modul pca inventory accounting
TRANSCRIPT
MODUL INVENTORY ACCOUNTING
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009
MODUL INVENTORY ACCOUNTING
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI POST CLEARANCE AUDIT (PCA)
Oleh : Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si
(Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)
MODUL INVENTORY ACCOUNTING
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009
MODUL INVENTORY ACCOUNTING
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI POST CLEARANCE AUDIT (PCA)
Oleh : Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si
(Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)
KATA PENGANTAR DAN PENGESAHANKEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI
Menunjuk surat keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea
dan Cukai Nomor : KEP-38/PP.5/2009 tanggal 31 Agustus 2009 hal Perubahan
Pertama Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan CukaiNomor KEP-01slPP.5l2OOg Tanggal 2 Maret 2009 tentang Pembentukan Tim
Penyusunan Modul Pendid ikan dan Pelat ihan pada Pusdik la t Bea dan Cukai
Tahun Anggaran 2008, maka kepada sdr. M. Nurkhamid ditugasi untuk
menyusun modul Inventory Accounting pada Diklat Teknis Substantif Spesial isasi(DTSS) Post Clearance Audit di Pusdiklat Bea dan Cukai.
Oleh karena modul Inventory Accounting, DTSS Post Clearance Audit
sebagaimana terlampir telah diseminarkan, maka dengan ini kami nyatakan
bahwa modul yang dimaksud sah dan layak untuk menjadi modul DTSS post
Clearance Audit.
Terima kasih kami ucapkan kepada penyusun dan semua pihak yang
telah membantu penyelesaian materi bahan ajar tersebut.
Demikian kata pengantar dan pengesahan in i d ibuat untuk dipergunakansebagaimana mest inya.
{Jakafi.a, Oktober 2ggg
Endang Tata
NIP 19520817 197510 1 001
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit ii
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………... v
PETA KONSEP MODUL …………………………………………………………. vi
A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 1
1. Deskripsi Singkat ……………………................................................... 1
2. Prasyarat Kompetensi ………………................................................... 2
3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ..................... 3
4. Relevansi Modul ...........……………………………………..………….. 4
B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................ 4
Kegiatan Belajar (KB) 1: Konsep Dasar Akuntansi Persediaan
a. Uraian dan contoh ....................................................................... 5
1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan .………………………
2. Pengendalian Internal Persediaan ……………………............
3. Kepemilikan Persediaan……………………….........................
4. Penentuan Biaya Persediaan…………………………………...
5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan
Keuangan……………………………..…………………………..
5
7
8
10
13
b. Latihan 1 …………………………………………………………...... 15
c. Rangkuman ………………………………………………………….. 16
d. Tes Formatif 1 ………………………………………………………. 17
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 21
Kegiatan Belajar (KB) 2: Prosedur Akuntansi Persediaan
a. Uraian dan contoh ....................................................................... 23
1. Sistem Pencatatan Persediaan .………………………………
2. Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan …………………
23
27
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit iii
b. Latihan 2 …….……………………………………………………..... 28
c. Rangkuman …………………………………………………………. 29
d. Tes Formatif 2 ………………………………………………………. 29
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 33
Kegiatan Belajar (KB) 3: Penentuan Nilai Persediaan
a. Uraian dan contoh ....................................................................... 34
1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik …........
2. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Perpetual .........
3. Perbandingan Metode Penilaian............................................
34
39
51
4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok ..................... 52
b. Latihan 3 …….……………………………………………………..... 54
c. Rangkuman …………………………………………………………. 55
d. Tes Formatif 3 ………………………………………………………. 56
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 59
Kegiatan Belajar (KB) 4: Estimasi Nilai Persediaan
a. Uraian dan contoh ....................................................................... 61
1. Metode Laba Kotor ……………………………………..…........
2. Metode Harga Eceran ...........................................................
61
62
b. Latihan 4 …….……………………………………………………..... 64
c. Rangkuman …………………………………………………………. 65
d. Tes Formatif 4 ………………………………………………………. 65
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 68
PENUTUP ………………………………………………………………………….. 70
TES SUMATIF …………………………............................................................ 71
KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) ………………… 79
DAFTAR ISTILAH ...………………………………………………………………. 89
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 90
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit iiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan
dagang…................................................................................
58
1.2 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan
manufaktur………………………………………………………..
60
1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan.........……….. 62
1.4. Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap
Neraca dan Laporan Laba Rugi............................…………..
63
3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO) ............................…….. 65
3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO) ............................……... 66
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit ivi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 4.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang
benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan
belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka
peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar
selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67.
7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan
belajar telah dilakukan.
8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini
9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila
ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah
yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari
kegiatan belajar
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit vi
PETA KONSEP Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan
kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian
pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara
berkesinambungan selama mempelajari modul.
Kegiatan Belajar 1 – Konsep Dasar Akuntansi Persediaan Materi : Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan;
Pengendalian Internal Persediaan; Kepemilikan Persediaan; Penentuan Biaya Persediaan; Pengaruh Kesalahan
Persediaan terhadap Laporan Keuangan
Kegiatan Belajar 2 – Prosedur Akuntansi Materi : Sistem Pencatatan Persediaan; Asumsi-asumsi
Penentuan Nilai Persediaan
Kegiatan Belajar 3 – Penentuan Nilai Persediaan Materi : Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik dan Sistem Perpetual; Perbandingan Metode PenilaianPenilaian Persediaan Selain
dari Harga Pokok
Kegiatan Belajar 4 – Estimasi Nilai Persediaan Materi : Estimasi Nilai Persediaan dengan Metode Laba Kotor dan Matode
Harga Eceran
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 1
PENDAHULUAN
MODUL AKUNTANSI PERSEDIAAN
1. DESKRIPSI SINGKAT
Anggaplah bahwa Saudara membeli sebuah Home Teater pada bulan Maret.
Anda kemudian berencana menambahkan dua pasang speaker pada Home
Teater tersebut. Namun pada awalnya Anda hanya mampu membeli satu pasang
speaker saja, yang harganya Rp500.000. Pada bulan September Anda membeli
satu pasang speaker lagi yang harganya Rp495.000.
Pada suatu hari, seseorang masuk ke rumah Anda
dan mencuri sepasang speaker. Untungnya peralatan
tersebut diasurasikan, tetapi perusahaan asuransi
ingin mengetahui harga dari speaker yang hilang.
Kedua pasang speaker tersebut identik. Untuk
memenuhi keinginan perusahaan asuransi, Anda harus mengidentifikasi speaker
mana yang dicuri. Apakah speaker yang pertama Anda beli, yang harganya
Rp500.000? Ataukah speaker kedua yang seharga Rp495.000? Asumsi manapun
yang Anda buat menentukan jumlah uang yang akan Anda terima dari
perusahaan asuransi.
Perusahaan juga membuat asumsi yang sama seperti di atas jika persediaan
barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda. Pada akhir periode,
sejumlah barang akan berada dalam persediaan perusahaan dan yang lainnya
telah terjual. Namun, berapa nilai barang-barang yang telah terjual dan berapa
A
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 2
nilai barang-barang yang masih dalam persediaan? Nilai persediaan barang
tergantung pada asumsi yang digunakan perusahaan. Apakah perusahaan
menggunakan metode FIFO (first in first out), atau LIFO (last in first out), ataukah
rata-rata (average)? Asumsi perusahaan bisa melibatkan jumlah rupiah yang
tinggi dan dengan demikian dapat memiliki dampak signifikan atas laporan
keuangan perusahaan.
Seorang auditor harus mampu memahami dengan baik contoh kasus
tersebut. Pentingnya pemahaman seorang auditor tersebut, merupakan alasan
modul Akuntansi Persediaan ini disusun. Modul ini penting untuk diajarkan pada
Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Post Clearance Audit (DTSS PCA) agar para
pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas sebagai auditor
dapat melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai secara profesional.
Secara umum, modul Akuntansi Persediaan ini disusun dalam empat
kegiatan belajar. Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama
berkaitan dengan konsep dasar persediaan, baik pada perusahaan dagang
maupun perusahaan industri (manufaktur). Selanjutnya, pada kegiatan belajar
kedua akan dijelaskan tentang prosedur akuntansi persediaan, yang meliputi
sistem pencatatan persediaan dan asumsi-asumsi yang mendasari penggunaan
beberapa metode penentuan nilai persediaan. Pada kegiatan belajar ketiga, akan
diuraikan tentang contoh-contoh sekaligus latihan dalam penentuan nilai
persediaan yang meliputi metode periodik dan metode perpetual. Terakhir, pada
kegiatan belajar keempat akan diuraikan tentang penentuan estimasi nilai
persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.
2. PRASYARAT KOMPETENSI
DTSS PCA dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap kepada pegawai DJBC baik laki-laki maupun perempuan dalam
melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Pegawai DJBC yang dapat mengikuti
diklat ini adalah pelaksana pemeriksa lulusan Diklat Teknis Substantif Dasar
Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip III Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai,
atau lulusan Prodip I tapi sudah mengikuti Diklat Teknis Substantif Spesialisasi
Kepabeanan dann Cukai I/II Kurikulum 2006/2007 atau DTSD Kepabeanan dan
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 3
Cukai khusus lulusan Prodip I Kurikulum Tahun 2008. Calon peserta diharapkan
berusia maksimal 40 tahun dan dengan pangkat minimal II c. Secara khusus, agar
mampu menguasai dengan baik mata pelajaran Akuntansi Persediaan maka
diharapkan sudah memperoleh mata pelajaran Dasar-dasar Akuntansi.
Persyaratan-persyaratan tersebut penting karena lingkup tugas yang akan
diemban sebagai auditor Kepabeanan dan Cukai membutuhkan kualifikasi
pegawai yang memadai untuk melakukan pekerjaannya secara profesional.
Dengan kualifikasi tersebut, peserta sudah mempunyai kompetensi dasar untuk
menjadi seorang auditor sehingga diharapkan lebih mudah mencerna dan
memahami modul ini.
3. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
Standar kompetensi.
Standar Kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar
sepanjang hayat yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dengan pengertian
tersebut, maka standar kompetensi untuk para pembaca setelah mempelajari
modul ini adalah diharapkan mampu menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan yang terkait dalam Akuntansi Persediaan untuk menunjang kegiatan
audit Kepabeanan dan Cukai.
Kompetensi Dasar.
Kompetensi dasar adalah tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari
modul yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Kompetensi dasar
yang diharapkan setelah membaca modul ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar persediaan.
2. Menjelaskan prosedur akuntansi persediaan.
3. Menentukan nilai persediaan dengan metode periodik dan metode perpetual.
4. Mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga
eceran.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 4
4. RELEVANSI MODUL
Tugas seorang auditor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah
melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Proses audit tersebut dapat
dilakukan dengan baik manakala para pegawai yang bertugas mempunyai bekal
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik dalam melaksanakan audit
kepabeanan dan Cukai. Seorang auditor di bidang Kepabeanan dan Cukai harus
mampu menelusuri sekaligus menghitung nilai persediaan pada suatu
perusahaan.
Untuk dapat melaksanakan audit secara baik, pegawai yang bertugas
sebagai auditor perlu dibekali dengan pemahaman konsep akuntansi persediaan
yang meliputi antara lain pengertian persediaan, prosedur akuntansi persediaan,
metode penghitungan persediaan, dan cara mengestimasi nilai persediaan.
Berdasarkan uraian singkat tersebut terlihat keterkaitan yang erat antara
modul Akuntansi Persediaan dengan ruang lingkup kerja auditor. Manfaat modul
ini bagi peserta diklat adalah memberikan gambaran yang lengkap tentang
pengelolaan persediaan dalam perusahaan sehingga dapat mendukung
terciptanya seorang auditor Kepabeanan dan Cukai yang profesional.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 5
B. KEGIATAN BELAJAR
KONSEP DASAR AKUNTANSI PERSEDIAAN
a. Uraian dan Contoh
1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan.
Pada umumnya, persediaan merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu
perusahaan sehingga diperlukan pengukuran yang tepat
untuk menjamin keakuratan laporan keuangan. Apabila
nilai persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah
saldo-saldo dari neraca seperti persediaan barang
dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal juga
Indikator keberhasilan :
1. Mampu menjelaskan pengertian dan jenis-jenis persediaan. 2. Mampu menjelaskan pengendalian internal persediaan. 3. Mampu mengidentifikasi saat pengakuan persediaan (status kepemilikan). 4. Mampu mengidentifikasi biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam
persediaan dan harga pokok barang yang dijual 5. Mempu menjelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan
keuangan.
KEGIATAN BELAJAR 1
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 6
tidak akan benar. Ketika persediaan akhir tidak benar, maka harga pokok
penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam
laporan laba rugi perusahaan. Kesimpulannya adalah persediaan merupakan pos
yang signifikan dalam laporan keuangan perusahaan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK)
Nomor 14, dinyatakan bahwa persediaan digunakan untuk mengindikasikan aset:
a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;
b) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, jenis-jenis persediaan dipengaruhi oleh
sifat dan usaha perusahaan yang bersangkutan. Jenis persediaan pada
perusahaan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang
dagangan akan berbeda dengan jenis perusahaan manufaktur yang usahanya
mengubah bentuk atau mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi. Pada
umumnya, jenis-jenis persediaan antara lain sebagai berikut:
a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain
dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih
lanjut. Misalnya persediaan dealer sepeda motor akan terdiri dari sepeda
motor dan perlengkapannya, persediaan toko bahan bangunan akan terdiri
dari pasir, semen, paku, dan perlengkapan bahan bangunan lainnya.
b) Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan
dalam keadaan harus diproses/dikonversi lebih lanjut menjadi barang jadi.
Bahan baku merupakan bagian utama dari barang jadi tersebut. Misalnya
untuk memproduksi meubelair maka bahan baku yang dibutuhkan antara lain
adalah kayu.
c) Bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan
dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi.
Barang ini biasanya dipakai (dikonsumsi) dalam jangka waktu relatif pendek
dan akan dibebankan sebagai beban administrasi dan umum atau beban
pemasaran. Misalnya bahan penunjang produksi meubelair antara lain adalah
paku, lem, amplas, pernis, atau perlengkapan penunjang lainnya.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 7
d) Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang sudah dimasukkan
dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru
menyerap sebagian biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct
labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead). Misalnya meja atau
kursi yang belum diamplas atau belum dipernis dalam proses pembuatan
meubelair.
e) Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah diselesaikan dari
proses produksi dan siap untuk dijual. Barang ini telah menyerap biaya bahan
(direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik
(factory overhead) secara tuntas sehingga siap untuk dijual. Misalnya
penyelesaian akhir dari sebuah meja atau kursi sehingga menjadi meja atau
kursi yang siap untuk dijual.
Berdasarkan jenis-jenis persediaan tersebut, maka perusahaan jasa tidak
memiliki persediaan. Persediaan perusahaan dagang adalah barang dagang,
sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) terdiri dari bahan baku, bahan
pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.
2. Pengendalian Internal Persediaan.
Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting bagi
perusahaan untuk melindungi persediaan dari kerusakan,
pencurian dari karyawan maupun dari pelanggan. Tujuan
utama pengendalian internal adalah untuk mengamankan
persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam
laporan keuangan. Beberapa prosedur pengendalian
internal yang seharusnya diterapkan oleh perusahaan atas
persediaan antara lain adalah:
a) Persediaan harus dihitung secara fisik. Perhitungan fisik persediaan dilakukan
paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang
digunakan.
b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif
mungkin.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 8
c) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari
pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan.
d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada
pencatatan persediaan.
e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai
tinggi.
f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis.
g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga menghindari
terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun
juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana
pada persediaan dan biaya penyimpanan.
Sebagaimana telah disebutkan, penghitungan fisik persediaan harus
dilakukan secara periodik setidaknya setiap tahun untuk mendeteksi kekurangan
persediaan serta untuk mencegah pencurian. Hal ini perlu karena sistem
akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena
ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Dengan penghitungan fisik
persediaan maka kesalahan tersebut dapat dikoreksi sebelum dimasukkan dalam
laporan keuangan. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat
penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan
sama dengan perhitungan fisik.
Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dengan pegawai
yang menangani catatan akuntansi juga merupakan hal yang penting, karena
petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan
dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk
menutupi kecurangannya. Dengan adanya sistem persediaan yang
terkomputerisasi maka tingkat kesalahan dapat dikurangi sehingga jumlah
persediaan tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.
3. Kepemilikan Persediaan
Barang apa saja yang dapat dimasukkan dalam persediaan perusahaan?
Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar-benar
dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Semua
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 9
persediaan yang dimiliki oleh perusahaan pada tanggal perhitungan harus
dimasukkan ke dalam laporan. Oleh karena itu, agar dapat disusun laporan
keuangan secara wajar, maka harus ditentukan terlebih dahulu apakah suatu
persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan atau tidak. Beberapa
kondisi yang harus mendapat perhatian, antara lain:
a) Barang dalam perjalanan (Goods in transit)
Masalah yang sering timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah
apakah barang tersebut sudah menjadi hak milik pembeli atau masih
menjadi hak milik penjual. Untuk mengatasi hal ini,
perlu diperhatikan syarat penyerahan barang yang
sudah disepakati antara pembeli dan penjual, apakah
Free On Board (FOB) Destination (Tempat Tujuan)
atau FOB Shipping Point (Titik Pengiriman).
FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual
sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti, hak
kepemilikan beralih pada saat barang sudah diterima oleh pembeli,
sehingga barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik
penjual. Pada akhir tahun buku, pihak penjual harus memasukkan dalam
persediaannya karena barang belum sampai tujuan (pembeli).
FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual
sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli. Ini berarti, hak
kepemilikan beralih pada titik pengiriman, sehingga pembeli adalah pemilik
dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Pada akhir tahun buku,
pihak pembeli harus memasukkan dalam persediaannya walaupun pembeli
belum menerima barangnya.
b) Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi memperbolehkan suatu perusahaan lain untuk
menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus
membeli persediaan tersebut. Secara fisik, persediaan berada pada penjual,
tetapi hak kepemilikan persediaan tersebut tetap berada pada pemasok
sampai penjual sudah menjualnya kepada pihak ketiga. Barang-barang
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 10
konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan
pemiliknya (pemasok) sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga.
Barang-barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari
gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.
4. Penentuan Biaya Persediaan
Sebagaimana telah dijelaskan di awal, persediaan yang dimiliki oleh suatu
perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya barang dagangan
untuk perusahaan dagang dan bahan baku atau barang dalam proses untuk
perusahaan industri. Begitupula dengan harga perolehan persediaan atau biaya
persediaan, tergantung juga dengan jenis perusahaannya.
Berdasarkan PSAK nomor 14, biaya persediaan harus meliputi semua
biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan
berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present
location and condition). Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian,
bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh
perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan
biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan
persediaan. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di
kurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh
untuk dijual kembali maka biaya persediaan termasuk didalamnya adalah harga
pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak, dan biaya penyimpanan. Dalam
hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari sebagian
bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang dialokasikan untuk
memproduksi barang bersangkutan. Sedangkan, apabila persediaan adalah
barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead
yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut.
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil
usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk
memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi
persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 11
merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan
dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok
penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik
perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar
perusahaan.
Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai
tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya
pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan
yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban
dengan pendapatan.
Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih
dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat
selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya
persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada
akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan
antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan
persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya,
harga pokok penjualan). Berikut ini contoh format laporan laba rugi untuk
perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur:
Gambar 1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang
Penjualan 160.000.000 Persediaan Awal 10.000.000 + Pembelian 92.000.000 (-) Return Pembelian 1.000.000 (-) Potongan Pembelian 1.000.000 (=) Pembelian Bersih 90.000.000 (=) Persediaan yang tersedia untuk dijual 100.000.000 (-) Persediaan Akhir 50.000.000 (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 50.000.000 Laba Kotor 110.000.000 (-) Biaya-biaya usaha 10.000.000 (=) Laba bersih sebelum pajak 100.000.000 Pajak …% (misalnya 35%) 35.000.000 Laba bersih sesudah pajak 65.000.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 12
Gambar 1.2
Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur
Penjualan 1.674.500.000 Harga Pokok Produksi: Bahan Langsung: Persediaan Awal 82.875.000 + Pembelian 240.250.000 (-) Return 54.000.000 (=) Bahan yang tersedia untuk digunakan 269.125.000 (-) Persediaan Akhir 108.250.000 (=) Bahan Baku (langsung) yang digunakan 184.570.000 (+) Upah Langsung (+) Biaya Overhead Pabrik: Upah Tak Langsung 75.000.000 Pengawasan Pabrik 60.000.000 Biaya Penyusutan (bangunan & peralatan pabrik) 82.500.000 Listrik & Energi 48.000.000 Perlengkapan Pabrik 53.000.000 Biaya Overhead Pabrik Lainnya 25.000.000 (=) Total Biaya Overhead Pabrik 343.500.000 (=) Total Biaya Pabrik 688.945.000 (+) Persediaan barang dalam proses per 1 Januari 200x 54.000.000 = 742.945.000 (-) Persediaan barang dalam proses per 31 Desember 200x 43.750.000 Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured/COGM) 699.195.000 (+) Persediaan barang jadi per 1 Januari 200x 88.860.000 Harga Pokok barang tersedia untuk dijual 788.055.000 (-) Persediaan arang jadi per 31 Desember 200x 91.500.000 (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 696.555.000 Laba Kotor 977.945.000 (-) Biaya-biaya usaha 274.950.000 (=) Laba bersih sebelum pajak 702.995.000 Pajak ….% (misal 35%) 246.048.250 Laba bersih sesudah pajak 456.946.750
Untuk memberikan deskripsi secara jelas perbedaan sekaligus keterkaitan
mengenai biaya persediaan antara perusahaan dagang dan manufaktur Saudara
dapat melihat gambar berikut ini.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 13
Pada perusahaan dagang terlihat bahwa harga pokok penjualan hanya terkait
dengan barang dagang yang diperjual belikan, sedangkan pada perusahaan
manufaktur terbagi ke dalam barang dalam proses dan barang jadi.
5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan
Setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi neraca dan
laporan laba rugi perusahaan. Sebagai contoh, kesalahan dalam perhitungan fisik
persediaan akan mengakibatkan kekeliruan penyajian saldo persediaan akhir,
aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini disebabkan karena perhitungan
fisik persediaan merupakan dasar bagi pembuatan jurnal penyesuaian untuk
Gambar 1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan
Persediaan Barang Dagang
Harga pokok pembelian
Harga pokok penjualan
Bahan Baku
Biaya bahan aktual
Bahan yang digunakan
Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja aktual
Tenaga kerja yang digunakan
Overhead
Biaya overhead aktual
Overhead yang dibebankan
Barang dalam proses
Harga pokok
produksi
Barang Jadi
Harga pokok penjualan
Perusahaan Manufaktur
Perusahaan Dagang
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 14
mencatat penciutan persediaan. Selain itu, kesalahan dalam perhitungan fisik
persediaan akan menimbulkan kekeliruan penyajian harga pokok penjualan, laba
kotor, dan laba bersih pada laporan rugi laba. Selanjutnya, karena laba bersih
ditambahkan (dimasukkan) ke modal pemilik pada akhir periode, maka ekuitas
pemilik juga akan salah. Kesalahan pada modal pemilik ini akan setara dengan
kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa dalam perhitungan fisik persediaan
pada tanggal 31 Desember 2009, suatu perusahaan salah mencatat persediaan
fisik sebesar Rp120.000.000,00 bukan Rp125.000.000,00. Akibatnya persediaan
barang dagang, aktiva lancar, dan total aktiva yang dilaporkan dalam neraca per
31 Desember 2009 dinyatakan terlalu rendah sebesar Rp5.000.000,00
(Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Saudara dapat melihat secara jelas pengaruh
kesalahan pencatatan persediaan tersebut terhadap laporan keuangan
perusahaan pada gambar beirikut ini:
Gambar 1.4 Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi
Jumlah Kesalahan Saji
Neraca
Persediaan barang dagang ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Total aktiva ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Ekuitas pemilik ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)
Laporan laba rugi
Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi Rp5.000.000 Laba kotor ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Laba bersih ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)
Lalu, bagaimana apabila perusahaan salah mencatat persediaan
Rp135.000.000,00 sehingga persediaan ditetapkan lebih tinggi sebesar
Rp5.000.000,00 (Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Dalam hal ini, maka pengaruh
kesalahan pencatatan persediaan terhadap neraca dan laporan laba rugi
merupakan kebalikan dari yang ditunjukkan sebelumnya.
Efek kesalahan di dalam menentukan kuantitas persediaan.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 15
Laporan Keuangan
Jumlah yang seharusnya
(contoh)
Dimasukan barang sebesar 25.000 yang seharusnya tidak merupakan persediaan akhir
tahun
Tidak dimasukan barang sebesar 25.000 yang
seharusnya merupakan persediaan akhir tahun
Untuk barang yang salah
dicatat sebagai
pembelian
Untuk barang yang benar
tidak dicatat sebagai
pembelian
Untuk barang yang salah
dicatat sebagai
pembelian
Untuk barang yang benar
tidak dicatat sebagai
pembelian Laporan Laba Rugi
Penjualan 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 Persediaan Awal
75.000 75.000 75.000 75.000 75.000
Pembelian 300.000 325.000 300.000 275.000 300.000 Tersedia untuk di jual
375.000 400.000 375.000 350.000 375.000
Persediaan akhir
125.000 150.000 150.000 100.000 100.000
Harga barang dijual
250.000 250.000 225.000 250.000 275.000
Laba kotor penjualan
250.000 250.000 275.000 250.000 225.000
Neraca Aktiva Persediaan 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000 Jumlah 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000 Kewajiban & Ekuitas
Hutang Dagang
300.000 325.000 300.000 275.000 300.000
Laba Ditahan
250.000 250.000 275.000 250.000 225.000
Jumlah 550.000 575.000 575.000 525.000 525.000
b. Latihan 1
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK?
2. Uraikan pengendalian internal persediaan yang seringkali dilakukan oleh
perusahaan!
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 16
3. Jelaskan perbedaan antara FOB Shipping Point dan FOB Destination dalam
kaitannya dengan status kepemilikan barang!
4. Identifikasikan biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan!
5. Buatlah laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur berdasarkan data
berikut ini.
Persediaan, 1 Januari 2006: Barang Jadi Rp. 8.860.000,- Barang dalam proses Rp. 5.400.000,- Biaya-biaya produksi selain bahan baku: Upah langsung Rp. 18.457.000,- Biaya overhead pabrik: Upah tak langsung Rp. 7.500.000,- Pengawasan Pabrik Rp. 6.000.000,- Biaya penyusutan Rp. 8.250.000,- Listrik & energi Rp. 4.800.000,- Perlengkapan pabrik Rp. 5.300.000,- Biaya overhead pabrik lainya Rp. 2.500.000,- Persediaan, 31 Desember 2006: Barang Jadi Rp. 9.150.000,- Barang dalam proses Rp. 4.375.000,- Biaya-biaya usaha Rp. 27.495.000,- Penjualan selama tahun 2006 Rp. 167.450.000,- Pajak Penghasilan Badan adalah 40%.
c. Rangkuman
1. Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan usaha biasa, masih dalam proses produksi untuk penjualan tersebut,
serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
2. Jenis-jenis persediaan tergantung dengan jenis perusahaannya, yang meliputi
barang dagangan, bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan
barang jadi.
3. Untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan
dalam laporan keuangan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas
persediaan.
4. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat
pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 17
5. Dalam menentukan laba/rugi perusahaan, terlebih dahulu ditentukan harga
pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian
dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan
persediaan akhir. Proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode
pencatatan dan penilaian persediaan.
d. Tes Formatif 1
Bagian 1
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
1. Bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum
selesai diolah disebut.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
2. Barang yang masih harus dikembangkan dan akan menjadi bagian utama dari
suatu produk disebut.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
3. Untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian,
penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya..
a. Sebulan sekali
b. Setahun sekali
c. Dua kali setahun
d. Dua tahun sekali
4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 18
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi
d. Dalam Laporan laba rugi, laba bersih ditetapkan lebih tinggi
5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah
6. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi
7. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi
8. Faktor yang menentukan kepemilikan persediaan bagi suatu perusahaan
adalah …
a. Kepemilikan fisik persediaan yang bersangkutan
b. Status Hukum
c. Keputusan manajemen
d. Status pembayaran (kas atau kredit)
9. Seandainya barang dikirimkan dengan syarat FOB destination (tempat tujuan),
maka…
a. Penjual mempunyai hak kepemilikan sampai barang dikirimkan.
b. Pembeli mempunyai hak kepemilikan barang ketika pihak jasa pengirim
menerima barang dari penjual.
c. Perusahaan transportasi memiliki hak kepemilikan barang ketika barang
dalam proses pengiriman.
d. Tidak ada satupun pihak yang memiliki hak kepemilikan sampai barang
dikirimkan.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 19
10. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu
perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.000 pada akhir tahun.
Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan
dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB
destination. Termasuk dalam perhitungan fisik adalah barang konsinyasi
sejumlah Rp 18.000.000 dari perusahaan lokal. Berapa seharusnya persediaan
yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009?
a. Rp 490.000.000
b. Rp 514.000.000
c. Rp 496.000.000
d. Rp 472.000.000
11. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu
perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.00 pada akhir tahun.
Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan
dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB shipping
point dan barang konsinyasi di perusahaan lokal sejumlah Rp 18.000.000
Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca
pada tanggal 31 Januari 2009?
a. Rp 532.000.000
b. Rp 484.000.000
c. Rp 448.000.000
d. Rp 496.000.000
12. Barang dalam perjalanan suatu perusahaan pada tanggal 31 Desember
termasuk penjualan yang dibuat dengan syarat (1) FOB destination dan (2)
FOB shipping point serta pembelian dengan syarat (3) FOB destination dan
(4) FOB shipping point. Barang mana yang seharusnya dimasukkan dalam
akun persediaan perusahaan tersebut pada tanggal December 31?
a. (2) dan (3)
b. (1) dan (4)
c. (1) dan (3)
d. (2) dan (4)
13. Dalam aktivitas jual beli suatu komoditas, sering terjadi apa yang disebut
dengan Goods in transit. Masalah kepemilikannya sangat tergantung dari
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 20
perjanjian yang disepakati dalam jual beli. Salah satu perjanjian yang kita
kenal adalah: free on board shipping point. Manakah pernyataan berikut ini
yang sesuai dengan arti perjanjian tersebut?
a. Barang akan diakui setelah sampai digudang pembeli
b. Barang dalam perjalanan tersebut masih diakui menjadi milik penjual
c. Walaupun barang masih dalam perjalanan (belum diterima), barang ini
sudah termasuk dalam elemen laporan keuangan pembeli
d. Semua salah
14. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp115.000.000 dari
yang seharusnya sebesar Rp 111.500.000, sehingga akan berakibat…
a. Persediaan barang ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
b. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
c. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
15. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp111.500.000 dari
yang seharusnya sebesar Rp 115.000.000, sehingga akan berakibat…
a. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
b. Ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
c. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
Bagian 2
Identifikasikah apakah barang-barang berikut dimasukkan ke dalam persediaan
akhir PT X pada tanggal 31 Desember 2009 atau tidak.
1. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB shipping point kepada
pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember
2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.
2. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB destination point kepada
pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember
2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.
3. Dalam gudangnya, PT X memiliki barang dagang konsinyasi senilai
Rp30.500.000 dari PT Y.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 21
4. PT X telah memisahkan barang dagang senilai Rp 6.750.000 yang telah dibeli
oleh salah seorang pelanggannya dan akan dikirimkan pada tanggal 3 Januari
2010.
5. Barang dagang yang telah dikirimkan PT X secara FOB shipping point pada
tanggal 31 Desember 2009, telah diambil oleh perusahaan pengangkut pada
pukul 23.52 WIB.
6. PT X telah mengirim barang dagang senilai Rp78.000.000 kepada para
pengecer atas dasar konsinyasi.
7. PT X memiliki barang dagang di tangan senilai Rp18.750.000 yang telah
terjual pada awal tahun, tetapi kemudian dikembalikan oleh pelanggan untuk
diperbaiki (masih dalam masa garansi).
8. Tanggal 31 Desember 2009, PT X menerima barang dagang senilai
Rp17.050.000 yang telah dikembalikan oleh para pelanggan karena salah
barang. Barang pengganti akan dikirimkan tengah malam tanggal 3 Januari
2006.
9. Tanggal 21 Desember 2009, PT X membeli barang dagang senilai
Rp21.000.000 atas dasar FOB Jakarta. Barang tersebut telah dikirimkan oleh
pemasok tanggal 28 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal
31 Desember 2009.
10. Tanggal 27 Desember 2009, PT X membeli barang senilai Rp15.750.000 dari
pemasok di Singapura. Barang tersebut telah dikirimkan dengan ketentuan
FOB Singapura tanggal 30 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga
tanggal 31 Desember 2009.
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 22
Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang
sudah dipelajari mencapai:
91 % s.d 100 % : Sangat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk
selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 23
PROSEDUR AKUNTANSI PERSEDIAAN
a. Uraian dan Contoh
1. Sistem Pencatatan Persediaan
Prosedur akuntansi untuk pembelian dan penggunaan persediaan pada
perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur
tergantung dengan sistem pencatatan persediaan yang
digunakan pada perusahaan bersangkutan. Sistem pencatatan
yang digunakan untuk menetapkan nilai persediaan akhir dan
menetapkan biaya persediaan selama satu periode adalah
sistem periodik (physical) dan sistem perpetual.
a) Sistem Periodik (physical)
Adalah sistem pencatatan persediaan dimana pada setiap akhir periode
dilakukan perhitungan secara fisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir
perusahaan. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan
Indikator keberhasilan :
1. Mampu membedakan karakteristik kedua sistem pencatatan
persediaan
2. Mampu menjelaskan metode penilaian persediaan
KEGIATAN BELAJAR 2
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 24
barang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan
dengan suatu tingkat harga/biaya.
Sistem periodik umumnya diterapkan pada perusahaan yang memiliki
karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil.
Misalnya adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan
yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone,
dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif
kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang
nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya
pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi
komputer yang memudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi,
misalnya seperti di toko retail.
Keuntungan penerapan sistem ini adalah sangat sederhana pada saat
pencatatan pembelian dan penjualannya. Sistem ini pada umumya lebih tepat
digunakan untuk barang-barang yang tingkat perputarannya relatif cepat dan
mempunyai unit biaya relatif rendah. Namun demikian sistem ini memiliki
beberapa kelemahan, antara lain:
Kuantitas barang tidak dapat diketahui sewaktu-waktu sehingga harus
melakukan stock opname (pemeriksaan fisik).
Untuk menyusun laporan harus melakukan stock opname terlebih dahulu.
Jika jenis dan jumlah persediaan banyak, maka akan dibutuhkan waktu
dalam melaksanakan stock opname.
Harga pokok penjualan dapat meliputi harga pokok penjualan dari barang-
barang yang benar-benar terjual, barang-barang yang rusak, susut,
menguap, bahkan barang-barang yang hilang (shrinkage).
Kurang ideal untuk perencanaan dan pengawasan persediaan.
b) Sistem Perpetual
Adalah sistem pencatatan persediaan dimana akan dilakukan pembukuan atas
persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi
persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali
digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui
posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 25
pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya
persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave).
Secara umum, sistem perpetual memiliki karakteristik:
Mencatat setiap mutasi persediaan.
Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat.
Memberikan tingkat pengendalian yang akurat.
Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual
dihitung dan dicatat pada debet akun “Harga Pokok Penjualan”.
Pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki nilai persediaan
yang tinggi.
Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan
untuk mencatat pembelian persediaan. Pada sistem pencatatan periodik,
pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada
akhir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang
yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Apabila
perusahaan menggunakan sistem perpertual maka tidak diperlukan jurnal
penyesuaian karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun
persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai
persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar.
Perbedaan pencatatan akuntansi antara sistem periodik dengan sistem
perpetual akan lebih terlihat jelas pada contoh transaksi dan jurnalnya berikut ini.
Tanggal 1 Maret 2009: dilakukan pembelian 1000 unit persediaan dengan
harga Rp30.000 per unit.
Sistem Perpetual:`
Persediaan 30.000.000 Kas/Hutang 30.000.000
Sistem Periodik:
Pembelian 30.000.000 Kas/Hutang 30.000.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 26
Pada sistem periodik, semua pembelian selama periode akuntansi dicatat
pada akun ‘Pembelian’.
Tanggal 17 Maret 2009: dijual 200 unit persediaan dengan harga Rp50.000
secara kredit.
Sistem Perpetual:
Piutang Dagang 10.000.000 Penjualan 10.000.000
Harga Pokok Penjualan 6.000.000 Persediaan 6.000.000
Pada sistem perpetual, perubahan dalam akun persediaan dicatat sesudah
setiap transaksi.
Sistem Periodik:
Piutang Dagang 10.000.000 Penjualan 10.000.000
Pada sistem periodik, jurnal berikut ini harus dicatat pada akhir periode
akuntansi.
Persediaan 24.000.000 Pembelian 24.000.000
Saldo persediaan akhir= 1000 unit yang dibeli – 200 unit yang dijual = 800
unit yang tersisa.
Nilai persediaan akhir= 800 unit x Rp 30.000 per unit = Rp 24.000.000
Harga Pokok Penjualan 6.000.000 Pembelian 6.000.000
Harga Pokok Penjualan:
= Total Pembelian – Saldo Akhir Persediaan
= (1000 unit x Rp30.000 per unit) – (800 unit x Rp30.000 per unit)
= 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 27
Persediaan akhir dan harga pokok penjualan
Persediaan akhir:
Saldo awal persediaan + pembelian selama periode – harga pokok penjualan
= 0 + 30.000.000 – 6.000.000 = 24.000.000
Harga pokok penjualan:
= saldo awal + pembelian selama periode – persediaan akhir
= 0 + 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000
2. Asumsi-asumsi penentuan nilai persediaan
Masalah akuntansi yang penting muncul jika unit-unit barang sejenis
dibeli dengan harga yang berbeda-beda dalam suatu periode. Dalam kasus
semacam ini, pada saat barang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya per
unit agar jurnal akuntansi yang tepat dapat dibuat.
Ada tiga asumsi arus biaya persediaan yang digunakan dalam bisnis.
Masing-masing asumsi ini dihubungkan dengan satu metode perhitungan biaya
persediaan, seperti yang ditunjukkan berikut ini:
Asumsi arus biaya Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya.
Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya.
Arus biaya adalah rata-rata dari biaya yang telah terjadi.
Metode Perhitungan Biaya Persediaan
First-in, first-out /FIFO (masuk pertama, keluar pertama)
Last-in, first-out /LIFO (masuk terakhir, keluar pertama)
Biaya rata-rata
Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, maka persediaan akhir terdiri atas
harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir. Jika perusahaan menggunakan
metode LIFO, persediaan akhir terdiri atas biaya atau harga pokok yang berasal
dari pembelian paling awal. Jika yang digunakan metode biaya rata-rata maka
biaya unit dalam persediaan adalah rata-rata dari biaya pembelian. Untuk
keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan
Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 28
perpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata
tertimbang.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa 3 unit barang x yang identik dibeli
selama bulan Maret, dengan harga sebagai berikut:
Tanggal Barang X Unit Biaya 10 Maret Pembelian 1 Rp9.000.000 18 Pembelian 1 13.000.000 24 Pembelian 1 14.000.000 Total 3 36.000.000 Biaya rata-rata per unit 12.000.000
Asumsikan bahwa satu unit dijual pada tangal 30 Maret seharga
Rp20.000.000 Jika unit ini dapat diidentifikasi dengan pembelian pada tanggal
tertentu, maka metode identifikasi khusus (spesific idetification method) dapat
digunakan untuk menentukan biaya dari unit yang dijual. Sebagai contoh, jika
unit yang dijual adalah adalah unit yang dibeli pada tanggal 18 Mei, maka biaya
yang dibebankan ke unit tersebut adalah Rp 13.000.000 dan laba kotornya adalah
Rp7.000.000 (Rp20.000.000-13.000.000).
Metode identifikasi khusus tidaklah praktis kecuali masing-masing unit
dapat diidentifikasi secara akurat. Dealer sepeda motor misalnya, mungkin dapat
menggunakan metode ini, karena setiap sepeda motor mempunyai nomor seri
yang unik. Akan tetapi, untuk banyak perusahaan unit-unit yang identik tidak
dapat diidentifikasi secara terpisah, sehingga arus biaya harus ditentukan dengan
menggunakan asumsi. Maksudnya, unit mana yang telah terjual dan unit mana
yang masih dalam persediaan harus diasumsikan.
b. Latihan 2
Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba
kerjakan latihan-latihan berikut ini.
1. Jelaskan secara singkat sistem periodik untuk pencatatan persediaan?
2. Sebutkan beberapa karakteristik sistem perpetual untuk pencatatan
persediaan?
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 29
3. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:
pembelian 200 unit persediaan dengan harga Rp 500.000 per unit.
4. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:
penjualan secara kredit 300 unit persediaan dengan harga Rp 1.000.000 per
unit.
5. Jelaskan beberapa asumsi arus biaya persediaan yang sering digunakan oleh
perusahaan!
c. Rangkuman
1. Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan sistem periodik dan
perpetual.
