mukjizat pemberitaan gaib al-qur’an (kajian tematik ... · iv abstrak munawwaroh mukjizat...

120
Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat tentang Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratatan Memperoleh Gelar Sarjana Agama Islam (S. Ag) Oleh: Munawwaroh 11140340000235 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: others

Post on 17-Mar-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an

(Kajian Tematik terhadap Ayat tentang Peristiwa yang telah Terjadi

dan belum Terjadi)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratatan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama Islam (S. Ag)

Oleh:

Munawwaroh

11140340000235

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

iv

ABSTRAK

Munawwaroh

Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat

tentang Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi)

Dalam Skripsi ini penulis membahas tentang kemukjizatan al-Qur’an dari

segi pemberitaan gaibnya, yaitu bahwa al-Qur’an memuat pemberitaan peristiwa-

peristiwa gaib di masa mendatang. Kajian terhadap i'jaz al-Qur'an cukup penting

dilakukan, karena al-Qur’an memiliki peran penting dalam kehidupan ini. di

dalamnya terdapat panduan pengajaran dan penghayatan, seperti kehebatannya

dalam merekam suatu peristiwa yang telah lalu dijadikan sebagai ibrah bagi

manusia untuk memperkokoh iman kepada Allah. Sedangkan terhadap peristiwa

yang akan datang berfungsi sebagai peringatan agar manusia lebih berhati-hati,

dan untuk membimbing manusia ke arah perbuatan yang benar.

Penelitian ini mendukung pendapat M. Quraish Shihab yang ia nyatakan dalam

bukunya bahwa al-Qur’an telah mengungkap peristiwa masa datang yang bakal

terjadi, dan peristiwa masa datang yang diungkapnya dibagi menjadi dua bagian,

yaitu pertama peristiwa masa datang yang sekarang ini sudah terbukti; kedua

peristiwa masa datang yang saat ini belum terjadi. Penulisan skripsi ini merupakan

studi kepustakaan murni dengan menggunakan jenis metode pendekatan kualitatif.

Sumber utama skripsi ini adalah Mushaf al-Qur’an dan menggunakan penelusuran

makna dasar bahasanya dengan Qâmûs Atlas Al-Mausû’i Injlîzî-ʻArabî,. Kemudian

mencari kata berdasarkan sinonim kata dengan al Maʻânî likulli Rasm Maʻânî.

Setelah melakukan penelusuran menggunakan kata berdasarkan sinonimitasnya,

selanjutnya berdasarkan kata tersebut penulis menggunakan kamus Mu’jam al-

Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur’ân al-Karîm.

Berdasarkan dari penafsiraan ayat-ayat yang terindikasi kata masa depan,

penulis menemukan sinonim masa depan yang paling sesuai, sehingga penulis

gunakan sebagai dasar untuk penelitian. sinonim ini terdapat dalam surat al-

Qomar ayat 26, yaitu kata غدا dalam redaksi (Kelak mereka akan

mengetahui). Akan mengetahui kebenaran informasi pada masa-masa awal

diturunkannya al-Qur’an dan sekaligus masa awal kenabian Muhammad saw,

yaitu mengenai keajadian peristiwa-peristiwa dalam Q.S. al-Anfâl[8]: 65-67, Q.S

al-Rûm[30]: 1-7 dan al Fath[48]: 27. Dan juga akan mengetahui infiormasi yang

akan terjadi pada masa yang akan datang menjelang hari Kiamat tiba yaitu dua

makhluk yang diberitakan dalam Q.S al-Naml[27]: 82, Al-Anbiyâ’[21]: 96. Dari

sini, hasil penelitian ini menunjukkan kebenaran atas mukjizat al-Qur’an, dan

menjadi bukti bahwa al-Qur’an benar-benar kalam Allah karena terdapat relevansi

pemberitaan antara teks dan konteks ayat-ayat al-Qur’an. Adanya peristiwa yang

telah diperdiksi oleh al-Qur’an terbukti kebenarannya, ini menegaskan bahwa

prediksi yang telah diberitakan al-Quran meski belum terjadi, ini mengindikasikan

bahwa prediksi tersebut pasti benar adanya.

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan Taufik, Hidayah, dan Inayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul:

Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat tentang

Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi)

Sholawat dan salam tak lupa pula kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw.

serta keluarga dan para sahabatnya, dan juga para pengikutnya. Kemudian, penulis

sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari

banyak pihak yang terlibat, oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir dan Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-

Qur’an dan Tafsir.

4. Dr. Hasani Ahmad Said, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

banyak membimbing, memberi masukan dan saran kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini. Semoga Bapak dan keluarga sehat selalu, panjang

umur, dan dimudahkan segala urusannya.

5. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA. yang telah memberikan ide skripsi ini, dan

seluruh dosen Fakultas Ushuluddin terimakasih atas segala ilmu yang telah

diberikan selama kuliah di UIN Jakarta ini. Mudah-mudahan ilmu yang

penulis dapatkan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.

6. Pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Utama

(PU), Perpustakaan Iman Jamaʻ dan Perpustakaan Pascasarjana UIN Jakarta.

vi

7. Kepada kedua orang tua, atas segala do’a dan dukungan dan kakak-kakak

tersayang terutama Cak Ip yang telah memenuhi kebutuhan selama penulis

menuntut ilmu.

8. Kepada Ibu Sumarni dan Ibu Frety Fatmawati SE. sekeluarga yang telah

banyak membantu dan memberikan banyak dukungan baik moril maupun

materil sedari penulis kecil. Terimakasih segala pengajaran dan seluruh

kebaikan. Semoga Allah sehatkan badannya, panjangkan umurnya,

dimurahkan rezekinya. Aamiin.

9. Kepada Bapak Amin Johari MA dan Dr. Nuriyah Thahir MA, serta Bapak

Taslimun MA. dan Bu Titin Ariyani. yang telah banyak membantu dan

menjadi orang tua penulis selama di perantauan. Semoga Allah sehatkan

badannya, panjangkan umurnya, dimurahkan rezekinya. Aamiin

10. Kepada sobat sekaligus saudara di perantauan, Mbak Mutmainnah, Hikmah,

Fudhoh, Olga, Faliha, Ulfia, Firgat, Tety, Dayat atas bantuan menerjemahkan,

anggota grup Tjantik, dan teman-teman THF 2014, dan seluruh teman-teman

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2014.

11. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan, baik secara langsung

maupun tidak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis mengucapkan terima

kasih yang sebanyak-banyaknya untuk membantu pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih

terdapat banyak kekurangan, bahkan kesalahan dan kekeliruan dalam

penelitian ini memungkinkan untuk terjadi. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran agar penulisan karya ilmiah ke depannya

menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga skripsi ini menjadi bermanfaat

bagi pembaca untuk menambah wawasan dan semoga Allah Swt. memberikan

balasan yang berlipat ganda atas kebaikan seluruh pihak-pihak yang telah

membantu penyelesaian skripsi ini. Amin ya Rabb al-‘Alamin.

Ciputat, November 2018

Munawwaroh

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................................... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Identifikasi masalah ..................................................................................... 7

C. Pembatasan ................................................................................................... 8

D. Perumusan masalah ...................................................................................... 8

E. Tujuan penelitian .......................................................................................... 8

F. Manfaat penelitian ........................................................................................ 8

G. Metode penelitian .......................................................................................... 9

H. Kajian pustaka ............................................................................................ 11

I. Sistematika penulisan ................................................................................. 13

BAB II SEKILAS TENTANG KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

DAN PEMBERITAAN GAIB.

A. Sekilas tentang Mukjizat al-Qur’an ............................................................ 15

1. Definisi Mukjizat .................................................................................. 15

2. Macam-macam Mukjizat ...................................................................... 19

3. Pandangan Para Tokoh Mengenai Aspek-aspek Mukjizat al-Qur’an ... 23

4. Contoh-contoh Mukjizat al-Qu’an ........................................................ 29

BAB III KLASIFIKASI AYAT ANTARA TERINDIKASI SEBAGAI

ANCAMAN ALLAH DAN MENGINDIKASIKAN MUKJIZAT

PEMBERITAHUAN MASA DEPAN

A. Tinjauan Term-term yang Terindikasi Kata Masa Depan........................... 35

B. Ayat-ayat yang Terindikasi Lafadz Masa Depan (Janji dan Ancaman

Allah ). ........................................................................................................ 37

viii

C. Ayat-ayat yang Terindikasi sebagai Mukjizat Pemberitaan Gaib Masa

Depan. ........................................................................................................ 55

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN AYAT YANG TERINDIKASI

MUKJIZAT GAIB PEMBERIRAHUAN MASA DEPAN

A. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Telah Terbukti) .................. 57

1. Berita Kemenangan Romawi Qs al-Rûm[30]1-7 .................................. 57

2. Prediksi kemenangan dalam perang badar al-Anfâl 65-67 ................... 70

3. Kebenaran Mimpi Rasulullah saw dalam Qs al Fath[48]:27 ................ 80

B. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Belum Terjadi) .................... 85

1. Prediksi keluarnya binatang melata yang terkandung dalam Surat

an-Naml[27]: 82 .................................................................................... 85

2. Berita munculnya Ya’jûj dan Ma’jûj dalam surat al-Anbiyâ[21] :

96 ........................................................................................................... 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 102

B. Kritik dan saran ......................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 104

ix

Pedoman Transliterasi

Dalam skripsi ini penulis menggunakan pedoman alih aksara,

(transliterasi) berdasarkan keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, No:

507/Tahun 2017. dan buku pedoman akademik program strata 1 2013/2014.

Penulis juga mengikuti gaya penulisan stlye ‘Chicago 2 Turabian (Bidang Ilmu

Humanities atau Notes dan Biblio System)

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf

Arab

Huruf

Latin

Keterangan

Tidak di lambangkan ا

b Be ب

t Te ث

ts Te dan es ث

J Je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha ر

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

ḏ de dengan garis di bawah ض

ṯ te dengan garis dibawah ط

ẕ zet dengan garis bawah ظ

ʿ koma terbalik di atas hadap kanan ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

x

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ى

w We و

h Ha ھـ

Apostrof ` ء

y Ye ي

1. Vocal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــ

I Kasrah ـــ

U Ḏammah ـــ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

ai a dan i ــ ي

au a dan u ــ و

2. Vocal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ىا

î i dengan topi di atas ىي

û u dengan topi di atas ىو

xi

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-

dîwân bukan ad-dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan sebuah tanda (ـــ (dalam alih aksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang

diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang

menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-darûrah

melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat

pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan

menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku

jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2).

Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka

huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarîqah طریقت 1

al-jâmî’ah al-islâmiyyah الجاهعت اإلسالهيت 2

waẖdat al-wujûd وددة الوجود 3

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI),

antara lain untuk menuliskan 35 permulaan kalimat, huruf awal nama

tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh

xii

kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal

nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû

Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-

Kindi. Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat

diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak

miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu

ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,

demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama

tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak

dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya

ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbânî;

Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

7. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf

(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu ذھة األستاذ

Tsabata al- ajru ثبج األجر

al- ẖarakah al-‘ asriyyah الذرمت العصریت

Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشھد أى ال إلھ إال هللا

الخ Maulânâ Malik al- Sâlih هوالنا هلل الص

Yu’ atstsirukum Allâh یؤثرمن هللا

al- maẕâhir al-‘ aqliyyah الوظاھر العقليت

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri

mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak

perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis

Majîd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan

Fadl al-Rahmân.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu bagian penting dalam ʻUlûm al-Qur’ân membahas tentang

kemukjizatan al-Qur‟an. Mukjizat dibagi menjadi dua macam yaitu pertama

adalah mukjizat hissiyah atau jenis mukjizat yang bisa diindrawiyah oleh panca

indera, yang terjadi pada zaman nabi-nabi terdahulu dan kedua adalah mukjizat

maknawiyyah, mukjizat ini bersifat lebih hebat dan lebih tahan lama, dapat

diperoleh dengan dirasakan, direnungi dan di hayati. kemukjizatan maknawi

hanya bisa diperoleh oleh perenungan yang mendalam dan dampaknya pada

semua umat manusia.1

Di dalam penelitian ini penulis akan lebih memfokuskan kepada mukjiat

maknawiyah, Mukjizat jenis maknawiyah atau „aqliyah ini sifatnya dapat

dipahami oleh akal, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu.

Sehingga bukti ajarannya harus selalu siap dipaparkan kepada setiap orang yang

ragu di manapun dan kapanpun.2

Mukjizat seperti yang telah dijelaskan di atas ada di dalam al-Qur‟an yang

bersifat abadi, keabadiaan dan keseimbangan, tidak terbatas oleh tempat, dan

sebagai bukti kenabian. Allah swt memang menjadikan al-Qur‟an sebagai

1 Hasani Ahmad Said, Diskursus munasabah al-Qur'an: mengungkap tradisi tafsir

Nusantara : tinjauan kritis terhadap konsep dan penerapan munasabah dalam tafsir al-Mishbâh,

(Jakarta: AMZAH, 2015) cet 1, h. xi-xii.

2 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinaju dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah

dan Pemberitaan Gaib,(Bandung: Penerbit Mizan,2007) cet 1, h. 38.

2

mukjizat yang tidak pernah berakhir sampai hari kiamat tiba, karena itu ia selalu

muncul bukti.3

Selain itu, mukjizat al-Qur‟an, dapat diperoleh baik dari aspek susunan

bahasa, syari‟atnya yang lembut dan sempurna, pengetahuan di dalamnya yang

tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan ilmiah, sanggup memenuhi segala

kebutuhan manusia, berpengaruh dalam hati pengikut dan musuhnya, hingga

terdapat pemberitaan yang bersifat gaib.4

Dalam kitab suci Islam yaitu al-Qur‟an, di dalamnya juga terdapat

pemberitaan tentang masa depan, maksudnya adalah bahwa al-Qur‟an telah

menginformasikan dan memprediksikan tentang suatu kabar, atau peristiwa pada

masa datang yang belum terjadi saat al-Qur‟an itu diturunkan, maupun sekarang

ini belum terealisasi. Hal ini tentu saja ada yang tidak mempercayainya dan

menolak berita gaib itu dijadikan sebagai bukti kemukjizatan al-Qur‟an.5

Sebagaimana yang dikutip oleh Andi Rosadisastra bahwa Abû al-Faḏl al

Mursi (w 655H) berpendapat bahwa al-Qur‟an menggabungkan ilmu masa lalu

dengan ilmu masa depan.6 Salah satu berita dalam al-Qur‟an yang berbicara

tentang keadaan masa depan adalah ayat yang bekaitan dengan tanda-tanda hari

kiamat. Kepercayaan kepada kehidupan akhirat merupakan bagian penting dari

sisi keimanan, kepercayaan terdadap hal ini harus sampai kepada tingkat

keyakinan, dan ia ada setelah adanya kepercayaan kepada Allah. Hal ini karena

3 Muhammad Kamîl Abdul Somad, Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj,

Alimin.(Jakarta: Media Eka Sarana, 2007) cet 6, h 360. 4 Syekh Muhammad Ali Al-Sabuni, Al-Tibyân fī ‘Ulûm al-Qur’an, (Beirut: „Alam al

Kutub,1988) h. 136. 5 M. Quraish Sihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda

Ketahui dalam Memahami al-Qur’an, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013) h. 198-199.

6 Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah : Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir al-

Qur’an. h.39.

3

keimanan kepada Allah akan menyadarkan manusia, bahwa Dialah yang menjadi

sumber segala sesuatu dalam alam raya ini, sedangkan keimanan terhadap hari

akhir akan menyadarkan kita. Dengan mengetahui asal dan siapa sumbernya, serta

bagaimana keadaan akhirnya. Diharapkan manusia dapat mempersiapkan segala

hal kepada tujuan akhirnya.7

Sedangkan kalangan yang menolak tentang hari akhir, Syeh Ibnu

Taimiyah menjelaskan kelompok-kelompok yang tidak percaya adanya berita hari

akhir dan hari kebangkitan adalah orang-orang kafir, dan musyrik mereka

mengingkari hari akhirat secara keseluruham. Jadi, mereka tidak meyakini semua

jenis kebangkitan, baik itu kebangkitan ruh saja ataupun kebangkitan ruh

sekaligus jasad.8

Menurut ahli psikologi pengingkaran terhadap akhirat pasti menyebabkan

kehidupan manusia dengan seluruh sisinya akan menjadi keras. maka dari itu

perspektif psikologis menjelaskan, dimensi batin dari iman merupakan aspek iman

yang berkaitan dengan keadaan dan perbuatan kejiwaan seseorang baik pada

ranah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan atau emosi), dan konasi (kehendak).

Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan dan sikap batin seseorang. Sedangkan

dimensi lahir dari iman berkaitan dengan tindakan dan perbuatan lahir yang

didorong dan digerakkan oleh keyakinan dan sikap batin.9

Oleh karena itu mempertahankan kualitas keimanan sangat dibutukan,

terkadang manusia imannya berkurang karena keinginan kuat untuk mengetahui

7 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj: Moh. Abdai Rathomy, (Bandung: CV

Diponegoro,1982) cet.3, h.427.

8 Abdul Muhsin al-Muthairi, Buku Pintar Hari Akhir berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis,

terj: Zaenal Arifin, (Jakarta:Penerbit Zaman, 2012) cet 1, h.165.

9 Shodiq, “Pengukuran Keimanan:Prespektif Psikiologi”: Nadwa: Jurnal Pemikiran Islam,

Vol 8. No 1, (April 2014), h. 9.

4

peristiwa-peristiwa yang akan datang, atau hal-hal yang akan menimpa dirinya,

atau umat manusia lainnya. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa di antara ciri khas

manusia adalah keingintahuan mereka terhadap apa yang akan menimpa mereka,

seperti hidup, mati, baik atau buruk. apalagi dalam peristiwa-peristiwa umum

seperti mengetahui sisa umur dunia, dan umur suatu kekuasaan untuk memenuhi

rasa penasaranya akan hal itu, tidak sedikit yang berkonsultasi dengan para

normal atau sejenisnya. karena itu banyak juga paranormal atau dukun yang

dijadikan rujukan oleh raja-raja atau orang awam. Pengetahuan mereka tentang

hal gaib dijadikan sebagai mata pencaharian, padalah manusia tertutup dari hal

gaib kecuali yang diberitahu oleh Allah.10

Menelusuri apa yang terjadi di masa depan adalah fitrah manusia. Dalam

diri manusia ternyata al-Qur‟an banyak menjelaskan tentang rahasia-rahasia masa

depan. seperti tentang tenggelam dan selamatnya badan Fir‟aun merupakan salah

satu berita tentang peristiwa masa depan, yang disertai informasi yang tidak

mungkin dapat diketahui oleh masyarakat pada zamannya. Pemberitaan tentang

peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan adalah salah satu di antara

sekian hikmah yang terkandung dalam al-Qur'an. Ini juga merupakan bukti

keontentikan bahwa al-Qur'an adalah benar-benar kalam Allah.11

Hal ini dapat

menjadi bantahan atas tuduhan Thedor Noldeke,12

ia tidak mempercayai adanya

10

ʻUmar Sulaimân al-Asqâr, Ensiklopedia Kiamat, dari Sakaratul Maut Hingga Surga

Neraka, terj Irfan Salim dkk, (Jakarta:PT Serambi Ilmu Semesta, cet 3. h. 127. 11

M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, h. 205.

12

Thedor NoIdeke lahir di kota Hambrug, Jerman. Noldeke merupakan salah salah satu

junjungan tokoh orientalis, ia mencurahkan kemampuan intelektualnya bagi pengkajian ketimuran.

Dia juga memusatkan kajian pada sastra Yunani, dan mendalami tiga bahasa Semit, yaitu Arab,

Suryani, dan Ibrani. Lihat. M. Najib Tsauri dkk, ed. M. Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis

terhadap al-Qur’an dan Hadis,(Ciputat: CV Sakata Cendekia,2015) cet, 1. h.40.

5

wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah, karena menurutnya al-Qur‟an

merupakan karya ontentik dari Muhammad yang disampaikan atas nama Allah.13

Informasi tentang apa yang terjadi di masa depan digunakan untuk

menggambarkan peristiwa-peristiwa yang akan datang, Pengetahuan tentang

mukjizat yang bersifat gaib itu dapat diperoleh lewat informasi dari Allah dan

Rasulnya, salah satunya adalah berita tentang kemengangan Rasulullah pada

Perang Badar, dan keluarnya binatang melata yang dapat berbicara.14

Kemenangan pada Perang Badar dinyatakan dalam al-Qur‟an surah al-

Anfâl 65-67

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang.

Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka

dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang

(yang sabar) di antaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu

daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang

tidak mengerti. (Qs. 8:65) Sekarang Allah telah meringankan kepadamu

dan Dia telah mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada

diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan

dua ratus orang; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar),

niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta

orang-orang yang. (Qs. 8:66) Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai

13 M. Najib Tsauri dkk, ed. M. Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an

dan Hadis, h.43. 14

Syekh Muhammad Ali Al-Sobuni, Al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’an, h. 136.

6

tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu

menghendaki harta benda duniawiah sedangkan Allah menghendaki

(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana. (Qs. 8:67).15

Keluarnya binatang melata atau dalam al-Qur‟an disbut Dâbbah terdapat

dalam surah al-Naml ayat 82.

Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis

binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa

sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. (Qs.

27:82).16

Tampaknya informasi seperti di atas memunculkan pertanyaan dalam

lubuk hati manusia yang mengganjal dan sesnantias meminta jawaban. Pertanyan

berupa bagiamana bentuknya? Dari mana ia datang? Siapa yang menciptakan?

Apa tujuannya? Dan bagaimana keadaan masa datang?.17

Maka dari itu pengkajian terhadap ayat-ayat yang berisi tentang prediksi

masa depan yang diisyaratkan oleh al-Quran sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan mengangkat skripsi dengan judul

15 Wahbah al-Zuhailî menegaskan sesungguhnya Allah mengurus segala sesuatu yang

merisaukan hati karena dari pihak mereka jumlahnya sedikit dan dari pihak lawan pasukaannya

banyak, Allah menegasakan akan ada pertolongan dan kemenangan bagi orang-orang beriman, akan

tetapi Allah juga mengingatkan agar Rasulullah tetap harus memotivasi pasukan mukminin agar

beriman dan berperang, Allah akan menolong dengan catatan kaum mukminin mengorbankan

segenap jiwa, raga dan harta mereka dalam perjuangan. Lihat Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al Munir,

jilid 5, h.345.

16

Wahbah az-Zuhailî menafsirakan ayat ini dan menjelasakannya bahwa Allah

mengeluarkan binatang melata menjelang hari kiamat tiba sebagai peringatan kepada manusia

yang mendustakan ayat-ayatnya, demikian ini merupakan adzab bagi manusia yang telah rusak

moralnya. Tidak menjalankan perintah Allah, dan mengganti agama yang haq dengan agama yang

bathil. Sebagian tanda-tanda hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi kedatangannya,

keluarnya binatang melata dari bumi dan pengumpulan orang-orang zalim yang mendustakan ayat-

ayat Allah dan para Rasul di hadapan Allah. Lihat Wahbah az-Zuhaillî, Tafsir al-Munîr,jilid 10 h.

328.

17

Yûsuf Qarḏawî, Iman dan Kehidupan, Terj: Fachruddin Hs, (Jakarta:Bulan Bintang,

1993) cet 3, h. 53.

7

“Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat

tentang Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka memunculkan beberapa

pertanyaan yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan pemberitaan Gaib al-Qur’an?

2. Apa saja Ayat-ayat al-Qur‟an yang terindikasai sebagai ayat yang

berbicara masa depan?

3. Bagaiamana Al-Qur‟an menjelaskan tentang peristiwa yang akan

datang?

4. Bagaimana penafsiran mufasir pada Ayat-ayat yang terindikasi sebagai

ayat yang memprediksikan tentang peristiwa masa depan?

C. Pembatasan Masalah

Banyak ditemukan dalam Al-Qur‟an ayat-ayat mengenai peristiwa yang

akan datang, Mengingat luasnya pembahasn judul di atas, maka penulis

membatasi permasalahan tersebut untuk menghindari adanya pembahasan yang

melebar serta agar pembahasan dalam penelitian ini jelas tentang Ayat-ayat

prediksi masa depan, penulis akan melakukan penelitian ayat yang terindikasi

sebagai ayat pemberitaan tengang peristiwa pada masa awal kenabian dan awal

diturunkannya al-Qur‟an yang menjelaskan tentang berita gaib tentang peristiwa

yang akan datang namun sudah terbukti, yaitu Q.S. al-Anfâl[8]: 65-67, Q.S al-

Rûm[330] 1-7 dan al Fath [48]: 27, Pengadopsian fakta-fakta yang telah terjadi

penting dilakukan sebagai bukti atau penguat ketepatan prediksi dalam al-Qur‟an

8

sehingga prediksi yang belum terjadi atau belum terbukti keadaanya dapat

diterima dengan alasan tersebut.

Penulis melakukan penelitian ayat yang terindikasi sebagai ayat yang

memprediksikan peristiwa masa depan pada masa-masa awal diturunkannya al-

Qur‟an, dan sekaligus mass awal kenabian Muhammad saw. penulis juga

melakukan penelitian ayat yang memprediksikan pada masa yang akan datang

menjelang hari kiamat tiba, penulis menjelaskan dua makhluk yang akan datang

saat menjelang hari kiamat tiba, yaitu Q.S al-Naml[27]: 82, Al-Anbiyâ‟ [21] ayat

96.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah

Bagaimana Al-Qur’an mengabarkan tentang peristiwa yang akan datang?.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk menghimpun ayat-ayat yang terindikasi sebagai ayat-ayat

prediksi dalam al-Qur‟an

2. Untuk menjelasakan bagaimana kemukjizatan Al-Qur‟an ditinjau dari

aspek Ghaib al-Qur‟an.

3. Untuk menjelaskan fungsi adanya ayat-ayat prediksi masa depan

dalam al-Qur‟an.

F. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis.

a. Menunjukan kumpulan ayat-ayat yang terindikasi sebagai ayat-ayat

yang membahas tentistiwa tentang perista masa depan dalam al-

Qur‟an.

9

b. Mengetahui Kebenaran kemukjizatan al-Qur‟an dapat dibuktikan

pada setiap zaman dan bermanfaat dari awal ia diturukan sampai

nanti ia diangkat kembali menjelang hari kiamat tiba.

c. Manfaat berita gaib tentang prediksi suatu peristiwa apabila terjadi

sesuai dengan pemberitaan atau prediksinya tersebut dapat

memperkuat dan mneguhkan keimanan serta di dalam berita

mengenai hal gaib di masa dan terdapat bimbingan bagi umat.

2. Manfaat Praktisikan

a. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran

bagi para pengkaji Tafsir dan Ilmu Tafsir.

b. Skripsi ini juga bisa menjadi bahan ajar tambahan dalam mata

kuliah Metode Tafsir dan „Ulûm al-Qur‟an di civitas akademika

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atau

civitas akademika lainnya

G. Metodelogi Penelitian

Objek penelitian skripsi ini adalah ayat-ayat prediksi masa depan. Oleh

karena itu berdasarkan objek kajiannya, maka penelitian ini tergolong jenis

penelitian kepustakaan (library research).

Penelitan ini bertujuan untuk menghimpun ayat-ayat yang terindikasi

sebagai ayat prediksi masa depan dan mengungkap adanya berita suatu peristiwa

masa yang akan datang dalam al-Qur‟an. Oleh karena itu, penelitian ini

menggunakan penelitian kepustakaan yang sumber primernya adalah al-Qur‟an,

Mu’jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur’ân Al-Karîm, beserta kamus.

