morbus

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta telah menyerang manusia sejak 300 sm, dan telah dikenal oleh peradaban tiongkok kuna, mesir kuna, dan india. Pada 1995,organisasi kesehatan dunia (who) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti india dan vietnam. Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940 dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980 penyakit ini pun mampu ditangani kembali. Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak 1

Upload: ananta-wijaya

Post on 16-Sep-2015

225 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan pada pasien dengan morbus hansen

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKusta telah menyerang manusia sejak 300 sm, dan telah dikenal oleh peradaban tiongkok kuna, mesir kuna, dan india. Pada 1995,organisasi kesehatan dunia (who) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti india dan vietnam. Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940 dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980 penyakit ini pun mampu ditangani kembali. Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah.B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian morbus hansen ?2. Apa penyebab dari penyakit morbus hansen ?3. Bagaimana patofisologi dari penyakit morbus hansen ?4. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit morbus hansen ?5. Bagaimana klasifikasi dari penyakit morbus hansen ?6. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang di lakukan pada penyakit morbus hansesn ?7. Bagaimana penatalaksaan medis pada penyakit morbus hansesn ?8. Bagaimana asuhan keperawatan yang di lakukan untuk penyakit morbus hansen ?C. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumSetelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami tentang pengkajian pada sistem integumen serta mampu memahami pengkajian pada sistem integumen.2. Tujuan KhususSetelah membaca makalah ini, mahasiswa jurusan keperawatan diharapkan mampu mengerti dan memahami tentang isi dari :a. Pengertian morbus hansenb. Penyebab dari penyakit morbus hansenc. Patofisologi dari penyakit morbus hansen.d. Manifestasi klinis dari penyakit morbus hansen.e. Klasifikasi dari penyakit morbus hansen.f. Pemeriksaan diagnostik yang di lakukan pada penyakit morbus hansen.g. Penatalaksaan medis pada penyakit morbus hansen.h. Asuhan keperawatan yang di lakukan untuk penyakit morbus hansen.D. Sistematika PenulisanMakalah ini kami susun dengan sistematika dasar yaitu sebagai berikut :BAB I: Pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.BAB II: Tinjauan Teori yang berisikan, definisi teori, penjelasan teori, serta penerapan dalam keperawatan.BAB III : Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.

BAB IIPEMBAHASANA. Konsep Dasar1. Pengertian Morbus HansenMorbus Hansen (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium leprae (Kapita Selekta Kedokteran UI, 2000). Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Departeman Kesehatan, Dit. Jen PPM & PL, 2002). Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000). Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi ulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas ( COC, 2003). Kusta merupakan infeksi yang kronik dan penyebabnya ilana Mycrobacterium Leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama lalu kulit dan mukosa straktus respitorius bagian atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Djuanda Adhi 2010)2. EtilogiMyobacterium leprae merupakan penyebab dari penyakit ini. Merupakan satu famili dengan M. tuberculosis penyebab TBC. Memiliki sifat obligat intraseluler dan tahan asam, pada beberapa jenis telah mengalami perubahan dari sifat akibat perubahan gen yang menyebabkan bakteri dapat bertahan di lingkungan selama beberapa bulan. Pada penderita yang tidak dilakukan terapi dengan baik akan terjadi peningkatan angka bakteri di kulit (MI), dan ketebalan bakteri di kulit (BI) hingga 6 kali lipat dibandingkan dengan terapi efektif. Bakteri lepra merupakan salah satu bakteri yang hanya tumbuh dan berkembang pada manusia saja. Walaupun demikian bakteri ini masih belum dapat di biakan karena sulitnya mencari media yang cocok, media yang paling baik sampai saat ini adalah telapak kaki tikus. Bakteri lepra akan berkembang biak dengan baik pada jaringan yang lembab (kulit, saraf perifer, ruang depan mata, saluran nafas bagian atas, dan testis). Di bandingkan Mycrobacterium tubercolosis, basil tahan asam M. Leprae tidak memproduksi oksitosis dan enzim litik. Reaksi imun penderita M. Leprae berupa reaksi imun seluler terutama pada lepra bentuk tuberkoloid dan reaksi imun humoral terutama pada bentuk lepromatosa. (Win de Jong et al 2005). Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk kering atau tipe tuberkuloid dan kusta bentuk basah di sebut juga type lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu peralihan (borederline) (Wim de Jong et al 2005).a. Kusta bentuk keringKusta ini tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi, paha, pantat atau lengan. Bercak tampak kering, kulit kehilangn daya rasa sama sekali.b. Kusta bentuk basahKusta ini bentuk menular karena kumannya banyak terdapat di selaput lendir, hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat beru[a bercak kemerahan, kecil kecil tersebar di seluruh badan, atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilat dan berminyak dapat berupa benjolan merah atau sebesar biji jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Di sertai rontoknya alis mata dan menebalnya daun telinga.c. Kusta tipe peralihand. Kusta ini merupakan peralihan antara dua tipe utama. Pengobatan type ini di masukan kedalam jenis kusta basah.3. PatofisiologiSetelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.

