modulhistologi blok imunologi

62
MODUL HISTOLOGI ORGAN LIMFATIKA May 8 2012 Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan yang bersifat biologis maupun fisik dalam seluruh kehidupannya. Lingkungan tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh akan membahayakan maka individu mempunyai sistem tertentu guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal dengan sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul eksogen yang masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat berupa komponen abnormal. Dengan sistim ini maka manusia akan mempunyai kekebalan atau imunitas. Penjelasan Secara Histologik Organ-organ sistem imun Tubuh Manusia

Upload: umamfazlurrahmanumam

Post on 31-May-2015

1.423 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modulhistologi  blok imunologi

MODUL HISTOLOGI ORGAN LIMFATIKA

May 8

2012 Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan yang bersifat biologis maupun fisik dalam seluruh kehidupannya. Lingkungan tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh akan membahayakan maka individu mempunyai sistem tertentu guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal dengan sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul eksogen yang masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat berupa komponen abnormal. Dengan sistim ini maka manusia akan mempunyai kekebalan atau imunitas.

Penjelasan Secara Histologik Organ-organ sistem imun Tubuh Manusia

Page 2: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 1

PENDAHULUAN

Di dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik

lingkungan yang bersifat biologis maupun fisik. Lingkungan tersebut dapat bersifat

menguntungkan maupun merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang

bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh akan membahayakan maka

individu mempunyai sistem tertentu guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal

dengan sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul eksogen yang

masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat berupa komponen abnormal. Dengan

sistim ini maka manusia akan mempunyai kekebalan atau imunitas.

Pengertian imunitas adalah suatu mekanisme fisiologis yang ada pada hewan maupun

manusia untuk dapat mengenal suatu zat sebagai asing terhadap dirinya, yang kemudian diikuti

aktifitas netralisasi, melenyapkan atau memasukkan kedalam metabolism sehingga

menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan sendiri. Zat asing atau

konfigurasi asing dikenal dengan antigen atau imunogen. Secara alamiah tubuh akan bereaksi

terhadap zat tersebut yang dikenali sebagai bukan miliknya. Respon imun alamiah ini dibedakan

menjadi Respon Imun Non Spesifik dan Respon Imun Spesifik (adaptif). Respon imun non

spesifik akan bereaksi secara stereotipik terhadap suatu antigen. Respon imun ini akan bereaksi

terhadap antigen apapun yang masuk kedalam tubuh dan tidak berrsifat selektif. Sistim imun

non spesifik merupakan pertahanan tubuh yang terdepan dan tidak ditujukan pada zat atau

mikro organisme tertentu sehingga disebut non spesifik. Sistim imun nonspesifik ini dapat

bersifat mekanik/fisik, biokimiawi, humoral maupun seluler. Yang bersifat mekanis atau fisik

antara lain kulit, selaput lender, silia jalan nafas, refleks batuk serta bersin. Pertahanan

biokimiawi meliputi pH asam dari keringat, berbagai lemak dan enzim pada kulit, sekresi

mukosa saluran nafas, lisosim keringat, ludah, airmata. ASI serta asam lambung. Sistim imun

non spesifik yang termasuk pertahanan humoral ialah sistim komplemen, interferon dan C-

Page 3: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 2

Reactive Protein (CRP). Sedang pertahanan seluler non spesifik meliputi sel fagosit seperti

makrofag, netrofil dan NK Cell.

Sistim imun yang kedua adalah bersifat spesifik dan akan dibicarakan secara khusus

dalam modul ini. Sistim ini merupakan pertahanan tubuh yang membutuhkan waktu untuk

mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan reaksinya. Sistim imun spesifik

mempunyai kemampuan untuk mengenal konfigurasi yang dianggap asing bagi dirinya dan

secara genetic telah diprogramkan dapat mengenal dan bereaksi terhadap antigen tertentu. Sel

utama yang menyusun sistim ini ialah sel limfosit yang tersebar di seluruh tubuh baik sebagai

sel sendiri, jaringan limfatika maupun sebagai organ limfatika. Populasi sel limfosit dapat

dijumpai pada jaringan ikat tubuh, sel-sel epitel, sirkulasi darah, cairan getah bening serta

jaringa dan organ limfatika baik primer maupun sekunder. Meskipun mekanisme sistim imun

spesifik ini sangat menguntungkan tubuh dilihat dari segi perlindungannya, namun dalam hal-

hal tertentu respon imun ini respon imun ini dapat merugikan tubuh bahkan dapat bersifat

fatal. Hal ini terjadi apabila terdapat suatu penyimpangan baik secara morfologis maupun

fungsional. Gangguan-gangguan tersebut antara lain defisiensi sel limfosit oleh karena

produksinya berkurang maupun disrusak oleh mikro organism (virus), lumpuhnya mekanisme

respon imun terhadap suatu antigen, respon yang salah sperti pada alergi, reaksi anafilaktik dan

penyakit auto imun yang terjadi apabila jaringan tubuh sendiri dikenali sebagai antigen dengan

akibat terjadi respon imun terhadap jaringannya sendiri.

Secara umum sistim imun mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertahanan,

homeostasis dan perondaan. Fungsi pertahanan dapat dilihat dari reaksi tubuh terhadap

mikroorganisme dan parasit. Hasil reaksinya berupa terbebas dari akibat yang merugikan atau

sebaliknya yaitu menderita sakit oleh karena sistim imun tidak dapat melawan antigen

tersebut. Fungsi homeostasis bertujuan memperoleh keseimbangan yaitu dengan

menghancurkan unsure-unsur seluler yang telah rusak seperti sel darah yang telah habis masa

hidupnya. Fungsi perondaan (surveillance) ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap

Page 4: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 3

sel-sel tubuh yang berubah menjadi abnormal oleh karena mutasi baik karena induksi zat kimia

tertentu, sinar radiasi maupun infeksi virus. Terdapat beberapa factor yang dapat

mempengaruhi mekanisme imun, antara lain factor genetik, metabolik, lingkungan, anatomi,

fisiologi, umur serta mikroba. Faktor-faktor tersebut dapat menurunkan fungsi sistim imun

sehingga menurunkan daya tahan tubuh. Sebagai contoh hormon steroid dapat menurunkan

daya fagositosis, gizi jelek dapat menimbulkan imunodefisiensi, usia lanjut akan diikuti dengan

kemunduran biologis termasuk sistim imun.

Page 5: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 4

SEL LIMFOSIT

Sel limfosit merupakan sel darah putih yang agranuler, artinya tidak mempunyai granula

spesifik di dalam sitoplasmanya. Dari seluruh lekosit yang ad, sel limfosit ada sekitar 30% dari

seluruh jumlah lekosit. Sel ini diproduksi di dalam sumsum tulang. Berbeda dengan jenis sel

darah lainnya yang langsung dapat berfungsi begitu dilepas dari sumsum tulang, sel limfosit

belum dapat berfungsi penuh. Limfosit memerlukan deferensiasi lebih lanjut sebelum dapat

berfungsi penuh. Sejak semula sel-sel ini sudah diprogram untuk mengalami dua jalur

perkembangan yang berbeda. Melalui jalur pertama sel limfosit akan mengalami deferensiasi di

dalam kelenjar tymus, yang kemudian akan menjadi sel limfosit T. Sedang kelompok sel limfosit

lain akan melalui jalur perkembangan kedua di dalam jaringan limfatika yang mirip dengan

Bursa Fabricius burung. Pada manusia jaringan tersebut diduga terdapat di dalam sumsum

tulang sendiri. Sementara beberapa ahli lain berpendapat bahwa jaringan tersebut terdapat di

sepanjang saluran pencernaan. Melalui jalur perkembangan kedua ini sel berdeferensiasi

menjadi sel limfosit B.

Di dalam tubuh dikenal limfosit dalam berbagai ukuran, yaitu limfosit kecil dengan

ukuran antara 4 – 7 mikron, limfosit sedang 7 – 11 mikron dan limfosit besar 11 – 15 mikron.

Limfosit kecil umumnya tewrdapat dalam sirkulasi darah, bentuk pipih dan pada preparat

hapusan darah tampak membesar berukuran antara 7 – 10 mikron. Di dalam jaringan limfatika

tampak limfosit berbagai ukuran antara 4 – 15 mikron. Di dalam medium cair tampak limfosit

berbentuk bulat, sedang dalam jaringan tampak berbentuk polihidral. Limfosit kecil mempunyai

nucleus yang tampak padat dikelilingi oleh lapisan tipis sitoplasma. Nukleus terletak sentral,

bentuk bulat dan tampak sebagai masa yang heterokromatis. Nukleolus kecil dan dapat

diidentifikasi pada preparat hapusan darah. Sitoplasma tercat basofil dan mengandung granula

azurofil. Dengan mikroskop electron tampak diplosom didekat nucleus dikelilingisejumlah kecil

apparatus Golgi dan mitokondria. Ribosom bebas dalam jumlah sedang tersebar dalam

sitoplasma. Granular endoplasmic reticulum kadang dapat terlihat, demikian pula tampak

Page 6: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 5

sejumlah kecil lisosom. Pada limfosit ukuran sedang tampak nucleus dengan nucleolus yang

lebih besar serta eukromatin. Sitoplasma lebih basofil disbanding limfosit kecil dengan ribosom

bebas yang lebih nyata. Limfosit ukuran besar sering dikenal dengan limfoblas, sel pirorinofil

atau sel imunoblas, tampak nucleus lebih eukromatin dengan dua nucleolus yang nyata.

Sitoplasma sangat basofil dengan sejumlah besar ribosom bebas, tampak pula granula azurofil

yang akan berwarna ungu dengan pewarnaan Romanowsky. Endoplasmik reticulum granular

tampak dalam bentuk sisterna lebih nyata, demikian pula jumlah apparatus Golgi, mitokondria

dan lisosom lebih banyak disbanding limfosit ukuran sedang. Limfosit ukuran besar ini sering

tampak berlokasi pada jaringan limfatika, yaitu pada bagian yang disebut centrum

germinativum. Limfosit ini merupakan bentuk yang teraktifasi oleh antigen yang sesuai. Dengan

demikian terdapat beberapa petunjuk guna membedakan ketiga macam limfosit tersebut yaitu

bahwa semakin besar ukuran maka 1) Sitoplasma lebih banyak serta mengandung ribosom yang

lebih banyak pula. 2) Kelompokan heterokromatin dalam nucleus yang lebih sedikit. 3)

Nukleolus tampak lebih jelas dalam inti yang lebih eukromatik, dan 4) Jumlah mitokondria yang

lebih banyak serta apparatus Golgi yang lebih besar.

Selain klasifikasi menurut ukuran, limfosit juga dibedakan menjadi dua atas dasar tanda

molekuler khusus yang ada pada permukaan membrane sel. Kedua jenis tersebut adalah

limfosit T dan limfosit B. Sebagaimana telah disebutkan diatas, kedua jenis limfosit ini

mengalami jalur perkembangan yang berbeda dalam deferensiasinya. Antara limfosit T dan B

sukar dibedakan dengan mikroskop cahaya maupun electron mikroskop. Dengan scaning

mikroskop electron, sel limfosit T dalam sirkulasi darah tampak berukuran lebih kecil yaitiu

sekitar 4,5 mikron diameternya dan mempunyai permukaan relative lebih halus disbandingkan

dengan limfosit tipe B yang berukuran lebih besar, sekitar 5,6 mikron dan terlapisi oleh mikrovili

pendek pada permukaannya. Kedua macam limfosit tersebut dapat dibedakan oleh karena

adanya molekul immunoglobulin pada permukaan sel limfosit B yang dapat terdeteksi dengan

cara imunofuorescen. Pada permukaan limfosit B terdapat reseptor Fc yang dapat berikatan

dengan komplemen (C3). Sedang limfosit T tidak mempunyai reseptor tersebut. Limfosit T

Page 7: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 6

manusia akan membentuk “rossete” dengan sel darah merah domba/biri-biri, sehingga dengan

cara tersebut limfosit T dapat dibedakan dengan sel limfosit B. Saat ini untuk membedakan

kedua macam limfosit tersebut dipergunakan beberapa cara, yaitu 1) Menggunakan

marka/petanda yang terdapat pada masing-masing permukaan sel. 2) Melalui reaksinya

terhadap mitogen (agen yang dapat merangsang pembelahan sel) dan 3) Mobilitas

Elektroforesis. Melalui ketiga cara ini ternyata terdapat populasi limfosit yang tidak termasuk

limfosit T maupun B. Kelompok sel ini disebut sel Null yang tidak mempunyai petanda di

permukaannya dan diduga merupakan fase deferensiasi dari limfosit T dan limfosit B. Kedua

jenis limfosit tersebut dapat pula dibedakan dengan cara tidak langsung. Apabila antibody yang

diproduksi mengikat immunoglobulin dengan menyuntikkan antibody satu spesies kebinatang

spesies lain, maka anti-immunoglobulin antibody yang terbentuk resipien dapat diisolasi. Anti-

immunoglobulin antibody tersebut dapat berikatan dengan warna fluorescensi yang kemudian

akan berinteraksi dengan permukaan sel limfosit sehingga dapat diamati dengan mikroskop

fluerescen. Alternatif lain adalah atas dasar bahwa antibody dapat dilabel dengan iodine

radioaktif dan dapat diamati mikroskop cahaya atau mikroskop electron autoradiografi. Cara

yang ketiga adalah atas dasar bahwa antibody dapat berikatan dengan electron opaque ferritin,

hemocyanin atau enzim horseradish peroksidase sehingga dapat diamati dengan mikroskop

electron. Dengan cara tersebut dapat diidentifikasikan sel limfosit B yang telah dilabel dengan

anti-immunoglobulin antibody dan diinkubasikan pada suhu 0 derajad Celsius.

Meskipun sel limfosit disebut sebagai lekosit agranuler, namun di dalam sitoplasmanya

didapatkan granula-granula dengan ukuran yang bervariasi dan tampak berwarna ungu dengan

pewarnaan Romanowsky. Granula ini berbeda dengan granula spesifik dan disebut granula

azurofil. Pada limfosit tikus putih didapatkan inklusiones berbentuk sferis dan besar yang

disebut Kurloff bodies. Pada preparat hapusan darah dapat dilihat dengan pewarnaan yang

sama dengan granula azurofil. Dalam keadaan hidup, Kurloff bodies tampak homogeny dan

berwarna hijau kekuningan. Selain itu tampak pula beberapa vacuole yang mengelilingi

sentrosoma dan dapat dilihat dengan pewarnaan Neutral Red.

Page 8: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 7

A. SEL LIMFOSIT T

Sel limfosit diproduksi didalam sumsum tulang. Adanya dua macam tipe diakibatkan

tempat pematangannya yang berbeda. Sel limfosit T mengalami pematangan dan deprogram di

dalam kelenjar tymus. Sebagian besar sel T berumur panjang dan bersirkulasi dalam darah dan

cairan limfe. Prekursol sel mula-mula bermigrasi kejaringan tymus, sel kemudian disebut

tymosit. Sekl mula-mula berlokasi pada bagian korteks yang kemudian akan mengalami

deferensiasi dan memasuki bagian medulla. Dalam kelenjar tymus, sel tidak mengalami kontak

dengan konfigurasi asing atau antigen karena adanya mekanisme blood thymus barrier. Kondisi

ini dapat terjadi sehubungan bentuk stroma/kerangka dasar yang khas berbentuk epitel

retikuler, sehingga mampu menghalangi kontak dengan antigen. Sel limfosit T deprogram untuk

dapat mengenaldan bereaksi terhadap antigen tertentu dengan adanya reseptor khusus

dipermukaan membrane selnya. Reseptor tersebut tidak identik dengan reseptor yang ada

pada permukaan sel limfosit B. Apabila sel T teraktifasi oleh antigen yang sesuai maka sel akan

membesar dan mengalami proliferasi menghasilkan populasi sel sejenis. Sel-sel kemudian akan

mengalami deferensiasi menjadi empat macam subtype limfosit T, yaitu 1) Sel T pembunuh

(Cytotoxic T Limphocyt), sel ini mampu menghancurkan sel yang memuat antigen yang

dikenalinya. Reaksi imunologis dengan perantaraan sel pembunuh ini dikenal dengan reaksi

imunologis seluler. Sebagai contoh adalah dihancurkannya jaringan transplantasi oleh sel T

pembunuh. Sel mampu menghancurkan sel-sel cangkokan secara kontak langsung. Kontak

dilakukan prosesus sitoplasmatik dengan membrane sel sasaran. Sebagian membrane sel akan

bertindak sebagai gap junction sehingga dapat dilalui ion dan molekul kecil. Ion-ion Kalium akan

keluar dari sel sasaran dan Natrium bersama air akan masuk kedalam sel. Akibatnya akan

terjadi pembengkakan osmotis diikuti dengan lisis dan kematian sel. 2) Sel T memori, sel ini

akan berlokasi didalam kelenjar getah bening (limfonodus) mengalami proliferasi menjadi

limfosit ukuran kecil. Populasi sel ini sudah diprogram untuk bereaksi hanya dengan antigen

yang menyebabkan terbentuknya sel tersebut. Beberapa diantaranya akan mengalami

resirkulasi (keluar dari limfonodus, masuk aliran limfe dan sirkulasi darah serta kembali kedalam

Page 9: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 8

limfonodus). Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk kedalam tubuh, maka sel T

memori akan bereaksi dan bertindak lebih cepat. 3) Sel T Supresor, sel ini akan berperan

menekan aktifitas dari sel T Helper dan mampu bekerja sama dengan proses proliferasi dan

deferensiasi sel limfosit B maupun limfosit T. Sehingga sel ini mampu bekerja sama dengan

sistim imun humoral maupun seluler. 4) Sel T Helper, sel ini mampu merangsang respon

imun yang diselenggarakan oleh limfosit . Seperti diketahui bahwa sel limfosit dapat diaktifasi

melalui dua cara, yang pertama adalah kontak dengan antigen reseptor immunoglobulin yang

ada pada permukaan selnya. Cara yang kedua adalah melalui kerja sama dengan limfosit T.

