modul pelatihan berbasis kompetensi dasar-dasar ...puslat.kkp.go.id/puslatweb/materi/pdf/materi...

73
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN PUSAT PELATIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari III Lt. 8 Jakarta Pusat MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI DASAR-DASAR PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BUKU INFORMASI Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.KP.03.002.01

Upload: phungbao

Post on 12-Mar-2019

256 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN

PUSAT PELATIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari III Lt. 8 Jakarta Pusat

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI DASAR-DASAR PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI PERAIRAN

BUKU INFORMASI

Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

KKP.KP.03.002.01

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: i dari 74

KATA PENGANTAR

Indonesia merupakan negara kaya dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang ada di dalam berbagai jenis perairan yang luasnya hampir mencapai 75% dari luas wilayah Indonesia. Indonesia adalah negara peringkat kedua yang memiliki terumbu karang terluas di dunia setelah Australia. Wilayah Indonesia juga merupakan pusat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi pada segitiga terumbu karang dunia yang terkenal dengan sebutan “the Coral Triangle”. Sekarang kawasan ini memiliki tantangan berupa degradasi ekosistem laut sehingga konservasi akan berperan penting dalam mengimbangi dampak dari eksploitasi berupa kelangkaan sumber daya ikan dan degradasi ekosistem laut yang timbul karena berbagai kegiatan manusia.

Pencanangan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015 memberikan makna bahwa poduksi perikanan, baik dari kegiatan penangkapan ikan maupun budidaya ikan, perlu ditingkatkan. Jika tidak diimbangi oleh semangat untuk menjamin keberlanjutan, cita-cita tersebut akan menyebabkan perikanan Indonesia mengalami krisis, di antaranya adalah berkurangnya atau hilangnya sumber daya ikan dan terhentinya kegiatan perikanan. Oleh sebab itu, perlu komitmen bersama untuk melakukan pelestarian sumber daya ikan dan konservasi lingkungan perairan dalam rangka menjaga keutuhan ekosistem perairan yang sehat.

Kawasan konservasi perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Dari pengertian tersebut jelas adanya sinergi dan harmoni di antara konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mewujudkan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan adalah memprakarsai dan memfasilitasi gagasan pembentukan kawasan konservasi perairan (KKP) di berbagai tempat. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan sasaran kawasan konservasi perairan seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan 20 juta hektar pada tahun 2020.

Keberhasilan pengelola KKP sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten di berbagai bidang dan disiplin ilmu terkait. Untuk itu diperlukan serangkaian program pelatihan yang diselenggarakan oleh para pelatih yang mengajar dengan modul pelatihan berbasis kompetensi dalam proses pembelajaran yang efektif.

Dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia tersebut, 32 orang pelatih (berasal dari lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP), Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K), Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), kalangan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat) mengikuti kegiatan Training of Trainers untuk Pelatihan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Tingkat Dasar atau Training of Trainer in Marine Protected Areas 101 di Balai Diklat Perikanan Aertembaga dan Balai Diklat Perikanan Tegal pada bulan Juli – Agustus 2010. Sebagian dari pelatih tersebut selanjutnya telah melatih para calon pengelola kawasan konservasi perairan di Balai Diklat Perikanan Banyuwangi dan Balai Diklat Perikanan Belawan masing-masing berturut-turut pada bulan November 2010 dan Februari 2011. Seluruh rangkaian pelatihan tersebut diselenggarakan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan USAID-Coral Triangle Support Partnerships (USAID-CTSP) yang bekerjasama dengan Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (Dit KKJI – KP3K) dan Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan (Puslat – BPSDM KP). USAID-CTSP adalah sebuah kegiatan USAID yang pelaksanaannya melibatkan sebuah konsorsium yang terdiri dari tiga lembaga swadaya masyarakat internasional, yaitu Conservation International, The Nature Conservancy, dan World Wildlife Fund.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: ii dari 74

Guna menunjang keberhasilan pelatihan–pelatihan di bidang konservasi perairan selanjutnya, maka dilakukan adaptasi terhadap bahan pelatihan yang dipakai dalam ToT MPA-101 menjadi Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi di bidang Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan. Adaptasi bahan pelatihan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang telah diadopsi oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan cq. Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan. Dokumen ini memuat sebuah modul untuk pelatihan berbasis kompetesi yang berjudul "Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan”, khusus untuk unit kompetensi ” Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan”. Modul-modul untuk unit kompetensi lain disajikan dalam dokumen-dokumen terpisah.

Semoga modul pelatihan ini bermanfaat bagi para pelatih, peserta pelatihan, dan para pengelola kawasan konservasi perairan serta para pembaca pada umumnya.

Jakarta, November 2011

Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan

Drs. Mulyoto, MM.

NIP 19580314 198103 1 002

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: iii dari 74

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim Adaptasi Materi Pelatihan Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, baik perorangan maupun institusi, yang memungkinkan tersusunnya draft kurikulum ini. Mereka di antaranya adalah:

(1) Pimpinan USAID- Indonesia yang memberikan arahan implementasi kegiatan Coral Triangle Support Partnerships (USAID-CTSP) dalam mendukung program pengembangan kapasitas sumber daya manusia untuk pengelolaan kawasan konservasi peraiaran di Indonesia.

(2) Ms Anne Walton dari dari International MPA Capacity Building Program, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang pertama menyusun dan selalu mengembangkan modul pelatihan ini, menerapkannya dalam berbagai kegiatan pelatihan dan berkenan berbagi ilmu serta pengalamannya yang luar biasa kepada kami di Indonesia.

(3) Tim Pengembangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Kepala Burung yang terdiri dari Conservation International Indonesia, The Nature Conservancy, dan World Wildlife Fund, sebagai pihak pertama bersama NOAA yang melaksanakan kegiatan pelatihan MPA 101 di kawasan bentang laut Kepala Burung (Bird’s Head Seascape) dan berkenan berbagi pengalaman dalam membangun model pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia.

(4) Mr Jason Phillibotte, MSc (NOAA), Bapak Asril Djunaidi, MSc (CI Indonesia), Ibu Meity Mongdong (CI Indonesia), Bapak Arisetiarso Soemodinoto, PhD (TNC) sebagai pelatih dalam penyelenggaraan rangkaian Pelatihan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Tingkat Dasar di Aertembaga (Sulawesi Utara), Tegal (Jawa Tengah), Banyuwangi (Jawa Timur) dan Belawan (Sumatera Utara).

(5) Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Dit KKJI – Ditjen KP3K).

(6) Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan – Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (Puslat - BPSDM-KP).

(7) Para Widyaiswara di lingkungan Puslat Kelautan dan Perikanan – BPSDM KP

(8) Para pelatih lulusan ToT MPA101 di Balai Diklat Perikanan Aertembaga dan Tegal.

(9) Para nara sumber dan panitia pelatihan ToT MPA101 dan Pelatihan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Tingkat Dasar di Balai Diklat Perikanan Banyuwangi, Belawan dan Tegal, di antaranya adalah Ms Tamra Faris (ToT MPA101 di Aertembaga dan Tegal) dan Mr Edward Lindelof (Pelatihan MPA101 di Banyuwangi).

(10) Para peserta pelatihan ToT MPA101 di Aertembaga dan Tegal dan Pelatihan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Tingkat Dasar di Banyuwangi , Belawan dan Aertembaga.

(11) Para mantan anggota Tim 11 yang dibentuk pada tahun 2009 oleh Direktur KKJI - Ditjen KP3K.

Jakarta, 15 Agustus 2011

Ketua Tim Adaptasi Materi Pelatihan

Dr. M. Fedi A. Sondita

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: ii dari 74

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................................iii

BAB I STANDAR KOMPETENSI KHUSUS DAN SILABUS PELATIHAN MENJELASKAN PROGRAM PARIWISATA BERKELANJUTAN UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN ......................................................1

A Standar Kompetensi Kerja Khusus ...................................................................................1

Batasan Variabel .........................................................................................................1

Panduan Penilaian.......................................................................................................3

Aspek Kritis..................................................................................................................4

Kompetensi Kunci .......................................................................................................5

B Unit Kompetensi Prasyarat ..............................................................................................5

C Silabus Pelatihan Berbasis Kompetensi ...........................................................................6

BAB II MATERI MODUL MENJELASKAN PROGRAM PARIWISATA

BERKELANJUTAN UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN ...........14

A Latar Belakang................................................................................................................14

B Tujuan.............................................................................................................................15

C Ruang Lingkup ................................................................................................................15

D Peristilahan ....................................................................................................................15

E Diagram Alir Pencapaian Kompetensi ............................................................................17

MATERI UNIT KOMPETENSI ...............................................................................................17

1 Elemen Kompetensi: Menjelaskan pengertian tentang pariwisata berkelanjutan ...............................................................................................................17

1.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan definisi pariwisata berkelanjutan.....................17

1.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan perbedaan pariwisata berkelanjutan

dengan pariwisata konvensional ..............................................................................18

1.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan tiga landasan pariwasata berkelanjutan ..........19

1.4 Aspek Pengetahuan: Permintaan terhadap pariwisata berkelanjutan ...................19

1.4.1 Permintaan pariwisata dunia .........................................................................19

1.4.2 Konsumsi sumberdaya wisatawan di seluruh dunia ......................................21

1.4.3 Seberapa besar permintaan pariwisata adalah pariwisata

berkelanjutan?................................................................................................21

1.4.4 Mengapa pelancong menginginkan pariwisata berkelanjutan? ....................21

1.4.5 Lebih dari “Pariwisata Alam”: Apakah ada permintaan bagi keberlanjutan sejati? ......................................................................................22

2 Elemen Kompetensi: Menjelaskan manfaat dan ancaman pariwisata bagi kawasan konservasi perairan .......................................................................................23

2.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan manfaat pariwisata bagi kawasan konservasi perairan...................................................................................................23

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: iii dari 74

2.1.1 Sumber pendapatan bagi pengelolaan kawasan konservasi .........................23

2.1.2 Menyediakan lapangan kerja .........................................................................24

2.1.3 Pembenaran politik bagi penetapan kawasan konservasi perairan ..............24

2.1.4 Media untuk pendidikan lingkungan ..............................................................24

2.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan ancaman yang ditimbulkan pariwisata

terhadap KKP ............................................................................................................25

2.2.1 Dampak lingkungan ........................................................................................25

2.2.2 Ketersediaan air..............................................................................................26

2.2.3 Sumberdaya energi.........................................................................................26

2.2.4 Sistem penanganan sampah...........................................................................26

2.2.5 Ketidak-stabilan ekonomi ...............................................................................27

2.2.6 Berdesakan di dalam dan di sekitar KKP ........................................................27

2.2.7 Pembangunan fasilitas yang berlebihan ........................................................28

2.3 Aspek Pengetahuan: Menyeimbangkan manfaat dan kerugian .............................28

2.4 Aspek Keterampilan: Membuat visi untuk sebuah daerah tujuan wisata...............28

3 Elemen Kompetensi: Menjelaskan cara mengelola dampak pengunjung ..................30

3.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan cara mengelola pengunjung berdasarkan suatu standar ............................................................................................................30

3.1.1 Konsep daya dukung lingkungan ....................................................................30

3.1.2 Konsep batas perubahan yang dapat diterima (limits of acceptable

change, LAC) ...................................................................................................32

3.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan metode untuk mengendalikan dampak

kelebihan pengunjung ..............................................................................................34

3.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan metode untuk memantau dampak ..................35

3.4 Aspek Keterampilan: Merancang penerapan metode LAC untuk menentukan batas maksimum pengunjung ..................................................................................37

3.5 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan penerapan konsep pengelolaan adaptif dalam pariwisata.......................................................................................................40

4 Elemen Kompetensi: Menjelaskan karakteristik industri pariwisata .........................41

4.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan industri pariwisata kapal pesiar .......................41

4.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan aliran limbah dari indutri kapal pesiar .............42

4.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan masalah lingkungan penting lainnya................43

4.4 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan peran operator pariwisata dalam

mencegah dan menangani kerusakan yang ditimbulkan pariwisata .......................44

4.4.1 Pembuangan jangkar ......................................................................................44

4.4.2 Pengoperasian perahu....................................................................................44

4.4.3 Perawatan perahu ..........................................................................................45

4.4.4 Pembuangan limbah dan sampah ..................................................................45

4.4.5 Penyelam SCUBA dan snorkel ........................................................................46

4.4.6 Pemancingan rekreasi, konsumsi makanan laut dan pengambilan biota laut untuk cinderamata .........................................................................46

4.4.7 Pengamatan kehidupan-liar laut ....................................................................46

4.4.8 Pengamatan ke hidupan-liar darat ................................................................47

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: iv dari 74

5 Elemen Kompetensi: Menjelaskan program sertifikasi hijau pada kegiatan

pariwisata .....................................................................................................................48

5.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan program sertifikasi atas prakarsa sukarela ......48

5.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan lingkup program sertifikasi untuk kegiatan pariwisata..................................................................................................................49

5.2.1 Apa yang harus disertifikasi: bisnis pariwisata, produk, atau tujuan wisata? ............................................................................................................51

5.2.2 Bagaimana memulai program sertifikasi? ......................................................51

5.2.3 Siapa yang mendanai program sertifikasi? ....................................................51

5.2.4 Mengapa sertifikasi: Kredibilitas, penghargaan, konsistensi .........................52

5.2.5 Pariwisata Negara Indonesia ..........................................................................54

5.2.6 Pariwisata Negara Papua Nugini ....................................................................56

5.2.7 Pariwisata Negara Fiji .....................................................................................58

BAB III SUMBER - SUMBER LAIN YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI ................................................................................................................61

A Sumber Kepustakaan .....................................................................................................61

B Materi Pelatih ................................................................................................................62

C Media Visual...................................................................................................................62

D Daftar Peralatan/Mesin dan Bahan ...............................................................................62

1. Daftar peralatan/mesin........................................................................................62

2. Daftar bahan ........................................................................................................62

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 1 dari 74

BAB I STANDAR KOMPETENSI KHUSUS DAN SILABUS PELATIHAN MENJELASKAN PROGRAM PARIWISATA BERKELANJUTAN UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

A Standar Kompetensi Kerja Khusus

KODE UNIT : KKP.KP.03.002.01

JUDUL UNIT : Menjelaskan program pariwisata berkelanjutan untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan untuk membangun pengelolaan yang efektif pada suatu kawasan konservasi perairan melalui program pariwisata berkelanjutandi kawasan konservasi. Pembahasan mencakup pengertian tentang pariwisata berkelanjutan, manfaat dan ancaman pariwisata bagi kawasan konservasi perairan, cara mengelola dampak pengunjung, karakteristik industri pariwisata dan program sertifikasi hijau pada kegiatan pariwisata.

ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA

1.Menjelaskan gambaran umum Pariwisata Berkelanjutan

Gambaran umum pariwisata berkelanjutan dijelaskan

Keuntungan dari Wisata untuk KKP diidentifikasi

1.3 Ancaman dari Wisata pada KKP diidentifikasi

1.4 Mengidentifikasi pariwisata berkelanjutan dan pariwisata konvensional

1.5 Menyusun konsep visi dan tujuan KKP

2.Mengelola Dampak Pengunjung 2.1 Dampak Pengunjung KKP dikelola

2.2 KKP dikelola secara adaptif

3.Mengelola Industri Pariwisata 3.1 Industri Pariwisata dijelaskan

3.2 Pedoman rekreasi berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh kapal pesiar disusun

4.Menjelaskan Program Sertifikasi Hijau 4.1 Lima elemen kunci inisiatif sukarela dijelaskan

4.2 Program sertifikasi hijau dijelaskan

Batasan Variabel

Unit ini berlaku untuk menjelaskan pariwisata berkelanjutan pada kawasan konservasi perairan meliputi:

(1) Mengidentifikasi Keuntungan dari Wisata pada KKP

(2) Mengidentifikasi Ancaman Wisata pada KKP

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 2 dari 74

(3) Mengelola Dampak KKP

(4) Mengelola Industri Pariwisata

(5) Menerapkan Sertifikasi Hijau

(6) Melakukan kunjungan ke KKP

Perlengkapan untuk mempelajari KKP yang efektif mencakup:

(1) 1 (satu) buah Papan White Board dan white board maker serta penghapus

(2) 4 ( empat) buah Papan Peta Singkap dan bahan ajar

(3) 1 (satu) Set Multi Media ( laptop,Infocus, dan layar serta soft copy power point/bahan tayang)

(4) 1 ( satu) Paket peralatan /bahan tulis menulis untuk tugas –tugas kelompok

Tugas pekerjaan untuk mengelola pariwisata berkelanjutan pada kawasan konservasi Perairan.

(1) Memperkirakan daya dukung lingkungan

(2) Memperkirakan batas perubahan yang bisa diterima

(3) Mengendalikan dampak kelebihan pengunjung

(4) Memantau dampak kerusakan lingkungan

(5) Mengelola penyedia jasa aktivitas rekreasi

Peraturan yang terkait dengan penyelenggarakan Pariwisata Berkelanjutan pada Kawasan Konservasi Perairan adalah:

(1) Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

(2) Undang-Undang nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan

(3) Undang-Undang nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

(4) Undang-Undang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

(5) Undang-Undang nomor 31 2004 tentang Perikanan yang telah diubah menjadi UU No 45 Tahun 2009

(6) PP Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

(7) PP Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

(8) PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom

(9) PP Nomor 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumberdaya ikan

(10) PP Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Nasional

(11) PERMEN KEBUDPAR No. KM.67 / UM.001 /MKP/ 2004 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 3 dari 74

(12) PERMEN KP No. 17/MEN/2008 Tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(13) PERMEN KP No. 16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(14) PERMEN NAKERTRANS No. PER.21/MEN/X/2007 Tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Panduan Penilaian

Penjelasan Penilaian

Unit kompetensi yang harus dikuasai sebelumnya yang mungkin diperlukan sebelum menguasai unit kompetensi ini adalah sebagai berikut:

(1) KKP.KP.01.002.01 Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

(2) KKP.KP.02.001.01 Menjelaskan beberapa proses dan interaksi penting yang terjadi di dalam ekosistem laut

(3) KKP.KP.02.002.01 Menjelaskan program pendidikan untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan

(4) KKP.KP.02.002.02 Menjelaskan program penegakan hukum untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan

Kondisi penilaian

(1) Kondisi penilaian yang merupakan aspek dalam penilaian yang sangat be rpengaruh atas tercapainya kompetensi ini yang terkait dengan memperkirakan daya dukung lingkungan, batas perubahan yang bisa diterima,mengendalikan dampak kelebihan pengunjung, memantau dampak kerusakan lingkungan, dan mengelola penyedia jasa aktivitas re kreasi

(2) Penilaian dapat dilakukan dengan cara lisan, tertulis, praktek/demonstrasi di tempat kerja/tempat uji kompetensi.

Pengetahuan yang dibutuhkan

Pengetahuan yang dibutuhkan untuk unit kompetensi ini adalah sebagai berikut:

(1) Definisi pariwisata berkelanjutan

(2) Tiga komponen dasar wisata berkelanjutan

(3) Permintaan wisata seluruh dunia

(4) Perbedaan pariwisata berkelanjutan dan pariwisata konvensional

(5) Sumber pendapatan bagi kkp dan masyarakat sekitarnya

(6) Lapangan pekerjaan

(7) Pembenaran politik bagi KKP

(8) Pendidikan lingkungan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 4 dari 74

(9) Ancaman wisata KKP

(10) Membangun sebuah visi untuk tujuan pariwisata

(11) Mengelola pengunjung berdasarkan standar

(12) Metode mengendalikan dampak kelebihan pengunjung

(13) Metodologi untuk memantau dampak (LAC)

(14) Pengelolaan adaptif

(15) Buang jangkar

(16) Pengoperasian perahu

(17) Pemeliharan perahu

(18) Pembuangan limbah dan sampah

(19) Selam permukaan (snorkeling) dan selam SCUBA

(20) Pengamatan hidupan laut

(21) Pengamatan hidupan-liar darat

(22) Inisiatif sukarela

(23) Kunci inisiatif sukarela (lima C)

(24) Studi kasus: prakarsa operator tur(Tour Operators’ Initiative, TOI)

(25) Ecolabeling

(26) Penyandang dana

(27) Sertifikasi kredibilitas, penghargaan konsistensi

Keterampilan yang dibutuhkan

Keterampilan yang dibutuhkan untuk unit kompetensi ini adalah sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi manfaat pariwisata bagi KKP

(2) Mengidentifikasi ancaman pariwisata terhadap KKP

(3) Menyusun konsep visi dan tujuan KKP

(4) Mengelola dampak pengunjung KKP

(5) Menyusun pedoman rekreasi berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh kapal pesiar

Aspek Kritis

Aspek kritis untuk menemukenali sikap kerja yang perlu diperhatikan dalam kompetensi ini adalah:

(1) Mengidentifikasi manfaat pariwisata bagi KKP

(2) Mengidentifikasi ancaman pariwisata terhadap KKP

(3) Metode mengendalikan dampak kelebihan pengunjung

(4) Memantau dampak dengan metodologi (LAC)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 5 dari 74

Kompetensi Kunci

No Kompetensi Kunci Dalam Unit Ini Tingkat

1. Mengumpulkan, menganalisis dan mengorganisasikan informasi 2

2. Mengkomunikasikan informasi dan ide-ide 2

3. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan 2

4. Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok 2

5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis 2

6. Memecahkan masalah 2

7. Menggunakan teknologi 2

B Unit Kompetensi Prasyarat

Sebelum mengikuti pelatihan unit kompetensi mengenal KKP ini, peserta harus sudah kompeten untuk unit kompetensi :

(1) KKP.KP.01.002.01 Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

(2) KKP.KP.02.001.01 Menjelaskan beberapa proses dan interaksi penting yang terjadi di pada ekosistem laut

(3) KKP.KP.02.002.01 Menjelaskan program pendidikan untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan

(4) KKP.KP.02.003.01 Menjelaskan program penegakan hukum untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 6 dari 74

C Silabus Pelatihan Berbasis Kompetensi

Unit Kompetensi : Menjelaskan program pariwisata berkelanjutan untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan Kode Unit : KKP.KP.03.002.01 Unit Kompetensi : Menjelaskan program pariwisata berkelanjutan untuk pengelolaan KKP Deskripsi singkat : Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan untuk

membangun pengelolaan yang efektif pada suatu kawasan konservasi perairan melalui program pariwisata berkelanjutandi kawasan konservasi. Pembahasan mencakup pengertian tentang pariwisata berkelanjutan, manfaat dan ancaman pariwisata bagi kawasan konservasi perairan, cara mengelola dampak pengunjung, karakteristik industri pariwisata dan program sertifikasi hijau pada kegiatan pariwisata.

