modul struktur beton bertulang ii prof. ir. widodo, msce, ph. d___p

210
BAHAN KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph.D JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

Upload: faried

Post on 02-Aug-2015

2.637 views

Category:

Documents


209 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

BAHAN KULIAH

STRUKTUR BETON BERTULANG II

Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph.D

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

Page 2: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... i

BAB I PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT

TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS ………….………….….... 1

A. Beban dan Pengaruhnya Terhadap Portal Terbuka ....……....... 1

B. Hubungan Antara Beban Horizontal Dengan Simpangan …...... 2

C. Klasifikasi Tingkat Daktilitas Struktur ……………………….. 4

BAB II CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY …………....…………….. 16

A. Pengertian Capacity Design Philosophy …………………....16

B. Dominasi Beban..……………..….……………………...…… 19

BAB III REDISTRIBUSI MOMEN ……...………………..……..……... 21

A. Pengertian Redistribusi Momen ….…………..……………… 21

B. Persyaratan Moment Redistribution……………..................... 23

C. Redistribusi Momen Pada Earthquake Load Dominated ……. 24

D. Redistribusi Momen Pada Gravity Load Dominated …....… 27

E. Momen Muka Kolom ……………………………...………… 28

BAB IV PROSES DESAIN MENURUT

KONSEP CAPACITY DESIGN …….…………….……….…… 31

BAB V DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP ..…….…….…..... 35

A. Teori Desain Balok Tulangan Rangkap .…………………...... 35

B. Perhitungan Tulangan Rangkap Balok …………..................... 40

Page 3: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

ii

BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK ………………………..……... 53

A. Teori Momen Kapasitas ……….…………………………...... 53

B. Overstrength Factor, Ø0 …………..…..................................... 54

C. Momen Kapasitas Pada Momen Negatif …………………...... 56

D. Momen Kapasitas Pada Momen Positif …………………….. 59

E. Contoh Perhitungan Momen Kapasitas ….....……………….. 59

BAB VII GAYA GESER (SHEAR FORCES) ………....…...……..……... 67

A. Pengertian ………….…………..…………………………...... 67

B. Tegangan Pada Balok ………..……….................................... 68

C. Pola Kerusakan Balok ………….…………………..………... 70

D. Keseimbangan Gaya-gaya …………………………………… 73

E. Penyederhanaan Gaya Geser Internal ……………………...... 75

F. Macam-macam Tulangan Geser .……………........................ 76

G. Kuat Geser Oleh Beton …..… ……………………..………... 78

H. Tulangan Geser Menurut Truss Analogy ……………...…….. 79

I. Desain Tulangan Geser ………………..…………………...... 81

J. Diameter, Jarak dan Bentuk Sengkang …………..................... 82

K. Diagram Gaya Lintang …...………………………..………... 84

L. Tulangan Geser Balok ……………………………………..… 86

BAB VIII MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA AKSIAL KOLOM....94

A. Momen Perlu Kolom ….....…….…………………………...... 94

B. Gaya Aksial Kolom …….……...………................................ 101

BAB IX DESAIN KOLOM …………………...................………..……. 110

A. Desain Kolom Dengan Cara Numerik ……………………... 111

B. Desain Kolom Dengan Cara Grafis (Diagram Mn-Pn) …..... 127

C. Bahasan Kolom Pendek Dengan Cara Analitik ……............. 145

D. Rumus Pn Pendekatan Whitney …………..…...................... 158

Page 4: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

iii

BAB X TULANGAN GESER KOLOM ……..……….…......…..…..... 163

A. Pengertian ……………. ………………………………….... 163

B. Gaya Geser Ultimit Kolom (Vu,k) …..….……..................... 166

C. Desain Tulangan Geser Kolom ……….................................. 167

BAB XI BEAM COLUMN JOINT …..………..…………………..…….. 173

A. Pendahuluan ……………………………………………....... 173

B. Fungsi Utama Beam Column Joints …………….………...... 174

C. Problema Yang Ada Pada Joint ………..…..……................. 175

D. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Joint … ……....................... 176

E. Gaya Geser dan Tegangan Geser Joint ..………..….............. 178

E. Tulangan Geser Joint ………………………..……................179

BAB XII PONDASI ……………………..…………………………......… 189

A. Pendahuluan ………………………………………......….... 189

B. Jenis Pondasi …………………………..................................190

C. Tekanan Tanah Dibawah Pondasi .……….……....................191

D. Efek Tekanan Tanah Terhadap Pondasi …………….............193

Page 5: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

1

Sendi plastis (-) diujungSendi plastis (+) ditengah

BAB I PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT

TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS

A. BEBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PORTAL TERBUKA

1. Beban yang dominan pada bangunan

1. Beban Gravitasi → arahnya kebawah

a. Beban mati (dead load)

b. Beban berguna/hidup (live load)

2. Beban Gempa → arahnya horisontal

a. Beban Ekivalen Statik

b. Beban Dinamik

2. Pengaruh beban terhadap portal terbuka

Mengingat beban portal dapat berupa beban gravitasi dan beban gempa maka untuk

memudahkan pembahasan, analisis akibat beban-beban tersebut dipisah dahulu dan

kemudian baru digabungkan. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

Gambar 1.1. Gravity Load Dominated

Page 6: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

2

Sendi plastis (-) diujungSendi plastis (+)diujung

S

Δ

0.8 Si

SoSi

0.75 S

Δ Δ

brittle response

ideal response

respon sesungguhnya (daktail)

Daktailitas μΔ = Δu/Δy

3. Apabila struktur termasuk “gravity load dominated” maka momen akibat beban

gravitasi lebih dominan dari pada momen akibat beban horisontal.

4. Apabila gempa arahnya dari kiri, maka elemen-elemen sebelah kanan lah yang akan

mengalami respon (momen, gaya-lintang) yang lebih besar.

5. Apabila arah gempa dari kiri, maka momen maksimum positif balok akan bergeser ke

kiri.

Gambar 1.2. Earthquake Load Dominated

B. HUBUNGAN ANTARA BEBAN HORISONTAL DENGAN SIMPANGAN

Gambar 1.3 Grafik Hubungan Beban Horisontal Terhadap Simpangan

Page 7: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

3

P

ΔΔ ΔΔ Δ

Diagram melengkung :

1. Leleh baja tarik belum tentu bersamaan dengan leleh baja desak.

2. Leleh balok-balok belum tentu bersamaan

3. Adanya retak-retak yang memperkecil stiffness.

Beban Monotonic Loading kurang realistik sebab :

1. Beban gravitasi bersifat konstan.

2. Beban gempa bersifat impulsif fluktuatif (non periodic non harmonic).

3. Beban angin juga bersifat non periodik non harmonik.

→ Yang mendekati hanyalah beban akibat ledakan/blasting.

Daktilitas simpangan (displacement ductility)

lelehsaat simpangan ultimitsimpangan µ =

ΔΔ

=Δyu

Simpangan Ultimit adalah simpangan yang mana kekuatan struktur Su ≥ 80% Si

Belum tentu elemen yang mempunyai simpangan ultimit Δu yang besar akan

mempunyai daktilitas yang besar.

21 uu Δ>Δ

1

11

y

u

ΔΔ

=Δμ

21 yy UU > 12

22 ΔΔ >

ΔΔ

= μμy

u

Gambar 1.4. Grafik Daktilitas Simpangan

Daktilitas Lengkung ( Curvature Ductility)

Secara matematis sesuai dengan pembahasan sebelumnya, daktilitas lengkung

dinyatakan dalam :

lelehsaat kurvatur

ultimitkurvatur ==

yu

φφμφ

Page 8: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

4

Baik daktilitas lengkung maupun daktilitas simpangan akan menjadi parameter yang

penting pada desain bangunan tahan gempa. Daktilitas kurvatur akan berkaitan dengan

kedaktailan potongan elemen terhadap beban lentur, sedangkan daktilitas simpangan

akan berhubungan dengan kemampuan ”struktur secara keseluruhan” untuk

berdeformasi secara inelastik akibat beban horisontal/gempa.

C. KLASIFIKASI TINGKAT DAKTILITAS STRUKTUR

Istilah daktilitas dan definisinya telah disampaikan beberapa kali pada pembahasan

sebelumnya. Pada pembahasan Seismic Design Limit States terdapat beberapa level

pembebanan mulai dari Code Level kemudian Service Ability Limit State dengan batas

atas sampai terjadinya leleh pertama. Pada level beban yang lebih besar adalah damage

ability limit state yang mana elemen struktur sudah leleh secara berkelanjutan, retak-retak

beton sudah cukup lebar sehingga perlu grouting. Paulay dan Priestley (1992) menyatakan

bahwa batas atas level ini adalah sudah tidak ekonomisnya perbaikan struktur. Sedangkan

level pembebanan yang lebih besar lagi adalah Survival Limit State, yaitu beban gempa

menurut umur rencana bangunan.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berapa percepatan tanah akibat gempa

pada level-level beban tersebut diatas. Mengingat performance criteria (leleh pertama,

retak-retak lebar, bangunan sudah rusak, dll) ada yang bersifat kualitatif, maka percepatan

tanah pada level-level beban tersebut tidaklah pasti. Performance bangunan akibat beban

gempa juga dipengaruhi oleh tingkat desain kekuatan (provided strength) dan kualitas

pelaksanaan. Provided strength yang dimaksud misalnya bangunan direncanakan di

daerah gempa yang berbeda-beda sehingga kekuatan relatifnya akan berbeda.

Walaupun masih relatif terbatas, Widodo (2001) telah melakukan investigasi

terhadap percepatan tanah pada level-level beban limit states. Namun demikian studi

tersebut masih terbatas pada struktur beton di daerah gempa-4 yang dianggap terletak

diatas tanah lunak dengan beban gempa El centro, 1940 N-S Component. Untuk daerah

gempa, jenis struktur (baja, beton, open frame, braced frame, frame-walls) dan frekuensi

gempa (frekuensi rendah, menengah dan tinggi) serta tingkat daktilitas yang dipakai masih

diperlukan investigasi lebih lanjut.

Page 9: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

5

Umumnya telah disepakati tingkatan-tingkatan daktilitas yang dikategorikan

dalam :

1. Perencanaan Elastik

2. Perencanaan dengan Daktilitas Terbatas (Limited Ductility)

3. Perencanaan dengan Daktilitas Penuh (Fully Ductile Structure)

Untuk dapat memahami level-level desain menurut tingkat daktilitas yang

diinginkan maka akan lebih baik apabila dipahami terlebih dahulu jenis-jenis daktilitas

berikut cara-cara memperolehnya serta makna daktilitas dilihat dari beberapa aspek.

1. Jenis/Macam Daktilitas

Barangkali telah disebut sebelumnya bahwa secara umum terdapat 2 macam

daktilitas yang perlu diketahui. Daktilitas-daktilitas itu adalah daktilitas lengkung

(Curvature Ductility) dan daktilitas simpangan (displacement ductility). Pada bahasan

sebelumnya telah disajikan tentang ciri-ciri elemen beton bertulang yang dapat bersifat

daktail. Hal ini terjadi karena daktilitas lengkung akan dipengaruhi oleh properti elemen

(ukuran, jumlah dan distribusi baja tulangan), kualitas bahan (tegangan desak f’c,

tegangan leleh baja fy, dan regangan desak beton εc), dan properti-properti yang lain yaitu

besaran-besaran yang ada pada balok tegangan desak beton (misalnya nilai-nilai β1 dan

k2). Sementara itu daktilitas simpangan akan dipengaruhi oleh properti struktur secara

global dan model pembebanan yang ada.

Daktilitas simpangan μΔ masih dapat dirinci lagi menjadi :

• Single displacement ductility factor (SDDF)

• Cyclic displacement ductility factor (CDDF)

• Accumulatives displacement ductility factor (ADDF)

SDDF diperoleh melalui pembebanan statik akumulatif atau push over analysis.

Sedangkan CDDF dan ADDF diperoleh melalui pembebanan siklik.

Curvature Ductility, μФ = yu

φφ

Ductility

Single Displ. Ductility

Displacement Ductility Cyclic Displ. Ductility

Accum.Displ. Ductility

(SDDF = μΔ = yu

ΔΔ )

Page 10: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

6

S

Δ

0.8 Si

Si

Δy Δu

δ

H

Δ

P

histeretik loop asli (real)

Model

Δy Δu

δ

P

Δc

Δy

Δa

Δd

Δb

a) b) c)

Push over

Analysis

real

y

uSDDFΔΔ

= y

ymmCDDFΔ

Δ−Δ+Δ=

−+

1+Δ

Δ+Δ+Δ+Δ=

y

dcbaADDF

Gambar 1.5. Macam-macam Daktilitas

Push Over Analysis yang menghasilkan Single Displacement Ductility Factor

adalah suatu proses pembebanan satu arah, mulai dari beban yang relatif kecil kemudian

bertambah secara berangsur-angsur sampai struktur mengalami ketidak stabilan/runtuh.

Pembebanan seperti ini sebenarnya dipertanyakan oleh banyak orang, karena beban

seperti ini sangat jarang terjadi. Oleh karenanya hasil yang diperoleh (displacement

ductility) juga kurang begitu realistik.

Disamping mekanisme pembebanannya, maka pada Push Over Analysis masih

mempunyai problem yang lain yaitu pola/bentuk beban. Bentuk beban yang dimaksudkan

apakah berbangun segitiga terbalik, berbangun konstan, berbangun parabolik

cekung/cembung ataukah mempunyai bangun yang lain. Pertanyaan berikutnya adalah

dalam kondisi-kondisi seperti apa kemungkinan bangun beban-beban itu dipakai. Masalah

akan berkembang lagi apakah bangun-bangun beban itu akan sama pada jenis bahan

struktur yang berbeda (beton, baja), pada jenis struktur utama yang berbeda (Open frames,

braced frames, frame-walls) ataupun pada variabel-variabel yang lain (respon elastik,

inelastik, frekuensi sudut struktur).

Mengingat adanya banyak pertanyaan-pertanyaan itu maka Lawson dkk (1994)

mengadakan penelitian tentang Push Over Analysis. Dikatakannya bahwa pemakaian

pembebanan seperti ini tidak ada dasar teoritisnya, artinya sangat jarang atau dikatakan

tidak ada pola/mekanisme pembebanan seperti ini. Empat macam skel MRF (2, 5, 10, 15

tingkat), 3-bentang frame regular dipakai sebagai bahan penelitian. Pola beban statik

Page 11: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

7

segitiga terbalik beban konstant dan SRSS tampaknya dipakai pada penelitian tersebut.

Respon (displacement, story ductility ratio, rotasi sendi plastis) non linier static push over

analysis kemudian dibandingkan dengan hasil inelastik time-history analysis yang

memakai 7 rekaman gempa. Hasil penelitiannya adalah :

1. Roof displacement struktur 2-tingkat (stiff. structure) push over mempunyai korelasi

yang baik dengan time history analysis. Namun demikian keduanya mempunyai

korelasi yang jelek untuk struktur 15-tingkat Higher mode effects merupakan

penyebab utama.

2. Struktur fleksibel (15-tingkat) sangat sensitif terhadap pola beban. Beban konstan

menghasilkan displacement yang underestimate, sedangkan beban SRSS

menghasilkan displacement yang overestimate terhadap displacement yang diperoleh

dari time history analysis. Beban segitiga terbalik merupakan pola beban yang

memberikan hasil paling dekat dengan hasil FHA.

3. Interstory driff bangunan 2 & 5-tingkat cukup dekat dengan hasil THA dan korelasi

yang sangat jelek antara keduanya (push over & THA) pada bangunan yang tinggi.

Higher mode effects sekali lagi dicurigai sebagai penyebab utama.

4. Rotasi sendi plastik balok untuk struktur 2 & 5-tingkat pada push over analysis agak

dekat dengan THA. Namun demikian sangat jauh pada tingkat-tingkat atas di

bangunan 10 dan 15-tingkat. Sekali lagi higher mode effects tidak dipunyai pada push

over analysis, padahal hal ini sangat besar pengaruhnya pada tingkat-tingkat atas

bangunan yang cukup fleksibel (10 & 15 tingkat).

Secara umum hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa :

1. Push over analysis masih memberikan manfaat karena adanya informasi-informasi

tambahan dibandingkan dengan analisis statik.

2. Push over analysis akan bermanfaat apabila adanya keraguan atas hasil-hasil analisis

statik, terutama saat bangunan sedang didesain.

3. Push over analysis hanya dapat memberikan informasi yang cukup dekat dengan THA

pada struktur-struktur yang didominasi mode pertama (bangunan cukup kaku).

Pengaruh higher modes sangat dominan pada bangunan-bangunan yang fleksibel.

Walaupun push over analysis yang menghasilkan SDDF mempunyai beberapa

kelemahan, namun metode ini dapat dipakai secara lebih general (struktur utuh) daripada

Page 12: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

8

S

Δ

Δ

S οS EF

S EL

S EE

D

C

B

A

Δyf ΔyE ΔmL

Δmf Daktailitas yang sudah tdk dapat digunakan

Fully Ductile Response

Limited Ductility Response

Daerah utamanya berespon elastik

Daerah elastik idealμΔ = 1

μ= 1,5

μ = 3

μ = 8

Δc

PP

y

Non LinierLinier

yH

y K

a) b)

CDDF dan ADDF yang hanya berorientasi pada elemen struktur. Oleh karena itu sebelum

ada metode baru yang dapat memanfaatkan prinsip CDDF dan ADDF pada struktur secara

utuh, maka konsep SDDF yang berasal dari push over analysis masih dapat dipakai.

• Hubungan Gaya – Simpangan Konsep SDDF Pada Level-level Daktilitas

Simpangan

Hubungan antara gaya-simpangan secara umum pada struktur bangunan pada

level-level daktilitas menurut Paulay & Priestley (1992) adalah seperti tampak pada

gambar.

ΔyL ΔmE

Gambar 1.6. Grafik Hubungan S-∆

• Respon Elastik

Antara linier dan elastik kadang-kadang membuat bingung mahasiswa. Linier

bermakna hubungan lurus, berbangun garis lurus. Sedangkan elastik bermakna kembali ke

jalur/path semula apabila beban dihilangkan. Tentu saja hal ini berhubungan dengan

struktur yang dibebani. Antara linier dan elastik dapat digabungkan yaitu linier-elastik.

Apabila struktur mempunyai respon linier elastik berarti apabila beban bertambah besar

maka simpangan juga membesar. Rasio antara beban dan simpangan umumnya disebut

kekakuan (stiffness). Oleh karena itu struktur berperilaku linier apabila kekakuannya tetap.

Gambar 1.7. Grafik Linier dan Non Linier

Page 13: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

9

Linier elastik apabila beban bertambah maupun berkurang, hubungan P-y akan

melewati garis lurus. Sebaliknya juga ada istilah non-linier yaitu apabila hubungan antara

p-y tidak berupa garis lurus (gambar b). Oleh karena itu mungkin juga respon struktur

masih berupa linier-elastik maupun non-linier elastik. Respon-respon tersebut akan terjadi

pada beban yang relatif kecil dibanding dengan kekuatan struktur, atau respon struktur

yang tegangan bahannya belum mencapai tegangan leleh.

Beban dinamik seperti beban gempa bumi mempunyai sifat alamiah seperti

fenomena-fenomena alam yang lain misalnya seperti hujan, angin maupun banjir.

Fenomena alam itu mempunyai periode/kala ulang tertentu, artinya kejadian dengan

intensitas tertentu akan terjadi pada periode/setiap waktu tertentu. Gejala alam

menunjukkan bahwa intensitas yang besar akan mempunyai kala ulang yang lama/panjang

dan seterusnya.

Apabila kejadian-kejadian gempa disuatu tempat dianggap independen satu sama

lain, maka menurut metode Nilai Ekstrim Gumbel, hubungan antara ukuran gempa M dan

periode ulang T dinyatakan dalam bentuk,

T = 1

1

α

β Me (tahun) ....................... a)

Sedangkan hubungan antara percepatan tanah dengan periode ulang T dinyatakan

dalam bentuk

a = 2

2 ).ln(β

αT (cm/dt2) ................. b)

Yang mana α1 ≠ α2 dan β1 ≠ β2.

Nilai-nilai α1, α2, β1 dan β2 dapat dicari dengan metode tersebut apabila data

gempa dan persamaan attenuasinya diketahui. Menurut persamaan a), apabila ukuran

gempa M semakin besar maka periode ulang T juga semakin besar. Apabila T besar maka

menurut persamaan b), percepatan tanah yang terjadi juga akan semakin besar.

Bangunan-bangunan yang sangat penting dan monumental umumnya dikehendaki

untuk dapat bertahan dalam periode waktu yang lama bahkan sangat lama (misal 500-

1000 tahun). Pada rentang waktu itu dikehendaki bangunan masih berperilaku elastik agar

bangunan tetap tegak. Apabila paling tidak terjadi 1 kali gempa pada periode

tersebut/periode ulang tersebut, maka tentu saja ukuran gempa M dan percepatan tanah a

menjadi sangat besar. Dengan percepatan tanah yang sangat besar dan bangunan masih

Page 14: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

10

berespon elastik, maka kekuatan bangunan harus sangat besar juga. Akibatnya bangunan

menjadi sangat mahal. Hal itu tidak akan menjadi masalah apabila bangunan yang

bersangkutan memang didesain sebagai bangunan yang sangat penting dan monumental.

Oleh karena itu hanya bangunan-bangunan seperti itulah yang dikehendaki masih tetap

berespon elastik pada gempa yang sangat besar.

• Respon Daktail

Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa apabila bangunan yang sangat

penting/monumental dikehendaki bertahan dalam kurun waktu yang lama, maka biaya

pembangunannya menjadi sangat mahal. Hal ini terjadi karena pada beban gempa yang

sangat besar struktur masih dikehendaki bersifat elastik. Beban gempa menjadi besar

karena dalam kurun waktu yang lama hanya dikehendaki 1 kali gempa yang

mengakibatkan respon struktur masih elastik maksimum dekat atau terjadi plastis/leleh

awal. Hal itu berarti beban gempa yang bersangkutan mempunyai periode ulang T yang

sangat lama. Secara matematis dapat dimengerti melalui pers. a) dan b).

Namun demikian tidak semua bangunan dikehendaki mempunyai kondisi seperti

di atas. Bangunan biasa umumnya mempunyai umur efektif 50-100 tahun. Hal itu berarti

bahwa bangunan biasa mempunyai/direncanakan dengan umur efektif yang jauh lebih

singkat dari pada bangunan monumental. Dengan memakai analogi yang sama dengan

sebelumnya maka beban gempa rencana untuk bangunan biasa akan jauh lebih kecil dari

pada gempa rencana bangunan monumental.

Apabila rencana untuk bangunan biasa relatif kecil, maka kekuatan yang harus

disediakan juga relatif kecil. Dengan demikian biaya pembangunannya akan lebih murah.

Namun demikian bangunan seperti itu akan mempunyai resiko apabila gempa yang terjadi

lebih besar dari pada gempa rencana. Apabila demikian maka leleh pada elemen-elemen

struktur tidak dapat dihindari.

Page 15: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

11

• Struktur Daktail Penuh

Sebelum membahas lebih lanjut struktur daktail, ada baiknya disajikan apa yang

umumnya disebut philosophy of design yang akan disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini.

General Requirements

Limit states Gempa Magn Performance Criteria

Struktur harus mempunyai kekuatan dan kekakuan yang relatif seragam serta stabil

Service ability Small < 6,5 Elastik/belum rusak

Damage ability

Moderate

6,5-7,5

Rusak ringan dan dapat berfungsi sehingga diperbolehkan

Survival Large > 7.5 Boleh rusak tapi tidak runtuh

Tabel 1.1. Philosophy of Design

Agar performance criteria tersebut diatas dapat dicapai (khususnya untuk struktur

daktail) maka bangunan yang direncanakan harus memenuhi kriteria :

1. Konfigurasi Bangunan Harus Baik

a. Denah sederhana, sedapat-dapatnya simetri dalam 2-arah dan bangunan tidak

terlalu panjang.

b. Tampang melintang bangunan berbangun/dekat dengan simetri, rasio antara tinggi

bangunan terhadap lebarnya tidak terlalu besar.

c. Kekakuan struktur utama cukup seragam pada seluruh tingkat yang ada, dan tidak

ada soft story.

d. Massa tingkat cukup seragam baik distribusinya terhadap arah horisontal dan

vertikal.

e. Struktur utama terdistribusi secara merata (misalnya jarak portal dibuat

sama/seragam). Portal adalah struktur utama yang cukup baik.

Dengan adanya konfigurasi bangunan yang baik maka perilaku struktur akibat

gempa dapat diprediksi/diketahui secara baik. Pada bangunan yang konfigurasinya

tidak baik, perilaku bangunan akibat gempa kurang dapat diketahui/diprediksi/dimodel

dalam analisis secara baik.

2. Bangunan didesain dengan prinsip yang jelas, misalnya didesain dengan prinsip

Capacity Design. Di dalam prinsip tersebut prinsip strong column weak beam

Page 16: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

12

P

y

ΕΙM

M

hc

P

sendi plastis

Mb

Mc

umumnya dipakai yang mana proses disipasi energi akan/diharapkan dapat

berlangsung secara baik.

3. Sebagai implementasi dari butir-butir di atas, bagian elemen struktur yang

sengaja/diarahkan untuk terjadi sendi plastik harus didetail secara baik (transversal

reinforcement). Detailing yang baik juga dilakukan ditempat yang sengaja tidak boleh

rusak khususnya pada joints.

4. Bangunan harus didesain dengan kekuatan (strength) yang cukup. Hal ini untuk

menghindari adanya kerusakan secara prematur. Kode yang selalu direview/diperbaiki

secara periodik (umumnya setiap ± 10 tahun) akan memungkinkan desain beban yang

lebih proporsional.

5. Spesifikasi, Mutu Bahan dan Pelaksanaan

Agar proses disipasi energi pada sendi-sendi plastik dapat berlangsung secara stabil,

maka potongan elemen harus mempunyai daktilitas kurvatur yang baik. Potongan

yang demikian telah dibahas sebelumnya yang terkait pada spesifikasi (persyaratan ρ’/

ρ misalnya) dan mutu bahan. Sesuatu hal yang tidak kalah penting adalah mutu

pelaksanaan saat bangunan dibangun.

Apabila hal-hal tersebut diatas dapat dipenuhi maka struktur daktail saat terjadinya gempa

akan dapat diwujudkan.

• Struktur Daktilitas Terbatas

Struktur yang didesain menurut daktilitas penuh adalah struktur yang sederhana

dan ideal. Struktur ini dapat memenuhi daktilitas simpangan μΔ = 3-8 (Paulay dan

Priestley 1992). Park (1992) mengatakan bahwa struktur daktail dapat melakukan

deformasi inelastik secara stabil dengan tingkat daktilitas μΔ = 5-6.

Untuk dapat membayangkan seberapa besar bangunan telah bergoyang maka akan

diberikan ilustrasi sebagai berikut.

yhEIM c 2

6= , cb MM =

Drift Ratio Dr =chy

atau chDry .=

Terjadi sendi plastis bila Dr ≥ 0,5%

Saat leleh pertama y = Dr.h = 0,05hc

Gambar 1.8. Ilustrasi Goyangan Bila hc = 400 cm y = 0,05 . 400 = 2 cm

Page 17: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

13

a) b)

c)

d)

e)

→ Bila daktilitas μΔ = 6 = yu

ΔΔ , maka Δu = 6 . Δy = 6 . 2 = 12 cm (Δy = y)

→ Simpangan ultimit Δu =12 cm

Apabila syarat-syarat untuk terjadinya struktur daktail kurang dapat diyakini maka

struktur dapat didesain dengan “daktilitas terbatas”. Selengkapnya, daktilitas terbatas akan

dipakai apabila :

1. Konfigurasi Bangunan Kurang Baik & Bangunan Tinggi

Denah bangunan agar ruwet/tidak teratur/tidak regular

Adanya banyak struktur dinding yang kurang memungkinkan struktur bersifat

daktail penuh

Gambar 1.9. Struktur Daktilitas Terbatas

Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh struktur-struktur yang diperkirakan

sulit berperilaku daktail secara penuh seperti tampak pada gambar a, b, c dan d. Tampak

bahwa struktur tidak regular, pada gambar a kecenderungan bersifat strong beam weak

column. Sedangkan pada gambar e, untuk struktur yang langsing (T >>) dominasi beban

tidak lagi oleh beban gempa tetapi kemungkinan oleh beban angin. Perilaku struktur

kemungkinan tidak seperti akibat beban gempa. Respon inelastik struktur

berkemungkinan tidak sebesar akibat beban gempa. Karena adanya respon inelastik yang

masih terbatas (relatif kecil) itulah maka elemen-elemen struktur tidak perlu didetail

seteliti struktur daktilitas penuh. Dengan perkataan lain struktur seperti gambar e tidak

perlu didesain menurut konsep daktilitas penuh, tetapi cukup dengan daktilitas terbatas

(limited ductility).

Page 18: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

14

2. Struktur Dengan Dominasi Beban Gravitasi

Telah disampaikan sebelumnya bahwa akibat kombinasi beban gravitasi dan beban

gempa, sistem pembebanan struktur kemungkinan didominasi oleh beban gravitasi

(Gravity Load Dominated) kemungkinan yang lain adalah dominasi beban gempa

(Earthquake Load Dominated). Kondisi struktur seperti apa yang termasuk kategori-

kategori tersebut telah dibahas di depan. Masing-masing tipe dominasi beban akan

menentukan “Policy” desain struktur yang dapat dilakukan.

Pada Gravity Load Dominated (GLD), beban gravitasi lah yang menentukan

strength demand untuk keperluan desain. Pada pembebanan tersebut kemungkinan adanya

respon inelastik tidak akan sebesar ductile structure akibat dominasi beban gempa. Oleh

karena itu menurut Paulay dan Priestly (1992) bangunan kategori GLD tidak perlu

disediakan sifat daktail secara penuh. Dengan perkataan lain, bangunan kategori GLD

dapat didesain menurut prinsip Limited Ductility atau daktilitas terbatas. Karena daktilitas

struktur relatif terbatas, maka struktur harus didesain dengan kekuatan yang lebih besar.

3. Alasan-alasan Lain Yang Sifatnya Khusus

Alasan-alasan tertentu dapat membuat keputusan struktur dapat/lebih baik didesain

dengan prinsip daktilitas terbatas. Alasan-alasan tertentu dapat digolongkan menjadi

alasan mutlak sedangkan yang lain dapat dikatakan tidak mutlak. Penggolongan alasan-

alasan itu adalah :

1.a Konfigurasi Bangunan Tidak Baik Alasan yang tidak dapat/

b. Bangunan Tinggi/Fleksibel jangan dihindari

2.a Desain bangunan daktilitas terbatas relatif ringan/mudah

b. Kurangnya skill untuk mendesain daktilitas penuh

c. Kurangnya skill dalam menjamin pelaksanaan bangunan yg baik

d. Struktur dalam kategori “Gravity Load Dominated”

Daktilitas terbatas

Kekuatan bangunan

harus lebih besar Cenderung lebih mahal

Sebagai kompensasi dari

Page 19: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

15

Perbandingan Secara Kualitatif/Kuantitatif antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas

Terbatas (Park dkk, 1986, 1988) akan dijabarkan pada Tabel 1.2. berikut ini.

Tabel 1.2. Perbandingan Antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas Terbatas

No. Parameter Tingkat Daktilitas

Struktur Daktilitas Penuh Struktur Daktilitas Terbatas 1. Definisi Adalah struktur frame/wall

regular yang didesain menurut prinsip “Desain Kapasitas” sehingga mampu melakukan disipasi energi yang baik pada respon inelastik, minimum selama 4-kali goyangan sempurna.

Adalah struktur frame/ walls yang karena keterbatasannya diperkirakan sulit untuk berdeformasi inelastik secara baik sehingga perlu didisain dengan kekuatan yang lebih besar daripada struktur daktail (maks 4-5 tingkat)

2. Tingkat Daktilitas Simpang μΔ = 3 - 8 μΔ = 1.5 - 3 3. Koefisien Jenis Struktur k ≥ 1 k ≥ 2 4. Efektivitas Pemakaian 1. Medium Rise

Buildings (5-10 tingkat)

1. Low Rise Building (3-4-5 tingkat)

2. High Rise Building (>30 tingkat)

Dominasi Beban Gempa (Earthquake Load Dominated)

1. Dominasi Beban Gravitasi 2. Dominasi Beban Angin

5. Prinsip Desain 1.Prinsip Desain Kapasitas dengan hierarki yang tegas

2.Detailing dilakukan secara teliti / ketat

3. Lebih rumit

1. Desain kapasitas tidak diperlukan

2. Detailing lebih longgar (relax)

3. Lebih sederhana

Page 20: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

16

BAB II CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY

A. PENGERTIAN CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY

Setelah member action (momen, gaya lintang, gaya normal) telah diperoleh,

maka langkah selanjutnya adalah menentukan design philosophy. Banyak kasus

kerusakan struktur akibat gempa bumi ternyata disebabkan oleh tidak jelasnya prinsip

desain yang dipakai. Apabila demikian maka juga tidak ada hierarki yang jelas

tentang prinsip/urutan-urutan desain.

Capacity Design Philosophy adalah filosofi desain yang dikembangkan di

New Zealand (Paulay and Priestley, 1992) sejak tahun 1970an dan banyak diadopsi

oleh banyak negara termasuk Indonesia. Dalam mengadopsi tersebut, design

philosophy umumnya diadopsi secara prinsip sedangkan prosedur umumnya

dimodifikasi sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Di Indonesia prosedur

desain menurut prinsip ini juga telah dimodifikasi baik tata cara maupun koefisien-

koefisien yang dipakai.

Pada prinsip desain kapasitas, yang pertama adalah salah satu/elemen tertentu

penahan gaya horisontal dipilih untuk didesain secara khusus agar dapat berfungsi

untuk tujuan disipasi energi pada tingkat deformasi inelastik. Tempat kritis dimana

disengaja untuk berdeformasi secara inelastic tersebut umumnya disebut plastic

hinges atau sendi plastis. Tempat-tempat sendi plastis itu didetail secara baik untuk

keperluan deformasi inelastik sehingga tidak terjadi rusak lentur maupun rusak geser.

Detailing yang dimaksud adalah tulangan lentur dan tulangan geser didesain

sedemikan rupa sehingga terjadi sifat daktail pada sendi plastis tersebut. Tata cara

detailing yang dimaksud akan dibicarakan secara khusus.

Prinsip yang kedua adalah bahwa elemen-elemen yang lain diproteksi

sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi kerusakan. Kerusakan sudah dialokasikan

ditempat-tempat tertentu dimana sendi-sendi plastis tersebut berada. Dengan detailing

yang baik maka sendi-sendi akan berperilaku daktail. Sebagaimana pernah disinggung

sebelumnya bahwa daktail terjadi apabila suatu elemen mampu berdeformasi secara

inelastik secara berkelanjutan tanpa adanya pengurangan kekuatan yang berarti.

Page 21: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

17

Elemen lokasi sendi plastis

δδ

Ductile / UletBrittle / Getas

hysteretic loops

- hysteretis loops luas / besar- disipasi energi besar

Apabila demikian maka akibat beban siklis luasan hysteretic loops menjadi

besar. Luasan histeretik loop menunjukkan kapasitas elemen dalam melakukan

disipasi energi. Oleh karena itu elemen yang daktail mampu melakukan disipasi

energi secara baik/berkelanjutan. Analogi dan perilaku inelastik elemen daktail pada

prinsip capacity design adalah seperti tampak pada gambar. Elemen dimana sendi

plastik berada, sengaja diperlemah, tetapi didesain secara baik agar bersifat daktail.

Karena elemen-elemen yang lain sengaja diperkuat, maka akibat beban siklis, sendi

plastis daktail akan terisolasi pada bagian yang lemah.

Gambar 2.1. Hyeteretic Loops Elemen

Secara lebih konkrit, struktur daktail akan terjadi pada struktur dengan prinsip

desain ”strong column weak beam” sedangkan prinsip ”strong beam weak column”

akan menghasilkan perilaku struktur yang brittle/getas. Analisis secara kuantitatif atas

dua prinsip desain tersebut akan dibahas secara rinci pada bahasan ”Daktilitas Portal

Terbuka Beton Bertulang Bertingkat Banyak pada Dua Mekanisme Keruntuhan yang

Berbeda”.

Page 22: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

18

Gambar 2.2. Letak Sendi Plastis Elemen

Secara sistematik Paulay dan Pristley (1992) menyatakan bahwa

karakteristik/ciri utama capacity design adalah:

1. Letak kemungkinan terjadinya sendi plastis sudah ditentukan secara jelas. Hal ini

diperoleh dengan memilih pola penggoyangan yang tepat, yaitu ”beam sway

mechanism” yang mana kolom direncanakan lebih kuat daripada balok. Dengan

kondisi seperti itu maka sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok

dan ujung bawah kolom tingkat dasar.

2. Lokasi-lokasi dimana direncanakan sendi-sendi plastis didetail secara baik

sehingga walaupun berdeformasi secara inelastik tetapi tetap daktail. Pada kondisi

tersebut tidak akan terjadi kerusakan secara prematur. Karena elemen daktail

mampu menjaga kestabilan (tidak runtuh) pada deformasi inelastik, maka proses

disipasi energi dapat berlangsung secara baik.

3. Elemen-elemen yang berpotensi brittle dan tidak baik dalam melakukan disipasi

energi sengaja diperkuat sehingga tidak akan terjadi sendi-sendi plastis (pada

kolom). Cara memperkuat elemen tersebut adalah dengan memberikan kekuatan

yang lebih besar daripada ”over-strength” yang ada pada balok. Dengan demikian

elemen kolom senantiasa tetap elastik selama beban gempa berlangsung

(sementara balok boleh berperilaku inelastik).

4. Shear failure pada saat terjadinya deformasi inelastik harus dihindari dengan jalan

memasang lateral confinement yang cukup. Selain itu anchorage failure dan

bentuk-bentuk instabilitas yang lain (beam column joint failure) sangat dihindari

dengan detail elemen yang baik.

Sendi Plastis

STRONG COLUMN WEAK BEAMBEAM SWAY MECHANISM

STRONG BEAM WEAK COLUMNCOLUMN SWAY MECHANISM

Page 23: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

19

B. DOMINASI BEBAN

Bidang momen (BMD) seperti dibahas di atas adalah kombinasi antara momen

akibat beban mati (DL + LL) dan momen akibat beban gempa. Rasio momen MD+L

dan momen akibat gempa ME akan mempengaruhi bentuk bidang momen. Ada dua

kemungkinan yang membuat/mempengaruhi bentuk akhir bidang momen :

1. Earthquake Load Dominated (ELD)

Earthquake Load Dominated (ELD) adalah suatu kondisi yang mana beban

gempa mendominasi sistem pembebanan. Hal ini terjadi karena ME jauh lebih besar

daripada MD+L. Kondisi seperti itu akan terjadi apabila :

a. Bentang balok relatif pendek.

Apabila demikian, maka momen oleh beban mati akan relatif kecil.

b. Bangunan bertingkat banyak.

