengambil
jurusan Hubungan Internasional. Dia berdarah Jawa, yang telah terbiasa dengan
kehidupan plural.
2. Rafika Arsyad mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengambil
jurusan Hubungan Internasional. Memiliki darah Tionghoa namun dia beragama
Muslim dan pernah terlibat dalam gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
3. Edho Saputra mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan Ilmu
PemerMahasiswa timur yang berasal dari Ternate yang
sangat fanatik dengan kepercayaannya. Informan ini juga aktif dalam gerakan IMM.
4. Ririh Bayu Nantari mahasiswa beragama Katolik dan taat beragama. Mahasiswa ini
juga ikut terlibat dalam Kumpulan Kaum Katolik Kaum Muda atau dikenal dengan
sebutan Mudika.
5. Bety Argiana mahasiswa yang beragama Konghucu dan taat beragama, posisi
informan ini dikatakan sangat kritis ini dilihat dari studi yang diambil yaitu Ilmu
Hukum. Peneliti berasumsi bahwa studi sosial pemikirannya lebih kritis dibandingkan,
misalnya saja jurusan Kedokteran.
6. Ferdian Anuari mahasiswa beragama Islam yang aktif di pergerakan Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI).
Dengan begitu peneliti dapat melihat bagaimana keberagaman bangsa Indonesia yang
sudah sepatutnya menjadi realitas hidup. Mengetahui bagaimana pula
multikulturalisme mampu diterima oleh mereka.
1). Kriteria Informan atau subyek penelitian berdasarkan pada:
a. Mahasiswa yang masih aktif kuliah di universitas di Yogyakarta
b. Mengetahui dan menonton film Tanda Tanya.
c. Informan yang memiliki latar belakang beragam, baik itu keragaman suku/etnis
maupun agama.
1.5.4 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data utama yang
dipergunakan untuk mengolah data penelitian, sementara sumber data sekunder
dipergunakan untuk menunjang data penelitian yang diperoleh dari sumber data
primer.
Sumber data primer dalam penelitian ini berupa opini. Opini yang digunakan sebagai
sumber data merupakan opini para mahasiswa di Yogyakarta yang dilibatkan dalam
proses Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam individual (in-dept
interview) tentang multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖.
1.5.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan teknik pengumpulan data dengan
menggunakan:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut
(Nazir, 1983: 174). Tujuan dari observasi ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang suatu kegiatan manusia yang terjadi dalam kenyataan.
b. Fokus Group Discussion
Focus Group Discussion (FGD) merupakan suatu proses pengumpulan data dan
informasi sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik
melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006: 1-2). FGD atau yang dikenal juga sebagai
kelompok diskusi terarah adalah salah satu teknik pengumpulan data yang memiliki
kelebihan tersendiri karena memungkinkan peneliti dan informan berdiskusi secara
intensif dalam membahas topik yang didiskusikan sehingga dapat memperoleh
informasi yang lebih mendalam. Melalui FGD, peneliti mampu memahami alasan,
motivasi, argumentasi atau pertimbangan informan mengenai topik yang didiskusikan.
FGD yang akan dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi
tentang pandangan umum mahasiswa mengenai praktik resepsinya terhadap
multikulturalisme yang ditampilkan dalam film ―Tanda Tanya‖. Meskipun demikian,
FGD sebagai teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
mengingat kegunaan FGD sebagai alat pengumpul data dalam menggunakan sumber
informasi dari latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi
sekaligus juga sebagai alat untuk meyakinkan peneliti sebagai alat re-check terhadap
berbagai keterangan/informasi.
c. Wawancara Mendalam (in depth interview)
Wawancara adalah bentuk komunikasi verbal, percakapan yang bertujuan memperoleh
informasi. Biasanya komunikasi ini dilakukan
dalam keadaan saling berhubungan saling berhadapan, namun komunikasi dapat juga
dilaksanakan melalui telepon. (Nasution, 1996: 113)
Melakukan wawancara secara mendalam meliputi menanyakan pertanyaan dengan
format terbuka, mendengar dan merekamnya, dan kemudian menindaklanjuti dengan
pertanyaan selanjutnya. Jenis wawancara mendalam ini adalah wawancara percakapan
informal pertanyaan secara spontan terhadap informan. Pertanyaan tersebut akan
mengalir tanpa disadari. Itulah yang dilakukan oleh peneliti dalam mewawancarai
informan (Patton, 2006: 182).
