morbus hansen

24
Morbus Hansen Tria Puspa Ningrum Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470 Email : [email protected] Pendahuluan Morbus hansen adalah penyakit yang merupakan penyakit tertua biasa di kenal dengan penyakit lepra atau kusta. Kata kusta nberasal dari bahasa India yaitu Khusta. Penyakit ini dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta di sebut dalam kitab injil dengan terjemahan dari bahasa hebrewzaraath, yang sebenarnya berartikan mencangkup beberapa penyakit kulit secara umum. Namun dewasa ini morbus hansen di definisikan sebagi penyakit infeksi yang kronik di sebabkan oleh microbacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain kecuali pada susunan saraf pusat. Penyakit ini adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis. 1 Tinjauan Pustaka Anamnesis Untuk meneggakkan diagnosis yang tepat , seorang dokter harus melakukan melakukan anamnesis. Menanyakan riwayat penyakit di sebut ‘anamnesa’. Anamnesa berarti tahu lagi atau kenangan. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan 1

Upload: tria-itu-ridut-ningnang-ningrum

Post on 18-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

for free

TRANSCRIPT

Morbus Hansen

Tria Puspa Ningrum

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470

Email : [email protected]

Morbus hansen adalah penyakit yang merupakan penyakit tertua biasa di kenal dengan penyakit lepra atau kusta. Kata kusta nberasal dari bahasa India yaitu Khusta. Penyakit ini dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta di sebut dalam kitab injil dengan terjemahan dari bahasa hebrewzaraath, yang sebenarnya berartikan mencangkup beberapa penyakit kulit secara umum. Namun dewasa ini morbus hansen di definisikan sebagi penyakit infeksi yang kronik di sebabkan oleh microbacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain kecuali pada susunan saraf pusat. Penyakit ini adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.1Tinjauan Pustaka

Anamnesis

Untuk meneggakkan diagnosis yang tepat , seorang dokter harus melakukan melakukan anamnesis. Menanyakan riwayat penyakit di sebut anamnesa. Anamnesa berarti tahu lagi atau kenangan. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakitnya dan yang menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. anamnesis juga merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatagi dokter. Perpaduan keahlian mewawancararai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menitikan diagnosis kemungkinan sehingga membantu dalam menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya. pada Anamnesis penyakit muskuloskeletal mencakup beberapa hal yang harus ditanyakan untuk mendasari diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Hal-hal tersebut dideskripsikan sebagai berikut.2Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Berdasarkan skenario kasus dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan data sebagai berikut: 3,4 Waktu dan lamanya keluhan berlangsung, pada kasus ini keluhan berupa bercak putih pada lengan kiri dan berlangsung sejak 1 bulan yang lalu.

Sifat dan berat serangan, warna bercak, adanya gatal, adanya baal pada bercak/lesi

Lokaisasi dan penyebaranya, menetap,menjalar, atau berpindah-pindah,

Hubungan nya dengan waktu, dan aktivitas

Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali,

Faktor resiko dan pencatus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau meringankan keluhan,

Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang mengalami keluahan yang sama,

Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,

Perkembangan penyakit, kemungkinan telah tejadi komplikasi atau gejala sisa,

Upaya yang telah dilakuakn dan bagai mana hasilnya, jenis obat-obatan yang telah diminum pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita

Riwayat Penyakit Dahuluuntuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah ia derita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat obstetri harus ditanyakan pada setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan manrche, apakah menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak, dan riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran. Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulakan data posistif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit.3,4

