morbus hansen

3
Morbus Hansen I. PENDAHULUAN Penyakit Kusta atau dikenal juga dengan nama Lepra dan Morbus Hansen merupakan penyakit granulomatosa kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. M. leprae ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, bakteri ini berukuran 3-8 µm x 0,2-0,5 µm, bersifat tahan asam, berbentuk batang, tidak bergerak dan berspora, serta merupakan bakteri Gram positif. M. leprae dapat menyerang saraf perifer, kulit, mukosa saluran napas bagian atas, serta jaringan tubuh lainnya, kecuali sistem saraf pusat. Cara penularannya belum diketahui dengan pasti, tetapi hanya berdasarkan anggapan klasik, yaitu melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan erat serta secara inhalasi droplet. 1,2 Pada tahun 1991, World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai problem kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan istilah Eliminasi Kusta Tahun 2000 (EKT 2000). 1 Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Namun, saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara penyumbang penyakit kusta terbesar di dunia. Pada tahun 2006, WHO mencatat penderita baru di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah India dan Brazil, yaitu sebanyak 19.695 orang. Sedangkan kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru sebanyak 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang

Upload: ganeshrajaratenam

Post on 16-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hj

TRANSCRIPT

Morbus HansenI. PENDAHULUANPenyakit Kusta atau dikenal juga dengan nama Lepra dan Morbus Hansen merupakan penyakit granulomatosa kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. M. leprae ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, bakteri ini berukuran 3-8 m x 0,2-0,5 m, bersifat tahan asam, berbentuk batang, tidak bergerak dan berspora, serta merupakan bakteri Gram positif. M. leprae dapat menyerang saraf perifer, kulit, mukosa saluran napas bagian atas, serta jaringan tubuh lainnya, kecuali sistem saraf pusat. Cara penularannya belum diketahui dengan pasti, tetapi hanya berdasarkan anggapan klasik, yaitu melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan erat serta secara inhalasi droplet.1,2Pada tahun 1991, World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai problem kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan istilah Eliminasi Kusta Tahun 2000 (EKT 2000).1Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Namun, saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara penyumbang penyakit kusta terbesar di dunia. Pada tahun 2006, WHO mencatat penderita baru di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah India dan Brazil, yaitu sebanyak 19.695 orang. Sedangkan kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru sebanyak 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi ada di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah 0,73.1,3 Kusta merupakan penyakit yang ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Hal ini terjadi akibat kerusakan saraf besar yang irreversibel di wajah dan ekstremitas, motorik dan sensorik, adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik, serta terjadinya paralisis dan atrofi otot. Penderita kusta bukan hanya menderita karena penyakitnya, tetapi juga karena dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.1 Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, histopatologis, dan serologis. Bentuk gejala klinis bergantung pada sistem imunitas seluler penderita. Bila sistem imun seluler baik, maka akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid. Sebaliknya, apabila sistem imun seluler buruk, maka akan memberikan gambaran lepromatosa.1Pasien lepra adalah seseorang dengan lesi pada kulit berupa patch yang terasa baal. Patch pada lepra umumnya diawali dengan bercak putih (hipopigmentasi) atau eritema, datar atau meninggi, tidak gatal dan nyeri, serta dapat muncul di mana saja di seluruh bagian tubuh. Pasien kemudian akan mengalami gangguan sensibilitas terhadap rangsang raba, nyeri, maupun suhu (panas dan dingin) pada lesi kulit yang dicurigai tersebut. Pemeriksaan saraf tepi juga perlu dilakukan pada saraf yang berjalan di dekat permukaan kulit, terutama nervus ulnaris dan peroneal communis. Pada pemeriksaan saraf harus dibandingkan kiri dan kanan dalam hal ukuran, bentuk, tekstur dan kekenyalannya.4Diagnosis dini dan terapi yang tepat adalah kunci keberhasilan untuk mengendalikan penyakit infeksi ini. Tujuan utama terapi adalah memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insidensi penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit. Regimen pengobatan yang dapat diberikan sebagai antikusta adalah multidrug therapy (MDT).4Berikut ini dilaporkan satu kasus Morbus Hansen. Pembahasan menekankan pada penegakkan diagnosis pada pasien kusta.