Dalam hal ini aktifasi sel B tidak akan terjadi sebelum bekerja sama dengan limfosit T. Antigen

yang merangsang kondisi tersebut dikenal dengan Thymus Dependent Antigen . Limfosit T

mampu menolong aktifasi sel limfosit B oleh karena sel tersebut juga diprogram dapat bereaksi

spesifik dengan antigen yang berikatan dengan reseptor permukaan sel B, sel tersebut adalah

sel T Helper.

B. SEL LIMFOSIT B

Yang menjadi sel efektor dari sel limfosit B adalah sel Plasma. Bila ada antigen masuk

kedalam tubuh maka akan dikenali oleh limfosit B yang diprogramkan untuk antigen tersebut.

Sel kemudian teraktifasi dan menjadi besar ukurannya yang disebut dengan sel limfoblas, sel

pironinofil atau plasmablas. Sel kemudian akan mengalami proliferasi dan deferensiasi menjadi

sel plasma dan sel memori. Sel plasma mampu membentuk dan mensekresi antibodi yang akan

menetralisir antigen melalui ikatan antigen-antibodi atau melalui proses opsonisasi. Sel B

memori berbentuk limfosit kecil yang inaktif, berumur panjang dan berlokasi di dalam kelenjar

limfatika dalam jangka lama. Sel B memori dapat diaktifkan oleh antigen yang sejenis dengan

waktu yang relatif lebih cepat (Respon Imun Sekunder).

C. SEL PLASMA

Sel ini berfungsi mensintesis dan mensekresi immunoglobulin atau antibodi.

Endoplasmik retikulum granuler bentuk sisternal sangat menonjol. Sel plasma merupakan

Page 10: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 9

tahap deferensiasi akhir dari limfosit B. Populasi sel terdapat pada bagian medula dari kelenjar

limfatika, zona marginalis dan genjel-genjel lien serta tersebar dalam jaringan ikat tubuh.

Didalam lamina propria mukosa usus juga banyak didapatkan sel plasma yang dengan metode

immunofluoresen dapat diketahuii bahwa sel tersebut menghasilkan immunoglobulin A.

Selama fase akut dari respon imun humoral, sejumlah besar sel plasma imatur tampak pada

bagian dalam korteks kelenjar limfatika (limfonodus) serta pada perbatasan antara pulpa putih

dan pulpa merah lien. Sel plasma matur jarang dijumpai dalam darah maupun cairan limfe.

Sedang bentuk imatur dapat dijumpai pula dalam darah dan cairan limfe. Dalam darah, sel

plasma berukuran seperti limfosit kecil, inti ditengah dan tercat gelap. Dalam sitoplasmanya

banyak dijumpai endoplasmik retikulum granuler. Sel plasma umumnya berukuran antara 6 –

20 mikron , berbentuk bulat atau polihidral tergantung dari lokasinya, inti eksentris, bulat

dengan nukleolus kecil. Di sepanjang membran inti tampak masa heterokromatis yang tersusun

radier sehingga memberi kesan gambaran seperti roda pedati. Sitoplasma tercat basofil kuat

kecuali jukstanuklear yang tampak sebagai daerah pucat dimana terdapat diplosom yan g

dikelilingi apparatus Golgi. Sifat basofil tersebut terutama berasal dari padatnya endoplasmik

retikulum granuler. Eksperimen immuno-labele dengan Ferritin atau Horseradish peroksidase,

tampak dalam sisternal endoplasmik retikulum dipenuhi oleh immunoglobulin. Apparatus Golgii

sel plasma matur berukuran besar dan didapatkan pula sejumlah kecil mitokondria. Di dalam

beberapa sisterna endoplasmik retikulum didapatkan masa padat dikenall dengan Russel bodies

yang merupakan masa yang mengandung molekul immunoglobulin yang belum sempurna. Hal

ini menunjukkan bahwa masa tersebut merupakan sisa-sisa sintesis atau oleh karena

transportasi immunoglobulin intraseluler yang terhambat. Sel plasmablas yang merupakan

prekursor dari sel plasma sukar dibedakan dengan limfoblas atau limfosit ukuran besar. Inti

kaya eukromatin dengan nukleolus yang besar. Dalam sitoplasma banyak poliribosom bebas.

Transisi dari plasmablas kesel plasma ditandai dengan kondensasi kromatin, nukleolus

mengecil, poliribosom menghilang, apparatus Golgi membesar, endoplasmik retikulum granuler

tersusun paralel, konsentris dan tampak membengkak.

Page 11: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 10

D. RESPON IMUNOLOGIS

Limfosit mempunyai kemampuan mengenal makromolekul yang ada di permukaan

virus, bakteri maupun permukaan sel-sel yang mempunyai corak yang berbeda dengan kondisi

normal individu, yang kemudian terjadi reaksi pertahanan spesifik yang disebut respon imun.

Selama ontogeni sistim imun dan mungkin pula sepanjang kehidupan, sel limfosit selalu

dibentuk dan mungkin pula sepanjang kehidupan, sel limfosit selalu dibentuk dan setiap sel

diprogram untuk dapat mengenal dan bereaksi terhadap satu atau beberapa antigen tertentu

yang dikenal dengan teori seleksi klonal. Apabila ada antigen tertentu untuk pertama kali

masuk kedalam tubuh maka akan terjadi respon imun primer. Antigen akan segera dikenali oleh

sell limfosit yang sesuai, artinya yang secara genetik telah diprogram untuk bereaksii terhadap

antigen tersebut. Sel limfosit yang teraktifasi kemudian akan mengalami transformasi berupa

perubahan baik morfologi maupun biokimiawi. Sel akan berubah menjadi besar yang dikenal

dengan limfoblas dan kemudian akan mengalami proliferasi dan deferensiasi. Proliferasi akan

menghasilkan populasi sel yang sejenis, hall ini disebut dengan ekspansi klonal. Sedang

deferensiasi akan menghasilkan dua populasi sel yaitu sel efektor dan sel memori. Kelompok sel

efektor merupakan bentuk aktif yang akan bereaksi terhadap antigen yang bersangkutan,

sehingga terjadi netralisasi atau penghancuran secara langsung. Sedang kelompok sel memori

merupakan bentuk inaktif namun mampu menimbulkan respon imun yang lebih cepat dan lebih

efisien apabila dikemudian hari tubuh terpapar dengan antigen sejenis. Hall ini disebut respon

imun sekunder.

Apabila yang teraktifasi adalah sel limfosit B, maka sel efektor yang terbentuk disebut

sel plasma atau plasmasit yang mampu mensintesis dan mensekresikan immunoglobulin atau

antibodi yang akan mengikat antigen membentuk kompleks antigen-antibodi sehingga tidak

memgahayakan tubuh. Namun dalam keadaan tertentu seperti kondisi hipersensitifitas akan

terjadi reaksi yang menyimpang. Hal ini justru dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh

sendiri. Antibodi juga mampu memudahkan sel fagositosis seperti makrofag untuk dapat

melakukan fagositosis secara lebih efektif. Hal ini dikenal dengan proses opsonisasi. Apabila

Page 12: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 11

yang teraktifasi adalah limfosit T, maka deferensiasinya akan menghasilkan limfosit T

pembunuh (Cytotoxic Cell Lymphocyt) yang mampu menghancurkan antigen dengan kontak

langsung. Oleh karena sistim imun disini diperantarai oleh sel (sel pembunuh), maka reaksi

tersebut dikenal dengan respon imun seluler. Sedang respon imun yang dilakukan oleh sel

limfosit B yang diperantarai oleh immunoglobulin atau antibodi dikenal dengan respon imun

humoral.

Sel limfosit mampu mengenali antigen dikarenakan pada permukaan sel limfosit baik B

maupun T dilengkapi oleh molekul reseptor. Pada permukaan limfosit T terdapat molekul

reseptor antigen yang berbentuk heterodimer yang mempunyai rantai alfa dan beta. Sedang

pada permukaan limfosit B terdapat molekul immunoglobulin. Terdapat perbedaan yang

menyolok didalam proses pengenalan antara limfosit B dan T. Limfosit B dapat melaksanakan

pengenalan dengan sendirinya tanpa bantuan dari luar sel. Sedang limfosit T, untuk dapat

mengenal antigen memerlukan bantuan sel lain yang dikenal dengan sel pelengkap atau

acesory cell yang merupakan sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell). Yang berperan

sebagai sel pelengkap tersebut antara lain sel makrofag dan sel Langerhans kulit. Sel-sel

tersebut mampu memproses secara kimiawi terlebih dahulu antigen, sehingga dapat disajikan

dan dikenali limfosit T. Antigen yang dapat dikenali oleh limfosit T dengan cara ini antara lain

antigen eksogen maupun endogen seperti sel tubuh yang sudah berubah sifat baik oleh karena

infeksi virus atau tumor. Sedang antigen eksogen ialah jaringan transplantasi.

Pengenalan sel limfosit terhadap antigen terjadi oleh karena ikatan antara reseptor

membran sel limfosit dengan determinan antigenik atau epitop suatu konfigurasi asing.

Pengikatan antigen dengan sel limfosit T dapat dipelajari didalam laboratorium, di mana

suspensi limfosit Rodensia dicampur dengan eritrosit domba (yang merupakan antigen). Namun

teknik ini tidak dapat diaplikasikan pada limfosit manusia oleh karena sebagian besar limfosit

mengikat eritrosit domba secara tidak spesifik. Percobaan tersebut dapat pula dikombinasikan

dengan teknik autoradiografi serta teknik immunofluoresen dengan menggunakan labele

Yodium radioaktif dan Fluorokhrom-conjugated antibody.

Page 13: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 12

Sel limfosit T yang telah mengikat antigen akan mengalami transformasi menjadi

limfoblas yang mampu mengadakan proliferasi (proses amplifikasi). Sel menjadi berukuran lebih

besar (7 – 15 mikron), inti eukromatis, nukleolus besar serta didapatkan sejumlah besar

poliribosom dan apparatus Golgi yang dominan dalam sitoplasmanya. Terjadi fenomena

peripolesis dimana sel limfosit dalam kultur mampu bergerak, mengidentifikasi serta

mengadakan penetrasi kedalam sel-sel lain. Limfosit T yang telah mengalami transformasi

dapat mengadakan interaksi dengan limfosit B sehingga merangsang sel untuk berdeferensiasi

menjadi sel plasma yang kemudian akan memproduksi antibodi. Proliferasi limfoblas juga

menghasilkan T memori dalam bentuk limfosit kecil. Sel T pembunuh (Cytotoxic Lymphocyt)

dapat menyerang langsung sel asing atau melalui sintesis mediator limfokin. Kontak langsung

akan menyebabkan lisis sel. Mediator atau limfokin yang dihasilkan mempunyai BM 8000 –

80.000 dalton dan mempunyai aktifitas farmakologis. Zat tersebut bukan merupakan

immunoglobulin dan dapat diekstraksi dari supernatan kultur limfosit yang dirangsang dengan

mitogen. Mediator yang dapat diidentifikasi antara lain:

1) Migration Inhibiting Factor (MIF), yang akan memobilisasikan makrofag serta

merangsang sel tersebut berakumulasi disekitar antigen.

2) Limfotoksin (LT), yang dapat membuat lisis sel.

3) Lymphocyt Transforming Factor (LTF) atau Blastogenic Factor (BF, yang

menyebabkan transformasi dan ekspansi klonal sel limfosit yang tidak teraktifasi.

Dalam hal ini mirip dengan aksi mitogen.

4) Cloning & Proliferation Factor (CIF & PIF), yang mampu menghambat mitosis didalam

kultur sel.

Reseptor antigen pada permukaan sel limfosit B adalah immunoglobulin. Dalam hal ini

dapat ditunjukkan dengan adanya ikatan spesifik dari antigen radioaktif dan membran sel yang

dapat dicegah dengan anti-immunoglobulin antibodi. Jumlah reseptor immunoglobulin

bervariasi antara 50.000 – 150.000 per sel. Keadaan ini jauh di atas reseptor limfosit T. Ikatan

tersebut dirangsang oleh antigenbentuk polimer seperti pada pneumokokus atau polisakarida.

Aktifasi sel B dapat pula dirangsang atau oleh karena partisipasi sel T (T Helper). Sel B yang

Page 14: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 13

teraktifasi akan menghasilkan dua kelompok sel yaitu sel plasma dan sel memori. Sel plasma

akan menghasilkan immunoglobulin yang pada manusia ada lima jenis, yaitu Ig G, Ig A, Ig M, Ig

D dan Ig E.

E. IMMUNOGLOBULIN

Immunoglobulin merupakan molekul glikoprotein yang tersusun oleh polipeptida (82 –

96 %) dan karbohidrat (4 – 18 %). Aktifitas biologiknya terletak pada komponen polipeptida,

dalam hal ini adalah akifitas antibodi. Aktifitas tersebut adalah mengikat substansi (antigen)

yang membangkitkan respon imun sehingga dihasilkan immunoglobulin tersebet. Di dalam

darah, kadar immunoglobulin sekitar 20 % dari seluruh komponen protein . Selain itu

immunoglobulin juga didapatkan dalam cairan ekstravaskuler , sekret kelenjar dan pada

permukaan membran sel limfosit B. Molekul immunoglobulin terdiri atas empat rantai

polipeptida yang masing-masing diikat melalui ikatan disulfida. Rantai polipeptida tersebut

merupakan rantai panjang atau rantai H (Heavy Chain) dan rantai pendek atau rantai L (Light

Chain). Berat Molekul rantai H sekitar 50.000 – 70.000 sedang BM rantai L sekitar 23.000.

Dalam setiap rantai tersebut terdapat dua regio yang berbeda sifat, yaitu regio V (Variable)

yang merupakan daerah tidak tetap dan regio C (Constan) yang merupakan daerah relatif

menetap susunan asam aminonya. Pada regio V inilah terjadi ikatan antara antibodi dan

antigen. Dilihat dari struktur ranta H nya, maka antibodi dibedakan menjadi lima kelas yaitu Ig

G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D. Sebagian besar immunoglobulin dalam tubuh adalah type G yaitu

sekitar 75 %.

1). IMMUNOGLOBULIN G

Berat molekulnya 160.000 dan merupakan satu-satunya immunoglobulin yang mampu

menembus barrier plasenta masuk kedalam sirkulasi janin dan bertanggung jawab dalam

perlindungan bayi yang belum sempurna sistim imunnya. Ig G juga membantu meningkatkan

fagositosis makrofag lewat proses opsonisasi. Kada Ig G dalam tubuh bayi secara gradual akan

menurun sampai bulan ke enam kelahiran.

Page 15: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 14

2). IMMUNOGLOBULIN A

Di dalam tubuh jumlahnya sekitar 15 % dari seluruh Immunoglobulin. Berat Molekulnya

160.000 dan terdapat di dalam air mata, kolostrum, saliva, sekret hidung, prostat dan di dalam

cairan vagina. Ig A dapat berikatan dengan komponen sekresi dengan perantaraan protein J.