4. Manifestasi KlinisMenurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitasLesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot.b. BTA positifPada beberapa kasus ditemukan BTA dikerokan jaringan kulit.c. Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi.5. Klasifikasia. Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)Merupakan bentuk yang tidak menular. Kelainan kulit berupa bercak keputihansebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi,punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilangsama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi, sering terjadi gejala kulit tak begitu menonjoltetapi gangguan saraf lebh jelas. Komplikasi saraf serta kecacatan relative lebih sering terjadi sering terjadi dan timbul lebih awal dari bentuk basah. Pemeriksaan bakteriologis sering kali negative, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebab. Bentuk ini merupakan yang paling banyak yang ditemukan di Indonesia dan terjadi pda orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi.b. Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik diselaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lain.Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta. Kelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalankulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagaibenjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di badan, muka dan dauntelinga.Sering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung.Kecacatan padabentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit. Pada bentuk yang parah bisa terjadi muka singa (facies leonina).Diantara kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan(tipe borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk ini dalam pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.6. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan BakterioskopikMemiliki lesi yang paling aktif yaitu : yang paling erythematous dan paling infiltratif. Secara topografik yang paling baik adalah muka dan telinga. Denngan menggunakan Vaccinosteil dibuat goresan sampai didermis, diputar 90 derajat dan dicongkelkan, dari bahan tadi dibuat sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada pemeriksaan akan tampak batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau granuler. b. Test MitsudaBerupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada lengan, yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 4 minggu kemudian bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test positif7. Penatalaksaan Medisa. Pencegahan1) Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang seluk beluk penyakit lepra pada pasien2) Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis therapeutic.3) Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap lepra.b. Pengobatanobat-obatan umum yang biasa dipakai dalam pengobatan Morbus Hansen:1) PB ( Tipe kering )Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin I Tablet Dapsone (DDS) Pengobatan harian : hari ke 2 28 : tablet Dapsone (DDS) Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6 9 bulan2) MB ( Tipe basah )Pengobatan bulanan : hari pertama :2 Kapsul Rifampisin 3 Tablet Lamrene 1 Tablet Dapsone pengobatan harian : hari ke 2 28 :1 Tablet Lamrene 1 Tablet Dapsone (DDS) lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 18 bulan.B. Asuhan Keperawatan1. Pengkajiana. Identitas KlienUmur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.b. Riwayat Kesehatan1) RKDBiasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit misalnya: penyakit panu.kurab. dan perawatan kulit yang tidak terjaga atau dengan kata lain personal higine klien yang kurang baik2) RKSBiasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya Komplikasi pada organ tubuh dan gangguan perabaan ( mati rasa pada daerah yang lesi )3) RKKMorbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.c. Riwayat PsikososialKlien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.d. Riwayat Sosial EkonomiBiasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari golonganmenengah kebawah terutam apada daerah yang lingkungannya kumuh dan sanitasi yang kurang baike. Pola Aktifitas Sehari-hariAktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.f. Pemeriksaan fisikKeadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.1) Sistem penglihatanAdanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.2) Sistem pernafasanKlien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.3) Sistem PersyarafanKerusakan Fungsi Sensorik, Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip. Kerusakan fungsi motorik, Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonom, Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.4) Sistem musculoskeletalAdanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.5) Sistem Integumen.Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.2. Diagnosa Keperawatana. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik.b. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.c. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.d. Resiko infeksi berhubungan dengan proses lukae. Resiko cidera berhubungan dengan anastesia