Pada bangunan bertingkat banyak maka momen balok akibat gempa

menjadi besar, terutama pada tingkat-tingkat bawah.

c. Bangunan terletak pada daerah gempa yang besar dan terletak diatas tanah

lunak. Apabila demikian maka koefisien gempa dasar C akan menjadi

besar. Akibat yang akan terjadia adalah gaya geser dasar V akan menjadi

besar dan selanjutnya gaya horisontal tingkat menjadi besar.

Apabila ELD terjadi maka seperti tampak pada gambar :

a. Momen negatif M- jauh lebih besar dibanding dengan M+

b. Momen positif maksimum M+maks terjadi pada ujung balok

c. Sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok

d. Tidak ada gaya lintang = 0.

Gambar 2.3. Earthquake Load Dominated (ELD)

Page 24: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

20

2. Gravity Load Dominated (GLD)

Berlawanan dengan ELD, maka GLD momen oleh beban hidup MD+L lebih besar

daripada ME. Kondisi ini akan terjadi apabila:

a. Bentang balok relatif panjang

Pada kondisi seperti ini momen oleh beban mati dan beban hidup akan

menjadi besar.

b. Bangunan tidak tinggi

Artinya hanya beberapa tingkat sehingga momen balok oleh beban gempa

masih relatif kecil.

c. Bangunan terletak di daerah gempa rendah dan diatas tanah lunak.

Pada kondisi GLD, maka seperti tampak pada gambar bahwa :

a. Momen positif M+ cukup dominan

b. Momen positif maksimum M+maks terjadi dalam bentang balok

c. Sendi-sendi plastis momen positif tidak terjadi pada ujung-ujung balok

d. Butir 2 sebagai akibat dari adanya gaya lintang sama dengan nol.

Gambar 2.4. Gravity Load Dominated (GLD)

Page 25: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

21

BAB III REDISTRIBUSI MOMEN

A. PENGERTIAN REDISTRIBUSI MOMEN

Pada bahasan Capacity Design Philosophy telah disampaikan bahwa agar

terjadi beam sway mechanism, maka prinsip desain strong column weak beam adalah

design philosophy yang dianggap tepat. Pada prinsip desain tersebut, elemen balok

dirancang sedemikian rupa sehingga lebih lemah daripada kolom. Hierarki yang

pertama pada proses desain bangunan tahan gempa adalah desain balok.

Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan

dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini

maka pokok bahasan akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu

”earthquake load dominated”. Kombinasi/superposisi momen balok oleh beban mati

dan beban gempa adalah sebagai berikut. q

H

M-D+L

ME

M+

M-

M+D+L

M- >>M+

Redistribusi momen

Pada gambar diatas tampak jelas bahwa untuk ELD akan diperoleh nilai

momen negatif M- yang umumnya jauh lebih besar dari pada momen positif M+.

Page 26: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

22

Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut maka ukuran balok akan

cukup besar untuk mengakomodasi M- sementara hanya diperlukan balok yang relatif

lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif M+. Agar

penghematan dapat diperoleh maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa

dimungkinkan adanya ”redistribusi momen”. Redistribusi momen yang dimaksud

adalah dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.

Secara jelas Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa tujuan

diadakannya redistribusi momen adalah untuk meningkatkan efisiensi desain elemen

dengan :

1. Mengurangi momen maksimum absolut (M-) dan mengkompensasikan ke

uncritical beam momen (M+).

Dengan cara tersebut maka distribusi beam required strength menjadi lebih baik

dan desain menjadi lebih ekonomis. Redistribusi momen ini bahkan

dimungkinkan sampai momen negatif menjadi hampir/sama dengan momen

negatif. Apabila kondisi seperti itu diperoleh maka tulangannya akan simetri

antara momen negatif dan momen positif.

2. Memberikan required strength untuk momen positif minimal 50% required

strength momen negatif elemen balok.

Hal ini dilakukan karena kebutuhan adanya sifat daktail pada lokasi sendi

plastis. Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan analisis

tampang, daktilitas potongan akan semakin besar pada pemakaian tulangan

desak yang semakin besar.

Tulangan desak pada analisis tampang tersebut tidak lain adalah tulangan

momen positif pada kondisi ELD.

3. Mengefisienkan Desain Kolom.

Apabila redistribusi momen negatif ke momen positif telah dilakukan, maka

beam required strength akan mengecil. Karena kolom merupakan partner balok,

maka apabila required strength balok menurun, required strength kolom pada

daerah kritis (M-) juga akan mengecil. Kolom menjadi lebih efisien.

4. Memakai momen balok dan kolom ditepi/ditempat muka pertemuan.

Pada cara konservatif, desain balok didasarkan atas momen di as kolom. Dengan

memakai momen pada muka kolom, maka momen efektif akan lebih kecil

secara signifikan dibanding dengan gross momen (terutama pada M-). Pada

momen positif kejadian sebaliknya dimungkinkan terjadi.

Page 27: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

23

V j1 V j

2 V j3 V j

4

V j + 14V j + 1

3V j + 12V j + 1

1

V j + 1

V j

F j

sendi plastis

Mef = Momen efektif

Mg = Gross moment

Gambar 3.1. BMD Earthquake Load Dominated

B. PERSYARATAN MOMENT REDISTRIBUTION

Walau bagaimanapun baiknya konsep redistribusi momen, tetapi apabila tidak

terkendali, maka akan memberikan akibat yang tidak baik (buruk). Oleh karena itu

syarat-syarat dalam meredistribusi momen berikut ini harus diperhatikan.

1. Keseimbangan gaya lintang sebelum dan sesudah redistribusi harus tetap dijaga.

∑∑ ++ −−=−−i

jji

jjjj VFVVFV11

2. Jumlah momen balok sesudah redistribusi momen harus sama dengan jumlah

momen sebelum redistribusi dilakukan.

konstanMMM brbb ==Δ+ ∑∑∑

Mb adalah momen balok, ∆ Mb adalah perubahan momen karena redistribusi dan

Mbr adalah momen setelah redistribusi.

Page 28: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

24

3. Secara praktis redistribusi momen ∆ Mb tidak boleh lebih besar dari 30% momen

aslinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan kekuatan yang sangat

signifikan. Penurunan kekuatan yang signifikan akan menyebabkan terjadinya

premature failure.

Contoh : Redistribusi Momen

Untuk dapat melakukan redistribusi momen, maka hasil analisis struktur harus

sudah ada. Agar proses redistribusi momen dapat dipahami secara baik, maka analisis

struktur akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa sebaiknya dilakukan

dengan cara terpisah. Gaya-gaya dalam (internal forces) total yaitu momen, gaya

lintang dan gaya normal diperoleh dengan superposisi atas hasil analisis yang

dilakukan secara terpisah tersebut.

Pada pembahasan di atas telah disampaikan bahwa sebelum dan sesudah

redistribusi maka required strength harus tetap nilainya. Hal ini dapat dimengerti

secara mudah bahwa jangan sampai terdapat loss of strength pada proses redistribusi

momen. Istilah yang dipakai memang redistribusi momen, karena hanya momen lah

yang biasanya dilakukan redistribusi. Apabila tidak terjadi loss of required strength

pada saat redistribusi, maka juga tidak akan terjadi pengurangan gaya lintang.

C. REDISTRIBUSI MOMEN PADA EARTHQUAKE LOAD DOMINATED

Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan

dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini

maka pokok akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu earthquake

load dominated. Kombinasi superposisi momen balok oleh beban mati, hidup dan

gempa adalah sebagai berikut.

Gambar 3.2. BMD Akibat Beban Gravitasi dan Beban Gempa

Pada gambar di atas tampak bahwa untuk earthquake load dominated akan diperoleh

nilai momen negatif yang umumnya jauh lebih besar daripada momen positif.

Page 29: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

25

Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut, maka ukuran balok

akan cukup besar untuk mengakomodasi momen negatif, sementara hanya diperlukan

balok yang relatif kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif.

Agar penghematan dapat dicapai, maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa

dimungkinkan adanya redistribusi momen. Redistribusi momen yang dimaksud

dilakukan dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.

Diambil dari hasil analisis struktur dari metode Muto (1975), misalnya

redistribusi momen tingkat ke-2. Pengalaman dari beberapa analisis struktur

menunjukkan bahwa momen negatif balok hasil analisis akibat beban mati dan beban

hidup nilainya hampir sama dengan momen negatif balok pada elemen jepit-jepit.

Momen positif pada struktur simple

beam adalah,

2

81 QLM =+

Momen negatif balok jepit-jepit

adalah,

2

121 QLM =−

Gambar 3.3. BMD Akibat Beban Gravitasi

Momen total adalah superposisi diantaranya (menjadi fixed end moment).

Momen hasil analisis struktur pada prakteknya hampir sama dengan momen

superposisi tersebut. Oleh karena itu momen FEM tersebut dapat dipakai untuk

keperluan redistribusi momen. Apabila intensitas beban terbagi rata Q = 3 t/m dan

bentang balok L = 8 m, maka M+ = 248.3.81 2 = tm dan M- = 168.3.

121 2 = tm.

Page 30: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

26

a)

b)

c)

d)setelah redistribusimomen

24

16

MD+L

MD+L

9.56 12.5

9.56 47.876 12.5 50.816

Gambar 3.4. Superposisi BMD Earthquake Load Dominated

Pada gambar c) tampak bahwa momen positif maksimum M+ = 18,816 tm,

sementara M- = 50,816 tm. Perbedaan antara keduanya sangat besar, oleh karena itu

kalau tidak dilakukan redistribusi momen maka desain elemen tidak efisien. Total

required strength balok menurut gambar c) adalah,

tm M t 384,133816,50876,15876,47816,18 =+++=

Setelah dilakukan redistribusi momen, maka required strength harus tetap

nilainya, atau Mt = 133,384. Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa redistribusi

momen tidak boleh lebih dari 30%. Batas tersebut berarti bahwa momen maksimum

∆M = 30% x 50,816 = 15,245 tm. Misalnya dipakai ∆M =12,5 tm (24,6% < 30%),

sehingga

−+

>=×−

=

=−=

M50% tm M

tm M

376,282

)316,382(384,133316,385,12812,50

Page 31: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

27

a)

b)

c)

d)setelah redistribusimomen

D. REDISTRIBUSI MOMEN PADA GRAVITY LOAD DOMINATED

Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada gravity load dominated

persoalannya berbeda dengan earthquake load dominated, khususnya dalam hal

redistribusi momen. Redistribusi momen khusus untuk gravity load dominated agak

rumit tetapi akan menghasilkan desain yang efisien. Dapat saja dipakai redistribusi

momen dengan cara biasa, tetapi hasilnya kurang efisien. Redistribusi momen pada

tingkat ke-2 dengan cara biasa dan memakai hasil ME pada daerah gempa 3 akan

menghasilkan bidang momen seperti gambar c). Apabila cara tersebut dipertahankan,

maka ada kemungkinan momen positif lapangan akan lebih besar dari pada momen

negatif.

Oleh karena itu redistribusi momen dilakukan sedemikian rupa sehingga M+lap

akan mendekati M-. Pada gambar c) tersebut M+lap = 11,52 tm. Misal diambil ± 20%

redistribusi momen ∆M = 6,5 tm, maka :

tm M t 116,68532,33526,32526,0532,1 =+++=

−+

<<=×−

=

=−=

M50% tm M

tm M

026,72

)032,272(116,68032,275,6532,33

Maka diambil momen positif lapangan : tm M 02,185,652,11 =+=+

24 24

16 16

Gambar 3.5. Superposisi BMD Gravity Load Dominated

Page 32: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

28

E. MOMEN MUKA KOLOM

Setelah digambar akan tampak seperti pada gambar d). Gambar tersebut

adalah momen pada as kolom. Padahal momen yang dipakai untuk desain adalah

momen balok pada muka kolom. Oleh karena itu momen negatif M- = 38,316 tm

masih akan berkurang cukup signifikan, sedangkan momen positif M+ = 28,376 tm

tidak akan berubah banyak. Cara memperoleh momen balok ditepi muka kolom

adalah :

L

a

Gambar 3.6. BMD As Kolom

2

)(4l

alfaxi−

= )( 21' MM

laxi +=

2

)(4l

blfbxa−

= )( 21' MM

lbxa +=

Bila : m a 3,0= m l 8= tm Qlf 2481 2 ==

m b 35,0= tm M 376,281 = tm M 316,382 =

2)(..4

LaLafxi

−=

2

)(..4L

bLbfxa−

=

( )21' MMLaxi +=

( )21' MM

Lbxa +=

Page 33: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

29

maka :

2

)(4l

alfaxi−

= = 28)3,08(3,0.24.4 − = tm 465,3

2

)(4l

blfbxa−

= = 28)35,08(35,0.24.4 − = tm 0163,4

)( 21' MM

laxi += = )316,38376,28(

83,0

+ = tm 501,2

)( 21' MM

lbxa += = )316,38376,28(

835,0

+ = tm 918,2

tm xxMM ii 4304,29465,3501,2376,28'1 =+−=+−=+

tm xxMM aa 5047,310163,4918,2316,38'2 =−−=−−=−

Maka : tm M u 5047,31=−

tm M u 4303,29=+

Apabila contoh cara Muto tersebut untuk bangunan biasa, yaitu I = 1 dan terletak di

daerah gempa 3 di atas tanah lunak, maka nilai C = 0,07

sehingga Vt = C . I . K . W = 0,07 . 1 . 1. 275,2 = 19,264 t.

Dengan cara yang sama, maka momen akibat beban gempa adalah seperti pada

Gambar 3.7.

Gambar 3.7. BMD

Page 34: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

30

Sendi-sendi plastik ELD Sendi-sendi plastik GLD

Momen balok di tepi muka kolom :

Seperti contoh sebelumnya akan diperoleh

)( 21' MM

lbxa += = )032,27032,7(

835,0

+ = tm 490,1

2

)(4l

blfbxa−

= = 28)35,08(35,0.24.4 − = tm 0163,4

tm M 526,210163,449,1032,27 =−−=−

tm M lap 02,18=+

Page 35: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

31

BAB IV PROSES DESAIN MENURUT KONSEP

CAPACITY DESIGN Penerapan desain kapasitas yang dimaksud dalam hal ini adalah penerapannya

pada portal terbuka (open frame). Dengan memakai prinsip desain kapasitas, maka

hierarki kerusakan struktur akan terkendali sebagaimana terjadi pada konsep “beam

say mechanism”. Disamping itu, proses disipasi energi pada sendi-sendi plastis

diujung-ujung balok akan terjadi secara baik karena tempat-tempat tersebut didetail

secara baik agar berperilaku daktail. Perlu diketahui bahwa disipasi energi pada

konsep ini hanya diperbolehkan pada ”inelastic bending deformation” akibat beban

dinamik bolak-balik.

Urutan proses desain adalah sebagai berikut (Paulay and Priestley, 1992) :

1. Desain Balok Lentur

Langkah-langkah yang telah dibahas pada redistribusi momen adalah dalam

rangka menentukan ”ultimate required beams flexure strength atau Mb,u.

Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa momen yang dipakai sebagai dasar

desain (Mu) adalah momen balok pada tepi muka kolom.

2. Desain Tulangan Geser Balok

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa disipasi energi hanya diharapkan pada

”inelastic bending deformation” pada ujung-ujung balok. Hal ini berarti bahwa

pada prinsip desain kapasitas, tidak diperbolehkan mengandalkan disipasi energi

dari ”inelastic shear deformation”. Dengan kata lain balok tidak boleh rusak oleh

gaya geser. Oleh karena itu perlindungan terhadap rusak geser menjadi sangat

penting.

Page 36: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

32

P

δ

P

δ

Shear DominatedFlexural DominatedPinching EffectStrength Degradation

P

T

P

P

efek gaya aksial

Gambar 4.1. Histeretic Loops

Pada non strength degradation flexural dominated element, maka luasan histeretik

loop cukup besar dan tidak terjadi penurunan kekuatan. Pada kondisi ini disipasi

energi berlangsung dengan baik. Sebaliknya pada ”shear dominated element”

luasan histeretik loop relatif kecil, sehingga disipasi energi tidak dapat diandalkan

pada peristiwa ini. Hal tersebut dipertegas bahwa rusak geser umumnya terjadi

secara tiba-tiba.

3. Desain Kolom

Pada konsep desain kapasitas, desain kolom akan bersangkut secara erat dengan

kapasitas balok. Hal ini terjadi karena adanya hierarki kerusakan/kekuatan struktur

agar terjadi ”strong column weak beam”. Pada prinsip tersebut secara hierarki,

kekuatan kolom harus lebih besar dari pada kekuatan balok. Untuk itu kekuatan

maksimum balok harus diketahui terlebih dahulu. Dalam hal ini ”beam

overstrength factor Øo” dipakai sebagai faktor pengali dari ”ultimate required

strength Mu” ke ”strength capacity Mo”.

4. Desain Tulangan Geser Kolom

Pada gambar dibawah tampak bahwa gaya aksial (seperti pada kolom) cenderung

mengakibatkan struktur kurang daktail/mengakibatkan degradasai kekuatan. Pada

kolom tingkat dasar, beban aksialnya maksimum, padahal pada ”strong column

weak beam”, sendi plastis akan terjadi pada ujung bawah kolom tingkat dasar.

Oleh karena itu confinement pada tempat tersebut sangat diperlukan. Diameter

Page 37: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

33

sengkang dan jarak sengkang s harus didesain sedemikian rupa sehingga

”buckling” tulangan memanjang tidak terjadi. Apabila demikian sifat daktail pada

sendi-sendi plastis dapat dicapai.

Gambar 4.2. Pola Sendi Plastis pada Bangunan

5. Desain Beam Column Joint

Diawal pembahasan Reinforce Concrete frame telah disampaikan bahwa sifat

”statically indeterminated structure” akan dapat dipertahankan apabila joint tetap

kaku/monolit selama terjadinya deformasi inelastik pada balok. Pada beam

column joint akan terjadi gaya geser yang besar sebagai akibat dari momen-

momen balok dan kolom. Adanya ”diagonal compression” akibat adanya

momen-momen balok dan kolom akan berusaha memecahkan joint secara

diagonal. Hal ini akan diperparah oleh adanya gaya aksial kolom. Oleh karena itu

tulangan geser horisontal pada joint akan sangat diperlukan untuk menahan gaya

geser tersebut. Sifat penahanan oleh balok kiri dan kanan joint akan berkurang

karena diujung-ujung balok tersebut telah terjadi sendi-sendi plastis.

Sendi Plastis

STRONG COLUMN WEAK BEAM”BEAM SWAY MECHANISM”

Page 38: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

34

Gambar 4.3. Gaya yang Bekerja Pada Joint Balok Kolom

Page 39: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

35

ε

ε

ε

BAB V DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP

A. TEORI DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP

Desain balok tulangan rangkap yang dimaksud adalah menentukan ukuran balok,

jumlah, komposisi dan penempatan tulangan sedemikian rupa sehingga mampu

menyediakan kekuatan yang lebih besar atau sama dengan kebutuhan kekuatan.

Mengingat pada beban gempa arah beban dapat bolak-balik maka komposisi tulangan

untuk menahan momen negatif dan momen positif harus diatur sedemikian rupa

sehingga memenuhi persyaratan SKSNI-1991 Pasal 13. 14. 3. 2. (2) yaitu :

“Kuat momen positif disisi muka kolom tidak boleh kurang dari

½ kuat momen disisi negatif pada tempat yang sama”.

Ketentuan tersebut adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan daktilitas yang salah

satunya adalah daktilitas suatu potongan akan tinggi apabila kandungan tulangan desak

cukup besar.

Review : Kondisi Balance

Gambar 5.1. Gaya-gaya Kopel pada Balok

Page 40: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

36

Berdasarkan Gambar, maka akan diperoleh perbandingan,

ycc

b he∈+∈

=∈

hcyc

cb ×

∈+∈∈

=

Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal yaitu :

Cc = Ts

0.85 f’c . β1 . Cb . b = ρb . b . h . fy

ρb = 1..'85.0 β

hc

fycf b

Subtitusi nilai Cb kedalam persamaan, akan diperoleh :

h

hm yc

cb

1...1 βρ∈+∈

∈=

yc

cb m ∈+∈

∈= .1βρ ,

cffym

'.85.0=

Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal,

Cc = Ts

0.85.f’c . a . b = As . fy

0.85 f’c . a . b = ρ.b.h . fy

a = hcf

fy .'85.0

ρ

Momen yang dapat dikerahkan oleh gaya-gaya,

Mn = Ts ( h-a/2)

= ρ.b.h.fy ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

− hcf

fyh .2

.'85.0

ρ

= ρ.b.h.fy.h ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ − m.

211 ρ

= ρ.b.h2.fy ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ − m.

211 ρ

Mn = R.bh2

R = ρ.fy ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ − m.

211 ρ

Page 41: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

37

Contoh :

Misalnya dihitung bρ untuk kombinasi f’c = 20 Mpa (205 kg/cm2) dengan mutu baja

fy = 400 Mpa (4080 kg/cm2). Nilai 1β = 0,85; dan εc = 0,003; Es = 2,1 x 106 kg/cm2.

Penyelesaian :

4146,2320585,0

4080'85,0

===xcf

fym

εy = 001943,0101,2

40806 ==

xEsfy

02203,0001943,0003,0

003,0.4146,2385,0

=+

=bρ (2,203 %)

Page 42: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

38

Gambar 5.2. Flow chart perhitungan balok bertulangan rangkap

Mulai

Mu dari data analisis yang sudah

diredistribusi

c

y

ff

'.85,0m =

d'dhb.RMd

n

n2

+=

=

h > 2b Tidak

Ya

Rn1 = (0,3 s/d 0,8). Rn

Dari persamaan kuadrat didapat hasil aDengan

Mn1 = Rn. b. d2

( )/2d .b .0,85.Mn1 aaf'c −=

y

c

f. af' b .0,85.As1 =

φAAn s1

1 =

φ.AnA 1s1.ada =

.b0,85..A

' s1.ada

c

y

f'f

a =

2)b.(d . 0,85.'M n1 a. a'f'c −=

Mn2 = Mn – Mn1'

φAAn s2

2 =

Tulngan tarik = n1 + n2

Tulngan tekan = n2

As ada > 50% A’s.ada

Selesai

Tidak

Ya

)d'.(dMA n2

s2 −=

yf

.m) .ρ21.(1ρ.R n −= yf

dengan : f’c < 30 MPa ~ ß1 = 0,85 f’c > 30 MPa ~ ß1 = 0,85-0,008(f’c-30) > 0,65

→+

= .Eε

.Eε..β0,85.ρsc

sc1b

yy

c

fff'

yf4,1ρ

ρ 0,75.ρ

min

bmax

=

=

Page 43: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

39

Gambar 5.3. Flow chart momen tersedia pada balok

Mulai

Tetapkan hasil perhitungan tulangan

memanjang balok

.b0,85.).A'-(A s.adas.ada

c

y

f'f

a =

Belum leleh Sudah leleh

)d'(d . .A'M)2(d b. .0,85.M

s.adan2

n1

−=−=

y

c

fa. af'

Dari persamaan kuadrat didapat hasil aDengan :

sc.Eεc

d'c' −=sf

1

cβa

=

)d'(d .' .A'M)2(d b. .0,85.M

s.adan2

n1

−=−=

s

c

fa. af'

Mn = Mn1 + Mn2

Selesai

Tidak Ya

b .0,85..Eεd'.A'.A sc1

s.adas.ada . af'a

af cy +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

lelehaa ≥

yleleh f

a−

=sc

1sc

.Eεd'..Eε β

Page 44: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

40

ε

ε

B. PERHITUNGAN TULANGAN RANGKAP BALOK

Kembali ke hasil redistribusi, misalnya yang akan didesain adalah balok tengah

dengan Mu- = 760 kNm (77,52 tm) dan Mu+ = 548 kNm (56,896 tm).

Gambar 5.4. Potongan dan Gaya-gaya Kopel pada

Balok Tulangan Rangkap

Dipakai f’c = 22,5 MPa (229,5 Kg/cm2), fy = 400 MPa = 4080 Kg/cm2

Es = 2100000 Kg/cm2, β = 0,85 , εc = 0,003

Dipakai tulangan pokok D25, Ad =41 x π x (D)2 =

41 x π x (2,5)2 = 4,908 cm2,

Tulangan sengkang P10, selimut beton = 4 cm

d = Pb + Ø tulangan sengkang + Ø tulangan pokok + ½ . jarak antar tulangan

= 4 + 1 + 2.5 + (½ x 2,5) = 8,75 cm ,

d’ = 4 + 1 + (½ x 2,5) = 6,25 cm

εy = Esfy = 0,001943.

• Mengestimasikan ukuran balok

2.. hbRMum=

φ

→ semuanya dapat dilihat di Struktur Beton I

m = cfx

fy'85,0

=5,22985,0

4080x

= 20,915

ρb = mβ x

yccεε

ε+

= 9150,2085,0 x

001943,0003,0003,0

+ = 0,0247

Page 45: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

41

ρm = 0,75 ρb = 0,75 x 0,0247 = 0,0185

Rb = ρb x fy x (1 - (0.5 x ρb x m))

= 0,0247 x 4080 x (1 – (0,5 x 0,0247 x 20,915))

= 74,67 Kg/cm2

Rm = 0,75 x Rb = 0,75 x 74,67 = 56 Kg/cm

Mn = Rm x b x h2 ; h = 2b

8,01052,77 5x = 56 x b x b2

9690000 = 224 x b3

b = 3

2249690000 = 35,103 cm

dipakai :

b = 35 cm

h = 68,75 cm

ht = h + d = 68,75 + 8,75 = 77,50 cm

h’= ht – d’ = 77,5 – 6,25 cm

1. Komponen Tulangan Sebelah

Karena Mu+ 72% dari Mu-, maka nilai itu jauh melebihi 50% Mu-. Oleh karena

itu dipakai R1 cukup kecil.

Misal dipakai R1 = 0,2 Rb = 0,2 x 74,67 = 14,934 kg/cm2

M1 = R1.b.h2 = 14,934 x 35 x (68,75)2 = 24,7053 tm = 2470526,95 Kg cm

M1= 0,85 f’c .a .b .(h – a/2)

2470526,95 = 0,85 x 229,5 x a x 35 x (68,75 – a/2)

2470526,95 = (0,85 x 229,5 x 35 x 68,75) – (2

35 x 229,5 x 0,85 )

2470526,95 = 469399,2188 a – 3413,8125 a2

3413,8125 a2 – 469399,2188 a + 2470526,95 = 0

3413,81252470526,95 + a 8469399,218 - a2 3413,8125

a2 -137,5a + 723,6856 = 0

a = a

cabb.2

)..4()( 2 −±−

Page 46: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

42

a = 12

)6856,72314()5,137(5,137 2

xxx−−

= 5,4817 cm

c = 1

= 0,85

5,4817 = 6,449 cm

εs = c

dc '− x εc = 449,6

25,6449,6 − x 0,003 = 9,26.10-5 < 0,001943

→ Baja desak belum leleh

Cc = 0,85 x 229,5 x 5,4817 x 35 = 37426,9919 Kg

Ts1 = Cc = As1 x fy

As1 = fy

Cc = 4080

9199.37426 = 9,1732 cm2

n1 = AdAs1 =

908.41732,9 = 1,87 ≈ dipakai 2 buah → 2 D25

As1 = 2 x 4,908 = 9,816 cm2

Ts1 = As1 x fy = 9,816 x 4080 = 40049,28 Kg

Ts1 = Cc = 0,85 f’c .a .b → a = bcf

Ts.'85,0

1 = 355,22985,0

28,40049xx

= 5,865 cm

M1 = Cc.(h-(a/2))

= 0,85 x 229,5 x 5,865 x 35 x (68,75–(5,865 /2)) = 2635897,87 Kg cm

c = a/β = 5,8657/0,85 = 6,90 cm

εs = c

dc '− x εc = 9,6

25,69,6 − x 0,003 = 0,000282 < 0,001943

→ Sekali lagi baja desak belum leleh

2. Komponen Tulangan Rangkap

M2 = Mn – M1 = (96.9 x 105) – (26.3589 x 105) = 7054110 Kg cm

Untuk sementara tulangan desak dianggap leleh dulu, yaitu untuk menentukan

jumlah tulangan rangkap.

Ts2 = Cs = '

2

dhM−

= 25,675,68

7054110−

= 112865,76 Kg

Ts2 = As2 x fy

Page 47: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

43

6D25

8D25

penulangan rangkap

tul. rangkaptul. sebelah

62

ε

εε

As2 = fy

Ts2 = 4080

76,112865 = 27,6631 cm2

n2 = AdAs2 =

908,46631,27 = 5,6363 buah → dicoba dipakai 6 buah → 6 D25

Sehingga :

Kontrol jarak antar tulangan :

S = 11

1)(2−

−+−cobalapisn

pokoktulanganxcobalapisnsengkangPbbalokb φφ >2,5

Misal dipakai n 1 lapis = 4

S = 14

5,2.4)14(235−

−+− = 3

15 = 5 cm > 2,5 cm → Ok!

Karena tulangan desak belum leleh maka dengan susunan tulangan seperti itu

akan dianalisis, apakah dapat menyediakan kuat lentur nominal yang memenuhi

kebutuhan.

3. Kontrol Kuat Lentur Momen Negatif

Analisis Balok Tulangan Rangkap dengan Baja Desak Belum Leleh

Gambar 5.5. Desain Balok Tulangan Rangkap dan

Gaya-gaya yang Terjadi

Page 48: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

44

Keseimbangan gaya-gaya horisontal

Ts1 + Ts2 = Cc + Cs

(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . fs

(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . εs . Es

(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ x a

dxxa 'β x εc x Es

(8x4,908)x4080 = (0,85x229,5xax35)+(6x4,908)xa

xax 25,685,0 x0,003x2100000

160197,12 = (0,85x229,5xax35) +

axa 2100000) 003,0 x 6,25 x 0,85 x 4,908x6( 2100000) x 0,003 x 4,908x(6 −

160197,12 = 6827,625 a + a

a 75,9855874,185522 −

6827,625 a + (185522,4 - 160197,12)a – 985587,75 = 0

Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,

a2 + 3,7092 a – 144,3529 = 0

a = 12

)3529,14414()7092,3(7092,3 2

xxx++−

= 10,3023 cm

c = βa =

85,03023,10 = 12,1204 cm

εs = c

dc '− x εc = 1204,12

25,61204,12 − x 0,003 = 0,00145 < 0,001943 = ɛy

→ εs = 0,00145 < 0,001943, maka betul “Baja desak belum leleh”

fs = εs x Es = 0,00145 x 2100000 = 3051,3448 Kg/cm2

Momen nominal yang dapat dikerahkan :

M1 = 0,85 x f’c x a x b (h -2a )

= 0,85 x 229,5 x 10,3023 x 35 x (68,75–(2

10,3023 ))

= 4473558,439 kg cm

= 44,735 tm

Page 49: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

45

M2 = As’ x fs x h–d’

= (6 x 4,908) x 3051,3448 x (68,75 – 6,25)

= 5616000,104 kg cm

= 56,16 Tm

Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2

= 44,735 + 56,16

=100,8955 tm

Mu = Ф.Mn = 0,8 x 100,8955 = 80,7164 tm > 77,52tm

→ Desain tulangan momen negatif sukses.

4. Kontrol Kuat Lentur Momen Positif

Dalam hal ini 6 D25 akan berfungsi sebagai tulangan tarik dan 8 D25 berganti

posisi menjadi tulangan desak. Kondisinya akan sama dengan diatas yaitu

analisis balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.

Gambar 5.6. Desain Balok Tulangan Desak Belum Leleh

Keseimbangan gaya-gaya horisontal :

Ts = Cc + Cs

As’ x fy = 0,85 f’c .a .b + As x a

dxxa β x εc x Es

(6x4,908)x4080 =(0,85x229,5xax35)+(8x4,908)x a

xax 75,885,0 x0,003x2100000

120147,84 = (0,85x229,5xax35) a +

axxxxxaxxx )2100000003,075,885,0908,48()2100000003,0908,48( −

120147,84 = 6827,625 a + a

a 8,18397632,247363 −

ε

εε

dianggap tetap 6,25 cm

Umumnya baja desak belum leleh

Page 50: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

46

6827,625 a + (247363,2 - 120147,84) a – 1839763,8 = 0

Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,

a2 + 18,6324 a – 269,4588 = 0

a = 12

)4588,26914()6324,18(6324,18 2

xxx++−

= 9,5584 cm

c = βa =

85,05584,9 = 11,2451 cm

εs = c

dc − x εc = 2451,11

75,82451,11 − x 0,003 = 0,00066 < 0,001943 = ɛy

→ betul “Baja desak belum leleh”

fs = εs x Es = 0,00066 x 2100000 = 1397,9056 Kg/cm2

Momen nominal yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil

momen terhadap baja tarik.

M1 = 0,85 x f’c x a x b (h’-2a )

= 0,85 x 229,5 x 9,5584 x 35 x ( 71,25–(2

9,5584 ))

= 4337962,22 kg cm

= 43,38 tm

M2 = As x fs x h’–d

= (8 x 4,908) x 1397,9056 x (71,25 – 8,75)

= 3430460,34 kg cm

= 34,304 tm

Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2

= 43,38 + 34,304

= 77,684 tm

Mu = Ф x Mn = 0,8 x 77,684 = 62,1473 tm > 56,896 tm

→ Desain tulangan momen positif juga sukses!.

→ Desain balok tulangan rangkap “ SUKSES “

Page 51: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

47

Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan

hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.

8,5 m 5,5 m 7,5 m

3 4 3 1 2 1 5 6 5

Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6

7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25

4 D25 3 D25 6D25 4 D25 4 D25 3 D25

Page 52: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

48

Bending Momen Diagram (BMD) Satuan kN-m

Momen Akibat Beban Mati (MD) Momen Akibat Beban Hidup (ML)

Gambar 5.7. BMD Akibat Beban Gravitasi

Page 53: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

49

495.0

496.5

619.9

625.4

34.0 464.5

463.6 511.2

511.742.0

621.4

621.3

546.5

547.5

50.0

368.6

370.0

432.2

432.6

37.0 348.2

347.3 376.9

377.545.0

430.1

430.1

401.0

402.1

53.0

196.2

197.5

200.6

200.7

39.0 187.9

187.1 197.2

240.747.0

199.7

199.9

207.5

208.8

55.0

267.4 243.1

730.3773.7

547.4

764.2 760.5719.4

354.2 378.6

770.1

544.8

119.71 138.4

591.88655.8

384.12

559.9 561.4 565.9

226.2 213.2

630.0

341.8

70.424.7

419.4483.8

109.9

311.4 319.4 417.8

41.9 1.7

435.4

100.2

Momen Akibat Beban Gempa Kiri (ME) Momen Akibat Beban Kombinasi

1,05 (MD+ML+ME)

Gambar 5.8. BMD Akibat Beban Gempa dan Kombinasi

Page 54: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

50

267.4 243.1

730.3773.7

547.4

764.2 760.5719.4

354.2 378.6

770.1

544.8

337

670670 (-13.4 %)

548

760

371 371548337 174.8

320 320760 (-0.5 %)

137.9 136.3

53.4

740 (-4 %) 740

247.7230.4134.2

Hasil Redistribusi Momen Digunakan kombinasi pembebanan yang kritis, yaitu 1,05 (MD+ML+ME)

Lantai 2 Momen Awal

Momen Desain

• Untuk bentang kiri

Diambil Mu- = 670 KNm

Mu+ = ( ) ( )

267021,2434,2673,7307,773 ×−+++ = 337 KNm

• Untuk bentang tengah

Diambil Mu- = 760 KNm

Mu+ = ( ) ( )

276023,5144,5475,7602,764 ×−+++ = 548 KNm

• Untuk bentang kanan

Diambil Mu- = 740 KNm

Mu+ = ( ) ( )

274026,3782,3641,7704,719 ×−+++ = 371 KNm

Page 55: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

51

119.71 138.4

591.88655.8

384.12

559.9 561.4 565.9

226.2 213.2

630.0

341.8

192.9

560 (-5.4%)560 (-14.6 %)

345.6

560

272.2 272.2345.6192.9 175.2

339.2 285.6560133.9 138.6

54.2

545

263.7214.0134.4

545 (-14%)

280 280

Lantai 5 Momen Awal

Momen Desain

• Untuk bentang kiri

Diambil Mu- = 560 KNm

Mu+ = ( )

256028,1505 ×−

= 192,9 KNm < 50% Mu-

Dipakai Mu+ = 280 KNm

• Untuk bentang tengah

Diambil Mu- = 560 KNm

Mu+ = ( )

256022,1811 ×−

= 341,8 KNm > 50% Mu-

• Untuk bentang kanan

Diambil Mu- = 545 KNm

Mu+ = ( )

254523,1635 ×−

= 272,2 KNm > 50% Mu-

Page 56: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

52

70.424.7

419.4483.8

109.9

311.4 319.4 417.8

41.9 1.7

435.4

100.2

360360 (-25.5%)

140.5

280 (-12.3%) 280

140.5180180 172.6

350.4 280.22222

180 180

360 360274.5208.4

131.9127.9 138.4

57.688.488.4

Lantai 7 Momen Awal

Momen Desain

• Untuk bentang kiri

Diambil Mu- = 360 KNm

Mu+ = ( )( )

27,244,7036028,483 −−×+

= 22,0 KNm < 50% Mu-

Dipakai Mu+ = 180 KNm

• Untuk bentang tengah

Diambil Mu- = 280 KNm

Mu+ = ( )2

28029,840 ×− = 140,5 KNm > 50% Mu-

• Untuk bentang kanan

Diambil Mu- = 360 KNm

Mu+ = ( )

236024,4358,417 ×−+

= 88,4 KNm < 50% Mu-

Dipakai Mu+ = 180 KNm

Page 57: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

53

Sendi Plastis

STORNG COLUMN WEAK BEAMBEAM SWAY MECHANISM

σ

εHASIL UJI

TEGANGAN-REGANGAN BAJA

BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK

A. TEORI MOMEN KAPASITAS

Pada tabel diatas beberapa kali tertulis istilah Mkap yang sebenarnya adalah

singkatan dari “Momen Kapasitas”. Momen kapasitas ini diperlukan pada desain

bangunan yang menggunakan prinsip daktilitas penuh. Pada prinsip tersebut proses

desain harus menggunakan capacity design method, yang pengertian maupun urutan-

urutan desainnya telah disampaikan sebelumnya.

Pada desain kapasitas, kekuatan elemen-elemen struktur dikehendaki menurut

hierarki tertentu. Dengan memakai pendekatan strong column weak beam, maka

kolom harus memiliki kekuatan yang lebih besar daripada balok. Pada kondisi seperti

itu maka balok akan mengalami kerusakan (terbentuknya sendi plastis) terlebih

dahulu sebelum sendi plastis pada ujung dasar kolom terbentuk. Proses disipasi energi

dengan terbentuknya sendi-sendi plastis dibalok merupakan mekanisme disipasi

energi yang dikehendaki pada struktur daktail.

Gambar 6.1. SCWB dan Diagram σ-ε Baja Tulangan

Agar kolom dapat direncanakan lebih kuat daripada balok, maka terlebih

dahulu harus diketahui kekuatan balok maksimum. Untuk itu perlu ditinjau kembali

mengenai diagram tegangan-regangan baja tulangan seperti tampak pada gambar.

