monograf peran pos dan oc dalam model kinerja sdidtk · monograf peran pos dan oc dalam model...
TRANSCRIPT
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
i Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru Santoso WN
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
ii Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
iii Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
ONOGRAF Peran Perceived Organizational Support dan Organizational Commitment dalam Model Kinerja SDIDTK
Cetakan : 2020
Penulis: Sunarto Suparji
Editor :
Heru Santoso Wahito Nugroho
Penerbit :
Prodi Kebidanan Magetan
Poltekkes Kemenkes Surabaya
M
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
iv Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
MONOGRAF Peran Perceived Organizational Support dan Organizational Commitment dalam Model Kinerja SDIDTK
Cetakan :2020 Penulis : Sunarto Suparji Cetakan Pertama : Mei 2020 Editor : Heru Santoso Wahito Nugroho Tata Letak : Sunarto Tata Muka : Tim Prodi Kebidanan Magetan Diterbitkan Oleh : Prodi Kebidanan Magetan
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Jl. Jend S Parman No.1 Magetan 63313
Telp.0351-895216; Fax.0351-891565 Magetan
Email : [email protected]
ISBN : 978-623-92343-7-9
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
v Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan memuji kebesaran Allah SWT, dan atas kehendak-
Nya pula akhirnya monograf Perceived Organizational Support dan
Organizational Commitment dalam kegiatan SDIDTK di PAUD/TK bisa
diterbitkan. Buku monograf ini sebagai tambahan bacaan disamping buku-
buku sejenis yang telah terbit. Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian
dengan topik serupa yang dilakukan penulis tahun 2016.
Buku monograf ini berisi tujuh bab, dimulai dari bab satu berisi persepsi
dukungan organsiasional, bab dua berisi komitmen organisasional, bab tiga
berisi tentang persepsi, bab empat berisi stimulasi deteksi intervensi dini
tumbuh kembang anak, bab lima berisi antesenden persepsi dukungan
organsiasional pada kegiatan SDIDTK, bab enam berisi hasil-hasil penelitian
pengaruh persepsi dukungan organisasional dan komitmen organisasional
dalam kegiatan SDIDTK dan bab tujuh kesimpulan dan saran.
Hasil penelitian membuktikan bahwa dukungan organisasional berupa
supervisor (pengawasan dari atasan), kondisi kerja dan penghargaan yang
diberikan organisasi bepengaruh posistif terhadap kinerja guru PAUD/TK
dalam penyelenggaraan program SDIDTK di kelompok anak usia dini atau
balita serta anak pra sekolah. Kedua Komitmen organisasional yang berupa
affective commitment, continuance commitment, normative commitment,
berpengaruh posistif terhadap kinerja guru PAUD/TK dalam penyelenggaraan
program SDIDTK di kelompok anak usia dini atau balita serta anak pra sekolah.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut dapat disarankan dalam
pembinaan suatu organisasi sangat diperlukan dukungan terhadap pegawai
yang berupa supervisor/pengawasan atasan langsung, kondisi kerja dan
penghargaan dari organisasi. Dukungan supervisor berupa pengawasan
melekat dan pemberian kesempatan untuk meningkatkan kompetensi berupa
penilaian kinerja, pembinaan kinerja, pelatihan dan workshop. Untuk
meningkatkan komitmen pengelola PAUD termasuk guru/pendidik diperlukan
kondisi kerja yang nyaman, jauh dari ketegangan bahkan stres, dengan
meningkatkan hubungan kerja antara pengelola dengan guru/pendidik.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
vi Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Selain dukungan organisasional untuk mencapai kinerja organisasi
diharapkan perlu ditingkatkan komitmen suatu organisasi yang berupa
affective commitment, continuance commitment, normative commitment,
sehingga dapat dicapai kegiatan SDIDTK yang dilaksanakan di organisasi
PAUD/TK tersebut bisa terlaksana secara maksimal
Kami berharap kepada para pembaca pada umumnya dan para mahasiswa
pada khususnya, bisa lebih memahami pentingnya pengaruh persepsi
organisasi dan komitmen organisasi dalam kegiatan SDIDTK di tingkat
pelayanan baik di keluarga/masyarakat atau pelayanan kesehatan. Kami yakin
monograf serupa sudah banyak diterbitkan oleh penulis yang lain, harapan
penulis buku monograf ini dapat digunakan sebagai sumber referensi
tambahan untuk mempelajari pengaruh persepsi dukungan organsiasional dan
komitmen organisasional dalam kegiatan SDIDTK utamanya di PAUD/TK.
Semoga dengan bimbingan Allah SWT, buku Monograf ini dapat
bermanfaat untuk perkembangan ilmu Manajemen Kesehatan dan dapat
digunakan sebagai referensi dalam mendukung tercapinya keberhasilan
cakupan kegiatan SDIDTK pada Balita dan Anak Prasekolah. Jazahumullahu
Khairan.
Magetan, Mei 2020
Penyusun
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
vii Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul ii Kata Pengantar v Daftar Isi vii Daftar Tabel ix Daftar Gambar x BAB 1 Perceived Organizational Support (Persepsi Dukungan
Organisasional) 1
1.1 Definisi Persepsi Dukungan Organisasional 1 1.2 Manfaat Persepsi Dukungan Organisasional 2 1.3 Dimensi Persepsi Dukungan Organisasional 3 1.4 Pengukuran Persepsi Dukungan Organisasional 4 1.5 Dampak Persepsi Dukungan Organisasional 4 BAB 2 Persepsi (Perceived) 7 2.1 Definisi Persepsi 7 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi 8 2.3 Pengelompokan Persepsi 13 2.4 Kesalahan Persepsi 14 2.5 Memperbaiki Persepsi 17 BAB 3 Organizational Commitment (Komitmen Organisasional) 21 3.1 Definisi Komitmen Organisasional 21 3.2 Konsep Komitmen 21 3.3 Variabel Komitmen Individu 23 3.4 Perspektif Sikap dan Perilaku dalam Komitmen
Organisasional 25
3.5 Tiga Kerangka Komponen Komitmen Organsasional 26 BAB 4 Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) 31
4.1 Stimulasi Tumbuh Kembang Balita dan Anak Prasekolah
31
4.2 Deteksi Dini Tumbuh Kembang 32 4.3 Intervensi dan Rujukan Dini Penyimpangan
Tumbuh Kembang Anak 34
4.4 Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi 37 4.5 Indikator Keberhasilan SDIDTK 37 4.6 Kerangka Konsep Pembinaan Tumbuh Kembang 38 BAB 5 Antesenden Perceived Organizational Support pada
Kegiatan SDIDTK 39
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
viii Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
5.1 PAUD/TK Sebagai Organsiasi 39 5.2 Perceived Organizatonal Support dalam Kegiatan
SDIDTK di PAUD/TK 43
5.3 Antesenden Perceived Organizational Support 46 5.4 Konsekuensi Perceived Organizational Support 48 BAB 6 Hasil Penelitian Perceived Organizational Support dan
Organizational Commitment pada Kegiatan SDIDTK di PAUD/TK
51
6.1 Metode Penelitian 51 6.2 Hasil Penelitian 54 6.3 Pengaruh Perceived Organizational Support
terhadap Kinerja Guru/Pendidik dalam Pelaksanaan SDIDTK di PAUD/TK
57
6.4 Pengaruh Organizational Commitment terhadap Kinerja Guru/Pendidik dalam Pelaksanaan SDIDTK di PAUD/TK
60
BAB 7 Kesimpulan dan Saran 63 7.1 Kesimpulan 63 7.2 Saran 63 Daftar Pustaka 65
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
ix Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Perbedaan Ketiga Komponen Komitmen
Organsiasional
30
Tabel 4.1 Kelompok Umur Stimulasi Anak 32
Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak 33
Tabel 4.3 Pelaksanaan dan Alat Deteksi Dini Penyimpangan
Pertumbuhan Anak
34
Tabel 4.4 Pelaksanaan dan Alat Deteksi Dini Penyimpangan
Perkembangan Anak
34
Tabel 4.5 Indikator Keberhasilan SDIDTK Tingkat Puskesmas 37
Tabel 6.1 Gambaran Data Tingkat Pendidikan Guru PAUD/TK 54
Tabel 6.2 Gambaran Data Status Kepegawaian Guru PAUD/TK 54
Tabel 6.3 Distribusi Data Tingkat Dukungan Organisasi 55
Tabel 6.4 Distribusi Data Tingkat Komitmen Organisasi 55
Tabel 6.5 Kinerja SDIDTK 56
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
x Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Faktor Pengaruh Persepsi 9
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Sikap dan Perilaku dari Hasil
Persepsi Stimulus
12
Gambar 2.3 Pembentukan Persepsi dan Pengaruhnya 13
Gambar 2.4 Proses Organisasi Persepsi 14
Gambar 2.5 Teori Atribusi 19
Gambar 3.1 Perspektif Sikap dan Perilaku pada Komitmen
Organisasional
26
Gambar 3.2 Model Komponen Komitmen Organisasional 27
Gambar 4.1 Bagan Alur Rujukan Dini Penyimpangan
Perkembangan Anak
36
Gambar 4.2 Kerangka Konseptual Pembinaan SDIDTK 38
Gambar 5.1 Stuktur Organisasi PAUD 42
Gambar 5.2 Hubungan Antesenden Perceived Organizational
Support dengan Konsekuensi Perceived
Organizational Support
50
Gambar 6.1 Rancangan Penelitian 51
Gambar 6.2 Hasil Analisis Jalur Antar variabel Penelitian 52
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
1 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru Santoso WN
BAB
1
Perceived Organizational Support
(Persepsi Dukungan Organisasional)
1.1 Definisi Persepsi Dukungan Organisasional (Perceived Organizational
Support)
Perceived organizational support didefinisikan sebagai perasaan umum
dari pegawai tentang sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka
dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.Treatment yang dilakukan
organsiasi dijadikan sebagai stimulus yang ditangkap oleh karyawan dan
diinterprestasikan menjadi persepsi atas dukungan organsiasi tersebut.
Perceived organizational support telah dibuktikan berpengaruh positif
terhadap kinerja pegawai dan kesejahteraan pegawai (Eisenberger et al., 1986;
Rhoades and Eisenberger, 2002).
Perceived organizational support adalah persepsi karyawan terhadap
organisasi yang menyatakan bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka
dan peduli tentang kesejahteraan mereka (Neves&Eisenberger, 2014). Ketika
karyawan memegang persepsi bahwa pekerjaan mereka dihargai dan
dipedulikan oleh organisasi akan mendorong karyawan untuk menyatukan
keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka.
Menurut Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa, (1986), Perceived
organizational support adalah keyakinan karyawan terhadap organisasi tempat
kerjanya yang dapat mendorong persepsi karyawan mengenai sejauh mana
organisasi menghargai kontribusi kinerja karyawan dan peduli terhadap
kesejahteraan dirinya.
Berdasarkan paparan dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa persepsi dukungan organisasi (perceived organizational support)
merupakan persepsi karyawan yang ditandai dengan sikap positif karyawan
mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusinya dan
mempedulikan kesejahteraan karyawan. Semakin tinggi kepedulian organisasi
terhadap kinerja karyawan maka semakin tinggi pula persepsi positif
karyawan terhadap organsiasinya. Semakin baik organsiasi memberikan
kesejahteraan kepada karyawan maka kinerja karyawan juga semakin
meningkat.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
2 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
1.2 Manfaat Persepsi Dukungan Organisasional (Perceived Organizational
Support)
Pada dasarnya, dukungan organisasi yang diberikan kepada karyawan
menunjukkan komitmen organisasi kepada karyawan. Dukungan tersebut
dibalas oleh karyawan dalam bentuk meningkatkan kinerjanya ketika
melakukan pekerjaan. Dukungan organisasi yang berupa pemberian
kompensasi, promosi, pelatihan, keamanan dalam bekerja akan dipersepsikan
karyawan sebagai tanda kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan
karyawan. Dengan demikian, karyawan membalas dukungan organisasi dalam
bentuk kepercayaan dan mengembangkan perilaku positif terhadap organisasi.
Jika karyawan memiliki persepsi bahwa organisasi benar-benar
memperhatikan kesejahteraan karyawan dan memiliki keinginan untuk
berbagi advantage maka akan muncul kepercayaan karyawan terhadap
organisasi. Karyawan juga akan meningkatkan kinerja dengan bekerja keras
karena karyawan mengharapkan organisasi untuk sukses. Persepsi dukungan
organisasi pada saat kejadian krisis dapat bermanfaat dalam hal
mengembangkan serta meningkatkan hasil kerja perorangan ataupun hasil
kerja organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Rhoades, Eisenberger & Armeli,(2001)
pada sejumlah sampel karyawan dari berbagai organisasi ditemukan bahwa
karyawan yang merasa dirinya mendapatkan dukungan dari organisasi akan
memiliki rasa kebermaknaan dalam diri karyawan tersebut. Rasa
kebermaknaan ini akan meningkatkan komitmen pada diri karyawan.
Komitmen inilah yang pada akhirnya akan mendorong karyawan untuk
berusaha membantu organisasi mencapai tujuannya. Karyawan akan meyakini
sepenuhnya apabila performa kerjanya meningkat pasti akan diperhatikan dan
dihargai oleh organisasi.
Singh, Singh, Kumar, & Gupta, (2015) mengungkapkan persepsi terhadap
dukungan organisasi juga dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang di
bentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap kebijakan dan
prosedur organisasi. Persepsi karyawan ini di bentuk berdasarkan pengalaman
mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber
daya, interaksi dengan atasan langsungnya atau supervisor dan kepedulian
organisasi terhadap kesejahteraan mereka.
Bagi karyawan, organisasi merupakan sumber penting bagi kebutuhan
sosio-emosional mereka seperti respect (penghargaan), caring (kepedulian),
dan tangible benefit seperti gaji, bonus, insentif dan tunjangan lainnya.
Perasaan dihargai oleh organisasi membantu mempertemukan kebutuhan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
3 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
karyawan akan approval (persetujuan),esteem (penghargaan) dan affiliation
(keanggotaan). Penilaian positif dari organisasi juga meningkatkan
kepercayaan bahwa peningkatan usaha dalam bekerja akan dihargai. Oleh
karena itu karyawan akan memberikan perhatian yang lebih atas penghargaan
yang mereka terima dari atasan merek. Masih menurut (Singh et al., 2015)
walaupun organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap
kesejahteraan karyawan, namun penelitian menunjukkan bahwa para
karyawan menggabungkan dukungan nyata yang ditunjukkan oleh organisasi
dengan persepsi individual mereka. Para karyawan yakin bahwa organisasi
mempunyai orientasi positif atau negatif terhadap mereka yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada penghargaan terhadap kontribusi dan kesejahteraan
karyawan tersebut.
1.3 Dimensi Persepsi Dukungan Organisasional (Perceived Organizational
Suppor Dimmention)
Menurut (Rhoades & Eisenberger, 2002) persepsi dukungan
organisasional terdiri dari beberapa dimensi yang berasal dari persepsi
karyawan terhadap organisasi, yaitu:
1. Keadilan
Keadilan procedural meliputi bagaimana menentukan strategi untuk
mendistribusikan sumber daya diantara karyawan (Rhoades &
Eisenberger, 2002).
2. Dukungan Atasan
Dukungan atasan sangat mempengaruhi kontribusi karyawan. Karena jika
atasan memberikan arahan dan melakukan penilaian kinerja bawahan,
maka karyawan akan memiliki pesepsi bahwa atasan memberikan
dukungan organisai.
3. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan
Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah
sebagai berikut:
a) Gaji, pengakuan, dan promosi. Hal tersebut dapat meningkatkan
persepsi dukungan organisasi yang dirasakan karyawan sehingga
dapat meningkatkan kontribusi karyawan.
b) Keamanan dalam bekerja. Salah satu cara untuk memperkuat persepsi
organisasi yaitu dengan adanya kejelasan masa depan karyawan di
organisasi tersebut.
c) Kemandirian. Cara meningkatkan persepsi dukungan organisasional
yaitu organisasi memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk
melakukan kemandirian dalam melaksanakan pekerjaan.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
4 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
d) Peran stressor. Stress berhubungan negatif dengan persepsi dukungan
organisasi. Stress mengacu pada ketidakmampuan setiap individu
dalam mengatasi tuntutan dari lingkungan.
e) Pelatihan. Pelatihan yang dilakukan pada setiap organisasi merupakan
bekal karyawan dalam bekerja yang akhirnya dapat meningkatkan
persepsi dukungan organisasi.
1.4 Pengukuran Persepsi Dukungan Organisasional (Perceived Organizational
Support)
Pengukuran persepsi dukungan organisasi (perceived organization
support) menggunakan kuesioner menurut (Eisenberger et al., 1986) ada 36
item pernyataan yang mengacu pada faktor-faktor survei persepsi dukungan
organisasional (SPOS). Variabel persepsi dukungan organisasional (perceived
organizational support) diukur melalui beberapa indikator, yaitu:
1. Penghargaan
Penghargaan yang diberikan organisasi terhadap usaha yang telah
dilakukan karyawan berupa: perhatian pimpinan, gaji, bonus, promosi,
cuti, akses informasi dan bentuk lainnya yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kinerja pegawai secara maksimal.
2. Pengembangan
Pengembangan merupakan suatu penghargaan yang diberikan kepada
karyawan berupa kesempatan promosi, pengembangan kompetensi,
peningkatan pendidikan, pelatihan dan pertemuan-pertemuan ilmiah
lainnya.
3. Kondisi kerja
Kondisi kerja merupakan keadaan mengenai lingkungan kerja yang
memberikan kenyamanan karyawan untuk bekerja seperti; meubeler,
peralatan mesin perkantoran, ruang kerja yang nyaman, AC, kecukupan
ATK dan semisalnya.
4. Peduli dengan kesejahteraan karyawan
Perhatian dengan kesejahteraan karyawan, mendengarkan masukan atau
keluhan karyawan serta tertarik dengan pekerjaan yang karyawan
lakukan merupakan kepedulian yang ditunjukkan oleh organisasi untuk
karyawan.
1.5 Dampak Persepsi Dukungan Organisasional (Perceived Organizational
Support)
Menurut (Rhoades & Eisenberger, 2002) persepsi dukungan organisasi
memiliki beberapa dampak yang meliputi:
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
5 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
1. Komitmen organisasi.
Atas dasar norma timbal balik, persepsi dukungan organisasi akan
menciptakan kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan organisasi.
Kewajiban tersebut akan meningkatkan komitmen afektif karyawan
terhadap organisasi. (Rhoades & Eisenberger, 2002).