3. PerencanaanDiagnosa KeperawatanRencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria hasilIntervensi

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik.

NOC : Self Care : ADLs. Toleransi aktivitas. Konservasi eneergiSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri.3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan.5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik).6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien.7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial.10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek.12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas.16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.

NOC: Body image Self esteemSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . gangguan body image pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Body image positif. 2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal.3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh.4. Mempertahankan interaksi sosialNIC : Body image enhancement1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.

NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous MembranesSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)2. Tidak ada luka/lesi pada kulit3. Perfusi jaringan baik.4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang.5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.6. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan lukaNIC : Pressure Management1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar2. Hindari kerutan pada tempat tidur3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien8. Monitor status nutrisi pasien9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 10. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan11. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus12. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka13. Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin14. Cegah kontaminasi feses dan urin15. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril16. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

Resiko infeksi berhubungan dengan proses luka

NOC : Immune Status Knowledge : Infection control Risk controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.3. Jumlah leukosit dalam batas normal.4. Menunjukkan perilaku hidup sehat.5. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normalNIC Infection control (kontrol infeksi).1. Pertahankan teknik aseptif.2. Batasi pengunjung bila perlu.3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum.6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing .7. Tingkatkan intake nutrisi.8. Berikan terapi antibiotik:.................................9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.10. Pertahankan teknik isolasi k/p.11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.12. Monitor adanya luka.13. Dorong masukan cairan.14. Dorong istirahat.15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Resiko cidera berhubungan dengan anastesia

NOC : Risk Kontrol Immune status Safety BehaviorSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama. Klien tidak mengalami injury dengan kriterian hasil:1. Klien terbebas dari cedera.2. Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera.3. Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal4. Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury.5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.6. Mampu mengenali perubahan status kesehatanNIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)4. Memasang side rail tempat tidur5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.7. Membatasi pengunjung8. Memberikan penerangan yang cukup9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

4. ImplementasiTindakan Keperawatan di lakuakan sesuai dengan intervensi yang telah di buat.5. Evaluasia. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR dan mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri serta keseimbangan aktivitas dan istirahat.b. Body image positif. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh. Mempertahankan interaksi sosial.c. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka.d. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. Jumlah leukosit dalam batas normal. Menunjukkan perilaku hidup sehat. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal.e. Klien terbebas dari cedera. Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera. Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal. Mampu memodifikasi gaya hidup untukmencegah injury. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

BAB IIIPENUTUPA. SIMPULANPenyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Myobacterium leprae merupakan penyebab dari penyakit ini. Merupakan satu famili dengan M. tuberculosis penyebab TBC. Memiliki sifat obligat intraseluler dan tahan asam, pada beberapa jenis telah mengalami perubahan dari sifat akibat perubahan gen yang menyebabkan bakteri dapat bertahan di lingkungan selama beberapa bulan. Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Tanda gejala kusta antara lain Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas, BTA positif, Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi. B. SARANMahasiswa jurusan keperawatan diharapkan dapat mengerti dan memahami mengenai konsep dasar penyakit morbus hanses. Sehingga nantinya mahasiswa jurusan keperawatan diharapkan mampu menerapkan asuhan keperawatan tersebut dalam praktiknya untuk memudahkan merawat pasien yang mengalami penyakit morbus hansen.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E,J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, JakartaSyaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGCCarpenitto, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC : Jakarta.Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC6