mte bab ii

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selulitis merupakan salah satu gangguan pada kulit dan jaringan lunak di sekitar mata yang diakibatkan oleh mikroorganisme. Infeksi yang terjadi biasanya berasal dari tiga sumber utama yaitu penyebaran langsung dari sinusitis, inokulasi langsung dari trauma atau infeksi kulit, dan penyebaran jauh dari infeksi seperti pneumonia. 1 Selulitis terbagi 2, yaitu selulitis orbita dan selulitis preseptal. Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak di posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. 2 Selulitis preseptal adalah infeksi yang umum terjadi pada kelopak mata dan jaringan lunak periorbital yang menimbulkan eritema kelopak mata akut dan edema. Infeksi yang terjadi umumnya berasal dari persebaran 1

Upload: eka-putra

Post on 19-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

w

TRANSCRIPT

Page 1: MTE BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Selulitis merupakan salah satu gangguan pada kulit dan jaringan lunak di

sekitar mata yang diakibatkan oleh mikroorganisme. Infeksi yang terjadi

biasanya berasal dari tiga sumber utama yaitu penyebaran langsung dari

sinusitis, inokulasi langsung dari trauma atau infeksi kulit, dan penyebaran jauh

dari infeksi seperti pneumonia.1

Selulitis terbagi 2, yaitu selulitis orbita dan selulitis preseptal. Selulitis orbita

adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak di posterior dari septum

orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena

sinusitis bakterial akut atau kronis.2

Selulitis preseptal adalah infeksi yang umum terjadi pada kelopak mata dan

jaringan lunak periorbital yang menimbulkan eritema kelopak mata akut dan

edema. Infeksi yang terjadi umumnya berasal dari persebaran dari infeksi lokal

sekitar seperti sinusitis, dari infeksi okular eksogen, atau mengikuti trauma

terhadap kelopak mata.3

Selulitis preseptal dan selulitis orbita memiliki manifestasi klinis yang

mungkin mirip, akan tetapi kedua kondisi tersebut harus dibedakan. Selulitis

preseptal hanya melibatkan jaringan lunak di anterior septum orbital dan tidak

melibatkan struktur di dalam rongga orbita. Selulitis preseptal dapat menyebar

ke posterior septum orbita dan berprogresi selulitis orbita dan abses orbital atau

subperiosteal.3

1

Page 2: MTE BAB II

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang etiologi dan tatalaksana selulitis.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui tentang etiologi dan penatalaksanaan pada selulitis.

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah wawasan mengenai etiologi dan penatalaksanaan selulitis.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur.

2

Page 3: MTE BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Selulitis merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di

belakang septum orbita. Selulitis terbagi dua yaitu selulitis orbita dan selulitis

preseptal. Penyebab yang paling umum dari selulitis adalah akibat

mikroorganisme, terutama bakteri.4

2.2 Anatomi

Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat yang berada di antara fossa

kranialanterior dan sinus maksilaris,tiap orbita berukuran sekitar 40 mm pada

ketinggian,kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh tujuh buah tulang

yaitu Os. Frontalis, Os. Maksilaris, Os. Zygomatikum, Os. Sphenoid, Os.

Palatinum, Os. Ethmoid, dan Os. Lakrimalis. Secara anatomis orbita dibagi

menjadi enam sisi yaitu dinding medial, dinding lateral, langit-langit berbentuk

triangular, lantai, dan basis orbita.

Vaskularisasi orbita terdiri dari arteri utama yaitu arteri oftalmika yang

memiliki sembilan percabangan dan vena utama yaitu vena oftalmika superior

dan inferior. Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan

sinus kavernosus sehingga dapat menimbulkan thrombosis sinus kavernosus

yang potensial fatal akibat infeksi superficial di kulit periorbita.

Septum orbital adalah sebuah membran tipis yang memisahkan kelopak mata

superfisial dari struktur orbital yang lebih dalam. Septum ini membentuk sebuah

3

Page 4: MTE BAB II

barier potensial yang mencegah infeksi mata sampai pada orbit. Infeksi dari

jaringan lunak anterior sampai septum orbital disebut selulitis periorbital dan

mempengaruhi kelopak mata dan adneksa. Infeksi posterior pada septum

termasuk selulitis orbital, abses orbital, dan abses subperiosteal.