Protein ini disekresikan oleh sel plasma yang terdapat pada lapisan mukosa dinding saluran

pencernaan, saluran pernafasan dan saluran kemih. Ikatan SIg A ini mempunyai Berat Molekul

400.000 dan bertanggung jawab melindungi mukosa terhadap invasi bakteri.

3). IMMUNOGLOBULIN M

Immunoglobulin jenis ini mempunyai Berat Molekul 900.000 dan merupakan 10 % dari

jumlah seluruh immunoglobulin yang ada. Ig M merupakan immunoglobulin yang paling efisien

dalam mengaktifkan komplemen. Komplemen adalah suatu kelompok enzim di dalam plasma

yang mempunyai kemampuan melisiskan bakteri serta ikut berpartisipasi dalam respon imun. Ig

M juga merupakan antibodi terhadap golongan darah.

4). IMMUNOGLOBULIN D

Ig D terdapat dalam jumlah sangat kecil dalam serum (0,2 %) dan memiliki BM sekitar

180.000. Ig D labil terhadap suhu dan enzim proteolitik dan sering terdapat bersama Ig M pada

permukaan limfosit yang belum terkena antigen. Mereka sukar dipelajari karena konsentrasinya

dalam darah sangat rendah. Fungsi dalam respon imun belum diketahui dengan pasti. Diduga Ig

Ini ikut terlibat dalam proses deferensiasi limfosit B dan pengenalan antigen.

5). IMMUNOGLOBULIN E

Ig E mempunyai BM 72.000 dan terdapat dalam serum hanya sedikit sekali yaitu sekitar

0,004 % Ig ini tidak berperan penting dalam respon terhadap masuknya mikroorganisme

patogen kedalam tubuh, namun terlibat dalam beberapa bentuk reaksi alergik. Bagian C nya

terikat erat pada sel mast jaringan ikat dan sel basofil darah. Interaksi kemudian dari Ig E

Page 16: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 15

terikat dengan allergen menyebabkan sel mast mengalami degranulasi, membebaskan histamin

dan molekul aktif lainnya seperti SRS-A (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) dan ECF-A

(Eosinophil Chemotatic Factor of Anaphylaxis), yang menimbulkan gejala klinik yang

berhubungan dengan allergi.

Secara umum fungsi dari immunoglobulin atau antibodi adalah:

1) Mengikat antigen atau epitop yang menyebabkan timbulnya respon imun yang

bersangkutan. Di mana fungsi ini dilakukan oleh regio Variable dari kedua rantai

immunoglobulin.

2) Mengikat membran sel mast jaringan ikat melalui regio Constan sehingga terjadi

degranulasi dan melepaskan Histamin serta molekul aktif lainnya, sebagaimana yang

terjadi pada reaksi allergi.

3) Mengikat molekul komplemen serta mengaktifkannya.

4) Merangsang timbulnya proses opsonisasi sehingga meningkatkan daya fagositosis sel

makrofag. Pada permukaan sel makrofag terdapat reseptor C yang dapat berikatan

dengan regio C dari immunoglobulin.

F. SIRKULASI SEL LIMFOSIT

Sistim imun terdiri atas organ-organ limfatika, sel-sel limfosit yang menginfiltrasi epitel

dan jaringan ikat serta limfosit dalam sirkulasi darah dan limfe. Organ-organ limfatika umumnya

disusun oleh jaringan limfatika secara keseluruhan kecuali lien, di mana terdapat sebagian

jaringan yang tidak berfungsi immunologis yaitu pulpa merah lien. Kumpulan jaringan limfatika

dapat dijumpai di seluruh tubuh, kecuali dalam sistim saraf sentral. Sumsum tulang, meskipun

tidak termasuk dalam sistim imun merupakan sumber stem sel atau sel prekursor atau sel

punca limfosit pada akhir kehidupan embryonal dan pada kehidupan post natal. Daerah-daerah

sistim imun yang begitu tersebar, di dalam tubuh mempunyai jaringan komunikasi baik melalui

limfe maupun sirkulasi darah.

Page 17: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 16

Stem sel, sel punca atau prekursor limfosit mula-mula diproduksi didalam sakus vitelinus

embryo dan sumsum tulang pada keadaan dewasa. Dari jaringan tersebut, limfosit akan

bermigrasi melalui sirkulasi darah menuju ke jaringan limfatika primer yatu kelenjar tymus dan

jarinagn mirip dengan bursa fabrisius burung. Di dalam jaringan tersebut limfosit akan

mengalami proliferasi spontan (bukan karena rangsangan antigen) serta berdeferensiasi

menjadi limfosit T dan limfosit B. Kedua jenis limfosit kemudian akan memasuki aliran darah

kemudian akan berlokasi di dalam organ-organ limfatika maupun jaringan ikat tubuh. Apabila

limfosit kontak dengan antigen dan terjadi transformasi, proliferasi serta deferensiasi terbentuk

sel-sel efektor limfosit, Sel T pembunuh untuk limfosit T dan sel plasma untuk limfosit B.

Dengan demikian dapat berjalan fungsi perondaan dari sistim imun. Limfosit secara terus

menerus bergerak dari satu tempat ke tempat lain di seluruh tubuh melalui organ limfatika,

cairan limfe dan sirkulasi darah.

Pergerakan sel-sel limfosit dapat bersifat cepat maupun lambat. Migrasi prekursor

limfosit dari sumsum tulang menuju ke jaringan limfatika primer (sentral) dan organ limfatika

sekunder (perifer) memerlukan waktu beberapa minggu. Sedang sirkulasi limfosit dalam darah

menuju kelenjar limfe, jaringan limfatika dan kembali kedalam darah hanya memerlukan waktu

beberapa jam saja. Corak migrasi ini dikenal dengan resirkulasi. Selain itu juga dikenal corak

pergerakan lain yaitu dalam keadaan reaksi imun akut, di mana sel efektor akan beredar

melalui cairan limfe dan sirkulasii darah . Sel plasma banyak dijumpai pada lamina propria

mukosa saluran pencernaan di mana sel akan mengalami maturasi dan mensintesis serta

mensekresikan Immunoglobulin A. Peristiwa resirkulasi dapat didemonstrasikan dengan

melakukan drainase sel-sel limfosit dalam fistula kronis dari duktus torasikus. Dengan cara inii

sebagian besar cairan limfe seluruh tubuh dapat ditampung, di mana pada manusia didapat 2 –

30 x 10.000/mm kubik, sebagian besar dalam bentuk limfosit kecil (90 – 95 %). Sebagian kecil

lainnya berukuran besar dan prekursor sel plasma akan menuju mukosa saluran pencernaan.

Limfosit kecil dari dukstus torasikus cukup untuk mengganti seluruh limfosit darah dalam

Page 18: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 17

keadaan konstan. Apabila drainase dilakukan dalam jangka panjang akan terjadi limfopenia

serta berkurangnya populasi limfosit dalam lien, limfonodus serta jaringan limfatika lainnya.

Apabila dilakukan labelisasi radioaktif sel limfosit secara in vitro dan kemudian

disuntikkan secara intra vena akan dapat diamati kecepatan limfosit meninggalkan darah dan

berlokasi di dalam organ limfatika perifer. Sel limfosit ternyata tidak memasuki jaringan tymus

maupun sumsum tulang. Migrasi limfosit kecil hanya dari darah menuju ke organ-organ

limfatika perifer serta jaringan limfatika yang kemudian meninggalkan jaringan masuk kedalam

darah dan cairan limfe lagi. Radiasi pada hilus lienalis akan menurunkan jumlah limfosit yang

berresirkulasi. Resirkulasi berjalan sangat cepat, hal ini dapat dilihat dari waktu yang

dibutuhkan limfosit untuk transit, misalkan waktu transit dalam sebagian besar sel yang

mengalami nresirkulasi adalah limfosit T (85 % pada tikus) dan sisanya limfosit B. Drainase pada

duktus torasikus mengakibatkan penurunan selekstif pada daerah tertentu. Mula-mula sel

limfosit menghilang pada bagian dalam korteks limfonodus, daerah selubung limfatik

periarterial lien dan pada daerah internoduler plaques Peyeri ilium. Kondisi tersebut mirip

dengan menghilangnya sel-sel limfosit pada neonatal rodensia yang mengalami tymektomi,

daerah tersebut dikenal dengan daerah tymus dependent. Kesimpulannya, komponen utama

yang mengalami resirkulasi adalah limfosit T. Sel-sel tersebut secara cepat mengalami

mobilisasi dari organ limfatika perifer. Apabila drainase duktus torasikus diperpanjang lagi

waktunya, maka akan tampak pengurangan sel-sel limfosit pada daerah tymus-dependent ,

yaitu pada daerah superfisial korteks dan genjel-genjel (cord) medula limfosnodus serta bagian

tepi pulpa putih lien. Mobilisasi lambat dari resirkulasi inii dialami oleh sel—sel limfosit B.

Labelisasi radioaktif sel limfosit B dan T yang kemudian disuntikkan secara intra vena

menunjukkan bahwa sel-sel tersebut akan berlokasi pada daerah-daerah tymus-dependent

maupun tymus-independent dari organ limfatika perifer. Di dalam darah manusia, 69 – 82 %

limfosit type T dan 20 – 30 % limfosit B.

Page 19: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 18

Resirkulasi sel-sel limfosit baik B maupun T kedalam limfonodus melalui venule post

kapiler spesifik yang disebut High Endothelial Venules (HEV) yang terdapat pada bagian dalam

korteks limfonodus (zona parakorteks) . Migrasi resirkulasi limfosit dari darah menuju

kejaringan limfatika dikenal dengan istilah Homing. Hal ini terjadi oleh karena adanya Homing

Receptor pada permukaan sel limfosit yang akan menempel pada sel endotel pembuluh darah

khusus (HEV) di dalam jaringan limfatika. Berbeda dengan sel-sel darah pada umumnya yang

dapat memasuki jaringan, sel limfosit tidak hanya demikian saja namun juga masuk kembali

kedalam sirkulasi darah. Resirkulasi inii tidak tergantung aktifasi antigen. Limfosit yang

mengalami resirkulasi terutama adalah limfosit T, memori serta limfosit T perawan.

Page 20: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 19

JARINGAN LIMFATIKA

Sel limfosit dapat berdiri sendiri di dalam cairan darah, cairan limfe, jaringan pengikat

longgar serta di dalam jaringan epitel. Pada beberapa organ terutama saluran pencernaan,

pernafasan maupun saluran kemih, sel-sel limfosit terdapat bersama-sama dengan sel plasma

dan makrofag membentuk masa padat di dalam jaringan longgar lamina propria. Di dalam

organ limfatika, seperti tymus, limfonodus, pulpa putih lien serta tonsila, sel-sel limfosit

tersusun sebagai jaringan limfatika yang tampak dominan dalam organ tersebut. Kerangka atau

stroma jaringan limfatika disusun oleh jaringan pengikat retikuler dengan sel-sel retikuler dan

serabut retikuler. Atas dasar kepadatannya jaringan limfatika dibedakan menjadi jaringan

limfatika jarang dan jaringan limfatika padat. Sedang secara morfologisnya, jaringan limfatika

dibedakan menjadi bentuk difusa dan bentuk noduler.

Jaringan limfatika difusa tersusun oleh sel-sel limfosit yang tersebar dan tidak

membentuk bangunan tertentu. Jaringan limfatika ini dapat ditemukan pada daerah

internoduler korteks, bagian dalam korteks serta daerah medula limfonodus, selubung limfatk

periarterial lien, daerah internoduler tonsila dan plaques Peyeri ilium. Jaringan limfatika juga

disusun stroma mirip spons yang dipenuhi dengan sel-sel limfosit. Stroma disusun oleh sel dan

serabut retikuler yang berasal dari jaringan mesenkimal. Serabut retkuler dapat ditunjukkan

dengan pewarnaan impregnasi perak. Sel retikuler tampak berbentuk stelat dengan inti oval,

eukromatik dan sitoplasma asidofil. Pada pewarnaan vital, beberapa sel retikuler (tidak semua)

tampak residual bodies zat warna dalam sitoplasmanya, hal ini menunjukkan ada sel retikuler

yang mampu mengadakan fagositosis zat warna. Pengamatan dengan mikroskop elektron

menunjukkan adanya sisterna endoplasmik retikulum granuler dalam berbagai ukuran,

apparatus Golgi yang berkembang sempurna. Sedang organela lainnya tidak begitu nyata. Pada

bagian perifer sel umumnya bebas dari organela. Selain itu terdapat juga fixed-makrofag.

Percobaan dengan labelisasi 3H-Thymidin, sel retikuler dalam limfonodus menunjukkan proses

Page 21: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 20

regenerasi sel yang sangat lambat. Selama regenerasi limfonodus sesudah dilakukan radiasi,

tidak didapatkan sel retikuler yang terlabelisasi dalam parenkim jaringan limfatika.

Sebagaimana sel fibroblas, sel retikuler juga mampu mensintesis serabut retikuler. Sel-sel bebas

dalam jaringan limfatika difusa yang ada antara lain limfosit dalam berbagai ukuran, sel

makrofag dan sel plasma.

Bentuk kedua dari jaringan limfatika adalah limfonodulus (nodulus limfatikus). Jaringan

berbentuk bulat, padat dan umumnya tersebar di antara jaringan limfatika difusa. Jaringan

limfatika bentuk nodulus ini dapat dijumpai pada korteks limfonodus, bagian perifer pulpa putih

lien, lamina propria saluran pencernaan, pernafasan dan saluran kemih. Jaringan ini juga

banyak didapat pada tonsila, plaques Peyeri dan apendiks. Limfonodulus dibedakan menjadi

primer dan sekunder. Yang terakhir ini disebut pula dengan sentrum germinativum. Nodulus

primer terutama disusun oleh sel-sel limfosit ukuran kecil dan tampak tercat lebih gelap.

Sentrum germinativum disusun sel-sel limfosit dengan ukuran yang lebih besar , tercat terang

atau pucat yang tersusun sferis dengan ujung berupa topi (cap) dari sel-sel limfosit kecil.

Sentrum germinativum terdapat pada hampr semua jaringan limfatika kecuali pada tymus.

Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya, bangunan ini tampak sebagai suatu masa

yangsferis dengan populasi sel yang kelihatan gelap pada satu sisi serta populasi sel yang

tampak terang pada sisi yang lain. Sentrum germinativum dikelilingi oleh suatu kapsula yang

tersusun oleh sel-sel yang memanjang. Bentuk bangunan ini tampaknya dipengaruhi oleh

sekitarnya, di dalam limfonodus daerah terang dan ujung limfosit (limfosit cap) mengarah ke

sinus marginalis. Sedang pada lien mengarah ke piulpa merah. Pada saluran pencernaan dan

pernafasan posisi tadi mengarah ke permukaan epitel. Apabila pemotongan histologist tepat

melalui sumbu sentrum germinativum, maka gambaran polarisasi tersebut tidak kelihatan. Cap

yang tersusun limfosit-limfosit kecil tampak berbentuk sirkuler tipis yang mengelilingi sentrum

germinativum.

Page 22: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 21

Daerah yang tercat gelap dari sentrum germinativum terjadi oleh karena menyerap zat

warna secara kuat dari inti dan sitoplasma yang basofil. Sel-sel tersebut adalah limfoblas yang

(sel pironinofil), limfosit ukuran sedang dan besar dan sel-sel yang sedang mengalami

transformasi menjadi sel plasma. Kesemua sel tersebut akan berproliferasi, mengandung

antibody dalam ruangan perinuklearnya dan terdapat sisterna endoplasmic reticulum granuler.

Pada daerah ini juga terdapat sel-sel makrofag. Sel-sel bebas tersebut memenuhi stroma yang

disusun sel stelat yang satu sama lain dihubungkan dengan perantaraan desmosom. Sel ini akan

tampak jelas dengan pewarnaan perak dan disebut sebagai sel denritik oleh karena mempunyai

banyak prosesus. Pada perbatasan antara daerah gelap dan terang yaitu pada kutub sentrum

germinativum, sel-sel besar akan berubah menjadi sel-sel limfosit ukuran kecil yang tidak

menunjukkan gambaran proses pembelahan, jumlah sel makrofag menurun dan sel denritik

dengan sitoplasma eosinofilik tampak banyak mempunyai prosesus.