Informan yang diwawancarai (interviwee) dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang
terlibat dalam FGD. Pemilihan interviewee didasarkan pada pertimbangan keluasan
wawasan dan kekuatan argumentasi interviewee selama FGD berlangsung. Dari
wawancara ini akan diperoleh opini yang akurat mengenai mutikulturalisme yang
ditampilkan dalam film ―Tanda Tanya‖.
1.5.6 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data kualitatif di mana dalam
penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari informan dalam penelitian. Data deskriptif tersebut berupa narasi-narasi
kualitatif yang diperoleh dari hasil interpretasi Focus Group Discussion (FGD) dan
Wawancara mendalam yang dilaksanakan untuk menjawab rumusan masalah peneliti.
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif adalah suatu proses pengolahan data
dengan cara mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
mengkategorikan dan kemudian menguraikannya (Patton dalam Moelong. 2002: 103).
Pada tahapan analisis data informan, decoding merupakan salah satu bagian terpenting
dalam rangkaian proses komunikasi karena tanpa decoding penonton (momen
konsumsi), media tidak dapat menghegemoni penontonnya. Decoding atau konsumsi
teks media penting diteliti untuk mengetahui bagaimana sebuah teks yang sama
dibaca, diinterpretasi, sertai dimaknai oleh penontonnya.
Posisi decoding informan dibagi dalam tiga posisi decoding, yaitu: dominan-
hegemonik, negosiasi, dan opposisional.
a. Posisi Dominan-Hegemonik
(Hall 1980: 125: 126), posisi dominant-hegemonic ini menandakan bahwa decoding
informan atas multikulturalisme pada film ―Tanda Tanya‖ berada pada kode dominan
film tersebut. Dengan kata lain decoding informan berada dalam atau sesuai dengan
kode-kode dominan film ―Tanda Tanya‖ mengenai multikulturalisme.
b. Posisi Negosiasi
Posisi negosiasi informan dikategorikan pada posisi negosiasi karena decoding atas
multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖ ini berisi bauran antara unsur-unsur
oposisional dan adaptif (Hall, 1980:
127). Dengan kata lain informan yang berada pada posisi ini dapat mengenali dan
mengakui keberadaan kode-kode dominan yang ada pada film tersebut tentang
multikulturalisme namun di sisi lain informan juga tidak percaya terhadap kode-kode
dalam film tersebut.
c. Posisi oposisional
Dalam tahapan posisi oposisional, posisi decoding informan dikategorikan pada posisi
oposisional karena informan tidak men-decode multikulturalisme dalam kerangka
acuan kode di mana kode tersebut di-encode (Hall, 1980: 127). Dengan kata lain,
informan tidak berada pada kode-kode dominan yang dibuat oleh film ―Tanda Tanya‖
karena informan tidak mengenali dan tidak mengakui keberadaan kode dominan
tersebut yaitu tentang kerangka pembuat film ―Tanda Tanya‖ saat menampilkan
tentang multikulturalisme.
Dari hasil decoding informan tersebut, peneliti akan melakukan analisis data yang
diperoleh dari latar belakang, perilaku, tanggapan, pandangan, dan penerimaan
informan dari data yang diperoleh melalui FGD dan wawancara mendalam. Data yang
diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan serta data-data pustaka yang
mendukung akan dikelompokkan berdasarkan tema yang akan dianalisis, untuk
analisis dan diinterprestasikan dan dikaitkan perumusan masalah dan kerangka teori
pada penelitian ini.
1.5.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
1. BAB I. Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan
metodologi penelitian.
2. BAB II : Bab ini akan menampilkan multikulturalisme di Indonesia. Memberikan
gambaran tentang munculnya konsep multikulturalisme di Indonesia. Kemudian
bagaimana dampaknya ketika multiulturalisme itu masuk ke tengah masyarakat.