2. Efek terkait pekerjaan
Persepsi dukungan organisasi mempengaruhi reaksi afektif karyawan
terhadap pekerjaannya, termasuk kepuasan kerja dan suasana hati yang
positif. Kepuasan kerja mengacu pada sikap keseluruhan karyawan
terhadap pekerjaannya. Persepsi dukungan organisasi berkontribusi
terhadap kepuasan kerja dengan meningkatkan harapan penghargaan atas
kinerja, dan memperlihatkan ketersediaan bantuan bila dibutuhkan.
Suasana hati positif berbeda dengan kepuasan kerja karena melibatkan
keadaan emosi seseorang tanpa objek tertentu. Persepsi dukungan
organisasi dapat berkontribusi terhadap perasaan hati, kompetensi dan
kelayakan karyawan sehingga meningkatkan suasana hati yang positif
(Rhoades & Eisenberger, 2002).
3. Job Involvment (Keterlibatan Kerja)
Keterlibatan kerja mengarah pada identifikasi dan minat pekerjaan
tertentu yang seseorang lakukan. Kompetensi yang dirasakan karyawan
berhubungan dengan minat. Dengan memaksimalkan kompetensi
karyawan, persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan minat
karyawan dalam pekerjaan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002).
4. Kinerja
Persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan standar kinerja
karyawan dengan tindakan yang melampaui tanggung jawab yang sudah
ditentukan sehingga dapat memberi keuntungan organisasi. Tindakan
tersebut berupa saling membantu sesama teman kerja, melakukan
tindakan yang dapat melindungi organisasi dari berbagai resiko, berbagi
ilmu dan ketrampilan yang memiliki manfaat bagi organisasi. (Rhoades &
Eisenberger, 2002). 5. Strain
POS diharapkan dapat mengurangi reaksi psikologis dan psikosomatis yang
tidak disukai (mis.,strain) untuk stresor dengan menunjukkan ketersediaan
bantuan materi dan dukungan emosional ketika dibutuhkan untuk
menghadapi tuntutan tinggi di tempat kerja.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
6 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
6. Keinginan Untuk Tetap
Telah dilaporkan dalam berbagai studi terdapat hubungan antara POS dan
keinginan karyawan untuk tetap bekerja di organisasinya. Diperkirakan
kecenderungan pekerja untuk meninggalkan organisasi jika ditawarkan
sedikit gaji yang lebih tinggi, kebebasan atau status yang lebih profesional,
atau rekan kerja yang lebih bersahabat. Keinginan untuk tetap harus
dibedakan dari persepsi tidak nyaman terperangkap dalam suatu organisasi
karena dari tingginya biaya meninggalkan (mis., komitmen kelanjutan).
7. Niat Turnover
Teori pertukaran sosial dan teori dukungan organisasi menyatakan bahwa
turnover terjadi apabila karyawan yang menerima dukungan tingkat tinggi
dari organisasi yang cenderung membayar lebih dari organisasi lain. Sebagian
literatur berpendapat bahwa karyawan yang menerima lebih banyak
dukungan sebagai bagian dari janji upah yang melebih standar yang
ditawarkan oleh organisasi akan memiliki lebih sedikit keinginan untuk
meninggalkan organisasi.
8. Perilaku Penarikan
Perilaku penarikan mengacu pada berkurangnya partisipasi aktif dalam
organisasi. Hubungan POS dengan niat perilaku untuk pergi (mis., Niat
berpindah) telah dinilai untuk memahami perilaku penarikan diri seperti
keterlambatan, ketidakhadiran, dan penurunan omset secara sukarela.
Retensi keanggotaan organisasi, kehadiran tinggi, dan ketepatan waktu
memberikan cara yang dapat diidentifikasi secara publik bagi karyawan
untuk membalasnya. POS juga dapat meningkat komitmen organisasi yang
efektif, sehingga mengurangi perilaku penarikan.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
7 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
BAB
2
Persepsi (Perceived)
2.1 Definisi Persepsi
Kreitner&Kinicki (2007) dalam Wijaya,(2017) mengatakan bahwa
persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan kita untuk menafsirkan
dan memahami lingkungan sekitar kita. Orang harus mengenal objek untuk
berinteraksi sepenuhnya dengan lingkungan mereka. Menurut Ivancevich, dkk
(2006) mendefinisikan bahwa persepsi adalah proses kognitif di mana
individu memilih, mengorganisasikan, dan memberikan arti terhadap adanya
stimulus lingkungan. Pengertian lain dinyatakan bahwa persepsi adalah suatu
proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan kesan
sensori mereka untuk memberi arti pada lingkungan mereka (Supartha &
Sintaasih, 2017).
Badu&Djafri, (2017) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera (sensasi) manusia agar
memberi makna pada lingkungan mereka. Proses ini mencakup sensasi, atensi
dan interpretasi. Luthans menjelaskan “persepsi itu lebih kompleks dan lebih
luas dibanding penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang
sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran. Selanjutnya proses
persepsi dapat menambah dan mengurangi kejadian. Sebagai contoh: bagian
pembelian membeli peralatan yang diperkirakan menurutnya adalah peralatan
yang terbaik, tetapi para insinyur mengatakan bahwa itu bukan yang terbaik.
Dari beberapa pengertian di atas. dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan proses sensasi manusia terhadap stimulus lingkungan di
sekitarnya. Proses sensasi berasal dari proses indra, kemudian ditangkap,
ditafsirkan, diorganisasi yang kesemuanya merupakan proses kognitif sebagai
respon dari adanya stimulus. Maka persepsi menggunakan kaidah teori
stimulus dan respon. Proses respon kognisi akibat adanya stimulus sangat
tergantung pada pengalaman serupa sebelumnya. Melalui persepsi inilah
manusia memandang dunia, sehingga persepsi adalah sebuah realita. Riset
tentang persepsi secara konsisten menunjukkan bahwa individu yang berbeda
dapat melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda.
Kenyataannya bahwa tidak ada seorang pun dari kita melihat realitas. Yang
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
8 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
kita lakukan adalah menginterpretasikan apa yang kita lihat dan menyebutnya
sebagai realitas.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Bagaimana kita menjelaskan sesuatu kenyataan bahwa individu memiliki
pemahaman yang berbeda pada hal yang sama? Sejumlah faktor bekerja untuk
membentuk persepsi dan kadangkala membiaskan persepsi. Faktor-faktor
tersebut dapat terletak pada orang yang mempersepsikannya, objek atau
sasaran yang dipersepsikan, atau konteks dimana persepsi itu dibuat. Ketika
seorang individu melihat suatu sasaran dan berusaha menginterpretasikan apa
yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
individu yang melihat.
Muhyadi (1989) Persepsi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) orang
yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi internal (kebutuhan,
kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan
kepribadian), 2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu
(benda, orang, proses dan lain-lain), dan 3) stimulus dimana pembentukan
persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan lain-lain).
Menurut Robbins & Judge, (2013) ketika seseorang individu melihat
adanya stimulus atau target, maka mereka akan berusaha
menginterprestasikan apa yang mereka lihat, dan interpretasi ini sangat
dipengaruhi oleh karakteristik individu. Karakteristik pribadi yang
mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan,
pengalaman masa lalu, dan harapan.
Karakteristik sasaran yang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang
dipersepsikan. Orang yang ceria lebih menonjol dalam suatu kelompok dari
pada orang yang pendiam. Begitu pula pada individu yang secara ekstrem
menarik atau tidak menarik. Karena sasaran tidak dipahami secara terisolasi,
latar belakang sasaran dapat mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan
kita untuk mengelompokkan hal-hal yang berdekatan dan hal-hal yang mirip
dalam suatu tempat. Konteks dimana kita melihat suatu objek atau peristiwa
dapat mempengaruhi pemahaman, seperti juga lokasi, cahaya, panas, atau
sejumlah faktor-faktor situasional lainnya.
Setiap individu dalam organisasi memiliki perbedaan perilaku. Apabila
kita menginginkan untuk memahami perilaku organisasi maka kita juga harus
memahami perbedaan persepsi dan kepribadian dari masing-masing individu
yang ada dalam organisasi. Setiap individu dalam organisasi memiliki persepsi
yang berbeda-beda terhadap organisasinya. Ada individu yang memiliki
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
9 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
persepsi lebih sehingga kinerjanya lebih juga meskipun organisasinya kurang
menghargai kelompok yang lebih. Ada pula individu yang memiliki persepsi
ambigue artinya kalau organisasi memeberikan lebih dia akan bekerja lebih,
kalau organisasi memberikan penghargaan kurang dia akan menurunkan
kinerjanya. Ada individu yang memiliki persepsi selalu dibawah rerata, artinya
apapun pengharagaan yang diberikan organsiasi, dia akan mempersepsikan
dibawah rerata kelompoknya. Kelompok individu yang terakhir ini sering
disebut dengan perilaku distroyer atau selalu memberikan penilaian negatif.
Gambar 2.1 : Faktor Mempengaruhi Persepsi
Sumber : Stephen Robbins dan Timothy Judge, Organizational Behavior : 2013:168
Faktor-Faktor dalam
Situasi
Waktu
Keadaan kerja Keadaan sosial
Faktor dalam diri
Seseorang
Sikap
Motif
Minat
Pengalaman
Harapan
Faktor dalam diri target
Sesuatu yang baru
Gerakan
Suara
Ukuran
Latar Belakang
Kedekatan
Kemiripan
PERSEPSI
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
10 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Gambar di atas, menunjukkan bahwa persepsi dibentuk oleh tiga faktor,
yaitu: 1) Perceiver, orang yang memberikan persepsi, 2) target, orang atau
objek yang menjadi sasaran persepsi, dan 3) situasi, keadaan pada saat
persepsi dilakukan.
Faktor pelaku persepsi mengandung komponen: (a) sikap-sikap, (g)
motif-motif, (c) Minat-minat, (d) Pengalaman, dan (e) Harapan-harapan.
Pelaku persepsi ini merupakan penafsiran seseorang pada suatu objek yang
dilihatnya atau yang disensasinya. Penafsiran terhadap hasil sensasi
dipengaruhi oleh ke-enam karakteristik pribadi diatas.
Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu
dan mempunai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Sebagai contoh
seorang dosen akan lebih memperhatikan kepuasan dan keaktifan
mahasiswanya dalam proses belajar mengajar daripada seorang pelukis.
Seorang penyanyi akan lebih memperhatikan kesempurnaan suara dan
intonasi nada dibandingkan dengan seorang juru masak. Individu yang
disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk
orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya kita dipengaruhi oleh
minat kita.
Faktor target mengandung komponen antara lain : (a) sesuatu yang baru,
(b) gerakan, (c) suara, (d) ukuran, (e) latar belakang, (f) kedekatan dan, (g)
kemiripan. Objek yang baru dan bersifat ekstrim akan menarik minat
seseorang tentu akan disensasi lebih. Gerakan-gerakan yang mengandung
perhatian akan disensasi lebih juga oleh seseorang. Suara yang merdu, ukuran
yang besar, warna cahaya yang mencolok akan disensasi lebih oleh seseorang.
Kedekatan karakter dan kemiripan sifat atau karakter tentu akan diminati oleh
seseorang sehingga akan disensasi lebih juga karena merupakan stimulus yang
merangsang panca indra.
Menurut Gitosudarmo (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi proses
perhatian terhadap stimulus lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Ukuran. Semakin besar ukuran suatu objek fisik, semakin besar
kemungkinanya objek tersebut di persepsikan
2. Intensitas. Semakin besar intensitas suatu stimulus, semakin besar
kemungkinannya diperhatikan. Suara yang keras misalnya akan lebih di
perhatikan dari pada suara yang lembut.
3. Frekwensi. Semakin sering frekwensi suatu stimulus disampaikan,
semakin besar kemungkinannya stimulus tersebut di perhatikan.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
11 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Prinsip pengulangan ini dipergunakan dalam perriklanan untuk
menarik perhatian konsumen.
4. Kontras. Stimulus yang kontras atau mencolok dengan lingkungan
sekelilingnya kemungkinan di pilih untuk diperhatikan akan semakin
besar dari pada stimulus yang sama dengan lingkungannya.
5. Gerakan. Stimulus yang bergerak lebih di perhatikan dari pada stimulus
yang tetap atau tidak bergerak.
6. Perubahan. Suatau stimulus akan lebih di perhatikan jika stimulus atau
objek tersebut dalam bentuk yang berubah-ubah. Lampu yang nyalanya
kelap-kelip akan lebih di perhatikan dari pada lampu biasa.
7. Baru. Suatu stimulus yang baru dan unik akan lebih cepat mendapatkan
perhatian dari pada stimulus yang sudah bisa dilihat.
Faktor situasi mengandung komponen antara lain: (a) waktu, (b)
keadaan kerja, dan (c) keadilan sosial. Faktor dalam situasi juga berpengaruh
pada persepsi kita. Sebagai contoh seorang wanita yang berparas cantik, tentu
tidak akan dilihat oleh laki-laki apabila wanita tersebut berada di mall, karena
di mall banyak wanita cantik. Apabila wanita cantik tersebut berada di
pematang sawah, tentu akan dilihat oleh para lelaki.
Menurut McShane & Glinow, (2010), persepsi dimulai saat rangsangan
lingkungan diterima melalui indera kita, melalui proses merasakan (feeling),
mendengarkan (hearing), melihat (seeing), proses membau (smelling) dan
pengecapan (tasting). Sebagian besar rangsangan dari lingkungan kita selalu
membombardir panca indra kita setiap saat. Proses selanjutnya adalah
melakukan seleksi dan ditafsirkan untuk memberikan respon emosional dari
setiap stimulus. Proses dari memperhatikan beberapa informasi yang diterima
oleh akal sehat kita dan mengabaikan informasi lainnya disebut perhatian
selektif. Perhatian selektif dipengaruhi oleh karakteristik orang atau objek
yang dipersepsikan, terutama ukuran, intensitas, gerakan, pengulangan, dan
hal baru.
Ketika informasi diterima melalui indera, otak kita dengan cepat dan
tanpa sadar menilai apakah itu relevan atau tidak tidak relevan bagi kita dan
kemudian menempelkan penanda emosional (kekhawatiran, kebahagiaan,
kebosanan) pada informasi itu. Penanda emosional membantu kita
menyimpan informasi dalam memori; mereka juga mereproduksi emosi yang
sama ketika kita kemudian memikirkannya informasi ini. Proses perhatian
selektif jauh dari sempurna. Hasil akhir dari seleksi adalah kemampuan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
12 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
mengorganisasi persepsi untuk diterjemahkan atau ditafsirkan yang mampu
menentukan sikap seseorang untuk memebrikan penilaian negatif, netral atau
positif. Tentunya sikap ini dipengaruhi oleh pengalaman dan karakteristik
internal seseorang dan kuat lemahnya stimulus. Sikap yang dimiliki seseorang
akan menghasilkan perilaku.
Gambar 2.2. Proses pembentukan Sikap dan Perilaku dari hasil Persepsi Stimulus
Sumber : McShane dan Glinov (2010), Organizational Behavior hal: 68
Menurut Johnson, Kast, & Rosenzwerg, (1973) proses terbentuknya
persepsi individu banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ketegangan
situasi, tekanan kelompok dan sistem imbalan. Pengalaman seseorang sangat
menentukan dalam menafsirkan stimulus. Beberapa proses dasar
pembentukan persepsi ini dapat diidentifikasi melalui selektivitas, penutupan
dan penafsiran.
Stimulus Lingkungan
Diterima panca indra Dirasakan (feeling) Didengarkan (hearing) Dilihat (seeing) Dibau (smelling) Dikecap (tasting)
Seleksi dan Respon emosional
Organsiasi persepsi dan penafsiran
Sikap dan Perilaku
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
13 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Konsep mengenai persepsi selektif sangat penting karena banyaknya
informasi yang diterima dan diolah. Setiap orang akan memilih informasi yang
mendukung dan memuaskan dirinya. Stimulus yang sama akan ditafsirkan
berbeda oleh setiap orang. Persepsi terhadap stimulus ini snagat tergantung
dari pengalaman masa lalu terhadap stimulus yang sama. Maka persepsi
seseorang bukan sekedar melalukan seleksi namun juga memberikan
dukungan. Konsep terakhir adalah penutupan (closure) artinya pemebntukan
persepsi berkenaan dengan kecenderungan individu untuk mendapatkan
gambaran lengkap mengenai situasi-situasi tertentu. Setiap individu akan
merasakan lebih daripada informasi sebenarnya yang ditunjukkan oleh objek.
Indivisu akan memberikan tambahan makna yang sesuai sehingga persepsi
terhadap objek lebih bermakna.
Gambar 2.3 : Pembentukan Persepsi dan Pengaruhnya
terhadap Perilaku dari (Johnson et al., 1973)
2.3 Pengelompokan Persepsi
Apabila informasi berasald ari suatu situasi yang telah diketahui oleh
seseorang, maka informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi cara
seseorang mengorganisasikan persepsinya. Hasil dari pengorganisasian
Informasi
Mekanisme pembentukan persepsi
Selektivitas
Penafsiran
Penutupan
Persepsi
Perilaku
Pergaulan Peranan Kelompok acuan Posisi organisasi dan pekerjaan Sistem imbalan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
14 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
persepsi mengenai suatu informasi yang berasald ari stimulus objek dapat
berupa pengertian tentang karakteristik objek itu sendiri. Menurut (Robbins &
Judge, 2013) dalam Thoha (2011) dalam (Tahir, 2014) pengorganisasian
persepsi meliputi tiga hal yaitu :
1. Kesamaan dan ketidaksamaan
Sesuatu objek yang memiliki kesamaan dan ketidaksamaan ciri, akan
dipersepsi sebagai suatu objek yang berhubungan dan
ketidakhubungan. Objek yang memiliki ciri tidak sama akan dipersepsi
berbeda atau terpisah.
2. Kedekatan dalam ruang
Peristiwa yang dilihat oleh orang karena adanya kedekatan dalam
ruang dan waktu tertentu, akan mudah diartikan sebagai peristiwa
yang ada hubungannya.
3. Kedekatan dalam waktu
Objek artau peristiwa juga dapat dilihat sebagai hal yang mempunyai
hubungan karena adanya kedekatan atau kesamaan dalam waktu.