Karakteristik anatomis utama dari struktur orbital menyebabkan perluasan

infeksi pada struktur terdekat. Pertama, orbital septum yang tipis dapat menjadi

inkomplet, meskipun begitu berisiko pada penyebaran dari infeksi periorbital

pada struktur orbital yang utama. Kedua, infeksi dapat menyebar dari sinus-

sinus paranasal (yang mengelilingi kavitas orbital pada tiga dari empat dinding

orbit) melalui tulang sampai ke orbit. Ketiga, vena-vena pada orbita yang tidak

berkatup dapat menyebabkan masuknya infeksi hematogenus dari arah

antegrade dan retrograde.

Gambar 2.2 Anatomi Mata, Sinus Paranasal, dan Drainase Vena

4

Page 5: MTE BAB II

2.3 Epidemiologi

Selulitis merupakan penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak yang umum

dengan insiden 24,6 per 1000 orang. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi

akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis.9

Selulitis terutama mengenai anak-anak pada usia 2-10 tahun dan dapat juga

terjadi pada usia dewasa. Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin

pada orang dewasa, kecuali untuk kasus-kasus S.aureus yang resisten terhadap

methicillin, yang lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan rasio

4:1. Namun pada anak-anak, selulitis orbita telah dilaporkan lebih sering terjadi

pada laki-laki daripada perempuan.4

2.4 Etiologi

Selulitis dapat disebabkan oleh:7

1. Bakteri (Staphylococcus, Streptococcus, Haemophilus influenza)

2. Jamur (Aspergillus, Rhizopus sp, Cryptococcus)

3. Virus (Herpes zoster, herpes simpleks, Adenovirus, Ebstein-Barr Virus)

4. Parasit (Echinoccus, Taenia solium)

5. Sinusitis

6. Trauma

Selulitis orbital terjadi disebabkan oleh:

1. Perluasan infeksi dari struktur periorbital, kebanyakan berasal dari sinus

paranasal, tapi juga bisa dari wajah, bola mata, dan sakus lakrimalis.

2. Inokulasi langsung ke orbital dari trauma atau operasi.

3. Penyebaran hematogen dari bakteri.

5

Page 6: MTE BAB II

1. Perluasan Infeksi

Selulitis orbital dapat disebabkan secara langsung oleh perluasan infeksi dari

bola mata, kelopak mata, kelenjar mata, jaringan-jaringan periokular dan juga

dari sinus. Selulitis orbital dapat diikuti dakrosistisis, osteomielitis tulang-tulang

orbital, flebitis vena-vena di wajah dan infeksi gigi.

Selulitis orbital kebanyakan disebabkan oleh sinusitis etmoid dipandang dari

segala usia, yang dihitung dari lebih 90% kasus. Bakteri aerob yang tidak

berspora adalah organisme terbanyak yang sering menjadi penyebab. Proses ini

menyebabkan edema dari mukosa sinus, yang mana juga terjadi penyempitan

dari ostium dan berikutnya terjadi pengurangan atau penghentian drainase sinus

yang normal. Mikroflora yang ada di sinus dan traktus respiratori atas

berproliferasi dan berinvasi sehingga mukosa edema, menyebabkan terjadinya

supurasi. Hal ini dipertahankan oleh kurangnya tekanan oksigen dalam struktur

kavitas sinus.

Organisme tersebut mendapatkan akses ke orbital melalui tulang-tulang pipih

dari dinding orbital, saluran-saluran vena dan foramen. Lalu, abses di

subperiorbital dan intraorbital dapat terjadi. Sehingga terjadi peningkatan

tekanan intraorbital yang ditandai oleh proptosis, oftalmoplegia, dan kemosis.

Selulitis orbital terjadi akibat infeksi di sinus maxilla dan infeksi sekunder dari

infeksi gigi dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke mulut,

termasung bakteri anaerob, yang terbanyak adalah spesies Bakteriodes.