Riwayat penyakit keluarga Ini penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi menular pada keluarga atau kerabat terdekat. 3,4Riwayat pribadiRiwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masaah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakn kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan termasuk obat-obatan terarang. Pasien yang sering melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan perjalannan yang telah ia lakukan untuk mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksual juga harus di tanyakan. Yang tidak kalah penting adalah menanyakan tentang lingkungan tempat tinggal, termasuk keadaan rumah, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.3,4Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, inspeksi, pemeriksaan sensibilitas, pemeriksaan saraf tepi, dan pemeriksaan fungsi saraf otonom. Untuk melakukan inspeksi, alat bantu yang dapat dipergunakan adalah kaca pembesar. Pemeriksaan ini mutlak dilakukan dalam ruangan yang terang. Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan efloresensi yang khusus.Pada penderita lepra akan didapatkan gambaran makula hipopigmentasi Dan 5 A yaitu achromia (tidak ada pigmen), anestesia (tanpa rasa gatal), atrofi (kulit agak mencekung), alopesia (tanpa rambut), dan anhidrosis (tidak berkeringat).5Selain itu, pasien juga diminta memejamkan mata, menggerakan mulut, bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah, dikarena penyakit kusta dapat menyebabkan kerusakan saraf. Pemeriksaan berikutnya adalah melakukan pemeriksaan sensibilitas pada kulit yang normal dan lesi kulit dengan kapas atau bulu untuk mengetes rasa raba, jarum pentuljarum pentul yang tajam dan tumpul untuk mengetes rasa nyeri, serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi unuk mengetes rasa suhu.5Pemeriksaan saraf tepi dilakukan padan.facialis, n.auricularis magnus, n.ulnaris, n.radialis, n.medianus, n.peroneus dan n.tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi,penebalan dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba.Terakhir, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji Gunawan) yaitu dengan pensil tinta dibuat garis pada lesi hingga keluar lesi, lalu pasien melakukan olahraga sampai berkeringat. Selanjutnya dilihat pada bagian mana tinta melebur karena keringat dan bagian tinta yang tidak melebur karena anhidrasi.5Dari pemeriksaan fisik di dapatkan:Tanda-tanda vital: Dalam batas normal

Inspeksi: Makula hipopigmentasi (becak putih)

Pemeriksaan Sensibilitas: Anastesi (Baal)Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan bakterioskopik

Dengan membuat suatu sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung bagian septum lalu diwarnai dengan pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam), antara lain Ziehl-Neelsen. Jika hasilnya negatif, maka orang tersebut belum tentu tidak mengandung kuman M. leprae. Bagian tubuh yang pasti dikerok jaringan kulitnya adalah dibawah cuping telinga berdasarkan pengalaman, tempat tersebut diharapkan mengandung kuman lebih banyak. Cara pengambilannya dengan menggunakan skalpel steril, lalu pada kulit yang terkena lesi didesinfeksi kemudian dijepit agar menjadi iskemik, sehingga kerokan mengandung sedikit mungkin darah yang bisa mengganggu pemeriksaan. Kerokan harus sampai di dermis yang diharapkan banyak mengandung kuman M. leprae (sel leprae = sel Virchow). Dan dari mukosa hidung diambil dengan cara nose blows, cara ini terbaik dilakukan pada pagi hari dan ditampung pada sehelai plastik. Namun sediaan dari mukosa hidung jarang dipakai karena kemungkinan adanya M. atipik, M. leprae tidak pernah positif kalau pada kulit negatif, bila diobati hasil pemeriksaan mukosa hidung negatif negatif lebi dahulu dibandingkan kerokan jaringan kulit, dan rasa nyeri saat pemeriksaan. Lalu bahan sediaan dioleskan pada gelas alas, difiksasi diatas api, lalu diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. M. Leprae tergolong BTA, akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmen), dan butiran (granulasi). Bentuk solid adalah bentuk dari kuman hidup, sedangkan bentuk fragmen dan granulasi adalah bentuk dari kuman yang mati. Kepadatan BTA tanpa memebedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nila 0-6+ menurut Ridley.12. Pemeriksaan histopatologik

Pada pemeriksaan ini, makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus dan fungsi berbeda-beda dalam menjalankan imunitas tubuh. Saat ada kuman M. leprae yang masuk, akan bergantung pada sistem imunitas seluler orang tersebut. Jika sistem imunnya bagus, maka akan banyak ditemukan sel datia Langhans tetapi sayangnya jika ada massa epiteloid berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat ini ditemukan pada tipe TT. Sebaliknya jika sistem imunitas seluler orang tersebut rendah, maka M. leprae akan berkembang biak dalam sel tubuh manusia lalu menjadi sel Virchow sebagai alat pengangkut penyebarluasan. Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivat-derivatnya ini di temukan pada tipe LL. Contohnya adalah gambaran histopatologik tipe tuberkeloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nayta, tidak ada kuman, atau hanya sedikit dan non-solid.13. Pemeriksaan serologik

pemeriksaan ini didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh yang terinfeksi M. leprae. Ternyata ada antibodi spesifik kuman ini yaitu anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan antobodi non-spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan. Kegunaan pemeriksaan serologik ini adalah untuk mendiagnosis penyakit kusta yang meragukan seperti kusta yang subklinis (hampir tidak ada lesi kulit). Disamping itu dapat menentukan kusta subklinis, karena tidak didapatinya lesi kulit, misalnya narakontak serumah. Uji serologik tersebut terdiri dari Uji MLPA, ELISA, dipstick test, dan flow test.14. Pemeriksaan Tes Lepromin

Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis, berguna untuk menunjukan sistem imun penderita terhadap M.leprae. 0,1 ml lepromin, dipersiapkan dari extraks basil oganisme untuk kemudian disuntikan intradermal. Kemudian dibaca pada setelah 48 jam atau 2 hari (reaksi fernandez), dapat juga ditunggu hingga 3-4 minggu (rekasi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema yang menunjukan kalau penderita bereaksi terhadap M.leprae, yaitu memberikan respon imun tipe lambat.Diagnosis Banding

1. Leucoderma (Vitiligo)Leucoderma atau yang dalam dunia medis dikenal sebagai Vitiligo adalah kelainan kulit kronis yang menyebabkan depigmentasi kulit. Hal ini menyebabkan perubahan warna pada bagian kulit yang disebabkan penurunan bertahap melanin dari lapiran dermal atau dikarenakan kerusakan fungsi dari sel-sel melanosit. Awalnya penderita mungkin tidak menyadari atau mengabaikan perubahan warna karena hanya bercak putih sedikit saja, tapi seiring denan berjalannya waktu, perubahan warna mulai membesar dan bahkan bertambah banyak. Depigmentasi kulit biasanya terjadi di dekat mulut, mata, hidung, jari, kuku, alat keelamin dan umbilikus. Michael Jackson adalah salah satu penderita Leucorma (Vitiligo). Tanda-tanda klinis yang dapat dilihat adalah timbulnya bercak putih pada kulit yang makin lama makin membesar, rambut beruban lebih awal, kehilangan rambut, rambut di bagian yang terdapat becak berubah menjadi putih, peka terhadap dingin, dan pasien mungkin sering menderita perubahan suasana hati atau depresi. Penyebab umum leucoderma bisa disebabkan penyakit lambung kronis atau akut, kekurangan kalsium, kondisi kulit inflamasi, luka bakar, stres yang berlebihan, penurunan fungsi hati, mengenakan pakaian ketat, mengenakan sarung tangan ketat, atau menggunakan tato pada kulit.1,6,72. Pitiriasis VersikolorPitiriasis versikolor atau tinea versikolor disebabkanMalassezia furfuradalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut. Orang awam biasa menyebut penyakit ini dengan panu. Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut Burke (1961) ada beberapa faktor mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi.1,6,7Diagnosis KerjaDiagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Setiap diagnosis kerja haruslah diiringi dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta adanya gejala klinis yang ada untuk bisa menyingkirkan diagnosis banding. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul yaitu didapati lesi makula hipopigmentasi pada lengan kiri yang tidak gatal, namun pada bagiaan lesi terasa baal. dapat diduga kalau pasien menderita morbus hansen atau lepra yaitu suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycobacterium leprae.4EtiologiPenyakit Morbus hansen atau lepra ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat di biakkan dalam media artifisial.M. lepraeberbentuk kuman dengan ukuran 3-8 m x 0,5 m, tahan asam dan alkohol serta positif-Gram. Mycobacterium leprae belum memenuhi postulat koch karena tidak dapat dibiak dalam media apapun, namun bisa dibiak dalam hewan. penyakit ini telah ditemukan sejak tahun 1500 SM. Kumannya ditemukan pada tahun 1874, cara penularannya belum diketahui, diduga melalui kontak langsung yang erat dan lama, penyebaran droplet dari tipe leptomatosa, ada juga yang menduga melalui insekta atau inhalasi. Organ yang pertama diserang adalah syaraf tepi dengan manifestasi pertama pada kulit, lalu bisa menyerang mukosa saluran pernafasan atas dan organ lain kecuali SSP. Terutama pada usia antara 25-35 tahun, makin muda usia makin kurang kekebalan, sehingga anak-anak sangat rentan. Juga terutama mengenai keadaan sosioekonomi rendah yang sanitasinya buruk, gizi buruk, dan perumahan tak adekuat. Masa inkubasinya sangat lama diperkirakan 2-5 tahun.1Epidemologi