Sebagaimana diketahui bahwa setelah leleh maka kekuatan baja masih dapat

Page 58: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

54

τ

ε

300 MPa

400 MPa

500 MPa

meningkat pada peristiwa yang umumnya disebut strain hardening. Apabila tegangan

saat leleh adalah fy, maka tegangan maksimum fu akan lebih besar lagi (fu > fy).

B. OVERSTRENGTH FACTOR, Ø0

Rasio antara fu terhadap fy diatas kemudian disebut sebagai strain hardening

overstrength factor (Ø1). Selain dari strain hardening effect, maka suatu hal yang

harus diperhatikan adalah kemungkinan lebih tingginya tegangan leleh aktual

terhadap tegangan leleh baja yang dipakai pada saat mendesain (specified yield

stress). Apabila demikian, maka rasio antara keduanya biasa disebut sebagai yield

overstrength factor (Ø2). Dengan demikian overstrength factor (Ø0) adalah,

210 ØØØ +=

Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa nilai Ø1 akan bergantung pada

kualitas dan kebiasaan produk suatu negara. Dengan demikian nilai Ø1 akan bersifat

lokal negara. Nilai Ø1 kemungkinan akan berbeda antara negara yang satu dengan

yang lain.

Tipikal diagram tegangan-regangan

baja tulangan adalah seperti yang

tampak pada gambar disamping.

Semakin tinggi tegangan baja,

maka :

1. Regangan maksimum

semakin besar,

2. Panjang yield plateau

semakin pendek,

3. Nilai Ø1 semakin besar.

Oleh karena itu Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh bahwa :

Untuk fy = 275 MPa, Ø1 = 1,15

Untuk fy = 400 MPa, Ø1 = 1,25

Gambar 6.2. Diagram σ-ε Baja

Page 59: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

55

Untuk nilai Ø2 juga akan bergantung pada kebiasaan produk suatu negara. Paulay dan

Priestley (1992) memberikan contoh bahwa nilai tersebut atau Ø2 = 1,15 adalah suatu

nilai yang cukup. Walaupun demikian belum ada penelitian yang mendalam tentang

hal itu. Untuk di Indonesia tampaknya nilai Ø2 = 1,15 akan sulit dicapai. Sesuatu yang

dijumpai di lapangan menunjukkan hasil yang cenderung berlawanan, artinya nilai

specified yield strength umumnya tidak dapat dicapai.

Hasil penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999) terhadap baja tulangan yang

beredar di Yogyakarta menunjukkan bahwa nilai Ø1 berkecenderungan menurun

untuk diameter tulangan yang semakin besar. Hubungannya dengan tegangan leleh

menunjukkan bahwa nilai Ø1 = 1,4 dapat dicapai. Nilai Ø1 sementara justru tidak

dipengaruhi oleh tegangan leleh fy. Hal ini tentu saja tidak sama dengan nilai-nilai

yang sama oleh Paulay dan Priestley (1992) dan juga tidak sama dengan SK-SNI

1991.

Hasil penelitian Subagio (2001) terhadap baja tulangan polos (BJTP) juga

menunjukkan hasil yang justru berlawanan dengan SK-SNI 1991. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa Ø1 justru mengecil pada tegangan leleh baja polos yang

semakin tinggi (Ø1 menurun pada fy yang semakin tinggi). Sementara hubungan

antara Ø1 dengan diameter baja tulangan yang diperoleh berbeda dengan hasil

penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999). Nilai Ø1 justru cenderung independen

terhadap diameter tulangan. Kesamaan dari kedua penelitian tersebut adalah bahwa Ø1

cenderung konstan dan bahkan mengecil pada nilai fy yang semakin tinggi. Hal inilah

yang berbeda dengan SK-SNI 1991 sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

Gambar 6.3. Diagram Nilai-nilai Ø1

Page 60: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

56

ε

ε

ε

ε

ε

C. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN NEGATIF

Berdasarkan data dari analisis struktur, momen negatif umumnya lebih besar

dari momen positif. Setelah didesain, misalnya dipakai komposisi tulangan adalah

seperti gambar.

Gambar 6.3. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Negatif

Kesetimbangan gaya-gaya dari gambar diatas adalah,

CcTcTs +=

bacffAsfAs kykyk ..'.85,0'.. ' += dianggap fy’ ≥ fy leleh

bcffAsAs

a ykk .'.85,0

).'( −= fyk = Ø0 . fy nilai ak

Kontrol apakah tulangan desak sudah leleh atau belum,

Esfyc

cdc

≥− ε'

Esfy

a

da

c ≥⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

⎧ −ε

β

β

1

1'

Esfy

ada

c ≥⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ − εβ '.1

( ) afdaEs yc .'.1 ≥− εβ

( ) cyc EsdafEs εβε .'.... 1≥− dibandingkan

yc

c

fEsEsda−

≥ε

εβ.

.'..1 kriteria leleh

ss εε ≥' leleh

Page 61: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

57

M1 = zbaf kc )....85,0( '

M2 = )').('.( ' dhfAs y −

Mkap,n = M1 + M2

kapasitas nominal

Ada cara praktis untuk

menghitung Mkap,n , tetapi cara

ini lebih pragmatis :

1. baik untuk teknisi

2. kurang baik untuk mahasiswa

Belum leleh ss εε <' atau yy ff <'

Kembali ke kesetimbangan gaya-gaya

CcTcTs +=

bafEscc

dcAsfAs cyk ...85,0.''. '+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

= ε

bafEsca

daAsfAs cyk ...85,0.'.'. '1 +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

= εβ

Didapat persamaan kuadrat dalam a a diperoleh

Esca

daf s ..'.1' εβ

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

= M1 = zbafc )....85,0( '

M2 = )').('.( ' dhfAs y −

Mkap,n = M1 + M2

kapasitas nominal

Page 62: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

58

Gambar 6.4. Flow chart momen kapasitas balok

Mulai

b .0,85.).A'(A

MPa 400untuk 4,1

MPa 400untuk 2,1

s.ada0s.ada

0

0

c

y

y

y

f'f

a

f

f

−=

≥=

<=

φ

φ

φ

lelehaa ≥

0sc

1sc

.-.Eεd'..Eεφy

leleh fβa =

)d'(d . .A'M)2(d b. .0,85.M

s.adan2

n1

−=−=

y

c

fa. af'

Mkap- = Mn1 + Mn2

sc.Eεc

d'c' −=sf

)d'(d .' .A'M)2(d b. .0,85.M

s.adan2

n1

−=−=

s

c

fa. af'

Mkap- = Mn1 + Mn2

As.ada = A’s.ada

Dari persamaan kuadrat didapat hasil a

)d'(d . .' .A'M)2(d b. .0,85.M

0s.adan2

n1

−=−=

φs

c

fa. af'

Mkap+ = Mn1 + Mn2

Selesai

Tidak Ya

Tetapkan hasil perhitungan tulangan Memajang balok

b .0,85..Eεd'.A'..A sc1

s.ada0s.ada . af'a

af cy +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=βφ

Dari persamaan kuadrat didapat hasil a Dengan :

1

cβa

=

b .0,85..Eεd'.A'.A sc1

s.adas.ada . af'a

af cy +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

50%Mkap-<Mkap

+Tidak

Ya

Tulangan Memanjang

Balok Dirubah

Page 63: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

59

ε

ε

ε

ε

ε

D. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN POSITIF

Pada perencanaan bangunan tahan gempa, terdapat suatu ketentuan bahwa

momen tersedia untuk momen positif harus lebih besar dari setengah momen negatif.

Dengan demikian kurang lebih luasan tulangan desak lebih besar dari setengah luasan

tulangan tarik (As’ ≥ 0,5 As).

Gambar 6.5. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Positif

Untuk menghitung momen kapasitas pada momen positif, dapat ditempuh cara yang

sama dengan cara menghitung momen kapasitas pada momen negatif, hanya saja

penempatan tulangannya dibalik. Namun demikian dapat dipastikan bahwa tulangan

desak belum mencapai leleh.

E. CONTOH PERHITUNGAN MOMEN KAPASITAS

1. Momen Kapasitas (Mkap) Momen Negatif

Momen kapasitas didasarkan atas tegangan tarik baja ultimit fo = fy.Øo, yang

mana Øo adalah overstrength factor. Untuk itu akan dihitung momen kapasitas balok

seperti berikut ini.

Gambar 6.6. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Negatif

Page 64: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

60

2264,39908,48 cmxAdxnAs ===

2448,29908,46' cmxAdxnAs ===

Diasumsikan tulangan desak sudah leleh, maka berdasarkan kesetimbangan gaya-

gaya horisontal :

CcCsTs +=

baffAsfAs cyy ...85,0'..Ø. 'o +=

35..5,229.85,04080.448,294080.4,1.264,39 a+=

35.5,229.85,0)4080.448,29()4080.4,1.264,39( −

=a

cma 251,1535.5,229.85,0

84,120147968,224275=

−=

cmac 9424,171

==β

ys cc

dc εεε =>=−

=−

= 001943,0001955,0003,0.9424,17

25,69424,17''

baja desak sudah leleh

Cc = 0,85 x f’c x a x b

= 0,85x 229,5 x 15,251 x 35

= 104128,109 kg

Cs = As’ x fy

= 29,448 x x4080

= 120147,84 kg

Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil

momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

21ahCcM

= 104128,109 )

2251,1575,68( −

= 634778,599 kg cm

= 63,6478 tm

Page 65: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

61

ε

ε

ε

( )'2 dhCsM −=

= 120147,84 )25,675,68( −

= 7509240 kg cm

= 75,0924 tm

Mkap = M1 + M2

= 63,6478 + 75,0924

= 138,7402 tm

Momen nominal tmM n 8955,100= Mkap = MnMn

M kap 375,18955,1007402,138

==

2. Momen Kapasitas (Mkap) Momen Positif

Momen kapasitas momen positif dapat dihitung dengan cara yang sama

dengan penempatan tulangan yang dibalik, yaitu As’ = 39,264 cm2 dan As =

29,448 cm2. Hal ini terjadi karena tulangan bawah (6 D 25) berganti posisinya

menjadi tulangan tarik dan tulangan atas (8 D 25) menjadi tulangan desak. Pada

kondisi demikian, tulangan desak umumnya belum leleh.

Gambar 6.7. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Positif

Page 66: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

62

Karena baja tarik mencapai tegangan ultimit (fu = fy.Øo), maka :

976,1682064080.4,1.448,29.Ø. o === yfAsTs kg

aabafCc c .625,682735..5,229.85,0...85,0 ' === kg

ssss Ea

daAsEAsfsAsCs ..'.'.'.'. 1 εβ

ε ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

===

2100000.003,075,8.85,0264,39 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=a

a

aa 80,183976320,247363 −

= kg

Persamaan kesetimbangan gaya-gaya horisontal,

CcCsTs +=

aa

a 625,682780,183976320,247363976,168206 +−

=

6827,625 a + (247363,20 – 168206,976) a – 1839763,8 = 0

08,1839763224,79156625,6827 2 =−+ aa

Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,

a2 + 11,5935 a – 269,4588 = 0

a = 12

)4588,26914()5935,11(5935,11 2

xxx++−

= 11,6118 cm

c = βa =

85,06118,11 = 13,661 cm

ɛs = c

dc − x εc =661,13

75,8661,13 − 0,003 = 0,001078 < < 0,001943 = ɛy

→ “Baja desak belum leleh”

fs = ɛs x Es = 0,001078 x 2100000 = 2264,78 kg/cm2

Cc = 6827,625 . a = 6827,625 x 11,6118 = 79281,7 kg

Cs = As’ x fs = 39,264 x 2264,78 = 88925,88 kg

Page 67: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

63

Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil

momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2'1

ahCcM

= 79281,7 )

26118,1125,71( −

= 5188519,503 kg cm

= 51,885 tm

( )dhCsM −= '2

= 88925,88 (71,25 - 8,75)

= 5557867,5 kg cm

= 55,578 tm

Mkap = M1 + M2

= 51,885 + 55,578

= 107,463 tm

Momen nominal, Mn = 77,684 Mkap = MnMn

M kap 383,1684,77463,107

==

Demikianlah momen kapasitas dihitung dan momen kapasitas untuk tingkat yang

lain dapat dicari dengan cara yang sama. Hasil dari desain balok untuk tingkat ke-

1, 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 6.1; tingkat ke-4, 5 dan 6 dapat dilihat pada

Tabel 6.2 dan untuk hasil desain balok tingkat ke-7 dan 8 dapat dilihat pada Tabel

6.3.

Page 68: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

64

Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan

hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.

8,5 m 5,5 m 7,5 m

3 4 3 1 2 1 5 6 5

Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6

7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25

4 D25 3 D25 6D25 4 D25 4 D25 3 D25

Gambar 6.8. Potongan Balok

Apabila hasil desain balok dirangkum, maka akan terlihat seperti Tabel 6.1. berikut.

Tabel 6.1. Hasil Desain Balok Tingkat ke-1, 2 dan 3

No

Balok Bentang

Ukuran

b/ht (cm)

Momen

Tulangan

Momen (tm)

Ultimit Tersedia Kapasitas

1

Kiri

5,7735

Negatif 7 D25 68,34 69,2 119,99

Positif 4 D25 34,374 40,52 79,66

Lapangan 3 D25 - - -

2

Tengah

5,7735

Negatif 8 D25 77,52 80,7164 138,7402

Positif 6 D25 56,896 62,1473 107,463

Lapangan 4 D25 - - -

3

Kanan

5,7735

Negatif 8 D25 75,48 78,5 133,91

Positif 4 D25 37,84 40,51 76,67

Lapangan 3 D25 - - -

Page 69: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

65

Momen Negatif Ultimit

Momen Positif Momen Lapangan

Tabel 6.2. Hasil Desain Balok Tingkat ke-4, 5 dan 6

No. Balok Bentang Ukuran b/ht (cm)

Momen Tulangan Momen (tm) Ultimit Tersedia Kapasitas

1. Kiri 7030

Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63 Positif 4 D25 28,56 35,42 70,86

Lapangan - - - -

2. Tengah 7030

Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63 Positif 4 D25 35,26 35,42 70,86

Lapangan - - - -

3. Kanan 7030

Negatif 7 D25 55,59 60,38 103,63 Positif 4 D25 27,75 35,42 70,86

Lapangan - - - -

Tabel 6.3. Hasil Desain Balok Tingkat ke-7 dan 8

No. Balok Bentang Ukuran b/ht (cm)

Momen Tulangan Momen (tm) Ultimit Tersedia Kapasitas

1. Kiri 605,27

Negatif 6 D25 36,72 42,18 71,53 Positif 3 D25 18,36 22,05 45,14

Lapangan - - - -

2. Tengah 605,27

Negatif 4 D25 28,56 31,08 52,76 Positif 2 D25 14,34 16,04 27,67

Lapangan - - - -

3. Kanan 605,27

Negatif 6 D25 36,72 42,18 71,53 Positif 3 D25 18,36 22,05 45,14

Lapangan - - - -

Untuk bangunan bertingkat banyak dan bentang balok relatif pendek (± 8m) dan

terletak di daerah gempa relatif besar/tinggi, maka momen-momen maksimum

negatif dan positif umumnya terjadi ditepi-tepi atau ujung-ujung balok.

Page 70: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

66

3 4 3 1 2 1 5 6 5

7 D 25

4 D 25

POT - 3 POT - 4

8 D 25

6 D 25

POT - 1 POT - 2

4 D 25

POT - 5POT - 6

8 D 253 D 25

3 D 25

3 D 25

3 D 25

7 D 25

4 D 25

7 D 25

4 D 25Ld Ld

Ld Ld

1/4 L1

1/3 L1 1/3 L1

4 D 25

4 D 25

8 D 25

6 D 25

8 D 25

6 D 25

4 D 25

4 D 25

1/4 L2 1/4 L2

1/3 L2 1/3 L2

4 D 25

3 D 25

1/4 L3 1/4 L3

8 D 25 8 D 25

4 D 25

3 D 254 D 25 4 D 25

1/3 L2 1/3 L2

1/4 L1

Bangunan-bangunan seperti itu adalah bangunan kategori Earthquake

Load Dominated (ELD), atau bangunan kategori ”dominasi beban

gempa”. Kondisi yang sebaliknya adalah bangunan kategori Gravity

Load Dominated (ELD) atau bangunan kategori ”dominasi beban

gravitasi”.

Proses redistribusi momen untuk kedua kategori bangunan tersebut

agak sedikit berbeda, misalnya pada bentang balok di kiri dan kanan

contoh di atas. Untuk momen lapangan umumnya yang menentukan

adalah kombinasi beban U = 1,2 D + 1,6 L.

Page 71: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

67

Elemen langsing berdeformasi menurutflexural mode

Elemen gemuk berdeformasi menurutshear mode

BAB VII GAYA GESER BALOK

A. PENGERTIAN

Menurut mekanika, terdapat beberapa macam gaya-gaya dalam yang mungkin

terjadi pada balok. Gaya-gaya dalam (internal forces) yang dimaksud adalah gaya

lentur (flexure) yang mengakibatkan elemen menjadi melengkung/melentur,

kemudian gaya geser atau gaya lintang (shear), gaya aksial yaitu gaya yang sejajar

dengan sumbu batang dan puntir yaitu gaya yang memuntir suatu elemen.

Tidak seperti lentur yang mana suatu elemen akan terlihat melengkung atau

melentur, maka deformasi akibat gaya geser tidak begitu tampak. Oleh karena itu

rusak akibat gaya geser umumnya akan terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya tanda-

tanda atau peringatan dini sebagaimana pada rusak lentur. Mengingat sifatnya seperti

itu, maka rusak geser menjadi jenis kerusakan elemen yang menakutkan dan oleh

sebab itu rusak geser sangatlah dihindari.

Pola kerusakan balok apakah rusak lentur ataukah rusak geser, selain

dipengaruhi oleh beban yang ada juga dipengaruhi oleh kelangsingan elemen. Elemen

yang langsing umumnya akan berdeformasi menurut flexural mode atau deformasi

yang didominasi oleh lentur. Sebaliknya pada elemen yang gemuk, deformasi elemen

akan didominasi oleh shear mode atau berdeformasi menurut geser. Rusak lentur oleh

momen lentur maksimum akan terjadi pada titik yang mana gaya-lintang/gaya

gesernya sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa rusak lentur hanya oleh tegangan

lentur, baik tegangan tarik maupun tegangan desak. Dilain pihak, rusak geser dapat

terjadi oleh tegangan geser saja maupun kombinasi antara tegangan geser dan

tegangan lentur.

Gambar 7.1. Deformation Modes

Page 72: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

68

Q

L

Vmaks

V = 0

Mmaks

M = 0

M

V

a)

L/2

σ=0

σmaks

L/2

τmaks τ=0

b)

L/2

c)

1

2 3σmaks

τmaks

B. TEGANGAN PADA BALOK

Tegangan yang paling sering terjadi pada balok umumnya adalah tegangan

lentur dan tegangan geser. Tegangan-tegangan tersebut dapat diketahui dengan

mengambil model struktur seperti tampak pada Gambar 7.2. Gambar 7.2.a adalah

deformasi balok susun yang tidak disatukan. Kedua balok saling menggeser satu sama

lain, karena diantara keduanya tidak disatukan.

a. Balok Tidak Menyatu b. Balok menyatu

Gambar 7.2. Tegangan Geser pada Balok

Walaupun tidak terjadi tegangan geser pada balok susun, namun demikian tetap

terjadi tegangan lentur pada balok Gambar 7.2.a. Tegangan lentur σ dapat dihitung

dengan formula sederhana.

x

y

IM

=σ .................................... 7.1

Sedangkan tegangan geser pada balok Gambar 7.2.b dihitung dengan,

bIQV

x ..

=τ .................................... 7.2

Yang mana y adalah jarak dari garis netral sampai serat yang ditinjau, Ix adalah

momen inersia, Q adalah statik momen luasan yang ditinjau terhadap garis netral, b

adalah lebar balok, M adalah momen lentur dan V adalah gaya geser/lintang.

Gambar 7. 3. Gaya Geser dan Lentur

Page 73: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

69

L

1

2 3

1 ττ

τ

τ

1'f2

f2

f1

f145°

τ

τ

τ

σ

σ 2'α

σ 3'f1

f1α = 0f = σ1

tarik

desak

Gambar 7.3.a) adalah gambar gaya lintang (V) dan bidang momen (M). Pada gambar

tersebut ketika V maksimum, maka M = 0 dan pada saat momen mencapai

maksimum, maka V = 0. Pada suatu titik tertentu terdapat V ≠ 0 dan M ≠ 0. Menurut

persamaan 7.1. ketika momen mencapai Mmaks (tengah bentang), maka ditempat

tersebut mencapai σmaks. Sedangkan menurut persamaan 7.2. pada saat gaya lintang

mencapai Vmaks (di dukungan) maka tegangan geser mencapai τmaks. Distribusi

tegangan lentur dan tegangan geser adalah seperti Gambar 7.3.b).

Apabila diambil suatu elemen seperti tampak pada Gambar 7.3.c) yang mana

bekerja pada elemen tersebut suatu tegangan lentur σ dan tegangan geser τ, maka

menurut mekanika tegangan bidang f dapat dihitung melalui persamaan,

22

42τσσ

+±=f ...................... 7.3.a.

στα 2tan2 1−= ............................. 7.3.b.

Dengan memakai rumus tersebut, maka tegangan bidang pada tiap-tiap elemen dapat

dihitung. Untuk mengetahui tegangan bidang yang terjadi dibeberapa elemen pada

balok, misalnya diambil elemen-elemen seperti tampak pada Gambar 7.4.

Gambar 7.4. Stress Trajoctories

Dengan menggunakan persamaan 7.3. maka tegangan-tegangan bidang elemen 1,2

dan 3 adalah seperti pada Gambar 7.4. Apabila secara keseluruhan digambar, maka

akan menghasilkan stress trajectories seperti tampak pada Gambar 7.4. Tulangan

Page 74: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

70

L

Pa

h

desak (C)

gaya tarik (T)

a) Arch/ Truss Action

P

1

23

4

b) Pola Kerusakan

1. Anchorage failure2. Bearing Failure3. Bending Failure4. Arc/Truss Failure

R

diperlukan untuk menghasilkan menahan gaya tarik tersebut, sehingga idealnya

bentuk tulangan adalah seperti tensile stress trajectories, yaitu garis-garis utuh pada

Gambar 7.4.

C. POLA KERUSAKAN BALOK (BEAM MODES OF FAILURE)

Yang dimaksud dalam hal ini adalah pola/jenis kerusakan balok beton yang

utamanya tidak diperkuat oleh tulangan (plain concrete). Apabila balok yang tidak

ada tulangannya kemudian dibebani, maka akan terdapat pola-pola kerusakan yang

sifatnya khusus/spesifik yang umumnya akan bergantung pada dimensi/proporsi

ukuran balok. Untuk membahas hal itu maka diambil model-model balok sebagai

berikut.

1. Balok Tinggi (Deep Beam)

Balok tinggi adalah balok yang apabila rasio antara ha ≤ 1, yang mana a

adalah shear span dan h adalah tinggi efektif balok. Shear span adalah jarak dari

beban terpusat P sampai dengan dukungan. Letak beban terpusat umumnya

diambil standar, yaitu ditengah bentang. Balok tinggi dan pola kerusakannya

adalah seperti tampak pada Gambar 7.5. berikut ini.

Gambar 7.5. Pola Kerusakan pada Deep Beam

Wang dan Salmon (1979) mengatakan bahwa pada deep beam, tegangan

geser menjadi sangat dominan. Karena bentang L relatif pendek terhadap h, maka

momen lentur relatif kecil walaupun beban P cukup besar. Dengan beban P yang

Page 75: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

71

P

12 3

4

a

shear compression failure

compression failure

bond failure due to crack

h

cukup besar maka gaya geser akan menjadi besar (gaya lintang besar) dan

tegangan geser akan menjadi besar pula.

Tegangan geser yang besar selanjutnya akan mengakibatkan crack arah

miring/diagonal pada masing-masing ujung balok dekat dukungan. Keseimbangan

gaya-gaya, yaitu antara gaya desak C, gaya tarik T dan reaksi dukungan R

kemudian membentuk arch/truss action. Yang pertama-tama terjadi adalah

lepasnya/slip baja tarik dengan beton diatas dukungan (1). Selanjutnya rusaknya

beton desak di daerah dukungan (2). Dilanjutkan dengan retak lentur (bending

failure) (3), dan terakhir adalah retak/rusaknya beton akibat arch/truss action.

2. Balok Pendek (Short Beam)

Short Beam atau balok pendek adalah balok dengan besaran nilai 1,0 < ha

< 2,5 (Wang dan Salmon, 1979). Balok pendek ini mempunyai perilaku/pola

kerusakan yang hampir mirip dengan deep beam. Mana kala ultimate shear

capacity sudah dilampaui oleh shear stress pada daerah diagonal dekat dukungan,

maka diagonal crack tidak dapat dihindari.

Gambar 7.6. Shear failure pada Short Beam

Kerusakan diawali dengan bond failure atau rusaknya lekatan antara baja

tulangan dengan beton di daerah dukungan (1), lalu rusak desak di daerah

dukungan (2), retak-retak lentur (3) dan rusak geser secara diagonal (shear

compression failure).

Page 76: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

72

P

22 1

a

1,5 h

h

Shear compression failure akan terjadi secara tiba-tiba apabila disertai

dengan rusak/remuknya beton desak di bawah beban P (compression failure).

Rusak secara tiba-tiba sangat dihindari pada bangunan tahan gempa.

3. Intermediate Beam

Wang dan Salmon (1979) membuat kategori sebagai intermediate beam

apabila 2,5 < ha < 6,0. Selanjutnya dikatakan bahwa pada intermediate beam,

maka retak yang pertama kalinya adalah retak lentur (flexural crack), kemudian

baru diikuti dengan retak diagonal (inclined flexural-shear crack).

Gambar 7.7. Shear failure pada Intermediate Beam

Namun demikian Nawy (1996) mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi

adalah flexural crack, kemudian diikuti dengan bond failure pada tulangan lentur

diatas dukungan. Selanjutnya baru diikuti dengan diagonal crack yang

kejadiannya relatif tiba-tiba.

4. Balok Panjang (Long Beam)

Balok panjang adalah balok dengan besaran nilai ha > 6,0. Pada balok

seperti ini kerusakan balok dimulai dengan lelehnya tulangan tarik dan

remuk/rusaknya beton desak pada momen maksimum. Pada balok tipe ini

tegangan yang dominan adalah tegangan lentur, sedangkan tegangan geser relatif

tidak dominan. Pada retak yang lebih lebar, maka regangan tarik baja akan

bertambah, kemudian balok mengalami lendutan yang cukup besar. Hal ini

sekaligus sebagai warning atau peringatan sebelum balok mengalami keruntuhan.

Page 77: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

73

P

1

a

h

2

Gambar 7.8. Flexural Failure

D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA (EQUILIBRIUM OF FORCES)

Sebelumnya telah disampaikan bahwa pola kerusakan balok akan sangat

dipengaruhi oleh ukuran/proporsi balok. Hal tersebut juga sering disebut sebagai size

effect. Balok yang tinggi/gemuk akan berdeformasi menurut shear mode, sedangkan

balok yang panjang/langsing akan berdeformasi menurut flexural mode. Retaknya

beton baik pada shear mode maupun flexural mode akan terjadi apabila concrete

tensile strength sudah dilampaui baik oleh tegangan yang didominasi oleh geser

maupun tegangan yang didominasi oleh lentur, atau oleh kombinasi antara keduanya.

Menurut teori kombinasi tegangan, apabila retaknya beton diakibatkan oleh

dominasi tegangan lentur, maka arah retak akan tegak lurus terhadap sumbu

memanjang balok. Sebaliknya apabila retaknya beton diakibatkan oleh dominasi

tegangan geser (shear mode beam), maka arah retak akan membentuk sudut ± 45o.

Apabila suatu balok retak/rusak karena kombinasi tegangan geser dan

tegangan lentur, maka keseimbangan antara gaya-gaya dalam dan gaya-gaya luar

adalah seperti yang tampak pada Gambar 7.9. Pada gambar tersebut balok dianggap

hanya memiliki tulangan sebelah. Disamping itu gaya lintang eksternal yang bekerja

pada balok dianggap konstan.

Page 78: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

74

Pa

h

RA

a) Pola Retak

Vd

T

C

Vci

V

b) Gaya-gaya pada Potongan

Vi

VdT

C

Vci

V

c) Model Patahan dan Gaya-gaya

Vi

Tr

1)

2)

C Vci

V

d) Free Body Diagram

Vi

1)

2)

VdT

e) Truss Analogy

V

Tr

1)

2)

Cr

Gambar 7.9. Keseimbangan Gaya-gaya

Gambar 7.9.a). adalah pola retak suatu balok yang dibebani oleh beban ke

pusat P. Dari reaksi dukungan RA sampai beban P mempunyai gaya lintang V yang

konstan, yaitu :

PRV A −= ............................. 7.4.

Gambar 7.9.b). adalah gaya-gaya yang bekerja pada elemen balok yang patah akibat

kombinasi tegangan lentur dan geser. Pada gambar tersebut T adalah gaya tarik

tulangan lentur. Vd adalah dowel effect, yaitu kemampuan tulangan lentur untuk

melawan gaya lintang. V adalah gaya lintang eksternal menurut persamaan 7.4.

C adalah kekuatan/gaya desak beton desak, Vci adalah gaya geser yang dapat

dikerahkan oleh beton pada bagian yang tidak retak dan Vi adalah gaya geser oleh

suatu ”interlock” atau ikatan/hambatan suatu material (pasir dan kerikil/kricak).

Gaya-gaya tersebut kemudian dimodelkan seperti yang tampak pada Gambar 7.9.c).

Page 79: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

75

Gambar 7.9.d). adalah free body diagram dari gaya-gaya yang bekerja pada

model patahan (Gambar 7.9.c). Apabila diperhatikan, maka resultante antara T dengan

Vd akan menghasilkan gaya Tr. Sedangkan gaya-gaya C, Vci dan Vi akan

menghasilkan gaya Cr seperti yang tampak pada gambar tersebut. Gaya Tr akan

bekerja pada garis kerja 1), sedangkan Cr akan bekerja pada garis kerja 2),

sebagaimana disajikan oleh Park dan Paulay (1975).

Akhirnya antara gaya lintang eksternal V, gaya desak Cr dan gaya tarik Tr

akan membentuk keseimbangan sebagai truss analogy seperti yang tampak pada

Gambar 7.9.e). Gaya-gaya yang bekerja pada model patahan balok tersebut adalah

gaya-gaya secara teoritik. Dengan memperhatikan free body diagram (Gambar

7.9.d)), maka persamaan keseimbangan gaya-gaya lintang eksternal V dan gaya-gaya

dalamnya adalah,

diyci VVVV ++= ...................... 7.5.

Yang mana Viy adalah komponen vertikal dari interlock forces Vi. Nilson dan Winter

(1996) mengatakan bahwa gaya-gaya internal Vc, Viy dan Vd secara individual tidak

dapat diketahui/digeneralisasikan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan

penyederhanaan didalam memperhitungkan gaya geser internal yang dapat dikerahkan

oleh bahan beton.

E. PENYEDERHANAAN GAYA GESER INTERNAL

(INTERNAL SHEAR FORCES SIMPLIFICATION)

Telah dibahas sebelumnya bahwa gaya-gaya internal yang dapat dikerahkan

oleh bahan-bahan yaitu Vci, Viy dan Vd umumnya sulit untuk digeneralisasikan secara

pasti nilai-nilainya. Oleh karena itu ketiga kekuatan internal tersebut kemudian

disederhanakan menjadi satu yaitu menjadi Vc. Dengan demikian Vc secara

keseluruhan adalah kekuatan geser yang dapat dikerahkan oleh balok beton dan dowel

action. Selanjutnya Nilson dan Winter (1996) dan Wong dan Salmon (1979)

menyajikan hubungan antara applied shear lawan shear resistance, seperti tampak

pada Gambar 7.10.

Page 80: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

76

She

ar re

sist

ance

Apllied shear

inclined crack forms

stirrup yield

loss of interlock effect

Vc

Vc

Vs

Viy

Vd

Vci

Vs

Vs

Gambar 7.10. Redistribusi Internal Shear Forces F

Vci adalah gaya geser pada

beton desak, Vd adalah dowel

force, Viy adalah aggregate

interlock effect, Vs adalah

gaya tarik yang dapat

dikerahkan oleh tulangan

geser dan Vc adalah gaya

geser yang dapat dikerahkan

oleh balok beton secara

praktis.

diyci VVVVc ++= …. 7.6.

Persamaan 7.6 adalah penyederhanaan gaya geser yang dapat dikerahkan oleh

balok beton dan efek dowel. Dalam desain praktis maka bukan Vci, Viy dan Vd yang

dicari, tetapi melalui uji laboratorium nilai-nilai ketiganya dijumlahkan dan diganti

dengan Vc. Hasil-hasil uji laboratorium tersebut menuju pada rumus-rumus empiris

tentang Vc. Rumus-rumus empiris tersebut telah ditulis dalam banyak publikasi

penelitian atau buku-buku referensi.

Nilson dan Winter (1996) mengatakan bahwa nilai Vc dapat diambil konstan

sebagaimana tampak pada Gambar 7.10. Namun demikian nilai Vc akan dipengaruhi

oleh rasio antara gaya lintang Vu dan momen Mu. Didalam SK-SNI 1991 dapat

dipakai nilai Vc yang konstan maupun nilai Vc yang berubah menurut Vu/Mu. Pada

Gambar 7.11. setelah inclined crack dan Vc mencapai maksimum, maka segera

diperlukan kekuatan sengkang (Vs).

F. MACAM-MACAM TULANGAN GESER

Pada pembahasan sebelumnya telah diadakan penyederhanaan gaya/kekuatan

geser internal balok hanya menjadi satu besaran yaitu Vc. Artinya tanpa tulangan

geser tambahan, sebetulnya balok beton dan tulangan lentur telah mampu

mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Apabila gaya geser yang terjadi φ

Vu < Vc,

Page 81: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

77

P

45°

90°

a) Pola Retak Balok

d) Cross Action Tulangan Miring

b) Tulangan Geser Miring α = 45 ο

c) Tulangan Geser Tegak α = 90ο

e) Cross Action Tulangan Tegak

maka secara teoritik balok tidak memerlukan tulangan geser. Namun demikian gaya

geser yang terjadi umumnya cukup besar (apalagi balok tinggi), sehingga tambahan

gaya/kekuatan geser dari baja tulangan pada umumnya tetap diperlukan.

Gambar 7.11. Macam-macam Tulangan Geser

Pada Gambar 7.11.a) pola retak balok kemudian diperbesar menjadi Gambar

7.11.b) dan Gambar 7.11.c). Gambar 7.11.b) adalah jenis tulangan geser miring,

sedangkan Gambar 7.11.c) adalah jenis tulangan geser tegak atau sengkang tegak

(stirrups). Kedua jenis tulangan geser tersebut adalah dalam rangka

melawan/memotong tegangan tarik yang mengakibatkan crack sebagaimana tampak

pada Gambar 7.11.d) dan Gambar 7.11.e).

Nawy (1996) menyampaikan bahwa fungsi utama tulangan geser adalah :

1. Menahan sebagian besar gaya geser (Vs) atas gaya geser eksternal (φ

Vu ),

2. Menahan berlanjutnya crack,

3. Memegang tulangan pokok (tulangan desak dan tarik) agar tetap pada tempatnya,

4. Membentuk sistim pengekangan confinement pada beton agar tidak terjadi retak-

retak,

5. Menahan tulangan pokok desak agar tidak buckling,

6. Meningkatkan/ memelihara daktilitas potongan.

Page 82: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

78

G. KUAT GESER OLEH BETON (Vc)

Menyambung yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa balok beton dan

tulangan tarik balok mampu mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Nilai Vc

diperoleh melalui uji laboratorium balok beton dan kemudian dirumuskan secara

empiris menjadi Vc. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa nilai Vc boleh

diambil konstan, namun demikian dapat dihitung secara lebih teliti dengan

memperhatikan rasio MuVu .

Menurut SK-SNI 1991, kuat geser Vc yang dianggap konstan dapat dihitung

dengan,

1. Untuk komponen yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.1).(1))

hbwcfVc ..'.61

= ............................... ............................. 7.7.

2. Untuk komponen yang dibebani oleh gaya aksial desak (pasal 3.4.3.1).(2))

hbwfA

NV cg

uc ..

61

1412 '

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+= ………….......................... 7.8.

Apabila kuat geser Vc tidak dianggap konstan, yaitu berubah-ubah dan dipengaruhi

oleh MuVu , maka kuat geser Vc adalah,

1. Elemen struktur yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.2).(1))

hbwfhbwM

hVfV cu

uwcc .3,0..120

71 '' ≤⎥

⎤⎢⎣

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= ρ ……………….......7.9.

Dengan catatan, 1.

≤u

u

MhV

...………………………………………….........

....7.10.

2. Elemen yang dibebani gaya aksial desak (pasal 3.4.3.2).(2))

g

uc

m

uwcc A

NhbwfhbwM

hVfV 3,01.3,0..12071 '' +≤⎥

⎤⎢⎣

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= ρ …........7.11.

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−=8

4 hhtNMM uum …………………………………................7.12.

Dan nilai m

u

MhV .

boleh lebih dari 1,0.

Page 83: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

79

She

ar re

sist

ance

Shear Force

Vc

Vc

Vc

Vs

Gambar 7.12. Vc dan Vs

Ts Vs

ss

αβ

12

a b

h

h cotg β h cotg αS1

a)

β α

Cc

c

VsTs

Tbd

c

h cotg β h cotg α

b)

Setelah nilai Vc ditentukan, maka langkah

selanjutnya adalah menghitung Vs. Apabila

gaya geser oleh sengkang Vs telah diperoleh,

maka langkah selanjutnya adalah

menentukan jarak sengkang (s).

H. TULANGAN GESER MENURUT TRUSS ANALOGY

Pada pola retak geser, kekuatan tulangan geser dan kekuatan tarik tulangan

lentur dapat membentuk keseimbangan terpadu. Dengan adanya keseimbangan

tersebut maka retak geser yang berkelanjutan yang dapat mengakibatkan rusak geser

dapat dicegah. Rusak geser akan sangat berbahaya karena akan terjadi secara tiba-tiba

tanpa adanya peringatan dini. Oleh karena itu penulangan geser menjadi hal yang

sangat penting.

Keseimbangan antara gaya yang membuat retak geser Cc, kekuatan tulangan

geser Ts dan kekuatan tarik tulangan lentur Tb adalah mirip dengan pola kerja rangka

atau truss. Oleh karena itu analogi pola kerja keseimbangan gaya-gaya tersebut

disebut Truss Analogy. Berdasarkan pada analogi tersebut, tulangan geser dapat

direncanakan. Untuk membahas hal ini maka diambil model truss analogy yang

terjadi pada balok seperti yang tampak pada Gambar 7.13.

had

=βcot βcot.had = ; αcot.hdb =

Gambar 7.13. Truss Analogy

Page 84: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

80

Pada Gambar 7.13.b) akan diperoleh hubungan,

TsVs

Tscd

==

αsin

αsin.TsVs = ; αsin

VsTs = ................................................. ..... ....7.13.