Kapsula sentrum germinativum disusun oleh beberapa lapis sel retikuler yang berbentuk

pipih dan dihubungkan dan dihubungkan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel

plasma matur tersebar di dalam sentrum germinativum kecuali pada tonsila. Serabut-serabut

retikuler tersebar di bagian tengah dan tersusun konsentris di bagian tepi. Sentrum

germinativum tidak selalu tampak di dalam jaringan limfatika, pada suatu ketika bangunan ini

akan mengalami involusi dan menghilang. Sentrum germinativum pertama kali muncul sebagai

sarang-sarang kecil limfoblas yang secara progresif tumbuh dan mencapai diameter 1 mm.

Pada sentrum germinativum yang sangat besar banyak dijumpai sel-sel fagositosis dipenuhi

residual bodies dalam sitoplasmanya. Umur sentrum germinativum tidak diketahui secara pasti.

Secara fungsional, sentrum germinativum dianggap berperan di dalam pembentukan sel

limfosit yang beberapa di antaranya yang beberapa di antaranya mati dan difagositosis oleh

makrofag. Penelitian secara autoradiografi pada tonsila setelah penyuntikan dengan 3H-

thymidin menunjukkan bahwa sel-sel limfosit muncul dari dalam sentrum germinativum dan

bergerak menuju daerah cap yang akhirnya bermigrasi kedalam jaringan epitel. Sel denritik

Page 23: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 22

tidak menunjukkan kemampuan fagositosis sebagaimana pendapat dahulu. Sel ini

menunjukkan dapat menjebak antigen sehingga lebih dapat kontak dengan sel limfosit,

mengikat kompleks antigen-antibodi serta partikel-partikel lain seperti karbon, titanium oksida

dan besi oksida.

Sentrum germinativum juga terbentuk pada rodensia yang mengalami tymektomi

sewaktu lahir serta pada pasien dengan aplasis tymus konginetal. Pada burung keberadaanya

dapat dipertahankan meskipun dilekukan bursektomi. Pada penderita agammaglobulinemia

konginetal tidak didapatkan adanya sentrum germinativum. Suntikan limfosit B secara intra

vena menunjukkan bahwa sel-sel limfosit B akan berlokasi pada sentrum germinativum maupun

pada cap nya. Hal ini menunjukkan bahwa di dsalam sentrum germinativum terjadi proses

perkembangan dan deferensiasi dari sel limfosit B. Munculnya sebtrum germinativum

tampaknya berhubungan erat dengan proses imun humoral. Bangunan tersebut terbentuk

selama berlangsungnya respon imun primer dan meningkat dengan cepat selama respon imun

sekunder. Sentrum germinativum jarang terbentuk pada binatang yang terisolasi dari

lingkungan bebas. Sel-sel limfosit penyusun sentrum germinativum mampu mensintesis

antibody dari jenis Ig G meskipun tidak mengalami deferensiasi menjadi sel plasma. Beberapa

sentrum germinativum menghasilkan monospesifik antibody, hal ini menimbulkan asumsi

bahwa seluruh populasi dalam satu sentrum germinativum merupakan sel klon yang sama

sebagai reaksi terhadap suatu antigen tertentu. Terdapat korelasi positip antara terbentuknya

sentrum germinativum dengan respon imun humoral. Sentrum germinativum bukan

merupakan tempat penghasil utama dari antibody maupun sel plasma. Pengamatan pada

embryo manusia menunjukkan bahwa sekresi antibody terjadi sebelum sentrum germinativum

terbentuk.

Di dalam tubuh distribusi jaringan limfatika menempati lokasi yang strategis. Lokasi

tersebut dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1) Garis Pertahanan Pertama, antigen sering dapat

menembus membrane basalis epitel beberapa saluran dalam tubuh. Pada dinding organ

Page 24: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 23

tersebut terdapat jaringan limfatika bentuk noduler yang tersebar di dalam jaringan longgar

lamina proprianya, sebagai limfonodulus soliter maupun agregasi seperti yang terlihat pada

saluran pencernaan, pernafasan maupun saluran kemih. Demikian pula pada tonsila baik tonsila

lingualis, faringeal maupun nasofaringeal. 2) Garis Pertahanan Kedua, antigen yang lolos dari

garis pertahanan pertama akan memasuki organ melalui pembuluh limfe aferen dan kontak

dengan jaringan limfatika yang ada. 3) Garis Pertahanan Ketiga, antigen dapat bertahan dan

lolos dari garis pertahanan kedua serta dapat mencapai sirkulasi darah baik secara langsung

menembus venule atau kapiler maupun mengikuti aliran limfe keluar dari limfonodulus melalui

pembuluh limfe eferen sampai keduktus torasikus yang bermuara kedalam vena. Dengan

demikian antigen akan memasuki sirkulasi darah, sebagian besar darah akan sampai pada lien

yang mengandung sel-sel limfosit dalam pulpa putihnya.

Sel-sel imunokompeten pada kulit kebanyakan terdapat pada papilla dermis, misalkan

sel limfosit, sel makrofag dan sel mast (mastosit). Hubungan kulit dengan sistim imunologis

dikenalm dengan konsep SALT (Skin Associated Lymphoid Tissue). Konsep tersebut mengandung

pengertian bahwa kulit memiliki suatu sistim imunitas tersendiri. Sel yang berperan di dalam

sistim tersebut dikenal dengan sel Langerhans yang mampu bertindak sebagai sel penyaji

antigen kepada limfosit. Komponen pada kulit yang mendukung SALT antara lain sel

Langerhans, sel limfosit, keratinosit serta sistim pembuluh limfe perifer pada kulit. Keratinosit

kulit merupakan tempat produksi zat perangsang limfosit T yang dikenal dengan Epidermal T-

cell Activating Factor (ATAF). Selain komponen seluler, dal;am kulit juga terdapat komponen

humoral yang terdiri atas protein anti mikroba, komplemen dan immunoglobulin. Sedang

komponen seluler umumnya berasal dari luar kulit. Di dalam kulit sel-sel tersebut dapat bersifat

sebagai sel penghuni seperti keratinosit, sel Langerhans, sel T dan sel denritik. Selain itu juga

terdapat sel-sel pendatang seperti monosit, granulosit dan mastosit. Sedang sel lain bersifat

pengembara yaitu sel NK dan sel denritik.

Page 25: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 24

Jaringan limfatika baik bentuk difusa maupun nodulus akan membentuk organ-organ

limfatika. Organ limfatika di dalam tubuh dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu organ

limfatika ptrimer atau sentral dan organ limfatika sekunderr atau perifer. Organ limfatika

primer tidak berfungsi langsung terhadap suatu konfigurasi asing atau antigen, tetapi lebih

merupakan tempat maturasi dari sel-sel limfosit. Yang termasuk organ limfatika primer ialah

kelenjar Tymus dan jaringan mirip Bursa Fabrisius. Tymus merupakan tempat pematangan sel-

sel limfosit T, oleh karena struktur histologisnya yang khas maka jaringan tymus tidak akan

kontak dengan antigen (Blood Thymus Barrier). Sedang jaringan mirip Bursa Fabrisius diduga

terdapat di dalam jaringan hemopoetik sumsum tulang, di dalam jaringan limfatika primer ini

terjadi pematangan dari sel-sel limfosit B. Sedang organ limfoid sekunder berperan langsung

terhadap masuknya antigen kedalam tubuh. Yang termasuk ini antara lain limfonodus, lien dan

tonsila.

TYMUS

Tymus merupakan organ limfatika primer yang terdapat di dalam rongga mediastinum

superior, di dapan pembuluh-pembuluh darah besar jantung. Tymus terdiri atas dua lobus yang

di antaranya dihubungkan dengan jaringan ikat. Pada usia pubertas tymus mencapai berat 30 –

40 gram, setelah itu tymus akan mengalami involusi secara progresif sehingga pada waktu

dewasa sebagioan besar organ hanya diisi oleh jaringan lemak. Tymus merupakan satu-satunya

organ limfatika primer pada manusia yang dapat diidentifikasi dan merupakan organ limfatika

yang dibentuk sejak masa embryonal. Di dalam tymus terjadi perkembangan stem sel/sel punca

dari sakus vitelinus yang kemudian mengalami deferensiasi menjadi sel tymus dependent atau

limfosit T. Proliferasi limfosit dalam tymus (sering disebut tymosit) terjadi tanpa rangsangan

antigen. Sebagian besar sel kemudian akan mengalami degenerasi di dalam organ . Sedang

Page 26: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 25

sisanya akan memasuki sirkulasi darah dan menetap di dalam organ-organ lomfoid sekunder.

Sel limfosit T bertanggung jawab terhadap respon imun seluler, selain itu juga bekerja sama

dengan limfosit B dalam menyelenggarakan respon imun humoral. Di dalam jaringan limfatika

tymus tidak didapatkan sentrum germinativum dan tidak terdapat produksi antibody. Sel-sel

tymosit dalam hal ini belum mempunyai kompetensi immunologis. Pengambilan tymus

sebelum sistim imun terbentuk sempurna akan menghilangkan kemampuan imun spesifik

tubuh.

Setiap lobus tymus dilapisi oleh kapsula tipis jaringan ikat longgar yang akan bercabang-

cabang membentuk septum-septum dan membagi-bagi organ mernjadi lobuli yang berbentuk

polihidral dengan diameter antara 0,5 – 2 mm. Masing-masing lobules berdiri sendiri dan tidak

ada hubungan dengan lobules lainnya. Sel utama yang menyusun lobulus ialah limfosit yang

dalam hal ini disebut tymosit. Selain itu terdapat pula sel retikuler dan sejumlah kecil

makrofag. Bagian tepi lobules terutama disusun oleh limfosit ukuran kecil yang tersusun secara

padat. Pada bagian sentral jumlah limfosit menurun dan sel retikuler mempunyai sitoplasma

yang lebih asidofil. Dengan demikian bagian tepi lobuli tampak tercat lebih gelap dan dikenal

dengan korteks tymus. Sedang di bagian sentral lobuli, jaringan tampak tercat lebih terang dan

disebut sebagai medulla tymus. Cabang-cabang jaringan ikat septum bersama dengan

pembuluh darah masuk kedalam lobulus mulai dari korteks sampai pada perbatasan korteks-

medula. Sel-sel retikuler dari stroma tymus berbentuk stelat. Berbeda dengan jaringan limfatika

pada umumnya, sel-sel retikuler di sini saling berhubungan satu sama lain dengan desmosom

dan disebut dengan epitel retikuler.

KORTEKS TYMUS

Sel-sel retikuler berbentuk stelat mempunyai sitoplasma asidofil, inti besar berbentuk

oval , diameter 7 – 11 mikron, tercat terang dengan satu atau dua nukleoli. Prosesus

protoplasmatisnya berhubungan dengan prosesua sel di dekatnya dengan perantaraan

Page 27: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 26

desmosom. Di dalam sitoplasmanya terdapat anyaman filamen yang beberapa di antaranya

memasuki desmosom. Selain itu terdapat pula organela-organela lain seperti mitokondria,

beberapa ribosom baik yang bebas maupun yang melekat pada endoplasmik retikulum, serta

apparatus Golgi. Kadang-kadang dijumpai vakuole berisi matriks yang transparan dan sejumlah

sisa-sisa debris. Kemampuan fagositosis sel retikuler sangat diragukan. Pada bagian tepi korteks

dan di sekitar pembuluh darah dibatasi dengan tegas oleh prosesus protoplasmatis sel retikuler

sehingga parenkim tymus terpisah dari jaringan ikat interlobularis maupun dengan tunika

advensisia pembuluh darah. Dengan demikian terdapat sawar darah-tymus (Blood Thymus

Barrier). Terdapat tiga komponen yang menyusun sawar ini, yaitu 1) Dinding kapiler

beserta lamina basalisnya. 2) Ruangan perivaskuler yang berisi cairan jaringan dan makrofag

serta 3) Epitel retikuler. Korteks tymus sangat aktif memproduksi limfosit terutama pada masa

embryonal dan sekitar post natal. Tidak seperti organ limfatika lainnya seperti lien dan

limfonosdus yang memproduksi limfosit dipengaruhi kontak dengan antigen, tymus selalu

memproduksi limfosit serta tidak dipengaruhi kontak dengan antigen. Sehingga tymus

merupakan produser limfosit yang otonom.

Bagian korteks disusun terutama oleh sel-sel limfosit kecil dalam berbagai

perkembangan. Inti oval, eukromatis dengan 1 atau 2 nukleoli, sitoplasma tercat basofil.

Dengan mikroskop elektron tampak jelas adanya poliribosom bebas, endoplasmik retikulum

granuler yang umumnya berbentuk sisternal, diplosom yang dikelilingi apparatus Golgi kecil dan

berlokasi dekat membran inti. Selain itu dijumpai pula sejumlah kecil mitokondria, multi

vesikuler bodies, granula-granula dan tetes-tetes lemak. Pada korteks ini terjadi proliferasi sel-

sel limfosit namun sebagian besar mengalami degenerasi dan sisa-sisanya difagosit makrofag.

Pada perbatasannya dengan bagian medula tampak sel-sel limfosit yang mati dengan inti

piknotik. Selain limfosit dan sel retikuler terdapat pula sel-sel makrofag yang tersebar di seluruh

korteks terutama pada perbatasannya dengan medula. Sel ini dapat dibedakan dengan sel l

retikuler oleh karena tidak mempunyai desmosom pada prosesus protoplasmatiknya. Selain itu

pada makrofag banyak dijumpai inklusiones yang PAS positip dalam sitoplasmanya, benda-

Page 28: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 27

benda tersebut merupakan residual bodies. Pada tymus yang mengalami involusi dijumpai

beberapa sel plasma baik pada parenkim maupun jaringan ikat interstisiilnya. Sel tersebut

terutama terdapat pada bagian tepi korteks dan sepanjang pembuluh darah. Sel plasma ini

belum jelas benar asalnya dan bagaimana terjadinya. Selain itu dijumpai pula beberapa sel mast

terutama pada jaringan di luar lobulus.

MEDULA TYMUS

Di dalam medula bentuk sel retikuler sangat beraneka ragam (pleiomorpik). Di satu

tempat sel berbentuk stelat dengan banyak filamen dan sitoplasmanya, sedang ditempat lain

berukuran lebih besar dengan sitoplasma pucat dan mempunyai banyak prosesus

protoplasmatis. Bentuk badan sel bulat atau pipih. Terdapat pula sel retikuler yang bulat

dikelilingi oleh sel-sel bentuk pipih yang tersusun melingkar. Sel-sel pipih ini tersusun secara

epiteloid dan dihubungkan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel tersebut

mengandung granula keratohialin dan filamen-filamen dalam sitoplasmanya. Bangunan

tersebut dikenal dengan Hassal Bodies atau korpuskulum Hassal yang dapat mencapai 100

mikron diameternya. Sel bulat di bagian tengah mengalami degenerasi dan kalsifikasi. Hassal

bodies ini merupakan ciri khas pada bagian medula tymus dan dianggap berasal dari sel epitel

retikuler yang mengalami degenerasi.

Sel-sel limfosit dalam medula lebih sedikit jumlahnya dibandingkan bagian korteks.

Bentuk sel ireguler dengan berbagai ukuran baik besar maupun sedang. Di dalam medula jarang

dijumpai makrofag, kadang-kadang dijumpai sel eosinofil sedang sel plasma tidak terdapat.

Sementara ahli berpendapat bahwa sel limfosit dii sini berasal dari proses resirkulasi sedang

ahli lain berpendapat sel berasal dari migrasi limfosit korteks.

PEMBULUH DARAH DAN SARAF

Page 29: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 28

Pembuluh darah dalam tymus berasal dari cabang mediastinal dan perikardiofrenika

ateria torasika interna. Setelah menembus kapsula pembuluh akan berjalan dalam jaringan ikat

interlobularis dan memberi cabang mengikuti septum sekunder sampai pada daerah

perbatasan korteks-medula tanpa menembus parenkim korteks. Arteriola pada daerah ini

kemudian akan bercabang-cabang sebagai kapiler, secara asenderen menuju ke bagian tepi

korteks dan berhubungan satu sama lain dengan perantaraan anastomose kolateral. Pada

korteks bagian tepi, kapiler akan membentuk anyaman dan menuju ke bagian dalam korteks

kembali serta bermuara pada venule post kapiler yang banyak terdapat pada perbatasan

korteks-medula. Darah dalam venule kemudian ditampung oleh vena tymika cabang dari vena

brakiosepal. Dengan adanya sawar darah-tymus maka parenkim tymus terutama bagian korteks

terlindung dari makromolekul asing. Sejumlah besar limfosit akan memasuki sirkulasi darah

melalui dinding venule post kapiler yang terdapat pada perbatasan korteks-medula. Sel endotel

di sini tidak menebal sebagaimana halnya venule pada organ limfatika sekunder.