Gambar 2.4 : Proses Organisasi Persepsi
Sumber : Robbins & Judge, Organizational Behavior, (2013)
2.4 Kesalahan Persepsi
Apabila seseorang melihat adanya stimulus objek tertentu (manusia,
hewan, benda, suara, bunyi, dsb), maka persepsinya terhadap objek tersebut
mungkin sesuai atau tidak sesuai informasi aslinya. Kondisi ini dinamakan
kesalahan persepsi. menurut McShane & Glinow, (2010) beberapa kesalahan
Objek Peristiwa
Sensasi Objek oleh Pancaindra Penglihatan
Pendengaran
Penyentuhan
Perasaan
Penciuman
Transformasi
Kesamaan Ketidaksamaan Kedekatan ruang Kedekatan Waktu
Persep
si
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
15 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
persepsi diantaranya : halo effect, primacy effect, recency effect dan false
consesus effect. Sedangkan kesalahan persepsi dapat berupa: Halo, leniency,
central tendency, recency effect dan contrast effect (Kreitner, Kinicki, & Cole,
2007).
Kesalahan persepsi menurut Robbins & Judge, (2013) dalam Tahir,
(2014) dapat berupa : fundamental attribution error, halo effect, similar to me
effect, selective perception dan first impression error.
a. Fundamental Attribution Error
Merupakan kesalahan persepsi yang disebabkan adanya kecenderungan
menghubungkan tindakan orang lain pada sebab internal, padahal faktor
eksternal juga berpengaruh. Contoh kita sering mempersepsi perilaku
orang dari sifat, watak, cara bicara dan pembawaan, padahal perilaku
seseorang juga ditentukan dari lingkungan tempat tinggal mereka,
lingkungan pekerjaan mereka, lingkungan rumah tangga mereka, dan
sebagainya. Contoh lain kesalahan persepsi dari kategori ini adalah orang
yang terlambat masuk sekolah dipersepsikan karena malas dan tidak
disiplin, padahal karena adanya kemacetan lalu lintas akibat tanah
longsor sehingga jalan ditutup.
b. Halo Effect
Kesalahan persepsi disebabkan karena kesan umum kita yang sering
mendasarkan pada karakter seseorang yang ditentukan sebelumnya.
Efek halo ini terjadi karena sejak awal penilai atau pemberi persepsi
sudah memiliki kesan terhadap suatu obyek dan menggunakan kesan
awal tersebut untuk menilai sehingga menjadi bias. Apabila seseorang
menilai orang lain dari kecerdasan, kemampuan bergaul, penampilan dan
bahasa badan bisa dipastikan menimbulkan efek halo.
c. Similar-to-me Effect
Adalah kesalahan persepsi yang disebabkan karena memandang orang
lebih rendah dan lebih ringan bila dibandingkan dengan si penilai atau
pemberi persepsi. Apabila seorang atasan menilai bawahan, dimana
bawahan bekerja sesuai dengan kesan si atasan, maka bawahan akan
dinilai tinggi. Sebaliknya apabila kinerja bawahan sangat buruk tidak
sesuai dengan harapan atasan, tentu akan dinilai sangat buruk.
d. Selective Perception
Kesalahan persepsi yang disebabkan karena pemberi persepsi
memfokuskan pada salah satu aspek penilaian dan mengabaikan aspek-
aspek yang lain. Contoh seorang pemerhati lukisan, dimana kesukaan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
16 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
pemerhati tersebut terletak pada perpaduan warna saja, maka dia akan
mempersepsi lukisan didasarkan pada paduan warna. Padahal
keindahan lukisan tidak hanya ditentukan dari perpaduan warna, bisa
juga dari ukuran, kehalusan, dimensi, sehingga memebri kesan lukisan
menjadi hidup.
e. First impression Error
Kesalahan persepsi yang disebabkan karena penilaian awal pemebri
persepsi yang selalu dijadikan pertimbangan dalam menilai atau
memeprsepsi objek serupa lainnya. Kesan awal membimbing penilai ke
kesan berikutnya, hal ini menjadikan kita menjadi korban first impression
error.
f. Recency Effect
Kesalahan persepsi yang disebabkan karena informasi terbaru
mendominasi penilai dalam memeprsepsikan objek yang sama. Apabila
kebanyakan orang mempersepsikan bahwa pimpinan itu cara kerjanya
tidak baik, dia ikut memberikan penilaian tidak baik juga.
g. False consensus effect
Kesalahan persepsi dimana penilai memebrikan perkiraan lebih tinggi
erhadap stimulus objek yang informasinya biasa-biasa saja sebenanrnya.
Seseorang yang kecewa terhadap pimpinannya, memiliki pemikiran
bahwa karyawan yang lain juga berpikiran sama dengan dirinya, kecewa
juga dengan pimpinannya. Pekerja yang ingin keluar dari pekerjaannya
berkeyakinan bahwa pekerja lainnya juga memiliki pikiran untuk keluar
dari pekerjaannya juga.
h. Lineancy effect
Kesalahan persepsi yang terjadi karena mengarahkan individu untuk
menilai lebih tinggi karena berkeyakinan benar. Contoh orang yang
menilai seorang profesor, pasti kinerjanya baik dan powerfull karena
profesor, padahal bila dibandingkan dengan yang belum profesor justru
lebih bagus yang belum profesor. Orang yang benci kepada sesuatu, dia
akan memeprsepsikan jelek pada sesuatu tersebut, padahal sebenarnya
baik. Linieancy effect merupakan ketidakjujuran dalam memeprsepsikan
sesuatu.
i. Central tendency effect
Merupakan kecenderungan menghindari semua pertimbangan ekstrem
dan menilai objek sebagai sesuatu yang datar-datar saja atau semua
biasa-biasa saja, bahkan netral.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
17 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
2.5 Memperbaiki Persepsi
Selain sering terjadi kesalahan persepsi, dapat juga persepsi mengalami
penyimpangan dalam berbagai macam bentuk sehingga dampaknya kesalahan
dalam menilai perikaku seseorang. Sebagai seorang manajer atau pemimpin
perusahaan atau atasan langsung dalam suatu organsiasi harus mampu
mengurnagi kemungkinan terjadinya penyimpangan persepsi ini. Berikut
beberapa hal yang bisa digunakan untuk mengatasi penyimpangan persepsi
yang dikemukankan oleh (Wijaya, 2017) yaitu :
1) Menyadari kapan faktor perceptual dapat mempengaruhi persepsi
seseorang
Apabila kita ingin menyampaikan ide baru kepada ornag lain, kita harus
sadar bahwa orang lain tidak serta merta menerima ide kita itu,
diperlukan waktu untuk menerimanya. Kita yang punya ide baru harus
mampu meyakinkan kepada orang lain agar persepsi mereka tidak
salah atau bahkan menyimpang.
2) Menyadari adanya motif
Setiap orang memiliki motif yang tidak nampak, oleh karenanya tugas
kita sebagai atasan harus menjelaskan posisi dan peran bawahannya
secara riil atau eksplisit.
3) Mencari informasi lain
Meminta pendapat orang lain, second opinion, pengumpulan data dan
informasi merupakan cara untuk mendekatkan persepsi ke arah
sebebanrnya atau ke arah objektif.
4) Empati
5) Meluruskan persepsi dengan cara meminta umpan balik dari orang
yang dipersepsikan.
6) Menghindari penyimpangan; seperti menghindari adanya efek halo,
efek selektif, dsb.
7) Menghindari terjadinya pengatribusian
Teori atribusi dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan
mengenai cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada
makna apa yang akan kita kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya, teori
ini mengemukakan bahwa bila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha
menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau
eksternal? Meski demikian, penentuan tersebut sebagian bergantung pada tiga
faktor, yaitu keunikan, konsensus, dan konsistensi.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
18 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Salah satu penemuan lebih menarik dari teori atribusi adalah bahwa
terdapat kekeliruan atau bias yang mendistorsi atribusi. Misalnya cukup
banyak bukti yang mengungkapkan bahwa ketika membuat pertimbangan atau
penilaian mengenai perilaku orang lain, maka kita mempunyai kecenderungan
untuk meremehkan pengaruh faktor eksternal dan melebih-lebihkan pengaruh
faktor internal atau faktorfaktor pribadi. Ini disebut kekeliruan atribusi
mendasar dan dapat menjelaskan mengapa manajer penjualan cenderung
menghubungkan kinerja buruk agen penjualannya dengan kemalasan
bukannya dengan deretan produk inovatif pesaing. Individu-individu
cenderung menghubungkan sukses mereka sendiri dengan faktor-faktor
internal seperti kemampuan atau upaya, sementara untuk kegagalan, yang
disalahkan adalah faktor-faktor eksternal seperti; nasib kurang mujur. Ini
disebut bias layanan diri. Apakah kekeliruan dan bias yang mendistorsi
atribusi ini bersifat universal pada kebudayaan-kebudayaan yang berlainan?
Kita tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut secara absolut, namun
terdapat sejumlah bukti awal yang menyiratkan perbedaan-perbedaan
kebudayaan.
Kita menggunakan jalan pintas ketika kita menilai orang lain.
Mempersepsikan dan menafsirkan apa yang dilakukan orang lain itu sulit.
Akibatnya, individu-individu mengembangkan teknik-teknik untuk
memudahkan pengelolaan tugas tersebut. Teknik-teknik ini seringkali bernilai,
teknik tersebut memungkinkan kita untuk membuat persepsi dengan tepat
dan cepat dan memberikan data yang sahih untuk membuat perkiraan. Akan
tetapi teknik-teknik tersebut tidak bebas kesalahan. Teknik ini berpotensi dan
menceburkan kita kedalam kesulitan. Pemahaman terhadap jalan pintas ini
dapat membantu mengenali kapan teknik-teknik ini menghasilkan distorsi
yang signifikan.
1. Persepsi selektif: orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka
lihat atas dasar kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap
mereka.
2. Efek Halo; menggambarkan kesan umum tentang individu atas dasar
karakteristik tunggal. Misal, kecerdasan, kemampuan bergaul atau
penampilan.
3. Efek Kontras; evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik seseorang
yang terpengaruh oleh perbandingan-perbandingan dengan orang lain
yang baru masuk yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah
berdasar karakteristik-karakteristik yang sama.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
19 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
4. Proyeksi; Mencirikan karakteristik-karakteristik pribadi seseorang ke
orang lain.
5. Membuat Stereotipe; menilai seseorng atas dasar persepsi seseorang
terhadap kelompok dimana orang itu tergabung.
Berikut alur teori atribusi
Gambar 2.5 : Teori Atribusi
Sumber : Meiyanto, 2018. Modul 3.0; Persepsi, Nilai dan Sikap. Kertas Kerja
Minat Utama Manajemen Rumah Sakit, PPs Manajemen UGM, Yogjakarta
Teori atribusi berasal dari kesalahan-kesalahan dalam melalukan
penafsiran sebagai respon dari kegiatan pengamatan. Manusia melakukan
pengamatan menggunakan organ panca indra yaitu; mata dengan cara melihat,
telinga dengan mendengarkan, lidah dengan pengecapan, hidung dengan cara
membau dan kulit dengan cara melakukan perabaan. Kegiatan pengamatan
terhadap obyek atau stimulus obyek dinamakan sensasi. Hasil dari sensasi
adalah respon untuk ditafsirkan. Proses penafsiran sebagai respon fisiologis
sensasi pasti dipengaruhi oleh : 1) faktor internal berupa kemampuan atau
fisiologis organ panca indra, fisiologis otak dan syaraf dan penyakit penyerta
lainnya, 2) faktor eksternal berupa pengalaman masa lalu, faktor obyeknya
Pengamatan Interpretasi Atribusi Penyebab
Pengamatan
Kekhususan
Konsensus
Konsisten
Eksternal tinggi
Internal Rendah
Eksternal tinggi
Eksternal tinggi
Internal Rendah
Internal Rendah
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
20 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
sendiri dan pengaruh lingkungan lainnya. Karena banyaknya faktor yang
mempengaruhi penafsiran maka dimungkinkan timbulnya kesalahan-
kesalahan persepsi.
Proses menilai seseorang (atribusi) tergantung pada sifat dari obyek
yang diamati(stimulus yang diterima) apakah bersifat unik/khusus, bersifat
konsisten dan/atau bersifat konsensus. Ketiga sifat stimulus tersebut akan
dinilai secara internal dan eksternal. Perbedaannya teori atribusi ini justru
penilaian secara eksternal memiliki kadar yang lebih tinggi dari pada penilaian
secara internal. Artinya menilai perilaku seseorang paling dominan berasal
dari pengaruh-pegaruh luar atau eksternal, bukan dari faktor dalam/internal.
Akibatnya adalah timbulnya kesalahan-kesalahan dalam mempersepsikan,
apalagi persepsi terhadap perilaku seseorang sering terjadi kesalahan.
Penyebab atribusi dari faktor eksternal/luar lebih dominan pada kasus
stimulus dari obyek yang bersifat unik. Kekhususan ini memiliki sifat atau daya
rangsangan yang ekstrim, maka pengalaman masa lalu terhadap stimulus
ekstrim ini lebih mendominasi dibandingkan dengan karakteristik ke-
ekstriman dari stimulus.
Penyebab atribusi pada stimulus yang bersifat konsensus, berawal dari
ketidakmampuan kita terhadap apa sebenarnya obyek/stimulus yang kita
hadapi. Namun kita diharuskan memberikan respon agar pengetahuan kita
bertambah terhadap obyek tersebut. Pengalaman dan pengetahuan kita
terhadap obyek meskipun kadar kebenarannya relatif digunakan untuk
merespon obyek, inilah dinamakan konsensus, tentu tingkat atribusinya juga
tinggi.
Penyebab atribusi pada stimulus yang konsisten sangat tergantung pada
kebenaran bersama terhadap persepsi sebelumnya karena stimulus bersifat
sama kadarnya. Pengaruh eksternal dalam memebrikan persepsi juga
dominan, padahal meskipun stimulus itu konsisten tetapi kadar rangsangan,
waktu, ruang dan situasi berbeda maka persepsi seharusnya jiga berbeda.
Situasi demikianlah menimbulkan kesalahan persepsi (atribusi persepsi).
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
21 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
BAB
3
Organizational Commitment (Komitmen Organisasional)
3.1 Definisi Komitmen Organisasional (Organizational Commitment)
Meyer and Herscovitch, (2001), merumuskan definisi komitmen dalam
organisasi adalah suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik
hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi
terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam
berorgansiasi. Komitmen organisasi memiliki tiga komponen yaitu: komitmen
afektif, komitmen normatif dan komitmen berkelanjutan.
Komitmen afektif didefinisikan sampai manakah derajat seseorang
memiliki keterikatan psikologis terhadap organisasinya, seperti loyalitas,
affection, dan sevisi dengan tujuan organisasi. Pada komponen komitmen
afektif ini karyawan masuk kategori menginginkan, karena secara emosional
keterlibatan karyawan dengan organisasi sangat kuat dan ingin menetap
bekerja di organisasinya.
Dimensi kedua adalah komitmen normatif, merupakan perasaan
kewajiban moral untuk melanjutkan pekerjaan. Nilai-nilai normatif karena
tugas, karena kewajiban membuat individu mempertahankan keanggotaannya
dalam organisasi. Dalam arti lain karyawan merasa cocok dengan
organisasinya karena kewajiban moral untuk berbakti dengan melaksanakan
kewajibannya sebagai anggota organisasi.
Dimensi ketiga adalah komitmen berkelanjutan, merupakan kesadaran
anggota organisasi akan kerugian jika meninggalkan/keluar dari organisasi.
Dalam arti sempit komitmen berkelanjutan hanya dimiliki oleh karyawan-
karyawan yang meras membutuhkan organsiasi, karena mereka memiliki
kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi. Pegawai yang memiliki masa
kerja yang cukup lama, kawan-kawan kerja yang akrab, hubungan kerja
dengan sesama rekan kerja biasanya tidak mudah untuk keluar dari anggota
organsiasi (Tjahyono & Christanto, 2016).
3.2 Konsep Komitmen
Konsep komitmen sering dikaitkan dengan sikap dan emosi. Komitmen
terhadap suatu hubungan, suatu organisasi, suatu tujuan, atau suatu pekerjaan
melibatkan emosional seseorang. Porter, Steers, Mowday dan Boulian (1974)
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
22 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
dalam (Meyer & Allen, 1991) menyatakan bahwa terdapat tiga elemen
komitmen organisasi yaitu:
1. Perasaaan emosional terhadap tujuan organisasi;
2. Perasaan emosional keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi; dan
3. Perasaan emosional untuk loyalitas kepada organisasi.
Lee dan Mitchell (1991) dalam (Hanlon & D, 1999) mencirikan komitmen
sebagai keyakinan bersama untuk menerima nilai dan tujuan organisasi serta
berkeinginan untuk bekerja lebih guna mencapai tujuan dan nilai-nilai
organisasi, serta keinginan mempertahankan keanggotaan dalam suatu
organisasi. Komitmen adalah keyakinan untuk bekerja lebih guna mencapai
tujuan organisasi dan tetap menjadi karyawan dalam kondisi apapun
mengenai organisasinya.
Orang yang membuat komitmen memiliki beberapa karakteristik
diantaranya adalah (Colquitt, Lepine, & Esson, 2019) :
1. Mereka tetap dengan komitmen mereka
Mereka mengatakan akan melakukannya sehingga kata-kata seperti
mungkin, harus, atau tidak bisa hilang dari kosa kata mereka.
2. Orang-orang berkomitmen percaya mereka dapat memuaskan
komitmen mereka. Mereka dapat memvisualisasikan garis akhir dan
percaya mereka akan mencapai tujuan mereka. Karena kepercayaan
mereka begitu kuat, tidak mencapai tujuan mereka bahkan bukan
bagian dari persamaan.
3. Orang yang berkomitmen mengatakan apa yang mereka komitmen
Mereka mewujudkan impian mereka hanya dengan menggunakan
kekuatan bahasa. Sungguh menakjubkan apa yang mereka lakukan atau
capai begitu mereka mengatakan komitmen mereka dengan keras.
4. Orang yang berkomitmen berinvestasi dalam komitmen mereka
Mereka menginvestasikan waktu, uang, dan energi mereka ke dalam
komitmen mereka. Komitmen mereka menjadi demikian penting bahwa
mereka mengolah kembali kehidupan mereka di sekitar mereka.
5. Orang berkomitmen realistis tentang komitmen mereka.
Mereka menjelajahi jalan yang berbeda dan baik untuk diri mereka
sendiri di sepanjang jalan. Tentu, mungkin ada kemunduran, tetapi
kesalahan dipandang sebagai peluang dan bukan suatu hambatan untuk
mencapai komitmennya.