Yang mana Ts adalah kekuatan tarik tulangan geser miring (sudut α), Vs adalah

komponen vertikal tulangan geser tersebut atau kuat tarik tulangan geser/sengkang

vertikal. Dengan cara yang sama, maka :

βsin.CcVs = ................................................. ....7.14.

Jarak −

ab pada truss analogy adalah wilayah/daerah yang mana sejumlah tulangan

geser n akan melawan/memotong gaya desak Cc atau garis retak −

ac . Apabila jarak

tulangan geser adalah s, maka :

snabS .1 == .......................................................7.15.

Menurut Gambar 7.13.b) adalah,

( )βα cotcot1 +== hSns .............................. ....7.16.

Kekuatan tulangan geser Ts adalah menempati daerah sepanjang S1, sehingga

kekuatan tulangan geser Ts per unit panjang menjadi,

ns

VnsT

ST sss

.sin1 α== ......................................... ....7.17.

Dengan mempertimbangkan persamaan 7.16 maka persamaan 7.17 akan menjadi kuat

tarik tiap sengkang,

( )βαα cotcot.sin +=

hV

nsT ss ............................ ....7.18.

Apabila dipakai tulangan geser arah vertikal atau sengkang vertikal, maka apabila luas

potongan sengkang adalah Av (luas 2 potongan/2 kaki), gaya atau kekuatan tarik

sengkang vertikal Ts sepanjang daerah S1 adalah,

ysvs fAnT ..= .................................................. ....7.19.

Yang mana Av adalah luas dua potongan sengkang dan fys adalah tegangan tarik leleh

sengkang. Dari persamaan 7.19 akan diperoleh,

ys

sv f

TAn =. ..................................................... ....7.20.

Page 85: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

81

Dengan memperhatikan nilai Ts dari persamaan 7.18 maka persamaan 7.20 akan

menjadi,

( ) ys

sv fh

VsnAn

.cotcot.sin..

.βαα +

=

( )βαα cotcotsin..

+=s

hfAV ysv

s ............. ..........7.21.

Retak geser umumnya dapat dianggap membentuk sudut 45o atau nilai β = 45o,

sehingga persamaan 7.21 akan menjadi,

( )αα cot1sin..

+=s

hfAV ysv

s .................... ..........7.22.

Persamaan 7.22 dapat disederhanakan menjadi,

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +=

αααα

sincossinsin

..s

hfAV ysv

s

( )αα cossin..

+=s

hfAV ysv

s

( )αα cossin..

+=s

ysv

VhfA

s ...................... ..........7.23.

Persamaan 7.23 adalah persamaan jarak sengkang miring dengan sudut sebesar α.

Apabila dipakai sengkang vertikal, maka nilai α = 90o sehingga jarak sengkang

vertikal menjadi,

s

ysv

VhfA

s..

= ............................................. ..... ....7.24.

I. DESAIN TULANGAN GESER

Untuk keperluan desain, maka akan berlaku kaidah hubungan antara desain

dan analisis sebagaimana dibahas sebelumnya. Apabila Vu adalah gaya lintang ultimit

balok yang diperoleh dari analisis struktur dan Vt adalah gaya lintang tersedia oleh

beton maupun oleh sengkang, maka antara keduanya mempunyai hubungan,

ut VV > ................................................................7.25.

Persamaan 7.25 pada hakekatnya adalah hubungan antara suply dan demand, padahal

nt VV φ= dengan demikian,

un VV >φ .............................................................7.26.

Page 86: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

82

Yang mana Vn adalah gaya lintang nominal dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan

untuk geser.

Di depan telah disampaikan bahwa gaya geser total yang dapat dikerahkan

oleh balok adalah jumlah dari gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton Vc dan

gaya geser yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser Vs. Dengan demikian

persamaan 7.26 menjadi,

( ) usc VVV ≥+φ

usc VVV ≥+φφ

φ

usc

VVV ≥+ ................................................. ....7.27.

Apabila balok hanya dibebani oleh lentur dan geser, dan gaya geser yang dapat

dikerahkan oleh beton dianggap konstan, maka dengan memperhatikan persamaan 7.7

dan persamaan 7.24, maka persamaan 7.27 menjadi,

uysv

c Vs

hfAhbf ≥+

...

61 ' φφ ........................ ..........7.28.

Persamaan 7.28 adalah apabila dipakai sengkang vertikal, sedangkan apabila

dipakai sengkang miring dengan sudut α, maka

( ) uysv

c Vs

hfAhbf ≥++ ααφφ cossin

...

61 ' .................. .....7.29

Yang mana Av adalah luas potongan tulangan geser. Apabila dipakai sengkang, maka

Av adalah luas potongan 2 kaki sengkang, fys adalah tegangan leleh sengkang, s adalah

jarak sengkang.

J. DIAMETER, JARAK DAN BENTUK SENGKANG

Tulangan geser miring umumnya dipasang degan cara membelokkan tulangan

tarik positif keatas. Dalam hal ini luas potongan tulangan cukup besar, tetapi tulangan

geser miring ini dirasa kurang atau tidak praktis sehingga sekarang ini jarang dipakai.

Apabila demikian maka tulangan geser yang dipakai adalah sengkang (stirrups)

vertikal. Diameter sengkang yang akan dipakai bergantung pada ukuran balok yang

dipakai atau gaya lintang yang ada (umumnya P8, P10 dan kalau balok besar dapat

digunakan D10, D13 bahkan D16).

Sebagaimana pada tulangan lentur, sengkang vertikal juga mempunyai batasan

jarak, terutama adalah jarak maksimum. Batasan tentang jarak maksimum sengkang

Page 87: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

83

tersebut diatur secara jelas di Codes atau Peraturan-peraturan. Jarak sengkang

maksimum pada kolom berbeda dengan balok, sehubungan dengan adanya

kemungkinan tekuk/buckling terhadap tulangan pokok akibat adanya gaya aksial pada

kolom.

Dihindarinya buckling terhadap tulangan pokok juga harus diperhatikan pada

daerah-daerah sendi plastis (plastic hinges) pada balok. Hal ini terjadi karena tulangan

yang buckle akan menurunkan daktilitas potongan. Untuk itu perlu ada jarak

maksimum sengkang.

1. Jarak maksimum sengkang pada balok

a. Daerah sendi Plastis

Menurut pasal 3.14.3.3).(2) SK-SNI 1991, jarak sengkang (s) adalah :

4hs ≤ h : tinggi efektif balok

lds 8≤ dl : diameter tulangan lentur

sds 24≤ ds : diameter tulangan sengkang

20≤s cm

b. Daerah luar sendi Plastis

2hs ≤

2. Jarak maksimum sengkang pada Kolom

a. Daerah sendi Plastis

Menurut pasal 3.14.4.4).(2) SK-SNI 1991, jarak sengkang (s) adalah :

4cbs ≤ bc : lebar/ukuran terkecil kolom

lds 8≤

10≤s cm

b. Daerah luar sendi Plastis

Menurut pasal 3.16.10.5).(2) SK-SNI 1991

lds 16≤

sds 48≤

≤s ukuran terkecil komponen struktur tersebut

Page 88: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

84

Kait

a) Sengkang Terbuka 2 kaki

b) Sengkang Terbuka 2 kaki (lebih baik)

c) Sengkang Tertutup 2 kaki

d) Sengkang Tertutup 2 kaki (lebih baik)

h

Vuφ

Tidak ada beban terpusat P didaerah ini

Gambar 7.15. Diagram Gaya Lintang

Selain itu secara teoritis terdapat bermacam-macam kemungkinan bentuk

sengkang vertikal. Bentuk-bentuk itu mulai dari sengkang pengikat (1 kaki), sengkang

terbuka 2 kaki dan sengkang tertutup 2 kaki. Sengkang tertutup akan berfungsi lebih

baik daripada sengkang-sengkang yang lain.

Gambar 7.14. Macam-macam Tulangan Sengkang

K. DIAGRAM GAYA LINTANG

Telah dibahas sebelumnya bahwa rusak geser yang berupa retak miring akan

terjadi pada daerah 1h-1,5h dari dukungan. Daerah diatas dukungan justru tidak

mengalami retak geser. Berdasarkan pada hal tersebut maka diagram gaya lintang

untuk menghitung jarak sengkang terdapat sedikit pengurangan di daerah sepanjang h

dari dukungan.

Pasal 3.4.1.2).(1) SK-SNI 1991 :

”Untuk komponen struktur non

pratekan, penampang yang jaraknya

kurang dari h dari muka tumpuan

boleh direncanakan terhadap gaya

geser Vu yang sama dengan yang

didapat pada titik sejarak h dari muka

kolom tersebut.”

Page 89: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

85

Apabila arah gaya gempa dari arah kanan, maka : +

b

kapkapAAAA L

MMRRRR

+− ++=+= 121

b

kapkapABBB L

MMRRRR

+− +−=−= 121

Lb = bentang bersih balok

Dimana Lb adalah bentang bersih balok.

Gambar 7.16. Gaya Geser Balok

-

Lb =

M kap-L

M kap+M kap-

M kap+ L

M kap-L

M kap+L

RA2 RB2

R AR = -B

R AR = +B

RA1

R B1

+

-

RA1

R B1

+ - RA2RB2

2ht

Tengah Bentang

dipakai jarak sengkang maks.

gaya geser ditahan olehbeton

Gaya geser ditahan oleh sengkang

Semua gaya geser ditahan oleh sengkang

+

-

Page 90: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

86

L. TULANGAN GESER BALOK

Pada desain bangunan tahan gempa, tulangan geser mempunyai peran yang

sangat penting, yaitu :

1. Menahan balok beton agar tidak retak/rusak geser

2. Menjaga tulangan lentur terhadap bahaya tekuk (buckling)

3. Berfungsi sebagai pengekang (confinement)

4. Secara fungsional tulangan geser mengikat tulangan-tulangan lentur.

Menurut mekanika, gaya geser terkait langsung dengan momen lentur yaitu

LMV = , yang mana V adalah gaya geser, M adalah momen dan L adalah panjang

bentang elemen. Oleh karena itu gaya geser V akan besar apabila momen M besar

atau panjang bentang elemen kecil. Apabila ditinjau balok dengan bentang L tertentu,

maka gaya geser V akan bergantung pada momen lentur M.

Pada prinsip desain kapasitas (capacity design), konsep strong column weak

beam mengisyaratkan adanya pengaruh overstrength pada balok sehingga dipakailah

momen kapasitas. Momen kapasitas seterusnya akan berpengaruh terhadap gaya-gaya

geser maupun desain momen pada kolom (Mu,k). Sebelum desain tulangan geser maka

perlu ditinjau kembali tentang prinsip-prinsip menghitung gaya geser/lintang.

Gambar 7.17. Gaya Geser Balok Akibat Beban

Gravitasi dan Beban Gempa

Pada perancangan struktur bangunan tahan gempa, betapa pentingnya

perancangan geser, baik balok maupun kolom. Pengalaman dari kerusakan struktur

akibat gempa menunjukkan bahwa rusak geser telah berakibat fatal, terutama rusak

Page 91: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

87

geser pada kolom. Secara umum rusak geser lebih berbahaya, karena kerusakan akan

terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan/tanda secara dini. Rusak lentur

misalnya selalu diikuti dengan adanya lendutan/simpangan secara siknifikan sehingga

dapat diidentifikasi secara visual.

Kerusakan geser pada kolom akan sangat berbahaya. Hal ini terjadi karena

pada kolom terdapat gaya aksial (disamping momen). Kerusakan terhadap tulangan

geser akan mengakibatkan tekuk (buckling) pada tulangan kolom. Kalau sudah

demikian maka kerusakan kolom tidak dapat dihindarkan. Kerusakan tulangan geser

pada balok tidak sefatal pada kolom karena gaya aksial balok relatif kecil. Namun

demikian, kedua hal tersebut harus dihindari.

qD + qL

qD + qL

M1/Lb M1/LbM2/Lb M2/Lb

RA=12q.Lb+M1/Lb - M2/Lb ==> RA1

RA=12q.Lb-M1/Lb + M2/Lb ==> RB1

MKap+ MKap-

+

MKap+/L MKap+/LbMKap-/Lb MKap-/Lb( )RA2 RB2

RA=RA1-RA2=RA1-(MKap+ + MKap-)/LbRB=RB1-RB2=RB1-(MKap+ + MKap-)/Lb

RA = -

atau

RA = -

Gambar 7.18. Gaya Geser

Page 92: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

88

Berdasarkan prinsip-prinsip analisis struktur tersebut maka secara umum gaya

geser total merupakan penjumlahan dari gaya geser akibat beban gravitasi dan gaya

geser akibat beban gempa. Dalam SK-SNI 1991 pasal 3:14.7.1.(1), maka prinsip

tersebut merujuk pada desain gaya geser ultimit balok (Vu,b) :

( ) ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ +±+=

LMM

VVV akapikapLDbu

,,, 7,005,1

Dalam segala hal, desain gaya geser Vu,b tidak perlu lebih besar dari,

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++= ELDbu V

KVVV 405,1,

Yang mana VD dan VL masing-masing adalah gaya geser akibat beban mati (dead

load) dan beban hidup (live load). VE adalah gaya geser akibat beban gempa dan K

adalah faktor jenis struktur.

Untuk struktur dengan daktilitas penuh, nilai K = 1. Mkap,i dan Mkap,a adalah

momen kapasitas balok ujung kiri dan ujung kanan. Selanjutnya hubungan antara

suplai gaya geser dan kebutuhan gaya geser menurut SK-SNI 1991, pasal 3.4.1.(1) :

ut VV >

un VV >Ø

Ø

un

VV >

Yang mana Vt adalah gaya/kuat geser tersedia. Vu adalah kebutuhan gaya geser, Vn

adalah gaya/kuat geser nominal potongan balok dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan

untuk geser.

Padahal kuat geser nominal Vn balok merupakan gabungan antara kuat geser

bahan beton Vcn dan kuat geser nominal yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser

Vsn, sehingga, Ø

usncn

VVV >+

cnu

sn VV

V −=Ø

Pada struktur bangunan tahan gempa, ujung-ujung balok dimungkinkan terjadi

sendi plastis. Hal ini berarti bahwa beton dianggap sudah rusak dan berarti Vcn = 0.

Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.3.1).(1), untuk balok lentur kuat geser nominal yang

dapat dikerahkan oleh bahan beton adalah :

Page 93: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

89

hbwcf

Vcn ..6

'⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

Yang mana Vcn dalam N, f’c dalam MPa, bw dan h adalah lebar dan tinggi efektif

balok dalam mm. Namun demikian gaya geser yang harus ditahan oleh baja tidak

boleh lebih dari :

hbwcfVsn ..'32

Apabila tidak dipenuhi, maka ukuran balok harus diperbesar. Secara skematis desain

tulangan geser adalah :

Gambar 7.19. Gaya Geser Balok Yang Harus

Ditahan Oleh Sengkang dan Beton

Selanjutnya untuk sengkang vertikal, gaya geser yang dapat dikerahkan oleh sengkang

adalah (SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.6.(2))

shfAv

V ysn

..=

Yang mana Av adalah luas potongan sengkang dan s adalah jarak sengkang vertikal.

SFD

Vcn

2ht

h gaya geser ditahan sengkang (Vsn)

Daerah jarak sengkang maksimum

Daerah sendi plastis

Page 94: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

90

Gambar 7.20. Flow chart penulangan geser balok

Diambil Vu yang terkecilSyarat Vu > (1,2 VD + 1,6VL)

Mulai

( )

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++=

+++

=

ELDu

LDkapkap

u

.VK4VV1,05.V

VV1,05.ln

M'M0,7.V

Vc > Vs1

Vc didalam ½ bentang

Vs1 – tengah, dipakai smaks

Dari Vs2-Vc dipakai: Vs3= Vs2 - Vc

Dari Vs2 – Vc dipakai: Vs3 = Vs2 – Vc

Dari Vc – tengah bentang, dipakai smaks

.b.d.32V makss, cf'=

Vs > Vs,maks

Pilih jumlah n kaki

sV.d.n.A

s yfφ=

Kontrol jarak sengkang s- Sepanjang 2h dari muka kolom s<d/4 s<24dp s<8D s<200 mm- Sepanjang daerah diluar 2h s<d/2 s<200 mm

Ukuran balok

diperbesar

Selesai

Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ditetapkan b d h Vu f’c fy

Daerah sendi plastis (2h)

Daerah luar sendi plastis

.b.d61Vc cf'=

cu2

s2

us1

VVV

VV

−=

=

φ

φ

Page 95: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

91

Berikut adalah contoh perhitungan tulangan geser pada balok.

Dari analisis struktur diperoleh :

VD1 = 127,38 kN VL1 = 58,05 kN

VD2 = 125,39 kN VL2 = 57,15 kN

VE = 175,15 kN

Dari hasil desain balok (balok tengah) diperoleh :

b = 35 cm

ht = 77,5 cm

h = ht-d = 77,5 – 8,75 = 68,75 cm

Mkap,a = Mkap+ = 107,463 Tm

Mkap,i = Mkap- = 138,7402 Tm

f’c = 22,5 MPa

fy = 400 MPa = 4080 kg/cm2

dimensi kolom kanan = cm7060

dimensi kolom kiri = cm80

60

L = 5,5 m = 550 cm

Ln = L – (½.kolom kanan) - (½.kolom kiri)

= 550 – (½.70) - (½.80)

= 475 cm = 4,75 m

( )LDg VVV += 05,1

( ) 7,19405,5838,12705,11 =+=gV kN

( ) 7,19115,5739,12505,12 =+=gV kN

75,47402,138463,1077,07,0 ,, +

=+

=Ln

MMV ikapakap

U

= 36,2825 Ton = 36282,5 kg

5,5

V1

V2

+

-

+

M kap,aM kap,i

Page 96: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

92

5,3246,07,1941 ==

φgV

kN = 33099 kg ; 5,3196,07,1912 ==

φgV

KN 32589= Kg

84,604706,0

5,36282==

φUV kg

Vu,m = 1,05 (VD + VL + VEk4 )

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++= 15,175.

1405,5838,12705,1,muV

= 930,33 kN = 930331,5 N = 94893,82 kg

Maka gambar SFD nya adalah :

Vu = +φ

1gVφUV = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg ≤ Vu,m = 94893,82 kg

Karena Vu ≤ Vu,m, maka digunakan nilai Vu.

hbwcfVcn ..'.61

= = 76,1902305,687.350.5,22.61

= N = 19403,54 kg

2ht=1,55 m Tengah Bentang

33099

60470,84

93569,84

9581,,3

1,65 m

32589

19403,54

52564,86

27881,84

71968,4

Page 97: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

93

• Daerah Sendi Plastis

Dipakai sengkang P10, Ad = 785,01..41..

41 22 == ππ D cm2

Dipakai sengkang 2 kaki Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2

Besarnya nilai gaya geser yang boleh direduksi sebesar h :

xh

VLn

g=

φ1

21

x75,68

33099

475.21

=

x = 3,95815,237

33099.75,68=

kg

Vu = +φ

1gVφUV = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg

Vsn = Vu – x = 93569,84 – 9581,3 = 83988,54 kg

24,554,83988

75,68.4080.57,1..===

sn

yv

VhfA

s cm dipakai s = 5 cm

Pakai P10 - 50

• Daerah Luar Sendi Plastis

Dipakai sengkang P10, Ad = 785,01..41..

41 22 == ππ D cm2

Dipakai sengkang 2 kaki Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2

Besarnya gaya geser sejauh 2.ht :

x = 45,216015,23733099).5,77.2(

21

)..2( 1

==Ln

Vht g

φ

kg

Vs = Vu – x = 93569,84 – 21601,45 = 71968,4 kg

Besarnya gaya geser yang harus ditahan tulangan sengkang :

Vsn = Vs – Vcn = 71968,4 – 19403,54 = 52564,86 kg

38,886,52564

75,68.4080.57,1..===

sn

yv

VhfA

s cm dipakai s = 8 cm

Pakai P10 - 80

Page 98: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

94

Mu, k

Mu, k

Mcap, i Mcap, a

EI

EI

a) b)

Mcap, i

Mcap, ahk hk'

lblb'

lblb' (Mcap, i)

lblb' (Mcap, i)

c)

Mu, kb

Mu, kb = α . Φ . lblb' (Mcap, i){ + lb

lb' (Mcap, a) }

BAB VIII MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA

AKSIAL KOLOM

A. MOMEN PERLU KOLOM

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hierarki kekuatan prinsip struktur

daktail adalah kolom harus lebih kuat daripada balok. Dengan dihitungnya momen

kapasitas balok berarti momen maksimum yang dapat ditahan oleh balok sudah

diperoleh. Sesuatu yang perlu diketahui bahwa momen kapasitas balok tersebut adalah

momen kapasitas balok ditepi muka kolom.

Gambar 8.1. Momen Ultimit Kolom

Pada Gambar 8.1.a), momen kapasitas balok sebelah kanan (M-) dan momen kapasitas

kiri (M+) harus dilawan oleh momen-momen kolom. Sesuai dengan prinsip mekanika,

maka jumlah momen kolom harus sama dan berlawanan arah dengan jumlah momen-

momen balok. Terdapat prinsip didalam mekanika bahwa keseimbangan gaya-gaya

Page 99: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

95

hk,a

hk,b

EI,a

EI,b

Mb

Ma

harus selalu dipertahankan. Dengan demikian momen ultimit kolom atas Mu,ka dan

momen ultimit kolom bawah Mu,kb adalah,

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ += iMkap

lbilbiaMkap

lbalbakaMu a ,.

',.

'.., φα

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ += iMkap

lbilbiaMkap

lbalbakbMu b ,.

',.

'.., φα

Momen-momen tersebut adalah momen kolom di as balok. Momen kolom yang akan

dipakai untuk desain adalah momen kolom di tepi muka balok. Di samping itu

momen-momen kapasitas balok tersebut diperoleh dari analisis statik ekivalen.

Sebagaimana didiskusikan sebelumnya bahwa akibat beban dinamik, telah disepakati

adanya koefisien dynamic magnification factor ω pada desain kolom. Dengan

demikian momen kolom di tepi muka balok adalah,

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ += iMkap

lbilbiaMkap

lbalba

hkahkakaMu a ,.

',.

'...', φαω

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ += iMkap

lbilbiaMkap

lbalba

hkbhkbkbMu b ,.

',.

'...', φαω

ω adalah dynamic magnification factor, α adalah faktor distribusi, Ø adalah faktor

reduksi kekuatan mengingat Mkap adalah momen kapasitas balok nominal.

Terdapat perbedaan nilai α yang harus diambil, yaitu :

1. α tergantung dari kekuatan relatif kekakuan

2. α bergantung pada momen kolom hasil analisis

statik ekivalen.

Sebagai contoh akan dihitung momen ultimit kolom Mu,k untuk kolom Ba

dan kolom Bb seperti yang tampak dalam Gambar 8.2. Mengingat struktur yang tidak

simetri dan momen kapasitas balok berbeda-beda, maka Mu,k kolom tersebut akan

dihitung berdasarkan beban gempa arah kiri dan arah kanan.

Page 100: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

96

Momen Kapasitas Balok Akibat Gempa Dari Arah Kiri

Momen Kapasitas Balok Akibat Gempa Dari Arah Kanan

Gambar 8.2. Momen Kapasitas Balok

50/50 50/50 50/50 50/5027,5/60 27,5/60 27,5/60

50/50 50/50 50/50 50/5027,5/60 27,5/60 27,5/60

45,14

71,53

27,67 45,14

52,76 71,53

I J K L

50/50 60/60 60/60 50/5030/70

50/50 60/60 60/60 50/50

70,86

103,63

70,86 70,86

103,63 103,63

E F G H

50/60 60/80 60/70 50/5535/77,5

50/60

79,66

119,99

107,463 76,67

138,74 133,91

A B C D

30/70 30/70

30/70 30/70 30/70

50/55 60/70 60/7030/70 30/70 30/70

50/50

35/77,5 35/77,5

35/77,5 35/77,5 35/77,5

35/77,5 35/77,5 35/77,550/60

60/80 60/70 50/55

60/80 60/70 50/55

8,5 5,5 7,5 8,5 5,5 7,5

71,53

27,67 45,14I' J' K' L'

45,14

71,53

a

52,76

103,63

70,86 70,86E' F' G' H'

70,86

103,63103,63

119,99

107,463 76,67A' B' C' D'

79,66

133,91138,74

a'

b b'

o

c

Page 101: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

97

1. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kiri

Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri

Berdasarkan rumus Mu,K kolom di atas maka,

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ += iMkap

lbilbiaMkap

lbalba

hkahkakaMu a ,.

',.

'...', φαω ,

bhEIb

ahEIa

ahEIa

a

''

'+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ += iMkap

lbilbiaMkap

lbalba

hkbhkbkbMu b ,.

',.

'...', φαω ,

bhEIb

ahEIa

bhEIb

b

''

'+

hk’ = tinggi kolom bersih

lb’ = bentang balok bersih

αa = faktor distribusi momen

ke kolom atas

αb = faktor distribusi momen ke

kolom bawah

ω = dynamic magnification factor

(faktor pembesar dinamik)

Ø = faktor reduksi kekuatan

Kolom Ba dan Bb ukurannya sama 60/80 cm, tinggi kolom juga sama, maka

haEIa = hb

EIb yang mana ha dan hb adalah tinggi tingkat atas dan tinggi tingkat

bawah. Ia dan Ib adalah momen inersia kolom atas dan bawah. Dengan demikian

αa = αb = 0,5. untuk struktur portal terbuka menurut SK-SNI pasal 3.14.4.2).(2),

maka faktor pembesar dinamik ω = 1,3 , sedangkan nilai Ø = 0,70.

Tinggi bersih tingkat hk’ = ( ) ( )775,0.21775,0.2

14 −− = 3,225 m

Bentang bersih balok kiri lbi’ = ( ) ( )8,0.216,0.2

15,8 −− = 7,80 m

Bentang bersih balok kanan lba’ = ( ) ( )7,0.218,0.2

15,5 −− = 4,75 m

Dengan demikian,

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 463,107.75,45,599,119.

8,75,8.7,0.5,0.3,1

4225,3,kaMu = 93,616 tm (kolom Bb )

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 463,107.75,45,599,119.

8,75,8.7,0.5,0.3,1

4225,3,kbMu = 93,616 tm (kolom Ba )

Page 102: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

98

Sementara dari hasil desain balok diperoleh :

Mu-,bi = 68,34 tm dan Mu+,ba = 56,896 tm,

ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 68,34 + 56,896 = 125,23 tm

ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 93,616 + 93,616 = 187,232 tm

495,123,125232,187

,,

==ΣΣ

bMukMu atau ΣMu,k = 1,495 ΣMu,b.

Inilah yang dimaknai kolom lebih kuat daripada balok atau strong column

weak beam. Kontrol Mu,k maks dari gempa kiri ,

Mu,k maks = ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ ++ EiLiDi M

KMM 405,1 =

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ ++ 562

1416,1906,4205,1

= 2424,68 KNm

= 247,32 tm > 93,616 tm

Maka yang dipakai adalah Mu,k = 93,616 tm

2. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kanan

Senada dengan cara sebelumnya, maka akan diperoleh

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 7402,138.75,45,566,79.

8,75,8.7,0.5,0.3,1

4225,3,kaMu = 90,78 tm < 93,616 tm

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 7402,138.75,45,566,79.

8,75,8.7,0.5,0.3,1

4225,3,kbMu = 90,78 tm < 93,616 tm

Sementara dari hasil desain balok diperoleh :

Mu-,bi = 34,374 tm dan Mu+,ba = 77,52 tm,

ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 34,374 + 77,52 = 111,9 tm

ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 90,78 + 90,78 = 181,56 tm

622,19,11156,181

,,

==ΣΣ

bMukMu atau ΣMu,k = 1,622 ΣMu,b.

Mu,k maks = ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ ++ EiLiDi M

KMM 405,1 =

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ ++ 3,561

1416,1906,4205,1

= 2421,74 KNm

= 247 tm > 90,78 tm

Maka yang dipakai adalah Mu,k = 90,78 tm

Page 103: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

99

Berdasarkan hasil-hasil diatas, maka yang menentukan hitungan untuk kolom Ba dan

kolom Bb adalah apabila ada gempa dari arah kiri, dengan Mu,k = 93,616 tm.

Kolom ao dan aB (join a) hanya ditinjau gempa dari arah kiri.

Balok di kiri dan kanan join a memiliki ukuran dan momen kapasitas yang sama

dengan balok-balok di kiri dan kanan join B. Ukuran kolom ao juga sama dengan

kolom aB , demikian juga dengan tinggi kolom/tingkat. Hal ini berarti bahwa αao =

αaB. Dengan demikian,

( ) ( ) ( ) 616,93,,, === Baaoab kMukMukMu tm

Kolom bB dan bc (join b).

IbB = 380.60.121 = 2,56 . 106 cm4,

cmcm

LIbB

40010.56,2 46

= = 6400 cm3

(L = hk = tinggi tingkat)

Ibc = 370.60.121 = 1,715 . 106 cm4,

cmcm

LIbc

40010.715,1 46

= = 4287,5 cm3

64005,42875,4287

+=

+=

LI

LI

LI

bBbc

bc

bcα = 0,401

64005,42876400

+=

+=

LI

LI

LI

bBbc

bB

bBα = 0,599 αbc + αbB = 0,401 + 0,599 = 1

( )⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 463,107.75,45,599,119.

8,75,8.7,0.401,0.3,1

4225,3, bckMu = 75,07 tm

( )⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 463,107.75,45,599,119.

8,75,8.7,0.599,0.3,1

4225,3, bBkMu = 112,15 tm

Kolom cb dan cF (join c).

Balok di kiri dan kanan join c memiliki ukuran 30/70. Dengan demikian

( ) ( ) ( )7,0.21775,0.2

14' −−=cbhk = 3,2625 m

( ) ( )( )7,0.217,0.2

14' −=cFhk = 3,3 m

Page 104: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

100

Icb = 370.60.121 = 1,715 . 106 cm4,

cmcm

LIcb

40010.715,1 46

= = 4287,5 cm3

IcF = 360.60.121 = 1,08 . 106 cm4,

cmcm

LIcF

40010.08,1 46

= = 2700 cm3

27005,42875,4287

+=

+=

LI

LI

LI

cFcb

cb

cbα = 0,6136

27005,42875,4287

+=

+=

LI

LI

LI

cFcb

cF

cFα = 0,3864

Karena ukuran kolom diatas dan dibawah join C berbeda, maka akan dipakai ukuran

rata-rata.

325,02625,05,8.)2

60,070,0(21)

250,055,0(2

15,8 −−=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

−=ilb = 7,9125 m

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

−= )2

60,070,0(21)

260,070,0(2

15,5alb = 5,5 – 0,325 – 0,325 = 4,85 m

( )⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 86,70.85,45,563,103.

9125,75,8.7,0.6136,0.3,1

4225,3, cbkMu = 87,44 tm

( )⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+= 86,70.85,45,563,103.

9125,75,8.7,0.3864,0.3,1

4225,3, cFkMu = 54,34 tm

Kolom-kolom di atasnya dapat dikerjakan dengan cara yang sama.

Kolom tingkat dasar (kolom oa ) di join o.

Join o tidak diapit oleh balok-balok. Oleh karena itu hitungan momen ultimit kolom

tidak dapat dilakukan seperti cara diatas. Oleh karena itu momen ultimit kolom dapat

dihitung berdasarkan pada hasil analisis struktur.

Menurut hasil analisis struktur kolom tingkat dasar atau kolom oa diperoleh,

MD = 17,42 kNm ; ML = 7,94 kNm

MEi = 748,5 kNm ; MEa = 747,8 kNm

{ }ELD MMMoaMu ++= 05,1, = { }5,74894,742,1705,1 ++

= 812,55 kNm = 82,88 tm

Page 105: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

101

M1+ M 2

- M 3+ M 4

-

M1

Li La

La

M 2 La

M1 La

M 2 La

M3 La

M 4 La

M 3 La

M 4 La

1

M1+ M 2

- M 3+ M 4

-

M1 La

M 2 La

M1 La

M 2 La

M3 La

M 4 La

M 3 La

M 4 La

2

M1+ M 2

- M 3+ M 4

-

M1 La

M 2 La

M1 La

M 2 La

M3 La

M 4 La

M 3 La

M 4 La

n

B. GAYA AKSIAL KOLOM

Setelah momen ultimit kolom Mu,k maka untuk keperluan desain kolom,

besaran yang harus diketahui berikutnya adalah gaya aksial yang bekerja pada kolom.

Terdapat dua cara untuk menentukan gaya aksial kolom, yaitu berdasarkan pada gaya

lintang balok pada kondisi kapasitas (gaya lintang balok menjadi gaya aksial kolom)

dan gaya aksial kolom hasil analisis struktur. Untuk membahas masalah ini, maka

diambil model struktur seperti pada Gambar 8.3.

Gambar 8.3 Gaya Aksial Kolom

Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.2).(3),

1. Dari Kapasitas Balok

Nu,ki = kNgl

aMkapl

iMkapRv

n

ii ai

,05,1,,

.7,0. +⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

+∑ ∑∑=

...................................1

Gaya lintang balok dari bentang kiri

Gaya lintang balok dari bentang kanan

Gaya aksial kolom akibat beban gravitasi

Page 106: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

102

2. Dari Analisis Struktur

Namun demikian nilai tersebut tidak perlu lebih besar dari,

Nu,k ≤ 1,05 ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ + kEkg N

KN ,,

4 ..........................................................2

(Batas atas Nu,k)

NE,k adalah gaya aksial akibat beban gempa.

Rv merupakan suatu faktor untuk memperhitungkan kemungkinan tidak bersama-

samanya kejadian sendi plastis diseluruh tingkat.

Rv = 1 1 < n ≤ 4

Rv = 1,1 – 0,025 n 4 < n ≤ 20

Rv = 0,6 n > 20

n = Jumlah lantai bangunan

Page 107: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

103

Gempa Kiri

o

a

B

b

c

F

138,7402 79,66 119,99133,9176,67 107,463

25,22

19,54

17,85

10,22

14,12

9,02

14,12

9,02

25,22

19,54

17,85

10,22

103,63 70,86 103,63103,6370,86 70,86

18,84

12,88

13,85

9,45

12,19

8,33

12,19

8,33

18,84

12,88

13,85

9,45

52,76 45,14 71,5371,5345,14 27,67

9,6

5,03

9,54

6,02

8,42

5,31

8,42

5,31

9,6

5,03

9,54

6,02

J

R

M

Gambar 8.4 Gaya Aksial Kolom Akibat Beban Gempa Kiri

Page 108: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

104

8,5 m 5,5 m 7,5 m

Gempa Kanan

o

a

B

b

c

F

138,740279,66119,99 133,91 76,67107,463

25,22

19,54

17,85

10,22

14,12

9,02

14,12

9,02

25,22

19,54

17,85

10,22

103,6370,86103,63 103,63 70,8670,86

18,84

12,88

13,85

9,45

12,19

8,33

12,19

8,33

18,84

12,88

13,85

9,45

52,7645,1471,53 71,53 45,1427,67

9,6

5,03

9,54

6,02

8,42

5,31

8,42

5,31

9,6

5,03

9,54

6,02

J

R

M

Gambar 8.5 Gaya Aksial Kolom Akibat Beban Gempa Kanan

Page 109: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

105

Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri,

Dari hasil perhitungan balok didapat

Balok bentang kiri, MKap+ = 45,14 tm dan MKap- = 71,53 tm

Balok bentang kanan, MKap+ = 27,67 tm dan MKap- = 52,76 tm

Reaksi gaya aksial balok kiri, 31,55,814,45

==+

LM Kap Ton

42,85,853,71

==−

LM Kap Ton

Reaksi gaya aksial kiri, 03,55,567,27

==+

LM Kap Ton

6,95,576,52

==−

LM Kap Ton

Maka gaya aksial:

(9,6 + 5,03) – (8,42+5,31) = 0,9 Ton

Dengan cara yang sama didapat hasil seperti diatas.

21,62

100,26

21,62

78,64

21,62

57,02

11,2

35,4

11,2

24,2

11,2

13

0,9

1,8

13,73

13,73

0,9

0,9

Gaya Aksial

13,73

27,46

20,52

47,98

20,52

68,5

20,52

89,02

23,14

112,16

23,14

135,36

23,14

158,44

- 16,7

- 40,1

- 8,42 - 6,56

0,93 0,93

- 28,07

- 129,09

-23,3

- 54,42

- 15,56

- 15,56

0,93 1,86

- 8,42 - 14,98

- 8,42 - 23,4

- 16,7

- 56,8

- 16,7

- 73,5

- 15,56

- 31,12

-23,3

- 77,72

-23,3

- 101,02

- 28,07

- 157,16

- 28,07

- 185,231399,0469,2

1993,0 739,9

1866,4682,2

1274,6412,5

1226,9411,8

1740,3 645,8

1631,3596,2

1118,1362,2

1053,3353,8

1489,5 552,8

1397,0510,4

960,0311,2

878,7 295,3

1240,1459,9

1163,5425,0

800,9259,8

703,3 236,4

991,6 367,8

930,4339,8

641,1208,0

527,3 177,1

744,0 275,9

647,8254,9

480,7155,9

350,7 117,7

497,1184,7

465,8170,2

319,7103,6

173,658,1

251,393,5

233,885,5

134,950,9

PDPL

Gaya Aksial Hasil Analisis Struktur

Satuan kNm Satuan Ton

Page 110: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

106

Berikut adalah hitungan gaya aksial untuk gempa kanan.

Jumlah lantai = 8

Rv = 1,1 – (0,025 n) = 1,1 – (0,025 x 8) = 0,9

Nu,k = kNgl

aMkapl

iMkapRv

n

ii ai

,05,1,,

.7,0. +⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

+∑ ∑∑=

Keterangan : Karena satuan gaya aksial adalah Ton, maka akan dikonversi

dengan mengalikan 9,804.

( ) { } ( ) 55,286925,6199,7391993.05,1804,9.26,100.7,0.9,0, +=++=oakNu

= 3488,8 kNm = 355,85 Ton

( ) { } ( ) 4,250572,4858,6453,1740.05,1804,9.64,78.7,0.9,0, +=++=aBkNu

= 2991,12 kNm = 305,1 Ton

( ) { } ( ) 4,2144185,3528,5525,1489.05,1804,9.02,57.7,0.9,0, +=++=BbkNu

= 2496,58 kNm = 254,65 Ton

( ) { } ( ) 178565,2189,4591,1240.05,1804,9.4,35.7,0.9,0, +=++=bckNu

= 2003,65 kNm = 204,37 Ton

( ) { } ( ) 37,14275,1498,3676,991.05,1804,9.2,24.7,0.9,0, +=++=cFkNu

= 1576,87 kNm = 160,84 Ton

( ) { } ( ) 9,10703,809,2750,744.05,1804,9.13.7,0.9,0, +=++=FJkNu

= 1151,2 kNm = 117,42 Ton

( ) { } ( ) 9,71512,117,1841,497.05,1804,9.8,1.7,0.9,0, +=++=JMkNu

= 727,01 kNm = 74,155 Ton

( ) { } ( ) 04,36255,55,933,251.05,1804,9.9,0.7,0.9,0, +=++=MRkNu

= 367,6 kNm = 37,5 Ton

Page 111: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

107

Hitungan gaya aksial untuk gempa kiri.