2. Pada sistem periodik, pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan
pada sistem perpetual, pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi.
3. Penentuan nilai persediaan dapat menggunakan Metode Harga Pokok
Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO), Masuk Terakhir Keluar
Pertama (LIFO), dan Metode Rata-rata (Average).
d. Tes Formatif 2
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
1. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000
2. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 30
c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000
3. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000
4. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000
5. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem perpetual adalah....
a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 31
6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000
7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000
8. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem periodik adalah....
a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000
9. Apabila suatu persediaan dapat diidentifikasi secara akurat dengan
pembelian pada tanggal tertentu, maka metode penentuan nilai yang
digunakan adalah
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 32
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
10. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian
terakhir....
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
11. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian yang
paling awal....
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
12. Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya...
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
13. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya...
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
14. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan nilai
persediaan yang mendekati harga pasar:
a. Metode First-in, First-out (FIFO)
b. Metode Last-in, First-out (LIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Semua benar
15. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan penilaian
laba yang terlalu besar:
a. Metode First-in, First-out (FIFO)
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 33
b. Metode Last-in, First-out (LIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Semua benar
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah
disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus
untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada
kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan
kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang
sudah dipelajari mencapai:
91 % s.d 100 % : Sangat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk
selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 34
PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN
a. Uraian dan Contoh
1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik
Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik, maka hanya
pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan.
Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk
mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode
akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan
biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok
penjualan. Pada sistem periodik, metode penentuan nilai
persediaan yang digunakan antara lain metode harga pokok spesifik, metode
FIFO, metode LIFO, dan metode rata-rata.
a) Metode Harga Pokok Spesifik
Adalah metode penilaian persediaan yang memasukkan biaya sebenarnya
dari item persediaan yang terjual ke harga pokok barang yang dijual. Metode
ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu
dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan
Indikator keberhasilan :
1. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem periodik. 2. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem perpetual.
KEGIATAN BELAJAR 3
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 35
harga beli yang sesungguhnya. Seringkali digunakan oleh perusahaan yang
menjual barang dengan harga relatif mahal dan tingkat perputaran relatif
kecil, seperti mobil, perhiasan, benda seni, atau rumah. Berikut ini ilustrasi
penentuan biaya persediaan dengan metode harga pokok spesifik.
Pada tanggal tanggal 1 Maret 2009, suatu dealer mobil membeli 3 mobil (AA,
AB, AD) sebagai persediaan perusahaan dengan harga Rp 100 juta, Rp 120
juta, dan Rp 175 juta rupiah secara kas. Kemudian, tanggal 17 Maret 2009
terjual mobil AB seharga Rp 110 juta secara kredit.
Jurnal untuk mencatat pembelian:
Pembelian (Mobil AA) Pembelian (Mobil AB) Pembelian (Mobil AD)
100.000.000 120.000.000 175.000.000
Kas 395.000.000
Jurnal untuk mencatat penjualan mobil AB:
Piutang Dagang (Mobil AB) 110.000.000 Sales 110.000.000
Penentuan persediaan akhir:
Persediaan akhir terdiri dari mobil yang belum terjual yaitu mobil AA dan
Mobil AD yang nilai belinya adalah:
Rp. 120.000.000 + Rp. 175.000.000 = Rp. 295.000.000
Dengan asumsi tidak ada transaksi lain maka saldo persediaan pada
Neraca akhir periode sejumlah Rp 295.000.000.
b) Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)
Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih
dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang
yang ada dalam persediaan berasal dari pembelian-pembelian sebelumnya
yang dianggap telah dijual atau dikeluarkan. Berikut ini ilustrasi pemakaian
metode FIFO dalam sistem persediaan periodik.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 36
Unit Harga per unit Total 1 Maret Persediaan 200 Rp 9.000 Rp 1.800.000 17 Maret Pembelian 300 10.000 3.000.000 13 September Pembelian 400 11.000 4.400.000 1 Desember Pembelian 100 12.000 1.200.000 Tersedia untuk dijual selama tahun berjalan 1.000 Rp 10.400.000
Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa 300 unit
belum terjual. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok penjualan
dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sebagai berikut:
Unit Harga per unit Total Nilai persediaan 1 Maret 200 Rp 9.000 Rp 1.800.000 Nilai pembelian persediaan 17 Maret 300 10.000 3.000.000 Nilai pembelian persediaan 13 September 200 11.000 2.200.000 Harga pokok penjualan: 700 Rp 7.000.000
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.000.000 dari
Rp10.400.000 barang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai
persediaan sebesar Rp 3.400.000 per 31 Desember. Persediaan sebesar Rp
3.400.000 terdiri atas harga pokok paling akhir untuk barang dimaksud.
Gambar berikut ini memperlihatkan hubungan harga pokok penjualan selama
tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 37
c) Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)
Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling
akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.
Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Berdasarkan data yang
terdapat dalam contoh FIFO, harga pokok penjualan atas 700 unit persediaan
ditentukan sebagai berikut:
Unit Harga per unit Total Nilai pembelian persediaan 1 Desember 100 Rp 12.000 Rp 1.200.000 Nilai pembelian persediaan 13 September 400 11.000 4.400.000 Nilai pembelian persediaan 17 Maret 200 10.000 2.000.000 Harga pokok penjualan: 700 Rp 7.600.000
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.600.000 dari Rp
10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual maka didapatkan
Rp2.800.000 sebagai nilai persediaan 31 Desember. Persediaan sebesar
Rp2.800.000 terdiri atas harga pokok paling awal untuk barang ini. Gambar 2
Harga Pokok Penjualan
1 Maret 200 unit @ Rp 9.000
1 Desember 100 unit @ Rp 12.000
17 Maret 300 unit @ Rp 10.000
13 September 400 unit @ Rp 11.000
Rp 1.800.000
3.000.000
4.400.000
1.200.000
Rp 10.400.000
Rp 1.800.000
3.000.000
2.200.000
Rp 7.000.000
Rp 2.200.000
1.200.000
Rp 3.400.000
200 unit @ Rp 9.000
300 unit @ Rp 10.000
Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual
Persediaan Barang
Gambar 3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO)
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 38
memperlihatkan hubungan antara harga pokok penjualan selama tahun
berjalan dan persediaan per 31 Desember.
d) Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang
Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan
dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual
dengan total kuantitasnya, atau dengan rumus:
( Persediaan Awal + Pembelian)Biaya Rata-rata per unit = Total Unit
Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan
LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit dan harga pokok penjualan dari 700 unit
ditentukan sebagai berikut:
Biaya rata-rata per unit: Rp10.400.000/1.000 unit = Rp 10.400
Harga pokok penjualan: 700 unit x Rp 10.400 = Rp 7.280.000
1 Maret 200 unit @ Rp 9.000
1 Desember 100 unit @ Rp 12.000
17 Maret 300 unit @ Rp 10.000
13 September 400 unit @ Rp 11.000
Rp 1.800.000
3.000.000
4.400.000
1.200.000
Rp 10.400.000
Rp 1.800.000
1.000.000
Rp 2.800.000
Rp 2.000.000
4.400.000
1.200.000
Rp 3.400.000
200 unit @ Rp 9.000
100 unit @ Rp 10.000
Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual Harga Pokok Penjualan
Persediaan Barang
Gambar 3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO)
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 39
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp 7.280.000 dari
Rp10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual, maka akan diperoleh
nilai persediaan per 31 Desember sebesar Rp 3.120.000.
2. Penentuan Nilai Persediaan Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada
pada tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang
yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari
pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan
langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya.
Untuk mempermudah perhitungan biaya secara perpetual maka
digunakan kartu-kartu persediaan untuk setiap nama persediaan yang dimiliki
perusahaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap
jenis persediaan yang dimiliki perusahaan.
Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan
persediaan dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan
penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi
mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan
mendebit Persediaan dan mengkredit Kas atau Hutang Usaha. Pada tanggal
penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga
Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan. Metode penilaian persediaan yang
umumnya digunakan adalah metode FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata. Untuk
mengilustrasikan masing-masing metode tersebut, digunakan data persediaan
berikut ini.
Nama Barang: XYZ Unit Harga per unit 1 Maret Persediaan 10 Rp 2000 13 Penjualan 7 17 Pembelian 8 2100 22 Penjualan 4 28 Penjualan 2 30 Pembelian 10 2200
a) Metode First-In, First-Out (FIFO)
Sebagian besar perusahaan mengeluarkan persediaan sesuai dengan urutan
pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 40
dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko
bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan
tanggal kadaluawarsanya. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten
dengan arus fisik atau pergerakan persediaan. Metode FIFO akan memberikan
hasil yang sama dengan yang diperoleh melalui pengidentifikasian biaya
khusus setiap barang yang dijual dan yang ada dalam persediaan.