6. Orang yang berkomitmen membentuk ikatan dengan komitmen mereka
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
23 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Komitmen mereka menjadi bagian dari siapa mereka, bukan sesuatu
yang mereka coba capai secara sembarangan. Pendekatan ini membuat
komitmen mereka menyenangkan dan bukan sesuatu yang mereka
"harus" atau "harus" lakukan.
7. Orang yang berkomitmen bersemangat tentang komitmen mereka.
Gairah mereka memotivasi, terus bergerak, dan menginspirasi orang
lain di sekitar mereka.
3.3 Variabel Komitmen Individu
Hasil penelitian Kohen (1999) telah menyarankan bahwa model yang
lebih sederhana bahwa kepribadian seseorang mempengaruhi kinerja, yang
pada gilirannya mempengaruhi hasil pekerjaan. Ellemers, de Gilder, dan van
den Heuvel (1998) telah menyarankan bahwa komitmen tim kerja
mempengaruhi penampilan kinerja seseorang dan hasil pekerjaan. Bentuk
komitmen seseorang yang kurang baik, juga mempengaruhi keputusan untuk
tetap bekerja atau pindah kerja/pindah perusahaan. Penelitian oleh Ellemers
menyarankan agar konstruk komitmen dimasukkan variabel budaya tempat
kerja dan budaya negara.
Beberapa data menunjukkan bahwa semakin lama seorang individu
bekerja dalam suatu organisasi, semakin kuat komitmen pribadinya. Senioritas
dalam pekerjaan akan meningkatkan komitmen. Selain itu, jumlah pertemanan
individu dan pengalaman positif dalam organisasi meningkatkan komitmen
afektif seseorang terhadap organsiasi. Akhirnya, individu merasa lebih
bertanggung jawab berbagai aspek fungsi organisasi, yang mengarah pada
peningkatan komitmen normatif.
Beberapa anteseden atau faktor luar yang bisa menentukan komitmen
seseorang kepada organisasi (komitmen organisasi) terdiri dari empat faktor
antara lain; 1) karakteristik pribadi, 2) karakteristik terkait pekerjaan atau
peran, 3) karakteristik struktural, dan 4) pengalaman kerja(Hanlon & D, 1999).
1. Karakteristik pribadi
a. Usia
Penelitian menunjukkan usia dan masa kerja sebagai karakteristik
pribadi berkorelasi positif dengan komitmen. Sebagaian orang
menjadi tua dan tetap di organisasi mereka, komitmen mereka naik,
mungkin karena alternatif peluang kerja berkurang untuk orang tua
atau karena komitmen dapat menjadi strategi yang sukses dalam
bergaul. Atau mungkin, sederhananya, karyawan yang lebih
berkomitmen tetap bersama organisasi lebih lama.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
24 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
b. Pendidikan yang lebih tinggi
Pendidikan tinggi dikaitkan dengan komitmen yang lebih rendah,
mungkin karena orang berpendidikan tinggi memiliki harapan
organisasi tidak dapat bertemu atau lebih berkomitmen pada profesi
(komunitas pekerjaan mereka) daripada ke organisasi. Bisa jadi
peluang kerja alternatif lebih besar.
c. Jenis kelamin
Wanita biasanya lebih berkomitmen daripada pria untuk organisasi
mereka, mungkin karena mereka harus berlebihan datang dan lebih
banyak hambatan untuk masuk ke organisasi-organisasi itu atau
karena lebih sedikit alternatif tersedia bagi mereka
d. Sikap Pribadi
Berbagai sikap pribadi terkait dengan komitmen, di antaranya minat
hidup berorientasi pekerjaan, pencapaian-motivasi, dan rasa
kompetensi. Jenis-jenis hubungan ini mendukung gagasan pertukaran
antara karyawan dan organisasinya.
2. Karakteristik terkait pekerjaan atau peran
Beberapa karakteristik peran pekerjaan berkorelasi dengan komitmen.
Lingkup pekerjaan berhubungan positif dengan komitmen, mungkin
karena pekerjaan luas menantang orang lebih dari pekerjaan sempit atau
karena orang dengan pekerjaan yang lebih luas, manajer dan sejenisnya
seringkali sudah menunjukkan komitmen mereka, itulah sebabnya mereka
telah diberi pekerjaan yang lebih luas. Konflik peran dan kelebihan peran
secara negatif terkait dengan komitmen;
3. Struktur organisasi
Beberapa karakteristik struktur organisasi terkait dengan komitmen,
menunjukkan bahwa manajer harus memikirkan bagaimana pengaturan
struktural organisasi mereka dapat mempengaruhi pekerja. Formalisasi,
ketergantungan fungsional, dan desentralisasi semuanya terkait dengan
komitmen.
4. Pengalaman kerja
Pengalaman kerja terkait komitmen meliputi keterlibatan sosial,
ketergantungan pada organisasi, kepentingan pribadi pada organisasi,
membayar tagihan, ketergantungan pada teman kerja, dan norma
kelompok mengenai kerja keras. Satu studi multinasional tentang pekerja-
pekerja Asia, pekerja Eropa, dan pekerja Arab di Arab Saudi menunjukkan
bahwa orang-orang Asia lebih berkomitmen untuk bekerja daripada dua
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
25 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
kelompok lainnya. Ini mungkin karena kesempatan kerja lebih sedikit di
enam negara Asia yang miskin darimana para pekerja ini berasal. Oleh
karena itu aspek sosiodemografi merupakan salah satu variabel
karakteristiki individu yang berpengaruh terhadap komitmen pada
organsiasi.
3.4 Perspektif Sikap dan Perilaku Dalam Komitmen Organisasional
Perbedaan antara komitmen sikap dan perilaku dari beberapa literatur
telah dijelaskan oleh Mowday et al. 1982; Reichers 1985; Salancik 1977; Scholl
1981; Staw 1977, yang menawarkan bahwa komitmen sikap berfokus pada
proses emosional diri dihubungkan dengan kepentingan organsiasi (aspek
psikologis). Dalam banyak hal dianggap sebagai pola pikir di mana individu
mempertimbangkan sejauh mana nilai dan tujuan mereka sendiri selaras
dengan nilai-nilai organisasi. Sedangkan komitmen perilaku, berkaitan dengan
proses dimana individu terkunci dalam organisasi tertentu (aspek fisik). Dalam
pendekatan sikap, banyak penelitian telah melaporkan bahwa sikap seseorang
berkontribusi pada pengembangan komitmen dan konsekuensi perilaku dari
komitmen. (Buchanan 1974; Steers 1977) dalam (Colquitt et al., 2019)
Model komitmen dalam buku ini, kami menggabungkan pendekatan
sikap dan perilaku terhadap komitmen organisasi. Tujuan utamanya adalah
bagaimana memperluas konsep komitmen organisasi sebagai pola pikir, atau
keadaan psikologis (mis., perasaan dan atau keyakinan tentang hubungan
karyawan dengan karyawan lain dalam organisasi). Kami berpendapat bahwa
komitmen pribadi seseorang yang tinggi mencerminkan keinginan, kebutuhan,
dan/atau suatu kewajiban untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi.
Penting untuk dicatat bahwa, saat kami memperluas konsep komitmen
termasuk keinginan, kebutuhan, dan kewajiban untuk tetap bekerja dalam
suatu organsiasi, sikap tidak lagi masuk dalam definisi psikologis sosial namun
lebih mengarah pada psikologi organsiasi. Untuk menghindari kebingungan,
kami selanjutnya akan menggunakan istilah perspektif sikap organisasi
menjadi "komitmen" dengan merujuk pada komitmen sebagai kondisi
psikologis. Apabila komitmen tersebut telah dinyatakan dalam perbuatan
nyata seperti; bekerja, pertemuan staf, melaporkan hasil kerja, merencanakan
pekerjaan, menyelesaikan pekerjaan dan semisalnya maka kami istilahkan
menjadi "perilaku komitmen" untuk menyebutkan komitmen sebagai
kegigihan berperilaku.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
26 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Gambar 3.1 : Perspektif Sikap dan Perilaku pada Komitmen Organsiasi
Sumber : Meyer & Allen,; A Three-Component Conceptualization Of Organizational
Commitment, Human Resource Management Review, Volume 1, Number 1, 1991, Hal.61-89
3.5 Tiga Kerangka Komponen Komitmen Organisasional
Beberapa pakar menyatakan bahwa istilah komitmen digunakan untuk
menggambarkan suatu orientasi afektif terhadap organisasi. Buchanan (1974)
dalam (Meyer & Allen, 1991) menggambarkan komitmen sebagai :
“Komitmen adalah keterikatan afektif dengan tujuan dan nilai-nilai, yang
ada pada organisasi untuk kepentingannya sendiri, terlepas dari nilai yang
murni ”(hal. 533).
Menurut Mowday, Steers, & Porter (1979); Porter, Crampon, & Smith (1976);
Porter, Steers, Mowday, & Boulian (1974) menjelaskan bahwa komitmen
sebagai
"Kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu dalam
organisasi tertentu "(Mowday et al. 1979, p. 226).
Komitmen sebagaimana dikonseptualisasikan dalam tiga pendekatan
yang diidentifikasi di atas selanjutnya masing-masing disebut sebagai
komitmen afektif, komitmen kelanjutan, dan komitmen normatif. Secara umum
ketiga pendekatan ini adalah pandangan bahwa komitmen adalah keadaan
psikologis yang ; (a) mencirikan hubungan karyawan dengan organisasi, dan
(b) memiliki implikasi bagi keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam
organisasi. Komitmen afektif mengacu pada identifikasi keterikatan emosional
karyawan dengan keterlibatan dalam organisasi. Karyawan dengan komitmen
afektif yang kuat melanjutkan kerja dengan organisasi karena mereka ingin
melakukannya. Komitmen kelanjutan mengacu pada kesadaran tentang biaya
Kondisi Keadaan Psikologis Perilaku
Perilaku Perilaku
Keadaan Psikologis
Kondisi
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
27 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
yang terkait dengan meninggalkan organisasi. Karyawan yang memiliki tautan
utama ke organisasi komitmen kelanjutan tetap karena mereka perlu
melakukannya. Komitmen normatif mencerminkan perasaan kewajiban untuk
melanjutkan pekerjaan. Karyawan dengan komitmen normatif tingkat tinggi
merasa bahwa mereka seharusnya melakukannya tetap bersama organisasi.
Kami percaya bahwa lebih tepat untuk mempertimbangkan komitmen afektif,
kelanjutan, dan komitmen normatif sebagai komponen, daripada sebagai jenis
komitmen. Itu menyiratkan bahwa keadaan psikologis mencirikan tiga bentuk
komitmen saling berhubungan.
Gambar 3.2 : Model Komponen Komitmen Organisasional
Sumber : Meyer & Allen, (1991), A Three-Component Conceptualization Of Organizational
Commitment, Human Resource Management Review, Volume 1, Number 1, 1991, Hal.61-89
Struktur dan Karakteristik
Organisasi
Karakteristik Pribadi
Pengalaman Kerja dan
Kompetensi
Komitmen Afektif
Pindah
Atribusi
Perilaku Komitmen
Investasi
Pilihan-pilihan
Komitmen Berkelanjutan
Komitmen Normatif
Investasi Organisasi
Budaya Organsiasi
Penampilan Kinerja
Timbal Balik
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
28 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Komitmen Afektif
Mowday et al. (1982) mencatat bahwa anteseden komitmen (afektif) terbagi
dalam empat kategori: karakteristik pribadi, karakteristik struktural,
karakteristik terkait pekerjaan, dan pengalaman kerja. Karena perbedaan
antara karakteristik pekerjaan objektif dan pengalaman kerja subyektif agak
kabur, kami menggunakan istilah yang lebih global, pengalaman kerja,
selanjutnya, merujuk pada keduanya karakteristik objektif dan subyektif dari
pekerjaan. Meskipun karakteristik demografis seperti usia, kepemilikan, jenis
kelamin, dan pendidikan telah dikaitkan dengan komitmen (mis., Angle &
Perry 1981; Glisson & Durick 1988; Morris & Sherman 1981; Besok & McElroy
1987; Mottaz 1988; Pierce & Dunham 1987; Steers 19771, hubungan tidak
kuat atau konsisten. Relatif sedikit penelitian yang meneliti hubungan antara
karakteristik organisasi dan komitmen (Glisson & Durick 1988). Meskipun
demikian, ada beberapa bukti bahwa komitmen afektif terkait dengan
pengambilan keputusan (Brooke, Russell, & Harga 1988; Mor-ris & Steers
1980) dan formalisasi kebijakan dan prosedur (Morris & Steers 1980;
O'Driscoll 1987; Podsakoff, Williams, & Todor 1986). Mungkin pengaruh
karakteristik struktural pada komitmen adalah tidak langsung (Podsakoff et al.
1986), melainkan dimediasi oleh pengalaman kerja seperti hubungan
karyawan/ supervisor, kejelasan peran, dan perasaan penting pribadi, yang
terkait dengan ini karakteristik struktural. Berbeda dengan karakteristik
pribadi dan organisasi, telah ada banyak penelitian yang meneliti hubungan
antara variabel pengalaman kerja dan komitmen afektif. Sayangnya, Marize
Reichers (1985, p. 467) mencatat bahwa pengalaman kerja masih berupa
variabel yang berkorelasi saja.
Komitmen Kelanjutan
Karena komitmen kelanjutan mencerminkan pengakuan biaya Setelah
meninggalkan organisasi, apa pun yang meningkatkan biaya yang dirasakan
dapat terjadi dianggap sebagai anteseden. Pendahulu yang paling sering
dipelajari miliki telah menjadi taruhan sampingan, atau investasi, dan
ketersediaan alternatif. Becker (1960) mengemukakan bahwa komitmen
terhadap suatu tindakan berkembang sebagai satu membuat taruhan sisi yang
akan hilang jika tindakan dihentikan. Ini taruhan samping bisa dalam berbagai
bentuk dan mungkin terkait pekerjaan atau tidak. Untuk contohnya, ancaman
membuang-buang waktu dan upaya yang dihabiskan untuk memperoleh non-
trans- keterampilan yang dapat diangkut, kehilangan manfaat menarik,
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
29 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
melepaskan hak berbasis senioritas kaki, atau harus mencabut keluarga dan
mengganggu hubungan pribadi, bisa jadi dianggap sebagai biaya potensial
untuk meninggalkan perusahaan
Komitmen normatif
Untuk titik ini, literatur tentang pengembangan komitmen normatif adalah
teoretis daripada empiris. Wiener (1982) mengemukakan bahwa perasaan
kewajiban untuk tetap bersama organisasi dapat timbul dari internalisasi
tekanan normatif diberikan pada individu sebelum masuk ke dalam organisasi
zation (mis., sosialisasi keluarga atau budaya), atau mengikuti entri (mis.,
organisasi sosialisasi nasional). Namun, komitmen normatif juga dapat
berkembang ketika sebuah organisasi memberi "imbalan di muka" kepada
karyawan (mis., pembayaran biaya kuliah), atau menimbulkan biaya signifikan
dalam menyediakan lapangan kerja (mis., biaya terkait dengan pelatihan
kerja). Pengakuan investasi ini pada bagian organisasi dapat menciptakan
ketidakseimbangan dalam hubungan karyawan/organisasi dan membuat
karyawan merasa berkewajiban untuk membalas dengan komitmen diri
mereka ke organisasi sampai hutang telah dilunasi (Scholl 1981).
Integrasi dengan Komitmen Perilaku
Perbedaan dibuat sebelumnya antara komitmen sebagai psikologis dan
komitmen sebagai kegigihan perilaku. Mowday et al. (1982) berusaha untuk
mengintegrasikan pendekatan antara sikap dan perilaku terhadap komitmen
dengan mengusulkan suatu proses pengaruh timbal balik yang sedang
berlangsung. Mereka berpendapat bahwa, dalam kondisi meningkatkan
tanggung jawab yang dirasakan, perilaku dapat berperan dalam membentuk
sikap, yang pada gilirannya, mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jadi,
misalnya, karyawan yang berkinerja pada tingkat kemahiran tinggi dapat
menjadi (perilaku) berkomitmen untuk tingkat kinerja itu dan, akibatnya,
mengembangkan lebih banyak sikap positif (komitmen afektif) terhadap
organisasi. Apabila sikap seseorang positif akan menimbulkan perilaku
sehingga kinerjanya akan baik di masa depan. Ini diakui dalam model saat ini
dengan memasukkan komitmen perilaku sebagai anteseden dari komitmen
afektif dan sebagai bagian dari rantai umpan balik di mana perilaku kerja
positif (dimana karyawan menerima tanggung jawab) meningkatkan
komitmen perilaku. Berikut disajikan perbedaan ketiga komponen komitmen
organsiasi
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
30 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Tabel 3.1 : Perbedaan Ketiga Komponen Komitmen Organsiasional
Komitmen Afektif Komitmen
Berkelanjuutan
Komitmen Normatif
Beberapa teman baik saya
bekerja di kantor saya. . .
saya selalu merindukan
mereka jika aku pergi.
Saya akan promosi
segera . . apabila saya
pindah ke perusahaan
lain, saya akan cepat
maju di perusahaan
baru?
Bos saya telah
berinvestasi begitu
banyak waktu dalam
mengkarir diri saya,
membimbing saya, latih
aku, tunjukkan padaku,
aku akan bisa
mengerjakan
Saya sangat suka
suasananya pada
pekerjaan saya saat ini. . .
karena sangat
menyenangkan dan
santai.
Saya mendapatkan Gaji
dan tunjangan dan
rumah yang bagus di
kota kami. . . itu
biaya hidup lebih tinggi
dalam hal ini karena
saya berprestasi.
Organisasi saya memberi
saya awal pekerjaan. . .
mereka mempekerjakan
saya ketika orang lain
berpikir saya tidak
memenuhi syarat
Tugas pekerjaan saya saat
ini adalah sangat
bermanfaat. . . saya
menikmatinya dengan
datang untuk bekerja
pagi-pagi sekali
Sistem pengelolaan
pekerjaan di
perusahaan ini sangat
bagus. . . kami sudah
benar-benar percaya
pada perusahaan ini.
Majikan saya telah
membantu saya dari
kemacetan pada sejumlah
kesempatan. . .
Bagaimana aku bisa pergi
sekarang?
