monetery helman

19
KEBIJAKAN MONETER (MONETARY POLICY) 1. Pendahuluan Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan perbankan. Kebijakan moneter dan perbankan sering dipandang mempunyai kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat dicapai dengan kebijakan tersebut. Disatu sisi hal ini dapat dipahami mengingat sektor moneter dan perbankan memang mempunyai fungsi yang mampu memberi pelayanan pada bekerjanya sektor riil; baik kegiatan investasi, produksi, distribusi maupun konsumsi. Kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah mempengaruhi situasi ekonomi makro yang dilaksanakan dengan mempengaruhi pasar uang. Kebijakan moneter bisa juga diartikan sebagai tindakan pemerintah dalam mempengaruhi proses penciptaan dan supply uang. Dengan mempengaruhi penciptaan uang berarti pemerintah juga mempenagruhi jumlah uang yang beredar. Dengan mempengaruhi jumlah uang yang berdar berarti pemerintah juga mempengaruhi tingkat bunga yang berlaku dan selanjutnya akan berdampak pada investasi dan selanjutnya Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

Upload: sevsamra

Post on 21-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Monetery Helman

TRANSCRIPT

Page 1: Monetery Helman

KEBIJAKAN MONETER (MONETARY POLICY)

1. Pendahuluan

Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan perbankan. Kebijakan moneter dan perbankan sering dipandang mempunyai kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat dicapai dengan kebijakan tersebut. Disatu sisi hal ini dapat dipahami mengingat sektor moneter dan perbankan memang mempunyai fungsi yang mampu memberi pelayanan pada bekerjanya sektor riil; baik kegiatan investasi, produksi, distribusi maupun konsumsi.

Kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah mempengaruhi situasi ekonomi makro yang dilaksanakan dengan mempengaruhi pasar uang. Kebijakan moneter bisa juga diartikan sebagai tindakan pemerintah dalam mempengaruhi proses penciptaan dan supply uang. Dengan mempengaruhi penciptaan uang berarti pemerintah juga mempenagruhi jumlah uang yang beredar. Dengan mempengaruhi jumlah uang yang berdar berarti pemerintah juga mempengaruhi tingkat bunga yang berlaku dan selanjutnya akan berdampak pada investasi dan selanjutnya

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy

Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

2. Skenario Kebijakan Moneter

Page 2: Monetery Helman

Perhatikan gambar diatas, Kurva LM akan bergeser bila supply uang ril mengalami perobahan. Misalnya pemerintah menambah supply uang, sesuai dengan pertimbangan kebutuhan ekonomi dan politik, maka kurva LM akan bergeser ke kanan. Pada awalnya titik keseimbangan berada pada E0 dengan uang yang disupply pemerintah sejumlah tertentu dan dengan tingkat bunga pada i0 dan income Y0. Pemerintah kemudian menaikan supply uang sehingga kurva LM0

bergeser ke kanan menjadi LM1 sehingga tingkat bunga turun menjadi i1. Penurunan tingkat bunga, akibat penambahan supply uang, menyebabkan investasi naik sehingga income juga naik. Kenaikan investasi juga menaikan AD dan kenaikan AD berarti kenaikan income dan output. Besarnya kenaikan income adalah akibat penambahan supply uang.

Sebelum keseimbangan mencapai titik E1 maka lebih dulu keseimbangan adalah pada titik E2, hal ini karena proses penyesuaian di pasar uang dapat terjadi dengan sangat cepat. Kelebihan supply uang yang terjadi segera diserap oleh publik. Akibatnya harga obligasi naik dan tingkat bunga turun (ingat permintaan uang berbanding terbalik dengan tingkat bunga). Karena tingkat bunga turun maka permintaan uang segera naik sehingga pasar uang segera seimbang pada titik E1. Turunnya bunga mengakibatkan income naik ke Y1. Besarnya kenaikan income adalah Y0Y1

lebih kecil dari 1/k ∆ M/P, hal ini disebabkan karena kurva LM tidak tegak sehingga kebijakan moneter kurang efektif. Bila kurva LM tegak maka penambahan income akan sama dengan 1/k ∆ M/P.