Perkiraan Waktu : 8,0 JP @ 45 menit Tabel Silabus Unit Kompetensi :

Elemen Kompetensi

Kriteria Unjuk Kerja

Indikator Unjuk Kinerja

Materi Pelatihan Jumlah

Jam Pelatihan Lama

Pelatihan

@ 45 menit Pengetahuan Keterampilan Sikap Teori Praktek

Menjelaskan Pengertian Pariwisata Berkelanjutan (1)

Definidi pariwisata berkelanjutan dijelaskan (1.1)

Dapat menjelaskan definisi pariwisata berkelanjutan

Definisi pariwisata berkelanjutan (1.1.1)

- - 0,25 - 0,25

Perbedaan pariwisata berkelanjutan dengan pariwisata konvensional dijelaskan (1.2)

Perbedaan pariwisata berkelanjutan dengan pariwisata konvensional (1.2.1)

0,25 0,25

Tiga landasan Dapat Tiga landasan 0,25 0,25

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 7 dari 74

pariwisata berkelanjutan dijelaskan secara komprehensif (1.3)

menjelaskan tiga komponen pariwisata berkelanjutan

pariwasata berkelanjutan (1.3.1)

Permintaan terhadap pariwisata berkelanjutan dijelaskan (1.4)

Dapat menjelaskan permintaan terhadap pariwisata berkelanjutan

Permintaan pariwisata dunia (1.4.1) Konsumsi sumberdaya wisatawan di seluruh dunia (1.4.2) Seberapa besar permintaan pariwisata adalah pariwisata berkelanjutan? (1.4.3) Mengapa pelancong menginginkan pariwisata berkelanjutan? (1.4.4) Lebih dari “Pariwisata Alam”: Apakah ada permintaan bagi keberlanjutan sejati? (1.4.5)

0,50 0,50

Menjelaskan manfaat dan ancaman pariwisata bagi kawasan

Manfaat pariwisata bagi kawasan konservasi perairan dijelaskan

Dapat menjelaskan manfaat pariwisata bagi kawasan

Sumber pendapatan bagi pengelolaan kawasan konservasi (2.1.1)

Diskusi 6.1: Pengalaman anda dengan pariwisata

0,25 0,50 0,75

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 8 dari 74

konservasi perairan (2)

(2.1) konservasi perairan

Menyediakan lapangan kerja (2.1.2) Pembenaran politik bagi penetapan kawasan konservasi perairan (2.1.3) Media untuk pendidikan lingkungan (2.1.4)

Ancaman yang ditimbulkan pariwisata terhadap KKP dijelaskan (2.2)

Dapat menjelaskan ancaman yang ditimbulkan pariwisata terhadap KKP

Dampak lingkungan (2.2.1) Ketersediaan air (2.2.2) Sumberdaya energi (2.2.3) Sistem penanganan sampah (2.2.4) Ketidak-stabilan ekonomi (2.2.5) Berdesakan di dalam dan di sekitar KKP (2.2.6)

0,25 0,25

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 9 dari 74

Pembangunan fasilitas yang berlebihan (2.2.7)

Menyeimbangkan manfaat dan kerugian dijelaskan (2.3)

Dapat menjelaskan Menyeimbangkan manfaat dan kerugian

(HO 6.1) : Beberapa manfaat dan ancaman pariwisata terhadap masyarakat lokal

0,25 0,25

Visi untuk sebuah daerah tujuan wisata dibuat (2.4)

Mampu membuat visi untuk sebuah daerah tujuan wisata

(HO 6.2) Membuat visi sebuah daerah tujuan wisata (HO 6.2) Visi pariwisata berkelanjutan di Taman Nasional Komodo

(Latihan 6.1) Membuat visi tujuan wisata bagi KKP anda

0,25 0,50 0,75

Menjelaskan cara mengelola dampak pengunjung dijelaskan (3)

Cara mengelola pengunjung berdasarkan suatu standar dijelaskan (3.1)

Dapat menjelaskan cara mengelola pengunjung berdasarkan suatu standar

(HO 6.4) Pilihan untuk menangani dampak pengunjung Konsep daya dukung lingkungan (3.1.1) Konsep batas perubahan yang dapat diterima (limits of acceptable change, LAC) (3.1.2) (HO 6.5) Batas

0,50 0,50

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 10 dari 74

perubahan yang dapat diterima (LAC) (HO 6.6) Jumlah pengunjung Kepulauan Galapagos (HO 6.7) Mengelola pengunjung dengan konsep ekowisata di pulau Cousin, Seychelles

Metode untuk mengendalikan dampak kelebihan pengunjung (3.2)

Dapat menjelaskan metode untuk mengendalikan dampak kelebihan pengunjung

Metode untuk mengendalikan dampak kelebihan pengunjung (3.2.1)

0,25 0,25

Metode untuk memantau dampak dijelaskan (3.3)

Dapat menjelaskan metode untuk memantau dampak

Metode untuk memantau dampak (3.3.1)

0,25 0,25

Penerapan metode LAC untuk menentukan batas maksimum pengunjung dirancang (3.4)

Mampu merancang penerapan metode LAC untuk menentukan

(HO 6.8) Jenis dan contoh indikator dampak pengunjung (HO 6.9) Contoh indikator standar

(Latihan 6.2) Mengembangkan LAC bagi KKP Anda.

0,50 0,50 1,00

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 11 dari 74

batas maksimum pengunjung

(HO 6.10) Indikator LAC untuk Taman Nasional Komodo (HO 6.11) Membuat indikator LAC

Penerapan konsep pengelolaan adaptif dalam pariwisata dijelaskan (3.5)

Dapat menjelaskan penerapan konsep pengelolaan adaptif dalam pariwisata

(HO 6.12) Pengelolaan adaptif

0,25 0,25

Menjelaskan karakteristik industri pariwisata (4)

Industri pariwisata kapal pesiar dijelaskan (4.1)

Dapat menjelaskan industri pariwisata kapal pesiar

industri pariwisata kapal pesiar (4.1.1)

0,25 0,25

Menjelaskan aliran limbah dari indutri kapal pesiar dijelaskan (4.2)

Dapat menjelaskan Menjelaskan aliran limbah dari indutri kapal pesiar

Aliran limbah dari indutri kapal pesiar (4.2.1)

0,25 0,25

Masalah lingkungan penting lainnya dijelaskan (4.3)

Dapat menjelaskan masalah lingkungan penting lainnya

masalah lingkungan penting lainnya (4.3.1)

0,25 0,25

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 12 dari 74

Peran operator pariwisata dalam mencegah dan menangani kerusakan yang ditimbulkan pariwisata dijelaskan (4.4)

Dapat menjelaskan peran operator pariwisata dalam mencegah dan menangani kerusakan yang ditimbulkan pariwisata

(HO 6.13) Tiga belas pertanyaan untuk operator wisata bahari Pembuangan jangkar (4.4.1) Pengoperasian perahu (4.4.2) Perawatan perahu (4.4.3) Pembuangan limbah dan sampah (4.4.4) Penyelam SCUBA dan snorkel (4.4.5) Pemancingan rekreasi, konsumsi makanan laut dan pengambilan biota laut untuk cinderamata (4.4.6) Pengamatan kehidupan-liar laut (4.4.7) Pengamatan ke

(Latihan 6.3) Membuat panduan rekreasi untuk KKP Anda (Latihan 6.4) Analisis jejak ekologi

0,50 1,00 1,50

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 13 dari 74

hidupan-liar darat (4.4.8)

Menjelaskan program sertifikasi hijau pada kegiatan pariwisata (5)

Program sertifikasi atas prakarsa sukarela dijelaskan (5.1)

Dapat menjelaskan program sertifikasi atas prakarsa sukarela

Program sertifikasi atas prakarsa sukarela (5.1.1)

0,25 0,25

lingkup program sertifikasi untuk kegiatan pariwisata dijelaskan (5.2)

Dapat menjelaskan lingkup program sertifikasi untuk kegiatan pariwisata

Apa yang harus disertifikasi : bisnis pariwisata, produk, atau tujuan wisata? (5.2.1) Bagaimana memulai program sertifikasi? Siapa yang mendanai program sertifikasi? (5.2.2) Mengapa sertifikasi: Kredibilitas, penghargaan, konsistensi (5.2.3)

0,25 0,25

JUMLAH 5,50 2,50 8,00

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 14 dari 74

BAB II MATERI MODUL MENJELASKAN PROGRAM PARIWISATA BERKELANJUTAN UNTUK

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

A Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Negara Indonesia memiliki potensi alam, keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala,peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumberdaya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan data statistik, tercatat bahwa sektor pariwisata memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Tahun 2002 target perolehan devisa sebesar US $ 5,8 M untuk 5,8 juta wisman, dan tahun 2003 US $ 6,3 M 6,9 juta wisman, sedangkan target 2004 US 7,5 M (Widibyo, 2000). Dengan potensi wisata yang dimiliki masih memungkinkan peluang peningkatan penerimaan negara dari sektor pariwisata.’

Meskipun demikian, sektor pariwisata sangat rentan terhadap faktor-faktor lingkungan alam, keamanan, dan aspek global lainnya. Contoh kerusakan alam adalah rusaknya terumbu karang hampir di sepanjang pantai Indonesia, padahal terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki dan tidak ternilai harganya. Manfaat terumbu karang yang langsung adalah habitat bagi sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata dan juga melindungi pantai wisata. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2 yang tersebar luas dari barat sampai timur Indonesia (Walters, 1994 dan Suharsono, 1998).

Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang dunia (Cesar, 1997). Apabila terumbu karang ini mengalami kerusakan tentunya akan berdampak pada kegiatan kepariwisataan, misalnya Taman Laut Bunaken, Taman Laut Gili Ayer, Banda, Komodo, dsb yang mengandalkan keindahan terumbu karang.

Untuk mengatasi kerusakan-kerusakan sumberdaya alam di obyek pariwisata, maka konsep pariwisata yang mampu menjamin keberlanjutan kegiatan pariwisata adalah model Pariwisata Berkelanjutan. Sebagai contoh lainnya perkembangan-perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan politik global mempengaruhi penyelenggaraan kegiatan pariwisata. Contoh konkrit yang terjadi adalah adanya issue terorisme telah mengakibatkan menurunnya minat para wisatawan untuk berkunjung, seperti yang terjadi di Bali dimana tercatat jumlah wisman yang datang ke Indonesia menurun sekitar 16,16% dari target yang direncanakan. Bahkan peristiwa wabah SARS telah mengakibatkan penurunan jumlah wisman yang cukup drastis. Masih terbatasnya dukungan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pariwisata telah mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata.

Pola pengelolaan kawasan pariwisata yang tidak menyeluruh (comprehensive) telah menimbulkan dampak negatif yang mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata, mi salnya timbulnya kerusakan lingkungan, meningkatnya urbanisasi ke lokasi obyek wisata yang telah meningkatkan permasalahan sosial antara lain meningkatnya tindak kejahatan dan kegiatan sektor informal yang tidak terkendali Berdasarkan hal tersebut, perlu ditetapkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mendorong pengembangan kegiatan pariwisata. Kebijakan-kebijakan tersebut harus

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 15 dari 74

mengakomodir prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment Maldivest tahun 1997 yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konservasi sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, dan equity inter dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan.

Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip di atas telah dielaborasi menjadi partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi

Penetapan Kawasan Konservasi Laut pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam pembangunan wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya kelautan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mewujudkan perlindungan fungsi kawasan dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan mewujudkan kesejahteraan keseimbangan kepentingan dan keamanan.

B Tujuan

(1) Memahami pro-kontra pariwisata berkelanjutan bagi KKP dan masyarakat setempat

(2) Mempertimbangkan manfaat dan ancaman pariwisata dari perspektif masyarakat setempat

(3) Membuat visi tentang pariwisata berkelanjutan bagi KKP anda

(4) Memahami pentingnya pengkajian dalam perencanaan bagi pariwisata berkelanjutan

(5) Memahami cara-cara untuk memantau dan mengendalikan dampak pengunjung

(6) Memahami segmen berbeda pada industri pariwisata dan dampak lokal mereka

(7) Memahami peran pendidikan dan penjangkauan

(8) Memahami tentang program sertifikasi hijau dan kegunaannya

C Ruang Lingkup

(1) Pariwisata berkelanjutan

(2) Dampak Pengunjung

(3) Industri Pariwisata

(4) Program Sertifikasi Hijau

D Peristilahan

(1) Kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

(2) Taman nasional perairan adalah kawasan konservasi perairan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi.

(3) Suaka alam perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 16 dari 74

(4) Taman wisata perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi.

(5) Suaka perikanan adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan.

(6) Ekosistem adalah tatanan unsur sumber daya ikan dan lingkungannya, yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas sumber daya ikan.

(7) Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang dikelola dengan meminimumkan biaya dan memaksimumkan manfaat pariwisata bagi lingkungan dan masyarakat lokal dan dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa merusak sumberdaya yang menjadi daya dukung pariwisata.

(8) Pariwisata konvensional adalah Pariwisata yang tidak selalu terencana untuk meningkatkan konservasi atau pendidikan, tidak bermanfaat bagi masyarakat setempat, dan dapat merusak lingkungan,sulit dikendalikan dan dapat menghancurkan, atau merusak basis sumberdaya dan budaya dimana ia bergantung.

(9) Limit Acceptable Change adalah batas perubahan dari degradasi/kerusakan KKP yang dapat diterima

(10) Pengelolaan adaptif adalah pengelolaan KKP yang memadukan riset ke dalam kegiatan konservasi. Secara spesifik, meliputi pemaduan rancangan, pengelolaan dan pemantauan untuk secara sistematik menguji asumsi-asumsi yang dibuat dalam rangka beradaptasi dan belajar.

(11) Ekolabel adalah logo atau frase terdaftar-merek dagang yang label produk yang dilakukan secara aman terhadap lingkungan.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 17 dari 74

E Diagram Alir Pencapaian Kompetensi

Gambar 6.1. Diagram alir pembahasan elemen-elemen kompetensi untuk mencapai kompetensi ”Menjelaskan program pariwisata berkelanjutan untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan”

MATERI UNIT KOMPETENSI

1 Elemen Kompetensi: Menjelaskan pengertian tentang pariwisata berkelanjutan

1.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan definisi pariwisata berkelanjutan

1.1.1 Definisi pariwisata berkelanjutan

Pariwisata berkelanjutan secara ringkas sudah didefinisikan pada bagian awal Tinjauan Umum, dan kini disajikan kembali menurut versi International Union for Conservation of Nature (IUCN 1996):

“Perjalanan dan kunjungan ramah-lingkungan ke kawasan-kawasan alami, dalam rangka menikmati dan menghargai alam (beserta kebudayaan yang menyertainya, baik di masa silam mau pun sekarang) yang bertujuan untuk memajukan konservasi, dengan dampak pengunjung yang rendah, dan memberi manfaat sosio-ekonomi bagi masyarakat lokal melalui keterlibatan aktif mereka.”

Pariwisata telah menjadi kegiatan ekonomi penting di dalam dan di sekitar KKP dan kawasan -kawasan lindung lainnya di seluruh dunia. Program-program pariwisata berkelanjutan yang terencana dengan baik memberikan peluang bagi pengunjung untuk menikmati kawasan-kawasan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 18 dari 74

alami dan masyarakat lokal, serta belajar tentang pentingnya konservasi laut dan budaya setempat. Selain itu, kegiatan pariwisata berkelanjutan dapat membangkitkan pendapatan baik bagi masyarakat lokal mau pun KKP. Pariwisata berkelanjutan sangat menjanjikan khususnya sebagai mekanisme kunci bagi masyarakat lokal untuk memperoleh manfaat dari sumberdaya lingkungan dan keanekaragaman-hayati KKP seperti bahwasanya masyarakat lokal dapat termotivasi untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya dimana mereka bergantung.

1.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan perbedaan pariwisata berkelanjutan dengan pariwisata konvensional

1.2.1 Perbedaan pariwisata berkelanjutan dengan pariwisata konvensional

Pariwisata konvensional tidak selalu terencana untuk meningkatkan konservasi atau pendidikan, tidak bermanfaat bagi masyarakat setempat, dan dapat merusak lingkungan yang rapuh dengan cepat. Hasilnya, pariwisata konvensional dapat menghancurkan, atau merusak sampai sulit-dikenali, basis sumberdaya dan budaya dimana ia bergantung. Sebaliknya, pariwisata berkelanjutan dengan sengaja direncanakan sejak awal untuk memberi manfaat bagi masyarakat lokal, menghargai budaya setempat, melestarikan sumberdaya alam, dan mendidik baik wisatawan dan penduduk lokal. Pariwisata berkelanjutan dapat memberikan keuntungan yang sama dengan pariwisata konvensional tetapi lebih banyak keuntungan yang diterima oleh masyarakat lokal, dan sumberdaya alam dan budaya di suatu kawasan dapat dilindungi. Pada banyak kasus, praktik-praktik pariwisata konvensional di masa lalu merupakan ancaman utama bagi konservasi laut karena ketiadaan kontrol pengelolaan dan mekanisme perencanaan yang efektif. Sebaliknya, pariwisata berkelanjutan secara sengaja berupaya meminimumkan dampak negatif pariwisata sambil menyumbang kepada konservasi dan kesejahteraan masyarakat, baik secara ekonomi mau pun sosial. Pariwisata konvensional jarang memberikan sumber pendanaan baik bagi program konservasi dan masyarakat lokal, sementara pariwisata berkelanjutan memberikan insentif untuk melindungi kawasan dari praktik dan pengembangan yang sifatnya berbahaya bagi keindahan alami kawasan tersebut. Peluang dan ancaman hanya dapat dikendalikan melalui pariwisata berkelanjutan yang terencana dan dikelola dengan baik.

Beberapa ciri pariwisata konvensional:

(1) Memiliki satu tujuan utama, yaitu keuntungan komersial

(2) Umumnya tak terencana sejak awal, semua berkembang dengan terjadi apa adanya

(3) Berorientasi pada wisatawan

(4) Kontrol oleh pihak luar

(5) Fokus pada hiburan bagi wisatawan

(6) Konservasi bukan prioritas

(7) Masyarakat bukan prioritas

(8) Sebagian besar pendapatan dinikmati oleh operator dan investor yang berasal dari luar

Beberapa ciri pariwisata berkelanjutan:

(1) Direncanakan dengan tiga tujuan, yaitu manfaat keuntungan komersial, mendukung kelestarian lingkungan, memberikan manfaat kepada masyarakat lokal (‘tiga landasan’)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 19 dari 74

(2) Umumnya direncanakan dari awal dengan melibatkan para pemangku-kepentingan

(3) Berorientasi pada kondisi lokal

(4) Pariwisata dikendalikan oleh pihak lokal, paling tidak sebagian kegiatan dikendalikan oleh masyarakat lokal

(5) Pariwisata difokuskan agar pengunjung mendapat pengalaman yang bersifat edukatif

(6) Konservasi lingkungan dan sumberdaya alam adalah prioritas

(7) Apresiasi terhadap budaya lokal adalah prioritas

(8) Lebih banyak pendapatan tertahan pada masyarakat setempat dan KKP

1.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan tiga landasan pariwasata berkelanjutan

1.3.1. Tiga landasan pariwasata berkelanjutan

Pariwisata berkelanjutan memiliki tiga komponen1, yang sering disebut sebagai “tiga garis bawah” atau “triple bottom line”, yaitu:

(1) Lingkungan: pariwisata berkelanjutan berdampak rendah terhadap sumberdaya alam, khususnya di kawasan lindung. Pariwisata berkelanjutan meminimumkan kerusakan terhadap lingkungan (flora, fauna, habitat, air, sumberdaya hayati laut, penggunaan energi, kontaminasi, dll.) dan idealnya berupaya memberikan manfaat bagi lingkungan.

(2) Sosial dan kebudayaan: pariwisata berkelanjutan tidak akan mengganggu struktur sosial atau budaya masyarakat lokal dimana ia mengambil tempat, sebaliknya ia menghormati budaya dan tradisi lokal. Pariwisata berkelanjutan melibatkan para pemangku-kepentingan (perorangan, masyarakat, operator tur, lembaga pemerintah, dll.) di semua tahap perencanaan, pengembangan, dan pemantauan, serta mendidik pemangku-kepentingan tentang peran-peran mereka.

(3) Ekonomi: pariwisata berkelanjutan berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi masyarakat, menghasilkan pemasukan yang berkelanjutan dan adil bagi masyarakat serta sebanyak mungkin pihak terkait. Ia menguntungkan pemilik, karyawan, dan tetangga. Ia tidak hanya memulai dan kemudian cepat mati karena praktik bisnis yang buruk.

Sebuah usaha pariwisata yang sesuai dengan tiga prinsip tersebut akan “mendapatkan hasil yang baik dengan berbuat baik”. Hal tersebut berarti mengelola bisnis pariwisata yang tidak merusak sumberdaya alam, kebudayaan, atau ekonomi, tetapi mendorong apresiasi sumberdaya yang diandalkan oleh pariwisata. Sebuah bisnis yang berjalan dengan tiga prinsip tersebut akan meningkatkan konservasi sumberdayaalam, mengangkat apresiasi nilai -nilai budaya, memberikan keuntungan pada masyarakat, dan menguntungkan.

1.4 Aspek Pengetahuan: Permintaan terhadap pariwisata berkelanjutan

1.4.1 Permintaan pariwisata dunia

Menurut World Travel and Tourism Council (WTTC) dan World Tourism Organization (WTO), pariwisata dan kegiatan ekonomi yang terkait dengannya menghasilkan 11% Produk Domestik

1 International Ecotourism Society (2004)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 20 dari 74

Dunia, mempekerjakan 200 juta orang, dan memindahkan 700 juta wisatawan internasional per tahun. Pariwisata dunia tumbuh dengan perkiraan 5,4% pada tahun 2000, pertumbuhan tertinggi dalam nyaris satu dekade, dan hampir dua kali lipat meningkat dari 1999. Lebih dari 698 juta orang melancong ke negara lain tahun 2000, menghabiskan lebih dari AS $476 miliar, dan meningkat 4,5% dari tahun sebelumnya. Nilai tersebut diperkirakan berlipat ganda pada 2020. Akan tetapi, kesimpulan tersebut didasari hanya dari statistik kedatangan, yang fokus pada wisata internasional sehingga belum menjelaskan potensi wisata domestik. Statistik tersebut juga kemungkinan tidak menghitung wisatawan regional yang menggunakan jalan darat, bukan udara atau laut. Perkiraan WTO menunjukkan bahwa rasio wisatawan domestik dan internasional mencapai 10 banding 1 – meski hal ini beragam dari satu negara ke negara lainnya.