Tinggal karena kamu
Ingin saya tinggal
Tinggal karena kamu
Perlu saya tinggal
Tinggal karena kamu
seharusnya tidak perlu
saya
Sumber: Colquitt et al., (2019); Organizational Behavior Improving Performance And
Commitment In The Workplace, McGraw Hill, Sixth Edition, Newyork, hal : 63
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
31 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
BAB
4
Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak (SDIDTK)
4.1 Stimulasi Tumbuh Kembang Balita dan Anak Prasekolah
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6
tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu
mendapatkan stimulasi terus menerus disetiap kesempatan. Stimulasi
dilakukan oleh kedua orang tua anak, pengganti ibu/pengasuh anak, anggota
keluarga lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-
masing (Kemenkes, 2016).
Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah
adalah kemampuan gerak motorik kasar, gerak motorik halus, kemampuan
bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian. Periode
tumbuh kembang anak dikategorikan 4 (empat) masa yaitu: 1) masa prenatal,
janin dalam kandungan, 2) masa bayi 0-12 bulan, 3) masa anak Balita 12-60
bulan dan 4) masa anak prasekolah 60-72 bulan.
Prinsip dasar dalam memebrikan stimulasi tumbuh kembang anak yang
harus diperhatikan oleh pemebri stimulasi antara lain :
1) Stimulasi kepada anak dilandasi rasa cinta dan kasih sayang
2) Pemberi stimulasi harus mampu menunjukkan perilaku yang baik
3) Berikan stimulasi sesuai dnegan kelompok umur anak
4) Lakukan stimulasi dengan cara menyenangkan, berulang-ulang dan
tidak boleh ada paksaan dan hukuman
5) Lakukan stimulasi secara bertahap terhadap ke-empat kemampuan
dasar anak
6) Gunakan alat bantu sederhana yang aman dan ada di sekitar anak
7) Anak laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam pemebrians
timulasinya
8) Anak diberi pujian atas keberhasilannya.
Perkembangan anak memiliki pola yang menetap dan berlangsung secara
berurutan. Anak akan melewati masa pertumbuhan dan perkembangannya
dnegan baik sesuai usianya. Setiap anak pasti melewati masa pertumbuhan
dan perkembangan berdasarkan usia. Kewajiban orang tua atau pengganti
ibu/pengasuh anak adalah memberikan penkondisian agar anak mampu
melewati masa perkembangan dan pertumbuhannya dengan baik. Berikut
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
32 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
disajikan kelompok usia anak berdasarkan periode tumbuh kembang dan
kelompok umur stimulasinya :
Tabel 4.1 : Kelompok Umur Stimulasi Anak
No Periode Tumbuh Kembang Kelompok Umur Stimulasi
1 Masa pranatal, janin dalam
kandungan
Masa pranatal
2 Masa bayi 0-12 bulan Umur 0-3 bulan
Umur 3-6 bulan
Umur 6-9 bulan
Umur 9-12 bulan
3 Masa anak Balita 12-60 bulan Umur 12-15 bulan
Umur 15-18 bulan
Umur 18-24 bulan
Umur 24-36 bulan
Umur 36-48 bulan
Umur 48-60 bulan
4 Masa prasekolah 60-72 bulan Umur 60-72 bulan Sumber : Kemenkes RI. Pedoman SDIDTK, Hal. 15
4.2 Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Deteksi tumbuh kembang anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya peyimpangan tumbuh kembang pada Balita
dan anak Prasekolah. Melaksanakan deteksi dini sehingga ditemukan
peyimpangan tumbuh kembang, maka orang tua atau pengasuh akan lebih
mudah untuk memberikan stimulasi, sehingga penyimpangan bisa segera
diatasi dan anak mampu melewati masa perkembangan dengan baik.
Terdapat tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dilakukan
oleh orang tua/pengasuh/tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas dan
jaringannya, yaitu :
1) Deteksi dini peyimpangan pertumbuhan berupa status gizi dan ukuran
kepala anak
2) Deteksi dini penyimpangan perkembangan berupa; gangguan
perkembangan anak, gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar
3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional berupa; adanya masalah
mental emosional, autisme, gangguan pusat perhatian dan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
33 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
hiperaktivitas.
Jadwal kegiatan dan jenis deteksi dini adanya penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan anak oleh tenaga kesehatan adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.2 : Jadwal Kegiatan Deteksi Dini Tumbang Anak
Umur
Anak
Jenis Deteksi Tumbuh Kembang yang Harus Dilakukan
Deteksi Dini
Peyimpangan
Pertumbuhan
Deteksi Sini Peyimpangan
Perkembangan
Deteksi Dini Penyimpangan
Mental Emosional
BB/TB LK KPSP TDD TDL KMME CHAT* GPPH*
0 bulan √ √
3 bulan √ √ √ √
6 bulan √ √ √ √
9 bulan √ √ √ √
12 bulan √ √ √ √
15 bulan √ √
18 bulan √ √ √ √ √
21 bulan √ √ √
24 bulan √ √ √ √ √
30 bulan √ √ √ √ √
36 bulan √ √ √ √ √ √ √ √
42 bulan √ √ √ √ √ √ √
48 bulan √ √ √ √ √ √ √
54 bulan √ √ √ √ √ √ √
60 bulan √ √ √ √ √ √ √
66 bulan √ √ √ √ √ √ √
72 bulan √ √ √ √ √ √ √
Sumber : Kemenkes RI. Pedoman SDIDTK, Hal. 40
BB/TB : Berat badan terhadap tinggi badan
LK : Lingkar kepala
KPSP : kuesioner pra skrening perkembangan
TDD : tes daya dengar
TDL : tes daya lihat
KMME : kuesioner masalah mental emosional
CHAT : checklist for austism in toddlers
GPPH : Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
Tanda * artinya deteksi dilakukan atas adanya indikasi
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
34 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Kegiatan deteksi dini peyimpangan pertumbuhan dan perkembangan
anak dapat dilakukan di semuya tingkat pelayanan. Pelaksanaan dan jenis alat
yang digunakan sebagaimana tabel berikut :
Tabel 4.3 : Pelaksana dan Alat Deteksi Penyimpangan Pertumbuhan Anak
Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan
Keluarga dan Masyarakat Orang tua
Kader Kesehatan
Guru PAUD/TK Terlatih
Kader BKB
KMS
Timbangan dacin
Puskesmas Dokter
Perawat
Bidan
Ahli Gizi
Petugas lainnya
Tabel BB/TB
Grafik LK
Timbangan BB
Microtoa
Pita LILA
Tabel 4.4 : Pelaksana dan Alat Deteksi Penyimpangan Perkembangan Anak
Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan
Keluarga dan Masyarakat Orang tua
Kader Kesehatan
Guru PAUD/TK Terlatih
Kader BKB
Buku KIA
KPSP, TDL, TDD
Puskesmas Dokter
Perawat
Bidan
KPSP
TDL
TDD
Denver Test
4.3 Intervensi dan Rujukan Dini Peyimpangan Tumbuh Kembang Anak
Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu
pada anak yang perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak
sesuai dengan umurnya. Penyimpangan perkembangan bisa terjadi pada salah
satu atau lebih kemampuan anak yaitu; kemampuan gerak motorik kasar,
kemampuan gerak motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa, serta
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
35 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
kemampuan sosialisasi dan kemandirian anak.
Tindakan intervensi dini tersebut berupa stimulasi perkembangan
terarah yang dilakukan secara intensif di rumah selama 2(dua) minggu, yang
diikuti dengan evaluasi hasil intervensi stimulasi perkembangan. Intervensi
perkembangan anak dilakukan atas indikasi :
1) Perkembangan anak meragukan, artinya kemampuan anak tidak sesuai
dengan yang seharusnya dimiliki anak, yaitu bila pada umur
pemeriksaan; 3,6,9,12,15,18 bulan dan seterusnya, pemeriksaan
menggunakan lembar kuesioner KPSP ada jawaban "TIDAK-NYA";
2) Bila seorang anak mempunyai masalah perkembangan, sedangkan
umur anak saat itu bukan jadwal umur pemeriksaan/skrening, maka
lakukan intervensi perkembangan sesuai dengan masalah yang ada.
Setelah orang tua dan keluarga melakukan tindakan intervensi
perkembangan secara intensif di rumah selama 2(dua) minggu, maka anak
perlu dievaluasi apakah ada kemajuan perkembangan atau tidak, dengan cara :
1) Apabila waktu skrening anak sesuai jadwal umur skrening, gunakan
form KPSP sesuai kelompok usia anak
2) Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrening, maka
gunakan form KPSP untuk kelompok umur lebih muda atau
sebelumnya. Contoh bayi umur 6 bulan 3 minggu maka gunakan KPSP
umur 6 bulan
3) Apabila ada perkembangan kemajuan, maka gunakan form KPSP sesuai
umur anak sekarang
4) Apabila tidak ada perkembangan sama sekali, maka telitilah apakah
cara pemebrian intervensinya sudah sesuai, apakah frekuensi
stimulasinya sudah berulang-ulang, apakah ada penyakit, apakah anak
mengalami gizi buruk dst
5) Apabila anak ada penyakit atau mengalami gizi buruk lakukan proses
rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat (Puskesmas
terdekat).
Berikut bagan alur rujukan dini penyimpangan perkembangan anak.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
36 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Gambar 4.1 : Bagan Alur Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
ANAK USIA 0-6 TAHUN
Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Sesuai Meragukan Menyimpang
Intervensi 2 minggu
Evaluasi Hasil Intervensi setelah 2 Minggu
Sesuai Meragukan Menyimpang
Intervensi 2 minggu
Evaluasi Hasil Intervensi setelah 2 Minggu
Sesuai Meragukan Menyimpang
Rujuk ke KLinik Tumbuh Kembang RS untuk Penanganagan
Spesialistik
Stimulasi Rutin di rumah
Puskesmas
Puskesmas
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
37 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
4.4 Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan SDIDTK merupakan bagian dari pelayanan kesehatan anak
secara rutin, maka pencatatan hasil kegiatan menyatu dengan sistem yang
sudah ada di Puskesmas yaitu menggunakan kartu anak yang sudah
dimodifikasi beserta cara pengisiannya meliputi; 1) kartu anak, 2) register
kohort bayi, 3) register kohort anak, dan 4) register penyimpangan tumbuh
kembang anak.
Data yang terekam dis etiap register ditutup tiap bulan dan dipindahkan
ke formulir pelaporan yang sduah baku (LB3KIA). Pelaporan kegiatan SDIDTK
dilakukan tiap bulan sekali.
4.5 Indikator Keberhasilan Kinerja SDIDTK
Indikator keberhasilan kinerja SDIDTK berpedoman pada standar
nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, sebagaimana tabel
berikut :
Tabel 4.5 : Indikator Keberhasilan Kinerja SDIDTK Tingkat Puskesmas
No Indikator Ket.
A INPUT
1. Ketersediaan Buku KIA √
2. Ketersediaan Buku Pedoman SDIDTK √
3. Formulir DDTK √
4. Reg.Kohort Kesehatan Bayi/Balita √
5. Form Laporan Kesehatan Bayi/Balita √
6. Alat DDTK anak √
7. Alat Stimulasi √
B PROSES
8. Pertemuan perencanaan DDTK √
9. Monev DDTK √
10. Pengadaan alat dan form DDTK √
C OUTPUT
11. Cakupan DDTK kontak pertama (%) √
12. Cakupan kunjungan bayi untuk DDTK 4 kali/tahun (%) √
13. Cakupan DDTK anak Balita/Prasekolah 2 kali/tahun (%) √
14. Bayi dengan tingkat perkembangan sesuai (S) (%) √
15. Bayi dengan tingkat perkembangan meragukan (M) (%) √
16. Bayi dengan penyimpangan perkembangan (P) (%) √
17. Cakupan Ibu hamil punya buku KIA (%) √
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
38 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
4.6 Kerangka Konsep Pembinaan Tumbuh Kembang Balita dan Anak
Prasekolah
Gambar 4.2 : Kerangka Konsep Pembinaan SDIDTK
Sumber : Kemenkes RI, 2016. Buku Pedoman Pelaksanaan SDIDTK, Hal.3
Stimulasi dan Pemantauan Tumbuh Kembang Anak di Keluarga dan Masyarakat
Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang di tingkat petugas (Nakes, Pendidik, Kader BKB, Masyarakat)
Tidak ada penyimpangan
Ada penyimpangan
Penyimpangan Pertumbuhan
Penyimpangan Perkembangan
Gangguan Pendengaran
dan Penglihatan
Penyimpangan mental
emosional
Kurus Kurus Sekali Gemuk Mikrosefalus Makrosefalus
Gangguan gerak kasar
Gangguan gerak halus
Gangguan bicara dan bahasa
Gangguan sosialsiasi dan kemandirian
Gangguan daya dengar
Gangguan daya lihat
Masalah mental emosional
Autis GPPH
Intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang
Ada Perbaikan Tidak Ada Perbaikan
Dirujuk ke Fasyankes yang
lebih mampu
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
39 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
BAB
5
Antesenden Perceived Organizational Support
pada Kegiatan SDIDTK di PAUD/TK
5.1 PAUD/TK sebagai Organisasi dalam Pelaksanaan SDIDTK
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003
Bab I Pasal 1 Ayat 14).
PAUD adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembanagan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut (Asmariani, 2003).
Program PAUD terpadu adalah program layanan pendidikan bagi anak
usia dini yang menyelenggarakan lebih dari satu program PAUD (TK, KB, TPA,
SPS) dalam pembinaan, penyelenggaraan dan pengelolaannya dilakukan
secara terpadu atau terkoordinasi. PAUD Menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14, yang menyatakan
bahwa: “Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembanagan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut”. berikut ini ada pemahaman tentang
Pendidikan anak usia dini yakni:
1) Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2) Taman Kanak - Kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal yang memberikan layanan pendidikan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
40 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
bagi anak usia 4 – 6 tahun, untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak, agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut.
3) Raudatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA) adalah salah satu bentuk
PAUD pada jalur Pendidikan Formal yang menyelenggarakan program
pendidikan umum dan program keagamaan Islam bagi anak usia 4-6
tahun untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, agar
kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut.
4) Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan nonformal yang memberikan layanan pendidikan
bagi anak usia 2 – 4 tahun, untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak, agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut.
5) Taman Penitipan Anak (TPA) adalah layanan pendidikan yang
dilaksanakan pemerintah dan masyarakat bagi anak usia lahir sampai
dengan enam tahun sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu
tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja.
6) Satuan PAUD Sejenis (SPS) adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur
pendidikan nonformal (PAUD Nonformal) yang dapat dilaksanakan
secara terintegrasi dengan berbagai program layanan anak usia dini
yang telah ada di masyarakat (seperti POS PAUD, Bina Keluarga
Balita,Taman Pendidikan Al-Qur’an, Taman Pendidikan Anak Soleh,
Bina Iman Anak (BIA), Bina Anak Muslim Berbasis Masjid (BAMBIM),
Sekolah Minggu, Pembinaan Anak Kristen (PAK), Pasraman, Vihara dan
Sekolah Hindhu). Atau dengan kata lain Satuan
7) PAUD Sejenis adalah salah satu bentuk layanan PAUD Nonformal selain
dalam bentuk Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain yang
memberikan layanan pendidikan dalam rangka membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak, agar kelak siap memasuki
pendidikan lebih lanjut.
8) Program PAUD Terpadu adalah program layanan pendidikan bagi anak
usia dini yang menyelenggarakan lebih dari satu program PAUD (TK,
KB, TPA, SPS) yang dalam pembinaan, penyelenggaraan dan
pengelolaannya dilakukan secara terpadu atau terkoordinasi.( UU
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1,Pasal 1,
Butir 14).
Organisasi PAUD sebagai obyek yang dipersepsikan oleh pengelola PAUD
yaitu: Ketua atau wakil ketua PAUD, Bendahara PAUD, Sekretaris PAUD dan
Guru/Pendidik PAUD dalam bentuk persepsi dukungan sebagai organisasi
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
41 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
dalam rangka meningkatkan kinerja SDIDTK pada anak didik adalah organsiasi
PAUD, TK dan Roudatul Athfal.
Tujuan PAUD, pada umumnya tujuan PAUD adalah mengembangkan
berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tujuan PAUD antara lain adalah:
1) Kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut
2) Mengurangi angka mengulang kelas
3) Mengurangi angka putus Sekolah (DO)
4) Mempercepat pencapaian Wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun
5) Meningkatkan Mutu Pendidikan
6) Mengurangi angka buta huruf muda
7) Memperbaiki derajat kesehatan & gizi anak usia dini
8) Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Selain tujuan diatas, menurut UNESCO (2005) tujuan PAUD antara lain
berdasarkan beberapa alasan:
1) Alasan Pendidikan
PAUD merupakan pondasi awal dalam meningkatkan kemampuan anak
untuk menyelesaikan pendidikan lebih tinggi, menurunkan angka
mengulang kelas dan angka putus sekolah.
2) Alasan Ekonomi
PAUD merupakan investasi yang menguntungkan baik bagi keluarga
maupun pemerintah
3) Alasan sosial
PAUD merupakan salah satu upaya untuk menghentikan roda
kemiskinan
4) Alasan Hak/Hukum
PAUD merupakan hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang
dijamin oleh undang-undang.
Pihak yang berperan dalam lembaga PAUD Terpadu Agar bentuk peran
serta masyarakat dapat terorganisir secara baik dan berjalan efektif serta
efisien, maka dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain di bawah ini:
1) Gugus PAUD Terpadu
2) Komite Sekolah/PAUD
3) Orang tua
4) Organisasi mitra PAUD yaitu (Organisasi Kelembagaan, Organisasi Profesi,
Organisasi Wanita, Organisasi Keagamaan, dan Organisasi lain yang
memiliki kepedulian dengan PAUD)
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
42 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
5) Dunia Usaha dan Dunia Industri dalam rangka pendukungan dana
6) Akademisi dan Praktisi.
Berikut disampaikan struktur Organisasi yang ada pada lembaga
pendidikan anak usia dini beserta dengan rincian tugasnya. Dengan struktur
organisasi tersebut setiap pegawai yang ada dilembaga tersebut memiliki
peran, tugas, dan kewenangannya masing-masing yang diantaranya memiliki
garis komando yang jelas dari atas sampai bawah (hirarkis).
Gambar 5.1 : Struktur Organsiasi PAUD
Sumber : www.paud.kemendikbud.go.id
1. Tugas Pengelola Lembaga PAUD
1) Menyusun rencana program dan kegiatan tahunan dengan
melibatkan bagian tata usaha dan penanggung jawab masing-
masing program layanan (misalnya TK, KB, TPA, SPS).
2) Mengorganisasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program
yang dilaksanakan di lembaga PAUD Terpadu.
3) Melakukan pengawasan dan evaluasi seluruh program dan
kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga PAUD Terpadu.
