mudhorobah musyarokah
DESCRIPTION
salah satu bahasan dalam fiqh muamalahTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia – Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Mudharabah dan musyarakah serta
implementasinya”.
Makalah ini berisikan informasi tentang mudharabah dan musyarakah atau
yang lebih khususnya membahas masalah – masalah yang berkaitan dengan
mudharabah dan musyarakah, karakteristik serta implementasi mudharabah dan
musyarakah baik secara langsung maupun dalam perbankan syariah. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang mudharabah dan
musyarakah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Yogyakarta, 08 Maret 2014
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Ekonomi islam atau ekonomi syariah di indonesia
semakin cepat ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perbankan syariah.
Perbankan syariah merupakan perbankan yang dasar operasionalnya
menggunakan al-qur’an dan as-sunnah. Inovasi produk harus dilakukan oleh
praktisi maupun akademisi ekonomi islam agar produk-produk perbankan
syariah mampu bersaing dengan produk yang ditawarkan oleh perbankan
konvensional.
Inovasi produk yang dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
transaksi masyarakat harus sesuai dengan akad-akad yang telah dicontohkan
oleh rosulullah serta para sahabat. Akad-akad dalam transaksi atau muamalah
diantaranya terdapat mudharabah dan musyarakah. Kedua akad ini esensinya
adalah akad kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk
memperoleh atau menghasilkan sesuatu.
Banyak hal yang perlu dikaji mengenai akad mudharabah dan
musyarakah terutama berkaitan dengan implementasinya dalam lembaga
keuangan syariah.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian mudharabah dan musyarakah?
2. Apa landasan hukum mudharabah dan musyarakah?
3. Bagaimana implementasi mudharabah dan musyarakah dalam perbankan
syariah?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian mudharabah dan musyarakah
2. Menjelaskan landasan hukum mudharabah dan musyarakah
3. Menjelaskan implementasi mudharabah dan musyarakah dalam perbankan
syariah
1. Mudharabah 1.1 pengertian mudharabah
Kata Mudharabah secara etimologi berasal dari kata darb. Dalam
bahasa Arab, kata ini termasuk diantara kata yang mempunyai banyak arti.
Diantaranya memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung, menghindar
berubah, mencampur, berjalan, dan lain sebagainya.1 Perubahan makna
tersebut bergantung pada kata yang mengikutinya dan konteks yang
membentuknya.
Secara terminologi, mudharabah diungkap secara bermacam-macam
oleh para ulama madzhab. Diantaranya menurut madzhab Hanafi, “suatu
perjanjian untuk berkongsi didalam keuntungan dengan modal dari salah satu
pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain.”2 Sedangkan madzhab Maliki
menamainya sebagai penyerahan uang dimuka oleh pemilik modal dalam
jumlah uang yang ditentukan kepada seorang yang akan menjalankan usaha
dengan uang itu dengan imbalan sebagian dari keuntungannya.3
Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh
para ahli, namun di sini penulis hanya mengutip beberapa pendapat saja antara
lain:
a. Menurut Sayyid Sabiq “Mudharabah adalah akad antara dua pihak
dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal)
kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai
dengan kesepakatan”.4
b. M. Syafi’i Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut:
“Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
1 Al-Mu’jām al-Wasit, Al-juz’ al-awwal, Cet III, (Kairo, Majma’ al-lughah al-Arabiyah), 1972.2 Ibn. Abidin, Radd al-Mukhtār ‘ala al-Durr al Mukhtār, juz IV, (Beirut: Dar Ihya al-Turas,1987)
hal 483.3 Al-Dasuqi, Hasiyah al-Dasuqi’ala al-Sarh al-Kabir, Juz III, (Beirut : Dar al-Fikr,1989),hal 63.4 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 218.Lihat pula Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik atas
Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, (Jakarta: Paramadina, 2004), penerjemah, Arif Maftuhin, cet. II, hlm. 77.
pihak pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan
pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
si pengelola”.5
c. Lewis dan Algaoud mendefinisikan mudharabah sebagai sebuah perjanjian
di antara paling sedikit dua pihak dimana satu pihak, pemilik modal
(shahib al-mal atau rab al-mal), mempercayakan sejumlah dana kepada
pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk menjalankan suatu aktivitas atau
usaha. Konsekuensinya para pemberi pinjaman memperoleh bagian
tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang telah mereka biayai6
d. Adiwarman mengutip pendapat M. Anwar Ibrahim bahwa “Mudharabah
adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja
dari pihak lain, dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan
mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua,
yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung”.7
Dari keempat definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah
adalah akad antara dua pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal)
dengan pengelola usaha (mudhararib) dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam
kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka
kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing).