Menarik untuk diperhatikan, terutama pada masa-masa sulit seperti sekarang, pariwisata terus berkembang pesat semenjak setengah abad terakhir, walaupun terjadi revolusi dan perang. Pariwisata mungkin mendapatkan cobaan terberatnya setelah 11 September 2001, akibat serangan teroris ke kota New York dan Washington DC; serangan lanjutan di lokasi lain seperti Spanyol, Inggris, dan Bali; perang dan konflik lanjutannya di Irak, Afganistan, dan berbagai tempat lain; penurunan ekonomi global; meningkatnya kesulitan perjalanan udara akibat prosedur keamanan dan mahalnya bahan bakar; dan penyebaran penyakit seperti flu burung dan flu babi. Akibatnya, pariwisata global menurun hingga 0,5% pada tahun 2001, tetapi hanya dalam satu tahun, industri pariwisata pulih dan mulai tumbuh. Pada 2004 pariwisata global kembali ke kondisi asalnya dan mulai tumbuh dengan pesat; pada pertengahan 2006, pariwisata global tumbuh hingga 4,5%.

Oleh sebab itu, walaupun industri pariwisata sangat bervariasi dari tahun ke tahun (dan masyarat harus siap terhadap kemungkinan tersebut), pariwisata juga berulangkali menunjukkan kemampuannya sebagai industri yang lentur dan akan segera pulih walaupun kondisi ekonomi dan politik sulit. Manusia suka menjelajahi dunia dan melihat tempat-tempat baru. Setelah orang mendapatkan jaminan keamanan, dan mampu membiayai perjalanan, mereka akan melancong.

Conservation International (2003): Pariwisata menjadi salah satu dari lima ekspor utama bagi 83% negara

dan menjadi sumber devisa bagi 38% negara.

WTTC & WEFA (2000): Industri perjalanan dan pariwisata menyediakan lapangan kerja

bagi 200 juta orang di seluruh dunia atau 1 dari 12,4 pekerja. Pada 2010, diperkirakan akan mencapai 250 juta atau 1 dari 11 pekerja.

Statistik pariwisata untuk Indonesia, sebagian, melingkupi, beberapa kawasan: Asia Tenggara, Coral Triangle, dan kawasan Kepulauan Pasifik. Baik statistik pariwisata Indonesia maupun Papua Nugini dapat dilihat pada lampiran modul ini, berikut tinjauan umum tentang pola pari wisata di Kepulauan Pasifik.

Pariwisata di Indonesia berfluktuasi dari yang terendah sekitar 4,5 juta (2003) hingga sebesar 6 juta (2008) wisatawan asing antara 2001 dan 2008. Pada 2008, pariwisata mendatangkan sekitar $7,3 miliar, naik 38% dari 2007. Wisatawan sehari-hari membelanjakan 50% lebih banyak, tetapi rata-rata hanya tinggal selama 2 hari atau kurang.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 21 dari 74

Untuk tahun 2007, jumlah pengunjung terbanyak ke Indonesia berasal dari Asia Tenggara (45%), diikuti oleh kawasan Asia Pasifik (35%), terutama Jepang, Korea, Australia, China, dan Taiwan. Sekitar 14,5% wisatawan mancanegara berasal dari Eropa, dan hanya 4% berasal dari Amerika.

Pariwisata di Papua Nugini cenderung stabil dari tahun 1996 hingga 2005.

1.4.2 Konsumsi sumberdaya wisatawan di seluruh dunia

Jika industri pariwisata global diandaikan sebagai sebuah negara, industri ini akan mengkonsumsi sumberdaya yang setara dengan

konsumsi salah satu negara maju di belahan bumi utara.

Dengan menggunakan rata-rata konsumsi dari beragam negara, statistik dari WTO, dan perkiraan pariwisata nasional dalam kaitannya dengan kedatangan internasional, Program Lingkungan PBB (United Nations Environmental Programme, UNEP) mengusulkan perkiraan besaran tingkat konsumsi sumberdaya oleh pariwisata.

Dalam setahun, wisatawan internasional dan nasional di seluruh dunia:

(1) Menggunakan energi sebanyak 80% penggunaan energi Jepang (5 milyar kWh/tahun),

(2) Memproduksi sampah sebanyak yang dihasilkan Perancis (35 juta ton setahun),

(3) Mengkonsumsi air tawar tiga kali lebih banyak dari isi Danau Superior, yang terletak di antara Kanada dan AS, setahun (10 juta meter kubik).

Melihat besarnya skala penggunaan sumberdaya pariwisata global, jelas sekali bahwa dampak lingkungan yang disebabkannya juga sangat besar.

1.4.3 Seberapa besar permintaan pariwisata adalah pariwisata berkelanjutan?

Pariwisata berkelanjutan menarik bagi para wisatawan yang juga menikmati “pariwisata alam”, “pelancongan petualangan”, atau “ekowisata” – yaitu, pariwisata yang terfokus pada apresiasi terhadap kawasan liar, hidupan-liar, dan budaya lokal. WTO memperkirakan pariwisata alam membangkitkan 7% dari semua biaya perjalanan internasional. Jika seluruh perjalanan terkait alam dimasukkan (tidak hanya wisata berbasis alam saja) maka jumlah total wisatawan yang tertarik dengan wisata alam dapat berkisar antara 40% hingga 60%. World Resources Institute menemukan bahwa ketika pariwisata secara keseluruhan tumbuh dengan laju 4% per tahun, pelancongan alam meningkat dengan laju tahunan antara 10% dan 30%. Pola pertumbuhan ini tentunya perlu diperhatikan karena sejumlah besar fasilitas pariwisata baru di negara berkembang dengan keanekaragaman-hayati tinggi kelihatannya akan banyak dibangun di kawasan pesisir dan habitat alami dimana biasanya terdapat ekosistem-ekosistem terancam.

1.4.4 Mengapa pelancong menginginkan pariwisata berkelanjutan?

WTO telah mensurvei wisatawan dari AS, Inggris, Kanada, dan Prancis untuk memahami motivasi mereka dalam bepergian. Hasilnya menunjukkan preferensi kepada pengamatan hidupan-liar di

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 22 dari 74

lingkungan alami. Prioritas lainnya meliputi: mengamati jenis langka, mengunjungi masyarakat asli, arkeologi, dan pengamatan burung. Ekowisatawan juga lebih menyukai pendidikan dan interpretasi oleh pemandu yang berkualitas tinggi, begitu juga kesempatan untuk mengunjungi kaw asan-kawasan yang terpencil, dan tidak ramai.

Pelancong juga mencari tujuan-tujuan wisata yang terpencil. Mereka mencari pengalaman baru, dan mengunjungi/melihat kawasan-kawasan yang liar dan masih alami. Secara budaya, banyak wisatawan ingin melarikan diri dari kesamaan lingkungan pariwisata dan ingin merasakan keanekaragaman dan kekayaan budaya lokal. Banyak wisatawan kemudian menjadi aktivis. Ketika mereka merasa alam atau budaya lokal terancam dan keadaannya menyedihkan, mereka berupaya untuk menolong. Pelancong internasional dan nasional mencari pendidikan tentang lingkungan, dan bersedia membayar tiket masuk, dan tertarik untuk membeli produk-produk dan jasa-layanan lokal yang dapat memperkuat ekonomi lokal.

1.4.5 Lebih dari “Pariwisata Alam”: Apakah ada permintaan bagi keberlanjutan sejati?

Statistik di atas diambil dari penelitian “pariwisata alam” atau “ekowisata” - pariwisata yang terfokus pada apresiasi kawasan liar, termasuk kegiatan melihat mengamati hidupan-liar, naik gunung, dan selam-permukaan (snorkeling). Akan tetapi, apakah wisatawan tersebut betul-betul peduli bahwa pengembangan pariwisata di masyarakat tersebut dilakukan dengan cara tidak berkelanjutan?

Bagusnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa para wisatawan sebetulnya peduli. Dalam beragam survei, banyak wisatawan Inggris berkata bahwa mereka bersedia membayar lebih untuk liburan di luar negeri jika uang lebih tersebut menjamin gaji dan kondisi pekerja resor dan hotel dengan baik, sekaligus melindungi lingkungan. Dalam survei tahun 2000, dari 2.000 orang dewasa di Inggris (survei dilakukan atas dukungan Tearfund) hampir setengah dari responden berkata mereka mau melancong dengan perusahaan yang memiliki kode etik pariwisata secara tertulis untuk menjamin keberlanjutan. Lebih dari setengah juga berkata mereka mau membayar 5% lebih (misalnya $25 dalam liburan seharga $500) untuk menjamin standar etik, seperti gaji yang adil dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pariwisata.

Menurut survei lain, dilakukan oleh MORI atas dukungan dari Association of British Travel Agencies (ABTA), 85% wisatawan Inggris percaya bahwa penting sekali untuk tidak merusak lingkungan. Dari para responden yang disurvei pada tahun 2000, 36% menyatakan bahwa mereka ‘sengaja’ menghemat air dengan mandi di pancuran, tidak berendam, 18% mematikan penyejuk udara untuk menghemat energi, dan 17% memutuskan untuk tidak mencuci handuknya setiap hari. Ketika ditanyakan berapa banyak yang mau mereka bayar untuk jaminan lingkungan, sosial, dan derma, 31% berkata mereka mau membayar 2% lebih tinggi ($20) dalam liburan bernilai di bawah AS$1000 dan 33% mau membayar 5% lebih banyak ($50) dalam liburan bernilai di atas AS$1000.

Ringkasnya, permintaan pariwisata secara umum sangat besar,

dan permintaan terhadap pariwisata berkelanjutan khususnya juga tampak berkembang.

Selanjutnya mari kita beralih ke pertanyaan penting selanjutnya: “Apakah pariwisata bermanfaat baik bagi KKP dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya?”

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 23 dari 74

2 Elemen Kompetensi: Menjelaskan manfaat dan ancaman pariwisata bagi kawasan konservasi perairan

Pariwisata selain dapat membawa manfaat bagi sebuah KKP dan masyarakat lokal di sekitarnya, juga dapat menimbulkan masalah. Tantangan bagi pariwisata berkelanjutan adalah bagaimana memaksimumkan manfaat sambil meminimumkan biaya. Pada bagian ini kita akan mempelajari manfaat dan biaya dari sudut pandang KKP; lalu kita juga akan membahas masyarakat lokal tentang hal ini.

Diskusi 6.1: Pengalaman anda dengan pariwisata

Tujuan: untuk memahami hubungan antara pariwisata, masyarakat lokal, dan KKP.

Buatlah daftar dalam selembar kertas dan bacakan ke seluruh anggota kelompok:

(1) Apakah pariwisata menguntungkan Anda, keluarga, atau pekerjaan Anda sebagai pengelola KKP?

(2) Apakah pariwisata memiliki dampak negatif?

(3) Apakah pariwisata secara keseluruhan merupakan pengalaman positif atau negatif buat Anda?

Waktu: 30 menit

2.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan manfaat pariwisata bagi kawasan konservasi perairan

2.1.1 Sumber pendapatan bagi pengelolaan kawasan konservasi

Pendanaan kawasan lindung merupakan sebuah tantangan besar bagi para pengelola KKP. Pendanaan dari pemerintah seringkali tidak cukup untuk keperluan konservasi, dan banyak kawasan alami tidak akan bertahan tanpa sumber pemasukan baru. Pariwisata menawarkan peluang untuk membangkitkan pemasukan melalui berbagai cara, yang memungkinkan pengelola KKP untuk melindungi kawasan-kawasan sensitif dengan lebih baik.

Tiket masuk atau biaya penggunaan wisata dapat diambil langsung dari wisatawan yang mengunjungi KKP. Biaya juga dapat dikumpulkan pada pintu masuk KKP; kegiatan tertentu atau penggunaan peralatan tertentu; di kapal, sebagai biaya tambahan perjalanan; atau biaya untuk penyelam atau pesnorkel. Biasanya, wisatawan asing dikenai biaya lebih tinggi dibanding wisatawan lokal.

Konsesi sektor swasta dapat meliputi toko cinderamata, penyewaan kapal, toko makanan, dan perjalanan wisata. Biasanya terdapat usaha-usaha yang dimiliki atau dikelola secara pribadi, dengan sebagian keuntungan yang masuk ke KKP. Banyak KKP tidak memiliki otoritas terhadap ak tivitas tersebut (atau konsesi) di darat, oleh sebab itu, perjanjian untuk mendapatkan sebagian keuntungan dari kegiatan di darat sulit dilakukan. Untuk kapal dan kelompok pengguna seperti penyelam SCUBA, yang melakukan kegiatan di KKP, perjanjian untuk mendapatkan keuntungan lebih mudah dilakukan.

Sumbangan dapat dapat diperuntukkan langsung untuk mendukung sebuah kampanye khusus, seperti mengumpulkan dana bagi pembangunan pusat wisatawan, dan program seperti “adopsi spesies”, atau diperuntukkan bagi dukungan pengelolaan sehari-hari. Waktu yang baik untuk meminta sumbangan adalah setelah wisatawan sudah mengalami kualitas alam yang unik dalam KKP dan merasa tergugah untuk berkontribusi bagi upaya konservasi laut.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 24 dari 74

2.1.2 Menyediakan lapangan kerja

Pariwisata dapat menyediakan kesempatan kerja baru, yang dianggap sebagai salah satu manfaat terbesar bagi masyarakat lokal. Untuk menjawab permintaan pariwisata di dalam dan sekitar KKP, penduduk dapat bekerja sebagai supir taksi, pemilik rumah singgah, pemilik kios, atau pemandu wisata. Meningkatnya kunjungan ke KKP juga meningkatkan kebutuhan akan polisi hutan, staf penegak hukum, peneliti, dan pendidik. Penduduk lokal berada dalam posisi yang baik bagi pariwisata dan pekerjaan terkait KKP karena mereka lebih mengenal kondisi alam dan budaya di kawasan tersebut. Akan tetapi, mereka membutuhkan pelatihan untuk beberapa keahlian seperti penerjemah, penanganan kelompok, menyiapkan makanan, pertolongan pertama, dan pemeliharaan perahu bermotor. Pariwisata juga meningkatkan pengadaan lapangan kerja yang tidak terkait langsung seperti sektor jasa, konstruksi,dan penyedia barang seperti penyedia makanan.

2.1.3 Pembenaran politik bagi penetapan kawasan konservasi perairan

Potensi dari pariwisata berkelanjutan dapat mempengaruhi aparat pemerintah untuk menyediakan status perlindungan pada suatu kawasan atau memperkuat status perlindungan sebuah kawasan lindung, terutama jika ia dapat menghasilkan pemasukan dan menyediakan manfaat nasional lainnya. Dan ketika aparat negara mulai memikirkan pentingnya mengelola kawasan alami, pengunjung akan lebih tertarik untuk mengunjungi dan mendukung kawasan alami jika dilindungi, yang akhirnya meningkatkan pembenaran bagi keberadaan kawasan lindung.

2.1.4 Media untuk pendidikan lingkungan

Pariwisata berkelanjutan merupakan sarana yang baik untuk pendidikan lingkungan. Setelah melihat terumbu karang dan mammalia laut, pelancong akan mau belajar mengenai perilaku hewan dan ekologi terumbu karang, berikut juga tantangan untuk melestarikan sumberdaya tersebut. Banyak pula yang ingin mengetahui sisi-sisi ekonomi, politik, dan sosial dari kegiatan konservasi.

Pemandu alam adalah sumber pendidikan lingkungan yang penting. Survei pada pengunjung menunjukkan pemandu yang baik adalah faktor kunci dari kesuksesan perjalanan. Misalnya, pada tahun 1996, RARE Center for Tropical Conservation menanyakan kepada 60 kelompok konservasi di Amerika Latin untuk mengidentifikasi hambatan terbesar yang dialami untuk mengembangkan ekowisata (sebuah komponen penting bagi pariwisata berkelanjutan); minimnya pemandu alam yang terlatih mendapatkan peringkat kedua.

Pusat informasi pengunjung yang diisi pameran, media cetak, dan video juga dapat dijadikan sarana pendidikan lingkungan. Tanda-tanda di pantai dapat digunakan untuk menyampaikan informasi biologi dan pesan konservasi. Interpretasi bagi pengunjung menjadi lebih kreatif dan interaktif.

Pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya KKP dan konservasi, yang sering menghasilkan upaya konservasi lokal yang lebih besar seperti pengurangan sampah. Pendidikan lingkungan merupakan peluang penting untuk menggapai pengunjung nasional. Apakah mereka merupakan anak sekolah yang mempelajari sumberdaya yang penting bagi kehidupannya sehari-hari, atau wisatawan dari daerah tetangga belajar tentang peran penting kawasan lindung nasional mereka, oleh sebab itu, penduduk juga merupakan sasaran pemirsa yang penting. Pesan konservasi terasa lebih mengena bagi mereka. Kesadaran di tingkat nasional juga dapat menghasilkan meningkatnya upaya konservasi seperti memandatkan dan mendukung KKP. Bahkan pada tingkat internasional, pariwisata berkelanjutan dapat menyebabkan munculnya

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 25 dari 74

dukungan internasional untuk meningkatkan upaya konservasi dan mendukung kawasan lindung tertentu.

Pendidikan lingkungan bagi pengunjung lebih efektif ketika informasi sebelum dan sesudah perjalanan dapat disediakan. Persiapan mendorong pengunjung untuk berpikir tentang perilaku yang sepantasnya, oleh sebab itu, meminimumkan dampak negatif, dan penggunaan hand-out lanjutan akan meneruskan proses pendidikan.

2.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan ancaman yang ditimbulkan pariwisata terhadap KKP

2.2.1 Dampak lingkungan

Pengunjung yang tidak berlaku pantas atau terlalu banyak akan mengakibatkan terinjaknya habitat pasang-surut yang sensitif, mangrove atau padang lamun; gangguan bagi hidupan-liar seperti burung laut dan mammalia laut; kerusakan terumbu karang karena sepatu-katak penyelam; dan dampak meningkatnya limbah cair terhadap kualitas air atau pengumpulan sampah di kawasan pesisir dan laut. Disamping kerusakan lokal yang mudah terlihat, dampak tersebut dapat menjadi perubahan dan masalah jangka panjang, yang meliputi perubahan perilaku hewan, seperti pola makan, migrasi, dan reproduksi. Banyak perubahan sulit dideteksi, tetapi semuanya merupakan indikator penting kesehatan sumberdaya alam.

Flora dan Fauna—Apakah ada jenis tumbuhan, burung, mammalia, reptil, amfibi, dan ikan di tempat tujuan? Di manakah habitatnya? Mengapa mereka terancam? Apa hubungan mereka de ngan pariwisata, yaitu apakah jenis tersebut terdapat di kawasan yang potensial dikembangkan untuk pariwisata? Apakah mereka juga menarik minat wisatawan? Dalam kasus tersebut, berisiknya pengunjung yang mengamati hidupan-liar dapat mengganggu waktu makan dan siklus berbiak, yang mengakibatkan meningkatnya laju kematian dan penurunan besar dalam pertumbuhan populasi.

Habitat Penting—Daerah mana merupakan habitat penting, mengapa mereka penting dan bagaimana pariwisata dapat memberi dampak? Seringkali beberapa jenis terancam akibat habitat mereka hilang, seperti daerah “asuhan” bagi fase larva beberapa jenis ikan di hutan mangrove, terumbu karang, atau padang lamun. Masalah yang paling penting adalah hilangnya daerah berbiak, bertelur, dan makan sebagai hasil dari pembangunan terkait pariwisata. Beberapa habitat penting dapat telah teridentifikasi karena kawasan tersebut telah dijadikan cagar alam, suaka margasatwa, taman lindung, kawasan lindung, dan zona inti/tertutup dalam kawasan lindung yang sudah ada. Penelitian dan wawancara bersama para ahli setempat akan membantu mengidentifikasi kawasan-kawasan yang belum terlindung yang harus dipertimbangkan pula.

Fungsi-fungsi ekologi—Pariwisata, bersama pembangunan oleh manusia, cenderung muncul di beberapa ekosistem dengan keanekaragaman-hayati tinggi. Masalah yang perlu dipertimbangkan meliputi gangguan terhadap proses ekologi dan ketergantungan rumit antara flora, fauna, dan kondisi fisik. Misalnya, suara berisik dan cahaya dapat mencegah penyu bertelur di pantai ; penggundulan vegetasi di tepi sungai untuk mempercantik pemandangan dapat menyebabkan erosi tanah dan merusak habitat ikan dan katak. Terumbu karang secara khusus sangat rentan terhadap injakan dan pematahan oleh wisatawan, begitu pula kerusakan akibat jangkar. Padang lamun juga rentan dan dapat “digerus”oleh rantai jangkar.

Koridor Biologis dan Bentanglahan Fisik—Menjamin luasan yang cukup bagi daerah sebaran dan rute migrasi serta akses untuk mencapai makanan sangat penting bagi jenis-jenis besar seperti penyu, duyung, lumba-lumba, dan ikan pemangsa besar. Di darat, pembangunan pariwisata dapat mengganggu kawasan penghubung dengan sistem pegunungan, lembah, dataran tinggi, dan hutan hujan. Sebagai contoh, jalan raya dapat menjadi penghalang bagi beberapa jenis seperti penyu,

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 26 dari 74

katak, dan kepiting; dan lalu lintas jalan dapat mengakibatkan kematian jenis-jenis yang bermigrasi. Pada saat yang sama, pariwisata dapat direncanakan untuk mengurangi fragmentasi dengan meningkatkan perlindungan kawasan dari pembangunan yang bersifat merusak seperti pembalakan kayu.