PEMBINA PAUD
Kepala PAUD
Penasehat PAUD
Bendahara PAUD Sekretaris PAUD
Guru/Pendidik
Anak Didik
Wakil Kepala PAUD
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
43 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
4) Melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga, organisasi,
instansi, dan masyarakat dalam rangka peningkatan akses dan
mutu layanan PAUD di lembaga PAUD Terpadu.
2. Tugas Kepala PAUD / Wakilnya
1) Menyusun rencana program dan kegiatan tahunan yang menjadi
tanggung jawabnya, dengan melibatkan pendidik PAUD.
2) Mengorganisasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, guru pendamping,
pengasuh.
3) Melakukan pembinaan terhadap program dan kegiatan yang
diselenggarakan guru, guru pendamping, dan pengasuh.
4) Melakukan kerjasama dengan penanggung jawab program lainnya
dalam rangka mutu layanan PAUD di lembaga PAUD Terpadu.
3. Tugas Tenaga Pendidik PAUD
1) Menyusun persiapan pembelajaran
2) Melaksanakan program pembelajaran
3) Melakukan penilaian pembelajaran
5.2 POS pada Kegiatan SDIDTK di PAUD
Model sistem pembinaan SDIDTK meliputi input program, proses
(perencanaan, penggorganisasian, penggerakan, pengendalian), output
program pelaksanaan, outcome dan impact. Penjelasan dari masing-masing
komponen adalah sebagai berikut :
1. Input program adalah komponen atau unsur-unsur program
yang diperlukan, termasuk material atau perlengkapan, peralatan,
bahan, anggaran, keuangan dan sumber daya manusia yang
dipergunakan untuk melaksanakan program.
2. Proses adalah pelaksanaan dari fungsi-fungsi manajemen meliputi
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengendalian, penilaian dalam menjalankan program.
3. Output adalah hasil-hasil dari suatu kegiatan program.
4. Outcomes adalah dampak langsung dari keberhasilan program atau
pengaruh-pengaruh dari hasil program.
5. Impact adalah hasil akhir dari keseluruhan proses sejak dari
tersedianya input sampai outcomes yang menghasilkan dampak
kegiatan yang diinginkan Perceived organizational support (POS) adalah keyakinan karyawan bahwa
organisasi peduli untuk dan menghargai kontribusinya bagi keberhasilan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
44 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
organisasi. Perceived Organizational Support mengacu pada persepsi karyawan
tentang sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli
terhadap kesejahteraan mereka(Krishnan & Mary, 2012).
POS telah ditemukan memiliki konsekuensi penting pada kinerja dan
kesejahteraan karyawan. Teori dukungan organisasi (OST) dari Eisenberger,
Huntington, Hutchinson, & Sowa,1986; Rhoades & Eisenberger, 2002; Shore &
Shore, 1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan sosioemosional dan
untuk menilai kemanfaatan dari peningkatan kinerja karyawan, maka karyawan
membentuk sebuah persepsi umum mengenai sejauh mana organisasi menilai
kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka.
Dukungan organisasi yang dirasakan seperti itu juga berlaku pada
keberhasilan program stimulasi deteksi dini dan intervensi tumbuh kembang anak
(SDIDTK). Persepsi pengelola PAUD terhadap pemerintah, persepsi guru/pendidik
PAUD pada organisasi PAUD yang menyelenggarakan kegiatan SDIDTK akan
mampu memberikan hasil program berhasil atau tidak berhasil. Apabila pengelola
PAUD dan/atau guru/pendidik diberi imbalan yang memadai, mereka akan
memberikan komitmen tinggi terhadap organisasi sehingga program SDIDTK akan
berhasil. Secara sosioemosional para pengelola termasuk guru/pendidik telah
tercukup imbalan sehingga mereka bekerja dengan nyaman bahkan mampu
mempengaruhi petugas lain untuk berperilaku yang sama.
Penelitian tentang persepsi dukungan organisasi terhadap program SDIDTK
dimulai dengan pengamatan kepedulian guru atau pendidik PAUD terhadap
program SDIDTK. Dukungan pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan, Pemilik
PAUD dan Pembina PAUD sangat dominan dalam mewujudkan komitmen
pengelola dan guru/pendidik untuk menuju suatu komitmen organisasi dalam
pelakasanaan SDIDTK di PAUD termasuk TK/ Raudatul Athfal (Suparji & Sunarto,
2015).
Bagi pengelola PAUD termasuk guru/pendidik, pemerintah berfungsi
sebagai sumber sosial-emosional terkait dengan kepedulian, manfaat nyata,
seperti upah dan tunjangan lainnya yang mereka terima akibat komitmen mereka
terhadap program SDIDTK di PAUD. Penilaian positif oleh pemerintah terhadap
kinerja mereka juga memberikan indikasi bahwa para guru/pendidik PAUD dalam
pelaksanaan program SDIDTK selalu dihargai dan diberi kepercayaan oleh atasan
langsung mereka. Meskipun persepsi ini bersifat relatif, namun banyak studi
tentang POS menemukan hubungan yang jelas dan konsisten terhadap berbagai
prediksi anteseden dan konsekuensinya terhadap keberhasilan tujuan organisasi
dalam hal ini keberhasilan program SDIDTK di PAUD termasuk TK dan Raudatul
Athfal (Suparji & Sunarto, 2015; Kanten & Ulker, 2012).
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
45 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Beberapa anteseden POS dan konsekuensinya pada program SDIDTK yang
dilaksanakan di organisasi PAUD menurut hasil penelitian (Suparji & Sunarto,
2015) sebagai berikut:
Anteseden POS pada SDIDTK terbagi dalam tiga kategori besar:
Keadilan (mis., Keadilan prosedural dalam penilaian kinerja pengelola
PAUD dan guru/pendidik, memberikan kesempatan pada pengelola
termasuk guru untuk menyampaikan masalah, dll.)
Dukungan pengawas (mis., budaya kerja, persepsi dukungan pengawas,
dukungan pembina PAUD, dukungan mitra PAUD dll.)
Hadiah dan kondisi kerja (mis., stres kerja, motivasi, perhatian atasan,
peluang pertumbuhan, pengembangan karir, pelatihan guru dll.)
Konsekuensi POS pada kegiatan SDIDTK di organisasi PAUD (Suparji & Sunarto,
2015) sebagai berikut :
Komitmen organisasi (Pembina PAUD/Dinas Pendidikan, Pengelola PAUD,
Pengawas PAUD)
Kepuasan kerja (Pengelola PAUD dan Guru/Pendidik)
Kinerja tugas atau hasil kinerja (Pengelola PAUD dan Guru/Pendidik)
Niat untuk pindah kerja (Pengelola PAUD dan Guru/Pendidik)
Niat untuk tetap menjalankan program SDIDTK (Pengelola PAUD dan
Guru/Pendidik
Ketidaknyamanan kerja karena stres dalam melaksanakan pekerjaan
(Pengelola PAUD dan Guru/Pendidik)
Ketegangan hubungan antara pengelola PAUD dan Guru/Pendidik.
Meta-analisis penelitian tentang POS, dilakukan oleh Rhoades dan
Eisenberger (2002) menunjukkan bahwa perlakuan yang menguntungkan yang
diterima oleh karyawan berhubungan positif dengan POS. Hasil yang disukai oleh
karyawan adalah meningkatnya kepuasan kerja, suasana hati yang positif,
berkurang stres dan oleh organisasi meningkatkan komitmen afektif, kinerja dan
berkurang pergantian.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Robert Eisenberger, menyatakan
bahwa karyawan meyakini bahwa organisasi menghargai kontribusi dan
kepedulian mereka terhadap kesejahteraan mereka. Faktanya adalah
berkurangnya keterlambatan kerja, ketidakhadiran, dan turnover, mengurangi
reaksi terhadap stres kerja, peningkatan kinerja dalam peran dan peran ekstra
dalam pekerjaan.
Menurut survei literatur, ditemukan bahwa tingkat POS yang lebih tinggi,
pada gilirannya, menghasilkan niat turnover yang lebih rendah, dan kewajiban
individu untuk membalas organisasi dengan kinerja lebih baik dan peningkatan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
46 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
OCB, serta komitmen organisasi yang lebih kuat. Itu beberapa hasil penelitian yang
memberikan sedikit penjelasan tentang proses implementasi praktik SDM yang
tepat dapat memengaruhi sikap dan perilaku karyawan. Dalam literatur POS,
Shore dan Shore (1995) mengidentifikasi dua jenis praktik SDM yang merupakan
kunci pengembangan POS yang lebih tinggi:
(1) Praktik pilihan yang mengisyaratkan adanya kepedulian organisasi tetapi
tidak diamanatkan oleh kebijakan perusahaan atau kontrak serikat
pekerja, dan
(2) Praktik SDM yang organisasi memberikan pengakuan atas kontribusi
karyawan.
Proposisi ini menyarankan praktik-praktik SDM tersebut yang mewakili berbagai
cara di mana organisasi menunjukkan perhatian terhadap karyawan dan nilai
kontribusi mereka mungkin sangat penting untuk pengembangan POS lebih
efektif. Lebih jauh, jika organisasi menerapkan praktik SDM untuk menunjukkan
dukungan bagi karyawan, diperlukan sikap dan perilaku karyawan yang positif,
teori motivasi menjadi sangat relevan dalam memandu upaya ini.
Dalam literatur motivasi, Alderfer (1972) teori ERG menawarkan cara yang
bermanfaat memikirkan motivasi karyawan (Steers, Porter, & Bigley, 1996, hlm.
17). Teori Alderfer mengonseptualisasikan tiga elemen kebutuhan manusia yang
relevan dengan pengaturan organisasi dan yang dapat beroperasi secara
bersamaan. Teori ERG (Alderfer, 1972) menyatakan bahwa individu berusaha
untuk memenuhi tiga tingkat kebutuhan dalam organisasi:
(1) Kebutuhan yang didasarkan pada keberadaan manusia, yang terutama
adalah kebutuhan fisiologis (keberadaan);
(2) Kebutuhan yang berhubungan dengan hubungan interpersonal di tempat
kerja (keterkaitan); dan
(3) Kebutuhan yang terkait dengan pengembangan potensi dan kemampuan
manusia (pertumbuhan).
5.3 Antesenden POS (Perceived Organbizational Support)
Atas dasar survei literatur sebelumnya dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor
penting utama POS antara lain :
1) Kepuasan gaji/upah
Teori dukungan organisasi menyatakan bahwa imbalan yang
menguntungkan menunjukkan organisasi menghargai kontribusi
karyawan terhadap organisasi, yang merupakan dimensi utama dari POS.
Secara khusus, dikatakan bahwa imbalan organisasi tersebut mewakili
investasi oleh organisasi dalam karyawan dan ditafsirkan oleh karyawan
sebagai indikasi organisasi apresiasi dan pengakuan, dan dengan demikian,
berkontribusi pada pengembangan POS.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
47 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
2) Peluang Pengembangan Karir
Selain memenuhi kebutuhan fisiologis, karyawan juga memiliki keinginan
untuk memperpanjangnya potensi dan mengembangkan kemampuan
mereka dalam organisasi dan untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Dengan demikian, cara lain agar praktik
SDM dapat menciptakan keyakinan karyawan lebih tinggi adalah dengan
memberikan mereka peluang pengembangan yang akan memenuhi
kebutuhan mereka pengembangan diri.
3) Dukungan Keluarga Pekerja
Praktik SDM lain yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan, dan dengan
demikian, meningkatkan POS adalah dukungan keluarga pekerja. POS
mungkin terkait dengan tindakan organisasi yang memperkuat keyakinan
karyawan bahwa organisasi akan memberikan pemahaman simpatik dan
bantuan materi untuk menghadapi situasi stres di tempat kerja atau di
rumah. Faktor-faktor ini akan membantu memenuhi kebutuhan emosional
mendukung dan hubungan interpersonal, sehingga meningkatkan POS
karyawan. Sangat mungkin jika organisasi memberikan dukungan kerja-
keluarga tingkat tinggi, karyawan akan mempertimbangkan organisasi
sebagai lebih memperhatikan kesejahteraan mereka dan menjadi lebih
mendukung.
4) Komunikasi Atasan-Bawahan
Karena penyelia sering bertindak sebagai agen organisasi untuk
mengarahkan diskresioner imbalan dan untuk mengevaluasi kontribusi
karyawan, sedangkan imbalan bebas ini dan evaluasi adalah kunci POS,
perlakuan yang diterima karyawan dari penyelia cenderung berkontribusi
pada persepsi karyawan tentang dukungan yang diterimanya dari
organisasi. Jadi, Diyakini bahwa tingkat pertukaran pemimpin-anggota
(LMX) atau dukungan pengawasan dikenakan a hubungan positif dengan
POS. LMX adalah satu-satunya pendekatan kepemimpinan untuk
mempertimbangkan hubungan diadik antara pemimpin dan pengikut dan
pertukaran yang menentukan efektivitas organisasi. Hubungan antara
pemimpin dan anggota, tidak hanya mempengaruhi kinerja karyawan,
tetapi juga dapat mempengaruhi hubungan antara karyawan dan
organisasi. LMX sangat penting bagi karyawan - hubungan organisasi
5) Memanfaatkan Peran Komitmen Profesional
Faktor penting yang dapat mempengaruhi reaksi-reaksi ini adalah sikap
seseorang terhadap seseorang profesi atau panggilan. Dalam literatur,
sampai taraf tertentu, komitmen karir, pekerjaan komitmen, dan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
48 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
komitmen profesional telah digunakan secara bergantian untuk merujuk
pada seseorang komitmen terhadap profesi atau pekerjaan.
6) Hadiah Organisasi dan Kondisi Kerja
Shore and Shore (1995) mengemukakan bahwa praktik sumber daya
manusia menunjukkan pengakuan atas kontribusi karyawan harus secara
positif terkait dengan POS. Berbagai penghargaan dan pekerjaan kondisi
telah dipelajari dalam kaitannya dengan POS — misalnya, pengakuan,
pembayaran, promosi, pekerjaan keamanan, otonomi, pemicu peran, dan
pelatihan. Menurut teori dukungan organisasi, peluang yang
menguntungkan untuk imbalan berfungsi untuk mengkomunikasikan
penilaian positif karyawan kontribusi dan dengan demikian berkontribusi
pada POS
5.4 Konsekuensi POS (Perceived Organbizational Support)
1. Komitmen Organisasional
Hasil organisasi penting lainnya yang mungkin dihasilkan dari POS adalah
komitmen untuk organisasi. Seperti yang disarankan teori pendukung
organisasi, karyawan merupakan indikator komitmen organisasi,
menciptakan kewajiban dalam diri karyawan untuk peduli tentang
organisasi dan membalas dengan komitmen dan kesetiaan. Tindakan
organisasi menunjukkan kepedulian dan kepedulian terhadap karyawan
dapat meningkatkan komitmen organisasi. Atas dasar norma timbal balik,
POS harus membuat kewajiban yang dirasakan untuk peduli kesejahteraan
organisasi. POS juga harus meningkatkan komitmen afektif dengan
memenuhi kebutuhan sosial-emosional seperti afiliasi dan dukungan
emosional.
2. Pengaruh Terkait
POS telah dihipotesiskan untuk mempengaruhi reaksi afektif umum
karyawan terhadap pekerjaan mereka, termasuk kepuasan kerja dan
suasana hati yang positif. Kepuasan kerja mengacu pada keseluruhan sikap
yang mempengaruhi terhadap pekerjaan mereka. POS harus berkontribusi
pada kepuasan kerja secara keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan
sosial-emosional, meningkatkan harapan imbalan kinerja, dan memberi
sinyal ketersediaan bantuan saat dibutuhkan. Suasana hati yang positif
berbeda secara konseptual dari kepuasan kerja dalam hal itu itu
melibatkan keadaan emosi umum tanpa objek tertentu. Lingkungan dapat
mempengaruhi suasana hati sehingga karyawan bisa bekerja dengan
nyaman. POS dapat berkontribusi untuk meningkatkan perasaan
kompetensi dan nilai, sehingga meningkatkan suasana hati yang positif
bagi karyawan.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
49 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
3. Keterlibatan Pekerjaan
Keterlibatan kerja mengacu pada identifikasi dan minat pada pekerjaan
tertentu melakukan kompetensi yang dipersepsikan telah ditemukan
terkait dengan minat tugas. Dengan meningkatkan persepsi kompetensi
karyawan, POS dapat meningkatkan minat karyawan dalam pekerjaan
mereka.
4. Kinerja
POS harus meningkatkan kinerja melebihi kegiatan pekerjaan standar dan
tindakan yang menguntungkan bagi organisasi yang melampaui tanggung
jawab yang ditugaskan. Kegiatan semacam itu termasuk membantu sesama
karyawan, mengambil tindakan yang melindungi organisasi dari risiko,
menawarkan yang konstruktif saran, dan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan yang bermanfaat bagi organisasi. Perilaku salah satu
karyawan menjadi fokus atau perhatian untuk mampu membantu rekan
kerja dan perilaku yang demikian membantu organisasi.
5. Strain
POS diharapkan dapat mengurangi reaksi psikologis dan psikosomatis
yang tidak disukai (mis.,strain) untuk stresor dengan menunjukkan
ketersediaan bantuan materi dan dukungan emosional ketika dibutuhkan
untuk menghadapi tuntutan tinggi di tempat kerja.
6. Keinginan Untuk Tetap
Telah dilaporkan dalam berbagai studi terdapat hubungan antara POS dan
keinginan karyawan untuk tetap bekerja di organisasinya. Diperkirakan
kecenderungan pekerja untuk meninggalkan organisasi jika ditawarkan
sedikit gaji yang lebih tinggi, kebebasan atau status yang lebih profesional,
atau rekan kerja yang lebih bersahabat. Keinginan untuk tetap harus
dibedakan dari persepsi tidak nyaman terperangkap dalam suatu
organisasi karena dari tingginya biaya meninggalkan (mis., komitmen
kelanjutan).
7. Niat Turnover
Teori pertukaran sosial dan teori dukungan organisasi menyatakan bahwa
turnover terjadi apabila karyawan yang menerima dukungan tingkat tinggi
dari organisasi yang cenderung membayar lebih dari organisasi lain.