10

Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini dengan

menggunakan metode (Maudhû’î) tematik.18

dikarenakan metode tersebut secara

rinci mengumpulkan ayat-ayat dengan permasalahan yang sama, kemudian

semuanya diletakkan di awah satu judul lalu ditafsirkan dengan metode maudhû‟i,

sebagaimana yang digariskan oleh „Abdul Hayy al-Farmawî. Format dan prosedur

Tafsir Maudhû‟i meliputi langkah-langkahnya sebagi berikut: Menetapkan

masalah yang akan dibahas (topik). Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan

masalah tersebut. Menyusun runtunan ayat-ayat yang berkaitan dengan masa

turunnya disertai pengetahuan tentang asbâb al-nuzûl. Memahami korelasi ayat-

ayat tersebut dalam suratnya masing-masing. Menyusun pembahasan dalam

kerangka yang sempurna (outline). Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits

yang relevan dengan pokok pembahasan. Kemudian mempelajari ayat-ayat

tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai

pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang „âm (umum) dan yang

khâs (khusus), muṭlaq dan muqayyad atau yang pada lahirnya bertentangan

sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau

pemakasaan.19

Dengan menghimpun ayat-ayat yang terindikasi sebagai ayat-ayat prediksi

masa depan dianalisis untuk dapat diketahui konsep dan fungsi adanya ayat-ayat

tersebut.

18 Metode Tematik adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki tujuan atau

maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya

berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat tersebut,kemudian mengguraikannya dengan

menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali, hasilnya diukur dengan teori yang akurat, sehingga

mufassir dapat menyajikan tema secara utuh. Lihat Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir

Maudhui dan cara penerapanya, terj: Rosihon Anwar, (Bandung : Pustaka Setia, 2002) Cet 1, h.

43-44.

19 „Abdu al-Hayy al-Farmawî, Metode Tafsir Mauḏu’î, terj. Rohison Anwar (Bandung:

Pustaka Setia, 2002), h. 51-52.

11

H. Kajian Pustaka

Untuk menunjukkan posisi tulisan dan pentingnya penelitian tentang al-

I’jâz al-Ghâibî, penulis melakukan penelusuran kepustakaan. Dari hasil

penelusuran yang penulis lakukan, skripsi ini memiliki beberapa kategori tulisan

yang memungkinkan memiliki relevansi dengan tulisan yang penulis lakukan.

Pertama, tulisan-tulisan yang terkait dengan kemukjizatan al-Qur‟an, baik secara

umum atau khusus. Kedua, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pemberiataan

gaib dalam al-Qur‟an.

M. Quraish Shihab. Menulis buku Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari

Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib.20

Buku ini

menjelaskan tentang pemberitaan gaib dalam al-Qur‟an, baik itu berita ghaib

tentang masa lampau atau berita gaib pada masa datang yang terbukti.

Yahya saleh Basamallah, menulis buku Manusia dan Alam Ghaib.21

Dalam buku ini dijelaskan iman kepada yang ghaib merupakan pokok

kepercayaan keagamaan, ia menjelaskan iman kepada yang ghaib bagi kaum

muslimin bukanlah hal yang bertentangan dengan hokum akal, tapi merupakan

suatu hal yang melampui ruang lingkup indera dan alam nyata.

ʻUmar Sulaimân al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat dari Sakaratul Maut

Hingga Surga Neraka, 22

penulis buku ini menjelaskan dan menyebutkan dalam

bukunya bahwa hal gaib itu, apabila terjadi sesuai dengan berita-berita itu dapat

memperkuat dan menguatkan iman.

20 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib. (Buku , Bandung : Mizan Pustaka, 1997).

21

Yahya Saleh Basamallah, Manusia dan Alam Ghaib. Terj Ahamd Rais, (Buku: Jakarta

cet 1, 1991).

22

ʻUmar Sulaimân al-Asyqar. Ensiklopedia Kiamat dari Sakaratul Maut Hingga Surga

Neraka, Terj Irfan Salim. (Buku, Jakarta : PT Serambi Semesta, 2005).

12

Sujanto P, penulis jurnal Tema Futuristik dalam Hadis,23

jurnal ini

mengulas tentang hadis-hadis yang menginformasikan tanda-tanda dan peristiwa-

peristiwa menjelang terjadinya hari Kiamat, seperti tentang Ya‟jûj dan Ma‟jûj,

Dajjal, Nabi ʻIsâ akan turun, dan usia dunia.

Mohammad Thohir Salam, menulis skripsi berjudul Al-I’jâz Al-Ghaibî

dalam Perspektif Al-Sya’râwî dalam Kisah Tenggelamnya Fir’aun dan Kekalahan

Romawi,24

Skripsi ini memaparkan tentang mukjizat gaib yang terkandung di

dalam al-Qur‟an, namun lebih spesifik terhadap Kisah Tenggelamnya Fir‟aun dan

Kekalahan Romawi.

Abdurrahman, menulis artikel Mukjizat al-Qur’an dalam berbagai

aspeknya.25

Jurnal ini membahas tentang konsep keajaiban al-Qur‟an yang

bersifat ‘aqliyyah karena mereka mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi dan

kemampuan kognisi yang sempurna. Tantangan terhadap daya nalar tidak bersifat

lokal, temporal dan material, tetapi bersifat universal, kekal serta dapat dipikirkan

dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia.

Hisyam Thâ‟îb, penulis buku Kemukjizatan Sastra dan Bahasa Al-

Qur’an,26

Dalam buki ini dijelaskan aspek kemujizatan yang didalamnya terdapat

penjelasan tentang berita ghaib masa depan yang tidak seorangpun mengetahuinya

23 Sujanto P. Tema Futuristik dalam Hadis, (Artikel Jurnal Al Qalam: STAIN Salatiga,

vol. 21, no. 87, h. 120-145, 2000)

24

Mohammad Thohir Salam, Al-I’jâz Al-Ghaibî dalam Perspektif Al-Sya’râwî dalam

Kisah Tenggelamnya Fir’aun dan Kekalahan Romawi, (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2016).

25

Abdurrahman, Mukjizat al-Qur’an dalam Berbagai Aspeknya. (Jurnal Pustaka Media

Kajian dan Pemikiran Islam, LP3M IAI AL-Qolam, Artikel Jurnal Pustaka, vol 8, p. 68-85. 2016

Institiut Agama Islam Al–Qolam Malang, )

26

Hisyam Thâ‟îb, Kemukjizatan Sastra dan Bahasa Al-Qur’an, (Buku, Jakarta : Juli

2008).

13

kecuali wahyu, diantara hal tersebut adalah janji Allah kepada Nabi Muhammad

untuk memenangkan agama Islam dan menjadikannya diatas semua agama.

Unggul Suryo Ardi, penulis Jurnal Al-Qur’an Mukjizat yang Paling

Utama.27

Jurnal ini membahas tentang tujuan mukjizat yang dasarnya yaitu,

untuk pengarahan yang ditujukan pada suatu umat yang berkaitan dengan

pengetahuan dan kepandaian mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat

pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, agar supaya dengan pengetahuan dan

kepandaian mereka tersebut justru dapat percaya dengan Allah dan denganya pula

(pengetahuan dan kepandaian) akan semakin yakin bahwa itu atas seizin Allah,

akhirnya kembali ke jalan yang benar.

I. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan saya sajikan menjadi lima bab. Masing-masing

bab memiliki sub bab.

Bab pertama, sebagaimana yang telah diuaraikan di atas, yaitu berisi

pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan dan

batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab kedua, membahas tentang metodologi penelitian, yang berisi

gambaran umum tentang mukjizat dan meliputi, definisi mukjizat al-Qur‟an,

macam-macam, contoh-contohnya, dan pendapat ulama tentangnya.

Bab ketiga, berisi klasifikasi ayat yang mengindikasikan kepada masa

depan, sekaligus pembagian antara ayat yang masa depan mengindikasikan

27 Unggul Suryo Ardi, al-Qur’an Mukjizat yang laing Mulia, (Jurnal Pascasarjana UIN

Walisonggo Semarang)

14

ancaman Allah kepada Manusia dan ayat yang mengandung pemberitaan tentang

peristiwa yang akan datang.

Bab Keempat, berisi tinjauan redaksional dan pemahaman ayat prediksi

masa depan, berisi tentang Ayat-Ayat yang Memiliki Indikator prediksi masa

depan beserta analisis penafsirannya. Dalam hal ini akan terbagi menjadi dua

bagian, pertama, ayat-ayat tentang prediksi suatau peristiwa yang akan datang

pada masa Nabi, yang terdiri dari kemenangan Nabi dalam Perang Badar,

kemenangan Romawi atas Persia, Kedua, pasca Masa Nabi, yang terdiri dari

keluarnya binatang melata dari bumi, keluarnya Ya‟jûj dan Ma‟jûj, serta makhluk

langit dalam al-Qur‟an.

Bab kelima berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Bab ini

menjawab rumusan masalah dan memberikan rekomendasi serta saran, untuk

penelitian lebih lanjut.

15

BAB II

SEKILAS TENTANG KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

DAN PEMBERITAAN GAIB.

A. Sekilas tentang Mukjizat

1. Definisi Mukjizat al-Qur’an

Mukjizat secara bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal.1

Pengertian ini senada dengan pengertian mukjizat jika ditinjau dari bahasa

asalnya, yaitu bahasa Arab.2

Dalam bahasa Arab kata Mukjizat ) معجزة :اعجوبة ( berasal dari kata

bahasa arab .yang melemahkan معجز ,menjadikan tidak mampu (a‟jaza) اعجز

Persamaan katanya adalah معجز :عجيب (yang ajaib: menakjubkan).3 Mahmud

Yunus memaknai معجزة yaitu perkara luar biasa yang lahir dari Nabi.4

I‟jaz (اعجز) sendiri berasal dari kata „ajaza (عجز) yang bermakna lemah

(ḏa‟îf) atau “tidak berkuasa”.5 Pengertian mukjizat difahami bila pelaku (mukjiz)

mampu melemahkan kemampuan pihak lain, tambahan (ة) tâ marbuthah pada

akhir kata itu mengandung makna mubâlaghah (superlatif).6

Menurut penulis dari penjelasan mengenai mukjizat secara bahasa, dapat

disimpulkan bahwa mukjizat adalah suatu perkara yang menakjubkan yang

didatangkan oleh Allah kepada nabi-Nya sebagai bukti kenabian.

1 Tim Redaksi Penyusun Kamus (Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta :

Balai Pustaka,2002) cet,3 h. 760. 2 Daryanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya:Apolo, 1994), h. 141.

3 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,

(Yogyakarta: Multi Karya Grafika) cet,9 h. 1761.

4 Mahmûd Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:Hindakarya Agung, 1990) cet 8, h.

423. 5 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia: al-Munawwir, Yogyakarta: 1988,

h. 963. 6 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah,

dan Pemberitaan Ghaib,(Bandung: Mizan Pustaka, 2007) cet 1, h.25.

16

Mukjizat diartikan oleh banyak pakar sebagai sesuatu yang luar biasa yang

dihadirkan oleh seorang nabi untuk menantang siapa yang tidak mempercainya

sebagai nabi, dan tantanggannya itu tidak dapat dihadapi oleh yang ditantang.

Kejadian ajaib tidak bisa diterangkan oleh akal.7 Namun dalam kajian agama

Islam yang berkaitan dengan kejadian yang ajaib terdapat bebeapa istilah yaitu,

irhas, karamah, ma‟unah, ihanah/istidraj, dan sihir.8

Issa J. Boullata9 berpendapat bahwa Mukjizat tidak dilihat dari segi

besarnya apa yang diperbuat oleh nabi, tidak pula dari segi kemegahan tampilan,

tetapi dilihat dari segi keluar adat kebiasaan, atau bahkan menggugurkannya,

dengan demikian, selama suatu hal memiliki sifat seperti ini maka dapat disebut

mukjizat yang menujukkan kebenaran apa yang dibawanya. 10

Sedangkan mukjizat menurut M. Quraish Shihab adalah suatu hal atau

peristiwa yang luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi,

sebagi bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orang yang ragu, untuk

melakukan atau mendatangkan hal yang serupa namun mereka tidak mampu

melayani tantangan tersebut.11

7 Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, Bacaan Terpilih dalam Tafsir Klasik

Hingga Modern Dari Seorang Ilmuan Katolik, Terj, Bachrum B Taufik, (Ciputat Tanggerang

:Lentera hati, 2008) cet 1, h. 1.

8 Istilah Irhash, karamah, ma‟unah, ihanah/istidraj, dan sihr biasanya digunakan untuk

menunujuk kejadian luar biasa, namun masing-masing dimiliki oleh golongan manusia yang

berbeda. Irhash dimiliki orang yang belum diangkat menjadi nabi, Karamah, dimiliki oleh wali

atau orang suci, Ma‟unah dimiliki manusia pada umumnya, dan Istidraj dimiliki oleh orang kafir

atau fasik untuk menambah kehinaannya, sedangkan yang terakhir adalah, Sihr dimiliki oleh

manusia dengan bantuan setan. Lihat M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an: Ditinjau dari Aspek

Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,dan Pemberitan Gaib, (Bandung: Mizan,2013) h.24-25.

9 Issa J. Boullata adalah seorang sarjana Palestina, dia adalah seorang penulis sekaligus

penerjemah Sastra Arab, dia dilahirkan di Yerussalem pada tanggal 25 Februari 1929. 10

Issa J. Boullata, al-Qur‟an yang Menakjubkan h. 48. 11

M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, h.26.

17

Menurut Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mukjizat adalah pembuktian keadaan

tak berdaya, lawan dari kata قدرة (kesanggupan, kemampuan, kekuatan).

Maksudnya kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidakmampuan

mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan, Apabila kemukjizatan telah

terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjiz (sesuatu yang melemahkan).

Menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang utusan

dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizat yang

abadi, yaiu al-Qur‟an dan kelemahan generasi sesudah mereka.

امر خارق للعادة مقرون بالتحدي سامل عن املعارضة sesuatu yang luar biasa yang disertai tantanangan dan selamat dari

tantangan.12

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa mukjizat merupakan

suatu hal atau peristiwa yang luar biasa, berupa hal yang bertentangan dengan

adat, keluar dari batas faktor yang telah diketahui, dan mengandung tantangan dari

lawannya sehingga lawanya lemah dan tidak bisa mendatangkan hal yang serupa.

Mukjizat datang atas izin dan kehendak Allah dan terjadi pada seseorang yang

mengaku nabi, sebagi bukti kenabiaannya.

Penjelasan di atas membahas tentang apa itu mukjizat, beranjak dari hal

itu, perlu di ketahui juga apa yang dimaksud dengan mukjizat al-Qur‟an. Mukjizat

al-Qur‟an atau yang di istilahkan dengan I‟jâz al-Qur‟an, Iʻjâz al-Qur‟ân menurut

Alî al-Sabuni secara bahasa berarti klaim al-Qur‟an terhadap kelemahan manusia

untuk menandinginya. Sedangkan pengertian Iʻjâz al-Qur‟ân secara istilah adalah

menetapkan kelemahan manusia baik secara perorangan atau kelompok untuk

menghasilkan suatu karya yang sama atau seupa nilainya dengan al-Qur‟an.13

12

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (Riyâdh : Mansyûrât al-ʻAsr

al-Hadîts,1990), h. 257-258.

13 Syekh Muhammad Ali Al-Sabuni, Al-Tibyân fî „Ulûm al-Qur‟an, (Beirut: „Alam al

Kutub,1988) h. 100.

18

Jalâl al-Dîn al-Suyûthî (w 911H) berkomentar tentang mukjizat al-Qur‟an,

bahwa mujizat zaman dulu yang jelas adalah mukjizat yang dapat ditangkap

indera yang bisa dilihat oleh mata, sehingga orang yang mengikuti karnanya

(melihat mukjizat) banyak, dan yang melihat dengan mata kepalanya sendiri akan

hilang dengan hilangnya penglihatan dia, mukjizat seperti ini contohnya tongkat

musa. Dan Mukjizat al-Qur‟an yang melihat dengan mata akan tetap karena ia

melihat setiap siapa yang datang dari awal secara berkelanjutan. Serta dapat

digabungkan menjadi satu diantara dua pendapat ini bahwa keduanya tidak saling

menafikan.14

Menurut al-Bâqilânî mukjizat al-Qur‟an berlaku sepajang masa, telah

ditetapkan al-Qur‟an merupakan mukjizat atas dasar pembenaran seorang nabi,

dan diluar kemampuan seorang hamba.15

Sedangkan menurut Prof. Hasbi al-Shiddiqy al-Qut‟an telah meminta

ditantang keseluruhannya, kemukjizatan al-Qur‟an terdapat pada suara-suara

hurufnya, pada tekanan-tekanan suaranya, kalimat-kalimat yang terdapat pada

ayat dan suratnya.16

Dalam Kamus Al-Qur‟an: Cara Mudah Mencari Makna dalam Al-Qur‟an.

Karya Deni Hamdani Firdaus, terdapat beberapa ayat mengenai mukjizat di dalam

al-Qur‟an terdapat beberapa ayat mengenai mukjizat diantaranya yaitu: Qs: Alî

Imran[3]: 49. Tentang Mukjizat Nabi Îsâ dengan Izin Allah membuat burung dari

tanah, dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir, menghidupkan orang mati

dengan izin Allah. Qs: An-Nisâ‟ [4]: 174. Tentang al-Qur‟an sebagai mukjizat

14 Jalâl al-Dîn al-Suyûṯî, Al-Itqân fî ʻUlum al-Qur‟ân, (Beirut:Lebanon, 1429H), h. 645.

15

Al-Imam al-Qâdhî Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân,

(Beirut:Dar Ihya‟ al ʻUlûm, 1988). 358.

16 Hasbi Al-Shiddiqy, Ilmu-ilmu al-Qur‟an: Media-media pokok dalam menafsirkan al-

Qur‟an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),h. 292.

19

Nabi Muhammad Qs: Hûd [11] : 64. Dan Qs al-Isrâ‟ [17] :59. Tetang Mukjizat

Nabi Hûd berupa unta betina. Qs al-Isrâ‟ [17] : 101. Berbicara temtang mukjizat

Nabi Mûsâ yang Sembilan yaitu. tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah,

topan, laut, dan bukit Thûr. Qs: Ṯâhâ [20] : 22. Mukjizat Nabi Mûsâ dengan

mengepitkan tangan di ketiaknya kemudian menjadi putih cemerlang tanpa cacat,

sebagai mukjizat. Qs : al-Qomar [54] : ayat 2. Mukjizat Nabi Muhammad dapat

membelah bulan. Disebutkan juga dalam al-Qur‟an bahwa Mukjizat para nabi

seperti pengarauh luar biasa dari tongkat Nabi Mûsâ as yang mampu mengalahkan

para ahli sihir, yakni tongkatnya menjadi ular besar, batu memancarkan dua belas

mata air, membelah lautan dan mukjizatr Nabi Nûh membuat Bahtera. Mukjizat

Nabi Yûsuf menakwilkan mimpi. Mukjizat Nabi Sulaimân menundukkan angin

dan setan. Mukjizat Nabi Dâwûd membuat baju besi. Seperti dinginnya api Raja

Namrûd dan keselamatan Nabi Ibrâhîm as darinya.17

2. Macam-macam Mukjizat

Mukjizat ada dua macam bagian, yaitu pertama, mukjizat yang bersifat

material inderawi yang bersifat temporar saat dikendaki oleh Allah, Seperti

mukjizat para nabi-nabi terdahulu. Jenis mukjizat mereka bersifat material dan

indrawi maksudnya, peristiwa ajaib yang dapat disaksikan dan dijangkau langsung

lewat indra oleh umat tempat nabi tersebut menyapaikan risalahnya.18

Contoh mukjizat jenis ini adalah mukjizat Nabi Musa as. Sebagaimana

yang difirmankan dalam Qs: Ṯâhâ [20] : 22.

17

Deni Hamdani Firdaus, Kamus Al-Qur‟an: Cara Mudah Mencari Makna dalam al-

Qur‟an (Purwakarta:Pustaka Ancala,2007). Cet 1, h, 238-239. 18

M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an Ditinaju dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah

dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan Pustaka, 2014) cet 2, h. 38.

20

Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi

putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula),

Allah juga memberi nabi musa mukjizat yang lain. Dia berfirman, 'dan

kepitlah tangan kanan-Mu melalui leher bajumu ke ketiak kiri-Mu, kemudian

tariklah keluar, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang dan bercahaya tanpa

cacat, bagai sinar matahari yang benderang. Kami berikan itu kepadamu sebagai

mukjizat yang lain, selain tongkat yang berubah menjadi ular. 23. Wahai nabi

musa, kedua mukjizat kami anugerahkan untuk kami perlihatkan kepadamu

sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami yang sangat besar. Kami juga

menjadikan keduanya sebagai penguat hatimu dalam berdakwah.19

Kemudian yang jenis mukjizat yang kedua yaitu, mukjizat immaterial atau

bukan inderawi yang logis dan dapat di buktikan sepanjang masa. dan untuk

seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Manusia pada zaman Rasulullah telah

mamsuki fase tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat inderawi tidak

dibutuhkan lagi, adapun jika dimintai bukti-bukti yang sifatnya inderawi, beliau

diperintahkan oleh Allah untuk menjawab bahwa sesungguhnya dia hanyalah

seorang utusan Allah, sebagaimana yang tertera dalam al-Qur‟an QS Al-

Isrâ‟[17]:93.20

Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke

langit. dan Kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga

19 https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-20-taha/ayat-22 diakses pada tanggal 1 januari

2019 pukul 22:51 Wib.

20

M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an. h. 40-41.

21

kamu turunkan atas Kami sebuah kitab yang kami baca". Katakanlah: "Maha

suci Tuhanku, Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?

Menurut Hamka pada ayat 93 ini Allah memperlihatkan manusia-manusia

yang kurang cerdas pemahamannya, dengan mengemukakan permintaan-

permintaan mereka kepada Rasul maka terbukti kebodohan mereka, karena yang

mereka minta itu adalah kekuasaan Allah bukan kekuasaan seorang Rasul pun.

Ketika itu Rasulullah ditantang kaum kafir supaya naik ke langit, dan Allah tidak

segera menyanggupi tantangan kaum kafir, kemudian Rasulullah menyatakan

dengan rendah hati bahwa beliau sendiri tidak sanggup naik ke langit. Beberapa

waktu kemudian setelah mereka (kaum kafir) atas tantangan yang pernah

diajukan.21

Senada dengan pendapat Quraish Shihab, mengenai macam-macam

mukjizat as-Suyuthi juga membagi mukjizat menjadi dua macam dengan

mengistilahkan Mukjizat Hissiyah dan Mukjizat „aqliyah. Mukjizat Hissiyah

adalah mukjizat yang dapat ditangkap oleh panca indara, ditunjukkan oleh nabi-

nabi yang menghadapi umat terdahulu. Sedangkan mukjizat „aqliyah

diperkenalkan Rasulullah saw, yang merupakan tantangan terhadap daya nalar,

dan tidak berakhir meskipun Rasulullah sudah wafat, al-Qur‟an tidak ada yang

bisa menyainginya bahkan umat manusia hari ini, esok dan seterusnya sampai hari

akhir bagi siapa saja yang ingin berusaha menyainginya.22

Hal ini terbatas oleh ruang atau tempat nabi mendapat tantangan dan

terbatas waktu sampai wafatnya masing-masing nabi. Para nabi sebelum

Rasulullah saw. Hanya ditugaskan untuk umat saat mereka hidup saja, tidak untuk

21 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas,1982).

Jilid 15, h.131. 22

Ahmad Izzan, Ulumul Qur‟an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur‟an Edisi

Revisi (Bandung:Tafakur,2013) cet. 5,h. 140-141.

22

umat sesudah mereka, umat nabi-nabi terdahulu membutuhkan bukti-bukti

kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Karena itu, bukti

kemukjizatan harus jelas dan dijangkau oleh indra mereka seperti tidak

terbakarnya Nabi Ibrâhîm as. Mukjizat tongkat Nabi Mûsâ as. Nabi ʻÎsâ atas izin

Allah dapat menyembuhkan orang buta. Semua contoh mukjizat tersebut bersifat

material inderawi.23

Mukjizat jenis kedua ini sifatnya dapat dipahami oleh akal, ia tidak

dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Sehingga bukti ajarannya harus

selalu siap dipaparkan kepada setiap orang yang ragu di manapun dan kapanpun

mereka berada. Mukjizat ini adalah al-Qur‟an yang merupakan satu-satunya

mukjizat ma‟nawi yang hanya diberikan kepada Rasulullah yang tidak dimiliki

oleh para Nabi dan Rasul sebelum beliau. mukjizat al-Qur‟an yang menjadi

mukjizat tertinggi dan teragung Rasulullah yang dapat dijangkau oleh setiap orang

yang menggunakan akalnya dimanapun dan kapanpun.24

Penjelasan di atas mengenai macam-macam mukjizat secara umumnya

saja, selanjutnya adalah tentang macam-macam mukjizat al-Qur‟an. Terungkap

macam-macam mukjizat al-Qur‟an (I‟jaz al-Qur‟ân) antara lain: kemukjizatan

perundang-udangan(Iʻjaz Tasyrîʻ), mukjizat isyarat ilimah (Iʻjaz Ilmy), keindahan

redaksi al-Qur‟an (Iʻjaz lughawî), kemukjizatan di balik angka-angka dalam al-

Qur‟an (Iʻjaz adady) berita mengenai hal-hal gaib, (Iʻjaz Ghâib.)25

Kemudian I‟jaz Ghaibi dibagi menjadi dua macam yaitu Gaib Nisbi

(sudah diketahui sebagian orang tetapi ada sebagian lain tidak mengetahui) dan

23 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an, h. 39.

24 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an h. 38-39.

25 Darwis Hude dkk, Cakrawala Ilmu dalam al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, h.

78-81.

23

yang dan Gaib Mutlak (Hanya Allah yang mengetahuinya, seperti terjadinya hari

kiamat, siksa kubur, dan kematian).26

3. Pandangan Para Tokoh mengenai Aspek-aspek Kemukjizatan al-

Qur’an

Sudut pandang tokoh-tokoh ilmu kalam yang berpengaruh mengintrepatsi

mengenai mukjizat muncul ketika membicarakan tentang kemakhlukan al-

Qur‟an. Maka pendapat dan pandangan mereka mengenai mukjizat al-Qur‟an pun

berbeda-beda.27

Berikut ini pendapat dan pandangan para ulama yang berbeda dan

beragam tentang kemukjizatan al-Quran. Mannâʻ Khalil al-Qathân merumuskan.

di antaranya:

1) Abû Ishâq Ibrahîm al-Niḏâm (w.231H).28

dan pengikutnya dari kaum Syiah

seperti al-Murtaḏâ29

berpendapat, kemukjizatan al-Qur‟an adalah dengan cara

sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan al-Niḏâm ialah bahwa

Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang al-Qur‟an padahal,

sebenarnya, mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah yang

26 Muhammad Mutawwally al-Sya‟râwî, Bukti-bukti Adanya Allah. Terj: A. Aziz Salim

Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press,1993) h. 54. 27

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân, h. 261. 28

Nama lengkapnya adalah Abû Ishâq Ibrahîm al-Niḏâm, ia seorang guru al-Jahiz dan

tokoh muktazilah. Kepadanya dinisbahkan golongan Niḏâmiyah, wafat pada khalifah al-Mu‟tasim

pada tahun 220 lebih, lihat Mannâʻ Khalîl al-Qattân, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj Mudzakir,

(Jakarta:Pustaka Litera Antar Nusa,1994) cet 2, h. 375.