2.2.2 Ketersediaan air

Sumber air bersih dan tidak terpolusi dari sungai, danau, laguna, dan daerah resapan air sangat penting bagi seluruh bentuk kehidupan termasuk wisatawan yang mengunjungi kawasan. Apakah yang menjadi sumber air utama bagi populasi yang telah ada? Apakah air mencukupi? Apakah sumber air terlindungi dengan baik? Ada masalahkah dengan pasokan air? Apakah dengan ditambah pariwisata masalah tersebut menjadi semakin parah, misalnya, dengan menyebabkan polusi sumberdaya penting atau permintaan terlalu tinggi.

2.2.3 Sumberdaya energi

Di banyak tempat, pasokan energi sering menjadi persoalan, dan pariwisata dapat memperparahnya. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah lingkungan yang lebih luas, seperti polusi udara akibat pembangkit listrik tenaga batu bara. Ia juga akan berdampak pada keanekaragaman-hayati lokal. Sebagai contoh, pada banyak kawasan penggunaan berlebih kayu bakar akan mengakibatkan kerusakan hutan, erosi, hilangnya sumber makanan, dan hilangnya lokasi berbiak yang penting bagi burung dan hewan lainnya. Dampak lanjutannya, limbah cair dari penggunaan bahan bakar seperti minyak, gas, dan solar akan memenuhi perairan tawar dan habitat laut.

2.2.4 Sistem penanganan sampah

Apakah sistem saat ini cukup baik untuk menerima buang limbah cair dan sampah padat? Apakah mereka dapat menangani permintaan tambahan? Di banyak kawasan, sistem pengelolaan sampah tidak cukup untuk mengurus dan membuang limbah cair dan sampah padat. Apakah pariwisata dapat memperparah sistem yang sudah ada berikut lingkungan alami? Sayangnya, aktivitas pariwisata sering menghasilkan sampah dalam jumlah besar dan tim persiapan harus memperhitungkan berbagai masalah potensial terkait limbah cair, pengelolaan limbah dan sampah padat.

(1) Limbah cair biasanya berasal dari mencuci, kamar mandi, dan limpasan dari darat. Limbah dapat mencemari sumber air dengan bakteri berbahaya, seperti fecal coliform (bakteri dari kotoran manusia), yang menyebabkan penyakit dan infeksi atau dari bahan kimia seperti deterjen, herbisida, dan pestisida yang membunuh organisme perairan tawar dan laut.

(2) Pengelolaan limbah yang buruk dapat mengakibatkan polusi tanah dan air tanah serta degradasi sumberdaya laut, seperti terumbu karang.

(3) Sampah padat sering dibuang di tempat sampah dengan desain yang buruk atau dibuang langsung ke laut, sungai, dan danau. Selain membuat pemandangan tidak sedap, pembuangan sampah sembarangan akan menyebabkan sampah mengeluarkan pencemar dan mengakibatkan polusi air dan tanah yang parah. Pencemar dari barang beracun seperti kaleng cat dan baterai, sangat berbahaya. Tempat pembuangan sering menjadi tempat bertelur lalat, yang akan menyebarkan penyakit ke masyarakat sekitar, menyebabkan bau tidak sedap, dan api yang beracun.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 27 dari 74

(4) Membuang sampah sembarangan, terutama di kawasan alami dapat menarik hewan liar dan menyebabkannya mudah terkena cidera atau penyakit, seperti burung dan ikan yang mencoba memakan puntung rokok.

2.2.5 Ketidak-stabilan ekonomi

Keuntungan dari pariwisata bisa saja tidak diterima oleh masyarakat lokal, tetapi justru dinikmati oleh investor dari luar. Hal tersebut disebut kebocoran pendapatan. Jika kebocoran pendapatan tinggi, maka dukungan lokal terhadap KKP atau konservasi laut akan rendah. Bahkan jika beberapa penduduk dapat menghasilkan keuntungan dari pariwisata, jika keuntungan yang diterima masyarakat hanya sedikit, atau tidak sebanding dengan upaya konservasi, penduduk akan menginvestasikan keuntungan tersebut pada kegiatan berdampak besar dengan keuntungan ekonomi yang besar, seperti perikanan ilegal atau budidaya. Bagi orang yang mendapatkan pekerjaan tetap dalam pariwisata, dan pekerjaan tersebut tidak menyediakan kesempatan pengelolaan atau kepemilikan, karyawan lokal biasanya tidak termotivasi untuk melakukan pariwisata berkelanjutan sebagai karir.

Selain itu, pariwisata berkelanjutan, seperti bentuk pariwisata lainnya bisa menjadi sumber pemasukan yang tidak stabil. Permintaan pariwisata berfluktuasi tergantung faktor luar tujuan wisata. Misalnya, konflik politik, atau isu kondisi kawasan atau negara, dapat membuat pengunjung internasional tidak jadi berkunjung selama beberapa tahun. Perubahan nilai mata uang juga mempengaruhi kunjungan wisatawan. Sebagai contoh, setelah serangan teroris tahun 2001 ke AS, bersama dengan menurunnya nilai dollar AS, mengakibatkan pengurangan kunjungan luar negri oleh wisatawan AS hingga dua tahun selanjutnya. Contoh lainnya, di Taman Nasional Komodo di Indonesia, wisata menurun dari 30.000 pengunjung per tahun hingga 11.000 setelah bom di Bali, yang merupakan sumber wisatawan asing yang mengunjungi taman nasional. Bencana alam seperti badai, dan yang paling tragis yaitu tsunami di tahun 2004, juga berdampak pada pariwisata hingga bertahun-tahun, terutama terjadi pada hotel-hotel tepi pantai dan rute transportasi yang rusak parah. Penurunan yang tidak dapat diperkirakan dalam pariwisata dapat menjadi bencana jika sebuah KKP terlalu bergantung pada industri pariwisata yang labil. Dengan kata lain:

Pariwisata berkelanjutan sangat dianjurkan, namun jangan

dijadikan sebagai satu-satunya sumber pendapatan dan pekerjaan.

2.2.6 Berdesakan di dalam dan di sekitar KKP

Rasa berdesakan dapat menjadi masalah bagi masyarakat lokal dan KKP. Kebanyakan masyarakat akan meninggalkan penggunaan kawasan pesisir secara tradisional dan beralih ke sektor pariwisata, seperti pembangunan infrastruktur seperti jalan, hotel, restoran, dan pelabuhan. Wisatawan akan mulai berkompetisi dengan penduduk untuk mendapatkan tempat yang kosong. Kawasan tersebut adalah tempat yang dikenal penduduk lokal saat tumbuh dewasa, sebelum kawasan tersebut menjadi atraksi internasional. Jika akses ke lokasi yang penting tersebut menjadi sulit, ketegangan sering muncul dan penduduk lokal akan mulai menolak wisatawan. Banyaknya orang juga mengganggu turis, yang kebanyakan mencari petualangan di alam yang sunyi. Wisatawan internasional akan kecewa ketika mereka sudah datang jauh-jauh dan menghabiskan uang simpanannya di tempat yang dipenuhi wisatawan lainnya.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 28 dari 74

2.2.7 Pembangunan fasilitas yang berlebihan

Ketika sebuah lokasi menjadi tujuan wisata populer, pengusaha lokal akan mulai membuat penginapan, restoran, dan jasa lain untuk menjawab kebutuhan wisatawan. Pada beberapa kasus di mana permintaan pariwisata tinggi, orang dari berbagai daerah akan datang untuk merasakan kesempatan ekonomi yang meningkat. Dengan meningkatnya permintaan jasa pariwisata dan meningkatnya permintaan infrastruktur: hotel, restoran, dan rumah bagi pegawai dan pengusaha yang baru. Permintaan tersebut memberikan tekanan terhadap kebutuhan dasar seperti pasokan air, pengelolaan sampah, listrik, dan lain-lain. Selain itu, beban pemerintahan juga meningkat, meningkatnya pembangunan sering kali terjadi dengan minimnya perencanaan dan dapat menjadi masalah estetika selain masalah lingkungan bagi masyarakat dan kawasan lindung.

2.3 Aspek Pengetahuan: Menyeimbangkan manfaat dan kerugian

Pariwisata berkelanjutan berpotensi untuk mengurangi ancaman akibat pariwisata konvensional terhadap kawasan alami dan orang-orang yang hidup di sekitarnya. Akan tetapi, pariwisata berkelanjutan yang sukses membutuhkan perencanaan dan pengelolaan untuk memaksimalkan potensinya. Menyeimbangkan manfaat dan biaya tidak mudah. Dalam beberapa kasus, dampak negatif harus diterima agar keuntungan yang didapat lebih besar. Misalnya, pariwisata dapat menyebabkan kawasan pantai terinjak-injak, tetapi juga menghasilkan keuntungan financial yang dapat digunakan untuk menambah staf KKP. Penambahan staf bisa saja penting bagi konservasi KKP secara keseluruhan, dan mengorbankan vegetasi yang terinjak menjadi cukup terbayar.

Apapun kombinasi antara biaya dan manfaat, pertanyaan kunci yang harus dijawab seyogianya adalah “apakah pariwisata memajukan agenda

jangka-panjang konservasi KKP dan bermanfaat bagi masyarakat setempat?” Bila jawabannya ‘ya’, maka kemungkinan besar pariwisata

akan berkelanjutan.

Memutuskan apakah akan mengejar pembangunan pariwisata berkelanjutan tidaklah mudah. Langkah utama yang diperlukan adalah mengumpulkan informasi tentang apa, tepatnya, yang bisa ditawarkan KKP pada wisatawan, dan tingkat kerentanannya. Langkah penting selanjutnya adalah memahami pihak terkait utama dalam masyarakat dan motivasinya, dan bagaimana melibatkan mereka pada proses perencanaan.

Hand-out 6.1: Beberapa manfaat dan ancaman pariwisata terhadap masyarakat lokal

2.4 Aspek Keterampilan: Membuat visi untuk sebuah daerah tujuan wisata

Salah satu aspek mendasar dari perencanaan pariwisata adalah apa yang disebut “menerawang ke depan” atau “visioning” – menggambarkan situasi ideal pariwisata berkelanjutan di daerah anda. Menerawang adalah suatu proses untuk membayangkan hasil terbaik pariwisata berkelanjutan yang paling mungkin dan mendefinisikan tujuan-akhir pembangunan pariwisata yang anda inginkan bagi KKP dan masyarakat setempat untuk maju bersama.

Suatu sesi “menerawang” selalu berkutat pada tiga pertanyaan berikut:

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 29 dari 74

(1) Dimana kita sekarang? Bahas situasi pariwisata pada KKP anda dan masyarakat saat ini, dan faktor-faktor terkait yang meliputi aspek-aspek ekonomi, sosial dan politik.

(2) Akan kemanakah kita? Minta semua peserta untuk “memimpikan” situasi ideal yang dibutuhkan bagi pengembangan pariwisata pada masyarakat dan KKP mereka. Bila pendanaan, pilitik, akses pasar, dll., bukan merupakan persoalan, maka skenario kasus -terbaik (the best-case scenario) seperti apakah yang diperlukan bagi pariwisata di masa mendatang? Ini adalah visi anda.

(3) Bagaimana caranya agar kita bisa sampai ke sana? Bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang diinginkan di masa mendatang. Langkah-langkah apa sajakah yang perlu dilakukan agar visi yang diinginkan dapat dicapai?

Hand-out 6.2: Membuat visi sebuah daerah tujuan wisata

Kasus 6.1: Sebuah visi untuk pariwisata berkelanjutan di Taman Nasional Komodo

Taman Nasional Komodo meliputi beberapa pulau besar dan kecil di Kepulauan Nusa Tenggara, Indonesia. Taman Nasional tersebut awalnya ditetapkan pada tahun 1980an sebagai kawasan lindung bagi naga komodo (reptil terbesar di dunia). Dalam tahun pertama pendiriannya, ia hanya menarik 150 pengunjung setahun. Taman Nasional tersebut semakin populer dengan wisatawan yang mencari pemandangan alam liar, menyelam, dan snorkling. Wisatawan melewati 30.000 per tahun pada akhir 1990an, dan setelah bom Bali, kunjungan menurun hingga 11.000 setahun. Delapan puluh persen wisatawan datang dengan harapan untuk melihat komodo liar, tetapi semakin lama, semakin tertarik dengan lokasi penyelaman dan snorkling yang indah. Taman Nasional tersebut juga menarik tim film setiap tahun yang mencari latar belakang kawasan tropi s untuk difilmkan, dan berbagai peneliti yang tinggal hingga berbulan-bulan. Meningkatnya variasi wisatawan dan objek wisata, memaksa pengelola Taman Nasional Komodo untuk mengembangkan visi yang detil bagi pariwisata berkelanjutan di dalamnya. Lihatlah Handout yang disertakan untuk melihat lebih detil.

Hand-out 6.3: Visi pariwisata berkelanjutan di Taman Nasional Komodo

Latihan 6.1: Membuat visi tujuan wisata bagi KKP anda

Tujuan: untuk memahami bahwa pariwisata yang yang terencana dan tertata dengan baik dapat sesuai dengan tujuan-tujuan konservasi KKP.

Setiap tim membuat visi pariwisata bagi sebuah KKP dan kawasan sekitarnya (30 menit).

Setiap tim mempresentasikan visinya di depan kelas (10 menit). Lalu, bandingkan beragam visi yang ada dan buatlah visi bersama. Mulailah dengan mengidentifikasi visi yang serupa di antara lokasi -lokasi yang berbeda.

Total waktu: 60 menit

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 30 dari 74

3 Elemen Kompetensi: Menjelaskan cara mengelola dampak pengunjung

3.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan cara mengelola pengunjung berdasarkan suatu standar

Tidak mudah untuk mempromosikan rekreasi dan pariwisata sehingga pengunjung dapat belajar dan menghargai KKP, tanpa merusak nilai dasar penunjukkan KKP. Seperti yang sudah kita lihat, wisatawan dapat berdampak negatif bagi sumberdaya dan pengunjung lain. Dampak lainnya meliputi gangguan pada hidupan-liar, sampah, pengambilan “cinderamata” dari alam, dan merusak mangrove, padang lamun, serta terumbu karang. Wisatawan juga sering menyinggung standar budaya lokal; misalnya dengan berdandan yang tidak sopan, atau dengan mengambil foto orang atau lokasi tradisional tanpa izin. Program pariwisata mana pun akan menghasilkan kegiatan wisatawan yang berdampak, baik positif maupun negatif. Pariwisata berkelanjutan yang efektif bertujuan untuk mencari keseimbangan antara melindungi sumberdaya dan memberikan kepada pengunjung kawasan yang dapat dinikmati. Mengelola dan memantau sangat penting bagi pengembangan strategi pariwisata berkelanjutan, tapi sering terlupakan saat rencana sedang dibuat.

Bila anda tidak mengetahui apa pengaruh kegiatan pariwisata berkelanjutan

terhadap lingkungan alami tapak dan masyarakat di sekitarnya, maka anda tidak dapat mengatakan apakah anda sudah berhasil.

Hand-out 6.4: Pilihan untuk menangani dampak pengunjung

Jika dampak pengunjung tidak dipantau dengan baik, kualitas lingkungan dapat terdegradasi secara bertahap tanpa diketahui oleh staf KKP sampai kerusakan sudah cukup parah. Kasus perubahan bertahap juga dapat terjadi pada masyarakat lokal. Untuk mendeteksi dan memperbaiki masalah sebelum mereka berlanjut, memantau dampak, baik positif dan negatif, secara hati -hati harus menjadi aktivitas utama dari pengelolaan keseluruhan situs pariwisata.

Pemantauan sangat penting dalam perencanaan pariwisata berkelanjutan, tetapi perlu dipahami juga bahwa pemantauan membutuhkan biaya dan personel yang terlatih serta bantuan dari pihak terkait yang tertarik.

Untuk memulai, seorang pengelola KKP harus mengetahui terlebih dahulu seberapa besar penggunaan pariwisata yang bisa diterima oleh suatu kawasan/situs. Jika pariwisata terlalu intensif dan melewati ambang-batas dimana dampak menjadi tidak bisa bisa diterima, pengelola KKP harus bertindak. Bagaimana kita mengetahui ambang-batas tersebut, dan bagaimana kita mengetahui ketika ambang-batas tersebut telah dilewati?

3.1.1 Konsep daya dukung lingkungan

Apa yang dilakukan pengunjung, kapan dan dimana mereka

melakukannya, bagaimana mereka berperilaku, dan upaya-upaya perlindungan pada situs/kawasan seringkali lebih penting untuk menentukan dampak pengunjung daripada hanya menggunakan

jumlah pengunjung saja.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 31 dari 74

Pengertian

Metode pertama yang dikembangkan untuk mengatasi masalah pariwisata berasal dari konsep daya dukung lingkungan (carrying capacity), yang berasal dari pengelolaan hewan perumput. Ada beberapa definisi yang telah diusulkan, tergantung pada bagaimana dan di mana konsep tersebut diterapkan. Motivasi dan perilaku pengunjung; bentuk transportasi dan penginapan wisatawan; keefektifan pemandu; dan musim pengunjung, semuanya mempengaruhi jumlah dan jenis dampak. Oleh sebab itu, daya dukung lingkungan dalam konteks rekreasi merujuk ke jumlah dan tipe penggunaan yang dapat diakomodasi di suatu daerah tertentu dari waktu ke waktu, sambil mempertahankan kondisi sumberdaya biofisik dan kesempatan bagi wisatawan untuk mengalami pengalaman bernilai tinggi dengan masukan pengelolaan pada tingkat tertentu. Konsep ini telah menjadi basis bagi semua kerangkakerja pengelolaan sumberdaya untuk rekreasi yang ada saat ini

Dengan kata lain:

Daya dukung lingkungan adalah jumlah maksimum kegiatan

wisatawan yang dapat didukung tanpa merusak lingkungan atau menurunkan kenikmatan pengunjung.

Memperkirakan daya dukung lingkungan

Mengkuantifikasi daya dukung lingkungan sangat sulit, dan akan bervariasi untuk setiap KKP tergantung pada kondisi ekologis, kelentingan ekosistem untuk pulih dari gangguan (yang bervariasi berdasarkan waktu) dan perilaku pengunjung. Sering kali informasi yang diperlukan untuk perkiraan tidak tersedia. Di banyak KKP, metode yang diturunkan dari daya dukung lingkungan digunakan untuk menilai dampak wisatawan dan meliputi inovasi pengelolaan sumberdaya rekreasi seperti :

(1) Spektrum Peluang Rekreasi (Recreation Opportunity Spectrum - ROS),

(2) Batas Perubahan yang Dapat Diterima (Limits of Acceptable Change - LAC),

(3) Perencanaan Pengelolaan Dampak Pengunjung (Visitor Impact Management Planning – VIMP),

(4) Proses perencanaan Perlindungan Pengalaman Pengunjung dan Sumberdaya (Visitor Experience and Resource Protection – VERP).

Pada beberapa situasi di mana wisatawan melakukan aktivitas yang mudah diperkirakan dan konsisten, konsep daya dukung lingkungan tetap dapat digunakan. Disamping memperkirakan daya dukung lingkungan, kita juga akan membahas model LAC.

Sebagai contoh, daya dukung lingkungan sering digunakan untuk membuat batasan bagi penyelam di terumbu karang karena sebagian besar penyelam memiliki perilaku yang sama (misalnya, waktu menyelam yang sama). Penelitian di Laut Merah dan Bonaire (di Karibia) menunjukkan daya dukung lingkungan maksimum adalah 4.000-6.000 penyelam per lokasi per tahun. Akan tetapi, bahkan dalam kasus tersebut terdapat perbedaan mencolok antar terumbu. Jumlah penyelam telah diasumsikan sebagai indikator yang dapat diandalkan bagi kerusakan terumbu; tetapi, daya dukung lingkungan belum mempertimbangkan dampak akibat perilaku penyelam, aktivitas yang mereka lakukan, dan karakteristik fisk dan ekologi suatu lokasi penyelaman.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 32 dari 74

Menggunakan sumberdaya untuk berupaya menghitung daya dukung lingkungan oleh karenanya bisa saja tidak terlalu berguna, karena angka yang muncul tidak bisa diterapkan secara umum dan bervariasi di berbagai bagian suatu KKP. Walaupun begitu, karena konsep tersebut telah menjadi penyokong berbagai kegiatan terkait penggunaan oleh pengunjung pada pendekatan pengelolaan sumberdaya rekreasi, penting sekali untuk memahami penerapannya. Penggunaan yang berlebih akan merusak sumberdaya alam, budaya, dan sejarah KKP serta pengalaman pengunjung itu sendiri.

3.1.2 Konsep batas perubahan yang dapat diterima (limits of acceptable change, LAC)

Kerangka kerja batas perubahan yang dapat diterima (limits of acceptable change - LAC) menggabungkan pertimbangan tentang daya dukung lingkungan dan penyebab potensial lain yang menimbulkan dampak. LAC merupakan proses pengambilan keputusan untuk menindaklanjuti dampak yang tidak diinginkan terhadap kondisi sumberdaya dan pengalaman wisatawan dalam kawasan lindung. LAC menentukan apakah dampak yang terjadi di suatu situs tidak dapat diterima, memilih strategi dan taktik pengelolaan, mengembangkan rencana aksi dan pelaksanaannya, dan pemantauan. Seperti dengan pendekatan lainnya, perencanaan untuk pemantauan dilakukan sedini mungkin dan dilakukan terus-menerus sepanjang proses. Ketika pemantauan mengindikasikan bahwa ambang-batas dampak yang tidak dapat diterima telah dilewati, maka dilakukan langkah-langkah pengelolaan.

Hand-out 6.5: Batas perubahan yang dapat diterima (LAC)

Daya dukung lingkungan digunakan untuk menentukan seberapa banyak orang/kunjungan sebuah sumberdaya bisa menerima, sedangkan LAC berupaya untuk menentukan seberapa besar perubahan yang bisa diterima sebagai hasil dari kunjungan tersebut dan bagaimana menindaklanjutinya. LAC membantu dalam menentukan lingkup, keparahan, dan penyebab masalah sebelum mereka menjadi tidak dapat diterima. Ia mendorong pengelola untuk mempertimbangkan beragam alternatif dibanding hanya terpaku pada satu solusi. LAC merupakan suatu sistem fleksibel yang dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekologi, keanekaragaman-hayati, atau sosial budaya spesifik yang ada di setiap lokasi.