( ) { } ( ) 55,286925,6199,7391993.05,1804,9.26,100.7,0.9,0, +−=++−=oakNu

= 2250,3 kNm = 229,53 Ton

( ) { } ( ) 4,250572,4858,6453,1740.05,1804,9.64,78.7,0.9,0, +−=++−=aBkNu

= 2019,68 kNm = 206 Ton

( ) { } ( ) 4,2144185,3528,5525,1489.05,1804,9.02,57.7,0.9,0, +−=++−=BbkNu

= 1792,21 kNm = 182,8 Ton

( ) { } ( ) 178565,2189,4591,1240.05,1804,9.4,35.7,0.9,0, +−=++−=bckNu

= 1566,35 kNm = 159,76 Ton

( ) { } ( ) 37,14275,1498,3676,991.05,1804,9.2,24.7,0.9,0, +−=++−=cFkNu

= 1277,87 kNm = 130,34 Ton

( ) { } ( ) 9,10703,809,2750,744.05,1804,9.13.7,0.9,0, +−=++−=FJkNu

= 990,6 kNm = 101,04 Ton

( ) { } ( ) 9,71512,117,1841,497.05,1804,9.8,1.7,0.9,0, +−=++−=JMkNu

= 704,78 kNm = 71,88 Ton

( ) { } ( ) 04,36255,55,933,251.05,1804,9.9,0.7,0.9,0, +−=++−=MRkNu

= 356,5 kNm = 36,36 Ton

Demikianlah contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri. Dengan cara yang sama

dapat dicari Mu,k dan Nu,k untuk kolom tepi kiri, kolom tengah kanan dan kolom tepi

kanan.

Page 112: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

108

Apabila contoh hitungan yang dipakai adalah gempa kanan, lalu digambar, maka

hasilnya adalah sebagai berikut.

Mu,k Nu,k

Gambar 8.6 Hasil Hitungan Mu,k dan Nu,k

Karena hasil diatas adalah momen kolom dan gaya aksial kolom dalam bentuk ultimit,

maka akan dirubah ke nilai nominal, dengan cara membagi dengan nilai reduksi ø

yaitu 0,8 untuk Mu,k dan dan 0,65 untuk kolom bersengkang atau 0,7 untuk kolom

berspiral untuk Nu,k sesuai dengan SK-SNI 1991, pasal 3.2.3.2).

Kolom yang dihitung menggunakan sengkang, sehingga untuk Nu,k digunakan ø =

0,65.

82,88

93,616

93,616

75,07

54,34

93,616

93,616

112,15

87,44 160,84

204,37

254,65

355,85

305,1

Lantai 1

Lantai 2

Lantai 3

Lantai 4

Lantai 5

Lantai 6117,42

74,155

37,5Lantai 8

55,31

62,78 43,69

43,69

43,69

43,69

55,31

Lantai 7

Page 113: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

109

Sehingga didapat hasil :

Mn,k Nn,k

Gambar 8.7 Hasil Hitungan Mn,k dan Nn,k

103,6

117,02

117,02

93,84

67,93

117,02

117,02

140,18

109,3 247,44

314,42

391,77

547,46

469,38

Lantai 1

Lantai 2

Lantai 3

Lantai 4

Lantai 5

Lantai 6180,65

114,08

57,7Lantai 8

69,14

78,4854,62

54,62

54,62

54,62

69,14

Lantai 7

Page 114: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

110

BAB IX DESAIN KOLOM

Desain kolom adalah menentukan ukuran kolom dan menentukan luas dan

penempatan tulangan sehingga memenuhi kebutuhan gaya aksial Pn dan momen

lentur Mn. Pada desain balok proses desain bersifat unique, artinya proses desain

menempuh suatu rute dalam rangka hanya memenuhi kebutuhan momen lentur atau

hanya satu persyaratan. Pada desain kolom karena terdapat dua persyaratan yang

harus dipenuhi sekaligus, maka tidak ada cara langsung yang stright forward, hal

yang umumnya dilakukan adalah dengan cara coba-coba, yaitu dicoba ukuran kolom

dan jumlah tulangan, kemudian dikontrol apakah hasilnya akan memenuhi syarat.

Secara umum desain kolom dapat dilakukan dengan :

1. Cara Numerik

Yaitu menggunakan persamaan keseimbangan gaya-gaya.

2. Cara Grafis atau Diagram Interaksi Mn-Pn

3. Cara Analitik

Yaitu menggunakan rumus eksplisit (closed form formula).

Pada cara analitik walaupun agak sedikit panjang, namun nilai-nilai Pn dan

Mn yang dapat dikerahkan oleh suatu potongan kolom dapat diketahui secara

pasti/eksak. Pada cara grafis, sebaliknya proses desain dapat dilakukan dengan cepat

dan mudah tetapi harus menyiapkan diagram interaksi Mn-Pn terlebih dahulu.

Disamping itu nilai Pn dan Mn yang tersedia kalau tidak dihitung secara analitik,

nilai-nilai yang diperoleh hanya bersifat perkiraan.

Pada desain balok lentur, efisiensi desain dapat dicapai setinggi-tingginya,

artinya momen tersedia Mt nilainya dapat didekatkan sedekat-dekatnya dengan

momen perlu Mu sehingga Mt ≥ Mu. Ini adalah hasil dari sifat desain yang bersifat

unique seperti yang dikatakan sebelumnya. Pada desain kolom hal ini agak sulit

dilakukan. Pada suatu ukuran kolom dan luas tulangan tertentu mungkin gaya aksial

nominal tersedia Pn nilainya agak jauh lebih besar dari gaya aksial nominal yang

diperlukan, sementara nilai Mn tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn yang

diperlukan, dan sebaliknya.

Page 115: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

111

Mulai

Data Pu Mu b h f’c fy ec Es

φφu

nau

naM M ;P P ==

na

na

PM

=e

Menentukan Ukuran KolomPada kondisi balance (Pna = Pnb)

Pb = Cc+Cs-Ts

= 0,85.f’c.ß1.cb.b+A’s.fy-As.fy

Didapat Ag = b.ht ~ h = 0,9.ht

hεε

εcsc

cb +=

Rumus Pendekatan Pn Yang Berdasarkan Pada Patah Tarik :

( )⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+−=

hhd'11m2.

h1

h1.b.h0,85.P

2

neρeeρf'c

Rumus Whitney :

0,5h.d'

.A'

1,18h

3.ht..b.htP s

2

n

++

+=

ef

ef' yc

YaCompresion Controls

(Patah Desak)Agc < Ag

TidakTension Controls

(Patah Tarik)

A

Pn > Pna

ya

Tidak

Ukuran dirubah

Agar baik Pn dan Mn yang tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn dan

Pn yang diperlukan, umumnya diperlukan banyak coba-coba. Hal ini tentu saja tidak

praktis. Oleh karena itu hasil desain seperti pada kondisi yang disebut sebelumnya,

umumnya masih dapat diterima.

A. DESAIN KOLOM DENGAN CARA NUMERIK

Cara numerik yang akan dipakai adalah dengan cara memakai keseimbangan

gaya-gaya yang bekerja pada potongan kolom. Tahapan analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 9.1 dan Gambar 9.2.

Gambar 9. 1 Flow chart penulangan kolom bagian 1.

Page 116: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

112

A

Analisis Kolom Patah Desak Analisis Kolom Patah Tarik

~ Cc = 0,85.f’c.ß1.c.b~ Ts = As.fy

~ Cs = A’s.fy

Statik Momen Terhadap Garis Kerja Pn~

Didapatkan Pers. c3, sehingga didapat nilai c~ Pn = Cc + Cs – Ts

~ Pn > Pna ~ Memenuhi Syarat

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −− eee d

2htTd'

2htC

2ht

2β1.cC ssc

~ Cc = 0,85.f’c.ß1.c.b~ Ts = As.fy

~ Cs = A’s.(fy-0,85.f’c)~ Pn = Cc + Cs – Ts

~

Didapatkan Pers c2, sehingga didapat nilai c~ Pn > Pna ~ Memenuhi Syarat

{ }d'hC2

hC2

d'dP scn −+⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −=

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

+ae

Momen lentur dengan mengambil momen terhadap titik berat potongan

Mn > Mna ~ Memenuhi Syarat

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −= d

2htTd'

2htC

2a

2htCM sscn

Selesai

Pb < Pn

Asumsi KolomPatah Desak

Pb > Pn

Asumsi KolomPatah Tarik

Kontrol Status~ cb = 0,6.h~ es’ =

~ Ccb = 0,85.f’c.ab.b~ Csb = A’s.(fy-0,85.f’c)~ Tsb = As.fy

~ Pb = Ccb+Csb-Tsb

c.εc

d'c −

Gambar 9.2 Flow chart penulangan kolom bagian 2.

1. Desain Kolom Dengan Cara Numerik Patah Desak

Cara numerik yang akan dipakai adalah dengan cara memakai keseimbangan

gaya-gaya yang bekerja pada potongan kolom. Sebagai bahan kajian dipakai

momen ultimit kolom Mu dan gaya aksial kolom Pu hasil analisis sebelumnya

seperti yang tampak pada Gambar 9.3.

Gambar 9.3 Pu dan Mu kolom

Pu = 355,85

Mu = 93,616 tm

Pn

Mn Mb,Pb

Page 117: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

113

Ec (0,003)

d'

e

Pb

Ts

Cc Cs

ca

b/2

b/2

b

ht/2ht/2

ht

Es

Es'

As As '

Mna = 02,1178,0

616,93==

φMu tm

Pna = 46,54765,085,355

==φPu ton

Eksentrisitas beban e = 21375,046,54702,117

==PnMn m = 21,375 cm

Terdapat beberapa langkah pada proses desain, yaitu :

a. Menentukan Ukuran kolom

Wang dan Salmon (1997) mengatakan bahwa untuk menentukan

ukuran kolom dapat dipakai asumsi awal, yaitu nilai Pn dianggap sementara

sama dengan Pb. Asumsi yang lain adalah pengaruh displaced concrete

diabaikan dan regangan baja desak sudah mencapai regangan leleh. Dipakai Es

= 2100000 kg/cm2 , fy = 400 MPa, f’c = 25 MPa = 255 kg/cm2.

Pada kondisi balance, maka :

cb = hhsc

c

001943,0003,0003,0

+=

+ εεε

= 0,6069 h

Pb = Cc + Cs – Ts

= 0,85.f’c.β1.cb.b + As’.fy – As.fy

= 0,85 . 255 . 0,85 . 0,6069h . b

= 111,8137 b.h

Apabila diambil asumsi h = 0,9 ht, maka :

Pb = 111,8137 . b . 0,9 ht

= 100,6323 b . ht = 100,6323 Ag

Padahal Pb = Pn = 547,46 t , maka :

Ag = =23

6323,10010.46,547 cm

kgkg 5440,2 cm2

Selanjutnya Wang dan Salmon (1977) mengatakan bahwa apabila

dipakai Agc > Ag maka kolom yang dipakai cukup besar. Akibatnya hanya

diperlukan tebal beton desak yang relatif kecil atau Pn < Pb dan masih

memenuhi kebutuhan momen Mn karena eksentrisitasnya e cukup besar

Gambar 9.4 Gaya-gaya Pada Kondisi Balance

Page 118: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

114

Ec (0,003)

d'

e

Pb

Ts

Cc Cs

ca

b/2

b/2

45

d

70

Es <Ey

Es'

As As '

63,75

(ukuran kolom besar). Pada kondisi demikian akan terjadi tension controle dan

sebaliknya. Artinya :

1. Bila Agc > Ag, akan terjadi tension controle

2. Bila Agc > Ag, akan terjadi compression controle

Yang mana Ag adalah kebutuhan luas potongan kolom bila Pn = Pb dan Agc

adalah luas potongan yang dipakai.

Misalnya akan didesain kolom dalam kondisi compression controle,

maka artinya Agc < Ag. Misal dicoba ukuran kolom 45x70, maka Agc = 45.70

= 3150 cm2 ± 72 % Ag. Dipakai baja tulangan D25 (AØ = 4,906 cm2) dengan

jumlah tulangan sebanyak 7 buah tiap sisi, maka luas tulangan As = As’ =

9.4,906 = 44,154 cm2, d = 4 + 1 + ½.2,5 = 6,25 cm.

b. Estimasi Kuat Desak Pn

Untuk keperluan estimasi kuat desak Pn

dipakai rumus pendekatan Whitney, yaitu :

Pn = 5,0

'

'.

18,1..3..'

2 +−

++

dhe

fyAs

heht

htbcf

= 5,0

25,675,63375,21

4080.154,44

18,175,63

375,21.70.370.45.255

2 +−

++

= 8717,0

32,1801482845,2

803250+

= 351608,66 + 206663,2

= 558271,87 kg = 558,27 t

Pn = 558,27 t > Pna = 547,46 t

Estimasi ukuran dan jumlah tulangan

diperkirakan memenuhi syarat.

c. Kontrol Status Patah Desak

Pada hitungan sebelumnya diperoleh cb = 0,6069 h, maka :

cb = 0,6069 . 63,75 = 38,6898 cm ( lihat Gambar 9.4)

εs’ = ccdc ε'− = 002515,0003,0

6898,3825,66898,38

=− > 0,001943

(baja desak sudah leleh)

Gambar 9.5 Gaya-gaya Pada Kondisi Patah Desak

Page 119: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

115

Ccb = 0,85 . f’c . ab . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 38,6898) . 45 = 320765,0 kg

Csb = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255) = 170577,95 kg

Tsb = As . fy = 44,154 . 4080 = 180148,32 kg

Pb = Ccb + Csb - Tsb = 320765,0 + 170577,95 - 180148,32 = 311174,63 kg

= 311,174 t < Pna = 547,46 t

Betul kolom dalam keadaan patah desak (compression controle).

d. Analisis Kolom Patah Desak Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui

Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =

70 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 9D25 pada

masing-masing sisi. Akan dianalisis apakah kolom dengan penulangan

tersebut mampu mengerahkan Mna = 117,02 tm dan Pna = 547,46 t.

Lihat Gambar 9.5. Dalam hal ini e = 21,375 cm, yang akan dicari pertama kali

adalah nilai c.

Cc = 0,85 . f’c . 0,85 . c . b = 0,85 . 255 . 0,85 . c . 45

= 8290,6875 c

Patah desak umumnya baja desak sudah leleh, maka

Cs = As’ (fy – 0,85 f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255)

= 170577,95 kg

Pada kondisi patah desak baja tarik belum leleh, maka

Ts = As .fs = As . εs . Es = sc Ec

chAs .ε⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

= 2100000.003,075,63154,44 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

cc = ( )

cc.2,27817025,17733350 − kg

Dalam hal ini Pn belum diketahui nilainya (yang sudah dihitung adalah Pn dari

pendekatan Withney) dan demikian juga nilai c. Dengan demikian ada dua

nilai yang belum diketahui. Untuk itu harus diadakan eliminasi, yaitu dengan

mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Pn.

ΣM terhadap garis kerja Pn (asumsi e = eksentrisitas awal)

02

'222

.1 =⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −− edhtTsdehtCsehtcCc β

Page 120: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

116

{ } { }( ) 0125,50.2,27817025,17733350

25,6625,1395,170577625,13.425,0.6875,8290

=−

−−−

cc

cc

03,7576526567,11543761863,731235425,3523 23 =−+− ccc

085,21502518,327675294,20 23 =−+− ccc

Melalui penyelesaian persamaan pangkat 3 diperoleh c = 50,2 cm

a = 40,91 cm

Dengan demikian,

Cc = 0,85 . 255 . 50,2 . 45 = 489638,25 kg

Cs = 170577,95 kg

εs = ccch ε− = 000809,0003,0

2,502,5075,63

=−

fs = εs . Es = 0,000809 . 2100000 = 1700,5 kg/cm2 < 4080 kg/cm2

Ts = As . fs = 44,154 . 1700,5 = 75083,78 kg

Pn = Cc + Cs – Ts = 489638,25 + 170577,95 - 75083,78

= 585132,42 kg = 585,13 t > 547,46 t Pn > Pna (memenuhi syarat).

Momen lentur yang dapat ditahan dapat diperoleh dengan mengambil momen

terhadap titik berat potongan.

Mn = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − dhtTsdhtCsahtCc

2'

222

= (489638,25 . 14,545) + (170577,95 . 28,75) + (75083,78 . 28,75)

= 7121788,34 + 4904116,35 + 2158658,675

= 14184563,37 kg cm

= 141,85 tm > 117,02 tm (memenuhi syarat)

Desain kolom sukses!

Ada kemungkinan beberapa ukuran kolom yang dapat dipakai. Apabila

ukuran kolom yang dipakai lebih kecil dari ukuran diatas (45x70cm), maka

konsekuensinya akan diperlukan baja tulangan uang lebih banyak. Misalnya

dalam hal ini agak sedikit dipaksakan (ht balok diperkecil), As dan As’

bertambah, momen nominal sangat mepet, bahkan kurang sedikit) maka hasilnya

adalah seperti yang tampak pada Tabel 9.1.

Page 121: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

117

Tabel 9.1 Beberapa Alternatif Tulangan Kolom

Ukuran Kolom (cm)

Pn (ton)

Mn (tm)

Tul D25

Berat Tulangan

Per m’ kolom (kg)

Volume Kolom (m3)

Harga (Rp.) Harga

Total (Rp.)

Keterangan

Tulangan Beton

7045 585,13 141,85 2 x 9 69,3 0,315 377685 121275 498960

D25 = 3,85 kg/m D22 = 2,98 kg/m D19 = 2,23 kg/m Beton = Rp. 385000/m Tulangan = Rp. 5450/kg

6545 595,4 140,3 2 x 11 87,4 0,292 476330 112612 588942

6045 590,2 124,6 2 x 12 92,4 0,270 503580 103950 607530

Berdasarkan tabel di atas, maka dapatlah dimengerti bahwa :

1. Ketersediaan Pn dan Mn

Pada kondisi patah desak, karena ukuran kolom relatif kecil maka diperlukan

tebal beton desak c yang relatif besar. Pada kondisi ini lengan momen

komponen Cc terhadap titik berat potongan menjadi relatif kecil. Akibatnya

momen yang dapat dikerahkan oleh komponen Cc menjadi relatif kecil atau

mengecil, padahal kontribusi komponen Cc terhadap penyediaan momen

umumnya paling besar dibandingkan dengan kontribusi Cs dan Ts. Oleh karena

itu pada kondisi compression controle pemenuhan kebutuhan momen relatif

lebih sulit daripada pemenuhan kebutuhan gaya aksial (Mn nilainya sangat

mepet terhadap Mna).

2. Harga Beton

Pada tabel di atas tampak jelas bahwa semakin kecil ukuran kolom, maka

kebutuhan tulangannya As dan As’ akan semakin besar. Juga tampak bahwa

harga tulangan dapat mencapai 3 sampai 4 kali dari harga cor beton. Semakin

kecil kolom, maka rasio tersebut akan semakin besar dan harga totalnya juga

semakin mahal. Oleh karena itu ukuran kolom yang relatif kecil secara estetika

mungkin terlihat ramping dan enak dilihat, tetapi secara finansial sebenarnya

struktur tersebut lebih mahal. Gambaran atau contoh di atas dapat dilihat secara

visual seperti yang tampak pada Gambar 9.6.

Page 122: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

118

0

100

200

300

400

500

600

700

55 60 65 70 75

Thou

sand

s

ht kolom

Harg

a

Beton

Tulangan

Strk.Beton

Pada Gambar 9.6 tampak jelas bahwa

harga baja tulangan jauh lebih mahal

daripada harga cor beton. Desain

elemen beton dapat dikombinasikan

antara fungsional, estetika dan harga

sedemikian rupa sehingga aman,

nyaman dan ekonomis.

Untuk proses desain selanjutnya, nilai Mna dan Pna yang dihitung adalah

114,5625 tm dan 437,77 ton. Dianggap nilai-nilai tersebut bekerja pada kolom

yang didesain.

5625,114=aMn tm

77,437=aPn ton

197,26==a

a

PnMn

e cm

20,4350=Ag cm2

315070.45 ==Agc cm2 < Ag

Tulangan 2 x 7D25

34,343=Pb ton < aPn

904,463=Pn ton ~ 327,77 ton

Patah desak

Desain OK

Bila dipakai 70 x 70

490070.70 ==Agc cm2 > 4350,20 cm2

akan terjadi patah tarik, tetapi luas baja

tulangan yang diperlukan akan kecil

yaitu 96,5'== AsAs cm2.

Hanya 0,24 % <400

4,1 = 0,35 %

(batas tulangan minimum)

Hasil desain di atas sementara juga dapat disimpulkan menurut tabel berikut.

Tabel 9.2 Hasil Desain Kolom

Alternatif Ukuran Kolom Ag

(cm2) Tulangan

AgcfPu

.'.φ AgAst

AgAgc

b h n luas 1 45 70 3150 2 x 7 68,684 0,545 2,15 % 72,4 % 2 45 65 2925 2 x 9 89,308 0,587 3,02 % 67,2 % 3 45 60 2700 2 x 11 107,932 0,636 4,00 % 62,0 %

Gambar 9.6 Perbandingan Harga

Page 123: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

119

Di dalam mengestimasi ukuran kolom, sebenarnya juga dapat menggunakan

persamaan berikut ini,

⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

12.

18,13'

2 htefy

hte

cfAgPn g

γ

ρ

ξ

hth

=ξ ; h

dh '−=γ ;

AgAsAs

g'+

Misalnya dipakai :

15,2=gρ %, =ξ 0,9 , =γ 0,9 , 374,0179,26≈≈

hthte maka

( ) ( ){ }905,47408,98

1374,09,0

24080.0215,0

18,1374,09,03

255437770

2

+=

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

+⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛+

+⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= AgAg

2971313,147

437770==Ag cm2 dekat dengan ukuran 45/60 , Ag = 2925 cm2.

2. Desain Kolom Patah Tarik Dengan Baja Desak Belum Leleh

Kriteria patah tarik dan patah desak sudah dibahas dan dipakai pada contoh

sebelumnya. Pada desain kolom persoalannya sedikit berbeda, yaitu apakah kolom

akan didesain dengan ukuran tertentu sehingga masuk dalam kategori patah desak

atau patah tarik. Persoalan akan sedikit membingungkan pada masa transisi antara

keduanya.

Pada kondisi yang ekstrim patah desak (compression controle) akan dijumpai

apabila gaya aksial Pn cukup-sangat besar sedangkan momen lentur nominalnya

Mn relatif kecil. Sebaliknya pada momen nominal yang relatif besar dan gaya

aksial Pn yang relatif kecil maka umumnya akan terjadi patah tarik (tension

controle). Pada umumnya kolom-kolom tingkat bawah akan mengalami patah

desak, sedangkat tingkat-tingkat paling atas kolomnya akan mengalami patah

tarik. Antara patah desak dan patah tarik pada kondisi ekstrim bukanlah

merupakan pilihan dalam desain. Artinya pada patah desak tidak dapat atau tidak

efisien jika dipaksakan menjadi patah tarik dan sebaliknya.

Page 124: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

120

Ec (0,003)

0,85 f'c

Es'

d'CsCc

Ts

ca

~ e ~

Pu

ht/2ht/2

h

b/2

b/2

bAs As '

Contoh : Untuk memenuhi persyaratan kondisi patah tarik, maka diambil kolom

tingkat paling atas pada analisis sebelumnya. Pada analisis tersebut,

yaitu akibat kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kiri maka

diperoleh Mu = 82,32 tm dan Pu = 36,83 ton. Sama seperti contoh

sebelumnya dipakai f’c = 25 Mpa = 255 kg/cm2, baja tulangan dengan fy

= 400 Mpa = 4080 kg/cm2, D25 untuk tulangan pokok dengan Ad =

4,906 cm2, εc = 0,003 dan Es = 2100000 kg/cm2.

Mna = 9,1028,032,82

==φ

Mu tm

Pna = 66,5665,083,36

==φPu tm

e = 61,18166,569,102==

PnMn cm

Sebagaimana pada patah desak, kolom patah tarik ini akan melalui beberapa

tahapan berikut ini.

a. Menentukan Ukuran kolom

Terdapat dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan ukuran

kolom. Cara yang pertama sama dengan cara yang dipakai pada patah desak

yaitu Pna dianggap sama atau disamakan dengan Pb. Pada langkah ini akan

diperoleh luas potongan kolom Ag. Sesuai dengan yang dikatakan

sebelumnya, apabila luas potongan kolom yang dipakai Agc lebih besar dari

Ag, maka akan terjadi patah tarik. Yang menjadi persoalan adalah seberapa

lebih besar Agc terhadap Ag. Oleh karena itu dapat dipakai cara kedua, yaitu

Gambar 9.7 Gaya-gaya Pada Kondisi Patah Tarik

Page 125: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

121

melalui rumus pendekatan Pn yang berdasar pada patah tarik (dengan

anggapan baja desak sudah leleh), yaitu :

1. ( )⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+−+−=

he

hdm

he

hehbcfPn '11211..'85,0

2

ρρ

Dalam hal ini :

8235,18255.85,0

4080'.85,0

===cf

fym , Asumsi 49,1=ρ %, 58,4=he ,

143,0'=

hd .

( )( )( )[ ]⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

+−−+−

+−+−=58,4143,0118235,18

0149,0.258,4158,410149,0.255.85,0566602

Ag

( ) 7,3898067,075,216

56660==Ag cm2 (kalau baja desak sudah leleh)

2. Berdasar Pn = Pb (seperti cara sebelumnya)

fyAsfyAsbCcfPn b .'....'.85,0 1 −+= β

cb = hhsc

c

001943,0003,0003,0

+=

+ εεε

= 0,6069 h ~ 0,6069.0,9ht = 0,5462 ht

htbPn ..5462,0.85,0.255.85,0=

Ag = =2

5462,0.85,0.255.85,056660 cm 562,86 cm2

Hasilnya sangat jauh dengan cara pertama.

Diambil jalan tengah : b = 45 cm Agc = 45.50 = 2250 cm2

ht = 50 cm (kira-kira 4 x 562,86 cm2)

Dipakai As = 6D25 As = As’ = 6.4,906 = 29,4375 cm2

b. Kontrol Status Patah Tarik

Pada hitungan sebelumnya diperoleh cb = 0,6069 h, maka :

cb = 0,6069 . (50-6,25) = 26,558 cm h = ht-d = 50-6.25 = 43,75 cm

εs’ = ccdc ε'− = 00229,0003,0

26,55825,626,558

=− > 0,001943

(baja desak sudah leleh)

Cc = 0,85 . f’c . a . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 26,558) . 45 = 220146,51 kg

Page 126: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

122

Ec (0,003)

0,85 f'c

Es'

d'CsCc

Ts

ca

~ e ~

Pn

50

45As As '

Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 29,4375 (4080 – 0,85 . 255) = 1137724,42 kg

Ts = As . fy = 29,4375 . 4080 = 120105 kg

Pb = Cc + Cs - Ts = 220146,51 + 1137724,42 - 120105

= 213,766 t > Pna = 56,66 t

Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).

c. Kontrol Status Regangan Baja Desak

Ada dua jalur penjajakan, yaitu dicoba baja desak sudah leleh dan baja

desak belum leleh (dengan menggunakan program komputer). Setelah dicoba-

coba ternyata baja desak belum leleh. Hal ini terjadi karena begitu besarnya

eksentrisitas beban e yang mencapai 181,61 cm. Hal ini sekaligus dapat

dipakai sebagai justifikasi bahwa apabila eksentrisitas beban sangat besar,

maka besar kemungkinan kolom patah tarik dengan baja desak belum leleh.

d. Analisis Kolom Patah Tarik Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui

Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =

50 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 6D25 pada

masing-masing sisi.

Cc = 0,85 . f’c . 0,85 . c . b

= 0,85 . 255 . 0,85 . c . 45

= 8290,6875 c

Ts = As (fy – 0,85 f’c)

= 29,4375 (4080 – 0,85 . 255)

= 120105 kg

Cs = As’ .fs = As . εs . Es

= sc Ec

chAs .ε⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

= 610.1,2.003,025,6 29,437 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

cc

= ( )c

c 1153102.3,185456 − kg

Gambar 9.8 Gaya-gaya Pada

Kondisi Patah Tarik

Page 127: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

123

Statik momen gaya-gaya terhadap garis kerja Pn.

02

'22

.2

1 =⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛ −− edhtTsdhteCschteCc

β

( ) ( ){ }

( ){ } 061,18125,625120105

25,62561,1811159102.3,1854562

.85,02561,181.6875,8290

=+−−

−−−

+⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

cccc

02395329658,53913853,12987695425,3523 23 =−−+ ccc

073,67980104,1530597,368 23 =−−+ ccc

Melalui penyelesaian persamaan pangkat 3 diperoleh c = 11,5112 cm

Dengan demikian,

Cc = 8290,6875. 11,5112 = 95435,76 kg

εs = ccdc ε− = 001371,0003,0

5112,1125,65112,11

=−

fs = εs . Es = 001371,0 . 2100000 = 2879,418 kg/cm2 < 4080 kg/cm2

Betul baja desak belum leleh

Cs = 29,4375 . 2879,418 kg = 84762,876 kg

Ts = 120105 kg

Pn = Cc + Cs – Ts = 95435,76 + 84762,876 - 120105

= 60093,636 kg = 60,09 t > 56,66 t Pn > Pna (memenuhi syarat).

Momen lentur yang dapat ditahan dapat diperoleh dengan mengambil momen

terhadap titik berat potongan.

Mn = Pn . e

= 60,09 . 1,816

= 109,16 tm > 102,9 tm (memenuhi syarat)

Desain kolom patah tarik sukses!

3. Desain Kolom Patah Tarik Dengan Baja Desak Sudah Leleh

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, apabila eksentrisitas beban e demikian

besar maka ada kemungkinan kolom akan patah tarik dengan baja desak belum

leleh. Kondisi itu adalah kondisi yang mana momen lentur Mu cukup besar tetapi

gaya aksial Pu relatif kecil. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada kolom-kolom

tingkat teratas.

Page 128: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

124

Pada kolom-kolom tingkat di bawahnya umumnya gaya aksial Pu akan

semakin besar, namun momen lenturnya juga sedikit membesar. Pada kondisi

seperti ini maka kolom mungkin masih dalam kondisi patah tarik tetapi baja

desaknya kemungkinan sudah leleh. Dengan demikian cara patah dengan status

regangan baja desak tampaknya berhubungan dengan konfigurasi / ketinggian /

letak kolom / tingkat.

Gambar 9.9 Zona-zona Status Patah

Contoh : Untuk membahas desain kolom pada kondisi ini dipakai hasil analisis

struktur terdahulu. Misalnya kolom tingkat ke-6 akibat kombinasi beban

gravitasi dan gempa kiri diperoleh Pu = 108,2 t dan Mu = 91,38 tm

(bandingkan dengan Pu dan Mu contoh sebelumnya). Mutu beton dan

baja tulangan masih sama dengan contoh sebelumnya.

Mna = 20,1088,038,91

==φ

Mu tm

Pna = 4615,16665,0

2,108==

φPu tm

e = 619,684615,16620,108

==PnMn cm

lebih kecil daripada e pada contoh sebelumnya

zona patah tarik denganbaja desak belum leleh

zona patah tarik dengan baja desak sudah leleh

zona patah desak dengan baja tarik belum leleh dan baja desak sudah leleh

Mu relatif besarPu relatif kecil

Mu relatif membesarPu relatif besar

Mu cukup besarPu sangat besar

e sangat besar

e mengecil

e sangat kecil

Page 129: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

125

a. Menentukan Ukuran kolom

Senada dengan cara-cara sebelumnya, pertama diasumsikan Pn = Pb

dengan catatan bahwa displaced concrete diabaikan.

fyAsfyAsbCcfPn b .'....'.85,0 1 −+= β

hbcPn b ...85,0.255.85,0=

padahal cb = hhsc

c

001943,0003,0003,0

+=

+ εεε

= 0,6069 h

dan diasumsikan h = 0,9 ht , maka

AghtbPn 6324,100.9,0..6069,0.85,0.255.85,0 ==

056,16546324,100

5,166461==Ag cm2 diperkirakan ht = 65 cm dan ρ = 0,0180

Agar patah tarik maka Agc > Ag

Berdasarkan rumus eksplisit untuk Pn

( )⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+−+−=

he

hdm

he

hehtbcfPn '112119,0..'.85,0

2

ρρ

Dalam hal ini m = 8285,18'.85,0 =cffy ; 0180,0≈ρ ; 615,1≈

he , maka

( )

( )⎪⎪⎭

⎪⎪⎬

⎪⎪⎩

⎪⎪⎨

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟

⎞⎜⎝

⎛−−

+−+−+−=

615,175,58

'25,6118285,18

018,0.2615,11615,11018,0..9,0.255.85,05,166461

2

htb

diperoleh b . ht = 2990,89 cm2

dicoba b = 45 cm, ht = 65 cm, h = 65-6,25 = 58,75 cm

b. Kontrol Status Patah Tarik

Pertama-tama dengan ukuran estimasi b = 45 cm, ht = 65 cm dan baja

tulangan 7D25 akan dicari Pb (Pna < Pb akan terjadi patah tarik).

cb = 6575,3575,58001943,0003,0

003,0=

+=

+h

sc

c

εεε

cm

εs’ = ccdc ε'− = 002474,0003,0

6575,5325,66575,53

=− > 0,001943

(baja desak sudah leleh)

Cc = 0,85 . f’c . a . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 35,6575) . 45 = 295625,31 kg

Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 34,342 (4080 – 0,85 . 255) = 136678,4 kg

Page 130: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

126

Ec (0,003)

0,85 f'c

Es'

d'CsCc

Ts

ca

~ e ~

Pn

58,75

45As As '

Es > Ey

Ts = As . fy = 34,342. 4080 = 140125,5 kg

Pb = Cc + Cs - Ts = 295625,31 + 136678,4 - 140125,5

= 288,18 t > Pna = 166,46 t

Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).

c. Analisis Kolom Patah Tarik Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui

Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =

65 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 7D25 pada

masing-masing sisi.

Diperkirakan baja desak sudah leleh

apabila displacesd concrete diabaikan

Pn = TsCsCc −+

Pn = fyAsfyAsbacf .'...'.85,0 −+

a = 45.255.85,05,166461

.'.85,0=

bcfPn

= 0664,17 cm

c = 0781,2085,0

0664,17

1

==βa cm

εs’ = ccdc ε− = 003,0

0781,2025,60781,20 −

= 0,002066 > 0,001943

Betul baja desak sudah leleh

Sebagaimana telah ditulis sebelumnya dengan mengambil statik momen gaya-

gaya terhadap garis kerja Cc maka,

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

2..'

2.'.

22ahfyAsdafyAsahtePn

= ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+− '

22. daahfyAs

As = ( )'22

dhfy

ahtePn

−⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

Gambar 9.10 Keseimbangan Gaya-gaya

Page 131: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

127

Mulai

Data (y = ht/2) fy f’c b h Ag

Mulai

Diagram Interaksi

ρ

Kondisi lentur murni (titik E)

( ) ( )ydTd'yC2

0,85cyCM

.AT .A'C .0,85c.b0,85.C

.ε.Ec

d'cf'

0TCC

sscn

ss

sss

c

css

ssc

−+−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

==

=

−=

=−+

y

c

fff'

Kondisi P max (titik A)( ){ }ststgmak .AAA0,85.0,8P yc ff' +−=

Kondisi patah tarik (titik D)

( )

( ) ( )ydTd'yC2

yCM

TCCP .fAT 0,85.f'.AC

.b.0,85.C

.ε.Ex

xdf

.ε.Ex

d'xf'

x x

sscn

sscn

sss

sss

c

css

css

b

−+−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

−+==

−==

−=

−=

<

a

f'af'

c

c

Kondisi patah desak (titik B)

( )

( ) ( )ydTd'yC2

yCM

TCCP .fAT 0,85.f'.A'C

.b.0,85.C

.ε.Ex

xdf

.ε.Ex

d'xf'

x x

sscn

sscn

sss

sss

c

css

css

b

−+−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

−+==

−==

−=

−=

>

a

f'af'

c

c

Kondisi seimbang (titik C)

( ) ( )ydTd'tC2

y.CM

TCCP 0,85.x

.dEε

.Eε x

sscn

sscn

b

sc

scb

−+−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

−+==

+=

a

a

f y

As = ( ){ }( )'25,675,584080

25,65,32619,685,166461−

−−

As = 34,70 cm2 ~ 34,342 cm2

dipakai 7D25, As = 34,342 cm2

B. DESAIN KOLOM DENGAN CARA GRAFIS (DIAGRAM Mn-Pn)

Pada desain kolom dengan cara grafis atau menggunakan diagram Mn-Pn,

tahapan analisisnya dapat dilihat pada Gambar 9.11.

Gambar 9.11 Flow chart Diagram Interaksi Mn-Pn

Mn

B

A

C

DE

Pn

Page 132: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

128

1. Kolom Pendek Dengan Beban Sentris

Kuat desak nominal (Pno) suatu kolom pendek adalah kuat desak

nominal/teoritik suatu kolom akibat beban sentris (beban aksial tepat berada pada titik

berat potongan). Walaupun kondisi seperti ini sangat jarang terjadi, namun demikian

kondisi ini merupakan bagian dari bahasan kolom beton secara keseluruhan.

Sedangkan istilah ultimit yang dimaksud adalah kondisi yang mana tegangan bahan

baik baja tulangan maupun beton mencapai tegangan ultimit (baja tulangan mencapai

tegangan leleh, tegangan desak beton mencapai tegangan maksimum) akibat adanya

beban maksimum Pno.

Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian-penelitian

terdahulu (Richard dan Brown 1934, Hognestad, 1951) tegangan desak beton

maksimum dapat diambil sebesar 0,85 f’c. Karena beban desak bersifat sentris, maka

baik baja desak maupun baja tarik dianggap secara bersama-sama mencapai tegangan

leleh fy. Pada hitungan kolom, luasan beton yang ditempati baja tulangan (displaced

concrete) ada yang diperhitungkan (lebih teliti) namun ada juga yang

mengabaikannya.

Pada Gambar 9.12.a) potongan

suatu kolom dibebani oleh beban

titik secara sentris. Gambar

9.12.b) adalah potongan vertikal

dan letak beban. Gambar 9.12.c)

adalah tegangan-tegangan yang

terjadi. Karena beban bersifat

sentris, maka tegangan desak

beton menjadi terbagi rata.

Menurut keseimbangan gaya-

gaya vertikal, maka diperoleh :

21 CsCsCcPno ++= ........... 9.1

Gambar 9.12 Potongan Kolom

ht = 60

b = 40

Pn0

Cs1 Cc Cs2

0,85 f’c

Page 133: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

129

Sedangkan,

htbcfCc ..'.85,0= ............. 9.2.a

( )cffyAsCs '.85,011 −= ............. 9.2.b

( )cffyAsCs '.85,0'2 −= ............. 9.2.c

Subtitusi persamaan 9.2 ke dalam persamaan 9.1 akan diperoleh,

( )( )cffyAsAshtbcfPno '.85,0..'.85,0 '21 −++= ............. 9.3

Yangmana ht adalah lebar kolom, b adalah tebal kolom, As1 dan As’2 adalah luasan

baja tulangan kiri dan kanan.

Contoh : Misalnya kolom seperti Gambar 9.12 memiliki lebar ht = 60 cm, tebal kolom

b = 40 cm. Kolom memiliki 6D25 dimasing-masing sisi dengan tegangan

leleh fy = 400 MPa. Dipakai mutu beton f’c = 25 Mpa. Akan dihitung nilai

Pno.

4524,29906,4.65,2..41.6 2'

21 ==⎟⎠⎞

⎜⎝⎛== πAsAs cm2

400=fy Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2

25' =cf Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2

oPn = ( )( )cffyAsAshtbcf '.85,0..'.85,0 '21 −++

= ( )( )255.85,040804624,294624,2960.40.255.85,0 −++

= 9686,7477639686,2275630,520500 =+ kgf

oPn = 747,7639 tf

Di dalam gambar Pno = 747,7639 tf dan Mno = 0 (beban senttris) ditunjukkan oleh

titik A.

Latihan :

Untuk mengetahui pengaruh mutu material terhadap kuat desak nominal ultimit suatu

kolom, maka dapat diplot dalam grafik :

a. Hubungan antara f’c (variabel bebas) dengan Pno

b. Hubungan antara Ast (variabel bebas) dengan Pno

c. Hubungan antara fy teoritik lawan Pno

Diskusikan hasilnya.

Page 134: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

130

2. Kolom Pendek Dengan Beban Eksentris Satu Arah

(eccentrically loaded short column with uniaxial bending)

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, kolom pendek dengan beban sentris

sangat jarang terjadi. Sesuatu yang sangat umum adalah kolom pendek dengan beban

eksentris, yaitu beban yang mempunyai eksentrisitas e terhadap pusat berat potongan

kolom. Letak beban eksentris itu dapat diperoleh dengan memakai hubungan M = P.e,

yangmana M adalah momen.

A r a h G e m p a

A

K o l o m

a. D e n a h

P uM u

A r a h G e m p a

P ue

e x

P u

b. B e b a n K o l o m c. B e b a n e k s e n t r i s U n i a k s i a l

Gambar 9.13 Kolom Eksentris Uniaksial

Gambar 9.13.a) adalah denah struktur bangunan. Akibat beban gravitasi dan

beban gempa. Kolom A misalnya harus mendukung gaya aksial Pu dan momen Mu

sebagaimana yang tampak pada Gambar 9.13.b). Mengingat adanya hubungan M =

P.e, maka beban aksial Pu yang bekerja secara sentris dan Mu dapat

ditransformasikan menjadi beban aksial Pu yang bekerja dengan eksentrisitas e. Hal

ini seperti yang tampak pada Gambar 9.13.c).

Page 135: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

131

Pada Gambar 9.13.c) walaupun Pu bekerja dengan eksentrisitas sebesar ex,

namun demikian tetap uniaksial karena ey = 0. dengan perkataan lain momen hanya

bekerja pada satu arah yaitu arah x, Mx. Mengingat yang ditinjau adalah momen pada

arah sumbu x, maka letak tulangan juga hanya dikonsentrasikan ditepi-tepi luar atau

sisi-sisi luar arah x.

Analisis Kolom Persegi

Analisis kolom yang dimaksud adalah menghitung dan mendiskusikan kuat

desak nominal Pn apabila ukuran, mutu bahan dan eksentrisitas beban e diketahui.

Cara lain dalam analisis kolom adalah mencari nilai eksentrisitas e dan momen

nominal Mn apabila kuat desak nominal Pn, ukuran kolom dan kuantitas serta kualitas

bahan diketahui. Cara yang pertama agak sedikit panjang karena akan menuju

persamaan pangkat tiga yang penyelesaiannya kurang praktis. Oleh karena itu cara

yang kedua umumnya banyak dipakai karena leih sederhana, yaitu menuju pada

persamaan kwadrat.

Untuk memulai analisis, maka dipakai model potongan kolom seperti yang

tampak pada Gambar 9.14. Pada umumnya tulangan kolom merupakan tulangan

kembar atau simetri, artinya luas tulangan salah satu sisi sama banyak/luasnya dengan

tulangan disisi lain. Apabila demikian, maka titik berat potongan (plastic centroid)

akan berada di tengah-tengah.

Gambar 9.14.a) adalah kolom

persegi yang dibebani dengan beban

nominal Pn. Dengan memakai hukum-

hukum keseimbangan maka beban

nominal Pn akan mempunyai

eksentrisitas e tertentu.

Apabila e sangat kecil maka

persoalannya akan mendekati sifat kolom

pendek dengan beban sentris seperti

dibahas sebelumnya. Pada kondisi

tersebut akan terjadi rusak desak

(compression controle), karena semua

bahan mengalami tegangan desak.

Kondisi seperti ini umumnya terjadi pada Gambar 9.14 Potongan Kolom

Ec

0,85 f'c

Es'

CsCc Ts

c

a

~ e ~Pn

ht

bAs As '

E s

d’hd z z

Page 136: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

132

beban Pn yang cukup besar sedangkan momennya relatif kecil.

Pada kondisi sebaliknya, yaitu pada eksentrisitas yang besar maka lentur

menjadi dominan. Pola kerusakan yang terjadi adalah rusak tarik (tension controle).

Kondisi seperti ini terjadi apabila momen yang terjadi cukup besar tetapi beban

desaknya relatif kecil. Diantara kedua ekstrem tersebut akan terjadi kondisi berimbang

(balance condition). Kondisi berimbang yaitu kondisi yangmana saat regangan desak

beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai leleh.

Pada compression controle umumnya tebal beton desak c pada Gambar

9.14.b) cukup besar. Pada kondisi tersebut umumnya baja desak sudah leleh dengan

tegangan leleh fy, namun demikian baja tarik belum leleh, dengan tegangan sebesar

fs. Pada kondisi tersebut berarti bahwa,

bacfCc ..'.85,0= ............. 9.4.a

( )cffyAsCs '.85,0' −= ............. 9.4.b

fsAsTs .= ............. 9.4.c

Oleh karena itu keseimbangan gaya-gaya vertikal akan menghasilkan,

TsCsCcPno −+=

( )( )cffyAsAshtbcfPno '.85,0..'.85,0 '21 −++= ............. 9.5

Yangmana nilai fs adalah,

ss Efs .ε=

sc Ec

chfs .ε⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

= ............. 9.6

Dengan mengambil momen terhadap plastic centroid maka

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −= dhtTsdhtCsahtCcePn

21'

21

221. ............. 9.7

Pada kondisi tension controle umumnya Pn relatif kecil, e cukup besar

sehingga tebal beton desak c relatif kecil. Pada kondisi tersebut baja tarik pasti leleh

dengan tegangan fy, sedangkan baja desak masih ada 2 kemungkinan, mungkin sudah

leleh, mungkin belum leleh. Hal ini akan bergantung pada nilai c. Sebagaimana pada

balok, pergeseran nilai c akan berakibat pada status kerusakan (rusak desak atau rusak

tarik).

Page 137: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

133

Pada Gambar 9.15 tampak jelas

bahwa nilai c > cb maka εs < εy dan

sebaliknya.

Pno A

Pn, maks

Pb

PT D

B(Pb,Mb)

Mo

e=0

CompressionFailure

e=eb

e= MMb

CompressionFailure

e P

cs

c c> c b , P n > P b , e < e b

ycb

c

s >c

c

y

c < c b , P n < P b , e > e b

Gambar 9.16 Kondisi-kondisi Pada Diagram Interaksi Mn-Pn

Apabila kondisi-kondisi kerusakan tersebut digambar, maka yang terjadi

adalah diagram interaksi seperti yang tampak pada Gambar 9.16. Titik A adalah titik

yang menunjukkan kuat desak nominal ultimit Pno dengan eksentrisitas e = 0 atau

beban sentris. Pada kondisi tersebut tidak terjadi momen pada kolom atau M = 0. Titik

B adalah titik yang merupakan koordinat kondisi berimbang (balance) dengan gaya

aksial dan momen masing-masing adalah Pb dan Mb. Sedangkan titik C adalah

Gambar 9.15 Diagram failure

ɛy ɛs

ɛcu

Tension Failure

Compression Failure c > cb, Pn > Pb, e < eb, ɛs < ɛy

c < cb, Pn < Pb, e > eb, ɛs > ɛy

cb

ɛs’

Page 138: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

134

kebalikan dari titik A, yaitu tidak adanya gaya aksial atau Pn = 0 tetapi ada kuat lentur

sebesar Mo. Selanjutnya titik D adalah titik yangmana seluruh kolom dalam keadaan

tarik, sehingga PT adalah kuat tarik kolom

Daerah A-B adalah daerah compression failure atau daerah rusak desak.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, pada daerah ini gaya aksial Pn cukup besar,

sehingga memerlukan daerah beton desak c yang lebih besar. Dalam hal ini c > cb

karena Pn > Pb. Akibatnya baja tarik belum mencapai tegangan leleh εs < εy.

Sementara itu daerah B-C adalah daerah yang gaya aksial Pn relatif kecil dengan

momen yang cukup besar. Dalam hal ini Pn < Pb dan c < cb, sehingga regangan baja

tarik jelas sudah leleh atau εs > εy.

3. Kondisi Balance Pada Kolom Pendek

Perlu diingat bahwa kondisi balance adalah kondisi yangmana saat regangan

desak beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai

leleh. Untuk membahas masalah ini maka dipakai kolom dengan ukuran yang sama

dengan contoh terdahulu dengan f’c = 25 Mpa. Tegangan leleh baja tulangan fy = 400

MPa dengan modulus elastik Es = 2100000 kg/cm2. Regangan desak baja εcu = 0,003. ht = 60 cm

b =

40 c

m

As As'

h = 53,75 cmdd'

Pb

a b

c

E y cb E y

E cE s

E c

ebPb

Cc CsTs

Gambar 9.17 Kolom Pendek Kondisi Balance

Page 139: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

135

Ad = 9087,454,2..41 2 =π cm2

25' =cf Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2

400=fy Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2

4524,29908,4.6' === AsAs cm2

25,625,114' =++== dd cm

001943,02100000

4080==sε

Berdasarkan Gambar 9.17, maka dengan memperhatikan Δ abc :

scc

b hcεεε +

=

hc

sc

cb εε

ε+

= ........... 9.8

Dengan memperhatikan keseimbangan gaya-gaya vertikal, maka :

TsCsCcPb −+= ........... 9.9

Yangmana,

bacfCc b ..'.85,0= ............. 9.10.a

( )cffyAsCs '.85,0' −= ............ 9.10.b

fyAsTs .= ............. 9.10.c

Subtitusi persamaan 9.10 ke dalam persamaan 9.9, maka akan diperoleh :

( ) fyAscffyAsbacfP bb .'.85,0..'.85,0 −−+= ............. 9.11

Eksentrisitas eb dapat diperoleh dengan mengambil jumlah momen terhadap titik berat

potongan.

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −= dhtTsdhtCsahtCceP bb 2

1'21

221. ............. 9.12

Menurut persamaan 9.8, maka :

4691,325,53.6069,05,53001943,0003,0

003,0==

+=bc cm

598,274691,32.85,0.85,0 === bb ca cm

εs’ = ccdc ε− = 003,0

4691,3225,64691,32 − = 0,00242 > 0,001943 baja desak leleh

Page 140: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

136

Maka menurut persamaan 9.11

( ) 4080.4524,29255.85,040804524,2940.598,27.255.85,0 −−+=bP

= 240,8485 t + 113,7819 t – 120,1679 t = 234,4647 t

Eksentrisitas beban eb dapat dicari dengan menggunakan persamaan 9.12.

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −= 0625,06,0

211679,1200625,06,0

217819,113

22759,06,0

218485,240. seP bb

= 39,0295 + 27,0232 + 28,539 = 94,5925 tm

bbb ePM .=

4034,04647,234

5925,94===

b

bb P

Me m = 40,3440 cm dari titik berat kolom.

Mb = 94,5925 tm dan Pb = 234,4647 membentuk suatu koordinat kondisi balance

yang ditunjukkan oleh titik B pada Gambar 9.16.

4. Kondisi Patah Desak Bila Eksentrisitas Beban Diketahui

Untuk menentukan jenis patah ada 3 kriteria yang dapat dipakai. Kriteria yang

dimaksud adalah beban/gaya aksial Pn, eksentrisitas beban e dan tebal beton desak c.

Untuk jenis patah desak, maka berarti bahwa :

• P > Pb

• e < eb

• c > cb

Hal tersebut sangat jelas dapat dilihat pada diagram interaksi Mn-Pn pada kolom

seperti yang tampak pada Gambar 9.16. Kriteria yang mana yang akan dipakai

bergantung pada kondisi yang diberikan. Dari kriteria-kriteria di atas maka akan

diketahui kriteria yang mana yang paling mudah dipakai. Berikut ini akan

disampaikan contoh pemakaian dari ketiganya.

Pada perhitungan kolom patah desak dengan eksentrisitas beban diketahui ini

dipakai potongan kolom, mutu bahan dan luas tulangan sama seperti contoh

sebelumnya. Misalnya dalam hal ini eksentrisitas beban aksial e = 22,5 cm.

Pada bahasan sebelumnya eb = 40,34 cm. Berarti bila e < eb, maka akan terjadi

patah desak. Pada patah desak tebal beton desak cukup besar sehingga c > cb. Hal ini

berarti baja tarik belum leleh.

Komponen-komponen gaya yang bekerja pada potongan :

bccfCc ...'.85,0 1β=

Page 141: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

137

= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg

( )cffyAsCs '.85,0' −= baja desak sudah leleh

= 29,4375 ( ) 4219,113724255.85,04080 =− kg

ss EAsfsAsTs ... ε==

= 2100000.003,075,534375,29. ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

ccE

cchAs scε

= ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

cc25,185456438,9968273 kg

h t = 6 0 c m

b =

40 c

m

A s A s '

h = 5 3 ,7 5 c mdd '

E s c

E cE s '

e

C c C s

T s

P n

5 3 ,7 5 -c

5 3 ,7 5 -c 2 2 ,5 7 ,5P n

6 ,2 5

a = ß 1 .c

Gambar 9.18 Kolom Pendek Kondisi Patah Desak

Dalam hal ini beban Pn belum diketahui dan tebal beton desak c juga belum diketahui.

Untuk itu harus ada eliminasi. Untuk tujuan eliminasi maka diambil momen terhadap

kedudukan Pn.

Page 142: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

138

( ) ( )

( ) ( )

09548,1471981976,26936470,170563,85773515,4610326465275,14215525,552710375,3132

025,4625,185456438,996827325,1442,1137245,7425,05,7369

05,2275,2325,65,75,72.

23

23

1

=−+−

=+−−−

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−−−

=+−−−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

cccccc

cccc

TsCscCc β

Melalui penyelesaian persamaan pangkat tiga diperoleh c = 40,6033 cm,

a = 34,5128 cm.

Dengan diperolehnya c, maka :

bccfCc ...'.85,0 1β=

= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg

Cs = 4219,113724 kg

εs = 003,06033,40

6033,4075,53 − = 0,00097

839,20392100000.00091,0 ==fs kg/cm2

772,60047839,2039.4375,29. === fsAsTs kg

9026,352772,600474219,11372402,299266 =−+=−+= TsCsCcPn ton

4031,79225,0.9206,352. === ePnMn tm

Nilai Mn juga dapat diperoleh dengan menghitung momen gaya-gaya internal yang

bekerja terhadap titik berat potongan.

( ) ( ) 4031,7975,2325,63025128,3430 =−−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −= TsCsCcMn tm

Nilai Pn = 352,906 ton

Mn = 79,4031 tm

Hitungan juga dapat dilakukan bila yang diketahui adalah Pn.

Misalnya Pn = 352,906 ton > Pb, maka akan terjadi patah desak. Sama seperti contoh

sebelumnya baja tarik belum leleh. Dengan memakai gambar/diagram gaya-gaya

seperti contoh sebelumnya, maka :

bccfCc ...'.85,0 1β=

= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg

( )cffyAsCs '.85,0' −=

Page 143: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

139

= 29,4375 ( ) 4219,113724255.85,04080 =− kg

ss EAsfsAsTs ... ε==

= 2100000.003,075,534375,29. ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

ccE

cchAs scε

= ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

cc25,185456438,9968273 kg

Keseimbangan gaya-gaya vertikal maka :

TsCsCcPn −+=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−+=−+=c

ccTsCsCc 25,185456438,99682734219,1137245,73699026,352

0438,9968273328,537225,7369 2 =−− cc

0639,13522898,72 =−− cc 2

639,1352.1.42898,72898,7 2 ++=c

6033,40=c cm ; 5128,34.85,0 == ca cm

bccfCc ...'.85,0 1β=

= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg

Cs = 4219,113724 kg

εs = 003,06033,40

6033,4075,53 − = 0,00097

839,20392100000.00091,0 ==fs kg/cm2

772,60047839,2039.4375,29. === fsAsTs kg

9026,352772,600474219,11372402,299266 =−+=−+= TsCsCcPn ton

4031,79225,0.9206,352. === ePnMn tm

Bila estimasi nilai c yang dilakukan

Unttk keperluan analisis, nilai c kadang–kadang diestimasi terlebih dahulu, baru Mn,

Pn, dan e dicari. Misal diestimasikan nilai c = 40,6033 cm, maka :

bccfCc ...'.85,0 1β=

= 0,85.255.0,85.40,6033.40 = 299226,02 kg

( )cffyAsCs '.85,0' −=

= 29,4375 ( ) 4219,113724255.85,04080 =− kg

εs = 003,06033,40

6033,4075,53 − = 0,00097

Page 144: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

140

839,20392100000.00091,0 ==fs kg/cm2

772,60047839,2039.4375,29. === fsAsTs kg

Keseimbangan gaya vertikal :

Pn = Cc + Cs – Ts

= 299226,02 + 113724,422 - 60047,7694 = 352902,6 kg

( ) ( ) 4031,7975,2325,63025128,3430 =+−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −= TsCsCcMn tm

e = Mn / Pn = 79,4031 / 352,9026 = 0,225 m = 22,5 cm

Berdasar hasil–hasil diatas ternyata diperoleh hasil bahwa :

1. Bila eksentrisitas beban e yang diketahui, maka analisis akan melalui

persamaan dalam c pangkat – tiga.

2. Bila yang diketahui / eksentrisitas adalah Pn, maka analisis akan melalui

persamaan dalam c pangkat – dua.

3. Namun apabila yang diketahui / eksentrisitas adalah c, maka tidak ada

persamaan yang harus diselesaikan.

5. Kondisi Lentur Murni (Pn=0)

Pada kondisi lentur murni, kolom yang dibahas akan berperilaku sebagaimana

lentur murni pada balok. Karena tulangan yang dipasang adalah tulangan simetri

maka baja desak jelas belum leleh. Oleh karena itu analisis sama seperti pada analisis

balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.

As = As’ = 29,4375 cm

b = 40 cm

h = 53,75 cm

baja tarik → leleh

baja desak → belum leleh

=== 40..255.85,0..'.85,0 abacfCc 8670a kg

1201054080.4375,29. === fyAsTs kg

Gambar 9.19 Kolom Pendek Kondisi Lentur Murni

Sama dengan cara sebelumnya

c

b

h

As

As’

ɛc ɛs’

ɛy Ts

a= β1c CcCs

Page 145: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

141

ss EAsfsAsCs ..'. ε==

= 2100000.003,0'.4375,29.'' 1 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

adaE

cdcAs sc

βε

= ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aa 3281,98523625,185456 kg

Keseimbangan gaya-gaya horizontal

Cc + Cs – Ts = 0

a8670 + - 120105 = 0

28670a + a25,65351 – 120105 = 0 2a + a5376,7 – 113,637 = 0

a =2

637,113.1.45376,75376,7 2 ++−

= 7,5379 cm

c = 1β

a = 8,8681 cm

εs’ = ⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛ −8681,8

25,68681,8 .0,003 = 0,0008856 < εy = 0,001943

fs = εs . Es = 0,0008856 x 2,1.106 = 1859,9408 kg / cm2 < 4080 kg / cm2

Cc = 8670 . 7,5379 = 65353,593 kg

Ts = 29,4375 . 1859,9408 = 54752,007 kg

Mn = ( )'2

dhTsahCc −+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ − = 32,6644 + 26,1072 = 58,6751 tm

Pn = 0 → e = Mn/Pn = ∞

6. Kondisi Patah Tarik (Tension Failure)

Pada kondisi ini, beban aksial yang bekerja Pn relatif kecil, tetapi dengan

eksentrisitas yang besar. Akibatnya tebal beton desak c relatif kecil dan mungkin saja

baja desak belum leleh, namun baja tarik jelas sudah leleh. Sekali lagi kondisi patah

tarik (tension failure) apabila Pn < Pb, e > eb atau c < cb.

Sebagaimana contoh sebelumnya, analisis akan lebih mudah apabila bilangan

yang diketahui adalah tebal beton desak c. Untuk itu dipakai bahasan kolom yang

sama seperti contoh sebelumnya.

aa 3281,98523625,185456 −

Page 146: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

142

h t = 6 0 c m

b =

40 c

m

A s A s '

2 3 , 7 56 , 2 5 6 , 2 5

E s c = 2 5

E cE s '

e

C c C sT s

P n

5 3 ,7 5 - c

6 , 2 5

2 3 ,7 5

e P n

Misal ditinjau c = 25 cm, a = 21,25 cm.

εs’= ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

2525,625 .0,003 = 0,00225 > εy

Baja desak sudah leleh

εs = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

252575,53 .0,003 = 0,00345 >> εy

Baja tarik sudah leleh

40.25.85,0.255.85,0..'.85,0 == bacfCc

= 184237,5 kg

( )cffyAsCs '.85,0' −=

= 29,4375 ( )255.85,04080−

= 4219,113724 kg

1201054080.4375,29. === fyAsTs kg

Pn = Cc + Cs – Ts

= 184237,5 + 4219,113724 - 120105 = 177856,9219 kg

= 177,856 ton

Gambar 9.20 Kolom Pendek Kondisi Patah Tarik

Page 147: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

143

( ) ( )25,63025,6302

30 −+−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −= TsCsaCcMn

= 3569601,5625 + 2700955,0201 + 2852493,75 = 9123050,3326 kg cm

= 91,230 tm

e = Mn / Pn = 91,230 / 177,856 = 0,5129 m = 51,29 cm

Page 148: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

144

Gambar 9.21 Diagram Interaksi Mn-Pn

Diketahui : Pn = 547,46 ton

Mn = 117,02 tm

Diagram Interaksi seperti Gambar 9.21 (untuk ukuran kolom 45/70 cm, f’c = 25

kg/cm2, fy = 400 Mpa , εc = 0,003, Es = 2100000 kg/cm2)

Diminta : Baja Tulangan yang diperlukan

Penyelesaian :

1. Diperkirakan Pn = 547,46 t di sb.-y, kemudian tarik garis ke kanan

2. Diperkirakan Mn = 117,02 tm di sb-x, kemudian di tarik ke atas

3. Diperkirakan kadar tulangan Rho = As/bh dipertemuan kedua garis tsb, diperoleh

Rho = 1,35 % As = 0,0135. 45 . 68,75 = 41,765 cm2

Dipakai 9D25 As = 44,154 cm2 > 41,765 cm2

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

1100

1200

1300

1400

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260

Mn (tm)

Pn (t

on)

a

epsi s

Cs Cc Ts

c

Pn

epsi c

ht

b As A's

Pn = 547,46

Mn = 117,02

1,1

11,5

2,02,5

3,

Page 149: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

145

C. BAHASAN KOLOM PENDEK DENGAN CARA ANALITIK

Bahasan kolom yang dimaksud adalah membahas hal-hal yang berkaitan

dengan persoalan kolom, misalnya penentuan luas tulangan ataupun penentuan beban

nominal Pn suatu kolom. Kolom pendek adalah kolom yang kekuatannya tidak

dipengaruhi oleh kelangsingan atau slenderness ratio. Sedangkan cara analitik yang

dimaksud adalah bahasan yang dilakukan berdasarkan simbol-simbol matematik yang

digunakan pada persoalan kolom. Cara analitik ini bersifat eksak, teliti, namun agak

sedikit kompleks.

Dengan memakai cara analitik, perhitungan-perhitungan dapat lebih straight

forward atau lebih langsung menuju hasil dibandingkan dengan cara numerik. Namun

demikian cara analitik ini mempunyai resiko/bahaya yang sangat menghawatirkan,

yaitu kemungkinan hilang/tidak diketahuinya mekanisme kerja gaya-gaya yang

bekerja pada kolom. Hal ini terjadi karena yang dipakai langsung adalah rumus jadi

atau closed form formula, tidak melalui tahapan-tahapan penyelesaian yang

berdasarkan pada kesetimbangan gaya-gaya. Oleh karena itu cara analitik ini hanya

disarankan untuk dipakai bagi yang benar-benar telah menguasai struktur beton.

Untuk tujuan belajar cara numerik lebih baik dipakai karena penyelesaian persoalan

kolom akan melalui tahapan keseimbangan gaya-gaya.

Terdapat banyak kemungkinan bahasan yang dapat dilakukan yang

berhubungan dengan persoalan kolom. Kemungkinan-kemungkinan itu adalah sebagai

berikut :

1. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak sudah leleh

2. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak belum leleh

3. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak tak berfungsi

4. Kondisi kolom patah desak dengan tulangan tarik belum leleh

5. Kondisi kolom patah desak dengan dua-duanya tulangan desak

6. Kondisi kolom patah desak dengan tulangan desak dan tarik leleh.

1. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Sudah Leleh

Sebagaimana bahasan sebelumnya, pada kolom patah tarik ini, tulangan tarik

jelas sudah leleh. Pada kondisi ini tulangan desak dianggap sudah leleh. Kondisi

seperti ini akan dicapai apabila tebal beton desak bcc > , namun nilai c masih relatif

besar.

Page 150: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

146

h t

b

A s A s '

hd d '

E s c

E cE s '

e

C c C sT s

P n

e P n

Gambar 9.22 Kolom Pendek Patah TarikDengan Tulangan Desak Sudah Leleh

Anggapan pada kondisi ini adalah :

1. baja desak dianggap sudah leleh

2. tulangan kolom bersifat simetri, AsAs ='

Pada kondisi tersebut berarti bahwa

Cc = 0,85 f’c .a .b ....… 9.13.a

Cs = As.fy

(displaced concrete diabaikan) …. 9.13.b Ts = As . fy ...… 9.13.c

Persamaan keseimbangan :

Pn = Cc + Cs - Ts

= (0,85 f’c . a . b) + (As.fy) - (As.fy)

Pn = 0,85 f’c . a . b ....... 9.14.a

bcf Pn a

×=

'.85,0 ....... 9.14.b

Diambil momen terhadap garis kerja Cc, maka

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

nhte = As’. fy +⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − 'd

2a As ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

2ah fy

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

nhte = As . fy ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+ 'd

2a

2ah

= As . fy (h -d’)

Page 151: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

147

As = )'dh(fy2a

2htePn

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

…………………..... 9.15

Apabila Pn, ukuran dan properti material diketahui, maka tebal beton desak ekivalen a

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.14.b). Selanjutnya luasan baja

tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.15.

2. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh

Pada kondisi ini nilai C relatif kecil sehingga beton desak belum leleh. Wang

dan Salmon (1979) mengatakan bahwa bila ukuran kolom terlalu besar (lebih besar

dari kebutuhan pada kondisi balance) maka kolom akan terjadi patah tarik. Oleh

karena itu kebutuhan ukuran beton pada kondisi balance menjadi referensi saat

menentukan ukuran kolom. h t

b

A s A s '

hd d '

E s c

E c uE s '< E y

e

C c C sT s

P n

e P n

Gambar 9.23 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh

Anggapan yang di ambil adalah :

1. baja desak dianggap belum leleh

2. tulangan kolom bersifat simetri, AsAs ='

Senada dengan sebelumnya :

Cc = 0,85 f’c . a . b ....… 9.16.a

Ts = As . fy ....… 9.16.b

Page 152: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

148

Cs = As . fy = As. sε .Ε s ....…9.16.c

Persamaan keseimbangan gaya-gaya :

Pn = Cc + Cs - Ts

= (0,85 f’c . a . b) + (As . cε . Ε s)- (As . fy)

= (0,85 f’c . a . b) + As . ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

a'd.a 1β

cε . Ε s - (As . fy)

Pn - 0,85 f’c . a . b = As ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −Ε−Ε

a.'... . .. 1cc afydssa βεε

As = '....).(

..'.85,0(

1cc dsafysbacfPnaβεε Ε−−Ε

− …………………….......… 9.17

Dengan mengambil momen terhadap garis kerja Cc maka akan diperoleh,

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

nhte = As . fy ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

2ah + As . ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

a'd.a 1β

cε . Ε s. ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ − 'd

2a

a. Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

nhte = As ⎥

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − '

2)'.....(

2. 1 dadEsaEsahfya cc βεε

= As ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−+− 2

11

22

'...2

'....'...

2..

2... dEs

adEsdaEs

Esafyahfya cc

cc βε

βεε

ε

= As ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟

⎞⎜⎝

⎛ −−−+⎟

⎞⎜⎝

⎛ − 21

2 '...2

.'...

2.

dEsafyEs

dEshfyafyEs

cc

cc βε

εε

ε

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

za

zhte = As { }[ ]2.'')'(2)( 2

112 dEsadEsEsdfyhafyEs cccc βεβεεε +−−+−

As = { } 211

2 '...2'...)'...(2).(22

..2

dEadEdEhfyafyE

ahtPna

scscscsc βεβεεε

ε

+−−+−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

………. 9.18

Apabila diperhatikan maka persamaan 9.17 sama dengan persamaan 9.18 maka,

{ } 21sc1scscc1scc d'...E2εa.d'..Eε).d'.Eε2(fy.hfy)a2.(ε

)2a

2ht2.a.Pn(e

.d'.β.Eεfy)a.(εc.a.b)0,85.f'a(Pn

ββ +−−+−

−+=

−−−

ss EE

……………..……… 9.19

Persamaan 9.19 mengandung pembilang dalam a baik ruas kiri dan ruas kanan

sehingga saling dapat dieliminasi. Selanjutnya persamaan tersebut akan menghasilkan

Page 153: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

149

persamaan a dalam pangkat tiga. Koefisien a3 sekaligus sebagai pembagian bagi suku-

suku yang lain adalah (ɛcEs-fy) 0,85f’cb. Apabila koefisien tersebut diberi notasi K1

maka koefisien a3 adalah K1a3 dengan K1 = 1. Apabila koefisien a2 adalah K2, maka

berdasar persamaan 9.19 nilai K2 adalah

K2 = cbffycEs

cbfdcEscEsdfyh'85,0)(

'85,0)')'(2( 1

−−−

εβεε = ⎥

⎤⎢⎣

⎡−−−

)(')'(2 1

fycEsdcEscEsdfyh

εβεε …. 9.20

Apabila koefisien a adalah K3, maka berdasar persamaan 9.19 K3 adalah

K3 = cbffycEs

htcEshtePnfcbdESPndcEsPndcEsPncEsdfyh

'85,0)(

))(2

(285,0)2102('1'1)'(2

−−++−+−−

ε

εβεβεβεε

K3 = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

+−

+−−−

)(2

'85,0)2(

'85,0)()'(2 2

1

fycEsdcEs

cbfhtePn

cbffycEsPncEsdfyh

εβε

εε …. 9.21

Akhirnya adalah konstanta K4 yaitu dari persamaan 9.19

K4 = bcffycEs

dcEshtPnPndcEs.'85,0)(

))(2()2( 12

1

−−−−

εβεεβε

= bcffycEs

dcEshtPnPndcEs.'85,0)(

))(2()2( 12

1

−−−−

εβεεβε

K4 = - ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−

−)22(

'85,0)()( 1 dhte

cbfPn

fycEsdcEs

εβε …. 9.22

Dengan demikian persamaan yang dimaksud adalah

K1.a3 + K2.a2 + K3.a + K4 = 0 …. 9.23

Dari persamaan 9.23 tersebut dihitung nilai a. Setelah nilai a diperoleh maka

disubstitusikan ke persamaan.

3. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi

Kondisi yang dimaksud adalah kondisi yang mana garis netral tepat jatuh pada

posisi tulangan desak. Pada kondisi yang demikian regangan baja desak Es’ = 0,

sehingga tegangan baja desak fs = 0. Akibatnya tulangan desak tidak dapat berfungsi

atau tidak dapat mengerahkan kekuatan. Kondisi seperti ini terjadi apabila

eksentrisitas beban C sudah sedemikian besar, sebaliknya beban nominal Pn relatif

Page 154: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

150

kecil. Walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi namun kebutuhan tulangan tetap

harus dihitung.

ht

b

As As'

hd d'

E s>>E yc=d'

E cuE s'<E y

e

CcTs

Pn

e Pn

Gambar 9.24 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi

Pada kondisi ini baja tarik mengalami regangan yang sangat besar atau Es >> ey.

Komponen-komponen gaya pada potongan

Cc = 0,85f’c.a.b. ………. 9.24.a

Ts = As.fy ………. 9.24.b

Cs = 0 ………. 9.24.c

Kesembangan gaya-gaya vertikal

Pn = Cc – Ts

= 0,85f’c a.b – As.fy

As = fy

bacfPn ..'85,0+− ………. 9.25

Dengan mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Cc, maka

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

za

zhte = As.fy ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

2ah

= As ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

2fyfyh

Page 155: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

151

2 Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

za

zhte = As {2 fyh – fy.a}

As = afyfyh

ahtePn

.222

(2

+− ……… 9.26

Dengan memperhatikan persamaan 9.25 dan persamaan 9.26, maka

afyfyh

ahtePn

fyPnbcaf

.2

)22

(2.'85,0−

+−=

− ……… 9.27

Persamaan 9.27 akan menghasilkan persamaan kuadrat dalam a dengan

K1 = 1 adalah koefisien a2, dan K2 adalah koefisien a,

K2 = hcbffy

cbffyh 2'85,0

'85,0)2(−=

− ……… 9.28

K3 = Pn (2 e – ht + 2h) fy ……… 9.29

Persamaan kwadrat K1a2 + K2.a + K3 = 0

4. Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh

Pada kolom patah desak, tebal beton desak cukup besar sehingga baja tarik

jelas belum leleh atau εs < εy. Pada umumnya baja desak sudah leleh atau εs’ > εy,

karena beton desak c cukup besar. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa apabila

ukuran kolom yang diambil lebih kecil daripada kebutuhan ukuran dalam kondisi

balans, maka umumnya kolom akan mengalami patah desak.

h t

b

A s A s '

hdd '

E s < E y c

E c

E s ' > E y

e

C c C s

T s

P n

eP n

6 , 2 5

Gambar 9.25 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh

Page 156: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

152

Angapan-angapan dalam kondisi ini

1. Displaced concrete diabaikan

2. Tulangan bersifat simetri, As = As’

3. Baja desak sudah leleh, εs’ > εy

Gaya-gaya yang bekerja adalah

Cc = 0,85 f ΄c.a.b ……….. 9.30.a

Cs = As. Fy ……….. 9.30.b

Ts = As ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

cch εs Es = As ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aahβ1 ……….. 9.30.c

Persamaan keseimbangan statika

Pn = Cc + Cs –Ts

= 0,85 f’c.a.b + As.fy - As ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aahβ1 εs Ec

a ( Pn – 0,85 f’c.a.b) = As {( εsEc + fy) a - εs Esβ1h}

As = hεcEsβfy)aεcEs (

c.a.b)0,85f'(Pna

1−+− ……….. 9.31

Senada dengan bahasan sebelumnya yaitu dengan mengambil jumlah momen terhadap

garis kerja Cc akan diperoleh

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

2htε = As

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ − d'

2aAs.fy

2ah

aεsEcaεcEsβ1h

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

2htε = As

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛+−− ....(fyd)aa

2fya

2εcEsεcEsh)a (

2h)aεcEsβ (

hεcEsβ 22121

= As ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛ ++−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ + 2

112 hεcEcβafydεcEsh

2hεcEcβ

a2

fyεcEs

Pn ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

2a

2htε = As { }21scsc1s

2sc hβEε2afyd)2hEε2hβE(afy)E( +++−+ cεε

As = 21scsc1sc

2sc hβE2ε2fyd)ahE2εhβE(εfy)aE(ε

2a

2hte2aPn

+++−+

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

….. 9.32

Senada dengan bahasan sebelumnya, persamaan adalah sama dengan persamaan oleh

karena itu,

Page 157: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

153

21scsc1sc

2sc1scsc hβE2ε2fyd)ahE2εhβE(εfy)aE(ε

2a

2hte2aPn

hβEfy)E(εc.a.b)0,85f'a(Pn

+++−+

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

=+−

ε ...….. 9.33

Persamaan 9.33 tersebut akan menghasilkan persamaan pangkat-3 dalam a. Senada

dengan bahasan sebelumnya, koefisien a3 sekaligus sebagai pemukaan lagi koefisien

berikutnya adalah (εcEs + fy) 0,85f’c.a.b. Apabila koefisien tersebut diberi notasi a2

adalah K2 maka berdasar persamaan 22), nilai K2 adalah,

K2 = c.bfy)0,85f'(εεcE

c.a.b.'2fyd)0,85f2εεcEsh(εεcEs 1

+++

− = - ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

++fy)εcEs (

2fyd)2εεcEshεcEsβ ( 1 .. 9.34

Selanjutnya apabila koefisien dari a adalah K3, maka berdasar pers. 9.33 K3 adalah

K3 = cbfy)0,85f'εcEs (

2fyh)Pn(2ε2εcEh)PnEsβ(fyεcEshεcEsβ 2 1

21

+++

++

K3 = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

+−

++ cb0,85f'

Pnfy)εcEs (2fyh)εcEsh (2

cb0,85f'ht)Pn(2e

fyεcEshεcEsβ 2 2

1 ...….. 9.35

Akhirnya konstanta yang dapat diperoleh dari pers 9.33 adalah

K4 = c.b0,85f'fy)εcEs (

ht)h)Pn(2eεcEsβ (h)PnεcEsβ (2h)(c.b0,85f'fy)εcEs (

ht)Pnh)(2eεcEsβ ()PnhεcEsβ (2 11112

+

−−−=

+

−−−

K4 = ( )⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−−

+2hht2e

cb0,85f'Pn

fyεcEshεcEsβ 1 ...….. 9.36

Persamaan pangkat 3 yang dimaksud adalah

K4a3 + K2a2 + K3a + K4 = 0 ...….. 9.37

Yang mana f1=1, K2, K3 dan K4 masing-masing adalah ditunjukkan oleh persamaan

9.34, pers 9.35 dan pers 9.36. Nilai tebal beton desak a dicari dari persamaan tersebut.

Selanjutnya substitusi nilai a kedalam persamaan 9.32 selanjutnya akan diperoleh luas

tulangan AS.

5. Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak

Kondisi yang dimaksud adalah kondisi yang mana garis netral jatuh diluar

tulangan sebelah kiri atau tebal beton desak c meliputi seluruh potongan kolom.