29 Nama lengkapnya adalah Âyatallah Murthaḏâ Motahharî, lahir pada tanggal 2

Februari 1919 di daerah khurassan. Ia memdapatkan gelar Hujjah al-Islam Muẖammad Husain

Murthahharî, ia belajar ilmu falsafat kepada ʻAlâmaẖ-Tabathaba‟î dan belajar teks pasal tentang

jiwa(Nafs) kepada Imam Khomaeni kepadanya juga ia belajar tentang kepemimpinan revolusi

Iran, tidak heran jika ia menjadi seorang ulama sekaligus pemikir terkemuka di Iran abad ke 20

yang mempunyai peran penting dalam perjuangan gerakan Islam Iran, pada tanggal 12 Januari

1979. Ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Revolusi Islam, dan pada tanggal 1 Mei 1979 ia meninggal

syahid dibunuh oleh kelompok kecil radikal setelah memimpin rapat karena mereka menolak

otoritas religious ulama dan pertentangan terhadap pemerintah yang baru dibentuk. Lihat Abdul

Basith, Setiawan, “Konsep Hijab dalam pandangan Murthaḏâ Motahharî” . Skripsi S1 Fakutas

Ushuluddin dan Filasaf, Universitas Islam Negeri Sayrif Hidayatullah, Jakarta. 2014, h. 10-14.

24

luar biasa (mukjizat). Sedang sirfah menurut pandangan al-Murtadâ

menjelaskan bahwa Allah telah mencabut ilmu yang dibutuhkan dalam

bertanding.30

Pandangan seperti ini mendapadat dukungan pula dari tokoh

Mu‟tazilah lainnya seperti, Hisyâm al-Fuwaîtî (w.218 H), Abû Hasan ʻAli bin

Îsâ al-Rummânî (w.384). al-Rummânî melihat lebih jauh lagi, yaitu bahwa

Allah telah mengalihkan perhatian umat manusia sehingga mereka tidak

mempunyai keinginan untuk menyusun suatu karya yang menandingi al-

Qur‟an.31

Namun. Pendapat tentang sirfah ini batil dan ditolak oleh al-Qur‟an

sendiri dalam firman-Nya:

“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk

membuat yang serupa dengan al-Qur‟an ini, niscaya mereka tidak akan

dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka

menajdi pembantu bagi sebagian yang lain.” Qs: al-Isrâ‟ [17]: 88

Ayat ini menujukkan kelemahan mereka meskipun mereka masih

mempunyai kemapuan, dan seandainya kemampuan mereka telah dicabut,

maka berkumpulnya jin dan manusia seperti halnya dengan berkumpulnya

orang-orang mati. Sedangkan kelemahan orang mati tidak pantas untuk

disebut lagi.32

2) Satu golongan ulama berpendapat, al-Qur‟an mukjizat dengan balagah-nya

yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingnya. Ini adalah pendapat

ahli bahasa Arab yang gemar akan bentuk-bentuk makna hidup dalam untaian

kata-kata yang terjalin kokoh dan retorika yang menarik.33

Seperti halnya

yang diungkapkan oleh Imam fakhruddin dan al-Zamlakani, aspek

30

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fî ʻUlûm al-Qur‟ân, h. 261. 31

Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, (Bandung:Pustaka Setia, 2015) cet, 1

h. 63. 32

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân h. 261. 33

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân h. 262.

25

kemukjizatan al-Qur‟an terletak pada kefasihan, keunikan redaksi dan

kesempurnaannya dari segala bentuk cacat.34

3) Sebagian mereka berpendapat, segi kemukjizatan al-Qur‟an itu ialah karena ia

mengandung badî‟35

yang sangat unik dan perkataan orang arab seperti

fawâsil36

wa al-Maqâtaʻ,37

hal ini berbeda dengan apa yang telah dikenal

dalam perkataan orang Arab.38

4) Golongan lain berpendapat, kemukjizatan al-Qur‟an itu terletak pada

pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang akan datang yang tak dapat

diketahui kecuali dengan wahyu, dan pada pemberitaannya tentang hal-hal

yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk, yang tidak mungkin dapat

diterangkan oleh seorang ummi yang tidak pernah berhubungan dengan ahli

kitab.Misalnya firman Allah tentang perang badar dan perang antara Persia

dan Romawi tercantum dalam Qs al-Qamar [54]:45 dan Qs Rum [30]: 1-3.39

Selain Mannâʻ Khalil al-Qattân, Rosihon Anwar menambahkan aspek

mukjizat menurut Ibnu Athiyah adalah aspek kemukjizatan al-Qur‟an yang benar

dan yang dianut oleh mayoritas ulama salah satunya al-Haddad terletak pada

runtutannya, yang apabila ayat-ayat al-Qur‟an itu dicermati tampak keserasian

antara satu ayat dana ayat yang mengiringinya, akan serasi antara makna satu ayat

34

Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.65.

35 Segi-segi balaghah yang diterangkan secara detail, panjang lebar dengan diberi missal

dengan ayat-ayat al-Qu‟an dan syair. Lihat Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan,h.150.

36 Fawâsil adalah huruf yang terletak di ujung kalimat yang berfungsi untuk memahami

makna, sajak dianggap cacat karena masih mengikuti makna sementara Fawâsil mengikuti

kaliamat untuk memberikan makna, seperti sajak masih dapat dilihat dalam syair Musailamah

sementara fawasil tidak. Lihat Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan,h.146

37 Susunan kalimat yang jauh dari selaras atau dekat dengan makhrajnya, apabila jaraknya

sangat jauh, seperti melompak dan bila dekat hingga hampir-hampir saja terikat, yang

dimaksudkan adalah jarah antara makhraj-makhraj huruf. Lihat Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang

Menakjubkan,h. 146 38

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fîʻUlûm al-Qur‟ân, h.262. 39

Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân,,h,262.

26

dan ayat yang mengiringinya. al-Quran merupakan mukjizat ia mengandung

bermacam-macam ilmu dan hikmah yang sangat dalam. serta masih banyak lagi

aspek-aspek kemukjizatan lainnya yang berkisar pada sekitar tema-tema di atas,

sebagaimana telah dihimpun oleh sebagian ulama, mencapai sepuluh aspek atau

lebih.40

Menurut Issa J. Boullata Mukjizat al-Qur‟an Ada tiga segi yaitu yang

pertama; terkandungnya kabar hal-hal gaib yang tidak mampu dilakukan oleh

manusia dan tidak ada yang bisa menandinginya. Penjelasan Apek-aspek Mukjizat

al-Qur‟an. menganai persoalan Gaib dan dari kabar tersebut. Dalam firman Allah

Qs al-Fath[48] :16.41

Pendapat ulama‟ yang mengatakan bahwa kemukjizatan al-Qur‟an terletak

pada kandungan kabar tentang kejadian-kejadian yang akan datang. Kabar-kabar

lain yang kebenarannya dibuktikan oleh waktu, tempat, dan kejadiaannya. Saya

berpendapat:

“Tidak diragukan bahwa kabar demikian dan kabar-kabar yang

serupa termasuk jenis mukjizat, akan tetapi mukjizat tersebut tidak

berlaku umum pada setiap surah sebagai mukjizat yang tidak bisa

ditandingi oleh seorang makhluk pun.42

Kedua, pemberitahuan tentang kondisi Nabi Muhammad sebagai orang

yang Ummi, tidak dapat membaca dan menulis. Demikian juga dengan

pemberitahuan menggenai kondisi beliau yang sama sekali tidak tahu menahu

tentang kitab-kitab suci terdahulu, baik tentang kisah, berita, maupun riwayat

mereka. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba menyampaikan kepada beliau

ringkasan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya, dimulai sejak Allah

40

Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.65. 41

Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h.113 . 42

Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h. 49-49.

27

menciptakan Adam as, sampai diutusnya menjadi rasul, sehubungan dengan itu,

disebutkan di dalam Al-Qur‟an yang menjadi bukti mukjizatnya kisah tentang

Adam yang mencakup perrmulaan penciptaannya, persoalan yang dihadapinya

hingga pertaubatannya.

Begitu juga dengan kisah nabi-nabi sebelumnya yang tertulis dalam al-

Qur‟an juga para raja yang hidup semasa nabi, Mendapat penggetahuan tentang

risalah sebelumnya sewajarnya mendapatkan dari proses belajar-memgajar akan

tetapi berbeda dengan beliau, Rasulullah tidak pernah belajar bahkan bergaul

dengan kalangan ahli kitab secara lebih akrab, beliau tidak mungkin memperoleh

penggetahuan seperti itu jika bukan melalui wahyu karena itu, Allah berfirman:

Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu

Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan

kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar

ragulah orang yang mengingkari(mu)”.

Ketiga, Kemukjizatan aspek balâghah yang indah, menakjubkan dan

struktur yang sangat indah. Dari segi fasâhah kalimat yang halus, keselarasaan

dalam balāghah sehingga manusia tidak ada satupun yang dapat menandinginya.

Jumhur Ulama‟ menyatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur‟an terletak pada

sejumlah kelebihan tersebut.43

Al-Sabuni mengemukakan segi-segi kemukjizatan al-Qur‟an sebagi

berikut: Susunannya yang Indah dan berbeda dengan karya lainya. Uslûb yang

berbeda. Sifat keagungannya yang tidak memungkinkan sesorang mendatangkan

yang serupa dengannya. Bentuk undang-undangnya sangat terperinci dan

43

Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h.118.

28

sempurna. Mengabarkan hal-hal gaib yang tidak diketahui kecuali melalui wahyu.

Uraiannya tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang dipastikan

kebenarannya. Janji dan ancaman yang dikabarkan terjadi, Mengandung ilmu-

ilmu pengetahuan. Memenuhi segala kebutuhan manusia, Berpengaruh bagi hati

pengikutnya dan orang-orang yang memusuhinya.44

Al-Bâqilânî menjelaskan beberapa segi kemukjizatan al-Qur‟an,

menurutnya kemukjizatan al-Qur‟an yang paling penting terletak pada tiga aspek

yaitu, Uslûb, Balaghah-Nya dan berita gaib yang terkandung di dalam al-Qur‟an.45

Dalam bab selanjutnya al-Bâqilânî menerangkan lebih lanjut hakikat

kemukjizatan al-Qur‟an dari segi uslub dan balaghah. Ia berkata

Telah diketahui bersama bahwa adat bangsa Arab salah satunya

adalah ahli balaghah Karena itu sudah merupakan tabiat dan bahasa mereka.

Mereka tidak membutuhkan eksperimen/uji coba/latihan ketika mendengarkan

al Qur‟an itu. Dan ini yang terjadi pada ahli balaghah di kalangan mereka,

bukan orang orang yang terlambat dalam mempraktekkannya. Apa yang telah

kami sebutkan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perkataan yang saya

tambahkan menurut ketentuan ilmu balaghah dari al Qur‟an. Dan setiap orang

yang membolehkan atau mengharuskan bahwa “setiap orang itu mempunyai

kemampuan untuk mendatangkan atau membuat semisal al Qur‟an dari sisi

kebalaghahannya (keindahan susunan kalimat bahasa al Quran)” berarti

orang tersebut tidak pernah bisa mengenal al Quran sebagai mukjizat di setiap

keadaan. Seandainya kemukjizatan Al Qur‟an itu tidak selaras atau tidak

kontekstual pada seluruh ilmu pengetahuan, maka pastinya ia berlaku pada

setiap keadaan atau zaman yang dialami orang orang terdahulu serta sesuai

dengan khabar khabar yang dibawa para Rasul.46

Kemudian al-Bâqilânî juga menjelaskan tentang khabar-khabar atau berita-

berita tentang hal hal atau persoalan gaib sebagai salah satu aspek kemukjizatan

al-Qur‟an ia berkata:

“Pemberitaan gaib sebagai salah satu aspek kemukjizatan al- Begitu juga

tidak pernah ditemukan pengganti (dari Al Quran) di mana ia (al Qur‟an)

sudah mencakup atau meliputi berbagai persoalan persoalan yang ghaib, juga

mencakup tentang kejadian kejadian yang akan terjadi di masa yang akan

44 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.66.

45

Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân, h. 116-117.

46 Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân, h.359.

29

datang. Maka, tidak ada jalan keluar lagi melainkan ia (al Qur‟an) harus

ditakwil terkait hal apa saja yang sudah ditetapkan sebagai sebuah ketetapan

atau aturan. Juga tidak ada lagi jalan keluar melainkan harus meyakini bahwa

tidak ada yang dapat membatalkan/mengalahkan Al Qur‟an apakah itu oleh

keraguan yang terdahulu dan sebagainya. Al Quran juga tidak akan pernah

terkotori mukjizatnya serta tidak akan bisa seorang pun menentang jalannya

(al Qur‟an)”.47

M. Quraish Shihab memandang segi-segi kemukjizatan al-Qur‟an dalam

tiga aspek yaitu.48

1) Aspek Keindahan dan Ketelitian Redaksi-redaksinya

2) Berita tentang Hal-hal yang Gaib

3) Isyarat-Isyarat Ilmiah

Dari sekian banyak pendapat tentang segi-segi mukjizat al-Qur‟an di atas,

penulis akan menekankan pada penelitian ini salah satu aspek kemukjizatan al-

Qur‟an yaitu terkandunganya pemberitaan gaib, (informasi dari Allah tentang

suatu peristiwa yang belum atau akan terjadi, namun kemudian benar-benar

terjadi).

4. Contoh-contoh Mukjizat al-Qur’an

Penulis hanya akan memberikan contoh-contoh dari beberapa aspek yang

telah disebutkan di atas.

1. Dari aspek memuat berita tentang hal-hal gaib.49

Adanya berita gaib mengenai kejadian telah lalu, kejadian sekarang

atau yang akan datang dalam al-Qur‟an juga menunjukkan bahwa kitab

suci tersebut betul-betul wahyu Allah swt, karena tidak mungkin hal-hal

yang terjadi sebelum dan sesudah Nabi Muhammad bisa diketahuinya

47 Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân, h.360.

48 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an, h. 114.

49 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.67.

30

kecuali lewat wahyu Allah.50

Berita gaib ini contohnya adalah

diselamatkan badan Fir‟aun,51

ketika mengejar Nabi Mûsâ. Hal ini

diceritakan dalam Qs: Yûnus[10]: 92.

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu

dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan

Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda

kekuasaan kami

2. Mengangkat dan mempublikasikan kisah peradaban yang sulit dibuktikan.

Qs: Al-Fîl[105] :6-8

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu

berbuat terhadap kaum 'Âd?(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai

Bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu

kota) seperti itu, di negeri-negeri lain” Iram ialah ibukota kaum 'Âd”.

Melalui penelitian yang panjang dan sangat mahal, kota Iram yang

disebutkan al-Qur‟an itu dapat ditemukan kembali pada februaru 1992 di

sebuah gurun di Arabia Selatan di kedalaman 183 meter di bawah

permukaan pasir. Kota tersebut, menurut Umar Anggara, ditemukan oleh

tim peneliti arkeologis pimpinan Nichilas Clapp dari California Institute of

Technology‟s Jet Propulsion(CIT-JTL). Ia menemukan keajaiban besar,

yakni adanya sebuah bangunan segi depalapn yang diperkokoh oleh

dinding tebal, dan menara yang mencapai sembilan meter, dan berhasil

50 Abdul Djajal, Ulumul Al-Qur‟an, (Surabaya: Dunia Ilmu,1998), h.287.

51

Maksud dari diselamatkan badan atau jasad fir‟aun adalah tubuh kasarnya, menurut

sejarah, setelah fir‟aun tenggelam mayatnya terdampar di pantai ditemukan oleh orang Mesir lalu

dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang ini dan dapat dilihat di musium mesir hal ini bertujuan

agar dijadikan pelajaran bagi manusia setelahnya.

31

menemukan sebuah situs perjalanan kafilah yang panjangnya berates-ratus

kilometer. Berdasarkan penemuannya itu menghasilkan kesimpulan bahwa

bangunan tua tersebut merupakan bagian dari kota Iram, yang dahulu

menjadi pusat kegiatan dakwah Nabi Hûd, cucu Nabi Nûh, yang

merupakan peninggalan historisp kaum „Ad yang tetp hidup dalam

legenda Arab berupa legenda kota Uhbar, kini bangsa Arab modern

meyakini bahwa Uhbar dan Iram adalah nama untuk subjek yang sama.52

3. Isyarat-isyarat Ilmiah.

Kemukjizatan al-Qur‟an di bidang isyarat-isyarat ilmiah. Pemahaman

tentang mukjizat ini, harus dikaitkan dengan perkembangan teknologi dan

ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan isyarat-isyarat ilmiah yang

terkandung di dalam al-Qur‟an, pada saat proses turunnya tidak ada yang

memahaminya. Salah satu contoh mukjizat di bidang ini adalah adanya

isyarat ilmiah tentang perbedaan sidik jari pada tiap-tiap manusia,

sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah swt Qs: al-

Qiyâmah [75]:4.53

Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari

jemarinya dengan sempurna.

Tidak memungkinkan sesorang mendatangkan yang serupa dengannya.54

52

Ahmad Izzan, Ulumul Qur‟an telaah,h. 157-158. 53

M. Quraish Sihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda

Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), h. 338-339. 54

Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h.48.

32

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk

membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat

membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi

pembantu bagi sebagian yang lain"

4. Susunan kata dan langgamnya yang unik.55

Kemukjizatan dari segi bahasa ini dapat dilihat melalui susunan kata

dan langgamnya, kalimat al-Qur‟an yang mempunyai nada yang unik

dalam irama dan ritmenya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata

yang dipilih melahirkan keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-

ayatnya, semisal dalam surat al-Naziʻat [79]:1-4.56

“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,

dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,

dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan

(malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang”.

5. Ketelitian Redaksinya

Sebagai contoh, kata as-samʻ (pendengaran) dan al-abshar

(penglihatan) dalam arti indra manusia, ditemukan dalam al-Qur‟an secara

bergantian sebanyak 13 kali. Dari jumlah tersebut ditemukan bahwa kata

as-samʻ selalu digunakan dalam bentuk tunggal dan mendahului kata al-

abshar yang selalu di sebut dalam bentuk jamak.57

Dalam Qs: an-Nahl[16]:78

55

Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h. 57.

56 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an, h.119.

57 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.62.

33

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu

pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”

Dalam Qs: al-Ahqâf[ ]:26

Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka

dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu

dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka

pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran,

penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi

mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan

mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka

memperolok-olokkannya.

Keterangan dalam ayat 26 ini, walaupun manusia diberikan

pendengaran, penglihatan, pikiran dan hati nurani serta dibekali kekuatan

intelektual, namun mereka tetap saja tidak memanfaatkan karunia Allah

yang sangat bermanfaat dalam kehidupan, mereka mengingkari ayat-ayat

Allah dan merendahkan Rasulullah saw. Sebagai konsekuensinya dari

kejahatan yang mereka perbuat, maka turunlah adzab Allah yang pedih

kepada mereka. Dalam ayat ini juga Allah menegaskan bahwa bagaimana

mungkin kaum Quraisy yang lemah ini dapat menyelamatkan diri padahal

kaum Ad lebih unggul dari kaum Quraisy atas harta benda dan intelektual,

34

namun mereka tidak mampu menghalangi angin kencang sebagai bentuk

kemurkaan Allah.58

58 Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imanî, Tafsir Nurul Qur‟an, terj :Titik Etriana,

(Jakarta: Nur al Huda, 2013) cet, 1, h. 172.

35

BAB III

KLASIFIKASI AYAT ANTARA TERINDIKASI SEBAGAI ANCAMAN

ALLAH DAN MENGINDIKASIKAN MUKJIZAT PEMBERITAHUAN

MASA DEPAN

A. Tinjauan Term-term yang Terindikasi Kata Masa Depan.

Meninggat bahwa ayat-ayat al-Qur‟an berjumlah lebih dari 6000 ayat,

maka dipadang perlu untuk memilih ayat-ayat untuk menjadi materi pembahasan

penulis yaitu tentang prediksi masa depan karena sesungguhnya al-Qur‟an

memberikan banyak informasi terkait kejadian-kejadian yang sudah terjadi,

ataupun yang belum terjadi, terdapat ayat-ayat yang bersifat prediksi, al-Qur‟an

meupakan kitab suci yang mengandung pemberitahuan masa depan, yang mampu

menembus dan sebagai ramalan pasti ke masa depan akan suatu tentang jalannya

peristiwa yang akan terjadi, dan tentunya dipastikan kelak menjadi nyata adalah

salah satu hikmah dari segi kemukjizatan al-Qur‟an.

Berbicara mengenai ayat-ayat yang mempunyai makna yang merujuk ke

masa depan, yang terdapat dalam al-Qur‟an, kajiannya tidak terlepas dari kamus-

kamus atau literature yang berkaitan dengan kata masa depan itu sendiri.

Bertujuan untuk mendapatkan makna yang lebih lengkap terkait dengan term-

term yang digunakan al-Qur‟an dalam menunjukkan waktu yang akan datang

secara umum. Kata masa depan dalam kamus Arab yaitu ى مستقبل 1 kemudian kata

ini penulis cari sinonimitasnya guna mencari tahu kata apa saja yang

mengindikasikan masa depan dalam al-Qur‟an.

1 Ahmad Masyruʻât Atlas Jarûb. Qâmûs Atlas Al-Mausû‟i Injlîzî-ʻArabî, (Cairo:Atlas

Publising House,2 009) h. 520.

36

Setelah melakukan penelitian, ternyata banyak ayat-ayat al-Quran yang

mengindikasikan makna masa depan. Jika kita teliti lebih mendalam terdapat

redaksi kata yang mengindikasikan makna masa depan yang menunjukkan

pengertian setara atau sejajar dengan arti Masa depan itu sendiri namun

mempunyai maksud yang berbeda.

Sejauh yang penulis melakukan penelusuran dengan cara mencari kata

dengan berdasarkan sinonim kata melalui kamus menggunakan kata kunci „akan

datang‟ dalam kamus al Maʻânî likulli Rasm Maʻânî. Adapun hasil

penelusurannya sebagai berikut: ت آ 2.مستقبل ,غدا ,

Makna dari arti kata yang telah di sebutkan di atas memiliki makna yang

kurang lebih sama, hal tersebut menandakan bahwa meskipun lafadz tersebut

bersinonim namun kadar kesamaanya tidaklah sempurna, akan tetapi kurang lebih

saja, karena dalam semantik ada prinsip-prinsip umum bahwa bentuk-bentuk yang

berbeda berimplikasi pada makna yang berbeda juga meskipun hanya sedikit saja.

Kata-kata yang bersinomin karena bentuknya berbeda maka maknanya pun tidak

persis sama. Oleh karena itu tidaklah kata-kata yang bersinonim bisa saling

menggantikan.3

Berdasarkan hasil di atas, langkah selanjutnya penulis menelusuri masing-

masing makna dari sinonim kata yang „akan datang‟ dari kamus bahasa arab ke

Indonesia, dan kemudian kosa kata yang terdapat dalam kamus tersebut, penulis

mencari lafal dalam kamus kumpulan lafal-lafal al-Qur‟an yaitu dengan

menggunakan Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân al-Karîm. Setelah itu

2 https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/ Copyringts 2010-201 8. Diakses pada 17

September, 07:16 WIB, 2018.

3 Tajudin Nur, Semantik Bahas Arab. Pengantar Studi Ilmu Makna , (Bandung:Penerbit

PPM) (Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, 2010), h.64.

37

penulis mendapatkan kumpulan ayat-ayat al-Qur‟an yang mengandung term-term

sebagaimana yang terdaftar dalam kosa kata tersebut dan kemudian

mencamtumkan tafsiran ayat-ayat yang terindikasi mempunyai lafal masa depan

dari beberapa muffasir.

B. Ayat-ayat yang terindikasi Lafadz Masa Depan (Janji dan Ancaman

Allah ).

Lafadz ت آ lafadz ini diartikan A.W. Munawwir dalam bebrapa lafadz

lainnya جاء yang maknanya adalah datang, ه ,menyempurnakan, menyelesaikan اتم

datang dengan mudah, اتى المرأة : menggauli, mengumpuli.4 dan ayat yang

menggunakan lafadz اتى adalah Qs an-Nahl[17]: 1, dan 26. Ṯâhâ [20]: 60 dan 69.

Qs al-Syuʻarâ‟ [26] 89. Qs. al-Dzâriyât [51]: 52. Qs al-Insân[76]: 1.5 Berikut

penafsiran tentang ayat-ayat ini:

1. Qs an-Nahl[17]: 1

Telah pasti datangnya ketetapan Allah. Maka janganlah kamu

meminta agar disegerakan (datang) nya. Maha suci Allah dan Maha

Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.

Ayat ini terdapat lafadz berasal dari kata „ajala, ya‟jilu, „ijlah

yang artinya meminta datangnya sesuatu sebelum waktunya karena dorrongan

hawa nafsu atau ingin membuktikan kebenarannya. Dalam al-Qur‟an kata ini

berkonotasi negatif atau tercela. Kata ini mengawali surah ini dimaksudkan untuk

mengancam orang-orang musyrik Makkah bahwa apa yang Allah ancamkan

4 A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:Pustaka

Progressif, 1997) cet:25, h. 6.

5 Muhammad Fû‟âd Abdul Bâqî, Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm,

(Cairo: Dâr al-Hadîs, 1991), cet 3, h. 6.

38

berupa adzab yang pasti datang. Dalam hadis pun kata ini juga dimaknai dengan

konotasi jelek, contohnya tergesa-gesa adalah dari setan.6

Sayyid Quṯb menjelaskan ayat ini, bahwa kaum musyrikin dahulu pernah

meminta kepada Rasulullah agar disegerakan datangnya adzab kepada mereka,

namun setiap kali Rasulullah mengatakan adzab itu akan diturunkan, dalam

kenyataanya adzab tidak segera diturunkan kepada mereka, sehingga mereka

menggangap Rasulullah selama ini berbohong dan hanya sekedar menakut-nakuti

mereka. Ayat ini juga menyampaikan tentang sunatullah pasti akan terjadi sesuai

dengan kehendak-Nya. Masa kejadian pasti terwujud, waktu telah ditentukan tidak

bisa disegerakan atau ditangguhkan.7

Ayat ini berkaitan dengan akhir surah al-Hijr berbicara tentang al-yaqin

(keyakinan). Berkaitan dengan kematian, dan kematian pasti datng kepada semua

yang hidup. Setelah itu, pasti akan ditemui apa yang telah dijanjikan Allah swt,

maksudnya adalah ancaman dari Allah, awal surat an-Nahl ini menyatakan: Telah

pasti datangnya ketetapan Allah swt, yakni hari kiamat. Kata (atâ) berbentuk

kata kerja masa lampau yang bermakna telah datang, secara redaksional ayat ini

menyatakan ketetapan akan terlaksana. atau siksa kepada para pendurhaka. tidak

boleh meminta agar disegerakan datangnya ketetapan yang dijanjikan itu.8

2. Qs. an-Nahl[16]: 26

Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah

Mengadakan makar, Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka

dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas,

6 Departemen Agama RI Tahun 2006, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen

Agama RI,2006), jilid 5, h. 279.

7 Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani

Press, 2004) jilid 13, h. 246.

8 M.Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an. cet 1,

jilid 7, h. 178.

39

dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka

sadari.