Argumen lain adalah pada titik E2 tersebut terjadi kelebihan permintaan barang (Excess Demand of Goods) dimana income tinggi tetapi tingkat bunga rendah sehingga permintaan investasi naik dan permintaan barang juga tinggi. Sebagai respon produsen menaikan output sehingga income naik. Naiknya income menyebabkan permintaan uang naik sehingga tingkat bunga kembali naik. Akhirnya titik keseimbangan dicapai pada titik E1. Secara ringkas proses yang terjadi adalah sebagai berikut, MS ↑ → i ↓ → AD (I atau C)↑ → Y↑. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila terjadi penurunan supply uang, yaitu tingkat bunga akan naik, agregat demand turun, dan income juga akan turun.

3. Efektifitas Kebijakan Moneter

Efektifitas kebijakan moneter tergantung pertama, dari tingkat kemiringan kurva LM. Bila kurva LM vertical maka semakin besar dampak dari kebijakan moneter terhadap perubahan income dan sebaliknya bila kurva LM semakin miring maka semakin kurang efektif kebijakan moneter tersebut karena sangat kecil dampaknya terhadap penambahan income. Berarti efektifitas kebijakan moneter akan dipengaruhi oleh factor yang menentukan kemiringan kurva LM.

Page 3: Monetery Helman

Kemiringan kurva LM tergantung dengan tingkat sensitifitas permintaan uang terhadap tingkat bunga (b). Bila permintaan uang sangat sensitive terhadap perubahan bunga (b besar) maka kurva LM akan miring. Ini berarti bahwa sedikit perubahan tingkat bunga mengakibatkan perubahan permintaan terhadap uang relative besar atau penambahan stok uang hanya sedikit menurunkan tingkat bunga sehingga kelebihan uang akan lebih banyak diserap oleh masyarakat. Akibatnya pengeluaran investasi tidak banyak meningkat karena penurunan bunga yang relative rendah. Sebaliknya bila permintaan uang tidak sensitive terhadap bunga maka penambahan jumlah stok uang hanya sedikit mempengaruhi permintaan uang dan akan lebih banyak mengakibatkan penurunan tingkat bunga sehingga pengeluaran investasi akan semakin besar.

Faktor kedua yang mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter adalah kemiringan kurva IS; semakin tegak kurva IS maka semakin tidak efektif kebijakan moneter, sebaliknya bila kurva IS semakin datar maka kebijakan moneter akan semakin efektif.

Kemiringan kurva IS tergantung dengan tingkat sensifitas investasi terhadap perubahan tingkat bunga. Bila pengeluaran investasi sangat sensitif terhadap perubahan bunga maka sedikit perubahan tingkat bunga akan mengakibatkan perubahan investasi yang relative lebih besar. Dalam keadaan seperti ini maka bentuk kurva IS akan semakin mendatar. Pengeluaran investasi yang sensitive terhadap bunga merupakan indikasi bahwa ekonomi berada dalam keadaan tidak full employment, artinya masih banyak factor produksi yang belum dipakai penuh. Bila ekonomi berada dalam keadaan full employment maka pengeluaran investasi menjadi tidak sensitive terhadap perubahan bunga dan bentuk kurva IS adalah vertical. Dalam keadaan seperti ini maka bila stok uang ditambah (kebijakan moneter) maka income tidak akan naik walupun tingkat bunga turun. Keadaan ini disebabkan karena investasi tidak respon terhadap penurunan bunga.