Kemudian ditampilkan multikulturalisme dalam film yang membahas tentang
munculnya film dengan tema multikulturalisme di Indonesia. Juga dibahas tentang
multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya. Melihat adegan-adegan yang
menampilkan tentang multikulturalisme. Selain itu ditampilkan juga tentang film
―Tanda Tanya‖, tentang profil sutradara dan terakhir tentang encoding - konstruksi
media (film Tanda Tanya) terhadap multikulturalisme
3. BAB III : Pada bab ini akan disajikan data-data hasil wawancara dan observasi
melalui FGD dan in depth interview yang diperoleh dari hasil penelitian serta
pembahasan yang menjelaskan pemaknaan dan penerimaan penonton terhadap
multikulturalisme dalam film ―Tanda Tanya‖
4. BAB V : Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang ditarik dari pembahasan
permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
Daftar Pustaka
Afif, Afthonul. 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia: Pergulatan Mencari Jati
Diri. Depok: Kepik.
Aryani, Kandi. 2006. Analisis Penerimaan Remaja terhadap Wacana Pornografi
dalam Situs-Situs Seks di Media Online. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik.
Tahun XIX. Nomor 2, April. ISSN 0216-2407. Surabaya: FISIP Unair.
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies. Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Warna.
Devereux, Eoin. 2003. Understanding The Media Industries, Images, and Audiens.
London: Sage.
Fiske, John. 2004. Culturar and Communication Studies. Yogyakarta: Jala Sutre
Hall, Stuart. 2007 ―Reception Analysis‖ dalam During, Imon (ed) The Cultural
Studies Reader. London: Routledge.
Ilahi, Muhammad Takdir. 2012. Nasionalisme dalam Bingkai Pluralitas Bangsa:
Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Irwanto. 2006. Focused Group Discussion (FGD). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Jensen, Klaus Bruhn. 2002. A Handbook of Media and Communication Research,
Qualitative and Quantitative Methodologies. London: Routledge.
John, Little. 2005. Theories of Human Communication. Wadsworth: Thomson.
Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa: Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta.
Littlejohn, Stephen W. 1999. Theories Of Human Communication. London:
Wadsworth Publishing Company
Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
McQuail, Denis. 2000. Mass Communication Theory 4th Editon. London: Sage.
Nasution. 1996. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara
Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indo
Patton, Michael. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ruslan, Rosady. 2004. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta:
Raja Grafindo.
Samovar, Larry A dkk.2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika
Stokes, Jane. 2003. How To Do Media and Cultural Studies. Bentang: Yogyakarta
Internet
Andri Haryanto. 2012.
http://news.detik.com/read/2012/05/09/052540/1912590/10/. Tawuran terjadi di
Sleman rumah kos dan ruko jadi sasaran amuk massa, diakses Jumat, 12 April 2013.
Aprinus Salam, 2013. http://culture.ugm.ac.id. 23/04/2013.
http://www.google.com.Politik-Multikulturalisme-Novel diakses Selasa, 16 April
2013.
Asmaradana. 2012.
http://aurasmaradana.wordpress.com/tag/aku-ingin menciummu-sekali-saja/, diakses
Selasa, 16 April 2013.
Berita Disuka. 2011. http://berita.disuka.com/film/ Kumpulan tanggapan film tanda
tanya, diakses Jumat, 12 April 2013.
Endang Ratih, www.kebudayaan.umm.ac.id 10/04/2012.
http://www.google.com.Masyarakat-Majemuk-dan-Multikultur-Indonesia diakses
Selasa, 16 April 2013.
Ratna Puspita. 2011. http://www.republika.co.id/berita/senggang/film. Gp Ansor Film
Tanda Tanya tidak menyesatkan. diakses Rabu, 15 Desember 2012.
Taz. 2011. http://www.voa islam.com/news/indonesiana. Mui Film Tanda Tanya
Hanung sebarkan faham haram dan sesat. diakses Rabu, 12 Desember 2012.
Tokoh Indonesia. http://www.tokohindonesia/biografi/article. Mencerahkan film lokal.
diakses, Kamis 3 Januari 2013.
Sonia Meta, 2012. Eprints.undip.ac.id. Interpretasi Gender. Diakses Senin 24 Juni
2013
Voa-Islam.2011.
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=cTimHrATcqA diakses
Sabtu, 15 Desember 2012.