Kasus yang disebabkan dakrosistitis terbanyak diakibatkan oleh S aureus, S

pneumonia, Streptococuc pyogens, dan H influenza. Infeksi menyebar dari

jaringan lunak di kelopak mata dan wajah yang kebanyakan disebabkan oleh

6

Page 7: MTE BAB II

stapilokokus dan streptococcus pyogen. Antibiotik awal dapat diberikan dan

memberikan respon cukup adekuat atau bisa juga dilakukan kultur.

2. Penyebab Traumatik

Material infeksius masuk ke orbital secara langsung melalui kecelakaan

(misalnya fraktur orbital) atau operasi trauma. Memang, selulitis orbital

mungkin bisa disebabkan oleh luka perforasi pada septum orbital. Inflamasi

orbital bisa diketahui dalam 48-72 jam setelah luka atau pada kasus yang

tertahannya benda asing di orbital yang bisa terlambat beberapa bulan.

Prosedur operasi, termasuk dekompresi orbital, dakrosistorhinostomi, operasi

kelopak mata, operasi strabismus, operasi retina, dan operasi intraocular, sudah

dilaporkan dapat menjadi faktor presipitasi penyebab selulitis orbital.

Endoftalmitis postoperasi bisa meluas ke jaringan lunak orbital.

3. Penyebab Bakterial

Spesies Streptokokus, Stapilokokus aureus dan Hemopilus influenza tipe B

menjadi bakteri terbanyak penyebab selulitis orbital. Pseudomonas, Klebsiella,

Eikenella dan Enterococus bukan menjadi penyebab umum terjadinya selulitis

orbital. Infeksi polimikrobial bakteri aerob dan anaerob sering terjadi pada

pasien usia 16 tahun ke atas.

4. Jamur

Jamur yang menjadi penyebab yang paling sering adalah Mucor dan spesies

Aspergillus. Jamur bisa memasuki rongga orbita. Selulitis orbita yang

7

Page 8: MTE BAB II

disebabkan infeksi jamur menyebabkan mortalitas tinggi pada pasien yang

imunosupresi.

Mukormikosis mempunyai penyebaran yang luas, sedangkan aspergilosis

kebanyakan bisa dilihat disuasana hangat dan iklim lembab. Mukormikosis

punya onset yang cepat (1-7 hari), sedangkan aspergilosis lebih lama (bulan ke

tahun).

Aspergilosis awalnya menyebabkan proptosis kronik dan penglihatan yang

menurun, sedangkan mukormikosis menyebabkan sindrom orbital apex

(termasuk nervus cranial 2,3,4,5-1 dan 6, dan simpatetik orbital). Pada

umumnya, mukormikosis dengan gejala nyeri, edema kelopak mata, propotosis

dan kehilangan penglihatan. Baik aspergilosis dan mukormikosis bisa

menyebabkan nekrosis di hidung dan palatum, mukormikosis bisa juga

menyebabkan arteritis thrombosis dan nekrosis iskemik, sedangkan aspergilosus

menyebabkan fibrosis kronik dan proses granulomatosa non nekrosis.

Infeksi saluran pernafasan atas, khususnya sinusitis paranasal, pada umumnya

mendahului selulitis preseptal. Kasus selulitis berhubungan dengan kejadian

infeksi saluran pernafasan atas. Selain itu juga berasal dari sinusitis.

Organisme terbanyak yang menyebabkan kejadian ini adalah Stapilokokus

aureus, Stapilokokus epidermidis,spesies Streptokokus dan bakteri anaerob,

menggambarkan organism yang pada umumnya menyebabkan infeksi traktus

pernafasan atas dan infeksi kelopak mata eksternal. Hasil kultur darah dan kulit

biasanya negative.

Berdasarkan dari penegenalan terhadap Haemophilus influenza type B (Hib),

polisakarida vaksin tahun 1985. H.Infulenzae adalah oragnisme yang terbayak

8

Page 9: MTE BAB II

di isolasi pada kultur darah. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa vaksin

pada kultur darah biasanya positif (42%) juka ada pasien yang mengalami

infeksi saluran pernafasan atas dan yang mengalami aspirasi subkutan biasanya

juga positif ( 44%), jika oasie tersebut memiliki trauma pada kelopak mata atau

infeksi ocular eksterna.