4. Instrumen Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Page 4: Monetery Helman

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Page 5: Monetery Helman

Terdapat lima faktor yang mengakibatkan kondisi mikro perbankan nasional menjadi rentan terhadap gejolak ekonomi, yaitu:Pertama, adanya jaminan terselubung (implicit guarantee) dari bank sentral ataskelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistemik dalam industriperbankan telah menimbulkan moral hazard di kalangan pengelola dan pemilikbank. Jaminan yang ada praktis menggeser risiko yang dihadapi perbankan ke banksentral serta mendorong perbankan untuk mengambil utang yang berlebihan danmemberikan kredit ke sektor-sektor yang berisiko tinggi.Kedua, sistem pengawasan oleh bank sentral kurang efektif karena belumsepenuhnya dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan operasionalperbankan. Hal ini telah mendorong perbankan nasional mengabaikan prinsipkehati-hatian dalam kegiatan operasional yang telah ditetapkan.Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidaklangsung kepada individu/kelompok usaha yang terkait dengan bank (connectedlending) telah mendorong tingginya risiko kemacetan kredit yang dihadapi bank.Keempat, relatif lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkanpenurunan kualitas aset produktif dan peningkatan risiko yang dihadapi bank.Situasi ini diperburuk pula oleh lemahnya pengawasan dan sistem informasiinternal di dalam memantau, mendeteksi, dan menyelesaikan kredit bermasalahdan posisi risiko yang berlebihan.Kelima, kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain telahmengakibatkan kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisikeuangan suatu bank juga telah melemahkan upaya untuk melakukan kontrol sosialdan menciptakan disiplin pasar (market discipline).

Kebijakan Moneter Belum Cukup Longgar Monday, 15 June 2009 02:31 Dalam beberapa bulan terakhir Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI dengan cukup agresif. Namun, bunga pinjaman belum turun signifikan seperti yang diharapkan. Mengapa demikian? Adakah langkah kebijakan moneter dan fiskal yang dapat ditempuh untuk menanggulangi ini?

Seiring dengan semakin terkendalinya tekanan inflasi, BI sudah menurunkan bunga acuannya dengan agresif. Pada November 2008, suku bunga acuan BI masih di level 9,5 persen. Bulan Juni ini suku bunga acuan BI sudah turun ke 7 persen. Ini adalah level terendah dalam sejarah suku bunga acuan BI. Sudah barang tentu langkah BI menurunkan suku bunga acuan dengan agresif tersebut disambut baik oleh banyak pihak. Penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan akan diikuti oleh bunga-bunga yang lain, termasuk bunga pinjaman.

Page 6: Monetery Helman

Namun, harapan itu tak kunjung terwujud. Banyak kalangan yang merasa kecewa melihat kenyataan yang ada. Suku bunga pinjaman tidak turun secepat yang diharapkan. Dengan suku bunga acuan BI pada level 7 persen, seharusnya suku bunga pinjaman berada pada kisaran 11,9-12 persen. Angka suku bunga pinjaman itu dihitung berdasarkan respons sistem perbankan negeri ini terhadap kebijakan moneter BI periode 2006-2008. Saat ini bunga pinjaman masih ada yang bertahan di atas 16 persen.

Dampak dari belum turunnya bunga pinjaman secara signifikan, sektor riil kita menjerit meminta suku bunga pinjaman diturunkan dengan segera. Memang, bunga yang tinggi membuat biaya bunga (cost of capital) menjadi tinggi. Hal ini juga membuat produk domestik sulit bersaing dengan produk negara-negara lain yang bunga pinjamannya jauh lebih rendah dari bunga pinjaman di sini.

Daya saing produk kita pun tergerus dan sektor manufaktur kita menjadi sulit untuk tumbuh lebih cepat.

Esensi kebijakan moneter

Kegagalan tersebut terjadi karena otoritas moneter di sana menyebabkan atau membiarkan monetary base (uang primer atau M0) turun dengan tajam. Monetary base terdiri atas uang yang beredar dan reserve (uang bank yang ditaruh di BI dan uang yang ada di brankas perbankan). Turunnya monetary base menyebabkan suplai uang di sistem finansial AS mengalami penurunan yang tajam. Perlu dikemukakan, suplai uang (dalam hal ini M1) adalah hasil perkalian antara monetary base dan pengali uang (money multiplier).