Pendekatan LAC didasari oleh tiga asumsi utama:

(1) Dampak tidak dapat dihindari, jadi fokus utama adalah bagaimana menentukan batas dampak yang dapat diterima/ditolerir;

(2) Lokasi yang berbeda akan memiliki kondisi lingkungan dan sosial yang berbeda;

(3) Tingkat (perkembangan) pariwisata dapat memiliki dampak yang berbeda sesuai dengan situasi yang dihadapinya.

Proses LAC awalnya dikembangkan oleh US Forest Service untuk penggunaan di habitat daratan berhutan. Kini LAC luas digunakan di berbagai jenis lokasi, termasuk taman nasional laut.

Logika dasar proses LAC2 adalah sebagai berikut:

2 Dirangkum dari VERP Handbook 1997

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 33 dari 74

(1) Identifikasi dua tujuan yang bertentangan. Dalam kasus kawasan lindung, dua tujuan biasanya adalah perlindungan lingkungan dan pengalaman pengunjung (tujuan 1) dan akses tidak terbatas ke sumberdaya untuk keperluan rekreasi (tujuan 2).

(2) Pastikan bahwa kedua tujuan harus dapat dikompromikan. Jika salah satu tujuan tidak dapat dikompromikan, maka proses LAC tidak diperlukan – salah satu tujuan harus mengalah sesuai kebutuhan untuk tujuan yang tidak dapat dikompromikan.

(3) Putuskan tujuan mana yang membatasi tujuan lainnya. Dalam kasus kawasan lindung, tujuan dari perlindungan kondisi lingkungan dan pengalaman pengunjung biasanya menj adi pembatas bagi akses tak terbatas.

(4) Buat standar LAC bagi tujuan yang membatasi. Standar LAC menunjukkan kondisi minimum yang dapat diterima bagi lingkungan dan pengunjung.

(5) Kompromi bagi tujuan tersebut hanya sampai ketika standar dicapai. Biarkan kondisi lingkungan dan pengalaman pengunjung menurun sampai di atas standar minimum. Akses rekreasi tidak perlu dilarang sampai standar minimum tercapai.

(6) Kompromikan tujuan lain sesuai kebutuhan. Ketika standar kondisi lingkungan dan pengalaman pengunjung dicapai, tidak boleh ada kerusakan lagi, dan akses bagi rekreasi ditutup untuk mempertahankan standar.

Mengacu kepada logika dasar proses LAC seperti di atas, sangat berguna untuk beberapa alasan. Pertama, pola pikir seperti ini mengilustrasikan tantangan dasar dalam pengelolaan pengunjung bukan sekedar upaya mendamaikan konflik antara perlindungan sumberdaya dan penggunaan oleh pengunjung. Sebaliknya, penekanan harus diletakkan pada mendefinisikan pengalaman pengunjung dan kondisi sumberdaya yang sifatnya melengkapi (complementary), dan kemudian menentukan sampai sejauh mana akses rekreasi tak-terbatas data diakomodasi. Kedua, cara pikir seperti ini juga memungkinkan para pengelola un2tuk mengetahui bahwa akses tak-terbatas – suatu hal yang diyakini sangat kuat oleh para rekreasionis – merupakan suatu tujuan yang sah, tetapi tidak selalu bisa diakomodasi dikaitkan dengan tujuan lain yang sama sahnya seperti keragaman pengalaman pengunjung dan perlindungan sumberdaya. Ketiga, memahami proses dasar berpikir akan sangat membantu dalam memahami bagaimana berbagai kerangkakerja dapat diadaptasi atau disesuaikan untuk beragam situasi tanpa harus kehilangan elemen penting dari kerangkakerja tersebut. Keempat, karena sebagian pengelola berminat untuk menerapkan proses LAC untuk masalah selain daya dukung lingkungan, mempelajari proses dasarnya sangat membantu untuk menentukan dalam situasi apa aplikasi LAC dapat diterapkan atau tidak.

Dengan menggunakan logika berpikir dasar dari daya dukung lingkungan dan pendekatan LAC, pertimbangkanlah beberapa studi kasus. Pendekatan apa yang telah digunakan dalam beberapa contoh di bawah ini? Apakah pendekatan cukup efektif? (Kita akan mendiskusikan bagaimana mengaplikasikan LAC secara terinci di bagian selanjutnya.)

Hand-out 6.6: Jumlah pengunjung Kepulauan Galapagos

Hand-out 6.7: Mengelola pengunjung dengan konsep ekowisata di pulau Cousin, Seychelles

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 34 dari 74

3.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan metode untuk mengendalikan dampak kelebihan pengunjung

3.2.1. Metode untuk mengendalikan dampak kelebihan pengunjung

Jika daya dukung lingkungan atau batas LAC dilewati, maka ada beberapa strategi pengelolaan umum yang dapat dilakukan untuk menangani dampak penggunaan untuk rekreasi:

(1) Meningkatkan pasokan peluang rekreasi, kawasan, dan fasilitas untuk mengakomodasi meningkatnya permintaan.

(2) Mengurangi penggunaan publik pada beberapa lokasi, zona pengelolaan tertentu, atau seluruh kawasan.

(3) Memodifikasi bentuk penggunaan oleh pengunjung dengan mengendalikan di mana penggunaan bisa dilakukan, ketika penggunaan terjadi, tipe penggunaan apa yang muncul, atau bagaimana pengunjung berperilaku.

(4) Mengubah sikap dan harapan pengunjung.

(5) Memodifikasi lokasi atau sumberdaya dengan meningkatkan daya tahan kawasan yang bermasalah, atau dengan memperbaiki atau merehabilitasi lokasi.

Dalam strategi yang disebutkan di atas, terdapat kegiatan pengelolaan atau taktik spesifik yang dapat digunakan. Taktik tersebut secara umum dapat dibedakan menjadi lima kategori:

(1) Pengelolaan lokasi (misal, desain fasilitas, penggunaan pelindung vegetasi, pengerasan situs, penutupan area/fasilitas)

(2) Pendistribusian dan pengalokasian (misal, pemesanan tempat, antrian, lotere, kuota, syarat-syarat tertentu, dan harga).

(3) Regulasi (misal, berapa jumlah orang, lokasi atau waktu kunjungan, aktivitas, perilaku pengunjung, atau peralatan)

(4) Pelarangan dan penegakan aturan (misal, rambu, sanksi, personil)

(5) Pendidikan pengunjung (misal, mempromosikan perilaku yang sepantasnya, mendukung/tidak mendukung penggunaan tertentu, menyediakan informasi terkait kondisi penggunaan).

Dalam kerangka kerja umum strategi dan taktik untuk mengurangi dampak pengunjung, terdapat berbagai tindakan yang dapat dilakukan. Daftar di bawah ini memperlihatkan beberapa contoh. Anda dapat memikirkan tindakan lain yang bisa dilakukan.

(1) Pembatasan musiman atau mewaktu, misalnya membatasi waktu kunjungan; membatasi parkir mobil, fasilitas akomodasi atau transportasi umum; memastikan kunjungan berada pada waktu yang tepat dalam sehari (yang dapat bervariasi setiap hari atau secara musiman).

(2) Mengatur ukuran kelompok pengunjung, terutama untuk kegiatan khusus (misalnya, pengamatan burung); membutuhkan pendaftaran sebelumnya (kunjungan hanya dapat dilakukan dengan perjanjian); menyediakan pemandu wisata yang dapat mengatur dan memaksimumkan menikmati kegiatan.

(3) Membatasi perilaku pengunjung, misalnya, memastikan bahwa pengunjung tetap pada rute yang telah ditentukan dan tidak menginjak vegetasi atau mengganggu hewan, dan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 35 dari 74

meminimumkan suara dan cahaya saat malam hari (misalnya saat mengunjungi pantai bertelur penyu).

(4) Menggunakan zonasi, misalnya, menutup area untuk pengunjung, atau mengurangi kunjungan pada kawasan yang penting secara ekologis.

(5) Meningkatkan biaya masuk pada periode puncak kunjungan atau pada daerah populer.

(6) Membangun fasilitas dan jalur yang dapat mengurangi dampak, tetapi dapat mengakomodasi lebih banyak wisatawan dan membantu mereka untuk melihat kehidupan liar – papan untuk berjalan, panggung, tempat persembunyian, ponton, dan lain-lain.

(7) Menyediakan tempat sampah agar pengunjung tidak membuang sampah sembarangan.

(8) Mendidik pengunjung melalui panduan wisata, kode perilaku, papan informasi, dan lain-lain, yang tersedia di KKP atau didistribusikan melalui berbagai fasilitas wisata.

(9) Meningkatkan pelatihan pemandu untuk meningkatkan pendidikan wisatawan dan memantau perilaku wisatawan.

Beberapa habitat spesifik bisa saja memerlukan tindakan pengelolaan tertentu. Misalnya, hutan mangrove biasanya dilindungi dengan membangun jalan-setapak dari papan.

Pendidikan pengunjung harus menjadi komponen utama pengelolaan dampak pengunjung. Tidak hanya karena dampak dapat mengubah perilaku pengunjung dan mengakibatkan kerusakan langsung, tetapi pendidikan juga dapat meningkatkan pengalaman pengunjung dan menyebarkan pesan konservasi dan keberlanjutan. Pariwisata berkelanjutan menarik perhatian banyak pemerhati pendidikan lingkungan hidup. Dengan mengunjungi mangrove dan terumbu karang, atau melihat mammalia laut dan kehidupan laut lainnya, wisatawan ingin memahami apa yang mereka alami, berikut juga tantangan melindungi sumberdaya tersebut. Pada waktu yang sama, panduan pengunjung bagi perilaku berdampak rendah pada lokasi tertentu dan dalam habitat tertentu dapat dibagikan kepada pemandu dan pengunjung.

3.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan metode untuk memantau dampak

3.3.1 Metode untuk memantau dampak

Teknik yang disebutkan di atas membutuhkan pemantauan aktif dan berkelanjutan – dalam hal jumlah pengunjung, indikator, perilaku pengunjung, dan lain-lain. Tanpa pemantauan, pengelola KKP tidak dapat memahami masalah yang sedang berkembang, atau apakah standar yang diinginkan telah dicapai. Pemantauan sumberdaya dan indikator sosial yang efektif menyediakan umpan balik dan dokumentasi yang dibutuhkan untuk menerapkan tindakan pengelolaan.

Pemantauan dapat mengidentifikasi satu dari dua situasi yang dapat menjadi pemicu tindakan perbaikan, yaitu penurunan kualitas dan perubahan melewati batas yang sudah ditentukan. Berikut adalah penjelasan singkat tentang kedua hal tersebut:

(1) Penurunan kualitas. Suatu situasi yang dapat memicu tindakan melalui data pemantauan yang mendokumentasikan kondisi sumberdaya atau sosial yang menurun dari waktu ke waktu, misalnya teridentifikasi suatu kecenderungan (trend) yang menunjukkan bahwa kondisi yang bergerak ke standar minimum yang dapat diterima. Dalam kasus tersebut, tindakan pengelolaan dapat, dan mungkin harus, dilakukan untuk memperlambat atau membalikkan kecenderungan tersebut. Jika kondisi masih lebih baik dibanding standar, perlu dipilih tindakan apa yang harus dilakukan agar tidak membatasi sampai batas tertentu akses

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 36 dari 74

rekreasi. Perlu diingat bahwa dalam proses LAC, tujuan utama yang jadi pembatas tujuan lain (kondisi lingkungan dan pengalaman pengunjung) dapat dikompromikan hingga ke standar minimum yang bisa diterima sebelum tujuan kedua (akses tanpa batas) dikompromikan.

(2) Melewati nilai standar. Situasi kedua yang dapat memicu tindakan pengelolaan adalah data pemantauan yang menunjukkan kondisi sumberdaya atau sosial telah di luar melewati, misalnya kondisi tidak dapat diterima. Ini adalah situasi yang lebih genting. Dalam kasus seperti ini, tindakan pengelolaan yang harus diambil adalah pelarangan atau memodifikasi penggunaan pariwisata sesuai keperluan untuk mengembalikan dan mempertahankan kondisi yang bisa diterima.

Jika salah satu situasi tersebut muncul, pengelola harus memilih strategi dan taktik yang sesuai dengan daftar yang tersedia di atas.

Untuk membantu perencana dan pengelola dalam pemilihan strategi dan taktik pengelolaan yang meungkin dilakukan, ada beberapa pertanyaan kunci, atau kriteria seleksi, untuk membantu memudahkan pengambilan keputusan. Jawaban dari pertanyaan di bawah ini dapat membantu menentukan pemilihan atau manfaat-biaya dari kegiatan yang saling bertolak-belakang atau kontradiktif:

(1) Apakah taktik telah cukup untuk menjawab penyebab laten tersamar dari dampak atau masalah penggunaan oleh pengunjung?

(2) Seberapa efektif taktik dalam menyelesaikan dampak yang timbul?

(3) Apakah taktik tersebut kemungkinan akan menimbulkan masalah baru?

(4) Apakah taktik tersebut tidak terlalu terlihat atau terlihat jelas, oleh pengunjung di kawasan yang dikelola?

(5) Apakah taktik tersebut bersifat langsung atau tidak langsung menuju dampak atau pengaruh perilaku pengunjung?

(6) Apakah taktik mempertahankan kebebasan pilihan bagi pengunjung?

(7) Apakah taktik berdampak kepada sedikit atau banyak pengunjung?

(8) Apakah taktik berdampak pada sebuah aktivitas yang sangat penting bagi pengunjung?

(9) Apakah pengunjung akan menolak tindakan pengelolaan?

(10) Biaya apakah yang harus ditanggung oleh pengelola dalam menerapkan dan mengelola taktik tersebut?

Setelah mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan di atas dan pertanyaan lainnya, serta menimbang manfaat-biayanya pengelola kawasan dapat memilih strategi dan taktik yang sesuai dengan situasinya – yaitu pilihan yang dapat menindaklanjuti dampak pengunjung secara efektif sambil meminimumkan kerugian bagi pengelola, wisatawan, pemangku-kepentingan lainnya dan sumberdaya.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 37 dari 74

3.4 Aspek Keterampilan: Merancang penerapan metode LAC untuk menentukan batas maksimum pengunjung

Seperti yang disebutkan di atas, LAC telah berevolusi secara spesifik untuk menindaklanjuti kekurangan dari konsep daya dukung lingkungan bagi pariwisata, meski LAC juga telah diaplikasikan ke situasi pengelolaan yang lebih umum.

Seperti dibahas di atas, LAC menerima perubahan yang tidak dapat dihindari, tetapi menerapkan batas perubahan yang dapat diterima. Untuk mengimplementasikan metodologi LAC, pengelola KKP harus berkonsultasi dengan pihak terkait untuk menentukan visi bersama tentang kondisi lokasi yang dapat diterima; membuat indikator dan standar terkait dengan jumlah perubahan yang dianggap tidak dapat diterima oleh pihak terkait; dan memantau secara berkesinambungan efek pariwisata pada standar yang telah ditentukan.

Jika sebuah indikator melewati ambang-batas yang sudah disepakati, maka pengelola harus bertindak untuk memitigasi dampak negatif. Pendekatan LAC memaksa para pengelola untuk memahami secara rinci pengelolaan dengan cara yang jauh lebih mendalam dari sekedar angka-angka yang mencerminkan daya dukung lingkungan secara keseluruhan. Selain itu, dengan membuat batas perubahan yang bisa diterima yang melibatkan sebanyak mungkin pihak terkait, pengelola bisa mendapatkan kredibilitas lebih tinggi ketika mereka me minta atau membutuhkan perubahan pengelolaan yang berdampak pada orang lain, seperti penyedia jasa perjalanan, pemandu, dan anggota masyarakat.

Hand-out 6.8: Jenis dan contoh indikator dampak pengunjung

Hand-out 6.9: Contoh indikator standar

Langkah-langkah proses penerapan LAC

(1) Mengidentifikasi kekhawatiran dan masalah yang terkait dengan suatu kawasan. Bersama dengan pihak terkait, diskusikan nilai-nilai unik lokasi anda, atraksi, peluang, ancaman, dan masalah.

(2) Definisikan dan jabarkan peluang pariwisata. Pertimbangan beragam tipe kegiatan yang dapat dilakukan dimana pariwisata berkelanjutan dapat terlibat. Kegiatan yang diinginkan harus diterapkan pada lokasi/zona tertentu. Misalnya, pertimbangkan di mana wisatawan dapat menyelam, melakukan ski-air, memancing, di mana mereka dapat berinteraksi dengan masyarakat lokal dan bagaimana caranya, dan lain-lain.

(3) Pilih indikator. Indikator harus dipilih sesuai parameter dengan masalah terbesar pada suatu lokasi. Indikator harus terkait langsung dengan kegiatan pengunjung yang dapat dikendalikan. Pertanyaan berikut harus dijawab ketika mengidentifikasi indikator:

(a) Apakah indikator telah memberitahu apa yang ingin kita ketahui? Pertanyaan apa yang ingin dijawab?

(b) Apakah indikator terkait langsung dengan sumberdaya, kondisi sosial, atau ekonomi yang penting?

(c) Dapatkah indikator diukur dengan mudah dan murah?

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 38 dari 74

(d) Dapatkah indikator memperingatkan pengelola terhadap penurunan kondisi sebelum mencapai tingkat yang tidak dapat diterima?

(e) Dapatkah indikator diukur tanpa berdampak pada kualitas pengalaman pengunjung?

(f) Akankah indikator menyediakan informasi yang pantas, sesuai dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan?

(g) Siapakah yang akan melakukan pemantauan yang perlu dilakukan?

Indikator dapat terdiri dari campuran parameter biologi, fisik, dan sosial. Berikut adalah beberapa contoh indikator:

(a) Tingkat kesuksesan berbiak burung laut atau koloni mammalia laut

(b) Ada tidaknya species kunci dalam KKP

(c) Erosi pantai

(d) Kualitas air

(e) Suara berisik

(f) Tingkat kejahatan

(g) Kecelakaan lalu lintas terkait pariwisata

(h) Jumlah penduduk lokal yang memiliki pekerjaan terkait pariwisata

(i) Kepuasan penduduk lokal

(j) Kepuasan wisatawan

(4) Kaji kondisi lokasi saat ini untuk setiap indikator. Anda tidak dapat menetapkan standar

perubahan jika kondisi awal (baseline) tidak diketahui. Misalnya, jika salah satu indikator adalah “jumlah singa laut dalam koloni berbiak” Anda perlu mengetahui berapa banyak singa laut yang berbiak di dalam koloni sekarang. Anda juga perlu menilai apakah kondisi saat ini bisa diterima, atau apakah mereka sudah di bawah patas penerimaan. Ini adalah kondisi garis-dasar (baseline) atau T0 yang akan diacu bila kita ingin melihat ada tidaknya perubahan.

(5) Buat nilai standar untuk setiap indikator. Standar harus membatasi perubahan yang dapat diterima. Beberapa dampak tidak dapat dihindari, tetapi pengelola harus bisa berkata seberapa besar mereka akan menoleransi dampak sebelum mengubah pola pengelolaan. Jika jalan setapak tererosi lebih cepat dari kemampuan mempertahankannya, jika tempat pengamatan menjadi semakin besar, jika beberapa hewan mengubah perilakunya hingga tidak dapat diterima, maka tindakan pengelolaan harus dilakukan (misalnya, pengurangan ukuran kelompok pengunjung, memperkeras jalan setapak di beberapa lokasi, pemagaran, meningkatkan patroli). Membuat standar membutuhkan dua indikator dari langkah sebelumnya dan diberikan nilai kuantitatif: misalnya, dua longsor per tahun; 90% pengunjung menganggap kunjungannya “sangat menyenangkan”; dua pengusaha pariwisata per tahun dalam masyarakat X; 25 ekor kupu-kupu monarch terlihat di sepanjang jalur X antara jam 10 hingga 11 tangga 20 Juli.

Ingatlah bahwa nilai kuantitatif mewakili batas yang dapat diterima; kurang dari 90% pengunjung yang “sangat puas”, atau kurang dari 25 kupu-kupu yang terlihat pada suatu

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 39 dari 74

lokasi di waktu tertentu, berarti pengelola harus menentukan apa yang salah dan upaya memberbaikinya. Membuat standar indikator harus melibatkan sebanyak mungkin pihak terkait sehingga standar yang disepakati mencerminkan upaya semua orang, dan mereka akan berkomitmen untuk mencapai batas tersebut. Beberapa standar dan indikator harus dipilih dari setiap tipe umum yang disebutkan indikator. Mereka juga harus dipilih bagi tiap tipe lingkungan yang dikunjungi, biasanya dengan sistem zonasi dalam rencana pengelolaan. Tipe lingkungan pengunjung (atau zona) berkisar dari lokasi penggunaan intensif, di mana banyak pengunjung ditemukan (dan akan menyebabkan dampak besar) ke zona primitif dan mungkin perawan dengan tingkat isolasi tinggi dibutuhkan dan dikelola (dan dampak wisatawan biasanya lebih kecil).

Pertimbangan penting lainnya dalam memilih standar dan indikator adalah tersedianya informasi dasar. Jika hanya terdapat sedikit atau tidak ada informasi yang menjadi dasar standar Anda, maka Anda hanya akan menebak secara subjektif tentang standar apa yang realistis. Pertama, mungkin terlihat cukup sesuai untuk menerapkan standar dan selanjutnya menyesuaikan jika perlu. Membawa spesialis, misalnya biolog yang sangat mengenal beragam jenis hewan atau tumbuhan dengan ketergantungan tinggi, dapat membantu dalam pengambilan keputusan.

(6) Tetapkan suatu tindakan yang sesuai jika nilai standar dilewati. Ini akan menjadi proses menjelajahi berbagai kemungkinan strategi dan memilih yang terbaik. Tindakan pengelolaan yang spesifik, langkah demi langkah harus didefinisikan bagi setiap indikator. Tindakan berbeda dapat dipicu oleh berbagai tingkat perubahan, misalnya, jika polusi air melewati batas, maka tindakan yang dipilih adalah membatasi jumlah pengunjung dalam suatu kawasan, jika polusi melewati batas kedua yang lebih parah, maka kawasan dapat ditutup seluruhnya.

(7) Monitor kondisi dan terapkan tindakan. Jika batas yang dapat diterima telah dilewati, terapkan perubahan strategi yang telah disepakati yang dapat mengembalikan kondisi sumberdaya, sosial, atau ekonomi kembali ke batas yang dapat diterima.