Ayat ini hendak menegaskan bahwa orang-orang musyrik itu akan

mengalami penderitaan seperti yang dirasakan oleh umat-umat terdahulu dimana

mereka juga mendustakan utusan-utusan Allah.9 Menurut Sayyid Quṯb, ayat ini

menampilkan suatu peristiwa yang terulang-ulang di masa sebelum Nabi

Muhammad, meskipun banyak pembangkang yang berbuat makar dengan

menyusun strategi, semua itu tidak mampu bertahan di hadapan Allah. Kandungan

ayat ini juga merupakan potret sebuah kehancuran dan kebinasaan bagi yang

berbuat makar dan konspirasi yang menghadang dakwah menuju jalan yang

diriḏai Allah. Makar dilukiskan oleh al-Qur‟an dengan sebuah bangunan yang

memiliki fondasi, tiang, dan atap. Hal tersebut adalah sebagi isyarat tentang

kecermatan, kekokohan, kematangan, dan kebesaran makar yang telah mereka

lakukan. Akan tetapi kehebatan yang mereka miliki tersebut tidak ada apa-apanya

dibandingkan dengan kekuatan Allah sehingga semua itu tidak dapat bertahan.10

M. Quraish Shihab sependapat dengan penafsiran Sayyid Quṯb, ia

menjelaskan ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya tentang penyesatan dan

kesesatan yang dilakukan kaum musyrikin, ayat ini mengandung gambaran

sebuah ancaman dan siksa yang pernah dialami oleh umat durhaka sebelumnya,

kemudian dia juga menjelaskan apabila orang kafir mengatur rencana buruk

secara matang dan segala apa yang telah diperhitungkan untuk menyerang

Rasulullah saw. Allah akan selalu turun tangan mengagalkan rencana mereka, apa

yang dilakukan kaum musyrik terhadap al-Qur‟an dan Rasul saw. Itu semuanya

adalah perbuatan makar, tidak jauh berbeda dengan sikap para pendurhaka masa-

9 Departemen Agama RI Tahun 2006, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, h. 307.

10

Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, h. 904-403.

40

masa lalu. orang-orang kafir dari umat nabi-nabi yang hidup sebelum kaum

musyrik Mekkah itu telah mengadakan juga perbuatan makar, yakni tipu daya

untuk mengahalangi ajaran Allah.11

3. Qs. Ṯâhâ [20]: 60.

Maka Fir'aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu

dayanya, kemudian Dia datang.

Fir‟aun meninggalkan tempat maksudnya adalah fir‟aun pergi dan

mengumpulkan dari berbagai penjuru wilayah kerajaannya para penyihir dan

segala tipu daya yang dimiliki serta peralatan yang diperlukan untuk sihir. Pada

zaman itu, memang sihir masyhur digunakan.12

Ayat ini menunjukkan mukjizat

Ilahi yang ditampilkan oleh Nabi Mûsâ, dalam ayat sebelumnya dijelaskan bahwa

Nabi Mûsâ memilih waktu Ḏuẖâ, pemilihan waktu ini sangat tepat karena cahaya

yang jelas dan terang, sehingga dapat disaksikan oleh banyak orang. Fir‟aun

datang bersama para penyihir dan bala tentaranya serta masyarakat umum. Ketika

tiba waktunya, fir‟aun dan pengikut-pengikutnya tampil di arena dengan penuh

keangkuhan. Musa mengingatkan ancaman Allah bahwa; “celakalah kamu, hai

manusia durhaka! Jangan mengada-adakan kedustaan terhadap Allah.” Yakni

seperti melecehkan rasul-Nya, menilai mukjizat sebagai sihir. Dan sebagainya.

“jika hal tersebut berlanjut, niscaya Allah membinasakan kamu dengan siksa yang

pedih yang menjadikan kamu punah.13

11 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an,

(Jakarta: Lentera Hati,2002), jilid 7, h. 213.

12 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 8, h.497.

13 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jilid 8,

h. 320-321.

41

4. Qs.Ṯâhâ [20]: 69

Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia

akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang

mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). dan tidak

akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.

Mengenai sihir dalam ayat ini, al-Zuhailî berpendapat bahwa sihir yang

mereka buat hanyalah sihir yang merupakan bayangan belaka, bukan kenyataan

dan tidak akan bertahan, penyihir tidak akan menang dan tidak akan tercapai

keinginannya meskipun apa yang di inginkan itu hal baik. Tentang tongkat Nabi

Musa tidak dijelaskan secara jelas untuk mengambarkan kondisinya yang luar

biasa dan mengisyaratkan bahwa itu bukan dari jenis tongkat yang banyak di

kenal oleh orang-orang. Tapi ayat ini menunjukkan mukjizat Nabi Musa yang

menyadarkan para penyihir dan akhirnya beriman kepada Allah.14

Menurut Quraish ayat ini mengandung pesan bahwa kebatilan tidak jarang

mengelabui mata manusia, seolah-oleh dapat mengalahkan yang haq, tetapi hal ini

hanyalah sementara saja, jika dihadapkan dengan kebenaran kebhatilan akan

kalah, seperti apa yang terkandung dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi

Mûsâ as melemparkan tongkat yang ada di tangan kanannya, niscaya-firman

Allah: “tongkat itu akan menelan apa yang mereka buat dengan sangat teliti dan

tekun.” Kata menunjukkan arti melakukan sesuatu dengan tekun dan teliti

atas dasar keahlian. Meskipun mereka berusaha seperti itu, mereka pasti kalah,

14 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 8, h.505.

42

gagal, dan merugi karena-penutup ayat ini menyatakan-seorang penyihir pun tidak

akan menang dari mana saja dia datang atau berada.15

5. Al-Syuʻarâ’ [26] 89.

kecuali orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang

bersih.

Sayyid Quṯb mengamati ayat ini adalah tentang hakikat hari akhir, serta

tentang prinsip nilai karena tidak ada nilai pada hari hisab selain nilai keikhlasan

hati yang sepenuhnya untuk Allah, kebersihan dari penyakit hati, inilah nilai yang

dapat memperberat timbangan pada hari hisab, menurutnya juga tentang ayat ini,

melukiskan hari yang ditakuti Ibrâhîm, yaitu sebuah pemandangan kengerian hari

kiamat, seakan-akan nyata di depan mata saat Nabi Ibrâhîm berdo‟a khusyuk.16

Menurut Hamka manusia banyak permohonan untuk mempersiapkan diri

menjalankan tugas. Mengharap ampunan Allah atas kesahan supaya jiwanya

bersih. Ayat ini berkaitan dengan permohonan Nabi Ibrâhîm agar ayahnya juga

mendapatkan ampunan, Nabi Ibrâhîm tidak tidak tega jika ayahnya mendapatkan

siksa dineraka karena kesesatannya. Semua permohonan Nabi Ibrâhîm dikabulkan

kecuali permohonan yang satu ini, karena dosa syirik. Ayat ini juga menegaskan

pada masa yang akan datang manusia akan dipanggil pulang ke hariban Allah.17

Senada dengan penafsiran Quṯb. Quraish menafsirkan ayat ini sebagai

penggambaran berita tentang hari kebangkitan yang disinggung oleh ayat

15 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an,jilid 8,

h.397.

16 Sayyid Quṯb, Fî Ḏhilal al-Qur‟an. Terj: M. Misbah dan Aunur Rafiq, (Jakarta:

Rabbani Press, 2009) Jilid 9, h. 184.

17 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas,1982).

Jilid, 19, h. 103-104.

43

sebelumnya tentang Nabi Ibrâhîm as, dalam ayat sebelumnya menginformasikan

bahwa semua sebab dan faktor yang bisa diandalkan dalam kehidupan ini, berupa

harta, tahta, dan keahlian sekalipun pada hari kebangkitan itu, baik tidak memiliki

harta ataupum memiliki harta sebanyak apapun yang dijadikan tebusan, demikian

juga anak-anak kandung, kesemuanya tidak akan berguna, kecuali biqalbin salîm

orang-orang yang menghadap Allah, dengan hati yang suci, selamat, yakni bersih

dari kemusyrikan, sikap pamrih dan kedurhakaan. 18

6. Al-Dzâriyât [51]: 52

Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-

orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: Dia

adalah seorang tukang sihir atau seorang gila.

Hamka menafsirkan ayat ini berbicara tentang Rasulullah saw. yang

dituduh sebagai tukang sihir bahkan dituduh sebagai orang gila. menurutnya pada

zaman nabi-nabi sebelum Rasulullah pun mereka menuduh nabi-Nya sebagai

orang gila atau tukang sihir, bahkan pada zaman modern setelah 14 abad sesudah

Rasulullah wafat, orang-orang yang berdakwah sesuai dengan syari‟at Islam

terkadang masih saja dituduh sebagai orang gila atau tukang sihir. Hal ini

menandakan setiap zaman terdapat tuduhan yang sama kepada yang mengajak ke

jalan kebenaran.19

Sama halnya dengan penafsiran Hamka, Quraish Shihab juga

mengemukakan bahwa ayat ini berbicara mengenai sikap stereotype ada pada

setiap umat sejak dahulu hingga kini, mereka akan menentang kebenaran yang

18 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, jilid

.80-81.

19 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar. Jilid 27, h. 34-35.

44

disampaikan nabi yang diutus oleh Allah, mereka akan menfitnah dan menuduh

dengan tuduhan palsu. Demikian juga ucapan dan sikap musuh Rasulullah saw,

mereka jauh dari kebenaran, sikap yang membangkang, sifat kaum kafir ini sama

ketika Allah mengutus rasul sebelum Muhammad, mereka (kaum kafir) akan

menuduh setiap siapa saja yang menyatakan sebagai rasul sebagai seorang

penyihir atau dituduh sebagi orang gila. Maka dari itu, Allah menyuruh agar Nabi

Muhammad berpaling dan tidak menghiraukan ucapan dan sikap mereka. Dan

tetap melanjutkan dakwah karena akan bermanfaat bagi orang mukmin untuk

menambah keyakinan mereka.20

7. Al-Insân[76]: 1

Bukan kah telah datang atas manusia satu waktu dari masa sedang

dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?

Sayyid Quṯb menjelaskan bahwa awal surah ini adalah sebuah pertanyaan

(istifham) bertujuan untuk penetapan (taqrir) dan terdapat isyarat dalam nash ini

yang lembut dan mendalam di balik tanda tanda tanya yaitu dapat membangkitkan

jiwa untuk merenung, akhir dari perenungan akan mendapatkan tujuan, sasaran

dan takdir dalam penciptaan. 21

Kata insân terambil dari akar kata nasiya-yansâ yang artinya lupa, atau

dari kata anisa-ya`nasu yang artinya lembut atau tenang. Keduanya merupakan

sifat atau ciri-ciri manusia, sifat lupa yaitu lupa pada sesuatu yang telah dilakukan.

Pada ayat ini menegaskan tentang proses kejadian manusia yang asalnya tidak 20

M.Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, jilid 13,

h. 354.

21 Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani

Press, 2004) jilid 29 h.593.

45

ada, tidak dikenal dan tidak disebut sebelumnya, hal ini mengisyaratkan bahwa

manusia mestinya tidak bersikap sombong dan angkuh, karena ia merupakan

sesuatu yang tiada sebelumnya dan nantinya akan menjadi tiada lagi karena

kematian.22

Tidak jauh berbeda dengan penafisran Sayyid Quṯb, Hamka menafsirkan

ayat ini juga sebagai penyadaran hakikat manusia, seperti waktu tiba-tiba

munculnya manusia, dari mana manusia berasal. Dan pada hakikat sejatinya

hanya Allah yang tahu, apabila direnungkan pertanyaan pada ayat ini,

mengingatkan manusia tentang kehadirannya di bumi ini sekaligus menjelaskan

tujuan penciptaanya. Allah berfirman, sungguh telah datang atas manusia satu

waktu dari masa, yakni sebelum dia diciptakan, sedangkan dia (manusia) ketika

itu dalam ketiadaan, jangankan wujudnya, namanya pun belum ada, kemudian

Allah swt menciptakannya, maksud ayat ini adalah manusia di ciptakan Allah jauh

sesudah terciptanya alam raya, karena itu ada masa dimana manusia saat itu belum

terwujud.23

Lafadz ا غد maknanya adalah esok hari, بكرة besok, واغدوة waktu pagi انغداة

pagi hari, انمجيء .yang akan datang kelak انغدوة :24

Dalam al-Qur‟an lafadz ini

hanya ada satu saja dan terdapat dalam Qs: al-Qomar[54]:26.25

1. Qs. Al-Qomar[54]:26

Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya amat

pendusta lagi sombong.

22 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 2008, jilid 10,h. 469.

23

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, jilid 29, h.263.

24 A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, h.998.

25

Muhammad Fû‟âd Abdul Bâqî, Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm, h.

630.

46

Ibn Katsîr berpendapat mengenai ayat ini, bahwa Allah menjawab mereka

melalui firman-Nya: Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya

amat pendusta lagi sombong. (al-Qamar: 26) Ini mengandung ancaman yang

keras dan pasti ditujukan kepada mereka. Kemudian Allah subhanahu wa ta‟ala

berfirman: Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan

bagi mereka.26

Berbeda dengan Ibn Katsîr, Hamka menjelaskan pada ayat ini. bahwa

Rasulullah menyerukan kebenaran dari Allah, namun tetap saja beliau dituduh

sebagai pembohong yang sombong. Mereka menuduh demikian Karena ingin

menutup hati orang agar tidak percaya kepada rasul, akan tetapi di dalam ayat ini

juga menegaskan bahwa mereka akan mengetahui siapa yang sombong, dan siapa

yang berbohong, Hamka menjelaskan, setelah Rasulullah sampai di Madinah,

beliau berpidato dan salah seorang pemuka Yahudi (Abdullah bin Salam)

mendengarkan pidato Rasul dan ia berkata bahwa Rasulullah tidak ada tanda-

tanda kebohongan dan kesombongan dalam sikap dan turur katanya. Ia

mengatakan bahwa beliau (Rasulullah saw) dapat dipercaya.27

Lafadz مستقبم : dalam kamus al-Munawwir diartikan yang akan datang,

28تق بال:مصدراالس . Penulis mencari lafadz dalam Mu‟jam al-Mukhfaroz li-

Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm, dalam kitab tersebut terdapat tiga surah yang

mengandung lafal ini, namun hanya satu surah saja yang redaksi ayatnya sama

persis menggunakan kata مستقبم. Yaitu dalam Qs. al-Ahqâf [46]: 24. Dua ayat

lainnya menggunakan kata dalam al-Qur‟an lafadz ini terdapat dalam surah

26 Abu Ismâ‟il bin ʻUmar Ibn Katsîr, Tafsir al-Qur‟an al-Adzim, (Beirut:Dar al-Kitab

„Alamiyah, 1419H.) juz 7, h. 447.

27 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Jilid 27, h. 160-161.

28

A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, h.1089.

47

Qs. al-Baqoroh [2]: 144, dan Qs Yûnus[10]:87.29

Berikut penafsiran tentang

ayat-ayatnya.

1. Al-Baqoroh [2]: 144.

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,

Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu

sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja

kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya

orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan

Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu

adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari

apa yang mereka kerjakan.

Menurut Sayyid Quṯb tersirat perintah agar kaum muslimin berlomba-

lomba melakukan kebajikan, tanpa disibukkan oleh urusan lain, maksudnya

adalah menghiraukan finah atau penyebaran kabar bohong yang dilontarkan oleh

Ahli Kitab. Dengan mengaibakan mereka, dan fokus dengan berbagai kebaikan,

maka segala macam intrik yang mereka lakukan akan selesai dengan sendirinya.30

menguatkan sikap Rasulullah dalam berkiblat ke Ka‟bah. yang pada mulanya

menjadi perdebatan masalah pengalihan kiblat. Setiap agama mempunyai kiblat

masing-masing, seperti Yahudi, Nasrani, dan Islam pun mempunyai kiblat sendiri,

akan tetapi esensi dari ayat ini adalah keikhalasan ibadah kepada Allah,

29 Muhammad Fû‟âd Abdul Bâqî, Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm,

h.672.

30 Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani

Press, 2004)jilid,1, h. 390.

48

menghadap kiblat adalah sarana untuk menyatukan umat, akan tetapi yang

terpenting adalah berlomba-lomba dalam kebaikan.31

Menurut Hamka, tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri,

dan setiap pemeluk agama mempunyai arah dan tujuan sendiri. Namun orang

yang beriman tujuannya adalah mendapatkan ridha Allah. Dalam agama tidak ada

pakasaan, dan berlomba-lomba berbuat kebaikan. Maksud ayat ini adalah dengan

tuntunan wahyu Illahi., menyerukan untuk hidup damai dalam masyarakat yang

memiliki bermacam-macam agama.32

Dalam tafsir ringkas al-Lubab, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa

ayat ini mempersilahkan siapa pun memilih kiblatnya, lalu hendaknya semua

pihak berkompetisi dalam kebajikan dan pada akhirnya masing-masing

mempertangungjawabkan pilihannya kepada Allah swt. Penegasaan tersebut

dilanjutkan dengan menggulangi perintah kepada Rasulullah saw, untuk

mengarahkan wajah ke arah Ka‟bah ketika sholat, perintah itu dipertegas oleh ayat

149. Selain itu terdapat pesan yang dapat diambiil dari ayat ini adalah meskipun

arah yang dituju berbeda-beda antara umat satu dan umat yang lain, tidak perlu

menjadi fokus perhatian dan pertengkaran. Umat Islam hendaknya berlomba-

lomba dan berkompetisi dalam kebajikan antarsesama kaum muslim dan antar

mereka dengan kelompok-kelompok non-muslim.33

31 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) 1, h. 292.

32 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Jilid 2, h.14.

33

M.Quraish Shihab, Al Lubab Makna, Tujuan dan Pelajaram dari surah-surah al-

Qur‟an.(Ciputat:Lentera Hati, 2012), jilid 1, h. 48-49.

49

2. Yûnus[10]:87

Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: Ambillah olehmu

berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu

dan Jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah

olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.

Inti dari Ayat ini adalah Allah menyuruh Nabi Mûsâ dan Nabi Hârûn

untuk memperkuatkan umat yang jumlahnya masih sedikit dan memperteguh jiwa

yang lemah. Dengan cara membangun rumahtangga, dan tempat tinggal untuk

menetap, alasannya karena pada umumnya bani Isra‟il tidak mempunyai tempat

tinggal yang tentram dan hidup terpencar-pencar. Maka Allah menyuruh

mendirikan rumah agar bisa berkumpul karena hal ini dapat mempermudah

menerima bimbingan dan pimpinan dari Rasul. Secara tidak langsung pesan dari

ayat ini adalah Allah menganjurkan berorganisasi untuk berjuang melawan musuh

yang bathil, dan hal ini tidak dapat diselesaikan secara pribadi.34

Sehubungan dengan makna rumah, menurut Sayyid Quṯb tujuan Allah

menyuruh mendirikan rumah adalah sebagai tempat untuk mengatur strategi untuk

meninggalkan Mesir pada waktu yang tepat. Kemudian Allah juga mewajibkan

mereka membersihkan rumah dan jiwa mereka, kemudian opitimis terhadap

pertolongan Allah.35

Allah menyebutkan penyebab yang menyelamatkan kaum Bani Israil dari

Fir'aun dan kaumnya, serta bagaimana mereka lolos dari Fir'aun dan kaumnya.

Pada mulanya Allah memerintahkan Mûsâ dan Hârûn untuk mengambil rumah-

34 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Jilid 11, h. 302.

35

Sayyid Quṯb, Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani

Press, 2004), jilid,11, h.753.

50

rumah di Mesir sebagai tempat tinggal buat kaumnya. ada juga yang berpendapat

Allah memerintahkan untuk mendirikan masjid untuk menghindar dari kejahatan

fir‟aun.36

3. Al-Ahqâf [46]: 24

Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke

lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan

menurunkan hujan kepada kami". (Bukan!) bahkan Itulah azab yang kamu

minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab

yang pedih.

maknanya bergerak menuju ke lembah-lembah mereka

(kaum musyrikin). Pendapat al-Zuhailî ayat ini merupakan permulaan datangnya

adzab. Berupa awan yang bergerak menuju lembah-lembah, mereka mengira

awan itu membawa hujan maka mereka bergembira karena hujan lama tidak turun

sedangkan mereka sangat membutuhkan hujan. Namun, ternyata awan itu

merupakan adzab yang mereka minta datangnya.37

Terdapat peringatan yang terkandung dalam ayat ini, Allah membuktikan

kebenaran ancaman-Nya, Allah hendak membinasakan kaum „Ad, kaum Nabi

Hud as. Mereka melihat siksa yang diancamkan berupa awan yang terbentang di

ufuk menuju tempat-tempat kediaman mereka, ketika itu mereka berkata,

sebagaiamana kebiasaan yang mereka alami jika melihat awan, mengatakan

bahwa: „ini adalah awan yang akan menurunkan hujan yang membawa rezeki

kepada kami, karena mereka menantikan turunnya hujan, Quraish mengatakan

boleh jadi karena sebelumnya telah terjadi kemarau yang panjang. Dalam surat Qs

36

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an

(Jakarta: Lentera Hati,2012) cet 4, jilid 5, h. 498-491.

37 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 13, h.316.

51

Hûd[11]:52. Dijelaskan bahwa Nabi Hûd mengajak kaumnya untuk bertaubat,

agar Allah menurunkan hujan buat mereka. Namun dalam ayat ini menjelaskan

siksa yang mereka minta, Nabi Hûd as, menjawab “bukan!, bahkan itulah siksa

yang kamu minta supaya disegerakan datangnya, ia adalah angin yang

mengandung siksa yang pedih.38

Setalah mengetahui beberapa penafsiran ayat yang terindikasi kata masa

depan Sekarang akan diseleksi dari beberapa sinonim kata diatas untuk

mendapatkan kata yang paling yang paling mendekati atau sesuai dengan

informasi masa depan “pemberitahuan yang akan datang” ulasan tentang sinomin

kata masa depan sebagai berikut:

Pertama kata (atâ) artinya datang atau tiba, kata ini berbentuk kata

kerja masa lampau. Berdasarkan ayat-ayat yang telah ditafsirkan oleh beberapa

muffasir diatas, penafsiran-penafsirannya mereka menerangkan bahwa: Pada Qs

an-Nahl[16]: ayat 1. Telah pasti datangnya ketetapan Allah. Beberapa

pandangan muffasir tentang ayat ini mengarah pada adzab yang pasti datang. Dan

Pada Qs. an-Nahl[16]: ayat 26 yang berbunyi Maka Allah

menghancurkan rumah-rumah mereka. Maksudnya adalah orang-orang musyrik

itu akan mengalami penderitaan.

Sedangkan kata digunakan pada surat Al-Syuʻarâ‟[26] 89. bermakna

menghadap .“kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang

bersih” ayat ini, melukiskan hari yang ditakuti Ibrâhîm, yaitu sebuah

pemandangan kengerian hari kiamat, seakan-akan nyata di depan mata saat Nabi

Ibrâhîm.

Selanjutnya pada surat Al-Dzâriyât [51]: 52. Inti dari ayat ini adalah Allah

telah mendatangkan nabi-nabi sebelum zaman Nabi Muhammad dan pada setiap

38 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an

(Jakarta: Lentera Hati,2012) Jilid 13, h.101.

52

zaman seorang nabi yang diutus Allah, mereka diuji dengan umatnya yang

membangkang dan menuduh nabi-Nya sebagai orang gila atau tukang sihir.

Kata (atâ) yang terdapat pada Qs. Ṯâhâ [20]: 60. Maka Fir'aun

meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian Dia datang,

datang disini maksudnya adalah pengikut-pengikut nya datang ketempat yang

ditentukan itu (untuk beradu ilmu sihir). Sama halnya dengan Qs.Ṯâhâ [20]: 69

dari mana saja ia datang. Disini menyatakan bahwa seorang penyihir

pun tidak akan menang dari mana saja dia datang atau berada.

Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, penulis menyimpulkan

agaknya kata âtâ dalam al-Qur‟an digunakan untuk menjelaskan suatu hal yang

mengandung atau menunjukkan makna yang berkonotasi negatif, karena dalam

ayat-ayat yang terdeteksi kata âtâ menerangkan suatu hal yang tidak baik dan

hampir sebagian besar kata ini digunakan dalam al-Qur‟an untuk menerangkan

datangnya adzab, dan kata datang disini dimaksudkan untuk menantang lawan

yang menunukkan kelemahannya.

Kedua, kata , dalam surat Al-Ahqâf [46]: 24

dimaknai dengan bergerak menuju ke lembah-lembah mereka (kaum musyrikin).

Menurut keterangan dari beberapa penafsir diatas, maksud dari ayat ini

merupakan permulaan datangnya adzab.

Pada Yûnus[10]:87 dan surah al-Baqoroh[2]: 148. dimaknai dengan arah

kiblat untuk sholat. Sebagaimana dalam surah al-Baqarah ( ).

Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan

menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke

Baitullah. ( ) penggalan ayat pada surat Yûnus

ayat 87 ini, bermakna “Jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan

53

dirikanlah olehmu sembahyang” maksud dari kata ini adalah menjadikan rumah-

rumah sebagai tempat sholat.

Kata ini adalah sinominitas dari lafal masa depan yang maknanya

pun tidak persis sama dengan apa yang dimaksud oleh al-Qur‟an, hal ini dapat

diketahui setelah mengkaji maksud dari keterangan-keterangan kata ini, dapat

disimpulkan bahwa dalam al-Qur‟an penggunaan kata tidak digunakan

sebagai informasi suatu peristiwa yang akan datang, karena kata ini menerangkan

adzab yang mereka minta kedatangannya.

Ketiga, Lafadz غدا yang maknanya adalah hari esok, hari yang akan

datang. Kata ini dalam surat al-Qomar ayat 26, terdapat redaksi kalimat

(Kelak mereka akan mengetahui). dan ayat ini dirasa penulis paling tepat

dan sesuai dengan informasi “pemberitahuan yang akan datang” dengan ini

penulis gunakan sebagai dasar untuk penelitian dalam menafsirkan ayat-ayat

pemberitahuan masa depan yang akan dikaji dalam bab selanjutnya. Alasan

penulis menggunakan ayat tersebut adalah karena di dalamnya terdapat redaksi

kalimat „kelak mereka akan mengetahui‟ yang kemudian dapat dikembangkan

dengan mengetahui keajadian peristiwa-peristiwa yang telah diinformasikan oleh

Allah dalam kitab suci al-Qur‟an.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, penulis akan mencantumkan

pokok pembahasan yang akan di kaji, proses seleksi ayat al-Qur‟an untuk

dijadikan penelitian difokuskan kepada beberapa ayat terindikasai memberikan

informasi ramalan tentang masa depan. Adapun yang akan dikaji adalah ayat

yang menjelaskan makhluk akan datang menjelang hari akhir, dan tiga ayat yang

memberitakan suatu kejadian yang akan terjadi namun hal ini sudah terlaksana

peristiwanya.

C. Ayat-ayat yang Terindikasi sebagai Mukjizat Pemberitaan Gaib Masa

Depan.

54

1. Berita Kemanangan Romawi dalam Qs. ar-Rûm[30] 1-7.

1. Alif laam Miim 2. telah dikalahkan bangsa Rumawi 3. di negeri yang

terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang 4. dalam

beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka

menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah

orang-orang yang beriman, 5. karena pertolongan Allah. Dia menolong

siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. 6.

(sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi

janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 7. mereka hanya

mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka

tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.