Monetary base dapat dikendalikan oleh bank sentral, sedangkan pengali uang ditentukan juga oleh perilaku para pelaku di perekonomian. Untuk mengendalikan suplai uang, bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka untuk memengaruhi monetary base.

Di Indonesia, misalnya, BI mengurangi monetary base dengan cara menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penerbitan SBI akan mengurangi uang dari sistem perekonomian kita karena bank yang membeli SBI akan menyetorkan uang ke BI sebesar SBI yang dibelinya. Uang yang diterima BI tersebut akan disimpan di BI sehingga ada uang yang menjadi tidak dapat digunakan oleh perbankan kita. Suplai uang di sistem finansial kita pun menjadi berkurang.

Bunga bukan indikator

Kesalahan utama yang dilakukan oleh bank sentral AS pada masa resesi 1929 adalah terlalu memerhatikan suku bunga saja. Padahal, menurut Friedman, suku bunga bukanlah indikator tepat untuk melihat suatu kebijakan moneter ketat atau longgar. Indikator yang lebih tepat adalah laju pertumbuhan suplai uang.

Para ekonom AS benar-benar menghayati pelajaran krisis yang terjadi tahun 1929 itu. Karena itu, pada saat perekonomiannya mengalami resesi, mereka selalu memerhatikan laju pertumbuhan suplai uang. Pada resesi tahun 2001, misalnya, bank sentral AS menurunkan bunga sampai 1

Page 7: Monetery Helman

persen. Pada saat yang bersamaan pertumbuhan monetary base (M0) dibuat meningkat sehingga suplai uang (M1) ke sistem pun mengalami peningkatan sampai sebesar 7 persen.

images courtesy of Kompas

Untuk resesi yang dimulai pada akhir tahun 2007, bank sentral AS bahkan lebih agresif. Suku bunga diturunkan hingga mendekati nol persen, sementara monetary base dibiarkan tumbuh sampai sekitar 100 persen. Hal itu membuat suplai uang (M1) mengalami kenaikan hingga di atas 15 persen.

Kurang longgar

Bila dilihat dari suku bunga saja, BI memang tampak agresif melonggarkan kebijakan moneternya. Namun, kalau dilihat dari sisi suplai uang, kebijakan moneter BI sebenarnya masih kurang ekspansif. Hal tersebut diperlihatkan dari monetary base yang tidak tumbuh, bahkan pertumbuhannya negatif dalam beberapa bulan terakhir ini. Itu berarti, BI tidak memompa cukup uang ke sistem agar suplai uang meningkat. Tampaknya tanpa disadari kita sedang mengulangi kegagalan klasik kebijakan moneter AS pada era 1929-1933.

Page 8: Monetery Helman

image courtesy of Kompas

Mengapa hal ini dapat terjadi? Salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan monetary base negatif adalah terjadinya arus modal keluar pada Oktober 2008 yang menyebabkan rupiah melemah secara signifikan waktu itu. Tampaknya BI melakukan intervensi dengan menjual dollarnya atau menyerap rupiah dari pasar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya suplai uang di sistem finansial kita. Keadaan itu diperburuk pula kenaikan SBI outstanding (total jumlah SBI yang ada) sejak Oktober 2008, yang berarti BI menarik likuiditas dari sistem finansial kita lebih banyak lagi.

SBI outstanding terus mengalami kenaikan sejak saat itu. Pada September 2008, SBI outstanding berjumlah sekitar Rp 116 triliun. Pada Juni 2009, SBI outstanding sudah naik menjadi sekitar Rp 239 triliun. Pada saat yang bersamaan, keterlambatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga turut memperburuk keadaan. Akibatnya, pendapatan pemerintah dari pajak ataupun dari penerbitan surat utang negara (SUN) tertahan di BI. Pada Januari 2009 jumlah uang pemerintah di rekening pemerintah di BI Rp 104 triliun. Jumlah ini meningkat menjadi Rp 187 triliun pada akhir Mei 2009. Hal itu berarti ada sekitar Rp 83 triliun yang ditarik keluar dari sistem finansial kita pada periode tersebut.

