morfologi pankreas musang luak (paradoxurus … · morfologi pankreas musang luak (paradoxurus...
TRANSCRIPT
MORFOLOGI PANKREAS MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus)
DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA DISTRIBUSI DAN FREKUENSI
SEL-SEL ALFA DAN BETA
NIRMALA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul “Morfologi Pankreas
Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan Tinjauan Khusus pada
Distribusi dan Frekuensi Sel-sel Alfa dan Beta” adalah benar karya penulis
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Nirmala
NIM B04100148
ABSTRAK
NIRMALA. Morfologi Pankreas Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)
dengan Tinjauan Khusus pada Distribusi dan Frekuensi Sel-sel Alfa dan Beta.
Dibimbing oleh I KETUT MUDITE ADNYANE dan SAVITRI NOVELINA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi pankreas musang luak
dengan tinjauan khusus pada distribusi dan frekuensi sel-sel alfa dan beta.
Penelitian ini menggunakan tiga ekor musang luak (dua jantan dan satu betina).
Organ pankreas terbagi menjadi tiga bagian yaitu caput (head), corpus (body), dan
cauda (tail). Preparat diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin eosin (HE) untuk
mengamati struktur umum pankreas dan pewarnaan imunohistokimia untuk
mengamati distribusi dan frekuensi sel-sel alfa dan beta pankreas. Hasil penelitian
menunjukkan pulau Langerhans terdistribusi pada seluruh bagian pankreas dengan
frekuensi terbanyak pada bagian cauda. Lokasi sel alfa terletak pada bagian
tengah dan sel beta terletak cenderung pada bagian tepi dari pulau Langerhans.
Distribusi dan frekuensi sel alfa ditemukan paling banyak pada bagian caput,
sedangkan distribusi dan frekuensi sel beta ditemukan paling banyak pada bagian
cauda dengan rasio 1:2,5.
Kata kunci: pankreas, musang luak, sel alfa, sel beta, imunohistokimia.
ABSTRACT
NIRMALA. The Morphology of Asian Palm Civet (Paradoxurus
hermaphroditus) Pancreas with Special Reference to The Distribution and
Frequency of Alpha and Beta Cells. Supervised by I KETUT MUDITE
ADNYANE and SAVITRI NOVELINA.
The aimed of this study was to observe pancreatic morphology of asian
palm civets (Paradoxurus hermaphroditus) with special references to the
distribution and frequency of alpha and beta cells. This study was using three
civets (two males and one female). The pancreatic organ was divided into three
regions which is caput (head), corpus (body), and cauda (tail). The specimens
were stained by hematoxylin eosin (HE) to observe the general structure of
pancreas and immunohistochemical to observe the distribution and frequency of
alpha and beta cells. The results showed that Langerhans islets were distributed
throughout the pancreas with the highest frequency at the cauda area. The alpha
cells located at the centre and the beta cells tend to be located at the peripheral of
the islets. The distribution and frequency of alpha cells were mostly found at the
caput area whilst the beta cells were mainly located at the cauda area with ratio
1:2,5.
Keywords: pancreas, asian palm civet, alpha cell, beta cell, immunohistochemical
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
MORFOLOGI PANKREAS MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus)
DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA DISTRIBUSI DAN FREKUENSI
SEL-SEL ALFA DAN BETA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
NIRMALA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Sang Triratna atas segala berkah
dan perlindunganNya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan
dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Januari 2014 ini ialah Morfologi Kelenjar Pankreas pada Musang Luak
(Paradoxurus hermaphroditus) dengan Tinjauan Khusus pada Distribusi dan
Frekuensi Sel-sel Alfa dan Beta.
Selama keberlangsungan penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis telah
begitu banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet sebagai pembimbing
utama atas motivasi, kesabaran, kritik, saran, dan bantuan yang telah
diberikan selama penelitian berlangsung hingga penyelesaian naskah
skripsi.
2. Dr Drh Savitri Novelina, MSi, PAVet sebagai pembimbing kedua atas
segala motivasi, saran, kesabaran, dan bantuan yang telah diberikan.
3. Drh Adi Winarto, PhD, PAVet dan Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD,
PAVet dan seluruh staff laboratorium histologi Bapak Iwan Rochmana
dan Bapak Maman Suparman.
4. Prof Drh Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet(K) sebagai dosen
pembimbing akademik atas pendampingan beliau selama 3 tahun
perkuliahan penulis di Fakultas Kedokteran Hewan.
5. Ayah (Alm) dan Bunda tercinta, Lie Joek Tjong dan Liong Thiauw Min,
serta Usiu yang telah merawat, mendidik, dan membesarkan penulis
sampai saat ini dengan limpahan kasih sayangnya.
6. Kakak-kakakku tersayang Yuliana Lie dan Kartika Lie yang telah
menjadi teladan dan mengajarkan begitu banyak hal pada penulis.
7. Radinal Wibowo atas kesabaran, pengertian, dan segala dukungannya
dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
8. Teman-teman satu penelitian Filika, Irene, Rifqi, Ulfa, Denok yang telah
menjadi sahabat, mendampingi, dan membantu dalam menyelesaikan
penelitian.
9. Yasha dan Bruno serta semua hewan-hewan yang pernah mengisi hidup
penulis dan menjadi dasar motivasi penulis untuk menjadi dokter hewan
yang berintegritas.
10. Seluruh pihak terkait yang telah membantu kelancaran studi penulis
selama 4 tahun ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi
kebahagiaan semua makhluk. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sarva
Mangalam.
Bogor, Februari 2015
Nirmala
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Morfologi dan Taksonomi Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) 2
Pankreas 3
Pewarnaan Imunohistokimia 4
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan 5
Alat 6
Prosedur Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 10
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 19
DAFTAR GAMBAR
1. Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus). 3 2. Skema imunohistokimia langsung dan tidak langsung. 4
3. Skema pewarnaan imunohistokimia tidak langsung dengan metode
ABC (avidin biotin complex). 5 4. Gambaran makroskopis pankreas musang luak. 7 5. Fotomikrograf struktur umum pankreas musang luak. 8 6. Fotomikrograf duktus pankreas musang luak. 8
7. Distribusi dan frekuensi relatif pulau Langerhans pada pankreas musang
luak. 8 8. Fotomikrograf morfologi sel alfa dan beta pankreas musang luak. 9
9. Fotomikrograf lokasi sel alfa dan beta pankreas musang luak. 9 10. Perbandingan jumlah sel-sel alfa dan beta pankreas musang luak. 9 11. Distribusi dan frekuensi sel-sel alfa dan beta pankreas musang luak. 10
DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur pewarnaan hematoxylin eosin. 16 2. Prosedur pewarnaan imunohistokimia. 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Musang luak termasuk dalam ordo carnivora (Duckworth et al. 2008),
meskipun demikian pola makan hewan ini tergolong omnivora (Jothish 2011).