Kusta merupakan penyakit infeksi yang saat masih tinggi prevalensinya terutama di negara berkembang. Kusta merupakan penyakit yang bersifat endemik diseluruh dunia kecuali Antartika. Di Amerika hanya Kanada dan Chili yang tidak pernah ditemukan endemik dari kusta. Di bagian Selatan Eropa hanya ditemukan sedikit kasus dari kusta. Angka kejadian tertinggi kasus kusta terdapat dibagian pulau Pasifik, seperti India. India merupakan negara terbanyak yang memiliki angka tertinggi dari kusta di ikuti brazil dan myanmar. Kasus lepra atau kusta secara mendunia menurun sekitar 90% selama kurun waktu 20 tahun ini karena adanya program kesehatan. Dari data WHO menyatakan ada 220.000 kasus pada tahun 2006. Kebanyakan pasien terinfeksi saat masih kecil dimana penderita tinggal bersama penderita kusta. Penderita kusta pada anak-anak baik laki-laki atau perempuan sama besarnya, namun pada orang dewasa pria lebih sering terkena kusta. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun, didapatkan 11,39% tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita dibawah usia 1 tahun penting dilakukan untuk di cari kemungkinan ada tidaknya kusta konginetal. Frekuensi tertinggi kusta terdapat pada orang dengan usia 25-35 tahun.Data penelitian semakin rendah sosial ekonominya maka akan semakin berat penyakitnya, sebaliknya semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka akan semakin membantu penyembuhan. Selain itu dari penelitian ada perbedaan reaksi infeksi M leprae yang mengakibatkan gambaran klinis di berbagai suku bangsa. Hal ini diduga disebabkan faktor genetik yang berbeda.Patofisiologi

SebenarnyaM. lepraemempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. SetelahM. lepraemasuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat system imunitas seluler (cellular mediated immune)pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang ke arah lepromatosa.8

M. lepraeberpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vasularisasi yang sedikit.Sumber penularan adalah melalui kontak langsung yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dapat juga menular melalui droplet mukosa hidung, (infeksi melalui oral lambung)tempat tidur, pakaian, karna M. Leprae dapat bertahan beberapa hari di luar tubuh, dan ada kemungkinan dikarenakan gigitan serangga.8Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh maka dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkoloid, dan sebaliknya bila SIS rendah maka gambarannya adalah lepromatosa. Kusta dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe indeterminatee dan tipe determinate. Yang termaksud dalam tipe determinate yaitu :

1. TT : Tuberkuloid polar (bentuk yang stabil)2. Ti : Tuberkuloid indefinite (bentuk yang labil)3. BT : Borderline tuberculoid (bentuk yang labil)4. BB : Mid borderline (bentuk yang labil)5. BL : Borderline lepromatous (bentuk yang labil)6. Li : Lepramatosa indefinite (bentuk yang labil)7. LL : lepromatosa polar (bentuk yang stabil)

Bentuk yang stabil artinya berarti bentuk yang 100% tidak dapat berubah, sedangkan tipe Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya sedangkan tipe BL dan Li lebih banyak lepromaosanya. Tipe labil berarti tipe ini bebes beralih tipe baik ke arah TT atau LL. Tipe LL,BL dan BB merupaka tipe multibasilar yaitu mengandung banyak kuman sedangkan tipe TT,BT, dan I merupakan tipe pausibasilar yaitu tipe yang mengandung sedikit kuman.1Gejala Klinis

Lepra tipe Indeterminate (I)Lepra tipeIndeterminateditemukan pada anak yang kontak dan kemudian menunjukkan 1 atau 2 makula hipopigmentasi yang berbeda-beda ukurannya dari 20 sampai 50 mm dan dapat dijumpai di seluruh tubuh. Makula memperlihatkan hipoestesia dan gangguan berkeringat. Hasil tes lepromin mungkin positif atau negatif. Sebagian besar penderita sembuh spontan, namun jika tidak diobati, sekitar 25% berkembang menjadi salah satu tipedeterminate.9Lepra tipe Determinate

1. Lepra tipe Tuberkuloid(TT)Manifestasi klinis lepra tipe TT berupa 1 sampai 4 kelainan kulit. Kelainan kulit tersebut dapat berupa bercak-bercak hipopigmentasi yang berbatas tegas, lebar, kering, serta hipoestesi atau anestesi dan tidak berambut. Kadang kala ditemukan penebalan saraf kulit sensorik di dekat lesi, atau penebalan pada saraf predileksi sepertin. auricularis magnus.Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam negatif, sedangkan tes lepromin memperlihatkan hasil positif kuat. Hal ini menunjukkan adanya imunitas seluler terhadapMycobacterium leprae yangbaik.92. Lepra tipe Borderline-Tuberkuloid (BT)