image courtesy of Kompas

Likuiditas berkurang

Jadi, di tengah nuansa kebijakan moneter yang longgar karena penurunan suku bunga acuan BI, sebenarnya Indonesia melakukan kebijakan moneter yang ketat, di mana likuiditas di sistem finansial kita justru malah berkurang. Monetary base mengalami pertumbuhan negatif, sementara permintaan kredit terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari kenaikan pertumbuhan M1 di tengah kontraksi yang terjadi pada M0. Dalam keadaan yang demikian, tidak terlalu mengherankan bila suku bunga pinjaman menjadi lambat untuk turun.

Paparan di atas menunjukkan bahwa tanpa disadari kebijakan moneter kita saat ini cenderung ketat. Akibatnya, penurunan suku bunga acuan BI tidak segera mengakibatkan penurunan suku bunga pinjaman. Untuk lebih mengoptimalkan dampak penurunan BI rate terhadap perekonomian, BI harus menurunkan SBI outstandingnya dan pemerintah juga harus mempercepat realisasi belanja anggarannya.

Page 9: Monetery Helman

Kedua langkah tersebut akan meningkatkan suplai uang di sistem finansial kita secara lebih signifikan, yang pada gilirannya akan memicu terjadinya penurunan suku bunga pinjaman ke level yang lebih rendah dengan lebih cepat sehingga sektor riil pun akan lebih bergairah lagi. Bila langkah-langkah ini dilakukan, proses pemulihan ekonomi yang saat ini sedang terjadi akan semakin berkesinambungan. Laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen untuk tahun 2009 pun bukan hal yang terlalu sulit untuk dicapai.

RI Harus Reformasi Kebijakan MoneterCadangan Devisa Turun USD 759 Juta

Jakarta,-  Kesenjangan antara kebijakan fiskal dan kebutuhan moneter nasional membuat perlunya perubahan drastis untuk mengurangi tekanan neraca pembayaran dalam negeri. Beberapa langkah jangka pendek yang dapat dilakukan untuk melakukan hal itu adalah dengan melakukan klasifikasi terkait utang luar negeri pemerintah.

"Kebijakan moneter pemerintah saat ini belum menunjukkan langkah konkret untuk memperbaiki kondisi makro yang ada. Akibatnya beban hutang luar negeri, baik cicilan pokok dan bunga pinjaman terus mendesak posisi cadangan devisa kita," ujar Ichsannudin Noorsy, pengamat ekonomi saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Menurut Noorsy salah satu langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan reformasi kebijakan moneter. "Dalam poin-poin reformasi kebijakan moneter tersebut salah satunya adalah menyangkut solusi untuk mengurangi beban hutang luar negeri pemerintah," jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan oleh mantan komisaris independen Bank Permata tersebut bahwa perlu ada klasifikasi utang luar negeri pemerintah. "Jadi langkah yang diambil harus spesifik. Untuk hutang-hutang yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat bisa dibayar, namun ada juga hutang-hutang minta dihapuskan," paparnya.

Kondisi tersebut terkait dengan treatment haircut yang dimungkinkan bila utang luar negeri dari dua belah pihak terdapat indikasi korupsi. "Selain dibayar dan menolak untuk membayar, langkah yang juga bisa dilakukan adalah meminta potongan (haircut) serta melakukan rescheduling hutang," paparnya.

Sementara terkait dengan kebutuhan pembiayaan, Noorsy mengemukakan berbagai alternatif solusi. "LDR (loan to deposit ratio, Red.) perbankan masih 48 persen, berarti masih ada dana Rp 520 triliun yang nganggur di perbankan nasional. Selain itu bisa dengan peraturan yang mengatur dana hasil penjualan ekspor agar ditempatkan dalam negeri," ungkapnya.