Pakan utama hewan ini adalah buah-buahan, salah satunya buah kopi (Marcone
2004). Musang luak menyukai buah kopi yang matang dan berkualitas baik.
Saluran pencernaan hewan ini pendek (Kusumastuti 2012) sehingga biji kopi yang
tertelan akan dikeluarkan kembali bersama feses. Biji kopi ini kemudian
dikumpulkan oleh para petani kopi dan diproses menjadi kopi luak. Indonesia
merupakan negara ketiga terbesar di dunia yang memproduksi kopi pada tahun
2013. Pertumbuhan konsumsi produk kopi olahan di dalam negeri meningkat rata-
rata 7,5% per tahun. Ekspor produk kopi olahan pada tahun 2011 yang mencapai
lebih dari USD 268,6 juta meningkat menjadi lebih USD 315,6 juta pada tahun
2012 atau meningkat lebih dari 17,49% (Hartono 2013). Kopi luak merupakan
salah satu produk asli dari Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Marcone (2004) menyatakan bahwa rasa khas yang dimiliki kopi luak berasal dari
proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan musang luak. Asam lambung dan
enzim-enzim pencernaan berpenetrasi memasuki biji kopi dan mengubah struktur
mikro dari biji kopi sehingga merubah rasa dari biji kopi tersebut.
Budidaya musang luak telah banyak dilakukan untuk menghasilkan kopi
luak. Morfologi organ-organ musang luak telah banyak diteliti seperti; kelenjar
ludah (Pratama 2013), esofagus dan lambung (Kusumastuti 2012), organ
reproduksi betina (Apriliani 2012), dan organ reproduksi jantan (Putra 2012).
Penelitian serupa mengenai pankreas telah dilaporkan pada berbagai hewan,tetapi
penelitian mengenai pankreas musang luak belum pernah dilaporkan sehingga
penelitian ini perlu untuk dilakukan. Pengetahuan mengenai morfologi pankreas
musang luak akan memberikan gambaran untuk mempelajari fisiologi dan
peranan berbagai hormon dan enzim yang disekresikan organ pankreas terhadap
keberlangsungan hidup musang luak.
Perumusan Masalah
Budidaya musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) telah banyak
dikembangkan di Indonesia, tetapi penelitian mengenai pankreas musang luak
belum pernah dilakukan. Pengetahuan mengenai morfologi pankreas dengan
tinjauan khusus pada distribusi dan frekuensi sel-sel alfa dan beta pankreas akan
membantu untuk mempelajari pengaruh hormon insulin dan glukagon terhadap
homeostasis musang luak.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi pankreas musang luak
secara makro dan mikroanatomi yang mencakup struktur umum organ pankreas,
bentuk, ukuran, jenis, dan distribusi sel-sel penyusunnya dengan tinjauan khusus
pada distribusi dan frekuensi sel-sel alfa dan beta pankreas.
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai pankreas
musang luak yang dapat dikaitkan dengan variasi dan kecenderungan pilihan
makanan musang luak sebagai landasan dan data dasar bagi penelitian yang
dilakukan berikutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Taksonomi Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus)
Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dikenal dengan nama Asian
Palm Civet atau Toddy Cat. Nama ini didapatkan dari kesukaan musang luak
meminum cairan getah dari pohon palem yang digunakan untuk membuat „toddy‟
atau gula palem (Pai 2008). Musang luak merupakan salah satu jenis mamalia liar
yang termasuk dalam ordo carnivora dan famili viverride (Vaughan et al. 2000).
Karakteristik musang luak secara umum memiliki warna rambut abu-abu
kecoklatan (Wilson & Reeder 2005) dan tanda khusus berupa warna putih di
daerah wajah yang menyerupai topeng. Tanda ini dapat digunakan untuk
membedakan musang luak dengan musang spesies lain (Baker & Kelvin 2008)
(Gambar 1). Hewan ini memiliki panjang tubuh sekitar 50 cm dan berat dewasa
rata-rata 2-5 kg (Corlett 2011).
Musang luak tersebar luas di benua Asia khususnya Asia Selatan, Indochina,
Kepulauan Philipina, dan Kepulauan Indonesia bagian barat (Meijaard et al. 2006).
Habitat utama musang luak adalah di hutan hujan tropis dan hutan gugur, akan
tetapi hewan ini memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dan dapat ditemukan juga
pada daerah pemukiman manusia (Krishnakumar & Balakrishnan 2003). Musang
luak merupakan hewan nokturnal dan arboreal. Hewan ini mulai aktif menjelang
senja dan kembali ke sarang pada subuh hari. Sarang musang luak sebagian besar
(92%) berada di atas pohon yang lebat dan tinggi (>10 m) (Su & Sale 2007).
Saluran pencernaan musang luak pendek dan sederhana (Kusumastuti 2012)
sehingga tidak dapat mencerna dengan sempurna daging dan biji buah, bulu,
rambut, dan cangkang atau khitin dari serangga (Su & Sale 2007; Jothish 2011).
Biji buah yang diekskresikan hewan ini memiliki tingkat germinasi mencapai
100% sehingga hewan ini juga dikenal sebagai agen pendispersi benih yang
efektif (Jothish 2011).
Taksonomi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) menurut
Duckworth et al. (2008) adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Viverridae
Genus : Paradoxurus
Spesies : Paradoxurus hermaphroditus
3
Gambar 1 Morfologi Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan warna
putih di daerah wajah sebagai tanda khusus (sumber: Yap 2012).
Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar tubuloasinar ganda yang tidak memiliki
kapsula. Organ ini memiliki lobulus yang jelas dan terdiri dari unit kelenjar
eksokrin dan endokrin. Unit kelenjar eksokrin menghasilkan sejumlah enzim,
antara lain amilase, lipase, dan tripsin (Dellmann 1992).
Bagian eksokrin dari pankreas terdiri dari sel-sel berbentuk piramida dengan
bagian apikal mengarah ke lumen duktus yang kecil. Sel-sel bagian eksokrin
mempunyai inti yang terletak di basal, dan dikelilingi oleh sitoplasma eosinofilik
dengan butiran-butiran yang berisi enzim dalam bentuk inaktif (Ross et al. 1995).
Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin memiliki peranan
yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatis (Coville & Bassert
2002). Enzim-enzim ini disintesa dalam bentuk inaktif oleh pankreas dan akan
menjadi aktif setelah disekresikan ke dalam saluran cerna. Enzim-enzim
pencernaan yang disekresikan oleh bagian eksokrin kelenjar pankreas adalah
enzim-enzim pemecah protein (proteolitik), enzim-enzim pemecah lemak (lipase),
dan pemecah karbohidrat (Guyton 1990).
Unit endokrin dari pankreas terdiri dari sel endokrin yang membentuk
kumpulan tersendiri yang disebut dengan pulau Langerhans. Pulau Langerhans
mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi dan terletak di antara sel bagian
eksokrin pankreas. Pulau Langerhans menyusun setidaknya empat tipe sel
endokrin yang berbeda pada pulau Langerhans. Empat tipe sel ini adalah sel alfa,
sel beta, sel somatostatin, dan sel polipeptida pankreas. Keempat tipe sel endokrin
ini mensekresikan berbagai hormon pankreas yaitu glukagon, insulin,
somatostatin, dan polipeptida pankreas (Wheather et al. 1979). Susunan lokasi
dari sel-sel endokrin ini berbeda pada setiap spesies hewan (Gremelius 1968).
Populasi sel alfa dan beta merupakan yang terbanyak dalam pulau
Langerhans. Kedua jenis sel ini mensekresikan hormon glukagon dan insulin yang
berperan dalam metabolisme karbohidrat. Lokasi sel alfa umunnya berada di
bagian tepi dan sel beta berada di bagian tengah dari pulau Langerhans (Akers &
Denbow 2008).
4
Pewarnaan Imunohistokimia
Imunohistokimia adalah teknik pewarnaan yang digunakan untuk
melokalisasi dan mendeteksi adanya suatu protein khusus melalui ikatan antigen-
antibodi. Terdapat dua macam teknik imunohistokimia berdasarkan reaksi yang
diterapkan, yaitu imunohistokimia langsung dan tidak langsung. Prinsip
imunohistokimia langsung adalah adanya antibodi primer yang sudah terlabel dan
langsung berikatan dengan antigen target secara langsung, contohnya antiserum
terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) dan rodhamin. Pewarnaan
imunohistokimia tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi
sekunder yang akan berikatan dan dilabel dengan enzim. Ikatan ini kemudian akan
divisualisasikan dengan kromogen (Gambar 2).
Gambar 2 Skema imunohistokimia langsung dan tidak langsung (sumber: Ramos-
Vara et al. 1999).
Pewarnaan imunohistokimia dengan metode ABC (avidin biotin complex)
termasuk dalam imunohistokimia tidak langsung karena melibatkan antibodi
sekunder yang mengandung gugus biotin. Gugus biotin kemudian akan menempel
pada salah satu dari empat tangan avidin. Menurut Hsu et al. (1981), secara umum
metode ABC memberikan hasil pewarnaan dengan warna yang paling kuat
dengan background yang paling sedikit terwarnai bila dibandingkan dengan
metode PAP (peroxidase-antiperoxidase). Metode PAP juga memberikan hasil
yang memuaskan namun warna yang dihasilkan tidak sekuat pada metode ABC
(Gambar 3).
5
Gambar 3 Skema pewarnaan imunohistokimia tidak langsung dengan metode
ABC (avidin biotin complex) (sumber: Vector Laboratories 2010).
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2014 sampai dengan September
2014. Sampel organ yang telah difiksasi didapatkan dari Laboratorium Anatomi
Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB (penelitian skripsi Pratama (2013) dan Kusumastuti (2012)). Penelitian
dilakukan di Laboratorium Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan
Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ pankreas dari tiga
ekor musang luak (dua ekor jantan dan satu ekor betina), parafin, alkohol
bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, 100%), larutan xylol absolut, air kran, aquades,
zat warna hematoksilin dan eosin, serta perekat Entellan®. Pewarnaan
imunohistokimia menggunakan antibodi primer meliputi anti-insulin monoclonal
antibody (I2018, Sigma Aldrich Inc., USA) dan anti-glucagon rabbit polyclonal
antibody (VP-G806, Vector Laboratories Inc., USA); antibodi sekunder meliputi
biotinylated anti mouse raised in goat (BA-9200, Vector Laboratories Inc., USA)
dan biotinylated anti rabbit raised in goat (Vector Laboratories Inc., USA), dan
vectastain ellite ABC kits (PK-6100, Vector Laboratories Inc., USA); serta
diamino benzidine (DAB) sebagai kromogen. Pencucian preparat selama proses
pewarnaan menggunakan phosphate buffer saline (PBS).
6
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah alat bedah
minor, tissue embedding console (Sakura Tissue-Tek®, Japan), rotary microtome,
gelas objek, gelas penutup, ultrasonic cleaner, hydrophobic barrier pen, vortex,
dan peralatan fotografi yang terdiri atas kamera Canon EOS 450D dan Dino-eye
(AM 4023X, Taiwan), serta mikroskop cahaya Olympus CH20 (Japan).
Metode
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif
melalui eksperimen laboratorium. Sampel jaringan diambil dari tiga bagian
pankreas yaitu bagian caput (head), corpus (body), dan cauda (tail). Sampel
jaringan kemudian dipotong dengan ukuran 1 cm x 0,5 cm x 0,5 cm dan
didehidrasi dengan larutan alkohol konsentrasi bertingkat, dijernihkan dengan
larutan xylol, dan diembedding dengan menggunakan parafin. Blok parafin
dipotong secara serial pada ketebalan 5 µm dengan menggunakan mikrotom dan
sayatan dilekatkan di atas gelas objek (Kiernan 1990).