Sebagian literatur berpendapat bahwa karyawan yang menerima lebih
banyak dukungan sebagai bagian dari janji upah yang melebih standar
yang ditawarkan oleh organisasi akan memiliki lebih sedikit keinginan
untuk meninggalkan organisasi.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
50 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
8. Perilaku Penarikan
Perilaku penarikan mengacu pada berkurangnya partisipasi aktif dalam
organisasi. Hubungan POS dengan niat perilaku untuk pergi (mis., Niat
berpindah) telah dinilai untuk memahami perilaku penarikan diri seperti
keterlambatan, ketidakhadiran, dan penurunan omset secara sukarela.
Retensi keanggotaan organisasi, kehadiran tinggi, dan ketepatan waktu
memberikan cara yang dapat diidentifikasi secara publik bagi karyawan
untuk membalasnya. POS juga dapat meningkat komitmen organisasi yang
efektif, sehingga mengurangi perilaku penarikan.
Gambar 5.2 : Hubungan Antesenden POS dengan Konsekuensi POS sumber :Krishnan & Mary, (2012), POS-An Overview on ITS Antesecendent and
Consequences, International Journal of Multidiscilinary Reseach, Vol.2,Issue,4, April 2012, Hal.8-11
A N
T E
S E
N D
E N
Kepuasan Gaji/Upah
Kesempatan
Pengembangan Karir
Dukungan Keluarga
Komunikasi Atasan-
Bawahan
Kepuasan Gaji/Upah
Penghargaan
Organisasi dan
Kondisi Kerja
Tipe Organsiasi
Keadilan Prosedural
Persepsi
Dukungan
Organisasi
Komitmen
Organisasi
Pengaruh Pekerjaan
Lain
Keterlibatan
Pekerjaan
Penampilan Kerja
Stres Kerja
Keinginan untuk
Tetap
Niat Pindah
Perilaku Penarikan
K O
N S
E K
U E
N S
I
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
51 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
BAB
6
Hasil Penelitian Perceived Organizational Support dan Organizational Commitment pada Kegiatan SDIDTK di PAUD
6.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian adalah analitik observasional, dengan rancangan cross
sectional. Dalam hal ini, data dari seluruh variabel baik independent variable,
maupun dependent variable diambil dalam waktu yang bersamaan (one point in
time). Bagan rancangan penelitian sebagai berikut :
Gambar 6.1: Rancangan Penelitian: Cross Sectional
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Guru PAUD/TK dalam satu
Kecamatan dengan sejumlah 68 orang dari 32 lembaga TK yang ada dan data
diambil selama 8 (delapan) bulan.
Mengacu kepada rancangan penelitian, maka dalam penelitian ini
terdapat tiga kelompok variabel, yang masing-masing diuraikan sebagai
berikut: 1) Perceived Organizational Suport(POS) adalah variabel bebas, 2)
Organizational Commitment (OC) adalah variabel antara, dan 3) Kinerja
SDIDTK adalah variabel terikat. Seluruh variabel penelitian ini memerlukan
pengukuran psikometri yang dikembangkan dalam bentuk self report. Karena
banyaknya variabel, maka diperlukan sejumlah besar item, sehingga dengan
pertimbangan efisiensi sumber daya, self report dilakukan dengan pengisian
kuesioner tertutup secara langsung oleh responden. Sesuai dengan jumlah
Variabel Bebas (Perceived
Organizatonal Support/POS)
Variabel Antara (Organizational
Commitment/OC)
Variabel Terikat (Kinerja SDIDTK)
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
52 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
konstruk (latent variables), maka disiapkan 7 (tujuh) set kuesioner. Kuesioner
untuk variabel POS, OC, dan Kinerja dalam pelaksanaan SDIDTK menggunakan
opsi jawaban berupa skala semantic differential dengan rentang 1-10 yang
semuanya merupakan pertanyaan tertutup.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 3 (tiga) set instrumen
berskala semantic differential melalui uji coba menggunakan responden
dengan karakteristik yang relatif sama dengan anggota populasi penelitian ini.
Responden untuk uji coba ini adalah para guru PAUD/TK yang bertugas dan
telah menerapkan program SDIDTK di wilayah penelitian. Uji validitas untuk
masing-masing kuesioner dilakukan dengan menganalisis korelasi antara skor
masing-masing item dengan total skor, menggunakan uji korelasi Pearson
Product Moment. Uji ini digunakan untuk menilai convergent validity, yaitu
kemampuan item untuk mengukur variabel yang diujinya. Item dinyatakan
valid jika secara signifikan item tersebut berkorelasi positif dengan skor total.
Reliabilitas instrumen diukur menggunakan uji Cronbach Alpha.
Prosedur pengumpulan data dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut; 1) peneliti mengurus ethical clearance di lembaga Komisi Etik
Poltekkes Kemenkes Surabaya, 2) Peneliti mengajukan surat permohonan izin
penelitian Pemerintah Kabupaten melalui Badan Kesbangpol, 3) Peneliti
menemui para guru PAUD/TK yang telah terpilih sebagai sampel. Untuk
mewujudkan efisiensi sumber daya, waktu pertemuan disesuaikan dengan
acara rutin pertemuan Guru PAUD/TK (misalnya, pertemuan rutin guru TK di
Dinas Ranting Pendidikan, dan lain lain). Agar alat pengukuran dapat
diminimalisir, diupayakan sedapat-dapatnya peneliti bertemu langsung
dengan seluruh responden, sehingga peneliti dapat menjelaskan dan memandu
secara langsung proses pengumpulan data, 4) Peneliti memberikan penjelasan
tentang tujuan dari pengumpulan data, selanjutnya guru PAUD/TK yang
bersedia menjadi responden dipersilakan untuk menandatangani informed
consent, dan 5) Peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian
kuesioner, selanjutnya responden dipersilakan mengisi kuesioner. Peneliti
dibantu oleh tenaga pengumpul data memandu pelaksanaan pengisian
kuesioner, juga mengingatkan agar seluruh item diisi lengkap dengan cara
yang benar.
Setelah pengumpulan data selesai, dilakukan pengolahan data dan hasil
akhir pengolahan data berupa tabulasi data untuk dianalisis lebih lanjut
dengan tahapan sebagai berikut:
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
53 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
1. Tahap analisis secara deskriptif
Pada tahap ini, karakteristik usia, masa kerja, serta tingkat pendidikan dan
pelatihan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi,
yang disajikan dalam bentuk diagram. Selain itu juga ditampilkan tentang
distribusi jawaban dari masing-masing indikator dari variabel perceived
organizational support, organizational commitment, dan kinerja dalam
pelaksanaan SDIDTK
2. Tahap path analisis
Gambaran analisis pat dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pendekatan model yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan
dalam kerangka konseptual penelitian, sebagaimana ditampilkan pada gambar
berikut :
Perceived Organizational Support
Supervisor Support
Work Condition Reward
Organizational Commitment Affective Commitment Continuance Commitment Normative Commitment
Kinerja SDIDTK Stimulasi Deteksi Intervensi
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
54 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
6.2 Hasil Penelitian
Data tentang karakteristis responden dalam penelitian ini meliputi data
tingkat pendidikan guru PAUD/TK, usia, masa kerja, status kepegawaian dan
data keikutsertaan pelatihan SDIDTK. Hasil penelitian gambaran karakteristik
responden tersebut sebagai berikut :
Dari 68 subyek, lebih dari setengahnya berpendidikan sarjana (69,1%)
selebihnya pendidikan tingkat Diploma dan Sekolah Memengah, sebagaimana
tabel 6.1 berikut :
Tabel: 6.1 Gambaran tingkat pendidikan Guru PAUD/TK
Tingkat Pendidikan (f) (%)
Menengah 13 19,1
Diploma 8 11,8
Sarjana 47 69,1
Total 68 100
Gambaran tingkat usia guru PAUD/TK reratanya adalah 39,9 tahun, usia
maksimal guru TK sekitar 60 tahun, dan usia terendah 21 tahun. Lama masa
kerja guru TK reratanya 15,7 tahun, masa kerja terlama sekitar 37 tahun, dan
masa kerja terendah baru setahun bekerja. Gambaran status kepegawaian guru
TK adalah sebagaimana tabel 6.2 berikut :
Tabel: 6.2 Gambaran Status Kepegawaian Guru PAUD/TK
Status Kepegawaian (f) (%)
GTT 13 19,1
GT 47 69,1
PNS 8 11,8
Total 68 100
Subyek penelitian rata-rata sudah pernah mengikuti pelatihan cara
SDIDTK, dana da juga yang pernah dilatih selama tiga kali, namun juga ada
yang belum pernah mendapatkan pelatihan SDIDTK.
Gambaran hasil penelitian tentang dukungan organisasi dalam
pelaksanaan program SDIDTK yang ada di penelitian, di peroleh hasil ; tingkat
dukungan organisasi yang kurang sebanyak 5 PAUD/TK atau 5.9%, PAUD/TK
dengan tingkat dukungan cukup besar sebanyak 32 atau 47.1%, dan PAUD/TK
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
55 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
dengan dukungan sangat besar sebanyak 32 atau 47.1%. Data tentang support
organisasi ini meliputi dukungan dari supervisor, kondisi kerja dan
penghargaan organisasi.
Tabel: 6.3 Distribusi Data Tingkat Dukungan Organisasi
Tingkat Dukungan (f) (%)
Kurang 4 5.9
Cukup Besar 32 47.1
Sangat Besar Sekali 32 47.1
Total 68 100.0
Gambaran hasil penelitian tentang komitmen organisasi dalam
pelaksanaan program SDIDTK yang ada di wilayah penelitian, adalah
komitmen cukup tinggi sebanyak 18 orang atau 26.5%, dan komitmen sangat
tinggi sebanyak 50 guru atau 73.5%. Data tentang komitmen organisasi ini
meliputi keterlibatan emosi pegawai terhadap organisasi (affective
commitment), keuntungan atau kerugian yang dirasakan ketika bekerja di
dalam organisasi(continuance commitment), dan komitmen untuk tetap
bersama dengan organisasi (normative commitment)
Tabel: 6.4 Distribusi Data Tingkat Komitmen Berorganisasi
Tingkat Komitmen (f) (%)
Cukup Tinggi 18 26.5
Sangat Besar Sekali 50 73.5
Total 68 100.0
Gambaran hasil penelitian tentang kinerja pelaksanaan program SDIDTK
guru PAUD/TK dari 68 orang, kemampuan cukup trampil sebanyak 39 guru
atau 57.4%, dan guru PAUD/TK dengan kinerja sangat trampil sebanyak 29
guru atau 42.6%. Data kinerja guru PAUD/TK dalam pelaksanaan SDIDTK ini
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
56 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
meliputi ketrampilan dalam memberikan stimulasi, ketrampilan dalam
melakukan deteksi dan ketrampilan alam melakukan intervensi.
Tabel: 6.5 Distribusi Data Tingkat Kinerja
Tingkat Kinerja (f) (%)
Cukup Trampil 39 57.4
Sangat Trampil 29 42.6
Total 68 100.0
Hasil analisis data penelitian dari variabel dukungan organisasi,
komitmen organisasi serta kinerja pelaksanaan SDIDTK di wilayah kecamatan
Panekan Kabupaten Magetan diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Hasil analisis dukungan organisasi terhadap kinerja pelaksanaan SDIDTK
diperoleh hasil α ≤ 0,05 yaitu p=0,012,berarti ada pengaruh dukungan
organisasi terhadap kinerja pelaksanaan SDIDTK.
2. Hasil analisis komitmen organisasi terhadap kinerja pelaksanaan SDIDTK
diperoleh hasil α ≤ 0,05 yaitu p=0,001, berarti ada pengaruh dukungan
organisasi terhadap kinerja pelaksanaan SDIDTK.
p=0,012
⊝
p=0,001
Gambar 6.2 : Hasil Analisis Jalur Antar Variabel
Variabel Bebas (Perceived
Organizatonal Support/POS)
Variabel Antara (Organizational
Commitment/OC)
Variabel Terikat (Kinerja SDIDTK)
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
57 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
6.3 Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasional Terhadap Kinerja
Guru/Pendidik dalam Pelaksanaan SDIDTK di PAUD/TK.
Hasil analisis dukungan organisasi terhadap kinerja pelaksanaan
SDIDTK diperoleh hasil α ≤ 0,05 yaitu p=0,012 artinya ada pengaruh
dukungan organisasi terhadap tingkat kinerja guru dalam pelaksanaan
program SDIDTK. Dukungan organisasi yang dimaksud adalah kepedulian
organisasi terhadap pegawai adalah penting karena inilah yang menjadi alasan
mengapa para pegawai bekerja dan mendedikasikan diri untuk organisasinya.
Pertama, janji-janji organisasi diberikan, barulah nanti para pegawai akan
menunjukkan komitmen terhadap organisasinya.
Dalam setiap organisasi, jika para pegawai merasakan adanya
dukungan dan kepedulian dari pimpinannya terhadap pekerjaan dan nilai-nilai
pegawai, maka mereka akan menanggapi keputusan pimpinan secara positif.
Sebaliknya, jika mereka tidak merasakan adanya kepedulian dari pimpinan,
atau bahkan kehilangan martabat dan nilai pribadi karenanya, maka mereka
akan menanggapi keputusan pimpinan secara negatif.
Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), ada tiga faktor yang
mempengaruhi perceived organizational support, yaitu:
1. Fairness of treatment (keadilan perlakuan), dalam hal ini pegawai akan
selalu memperhatikan bagaimana cara pimpinan memperlakukan mereka,
karena ini merupakan refleksi dari dukungan organisasi.
2. Supervisor support (dukungan dari supervisor), dalam hal ini dibutuhkan
supervisor yang bisa memberikan “understanding and prise” (pemahaman
dan pujian) terhadap kontribusi pegawai.
3. Rewards and work conditions (penghargaan dan kondisi kerja), dalam hal ini
adanya penghargaan dan kondisi kerja yang mendukung mengindikasikan
adanya dukungan organisasi yang baik.
Dengan demikian ketiga hal di atas akan memberikan keuntungan bagi para
guru TK itu sendiri, seperti: meningkatkan kepuasan kerja, menciptakan
perasaan yang positif, dan mengurangi stress, juga memberikan keuntungan
bagi organisasi, seperti: meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai.
Krishnan & Mary (2012) telah mengidentifikasi tujuh anteseden utama dari
perceived organizational support yaitu: pay level satisfaction, career
development opportunities, work family support, leader-member exchange,
organizational rewards and job condition, organizational size, dan procedural
justice.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
58 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Berbagai macam penghargaan dan kondisi kerja telah dipelajari
pengaruhnya terhadap perceived organizational support, di antaranya adalah
pengakuan, imbalan, promosi, keamanan kerja, otonomi, stressor peran, dan
pelatihan. Menurut organizational support theory, adanya peluang untuk
mendapatkan penghargaan berfungsi untuk mengkomunikasikan penilaian
positif atas kontribusi pegawai, sehingga akan memberikan kontribusi untuk
perceived organizational support.
Terdapat beberapa hasil wawancara terhadap subyek yang
terekam/tercatat berkaitan dengan antesenden persepsi dukungan organisasi
yang diterima guru-guru TK, dapat disampaikan sebagai berikut :
" Ny.A mengatakan bahwa, saya guru TK termasuk GTT, ya gaji atau upah
saya, ya tergolong sedikit, namun karena sudah tugas saya dan batin saya
untuk mencerdaskan dan mendidik anak-anak saya tetap komitmen untuk
melaksanakan pekerjaan".
" Ny.BD, mengatakan, Alhamdulillah mas, saya mendapat dukungan penuh
dari suami dan keluarga mengenai profesi saya sebagai guru TK, meskipun
secara gaji ya, kecil mas, namun ini sudah komitmen saya, jadi ya tidak
masalah, saya tetap bekerja dengan sepenuh hati".
Organisasi PAUD dan TK termasuk organisasi ukuran kecil, hanya ada
kepala TK dan beberapa guru. Secara organisatoris hubungan antara pimpinan
dan bawahan sangat baik, tidak banyak standar operasional prosedur
pelayanan yang membutuhkan energi para guru PAUD/TK. Organisasi yang
kecil cenderung lebih mudah dalam melakukan komunikasi organisasi
sehingga miskomunikasi dan kesalahan penafsiran terhadap kinerja bisa
diminimalisasi.
Banyak guru PAUD/TK yang merasa nyaman bekerja di PAUD/TK-nya.
Pernyataan ini bisa diketahui dari rerata masa kerja mereka lebih dari 15
tahun bahkan ada yang sudah 37 tahun mengabdi/bekerja. Pengalaman kerja
akan meningkatkan komitmen mereka sehingga niatan untuk turnover kecil,
kinerjanya sangat bagus dan tidak banyak tegangan/hambatan dalam
melaksanakan pekerjaan (Krishnan & Mary, 2012);(Sumarni, 2017);(Sholeh,
2018).
Guru/Pendidik di PAUD/TK sebagian besar memberikan persepsi bahwa
organisasi PAUD-nya telah memberikan kesempatan untuk meningkatkan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
59 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
ketrampilan melakukan deteksi dan stimulasi pada anak didik. Persepsi ini
akan memberikan hasil positif berupa komitmen berkelanjutan bagi para
guru/pendidik sehingga mereka tidak memiliki niatan untuk pindah kerja.
Peningkatan ketrampilan melalui workshop merupakan konsekuensi dari
adanya suport organsiasi. Kenyamanan dalam bekerja ditunjukkan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Apriningrum & Rahayu, 2014) yang
menyatakan bahwa dukungan positif dari pemerintah desa sebagai pembina
PAUD memberikan kontribusi peningkatan komitmen guru/pendidik PAUD
dalam melaksanakan deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak.
Perhatian pemerintah terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
sudah sangat baik dibuktikan dengan kebijakan dan komitmen tentang
penyelenggaraan dan penganggaran PAUD. Hal ini seharusnya diiringi dengan
partisipasi dari masyarakat dalam pemanfaatan PAUD sebagai lingkungan
belajar dan bermain untuk anak. Anak didik PAUD memiliki kecenderungan
tumbuh kembang sesuai KPSP sebesar 3,3 kali lebih besar dibandingkan
dengan anak didik yang tidak ikut PAUD(Sulistyawati, 2019).
PAUD sebagai organisasi dimasukkan dalam lingkung organsiasi yang
sangat kecil karena terdiri dari Pengelola dan Guru/Pendidik PAUD. Pengelola
PAUD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Bendahara dan Sekretaris PAUD. Bisa
jadi beberapa kasus di wilayah penelitian Guru/Pendidik PAUD merangkap
sebagai pengelola PAUD. Tipe organisasi kecil ini sangat kecil adanya gesekan
kepentingan, sehingga hubungan antara atasan dan bawahan sangat renggang.