Dari data yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin, cadangan devisa pada minggu kedua Mei

Page 10: Monetery Helman

kembali turun sebesar USD 759,4 juta di posisi USD 35,10 miliar. Jumlah ini berarti hanya dalam bulan Mei ini saja, cadangan devisa telah anjlok sebesar USD 1,2 miliar. Faktor terbesar dari penurunan cadangan devisa ini adalah akibat pembayaran pinjaman luar negeri. (iw)< Kesenjangan antara kebijakan fiskal dan kebutuhan moneter nasional membuat perlunya perubahan drastis untuk mengurangi tekanan neraca pembayaran dalam negeri. Beberapa langkah jangka pendek yang dapat dilakukan untuk melakukan hal itu adalah dengan melakukan klasifikasi terkait utang luar negeri pemerintah.

"Kebijakan moneter pemerintah saat ini belum menunjukkan langkah konkret untuk memperbaiki kondisi makro yang ada. Akibatnya beban hutang luar negeri, baik cicilan pokok dan bunga pinjaman terus mendesak posisi cadangan devisa kita," ujar Ichsannudin Noorsy, pengamat ekonomi saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Menurut Noorsy salah satu langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan reformasi kebijakan moneter. "Dalam poin-poin reformasi kebijakan moneter tersebut salah satunya adalah menyangkut solusi untuk mengurangi beban hutang luar negeri pemerintah," jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan oleh mantan komisaris independen Bank Permata tersebut bahwa perlu ada klasifikasi utang luar negeri pemerintah. "Jadi langkah yang diambil harus spesifik. Untuk hutang-hutang yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat bisa dibayar, namun ada juga hutang-hutang minta dihapuskan," paparnya.

Kondisi tersebut terkait dengan treatment haircut yang dimungkinkan bila utang luar negeri dari dua belah pihak terdapat indikasi korupsi. "Selain dibayar dan menolak untuk membayar, langkah yang juga bisa dilakukan adalah meminta potongan (haircut) serta melakukan rescheduling hutang," paparnya.

Sementara terkait dengan kebutuhan pembiayaan, Noorsy mengemukakan berbagai alternatif solusi. "LDR (loan to deposit ratio, Red.) perbankan masih 48 persen, berarti masih ada dana Rp 520 triliun yang nganggur di perbankan nasional. Selain itu bisa dengan peraturan yang mengatur dana hasil penjualan ekspor agar ditempatkan dalam negeri," ungkapnya.

Dari data yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin, cadangan devisa pada minggu kedua Mei kembali turun sebesar USD 759,4 juta di posisi USD 35,10 miliar. Jumlah ini berarti hanya dalam bulan Mei ini saja, cadangan devisa telah anjlok sebesar USD 1,2 miliar. Faktor terbesar dari penurunan cadangan devisa ini adalah akibat pembayaran pinjaman luar negeri. (iw)

Page 11: Monetery Helman

Pertanyaan

1. Terangkan pengertian kebijakan fiscal dan moneter dan kelemahannya masing-masing.

2. Apa maksudnya ‘crowding out’, dan kapan bisa terjadi serta kaitannya dengan efektifitas

kebijakan fiscal.

3. Terangkan mekanisme perubahan output yang terjadi bila pengeluaran pemerintah

dinaikan.

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Perekonomian global masih menunjukkan perlambatan yang lebih dalam sebagaimana tercermin dari perkiraan merosotnya perekonomian negara-negara maju yang lebih besar dari perkiraan semula. Kondisi pasar keuangan global juga masih rapuh dengan banyaknya laporan kerugian lembaga keuangan dunia. Hal tersebut memberikan dampak negatif bagi perkembangan ekonomi di kawasan, terutama bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor ke negara maju, termasuk Indonesia. Sementara itu, keketatan likuiditas global masih terus berlangsung dan diikuti oleh meningkatnya persepsi risiko emerging market.