Kasus 6.2: Taman Nasional Komodo, Indonesia

Pengelola Taman Nasional Komodo membuat daftar indikator dan standar yang komprehensif bagi beragam kegiatan wisatawan yang mungkin terjadi di kawasan, yang meliputi pengamatan kehidupan liar, dan interaksi dari beragam anggota masyarakat. Beberapa indikator dan standar telah didaftar pada hand-out pendukung.

Hand-out 6.10: Indikator LAC untuk Taman Nasional Komodo

Latihan 6.2: Mengembangkan LAC bagi KKP Anda.

Tujuan: untuk memahami bahwa elemen kunci LAC adalah (1) menentukan standar atau ambang-batas dampak, dan (2) menentukan indikator untuk mengetahui apakah ambang-batas sudah terlampaui.

Petunjuk:

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 40 dari 74

(1) Bekerjalah di dalam tim, menggunakan lembar kerja (dalam Handout) yang disediakan dan ikutilah metode yang dideskripsikan sebelumnya, diskusikan, dan kembangkan lima LAC bagi KKP Anda.

(2) Untuk setiap indikator, buatlah standar dan tindakan yang sesuai juga batas dilewati.

(3) Data dasar apa yang perlu didapat sebelum batas yang berarti dapat ditetapkan?

(4) Bandingkan ide Anda dengan anggota kelompok lainnya.

Waktu: 45 menit

Hand-out 6.11: Membuat indikator LAC

3.5 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan penerapan konsep pengelolaan adaptif dalam pariwisata

Pendekatan ekosistem memerlukan pengelolaan adaptif untuk menghadapi masalah lingkungan alam yang rumit dan dinamis serta minimnya pengetahuan atau pemahaman tentang fungsi -fungsinya. Pengelolaan adaptif menggabungkan penelitian dan pengetahuan baru dalam tindakan konservasi. Ia adalah integrasi dari desain, pengelolaan, dan pemantauan untuk menguji asumsi agar dapat beradaptasi dan belajar. Proses-proses ekosistem seringkali tidak linier, dan memperlihatkan adanya jeda waktu. Ketika tidak ditindaklanjuti, keterkejutan dan ketidakpastian akan muncul. Oleh karena itu, pengelolaan harus adaptif agar dapat menjawab ketidakpastian, dan harus berisi elemen “belajar-sambil-melakukan” (learning by doing) atau umpan-balik riset. Pengukuran mungkin perlu dilakukan walaupun ketika beberapa hubungan-sebab-akibat belum jelas dasar ilmiahnya.

Hand-out 6.12: Pengelolaan adaptif

Proses dan fungsi ekosistem sangat rumit dan bervariasi. Tingkat ketidakpastiannya ditingkatkan oleh anteraksinya dengan bangunan sosial, yang lebih kita pahami. Pengelolaan adaptif dapat mengakomodasi ketidakpastian tersebut dengan terlibat dalam proses belajar, yang membantu mengadaptasi metodologi dan praktik sesuai dengan pengelolaan dan pemantauan sistem tersebut. Karena ketidakpastian yang terdapat di dalamnya, pengelolaan adaptif kawasan lindung juga harus melakukan pendekatan pencegahan. Implementasi program harus didesain untuk beradaptasi dengan hal yang tidak diduga, dibanding kepercayaan pada hal yang sudah pasti.

Pengelolaan adaptif memahami bahwa faktor sosial dan budaya yang bervariasi berdampak pada penggunaan sumberdaya alam dan keberlanjutan.

Sebuah aspek utama dalam pengelolaan adaptif adalah fleksibilitas dalam pembuatan keputusan dan implementasi. Keputusan jangka panjang dan tidak fleksibel kemungkinan tidak cukup atau bahkan merusak. Pengelolaan adaptif harus menjadi percobaan jangka panjang yang mengambil hasil dari proses dan perkembangannya. Proses “belajar-sambil-melakukan” juga membuat pengelola dapat memahami bagaimana memantau hasil dari tindakan pengelolaannya, mengevaluasi apakah tujuan yang dibuat telah tercapai. Oleh sebab itu, pengelolaan adaptif memprioritaskan pemantauan.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 41 dari 74

Menerapkan pengelolaan adaptif dalam hubungannnya dengan pariwisata berkel anjutan dan keanekaragaman-hayati membutuhkan kerjasama aktif dari semua pihak terkait, dan terutama pihak swasta, bersama pengelola KKP. Perubahan yang berdampak pada keanekaragaman-hayati pada suatu lokasi kemungkinan membutuhkan pengurangan kunjungan pengunjung/wisatawan dengan segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, dan agar pemulihan dapat berjalan, serta dalam jangka-panjang mungkin diperlukan penurunan aliran jumlah pengunjung secara menyeluruh. Mungkin juga untuk mengarahkan para wisatawan untuk mengunjungi kawasan yang tidak terlalu sensitif. Pada semua kasus, mempertahankan keseimbangan antara pariwisata dan keanekaragaman-hayati akan membutuhkan antaraksi yang dekat antara para pengelola pariwisata dan pengelola KKP, dan perlu disiapkan terlebih dahulu kerangkakerja yang sesuai untuk pengelolaan dan dialog.

4 Elemen Kompetensi: Menjelaskan karakteristik industri pariwisata

Pelibatan industri pariwisata adalah kunci sukses bagi rencana pariwisata berkelanjutan dimana pun. Industri pariwisata terutama bertanggung jawab untuk penempatan dan desain fasilitas pariwisata, dampak lingkungan fasilitas tersebut pada air, energi, dan aliran sampah, jenis pekerjaan lokal dan perlakuan pada pegawai lokal, tipe kegiatan yang ditawarkan pada wisatawan dan dampak lingkungan perjalanan pariwisata, dan pada akhirnya, tujuan wisata dari wisatawan. Akan tetapi, industri pariwisata bukan merupakan industri tunggal. Industri tersebut terdiri atas beragam bisnis berukuran besar dan kecil dengan bidang yang berbeda-beda. Permintaan, cara pandang, dan dampak dari sektor industri pariwisata yang beragam perlu dipertimbangkan sebelum dipraktikkan.

4.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan industri pariwisata kapal pesiar

4.1.1 Industri pariwisata kapal pesiar

Semenjak tahun 1980an, industri kapal pesiar telah tumbuh dengan rata-rata tahunan 8,4% atau hampir dua kali lipat rata-rata pertumbuhan pariwisata secara keseluruhan. Industri tersebut diperkirakan akan terus tumbuh dengan laju yang sama pada dekade ini. Kebanyakan pertumbuhan tersebut dikarenakan armada kapal pesiar yang mengubah pasar mereka dari perjalanan ekslusif menjadi liburan bagi semua orang.

Tabel 6.1. Perkembangan jumlah penumpang di seluruh dunia

Tahun Jumlah penumpang di seluruh dunia

1970 500.000

1998 9.500.000

2010 14.200.000

(perkiraan)

Kebanyakan bisnis kapal pesiar dunia terfokus pada Alaska dan Karibia, tetapi pelayarannya sendiri mencakup seluruh dunia. Saat ini, kebanyakan perusahaan kapal pesiar besar menawarkan banyak pilihan perjalanan ke Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, dan Indonesia. Pengelola KKP harus mengetahui lokasi-lokasi terdekat dimana kapal pesiar berlabuh, pelabuhan kapal pesiar besar di kawasan sekitarnya, dan tentang setiap rencana untuk membangun pelabuhan baru.

Tiga perusahaan kapal pesiar terbesar menguasai hampir 2/3 pasar - Royal Caribbean Cruises, (dengan 23 kapal), Carnival Corporation (43 kapal), and P and O Princess Cruises (18 kapal).

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 42 dari 74

Walaupun tampaknya angka-angka ini mencerminkan armada yang relative kecil, setiap kapal ini merupakan sebuah kota terapung dengan ribuan penumpang, dan dampak lingkungannya keseluruhan juga akan besar.

Kapal pesiar memiliki dampak besar di pelabuhan, di mana ribuan penumpangnya turun. Atraksi pariwisata, restoran, toko kelontong, dan bisnis pesisir lainnya bisa mendapatkan keuntungan dari kunjungan wisatawan. Wisatawan juga dapat melakukan perjalanan ke tujuan wisata terdekat, dengan seiring dengan efek lingkungan dan budaya yang mereka bawa. Perusahaan kapal pesiar seyogianya didorong untuk mengirimkan tamu-tamu mereka kepada perjalanan wisata yang dijalankan oleh biro perjalanan yang ramah lingkungan.

4.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan aliran limbah dari indutri kapal pesiar

4.2.1 Aliran limbah dari indutri kapal pesiar

Aliran limbah telah menjadi masalah lingkungan utama dalam industri kapal pesiar. Kapal pesiar biasanya memiliki kapasitas yang terbatas untuk membawa sampah dan limbahnya sampai kembali mencapai pelabuhan asalnya, dan pelabuhan tujuan biasanya hanya memiliki insentif (dan kapasitas) untuk mengakomodasi pembuangan secara periodik.

Selama dekade terakhir, banyak kasus dijumpai dimana kapal pesiar membuang air lambung kapal yang berminyak, sampah padat, dan limbah lainnya langsung ke laut. Pada 2001, empat perusahaan kapal pesiar dituntut atas pembuangan limbah cair ilegal di Juneau, Alaska (dan ada enam lainnya dituntut atas polusi udara). Sebagai contoh, pada 2002, Carnival Corporation didenda AS$18 juta dan Norwegian Cruise Line didenda AS$1 juta atas pemalsuan buku catatan pembuangan air lambung kapal yang berminyak. Masalah tersebut telah menarik banyak perhatian karena merupakan publisitas yang memalukan, sehingga semua perusahan besar mulai memperhatikan masalah tersebut dan mengembangkan teknologi untuk penanganan limbah, pe ngolahan air lambung dan teknologi lainnya.

Kapal pesiar menghasilkan tiga jenis limbah utama:

(1) Limbah cair yang dapat dibuang secara ilegal di laut dengan jarak 16 km (10 mil) dari darat, karena laut lepas mampu mengasimilasi dan memproses limbah dari manusia melalui kegiatan bakteri alami. Proses asimilasi semakin cepat ketika limbah dibuang saat kapal bergerak cepat, yang saat ini menjadi prosedur standar bagi seluruh perusahaan kapal pesiar. Dalam 4,8 hingga 16 km (3 hingga 10 mil) dari darat, limbah harus diolah dan disuci-hamakan (steril) sebelum dibuang. Limbah tidak boleh dibuang dalam jarak 4,8 km (3 mil) dari darat. Peraturan tersebut adalah peraturan di Amerika Serikat (AS); sebagian besar kapal pesiar berbasis di pelabuhan AS dan biasanya mengikuti peraturan AS. Akan tetapi, terdapat area abu-abu karena kapal pesiar dapat mengikuti hukum di pelabuhan asal, hukum lokal, atau tidak mematuhi kedua jenis hukum tersebut.

(2) Sampah padat dengan cepat menggunung di kapal pesiar. Rata-rata, setiap penumpang membuang paling sedikit 0,9 kg (2 pound) sampah per hari dan dua botol serta dua kaleng. Sebagian besar sampah tersebut tidak dapat terurai secara alami dan dapat merusak dan membunuh kehidupan liar di laut yang memakan atau terjerat tali pancing, plasti k, dan lain-lain. Kebanyakan perusahaan kapal pesiar besar pernah mengalami kejadian pembuangan sampah ilegal yang memalukan, dan sekarang telah membuat program daur ulang, pemilahan sampah, dan mengurangi penggunaan plastik, dan-lain-lain.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 43 dari 74

(3) Air lambung kapal (ballast water) berminyak telah dibuang atau tumpah dari kapal pesiar yang terjadi pada insiden publik, menyebabkan lapisan minyak yang melumuri kehidupan liar. Air lambung kapal berminyak adalah hasil sampingan dalam kegiatan kapal. Air lambung (air di dalam lambung bagian bawah) terkontaminasi secara terus menerus dengan minyak mesin ketika mesin beroperasi normal. Ketika mesin beroperasi, sebuah kapal pesiar besar memproduksi kurang lebih 8 metrik ton air lambung kapal berminyak per hari. Untuk mempertahankan stabilitas kapal dan mengurangi bahaya terkait uap minyak, air harus dipompa secara berkala. Kapal kemudian menyalurkan air lambung melalui OWS (oily water separator – pemisah air dan minyak), sebuah alat untuk memisahkan minyak dari air sebelum air dipompa ke laut. Minyak yang telah dipisahkan dapat digunakan kembali, atau dibuang di pantai. Semua kapal pesiar memiliki buku catatan pembuangan air lambung berminyak.

4.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan masalah lingkungan penting lainnya

4.3.1 Masalah lingkungan penting lainnya

Pembangunan pelabuhan kapal pesiar dan infrastruktur terkait lainnya memiliki dampak terhadap kawasan pesisir tertentu. Pembangunan dan perawatan sering dilakukan oleh pemerintah lokal untuk menarik bisnis kapal pesiar. Karena perusahaan kapal pesiar tidak membangun pelabuhan, maka secara historis menyebabkan akuntabilitas mereka rendah jika pembangunan merusak lingkungan yang rentan. Pemerintah lokal, sering kali hanya memiliki sedikit sumberdaya untuk mendesain pelabuhan yang ramah lingkungan. Kerja sama dan komunikasi antara pemerintah lokal, perusahaan kapal pesiar, dan masyarakat dan organisasi konservasi harus dilakukan untuk menjamin pembangunan dilakukan secara ramah lingkungan, dengan gangguan minimum terhadap ekosistem yang rentan.

(1) Emisi udara – Kapal pesiar berbahan bakar solar, yang menghasilkan polusi udara yang,walaupun kecil dibanding armada perikanan global, dapat mengakibatkan kabut-asap di kawasan yang sering dikunjungi. Sebagai tindakannya, PandO Princess dan beb erapa perusahaan kapal pesiar kecil lainnya berpindah ke “mesin ramah lingkungan” dengan emisi rendah dan mengurangi kabut-asap. Kapal pesiar di beberapa pelabuhan penting juga mematikan mesin saat di pelabuhan, dan menggunakan pasokan energi lokal.

(2) Air balast juga digunakan untuk mempertahankan stabilitas kapal besar. Pembuangan air balast yang diambil dari lingkungan lain dapat menyebabkan terlepasnya jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang bukan penghuni aslinya. Di beberapa lokasi pembuangan air balast telah mengakibatkan dampak dan menjadi masalah lingkungan besar. Di Teluk San Fransisco, Kalifornia, misalnya, saat ini paling tidak terdapat 212 jenis hewan dan tumbuhan bukan asli yang diintroduksi dari air balast, yang sekarang telah menginvasi 100% habitat perairan dangkal di kawasan tersebut.

(3) Kerusakan akibat jangkar dan tali – Kapal pesiar memiliki jangkar dan tali jangkar yang besar dan akan merusak terumbu karang besar-besaran. Penambatan kapal pesiar harus dibuat seperti yang dilakukan di Great Barrier Reef di Austraila, dengan menggunakan pelampung tambat, untuk mengurangi masalah tersebut.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 44 dari 74

4.4 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan peran operator pariwisata dalam mencegah dan menangani kerusakan yang ditimbulkan pariwisata

Dibanding kapal pesiar dan operator hotel, aktivitas rekreasi membantu wisatawan berinteraksi dengan flora, fauna, dan lingkungan di dalam bentang laut. Mereka berada pada posisi terdepan untuk membantu mengarahkan wisatawan dan dampak mereka terhadap jenis dan habitat tertentu. Sebuah langkah penting untuk memfasilitasi pelatihan dan informasi kepada penyedia jasa rekreasi tentang dampak kegiatan mereka, dan masalah pada species tertentu. Tujuan utamanya adalah agar operator kegiatan rekreasi dapat mendidik staf mereka sendiri dan pada akhirnya mendidik wisatawan.

Hand-out 6.13: Tiga belas pertanyaan untuk operator wisata bahari

4.4.1 Pembuangan jangkar

Jangkar dan rantai kapal dapat merusak lingkungan laut besar-besaran. Terumbu karang sangat rentan. Pelepasan jangkar yang berulang-ulang dapat melukai, membunuh, atau memperlemah karang dengan mengeruhkan air dengan sedimen, yang akan menutup karang dan menghalangi cahaya matahari. Kerusakan akibat jangkar juga dapat terjadi di tempat lain, tapi bisa juga di lokasi kapal tenggelam dan lokasi laut bersejarah lainnya. Kapal yang bergerak di atas jangkar juga dapat menggerus padang lamun.

Operator penyelaman biasanya mau mengurus masalah tersebut, karena jangkar dapat merusak terumbu yang tentunya akan mengurangi daya tarik terumbu bagi wisatawan dan me ngancam langsung penghasilan mereka.

Kerusakan dapat dikurang melalui pembuatan pelampung tambat di lokasi-lokasi terumbu karang populer. Perusahaan yang menyewakan kapal secara langsung ke wisatawan dapat membantu dengan menyediakan informasi bagi wisatawan dalam dasar-dasar kelautan, navigasi, dan lokasi pelampung tambat. Hal tersebut meliputi pendidikan terkait kerusakan jangkar pada terumbu karang, dan peta tahan air lokasi pelampung tambat di lokasi menyelam permukaan dan penyelaman yang populer. Jika pelampung tambat tidak tersedia, alternatif lainnya adalah penyelaman dengan mengikuti arus, di mana jangkar tidak perlu diturunkan.

4.4.2 Pengoperasian perahu

Golakan baling-baling perahu menimbulkan arus dan gelombang kecil di perairan dangkal yang mengakibatkan sedimentasi khusunya terhadap terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Pengemudi perahu harus:

(1) Tetap berada dalam saluran penanda yang telah ditentukan dan menjauh dari terumbu.

(2) Mematuhi batas kecepatan untuk menghindari tabrakan dengan mammalia laut

(3) Hindari kawasan air gelap yang kemungkinan merupakan ekosistem laut dangkal yang penting (misalnya, terumbu karang, yang terlihat sebagai kawasan gelap dari permukaan laut dangkal)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 45 dari 74

(4) Mengetahui bagaimana cara membaca dan memahami peta navigasi

(5) Menggunakan kecepatan motor yang “lembut” dan pelan di kawasan dangkal

(6) Mendidik wisatawan tentang praktik berperahu yang baik

4.4.3 Perawatan perahu

Bahan berbahaya seperti bahan bakar dan oli dapat mengancam kesehatan terumbu karang dan lingkungan lain di tujuan populer. Walaupun satu kebocoran kecil dari kapal tidak terlihat parah, kebocoran yang banyak dari banyak kapal di lokasi tertentu dapat menekan karang dan membuat mereka rentan terhadap penyakit. Agar ini tidak terjadi, pemeliharaan perahu secara teratur sangat disarankan, terutama di bagian mesin, tanki bahan bakar, dan bagian yang rawan kebocoran lainnya.

Cat anti organisme pengotor diketahui memiliki zat kimia beracun yang ditambahkan dalam cat untuk mencegah organisme untuk menempel pada lambung kapal dan mengotorinya. Racun dalam cat akan terlepas sedikit demi sedikit dari kapal dan menetap di terumbu karang dalam bentuk lempengan kecil atau bahan beracun yang sengaja dikeluarkan cat untuk mencegah pengotoran. Zat kimia tersebut akan memasuki rantai makanan dan, tergantung unsur kimianya, dapat terkonsentrasi dalam tubuh ikan dan mammalia, yang kemudian dimakan manusia. Membuang cat dalam skala besar dapat membunuh hewan. Agar ini tidak terjadi penggunaan cat anti organisme pengotor dari produk yang teruraikan hayati sangat disarankan, disamping pembuangan cat dan bahan kimia berbahaya yang benar, baik di laut mau pun di pelabuhan kering.

Mesin dua-langkah tidak efisien dan membuang 30% bahan bakar yang tidak digunakan ke lingkungan. Agar ini tidak terjadi mengganti model lama dengan model baru mesin empat-langkah yang lebih efisien sangat disarankan. Sebagai alternatif adalah penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif. Jika mesin dua-langkah harus digunakan, maka gunakan bensin dengan oktan tinggi, bahan bakar paling bersih bagi mesin yang paling mencemari. Bensin beroktan tinggi bebas dari hidrokarbon aromatik dan olefin. Hal tersebut berarti emisi racun hidrokarbon poliaromatik (PAH) 90% lebih rendah dibanding bahan bakar konvensional. Selain itu, bensin beroktan tinggi juga memiliki nilai emisi nitrogen oksida yang lebih rendah.

4.4.4 Pembuangan limbah dan sampah

Pembuangan limbah mentah atau teroleh-sebagian ke perairan pesisir jelas merupakan perbuatan yang tidak ramah-lingkungan. Limbah harus dibuang di fasilitas pemompaan di darat. Jika fasilitas pemompaan tidak tersedia, kapal harus mengolah limbahnya secara mekanis dan dengan menggunakan zat kimia tidak beracun yang mudah terurai -secara-hayati (biodegradable). Kapal harus bergerak sejauh mungkin dari garis pantai sebelum membuang limbah. Alternatif lainnya, kapal dapat menggunakan toilet yang ditampung sendiri, yang dapat dipindahkan dari kapal dan dibuang di fasilitas di pesisir. Ingatkan penumpang untuk menggunakan toilet di darat sebelum perjalanan dimulai. Kawasan tertentu yang sensitif dapat ditandai sebagai Zona Bebas Limbah.

Sampah di pesisir dan di air tidak sedap dipandang dan mengancam kesehatan beragam kehidupan laut termasuk penduduk pesisir. Benda dari plastik, tali pancing, puntung rokok, dan sampah foam (misalnya, Styrofoam™) sering dimakan oleh penyu, burung laut, ikan, dan mamalia laut. Tali pancing, jaring, dan plastik sering menjerat dan membunuh hewan. Di kapal, keranjang sampah harus ditaruh di dalam untuk meminimumkan kemungkinan sampah terbang terkena angin. Jika memungkinkan, gunakan produk terbuat dari kertas dibanding Styrofoam™ atau plastik; kertas dapat terurai-secara-hayati. Selalu hindari hilangnya benda-benda yang tidak terurai-secara-hayati

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 46 dari 74

(terutama plastik), seperti keranjang minuman, tali pancing, dan jaring; yang sering menjerat dan membunuh hewan.