Tahapan pewarnaan hematoxylin eosin (HE) diawali dengan proses
deparafinisasi dan rehidrasi preparat. Preparat kemudian ditetesi dengan zat warna
hematoxylin selama dua menit, dibilas air keran selama lima menit dan aquades
sepuluh menit. Pewarnaan dilanjutkan dengan penetesan zat warna eosin selama
dua menit. Preparat kemudian kembali didehidrasi, clearing, dan mounting
dengan Entellan® dan gelas penutup.
Metode pewarnaan imunohistokimia yang dipilih pada penelitian kali ini
adalah metode avidin biotin peroxidase complex (ABC). Prosedur yang dilakukan
dalam pewarnaan imunohistokimia adalah melakukan pemotongan serial setiap
bagian pankreas. Potongan kemudian dilekatkan pada gelas objek khusus yang
mengandung zat perekat neofren dalam toluene. Proses berikutnya adalah
deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian prosedur penghilangan peroxidase
endogen dengan menambahkan 0,3% H2O2 dalam metanol. Sediaan kemudian
dicuci dengan aquades dan PBS, kemudian diinkubasi dalam normal goat serum
10% selama 30 menit pada suhu 37 °C dan dicuci kembali dengan PBS. Sediaan
kemudian diinkubasi dalam antibodi primer selama satu malam pada suhu 4°C
dan dicuci kembali dengan PBS. Antibodi sekunder kemudian diteteskan dan
diinkubasi kembali selama satu jam pada suhu 37 °C dan dicuci kembali dengan
PBS. Sediaan kemudian diinkubasi kembali setelah diteteskan dengan ABC kits
selama 30 menit pada suhu 37°C, dicuci kembali dengan PBS dan diberikan DAB
sebagai khromogen. Sediaan kemudian didehidrasi kembali untuk dapat ditutup
gelas penutup dengan perekat Entellan®.
Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan komparatif melalui
pengamatan struktur umum pankreas, distribusi pulau-pulau Langerhans, dan
penghitungan jumlah sel-sel alfa dan beta pankreas. Data yang diperoleh
dibandingkan dengan hewan-hewan lain yang telah diteliti sebelumnya.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan Makroskopis Pankreas Musang Luak
Pengamatan makroskopis pada struktur pankreas musang luak menunjukkan
bahwa pankreas musang luak berada di bagian ventral dari lambung dan dorsal
dari duodenum. Pankreas terbagi menjadi tiga bagian yaitu caput, corpus, dan
cauda. Bagian caput merupakan bagian terlebar dan kemudian mengecil sampai
bagian cauda (Gambar 4).
Gambar 4 Gambaran makroskopis pankreas musang luak. (A) pankreas terletak di
bagian curvatura minor dari lambung dan dorsal dari duodenum. (B):
insert (A) pankreas terbagi menjadi bagian caput (a) yang terlebar,
corpus (b), dan cauda (c) yang terkecil. t. trakea, e. esofagus, p. paru-
paru, l. lambung, pk. Pankreas, h. hati, d. duodenum. Skala = 2 cm.
Pengamatan Mikroskopis Pankreas Musang Luak
Hasil pengamatan mikroskopis penelitian ini menggambarkan morfologi
pankreas terdiri dari bagian eksokrin dan endokrin (Gambar 5). Bagian eksokrin
pankreas mencakup ujung kelenjar dan alat penyalur (duktus). Ujung kelenjar
eksokrin pankreas berisi kumpulan sel-sel serous yang berbentuk piramid (sel-sel
asinar) dengan sel sentro asinarnya di bagian tengah. Alat penyalur yang
ditemukan terdiri atas: duktus interkalatus, duktus intralobularis, dan duktus
interlobularis (Gambar 6).
Bagian endokrin pankreas terdiri dari kumpulan sel-sel endokrin yang
disebut pulau Langerhans. Sebaran pulau Langerhans pada pankreas musang luak
dapat ditemukan pada seluruh bagian pankreas, namun frekuensi sebaran
terbanyak ditemukan pada bagian cauda dan sedikit pada bagian caput (Gambar
7). Diameter pulau Langerhans yang diteliti memiliki rataan ukuran 68,54 ± 20,49.
A
8
Gambar 5 Fotomikrograf pankreas musang luak. (A) Struktur umum pankreas
terdiri dari bagian eksokrin dan endokrin. (B): insert (A) Bagian
eksokrin yang terdiri dari sel-sel asinar dengan sel sentro asinar (tanda
panah) di bagian tengahnya. (C): insert (A) Bagian endokrin atau
pulau Langerhans (PL). d. duktus, v. vena, a. arteri. Pewarnaan HE.
Skala: A = 50 µm; B = 10 µm; C = 30 µm.
Gambar 6 Fotomikrograf pankreas musang luak. (A) duktus interkalatus. (B)
duktus intralobularis. (C) duktus interlobularis. Tanda panah
menunjukkan duktus yang dimaksud. Skala = 50 µm.
Gambar 7 Distribusi dan frekuensi relatif pulau Langerhans pada pankreas
musang luak.
3.6 ± 0,57
5.6 ± 0,85
7,8 ± 0,28
0
2
4
6
8
10
Caput Corpus Cauda
Jum
lah
pula
u L
anger
han
s
per
lap
ang p
and
ang
Pembagian Pankreas
9
Frekuensi dan Distribusi Sel Alfa dan Beta Pankreas
Pada pewarnaan imunohistokimia terlihat bahwa sitoplasma sel mengambil
warna coklat dengan inti sel yang berwarna jernih. Morfologi sel yang teramati
adalah bulat, oval, polimorfik, dan segitiga (Gambar 8). Lokasi sel-sel alfa
berdistribusi pada bagian tengah dan sel-sel beta cenderung berdistribusi pada
bagian tepi dari pulau Langerhans (Gambar 9). Perbandingan jumlah sel alfa dan
beta adalah 1:2,5 (Gambar 10). Frekuensi sel alfa terbanyak ditemukan pada
bagian caput dan frekuensi sel beta terbanyak ditemukan pada bagian cauda
(Gambar 11).