Sejak penggunaan vaksin tersebar luas rata-rata kultur darah Hib yang postif

menurun, sebuah penelitian membuktikan bahwa rata-rata kultur darah yang

positif lebih dari 4%. Alasan yang menyatakan penurunan tersebut tidak jelas

untuk semua organisme.

Sebuah penelitian secara spesifik melihat selulitis periorbital dan orbital sejak

datangnya vaksin yang ditemukan bahwa hubungan antara selulitis dan hib

menurun dari 11.7% ke 3.5%. jumlah kasus pertahun dari semua pathogen juga

menurun, men unjukkan bahwa H>influenza mungkin bisa menjadi fasilitator

dalam pathogenesis selulitis.

Dalam era yang memperhatikan tentang wabah biological, hal ini jga menjadi

catatan penting bahwa selulitis periorbital juga telah dilaporkan dengan cacar air

dan antrax.

2.5 Klasifikasi dan Patogenesis

Selulitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu selulitis preseptal dan selulitis orbita.

1. Selulitis preseptal

Selulitis preseptal merupakan inflamasi yang melibatkan jaringan anterior

septum orbita.6 Selulitis preseptal terjadi melalui tiga jalur. Jalur pertama,terjadi

akibat trauma akibat punksi, laserasi atau abrasi pada palpebra. Jalur kedua yaitu

konjungtivitis berat seperti epidemic konjungtivitis atau infeksi bakteri lain yang

9

Page 10: MTE BAB II

mengenai mata seperti impetigo atau herpes zoster sedangkat jalur ketiga terjadi

sebagai infeksi sekunder dari sinusitis atau infeksi pernapasan atas lainnya atau

dikarenakan oleh penyebab yang tidak diketahui. Selulitis preseptal dapat

berkembang menjadi selulitis orbita.6

2. Selulitis orbita

Selulitis orbita merupakan infeksi yang mengenai jaringan posterior dari

septum orbita. Selulitis orbita berkaitan dengan peradangan sinus ethmoid dan

frontalis. Selain itu juga bisa dikarenakan adanya trauma.6

2.6 Manifestasi klinis

Pada selulitis preseptal ditemukan udem palpebral yang meluas hingga alis

mata dan kening bahkan juga sampai ke mata kontralateral, tidak adanya

proptosis, gangguan, dan nyeri pada pergerakkan bola mata.6

Selulitis orbita ditandai dengan demam, mata merah, edema kelopak mata,

proptosis dan kemotik, dan diplopia.4 selain itu, pada gejala awal juga

dikeluhkan adanya sakit kepala, rhinorea, dan nyeri tekan pada wilayah orbita.

Pada selulitis orbita terdapat nyeri dan keterbatasan kemampuan dalam

menggerakkan bola mata. 6

2.7 Diagnosis dan Diferensial diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien

mengeluhkan bengkak pada wilayah mata yang dapat disertai dengan demam,

salesma, dan gangguan pandangan. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

10

Page 11: MTE BAB II

adanya udem pada palpebral, diplopia, keterbatas pergerakkan bola mata, dan

nyeri pada palpasi.

Selulitis orbita didiagnosa banding dengan inflamasi akibat pseudotumor,

tumor jinak seperti limfangioma dan hemangioma, dan tumor ganas seperti

rabdomiosarkoma, leukemia, dan metastasis tumor di region lain.6

2.8 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dengan MRI atau CT SCAN wilayah orbita

membantu dalam melihat keterlibatan pra dan pascaseptum serta

mengidentifikasi dan menentukan lokasi abses orbita atau benda asing. Foto

polos hanya membantu mengidentifikasi adanya sinusitis.5

2.9 Penatalaksanaan

11

Page 12: MTE BAB II

Gambar 2.8 Algoritma Penatalaksanaan Selulitis10

Selulitis preseptal yang terjadi pada anak-anak usia dibawah 1 tahun tanpa

penyakit sistemik diberikan antibiotic seperti cephalosporin atau kombinasi

ampisilin dengan asam klavulanat. Untuk anak dibawah 1 tahun dengan

penyakit sistemik seperti sepsis dan keterlibatan meningeal maka berikan

antibiotic intravena dan usia 2 tahun ke atas diterapi dengan antibiotik spektrum