2. Prediksi Kemenangan dalam Perang Badar Qs. al-Anfâl [8] 65-67.

Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang.

jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan

dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang

yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu

55

dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak

mengerti. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah

mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu

seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua

ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar),

niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin

Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar. tidak patut, bagi seorang

Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di

muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah

menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana.

3. Bukti Kebenaran Mimpi Rasulullah saw dalam Qs al Fath[48]:27.

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang

kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya

kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan

aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu

tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui

dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.

4. Prediksi keluarnya binatang melata yang terkandung dalam

Surat an-Naml[27] 82.

Dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis

binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa

Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.

5. Berita munculnya Ya’jûj dan Ma’jûj dalam surat al-Anbiyâ

[21]96.

56

Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka

turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.

57

BAB IV

ANALISIS PEMAHAMAN AYAT YANG TERINDIKASI MUKJIZAT

GAIB PEMBERIRAHUAN MASA DEPAN

Al-Qur‟an mengabarkan tentang peristiwa pada masa yang akan datang

(al-Gaibî). Penggungkapan adanya berita-berita gaib dalam al-Qur‟an menjadi

bukti bahwa al-Qur‟an merupakan firman Allah dan bukan buatan manusia atau

Nabi Muhammad SAW sekalipun, seperti apa yang dituduhkan oleh orang-orang

orientalis. berikut ini akan disuguhkan perihal beberapa informasi gaib dalam al-

Qur‟an.

A. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Telah Terbukti)

1. Berita Kemanangan Romawi dalam Qs. ar-Rûm[30] 1-7.

1. Alif laam Miim 2. telah dikalahkan bangsa Rumawi 3. di negeri yang

terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang 4. dalam

beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka

menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah

orang-orang yang beriman, 5. karena pertolongan Allah. Dia menolong

siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. 6.

(sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi

janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 7. mereka hanya

mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka

tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.

58

Al-Ṯabbarî1 dalam kitab tafsirnya Jâmiʻ al-Bayân al Ta‟wil Ayi al-Qur‟an

2

ia menukil dari pendapat dan riwayat Ibnu Abbâs, dalam menafsirkan surat ar-

Rûm ayat 1-3. Maksud dari ayat ini adalah peristiwa peperangan antara Persia

dengan Romawi. Peperangan ini awalnya Persia mengalahkan Romawi, namun

setelah itu Romawi berhasil mengalahkan Persia. Ketika peristiwa itu Rasulullah

bertemu dengan orang-orang Musyrik Arab saat pasukan Romawi dan Persia

bertemu.3 Ayat ini melukiskan bahwasanya orang-orang mukmin bergembira

karena pertolongan Allah kepada mereka atas kemenangan melawan orang-orang

kafir Quraisy dan kemenangan Ahli kitab (Romawi) atas musyrik asing (Persia).4

1 Nama lengkapnya adalah Abû Jaʻfar Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin

Ghâlîb al-Thabarî. Ia dilahirakan di Amol nama daerah di Ṯabaristan, pada tahun 224H/839. Lihat:

Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azazy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern,

(Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2011) cet, 1, h. 2. Ibnu Jarîr al-

Ṯabbari bisa dikatakan sebagai syaikhya para ulama tafsir. Terkenal sebagagi orang yang ahli

dalam berbagai disiplin keilmuan seperti fiqih, hadis, sastra, ahli dalam bahasa arab, juga pakar

dalam sejarahdan kisah masa lalu. Ṯabbarî Pada tahun 290 H-291H, kembali ke Ṯabaristan

kemudian ia mengajar di Baghdad sampai meninggal dunia pada hari Ahad bulan Syawal tahun

310H. dan dikebumikan dalam rumahnya sendiri dan tidak di pindahkan hingga sekarang. Lihat

juga: Maniʻ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli

Tafsir. (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2006) h.67-68. 2

Kitab ini menafsirkan juz 30 atau seluruh ayat al-Qur‟an. sumber penafsiranya yaitu

Tafsir bil ma‟tsur untuk memperkuat kebenaran mutlak ilmu yang didasarkan pada sahabat

Rasulullah, para tabi‟in, dan riwayat-riwayat yang didudukung oleh warisan turun temurun dan

doktrin umum (dalil naql yang memadai) di mana keduanya merupakan satu-satunya ciri khas

kebenaran tafsir. Meletakkan consensus (ijma‟) umat dalam tafsir pada tingkatan tertinggi dengan

ini dia menyusun bentuk-bentuk penafsirannya yang dirawayatkan dari kalangan perawi

terpercaya, ayat demi ayat. Dia mensistermatisasikan sebagian satu dengan lainnya menurut

perbedaan isnad yang diriwayatkan olehnya, dari jalur tersebut. Menggunakan metode kritik yang

telah banyak digunakan di dunia Islam sejak masa awal pada silsilah rijal sanaf. Ketika sebuah

riwayat tidak dapat dipercaya, maka dia akan menjelaskannya apa adanya. Mencantumkan tentang

Qira‟at al-Qur‟an dari ber bagai macam modelnya. Lihat: Ignaz Goldziher, Mazhab Tafisr dari

aliran klasik hingga modern,terj: M. Alaika Salamullah, (Yogyakarta: e Elsaq press,2006), cet 3,

h. 112-116. Metode tafsir yang dipakai oleh al-Ṯabbarî adalah metode tahlîlî yaitu menjelaskan

segala aspek yang terkandung di dalamnya seperti kosa kata (susuanan kalimat), munasabah

(korelasi) antar ayat maupun antar surah, menjelaskan asbab-nuzul dan menggutip dalil-dalil dari

Rasulullah, dan menganilisis ayat al-Qur‟an dari berbagai bidang keilmuan. al-Ṯabbarî juga

menjelaskan ayat al-Qur‟an apabila terdapat perbeadaaan periwayat tentang makna dari suatu ayat

kemudaian ia menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu, kemudian melakukan pentarjihan,

memilih yang pailing kuat terhadap pendapat yang ia kutip Lihat juga: Faizah Ali Syibromalisi dan

Jauhar Azazy, Membahas Kitab Tafsir, h. 7-16.

3 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

(Lebanon: Dar al-Fikr, 1988), jilid 21, h. 16-17.

4 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an, h.

17.

59

Tidak jauh berbeda dengan al-Ṯabbarî, Al Qurthubî,5 dalam kitabnya Al-Jami‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,6 menyatakan bahwa kemenangan Romawi merupakan

perwujudan atau pembuktian kebenaran janji Allah swt. Al Qurthubî

menerangkan awal ayat-ayat ini, sangat menarik perhatian kaum Muslim, karena

isi dari ayat-ayat ini adalah penyampaian berita kemenangan Byzantium sekian

tahun setelah kekalahannya itu.7 Dari konteks pembicaraan sebelum dan sesudah

yang dimaksud adalah kemenangan dan kekalahan itu, yang mencakup segala

sesuatunya. dengan demikian, hal ini merupakan hakikat yang ingin disampaikan

kepada seluruh kaum muslimin bahwa semua persoalan di bawah kendali dan

5 Nama aslinya adalah Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Malikî al-

Qurṯubî. Beliau dilahirkan tahun 580H/1184 M. dilingkungan keluarga petani di Cordoba pada

masa kekuasaan Bani Muwahhidûn. Tidak banyak seumber yang menyebutkan secar eksplisit

tentang asal-usul keluarga al-Qurṯubi ini, dalam kitab thabaqât dan tarâjim hanya terdapat

keterangan sangat singkat mengenai biografinya. Lihat : Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar

Azazy, Membahas Kitab Tafsir, h.20. Mengenai sosok beliau ini, Syaikh Ad-Dzahabi mengatakan

“Dia adalah seorang imam yang memiliki ilmu yang luas dan mendalam. Dia memiliki sejumlah

karya yang sangat bermanfaat dan menunjukkan betapa luas pengetahuannya dan sempurna

kepandaiaannya”. Lihat Juga: Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurṯubî, Al-

Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟ân.Kitab ini di terjemah oleh Fathurrahman dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam,

2007 Jilid 1), Muqaddimah.

6 Kitab tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurṯubî, hal ini dapat dipahami karena

tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah nama al-Qurṯubî atau bisa juga karena

dalam halaman sampul kitabnya sendiri tertulis judul, tafsir al-Qurṯubî al-Jâmî‟ li Ahkâm Al-

Qur‟an. Jadi, tidak sepenuhnya salah apabila seseorang menyebut tafsir ini dengan sebutan tafsir

al-Qurṯubî bila yang dimaksud adalah tafsir karya al-Qurṯubî tersebut. Judul lengkap tafsir ini

adalah al-Jâmî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an wa al Mubayyin lima Tadammanah min al-Sunnah wa Ay al-

Furqan yang berarti kitab ini berisi himpunan hukum-hukum al-Quran dan penjelasan terhadap isi

kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat al-Quran. Dalam muqaddimahnya penamaan kitab ini

didahului dengan kalimat Sammaitu….(aku namakan). Dengan demikian dapat dipahami bahwa

judul tafsir ini adalah asli dari pengarangnya sendiri. Lihat al-Qurṯubî, Al-Jâmî‟ li Ahkâm al-

Qur‟ân. Terj: Fathurrahman dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Jilid 1) h. 120. Dalam buku

membahas kitab tafsir kaya faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, menarik kesimpulan bahwa

metode yang diterapkan al-Qurthubī dalam tafsirannya adalah metode Tahlîlî (menjelaskan ayat-

ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan memperhatiakan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an

sebagaimana yang tercantum di dalam mushaf) Al-Qurṯubî menjelasakan dan memetakan

kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan menggunakan corak uraian mendetail

dari beberapa aspeknya seperti dari ilmu gramatika dan sastra Arab, ilmu asbab al-nuzul, dan

memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf, Akan

tetapi apabila ditelusuri lebih dalam, sebenarnya metode tafsirannya semi Mauḏû‟î, hal ini

dikarenakan dalam penafisrannya terhadap ayat-ayat hukum, al-Qurṯubî mengelompokkan ayat

hukum tertentu dalam satu tema. Lihat juga Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azazy, Membahas

Kitab Tafsir, h.26-27.

7 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, terj: Fathurrahman (Jakarta: Pustaka Azzam,2009) Jilid 10, h.14.

60

kekuasaan Allah swt. Ada keterlibatannya melalui hukum-hukum sebab dan

akibat yang ditetapkannya atau dikenal dengan sunatullah dan juga tanpa melalui

hukum-hukum tersebut.8

Wahbah al-Zuhailî9 menfsirkan ayat1-6 dari ar-Rûm, Ayat di bawal surah

ini merupakan salah satu bukti kenabian sebab isinya berkenaan dengan

pemberitaan gaib terhadap suatu kejadian yang yang belum terjadi pada masa

yang akan datang.10

M. Quraish Shihab11

Awal surat al-Rûm ini mengandung dua pemberitaan

gaib. Yakni pertama kemenangan Byzantium atas Persia. Yang kedua

kemenangan kaum muslimin atas kaum musyrikin. menetapkan saat kemenangan

suatu bangsa yang sedang mengalami kekalahan, hampir tidak dapat diduga

apalagi dipastikan sebagaimana bunyi ayat diatas. Penentuan tentang hal itu tidak

dapat dilakukan kecuali oleh Allah swt.12

Allah adalah satu-satunya zat yang

memiliki kekuasaan yang menyeluruh dan pasti terlaksana, menang dan kalah

merupakan bagian dari Iradat dan Kudratnya. 13

8 M.Quraish shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati,2002), vol 11, h. 16.

9 Nama lengkapnya adalah Wahbah Ibnu Syeh Mustafa al-Zuhairi, lahir di Damaskus

Suriah, pada tahun 1932, ayahnya bernama Syekh Musthafa al-Zuhaili. Wahbah al-Zuhaili belajar

di Ibtidaiyah sampai Tsanawiyah di Damaskus, kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Syar‟ah

di Damaskus, lalu balajar di Fakultas Syar‟ah al-Azhar kemudian ia menjadi dosen tahun 1963.

Dia ahli dalama bidang ta fsir, fiqh dan Dirasat Islam. Wahbah Zuhaili merupakan seorang peneliti

dan ulama di Negeri Syam yang banyak melahirkan banyak karya-karya. Lihat: Muhammad al-

Ghazali al-Qur‟an di Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan KItab Suci dalam Konteks Masa Kini,

terj, Masykur Hakim. (Bandung:Penerbit Khazanah, 2008)cet 1,h. 43-44.

10 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 11, h. 44.

11 Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, ia adalah salah satu penafsir

yangh terkenal di Indonesia, Quraish Shihab dilahirkan di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal

16 Februari 1944, meraraih gelar doctor dalam ilmu al-Qur‟an paa tahun 1982 di Universitas Al-

Azhar. Lihat: M. Quraish shihab, Wawasan al-Qur‟an. Bagian pengantar.

12 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan keseraisan al-Qur‟an, vol 11,

h. 9.

13 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid,11. h. 52.

61

Keterangan dalam riwayat hadis tentang hal ini sebagaimana di riwayatkan

oleh Aṯiyah, ia berkata “aku bertanya kepada Abû Saʻîd al-Khuḏri lalu ia

menjawab “kami bersama Rasulullah saw bertemu dengan orang-orang Musyrik

Arab. Sedangkan Romawi bertemu dengan Persia. Allah menolong kami

menghadapi orang-orang musyrik Arab, dan Allah menolong Ahli kitab

mengahadapi orang-orang Majuzsi Persia. Kami bergembira atas pertolongan

Allah kepada kami dalam menghadapi orang-orang musyrik, dan kami juga

bergemembira atas pertolongan Allah kepada Ahli Kitab dalam melawan orang-

orang Majusi. Itulah makna ayat ke 4”.14

Kronologi ayat ini berkenaan dengan Abû Bakar dan ʻUbay bin Khalaf,

berikut keterangan tentang peristiwanya: Abû Bakar menemui orang-orang kafir

seraya berkata “kamu gembira karena saudara-saudaramu menang melawan

saudara-saudara kami? Janganlah kamu merasa senang, karena Allah tidak akan

membuatmu senang. Demi Allah, Ramawi akan mengalahkan Persia. Nabi kami

telah memberitahukan itu kepada kami. ʻUbay bin Khalaf lalu berdiri seraya

berkata, “engkau berdusta, wahai Abu Dudhail” Abu Bakar berkata, “engkau lebih

berdusta, wahai musuh Allah. Aku bertaruh denganmu dengan taruhan sepuluh

ekor unta yang masih muda: sepuluh ekor dariku dan sepuluh ekor darimu. Jika

Romawi mengalahkan Persia, maka aku yang menang, dan jika Persia

mengalahkan Romawi, anak engkau yang menang. Dalam tempo waktu tiga

tahun. Abu Bakar kemudian datang kepada Rasulullah saw untuk

memberitahukan tentang itu, Rasulullah saw bersabda “mengapa engaku

menyebutkan seperti itu, karena makna bid‟un adalah antara tiga hingga sembilan.

14 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h. 17.

62

Tambahanlah taruhan dan perpanjanhlah jangka waktu itu” Abu Bakar lalu pergi

menemui Ubay, maka Ubay berkata, “mungkin engkau menyesal? Abu Bakar

menjawab, “tidak, aku ingin menambah taruhan hingga seratus ekor unta muda,

dan tempo jangka waktu hingga sembilan tahun.” Ubay berkata aku setuju.15

Kemudian terdapat keterangan lain bahwa kemenangan Romawi

disebabkan karena Kisra (Persia) mengadu-domba dua patriot yang bersaudara.

sebagaimana yang di riwayatkan oleh Âṯa‟ al-Khurâsânî:

ʻAṯâ‟ al-Khurâsânî berkata Yahyâ biun Yaʻmur menceritakan kepadaku

menceritakan kepadaku, bahwa kaisar Romawi mengutus seorang laki-laki

bernama Qaṯmah bersama pasukan Romawi. Sedangkan Kisrâ mengutus

Syahrirâz. Keduanya bertemu di Adzri‟at dan Bushra, yaitu kota di Syam yang

paling denganmu. Pasukan Persia bertemu dengan pasukan Romawi, dan

pasukan Persia berhasil mengalahkan pasukan Romawi Orang-orang kafir

Quraisy merasa senang atas kemenangan persia itu, sedangkan kaum muslim

tidak senang dengan kekalahan bangsa Romawi. Allah kemudian mennurunkan

ayat 1-2. Ia kemudian menyebutkan kisah yang sama seperti kisah yang

disebutkan Ikrimah, dengan tambahan “Syahrirâz dan pasukkannya terus

menguasi mereka dan menghancurkan kota-kota mereka hingga sampai ke teluk.

Kisrâ lalu wafat dan berita kematian kisrâ sampai kepada mereka, maka

Syahrirâz dan pasukannya pun kalah, saat itu pasukan Romawi berhasil

mengalahkan dan membunuh mereka” ʻIkrimah berkata dalam kisahnya, “ketika

Persia mengalahkan Romawi, Farẖan duduk sambil minum, ia berkata kepada

pasukannya, „seakan-akan aku duduk si atas singgasana Kisrâ. Berita itu lalu

sampai kepada Kisrâ, maka Kisrâ menulis surat kepada Syahrîrâz, „jika suratku

ini sampai kepadamu, maka kirimkan Farẖan kepadaku‟. Syahrîrâz lalu

membalas surat Kisrâ, „wahai Raja, sesungguhnya engkau tidak akan menemukan

orang seperti Farẖan, ia mampu menumpas musuh, maka janganlah engkau

lakukan itu‟. Kisrâ membalas, „sesungguhnya ada banyak orang persia yang bisa

menggantikannya. Kirimkan segera Farẖan kepadaku, akan tetapi Syahrîrâz tidak

melaksanakan segera Farḥan kepadaku‟, akan tetapi Syahrîrâz tidak

melaksanakan perintah itu, maka Kisrâ murka sehingga ia mebngirim pembawa

surat kepada penduduk Persia, „Aku mencopot jabatan Syahrîrâz darimu, dan

posisinya digantikan oleh Farkhan‟. Kisra lalu menyerahkan kertas kecil kepada

pembawa surat bertuliskan, „jika Farhan melawan raja dan Syahrîrâz

(saudaranya) tunduk kepadanya, berikanlah ini kepadanya, Ketika Syahrîrâz

membaca itu, ia berkata, „ia berkata, „Aku siap melaksanakannya‟. Ia pun segera

turun dari singgasananya, sementara itu, Farẖan sedang duduk, saat surat kisra

diserahkan kepadanya, ia kemudian berkata, „bawalah Syahrîrâz kepadaku‟

15 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h.18.

63

Syahrîrâz lalu berkata, „janganlah engkau lakukan hingga aku menuluis

wasiatku‟ . Farẖan berkata Ya‟ Syahrîrâz lalu meminta alat tulis, dan diberikan

tiga helai kertas kepadanya, ia berkata. „tiga perintah seperti ini telah aku

kembalikan kepada kisra, sementara engkay ingin membunuhku hanya dengan

satu lembar surat? Surat itu lalu dikembalikan kepada Kisrâ. Syahrîrâz lalu

menulis surat kepada kaisar Romawi, aku ada keperluan denganmu, tidak dibawa

pembawa surat, temui aku hanya dengan membawa lima puluh orang Romawi,

dan aku akan menemuimu dengan membawa lima puluh orang persia, Kaisar

Romawi lalu membawa seribu lima ratus pasukan Romawi, dan di jalan ia

pasang mata-mata, karena ia takut Syahrîrâz melakukan tipuan terhadapnya.

Hingga mat-matanya melaporkan bahwa Syahrubraz hanya membawa lima puluh

orang pasukan. Syahrîrâz hanya membawa lima puluh orang pasukan, Syahrîrâz

hanya membawa lima puluh pasukan, Syahrîrâz dan Kaisar Romawi bertemu di

dalam kemah, masing-masing membawa pisau, kemudian mereka berdua

memanggil dua penerjemah, Syahrîrâz berkata yang menghancurkan kota-kotamu

adalah aku dan saudaraku, dengan tipu muslihat dan keberanian kami. Akan

tetapi Kisra menghianati kami, ia ingin agar aku membunuh saudaraku, akan

tetapi aku tidak mau melaksanakan itu. Kemudian kisrâ memerintahkan

saudaraku untuk membunuhku, sekarang kami berdua telah melepaskan diri dari

kisra. Kami akan berperang melawan Kisra bersamamu. Kaisar Romawi lalu

berkata „sungguh apa yang kamu lakukan itu benar‟. Masing-masing mereka lalu

memberikan isyarat bahwa rahasia ini hanya antara mereka berdua karena jika

lebih dari dua, maka rahasia akan tersebar, mereka berdua kemudian membunuh

dua penerjemah itu dengan pisau masing-masing. Allah membinaskan kisrâ.16

Berita ini sampai kepada Rasulullah saw pada peristiwa perjanjian

Hudaibiyah, maka kaum muslim yang sedang bersama Rasulullah saw merasa

gembira dan bahagia.17

Kegembiraan dan kebahagiaan kaum muslimin saat

terjadinya kemenangan Romawi atas Persia, disebabkan bangsa Romawi secara

umum adalah ahli kitab sehingga mereka lebih dekat kepada orang-orang mukmin

dibanding kaum Majusi. Hal ini dinyatakan dalam ayat al-Qur‟an.18

16 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h.18-19.

17 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h. 19.

18 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 52-

53.

64

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras

permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang

Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling

dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang

yang berkata: "Sesungguhnya Kami ini orang Nasrani". yang demikian itu

disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat

pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena Sesungguhnya mereka tidak

menymbongkan diri.

M. Quraish Shihab menyatakan “ayat ini menginformasikan tentang

kemenangan setelah kekalahan itu, seakan-akan ayat ini memberi pernyataan

kepada kaum musyrikin janganlah bergembira dengan kemenangan Persia dan

jangan juga mengejek nabi dan kaum muslimin karena itu hanya kemenangan

sementara sebentar lagi Persia akan dikalahkan, Ayat ini tidak bermaksud

memberikan informasi tentang kekalahan Romawi karena telah diketahui oleh

semua pihak.”19

Selanjutnya al-Ṯabbarî menafisirkan tentang ف أدن األرض di negeri yang

terdekat, Ibnu ʻAbbâs menafsirkan ayat ini maksudnya adalah di ujung negeri

Syam. أدن makna lafdz tersebut adalah lebih dekat, dari wazan افعل dari lafdz الذى

yang artinya dekat.20

Wahbah al-Zuhailî menjelaskan lebih lanjut maksud dari ayat ini, saat itu

tentara Persia berhasil mengalahkan tentara Romawi di daerah kekuasaan Romawi

yang paling dekat dengan dekat ke negeri Arab yaitu di pinggir negeri Syam,

antara Yordania dan Palestina, menurut pendapat Muqatil atau menurut pendapat

19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol. 11,

h.11.

20 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h. 19.

65

Mujahid di daerah al-Jazira. Pendapat terakhir adalah yang lebih tepat. Pasukan

Romawi selanjutnya akan mengalahkan pasukan persia dalam jangka waktu

beberapa tahun ke depan. (antara tiga hingga sepuluh tahun) Dari tanggal

terjadinya perang pertama, demikian hari-hari kami pergilirkan diantara

manusia.21

Wahbah menjelaskan ayat-ayat awal pada surat ini turun saat Raja Persia

bernama Sabur menaklukan negeri Syam dan negeri-negeri yang berada di bawah

kekuasaannya, yaitu al-Jazirah dan daerah-daerah di ujung kearajaan Romawi,

akibatnya Heraklius, kaisar Romawi, menjadi terdesak. Tentara Persia bahkan

sampai ke Konstantinopel yang selanjutnya dikepung dalam waktu yang cukup

lama, akan tetapi, akhirnya Heraklius berhasil merebut kembali kerajaannya. Hal

itu terjadi pada tahun 627 M, yaitu setelah beberapa tahun dari turunnya surah al-

Rūm(622 M) yang pada saat itu Heraklius berhasil menorehkan kemenangan

mutlak bagi Romawi atas Persia. Kejadian ini berlangsung di daerah Nainawa, di

pinggiran Sungai Tirgis. Kekalahan itu menyebabkan Persia mengakhiri

pengepungannya terhadap Konstatinopel dan tidak lama kemudian Kisra Abrawes

pun menemui ajalnya pada tahun 628 M di tangan anaknya bernama Syirweih.

Romawi dan Persia menang menguasai dunia pada saat itu. Persia berkuasa di

timur, sedangkan Romawi di barat. Keduanya seringkali berebut kekuasaan atas

negeri Syam dan lainnya. Seluruh urusan, (lillahi amru) baik sebelum maupun

sesudahnya. Dengan demikian, kemenangan satu kerajaan dari yang lain terjadi

21

Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 51.

66

atas ketetapan dan kehendak Allah, Dialah yang memutuskan hal-hal yang terjadi

di kalangan mahluknya, sesuai kehendaknya.22

Oleh karena itu, kemenangan tidak selalu berdasarkan kekuatan materil dan

kekuatan sendiri, tetapi kekuatan hanyalah salah satu sarana meraih kemenangan.

Sementara pada akhirnya yang menjadi penentu adalah kehendak Allah swt dan

takdirnya. Ada kalanya seseorang yang lemah mengalahkan yang kuat atau yang

sedikit mengalahkan yang banyak. Allah menolong siapa yang dikendaki-Nya

dari musuh-musuhnya. dia maha berkehendak, Maha kuat yang tidak terkalahkan

yang Maha Membalas perbuatan musuh-musuhnya, dengan bantuan kekuatan dan

kekuasaan Nya yang Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin

sehingga ia tidak membiarkan yang kuat menguasai yang lemah, sebagaimana dia

tidak menyegerakan balasan terhadap dosa-dosa, seperti yang disebutkan dalam

firmannya:23

Dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya,

niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk

yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka,

sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka

Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.

Ayat ke 6 وعد اهلل اليلف اهلل وعده ولكن أكث ر الناس الي علمون Allah telah berjanji

bahwa Persia akan dikalahkan setelah sebelumnya Persia mengalahkan Romawi.

Lafadz وعد اهلل dibaca Manshub karena Mashdar dalam ayat, ن ب عد غلبهم وىم م dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. “ seakan-akan Allah سي غلبون

berfirman “Allah menjanjikan itu kepada orang-orang muknin sebagai sebuah

janji” Firmannya اليلف اهلل وعده “Allah tidak akan menyalahi janji-Nya”

maksudnya adalah Allah memenuhi janji-Nya kepada orang-orang mukmin,

22

Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 51-

52.

23 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h. 22.

67

bangsa Romawi akan mengalahkan Persia. س الي علمون ولكن أكث ر النا maksudnya

adalah akan tetapi sebagian besar orang Quraisy mendustkan bahwa Allah akan

menunaikan janji-Nya kepada orang-orang mukmin bahwa Romawi pasti akan

mengalahkan Persia, mereka tidak mengetahui bahwa janji Allah pasti terlaksana,

karena tidak ada ingkar janji dalam janji Allah. Orang yang mendustkan hakikat

berita dari Allah, bahwa Romawi pasti mengalahkan Persia, hanya mengetahui

kehidupan dunia dari lahirnya, juga tentang pengaturan kehidupan mereka, apa

yang baik bagi mereka, begitu juga tentang perkara akhirat mereka, mereka tidak

akan selamat dari hukuman Allah sebab, mereka termasuk orang-orang yang

lalai, tidak mau memikirkan semua itu.24

Maksud dari mereka hanya mengetahui kehidupan di dunia, Wahbah

menerangkan, mayoritas manusia terlebih lagi orang kafir, menguasai dengan

baik hal yang berkaitan dengan urusan duniawi memililki ilmu yang ẕahir tentang

dunia dan ilmu-ilmu materi seperti pengaturan hidup (perdagangan dan lain-

lainnya) akan tetapi mereka kebanyakan lalai akan akhirat karena menyepelekan

masalah agama, seakan-akan mereka orang yang tidak berpikir dan merenung,

tidak melihat ke masa depan dan nasib yang akan menunggu mereka, yaitu berupa

kenikmatan yang kekal.25

Imam Wahidi berpendapat, untuk mengetahui tafsir suatu ayat al-Qur‟an

tidak mungkin bisa tanpa mengetahui latar belakang peristiwa dan kejadian di

turunkannya. Keterangan tentang peristiwa ditutnunya ayat merupakan jalan yang

kuat dalan memahami arti dan makna al-Qur‟an.26

Maka dari itu, penulis

berinisiatif mencantumkan Asbab al-Nuzul ayat ini dari buku yang memuat sebab-

24 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

h. 22. 25

Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 53-

54.