Tymus tidak mempunyai pembuluh limfe aferen, kadang-kadang dijumpai pembuluh

limfe di dalam jaringan ikat septum. Tymus mendapat persarafan dari nervus vagus dan saraf

simpatis. Serabut saraf simpatis terdapat pada dinding pembuluh darah. Sedang terminal saraf

vagus belum sepenuhnya diketahui.

HISTOGENESIS

Pada manusia tymus berasal dari endoderm yang membatasi arkus brakhialis (insang)

ketiga pada setiap sisi dari linea mediana. Tymus primordial merupakan bangunan berlumen

lanjutan dari lumen faring embrio yang dindingnya disusun oleh epitel selapis silindris. Sel-sel

endoderm berproliferasi membentuk masa epitelial yang padat sehingga lumen menghilang.

Masa tersebut dikelilingi oleh jaringan mesenkim. Kedua sisi tymus primordial kemudian akan

menyatu pada saat embrio berumur 8 minggu. Pada saat itu mulai tampak sel-sel limfosit

(tymosit) di dalam masa epitel yang makin lama makin banyak jumlahnya, sementara itu

Page 30: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 29

pembuluh darah menembus masa dan secara gradual sel-sel parenkim di sekitarnya

membentuk sel-sel stelat yang satu sama lain dihubungkan dengan desmosom. Masa medula

dibentuk lebih akhir pada bagian dalam lobulus. Sel-sel tymosit berasal dari sel-sel mesenkim,

sel epitel endodermis, sakus vitelinus dan dari sumsum tulang pada saat post natal. Sel-sel akan

bermigrasi kedalam tymus dan berdeferensiasi menjadi sel limfosit (tymosit).

Pada manusia tymus adalah merupakan organ limfatika pertama yang mengandung sel

limfosit yang kemudian secara aktif memproduksi limfosit di sepanjang kehidupan embrional.

Rata-rata pertumbuhan tymus sesuai dengan kenaikan berat badan janin yang kemudian

berhenti menjelang trimester ketiga embrional. Setelah itu secara gradual berat akan menurun

sampai kelahiran. Pada rodensia perkembangan tymus masih terus berlangsung sampai usia 2

miggu post natal. Seiring dengan proses involusi tersebut, fungsi fisiologisnyapun menurun,

korteks menjadi lebih tipis dan parenkim terisi oleh sel-sel lemak yang berasal dari

prekursornya dalam jaringan ikat interlobularis. Pada keadaan dewasa parenkim tymus diganti

dengan jaringan lemak dengan pulau-pulau parenkim di antaranya. Pulau-pulau itu terutama

disusun oleh sel-sel retikuler yang membesar. Parenkim tymus tidak menghilang sama sekali

sampai usia tua. Percobaan dengan melakukan tymektomi pada rodensia dewasa menunjukkan

penurunan populasi limfosit, hal ini menunjukkan bahwa fungsi tymus masih dipertahankan

sampai dewasa. Namun pada manusia hal ini belum bisa dibuktikan.

Proses involusi tymus dapat dipercepat oleh keadaan-keadaan tertentu sehingga terjadi

penurunan hebat yang dikenal dengan accidental involution. Keadaan tersebut dapat terjadi

pada diit yang jelek, radiasi, endotoksin bakteri, ACTH dan hormon steroid korteks adrenal.

Dalam keadaan ini ukuran tymus akan menurun dengan cepat terutama pada bagian korteks

oleh karena terjadi kematian hebat dari sel-sel limfosit yang kemudian difagositosis oleh

makrofag. Bagian medula lebih tahan terhadap trauma dibanding korteks. Involusi akut

tersebut akan diikuti dengan proses regenerasi yang intensif sehingga tymus menjadi berukuran

normal kembali.

Page 31: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 30

HISTOFISIOLOGI

Tymus berfungsi sebagai tempat perkembangan sel-sel limfosit yang bertanggung jawab

terhadap penolakan jaringan transplantasi, reaksi hipersensitifitas lambat, respon imun

terhadap jamur, beberapa bakteri dan virus. Limfosit tymus dependent ini tidak memproduksi

antibodi, tetapi ikut berperan dalam respon imun humoral. Sel limfosit ini menjadi bersifat

imunokompeten setelah keluar dari organ dan memasuki sirkulasi darah maupun organ-organ

limfatika perifer. Tymosit (sel limfosit yang ada dalam tymus) merupakan bentuk prekursor

immatur dari limfosit T. Trymektomi pada binatang dewasa tidak begitu berpengaruh pada

populasi limfosit perifer maupun respon imun selulernya. Tetapi pada` rodensia yang baru lahir,

tymektomi berakibat terjadinya limfopenia yang ditandai dengan menurunnya populasi

resirkulasi limfosit, menurunnya kemampuan respon imun seluler serta tertekannya

pembentukan antibodi yang dalam hal ini membutuhkan kerjasama dengan limfosit T. Di bagian

dalam korteks (zona parakorteks) limfonodus serta jaringan limfatika periarterial lien tidak

berkembang dengan baik, sel plasma dan sentrum germinativum tidak terbentuk.

Pada binatang rodensia, tymus terbentuk sempurna pada masa neonatal, tetapi

populasi perifer limfosit tymus dependent belum sempurna, baru beberapa waktu kemudian

populasi limfosit T perifer terbentuk. Apabila pada saat itu dilakukan tymektomi tidak akan

segera diikuti menurunnya kemampuan respon imun seluler maupun populasi limfosit T nya.

Penurunan terjadi apabila kemudian dilakukan radiasi total bodi. Tymektomi yang dilakukan

pada masa neonatus rodensia akan menurunkan kemampuan respon imun. Hal ini dapat diatasi

dengan melakukan pencangkokan jaringan tymus atau penyuntikan sel-sel dari lien dan

limfonodus. Injeksii suspensi tymus kurang efektif sebab hanya sedikit sel-sel maturnya.

Percobaan dengan melakukan tymektomi dan radiasi pada binatang yang kemudian

dicangkokkan jaringan sumsum tulang serta jaringan tymus akan menunjukkan munculnya

populasi baru dari limfosit T. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa populasi limfosit

Page 32: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 31

dalam tymus berasal dari migrasi prekursor sumsum tulang. Penelitian juga menunjukkan

bahwa stem sel prekursor berasal dari sakus vitelinus embrio dan sumsum tulang post natal.

Tymus diduga memproduksi suatu faktor yang dapat merangsang deferensiasi limfosit T.

Aktifitas deferensiasi sel mencapai puncaknya pada masa perinatal. Proliferasi limfosit

dalam korteks akan menghasilkan generasi sel yang akan terakumulasi di bagian dalam korteks

lobulus tymus. Proliferasi tersebut tidak tergantung dari stimulasi antigen sebagaimana terjadi

pada organ limfatika perifer atau sekunder. Mekanisme pengaturan jumlah produksi sel

sepenuhnya belum jelas. Umur limfosit di dalam tymus sangat pendek yaitu antara 2 – 3 hari

yang diikuti dengan kematian sebagian besar sel. Sel-sel yang mati ini kemudian akan difagosit

oleh makrofag. Sedang sel yang hidup akan bermigrasi kebagian medula dan masuk kedalam

sirkulasi darah melalui dinding venule post kapiler yang banyak terdapat pada perbatasan

korteks-medula.

Limfosit yang keluar dari tymus kemudian disebut limfosit T yang akan berlokasi pada

zona parakorteks limfonodus, selubung limfatika periarterial pulpa putih lien, regio internoduler

tonsila, appendiks dan Plaques Peyeri usus. Sel-sel tersebut menunjukkan aktivitas resirkulasi

dari organ limfatika perifer masuk kedalam sirkulasi darah dan kembali masuk kedalam organ.

Di dalam suspensi tymus hanya sedikit saja sel limfosit kecil yang menunjukkan kemampuan

transformasi terhadap interaksi hemaglutinin atau sel allogenik. Sel limfosit ini kurang sensitif

terhadap radiasi maupun steroid adrenal dan berlokasi pada bagian medula. Pengamatan ini

menunjukkan bahwa limfosit korteks dapat berperan imunologis begitu migrasi kedalam

medula. Dalam korteks tymus tidak didapatkan sel-sel plasma oleh karena sel limfosit T tidak

berkembang menjadi sel plasma, selain itu apabila ada limfosit B yang menembus kapiler dan

memasuki korteks maka tidak akan dapat kontak dengan antigen. Di dalam medula tidak

terdapat sawar darah-tymus sehingga sel B dapat kontak dengan antigen dan terangsang

menjadi sel plasma.

Page 33: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 32

Page 34: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 33

LIMFONODUS

(KELENJAR LIMFE)

Limfonodus atau kelenjar limfe atau kelenjar getah bening berbentuk ovoid dengan

berbagai ukuran antara 1 – 25 mm, dan umumnya tersebar pada daerah paravertebra, di

sepanjang pembuluh darah besar dada dan abdomen, pada daerah leher, aksila dan inguinal.

Parenkim organ disusun oleh jaringan limfatika baik yang berbentuk difusa maupun noduler,

sehingga dapat mengenal dan bereaksi terhadap antigen dalam aliran limfe yang melewatinya.

Dengan adanya sel-sel makrofag di dalamnya maka organ ini dapat pula berfungsi

membersihkan cairan limfe dari berbagai benda seperti sel, kuman serta konfigurasi asing

lainnya. Limfonodus berbentuk ovoid dengan bagian yang mencembung serta sebagian kecil

lainnya cekung. Organ dibungkus oleh kapsula yang disusun oleh jaringan ikat padat dengan

parenkim sel-sel limfosit di dalamnya. Pada bagian yang mencembung ditembus oleh beberapa

Page 35: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 34

pembuluh limfe aferen yang akan mengalirkan cairan limfe masuk kedalam parenkim organ.

Pada bagian yang cekung keluar pembuluh limfe eferen serta pembuluh darah dan saraf. Di

dalam pembuluh limfe aferen terdapat katub yang membuka kearah organ, sedang pada

pembuluh eferen katub membuka keluar. Kapsula disusun oleh serabut-serabut kolagen yang

tersusun padat dengan beberpa sel fibroblast. Pada kapsula bagian dalam didapatkan anyaman

serabut elastic, selain itu dijumpai pula beberapa sel otot polos terutama disekitar pembuluh-

pembuluh limfe baik aferen maupun eferen. Di bagian luar kapsula dilapisi jaringan pengikat

longgar dan sel-sel lemak. Kearah dalam kapsula akan member cabang-cabang sebagai

trabekula yang akan membagi organ secara tidak sempurna. Pada binatang trabekula

berkembang lebih sempurna dibandingkan manusia. Trabekula lebih berkembang pada

limfonodus ukuran besar dibanding ukuran kecil, demikian pula antara limfonodus bagian

dalam dan perifer.

Stroma limfonodus disusun oleh jaringan pengikat retikuler di mana serabut

retikulernya berhubungan dengan jaringan ikat kapsula dan trabekula. Jaringan stroma ini

disusun oleh sel-sel retikuler yang terikat pada anyaman serabut retikuler. Selain itu didapatkan

pula makrofag yang merupakan sel bebas. Terdapat beberapa macam sel retikuler tergantung

dari lokasinya. Pada daerah di mana banyak terdapat limfosit B sebagaimana pada limfonodulus

(jaringan limfatika bentuk nodulus), sel mempunyai banyak prosesus sitoplasma yang

berhubungan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel ini dikenal dengan sel denritik

yang mampu mengikat antigen pada permukaannya. Pada daerah yang terutama disusun oleh

sel limfosit T, sel mempunyai inti polimorfi dan prosesus sitoplasma saling beranyaman dengan

prosesus sel di dekatnya, sel ini dikenal dengan sel retikuler.

Secara histologist limfonodus dapat dibedakan menjadi bagian korteks di sebelah tepi

yang tampak tercat lebih kuat dan bagian medulla di sebelah dalam yang tercat lebih pucat.

Tergantung dari tempatnya, maka gambaran tersebut dapat bervariasi bentuknya. Misalkan

limfonodus di daerah kavum abdomen mempunyai medulla yang lebih dominan, beberapa

Page 36: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 35

limfonodus di tempat lain mempunyai korteks yang utuh mengelilingi medulla. Kadangpkadang

dijumpai korteks dan medulla terletak di masing-masing kutub organ. Pada binatang babi, masa

korteks tampak pada bagian sentral dengan medulla tipis di bagian perifer.

Pembuluh-pembuluh limfe aferen menembus permukaan cembung organ dan

mencurahkan isinya kedalam sinus marginalis, sinus kortikalis atau sinus subkapsularis. Sinus ini

tidak berbentuk rongga silindris tetapi lebih berbentuk rongga yang sferis dan memisahkan

antara kapsula dengan parenkim organ. Dari sinus marginalis akan membericabang menjadi

sinus intermedialis yang berbentuk rongga silindris. Sinus ini akan menembus parenkim korteks

bersama-sama dengan trabekula, sehingga dikenal dengan sinus trabekularis. Sinus kemudian

akan melanjutkan diri menjadi sinus yang berukuran lebih besar dengan bentuk yang tidak

teratur, bercabang-cabang serta saling mengadakan anasomose yang disebut sinus medularis.

Bangunan ini menembus masa medulla sehingga terbentuk genjel-genjel (cord) akat korda

medularis yang disusun oleh jaringan limfatika. Pada bagian hilus, sinus medularis akan

menembus kapsula hilus yang tebal dan mencurahkan isinya kedalam pembuluh limfe eferen.

Pengamatan secara mikroskop electron menunjukkan bahwa dinding sinus terdiri atas selapis

sel-sel berbentuk pipih. Sel-sel tersebut adalah sel endotel yang di antaranya didapatkan sel-sel

makrofag. Di antara sel-sel endotel satu sama lain dihubungkan dengan perlekatan khusus yang

sukar ditembus partikel. Sel makrofag dinding sinus diduga berasal dari migrasi makrofag

parenkim. Perbandingan antara sel endotel dan makrofag dinding sinus sangat bervariasi . Pada

dinding sinus subkabsularis terutama disusun oleh sel-sel endotel, sedang pada dinding sinus

medularis banyak terdapat sel-sel makrofag. Pada lumen sinus tampak sel-sel berbentuk stelat

yang prosesus sitoplasmanya menghubungkan permukaan dinding-dinding sinus yang saling

berhadapan. Selain itu terdapat pula sel makrofag dan limfosit kecil. Dinding sinus dilapisi oleh

serabut retikuler yang berhubungan dengan jaringan stroma parenkim. Serabut retikuler

tersebut melekat langsung pada lamina basalis tanpa menembusnya. Anyaman prosesus

sitoplasma dalam lumen juga disokong oleh serabut retikuler yang berhubungan dengan

serabut retikuler dinding sinus dan serabut kolagen kapsula maupun trabekula. Susunan yang

Page 37: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 36

khas dari sinus tersebut berkaitan dengan fungsi filtrasi limfonodus. Cairan limfe yang masuk

organ melalui pembuluh limfe aferen menuju sinus subkapsularis, menembus sinus trabekularis

dan akhirnya menuju kedalam sinus medularis. Sistim sinus tersebut bertindak sebagai jebakan

terhadap konfigurasi asing maupun sisa-sisa jaringan yang terbawa aliran limfe.

Di bawah mikroskop cahaya, korteks limfonodus tampak sebagai suatu masa padat yang

tersusun oleh sel-sel limfosit. Jaringan limfatika parenkim korteks limfonodus terdiri atas

nodulus primaries, nodulus sekundarius serta jaringan limfatika difusa. Nodulus sekundarius

disebut juga sentrum germinativum.. Bentuk nodulus umumnya berlokasi pada bagian tepi

korteks, sedang bentuk difusa menyusun bagian dalam korteks. Sel-sel limfosit yang menyusun

bagian dalam korteks (zona parakorteks) secara kontinyu mengalami resirkulasi. Pada zona

tersebut didapatkan venule post kapiler dengan sel-sel endotel berbentuk kuboid. Melalui

pembuluh darah tersebut terjadi proses resirkulasi.