Gambar 8 Morfologi beta. (A) Bulat. (B) Oval. (C) Segitiga. (D) Polimorfik.
Skala = 5 µm.
Gambar 9 Fotomikrograf pankreas musang luak. (A) Sel-sel glukagon
berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans (PL). (B) Sel-sel
insulin berdistribusi di bagian tepi dari pulau Langerhans. Pewarnaan
imunohistokimia. Skala = 20 µm.
Gambar 10 Perbandingan jumlah sel-sel alfa dan beta pankreas musang luak.
Jumlah sel alfa lebih sedikit dibandingkan sel beta dengan rasio
1:2,5.
29%
71%
Jumlah sel alfa
Jumlah sel beta
10
Gambar 11 Distribusi dan frekuensi sel-sel alfa dan beta pankreas musang luak.
Pembahasan
Pankreas adalah organ yang terbungkus oleh peritoneum, berbentuk V
(Akers & Denbow 2008), dan berwarna merah muda (Bockman 1993). Organ ini
secara umum terletak pada bagian posterior dari lambung diantara duodenum
(kanan) dan limpa (kiri) (DUHS 2014). Letak situs viscerum pankreas musang
luak tersembunyi dan terlindung oleh hati dan lambung, hal ini mungkin
disebabkan karena pankreas tidak memiliki pembungkus yang tebal (Dellmann&
Brown 1992).
Struktur mikroskopis pankreas musang luak terdiri dari komponen eksokrin
dan komponen endokrin. Hal ini menyerupai struktur pankreas pada umumnya
seperti tikus, manusia, dan babirusa (Ku & Lee 2005; Huang et al. 2009; Adnyane
et al.2010). Kedua komponen ini masing-masing memegang peranan penting
dalam sistem pencernaan dan metabolisme (Norris & Carr 2013). Komponen
eksokrin terdiri dari ujung kelenjar asinar dan duktus penyalur. Ujung kelenjar
asinar terdiri dari sel-sel asinar yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Sel-
sel asinar mencakup 77-90% dari total volume sel di pankreas (Cook & Young
1996). Pengamatan mikroskopik struktur umum pankreas musang luak
menampilkan granul-granul berwarna merah pada bagian eksokrin. Granul-granul
ini merupakan granul zymogenik yang berisi enzim-enzim dalam bentuk inaktif
(Banks 1993). Enzim-enzim ini akan teraktivasi ketika ada masa makanan yang
masuk ke dalam duodenum. Masa makanan mengandung protein dan lemak yang
telah sebagian tercerna akan memicu hormon kolesistokinin (CCK), sedangkan
penurunan pH akibat masuknya makanan yang berasal dari lambung akan memicu
hormon sekretin. Hormon CCK dan sekretin dihasilkan dari sel enteroendokrin
yang berada di dinding duodenum. Hormon CCK menstimulasi dikeluarkannya
enzim-enzim pankreas, sedangkan hormon sekretin menstimulasi dikeluarkannya
ion bikarbonat (NaHCO3-) (Akers & Denbow 2008). Sel epitel yang berbaris di
sepanjang duktus menghasilkan ion bikarbonat (Ishiguro et al. 2012) yang
berfungsi untuk menetralkan asam lambung yang masuk ke duodenum (Guyton
1990).
21.00 ± 10,51
14.73 ± 2,40 15.80 ± 0,81
39.90 ± 12,02
40.60 ± 6,49 42.27 ± 1,38
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Caput Corpus Cauda Ju
mla
h (
sel/
pu
lau
Lan
gerh
ans)
Pembagian Pankreas
Sel Alfa
Sel Beta
11
Duktus penyalur yang ditemukan dalam pengamatan mikroskopik adalah
duktus interkalatus, duktus intralobularis, dan duktus interlobaris. Duktus striatus
tidak ditemukan pada organ pankreas musang luak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ishiguro et al. (2012) bahwa keberadaan duktus inilah yang menjadi
pembeda kelenjar pankreas dengan kelenjar saliva disamping keberadaan pulau
Langerhans sebagai komponen endokrin dari pankreas.
Komponen endokrin dari pankreas terdiri dari pulau-pulau Langerhans.
Pulau Langerhans adalah kumpulan sel endokrin yang tersebar pada bagian
eksokrin. Pulau Langerhans pada pankreas musang luak berdistribusi pada seluruh
bagian dari pankreas. Hal yang sama juga ditemui pada pankreas mamalia pada
umumnya seperti pada pankreas kukang (Bradypus variegatus), tikus albino, dan
manusia (Mota et al. 1992; Zafar & Mughal 2002; Huang et al. 2009). Jumlah
pulau Langerhans terbesar ditemukan pada bagian cauda dan terkecil pada bagian
caput. Hal yang sama juga ditemukan pada pankreas manusia (Wheater et al.
1979).
Sel alfa dan beta pankreas merupakan dua sel yang dominan ditemukan di
dalam pulau Langerhans dibanding sel somatostatin dan polipeptide pankreas. Sel
alfa dan beta menghasilkan hormon glukagon dan insulin yang berperan penting
dalam metabolisme karbohidrat (Squires 2003). Lokasi sel alfa dan beta pankreas
musang luak sangatlah unik dan tidak seperti karnivora pada umumnya.
Umumnya sel alfa ditemukan pada bagian perifer dan sel beta ditemukan pada
bagian tengah dari pulau Langerhans seperti pada pankreas anjing (Muranishi et al.
1999) dan hyena bergaris (Endo et al. 1997). Hasil yang ditemukan pada pankreas
musang luak adalah kebalikannya, sel alfa ditemukan pada bagian sentral dari
pulau Langerhans, sedangkan sel beta ditemukan menyebar dengan proporsi lebih
banyak ke bagian tepi dari pulau Langerhans. Gambaran yang sama ditemukan
pada pankreas kangguru (Reddy et al. 1986), kuda (Furuoka et al. 1989), monyet
(Sujatha et al. 2004), dan kucing van (Karaca 2014). Beberapa peneliti
menyebutkan distribusi dari sel-sel endokrin pankreas pada masing-masing
spesies berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan pola makan,
fungsi fisiologis, dan kondisi patofisiologis seperti diabetes dan obesitas (Kim et
al. 2009; Steiner et al. 2010).