5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 95. Pendapat ini senada dengan yang dikemukakan oleh Ilmi, Lihat Makhalul Ilmi SM, Teori dan praktek Mikro Keuangan Syari’ah: Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusi, (Yogyakarta: UII Press, 2002), hlm. 32; dan Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga: studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) penerjemah, Muhammad Ufuqil Muhibin, dkk., cet. II, hlm. 91.
6 Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, op.cit., hlm. 667 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2007), hlm. 204-205.
1.2 landasan hukum mudharabahMudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma’ (kesepakatan)
ulama.8 Di dalam Al-Qur’an maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis
yang menganjurkan manusia untuk menjalankan usaha. Berikut ini akan
dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan anjuran untuk melakukan
usaha.
�م� �ك ب ر� من� ف�ض�ال� �غ�وا �ت �ب ت ن�� أ �اح� ن ج� �م� �ك �ي ع�ل �س� �ي ل
Artinya : “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…” (Q.S. al-Baqarah : 198)
إ : لمطلب ا عبد بن س لعبا ا سيدنا ن كا ل قا نه ا عنهما الله سرضي عبا بن ا روى
ديا وا به ينزل وال بحرا به يسلك ال ن أ حبه صا على شترط ا ربة مضا ل لما ا دفع ذا
به يشترى بة وال رطبة دا كبد ت فعل ذا ن الله فإ رسول شرطه فبلغ ضمن ذلك
وسلم عليه الله زه صلى فأجا
Artinya : “Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya.” (H.R. Thabrani).
فيهن : ث ثال وسلم عليه الله صلى الله رسول ل قا ل قا بيه أ عن صهيب لح صا عن
للبيع ال للبيت لشعير با �ر لب ا ط خال وأ رضة لمقا وا جل أ لى إ لبيع ا البركة
Artinya : “Dari Shalih ibn Shuhaib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (H.R. Ibn Majah).
1.3 rukun mudhorobah
Menurut jumhur ulama’, rukun mudhorobah adalah sebagai berikut:
1. ‘Aqidain (dua orang yang berakad) yaitu mudhorib (pengelola modal) dan
shohibul mal (pemilik modal).
8 Sayyid Sabiq, loc.cit.
2. Al-mal (modal) yaitu sejumlah dana yang dikelola oleh mudhorib untuk
digunakan sebagai modal usaha yang diperoleh dari shohibul mal.
3. Ar-ribh (keuntungan) yaitu laba yang diperoleh oleh mudhorib yang
kemudian dibagi bersama dengan shohibul mal sesuai dengan kesepakatan.
4. Al-a’mal (usaha) yaitu usaha/pekerjaan yang dilakukan oleh mudhorib untuk
mengelola al-mal dari shohibul mal.
5. Shighot yaitu serah terima antara mudhorib dan shohibul mal berupa ijab
(ungkapan penyerahan modal) dan qobul (ungkapan menerima modal dan
ungkapan persetujuan kedua pihak).
Menurut Sayyid Saqib (madhab hanafi), rukun mudharabah hanya ijab dan
qobul.
1.4 syarat mudhorobah
Syarat adalah hal-hal yang harus dipenuhi setelah rukun-rukun terpenuhi,
sehingga keberadaan syarat mudharabah terkait dengan rukun-rukunnya. Oleh
sebab itu, syarat-syarat mudhorobah dapat dirinci berdasarkan rukun-rukun yang
telah ditetapkan;
a. Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (‘aqidain)
1. Bagi orang yang melakukan akad, disyaratkan mampu melakukan
tasharruf, maka akan dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang
gila, dan orang-orang di bawah pengampuan.