luas seperti ceftriakson dan vancomisin sedangkan pada dewasa diterapi dengan

antibiotic spektrum luas seperti amoksisilin, azitromisin, klaritomisi dan

diobservasi.7 Antibiotik diberikan selama 7-10 hari.8

Pada kasus-kasus yang dicurigai selulitis orbita harus dilakukan kultur dari

sekret nasofaring dan konjungtiva. Terapi awal diberikan seftriakson dan

vankomisin. Setelah hasil kultur keluar diberikan pengobatan secara intravena

sesuai dengan kuman penyebab yang ditemukan.6,7,8 Terapi diberikan selama 2-3

minggu.8

Pada beberapak kasus selulitis orbita dengan community-associated MRSA,

terapi dengan antibiotik tunggal tidak memberikan hasil yang efektif. Pemberian

trimethoprim-sulfamethoxazole dan klindamisin terbukti secara empiris untuk

pengobatan community-associated MRSA. Trimethoprim-sulfamethoxazole

diberikan dengan tablet dosis ganda dua kali sehari dan klindamisin 500 mg

empat kali sehari.

Kasus-kasus yang tidak bisa diatasi dengan antibiotik mungkin memerlukan

tindakan pembedahan jika secara klinis ditemukan adanya tanda-tanda supurasi,

penurunan visus pasien.5,9 pada kasus yang disertai dengan painful blind eye

12

Page 13: MTE BAB II

dilakakukan enukleasi. Jika dicurigai adanya keterlibatan sinusitis maka

diperlukan kerja sama dengan ahli otolaringologi.6

2.10 Komplikasi

Komplikasi selulitis orbita berupa trombosis sinus kavernosus dan perluasan

ke wilayah intrakranial. Trombosis sinus kavernosus ditandai dengan paralisis

pergerakkan bola mata yang tidak termasuk dalam derajat proptosis, tidak

adanya nyeri tekan pada wilayah orbita, dan adanya penurunan sensasi pada

nervus trigeminal cabang maksilaris. komplikasi intrintracranialat berupa abses

pada subdural, periosteal, dan otak serta meningitis.6

2.11 Prognosis

Prognosis baik jika penyakit ini diketahui cepat dan diterapi dengan cepat. Jika

diketahui dalam keadaan yang lenih lanjut, maka dapat menyebabkan kebutaan.

13

Page 14: MTE BAB II

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Holds JB, et al. (eds). Orbits, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical

Science Course. Section 7. American Academy of Ophthalmology. San Francisco,

California, 2011; 40-4

2. Kersten RC, et al. (eds). Orbits, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical

Science Course. Section 7. American Academy of Ophthalmology. San Franscisco,

California, 2005; 42–4.

3. Kwitko GM. Preseptal cellulitis. http://emedicine.medscape.com/article/1218009-

overview. 2012. Diakses: Mei 2014.

4. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta. 2006

5. Vaughan, Riordan Eva,Witcher JP. Oftalmologi Umum. Edisi tujuh belas. EGC:

Jakarta. 2009.

6. Rabb, Edward L et al. Pediatric Ophtalmology and Strabismus. 6th section.

American Academy Ophtalmology: Singapore. 2011.

7. Deborah, Pavan Langstone. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 6th edition.

Lippincott William and Wilkins: New York. 2008

8. Rassabach, Carrie. Periorbital and orbital Cellulitis Summary. LPCH Pediatric

Hospitalist.Tersedia pada:

http://peds.stanford.edu/Rotations/blue_team/documents/Periorbital_and_Orbital_Ce

llulitis_Sumary.pdf Diunduh pada 27 Mei 2011

9. Riyanto dan kawan-kawan. Orbital Cellulitis and Endophtalmitis Assosiated with

Odontogenic Paranasal Sinusitis. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Volume 7(1). 2009

14

Page 15: MTE BAB II

10. Buchanan, Malcolm A. Muen, Wisam. Heinz, Peter. Pediatrics and Chid Health

“Management of Periorbital and Orbital Cellulitis”. 22(2). Elsevier: Singapore: 2012

11. Khawcharoenporn T, Tice A. Empiric Outpatient Therapy with Trimethoprim-

Sulfamethoxazole, Cephalexin, or Clindamycin for Cellulitis. The American Journal

of Medicine. Hawaii. 2010

15