Diet musang luak cenderung unik dan berbeda dibandingkan karnivora
lainnya. Hewan ini cenderung memilih buah-buahan manis selama tersedia
dengan variasi vertebrata dan invertebrata kecil (Su & Sale 2007). Tingginya sel
beta dalam pankreas musang luak diduga sebagai bentuk adaptasi homeostasis
musang luak dalam mengimbangi pola makan yang tinggi kadar gula. Jumlah sel
beta yang tinggi juga ditemukan pada Platyrrhini monkeys dengan kisaran 60-
90% dari total jumlah sel endokrin pada pulau Langerhans (Sánchez et al. 1991).
Diet Platyrrhini monkeys cenderung sama dengan musang luak, hewan ini
sebagian besar adalah pemakan buah-buahan, dengan beberapa spesies merupakan
omnivora (Anapol & Lee 2005).
Insulin dan glukagon berfungsi dalam mengatur kadar glukosa dalam darah.
Ketika intake makanan terjadi dan kadar glukosa dalam darah melonjak naik,
insulin akan memasukkan glukosa darah ke dalam sel dan mendepositokan
kelebihannya dalam bentuk glikogen dalam hati dan otot. Glukagon sebaliknya
bekerja sebagai inhibitor dari insulin dan mengembalikan glikogen dalam bentuk
glukosa darah (glikogenolisis) ketika tubuh membutuhkan energi dan tidak ada
12
ketersediaan energi yang cukup (Squires 2003). Sel alfa teraktivasi untuk
menghasilkan glukagon dalam kondisi-kondisi seperti puasa dan kelaparan
(Marliss et al. 1970). Jumlah sel beta yang lebih banyak dibandingkan sel alfa
pada kebanyakan mamalia sangat mungkin berkaitan dengan kebutuhan hormon
insulin yang tinggi sehubungan dengan frekuensi intake makanan serta aktivitas
pada mamalia tersebut. Jumlah sel alfa yang lebih tinggi dibandingkan sel beta
ditemukan pada hewan colubrid snake (Natrix maura) dan kukang (Bradypus
variegatus) (Masini 1988; Mota 1992). Colubrid snake memiliki kebiasaan puasa
yang berkepanjangan setelah makan (Santos & Llorente 2008), sedangkan kukang
memiliki aktivitas yang rendah dengan tidur selama 9,63 jam sehari (Smithsonian
Tropical Research Institute 2008). Kedua hal tersebut sangat mungkin berkaitan
dengan jumlah sel alfa yang tinggi. Pengetahuan mengenai pankreas musang luak
dan kaitannya dengan pola makan hewan ini diharapkan dapat membantu
memperbaiki sistem penangkaran musang luak yang dibudidayakan agar sesuai
dengan konsep animal welfare.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pulau Langerhans pankreas musang luak tersebar pada seluruh bagian
pankreas dengan frekuensi terbanyak pada bagian cauda. Distribusi sel alfa
tersebar pada bagian tengah dan sel beta tersebar cenderung pada bagian tepi dari
pulau Langerhans. Frekuensi sel alfa tertinggi pada bagian caput dan sel beta pada
bagian cauda dengan rasio 1:2,5.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai distribusi dan frekuensi
sel-sel endokrin di saluran pencernaan musang luak seperti lambung dan usus
untuk mengetahui keterkaitan hormonal dengan variasi dan kecenderungan pilihan
pakan musang luak.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyane IKM, Macdonald AA, Winarto A, Agungpriyono S. 2010. Studi
mikroanatomi pankreas babirusa (Babyrousa babyrussa) menggunakan
metode pewarnaan baku dan imunohistokimia. Jurnal Kedokteran Hewan
4(2): 49-52.
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals.
Iowa (US): Blackwell Publishing.
Anapol F, Lee S. 1994. Morphological adaptation to diet in platyrrhine primates.
American Journal of Physical Anthropology 94(2): 239-261.
Apriliani F. 2012. Morfologi organ reproduksi betina musang luak (Paradoxurus
hermaphroditus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
13
Baker N, Kelvin L. 2008. Wild Animals of Singapore: A Photographic Guide to
Mammals, Reptiles, Amphibians, and Freshwater Fishes. Singapore (SG):
Vertebrae Study Group, Nature Society.
Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology. Ed ke-3. Reinhardt RW, editor.
Missouri (US): Mosby.
Bockman DE. 1993. The Pancreas: Biology, Pathobiology, and Disease. Ed ke-2.
Liang VW, editor. New York (US): Raven Press.
Cook DI, Young JA. 1996. Function of the exocrine pancreas. Di dalam: Greger R,
Windhorst U, editor. Comprehensive Human Physiology.Ed ke-2. Berlin
(DEU): Springer.
Corlett RT. 2011. Vertebrate carnivore and predation in the oriental
(Indomalayan) region. The Raffles Bull of Zoo 59(2): 325-360.
Coville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. Philadelphia (US): Mosby.
Dellmann DH, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Ed ke-3.
Hartono R, penerjemah. Depok (ID): UI press.
Duckworth JW, Widmann P, Custodio C, Gonzalez JC, Jennings A, Veron G.
2008. Paradoxurus hermaphroditus. The IUCN red list of threatened
species. Version 2014 [internet]. [diunduh 2014 Nov 17]. Tersedia pada
www.iucnredlist.org.
[DUHS] Dow University of Health Sciences. 2014. Gross structure of pancreas
[internet]. [diunduh 2014 Nov 18]. Tersedia pada
http://www.duhs.edu.pk/curriculum/downloads/lec1-sem8-ENDOwk3-
20140201.pdf
Endo H, Kusanagi A, Kurohmaru M, Hayashi Y, Sakamoto K, Kimura J. 1997.
Pancreas morphology of the striped hyena (Hyena hyena). The Journal of
Veterinary Medical Science 59: 635-640.
Furuoka H, Ito H, Hamada M, Suwa T, Satoh H, Itakura C. 1989.
Immunocytochemical component of endocrine cells in pancreatic islets of
horses. Nihon Juigaku Zasshi 51(1): 35-43.
Gremelius L. 1968. A Silver Nitrate Stain for α-2 Cell in Human Pancreatic Islet.