Oleh karenanya, ditinjau dari sisi tipe organisasi, PAUD mampu memberikan
konsekuensi peningkatan komitmen para guru/pendidik ke organisasi PAUD-
nya.
Para guru/pendidik PAUD sudah mendedikasikan dirinya untuk
mendidik anak didik PAUD rata-rata sudah 15 tahun, tentu sudah di dukung
oleh pihak keluarga baik oleh suami, anak-anak atau anggota keluarga lain.
Dukungan keluarga ini sangat penting sebagai antesenden terjadinya
komitmen memiliki PAUD. Meskipun upah/gaji guru PAUD relatif kecil bahkan
kurnag dari standar upah minimum Kabupaten, mereka memiliki dedikasi
yang sangat tinggi untuk membesarkan PAUD dan mendidik anak-anak di
PAUD untuk tumbuh dan berkembang sesuai tujuan pendidikan anak usia dini
(Santi, 2016).
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
60 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
6.4 Pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja guru dalam
pelaksanaan SDIDTK di PAUD/TK.
Hasil analisis komitmen organisasi terhadap kinerja pelaksanaan
SDIDTK di PAUD diperoleh hasil α ≤ 0,05 yaitu p=0,001 hal ini berarti ada
pengaruh yang positip komitmen organisasi terhadap kinerja guru PAUD/TK
dalam pelaksanaan SDIDTK. Organizational commitment merupakan
konsekuen utama dari perceived organizational support. Menurut
organizational support theory, perceived organizational support dapat
membangun organizational commitment, yaitu menciptakan kewajiban dalam
diri pegawai untuk selalu peduli terhadap organisasinya, dan pegawai
membalasnya dengan komitmen loyalitas. Dalam hal ini, tindakan organisasi
yang menunjukkan kepedulian dan perhatian terhadap para pegawai, dapat
meningkatkan komitmen pegawai terhadap organisasinya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hui et al. (2007) yang menemukan hasil bahwa hubungan perceived organizational support terbukti berpengaruh secara negatif terhadap turnover intention. Hasil ini juga selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishfaq et al. (2013) yang menemukan hubungan perceived organizational support berpengaruh secara negatif terhadap turnover intention. Penelitian yang dilakukan oleh Putra dkk (2015) dalam (Putra & Suana, 2016) menemukan hasil yang sama dimana hubungan hubungan perceived organizational support berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention.
Hasil penelitian membuktikan bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention. Pengaruh negatif dan signifikan dari komitmen organisasional terhadap turnover intention berarti apabila guru/pendidik PAUD telah memiliki loyalitas, keinginan berkorban yang tinggi untuk memberikan kontribusi yang besar bagi organisasi PAUD maka turnover intention akan menurun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sutanto dan Gunawan (2013) dalam (Putra & Suana, 2016) menemukan hubungan komitmen organisasional berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Penelitian yang dilakukan oleh Nilesh Thakre (2015) yang meneliti hubungan komitmen organisasional terhadap turnover intention menemukan hubungan negatif antara turnover intention dengan komitmen organisasional, dimana terdapat indikasi turnover yang tinggi menandakan komitmen yang rendah, begitu juga dalam penelitian Saba Iqbal et al.(2014) menemukan hubungan komitmen tinggi dengan niat yang rendah untuk
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
61 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
berhenti dari organisasi, Dengan demikian, komitmen untuk organisasi memiliki hubungan yang negatif mempengaruhi turnover intention.
Salah satu organizational commitment model yang sudah terkenal
adalah Meyer and Allen's Three-Component Model of Commitment yang
menyatakan bahwa komitmen memiliki tiga komponen berbeda yaitu affective
commitment, continuance commitment, dan normative commitment (Meyer &
Allen, 2007).
a. Affective commitment didefinisikan sebagai keterikatan emosional pegawai
secara positif terhadap organisasinya. Meyer dan Allen menyatakan bahwa
affective commitment merupakan komponen “desire” (keinginan) dari
organizational commitment. Seorang pegawai dengan affective commitment
yang kuat akan menyesuaikan diri dengan tujuan organisasi dan ingin tetap
menjadi bagian dari organisasi. Pegawai ini berkomitmen untuk
organisasinya karena ia ingin melakukannya. Komitmen ini dapat
dipengaruhi oleh berbagai karakteristik demografis seperti: umur, masa,
jenis kelamin, dan pendidikan, tetapi pengaruh tersebut tidak kuat dan
tidak konsisten (Meyer & Allen, 2007).
b. Continuance commitment adalah komponen "need” (kebutuhan), yang
menyangkut keuntungan atau kerugian yang dirasakan ketika bekerja
dalam organisasi. Seorang pegawai berkomitmen untuk organisasinya
karena ia merasakan “high cost” (harga mahal) ketika harus kehilangan
keanggotaan organisasi. Biaya ekonomi seperti gaji pensiun dan biaya sosial
(hubungan persahabatan dengan rekan kerja) akan menjadi harga mahal
ketika kehilangan keanggotaan organisasi. Tetapi “positive cost” saja belum
cukup membuat pegawai akan tetap tinggal dengan organisasinya, ia masih
harus memperhitungkan alternatif yang tersedia (seperti organisasi lain),
gangguan dalam hubungan pribadi, dan lain-lain sehingga menjadi
pertimbangan untuk meninggalkan organisasinya (Meyer & Allen, 2007).
c. Normative commitment adalah komitment individu untuk tetap bersama
dengan organisasinya karena merasa sebagai “obligation” (kewajiban)
baginya. Dalam konteks normative commitment, pegawai memilih tetap
bersama dengan organisasinya karena ia merasakan sebagai “ought to” atau
keharusan. Perasaan ini mungkin sudah menjadi sifat individu, baik
sebelum maupun sesudah bergabung dalam organisasi. Sebagai contoh,
organisasi mungkin telah menginvestasikan sumber daya untuk melatih
para pegawai, sehingga mereka merasakan kewajiban moral untuk
berusaha lebih giat dalam pekerjaannya dan untuk tetap tinggal dengan
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
62 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
organisasinya sebagai balas budi. Hal ini mungkin juga mencerminkan
suatau “internalized norm” (norma yang dihayati) bahwa “seseorang harus
setia kepada organisasinya”. Norma ini mungkin telah dikembangkan
melalui keluarga atau proses sosialisasi lainnya, sebelum individu
bergabung dalam organisasi (Meyer & Allen, 2007).
Hasil analisis jalur membuktikan bahwa komitmen organisasi
memberikan pengaruh terhadap kinerja SDIDTK di PAUD. Hasil penelitian ini
sesuai dengan laporan penelitian (Herjany & Bernarto, 2018) yang
menyatrakan bahwa lingkungan kerja, stres kerja dan kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi guru TK dan SD di Sekolah.
Menurut (Krishnan & Mary, 2012), kondisi lingkungan kerja, kenyamanan
kerja, stres dalam bekerja dan keterlibatan karyawan dalam suatu tugas atau
pekerjaan merupakan konsekuensi dari adanya suport organsiasi yang
dipersepsikan positif oleh karyawan.
PAUD merupakan struktur atau tipe organisasi pendidikan yang
dikategorikan sangat kecil sehingga kenyamanan kerja, stres kerja, ketegangan
kerja bisa diminimalisasi oleh pengelola PAUD. Rata-rata jumlah pengelola
PAUD termasuk guru/pendidik antara 6-10 orang, jumlah karyawan yang
relatif kecil bisa diberdayakan atau dilibatkan semua dalam pekerjaan
sehingga komitmen mereka sangat tinggi dalam melaksanakan tugas.
Masing-masing pengelola telah diberi tugas yang tidak tumpang tindih
dan mereka melaksanakan tugas dengan baik. Demikian juga para
guru/pendidik PAUD juga memiliki tugas dalam perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran anak didiknya. Apabila
diketahui ada tambahan tugas guru/pendidik sekaligus pengelola PAUD,
mereka biasanya menunda jam kepulangan kerja untuk menyelesaikan
administrasi kependidikan. Semua kegiatan di PAUD inilah yang mampu
menciptakan komitmen para pengelola termasuk guru/pendidik sehingga
dedikasinya ke PAUD sangat tinggi (Suparji & Sunarto, 2015).
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
63 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
BAB
7
Kesimpulan dan Saran
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di
atas, maka kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Dari 68 subyek, lebih dari setengahnya berpendidikan sarjana selebihnya
pendidikan tingkat Diploma dan Sekolah Memengah. Gambaran tingkat
usia subyek reratanya adalah 39,9 tahun, usia maksimal sekitar 60 tahun,
dan usia terendah 21 tahun. Rerata lama masa kerja adalah 15,7 tahun,
masa kerja terlama sekitar 37 tahun, dan masa kerja terendah baru
setahun bekerja.
2. Tingkat dukungan organisasional yang kurang sebanyak 5 PAUD/TK atau
5.9%, PAUD/TK dengan tingkat dukungan cukup besar sebanyak 32 atau
47.1%, dan PAUD/TK dengan dukungan sangat besar sebanyak 32 atau
47.1%. Komitmen organisasional dalam pelaksanaan program SDIDTK
yang ada di wilayah penelitian, adalah komitmen cukup tinggi sebanyak 18
orang atau 26.5%, dan komitmen sangat tinggi sebanyak 50 guru atau
73.5%.
3. Gambaran hasil penelitian tentang kinerja pelaksanaan program SDIDTK
guru PAUD/TK dari 68 orang, kemampuan cukup trampil sebanyak 39
guru atau 57.4%, dan guru PAUD/TK dengan kinerja sangat trampil
sebanyak 29 guru atau 42.6%
4. Dukungan organisasional berupa supervisor, kondisi kerja dan
penghargaan organisasi bepengaruh posistif terhadap kinerja guru
PAUD/TK dalam penyelenggaraan program SDIDTK di kelompok anak
usia dini atau balita serta anak pra sekolah.
5. Komitmen organisasional yang berupa affective commitment, continuance
commitment, normative commitment, berpengaruh posistif terhadap
kinerja guru PAUD/TK dalam penyelenggaraan program SDIDTK di
kelompok anak usia dini atau balita serta anak pra sekolah.
7.2 Saran
1. Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut dapat disarankan dalam
pembinaan suatu organisasi sangat diperlukan dukunga terhadap pegawai
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
64 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
yang berupa supervisor, kondisi kerja dan penghargaan organisasi.
Dukungan supervisor berupa pengawasan melekat dan pemberian
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi berupa pelatihan dan
workshop. Untuk meningkatkan komitmen pengelola PAUD termasuk
guru/pendidik diperlukan kondisi kerja yang nyaman, jauh dari
ketegangan bahkan stres, dengan meningkatkan hubungan kerja antara
pengelola dengan guru/pendidik.
2. Selain dukungan organisasional untuk mencapai kinerja organisasi
diharapkan perlu ditingkatkan komitmen suatu organisasi yang berupa
affective commitment, continuance commitment, normative commitment,
sehingga dapat dicapai kegiatan SDIDTK yang dilaksanakan di organisasi
PAUD/TK tersebut bisa terlaksana secara maksimal. Upaya untuk
meningkatkan komitmen subyek (guru/pendidik PAUD/TK) terhadap
organsiasi pendidikannya adalah menjaga hubungan harmonis antara
pengelola dengan guru/pendidik, organsiasi PAUD/TK memberikan
kesempatan pada guru/pendidik untuk pengembangan karir, supervisor
mengupayakan peningkatan gaji/upah sehingga ada kepuasan dan adanya
pembagian tugas dan wewenang secara merata.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
65 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
DAFTAR PUSTAKA
Apriningrum, N., & Rahayu, M. A. (2014). Program Kemitraan Masyarakat: Optimalisasi PAUD Holistik di Desa Lemahmulya Majalengka Kabupaten Kerawang. Sebatik, 2(2), 235–239.
Asmariani. (2003). Eksistensi Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) Terpadu.
Jurnal Al-Afkar, II(II), 110–118. Badu, S. Q., & Djafri, N. (2017). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
(Ideas, Ed.) (Ed.1). Gorontalo: Ideas Publishing. Colquitt, J., Lepine, J., & Esson, M. (2019). Organizational Behavior:
Improving Performance and Commitment in the Workplace (Sixth Edit). New York: McGraw Hill Education.
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived
Organizational Support. Journal of Apllied Psychology, 71(3), 500–507. Hanlon, & D, M. (1999). Organizational Commitment. In Organizational
Behavior. Herjany, E., & Bernarto, I. (2018). Pengaruh Lingkungan Kerja, Kepuasan
Kerja, dan Stres Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Guru TK dan SD di Jakarta. Manajemen Indonesia, 18(2), 154–164.
Johnson, R., Kast, F., & Rosenzwerg, J. (1973). The Theory and Management
of Systems (Third Edit). Kogakusha: McGRAW HILL. Kanten, P., & Ulker, F. E. (2012). A relational approach among perceived
organizational support , proactive personality and voice behaviour. Procedia-Social and Behavioral Science, 62, 1016–1022. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.173
Kemenkes, R. (2016). Pedoman Pelaksanaan SDIDTK (Edisi Tahu). Jakarta:
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kemeneks RI. Kreitner, R., Kinicki, A., & Cole, N. (2007). Fundamentals of Organizational
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
66 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Behavior: Key Concepts, Skills, and Best Practices. (J. Cotton, Ed.) (2nd Canada). USA: McGraw Hill Book.
Krishnan, J., & Mary, M. S. V. S. (2012). Perceived Organizational Support-An
Overview on ITS Antecendents and Consequences. International Journal of Multidisciplinary Research, 2(4), 1–13.
McShane, & Glinow, V. (2010). Organizational Behavior: emerging
knowledge and practice for the real world (5th Edition). New York: McGraw-Hill Irwin.
Meyer, J. P., & Allen, N. J. (1991). A Three-Component Conceptualization of
Organizational Commitment. Human Resource Management Review, 1(1), 61–89.
Meyer, J. P., & Herscovitch, L. (2001). Commitment in the workplace Toward
a general model. Human Resource Management Review, 11, 299–326. Neves, P., & Eisenberger, R. (2014). Perceived organizational support and
risk taking. Journal of Managerial Psychology, 29(2), 187–205. https://doi.org/10.1108/JMP-07-2011-0021
Putra, I. P. D. S. S., & Suana, I. W. (2016). Pengaruh Perceived Organizational
Support dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Karyawan. Manajemen Unud, 5(10), 6260–6287.
Rhoades, L., & Eisenberger, R. (2002). Perceived Organizational Support : A
Review of the Literature. Journal of Applied Psychology, 87(4), 698–714. https://doi.org/10.1037//0021-9010.87.4.698
Rhoades, L., Eisenberger, R., & Armeli, S. (2001). Affective Commitment to
the Organizational: The Contribution of Perceived Organizational Support. Journal of Apllied Psychology, 86(5), 825–836.
Robbins, S., & Judge, T. (2013). Organizational Behavior. (S. Yagan, Ed.)
(Edition 15). Pearson Education,Inc, Publishing as Prentice Hall. Santi, F. U. (2016). Konsep Dasar Pendidikan PAUD. Jakarta.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
67 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Sholeh, A. R. (2018). Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi dengan Komitmen Organsiasi pada Pegawai BLU UIN Sunan Ampel Surabaya. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Singh, A. K., Singh, A. P., Kumar, S., & Gupta, V. K. (2015). Role of Perceived
Organizational Support in the Relationship between Role Overload and Organizational Citizenship Behavior. Journal of the Indian Academy of Applied PSychology, 41(1), 77–85.
Sulistyawati, A. (2019). Dukungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
terhadap Tumbuh Kembang Anak. Bantul. Sumarni, M. (2017). Pengaruh Organizational Commitment dan Professional
Commitment Terhadap Organizational Citizenship Behavior. Yogjakarta. Suparji, & Sunarto. (2015). Pembinaan Tumbuh Kembang Balita dan Anak
Prasekolah Melalui Kegiatan SDIDTK dengan Penedekatan Perceived Organizational Support dan Organizational Commitment. Poltekkes Kemenkes Surabaya.
Supartha, W. G., & Sintaasih, D. K. (2017). Pengantar Perilaku Organsiasi,
Teori, Kasus dan Aplikasi Penelitian (Edisi I). Denpasar: CV. Setia Bakti. Tahir, A. (2014). Buku Ajar Perilaku Organisasi. (S. Salim, Ed.) (Ed.1 Cet.1).
Yogjakarta: Deepubblish. Tjahyono, A., & Christanto, C. V. (2016). Analisa Pengaruh Perceived
Organizational Support Terhadap Komitmen Afektif, Komitmen Normatif dan Komitmen Berkelanjutan pada Karyawan di Hotel X. Surabaya.
Wijaya, C. (2017). Perilaku Organisasi. (B. S. Chaniago, Ed.) (September).
Meda: LPPPI.
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
68 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Monograf Peran POS dan OC dalam Model Kinerja SDIDTK 2020
69 Sunarto, Suparji. Monograf. Editor: Heru SWN
Nama : Sunarto, S.Kep.,Ns.,M.Mkes Jabatan : Lektor Kepala Dosen : Prodi D3 Kebidanan Magetan email : [email protected] Handphone : 08125917292 Nama : Suparji, SKM.,MPd. Jabatan : Lektor Kepala Dosen : Prodi D3 Kebidanan Magetan email : [email protected] Handphone : 081335920192
Monograf dengan judul Perceived Organizational Support dan
Organizational Commitment dalam Kegiatan SDIDTK ini merupakan produk lanjutan dari hasil penelitian serupa yang dilakukan penulis dengan mengambil wilayah penelitian di organisasi PAUD/TK satu wilayah Kecamatan Panekan di Kabupaten Magetan.
Tujuan ditulisnya Monograf ini sebagai tambahan literatur berkenaan dengan pengaruh persepsi dukungan organisasional dan komitmen organisasional di PAUD/TK dalam pelaksanaan kegiatan SDIDTK. Tidak banyak buku sejenis yang membahas fokus pengaruh POS dan OC terhadap kegiatan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Diharapkan Monograf ini bisa membantu mahasiswa, dosen atau peneliti yang fokus meneliti kinerja SDIDTK. Pembahasan utama Monograf ini meliputi : 1. Apa itu Perceived Organizational Support 2. Konsep Perceived/Persepsi 3. Apa itu Organizational Commitment 4. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang 5. Antesenden Perceived Organizatioanl Support pada Kegiatan
SDIDTK 6. Hasil Penelitian POS dan OC dalam Kegiatan SIDTK 7. Kesimpulan dan Saran
Penerbit :
Prodi Kebidanan Magetan
Poltekkes Kemenkes Surabaya