4.4.5 Penyelam SCUBA dan snorkel

Karang sangat rentan terhadap kerusakan fisik. Penyelam SCUBA dan snorkel yang tidak berpengalaman atau terlalu banyak, seringkali mematahkan karang dan menekan kehidupan liar. Kebanyakan kerusakan diakibatkan ketika penyelam dan pesnorkel kehilangan kendali dalam air (misalnya, menggenggam karang ketika melawan arus), berjalan di kawasan dangkal, atau mencoba menyentuh kehidupan liar. Jelaskan kepada wisatawan pentingnya untuk tidak menyentuh karang dan hewan liar. Tawarkan latihan keseimbangan di air untuk mendapatkan kendali lebih baik di air, dan mengingatkan mereka untuk tidak berdiri atau berjalan di daerah dangkal dan tidak memegang karang sebagai kendali. Jika terdapat terlalu banyak penyelam, batasi jumlahnya dengan menentukan daya dukung lingkungan untuk penyelam dalam suatu kawasan.

4.4.6 Pemancingan rekreasi, konsumsi makanan laut dan pengambilan biota laut untuk cinderamata

Banyak ikan dan invertebrata,yang bisa dimakan, dipanen pada tingkat yang tidak berkelanjutan dari lingkungan dekat pantai dan terumbu karang. Wisatawan sering tidak sadar bahwa membeli cinderamata atau makanan berdampak serius pada lingkungan. Banyak ikan buruan dan jenis laut lainnya yang jumlahnya menurun drastis karena penangkapan berlebih. Jenis-jenis tersebut meliputi berbagai jenis ikan seperti kerapu, kue, layaran, tuna, kakap, dan invertebrate seperti udang karang dan kepiting. Penangkapan berlebih berdampak langsung pada integritas ekologi terumbu karang dan lingkungan laut lainnya di seluruh dunia. Pengambilan berlebih ikan karang, bulu babi, kerang, patahan karang, dan hewan laut lainnya untuk dijual sebagai cinderamata juga berkontribusi pada penurunan kondisi terumbu karang.

Penyedia jasa rekreasi tidak boleh mengambil jenis langka dan terancam punah untuk disajikan sebagai makanan. Pemancing dapat membantu mempertahankan stok ikan dengan sistem tangkap dan lepas, dan mendidik wisatawan tentang jenis apa yang langka sehingga perlu dihindari. Secara umum wisatawan tidak disarankan untuk mengumpulkan “cinderamata”. Bagi wisatawan yang memaksa untuk mengambil cinderamata, pilihan terbaik adalah “kaca laut” (sampah kaca yang telah dihaluskan oleh gerakan ombak hingga membentuk kerikil biru, hijau, dan putih), karena dengan begitu, wisatawan juga telah membantu mengurangi sampah.

4.4.7 Pengamatan kehidupan-liar laut

Kehidupan-liar (wildlife) seperti penyu, lumba-lumba, dan paus mudah terganggu oleh kegiatan manusia. Perlu diperhatikan bahwa jenis-jenis tersebut dapat terlihat seperti tidak terkena dampak, tetapi sebetulnya mereka terganggu, tetapi ini tidak terlihat oleh wisatawan. Penelitian menunjukkan, misalnya, hewan yang tampaknya tidak terganggu pada manusia mengalami peningkatan hormon stres dan mengubah perilakunya yang tidak kelihatan, misalnya, paus yang dikelilingi oleh kapal akan sering menyelam dan mengurangi waktu istirahat di permukaan, dan penyu dapat makan lebih sedikit.

Cara benar untuk mengamati mammalia laut adalah dengan menggunakan kecepatan rendah dari jarak yang tidak mengubah perilaku hewan, seperti kecepatan makan, arah berenang, dan interval antar penyelaman. Panduan lain meliputi:

(1) Hindari mendekati hewan sehingga mereka mengubah arah atau kecepatan.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 47 dari 74

(2) Hindari mendekati hewan dari depan.

(3) Jangan mengejar hewan. Jika hewan menjauh, biarkan saja.

(4) Jangan mendekati pasangan ibu dan anak terlalu dekat.

(5) Jangan terlalu mendekati hewan.

(6) 100 meter adalah jarak minimum yang baik untuk mengamati paus besar.

(7) Jangan menyentuh hewan. Mereka dapat meninggalkan tempat makan atau berbiak.

(8) Jangan memberi makan hewan. Karena akan mengubah perilaku mereka, dan membuat mereka tergantung pada manusia, dan seringkali nutrisi di dalam makanan tersebut tidak sesuai. Pengecualian dapat dilakukan untuk memberi makan burung di hotel, yang dapat dilakukan dengan makanan bernutrisi, dan biasanya tidak terlalu mengganggu burung. Burung juga dapat menjadi “duta” konservasi.

(9) Penyelam jangan “menunggangi” penyu atau lumba-lumba – karena ia butuh kembali ke permukaan untuk bernafas.

4.4.8 Pengamatan ke hidupan-liar darat

Untuk perjalanan wisata di darat mengamati hidupan-liar seperti koloni singa laut, burung laut, dan lain-lainnya, pengunaan menara dan panggung merupakan cara yang baik bagi wisatawan agar mereka dapat mengamati sekaligus melindungi hewan dan vegetasi. Kelompok wisatawan pengamat-burung akan mencari kawasan tinggi di atas lahan basah, kawasan lumpur, dan kolam. Serupa dengan mengamati hidupan-liar di laut, hidupan-liar darat juga tidak boleh disentuh, dikejar, atau terlalu didekati. Beberapa panduan lain bagi pengamatan di habitat terrestrial meliputi:

(1) Jangan mengganggu sarang hewan pantai (penyu, burung, dan lain-lain). Sarang di pantai, seperti sarang penyu dan burung pantai, sangat rentan dan dapat membutuhkan penutupan pantai, atau memberi batasan dengan tali di sekeliling kawasan bertelur.

(2) Jangan berjalan melewati koloni burung laut yang sedang berbiak jika burung belum terbiasa dengan manusia. Gangguan akan mengakibatkan peperangan wilayah, pecahnya telur, dan kematian anak burung.

Latihan 6.3: Membuat panduan rekreasi untuk KKP Anda

Tujuan: untuk memahami pentingnya mendirikan praktik pengelolaan terbaik untuk semua kegiatan rekreasi (pariwisata).

(1) Bekerjalah di dalam tim, jabarkan aktivitas rekreasi laut utama yang terjadi di KKP Anda, atau akan terjadi jika pariwisata muncul di KKP.

(2) Dampak negatif apa yang dapat terjadi pada organisme, habitat, dan lingkungan pesisir dan laut?

(3) Dalam kelompok, buatlah daftar rekomendasi utama yang akan Anda buat bagi pengusaha pariwisata di kawasan Anda.

Waktu: 30 menit

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 48 dari 74

Latihan 6.4: Analisis jejak ekologi

Tujuan: untuk mempelajari bahwa ada untung-rugi yang harus dipertimbangkan ketika memikirkan apakah pariwisata akan berkelanjutan atau tidak di dalam KKP Anda.

Petunjuk:

(1) Dalam kelompok, lengkapilah analisis jejak untuk kawasan Anda, dengan menggunakan informasi yang telah Anda kembangkan dalam latihan sebelumnya.

(2) Kaji bersama matriks untuk membantu menentukan apakah pengembangan pariwisata akan menguntungkan atau merugikan suatu kawasan.

Waktu: 60 menit

5 Elemen Kompetensi: Menjelaskan program sertifikasi hijau pada kegiatan pariwisata

5.1 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan program sertifikasi atas prakarsa sukarela

5.1.1 Program sertifikasi atas prakarsa sukarela

Prakarsa sukarela adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan, industri, pemerintah, atau pihak ketiga yang melebihi hukum dan aturan lingkungan. “Prakarsa Sukarela” adalah sebuah terminologi umum untuk perjanjian sukarela, program sukarela, standar sukarela, tata-perilaku sukarela, panduan, prinsip, dan lain-lain, yang diadopsi oleh sebuah perusahaan, industri, pemerintah, atau pihak ketiga lainnya. Prakarsa sukarela melengkapi tetapi tidak menggantikan hukum, peraturan dan kebijakan yang berlaku. Beberapa contohnya meliputi:

(1) Sebuah komitmen dari sebuah perusahaan untuk mencapai sasaran lingkungan di luar dari batas yang ditetapkan oleh regulasi.

(2) Tata-perilaku yang diadopsi oleh asosiasi industri.

(3) Perjanjian sasaran kinerja lingkungan antara pemerintah, perusahaan, kelompok perusahaan, atau sektor industri.

Elemen kunci prakarsa sukarela

(1) Komitmen – keinginan untuk mencapai implementasi yang efektif

(2) Isi – tujuan atau sasaran harus memiliki arti

(3) Kerjasama – pelibatan penuh para pihak terkait dalam persiapan prakarsa

(4) Pengecekan – pemantauan implementasi dan hasil

(5) Komunikasi – pelaporan hasil kepada publik, sekaligus mendengarkan umpan balik

Keuntungan dari prakarsa sukarela:

(1) Lebih fleksibel dibanding peraturan yang berlaku; lebih cocok untuk situasi yang sering berubah atau rumit.

(2) Beragam pihak yang tertarik dapat memiliki tujuan yang lebih ketat dibanding yang diminta oleh hukum.

(3) Mengangkat perhatian pada isu yang kurang diperhatikan oleh pemerintah dan hukum yang ada.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 49 dari 74

(4) Meningkatkan penguatan dan pelibatan berbagai pihak terkait

(5) Meningkatkan dialog dan kepercayaan antara bisnis, pemerintah, dan publik.

(6) Menyediakan kesempatan bagi inovasi dan fleksibilitas dalam mencapai tujuan lingkungan.

Kasus 6.3: Prakarsa Operator Wisata (Tour Operators’ Initiative - TOI)

Sebagian biro perjalanan memahami bahwa lingkungan yang bersih penting bagi kesuksesan mereka, tetapi hanya sedikit yang memiliki perangkat pengelolaan atau pengalaman untuk mengatur dan membuat perjalanan pariwisata yang meminimumkan dampak lingkungan dan sosial sembari mengoptimalkan keuntungan. Sebuah kelompok biro perjalanan dari berbagai tempat di dunia telah bergabung untuk membuat Prakarsa Operator Tur bagi Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan (Tour Operators' Initiative for Sustainable Tourism Development - www.toinitiative.org). Dengan adanya prakarsa tersebut, biro perjalanan telah bergerak menuju pariwisata berkelanjutan dengan berkomitmen pada konsep pembangunan berkelanjutan sebagai dasar dari aktivitas bisnis mereka dan bagaimana bekerjasama melalui aktivitas yang sama untuk mempromosikan dan menyebarluaskan metode dan praktik yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan.

Prakarsa tersebut dikembangkan oleh empat operator tur dengan dukungan Program Lingkungan PBB (United National Environment Programme - UNEP), Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization - UNESCO) dan WTO, yang juga merupakan anggota penuh prakarsa tersebut. Dalam payung internasional tersebut, anggota pemrakarsa dapat menanggapi agenda internasional sembari mengembangkan ide dan proyek untuk menangani aspek-aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya dari pembangunan berkelanjutan sektor pariwisata.

Prakarsa tersebut bersifat sukarela, nir-laba, dan terbuka bagi seluruh operator tur tanpa mempertimbangkan besar dan lokasi operator tersebut. Ia membuat operator tur saling berhubungan, memberikan suara yang sama, dan berfungsi sebagai balai kliring informasi praktis (yang telah digunakan untuk mengembangkan kurikulum ini). Ia juga memberikan operator tur peluang untuk membuat peran langsung dan proaktif dalam perlindungan lingkungan dan budaya lokal tempat industri pariwisata bergantung.

Selain mempromosikan pariwisata berkelanjutan secara umum,TOI baru-baru ini mulai bermitra dengan pihak terkait di tujuan wisata untuk mempromosikan proyek pariwisata berkelanjutan di beberapa lokasi. Hingga saat ini terdapat tiga proyek percontohan, yaitu, di Bayahibe Punta Cana (Dominika), Side (Turki), dan Pulau Lastovo (Kroasia). Proyek Punta Cana terfokus pada pengurangan penggunaan plastik, dan proyek di Turki pada daur-ulang dan pengelolaan sampah, sedangkan proyek Lastovo memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu pembangunan pariwisata berkelanjutan yang menguntungkan dalam konteks sebuah cagar alam kepulauan.

5.2 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan lingkup program sertifikasi untuk kegiatan pariwisata

Saat ini semakin banyak perusahaan pariwisata yang secara sukarela berpartisipasi dalam sistem sertifikasi. Sistem ini memberikan label kepada perusahaan atau tujuan wisata yang menunjukkan praktek-praktek ramah lingkungan dan sosial. Label tersebut tidak hanya berguna sebagai alat pemasaran, tetapi mereka juga memotivasi industri untuk mengembangkan produk wisata yang ramah-lingkungan. Program sertifikasi biasanya dikelola oleh badan yang mengakui dan memberi hadiah kepada penyedia jasa wisata karena menggunakan praktik terbaik yang diusulkan oleh badan tersebut, dengan memasukkan penyedia jasa tersebut sebagai anggota program sertifikasi. Penyedia

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 50 dari 74

jasa mendapatkan keuntungan dengan diakuinya praktik terbaik dan pemasaran. Sebagai contoh, penyedia jasa dapat ditampilkan pada bahan pemasaran, atau daftar mereka dapat ditandai dengan sebuah “ecolabel”.

Ecolabel adalah logo atau merek terdaftar yang menunjukkan bahwa produk tersebut telah dibuat ramah lingkungan (Gambar 6.2). Mereka adalah salah satu bentuk periklanan yang dapat ditampilkan dalam brosur, buku panduan, laman (website), dan lain-lain, disamping nama hotel atau penyedia jasa pariwisata. Kehadiran ecolabel menunjukkan bahwa usaha spesifik telah dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan sebuah produk. Ecolabel dapat membantu pengusaha pariwisata menggiring perhatian pada masalah lingkungan penting, mempercepat implementasi solusi efisien, dan akhirnya menuju pemantauan kinerja lingkungan yang efektif. Selain dapat membantu menjual produk pariwisata, ecolabel juga membantu mengidentifikasi produk yang mengurangi penggunaan sumberdaya seperti energi dan air, mengurangi biaya bagi penyedia jasa. Ecolabel oleh sebab itu merupakan perangkat pemasaran dan pengelolaan lingkungan.

Gambar 6.2 Contoh logo sertifikasi pariwisata

Dalam pariwisata berkelanjutan, sebagian besar ecolabel terfokus pada hotel. Sebuah hotel yang ramah-lingkungan bisa mengikuti program ecolabel, dan berhak menampilkan tanda ecolabel dalam iklan-iklannya. Beberapa ecolabel juga terfokus pada aspek lain selain penginapan, seperti pantai, padang golf, atau desa di sekeliling daerah pariwisata. Sertifikasi dan ecolabel biasanya berlaku selama dua atau tiga tahun dan harus selalu diperbaharui.

Sertifikasi dan ecolabel biasanya memiliki tiga tujuan:

(1) Merangsang penyedia jasa pariwisata untuk meningkatkan keberlanjutan kegiatan mereka dengan menyediakan insentif, informasi, dan dukungan teknis.

(2) Membedakan produk dan jasa pariwisata yang sesuai dengan standar lingkungan, sosial, dan ekonomi di atas standar yang ditetapkan oleh hukum.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 51 dari 74

(3) Menyediakan informasi berharga kepada pelanggan tentang produk pariwisata berkelanjutan, membantu mereka memilih perjalanan pariwisata.

5.2.1 Apa yang harus disertifikasi: bisnis pariwisata, produk, atau tujuan wisata?

Pada konferensi sertifikasi pariwisata berkelanjutan tahun 2004, anggota WTO mencapai kesepakatan berikut:

Disarankan untuk memulai sertifikasi bisnis pariwisata dan secara bersamaan bekerja pada tingkat tujuan wisata. Untuk pekerjaan di tingkat tujuan wisata, diperlukan keterlibatan otoritas lokal. LSM dapat membantu menjadi perantara antara masyarakat lokal dan bisnis.

Diperlukan pendekatan gugus tujuan wisata. Rencana pembangunan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat dapat diintegrasikan dengan sertifikasi bisnis lokal. Hal tersebut dapat membantu menaikkan standar perusahaan pariwisata dalam kerangkakerja secara keseluruhan. Mempertimbangkan infrastruktur masyarakat dan atraksi wisata juga sangat membantu (misalnya, dalam kasus di Viobono, Jerman, museum, taman lindung, kolam renang, dan pantai masuk ke dalam skema sertifikasi). Bisnis pariwisata sangat tergantung pada jasa dan infrastruktur tingkat kelurahan/desa untuk pengelolaan lingkungannya. Tidak masuk akal jika sebuah hotel memilah sampah jika tidak dikumpulkan dan diproses terpisah di tingkat kelurahan/desa, atau jika t idak tersedia fasilitas daur-ulang). Ada beberapa contoh sistem sertifikasi yang menargetkan bisnis individu, fasilitas dan atraksi wisata yang bekerjasama dengan tujuan wisata (misalnya, program sertifikasi Bendera Biru [Blue Flag Programme] yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi mandiri dan nir-laba yaitu Foundation for Environmental Education).

Ketika kelompok sasaran berukuran kecil, kegiatan berbasis masyarakat (misalnya, dalam kasus Sertifikat Hijau/Green Certificate di Latvia), pemberi sertifikat perlu bekerjasama dengan penyedia jasa untuk memeriksa aspek kualitas dan lingkungan, melalui mekanisme konsultasi dari -bawah-ke-atas (bottom-up).

5.2.2 Bagaimana memulai program sertifikasi?

Ada beberapa contoh berbeda tentang program sertifikasi yang diprakarsai oleh pemerintah, LSM, atau oleh sektor swasta. Pihak mana pun yang memrakarsai proses, penting sekali untuk membentuk mekanisme konsultasi banyak-pihak (misalnya, dalam bentuk komite) bagi pengembangan skema dan pembagian tanggungjawab dalam kegiatannya. Misalnya, di Belgia, prakarsa dimulai oleh sektor swasta; Kementerian Lingkungan menyediakan dukungan dana dan pengembangan program; Kementerian Pariwisata dan Badan Pariwisata meyediakan asistensi teknis; dan sebuah LSM mengkoordinasikan proyek dan sektor swasta terlibat langsung.

5.2.3 Siapa yang mendanai program sertifikasi?

Sebagian besar program sertifikasi bergantung kepada sumber dana campuran (misalnya, pemerintah, donor, biaya yang dibayarkan perusahaan, dan lain-lain). Pendanaan sertifikasi juga harus menjadi tanggungjawab bersama. Pemerintah pusat memiliki peran penting untuk memberikan dukungan finansial sertifikasi, terutama pada fase inisiasi. Dana lingkungan nasional dapat dijadikan sumber pembiayaan sertifikasi.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 52 dari 74

Biaya yang dibayar oleh usaha yang berpartisipasi (biaya masuk dan keanggotaan) sangat penting menjadi sumber dana program. Pembayaran juga penting sehingga pengusaha menghargai jasa sertifikasi dan berkomitmen untuk mencapai kriteria tersebut.

Untuk menentukan biaya yang pantas, disarankan melakukan riset tentang keinginan untuk membayar dan pertimbangan manffat-biaya di perusahaan-perusahaan. Peningkatan keuntungan melalui meningkatnya pemasaran dan penghematan akibat praktik ramah lingkungan adalah pengendali utama yang menarik peserta. Sebagai contoh, Green Tourism Business Scheme di Skotlandia telah melakukan riset tentang biaya dan manfaat untuk perusahaan. Mereka menetapkan tujuannya yaitu bisnis harus dapat mengembalikan investasinya dalam dua tahun. Riset tersebut didukung relawan mahasiswa program Doktor.

Pembiayaan sertifikasi secara mandiri hanya bisa dilakukan ketika jumlah anggota yang memperoleh sertifikasi cukup banyak. Contohnya:

(1) Green Tourism Business Scheme di Skotlandia memulai pendanaan dari beragam sumber. Sekarang ia bergantung pada biaya keanggotaan untuk kegiatan operasional dan pendanaan tambahan untuk mengembangkan proyek sampingan. Jumlah bisnis minimal yang tersertifikasi dibuat: saat ini 5% jasa tersertifikasi dan sekarang menjadi Badan Pariwisata Regional yang juga menjadi ajang promosi bagi konsumen.

(2) Bagi Program Blue Flag, dibutuhkan 7 tahun untuk dapat mandiri, dan sekarang mereka dibiayai melalui sumbangan dari negara-negara anggota yang dikumpulkan oleh LSM lokal di tiap daerah yang menerapkan sertifikasi pantai. Dalam sebagian besar kasus, campuran antara pembayaran asosiasi hotel, pedesaan/kelurahan, pemilik pantai (di sebagian besar wilayah), dan badan wisatawan. Blue Flag Programme mendapatkan dana dari UNEP untuk mendukung masuknya negara-negara baru.

5.2.4 Mengapa sertifikasi: Kredibilitas, penghargaan, konsistensi

Sistem sertifikasi dapat member manfaat bagi masyarakat, lingkungan, pemerintah, perusahaan swasta, dan konsumen sekaligus. Sertifikasi membawa kredibilitas – menjamin konsumen bahwa bisnis tersebut betul-betul berkelanjutan. Ia juga menjamin konsistensi dengan menggunakan standar yang dapat diandalkan, dan disepakati bersama. Dan ia membawa pengakuan kepada, dan meningkatkan kesadaran tentang, pentingnya, masalah keberlanjutan.

Potensi manfaat bagi masyarakat

Secara umum, masyarakat akan mendapatkan manfaat dari sistem sertifikasi yang meliputi tiga aspek keberlanjutan: sosial, lingkungan, dan ekonomi. Perusahaan yang tersertifikasi seharusnya dapat menghasilkan keuntungan dalam tiga area tersebut, sambil mengurangi dampak negatifnya. Oleh sebab itu, kontribusi aktivitas pariwisata ke pembangunan berkelanjutan masyarakat tuan rumah akan lebih terlihat, mudah diukur, dan lebih akuntabel. Lebih jauh lagi, tingkat kesadaran terhadap masalah keberlanjutan akan menjadi lebih kuat di masyarakat tuan rumah jika sebagian besar perusahaan pariwisata dan/atau tujuan wisata tersertifikasi.