Acta Soc. Med. Upsal 73: 234-270.
Guyton AC. 1990. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Ed ke-5. Jakarta (ID): EGC.
Hartono. 2013. Produksi kopi Nusantara ketiga terbesar di dunia [internet].
[diunduh 2014 Nov 16]. Tersedia pada
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6611/Produksi-Kopi-Nusantara-
Ketiga-Terbesar-Di-Dunia.
Hsu S, Raine L, Fanger H. 1981. Use of Avidin Biotin Peroxidase Complex
(ABC) in immunoperoxidase technique: a comparison between ABC and
unlabelled antihead (PAP) procedure. Journal of Histochemistry and
Cytochemistry 29: 577-580.
Huang YH, Sun MJ, Jiang M, Fu BY. 2009. Immunohistochemical localization of
glucagon and pancreatic polypeptide on rat endocrine pancreas: coexistence
in rat islet cells. European Journal of Histochemistry 53: 81-85.
Ishiguro H, Yamamoto A, Nakakuki M, Yi L, Ishiguro M, Yamaguchi M, Kondo
S, Mochimaru Y. 2012. Physiology and pathophysiology of bicarbonate
secretion by pancreatic duct epithelium. Journal of Medical Science 74: 1-
18.
14
Jothish PS. 2011. Diet of the common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus)
in a rural habitat in Kerala, India, and its possible role in seed dispersal.
Small Carnivore Conservation 45: 14-17.
Karaca T, Kara A, Nejdet S, Uslu S, Tekįner D, Yörük M. 2014.
Immunohistochemical distribution of glucagon-, insulin-, somatostatin-,
gastrin-, and serotonin-containing cells in the pancreas of the Van cat.
Turkish Journal of Veterinary and Animal Science 38: 304-311.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Method. Ed ke-2. England
(GB): Pergamon Press.
Kim A, Miller K, Jo J, Kilimnik G, Wojcik P, Hara M. 2009. Islet architecture: a
comparative study. Islets 1: 129-136.
Krishnakumar H dan Balakrishnan M. 2003. Feeding ecology of the common
palm civet Paradoxurus hermaphroditus (Pallas) in semi-urban habitats in
Trivandrum, India. Small Carnivore Conservation 28: 10-11.
Ku SK, Lee HS. 2005. Distribution and frequency of endocrine cells in the
pancreas of the ddY mouse: an immunohistochemical study. European
Journal of Histochemistry 49: 125-130.
Kusumastuti A. 2012. Morfologi esofagus dan lambung musang luak
(Paradoxurus hermaphroditus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Marcone MF. 2004. Composition and properties of indonesian palm civet coffee
(kopi luwak) and ethiopian civet coffee. Food Research International 37(9):
901-912.
Marliss EB, Aoki TT, Unger RH, Soeldner JS, Cahill GF Jr. 1970. Glucagon
levels and metabolic effects in fasting man. The Journal of Clinical
Investigation 49(12): 2256-2270.
Masini MA. 1988. Immunocytochemical localization of peptides in the endocrine
pancreas of the snakes Vipera aspis and Natrix maura. Acta Histochemica
84: 111–119.
Meijaard E, Sheil D, Nasi R, Augeri D, Rosenbaum B, Iskandar D, Setyawati T,
Lammertink M, Rachmatika I, Wong A, Soehartono T, Stanley S, O‟Brien
T. 2006. Hutan Pasca Pemanenan: Melindungi Satwa Liar dalam Kegiatan
Hutan Produksi di Kalimantan. Bogor (ID): Centre for International
Forestry Research.
Mota DL, Yamada J, Gerge LL, Pinheiro PBN. 1992. An immunohistochemical
study on the pancreatic endocrine cells of the three toed slot, Bradypus
variegatus. Archive of Histology and Cytology 55(2): 203-209.
Muranishi T, Takehana K, Hiratsuka T, Kobayashi A, Eerdunchaolu, Iwasa K.
1999. An investigation of the relationship between duct system and A cell-
rich and PP cell-rich pancreatic islets in the canine pancreas. The Journal of
Veterinary Medical Science 61: 737-742.
Norris DO, Carr JA. 2013. Vertebrate Endocrinology. Ed ke-5. Conner M,
Wickline M, editor. London (UK): Elsevier.
Pai M. 2008. Common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus) [internet].
[diunduh 2014 Nov 16]. Tersedia pada
http://www.josejebaraj.in/fauna/Common_Palm_Civet.pdf.
15
Pratama A. 2013. Morfologi kelenjar parotis dan mandibularis musang luak
(Paradoxurus hermaphroditus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Putra SM. 2012. Morfologi organ reproduksi musang luak jantan (Paradoxurus
hermaphroditus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ramos-Vara JA, Segalés J, Duran O, Campbell K, Domingo M. 1999.Diagnosing
infectious porcine disease using immunohistochemistry. Journal of Swine
Health and Production 7(2): 85-91.
Reddy S, Bibby NJ, Fisher SL, Elliot RB. 1986. Immunolocalization of insulin,
glucagon, pancreatic polypeptide and somatostatin in the pancreatic islets of
the possum, Trichosurus vulpecula. General and Comparative
Endocrinology 64: 157-162.
Ross MH, Romrell LJ, Kaye GI. 1995. A Text and Atlas of Histology. Ed ke-3.
USA: Williams and Wilkins. A Waverly Company.
Sánchez A, Celani S, Lawzewitsch IV. 1991. Pancreatic islets in Platyrrhini
Monkeys: Callithrix jacchus, Saimiri boliviensis, Aotus azarae and Cebus
apalla. A cytological and immunocytochemical study. Primates 32: 93-103.
Santos X, Llorente GA. 2008. Gastrointestinal responses to feeding in a frequently
feeding colubrid snake (Natrix maura). Comparative Biochemistry and
Physiology Part A: Molecular and Integrative Physiology 150 (1): 75-79.
Smithsonian Tropical Research Institute. 2008. Wild three-toed sloths sleep 6
hours less per day than captive sloths, first electrophysical recording shows
[internet]. [diunduh 2015 Februari 6]. Tersedia pada
http://www.sciencedaily.com/releases/2008/05/080513191934.htm
Steiner DJ, Kim A, Miller K. 2010. Pancreatic islet plasticity: interspecies
comparison of islet architecture and composition. Islets 2: 135-145.