2. Shohibul-mal (pemilik modal) tidak boleh mengikat dan melakukan
intervensi kepada mudhorib dalam mengelola dananya. Ia harus
memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mudhorib terhadap hal-hal
yang sudah disepakati. Namun demikian masih diperkenankan membatasi
pada suatu macam barang tertentu, jika pada saat berlangsungnya akad
barang tersebut mudah ditemukan.9
b. Syarat yang terkait dengan modal (al-mal)
9 M. Yazid affandi, fiqh muamalah dan implementasinya dalam lembaga keuangan syariah, (Yogyakarta: logung pustaka, 2009), hlm. 106.
1. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila
barang itu berbentuk emas atau perak batangan (tabar) emas hiasan atau
barang dagangan lainnya, maka mudharabah tersebut batal.
2. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal
yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan
tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak, sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
3. Modal bukan merupakan pinjaman (hutang).
4. Modal diserahkan langsung kepada mudhorib dan tunai. Jika masih ada
sebagian modal yang dipegang oleh shohibul-mal maka menurut ulama’
hanafi, maliki, dan syafi’i tidak boleh. Namun, ulama’ hambali
membolehkannya, asalkan tidak mengganggu kelancaran usaha.
5. Pengembalian modal dapat dilakukuan bersamaan dengan waktu
penyerahan bagi hasil atau dapat diserahkan pada saat berakhirnya
mudhorobah.
6. Pada prinsipnya, dalam mudhorobah tidak diperkenankan adanya jaminan.
Namun, agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik
modal dapat meminta jaminan pada mudhorib.
c. Syarat yang terkait dengan keuntungan (ar-ribh)
1. Kadar keuntungan harus diketahui, berapa jumlah yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut harus dibagi secara proporsional kepada kedua pihak,
dan proporsi (nisbah) keduanya harus sudah dijelaskan pada waktu
melakukan kontrak.10
2. Shohibul-mal berkewajiban menanggung semua kerugian dalam akad
mudhorobah sepanjang kerugian tersebut bukan karena kelalaian
mudhorib. Sebaliknya, mudhorib mengambil risiko tidak memperoleh
apa-apa dari usahanya, seandainya perniagaan tidak menghasilkan
keuntungan.
10 Dimyaudin djuwaini, pengantar fiqh muamalah, (yogyakarta: pustaka pelajar, 2008), hlm. 229
d. Syarat yang terkait dengan usaha (al-a’mal)
Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta
untuk berdagang di Negara tertentu, memperdagangkan barang-barang
tertentu, pada waktu tertentu sementara di waktu lain tidak, karena
persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah,
yaitu keuntungan.11
e. Syarat yang terkait dengan sighot
Sighot (ijab dan qobul) harus diucapkan oleh kedua belah pihak untuk
menunjukan kemauan mereka, dan terdapat kejelasan tujuan mereka dalam
melakukan sebuah kontrak.
1.5 Macam-macam mudharabah
Akad mudharabah dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Mudharabah muthlaqoh (unrestricted investment)
Mudhorobah mutlaqoh yaitu akad kerja sama mudhorobah dimana mudhorib
diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal usaha. Mudhorobah jenis ini
lebih memberikan keleluasaan kepada mudhorib untuk mengelola modalnya tanpa
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan tempat. Namun begitu, tetap harus
secara jujur dan terbuka menyampaikan perkembangan usaha kepada shohibul-
mal.
2. Mudharabah muqoyyadah (restricted investment)
Mudharabah muqoyyadah adalah akad kerja sama mudharabah dimana shohibul
mal menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi mudhorib, baik mengenai
tempat, jenis, dan tujuan usaha.
Mudharabah
Mudharabah muqoyyadah dibagi menjadi 2 :
a. Mudharabah muqoyyadah on balance sheet
11 Sahrani Sohari, Abdullah Ru’fah, Fikih Muamalah, Cet. 1, (Bogor:Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm.199
Mudharabah muqoyyadah on balance sheet merupakan simpanan khusus
(restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh pihak mudhorib.
b. Mudharabah muqoyyadah off balance sheet
Mudharabah muqoyyadah off balance sheet merupakan penyaluran dana
secara langsung oleh shohibul mal kepada mudhorib, dimana terdapat pihak
ketiga (bank) sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara
shohibul mal dengan mudhorib.