Berdasarkan data persediaan, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian
dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang : Nama Barang : XYZ No. Kode rek : Lokasi : Metode : FIFO
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Saldo
Maret 1 10 Rp2000 Rp20000 Rp20000 13 7 Rp 2000 Rp
14000 3 2000 6000 6000
17 8 Rp2100 Rp16800 3 2000 6000 8 2100 16800 22800 22 3 2000 6000 1 2100 2100 7 2100 14700 14700 28 2 2100 4200 5 2100 10500 10500 30 10 2200 22000 5 2100 10500 10 2200 22000 32500
Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000 Penjualan 21000 13 Harga Pokok Penjualan 14000 Persediaan 14000
Mencatat pembelian secara kredit:
17 Persediaan 16800 Hutang Usaha 16800
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 41
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000 Penjualan 12000 22 Harga Pokok Penjualan 8100 Persediaan 8100
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
28 Piutang Usaha 6000 Penjualan 6000 28 Harga Pokok Penjualan 4200 Persediaan 4200
Mencatat pembelian secara kredit:
30 Persediaan 22000 Hutang Usaha 22000
Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000
Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000
Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.100
Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp4.200
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.300
b) Metode Last-in, First-out (LIFO)
Jika sebuah perusahaan menggunakan metode LIFO dalam sistem persediaan
perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 42
paling akhir. Dengan data yang ada, maka kartu persediaan dan jurnal
(pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang : Nama Barang : XYZ No. Kode rek : Lokasi : Metode : LIFO
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Saldo
Maret 1 10 2000 20000 20000 13 7 2000 14000 3 2000 6000 6000 17 8 2100 16800 3 2000 6000 8 2100 16800 22800 22 4 2100 8400 3 2000 6000 4 2100 8400 14400 28 2 2100 4200 3 2000 6000 6000 30 10 2200 22000 2 2100 4200 3 2000 6000 2 2100 4200 10 2200 22000 36400
Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000 Penjualan 21000 13 Harga Pokok Penjualan 14000 Persediaan 14000
Mencatat pembelian secara kredit:
17 Persediaan 16800 Hutang Usaha 16800
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000 Penjualan 12000 22 Harga Pokok Penjualan 8400 Persediaan 8400
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 43
28 Piutang Usaha 6000 Penjualan 6000 28 Harga Pokok Penjualan 4200 Persediaan 4200
Mencatat pembelian secara kredit:
30 Persediaan 22000 Hutang Usaha 22000
Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 2.1000
Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000
Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.400
Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.200
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.600
c) Metode Biaya Rata-rata
Apabila metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan
perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan dihitung
setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk
menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya
dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik penghitungan rata-rata ini
dinamakan dengan rata-rata bergerak (moving average).
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 44
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang : Nama Barang : XYZ No. Kode rek : Lokasi : Metode : Average
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Saldo
Maret 1 10 Rp 2000 Rp 20000
Rp 20000
13 7 Rp 2000 Rp 14000
3 2000 6000 6000
17 8 Rp2100 Rp16800 11 2073 22803 22803 22 4 2073 8292 7 2073 14511 14511 28 2 2073 4146 5 2073 10365 10365 30 10 2200 22000 15 2158 32370 32370
Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000 Penjualan 21000 13 Harga Pokok Penjualan 14000 Persediaan 14000
Mencatat pembelian secara kredit:
17 Persediaan 16800 Hutang Usaha 16800
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000 Penjualan 12000 22 Harga Pokok Penjualan 8292 Persediaan 8292
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
28 Piutang Usaha 6000 Penjualan 6000 28 Harga Pokok Penjualan 4146 Persediaan 4146
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 45
Mencatat pembelian secara kredit:
30 Persediaan 22000 Hutang Usaha 22000
Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000
Penjualan tanggal 22 Maret: Rp 12.000
Penjualan tanggal 28 Maret Rp 6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.292
Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.146
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.438
Beberapa contoh kasus yang sudah dibahas hanya berkaitan dengan perusahaan
dagang. Kasus berikut ini berkaitan dengan mutasi persediaan di perusahaan
manufaktur.
PT. Sukacita adalah sebuah perusahaan yang memproduksi barang “XYZ” untuk
dijual. Berikut ini beberapa transaksi yang berkaitan dengan PT. Sukacita selama
Tahun 2009.
Soal: a. Data pembelian bahan baku utama sebagai berikut:
Unit Harga per unit Januari 250 10.000 Maret 400 12.500 April 230 14.000 Mei 200 15.000 Juli 170 16.000 Agustus 410 18.000 Oktober 300 20.000 November 380 21.500
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 46
b. Data pengeluaran bahan baku ke bagian produksi untuk diproses adalah
sebagai berikut:
Unit Februari 320 April 210 Juni 360 Juli 340 Oktober 450 Desember 500
c. Data tambahan yang terjadi selama Tahun 2009, sebagai berikut:
Pada akhir bulan Desember sebanyak 350 unit dengan harga Rp. 22.000,-
per unit-nya, masih dalam perjalanan, pembelian dilakukan dengan syarat
FOB Destination Point.
Pembelian bahan baku pada bulan Maret, ada sebagian yang tidak sesuai
pesanan sehingga pada awal bulan berikutnya dikembalikan sebanyak
210 unit.
Di akhir periode dilakukan stock opname dan hasilnya adalah sebanyak
190 unit bahan baku yang masih tersisa di gudang.
Diketahui pula Laporan Rugi Laba Tahun 2008, Saldo Persediaan akhir per
tanggal 31 Desember 2008 adalah sebanyak 240 unit dengan total nilai
sebesar Rp. 2.160.000.
Pertanyaan: tentukan saldo persediaan akhir dan harga pokok bahan baku-nya,
jika PT. Sukacita dalam penilaian persediaannya menggunakan:
a. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem periodik.
b. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem perpetual dengan
membuat kartu persediaan.
Jawaban:
Guna mempermudah menjawab soal tersebut, pertama kali kita urutkan data-
data yang sesuai bulan terjadinya transaksi, berikut ini:
Bulan Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 47
Saldo Awal 240 Rp 9.000 Rp 2.160.000 Januari Pembelian 250 10.000 Rp 2.500.000 Pebruari Produksi 320 Maret Pembelian 400 12.500 5.000.000 Retur 210 12.500 2.625.000 April Produksi 210 Pembelian 230 14.000 3.220.000 Mei Pembelian 200 15.000 3.000.000 Juni Produksi 360 Juli Pembelian 170 16.000 2.720.000 Produksi 340 Agustus Pembelian 410 18.000 7.380.000 Oktober Pembelian 300 20.000 6.000.000 Produksi 450 Nopember Pembelian 380 21.500 8.170.000 Desember Produksi 500
Berdasarkan rincian tersebut, maka dapat dihitung bahwa jumlah barang yang
tersedia untuk diproduksi sebanyak 2.370 unit. Berdasarkan perhitungan fisik
diperoleh jumlah persediaan akhir sebanyak 190 unit, sehingga jumlah barang
yang diproduksi sebanyak 2.180 unit (2.370 unit – 190 unit).
a. Periodik – FIFO
Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah Saldo Awal 240 9.000 2.160.000 Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000 Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000 Pembelian April 230 14.000 3.220.000 Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000 Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000 Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000 Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000 Pembelian Nopember 190 21.500 4.085.000 Total 2.180 33.440.000
Berdasarkan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam
produksi senilai Rp 33.440.000. Untuk menghitung nilai persediaan akhir,
terlebih dahulu dihitung jumlah barang bahan baku yang siap digunakan
untuk produksi. Berikut perhitungan bahan baku yang siap diproduksi:
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 48
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah Saldo Awal 240 9.000 2.160.000 Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000 Pembelian Maret 400 12.500 5.000.000 Retur Maret (190) 12.500 (2.625.000) Pembelian April 230 14.000 3.220.000 Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000 Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000 Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000 Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000 Pembelian Nopember 380 21.500 4.085.000 Total 2.370 37.525.000
Dengan demikian, jumlah nilai persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang
siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang
diproduksi (Rp 33.440.000) yaitu Rp 4.085.000.