Menurunnya kinerja ekspor tersebut memberi tekanan pada neraca pembayaran Indonesia, meski saat ini masih berada pada batas-batas yang aman. Cadangan devisa saat ini masih berada pada posisi 50,56 miliar dolar AS atau masih mampu memenuhi kebutuhan 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut masih akan bertambah dengan masuknya dana hasil penjualan global bond Pemerintah sebesar 3 milyar dolar AS.

Tekanan pada perekonomian domestik akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009. Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 akan tumbuh sekitar 4%. Pertumbuhan ini memiliki risiko bias ke bawah apabila ekonomi global semakin memburuk. Sumber pelemahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 terutama pada kinerja ekspor yang erat kaitannya dengan perkembangan kondisi global. Sementara itu, penopang utama pertumbuhan ekonomi akan tertuju pada permintaan domestik, yang dipacu oleh kebijakan moneter yang longgar dan berbagai kebijakan Pemerintah yang mendukung daya beli masyarakat serta berbagai stimulus fiskal yang akan menggerakkan berbagai sektor penting dalam perekonomian.

Sejalan dengan melemahnya perekonomian global dan masih rendahnya harga-harga komoditas di pasar internasional, tekanan inflasi Indonesia ke depan cenderung menurun. Dari sisi domestik rendahnya tekanan inflasi didukung oleh kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan minimnya tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur Pemerintah (administered price). Inflasi pada bulan Februari 2009 tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 0,21% (mtm), jauh di bawah rata-rata historisnya. Dengan perkembangan tersebut, prakiraan inflasi tahun 2009 akan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 5%-7%.

Page 12: Monetery Helman

Di sisi lain, perkembangan nilai tukar rupiah selama Februari 2009 secara rata-rata tertekan terhadap dolar Amerika. Hal tersebut terutamadisebabkan oleh sentimen negatif akibat perkembangan faktor eksternal yang kurang kondusif, seperti pertumbuhan ekonomi global yang turun tajam, serta pengumuman kerugian yang meningkat yang dialami lembaga keuangan internasional. Sementara dari sisi domestik, perkembangan ekonomi relatif masih stabil dan kondisi fundamental masih mendukung. Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia akan tetap melakukan berbagai upaya stabilisasi untuk menjaga agar gejolak nilai tukar tidak berlebihan.

Di tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring dengan melemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan moneter Bank Indonesia ditempuh dalam rangka mendukung bangkitnya sektor riil guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan tersebut dilakukan dengan tetap menjaga kestabilan harga dan kestabilan makroekonomi serta sistem keuangan dalam jangka menengah.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Maret 2009 memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 basis poin dari 8,25% menjadi 7,75%. Penurunan tersebut merupakan penurunan ke empat sejak Desember 2008. Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang ada untuk menjaga kestabilan harga dan nilai tukar yang akan mendukung perkembangan ekonomi. Pelonggaran kebijakan moneter telah direspons positif oleh perkembangan di pasar uang antar bank yang secara rata-rata bergerak di sekitar BI Rate. Penurunan BI Rate juga mulai diikuti oleh penurunan suku bunga deposito pada Januari 2009 sejalan dengan membaiknya persepsi risiko. Kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat mendorong perbankan menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang produktif, dengan tetap mengedepankan kehati-hatian (prudent). Dengan demikian perekonomian Indonesia akan mampu bertahan di tengah gelombang krisis global.

Kondisi perbankan nasional sampai saat ini cukup stabil, seperti tercermin dari perkembangan berbagai indikator keuangan dan kesehatan bank. Kondisi likuiditas perbankan, termasuk aliran likuiditas dalam pasar uang antarbank, mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mencermati kecenderungan meningkatnya risiko kredit yang berpotensi meningkatkan NPL dalam industri perbankan.

Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi dengan tetap mengedepankan stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan. Apabila tekanan inflasi terus cenderung menurun, ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka. Upaya pelonggaran moneter akan didukung oleh langkah-langkah lain berupa penguatan sektor keuangan, termasuk peningkatan sistem pengawasan perbankan dan efektivitas serta efisiensi sistem pembayaran. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta optimisme kegiatan dunia usaha yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.