1.6 fatwa DSN MUI tentang mudharabahKetentuan Pembiayaan:12
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana)
membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha
(nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta
dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
12 Majelis ulama indonesia, fatwa DSN NO:07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang pembiayaan Mudharabah (Qiradh), hlm 3
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa
DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat
ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
1.7 skema pembiayaan mudhorobah dalam perbankan syariah
2.
Musyarakah2.1 pengertian musyarakah
Pengertian musyarakah ditinjau dari segi etimologi berasal dari Kata syirkah (
bentuk masdar dari ,(شركة fiil madhi ( ,yang berarti jaringan atau net ( شرك
sekutu atau penyambungan.13
13 Ahmad zuhdi Muhdhar, Kamus kontemporer arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi karya grafika, Tt), hlm 1129
Dalam kamus bahasa-Indonesia karangan Prof. DR. Mahmud Yusuf dijelaskan
kata syirkah ( berasal dari kata ( شركة ( - شريكة - شركة - شرك –يشرك
yang artinya berserikat, bersekutu dengan dia.14 ( شرك
Secara terminologi, kata musyarakah diambil dari kata syirkah yang berarti al-
Ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih sehingga antara
masing-masing sulit dibedakan seperti persekutuan hak milik atau persekutuan
usaha.15
Untuk lebih mengetahui tentang definisi syirkah, pengertian syirkah secara
terminologi yang disampaikan oleh Fuqaha mazhab empat sebagai berikut:16
Menurut Fuqaha Malikiyah, Al-Syirkah adalah kebolehan bertasharruf bagi
masing-masing pihak yang berserikat maksudnya masing-masing pihak
memberikan ijin kepada pihak lain dalam mentasharrufkan obyek perserikatan.
Menurut Fuqaha Hanabilah, Al-Syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan
tasharruf. Menurut Fuqaha Syafi’iyah, Al-Syirkah adalah berlakunya hak atas
sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan. Sedangkan menurut
Fuqaha Hanafiyah, Al-Syirkah adalah akad antara pihak-pihak yang berserikat
dalam hal modal dan keuntungan.
Ulama lain selain ulama empat mazhab di atas, mengemukakan beberapa
pendapat tentang definisi syirkah, pendapat tersebut dikemukakan oleh :
a. Menurut Hasbi Ash Shiddiqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah
akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja
pada suatu usaha dan membagi keuntungannya.17
14 Mahmud Yunus, kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: yayasan penyelenggara, penterjemah/penafsiran Al quran, t.t), hlm 196
15 Ghufron A Masadi, Fiqh Muamalah kontekstual, (Jakarta: PT Raja grafindo persada, tt),hlm 191
16 Wahbah Al-Zuhailiy, Al Fiqh al Islamiy waadillatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fiqr, 1989),Hlm 792-793
17 TM Hasbi ash Shiddiqie, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),Hlm 89
b. Menurut Muhammad Al Syarbini al Khatib, yang dimaksud dengan syirkah
adalah akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan
keuntungan.18
c. Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan serikat dagang yakni dua
orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang dengan
menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugiannya
diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.19
d. Menurut Imam Taqiyuddin Ibnu Abi Bakar Ibnu Muhammad al Husaini yang
dimaksud syirkah adalah ibarat penetapan sesuatu hal untuk dua orang atau lebih
dengan cara yang telah diketahui.20
Setelah kita membahas tentang definisi syirkah menurut para ulama kiranya
dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah akad antara dua atau
lebih orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Hasil pendapatan
atau keuntungan ditentukan sesuai dengan kesepakatan bersama diawal, sehingga
kerugian ditanggung secara proporsional sampai batas modal masing-masing.