Kelainan kulit pada lepra tipe ini mirip dengan lepra tipe TT, namun biasanya lebih kecil dan banyak serta eritematosa dan batasnya kurang jelas. Dapat dijumpai lesi-lesi satelit. Dapat mengenai satu saraf tepi atau Iebih, sehingga menyebabkan kecacatan yang luas. Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam positif pada penderita lepra BT(very fewsampai 1+). Tes lepromin positif.13. Lepra tipe Borderline-Borderline (BB)Kelainan kulit berjumlah banyak tidak simetris dan polimorf. Kelainan kulit ini dapat berupa makula, papula dan bercak dengan bagian tengah hipopigmentasi dan hipoestesi serta berbentuk anuler dan mempunyai lekukan yang curam(punchedout).Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 2+ dan 3+. Tes lepromin biasanya negatif. Lepra tipe BB sangat tidak stabil.14. Lepra tipe Borderline-Lepromatosa (BL)Kelainan kulit dapat berjumlah sedang atau banyak, berupa macula atau bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dengan ukuran yang berbeda-beda dan tepi yang tidak jelas, dan juga papula, nodul serta plakat Kelainan saraf ringan. Hasil pemeriksaan apusan kulit untuk basil tahan asam positif kuat, dengan indeks bakteriologis 4+ sampai 5+. Tes lepromin negatif.95. Lepra tipe Lepromatosa (IL)Kelainan kulit berupa makula hipopigmentasi atau eritematosa yang berjumlah banyak, kecil-kecil, dan simetris dengan sensasi yang normal, permukaannya halus serta batasnya tidak jelas, dan papula. Saraf tepi biasanya tidak menebal, karena baru terserang pada stadium lanjut. Dapat terjadi neuropati perifer. Mukosa hidung menebal pada stadium awal, menyebabkan sumbatan hidung dan keluarnya duh tubuh hidung yang bercampur darah. Lama-kelamaan sel-sel lepra mengadakan infiltrasi, menyebabkan penebalan kulit yang progresif, sehingga menimbulkan wajah singa, plakat, dan nodul. Nodul juga dapat terjadi pada mukosa palatum, septum nasi dan sklera. Alis dan bulu mata menjadi tipis, serta bibir, jari-jari Langan dan kaki membengkak. Dapat terjadi iritis dan keratitis. Kartilago dan tulang hidung perlahan-lahan mengalami kerusakan, menyebabkan hidung pelana. Jika laring terinfiltrasi oleh sel lepra, maka akan timbul suara serak. Akhirnya testis mengalami atrofi, dan kadang kala mengakibatkan ginekomastia. Hasil pemeriksaan asupan kulit untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 5+

sampai 6+. Tes lepromin selalu negative.9Deformitas atau cacat kusta sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas primer dan sekunder. Cacat primer sebagai akibat langsung oleh granulomayang terbentuk sebagai reaksi terhadapM.leprae,yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Cacat sekunder terjadi sebagai akibat adanya deformitas primer, terutama kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom), antara lain kontraktur sendi, mutilasi tangan dan kaki.TatalaksanaMedikamentosa

Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. DDS mulai dipakai sejak1948 dan di Indonesia digunakan pada tahun 1952. Klofazimin dipakai sejak 1962 oleh Brown dan Hogerzeil, dan rifampisin sejak tahun 1970. Pada 1988 WHO menambahkan 3 obat alternatif, yaitu ofloksasin, minosiklin dan klaritrimisin.1

1. DDS (Dapson)

DDS merupakan singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone.Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tablet. Sifat bakteriostatik yaitu menghalang/menghambat pertumbuhan kuman kusta. Dosis: dewasa 100 mg/hari, anak-anak 1-2 mg/kg berat badan/hari.Efek samping jarang terjadi, berupa anemia hemolitik, hepatitis gangguan saraf tepi, sakit kepala vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, gangguan kejiwaan.1