Potensi manfaat bagi lingkungan

Jelas sekali bahwa sistem sertifikasi dan ecolabel yang memasukkan kriteria lingkungan yang ketat akan menguntungkan lingkungan lokal dan, hingga batas tertentu beberapa pariwisata massa akan berdampak pada keanekaragaman-hayati dan perubahan iklim, juga pada lingkungan global. Selain itu, menyebarnya penggunaan ecolabel dan sistem sertifikasi dalam industri membantu

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 53 dari 74

meningkatkan kesadaran lingkungan antar industri pariwisata, wisatawan, dan masyarakat tuan rumah, serta menghasilkan perilaku yang lebih santun untuk menghormati lingkungan alam dan buatan.

Potensi manfaat bagi pemerintah

(1) Menyediakan alternatif yang efektif bagi hukum/aturan, yang sering lebih sulit dan perlu waktu untuk mengimplementasikannya;

(2) Menyediakan lingkungan yang memungkinkan bagi pemerintah untuk dapat mengadopsi pendekatan yang fleksibel dalam pemantauan industri pariwisata, mengizinkan organisasi untuk maju sesuai dengan kemampuannya, sambil mendorong untuk mengembangkan pendekatan inovatif terhadap peningkatan lingkungan dan sosial budaya;

(3) Memberikan perusahaan kesempatan yang luas untuk membuat peningkatan kondisi lingkungan dan sosial berdasarkan kondisi masing-masing, bukan berdasarkan pengendalian dan inspeksi oleh pemerintah untuk mengecek apakah mereka sudah sesuai dengan standar umum regulasi industri;

(4) Memindahkan sebagian biaya implementasi dan pemantauan lingkungan kepada industri, sehingga mengurangi beban keuangan dari peraturan untuk pembayar pajak;

(5) Program nasional sertifikasi pariwisata dapat meningkatkan pengakuan pariwisata di sebuah negara, meningkatkan daya saing dan citra di pasar internasional.

Potensi manfaat bagi perusahaan

(1) Ketaatan bagi prakarsa lingkungan secara sukarela membuat perusahaan untuk memasarkan produknya lebih efektif, dan meningkatkan citra di mata publik konsumen, mitra bisnis, dan masyarakat tuan rumah. Akhirnya bisnis dapat menarik lebih banyak pelanggan yang tertarik dalam pariwisata berkelanjutan.

(2) Dengan mengikuti sertifikasi secara sukarela dapat membantu perusahaan menunjukkan komitmen spesifik mereka terhadap lingkungan, sosial, dan peningkatan ekonomi, yang membuat regulasi langsung oleh pemerintah tidak diperlukan.

(3) Mengejar strategi pengelolaan lingkungan yang baik akan menghasilkan penghematan bagi perusahaan;

(4) Program sertifikasi biasanya menyediakan kesempatan pemasaran dan keahlian bersama.

Keuntungan bagi pengunjung

Pengunjung mendapatkan keuntungan dengan mengetahui sebuah standar telah ditetapkan untuk praktik pengelolaan bisnis pariwisata; dan atraksi wisata akan dipertahankan pada kondisi alaminya. Pengunjung yang tertarik pada pariwisata berkelanjutan akan lebih mudah me milih bisnis dengan praktek ramah lingkungan. Program sertifikasi sering pula menetapkan standar bagi kesehatan dan keselamatan.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 54 dari 74

LAMPIRAN – STATISTIK PARIWISATA

Statistik pariwisata Indonesia, sebagian, juga diliputi oleh kawasan-kawasan lain seperti Asia Tenggara, Segitiga Karang, dan Kepulauan Pasifik. Statistik pariwisata Indonesia dan Papua Nugini disajikan di bawah ini, selain juga tinjauan umum tentang pola pariwisata di Kepulauan Pasifik.

5.2.5 Pariwisata Negara Indonesia

Pariwisata di indonesia telah berfluktuasi dari yang terkecil sebesar 4,5 juta (2003) hingga melebihi 6 juta (2008) wisatawan mancanegara antara 2001 hingga 2008 (lihat tabel di bawah ini).

Tabel 6.3. Kedatangan pengunjung ke Indonesia dalam periode 2001-20083

Tahun Jumlah kedatangan pengunjung

Rata-rata pengeluaran per orang (AS$)

Rata-rata waktu tinggal

Pariwisata (juta AS$)

per kunjungan per hari (hari)

2001 5.153.620 1.053,36 100,42 10,49 5.396,26

2002 5.033.400 893,26 91,29 9,79 4.305,56

2003 4.467.021 903,74 93,27 9,69 4.037,02

2004 5.321.165 901,66 95,17 9,47 4.797,88

2005 5.002.101 904,00 99,86 9,05 4.521,89

2006 4.871.351 913,09 100,48 9,09 4.447,98

2007 5.505.759 970,98 107,70 9,02 5.345,98

2008 6.429.027 1.178,54 137,38 8,58 7.377,39

Dalam 2008, pariwisata menghasilkan sekitar $7.3 miliar, meningkat 38% dari 2007. Wisatawan menghabiskan uang 50% lebih banyak setiap hari, tetapi rata-rata hanya tinggal selama kurang dari 2 hari. Untuk tahun 2007, jumlah pengunjung ke Indonesia sebagian besar berasal dari Asia Tenggara (45%), diikuti oleh kawasan Asia Pasifik (35%), terutama Jepang, Korea, Australia, China, dan Taiwan. Sekitar 14.5% pengunjung asing berasal dari Eropa dan hanya 4% dari Amerika.

Perkiraan Pariwisata Kawasan Asia Pasifik

Laporan Perkiraan Pariwisata Asia Pasifik 2008-2010 yang diterbitkan oleh Pacific Asia Travel Association (PATA), memperkirakan pertumbuhan tinggi perjalanan pariwisata di Asia Pasifik, dengan keuntungan pariwisata melebihi AS$4,6 miliar dan kedatangan pengunjung yang mendekati 500 juta pada akhir 2010. Yang berarti menggandakan dari 245 juta kedatangan yang terjadi pada tahun 2000.

3 Laporan kedatangan pengunjung ke Indonesia dari “Statistics Indonesia” http://www.bps.go.id/

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 55 dari 74

Walaupun pasar modal regional tidak stabil dan tidak jelasnya dampak lokal akibat resesi di AS, laporan tersebut memproyeksikan pertumbuhan rata-rata antara 7 hingga 8%.

Laporan PATA juga menunjukkan lima tujuan pariwisata di Oseania dengan rata-rata pertumbuhan tahunan dari 2006-2010 yaitu

(1) Papua Nugini (+22,3%)

(2) Vanuatu (+15,5%)

(3) Niue (+14%)

(4) Pulau Cook (+11,8%)

(5) Pulau Marshall (+11,2%)

Semenjak 1991, kedatangan internasional ke tujuan pariwisata di Kepulauan Pasifik telah meningkat 4,4% setahun mencapai 892.228 tahun 2001. Dari seluruh kepulauan, Samoa mengalami pertumbuhan terbesar (rata-rata 8,4% setahun), diikuti oleh Polynesia Prancis dengan 6,5% dan Pulau Cook dengan 6,4% setahun.

Nilai tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan global (4% per tahun). Sebaliknya Vanuatu, Fiji and New Caledonia hanya mencatat pertumbuhan 3,0%, 2,2% and 2,2% per tahun dalam periode sepuluh tahun. Selama 2001, pertumbuhan internasional bagi sebagian besar pertumbuhan pengunjung internasional ke pasar Kepulauan Pasifik terganggu oleh penurunan ekonomi global dan sedikit meningkat setelah tahun 2000. Berdasarkan ukuran pasar Fiji, pertumbuhannya menurun akibat penurunan pada pulau lain, dan kedatangan rata-rata ke enam pasar tersebut meningkat 4,4% pada 2001.

Untuk melihatnya dari konteks regional, kedatangan internasional ke Kepulauan Pasifik tersebut mewakili dua per tiga kedatangan di Bali dan sepertiga pengunjung internasional Phuket. Akan tetapi, masa depan pasar pariwisata untuk semua pulau bergantung pada kapasitas perjalanan udara. Berdasarkan perkiraan dari PATA, Fiji, Kepulauan Cook, dan Vanuatu diprediksikan tumbuh di bawah rata-rata 2004.

.

Gambar 6.4. Kedatangan intenasional pada pasar Kepulauan Pasifik 1991-2001

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 56 dari 74

Grafik di atas menunjukkan pasar yang relatif stabil di pasar Kepulauan Pasifik, kecuali Fiji yang berfluktuasi, bergantung pada iklim politik dan nilai tukar mata uang. Keuntungan per ruangan tersedia (Revenue per available room - RevPAR) biasanya sekitar AS$35- 50 pada setiap pasar.

Gambar 6.5. Pergerakan Revenue per available room (PAR) – Pasar Kepulauan Pasifik Utama 1993-

2001

5.2.6 Pariwisata Negara Papua Nugini

Pariwisata ke Papua Nugini telah stabil dari 1996 hingga 2005, dengan penurunan di 2001/2002 akibat serangan teroris di AS pada tanggal 11 September 2001.

Tabel 6.4. Jumlah total kedatangan pengunjung (non-penduduk)4

Tahun Pengunjung

1996 61,392

1997 65,960

1998 67,816

1999 67,816

2000 58,448

2001 54,235

2002 53,762

2003 56,282

2004 60,715

2005 68,450

4 Sumber: Kantor Statistik Nasional Papua Nugini, Juni 2009 http://www.spc.int/prism/country/pg/stats/

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 57 dari 74

Statistik pariwisata untuk Papua Nugini didapatkan dari Kantor Statistik Nasional Papua Nugini. Jumlah pengunjung setiap tahun dan negara dipresentasikan pada Tabel 6.5.

Tabel 6.5 Jumlah pengunjung yang mendatangi Papua New Guinea berdasarkan negara asal5.

Periode 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Total 67.545 67.816 58.448 54.235 53.762 56.282 60.715 68.450

Australia 35.396 33.152 29.285 27.661 26.650 30.118 33.255 36.401

Selandia Baru 3.696 2.831 2.648 2.731 2.351 1.935 1.902 2.371

Amerika Serikat 6.000 5.171 5.429 5.314 6.053 4.566 4.822 5.186

China 1.243 1.002 1.100 1.016 858 883 1.093 1.248

Jepang 1.834 2.169 3.244 2.686 3.804 3.893 3.605 5.397

Oseania lainnya 1.563 1.606 1.356 1.410 1.426 2.136 2.094 2.503

Hong Kong 190 122 592 472 505 111 176 208

Malaysia 2.269 2.253 118 108 140 1.856 2.077 2.426

Korea 689 828 1.019 1.013 763 482 383 477

Singapura 732 913 2066 1.831 1.538 518 624 891

Filipina 3.744 3.535 822 474 416 2.790 2705 3.316

India 1.047 1.006 2.656 2.540 2.451 657 652 734

Asia lainnya 1.148 930 941 746 865 1.277 1.398 1.899

Inggris Raya 3.087 2.411 2. 279 2.133 1.805 1.469 1.611 1.436

Jerman 920 1.669 976 1.148 802 885 1.324 592

Perancis 264 213 289 330 246 220 172 216

Negara EEC lainnya 1.907 1.690 1.343 1.287 1.667 1.453 1.625 1.612

Negara Eropa lainnya 475 287 311 263 213 191 243 241

Kanada 912 703 719 705 848 4.566 613 643

Amerika lainnya 117 99 1.043 123 89 72 94 120

Afrika 310 297 210 244 271 193 245 344

Tidak disebutkan 2 4.929 2 - - - 1 8

5 Sumber: Kantor Statistik Nasional Papua Nugini, Juni 2009 di http://www.spc.int/prism/country/pg/stats/

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 58 dari 74

5.2.7 Pariwisata Negara Fiji

Pariwisata adalah sumber mata uang asing bagi Fiji, yang mengkontribusikan 20% PDB. Resor besar di pulau Denarau dan sepanjang pesisir coral di Viti Levu, dengan beberapa resor kecil lainnya yang berada di pulau Mamanuca dan Yasawa.

Kedatangan internasional di Fiji telah tumbuh hingga rata-rata 3% setahun antara 1991 hingga 2001. Hasil tersebut sedikit dipengaruhi oleh penurunan drastis tahun 2000, sebagai akibat kudeta politik di bulan Mei. Kedatangan pada tahun tersebut menurun 28,3% menjadi yang terendah dalam tujuh tahun, yaitu 294.070. Akan tetapi, pariwisata internasional mulai kembali semenjak kudeta pada Mei 2000.

Pada 2001 kedatangan internasional mencapai 348.914, yang mewakili peningkatan18,3% setelah tahun 2000 – hasil dari dampak 11 September. Pada 2001 pengunjung tinggal dengan rata-rata 8,7 hari, sedikit meningkat dari tahun 2000 yang hanya 8,5 hari. Untuk delapan bulan dari Agustus 2002, kedatangan pengunjung terus tumbuh, meningkat hingga 16,4% hingga mencapai 298.194 untuk periode tersebut.

.

Gambar 6.5. Kinerja bisnis – Hotel di Fiji

Biro Pengunjung Fiji memperkirakan kedatangan internasional akan meningkat hingga 13% hingga menjadi 393.000 pada 2002, mengikuti pemulihan setelah kudeta. Berdasarkan angka tahun 2001,

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 59 dari 74

sumber pasar pengunjung Fiji adalah Australia (28,2%), Selandia Baru (19,1%), AS (16,6%), Inggris Raya (8,8%), Kepulauan Pasifik (6,8%) dan Eropa (6%).

Kedatangan dari Australia, Selandia Baru, dan Jepang cenderung memuncak di pertengahan tahun, sementara kunjungan dari Amerika Utara dan Eropa terfokus pada periode Oktober hingga Februari. Musim puncak di Fiji mulai dari Juni hingga Oktober.

Data terakhir menunjukkan 80% pengunjung ke Fiji untuk liburan, dengan sebagian kecil kunjungan bisnis, mendatangi konferensi dan mengunjungi teman dan sanak saudara. Survei Pengunjung Internasional Fiji juga mengindikasikan paling tidak 90% pengunjung menggunakan akomodasi hotel ketika mereka tinggal di Fiji.

5.2.7.1 Lalulintas Udara

Maskapai penerbangan utama di Fiji adalah Air Pacific, yang terbang ke pasar utama di Jepang, Amerika Utara, Selandia Baru, Pasifik Selatan, dan Australia. Pada masa puncak di 2002, Air Pacific meningkatkan kapasitas angkutnya sebanyak 15% hingga mencapai 9.700 kursi per minggu.

Fiji juga digapai maskapai Air New Zealand, yang menawarkan penerbangan dari Auckland dan Christchurch berikut Los Angeles dan Hawaii. Maskapai regional yang menawarkan penerbangan mingguan dari tujuan seperti Nauru, Noumea dan Samoa Barat. Jasa penerbangan lanjutan oleh Korean Air bulan November 2000 juga memiliki dampak pada jumlah pengunjung korea, walaupun penerbangan 747 tersebut juga melayani pasar Selandia Baru.

5.2.7.2 Pembangkit Permintaan Pariwisata

Pengunjung ke Fiji tertarik pada lingkungan alam dan olah raga air yang tersedia.

Fiji juga berperan sebagai tuan rumah berbagai kegiatan olah raga luar ruang seperti Rip Curl Oceania Surfing Cup, dan International Triathlon and Outrigger Championships. Di bulan Oktober 2002 Fiji menjadi tuan rumah World Eco-Challenge. Konsep Amerika tersebut ditujukan bagi pemirsa tv dunia, dan muncul di jaringan tv kabel AS dan internasional. Pada Bulan Juni/Juli 2003 Pacific Games diadakan di Suva dengan partisipasi dari 5.000 peserta. Pembangunan infrastruktur terbaru meliputi peningkatan terminal bandara internasional, proyek mempercantik jalan di Suva dan Nadi, sekaligus renovasi pada beberapa resor yang ada.

5.2.7.3 Kinerja

Pada tahun 2001 terdapat sedikit penurunan jumlah ruangan yang diisi (room nights occupied - RNO) akibat kegiatan pra kudeta di tahun sebelumnya. Hal tersebut menurunkan nilai RNO hingga 2,7% menjadi 45,2%.

Total keuntungan mencapai puncak pada 1999 mencapai F$313,6 juta, sebelum menurun drastis tahun 2000. Walaupun terjadi penurunan keuntungan, pengeluaran per ruangan berkembang terus mencapai F$255 tahun itu. Penurunan keuntungan hotel berlanjut hingga 2001, dan turun terus 5,5% hingga F$247 pada tahun 2001. Jika dipecah berdasarkan RNO pada tahun 2001, menunjukkan tamu menghabiskanF$135 untuk akomodasi, F$54 untuk makanan dan F$31 untuk minuman.

5.2.7.4 Kondisi Pasar

Faktor yang mempengaruhi pasar dalam jangka pendek dan menengah adalah mempertahankan stabilitas politik, penambahan kamar baru, dan penurunan dari kawasan tujuan saingan seperti Bali

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 60 dari 74

dan Phuket. Fiji mendapatkan limpahan wisatawan dari Bali semenjak Bom Bali. Secara kesluruhan, pasar pariwisata di Fiji sedang dalam fase pemulihan dengan investasi dan produk baru/diperbaiki dalam proses. Yang terpenting adalah, kelompok konferensi besar sekarang mulai kembali ke Fiji setelah penghentian sementara selama 12 bulan setelah kudeta

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 61 dari 74

BAB III SUMBER - SUMBER LAIN YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI

A Sumber Kepustakaan

Modul ini merupakan adaptasi dari modul TOT MPA 101 yang diselenggarakan oleh NOAA , CI, CTSP dan TNC berkoordinasi dengan Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan -Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan sesuai format Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Daftar pustaka asli dari modul TOT MPA 101 adalah sebagai berikut :

American Museum of Natural History - Center for Biodiversity and Conservation. 2003. Tiger in the Forest: Sustainable Nature-based Tourism in Southeast Asia. Spring Symposium, 200

Bien, A. 2004 The simple user’s guide to certification for sustainable tourism and ecotourism. The International Ecotourism Society

Christ, C., O. Hillel, S. Matus, and J. Sweeting. 2003. Tourism and Biodiversity, Mapping Tourism’s Global Footprint. Conservation International and UNEP, Washington, DC, USA.

Craig, T., M. Tidbold, M. Clarke, G. Boultwood, FocusOn Pacific Islands; Well Placed to Lead World Tourism Growth. 2002.

http://www.hotel-online.com/News/PR2002_4th/Dec02_PacificIslands.html

Department of Environment and Natural Resources, Bureau of Fisheries and Aquatic Resources of the Department of Agriculture, and Department of the Interior and Local Government. 2001. Philippines Coastal Management Guidebook Series No. 7: Managing Impacts of Development in the Coastal Zone. Coastal Resource Management Project of the Department of Environment and Natural Resources, Cebu City, Philippines.

Drumm, A. and A. Moore. 2005. An Introduction to Ecosystem Planning, Second Edition. The Nature Conservancy, Arlington, Virginia, USA.

Gutierrez, E., K. Lamoureux, S. Matus, and K. Sebunya. 2005. Linking Communities,

Team Teaching TOT-MPA-101, Modul dan Bahan Ajar TOT MPA -1012010, NOAA, Puslat KP.

Tourism, and Conservation: A Tourism Assessment Process - Tools and Worksheets. Conservation International and the George Washington University.

IUCN. 2004. Managing Marine Protected Areas: A Toolkit for the Western Indian Ocean. IUCN Eastern African Regional Programme, Nairobi, Kenya.

UNEP Tourism Program website, United Nations Environmental Program Production and Consumption Branch. Website URL: www.uneptie.org/pc/tourism/. 2006.

US Department of the Interior. Sept. 1995. The Visitor Experience and Resource Protection (VERP) Framework: A Handbook for Planners and Managers. National Park Service, Denver Service Center.

.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 62 dari 74

B Materi Pelatih

Materi yang disiapkan pelatih berupa materi presentasi power point, slide, lembar/buku diktat yang diperlukan dalam proses pelatihan.

C Media Visual

Materi modul dalam bentuk tayangan film/film multimedia tentang proses produksi, dalam VCD atau media lain, dengan menyebutkan judul, penerbit dan tahun penerbitan.

D Daftar Peralatan/Mesin dan Bahan

1. Daftar peralatan/mesin

(1) Sebuah ruang pelatihan yang dapat mengakomodasi 35 orang, dan ruang gerak yang luas untuk simulasi dan dinamika kelompok.

(2) Peralatan/mesin berupa: a. 5 buah meja yang masing-masing dapat mengakomodasi hingga 6 orang peserta.

Bentuk meja ideal adalah lingkaran b. 1 buah meja untuk tim pelatih, hingga 6 orang c. 2 papan tulis besar d. 5 buah flipchart dan standar e. 1 buah penajam pensil (pencil sharpener) f. 2 buah dispenser air minum g. 1 buah komputer h. 1 buah printer i. 1 buah rak buku untuk menyimpan bahan-bahan referensi, peta dan lain-lain. j. 1 buah proyektor LCD k. 1 buah layar l. 5 buah papan tulis besar untuk memajang hasil pekerjaan peserta m. 1 set sound system (minimum 3 mikrofon, pengeras suara, amplifier) n. 1 set alat tulis kantor

2. Daftar bahan

1) Modul pelatihan

2) Buku-buku referensi

3) Bahan-bahan untuk hadiah atau reward

4) Peta atau gambar kawasan konservasi perairan

5) Kertas koran polos untuk flipchart

6) Lakban kertas untuk menempelkan karya-karya peserta

7) Kertas adhesive aneka warna dan aneka ukuran

8) Taplak meja

9) Kelengkapan peserta (kaos seragam, topi, peta, buku, modul, buku tulis, spidol aneka warna per kelompok, pensil, pulpen, penggaris, penghapus, 2 buah gunting per kelompok, USB

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul

KKP.KP.03.002.01

Judul Modul: Menjelaskan Program Pariwisata Berkelanjutan untuk Pengelolaan KKP Buku Informasi Versi: Agustus 2011

Halaman: 63 dari 74

flashdisk atau CD ROM untuk menyimpan materi pelatihan, karya peserta dan foto dokumentasi)