2.2 landasan hukum musyarakah
Al-Syirkah dalam Al Qur’an sebagai landasan Hukum antara lain terdapat dalam
surat Al Nisa’ Ayat 12.21
فإن ….. كانوآ أآثر من ذلك فهم شر كآء فى ….. الثلث
Artinya : …. Tetapi jika saudara seibu tersebut lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam bagian sepertiga…. ( Al Nisa’ 12)
Dalam surat Al Shaad ayat 24 juga diterangkan tentang dasar hukum dari Syirkah
ini.22
و إن كثيرا من الخلطآء ليبغى بعضهم بعضعلى إال الذين أمنوا
18 H. Hendi suhendi, Fiqh muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2002), hlm 12519 ibid hlm 126-12720 Imam Taqiyuddin abi Bakar ibnu Muhammad al husaini, Kifayat Al akhyar, Fii Al
Ghoyati al Ikhsari, (Semarang: Toha Putra,tt) Juz 1, Hlm 280.21 Departemen agama RI, Al Qur’a n Al Karim Dan terjemahnya, (Semarang: CV Toha
Putra) Hlm 63.22 Ibid, Hlm 38
( ص : ٢٤ )........... وعملوا الصالحات و قليل ما هم
Artinya : Sesungguhnya kebanyakan orang-orang berserikat sebagian mereka berbuat aniaya terhadap sebagian lainnya kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh dan mereka ini amat sedikit. (shaad 24)
Selain dasar hukum yang termaktub dalam Al Qur’an dasar hukum Syirkah
diperkuat oleh hadist Rasulullah SAW.23
فقال : ( مسلم ) عليه السالم اللهيد على الشر يكين ما لم يتخاو نا
Artinya : Pertolongan Alloh tercurah atas dua pihak yang berserikat keduanya tidak saling berkhianat (HR Muslim)
Dan juga diperkuat dalam hadist yang terdapat dalam kitab Al Maraghi.24
عن : أبى هريرة اللهرضى عنه قال قال اللهرسول اللهصلى عليه
و : : سلم اللهقال تعالى أنا ثالث لشرا يكين ما لم يخن أحدهما
رواه ) أبو داود و صححه صاحبه . ( الحاكم فإذا خان خرجت من بينهما
Artinya : Dari Abi hurairah RA, Ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW, telah bersabda menceritakan firman Allah: aku (Allah) adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat. Selama salah seorang diantara mereka tidak berkhianat pada temannya, apabila berkhianat maka aku (Allah) keluar dari mereka (HR. Abu Daud dan dianggap shahih oleh Hakim)
Dari hadist di atas dijelaskan bahwa dua orang atau lebih yang berserikat atau
mengadakan perkongsian selama keduanya tidak saling berkhianat pada yang lain
maka pertolongan Allah senantiasa tercurah dalam kerjasama tersebut. Namun
apabila ada kecurangan yang dilakukan oleh salah satu dari mereka maka Allah akan
mencabut curahan perlindungan itu. Berdasarkan keterangan Al Qur’an dan Al Hadist
Rasulullah tersebut di atas pada prinsipnya seluruh Fuqaha sepakat menetapkan
bahwa hukum syirkah adalah Mubah, meskipun mereka memperselisihkan keabsahan
hukum beberapa jenis syirkah.
23 Wahbah Al-Zuhailiy, Op. Cit.,, Hlm 79224 Al Hafid Bu Khijrol Al Asqolani, Bulughun Al Marom min Adillatul Ahkam, (Semarang:,CV
Toha Putra, tt), Hlm 187.
2.3 rukun musyarakah
Dikalangan mazhab Hanafi menyatakan bahwa rukun akad hanya sighat
al-‘aqad, yaitu ijab dan Kabul, begitu pula dengan rukun musyarokah. Adapun
rukun musyarakah yang disepakati oleh jumhur ulama adalah :25
a. Shigat (lafal) ijab dan qabul
Sighat al-aqad merupakan rukun akad yang terpenting, karena melalui akad
inilah diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad (transaksi). Sighat
al-aqad dinyatakan melalui ijab dan qobul, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Tujuan akad itu harus jelas dan dapat dipahami
2. Antara ijab dan Kabul harus dapat kesesuaian
3. Pernyataan ijab Kabul itu harus sesuai dengan kehendak masing-masing,
dan tidak boleh ada yang meragukan
b. Pelaku akad (‘aqidain), yaitu para mitra usaha
Pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum seperti berkompeten
dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
c. Obyek akad (ma’qud alaih), yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan
keuntungan (ribh).