Kondisi seperti ini akan terjadi apabila eksentrisitas beban c sangat / relatif kecil

dengan beban nominal Pn yang besar. Pada kondisi ini tulangan kiri dan tulangan

kanan dua-duanya berupa tulangan desak dan memang seluruh potongan kolom dalam

Page 158: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

154

kondisi desak. Pada umumnya tulangan desak kanan sudah leleh tetapi tulangan desak

kiri belum leleh.

h t

b

A s A s '

hdd '

E s '1

c

E c

E s '2> E y

e

C c C s 2

P n

e P n

C s 1

Gambar 9.26 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak

Asumsi yang diambil adalah

1. Displaced concrete diabaikan

2. Tulangan bersifat simetri, As = As’

3. Baja desak kanan sudah leleh

Gaya-gaya yang bekerja pada potongan

Cc = 0,85 f’c.a.b. ……… 9.38.a

Cs2 = As. fy ……… 9.38.b

Cs1 = As.fs = As ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

chc εcEs

= As ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aha 1β εcEs …… 9.38.c

Page 159: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

155

Persamaan keseimbangan gaya-gaya vertical

Pn = Cc + Cs1 + Cs2

= 0,85 f’c.a.b + As ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aha 1β εcEs + Asfy

a ( Pn – 0,85f’c.a.b) = As (εcEsa- εcEsβ1h+ fy.a)

= As { (εcEs + fy) a - εcEsβ1h)}

As = hεcEsβfy)aεcEs (

c.a.b)0,85f'a(Pn

1−+− ...….. 9.39

Dengan mengambil jumlah momen terhadap pusat kolom maka akan diperoleh

Pn (e) = Cc ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − d

2ht

ahcEsβεcEs.aAsd

2htAsfy

2a

2ht 1ε

= 0,85f’c.a.b ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −

−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ − d

2ht

ah)βεcEs(afyAs

2a

2ht 1

a [ ] { } ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−=−= d

2hth)a(cEsβhεcEsβAsa)ca.b(ht0,425f'Pn.e 11

As = { }{ } ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−−

−−

d2htafy)(εεcEhεcEsβ

a)c.a.b(ht0,425f'Pn.ea

1

...….. 9.40

Dengan memperhatikan pers 9.39 dan pers 9.40 maka

{ }{ } ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−−

−−=

−+−

dhtafycEshcEc

ahtbacfPnahcEsafycEs

bcafPna

2)(1

)(..'425,0.)(

).'85,0(

1 εβε

εβεε

...….. 9.41

Persamaan 9.41 berarti bahwa

Pn = a (Pn-0,85f’c.a.b) {(εcEsβ1h-(εcEs-fy)a} { } afycEsahtbacfePnadht )()(..'425,0.2

+−−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ − ε

……….. 9.42

Persamaan 9.42 setelah disusun akan menghasilkan persamaan a dalam pangkat 3.

Senada dengan cara-cara sebelumnya koefisien a3 berdasarkan pers 9.42 adalah (0,425

f’c.b) (εcEs + fy) dan koefisien tersebut sebagai pembagi bagi suku yang lain oleh

karena itu koefisien a3 kemudian menjadi Ka3 dengan K1a. Apabila koefisien a2

adalah K2 maka berdasarkan persamaan 9.42 K2 adalah

Page 160: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

156

K2 = d – εcEs-fy)(0,85f’c.b)-ht(εcEs-fy)0,425f’cb – ht (0,425f’cb)( εcEs + fy)

(0,425f’cb) (εcEs +fy) (0,425f’cb)( εcEs + fy)

(εcEsβ1h)(0,425f’cb) = (εcEs-fy)(2d-ht) – ht – (εcEsβ1h)

(0,425f’cb)(εcEs + fy) εcEs + fy (εcEs + fy)

K2 = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

+++

−−−

)()()2)(( 1

fycEshcEsht

fycEsdhtfycEs

εβε

εε ……….. 9.43

Selanjutnya apabila K3 adalah koefisien dari a, maka berdasarkan pers.9.42. koefisien

K3 adalah

K3 =

fy)εcEs (cb0,425f'c.bh).0,425f'εcEsβ ht(

fy)εcEs (cb0,425f'fy)dεcEs pn(

fy)εcEs cb(0,425f'2

HtfyεcEs Pn(

fy)εcEs c(0,425f'cb)d85f'εcEsβ1h.0, (

fy)εcEs cb(0,425f'cb)(0,425f'h)htεcEsβ (

fy)εcEs cb(0,425f'fy)εcEs Pn.e(

1

1

++

+−

−+

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

+

+−

++

++

K3 =

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

++

−+−

+−−+

+

fyεcEsεcEsβ1ht.d

2d)(htfyεcEsfy)(εεcE

cb0,85f'Pn2d)(ht

fy)(εεcEhεcEsβ

cb0,85f'2Pn.e 1

……….. 9.44

Akhirnya apabila K4 adalah suatu konstanta, maka dari pers 9.42 akan diperoleh

K4 = - ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−+fy)εcEs c.b(0,425f'

h)εcEsβ Pn.d(εcEsβ1h) (PnhEsβ εc Pn.e 12ht

1

K4 = - ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−

+−2e)2d(ht

fyεcEs hεcEsβ

cb0,35f'Pn 1 ……….. 9.45

Persamaan selengkapnya menjadi K1a3 + K2a2 + K3a + K4 ……….. 9.46

Apabila nilai a telah diketahui maka As menurut persamaan 9.40 dapat dihitung

6. Patah Desak Dengan Tulangan Kiri dan Kanan Sudah Leleh

Kondisi ini adalah kondisi yang mana baik tulangan kiri maupun tulangan

kanan kedua-duanya sudah leleh. Kondisi seperti ini sangat mendekati kolom dengan

beban aksial sentris atau pada kolom dengan beban betul-betul sentris. Pada kondisi

ini garis netral jatuh diluar potongan dengan beton desak meliputi seluruh potongan

kolom.

Page 161: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

157

h t

b

A s A s '

hdd '

E s = E y

c

E cE s '

e < <

C c C s 2

P n

C s 1

P n

Gambar 9.27 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Tulanga Kiri dan Kanan Sudah

Leleh

Mengingat eksentrisitas beban e sangat kecil maka kondisi ini dapat dianggap menjadi

kolom dengan beban sentris.

Angapan-angapan selengkapnya menjadi :

1. Displaced concrete diabaikan

2. Kedua sisi tulangan sudah leleh

3. kedua sisi tul merupakan tul simetri atau As = As’ (Ast = As + As’)

Mengingat beban kolom merupakan beban sentries maka

Po = 0,85 f’c.b.ht + Ast.fy ……… 9.47

Beban nominal Pn yang diijinkan menurut SKSNI pasal 3.3.3.5) adalah

Pn = øPo = ø 0,85f’c.b.ht + Ast (fy) ……… 9.48

Apabila displaced concrete diperhitungkan maka

Pn = ø 0,85f’cb.ht + Ast (fy – 0,85f’c) ……… 9.49

Page 162: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

158

Persamaan 9.49. akan memberikan

Ast = c)0,85f'(fy

c.b.htΦ.0,85f'Pn−

As = 0,5 Ast = k)0,85f'(fy 2

c.b.htΦ.0,85f'Pn−

− ……… 9.50

D. RUMUS Pn PENDEKATAN WHITNEY

Pada bahasan didepan telah diketahui bahwa nilai Pn dapat dihitung apabila

nilai eksentrisitas e ataupun tebal beton desak c diketahui. Proses hitungan cukup

panjang terutama bila yang diketahui adalah eksentrisitas beban e, yaitu adanya

persamaan c pangkat 3. Dalam hal-hal tertentu rumus pendekatan untuk menghitung

Pn juga bermanfaat. Pendekatan yang dimaksud adalah dengan diambilnya asumsi-

asumsi pada penurunan rumus. Rumus untuk menghitung Pn pendekatan “Whitney”

adalah sebagai berikut.

1. Patah Desak Pendekatan Whitney

Sebagaimana dibahas sebelumnya patah desak berarti c>cb ,P>Pb, e<eb dan

baja desak umumnya sudah leleh. Apabila diambil momen terhadap garis kerja baja

tarik Ts, maka : Pn ( )'22

' dhCsahCcdhe −+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

+ ……… 9.51

h t

b

A s A s '

hdd '

E s c

E cE s '

e

C c C s

T s

P n( h - d ' ) / 2

e P n

Gambar 9.28 Kolom Pendek Patah Desak Pendekatan Whitney

Page 163: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

159

Asumsi pertama yang diambil oleh Whitney adalah bahwa nilai a ~ 0,54 h. Nilai ini

sebenarnya kekecilan karena patah desak c>cb. Pada kondisi balance bila fy = 400

MPa dengan Es=2,1.106 kg/cm2. nilai cb=0,0609 h, dengan a=0,85 cb. Maka a =

0,516 h. Tetapi karena patah desak c>cb, maka a akan berkemungkinan > 0,54 h. Pada

kondisi itu,

Cc=0,85fc’.a.b = 0,85 fc’.0,54 h.b = 0,459 fc’ bh ……… 9.52

Sehingga , Cc 2'..31

254,0'459,0

2bhfchhbhfcah =⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − ……… 9.53

Cs = As . fy ……… 9.54

Substitusi persamaan 9.53 dan 9.54 kedalam persamaan 9.51 akan diperoleh ,

Pn ( )''.'..31

2' 2 dhfyAsbhfcdhe −+=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

+ ……… 9.55

Selanjutnya persamaan 9.55 dapat ditrasformasikan menjadi :

Pn ( )

2''.

2'

'31 2

dhe

dhfyAsdhe

bhfc

−+

−+

−+

=

( )

21

'

'.

)'(233

' 2

+−

−+

−+=

dhe

dhfyAs

dhc

bhfc ……… 9.56

Apabila persamaan 9.56 ruas pertama dikalikan hth

hht 2

2 . maka akan menjadi,

Pn

21

'

.

)'(23.3

'

22

22

+−

+−+

=

dhe

fyAs

htdhhh

ehthhtbhfc

Pn

21

'

'.

2)'(3.3

'

22 +−

+−

+=

dhe

fyAs

hhtdh

heht

bhtfc ……… 9.57

Apabila c = 0 maka,

Pn = Po ……… 9.58.a

Pn = 0,85 fc’.b.ht+As.fy.2 ……… 9.58.b

Kalau c=0, maka persamaan 9.57 akan sama dengan pers. 9.58.b karena persamaan

9.57 akan menjadi :

Page 164: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

160

Po = Pn Asfy

hhtdh

bhtfc 2

2)'(3

'

2

+−

= ……… 9.59

Persamaan 9.58.b sama dengan persamaan 9.59 itu berarti bahwa

0,8522

)'(31

hhtdh −=

18,185,01

2)'(3

2 ==−h

htdh ……… 9.60

Substitusi persamaan 9.60 kedalam persamaan 9.57 akan menjadi

Pn5,0

'

'.

18,12,1.3

'

+−

++

=

dhe

fyAseht

bhtfc ……… 9.61

Yangmana h adalah lebar efektif kolom, ht adalah lebar kolom total, dan e adalah

eksentrisitas beban.

2. Patah Tarik Pendekatan Whitney

Didepan telah dibahas rumus pendekatan Pn untuk patah desak. Pada patah

tarik, baja tarik jelas sudah leleh sedangkan baja desak belum tentu. Namun demikian

pada pendekatan ini baja desak dianggap sudah leleh. Hal ini adalah untuk

penyederhanaan karena tidak perlu menghitung fs (fs dianggap sama dengan fy atau fs

= fy).

h t

b

A s A s '

hd d '

E y c

E cE s ' > E y

e > e b

C c C sT s

P n

e > e b P n

A s A s '

Gambar 9.29 Kolom Pendek Patah Tarik Pendekatan Whitney

Page 165: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

161

Karena tulangan desak dianggap sudah leleh maka :

Cs = As’ (fy-0,85fc’) ……… 9.62.a Ts = As fy ……… 9.62.b

Cc = 0,85 fc’ β1. c.b ……… 9.62.c

Keseimbangan gaya-gaya vertikal

Pn = Cc + Cs – Ts

Pn = 0,85 fc’ β1. c.b + As’ (fy-0,85fc’) – Asfy ……… 9.63

Diambil notasi notasi seperti biasanya yaitu

'85,0 fcfym = ,

bhAsyp = ,

'''

bhAsp = , maka persamaan 9.63 menjadi :

Pn'85,0'85,0...85,0.

85,0'85,0

'85,0...1 fc 0,85

fcfchfybpfc

fcfc

fcfyhbpibc −⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−+= β

Pn = 0,85fc’[β1cb+p’(m-1) bh – p mbh]

= 0,85fc’[h

c1ββ1c+p’(m-1) bh – p mbh] ……… 9.64

Dengan menggunakan persamaan 9.63 dan diambil momen terhadap garis kerja

tulangan tarik maka :

Pn.e ( ) )'.('85,0'2.1.1 fc 0,85 dhfcfyAschbc −−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

ββ ……… 9.65

Senada dengan penurunan persamaan 9.64 maka persamaan 9.65 akan menjadi

Pn.e )'('85,0.''85,0

85,0'85,0

'2.1.1 fc 0,85 dhfc

fcfc

fcfybhpchbc −⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

ββ

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−= )'()1('

2.1.1 fc 0,85

2

dhbhmpbhhcbhc ββ

Pn.e ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−= )').(1('

2.1.1 fc 0,85

2

dhmphcc ββ ……… 9.66

Apabila persamaan 9.64 dikalikan dengan eksentrisitas e maka hasilnya adalah

momen Mn = Pn.e. Karena koefisien pengali ruas karena persamaan sama dengan

koefisien pengali ruas kanan persamaan 9.66 maka hal itu berarti bahwa :

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

−−+−=⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −−+ )')(1('

2)1(1)1('1 2

dhmphccpmmp

hce βββ ……… 9.67

Page 166: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

162

persamaan 9.67 adalah persamaan kuadrat dalam c, sehingga kalau disubstitusi akan

menjadi,

)')(1(')1('1121 22

dhmpepmmepch

ehc

−−−−−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+ βββ

02.1

)')(1('')'(112

112

2222 =

−−−−−+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−+ hdhmpepppemchec

βββ

ββ ……… 9.68

Dengan menggunakan rumus abc, maka akan diperoleh :

2

2

2 1)'(')')(1(2

11 βββppemepdhmhpehehc −++−−

+⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −+

−= ……… 9.69

Wang dan Salmon (1979) kemudian mentransformasi persamaan 9.69 menjadi :

2

2

1

)'(')'1)(1('2

1

1

1

1

βββ

ppmhe

hep

hdmp

he

he

hc −++−−

+⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜

⎛ −+

−= ……… 9.70

Substitusi persamaan 9.70 kedalam persamaan 9.64 akan diperoleh,

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−++−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+−−+−=

hdmppmppm

he

hepmmpebhfcPn 1)(1(')''.(21)1('

11'85,0

2

β

……… 9.71

untuk tulangan simetri yaitu p = p’ maka persamaan 9.71 menjadi :

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+−+−=

he

hdmp

he

hepbhfcPn 1)(1(211'85,0

2

……… 9.72

Persamaan 9.72 adalah rumus pendekatan karena baja desak dianggap sudah leleh,

walaupun sesungguhnya belum tentu demikian.

Page 167: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

163

BAB X TULANGAN GESER KOLOM

A. PENGERTIAN

Setelah desain tulangan lentur kolom, maka langkah selanjutnya adalah desain

tulangan geser/sengkang kolom. Pada elemen yang selain momen lentur tetapi juga

ada gaya aksial seperti pada kolom, maka peran/fungsi tulangan geser/sengkang

sangatlah penting. Diantara fungsi-fungsi utama sengkang kolom itu adalah sebagai

berikut.

1. Sengkang Sebagai Penahan Tegangan Geser

Sebagaimana pada balok, pada kolom juga terdapat gaya geser. Kedua-duanya

hampir sama. Kalau pada balok, gaya geser terjadi akibat adanya beban gravitasi dan

momen ujung, sedangkan pada kolom gaya geser hanya terjadi akibat momen ujung

aja. MKap + q

MKap+

MKap-

MKap+/L MKap+/LbMKap-/Lb MKap-/Lb

MKap -

+-

-

-

Mk,ua

Mk,ub

Mk,ub/L Mk,ua/L

Mk,ub/L Mk,ua/L

+

a)

b)

c)

d)

e)

g)

f)

a) b) c)

Gambar 10.2 Gaya Lintang Kolom

Gambar 10.1 Gaya Lintang Balok

Page 168: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

164

Gambar 10.1.a) adalah balok dengan beban gravitasi dengan intensitas q dan pada

ujung-ujungnya terdapat momen MKap+ dan MKap

-. Balok tersebut dapat

didekomposisi seperti Gambar 10.1.b) dan 10.1.d), yang gaya lintangnya masing-

masing adalah Gambar 10.1.c) dan 10.1.f). Superposisi atau gabungan dari keduanya

adalah Gambar 10.1.g) yang merupakan gaya lintang balok.

Gaya lintang kolom adalah seperti tampak pada Gambar 10.2.c). Tata cara

menghitungnya adalah seperti pada Gambar 10.2.b) yaitu sama seperti pada balok.

Karena pada kolom tidak terdapat beban langsung, maka bentuk gambar gaya

lintangnya merata/sama sepanjang tinggi kolom. Gaya lintang inilah yang akan

mengakibatkan tegangan geser yang harus ditahan oleh sengkang.

2. Sengkang Sebagai Confinement

Confinement yang dimaksud adalah sebagai pengekang agar akibat gaya aksial

suatu kolom tetap menyatu tidak pecah. Sebagaimana diketahui bahwa akibat gaya

aksial, kolom disatu sisi akan mengalami pemendekan tetapi disisi lain, kolom akan

mengembang kearah samping. Tugas sengkang adalah mengikat kolom agar beton

kolomnya tidak pecah.

Pu Pu

Inti/core

a) b)

c)

d)

Gambar 10.3 Confinement Pada Kolom

Page 169: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

165

Perubahan volumetrik elemen desak adalah seperti tampak pada Gambar

10.3.a). Agar kolom tidak pecah akibat gaya desak, maka sengkang harus

mengikatnya sebagaimana tampak pada Gambar 10.3.b). Dengan demikian sengkang

akan mengalami gaya tarik atau tegangan tarik. Pada beban siklik maka kolom lama-

kelamaan akan mengalami spalling atau mengelupas selimut betonnya pada sekeliling

kolom dan bahkan dapat masuk kedalam seperti yang tampak pada Gambar 10.3.c).

Semakin jauh jarak tulangan kolom, maka akan semakin kecil luasan inti (core) yang

tersisa dan sebaliknya. Dengan demikian selain sengkang, efektivitas pengekangan

masih dipengaruhi oleh jarak tulangan kolom. Sistim pengekangan yang terbaik

adalah sengkang spiral, kemudian diikuti oleh sengkang lingkaran dan kemudian baru

sengkang persegi.

3. Sengkang Sebagai Penahan Buckling

Pada saat beton mengelupas atau spalling maka baja tulangan berkemungkinan

lepas dengan betonnya. Pada kondisi tersebut baja tulangan akan berfungsi sebagai

batang desak yang rawan terhadap bahaya tekuk (buckling). Menurut teori kestabilan,

bahaya tekuk akan dipengaruhi oleh kelangsingan.

Pada sengkang kolom,

kelangsingan tulangan pokok akan

bergantung pada :

1. Diameter tulangan pokok

2. Jarak sengkang ( s )

Dengan demikian selain diameter sengkang dan tegangan lelehnya, jarak

sengkang s memegang peran yang sangat penting. Pada desain tulangan geser

diameter, tegangan leleh dan jumlah potongan umumnya diketahui atau ditentukan

dan jarak sengakang s yang dihitung. Jarak sengkang s juga dapat dikorelasikan

dengan diameter tulangan pokok.

TekukS2

Gambar 10.4 Buckling Pada Kolom

Pu Pu

Page 170: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

166

4. Sengkang Sebagai Pengikat Tulangan Pokok

Fungsi ini adalah fungsi teknis yang paling praktis, yaitu untuk mengikat

tulangan pokok agar tempat, jarak dan posisinya dalam kondisi yang benar. Selain

daripada itu dengan adanya pengikat dari sengkang maka pemasangan tulangan

menjadi rapi. Tempat, jarak dan posisi tulangan harus dalam kondisi benar, baik

selama pemakaian tulangan maupun selama cor beton dilakukan.

B. GAYA GESER ULTIMIT KOLOM (Vu,k)

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, gaya geser yang terjadi pada suatu

elemen akan bergantung salah satunya pada momen-momen ujung yang bekerja pada

elemen tersebut. Pada kolom, karena tidak terdapat beban langsung, maka gaya geser

kolom hanya akan dipengaruhi oleh Mu,ka dan Mu,kb. Sebagaimana tampak pada

Gambar 10.2, maka gaya geser ultimit kolom Vu,k berdasarkan SK-SNI 1991 pasal

3.14.7.1).(2) adalah

hk

kbMukaMukVu ,,, += .................................... 10.1

Persamaan 10.1 adalah gaya geser kolom yang dihitung dari momen ultimit

kolom Mu,k. Sebelumnya Mu,k dihitung dari momen kapasitas balok, yaitu suatu cara

dalam rangka memenuhi prinsip strong column weak beam. Apabila dikaitkan dengan

analisis struktur, maka gaya geser ultimit kolom tidak perlu diambil lebih besar dari

(SK-SNI 1991) pasal 3.14.7.1).(2) :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++= KEKLKD V

KVVmakskVu ,,,

405,1, ............ 10.2

Yangmana hk adalah tinggi bersih kolom, VD,K , VL,K dan VE,K berturut-turut adalah

gaya geser kolom akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa yang kesemuanya

diambil dari hasil analisis struktur.

Persamaan 10.1 adalah gaya geser ultimit kolom Vu,k pada tingkat ke-2

sampai tingkat teratas. Pada prinsip strong column weak beam, kolom-kolom

ditingkat-tingkat tersebut tidak direncanakan terjadinya sendi-sendi plastis. Namun

demikian akan terjadi sendi-sendi plastis pada ujung bawah kolom tingkat dasar

(tingkat ke-1). Untuk itu maka terdapat sedikit modifikasi gaya geser ultimit kolom

pada ujung bawah tingkat dasar Vu,kd berdasarkan SK-SNI 1991 pasal 3.14.7.1).(2)

yaitu, EE

VM

kapMckdVu .,7,0., ω= ................................................. 10.3

Page 171: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

167

C. DESAIN TULANGAN GESER KOLOM

Berdasarkan nilai-nilai gaya geser ultimit kolom Vu,k seperti pada persamaan

10.1 dan persamaan 10.3 tulangan geser akan didesain. Pada kolom tingkat-tingkat

atas tidak akan terjadi sendi plastis pada ujung-ujung kolom. Dengan demikian gaya

geser yang dapat dikerahkan adalah gaya geser oleh tulangan geser dan gaya geser

oleh bahan beton Vc. Sedangkan pada sendi plastis kolom tingkat dasar, beton sudah

rusak pada saat sendi plastis terjadi. Oleh karena itu semua gaya geser akan ditahan

hanya oleh sengkang.

M u , k b

M u , k a

d i t a h a n o l e hs e n g k a n g

o l e hb e t o n

Vc

Vu, k

lo

lo

bh

a) K o l o m - k o l o m t i n g k a t a t a s

lo

lo

V c

V u , k

b) K o l o m t i n g k a t d a s a r

Gambar 10.5 Gaya Geser dan Desain Tulangan Geser

Pada Gambar 10.5.a) gaya geser sebesar φ

kVu, sebagian akan ditahan oleh

kemampuan beton dalam menahan gaya geser Vc berdasarkan SK-SNI 1991 pasal

3.4.3.1).(2) yaitu,

hbcfAg

kNuVc ..'.61

.14,1

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧+= ............................ 10.4

Dengan Ag adalah luasan bruto potongan kolom, f’c dalam MPa dan Ag

kNu, juga

dalam MPa (1 MPa = 10,2 kg/cm2).

Page 172: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

168

Sebagaimana pada desain geser pada balok , b dan h pada persamaan 10.4

dinyatakan dalam mm dan Vc dinyatakan dalam N. Dengan demikian gaya geser yang

harus ditahan oleh sengkang Vsn adalah,

VckVuVsn −=φ, ……………............................ 10.5

dengan ø adalah faktor reduksi kekuatan untuk geser.

Pada daerah sendi plastis, yaitu diujung bawah kolom tingkat dasar seperti

tampak pada Gambar 10.5.b) seluruh gaya geser harus ditahan oleh sengkang. Dengan

demikian,

φ

kVuVsn ,= ……………............................ 10.6

Proses-proses atau tahapan desain penulangan geser kolom dapat dilihat pada

Gambar 10.6 di bawah ini.

Page 173: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

169

Mulai

Data : b h d d’

Hitung gaya geser kolom (Vu,k) dipilih yang terkecil

Syarat Vu,k > (1,2. VD,k + 1,6VL,k)Pada ujung kolom adalah sendi plastis, maka Mu,k diganti dengan Mkap,k

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++=

+=

kE,kL,kD,ku,

n

bawahu,atasu,ku,

.VK4VV1,05V

lMM

V

Hitung gaya geser yang diterima tulangan Untuk daerah sepanjang lo

Untuk daerah diluar lo

Dengan panjang lo- lo = h kolom ; Pu,k < 0,3 Ag.f’c- lo = 1,5 h kolom ; Pu,k > 0,3 Ag.f’c

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+=

−=

=

b.d.'61

14.AP1 V

VVV

VV

g

u.kc

cu2

2s

us1

cf

φ

φ

Hitung jarak tulangan sengkang, pilih yang kecilJarak tulangan sepanjang lo : Jarak tulangan diluar lo :

s < b/4 s < 48.ds < 8.D s < 16.Ds < 100 mm s < 600 mm

s1V.d.n.A

s yfφ=s2V

.d.n.As yfφ=

Selesai

Gambar 10.6 Flow Chart Penulangan Geser Kolom

Page 174: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

170

Contoh 1 :

Akan didesain tulangan geser untuk tingkat ke-2 dengan ukuran balok, kolom dan

Mu,ka ; Mu,kb seperti tampak pada Gambar 10.7. Kualitas bahan sama dengan contoh

sebelumnya, yaitu f’c = 25 MPa (255 kg/cm2). Dipakai tegangan leleh sengkang fsy =

400 MPa (4080 kg/cm2). Nu,k lantai 2 = 305,1 ton. Ukuran kolom 7045 cm.

225,3775,0.21775,0.

214 =−−=hn m

Menurut persamaan 10.1,

056,58225,3

616,93636,93, =+

=kVu ton

Dari hasil analisis struktur diperoleh

VD = 2,438 t, VL = 1,111 t dan

VE = 29,683 t, dengan demikian

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++= 683,294111,1438,205,1,

KmakskVu

= 128,39 ton > Vu,k

Maka dipakai Vu,k = 58,056 ton

Nu,k = 305,1 ton = 305,1 x 9804 = 2991200,4 N

hbcfAg

kNuVc ..'.61

.14,1

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧+= = 5,637.450.25.

61

700.450.144,29912001⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ +

= 1,6782 x 239062,5 =401213,03 N ( 1 N = 0,102 kg)

= 40,923 kg = 40,923 ton

Dipakai sengkang D10, As = Ad = 785,01..41..

41 22 == ππ D cm2.

Menurut persamaan 10.5, maka gaya geser yang harus ditahan oleh sengkang adalah,

VckVuVsn −=φ, = 923,40

60,0056,58

− = 55,837 ton = 55837 kg

Dicoba dipakai sengkang 3 kaki, maka jarak sengkang s adalah

cmcmkg

kgcm

VsnhfyAss 2

2

5583775,63.4080.785,0.3..

== = 10,97 cm, dipakai s = 10 cm.

Pakai 1,5 D10-100.

Gambar 10.7 GayaGeser Kolom

Nu,k = 305,1 t 93,616

93,616

35/77,5

35/77,5

45/70

Page 175: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

171

Dicoba dipakai sengkang 4 kaki, maka jarak sengkang s adalah

cmcmkg

kgcm

VsnhfyAss 2

2

5583775,63.4080.785,0.4..

== = 14,63 cm, dipakai s = 14 cm.

Pakai 2 D10-140

Kontrol jarak sengkang (untuk sengkang 2 kaki) SK-SNI 1991, pasal 3.14.4.4).(2) :

s ≤ 8 dl = 8 . 2,5 = 20 cm

s ≤ cb.41 = 45.4

1 = 11,25 cm

s ≤ 10 cm

Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.4).(4), panjang lo yaitu panjang rentang sengkang

dengan jarak s = 10 cm harus dipasang, dengan lo adalah

lo ≥ 1,5 h = 1,5 . 70 = 105 cm

lo ≥ hn.61 = 5,322.6

1 = 53,75 cm

lo ≥ 45 cm

Diluar daerah tersebut (diantara dua lo) maka menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.4).(1)

jarak sengkang s tidak boleh diambil lebih besar dari,

s < 2d = 2

75,63 = 31,875 cm

s < 60 cm

Contoh 2 :

Pada desain kolom sebelumnya adalah desain

tingkat ke-1, ke-6 dan tingkat teratas akibat

beban gravitasi dan beban gempa kiri. Untuk

gempa kanan maka hasil desain harus

dikontrol apakah hasil desain dalam keadaan

aman. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh,

momen nominal aktual Mn, k act = 141,85 tm.

Dipakai s = 10 cm memenuhi syarat

Dipakai s = 14 cm memenuhi syarat

s = 10 cm dipasang sepanjang lo = 105 cm

diujung bawah dan ujung atas kolom

Dalam hal ini misalnya

dipakai s = 25 cm, D10-250

93,636

93,636 93,636

Mn,k act = 141,85 tm

Page 176: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

172

Dari analisis struktur diperoleh ME = 76,34 tm, VE= 27,09 ton dan momen kapasitas

kolom Mc, kap

59,19885,141.4,1,., === actkMnkapMc oφ tm

Dengan demikian, berdasarkan persamaan 10.3,

EE

VM

kapMckdVu .,7,0., ω= = 13,6409,27.34,7659,1987,0.3,1 = tm

882,10660,013,64,

===φ

kdVuVn ton

Dipakai sengkang D10, As = Ad = 785,01..41..

41 22 == ππ D cm2.

Pakai 4 kaki sehingga,

10688275,63.4080.785,0.4..

==Vsn

hfyAss = 7,64 cm dipakai s = 7 cm

Pakai 2 D10-70 2D

10-7

0

lo=1

050

D10

-250

lo=1

125

1,5D

10-1

00

lo=1

050

1,5D

10-1

00

lo=1

050

1,5D

10-1

00

lo=1

050

D10

-250

lo=1

125

450/700

450/700

2D 10-70

1,5D 10-100

350/775

350/775

Gambar 10.8 Penempatan Sengkang Kolom

Page 177: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

173

BAB XI BEAM COLUMN JOINT

A. PENDAHULUAN

Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa prinsip desain yang dianjurkan

pada bangunan gedung adalah strong column weak beam. Prinsip desain tersebut akan

membentuk perilaku goyangan menurut beam sway mechanism. Pada pola goyangan

seperti itu sendi-sendi plastis akan diharapkan terjadi pada ujung-ujung balok

khususnya pada tipe struktur earthquake load dominated. Mekanisme goyangan

seperti itu akan mampu melakukan disipasi energi secara stabil mengingat elemen-

elemen struktur mampu berperilaku daktail. Sebagaimana dibahas sebelumnya,

kebutuhan daktilitas kurvatur (required curvature ductility) masih dapat dipenuhi

secara relatif mudah oleh potongan elemen struktur.

Pada bahasan sebelumnya telah diperoleh bahwa untuk pola goyangan yang

dimaksud diatas, kebutuhan daktilitas kurvatur untuk balok berkisar antara μφ = 15 –

20 untuk bangunan gedung 5 – 25 tingkat. Sementara itu Watson dkk (1992)

melaporkan bahwa hasil laboratorium menunjukkan adanya variasi daktailitas

kurvatur mulai μφ = 8 – 30. Hasil itu adalah hasil uji kolom untuk nilai

AgcfPu

.' ~ 0,1 – 0,50. Sementara itu kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom

tingkat dasar μφ justru lebih kecil daripada balok. Pada contoh bahasan yang sama

kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom tingkat dasar μφ = 10 – 18. Axial load ratio

AgcfPu

.' untuk kolom bawah bangunan bertingkat banyak dapat mencapai 0,3 –

0,50. Hasil penelitian yang lain juga disampaikan oleh Zahn dkk (1986). Hasil

penelitian yang komprehensif kemudian dituangkan dalam bentuk chart atau grafik

sebagaimana yang tampak pada Gambar 11.1. Pada gambar tersebut tampak bahwa

untuk balok (dengan AgcfPu

.' < 0,1) daktilitas kurvatur yang dapat disediakan

cukup besar (μφ > 30).

Apabila elemen balok dan kolom telah menunjukkan perilaku daktail seperti

yang diharapkan, maka perhatian akan beralih pada elemen-elemen yang lain. Elemen

yang dimaksud terutama adalah ”beam column joints” yaitu joint yang merupakan

Page 178: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

174

pertemuan antara balok dan kolom. Sebagaimana pada balok dan kolom, maka joint

ini harus mampu berfungsi seperti yang diharapkan.

B. FUNGSI UTAMA BEAM COLUMN JOINTS

Bersama-sama dengan balok dan kolom, beam column joints merupakan

menjadi elemen yang sangat vital bagi kestabilan struktur. Sebagai mana dipakai pada

analisis struktur, joint dibolehkan terjadi rotasi tetapi joint harus tetap utuh, elastik

(tidak rusak), sehingga mampu menghubungkan balok dan kolom dalam hubungan

yang tetap siku. Dengan perkataan lain joint harus dapat berfungsi sebagai jepit elastik

yang sempurna untuk balok maupun kolom (walaupun joint mengalami rotasi).

Dengan demikian joint harus masih tetap mampu menimbulkan pengekangan terhadap

balok dan kolom.

a)

Joint yang kaku, mampu mengadakan pengekangan terhadapdeformasi lentur balok

Gempa Kiri Joints sebagaielemen jepit elastik

b)

c) d)

Sendi Plastik

Joint rusak(momen ujung balok = 0)

Sendi Plastik

e)

Gambar 11.1 Gambar Fungsi Joint

Page 179: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

175

Gambar11.1.b) adalah pola goyangan portal akibat beban horisontal. Apabila

dibuat detail, maka goyangan tingkat, momen-momen balok dan kolom adalah seperti

yang tampak pada Gambar 11.1.c) untuk beban dari arah kiri dan Gambar 11.1.d)

untuk beban dari arah kanan. Walaupun joint mengalami rotasi, tetapi hubungan

antara balok dengan kolom tetap siku-siku atau joint masih dalam keadaan elastik.

Gambar 11.1.e) adalah apabila telah terjadi kerusakan pada joint. Momen ujung

balok menjadi nol. Redistribusi momen kearah momen positif akan segera terjadi dan

balok seolah-olah menjadi ditumpu oleh sendi-rol. Sendi plastis di momen positif

akan segera terjadi, karena kapasitas momen positif akan terlampaui oleh momen

positif dukungan sendi-rol.

Apabila joint bersifat kaku/elastik/monolit dengan balok dan kolom, maka joint

tersebut mampu mengadakan pengekangan terhadap deformasi lentur yang terjadi

pada balok ataupun kolom. Pada kondisi demikian struktur masih stabil dan proses

disipasi energi pada sendi-sendi plastis dapat berlangsung secara berkelanjutan

(karena joint tidak rusak).

C. PROBLEMA YANG ADA PADA JOINTS

Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada masa-masa lalu perhatian

designer terhadap joint masih memprihatinkan. Hal ini terjadi karena masa-masa yang

lalu belum ada bukti yang meyakinkan adanya keruntuhan struktur akibat beam

column joint failure. Namun demikian setelah gempa-gempa besar, misalnya gempa

Mexico (1985) dan gempa lainnya, keruntuhan struktur akibat joint failures semakin

jelas. Sekarang ini disadari betul fungsi penting joint dan selalu diusahakan agar joint

tidak menjadi weak links pada sistem struktur daktail.

Lebih lanjut Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa problem utama

yang ada pada joint adalah adanya gaya geser (shear force) dan problem lekatan

antara tulangan dengan beton (bond). Oleh karena itu dua problem tersebut perlu

dibahas secara lebih rinci. Bahasan akan dilanjutkan pada pengatasan masalah.

Page 180: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

176

D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA PADA JOINT

Sebagaimana diketahui bahwa joint adalah salah satu elemen penting di dalam

sistim struktur. Secara geometris joint merupakan bagian dari kolom maupun balok.

Perilaku yang ideal suatu joint telah dibahas secara jelas sebelumnya. Sesuatu hal

lebih lanjut yang harus diketahui adalah gaya-gaya yang bekerja pada joint. Prinsip-

prinsip mekanika akan dipakai didalam menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada

joint.

M +

M -

i n f l e c t .p o i n t

M +

M -

V -

V +

V -

V c o l

N u

V c o l

N u

i n f l e c t .p o i n t

M -

M +

V +

a )

b )

c )

d )

Gambar 11.2 Gaya-gaya Pada Joint

Momen yang tampak pada Gambar 11.2.a) adalah momen balok akibat beban

gempa. Momen-momen seperti itu akan mengakibatkan gaya lintang seperti tampak

pada Gambar 11.2.b). Apabila momen dan gaya lintang digabungkan maka akan

tampak seperti pada Gambar 11.2.c). Secara umum dapat diartikan bahwa arah gaya

lintang adalah arah yang mengakibatkan momen seperti pada pasangannya. Dengan

memakai prinsip seperti itu maka free body diagram gaya-gaya yang bekerja pada

joint dan di infection points adalah yang tampak pada Gambar 11.2.d).

h c

h cV c o l

b c

T s aT s a

C c iT s iV b

N uV c o l

z

( T s a + C c i )

( T s a + C c i - V c o l )

V c o l

V c o l

a ) b ) S F D c ) B M D

Gambar 11.3 Gambar SFD dan BMD pada Joint

Page 181: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

177

Menurut Gambar 11.3.a),

( ) ccolcb hVbVzTs ...2 =+

( )c

cbcol h

bVzTsV

..2 +=

( )c

cbcol h

bViMkaapaMkapV

.,, ++=

Pada SK-SNI 1991 diambil kebijakan,

( )cbca

nncol

hh

iMkaaplblbaMkap

lblb

V+

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

=2

1

,,7,0

Persamaan diatas dipakai dengan mengabaikan pengaruh Vb dan momen balok

adalah momen pada as kolom. Faktor 0,7 adalah faktor reduksi kekuatan atau ø = 0,7

(geser). Sebagaimana dibahas didalam hitungan momen kapasitas bahwa momen

kapasitas yang dihitung adalah momen kapasitas nominal (Mkap,n). Oleh karena itu

required strength yang dihitung dari momen kapasitas selalu dikalikan dengan

strength reduction factor ø, misalnya :

Mu,b = ø. Mn,b

Mu,k = ø. Mn,k

Vu,b = ø. Vn,b

Dalam tingkat kapasitas,

Mkap,u = ø. Mkap,n

Faktor reduksi kekuatan ø = 0,7 oleh karenanya tampak pada Vcol diatas dan akan

selalu tampak pada required strength yang lain pada Mu,k.