26 A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an Surat al-Baqarah-Al-

Nâs, (Jakarta:PT Grafindo Persada,2002) cet 1 h. vii (kata pengantar)

68

sebab turunnya ayat, dan sebab turunnya ayat ini Para ahli tafsir berkata bahwa

Kaisar Persi mengirim pasukan pada bangsa Romawi (Timur yang berpusat di

Konstantinopel). Kedua bangsa itu berperang dan kali ini kemenangan ada di

pihak Persi, sedangkan Romawi mengalami kekalahan. Tersiarnya berita

kekalahan pasukan Romawi ini, membuat Nabi dan para sahabat gelisah dan

berduka cita. Sementara kaum musyrik Mekkah bergembira atas kemenangan

Persia. Mereka mengatakan kepada kaum muslim bahwa sahabat kami (Persi)

telah mengalahkan Romawi yang merupakan sahabatmu. Oleh sebab itu, jika

kamu sampai memerangi kami, maka kami akan membantai dan mengalahkanmu.

Lalu Allah menurunkan ayat: “Alif Lâm Mîm..... hingga ayat ke-5.” Telah

dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan dan mereka sesudah

dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bahi Allah-lah urusan

sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa

Romawi) itu, bergembiralah orang-orang beriman, karena pertolongan Allah. Dia

menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi

Maha Penyayang. Ismâ‟îl bin Ibrâhîm al-Wa‟iz memberitahu kami, ia berkata,

Muhammad bin Ahmad bin Hamîd al-Aṯar memberitahu kami, ia berkata, Ahmad

bin al-Husain bin „Abd al-Jabbâr memberitahu kepada kami, ia berkata, al-Hârîṡt

bin Syuraih memberitahu kami, ia berkata, al-Mu‟tamir bin Sulaimân

memberitahu kami, dari ayahnya, dari al-A‟masy, dari Aṯiyah al-Aufi, dari Abî

Sa‟id al-Khuẕrî, ia berkata, bahwa pada Perang Badar, bangsa Romawi dapat

mengalahkan Persi. Maka orang-orang mukmin merasa bangga dan bergembira

atas kemenangan bangsa Romawi itu. Lalu turunlah ayat, “Alif Lâm Mîm.....

hingga ayat ke-5.” Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan

69

mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi

Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari

(kemenangan Bangsa Romawi) itu bergmbiralah orang-orang yang beriman,

karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah

Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang”.27

Penulis berkesimpulan dalam penafsiran-penafsiran para mufasir diatas,

bahwasanya dalam penafsiran ayat ini, mengenai apa yang hendak disampaikan

bahwasanya al-Qur‟an adalah kalam Allah, hanya Dialah yang mengetahui hal-hal

yang gaib di langit dan di bumi. Seperti bangsa Rûm yang awalnya kalah dan

tidak mungkin memenangkan peperangan sehingga para kaum kafir Quraish

mengejek kaum muslimin, yang ketika itu, memang kaum Quraish membela dan

senang atas kemenangan bangsa Persia dikarenakan mereka mempunyai aliran

kepercayaan yang sama yaitu menyembah berhala, sedangakan kaum muslimin

saat peristiwa kekalahan bangsa Rûm merasa bersedih hati karena mereka

membela dan mendukung bangsa Rûm yang notabennya beragama Nasrani yaitu

sama-sama percaya kepada Tuhan dan memiliki Kitab Suci sebagai pedoman

meskipun berbeda kitab sucinya. Berdasarkan penjelasan para mufasir diatas,

untuk menghibur hati kaum muslimin, Allah menurunkan beberapa ayat dari awal

surat al-Rûm, yang terkandung informasi dari Allah bahwa akan dimenangkan

bangsa Romawi dalam beberapa tahun yang akan datang, serta kemenangan kaum

muslimin dalam peperangan. Demikianlah pemberitaan terhadap kejadian gaib

dan akan terjadi di masa depan disebutkan jelas, hal ini merupakan suatu mukjizat

27Al-Wahid al-Naisburî, Asbâb al-Nuzûl, terj. Moh. Syamsi, Asbaabun Nuzul: Sebab-

sebab Turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an (Surabaya: Amelia, 2014), h. 549-550.

70

yang sangat nyata. Kejadian itu ternyata benar-benar terwujud persisi seperti yang

diberitakan al-Qur‟an.

2. Prediksi Kemenangan dalam Perang Badar Qs. al-Anfâl [8] 65-67.

Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang.

jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan

dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang

yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu

dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak

mengerti. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah

mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu

seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua

ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar),

niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin

Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar. tidak patut, bagi seorang

Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di

muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah

menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana.

Pada ayat ini al-Ṯabbarî berpendapat, bahwa Allah berfirman dengan gaya

bahasa perintah saat menerangkan kepada Nabi-Nya, Muhammad yang intinya

Allah menyuruh agar nabi memberi semangat kepada kaum muslimin yang

memerangi orang kafir yang membangkang.28 Al-Qurṯubî lafalz kalimat حرض

menurutnya makanya adalah dorong dan bakarlah semangat mereka, Kata المؤمنن

28 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmîʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

(Beîrût Lebanon :Dâr al Fikr) Jilid 10, h. 437.

71

ini memiliki makna yang satu dengan ب وواصب وواظ : حارض على األمر وأكب (mendorong atas sesuatu perkara) sedangkan الارض artinya orang yang benar-

benar hampir celaka.29

Orang-orang kafir sangat mengandalkan kekuatan fisik dan persenjataan

mereka, akan tetapi hati mereka gersang dari cahaya Allah, sehingga menjadi

orang yang pengecut dan lemah. Sementara itu, orang-orang muslim selalu

meminta bantuan kepada Tuhan mereka dengan doa dan perendahan diri, sehingga

mendapat cahaya dan pentunjuk dari Allah, maka hatinya akan kuat dan

semangatnya tidak akan selalu kuat dan semangatnya tidak akan pernah padam.

Dengan demikian ketika maju ke medan perang dengan jiwa yang tidak mengenal

kata menyerah.30

Sedangkan menurut Quraish mengenai ayat ini ia berpendapat bahwa

supaya tidak timbul kesan atau dugaan bahwa cukup berpangku tangan kerena

adanya janji pembelaan Allah swt. atau tidak perlu lagi ada usaha setelah

menyerahkan urusan kepada Allah. Keberhasilan orang-orang mukmin yang sabar

itu sehingga dapat mengalahkan mereka, disebabkan karena kaum musyrikin tidak

tahu makna hidup, dan makna perjuangan. Menurutnya ayat ini menampik kesan

itu dengan memerintahkan Nabi Muhammad agar mengobarkan semangat para

mukmin untuk berperang.31

Pada ayat نكم يكن إن مائ ت ن ي غلبوا صابرون عشرون م “jika ada dua puluh

orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus

29 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,terj: Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana Mengala, (Jakarta: Pustakan

Azzam, 2009) jilid 8, h.101.

30 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 5, h.404.

31 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an

(Ciputat:Lentera Hati,2006) vol 5, h. 493.

72

orang musuh. Dalam ayat ini juga di jelaskan berita Allah “jika diantara mereka

ada dua puluh orang laki-laki yang sabar ketika menghadapi musuh, dan mereka

bisa mempertahankan diri serta tidak mundur dari musuh itu, maka mereka akan

mampu mengalahkan dua ratus orang musuh”.32

Qurṯubî menerangkan dalam ayat

ini mempunyai lafadz yang mengandung janji bersyarat, sebab maknanya dalah

jika dua puluh orang di antara kalian bersabar, niscaya mereka dapat mengalahkan

dua ratus orang musuh.33

Jika mereka ada seratus maka mereka bisa mengalahkan seribu orang. ثؤهن

”disebabkan orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti“ لىم اليفمهىى

Maksunya karena orang musyrik berperang dengan mengharapkan pahala dari-

Nya. Mereka tidak paham bahwa Allah mengabulkan permintaan orang-orang

yang berperang di jalan-Nya dan demi menggapai yang Allah janjikan kepada

para mujahidin. Sementara orang-orang kafir tidak bisa teguh berperang karena

mereka takut terbunuh, sehingga apa yang mereka peroleh di dunia bisa hilang

seketika. ف الئان ia menafsirkan kelemahan itu فاضع فيكم أن وعلم عنكم اهلل خف

adalah satu orang yang beriman tidak lagi sanggup mengahadapi sepuluh orang

musuh, dan lanjutannya كن هبئخ صبثرح yaitu sabar ketika berhadapan فإى يكي ه

dengan musuh yakni pantang mundur, يغلجىا هبئتيي dua ratus orang dari pihak

musuh.34

Wahbah al-Zuhailî menjelaskan jika ada dalam barisanmu dua puluh orang

yang sabar dan tegas di posisi mereka maka dengan keimanan, kesabaran, dan

pemahaman mereka, mereka akan mengalahkan dua ratus orang kafir yang tidak

memliki ketiga sifat tersebut. Karena itulah Allah berfirman di akhir surat tersebut

yakni penyebab kekalahan orang-orang kafir itu adalah karena بأن هم ق وم ال ي فقهون

32 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

(Beîrût Lebanon :Dâr al Fikr) Jilid 10, h. 437.

33 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 8, h.101.

34 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmîʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-

Qur‟an,jilid 10, h.437.

73

mereka orang-orang kafir itu adalah karena mereka orang-orang bodoh yang tidak

mengerti dan memahami hikmah sebuah peperangan. Mereka berperang hanya

dengan tujuan menjadi lebih unggul dan disegani, disamping itu, mereka juga

tidak percaya dengan hari kebangkitan dan hari pembalasan. berbeda dengan

kaum mukminin yang berperang karena membuktikan penghambaan diri terhadap

Allah swt, serta untuk meninggikan Asma Allah dengan memperbaiki aqidah

manusia, menyucikan mereka dari penyembahan terhadap berhala, dan

menghiasai diri dengan akhlak yang baik.35

Menurut penafisran M. Quraish Shihab, maksud dari orang-orang kafir

tidak mnegerti adalah mereka tidak memahami makna hidup sebagai perjuangan,

tidak mengamalkan tuntunan-tuntunan Ilahi. Persatuan dan kesatuan adalah salah

satu tujuan utama keberagaman. Tetapi ia hanya dapat terjadi bila semua pihak

berpegang pada nilai-nilai Ilahi. Bila semua pihak berperang pada nilai ilahi, dan

tanpa itu persatuan akan bersifat semu walau disertai dengan keuntungan materi

sebanyak mungkin, Kekuatan mental dan kepercayaan kepada Allah swt

merupakan kekuatan yang sangat ampuh melebihi kecanggihan senjata dan

sejumlah personil.36

Kemudian al-Ṯabbarî menafsirkan ayat بئخ صبثرح كن ه يغلجىا هبئتيي فإى يكي ه

Meski bentuk kalimatnya afirmatif (berita) tapi, makananya berbentuk perintah.

Hal ini ditunjukkan oleh kalimat الئبى خفف هللا عكن Sebuah keringanan tidak akan

diberikan kecuali sebelumnya ada beban yang diwajibkan. Jika keharusan tak

perlu memberi keringanan setelah itu, sebab keringanan yang diberikan adalah

35 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 5, h 408-409.

36 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol 5,

h. 493.

74

seorang muslim boleh mundur bila harus berhadapan dengan sepuluh orang

musuh.37

Pengertian tentang makna hidup di sertai kesabaran dan ketabahan

melahirkan kekuatan yang jauh melebihi kekuatan. Seperti diketahui sebelumnya

pasukan Islam dalam perang badar dapat menewaskan 70 pasukan kaum

musyrikikn, dan memeperoleh harta rampasan, serta berhasil menawan 70 tokoh-

tokoh orang musyirikin, mereka memohon untuk dibebaskan dengan membayar

tebusan dengan janji tidak memerangi Rasulullah saw. Menghadapi kasus ini

Rasulullah bermusyawaroh dengan para sahabatnya. Dengan demikian ketetapan

satu banding sepuluh adalah hukum dasar perbandingan seseorang mukmin

dengan kafir jika terjadi pertempuran, karena memang bisa saja sekelompok kecil

yang terlatih baik, bermental baja, serta mengetahui medan dan siasat perang,

mengalahkan kelompok besar,ini dibuktikan dalam banyak peristiwa, sedang ayat

ini “satu berbanding dua” merupakan keringanan bila ada faktor yang

melemahkan kaum muslimin, atau kaum muslimin benar-benar dalam keadaan

lemah.38

Sayyid Quṯb39

dalam menafisrkan ayat ini, jauh berbeda bahkan terkesan

ekstrim jika dibandingkan dengan para mufasir yang telah penulis sebutkan diatas,

37 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,,

jilid 10, h.449.

38 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol, 5,

h.498.

39 Nama lengkap Sayyid Quṯb adalah Ibrâhîm Husaîn Syâdzilî, lahir di Maisyah salah satu

wilayah Profinsi Asyut, di daratan tinggi Mesir. Beliau lahir pada tanggal 9 Oktober 1906. Lihat

skripsi, Leni Nuraeni, Imbalan Ceramah Agama Kajian Penafsiran Qs-al-Baqarah [2]: 41.

Meneurut Ibnu Katsîr dan Sayyid Quṯb. h.23. Sayyid Quṯb adalah salah satu tokoh dari gerakan

Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan al-Banna. ia adalah seorang alim dan pemikir

cemerlang yang sulit dicari bandingannya. Karyanya yang terkenal adaah kitab tafsir Fi Ẕilal al-

Qur‟an Lihat Mannaʻ al Qattân, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, terj: Aunur Rafiq, h. 464., ia

meresapi keindahan al-Qur‟an dan mampu mengungkapkan perasaanya dalam tafisranya ini. tafsir

ini mempunyai metodologi jenis tahlilî yaitu penafsir menjelaskan kandungan ayat-ayat al Qur‟an

dari seluruh aspeknya dang mengikuti urutan ayat-ayat sebagiamana yag terdapat dalam mushaf.

75

hal tersebut tidak mengherankan jika dilihat dari corak tafsir yang ia miliki yaitu

corak harakah atau pergerakan, karena ayat ini mengandung tentang pergerakan.

Sehingga ia memberikan penafsiran Jihad adalah farḏu bagi kaum Muslimin,

sekalipun jumlah musuh mereka berlipat ganda dari jumlah mereka, mereka pasti

mendapatkan pertolongan untuk mengalahkan musuh-musuh mereka, dan bahwa

satu orang muslim itu setara dengan sepuluh orang musuh, dan setara dengan dua

orang musuh dalam kondisi paling lemah, dengan demikian, kewajiban jihad

tidakn menunggu kesetaraan kekuatan lahiriah antara orang mukmin dan orang

musyrikin, kaum mukminin cukup mempersiapkan kekuatan semampu mereka,

percaya kepada janji Allah, tegar dalam peperangan, dan sabar menghadapinya,

sedangkan selebihnya diserahkan kepada Allah, hal itu dikarenakan mereka

memiliki kekuatan lain di luar kekuatan material lahiriah.40

كن ألف بثريي وإى يكي ه هع الص وهللا يغلجىا ألفيي ثإرى هللا dua ribu orang musuh

dengan pertolongan Allah kepada mereka sehingga mereka bisa mengalahkan

musuh. Dengan sabar menghadapi musuh, yang juga mereka itu merupakan

musuh Allah, semua itu hanya mengharap pahala dari Allah lantaran kesabaran

tersebut, serta hanya berharap pertolongan dari Allah.41

Wahbah al-Zuhailî menegaskan sesungguhnya Allah mengurus segala

sesuatu yang merisaukan hati karena dari pihak mereka jumlahnya sedikit dan dari

pihak lawan pasukaannya banyak, Allah menegasakan akan ada pertolongan dan

kemenangan bagi orang-orang beriman, akan tetapi Allah juga mengingatkan agar

Rasulullah tetap harus memotivasi pasukan mukminin agar beriman dan

40 Sayyid Quṯb, fi Ẕilalil al-Qur‟an, terj: Aunur Rafiq Shaleh Tahmid dan Bahrun Abu

bakar, (Jakarta: Robbani Press, 2004). jilid 5, h.829.

41 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-

Qur‟an,jilid 12, h.440.

76

berperang, Allah akan menolong dengan catatan kaum mukminin mengorbankan

segenap jiwa, raga dan harta mereka dalam perjuangan.42

Ayat tersebut mengandung janji dari Allah dan kabar gembira bahwa jika

ada beberapa orang saja yang mau bersabar niscaya mereka akan mampu

mengalahkan orang-orang kafir yang jumlahnya sepuluh kali lipat dari jumlah

mereka dengan bantuan dari Allah swt. Perintah Allah agar seorang muslim

bertahan di hadapan sepuluh orang kafir adalah di awal-awal Islam ketika kaum

muslimin sedikit sehingga mereka dituntut dengan aksi-aksi yang berat dengan

bertahan melawan sepuluh orang musuh. Namun, ketika kaum muslimin sudah

semakin banyak, mereka hanya dituntut dengan sesuatu yang mudah yaitu seorang

mukmin mesti bertahan menghadapi dua orang musuh. Kekuatan dan kehendak

dari Allah. Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dengan bantuan dan

penjagaan-Nya.43

Menurut Sayyid Quṯb di dalam hubungan inilah sejarah manusia berjalan,

sejarahnya terbentiuk dari kekuatan dan kelemahan dalam entitasnya, dari takwa

dan hidayah, dari pertemuan dengan alam gaib dan alam nyata dan interaksi

bersama unsur-unsur materi dari alam semsesta dan kekuatan spiritual dan dari

interaksi bersama takdir Allah pada akhirnya.44

Kemudian pada ayat selanjutnya al-Qurṯubî menjelaskan peristiwa setelah

perang Badar berakhir dan ada pengambilan tebusan yang kemudian Rasulullah

42 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 5, h.409.

43

Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 5, h.409.

44 Sayyid Quṯb, fi Zhilalil al-Qur‟a, jilid 5, h.820.

77

mendapat teguran dari Allah swt. Teguran dan kecaman tersebut diturunkan akibat

adanya orang yang megusulkan kepada Rasulullah untuk mengambil tebusan.45

Teguran kepada Rasulullah saw dikarenakan beliau tidak mencegah

perbuatan tersebut ketika beliau melihatnya dari tempat komando. Ketika itu

Sa‟ad bin Mu‟adz, Umar bin Khaththab, dan Abdullah bin Rawahah, mereka tidak

setuju dengan mengambil tebusan tersebut, sementara pada saat itu Rasulullah

sibuk mengomandoi perang dan menurunkan bantuan, dan akhirnya beliau pun

tidak melarang membiarkan hidup kaum laki-laki pada waktu perang. Karena itu,

Allah menegur dengan menurunkan ayat ini.46

Peristiwa badar merupakan peristiwa yang sangat berkesan bagi para tokoh

kafir Quraisy dan harta mereka, dan sebab pembunuhan, perbudakan, dan

pemilikan. Seharusnya mereka menunggu wahyu dan tidak mengambil keputusan

secara terburu-buru. Ketika mereka mengambil keputusan secara terburu-buru dan

tidak menunggu turunnya wahyu, mereka pun mendapat teguran tersebut.47

45 Abu Zamil berkata: Ibnu Abbas ra berkata, “ketika mereka menawan beberapa

tawanan, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, „apa usul kalian tentang para

tawanan ini?. Abu Bakar berkata “wahai Rasulullah mereka adalah anak-anak paman dan

keluarga. Aku mengusulkan engkau mengambil tebusan dari mereka. Hal itu pasti akan menjadi

kekuatan bagi kita untuk melawan orang-orang kafir, dan semoga Allah memberi petunjuk kepada

mereka gar bersedia memeluk Islam‟. Rasulullah saw lalu bersabda, apa usulmu, hai umar bin

Khaththab”? Umar berkat, Tidak demi Allah, wahai Rasulullah, Aku tidak sependapat dengan

Abu bakar, Aku mengusulkan agar engkau mengizinkan kami untuk mememnggal leher mereka.

Engkau mengizinkan Ali memenggal leher Uqail, dan engkau mengizinkan aku memenggal fulan

yang senasab dengan Umar, sebab mereka para tokoh kafir‟ setelah menedengar kedua usulan

tersebut, Rasulullah saw ternyata lebih memilih usul Abu Bakar. Keesokan harinya aku datang,

dan ternyata saat itu RAsulullah saw dan Abu bakar sedang duduk sambil menangis. Aku pun

bertanya,‟ wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku kenapa engakau dan sahabat engkau

menangis? Jika pantas untuk ditangisi maka aku pasti ikut menangis, dan jika maka aku akan

menangis karena tangisan kalian‟ Rasulullah bersabda „aku menangis karena usulan yang

dikemukakkan kepadaku oleh para sahabtmu untuk menggambil tebusan. Sungguh, telah

diperlihatkan kepadaku adzab mereka lebih dekat dari pada pohon ini‟. maksudnya sebuah pohon

yang berbeda sangat dekat dengan Rasulullah saw. Setelah itu Allah menurunkan surat al-Anfāl

ayat 67-69. 46

Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, h. 104.

47 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,,h.110.

78

Umar mengusulkan agar semua tawanan dibunuh dengan alasan mereka

adalah musuh dan tokoh-tokoh musyrikin yang menyimpan dendam, niat untuk

menyerang balik kaum muslimin, hal ini tidak diketahui kecualai oleh Allah

sehingga sebenarya usul umar dinilai baik dan tepat, dari sini menjadai sangat

wajar bila ada kecamaan yang ditunjukkan kepada para pengusul itu melalui ayat

ini.48

Sementara itu, Sayyid Quṯb dalam masalah pengambilan harta rampasan

dan tawanan perang menurutnya para rasul dan pengikut-pengikut mereka tidak

layak memiliki tawanan kecuali setelah mereka melumpuhkan musuh di muka

bumi dan unggul di atas mereka. Pada saat itulah, tidak ada salahnya mengambil

tawanan dan meminta tebusan, adapun sebelum itu, pembunuhan di medan perang

itu lebih baik dan lebih bermanfaat. Serta harta rampasan yang diperoleh dari

kekayaan orang-orang musyrik hukumnya halal bagi kaum muslimin.

Sebagaimana mereka halal mengambil tebusan atas tawanan setelah mereka

melumpuhkan kekuatan musuh di muka bumi, berkuasa, mencabut akar kekuatan

musuh dan mengahancurkannya. Kemudian tawanan di tengah pasukan Islam

harus didorong untuk memeluk Islam dengan Janji Allah bahwa dia pasti memberi

yang lebih baik daripada harta rampasan dan tebusan yang diambil dari mereka.

Disamping itu, mereka juga harus diberi peringatan agar tidak berkhianat, dengan

ancaman siksa dari Allah yang memberi mereka kekuasaan pada awal mulanya.49

Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan

adalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur‟an. Sisi

keajaibannya yang memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan

48 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol, 5,

h.500. 49

Sayyid Quṯb, fi Zilalil al-Qur‟ân, jilid 5, h.830.

79

terjadi di masa mendatang merupakan bukti akan kenyataan bahwa al-Qur‟an

adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas. Penulis berkesimpulan

dari penafsiran di atas bahwasanya Allah memberi informasi tentang kemenangan

yang akan diperoleh dari pihak kaum muslimin, yang juga disertai informasi lain

tentangnya yang tidak mungkin dapat diketahui oleh masyarakat di zaman itu.dan

pada saatnya menjadi sebuah kebenaran fakta sejarah yang tidak dapat disangkal

oleh siapapun juga tentang kemenangan tentara kaum muslimin ketika perang

Badar, kemenangan ini tidak lain karena berkat bantuan dari Allah serta hasil dari

ketaatan dan kesabaran dari kaum muslimin.

Kemenangan yang sungguh diluar nalar manusia, sebagaimana yang telah

diketahui bersama, bahwasanya jumlah tentara kaum musyrikin sebanyak 1000

orang yang dipimpin oleh Abus Sufyan, yang berkuda sebanyak 100 orang lebih

dan yang berkendara unta sebanyak 700 orang, serta 12 oranf dari pimpinan

Quraisy yang diserahi tugas untuk memberikan makanan dan minuman kepada

semua tentara, yang membawa bendera adalah Sâʻib bin Jâzid. Adapun tentara

Islam berjumlah 313 oang yang terdiri atas sahabat Muhajirin berjumlah 82 orang

dan Sahabat Anshar 231 orang. Pasukan muslimin dipimpin oleh Rasulullah saw

sendiri. Terdapat dua orang berkendara unta, bendera Islam dibawa oleh Mush‟ab

bin Umar.50

Perang badar dimenangkan oleh pasukan tentara kaum muslimin yang

ketika itu, pasukannya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tentara kaum kafir

Quraish.

50 Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta:Gema Insani

Press,2001) jilid 2, h. 2-3.

80

3. Bukti Kebenaran Mimpi Rasulullah saw dalam Qs al Fath[48]:27.

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang

kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya

kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan

aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu

tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui

dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.

Wahbah az-Zuhailî menjelaskan. لمذ صذق هللا رسىله Allah membenarkan

mimpi Rasul-Nya, maksudnya dengan membenarkan bahwa mimpi tersebut ada

dan akan terjadi dengan pembenaran, yakni dengang tujuan yang shahih dan

hikmah yang agung. Bukan mimpi-mimpi yang tidak jelas, ثبلحك adalah qasam

(sumpah), bisa bersumpah demi yang haq (lawan dari batil), atau bisa juga

bersupah demi al-Haq (Asma Allah swt) dan لتذخلي kata ini berkedudukan

sebagaimana jawab qasam, dan إى شآء هللا penggantungan janji kepada kehendak

ilahi, penyebutan kalimat ini bertujuan untuk menagajari para hamba. هحلميي

ريي التخبفىى .dalam keadaan mencukur seluruh rambut dari rambutnya رءوسكن وهمص

sedang kalian tidak takut selamanya. فعلن هبلن تعلوىا Allah mengetahui apa yang

tidak kalian ketahui berupa hikmah penundaan tersebut yaitu dengan memasuki

kota Mekah. فتحب لريجب Allah memberikan kemenangan, yaitu penaklukan khaibar,

dan setelah itu, terbuktilah mimpi Rasulullah saw. sebelum memasuki Masjidil

Haram atau peristiwa Fathu Makkah.51

51 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon: Dar al-Fikr) jilid,15, h. 200-201.