2.4 syarat musyarakah
Syarat-syarat musyarokah dapat digolongkan berdasarkan rukun-
rukunnya. Secara terperinci syarat-syarat tersebut yaitu:
a. Syarat yang terkait dengan aqidain
1. Akil dan baligh
Menurut jumhur ulama’ syarat ini mutlak berlaku bagi semua
transaksi. Namun, madhab Hanafi sedikit berbeda dengan menyebut
mumayyiz sebagai syarat untuk orang-orang yang melakukan
transaksi.
2. Memiliki kemampuan dan kompetensi dalam memberikan atau
menerima kuasa perwakilan. Jika obyek musyarokah dikelola
25 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Cet. 1, (Jakarta:Zikrul Hakim,2003),hlm.54.
bersama-sama, maka kemampuan dan kompetensi disyaratkan ada
pada dua-duanya. Jika yang mengelola obyek akad tersebut salah satu
pihak, maka syarat ini hanya berlaku bagi pengelola dana.
b. Syarat yang terkait dengan obyek akad (ma’qud alaih)
1. Modal berupa modal mitsli (barang yang bisa ditimbang, ditakar, dan
boleh diakad salam), harta mitsli adalah harta yang dapat ditemukan
padanannya dipasaran.
2. Sama dalam jenis dan sifatnya, sekiranya barang tersebut bercampur
maka tidak bisa dibedakan.
3. Keuntungan bisa dikuantifikasikan, artinya masing-masing partner
mendapatkan bagian yang jelas dari hasil keuntungan bisnis, bisa
dalam bentuk nisbah dan persentase.
4. Penentuan pembagian bagi hasil (keuntungan) tidak bisa disebutkan
dalam jumlah nominal yang pasti, karena hal ini bertentangan dengan
konsep syirkah untuk berbagi dalam keuntungan dan resiko atas usaha
yang dijalankan.
c. Syarat yang terkait dengan sighot
Sighot dalam akad musyarokah disyaratkan berupa ucapan yang lugas
yang menunjukan adanya izin dalam pengelolaan dana. Maka jika ucapan
hanya terbatas pada memberi pengertian melakukan kerjasama
(bersyarikat) saja, tanpa adanya izin dari kedua belah pihak yang
berserikat, maka akad ini dianggap tidak sah. Namun demikian, menurut
qoul adzhar kata yang memberi pengertian berserikat saja, dianggap sudah
memenuhi persyaratan jika hal tersebut telah menjadi kebiasaan di
masyarakat. Dalam hal ini sahnya akad musyarokah didasarkan pada urf
yang berlaku ditengah-tengah masyarakat.26
2.5 macam-macam musyarakah
musyarakah secara umum dibagi menjadi 2 yaitu:
26 M. Yazid affandi, fiqh muamalah dan implementasinya dalam lembaga keuangan syariah, (Yogyakarta: logung pustaka, 2009), hlm. 125.
1. Syirkah al-amlak
Syirkah al-amlak yaitu dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa
melalui akad syirkah. Syirkah jenis ini dibagi menjadi dua:
a. Syirkah ihtiyari (perserikatan dilandasi pilihan orang yang berserikat)
yaitu perserikatan yang muncul akibat keinginan dua orang atau lebih
untuk mengikatkan diri dalam satu kepemilikan.
b. Syirkah jabr yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau
lebih tanpa kehendak mereka.
2. Syirkah al-uqud
Syirkah al-uqud adalah syirkah yang akadnya disepakati dua orang atau lebih
untuk mengikatkan diri pada perserikatan modal dan keuntungan.
a. Syirkah al-inan
Syirkah al-inan yaitu akad kerjasama dimana kedua belah pihak ikut
berkontribusi dalam modal, usaha, dan berhak atas keuntungan yang
diperoleh. Dalam syirkah al-inan jumlah modal dan usaha yang dilakukan
tidak sama sehingga pembagian keuntungan pun tidak sama. Sehingga
apabila terjadi kerugian, maka dibagi berdasarkan prosentase modal
masing – masing pihak.
b. Syirkah al-muwafadhah
Syirkah al-muwafadhah adalah akad kerjasama dimana modal serta
kontribusi usaha kedua pihak harus sama baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya sehingga keuntungan dan kerugian yang diterima dibagi
secara sama rata.
c. Syirkah al-wujuh
Syirkah al-wujuh adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih
yang memiliki reputasi dan prestise yang baik serta ahli dalam berbisnis.