Sujatha SR, Pulimood A, Gunasekaran S. 2004. Comparative
immunocytochemistry of isolated rat & monkey pancreatic islets cell types.
Indian Council of Medical Research 119: 38-44.
Su S, Sale J. 2007 Niche differentiation between common palm civet
Paradoxurus hermaphroditus and small Indian civet Viverricula indica in
regenerating degrade forest, Myanmar. Small Carnivore Conservation 36:
30-34.
Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. Wallingford (UK): CABI
Publishing.
Vaughan TA, Ryan JM, Czaplewski NJ. 2000. Mammology. Ed ke-4. Philadelpia
(US): Saunders College Publishing.
Vector Laboratories. 2010. How do you use the “ABC Method” [internet].
[diunduh 2014 Maret 9]. Tersedia pada
http://www.vectorlabs.com/infopage.asp?dpID=4&locID=609308.
Wheather PR, Bukitt HG, Daniels VG. 1979. Functional Histology. London (GB):
The English Language Book Society and Churchill Livingstone.
Wilson DE, Reeder DM. 2005. Mammal Species of The World: A Taxonomic and
Geographic Reference. Maryland (US): John Hopkins University.
Yap F. 2012. Asian palm civet at bidadari [internet]. [diunduh 2014 Nov 16].
Tersedia pada https://www.flickr.com/photos/fryap/8112483309/.
Zafar M, Mughal IA. 2002. Distribution of cell types of the islets of Langerhans
in the pancreas of the albino rats. The Professional 9(1): 71-76.
17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur Pewarnaan Hematoxylin Eosin
Pewarnaan hematoxylin eosin merupakan pewarnaan standar untuk
mengetahui struktur umum sel maupun jaringan dalam suatu organ. Tahapan
pewarnaan hematoxylin eosin adalah sebagai berikut:
1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III
masing-masing selama 3-5 menit.
2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi
100% (III, II, I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5
menit.
3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan
dengan cara direndam dalam aquades selama 5 menit.
4. Preparat diwarnai dengan hematoxylin selama 2 menit kemudian direndam
di dalam air keran selama beberapa saat.
5. Warna yang dihasilkan dikontrol di bawah mikroskop. Apabila warna
ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali
ke dalam pewarna hematoksiln selama 3-5 detik, namun jika warnanya
terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat hematoxylin
1-2 kali (0,5% HCl dalam 70% alkohol).
6. Preparat kembali direndam di dalam air keran selama 10 menit lalu
direndam di dalam aquades selama 5 menit.
7. Preparat diwarnai dengan eosin selama 2 menit dan kembali dikontrol di
bawah mikroskop.
8. Proses dehidrasi dan pemucatan dilakukan dengan alkohol bertingkat
dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, dan 100% (I, II, dan III)
masing-masing 2-4 kali celupan.
9. Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing-masing
selama 5 menit.
10. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan cover glass
menggunakan Entellan®.
Hasil: inti berwarna biru hingga ungu, sitoplasma, kolagen, keratin, dan
eritrosit berwarna merah muda.
18
Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia
Imunohistokimia adalah pewarnaan yang digunakan untuk melokalisasi dan
mendeteksi adanya suatu protein khusus melalui ikatan antigen-antibodi. Tahapan
pewarnaan imunohistokimia adalah sebagai berikut:
1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III
masing-masing selama 3-5 menit.
2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi
100% (III, II, I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5
menit.
3. Preparat kemudian direndam di dalam aquades selama 15 menit.
4. Penghilangan peroxidase endogen
Preparat dicelupkan ke dalam H2O2 0,3% dalam methanol dengan kondisi
gelap selama 15 menit.
5. Preparat dicuci dengan aquades selama 10 menit.
6. Preparat dilingkari dengan hydrophobic barrien pen dan dicuci dengan
larutan PBS dengan cara ditetes dan didiamkan selama 5 menit sebanyak 2
kali ulangan.
7. Inkubasi dengan normal goat serum selama 30 menit dalam suhu 37 °C.
(memblokir Ag non spesifik agar tidak mengacaukan reaksi)
8. Preparat dicuci dengan PBS dengan cara ditetes dan didiamkan selama 5
menit sebanyak 3 kali ulangan.
9. Inkubasi dalam Ab primer selama 1 malam dalam suhu 4 °C.
10. Preparat dicuci dengan PBS dengan cara ditetes dan didiamkan selama 10
menit sebanyak 3 kali ulangan.
11. Inkubasi dalam Ab sekunder selama 60 menit dalam suhu 37 °C.
12. Preparat dicuci dengan PBS dengan cara ditetes dan didiamkan selama 5
menit sebanyak 3 kali ulangan.
13. Preparat ditetesi dengan vectastain ellite ABC kits (Vector Laboratory
USA) sebanyak 60 µml dan diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 37 °C.
14. Preparat dicuci dengan PBS dengan cara ditetes dan didiamkan selama 5
menit sebanyak 3 kali ulangan.
15.Visualisasi dengan diamino benzidine (DAB) .
16. Preparat dimasukkan ke dalam aquades sebagai stopping point.
17. Preparat di dehidrasi dengan alkohol bertingkat dimulai dari konsentrasi
70%, 80%, 90%, 96%, dan 100% (I, II, dan III) masing-masing 2-4 kali
celupan.
18. Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing-masing
selama 5 menit.
19. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan cover
glass menggunakan Entellan®.
Hasil: inti bening (tidak terwarnai) dengan sitoplasma berwarna coklat
kehitaman
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Februari 1992 sebagai putri
keempat dari pasangan Bapak Lie Joek Tjong dan Ibu Liong Thiauw Min. Penulis
mengenyam pendidikan di SMP Desa Putera dan lulus dari SMAN 28 pada tahun
2010. Penulis kemudian melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) 2010. Selama
menjalani masa studi di IPB, penulis pernah mengikuti beberapa organisasi seperti
Sorcherry Riding Club (SRC) dan Unit Konservasi Fauna (UKF). Penulis juga
aktif sebagai anggota divisi hewan kecil HKSA dan sebagai volunteer di
Multispecies Education International (MEI).