Page 182: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

178

E. GAYA GESER DAN TEGANGAN GESER JOINT

Melalui keseimbangan gaya-gaya pada joint akan dapat diketahui betapa akan

terdapat gaya geser yang sangat besar. Gaya geser tersebut dapat diketahui melalui

Gambar 11.4 berikut.

Retak/crack

Retak/crack

Diagonal Strut

Vjv

Vjh

Vcol

Ts

Cc

zi

Vcol

Vb Vb

Cc

Ts

VjvVjh

Vjh=Ts+Cc-Vcol

Gambar 11.4 Gaya Geser pada Joint

Sebagai hasil resultan dari gaya-gaya desak yang ditimbulkan oleh momen balok

dan momen kolom, maka akan terdapat gaya desak diagonal yang terjadi pada joint.

Gaya desak diagonal tersebut dapat mengakibtkan retak/pecahnya joint sebagaimana

tampak pada Gambar 11.4.a). Akibat momen lentur pada balok juga memungkinkan

retaknya balok ditepi muka kolom terutama pada daerah tarik. Karena beban bersifat

bolak-balik, maka retaknya balok ditepi muka kolom dapat terjadi pada kedua sisi

(sisi atas dan sisi bawah balok).

Pada Gambar 11.4.b), adanya gaya geser Vjh dan Vjv semakin terlihat sebagai

suatu konsekuensi dari keseimbangan gaya-gaya pada joint. Adanya gaya geser Vjh

juga terlihat pada SFD yang ditunjukkan oleh Gambar 11.4.c). Dengan cara yang

sama juga dapat diidentifikasi gaya geser Vjv. Dengan memakai keseimbangan gaya-

gaya, maka

coljh VCcTsV −+=

jhc

bjv V

hh

V ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

Yangmana hb adalah tinggi balok dan hc adalah tinggi kolom.

Page 183: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

179

iziMkapTs ,.7,0

=

azaMkapCc ,.7,0

=

Mengapa terdapat koefisien 0,7 ? Karena sebagaimana disampaikan sebelumnya Mkap

adalah momen kapasitas nominal. Vjh dan Vjv pada persamaan di atas adalah gaya-

gaya lintang (gaya geser) yang harus dikendalikan (baik oleh kekuatan geser beton

maupun oleh tulangan geser joint). Menurut SK-SNI 1991, tegangan geser yang

terjadi pada joint harus dikendalikan melalui tegangan geser maksimum τjh,

cfbh

V

bb

jhjh '5,1

.<=τ

Apabila batas maksimum tegangan tersebut tidak dipenuhi, maka ukuran buhul joint

harus diperbesar.

F. TULANGAN GESER JOINT

Gaya geser horizontal Vjh dan gaya geser vertikal Vjv belum tentu dapat ditahan

secara aman oleh beton didalam joint. Secara teoritik beton mampu menahan

tegangan geser dengan batas tertentu. Apabila masih terdapat kelebihan tegangan

geser, maka kelebihan tegangan tersebut harus ditahan oleh tulangan geser.

Mengingat terdapat 2 arah tegangan geser, maka hal tersebut akan dibahas satu-

persatu.

1. Tulangan Geser Horisontal

Tegangan geser horisontal Vjh akan ditahan secara bersama-sama oleh beton

dan tulangan geser (kalau diperlukan). Kadang-kadang sering terdapat pertanyaan,

bukankah pada arah horisontal tersebut juga ada balok, sehingga dapat menahan

tegangan geser joint? Jawabannya adalah bahwa pada saat balok melentur mencapai

kekuatan kapasitas (Mkap), bagian tegangan tarik balok sudah retak-retak lebar.

Mengingat beban/lenturan balok bersifat bolak-balik maka balok beton ditepi muka

kolom sudah rusak. Kerusakan akan diperbesar oleh terjadinya sendi plastis balok.

Page 184: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

180

Sh

Kekuatan geser yang dapat dikerahkan oleh beton,

• 0=chV

Bila cfAg

kNu '.1,0,<

• bcch hbcfAg

kNuV ..'.1,0,32

−=

Bila cfAg

kNu '.1,0,>

Selanjutnya kekuatan geser yang harus ditahan oleh tulangan geser Vsh adalah,

chjhsh VVV −=

Apabila sengkang mempunyai tegangan sebesar fysh maka luasan potongan sengkang

yang diperlukan sebesar,

sh

shsh fy

VA =

Apabila luasan potongan sengkang yang diperlukan Ash sudah diperoleh, maka

dengan memakai diameter sengkang dsh tertentu jarak sengkang horisontal join sh

dapat ditentukan.

Gambar 11.5 Tulangan Geser Horisontal

Page 185: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

181

2. Tulangan Geser Vertikal

Disamping tulangan geser horisontal, maka secara teoritik pada joint juga

diperlukan tulangan geser vertikal. Sebagaimana diketahui bahwa pada joint sudah

rapat/padat dengan tulangan-tulangan, mulai dari tulangan kolom, tulangan balok

membujur dan tulangan balok melintang. Setelah itu ada tulangan geser horisontal dan

kemudian tulangan geser vertikal. Oleh karena itu pada joint sudah penuh dengan

macam-macam tulangan yang saling menyilang secara 3 dimensi. Apabila tidak

diperhatikan secara khusus hal tersebut (tulangan-tulangan) dapat mengakibatkan

mutu cor beton di joint menjadi kurang baik. Padahal menurut analisis struktur, joint

harus tetap kuat/elastik saat terjadi gempa. Oleh karena itu joint perlu memperoleh

perhatian khusus.

Intermediatebars

Gambar 11.6 Gambar Tulangan Geser Vertikal Joint

Page 186: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

182

Kekuatan geser vertikal yang dapat dikerahkan oleh beton,

• 0=cvV untuk ujung kolom dasar

• ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+=cfAg

kNuAsAs

VVk

kjhcv '.

,6,0'

'kAs = luas tulangan desak kolom

kAs = luas tulangan tarik kolom

Kekuatan yang harus dikerahkan oleh tulangan geser vertikal,

cvjvsv VVV −=

Selanjutnya,

sv

svv fy

VAs =

Tulangan geser vertikal dapat ditahan oleh :

1. Tulangan intermediate bars bila Ask + As’k > Asv

2. Tulangan sengkang vertikal

3. Tulangan khusus

Tahapan desain atau proses perencanaan joint balok kolom (beam column joint)

ini dapat dilihat pada Gambar 11.7 di bawah ini.

Page 187: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

183

Dengan :

Mulai

Hitung gaya geser horizontal join :

Hitung Vkolom dan dipilih yang terkecil :ka

kap.kakaka

ki

kap.kikiki

kolkakijh

Z0,7.M

TC

Z0,7.M

TC

VTCV

==

==

−+=

( )

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ++=

+

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

=

EkLkDkkolom

kika

kap.kaka

kap.kiki

kolom

Vk4VV1,05V

ll21

.Mll.M

ll0,7

V

Hitung tegangan vertikal join

jhc

bjv .V

bh

V =

cf'1,5.bh

b.ac

jhjh <=

jhchsh VVV =+

cc

c

f'f

f'

0,1AP bila .h.b'.1,0

AP.

32V

0,1AP bila 0V

g

ukcb.a

g

u.kch

g

ukch

>⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

<⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

Denganjvcvsv VVV =+

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+=

=

cf'.AP0,6

AA.VV

dasar kolom ujunguntuk 0V

g

uk

sk

ks'jhcv

cv

yfsh

shVA =

φn.AAJml sh

tul =

yfsv

svVA =

φA.nAJml sv

tul =

Selesai

Ukuran dirubah

Geser Horizontal Geser Vertikal

ya

Tidak

Data : hc bb

Gambar 11.7 Flow Chart Penulangan Beam Column Joint

Page 188: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

184

Contoh : Akan dihitung tulangan geser joint dengan memakai hasil-hasil desain balok

sebelumnya. Misalnya momen-momen kapasitas Mkap+ dan Mkap

- yang

terjadi pada kiri dan kanan joint seperti tampak pada Gambar 11.8. Mutu

bahan yang dipakai f’c = 25 Mpa (255 kg/cm2) dan fy = 400 Mpa (4080

kg/cm2).

MKap-=120 tm

MKap+=107,463 tm

MKap-=138,7 tm

MKap+=76,7 tm

MKap-=79,9 tm

MKap+=138,7 tm

MKap-=107,463 tm

MKap+=133,9 tm

lb=8,5 mlb'=7,8 m

lb=5,5 mlb'=4,75 m

lb=7,5 mlb'=6,875 m

Gambar 11.8 Momen Kapasitas Balok

Penyelesaian :

1. Menghitung Vcol

a. Kolom dalam (kiri)

( )hbha

aMkaplblb

iMkaplblb

V a

a

i

i

col

+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+

=→

21

,,7,0 ''

= ( )

66,4444

21

463,10775,45,5120

8,75,87,0

=+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ +

t

( )30,43

4421

7,13875,45,57,79

8,75,87,0

=+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ +

=←

colV t < 44,66 t

Page 189: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

185

b. Kolom dalam (kanan)

( )74,42

4421

7,76875,6

5,77,13875,45,57,0

=+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ +

=→

colV t

( )34,47

4421

9,133875,6

5,7463,10775,45,57,0

=+

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ +

=←

colV t > 42,74 t

• Kolom dalam kiri yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari kiri.

• Kolom dalam kanan yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari

kanan.

2. Menghitung Vjh dan Vjv untuk kolom dalam kiri

coljh VCcTsV −+= ; i

ii ziMkapCcTs ,.7,0

==

jhc

bjv V

hh

V ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= ;

aaa z

aMkapCcTs ,.7,0==

Karena Vcol bertanda negatif maka agar Vjh nilainya terbesar, yang menentukan

hitungan adalah apabila Vcol terkecil. Untuk kolom dalam kiri, maka yang

menentukan hitungan adalah apabila gempa berasal dari kanan (Mkap+

i =79,7 tm

dan Mkap-a =138,7 tm).

Vjv

Vjh

Vjv

Vjh

C ka

T ka

T ki

C ki

Vkol

Vkol

0,70 Mkap.ka

0,70 Mkap.ki

hc

bjZ kaZ ki

Page 190: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

186

ziMkapCcTs ,.7,0

== , ahz .5,0−=

( ) 01,870926,0.5,06875,0

70,79.7,0=

−== ii CcTs t

( ) 84,1581525,0.5,06875,0

7,138.7,0=

−== aa CcTs t

55,2023,4384,15801,87 =−+=jhV t

Kontrol :

cfbh

V

bb

jhjh '5,1

.<=τ

= 34,7340.70

10.55,2022

3

=cmkg kg/cm2

5,7255,1'5,1 === cfmaksjhτ Mpa = 76,5 kg/cm2

τjh < τjh maks ukuran joint / kolom tidak perlu diperbesar.

Mkap- = 138,7 tm

h = 68,75 cm a = 15,25 cm

Mkap+ = 79,7 tm

h = 68,75 cm a = 9,26 cm

hc = 63,75 cm bc = 45 cm

35/77,5 45/70

35 b.ba 45

70

3577,5

Tampak Atas

Page 191: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

187

3. Menghitung Gaya Geser oleh Beton Vc

Karena joint tetap elastik/tidak rusak maka beton masih utuh sehingga beton dapat

mengerahkan kekuatan gesernya. Pada kolom-kolom tingkat bawah AgkNu,

>0,1.f’c, misalnya dalam hal ini Nu,k = 305,1 t, bc = 45 cm dan hc = 70 cm,

dengan demikian

85,9670.45

305100,2 ==

cmkg

AgkNu kg/cm2 > 0,1.f’c = 25,5 kg/cm2

Dengan demikian berlaku,

Nu,k = 305,1 t = 305,1 x 9804 = 2991200,4 N

bcch hbcfAg

kNuV ..'.1,0,32

−= = 700.450.25.1,0700.450

2991200,432

− = 555446,8 N

= 56655,57 kg = 56,655 t47,2 t (1N = 0,102 kg)

4. Gaya Geser yang Ditahan oleh Sengkang (Vs) dan Jarak Sengkang Horisontal (sh)

655,5655,202 −=−= chjhsh VVV = 145,9 t

Jarak sengkang horisontal,

76,354080

145900 2 === cmkgkg

fyV

Ash

shsh cm2

Bila dipakai sengkang ø 12 mm, Asd = 1,1309 cm2 dan dipakai 4 kaki, maka

As = 4.1,1309 = 4,52389 cm2

Banyaknya sengkang,

89,752389,4

76,35≈===

s

sh

AA

n buah

82,818

5,75,125,77≈=

−−−

=hs cm

Intermediate bars

57,5

7,5

12,5

8 buah

Page 192: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

188

5. Sengkang Vertikal

• Gaya geser vertikal, Vjv

jhc

bjv V

hh

V ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= = 25,22455,202

705,77

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ t

• Gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+=cfAg

kNuAsAs

VVk

kjhcv '.

,6,0'

= 46,198255.70.45

3051006,01.55,202 =⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ + t

• Gaya geser yang harus ditahan oleh sengkang vertikal

cvjvsv VVV −= = 785,2546,19825,224 =− t

• Luasan tulangan yang diperlukan

sv

svv fy

VAs = = 32,6

408025785 2 =cm

kgkg cm2

Ada 4D25 tulangan tengah (intermediate bars) As = 4. 4,906 = 19,62 cm2

62,19=As cm2 > 32,6=vAs cm2 OK

Maka tidak diperlukan sengkang vertikal.

Page 193: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

189

BAB XII PONDASI

A. PENDAHULUAN

Struktur bangunan gedung terletak sepenuhnya diatas tanah pendukung

melalui sistem pondasi. Dengan demikian sistem pondasi merupakan bagian yang

sangat penting dari bangunan gedung secara keseluruhan. Secara garis besar,

bangunan gedung terdiri atas dua bagian pokok, yaitu struktur atas (upperstructure /

superstucture) dan struktur bawah (substructure). Struktur atas adalah bagian

bangunan yang secara langsung menahan beban, baik beban gravitasi maupun beban

angin atau gempa. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan pada pondasi oleh

kolom-kolom dan selanjutnya oleh pondasi beban disalurkan ke dalam tanah

pendukung.

Apabila diperhatikan maka hierarki angka keamanan yang terbesar justru

harus terletak pada tujuan akhir penyaluran beban yaitu tanah pendukung. Angka

keamanan antara 2 – 3 sering dipakai pada daya dukung tanah (Bowles, 1988). Angka

keamanan yang dimaksud adalah rasio antara kuat batas atau maksimum tegangan

bahan (tanah) terhadap tegangan yang diijinkan akibat beban. Angka keamanan yang

relatif tinggi pada tanah dipakai dengan alasan-alasan (Bowles, 1988) :

1. Sulitnya sistem kontrol kondisi / kekuatan tanah setelah bangunan selesai

2. Adanya ketidaktahuan secara 100% terhadap tanah-tanah dibawahnya

3. Ketidaksempurnaan dalam menentukan properti tanah

4. Begitu kompleksnya lapisan tanah (lapisan, properti, kondisi, jenis dll)

5. Ketidakakuratannya model matematik interaksi antara tanah dan fondasi

6. Banyaknya ketidakpastian yang mungkin terjadi

7. Tanah sebagai pendukung akhir beban harus tidak boleh gagal dalam menahan

semua beban.

Setelah tanah maka hierarki kerusakan dibawahnya adalah pondasi. Dengan

demikian pondasi harus mempunyai angka keamanan yang cukup agar dapat

meneruskan beban dengan baik. Angka keamanan untuk pondasi harus lebih besar

dari pada kolom atau pun struktur atas, walaupun lebih kecil dari tanah. Sudah

menjadi kebiasaan didalam desain, bahwa penghematan atau penekanan biaya yang

Page 194: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

190

berlebih pada pondasi umumnya tidak dianjurkan. Dengan perkataan lain biaya untuk

pondasi tidak perlu dihemat dan bahkan cenderung diamankan atau sedikit berlebih

demi keamanan.

B. JENIS PONDASI

Pondasi pada umumnya diklasifikasikan menurut jenis dimana beban harus

didukung oleh tanah, yaitu :

1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundationi)

Pondasi dangkal adalah sistem pondasi sedemikian rupa sehingga beban masih

dapat ditahan oleh lapisan tanah sehingga kedalamannya (muka/level dasar

fondasi) tidak lebih dari lebar fondasi atau 1≤BD . Pada pondasi jenis ini

umumnya kondisi tanah cukup baik sehingga dapat mengerahkan daya dukung

yang cukup. Selain hal tersebut, pondasi dangkal umumnya dipakai pada kolom

yang beban vertikalnya tidak terlalu besar, misalnya pada bangunan-bangunan

bertingkat yang tidak terlalu tinggi.

2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Pondasi dalam adalah pondasi yang mana bebannya sudah tidak lagi mampu

didukung oleh lapisan atas suatu tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi

tanah atau daya dukung tanah yang tidak baik ataupun beban kolom yang

demikian besar. Pengalaman menunjukan bahwa pondasi dalam jauh lebih mahal

dari pada pondasi dangkal. Mahalnya pondasi dalam tidak saja karena nilai

materialnya, tetapi juga waktu pembuatannya maupun teknologi, sistem dan alat-

alat yang dipakai.

P

D

D

,ø,c,PI

a).Pondasi Dangkal

P

b).Pondasi Dalam

Tanah lunak

Lapis Tanah keras

Gambar 12.1 Jenis Pondasi

γ

Page 195: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

191

C. TEKANAN TANAH DIBAWAH PONDASI

Tekanan tanah dibawah pondasi dapat dikenali dengan mengambil asumsi

bahwa kaki pondasi dianggap kaku semuprna, ataupun tidak kaku sempurna. Bentuk

tekanan tanah tersebut berbeda untuk jenis tanah yang berbeda. Bentuk tekanan tanah

dibawah pondasi adalah seperti yang tampak pada Gambar 12.2.

P

T a n a h N o n - K o h e s i f

P

P

T a n a h K o h e s i f

P P

A s u m s i

a ) I n f . R i g i d F o o t i n g b ) N o n I n f . R i g i d F o o t i n g c ) P e n y e d e r h a n a a n

Gambar 12.2 Tekanan Tanah dibawah Fondasi

Pada Gambar 12.2.a) tekanan tanah dibawah pondasi tersebut adalah tekanan

tanah untuk jenis tanah non-kohesif (pasir). Sedangkan gambar 12.2.a) bawah adalah

tekanan tanah untuk jenis tanah lempung dan kedua-duanya adalah untuk footing yang

dianggap kaku sempurna (infinitely rigid). Sedangkan Gambar 12.2.b) adalah bentuk

tekanan tanah apabila footing tidak kaku sempurna.

Terhadap struktur pondasi bentuk-bentuk tekanan tanah tersebut akan

menyulitkan didalam analisis struktur. Oleh karana itu sangat lazim bentuk tekanan

tanah tersebut disederhanakan menjadi Gambar 12.2.c).

Page 196: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

192

P

T e k . T a n a h a k i b a t P

M M

P

T e k . T a n a h a k i b a t M T e k . T a n a h

Gambar 12.3 Tekanan Tanah Akibat P dan M

Pada Gambar 12.3.a) adalah tekanan tanah akibat beban gravitasi, sedangkan

Gambar 12.3.b) adalah tekanan tanah akibat momen guling M. Kombinasi antara

beban P dan M akan mengakibatkan tekanan tanah total seperti tampak pada Gambar

12.3.c). dalam hal ini dipakai anggapan bahwa tekanan tanah yang sifatnya desak

maka tekanan tanah tersebut bertanda positif dan bertanda negatif untuk kondisi

sebaliknya. Material tanah dapat menahan tegangan desak, tetapi sebaliknya tidak

mampu menahan tegangan tarik. Apabila terdapat tegangan tarik berarti pondasi atau

salah satu kaki pondasi akan terangkat (uplift). Kondisi seperti ini pada umumnya

tidak diperbolehkan.

P

ex

B

b d

a cex

L

a)Eksentris 1 arah

B

b d

a c

ex

L

a)Eksentris 2 arah

B/6B/6

L/6 L/6

ey B

b d

a c

L

a)Eksentris diluar teras

pTeras

Gambar 12.4 Tekanan Tanah dibawah Fondasi

Page 197: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

193

Pada Gambar 12.4.a) beban P hanya mempunyai eksentrisitas ex. Apabila

beban masih ada didalam teras potongan maka tidak ada tegangan tarik pada seluruh

ruasan pondasi. Pada kondisi tersebut, maka :

( )y

xba I

LeP

AP 2.−== σσ

( )y

xdc I

LeP

AP 2.+== σσ

Dengan A = L.B adalah luas pondasi, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu y atau

Iy = 121 . B . L3.

Pada Gambar 12.4.b) beban P mempunyai eksentrisitas ex dan ey tetapi masih

ada didalam teras. Pada kondisi tersebut seluruh pondasi masih dalam keadaan desak.

Tegangan yang terjadi pada ujung-ujung pondasi adalah,

( ) ( )x

y

y

xa I

BeP

I

LeP

AP 2.2.

−−=σ

( ) ( )x

y

y

xb I

BeP

I

LeP

AP 2.2.

+−=σ

( ) ( )x

y

y

xc I

BeP

I

LeP

AP 2.2.

−+=σ

( ) ( )x

y

y

xd I

BeP

I

LeP

AP 2.2.

++=σ

Berdasarkan rumus-rumus diatas, maka tegangan tanah diujung pondasi a atau

σa akan menjadi tegangan terkecil dan tegangan tanah di ujung pondasi d atau σb akan

menjadi tegangan terbesar. Pada Gambar 12.4.c) beban P sudah berada diluar teras,

maka sebagian tanah akan mengalami tegangan tarik.

D. EFEK TEKAN TANAH TERHADAP PONDASI

Beban gravitasi kolom P umumnya didistribusikan secara merata pada seluruh

luasan pondasi bila letak kolom berada ditengah pondasi secara simetri. Pada kondisi

tersebut reaksi tekanan tanah secara vertikal akan menekan kaki pondasi ke atas.

Reaksi vertikal tekanan tanah yang merata tersebut akan mempunyai efek kepada

Page 198: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

194

pondasi yaitu efek lentur dan efek geser. Peristiwa seperti ini sebenarnya mirip pada

plat kantilever dua sisi akibat beban gravitasi pada struktur atas.

efek geser

efek & tul lentur

P P

M +

M - M -

Tegangan tanah yang diijinkan qa = sF

quit , umumnya SF = 2-3

• Tegangan tanah ultimit qult berdasar data lab.

Qult = CNcSc + q Nq + 0,5 ∂ N∂.S∂ (Terzaghi) perlu properti tanah dari uji lab

∂ , φ, C, Nc, Nq, N∂ dari tabel

• Tegangan tanah ultimit dari uji lapangan (SPT, CPT)

Qult = KN- (SPT, cohessimless soil), N = No of blows count / 1 ft

Qa ~ 5030 −

qc (CPT, clay soils)

Page 199: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

195

Contoh : Pondasi setempat (kolom paling kiri)

Dari analisis struktur diperoleh PD = 1399 kN, PL = 469,2 kN, kemudian MD

= 34,34 kNm, ML = 15,65 kNm. Setelah diadakan penyelidikan tanah

misalnya tegangan ijin iτ = 2,5 kg/cm2 dapat dipakai pada kedalaman

3,75 m. Momen akibat beban gempa ME = 643,25 kNm.

P

1,5 m

M

0,00

qt

0,75 m

1,5 m

-1,5

-2,25

-3,75

Beton Siklop

4,5 m

Perbaikan tanah

3 m0,75 m 0,75 m

21

0,75 m

2 m

0,75 m

+ 41,3

+-

39,05

Tegangan betonsiklop

2,25

43,55+

+

+-

15,73

0,571

+ 16,314,63

Tegangan tanah

P1M1

Tidak ada gempa

P2M2

Ada gempa

Page 200: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

196

Saat tidak ada gempa

Pada saat itu beban hanya beban gravitasi,maka

P1 = 1 PD + 1 PL

= 1399 + 469,2 = 1868,2 kN

= 190,55 ton

M1 = 1 MD + 1 ML

= 34,34 + 15,65 = 49,99 kN

= 5,098 tm

• Akibat berat tanah

Qt = 1,5 . 1,8 = 2,7 t/m2

• Akibat berat footplate ( ± 0,75 m)

Qs = 0,75 . 2,4 = 1,8 t/m2

• Akibat berat sikloop

Qb = 1,5 . 2,2 = 3,3 t/m2

• Ukuran dasar beton sikloop diperkirakan 4,5 x 3,5 m dengan tebal sikloop 1,5 m

• Tegangan ijin tanah netto

tτ = 25 – 2,7 – 1,8 – 3,3 = 17,2 t/m2

• Tegangan tanah yang terjadi

τt1 = Ix

yMAP 1+ =

35,4.5,3.121

5,4.21.098,5

5,3.5,455,190

+

= 12,098 + 0,431 = 12,529 t/m2

Tegangan tanah yang terjadi didasar sikloop τt1= 12,529 t/m2 < tτ = 17,2 t/m2

berarti ukuran fondasi tersebut dapat dipakai.

τt2 = 12,098 – 0,431 = 11,667 t/m2 > 0 OK

Dengan ukuran dasar sikloop 4,5 x 3,5 m dan tebal sikloop 1,5 m, maka dengan

prinsip penyebaran beban 2 : 1 maka ukuran plat fondasi

l = 4,5 – 2 . 0,75 = 3 m, b = 3,5 – 2. 0,75 = 2 m plat fondasi 3 x 2 m.

Tegangan dimuka beton sikloop

τb1 = 457,33699,1758,313.2.12

15,1.098,5

2.355,1902

1

3

1=+=+=+

Ix

lM

AP t/m2

τb2 = 31,758 – 1,699 = 30,059 t/m2

Page 201: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

197

1. Kalau ada gempa

Hasil dari analisis struktur didepan diperoleh

P2 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 108,20 + 1961,6 = 2069,8 KN

P2 = 211,12 t

M2 = 1,05 (MD + ML + ME)

= 1,05 (34,34 + 15,65 + 643,25) = 727,90 KNm = 74,25 tm

τt1 = 579,26

25,2.25,745,3.5,4

12,211+

t = 13,40 + 6,28 = 19,68 t/m2 < (2 s.d 3) . 17,2 t/m2

τt2 = 13,4 – 6,28 = 7,12 t/m2 > 0

Akibat gempa tegangan tanah tidak dilampaui ~ OK

Tegangan dibawah pondasi

τb1 = 33.2.12/15,1.25,74

2.312,211

+ = 35,18 + 24,75 = 59,93 t/m2 ~ 60 t/m2

τb2 = 435,18 – 24,75 = 10,43 t/m2 > 0

P2

M2

+ 35,18

+-

10,43

24,75

60,0

0,6

1,21,2

40,17

Apabila diambil rata-rata, maka tegangan/ tekanan keatas terhadap plat fondasi

τa = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

217,4060 = 50 t/m2

untuk tiap m’ fondasi (tegak lurus gambar)

Vu = 1,2 . 50 = 70 ton

Mu = ½ . 50. 1,22 = 36 ton

Page 202: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

198

Vn = 6,0

70=

φVu = 116,67 t

Mn = 8,0

36=

φMu = 45 ton

2. Tebal plat pondasi dan kontrol geser akibat service load

Desain didepan baru terbatas pada desain ukuran denah pondasi dan kontrol

tegangan-tegangan yang terjadi. Desain berikutnya adalah estimasi tebal pondasi dan

kontrol tegangan-tegangan geser yang terjadi pada plat pondasi.

s b = 7 c m

1 ,2h p

0 ,40 ,5 V u4 1 ,3 2 t / m 2

3 m

h c + h p

4 5 / 6 0b c + h p

h c

2

0 ,8 3 2 5

Diperkirakan tebal plat dalam 0,50 m, dan sisi luar 0,40 rata-rata 0,45 m

d = 7 + 1,25 = 8,25 cm = 0,0825 m

hp = 0,45 – 0,0825 = 0,3675 m

lebar beban one way action

u = 1,2 – h = 1,2 – 0,3675 = 0,8325 m

Vu1 = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

2758,31mt . 0,8325 . 2 = 52,877 ton

Vn1 = 6,0

877,52=

ϕVu = 88,128 ton

Tegangan geser

τ1 = 735,0128,88

2.3675,01 =

Vn = 119,902 t/m2 = 11,990 kg/cm2

Page 203: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

199

τmaks = 2 252' =cf = 10 Mpa = 102 kg/cm2

τ1 < τmaks geser one way aman !

Geser two ways action

S1= hc + hp = 0,60 + 0,3675 = 0,9675 m

S2 = bc + hp = 0,45 + 0,3675 = 0,8175 m

a = S1 . S2 = 0,9675 . 0,8175 = 0,791 m2

K = 2 (0,9675 + 0,8175) = 3,57 m’

hp = 0,3675 m

Vu2 = ( 3.2 – a ) . 31,758 = ( 6 – 0,791 ). 31,758 = 165,427 ton

Vn2 = 6,0427,1652 =

ϕVu = 275,712 ton

τ2 = 3675,0.57,3712,275

.2 =

hpkVn = 210,150 t/m2 = 21,015 kg/cm2

τmaks,1 = 2545,0/6,0

42'2⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+=⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+ cfc

= 25 Mpa = 255 kg/cm2

τmaks,2 = 25257,33675,0.30'2.

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+=⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ + cf

Khpsα = 25,44 Mpa = 259,5 kg/cm2

τmaks,3 = 4 254' =cf = 20 Mpa = 204 kg/cm2

τ2 = 21,015 kg/cm2 < 204 kg/cm2 geser two ways Aman

~ plat fondasi mempunyai ketebalan yang cukup aman terhadap bahaya geser.

3. Desain tulangan lentur plat

Sesuai dengan hitungan sebelumnya, untuk tiap m’ (100 cm) plat fondasi

momen lentur nominal Mn = 45 tm. Tebal efektif plat pondasi h = 36,75 cm.

Desain plat tulangan sebelah

Mn = Cc ( h – a/2 )

45.105 = 0,85 . f’c. a.100 (36,75 – a/2 )

ac Cc

Ts

M

8,25

36,75

Page 204: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

200

= 0,85 . 255 . a. 100 (36,75 – a/2)

= 21675a (36,75 – a/2)

10837,5a2 - 796556,25a + 45.105 = 0

a2 – 73,5a + 415,225 = 0

a = 2

225,415.1.45,735,73 2 −−

a = 6,1667 cm

Cc = Ts = 0,85 . 225 . 6,1667. 100 = 133663,45 kg

As = fyTs =

408045,133663 = 32,76 cm2 dipakai tul.D25, Asd = 4,906 cm2

s = cmcmcm

AsAsd

2

2

76,32906,4.100.100

= = 13 cm

dipakai s = 12,5 cm As 5,12906,4.100 = 39,248 cm2 > 32,76 cm2

Pondasi Menerus

Ada kemungkinan pemakaian jenis-jenis pondasi yang dapat dipakai. Hal ini

akan banyak bergantung pada daya dukung tanah yang tersedia. Pada contoh

sebelumnya dipakai pondasi setempat (individual footing) dengan perbaikan tanah

yaitu dengan memakai beton sikloop. Pada contoh berikut misalnya dipakai pondasi

menerus (continous footing). Sebelum sampai pada proses desain, maka akan dibahas

terlebih dahulu tentang analisis strukturnya.

Pada contoh sebelumnya, pengaruh momen kolom pada tegangan tanah

ternyata relatif kecil, terutama pada beban gravitasi. Pengaruh momen kolom dapat

berakibat langsung pada tegangan tanah. Pada pondasi menerus, pengaruh momen

kolom terhadap tegangan tanah menjadi lebih kompleks. Akan dilihat terlebih dahulu

pada kombinasi pembebanan mana yang lebih menentukan.

a. Gaya Aksial Kolom Tingkat Dasar Akibat Beban Gravitasi

Berdasarkan analisis struktur maka, gaya-gaya aksial kolom tingkat dasar

adalalah,

Nu1= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1399 + 1,6 . 469,2 = 2429,5 kN = 247 t

Page 205: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

201

Nu2= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1993 + 1,6 . 739,9 = 3575,4 kN = 364,7 t (kolom

dalam kiri)

Nu3= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1866,4 + 1,6 . 682,2 = 3331,2 kN = 339,8 t (kolom

dalam kanan)

Nu4= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1274,6 + 1,6 . 412,5 = 2189,6 kN = 2234 t (kolom

kanan)

Jumlah total beban kolom ke pondasi = 1175,7 t

b. Gaya Aksial Kolom Akibat Kombinasi Beban Gravitasi dan Gempa

Berdasarkan analisis struktur, maka akan diperoleh

Nu1 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 2069,8 kN = 211,2 t

Nu2 = 0,9 . 0,7 (126,74) + 1,05 (1993 + 739,9) = 2949,4 kN = 300,8 t

Nu3 = 0,9 . 0,7 (-100,5) + 1,05 (1866,4 + 682,2) = 2612,7 kN = 266,5 t

Nu4 = 0,9 . 0,7 (-200,5) + 1,05 (1274,6 + 412,5) = 1645,2 kN = 167,8 t

Jumlah total beban kolom ke pondasi = 946,3 t < 1175,7 t

Dengan hasil tersebut maka gaya aksial akibat gravitasi lebih besar daripada gaya

aksial akibat beban kombinasi. Oleh karena itu desain pondasi akan ditentukan

oleh beban gravitasi saja, apalagi pengaruh beban gempa.

1,25 8,5 5,5 7,5 1,25

25,5

1,5

Page 206: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

202

M

1,5 m

31,50,75 0,75

1. Tegangan tanah dibawah sikloop,

Luas dasar sikloop, A = 3 . 25,5 = 76,5 m2

Tegangan tanah tτ = 17,2 t/m2

37,155,767,1175===

ANtotaltτ t/m2 < 17,2 t/m2

2. Tegangan dibawah footing bτ

65,3224.5,1

7,1175===

ANtotalbτ t/m2

65,32=bτ t/m2 <10 MPa = 102 t/m2

3. Beban terbagi rata balok

Untuk selebar plat 1,5 m, maka beban terbagi rata balok,

qb = bτ . L = 32,65 . 1,5 = ~ 50 t/m

4. Model-model analisis

Terdapat bermacam-macam model analisis balok pondasi yang dapat dipakai.

Masing-masing model analisis didasarkan atas asumsi-asumsi dan kelebihan serta

kekurangannya masing-masing.

Page 207: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

203

8,5 5,5 7,5 1,25

q=50 t/m

Model 1

q=50 t/mModel 3

q=50 t/m

Model 2

A B C D

A B C D

A B C D

Pada model 1, asumsinya semua dukungan dianggap sendi/rol dengan

mengabaikan peran kolom. Pada model ini momen negatif di A da D menjadi sangat

kecil dan sebaliknya momen positif bentang A-B dan C-D menjadi relatif besar.

Dalam hal ini momen negatif di A dan D akan underestimate/kekecilan dan momen

positifnya cukup aman. Proses analisis menjadi paling mudah.

Pada model 2, asumsinya peran kolom tetap diabaikan dan dukungan A dan D

dianggap jepit-jepit, dukungan yang lain dianggap rol. Yang terjadi adalah bahwa

momen negatif di A dan D akan overestimate/kebesaran. Akibatnya momen positif

bentang A-b dan C-D menjadi underestimate/kekecilan. Proses analisis hampir sama

dengan pada model 1 diatas.

Model analisis yang ketiga adalah model yang paling rasional, walaupun

kolom yang diperhitungkan hanya 1-tingkat. Pada model analisis ini peran kolom

tetap diperhitungkan (walaupun hanya 1-tingkat). Momen negatif dan positif yang

terjadi akan sesuai dengan fakta, walaupun model strukturnya juga belum sempurna.

Proses analisis lebih panjang. Oleh karena itu bagi perencana harus dapat

menempatkan pilihan serasional mungkin, walaupun untuk itu diperlukan proses

analisis struktur yang lebih panjang. Pada contoh ini dipakai 2-pendekatan yang

ektrim yaitu model 1 dan model 3. Untuk model ke-2 dapat dihitung dengan cara yang

senada.

Page 208: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

204

8,5 5,5 7,5 1,25

q=50 t/m

+++- - -

-62,5

182,5 152,5

-242,25122,4

210,7

155,1

62,5

39,5

451,6 292,5

189,1

209 351,6

39,5Mmaks Mmaks

1,25

Mmaks 1 = 3,3165,8

65,3.25,24285,4.3965,3.50.2165,3.5,212 2 +=⎟

⎞⎜⎝

⎛ +−− tm

Mmaks 2 = 7,2315,7

102,3.209398,4.39102,3.50.21102,3.5,187 2 +=⎟

⎞⎜⎝

⎛ +−− tm

8 , 5 5 , 5 7 , 5 1 , 2 5

q = 5 0 t / m

+++- - -6 2 , 5

1 9 2 , 5 1 4 8 , 8

2 3 2 , 51 2 6 , 2

2 0 3 , 9

1 7 1 , 1

6 2 , 5

- 9 3

1 3 2 , 5

- 3 5

- 1 6 8 , 8

2 0 9

+ 5 6 , 6

+ 3 9 , 5

1 , 2 5

A B C D4

3 , 8 5 3 , 4 3

4 6 , 5

- 3 0 0 , 4 2 3 0 , 4

- 7 0 - 5 0 , 9

2 1 9 , 2 - 9 6 , 1

Page 209: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

205

Mmaks 1 = 4,2955,8

85,3.4,30065,4.5,13285,3.50.2185,3.5,212 2 +=⎟

⎞⎜⎝

⎛ +−− tm

Mmaks 2 = 6,1965,7

07,4.1,9643,3.2,21943,3.50.2143,3.5,187 2 +=⎟

⎞⎜⎝

⎛ +−− tm

Berdasarkan hasil analisis struktur tersebut dapat diperoleh bahwa momen

negatif dititik A pada model 1, MA = 39,5 tm, sedangkan pada model 2 MA = 132,5

tm. Benar yang dikatakan sebelumnya MA model 1 akan underestimate. Sebaliknya

momen positif bentang A-B untuk model ke-1, M+ = 316,3 tm, sedangkan model ke-2,

M+ =295,4 tm.

x2=0,3

f

x1=0,35

a'

Mf '2,5

451,5

a

MfM=300,4

a = 3,715,8

)35,05,8(35,0.5,51,4.4)..(..422

11 =−

=−

lxLxf tm

a’ = 49,615,8

)3,05,8(3,0.5,51,4.4)..(..422

11 =−

=−

lxLxf tm

b = 91,6)5,1324,300(5,835,0

=− tm

b’ = 92,5)5,1324,300(5,83,0

=− tm

Mf = 300,4 - 71,3 – 6,91 = 222,2 tm

Mf’ = 132,5 – 61,49 + 5,92 = 76,93 tm

Page 210: Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

206

35,12,2224,300==

MfM tm ≈ ω

72,193,765,132'==

MfM tm > ω = 1,3

Desain momen ultimit balok pondasi Mu dapat dipakai.

Momen pada as kolom sudah 1,35 x momen tepi kolom.

Edited by R.M 123