81

Penafsiran al-Qurṯubî tentang mimpi nabi menurutnya mimpi itu tidak

dibatasi waktu, dan bahwa beliau akan masuk (ke dalam kota Makkah)

Diriwayatkan bahwa mimpi itu terjadi di Hudaibiyah, dan mimpi para nabi adalah

sebuah kebenaran. Perlu diketahui juga bahwa mimpi merupakan salah satu

bentuk wahyu yang diberikan kepada para nabi.52

Allah mengetahui kebaikan dan kemaslahatan di balik penundaan masuk

ke Masjid al-Haram, masuk ke dalam Masjid al-Haram merupakan sesuatu yang

akan terjadi di masa yang akan datang, ketika itu Rasulullah saw kembali dari

Hudaibiyah, beliau kemudian berangkat menuju Khaibar dan menaklukannya, lalu

kembali ke Madinah dengan membawa harta yang banyak. Beliau juga mendapati

persiapan dan kekuatan yang berkali-kali lipat dibanding apa yang ada pada tahun

penandatanganan perjanjian Hudaibiyah, dengan itu Rasulullah beserta

kaummnya mempunyai bekal berupa perlengkapan, kekuatan dan persiapan yang

matang.53

Selanjutnya, Rasulullah saw memberitahukan hal itu kepada para

sahabatnya, sehingga mereka pun bersuka cita, Namun setelah itu, masuk ke

dalam masjidil Haram itu tertunda pada tahun dimana mereka diberikan janji itu,

sehingga hal itu pun menyakiti mereka dan menjadi sesuatu yang berat bagi

manusia. Kemudian Rasulullah berdamai dengan orang-orang kafir Makkah dan

kembali ke Madinah. Pada Tahun berikutnya, barulah Allah memberikan izin

52 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16,h.749.

53 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16, h.752.

82

kepada mereka untuk masuk ke dalam masjidil Haram. Dimana dalam hal ini

Allah menurunkan ayat ءامنن اهلل شآء إن الرام المسجد لتدخلن .54

Allah mengisahkan apa yang ada dalam mimpi Rasulullah itu di abadikan

dalam al-Qur’an. Setelah mengkonfirmasi kebenaran takwil mimpi beliau dan

adanya orang yang prasangka tidak baik, selanjutnya Allah berfirman فعلن هبلن تعلوىا

Allah mengetahui sesuatu yang tidak kalian ketahui berupa hikmah dan masalah

penundaan al Fath (fath al-Makkah) sampai tahun depan. Sebelum al-Fath, Allah

swt memberi kalian al-Fath yang akan terjadi dalam waktu dekat, fath al Khaibar

(penaklukan tanah khaibar).55

Allah mempertegas kebenaran mimpi tersebut dengan membenarkan

Rasulullah saw dalam segala hal, maka Allah swt mengutus beliau sebagai Rasul

yang membawa petunjuk dan agama yang haq: yaitu agama Islam, supaya dia

memenangkan agama yang lain, cukuplah Allah swt sebagai saksi yang Adil dan

benar untuk Rasulnya atas keabsahan kenabian beliau berdasarkan berbagai

mukjizat, sebagai saksi yang Adil dan Benar bahwa Rasul dari sisi-Nya dan

memenangkan agama-Nya atas seluruh agama-agama yang lain.56

Mimpi para nabi adalah haq tanpa ada keraguan, namun, waktu mimpi

tersebut menjadi kenyataan, itu adalah pengetahuan Allah swt, bukan pengetahuan

Allah swt, bukan pengetahuan manusia, Informasi mengenai mimpi bahwa beliau

dan para sahabar akan memasuki Masjidil Haram, belaiau tidak menyinggung

waktunya secara persis, Namun para sahabat memahami bahwa hal itu akan

54 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,jilid 16, h. 751.

55 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj,Jilid 15, h.202.

56

Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj,jilid 15, h.202

83

terhadi pada tahun Hudaibiyah dan fath al-Makkah, sebab, dia akan memberikan

kemenangan yang lain, yaitu penaklukan Khaibar.57

Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu„ فجعل هي دوى رلك فتحب لريجب

ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat‟ Maksudnya

tanpa mimpi Rasulullah, yaitu kemenangan dalam menakhlukan Khaibar,

demikianlah pendapat yang ditemukan oleh Ibnu Zaid dan Al-Dhahak. Sebuah

fakta kemenangan dengan banyaknya umat manusia berbondong-bondong masuk

Islam, pada saat itu jumlah kaum muslim pada tahun kesepakatan Hudaibiyah

adalah seribu empat ratus orang. Sedangkan jumlah mereka setelah kesepakatan

Hudaibiyah, yaitu pada tahun ke-8 Hijriyah berjumlah sepuluh ribu orang.58

رين رءوسكم ملقن ومقص dengan mencukur rambut kepala atau

mengguntingnya. At-Thahlîq (mencukur) dan At-Tasqhîr (menggunting)

semuanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Oleh karena itu mudzakar

mendominasi Mu’anats. Dalam hal ini perlu diketahui bahwasanya mencukur

untuk laki-laki dan menggunting rambut itu bagi kaum perempuan. Mengenai

masalah ini telah dijelsakan dalam tafisrannya pada surah al-Baqarah, ayat 196.59

Sedangkan penafsiran Sayyid Quṯb mengenai ayat ini adalah berita

gembira yang pertama ialah pembenaran mimpi Rasulullah, dan semuanya satu

tahun kemudian, masuknya kaum muslimin di Masjidil Haram dengan aman dan

kepala mereka dalam keadaan digunting atau dicukur setalah melakukan rukun

haji atau umrah, dan takluknya kota Makkah dan kemenangan agma Allah atas

agama lainnya. Menurut Sayyid Quṯb maksud Allah menangguhkan terjadinya

kabar dari mimpi Rasulullah adalah bertujuan untuk mendidik kaum muslimin

57 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj,Jilid 15, h.203.

58

Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16,h. 753.

59 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16, h.,752.

84

berprinsip kepada kehendak Allah sebab Allah lah yang menginformasikannya,

dan agar keimanan mengendap dalam kalbu manusia, al-Qur‟an juga menekankan

konsep ini, meneguhkan kebenaran, Allah tidak akan menyalahi janji seperti pada

ayat ini yang mengandung janji Allah, yang kemudian terealisasi janji-Nya.60

Janji Allah senantiasa menjadi kenyataan dan terbukti dalam aspek politik

yang nyata sebelum melewati 50 tahun sejak kenabian Muhammad saw. Agama

ini senantiasa mengungguli hakikat seluruh agama, bahkan, menjadi satu-satunya

agama yang tersisa, yang mampu bekerja dan menjadi pelopor dalam segala

kondisi.61

Berdasarkan penjelasan beberpa penafsiran di atas dapat disimpulkan

bahwa Sesungguhnya Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya tentang

kebenaran mimpinya untuk memasuki Masjidil Haram, Menurut Ibnu Sirrin

mimpi yang benar ialah gambaran yang benar menurut akal bathiniah, yang

mengungkapkan kebenaran yang mengungkapkan kebenaran yang kokoh, yang

tersimpan dalam benak, yang bahasanya benar, dan yang menunjukkan aneka

makna yang konsisten.

Kemudian ia juga menjelaskan jenis-jenis mimpi nabi yaitu mimpi yang

benar dan menjadi kenyataan. Mimpi ini menginformasikan kebenaran. Mimpi

demikian merupakan bagian dari kenabian seperti Allah abadikan dalam surat al-

Fath 27. Mimpi benar ini terbagi dua yang pertama adalah mimpi yang transparan,

jelas, nyata, dan kata-katanya menerangkan kenyataan. Sehingga tidak

memerlukan penjelasan dan penakwilan seperti mimpi Ibrahim menyembelih

60 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil Qur‟an, terj: Aunur Rafiq (Jakarta: Gema Insani Press,2004)

Jilid 26, h.400.

61 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil Qur‟an, Jilid 26, h. 402.

85

putranya dan mimpi Rasulullah memasuki Masjid Haram dengan aman, dan yang

kedua adalah mimpi yang tersembunyi, tersamar dan mengandung hikmah serta

perbandingan. Jenis ini memerlukan penafsiran mimpi yang dialami oleh Yusuf.62

Al-Qur‟an meneyebutkan beberapa kejadian yang akan terjadi dan

sungguh ia telah terjadi. Di antaranya Allah telah mengabarkan dalam firman-Nya

al Fath 27. Ayat ini berhubungan dengan kejadian yang akan datang dan ternyata

sebagaimana telah disebutkan al-Qur‟an, peristiwa itu benar-benar terjadi. Kita

juga bisa menemukan kemukjizatan al-Qur‟an atas pengabaran rentetan peristiwa

yang akan terjadi pada zaman Rasulullah lebih tepatnya saat awal turunnya al-

Qur‟an, peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al

Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa

mereka akan menaklukkan Mekah, dalam penafsiran ayat ini juga dapat kita

pahami bahwasanya Allah menginformasikan adanya kemenangan lain yang akan

terjadi sebelum kemenangan Mekah, sebagaimana yang telah dikemukakan dalam

penafsiran di atas, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar,

dan kemudian memasuki Mekah.

B. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Belum Terbukti)

1. Prediksi keluarnya binatang melata yang terkandung dalam Surat

an-Naml[27] 82.

Ayat ini menunjukkan al-Qur‟an sebagai Mukjizat, sekaligus sebagai

peringatan dengan menginformasikan akan kehadiran binatang melata yang dapat

berbicara, beserta peristiwa-peristiwa pembuka terjadinya hari kiamat berikut

ulasan dari penafsiran klasik maupun penafsiran kontemporer.

62 Muhammad Ibnu Sirrin, Tafsir Mimpi menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah. Terj :

Syihabuddin, Asep Sopian. (Jakarta:Gema Insani Press,2004) cet 1, h. 11.

86

Dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis

binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa

Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.

Ulama berselisih pendapat tentang lafadz القول وقع dan tentang دآبة.

Qatadah mengatakan bahwa عليهم القول وقع “perkataan telah jatuh atas mereka”

adalah marah Allah swt wajib atas mereka. Sedangkan Mujahid وجب الغضب عليهم

berkata م ل يؤم م بأن نونحق القول علي “yakni, benarlah perkataan terhadap mereka

bahwa mereka tidak beriman. Kemudian Ibnu Umar Ra dan Abu Sa‟id al Khudri

Ra berpendapat “jika tidak menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari

kejahatan, wajiblah kemarahanm Tuhan kepadanya.63

Kata القول وقع dipahami oleh banyak ulama sebagai saat dekatnya

kedatangan hari kiamat. Bentuk kata kerja masa lampau di sini mengandung

makna kedatangan atau kehampiran, serupa dengan ucapan لذ لبهت الصالح yang

secara harfiah berarti telah dilaksanakan shalat, padahal ketika itu baru segera

akan dilaksanakan. Penamaan kiamat sebagai qaul yang secara harfiah berarti

perkataan atau ucapan sebagai Isyarat bahwa ketika itu, jika ada yang berbicara,

maka bahan pembicaraan dan ucapannnya hanya persoalan kiamat itu.64

Quraish mengartikan ayat ini dan apabila telah jatuh perkataan atas

mereka dengan apabila masa kedatangan hari kiamat yang sangat dekat. kami

keluarkan sebagai tanda kedatangan buat mereka Dâbbah yakni binatang melata

atau manusia dari bumi yang akan berbicara kepada mereka antara lain

mengatakan bahwa sesungguhnya manusia dalam hal ini yang durhaka terhadap

63 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,terj: Muhyidin Mas Rida dan Muhammad Rama Mengala (Jakarta: Pustaka

Azzam,2009) , jilid 13, h.593.

64 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an

(Jakarta:Lentera Hati,2002) cet 1, vol 10, h. 277.

87

tanda-tanda ke-Esa‟an dan ke-Kuasaan kami yang terbaca dan terhampar di alam

raya.65

Dalam ayat ini terdapat kata yang cukup menarik perhatian penafsir, kata

yang menarik perhatian ini adalah „dâbbah‟ menurut al-Qurṯubî maksud dari

dâbbah itu sendiri adalah anak unta Nabi Salih as, pendapat ini berdasarkan

diriwayatkan Abû Dâwûd al-Ṯayalisî di dalam Musnadnya dari Huzaifah, dia

berkata:

Rasulullah saw bercerita tentang dābbah dan beliau bersabda “Bagi

tanda-tanda kiamat ada tiga kemunculan: yang pertama keluar dari ujung sebuah

padang sahara tetapi beritanya tidak sampai ke negeri maksudnya Makkah.

Kemudian vakum dalam beberapa lama. Setelah itu keluar yang lebih kecil dari

sebelumnya, dan beritanya memnyebar ke padang sahara hingga ke negeri, yakni

kota Makkah.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “ketika orang-orang sedang

berada di masjid yang paling agung bagi Allah swt, bagi-Nya hak menjaga

kebaikannya, dan paling Mulia di sisinya yakni Masjid al-Haram, tiba-tiba saja

tanpa ada yang menggiring hewan tersebut telah bersuara gaduh (targhu) di

antara rukun (sudut Ka‟bah) dan Maqam kepalanya. Melihat itu, orang-orang

secara bersamaan lari berpencar dan terpisah-pisah. Kedatangan hewan tersebut

telah mengokohkan kelompok orang-orang beriman. Orang-orang beriman itu

mengetahui bahwa Allah swt tidak akan melemah mereka. Hewan atau makhluk

itu memulai dengan orang-orang beriman. Yakni mengusap wajahnya dan

menjadi bersih dan bersinar sekaan bintang yang berkilau. Hewan tersebut

berkuasa di bumi, tidak ada yang bisa mencarinya dan tidak ada yang selamat

yang lari darinya. Orang-orang berlindung darinya dengan menegakkan shalat.

Hewan tersebut bebaur dengan orang-orang dalam urusan harta dan turut serta

dalam aktifitas kehidupan mereka, hingga dikenal dengan jelas mana orang-

orang beriman dan mana orang-orang kafir, sehingga seorang yang beriman

dapat berkata kepada orang kafir, „hai kafir berikanlah hakku‟66

Pendapat ini juga sebagaimana yang di riwayatkan oleh Hafshah binti

Sirin ia berkata „saya bertanya kepada Abu Al Aliyah tentang Firman Allah swt

pada ayat ini, dia menjawab: Allah swt mewahyukan kepada Nuh as.‟

Pendapatnya ini didasarkan pada firman Allah Qs. Hûd [11]:36.

65 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,

h. 278

66 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,terj: Muhyidin Mas Rida dan Muhammad Rama Mengala (Jakarta: Pustaka

Azzam,2009) , jilid 13, h.596.

88

Dann diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan

beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja),

Dan seakan di wajah saya ada penutup dan kemudian terbuka.67

An-Nuhas

sependapat dengan alasan ini, ia berkata manusia semua diuji dan siksa mereka

ditunda hingga akhir hayat, karena di antara mereka terdapat orang-orang yang

beriman dan shalih. Bagi siapa yang diketahui-Nya akan bertaubat dan beriman,

maka Allah swt menunda kehidupan mereka dan kita diperintahkan untuk

mengambil upeti darinya. Jika fase ini berakhir, maka tetaplah perkataan atas

mereka. Maka, mereka seperti kaum Nabi Nuh ketika Allah swt.68

M. Quraish Shihab menafsirkan kata dâbbah dari segi bahasa berarti

semua binatang yang memiliki nyawa, berakal, atau tidak berakal, laki-laki atau

jantan atau perempuan atau betina ia termabil dari kata دة dabba yang berarti

berjalan perlahan. Namun kata dabbah biasannya digunakan untuk menunjuk

kepada binatang berkaki empat. Seperti dikemukan diatas kata dhabah dari segi

bahas dapat mencakup manusia, atas dasar itu maka memahaminya dalam arti

manusia.69

Tim penyususn Tafsir al Muntakhab mengemukakan dua arti bila kata

dābbah diartikan manusia. Pertama apabila kepastian bahwa orang-orang kafir

akan mendapat siksa telah datang, mereka akan didatangi sekelompok orang

beriman, yang berjalan melaui lembah atau daratan hingga mengoncangkan

orang-orang kafir dan memprakporandakan bangunannya kedua dâbbah adalah

67 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 594. 68

Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 595.

69 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,

h. 278.

89

manusia durhaka yang karena kebodohannya dipersamakan dengan binatang

melata. Ketika itu artinya hari kiamat hampir tiba, bumi akan dipenuhi oleh

kejahatan dan kerusakan, dan terjadilah peristiwa kiamat yang didustakan oleh

orang kafir itu. Peristiwa dan kenyataan itulah yang dimaksud dengan kata qaul

bukan ucapan sebgaiamana pengertian harfiahnya. Kalau yang dimaksud adalah

manusia, maka pembicaraanua sebagaiamana lakaknya manusia, dan Apabila

binatang yang berbicara maka pembicaraannya adalah seusatu yang bersifat supra

rasional.70

Terjadi perselisihan pendapat diantara ulama dalam menentukan dâbbah

tentang sifatnya dan bagiamana ciri-cirinya dan bagaimana binatang ini keluar?,71

Seperti Abdullah bin Umar yang berpendapat, “keluar dari bukit Shafa di Makkah.

Merangkak naik ke atasnya lalu muncul keluar” Abdullah bin ʻUmar juga berkata

semisalnya kalau saya mau menginjakkan kakinya di tempat dimana dâbbah kelak

keluar, maka akan saya lakukan. Sedangkan Hudzaifah Ra. Dia meriwayatkan:

keluar tiga jenis makhluk. Pertama, makhluk yang keluar dan berkelana di

sejumlah padang Sahara lalu vakum kedua makhluk yang keluar dari sejumlah

negeri menanti para pembesar negeri hingga banyak pertumpahan darah, ketiga,

70 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,

h. 278-279

71 Diriwayatakan bahwa hewan (makhluk) tersebut yang berbulu halus, berkaki dan

penjangnya 60 hasta. Riwayat lain menlasakan Al-Jassāsah, bertubuh seperti layaknya manusia.

Panjangnya hingga menyentuh awan dan kakinya di bumi/ ini pendapat Abdullah bin Ibnu Umar

dan penjelasan dari riwayat Ats-Tsa‟labi dan Mawardi menyebutkan, “kepalanya kepala kerbau.

Matanya mata babi. Tanduknya tanduk rusa. Lehernya leher burung unta. Daadanya dada singga.

Warna tubuhnya warna macan tutul. Pinggangnya pinggang kucing. Ekornya ekor domba jantan.

Kaki-kaki unta, antara satu ruas dengan ruas yang lain panjang 12 hasta. Lihat Abu „Abdillâh

Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟an,terj:

Muhyidin Mas Rida dan Muhammad Rama Mengala (Jakarta: Pustaka Azzam,2009) , jilid 13, h.

595.

90

makhluk yang keluar dari tempat yang paling mulia dan agung yakni Masjid al-

Haram.72

Banyak riwayat yang menjelaskan di mana ia akan keluar, ada yang

berpendapat tempat keluarnya di masjid Kuffah dari lubang Tannur-Nya (tempat

pembakaran) Nûh. Dan Abû Qubail, Abdullah bin ʻAmr berkomentar ia akan

memberi tanda dengan kakinya di bumi Ṯâ‟îf dan disini keluar dâbbah yang kelak

akan berbicara kepada manusia.73

Al-Qurthubî menjelaskan penafsiran kalimat ini berhungan dengan di

angkatnya al-Qur‟an dari dunia ini sebagaimana riwayat Abdullah bin Mas‟ud ra.

ن. قال عبد وقال عبد اللو بن مسعود: وقع القول يكون بوت العلماء، وذىاب العلم، ورفع القرآي رفع، قالوا ىذه المصاحف ت رفع فكيف با ف صدور الرجال؟ اللو: أكثروا تلوة القرآن ق بل أن

الاىلية قال: يسرى عليو ليل ف يصبحون منو ق فرا، وي نسون ال إلو إال اللو، وي قعون ف ق ول ن ي قع القول عليهم وأشعارىم، وذلك ح

“Perkataan telah jatuh atas mereka maknanya adalah dengan kematian

para ulama dan diangkatnya al-Qur‟an. Perbanyaklah membaca al-Qur‟an

sebelum al-Qur‟an diangkat” para sahabatnya bertanya, “mushaf ini bisa

diangkat, lalu bagaimana dengan yang ada pada dada-dada orang?

Abdullah menjawab. malamnya mudah baginya mengapalnya, esok

pagianya dia lupa kembali. Bahkan mereka lupa kalimat Laa Illaha illa

Allah. Mereka justru hapal perkataan orang-orang jahil yang hapal sya‟ir-

sya‟ir mereka, dan iu terjadi saat „perkataan telah jatuh atas mereka‟.74

Terlepas dari ciri-ciri dâbbah, Sayyid Quṯb berkomentar bahwa cukuplah

kita berhenti pada teks keluarnya dâbbah pada ayat ini, memang banyak

ditemukan dalam sekian hadis sebagian di antranya tidak sampai pada tingkat

derajat sahih, menurutnya, kita tidak perlu menghiraukan terlalu dalam mengenai

sifat-sifatnya, apalah artinya jika panjangnya 60 hasta, berjenggot, atau kepalanya

72 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 595.

73 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an,, jilid 13,h.599.

74 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 593.

91

kepala kerbau, telinga-telingga gajah lehernya leher burung unta, dadanya seperti

singa, warna kulitnya seperti hartimau pinggangnya pinggang kucing ekornya

ekor kambing dan kakinya kaki unta, atau aneka gambaran atau sifat lainnya.

Esensi yang hendak disamapaikan oleh ayat ini adalah mengisyaratkan bahwa

keluarnya binatang itu adalah merupakan pemberitahuan mengenai salah satu

tanda dekatnya kiamat, dan telah berakhir masa di mana taubat telah ditututup.75

Ketika masa pintu taubat telah ditutup Allah menetapkan sesuai dengan

keadaan masing-masing. karena itulah Allah mengeluarkan dâbbah yang berbicara

kepada manusia. Memang segala macam dâbbah tidak dapat berbicara, atau tidak

dimengerti oleh manusia, tetapi ketika itu manusia akan memahami dan

mengetahui bahwa itulah peristiwa luar biasa yang menunjukkan dekatnya

Kiamat, sedang sebelum ini mereka tidak memepercayai ayat-ayat Allah, tidak

juga membenarkan adanya hari pembalasan.76

Wahbah az-Zuhailî juga menafsirakan ayat ini dan menjelasa kannya

bahwa Allah mengeluarkan binatang melata menjelang hari kiamat tiba sebagai

peringatan kepada manusia yang mendustakan ayat-ayatnya, demikian ini

merupakan adzab bagi manusia yang telah rusak moralnya. Tidak menjalankan

perintah Allah, dan mengganti agama yang haq dengan agama yang bathil.

Sebagian tanda-tanda hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi

kedatangannya, keluarnya binatang melata dari bumi dan pengumpulan orang-

orang ẕalim yang mendustakan ayat-ayat Allah dan para rasul di hadapan Allah.77

75 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilalil Qur‟an, terj M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh Tahmid,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2009) cet 1, jilid 9, h. 13.

76 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilalil Qur‟an,jili 9, h. 13.

77

Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 10,h. 390-391.

92

M. Quraish Shihab juga menegaskan bahwa pada akhirnya setiap muslim

harus percaya tentang adanya sesuatu yang dinamai dengan dâbbah yang akan

dimunculkan Allah menjelang hari akhir sebagai tanda akan berakhirnya

kehidupan di dunia ini. Binatang ini akan “berbicara” dengan satu cara yang

akan tidak akan ketahui bagaimana caranya dan bahasa apa, kalau dia binatang

maka boleh jadi dengan bahasa seperti bahasa burung dan semut yang dipahami

oleh Nabi Sulaimân as, atau boleh jadi juga dengan bahasa yang telah dikenal oleh

manusia selama ini. Apalagi jika yang dimaksud dengan dâbbah adalah manusia.

Semua itu tidak dapat kita pastikan. Kita juga tidak tahu bahkan tidak perlu

mengikuti sementara ulama yang membahas kapan dan dimana ia akan muncul

demikian juga bentuk dan sifatnya.78

Berdasarkan penafsiran beberapa mufasir klasik dan kontemporer, penulis

menyimpulkan manusia memiliki keterbatasan cakrawala dan akal manusia

terbatas pada pengetahuan tentang suatu hal tertentu, terlalu banyak yang manusia

yang tidak diketahuinya, salah satunya tidak bisa memprediksi dengan pasti hal-

hal gaib di masa selanjutnya. Manusia tidak mengetahui masa depan, hanya

membayangkan dan merencanakannaya saja, dan tentunya manusia wajib

bertawakkal kepada Allah, ia memerlukan Allah untuk melihat hal-hal di

kemudian hari, Allah dengan segala zat-Nya yang Agung telah berfirman dalam

ayat-ayat al-Qur‟an mengenai hal-hal gaib, seraya menjelaskan membatasi

pengetahuan tentangnya, hal ini berarti menegaskan sesungguhnya pemberitaan

gaib itu hanya Dia yang tau segala perinciannya, selain itu sebagi pembuktikan

bahwasanya al-Qur‟an benar-benar kalam Allah, bukan buatan Nabi Muhammad

78 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,

h. 280.

93

sebagaimana yang telah dituduhkan kaum orientalis79

untuk menyerang al-Qur‟an,

Inilah bukti kemukjizatan al-Qur‟an dari aspek pemberitaan gaib.

Hal Gaib merupakan kekhususan ilmu Allah, akan tetapi Dia memberikan

kabar melalui firmannya, seperti apa yang hendak disampaikan oleh ayat ini yang

menginformasikan tentang akan keluarnya binatang melata yang dapat berbicara,

akan terjadi saat kondisi manusia sudah rusak dan meninggalkan perintah-perintah

Allah swt dan mengganti agama Islam yang benar dengan agama sesat yang lain.

Lalu keluar binatang melata yang akan berbicara kepada manusia yang pada

umumya semua binatang tidak berbicara dan tidak pula berakal, agar manusia

menggetahui bahwa hal itu merupakan tanda kebesaran yang datang dari sisi

Allah swt. Al-Qur‟an telah mengingatkan pentingnya mengamati fenemona ini

dan menjadikan bukti kekuasaan-Nya.

Konteks iman tidak berguna dimaksudkan bahwa seseorang yang beriman

sebelum adanya hewan melata yang dapat berbicara keluar, beriman tetapi tdak

berbuat kebajikan dengan imannya. Kata dâbbah disebutkan dalam surat an-Naml

dan berikut redaksi yang dijelaskan dalam al-Qur‟an sebagai berikut:

Bila dipahami kata dâbbah menggambarkan akibat ulah manusia, dengan

tidak meyakini bahkan mendustakan ayat-ayat al-Qur‟an yang menjadikan

hilangnya pedoman hidup. Bukti bahwa kata ini digunakan bukan untuk arti yang

sebenarnya adalah kata tukalimuhum kata ini tidak mungkin binatang melata

berbicara kepada manusia, Adapun hakikat kata ini adalah kata lain yang

memiliki kesamaan sifat dengannya, kata dâbbbah memiliki sifat bergerak, maka

sebagai contohnya adalah kata gerakan, karena kedua kata ini sama-sama

79 Orientalisme adalah suatu paham atau penelitian studi yang mempelajari dan

menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur beserta lingkungan dan

peradabannya

94

bergerak. Seperti halnya kata “berbicara” memiliki sifat “menyuarakan” yang

mengacu kepada makna hakiki berbicara karenea merujuk kepada bentuk fi‟il

mudhari (bentuk kepada waktu sekarang atau yang akan datang tukalimuhum

rujukan makna berbicara kepada bentuk fi‟il mudhari‟nya) Mengisyaratkan

adanya peristiwa yang akan terjadi sebelum hari kiamat tiba, yang merupakan

tanda-tanda besar kiamat.