Nodulus limfatikus primer korteks disusun oleh sel-sel limfosit kecil secara padat dengan

stroma jaringan retikuler jarang. Didapatkan pula sedikit sel makrofag, limfosit ukuran besar

jarang dijumpai, sedang sel plasma tidak terdapat. Sel retikukuler stroma mempunyai inti pucat

dan banyak prosesus protoplasmatis. Di beberapa tempat, sel retikuler mempunyai organela

yang tersebar serta mempunyai hubungan antar sel desmosom, sel ini dikenal dengan sel

denritik. Nodulus sekundarius lebih banyak dijumpai pada bagian luar korteks. Bangunan ini

tampak lebih pucat dibandingkan nodulus primernya serta disusun oleh sel-sel limfosit dalam

stadium pembelahan. Sentrum germinativum banyak didapatkan pada bagian luar korteks dan

jarang dijumpai pada bagian dalam korteks, sedang pada medulla hamper tidak ada. Pada

korteks bagian dalam , gerombolan limfotik tampak lebih jarang dan terutama disusun oleh

limfosit ukuran kecil, kadang-kadang saja dijumpai limfosit besar, makrofag dan sel plasma.

Pada daerah ini tidak dijumpai sel denritik. Serabut-serabut retikuler lebih padat terutama pada

perbatasan antara korteks-medula. Medula limfonodus korda atau genjel-genjel tersusun oleh

gerombolan limfosit. Genjel-genjel tersebut bercabang-cabang dan saling mengadakan

Page 38: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 37

anastomose. Genjel-genjel ini tampak menonjol pada limfonodus yang sedang dalam keadaan

istirahat. Stroma tampak padat dengan anyaman serabutv retikuler, sel-sel retikuler dan

dipenuhi limfosit. Terdapat pula makrofag dan sel plasma, sedang sel denritik tidak dijumpai.

Kapsula limfonodus tersusun padat oleh serabut-serabut kolagen dan beberapa sel

fibroblas. Pada permukaan dalam kapsula terdapat anyaman serabut elastis. Kadang-kadang

dijumpai pula beberapa sel otot polos terutama di sekitar muara pembuluh limfe aferen dan

eferen. Bangunan terluar kapsula didapatkan jaringan pengikat longgar yang mengelilingi organ.

Sedang pada permukaan dalamnya terdapat lapisan endotelium dari sinus. Di beberapa tempat,

kapsula memberi cabang trabekula yang berbentuk silindris tersusun oleh jaringan ikat padat

sehingga organ terbagi-bagi menjadi ruangan-ruangan yang tidak sempura.

Pembuluh darah masuk kedalam limfonodus melalui hilus, hanya kadang-kadang saja

terdapat pembuluh darah yang masuk melalui kapsula. Setelah memasukii organ, pembuluh

akan berjalan mengikuti trabekula, bercabang-cabang dan memasuki parenkim organ sampai

kedalam medula sebagai anyaman kapiler. Terdapat pula arteri yang langsung menembus

medula menuju kekorteks dan membentuk pleksus-pleksus kapiler yang mengelilingi nodulus

limfatikus. Bentuk vena khusus venule post kapiler dengan endotel berbentuk kuboid

merupakan merupakan lanjutan dari pleksus kapiler menuju kekorteks sebelah dalam dan

memasuki genjel medula. Vena kemudian bercabang-cabang menjadi vena yang lebih kecil

dengan bentuk endotel normal. Venule post kapiler ini terutama terdapat pada zona

parakorteks, selain sel endotelnya lebih tinggi, tidak dijumpai sel otot polos pada dindingnya.

Dinding vena dapat diterobos oleh sel-sel limfosit melalui hubungan antar sel endotel. Dengan

demikian sel-sel limfosit dapat mengalami resirkulasi yaitu keluar masuk organ melalui

pembuluh darah dan limfe. Sel tersebut adalah sel limfosit T yang terutama berlokasi pada zona

parakorteks. Peristiwa tersebut dapat terjadi oleh karena adanya reseptor khusus pada

permukaan sel kuboid endotel yang sesuai untuk limfosit T.

Page 39: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 38

Serabut saraf memasuki limfonodus juga melalui hilus organ bersama-sama dengan

pembuluh darah. Setelah masuk organ, saraf kemudian membentuk pleksus perivaskuler. Pada

trabekula dan medula serabut saraf tidak berhubungan dengan pembuluh darah. Sedang pada

korteks serabut saraf merupakan tipe vasomotor.

HISTOFISIOLOGI

Dinding kapiler limfatika mudah diterobos makromplekul maupun sel-sel jaringan ikat,

sehingga kapiler limfatk tidak dapat bertindak sebagai barrier. Sel-sel kuman dapat menembus

epidermis maupun sel epitelium membrana mukosa yang membatasi rongga-rongga tubuh.

Kuman tersebut dapat dihancurkan oleh sel-sel fagosit setempat maupun berproliferasi dan

menghasilkan toksin. Baik kuman maupun toksinnya akan memasuki aliran limfe. Limfonodus

berlokasi di sepanjang aliran limfe sehingga dapat menghambat kuman maupun partikel asing

lainnya memasuki sirkulasi darah. Kemampuan limfonodus untuk menfiltrasi cairan limfe ini

sudah lama dikemukakan oleh Virchow. Bentuk labirin yang dibentuk oleh sistim sinus serta

adanya sel-sel fagosit sangat berperan dalam kemampuan tersebut.

Fungsi imunologis limfonodus terutama dijalankan oleh sel-sel makrofag. Di dalam

limfonodus istirahat terdapat sel-sel perawan baik tipe T maupun B yang pada suatu saat akan

mengalami respon imun primer sedang sel memorinya akan mengalami respon imun sekunder.

Apabila terdapat antigen yang sesuai, maka sel B akan mengalami proliderasi dan deferensiasi

menghasilkan sel plasma yang akan memproduksi antibodi dan disekresikan kedalam

pembuluh limfe eferen. Di dalam pembuluh limfe aferen limfonodus perifer hanya didapatkan

sedikit sel limfosit dan makrofag dan kadang-kadang dijumpai granulosit. Sedang di dalam

pembuluh eferen sel-sel yang ada mencapai 20 – 70 kali dibanding pembuluh aferen, di mana

98% terdiri atas limfosit kecil. Sebagian besar limfosit ini berasal dari sel yang mengalami proses

resirkulasi dan hanya sebagian kecil saja yang berasal dari prekursor limfosit limfonodulus.

Sebagian besar limfosit tersebut memasuki limfonodus melalui sel-sell kuboid endotel venule

Page 40: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 39

post kapiler zona parakorteks dan terdiri atas sel limfosit T . Sel-sel ini hanya sebentar berlokasi

pada limfonodus, kemudian akan bermigrasi kedalam sinus dan meninggalkan kelenjar lewat

pembuluh eferen. Sedang sel limfosit B tidak mengalami resirkulasi.

Tymektomi pada neonatus akan diikuti menurunnya populasi sel T pada zona

parakorteks. Sedang populasi pada bagian korteks menetap. Percobaan dengan labelisasi radio

aktif kedalam kelenjar tymus menunjukkan bahwa tymosit (sel limfosit dalam tymus) home in

kedalam zona parakorteks. Limfosit dari sumsum tulang juga bermigrasi secara kontinyu

kedalam limfonodus yang sedang istirahat, namun tidak menempati lokasi yang khusus. Zona

parakorteks merupakan merupakan thymus dependent area, sedang daerah bursa dependent

area terdapat pada korteks, medula dan sentrum germinativum. Sel plasma berlokasi pada

medula, baik yang berasal dari perkembangan di dalam limfonodus sendiri maupun yang

berasal dari aliran limfe.

Percobaan dengan pemaparan antigen menunjukkan respon primer pada limfonodus.

Pada hari pertama terjadi kenaikan jumlah granulosit baik dalam parenkim maupun sinus.

Sementara itu tampak limfosit ukuran sedang dan besar pada bagian dalam korteks. Antigen

dapat diamati pada vakuole fagositik makrofag sinus maupun medula. Pada hari kedua dan

ketiga sel-sel granulosit menghilang dan sel-sel limfoblas (sel pironinofil) meningkat jumlahnya

dengan cepat serta menunjukkan stadium-stadium pembelahan. Pada keadaan ini limfonodus

membesar dan banyak terbentuk sentrum-sentrum germinativum. Sel limfoblas mempunyai

inti pucat dan poliribosom yang menonjol . Didapatkan pula endoplasmik retikulum granuler,

beberapa mitokondria, sedang appartus Golgi berkembang sempurna namun tidak tampak

granula padat yang menjadi ciri khas dari organela sel plasma. Sel tersebut merupakan transisi

menuju bentuk sel plasma. Baik limfoblas maupun sel plasma mampu memproduksi antibodi.

Akhirnya jumlah sel plasma semakin meningkat dengan inti eksentris, kromatin padat dan

sejumlah besar endoplasmik retikulum granuler. Antibodi yang dihasilkan akan masuk kedalam

pembuluh eferen maupun pembuluh darah. Pada akhir minggu pertama setelah terpapar

Page 41: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 40

antigen struktur histologis limfonodus kembali normal. Sentrum germinativum tampak pada

korteks, genjel-genjel (cord) medula, terutama dekat hilus dan tersusun oleh sel plasma baik

imatur maupun matur. Selama minggu kedua sel plasma menunjukkan penurunan jumlah, dan

terutama terdapat pada medula. Antigen tetap terdapat dalam limfonodus baik sebagai

residual bodies di dalam sel makrofag maupun terikat pada sel denritik sentrum germinativum.

Pada respon imun sekunder limfonodus menunjukkan reaksi yang serupa namun terjadi lebih

cepat.

Mekanisme respon imun seluler yang diperantarai sel limfosit T tidak sepenuhnya

diketahui. Antigen yang berasal dari pencangkokan jaringan banyak didapatkan pada

limfonodus setempat melalui pembuluh limfe aferen. Limfosit-limfosit kecil pada zona

parakorteks akan bereaksi dengan antigen dan berdeferensiasi menjadi limfoblas. Sel ini

kemudian akan berproliferasi menghasilkan limfosit dengan ukuran yang lebih kecil yang

kemudian bermigrasi dari limfonodus kedalam sirkulasi darah menuju kejaringan cangkok dan

menghancurkannya. Pada neonatus yang mengalami tymektomi menunjukkan tidak adanya

limfoblas pada zona parakorteks sebagai reaksi terhadap pencangkokan, sehingga dapat

bertahan hidup lebih lama. Tymektomi tidak akan menekan terbentuknya sentrum

germinativum dan sel plasma.

NODUS HEMAL

Kadang-kadang di dalam limfonodus normal didapatkan sel-sel eritrosit yang dapat

berasal dari pembuluh limfe aferen maupun pembuluh darah organ. Beberapa sel dapat keluar

lewat pembuluh limfe eferen namun sebagian besar difagosit oleh makrofag. Yang dimaksud

dengan nodus hemal adalah limfonodus yang parenkimnya banyak didapatkan sel-sel eritrosit.

Hemal nodus terdapat pada hewan ruminansia (sapi) dan tidak terdapat pada manusia. Organ

tersebut terdapat di sepanjang pembuluh-pembuluh darah besar daerah leher dan pelvis, di

Page 42: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 41

sekitar ginjal dan lien. Hemal nodus dibungkus oleh kapsula jaringan fibreus. Pada hilus

didapatkan arteri kecil dan vena besar, tidak mempunyai pembuluh limfe aferen dan

mempunyai venule post kapiler di mana dindingnya terinfiltrasi sel-sel limfosit yang mengalami

migrasi. Fungsi hemal nodus diduga mirip dengan fungsi lien pada umumnya.

HISTOGENESIS

Limfonodus pertama kali dibentuk melalui transformasi sakus limfatikus embrional

menjadi anyaman-anyaman pembuluh limfe yang dikelilingi oleh jaringan mesenkimal pada

daerah-daerah yang akan ditempati limfonodus. Limfonodus pertama kali terbentuk pada

daerah jugularis dan daerah retroperitoneal. Sedang limfonodus popliteal dan inguinal

terbentuk kemudian. Sel-sel mesenkim kemudian membentuk limfonodus primordial, sinus-

sinus terbentuk tidak teratur dan dibatasi selapis sel mesenkimal.

Page 43: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 42

LIEN

Lien merupakan organ dalam organ abdomen, terletak pada hipokondrium kiri di bawah

diafragma. Sebagian besar organ diliputi oleh peritoneum viserale serta berhubungan dengan

lambung, diafragma dan ginjal kiri dengan perantaraan lipatan peritoneum yaitu ligamentum

gastrolienalis, frenikolienalis dan lienorenalis. Melalui ligementum yang terakhir ini masuk

pembuluh darah, pembuluh limfe maupun saraf lienalis. Lien berperan dalam filtrasi secara

kompleks terhadap cairan darah guna membersihkan dari partikel-partikel dan sisa-sisa sel

serta berperan dalam sistim imun. Pada beberapa vertebrata selain manusia, lien juga berperan

dalam pembentukan sel-sel darah dan sebagai tempat persediaan eritrosit yang sewaktu-waktu

dapat dimasukkan kedalam sirkulasi apabila dibutuhkan. Lien disusun oleh jaringan limfatika

serta pembuluh-pembuluh darah yang dalam organ akan kontak dengan sejumlah besar

makrofag,

STRUKTUR HISTOLOGIS

Page 44: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 43

Pada preparat segar lien, tampak bangunan-bangunan bulat berwarna abu-abu dengan

dimeter sekitar 0,2 – o,7 mm dan dapat diamati dengan mata telanjang. Bangunan tersebut

adalah pulpa putih yang tersebar di antara masa berwarna merah gelap yang disebut pulpa

merah. Pulpa putih sering disebut pula Malphigian Bodies disusun oleh jaringan limfatika baik

difus maupun bentuk nodulus. Pada pulpa merah terdapat pembuluh-pembuluh darah dengan

bentuk ireguler sebagai sinus venosus, di antaranya terdapat jaringan genjel-genjel pulpa

merah (Billroth Cord). Warna merah di sini oleh karena banyaknya sel-sel eritrosit di dalam

sinus venosus maupun dalam genjel-genjel pulpa merah.

Sebagaimana pada limfonodus, lien juga dibungkus oleh kapsula kolagen yang

bercabang-cabang sebagai trabekula. Kapsula tersebut menebal pada bagian hilus organ

sebagai tempat masuknya arteri serta vena dan pembuluh limfe meninggalkan lien. Pada

hewan yang mempunyai volume darah yang besar seperti kuda dan sapi mempunyai sedikit

pulpa putih serta mempunyai kerangka muskular dan jaringan ikat yang kuat. Sedang pada

spesies yang mempunyai volume darah yang relatif kecil seperti pada manusia, kelinci serta

hewan-hewan percobaan mempunyai pulpa putih yang lebih banyak, kerangka jaringan ikat

kurang kuat serta sedikit mengandung otot. Di dalam parenkim lien, pulpa putih mengelilingi

pembuluh darah dan terdapat celah-celah di antara sinus-sinus venosus pulpa merah.

PULPA PUTIH

Pulpa putih lien membentuk selubung periarterial. Di mana arteri tersebut berasal dari

trabekula dan menembus parenkim. Jaringan limfatika periarterial terdapat di sepanjang

pembuluh darah tersebut (arteria sentralis lien) dan di beberapa tempat bercabang sebagai

kapiler. Di beberapa tempat, selubung tersebut membentuk sentrum germinativum yang

tersusun oleh limfosit bursa dependent (limosit B), sedang di luar itu disusun oleh limfosit yang

mengalami resirkulasi (limfosit T). Jaringan limfatika periarterial mempunyai stroma jaringan

Page 45: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 44

retikuler yang ireguler dan kurang begitu padat. Pada bagian perifer selubung tersebut terdapat

serabut-serabtu retikuler yang tersusun sirkuler dengan sel retikuler yang pipih membentuk

lapisan konsentris yang membatasinya dengan pulpa merah. Di dekat arteria sentralis terdapat

sejumlah serabut elastis di antara jaringan stroma. Di antara serabut retikuler tersebut dipenuhi

oleh sel-sel limfosit terutama yang berukuran kecil dan sedang. Terdapat pula sel plasma dan

makrofag yang semakin kearah tepi selubung jumlahnya semakin meningkat. Sel eritrosit jarang

didapatkan kecuali pada perbatasan dengan pulpa merah. Apabila jaringan terpapar antigen

yang berasal dari sirkulasi darah, maka akan terjadi respon imun dan terbentuklah limfoblas

dan sel plasma imatur pada jaringan limfatika periarterial yang segera terkumpul pada bagian

perifer. Sentrum germinativum umumnya terletak eksentris di dalam selubung limfatika

periarterial, kadang-kadang menonjol kedalam pulpa merah. Semakin tua usia individu maka

secara progresif bangunan ini menurun jumlahnya.