2. Rifampisin

Rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi DDS dengan dosis 10mg/kg berat badan; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai monoterapi, oleh karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu diikutkan, tidak boleh diberikan setiap minggu atau setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya. Ditemukan dan dipakai sebagai obat antituberkulosis pada tahun 1965 dan sebagai obat kusta pada tahun 1970 oleh REES dkk., serta Leiker dan Kamp. Resistensi pertama terhadap M. Leprae dibuktikan pada tahun 1976 oleh Kacobson dan Hastings.Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal,flu-like syndrome, dan erupsi kulit.1

3. Klofazimin (laprene)

Obat ini mulai dipakai sebagai obat kusta pada tahun 1962 oleh Brown dan Hoogerzeil. Dosis sebagai antikusta ialah 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3 anti inflamasi sehingga dapat dipakai pada penanggulangan ENL dengan dosis lebih yaitu 200-300mg/hari namun awitan kerja baru timbul 2-3 minggu. Resistensi pertama pada satu kasus dibuktikan pada tahun 1982. Efek samping ialah warna merah kecoklatan pada kulit, dan warna kekuningan pada sklera, sehingga mirip ikterus, apalagi pada dosis tinggi, yang sering merupakan masalah dalam ketaatan berobat penderita. Hal tersebut disebabkan karena klofazimin adalah zat warna dan dideposit terutama pada sel retikuloendotelial, muka dan kulit. Pigmentasi bersifat reversible, meskipun menghilangnya lambat sejak obat dihentikan. Efek samping lain yang hanya terjadi dalam dosis tinggi, yakni nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus. Selain itu dapat terjadi penurunan berat badan.1

4. Protionamid

Dosis diberikan 5-10 mg/kg berat badan setiap hari, dan untuk Indonesia obat ini tidak atau jarang di pakai. Distribusi protinamid dalam jaringan tidak merat, sehingga kadar hambat minimalnya sukar di tentukan.1

Obat Alternatif

1. OfloksasinOfloksasin merupakan turunan flourokuinolon yang paling aktif terhadapMycobacterium lepraein vitro. Dosis optimal harian adalah 400mg. Dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman Mycobacterium leprae hidup sebesar 99,99%. Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala,dizziness, nervousnessdan halusinasi. Walaupun demikiam hal ini jarang terjadi dan biasanya tidak membutuhkan penghentian obat. Pengguna pada anak, remaja dan wanita hamil dan menyusui harus sangat berhati-hati karena akan menyebabkan atropati.12. MinosiklinTermasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standart harian 100mg. Efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasukdizziness, danunsteadiness.Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan.13. KlaritromisinMerupakan kelompok antibiotik mikrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap Mycobacterium leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus, dan diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.

Non Medikamentosa

Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda tajam atau panas dan memakai kacamata untuk melindungi matanya.Selain itu diajarkan pula cara perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka atau ulkus. Setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan pecah.Cara lain ialah rehabilitasi untuk cacat tubuh antara lain dengan jalan fisioterapi atau operasi atau dengan cara kekaryaan, yaitu member lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).1Pencegahan Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit kusta yakni dengan diagnosa dan pengobatan dini pada orang terinfeksi. Peralatanpribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera dihindari dan diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi perorangan maupun sanitasi lingkungan.9Kesimpulan Penyakit Morbus Hansen atau yang biasa di sebut lepra ataupun kusta adalah penyakit yang di sebabkan oleh micobacterium leprae. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja terutama laki-laki, merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluller,menyerang saraf perifer,kulitdan organ lainseperti mukosa saluran napas bagian atas,hati,sumsum tulangkecuali susunan saraf pusat. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia,jika orang tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin, ras, kesadaran sosial dan lingkungan.

Daftar Pustaka

1. Kosasih A, wisnu IM, daili AS, menaldi SL. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2011.h.73-88.

2. Isbagio H, Setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2445-55.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.25-76. 2871-80.3

4. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlains gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Ed ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45, 362-86.45. Siregar RS. Kusta (lepra). Dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2004.h.154-58.5

6. Sharma S.K.Miracles of urin therapy.New Delhi:Diamond Pocket Books;2005.h.104.

7. Hayes PC, Mackay TW. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta : penerbit kedokteran EGC; 1997.h.384

8. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Edisi VI. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC:2006; 1580-989. Amirudin D. Penyakit kusta di Indonesia. Suplement vol. 26 no. 3, 2005; hal 572-68

10. Vachiramon V, Thadanipon K.Postinflammatory hypopigmentation. British Association of Dermtologis Cinical and Experimental Dermatology[serial online].Available from URL:http:/www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-2230.2011.04088.x/pdf

15