2. Berita munculnya Ya’jûj dan Ma’jûj dalam surat al-Anbiyâ [21]96.

Surat al-Anbiyâ‟ ayat 96 menginformasikan tentang kehadiran Ya‟jûj dan

Ma‟jûj yakni merajalelanya kebejatan, adalah petanda dekatnya hari kiamat.80

Allah berfirman dalam (Q.S Anbiyâ‟ 96)

Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka

turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.

Maksud dari Ya‟jûj dan Ma‟jûj disini menurut al-Ṯabbarî merupakan

tanda kehancuran dunia, dekatanya hari kiamat, mereka adalah dua umat yang

telah ditimbun, dan pernyataan tersebut berdasarkan hadis yang menjelaskan cara

keluarnya, apa yang mereka lakukan setalah keluar, asal mulanya, keturunanya.

ciri-ciri, jumlahnya, beserta keterangan Allah akan membinasakan Ya‟jûj dan

Ma‟jûj dari muka bumi.81

Pada ayat terdapat berbeda panakwilan dari

ahli Tafsir, ada yang mengatakan mereka keluar dari setiap tempat yang mereka

dikubur di dalam bumi. Maksudnya adalah pengumpulan manusia ke padang

80 M. Quraish Shihab, Al-Lubab makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-Qur‟an

(Tanggerang:Lentera Hati, 2012)cet 1, h. 471-472 .

81 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

(Lebanon: Dar al-Fikr, 1988), jilid,17. h. 87-89.

95

mahsyar pada Hari Kiamat.82

Riwayat hadis sebagai pendukung atas pendapat ini

adalah sebagai berikut.83

حدثين ممد بن عمرو، قال: ثنا أبو عاصم، قال: ثنا عيسى، وحدثين الارث، قال: ثنا السن، عن ابن أيب جنيح، عن جماىد، ف قولو )من كل حدب ي نسلون( قال: مجع

الناس من كل مكان جاءوا منو يوم القيامة، فهو حدب. Muhammad bin Amrû menceritakan kepadaku, ia berkata: Abû ʻAâsim

menceritakan kepada kami, al-Hârits menceritakan kepadaku, ia berkata;

al-Hasan menceritakan kepada kami ia berkata: Warqa‟ menceritakan

kepda kami, semuanya dari Ibnu Abî Najîh, dari Mujâhid, tentang firman

Allah tersebut, dia berkata “seluruh manusia dari setiap tempat pada hari

kiamat, dan itulah yang dimaksud .

حدثنا القاسم، قال: ثنا السن، قال: ثىن حجاج، عن ابن جريح )وىم من كل حدب ي نسلون( ، قال ابن جريج: قال جماىد: مجع الناس من كل حدب من مكان جاءوا منو يوم

القيامة فهو حدب. Al-Qâsim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain

menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjâj menceritakan kepadaku

dari Ibnu Juaraij, dari Mujahid, tentang firman Allah pada ayat tersebut

ia berkata berkumpulnya manusia dari setiap tempat yang mana mereka

datang pada hari kiamat dan itulah yang dimaksud .

Selain penjelasan di atas terdapat pendapat yang lain mengenai maksud

dari penggalan ayat ini ( ) ditafsirkan sebagai Ya‟jûj

dan Ma‟jûj. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Muhammad bin Basyr.

Dengan alasan bahwa dalam ayat ini terdapat lafadz هن yang merupakan kiasan

bagi nama-nama mereka-mereka. Sebagaimana riwayat berikut ini.

سلمة بن عنقال: ثنا سفيان، ذكر من قال ذلك: حدثنا ممد بن بشار، قال: ثنا عبد الرمحن،بد اهلل أنو قال: يرج يأجوج ومأجوج فيمرحون ف األرض، كهيل، قال: ثنا أبو الزعراء، عن ع

فيفسدون فيها، مث قرأ عبد اهلل )وىم من كل حدب ي نسلون( قال: مث يبعث اهلل عليهم دابة مثل

82

Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

(Beîrût, Lebanon : Dâr al-Fikr,1988) jilid 17, h.90.

83 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-

Qur‟an,jilid h. 90.

96

وتون منها فتننت األرض منهم، فنسل اهلل عز وجل ماء النغف، فتلج ف أمساعهم ومناخرىم فيم نهم.فيطهر األرض م

Berdasarkan riwayat Muhammad bin Basyr.Ya‟jūj dan Ma‟jūj keluar lalu

membuat Kesenangan dan kerusakan di muka bumi ini. Allah mengutus

binatang kepada mereka seperti nahgaf, yang masuk ke telingga dan hidung

mereka hingga mereka semua mati, dan bumi pun menjadi busuk oleh

bangkai mereka, sehingga Allah menurunkan hujan untuk menyucikan bumi

darinya.84

Menurut al-Ṯabbarî pendapat yang benar adalah yang mengatakan bahwa

maksudnya adalah Ya‟jûj dan Ma‟jûj, lafadz merupakan kiasan dari nama-

nama mereka, sebagaimana dinyatakan dalam riwayat-riwayat berikut ini;85

حدثنا بو ابن محيد، قال: ثنا سلمة، عن ممد بن إسحاق، عن عاصم بن عمر، عن قتادة األنصاري، مث الظفري، عن ممود بن لبيد أخي بين عبد األشهل، عن أيب سعيد اخلدري قال:

ليو وسلم يقول: "ي فتح يأجوج ومأجوج يرجون على الناس كما قال مسعت رسول اهلل صلى اهلل عون األرض". اهلل )من كل حدب ي نسلون( ف ي غش

. Dari Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata, salamah

menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishâq dari ʻAâsim bin ʻUmar

dari Qatâdah al-Ansarî, al-Ẕafarî, dari Mahmûd bin Labîd dari Abu Saʻîd

Al-Khudryi, ia berkata: aku pernah mendengar Rasullah saw bersabda:

dibukalah Ya‟jûj dan Ma‟jûj merka keluar kepada masuisa, sebagaimana

firman Allah. dan mereka turun dengan cepat

dari seluruh tempat yang tinggi, hingga mereka menutupi bumi.

Lafadz ditafisrkan oleh al-Ṯabbarî sebagai tempat yang tinggi,

maksunya adalah cara dan bagaimana mereka keluar. Lebih lanjut ia menjelasakan

bahwa mereka berjalan dengan berjalan kaki, seperti jalannya seekor serigala yang

84 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-

Qur‟an,jilid 17, h. 90. 85

Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

jilid 17, h. 90.

97

cepat disertai dengan goyangan kepalanya.86

Berikut dalil-dalil dari ahli takwil

yang mendukung penafsirannya.87

1) Alî dari Abdullah dari Mu‟awiyah, dari Alî dari Ibnu ʻAbbâs.

ذكر من قال ذلك: حدثين علي، قال: ثنا عبد اهلل، قال ثين معاوية، عن علي، عن ابن عباس، قولو )من كل حدب ي نسلون( يقول: من كل شرف يقبلون.

2) Ibnu Abdu A‟lâ dari Ibnu Tsûr dari Ma‟mar dari Qatâdah

ن ثور، عن معمر عن قتادة )من كل حدب ي نسلون( قال: من كل دثنا ابن عبد األعلى، قال: ثنا اب أكمة.

3) Juga Yûnus dari Ibnu Wahab dari Ibnu Zaîd

حدثين يونس، قال: أخربنا ابن وىب، قال: قال ابن زيد، ف قولو )حت إذا فتحت يأجوج ومأجوج ون( قال: ىذا مبتدأ يوم القيامةوىم من كل حدب ي نسل

Al-Qurṯubî lebih condong kepada pendapat yang menafsirkan lafadz

tersebut yakni keluar dengan cepat dari segala arah itu adalah Ya‟jûj dan Ma‟jûj.88

Mengenai hal ini al-Qurṯubî menjelaskan Yansilûn dari riwayat Ibnu Abbâs yang

mengatakan mereka datang dari seluruh tempat yang tinggi yakni karena sangat

banyaknya mereka datang dari segala arah, Al ẖadab adalah tanah yang tinggi,

bentuk jamaknya al-ẖidâb diambil dari ẖadhah al-Ẕahr (bungkuknya pungung).

pendapat ini didasarkan pada sebait syair ت وات رىم إل فما رعشت يداي وال ازدىان banyaknya mereka yang datang kepadaku dari segal arah, tidak“ .من الداب

menggetarkan kedua dan tidak membuatku ciut” Sedangkan menurut Sayyid Quṯb, keluarya Ya‟jûj dan Ma‟jûj itu telah

terjadi, yaitu peristiwa ekspansi Tartar ke Timur dan Barat penghancuran berbagai

istana dan singgasana, karena al Qur‟an telah mengatakan sejak masa hidup Rasul

86 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

,jilid 17, h. 91.

87 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,

jilid 17, h. 91.

88 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li

Ahkâm al-Qur‟an, terj Budi Rosyadi dkk, (Jakarta:Pustaka Azzam,2008) jilid 11 ,h. 910.

98

saw. Saat ia menafsirkan membahas Surat al-Kahfi ayat 94 tentang Ya‟jûj dan

Ma‟jûj dalam kisah Dzulqarnaian, ia menyingung masalah dekatnya janji yang

benar (hari kiamat) dengan terbukanya tembok yang menawanYakjuj Makjuj.89

Pada surat al-Anbiyâ‟ ayat 96 ini, Sayyid Quṯb menafsirkan bahwa

konteks surat ini adalah gambaran di antara pemandangan-pemandangan kiamat

yang dimulainya dengan tanda-tanda yang menunjukkan dekatnya hari Kiamat,

Menurutmya apa yang menjadi tujuan disini adalah melukiskan hari tersebut

ketika ia datang, dan memberinya pengantar dengan gambaran kecil pemandangan

di bumi, yaitu keluarnya Ya‟jûj dan Ma‟jûj dari setiap dataran tinggi sengan cepat

dan penuh gejolak.90

Menurut Wahbah, Ya‟jûj dan Ma‟jûj adalah manusia kafir mereka

semuanya terbelalak penglihatannya, maksudnya kelopak mata mereka nyaris

tidak memandang karena begitu dahsatnya peristiwa kiamat. Karena mereka baru

akan muncul menjelang kiamat tiba. Tujuan dari ayat ini adalah membantah

pandangan orang-orang musyrik yang mengingkari adanya yaumul ba‟ts

(pembangitan kembali) dan hari pembalasan. Mereka mengakui akan kelalaian

dan kedzaliman yang telah mereka lakukan, mereka menyesal dan berkata

“alangkah celakanya kami” Kondisi ini tidak akan pernah kembali bagi kaum

yang dibinasakan akan terus berlaku sampai datangnya hari kiamat dan muncul

tanda-tanda kedatangannya. Di antara tanda-tanda kedatangan hari kiamat yang

89 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilalil Qur‟an, terj M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh Tahmid,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2009) cet 1, Jilid 8, h. 588-589.

90 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil al-Qur‟an,. jilid 8, h, 589-590.

99

pertama adalah terbukanya tembok penghalang Ya‟jûj dan Ma‟jûj. Tanda kedua

adalah datangnya manusia dengan cepat dari setiap tempat yang tinggi di bumi.91

Ya‟jûj dan Ma‟jûj merupakan kata ajam, dua nama suku. dan ya‟juj

makjuj atau semua manusia. dari setiap tempat yang

tinggi dari kawasan bumi. Yansiûn memilik arti bergegas atau keluar dengan

cepat, bergegas diambil dari kata سالى الئت jalan cepatnya serigala sehingga

hampir-hampir setengah berlari. Waqtaroba al wakdu haqq dan telah dekat

datangnya hari kiamat. Ayat diatas mengisyaratkan bahwa pengertian Ya‟jûj dan

Ma‟jûj adalah manusia semuanya, atau Ya‟jûj dan Ma‟jûj itu sendiri, dia juga

menafsirkan sampai keluarnya manusia dari kuburnya melalui setiap tempat yang

tinggi dibumi, hal itu terjadi ketika datangnya hari kiamat. Berdasarkan dalil

adanya an-Nasyr (hari kebangkitan) dan an-Hasyr (digiring ke al-Masyhar).92

Allah menegaskan tentang ba‟ts dan balasan dengan Firmannya والترة

juga tentang apa yang dialami oleh Orang-orang kafir berupa berbagai الىعذ الحك

kengerian dan kejadian luar biasa yang membuat mata mereka terbelalak dan

hampir-hampir tidak berkedip disebabkan kedahsyatan hari itu, seraya berkata

“duh, binasalah kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat

ẕalim dengan berbuat kemaksiatan, kami menempatkan ibadah tidak pada tempat

yang semestinya.93

Penulis menyimpulkan Al-Ṯabbarî, dan al-Qurthubî menjelaskan yang

intinya bahwa Ya‟jûj Ma‟jûj merupakan tanda kehancuran dunia dan dekatnya

hari kiamat dengan kemunculannya sebagai petanda akhir zaman yang sekarang

ini belum terbukti secara nyata wujudnya, hal ini berbeda dengan pendapat

91 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,

Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 9, h. 141.

92 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid,9, h. 143.

93

Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 9 h.143.

100

mufasir era kontemporer yakni: Sayyid Quṯb yang menjelaskan persoalan tentang

Ya‟jûj dan Ma‟jûj dengan menyelarasakan suatu fenomena yang telah terbukti.

Dengan menafsikan serangan mongol dan tartar yang menguasai timur itulah

masa keluarnya Ya‟jûj dan Ma‟jûj karena mereka melakukan perusakan besar

terhadap kemajuan Islam saat itu. dan Wahbah az-Zuhailî isyarat dari Ya‟jûj

Ma‟jûj adalah mereka manusia biasa, yaitu manusia kafir dan bukan makhluk

aneh alasanya kerena tidak mungkin makhluk aneh terbelalak (tanda penyesalan)

atas perbuatannya, karena yang baisa menyesali perbuatan adalah manusia, bukan

perilaku binatang. Dan manusia juga berpotensi besar dalam melakukan

perusakan. Namun Sayyid Quṯb dan Wahbah al-Zuhailî tidak menyangkal

bahwasanya ayat ini juga menjelaskan sesungguhnya Allah mengisyaratkan

dekatnya kedatangan Kiamat sejak masa Nabi Muhammad saw. dan boleh jadi

dinding itu terbuka pada suatu masa antara datangnya Kiamat dan masa kita ini.

Konteks ayat ini menunjukkan bahwa Ya‟jûj dan Ma‟jûj termasuk fitnah

yang muncul mengiringi kedatangan hari kiamat dan mereka termasuk tanda yang

dekat sekali dengan kedatangan kiamat. Walaupum memang harus diakui bahwa

sebagian informasinya belum terbukti saat ini, dan meskipun studi kebahasaan

atau uraian-uraian tersebut belum terbukti kebenarannya secara pasti dan jelas.

Atas dasar itu, hendaknya menggunakan pendekatan akidah dan keimanan dan

tidak menolak informasi al-Qur‟an hanya dengan alasan belum terbukti sehingga

menafikannya. Realitas gaib dapat dipahami dengan cahaya akal, dan realitas

alam gaib dapat dicerna lebih terang lagi dengan cahaya wahyu ilahi yang benar,

Selain itu ada hikmah yang dari pemberitaan bahwa akan datang Ya‟jûj dan

Ma‟jûj bisa menjadi rambu-rambu menuju jalan yang benar, serta menjadi

101

penerang hubungan sosial yang baik, untuk membangun peradaban yang unggul.

Sebagaimana Sayyid Quṯb menjelaskan tentang perlunya anggota masyarakat

melakukan upaya-upaya isolasi kebejatan, mengindari suatu hal yang menrugikan

diri sendiri atau lingkungan umum agar ia tidak mengalirkan arusnya kepada

masyarakat luas, isolasi tersebut adalah pelaksananna amar ma‟ruf nahi mungkar

dalam berbagai cara dan aspeknya sesuai dengan tantangan yang dihadapi.94

94 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil al-Qur‟an, jilid 8.h. 508-509.

102

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari berbagai keterangan berdasarkan yang telah dibahas pada bab-bab

yang lalu tentang kemukjizatan al-Qur’an yang terletak pada sisi internal al-

Qur’an itu sendiri, (dengan memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang

akan terjadi di masa mendatang) dan kejadian yang telah diprediksikan akan

terjadi memang sungguh terjadi. menurut hemat penulis, maka penelitian ini

mengungkap relevansi pemberitaan antara teks dan konteks ayat-ayat al-Qur’an

sehingga dapat dirasakan. Al-Qur’an mengabarkan berita yang benar mengenai

masa depan tentang peristiwa yang akan datang dan telah terbukti, seperti berita

gaib tentang kebenaran kemenangan yang berpihak pada kaum mukminin pada

masa awal kenabian dan masa awal diturunkannya al-Qur’an. kemenagan ini

adalah kemenangan romawi, kemenangan perang badar, dan kemenangan atas

penaklukkan Makkah. Selain memprediksi kemenangan yang akan diperoleh

kaum mukminin, al-Qur’an juga mengabarkan bahwa akan datang makhluk-

makhluk di masa depan, sebagai tanda-tanda hari kiamat tiba (Ya’jûj Ma’jûj dan

Dâbbah). Dapat diambil ibrah mengapa al-Qur’an menjelaskan bahwa Ya’jûj

Ma’jûj dan Dâbbah merupakan tanda besar kiamat, karena di baliknya ada pesan

penting bagi kehidupan saat ini yaitu sebagai peringatan bagi umat untuk

menjauhi perbuatan buruk dan beramal shaleh serta selalu waspada dan siap siaga.

103

B. SARAN-SARAN

Setelah penulis memaparkan kajian tentang ‘Mukjizat Pemberitaan Gaib

al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat tentang Peristiwa yang Telah Terjadi

dan Belum Terjadi)’ Dalam Skripsi ini penulis membahas tentang kemukjizatan

dalam penelitian yang telah penulis lakukan, penulis mendapatkan kendala yaitu

belum mendapatkan pendapat pro atau kontranya dari ulama atau mufasir tentang

penafsiran tentang pandangan tentang masa depan ataupun pendapat yang

berlawanan terhadap pada ayat-ayat yang memprediksikan tentang peristiwa masa

depan itu sendiri. Karena penulis menemukan perbedaan signifikan hanya terdapat

dalam beberpa ayat saja seperti penafsiran tentang keluarnya Dâbbah dan Ya’jûj

Ma’jûj. Pada ayat yang lainnya penafsiran beberapa muffasir saling menguatkan

atau menjelaskan pendapat penafsir yang lainnya. Kalaupun ada selisih pendapat

itu terletak pada tempat kejadian peristiwa atau makna secara literalnya saja.

Maka dari itu, penulis mengarapkan agar ada peneliti peneliti selanjutnya

yang membahas Mukjizat al-Qur’an dari aspek pemberitaan gaib terhadap ayat-

ayat yang memprediksi suatu peristiwa yang akan datang dengan pisau analisa

yang berbeda. Seperti mengkaji bagaimana pendapat yang berbeda dari para

ulama atau para muffasir.

104

DAFTAR PUSTAKA

Alex. Kamus Ilmiah Populer Kontemporer. Surabaya: Karya Harapan Art. 2005.

Al-Asqâr, ʻUmar Sulaimân. Ensiklopedia Kiamat, dari Sakaratul Maut Hingga

Surga Neraka, terj Irfan Salim dkk. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

cet 3.

Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,

Yogyakarta: Multi Karya Grafika.

Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka,2002. cet,3

Amrullah, Haji Abdul Malik Karim. Tafsir al-Azhar Jakarta: Pustaka

Panjimas,1982. Jilid, 19.

Anwar, Rosihon dan Muharom, Asep. Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia,

2015.cet, 1.

Badudu, J. S. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Kompas. 2003. cet1.

al-Bâqilânî, Al-Imam al-Qâdhî Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb. Iʻjaz al-

Qur‟ân, Beirut: Dar Ihya‟ al ʻUlûm. 1988.

Bâqî, Muhammad Fû‟âd Abdul Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-

Karîm. Cairo: Dâr al-Hadîs, 1991. cet 3.

Boullata, Issa J. Al-Qur‟an yang Menakjubkan, Bacaan Terpilih dalam Tafsir

Klasik Hingga Modern Dari Seorang Ilmuan Katolik, Terj, Bachrum B

Taufik, Ciputat Tanggerang :Lentera hati, 2008. cet 1.

Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jakarta:Gema Insani

Press,2001. jilid 2.

Daryanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern, Surabaya:Apolo, 1994.

Departemen Agama RI Tahun 2006, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jakarta:

Departemen Agama RI, 2006. jilid 5.

Dianmre, Mas. Masa lalu, Masa Kini, dan Masa Depan . Jakarta: Gramedia.

2016.

Djajal, Abdul. Ulumul Al-Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu,1998.

Echols, John M. dan Shadily, Hasaan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT

Gramedia. 1995, cet 21.

al-Farmawî, Abdul al-Hayy Metode Tafsir Mauḏu‟î, terj. Rohison Anwar

Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Firdaus, Deni Hamdani. Kamus Al-Qur‟an. Purwakarta:Pustaka Ancala. 2007. Cet

1.

105

al-Ghazali, Muhammad. Al-Qur‟an di Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan Kitab

Suci dalam Konteks Masa Kini, terj, Masykur Hakim. Bandung:

Penerbit Khazanah, 2008. cet 1.

Hude, Darwis dkk, Cakrawala Ilmu dalam al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Firdaus,

2002.

Imanî, Ayatullah Allamah Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur‟an, terj :Titik Etriana,

Jakarta: Nur al Huda, 2013.cet, 1.

Izzan, Ahmad. Ulumul Qur‟an telaah tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur‟an

edisi Revisi. Bandung: Tafakur, 2013, cet. 5.

Jarûb, Ahmad Masyruʻât Atlas. Qâmûs Atlas Al-Maûsû‟i Injlîzî-ʻArabî,

Cairo:Atlas Publising House. 2009.

Katsîr, Abu Ismâ‟il bin ʻUmar Ibn Tafsir al-Qur‟an al-Adzim, Beirut:Dar al-Kitab

„Alamiyah, 1419H. juz 7.

Kamarulzaman, AKA dan al Barry, M Dahlan Y. Kamus Ilmiah Serapan Disertai

Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Yogyakarta : Absolute.

Mahali, A. Mudjab. Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an Surat al-

Baqarah-Al-Nâs. Jakarta:PT Grafindo Persada, 2002. cet 1.

Mahmud, Maniʻ Abdul Halim Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode

Para Ahli Tafsir. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2006.

Majid, Abdul bin Aziz dkk, Mukjizat al-Qur‟an dan Sunnah tentang Iptek,

Jakarta: Gema Insan Press. 1997. Cet 1.

Mohammad, Afif. Islam Madzhab Masa depan Menuju Islam Non-Sektrarian

Pustaka Hidayah. 1998.

Munawwir, Ahmad Warson Kamus Arab-Indonesia: al-Munawwir. Yogyakarta:

1988.

al-Mutahairi, Abdul Muhsin Buku Pintar Hari Akhir berdasarkan Al-Qur‟an dan

Hadis, terj: Zaenal Arifin, Jakarta:Penerbit Zaman, 2012. cet 1.

al-Naisburî, Al-Wahid. Asbâb al-Nuzûl, terj. Moh. Syamsi, Asbaabun Nuzul:

Sebab-sebab Turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an. Surabaya: Amelia, 2014.

Nur, Tajudin. Semantik Bahas Arab. Pengantar Studi Ilmu Makna ,

Bandung:Penerbit PPM. 2010.

al-Qattân, Mannâʻ Khalil. Mabâhits fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (Riyâdh : Mansyûrât al-

ʻAsr al-Hadîts. 1990.

________, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj Mudzakir, Jakarta: Pustaka Litera Antar

Nusa,1994. cet 2, h. 375.

106

Qarḏawî, Yûsuf Iman dan Kehidupan, Terj: Fachruddin Hs, Jakarta:Bulan

Bintang, 1993. cet 3.

al-Qurṯubî. Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî .A l-Jâmi‟

li Ahkâm al-Qur‟an, terj Budi Rosyadi dkk. Jakarta:Pustaka Azzam,

2008. Jilid 11.

________, Al-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟ân. terj: Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2007. Jilid 1.

Quṯb, Sayyid. Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. Jakarta : Gema

Insani Press, 2004. Jilid 13.

________, Fi-Dzilalil al-Qur‟an, terj: M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh

Tamhid. Jakarta:Robbani Press,2009. Cet, 1 jilid 9.

Sabiq, Sayyid. Aqidah Islam, terj: Moh. Abdai Rathomy, Bandung: CV

Diponegoro,1982. cet.3.

Al-Sabuni, Syekh Muhammad Ali. Al-Tibyân fî „Ulûm al-Qur‟an. Beirut: „Alam

al Kutub,1988.

Said, Hasani Ahmad Diskursus munasabah al-Qur'an: mengungkap tradisi tafsir

Nusantara : tinjauan kritis terhadap konsep dan penerapan munasabah

dalam tafsir al-Mishbâh, Jakarta: AMZAH, 2015.

Setiawan, Abdul Basith. “Konsep Hijab dalam pandangan Murthaḏâ

Motahharî” . Skripsi S1 Fakutas Ushuluddin dan Filasaf, Universitas

Islam Negeri Sayrif Hidayatullah, Jakarta. 2014.

Al-Shiddiqy, Hasbi. Ilmu-ilmu al-Qur‟an: Media-media pokok dalam

menafsirkan al-Qur‟an, Jakarta: Bulan Bintang. 1970.

Shihab, M.Quraish. Al-Lubab makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-

Qur‟an. Tanggerang:Lentera Hati, 2012.

________, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda

Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an. Tanggerang: Lentera Hati, 2013

________, Mukjizat al-Qur‟an Ditinaju dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah

dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Penerbit Mizan, 2007, cet 1.

________, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:

Lentera Hati,2002. jilid 7.

Sirrin, Muhammad Ibnu. Tafsir Mimpu menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah. Terj :

Syihabuddin, Asep Sopian. Jakarta:Gema Insani Press. 2004. cet 1.

Somad, Muhammad Kamîl Abdul. Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur‟an. Terj,

Alimin. Jakarta : Media Eka Sarana, 2007, cet 6.

al-Suyûṯî, Jalâl al-Dîn Al-Itqân fî ʻUlum al-Qur‟ân, Beirut:Libanon, 1429 H.

107

Syibromalisi, Faizah Ali. dan Azazy, Jauhar Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern. Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2011. cet, 1.

al-Ṯabbarî, Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr. Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-

Qur‟an. Beîrût, Lebanon : Dâr al-Fikr,1988. jilid 17.

Tsuari, M. Najib. dkk, ed. M. Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis terhadap al-

Qur‟an dan Hadis,(Ciputat: CV Sakata Cendekia,2015) cet, 1.

Yunus, Mahmûd Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Hindakarya Agung, 1990. cet

8.

Sumber dari Jurnal

Rosadisastra, Andi. “ Tafsir Ayat Kauniyah : Relasi Metode Saintifik dengan

Tafsir al-Qur‟an” h.39.

Shodiq, “Pengukuran Keimanan:Prespektif Psikiologi”: Nadwa: Jurnal Pemikiran

Islam, Vol 8. No 1, (April 2014)

Yuliastomo, Nicedemus “Pandangan Kontemporer Kerajaan Seribu Tahun Suatu

Studi Telogi Perjanjian Baru tentang Milenium” Artikel Jurnal Jaffary,

vol 6. No. 2, (2008). p. 24-36.

Sumber dari website.

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/ Copyringts 2010-2018, diakses pada 17

September, 07:16 WIB, 2018.

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-20-taha/ayat-22 diakses pada tanggal 1 januari

2019 pukul 22:51 Wib.