PULPA MERAH

Pulpa merah tersusun oleh anyaman sinus venosus yang bercabang-cabang dan saling

beranastomose, di mana satu sama lain dipisahkan oleh genjel-genjel jaringan pulpa. Jaringan

ini mempunyai ketebalan yang bermacam-macam dan membentuk masa seluler yang spongeus

dengan stroma jaringan ikat retikuler. Serabut kolagen kapsula melanjutkan diri sebagai serabut

retikuler dalam jaringan pulpa. Terdapat pula sel-sel retikuler berbentuk stelat dan sel

makrofag. Beberapa serabut retikuler melekat pada endotelium sinus dengan perantaraan

substansia mirip lamina basalis guna menyokong dinding. Anyaman retikuler jaringan pulpa

dipenuhi sejumlah besar sel bebas seperti makrofag, sel-sel darah termasuk eritrosit, platelet

dan sel plasma. Dengan mikroskop cahaya, makrofag tanpa bulat, besar, ireguler dengan inti

berbentuk vesikuler. Di dalam sitoplasmanya sering didapatkan sisa-sisa eritrosit, netrofil serta

platelet. Kadang-kadang tampak masa pigmen kuning kecoklatan apabila dilakukan pewarnaan

dengan Prossian Blue serta bereaksi positip dengan enzim asam fosfatase lisosom. Pigmen

Page 46: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 45

tersebut terutama kelihatan apabila terdapat residu dari material yang seukar dicerna yang

umumnya berasal dari eritrosit seperti besi dalam bentuk ferritin atau hemosiderin.

Pada beberapa mamalia dan lien embryo manusia banyak didapatkan sel-sel eritroblas

dalam berbagai ukuran, mieloblas, mielosit dan megakaryosit dalam pulpa merahnya

sebagaimana dalam jaringan hemopoetik pada umumnya. Pada bentuk dewasa gambaran

jaringan hemopoetik seperti ini tidak didapatkan , namun pada beberapa keadaan seperti

anemia, infeksi, leukemia serta keracunan zat yang merusak sel-sel darah kadang-kadang

jaringan tersebut dapat dijumpai. Hal ini disebut dengan mieloid metaplasia.

Derah perifer pulpa putih, sekitar 80 – 100 mikron merupakan daerah perbatasan antara

pulpa putih dan pulpa merah yang dikenal dengan zona marginalis. Pada daerah ini terdapat

sinus-sinus venosus ukuran kecil yang tersebar mengelilingi pulpa putih. Serabut-serabut

retikuler membentuk anyaman mengelilingi pulpa yang dipenuhi sel-sel limfosit kecil serta sel

plasma. Pada regio pulpa merah dari zona marginalis masuk pembuluh darah arteri yang

diduga untuk pertama kali sel-sel darah kontak dengan parenkim pulpa merah. Sel-sel limfosit

yang berasal dari resirkulasi meninggalkan darah dan membentuk selubung periarterial.

KAPSULA DAN TRABEKULA

Kapsula dan trabekula disusun jaringan pengikat padat, sel-sel otot polos dan anyaman

serabut elastis. Permukaan luar kapsula berbentuk cembung dan dibungkus mesothelium yang

berasal dari peritoneum. Pada manusia , kelinci dan rodensia, kapsula kaya akan serabut elastis

terutama pada lapisan dalamnya, terdapat pula sel-sel fibroblas dan sel otot polos. Trabekula

berbentuk pipih atau silindris yang membawa cabang-cabang pembuluh darah arteri, vena

serta pembuluh limfe. Jaringan trabekula disusun oleh serabut-serabut elastis serta otot polos.

Pada spesies tertetentu jumlah sel otot polos dominan dan bereaksi spontan dengan suntikan

adrenalin.

Page 47: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 46

ARTERI

Cabang arteria lienalis memasuki organ melalui hilus lienalis dan melanjutkan diri

sepanjang trabekula sebagai arteri dengan diameter yang lebih kecil. Arteri tersebut merupakan

tipe muskular ukuran sedang dengan tunika advensisia dan dikelilingi jaringan ikat padat dari

trabekula. Arteri tersebut bercabang-cabang dan pada cabang dengan diameter 0,2 mm,

pembuluh darah meninggalkan trabekula. Pembuluh darah kemudian dikelilingi lapisan jaringan

limfatika dan disebut arteria sentralis. Lokasi arteria ini umumnya bertolak belakang dengan

posisi sentrum germinativum. Tidak pernah ada arteri sentralis yang menembus sentrum

germinativum. Arteria sentralis mempunyai tipe muskular dengan sel-sel endotel yang tinggi

dengan satu atau dua lapis otot polos. Sepanjang menembus pulpa putih, arteri memberikan

cabang-cabang sebagai kolateral kapiler yang mensuplai jaringan limfatika periarterial. Dinding

kapiler terdiri atas sel-sel endotel tinggi dengan beberapa perisit. Secara berangsur-angsur

bentuk endotel dan sel-sel perisit menghilang. Kapiler dikelilingi anyaman retikuler dari pulpa

putih dan dipadati serabut-serabut elastis. Kolateral kapiler tersebut berakhir pada zona

marginalis.

Cabang arteria sentralis dengan diameter 40 – 50 mikron mempunyai selubung limfatik

yang tipis dan bercabang-cabang menjadi 2 – 6 pembuluh darah yang disebut arteria penisilus

atau arteria pula merah. Arteri tersebut mempunyai panjang 0,6 – 0,7 mm, endotelium tinggi

dan tidak terdapat membrana elastika interna. Pada tunika media terdapat selapis sel otot

polos, tidak terdapat membrana elastika eksterna dan mempunyai dan mempunyai tunika

advensisia yang tipis. Pada waktu memasuki pulpa merah, setiap arteri penisilus bercabang dua

atau tiga kapiler yang dindingnya tebal dan disebut sebagai kapiler berselubung atau Sheated

Capilary dengan endotel tinggi, berbentuk fusiform dan tersusun sejajar sumbu panjang. Antar

sel-sel endotel dihubungkan dengan intercellulair junction yang tersusun oleh berkas filamen

sitoplasmik dan melekat pada membrana basalis yang utuh. Pada manusia selubung kapiler ini

Page 48: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 47

tipis dan berbentuk tubulus dengan panjang sekiter 50 -100 mikron, diameter 20 – 30 mikron

sedang pada binatang seperti babi dan kucing, selubung berbentuk sferis. Tidak seluruh kapiler

cabang dari arteri penisilus berselubung, terutama cabang terminalnya yang sering hanya

sebuah selubung saja. Kadang-kadang dijumpai 2 – 5 cabang dengan satu selubung atau 2 – 3

selubung tersusun secara seri sepanjang kapiler. Selubung kapiler disusun oleh anyaman

serabut-serabut dan sel-sel yang mengelilingai kapiler serta sel stelat pada bagian tepinya. Sel

tersebut mempunyai kromatin yang tersebar, sitoplasma asidofil, kaya akan asam fosfatase

yang kemungkinan merupakan sisa-sisa dari lisosom. Dengan elektron mikroskop sitoplasma

tampak dipenuhi residual bodies dan sisa-sisa fagositosis dari sel darah merah. Percobaan

dengan menyuntikan partikel secara intra vena menunjukkan kemampuan fagositosis dari sel,

hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut merupakan anggota dari makrofag sistim. Mengapa

sel-sel fagosit membentuk bangunan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan jelas. Di

sekitar sel sering terdapat sejumlah kecil (kadang-kadang banyak) sel eritrosit. Kapiler

berselubung akan melanjutkan diri sebagai kapiler biasa.

VENA DAN SINUS VENOSUS

Sinus venosus pada pulpa merah terutama terdapat di sekitar pulpa putih. Sinus

venosus mempunyai lumen lebar, sekitar 12 – 40 mikron, bentuk ireguler dengan diameter

yang bervariasi twergantung volume darah yang ada dalam organ. Dinding sinus tidak

mengandung lapisan otot polos dan hanya terdapat sel-sel endotel berbentuk fusiform dengan

panjang sekitar 100 mikron dan tersusun sejajar sumbu panjang sinus. Endotel pada bagian

tengah sinus tampak tebal dan menipis pada ujung-ujungnya. Dalam sitoplasmanya terdapat

vesikel pinositik baik adluminal maupun abluminal. Selain organela pada umumnya, di dalam

sitoplasma juga terdapat dua macam filamen yang berjalan sejajar sumbu panjang sel, yaitu

yaitu berkas filamen longgar yang bebas dan berkas filamen padat yang terikat pada bagian

basal sel. Berkas filamen padat tersebut tampak berjalan di sepanjang lamina basalis dan dapat

dilihat dengan pewarnaan Iron Hematoxiyllin sebagaimana endotel pada umumnya. Sel ini tidak

Page 49: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 48

menunjukkan kemampuan untuk mengambil materi yang disuntikkan kedalam sirkulasi darah.

Hal ini bertentangan dengan pendapat yang menganggap bahwa sel-sel pada dinding sinus

adalah makrofag. Dari luar, dinding sinus disokong oleh suatu sistem kerangka yang

mengelilingi sel endotel dengan tebal sekitar satu mikron. Di antara kerangka satu dengan

lainnya dipisahkan ruangan dengan jarak 2 – 5 mikron dan dihubungkan dengan benang-benang

longitudinal. Bangunan tersebut dapat diamati dengan mikroskop cahaya dengan pengwarnaan

ompregnasi perak. Dengan mikroskop elektron sistem kerangka tersebut taampak disusun oleh

filamen-filamen yang terdiri atas fibril-fibril kolagen. Kerangka tersebut melanjutkan diri dan

berhubungan dengan serabut retikuler stroma. Elemen-elemen seluler dari sirkulasi darah

dapat bermigrasi menembus dinding sinus dan tidak menutup kemungkinan terjadi migrasi

kedalam lumen.

Isi sinus venosus akan mengalir kedalam vena pulpa yang dindingnya disusun oleh

endotel pipih memanjang, lamina basalis kontinyu dan lapisan tipis otot polos. Dari luar,

dinding vena disokong oleh pemadatan stroma pulpa merah dan serabut- serabut elastis. Vena

pulpa kemudian akan membentuk vena trabekularis dan membawa darah keluar melalui hilus

lienalis.

HUBUNGAN ARTERI – VENA

Dalam organ pada umumnya, hubungan antara arteri dan vena diselenggarakan oleh

anyaman kapiler. Pada lien hubungan tersebut agak berbeda, ada tiga teori yang berusaha

menjelaskan hubungan tersebut, 1. Teori sirkulasi terbuka, di mana kapiler terbuka dan

mencurahkan darah secara langsung keparenkum pulpa merah, kemudian secara bertahap

cairan darah memasuki sinus venosus. 2. Teori sirkulasi tertutup, di sini cairan darah tetap

berada di dalam pembuluh darah kapiler dan secara langsung mencurahkan isinya kedalam

sinus venosus. 3. Teori gabungan antara teori pertama dan kedua. Kedua macam sirkulasi

Page 50: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 49

tersebet terdapat bersamaan pada waktu yang sama. Variasi dari teori yang ketiga ini adalah

sirkulasi terbuka terjadi pada waktu organ dilatasi dan tertutup pada waktu organ menguncup.

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa eritrosit dapat mencapai parenkim pulpa

melalui sambungan segmen vaskuler antara arteriole dan sunus venosus. Apabila hal ini benar,

mengapa jumlah eritrosit jaringan pulpa begitu banyak. Mereka mempertahakan teori sirkulasi

tertutup, argumentasinya adalah bahwa sirkulasi terbuka tidak ada bedanya dengan peristiwa

perdarahan pada lien. Pada percobaan dengan menyuntikkan India Ink atau eritrosit burung

dengan tekanan rendah melalui arteria lienalis didapatkan bahwa material tersebut akan

dijumpai pada jaringan pulpa terutama pada zona marginalis yang kaya akan sinus venosus.

Apabila suntikan dilakukan pada vena lienalis, pada sinus venosus dan jaringan mudah dipenuhi

oleh material tersebut, tetapi tidak pada arteriole. Hal ini memperkuat teori tertutup.

Percobaan tersebut dianggap menimbulkan ruptur pada dinding pembuluh darah sehingga

dapat dijumpai eritrosit pada jaringan pulpa. Pada fiksasi lien segar didapatkan granulosit ,

limfosit dan eritrosit dapat menembus dinding sinus venosus. Teori sirkulasi terbuka

mengemukakan bahwa sel-sel tersebut kemudian akan kembali masuk kedalam sirkulasi darah

melalui dinding. Sedang teori sirkulasi tertutup berpendapat bahwa baik sel maupun plasma

akan sampai kedalam jaringan pulpa lewat akhiran arteri pada sinus venosus dan kembali

kedalam sirkulasi darah melalui akhiran vena yang diatur oleh perubahan-perubahan tekanan di

antara kedua akhiran tersebut. Untuk mencari jawabannya, sebaiknya penelitian dilakukan

dengan mengamati langsung lien hidup, namuan secara teknis hal ini sukar dilakukan.

PEMBULUH LIMFE DAN SARAF

Pembuluh limfe lien tidak begitu berkembang dan biasanya dijumpai hanya pada

kapsula lien dan trabekula yang tertebal. Pada beberapa hewan didapatkan pembuluh limfe

menikuti arteri pada pulpa putih. Anyaman serabut saraf dalam lien berasal dari pleksus

seliakus yang terdiri atas serabut saraf tak bermyelin berjalan mengikuti arteri dan menembus

Page 51: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 50

sampai kehilus lienalis. Serabut saraf terutama didaptkan di sekitar pembuluh darah. Akhiran

saraf umumnya terdapat pada otot polos arteri dan trabekula. Apakah serabut saraf tersebut

kemudian mencapai jaringan pulpa merah, belum jelas diketahui.

HISTOGENESIS

Calon lien dijumpai pada embrio dengan ukuran 8 – 9 mm sebagai suatu penebalan dari

mesogastrium dorsalis yang berisi masa padat dari jaringan mesenkimal. Sel-sel kemudian

mengalami proliferasi sehingga masa akan tumbuh menebal. Sementara itu sel-sel mesotel

yang membatasi rongga tubuh akan tumbuh membungkus lien primordial tersebut. Sel-sel

mesenkimal primordial tersebut akan berhubungan satu sama lain melalui prosesus

protoplasmatis dan membentuk kerangka jaringan retikuler. Beberapa sel mesenkim lainnya

akan berdiferensiasi menjadi sel-sel bebas. Mula-mula sel menjadi bersifat basofil kemudian

berdiferensiasi menjadi eritrosit, myelosit granuler, lekosit dan megaryosit. Hal ini

menunjukkan bahwa sel-sel primitif yang sitoplasma bersifat basofil tersebut berasal dari stem

cell (sel punca) sakus vittelinus, hepar maupun sumsum tulang. Sel-sel limfosit yang menyusun

lien sebagian berasal dari tymus dan sebagian berasal dari sumsum tulang (jaringan yang analog

dengan bursa fabrisius burung). Sel-sel makrofag berasal dari sel prekursor sumsum tulang.

Pada veretebrata rendah fungsi eritropoetik lien ini dipertahankan sepanjang hidup, sedang

pada vertebrata tinggi fungsi hemopoesis segera berhenti kecuali fungsi limfopoesis yang

dipertahankan sepanjang hidup. Pada manusia, fungsi lien embryo sebagai jaringan hemopoetik

sangat kecil. Pada embryo babi, jaringan mesenkimal primordial tersebut akan tumbuh menjadi

anyaman kapiler yang berhubungan dengan arteri dan vena. Sinus venosus mulai terbentuk

pada embryo ukuran 4 – 6 cm dan mulai terbentuk sebagai suatu sistem pada ukuran 6 – 7 cm.

Pada akhir kehidupan embryonal, tunuka advensisia arteri mulai terinfiltrasi sejumlah besar

limfosit sehingga terbentuk pulpa putih. Jaringan limfatika bentuk nodulus terbentuk setelah

lahir sebagai reaksi terhadap stimulasi antigen. Apabila lien diambil (splenektomi) maka

fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Tumbuhnya lien baru tidak pernah dijumpai.