Mereka membeli barang secara kredit (tidak dengan uang cash), kemudian
menjualnya dengan tunai.
d. Syirkah al-abdan (syirkah al-a’mal)
Syirkah al-abdan adalah perserikatan antara dua orang atau lebih dalam
bentuk kerja (tanpa modal) untuk menerima pekerjaan secara bersama-
sama dan berbagi keuntungan.
2.6 fatwa DSN MUI tentang musyarakahBeberapa Ketentuan:27
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan
setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
27 Majelis ulama indonesia, fatwa DSN NO:08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang pembiayaan Musyarakah, hlm 2-4
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau
yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset
perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para
mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar
kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak
ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi
kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas
nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan
masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan
dalam kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara
proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak
ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika
keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau
prosentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan
jelas dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2.7 skema pembiayaan musyarakah dalam perbankan syariah
PENUTUP
1. Kesimpulan Mudharabah merupakan akad antara dua pihak atau lebih, antara pemilik
modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha (mudhararib) dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di
dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka
kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing). Mudharabah
memiliki beberapa rukun yaitu ‘aqidain, al mal, ar ribh, al a’mal, dan sighot.
Mudharabah terbagi menjadi dua macam yaitu mudharabah muthlaqoh dan
mudharabah muqoyyadah.
Musyarakah merupakan akad antara dua atau lebih orang yang berserikat
dalam hal modal dan keuntungan. Hasil pendapatan atau keuntungan ditentukan
sesuai dengan kesepakatan bersama diawal, sehingga kerugian ditanggung secara
proporsional sampai batas modal masing-masing. Musyarakah memiliki beberapa
rukun yaitu ‘aqidain, sighat, dan ma’qud alaih. Musyarakah terbagi menjadi dua
macam macam yaitu syirkah syirkah al amlak dan syirkah al uqud.
2. Rekomendasi
Akad mudharabah dan musyarakah yang telah dikenal dan dirumuskan oleh
ulama-ulama klasik, seyogyanya dapat di gunakan untuk mempermudah
pengembangan transaksi dalam lembaga keuangan di era modern ini dengan tetap
memperhatikan syarat dan rukun dari akad mudharabah dan musyarakah itu
sendiri tanpa menghilangkan sedikitpun makna dan tujuan dari kedua akad
tersebut.
Daftar Pustaka
Affandi, Yazid, fiqh muamalah dan implementasinya dalam lembaga keuangan
syariah. Yogyakarta: logung pustaka, 2009.
Syafi’i Antonio, Muhammad, bank syariah: dari teori ke praktek. Jakarta: gema
insani press, 2001
Karim, Adiwarman, bank islam: analisis fiqh dan keuangan. Jakarta: raja grafindo,
2007.
Djuwaini, Dimyaudin, pengantar fiqh muamalah. Yogyakarta: pustaka pelajar, 2008.
Sahrani Sohari dan Abdullah Ru’fah, fikih muamalah. Bogor: ghalia indonesia, 2011.
Zulkifli, Sunarto, panduan praktis transaksi perbankan syariah. Jakarta: zikrul
hakim, 2008.
Suhendi, H. Hendi. Fiqh muamalah. Jakarta: raja grafindo, 2002.
Al-zuhaili, Wahbah, Al Fiqh al Islamiy waadillatuhu. Damaskus: dar al-fiqr, 1989.
Ash shiddiqie, TM Hasbi, pengantar fiqh muamalah. Jakarta: bulan bintang, 1974.
A Masadi, Gufron, fiqh muamalah kontekstual. Jakarta: raja grafindo, tt.