Page 52: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 51

Perlukaan pada lien akan diikuti dengan proses mieloid metaplasia sementara pada pulpa

merah.

HISTOFISIOLOGI

Kemampuan filtrasi lien oleh karena popilasi sel makrofag yang cukup besar. Sel ini

berasal dari sel monosit darah. Suntikan intra vena dengan makromolekul antigen, maka

pertama-tama antigen akan tampak dalam sel makrofag zona marginalis dan sel-sel fagosit

dalam pulpa merah. Fungsi filtrasi juga dijalankan oleh sel fagosit di antara sel-sel endotel sinus

venosus. Hanya sedikit antigen yang memasuki pulpa putih, namun apabila terbentuk antibodi

maka antigen akan terjebak dalam sentrum germinativum dalam waktu yang lama. Apabila

terdapat kenaikan kadar lemak dalam darah , makrofag dapat berperan menurunkannya

dengan proses fagositosis terhadap komponen lemak. Pada keadaan ini sel akan membesar dan

dipenuhi tetes-tetes lemak. Fenomena ini sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus dan

Dislipidemia.

Lien juga berfusngsi menghancurkan sel-sel darah, terutama eritrosit yang sudah tua

maupun yang abnormal melalui jaringan pulpa merah. Sel-sel eritrosit terutama dihancurkan di

dalam pulpa merah, oleh karena sel tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga

lebih mudah untuk difagosit oleh makrofag. Pada saat terjadi sirkulasi terbuka, kapiler akan

mencurahkan isinya kedalam pulpa merah sehingga sel-sel dapat kontak dengan makrofag

jaringan, sel-sel kemudian akan masuk kembali kedalam sirkulasi melalui dinding sinus venosus.

Pada saat sirkulasi tertutup, perbedaan antara arteri dan akhir vena pada sinus menyebabkan

plasma dan elemen darah dapat menembus kedalam jaringan pulpa dan kembali kedalam

sirkulasi. Perbedaan tekanan tersebut oleh karena adanya kontraksi ritmis dari endotelium

sinus venosus. Hipotesis ini mengungkapkan bahwa terdapat mekanisme sfinkter di dalam

akhiran vena dari sinus. Baik teori terbuka maupun tertutup, keduanya memungkinkan plasma

dan elemen darah dapat mencapai jaringan pulpa dan kontak dengan makrofag. Sel-sel yang

Page 53: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 52

tidak difagosit akan kembali kedalam pembuluh darah melalui fenestra lamina basalis atau

lewat ubungan antar sel endoetel sinus venosus. Percobaan dengan memasukkan sel-sel

eritrosit rusak menunjukkan sel akan dihancurkan di dalam lien sedang eritrosit normal tidak.

Sel granulosit yang rusak juga dihancurkan dalam lien. Percobaan splenektomi pada hewan

akan diikuti akan diikuti muncilnya sel eritrosit abnormal dalam sirkulasi darah. Mekanisme

bagaimana makrofag dapat mengenal eritrosit tua maupun abnormal belum jelas. Hal ini

diduga melalui mekanisme imun terhadap perubahan atau tidak normalnya permukaan sel

sehingga terjadi proses opsonisasi. Pada lien normal tidak dijumpai sel eritrosit yang mengalami

lisis, baik pada jaringan pulpa maupun sinus venosus. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa

eritrosit difagosit secara utuh. Namun dalam keadaan patologis dapat dijumpai sel-sel eritrosit

rusak sketraseluler. Sehubungan dengan fungsi menghancurkan eritrosit tersebut, makrofag

juga berperan dalam mendukung fungsi lien sebagai tempat degradasi Hemoglobin maupun

metabolisme besi . Di dalam lisosom makrofag , besi dari hancuran hemoglobin akan disimpan

sel sebagai Ferritin dan Hemosiderin yang siap untuk dipergunakan tubuh guna mensintesis

hemoglobin baru oleh erotroblas sumsum tulang. Hemoglobin juga memberikan sisa-sisa

sebagai bilirubin dan bila masuk kedalam plasma akan terikat dengan globulin. Bilirubin

kemudian akan masuk kedalam hati dan mengalami konyugasi dengan asam glikorunat dan

diekskresikan kedalam empedu.

Lien binatang mempunyai banyak sel otot polos pada kapsula dan trabekula , sehingga

lien dapat berfungsi cadangan darah. Apabila dibutuhkan, sel-sel darah merah dalam lien dapat

dipompakan masuk kedalam sirkulasi darah. Hal ini dapat dibuktikan dengan menyuntikkan

epinefrin guna merangsang kontraksi otot polos lien. Pada manusia kapasitas lien sebagai

tempat cadangan darah hanya kecil, yautu sekitar 30 – 40 cc eritrosit. Tetapi platelet darah

yang terdapat dala cadangan tersebut cukup besar dan digunakan dalam keadaan tertentu.

Meskipun didapatkan prekursor darah immatur dalam pulpa merah lien embryo, namun pada

orang dewasa jaringan ini tidak berfungsi membentuk sel-sel darah. Pada beberapa keadaan

patologis seperti mmyeloid leukemia , pulpa merah lien akan mengalami myeloid metaplasia

Page 54: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 53

sehingga dijumpai eritroblas, megakaryosit danmyelosit dalam jumlah besar. Dalam hal ini

pulpa merah menunjukkan gambaran mirip dengan sumsum tulang.

Lien mempunyai peranan dalam respon imun yang cukup besar terutama terhadap

bakteri, virus maupun makromolekul asing yang masuk lewat sirkulasi darah. Sejumlah besar

limfosit yang berasal dari resirkulasi berlokasi pada jaringan limfatika periarterial. Fenomena ini

dapat diamati dengan mekanisme drainase duktus torasikus yang kemudian dilakukan labelisasi

in vitro dan disuntikkan kembali kedalam duktus torasikus. Percobaan tersebut segera diikuti

menurunnya populasi limfosit bagian sentral dari selubung limfatika periarterial. Sedang

perubahan pada bagian perifer terjadi pada waktu yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa

limfosit T berlokasi di dekat arteria sentralis , sedang limfosit B terletak lebih keperifer. Setelah

penyuntikan intra vena limfosit berlabel kedala duktus torasikus, maka pertama-tama sel akan

berlokasi pada zona marginalis pulpa merah dan beberapa jam kemudian mengalami migrasi

kedalam jaringan limfatika periarterial. Pada neonatus rodensia yang mengalami tymektomi,

tampak populasi sel pada selubung limfatik menurun. Hal ini menunjukkan bahwa majoritas sel

penyusun selubung adalah limfosit T. Waktu transit limfosit yang mengalami resirkulasi di

dalam lien sekitar dua jam . Sel memasuki parenkim zona marginalis diperkirakan dengan cara

menembus dinding sinus venosus yang kemudian bermigrasi keparenkim pulpa putih.

Pada percobaan menyuntikkan antigen kedalam sirkulasi menunjukkan adanya respon

imun humoral. Pertama-tama tampak perubahan morfologis pada selubung periarterial. Satu

hari setelah penyuntikan terjadi proliferasi limfoblas pada selubung. Dua hari kemudian jumlah

sel-sel tersebut meningkat dan kemudian berlokasi pada bagian tepi selubung. Pada saat yang

sama muncul antibodi di dalam sirkulasi darah. Limfoblas juga terdapat di sekitar arteri-arteri

kecil pulpa merah. Hal ini mungkin berasal dari sel periarterial yang mengelilingi arteri penisilus.

Selama hari pertama sampai keenam terjadi kenaikan jumlah sel plasma immatur pada bagian

perifer selubung dan di sepanjang arteri penisilus, selain itu juga terdapat sel plasma matur

dalam jumlah sedikit. Pada perkembangan ini untuk pertama kali terjadi perubahan bentuk dari

Page 55: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 54

sentrum germinativum yang mengandung banyak limfoblas yang berproliferasi serta makrofag

yang dipenuhi dengan sisa-sisa limfosit. Pada akhir minggu pertama jumlah limfoblas dan sel

plasma immatur selubung menurun sedang jumlah sel plasma matur meningkat terutama pada

perbatasan antara pulpa putih dan pulpa merah di sepanjang arteri penisilus. Sel-sel ini juga

terdapat pada genjel-genjel pulpa merah dan tidak jarang dijumpai pula dalam sinus venosus.

Selama minggu kedua struktur lien menjadi normal kembali, kecuali pada sentrum

germinativum yang masih tampak aktif selama beberapa bulan . Pada respon imun sekunder,

perubahan struktur lien terjadi segera setelah terpapar antigen secara cepat. Pada awal respon

imun, lien aktif mensekresi antibodi, tetapi segera menurun dengan cepat dan digantikan

dengan organ limfatika lainnya.

Page 56: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 55

TONSILA

Tonsila merupakan organ limfatika yang terdapat di bawah mukosa rongga mulut,

seperti pada palatum, bagian belakang lidah dan dinding belakang nasofaring sehingga terdapat

tiga macam tosila, yaitu tonsila palatina, tonsila lingualis dan tonsila faringeal.

TONSILA PALATINA

Tonsila palatina ada sepasang berbentuk oval pipih dan berlokasi pada orofaring di

antara arkus glosopalatinus. Organ disusun oleh akumulasi padat jaringan limfatika di dalam

jaringan ikat mukosa. Pada permukaan bebasnya dilapisi oleh epitel skuameus kompleks

lanjutan dari epitel mukosa faring. Sebagaimana epitel faring pada umumnya, epitel disusun

oleh lapisan sel-sel pipih , di bawahnhya sel-sel berbentuk ireguler dan pada lapisan basalnya

disusun sel-sel kuboid yang melekat pada membrana basalis. Di antara membrana basalis dan

jaringan limfatika di bawahnya terdapat lapisan tipis jaringan fibrosa yang membentuk papila-

papil. Di beberapa tempat permukaan tonsila melekuk kedalam yang disebut kripte dan dilapisi

lanjutan epitel permukaan yang menipis. Kripte-kripte tersebut bercabang-cabang sehingga

terdapat kripte primer dan sekunder. Setiap kripte dikelilingi oleh jaringan limfatika di mana

terdapat bentuk nodulus maupun difusa. Jaringan limfatika bentuk nodulus kadang-kadang

terdapat sentrum germinativum. Pada permukaan basal tonsila terdapat kapsula jaringan ikat

yang memisahkan organ dengan struktur di sekitarnya. Kapsula bercabang-cabang membentuk

septum yang memisahkan kripte-kripte. Di dalam jaringan ikat tersebut terdapat infiltrasi sel-sel

limfosit dalam berbagai ukuran, sel plasma, mastosit dan kadang-kadang lekosit netrofil. Di

beberapa tempat permukaan tonsila, terutama pada kripte terdapat infiltrasi sel-sel limfosit

kedalam epitel. Infiltrasi limfosit ini kadang-kadang jumlahnya banyak sekali sehingga tampak

Page 57: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 56

lebih dominan dari sel epitelnya dan membentuk tonjolan yang disebut korpuskulum salivarius.

Pada peradangan sering dijumpai banyak netrofil yang berasal dari darah. Pada jaringan ikat

bagian basal tonsila juga didapatkan kelenjar mukosa sebagaimana kelenjar faring pada

umumnya. Kelenjar ini dipisahkan oleh kapsula terhadap tonsila. Duktur ekskretoriusnya

bermuara pada permukaan bebas tonsila maupun kripte.

TONSILA LINGUALIS

Organ ini merupakan agregasi jaringan limfatika yang terdapat pada bagian dorsal dan

tepi belakang lidah, di antara papila sirkumvalata dan epiglotis. Tonsila lingualis mempunyai

bentuk yang lebih lebar dengan kripte lebih dalam yang kadang-kadang bercabang. Baik

permukaan bebas maupun permukaan kripte dilapisi epitel skuameus kompleks lanjutan dari

epitel lidah. Setiap kripte dikelilingi agregasi jaringan limfatika bentuk nodulus dengan sentrum

germinativum. Pada kebanyakan kripte terdapat infiltrasi limfosit kedalam epitel. Didapatkan

pula kelenjar mukosa yang duktus ekskretoriusnya bermuara pada permukaan kripte.

TONSILA FARINGEAL

Tonsila faringeal disusun oleh agregasi jaringan limfatika pada dinding posterior

nasofaring. Susunan jaringan limfatika mirip dengan kedua tonsila lainnya. Epitel yang melapisi

permukaan tonsila faringeal disusun oleh epitel pseudokompleks kolumner dengan silia.

Apabila tonsila ini mengalami hipertrofi dapat mengakibatkan obstruksi mulut belakang rongga

hidung. Keadaan ini sering terjadi pada anak-anak dan disebut bsebagai adenoid.

PEMBULUH DARAH, LIMFE DAN SARAF

Pembuluh darah masuk organ melalui bagian-bagian lateral organ oleh karena tidak

mempunyai hilus organ. Tonsila tidak memiliki pembuluh limfe aferen maupun sinus limfatikus.

Pada permukaan lateral jaringan limfatika terdapat anyaman (pleksus) kapiler limfe yang

Page 58: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 57

merupakan awal dari pembuluh limfe eferen. Tidak seperti limfonodulus yang berlokasi di

sepanjang aliran limfe, tonsila merupakan awal dari pembuluh limfe. Serabut saraf tonsila

palatina merupakan derivat dari saraf glossofaringeal dan berasal dari ganglion sfenopalatina.

Saraf tersebut mesuk kedalam organ memlalui bagian lateral.

FUNGSI DAN HISTOGENESIS

Mitosis sentrum germinativum berperan di dalam pembentukan sel limfosit.

Terbentuknya sel plasma di dalam tonsila menunjukkan bahwa organ ini juga berperan dalam

proses imunologis. Tonsila menempati posisi yang strategis sebagai proteksi tubuh terhadap

invasi mikroorganisme maupun benda asing. Di lain fihak menipisnya epitel di bagian dalam

kripte mempermudah terjadinya infeksi.

Tonsila palatina untuk pertama kali kelihatan pada kehidupan embryonal umur tiga

bulan. Lapisan endoderm di tempat-tempat tertentu yang akan dibentuk tonsila mengalami

evaginasi dan tumbuh kedalam jaringan mesenkimal arkus faringeal II. Pada saat yang sama

terjadi pemadatan subepitelial dari mesenkim. Sel-sel sebelah dalam pemadatan tersebut akan

menyusun diri di sekeliling jaringan epitel evaginasi dan berangsur-angsur membentuk stroma

dan jaringan limfatika. Sedang evaginasi dari endoderm akan menjadi kripte. Pemadatan

jaringan mesenkimal bagian luar akan membentuk jarinagn ikat kapsula.

Page 59: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 58

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bloom William, MD & Don W. Fawcett, MD, 1976, A Text Book Of Histology, edisi 10, WB

Saunders Company, Philadelphia-London-Toronto

Ham W. Arthur, 1969, HISTOLOGY, Edisi 6, JB Lippincott Company, Philadelphia &

Toronto

Ham W Arthur & David H. Cormarck, 1974, HISTOLOGY, edisi 8, JB Lippincott Company,

Philadelphia & Toronto

Page 60: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 59

Karnen Garna Baratawidjaja, 1991, IMUNOLOGI DASAR, edisi 2 fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta

Subowo Prof Msc, PhD, 1991, IMUNOBIOLOGI, FK UNPAD, Bandung

Page 61: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 60

PENGANTAR

Modul histologi sistima limfatika dimaksudkan sebagai pengetahuan penunjang untuk

mempelajari penyakit-penyakit dalam blok imunologi. Dalam modul ini ditinjau secara

mikroskopis komponen-komponen yang berkaitan dengan sistim imunologi, meliputi sel,

jaringan limfatika serta organ limfatika. Organ limfatika yang dibicarakan meliputi organ

limfatika primer yaitu tymus dan organ limfatika sekunder seperti limfonodus, tonsila dan lien.

Selain struktur mikroskokpis, juga dibicarakan histofisiologi jaringan dan organ limfatika,

distribusi jaringan serta histogenesisnya. Modul juga dilengkapi dengan gambar-gambar

jaringan serta organ limfatika. Diharapkan modul ini dapat membantu mahasiswa untuk

memahami penyakit-penyakit yang tergolong dalam sistim imun. Kritaik serta saran sangat

penulis harapkan guna menyempurnakan modul ini.

Penyusun

Page 62: Modulhistologi  blok imunologi

Modul Histologi Organ Limfatika Page 61