b. Periodik – LIFO
Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah Pembelian Nopember
380 21.500 8.170.000
Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000 Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000 Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000 Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000 Pembelian April 230 14.000 3.220.000 Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000 Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000 Saldo Awal 240 9.000 2.160.000 Total 2.180 35.815.000
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang
digunakan dalam produksi senilai Rp 35.815.000. Dengan menggunakan
perhitungan bahan baku yang siap digunakan untuk produksi sebelumnya, maka
jumlah persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp
37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp
35.815.000) yaitu Rp 1.710.000.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 49
c. Periodik – Average
Untuk menghitung harga pokok bahan baku, terlebih dahulu dihitung biaya per
unit bahan baku. Biaya per unit bahan baku adalah jumlah bahan baku yang siap
digunakan untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dibagi dengan jumlah unit yang
tersedia untuk diproduksi (2.370 unit) yaitu Rp 15.833. Dengan biaya per unit
sebesar Rp 15.833 maka harga pokok bahan baku adalah Rp 34.515.940
(Rp15.833 x 2.180 unit).
d. Perpetual – FIFO
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku 2009 Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Saldo
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000 Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000 Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000 Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000 April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000 230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000 210 2.940.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000 410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000 50 16.000 800.000 400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 50
Dari kartu persediaan tersebut, diketahui bahwa nilai persediaan akhir bahan
baku sebanyak Rp 4.085.000. Dengan demikian, jumlah harga pokok produksi
adalah bahan baku yang tersedia untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi nilai
persediaan akhir bahan baku (Rp 4.085.000) yaitu Rp 33.440.000. cara seperti ini
digunakan juga untuk menentukan nilai persediaan akhir bahan baku dan harga
pokok produksi dengan sistem perpetual dan metoe LIFO maupun average.
e. Perpetual – LIFO
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku 2009 Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Saldo
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000 Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000 Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000 Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000 April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000 230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000 210 2.940.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000 410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000 50 16.000 800.000 400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 51
f. Perpetual – Average
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku 2009 Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Unit Harga
Per unit Total Saldo
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000 Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000 Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000 Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000 April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000 230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000 210 2.940.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000 410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000 50 16.000 800.000 400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000
3. Perbandingan Metode Penilaian
Seperti telah diilustrasikan, ketiga metode perhitungan biaya persediaan masing-
masing memiliki asumsi arus biaya yang berbeda. Apabila biaya per unit
cenderung stabil dari waktu ke waktu, ketiga metode akan memberikan hasil
yang sama. Namun, karena harga selalu berubah, ketiga metode tersebut akan
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 52
menghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode
berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan
akhir.
Dengan menggunakan beberapa contoh sebelumnya untuk sistem persediaan
periodik dan dengan mengasumsikan bahwa penjualan bersih adalah Rp
15.000.000 laporan laba rugi sebagian berikut mengindikasikan pengaruh setiap
metode apabila harga naik:
Laporan Laba Rugi Sebagian FIFO Biaya Rata-rata LIFO Penjualan Bersih Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Harga pokok penjualan: Persediaan awal 1.800.000 1.800.000 1.800.000 Pembelian 8.600.000 8.600.000 8.600.000 Barang tersedia dijual 10.400.000 10.400.000 10.400.000 Dikurangi persediaan akhir 3.400.000 3.120.000 2.800.000 Harga pokok penjualan 7.000.000 7.280.000 7.600.000 Laba kotor 8.000.000 7.720.000 7.400.000 Ringkasan pengaruh ketiga metode - Persediaan
akhir tertinggi - Harga pokok penjualan terendah. - Laba kotor tertingi
Hasil berada diantara hasil FIFO dan LIFO
- Persediaan akhir terendah
- Harga pokok penjualan tertinggi
- Laba kotor terendah
4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok
Seperti telah di bahas sebelumnya, biaya merupakan dasar utama untuk
penilaian persediaan. Namun, dalam sejumlah kasus, persediaan bisa dinilai
selain dari biaya. Dua situasi semacam itu muncul apabila (1) biaya penggantian
barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan (2)
persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, using,
perubahan gaya, atau penyebab lainnya.
1) Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga
Pasar
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 53
Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripara biaya
pembeliannya maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau
harga pasar (lower-of-cost-or-market-LCM method) digunakan untuk menilai
persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk
mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan
pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam bisnis
yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang
teknologinya berubah cepat (misalnya, televise dan komputer), penurunan harga
sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan
laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar.
Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat
ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian
(replacement cost) dapat ditentukan untuk (1) setiap jenis barang dalam
persediaan, (2) kelas atau kategori utama persediaan, dan (3) persediaan secara
keseluruhan. Dalam praktik, yang ditentukan biasanya adalah biaya dan biaya
penggantian setiap jenis barang.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa terdapat 400 unit barang yang identik
dalam persediaan, yang dibeli dengan harga Rp 1.050 untuk menggantinya, maka
harga sebesar Rp 1.050 akan dikalikan dengan 400 untuk menentukan nilai
persediaan. Pada sisi lain, jika barang tersebut dapat diganti dengan harga Rp
950 per unit, biaya penggantian sebesar Rp 950 akan digunakan untuk tujuan
penilaian.
Tampilan berikut mengilustrasikan metode untuk penyusunan data
persediaan dan penerapan metode LCM ke setiap barang persediaan. Jumlah
penurunan nilai pasar Rp 45.000 (Rp 1.552.000 – Rp 1.507.000), bisa dilaporkan
sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi atau dimasukkan dalam harga
pokok penjualan. Yang pasti, laba bersih akan berkurang sebesar penurunan
harga pasar.
Penentuan Nilai Persediaan dengan Metode LCM Komoditas Jumlah
Persediaan Biaya
per Unit Harga
Pasar per Unit
Total Biaya Pasar Lebih Rendah
Biaya atau Pasar (LCM)
A 400 Rp 1.025
Rp 950 Rp 410.000 380.000 380.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 54
B 120 2.250 2.410 270.000 289.200 270.000 C 600 800 775 480.000 465.000 465.000 D 280 1.400 1.475 392.000 413.000 392.000
Total Rp 1.552.000 Rp 1.547.200 Rp 1.507.000
2) Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih
Seperti yang mungkin telah Anda perkirakan, barang dagang yang telah
using, rusak, cacat, atau yang hanya bisa dijual dengan harga di bawah harga
pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai
dengan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi
harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Sebagai
contoh, asumsikan bahwa barang dagang yang telah rusak, dengan harga pokok
Rp 100.000.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp 80.000.000, dan beban
penjualan langsung diestimasi sebesar Rp 15.000.000. Persediaan ini harus dinilai
sebesar Rp 65.000.000 (Rp 80.000.000 – Rp 15.000.000), yang merupakan nilai
realisasi bersihnya.
b. Latihan 3
1. Transaksi persediaan suatu perusahaan dagang bulan Juli Tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
Tanggal Transaksi Kuantitas Harga Per Unit
01/07/10 Persediaan awal 400 100.000
12/07/10 Penjualan 200 200.000
18/07/10 Pembelian 200 110.000
25/07/10 Penjualan 350 200.000
29/07/10 Pembelian 150 115.000
30/07/10 Stock opname 200
Tentukan nilai persediaan akhir, dengan menggunakan:
a. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem periodik
b. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem perpetual (buat kartu
persediaan)
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 55
2. Buat laporan laba rugi untuk akhir bulan Juli 2010 dengan menggunakan
metode FIFO, LIFO, dan Average (perpetual)
3. Metode apa yanag akan Saudara pilih, jika tujuan perusahaan:
a) Memaksimalkan pajak penghasilan
b) Melaporan laba serendah mungkin
c) Melaporkan nilai persediaan akhir yang paling mendekati harga pasar
c. Rangkuman
1. Pada sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali
penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk
mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan
fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan
harga pokok penjualan
2. Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada pada
tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang
yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari
pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya
persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga
pokoknya.
3. Metode Harga Pokok Spesifik adalah metode penilaian persediaan yang
memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga
pokok barang yang dijual.
4. Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) adalah
metode penilaia persediaan dimana biaya persediaan yang paling awal yang
ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan
5. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) adalah
metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling
akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.
6. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang adalah metode rata-rata
tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah
harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya,
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 56
d. Tes Formatif 3
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 3 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 6.
Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama
tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 2.750 unit.
1. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
2. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
3. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 57
4. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
5. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 164.062.500
d. Rp 72.187.500
6. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 164.062.500
d. Rp 72.187.500
Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 7 sampai dengan nomor 15.
Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama
tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 400 Rp 100 12 Februari Penjualan 200 @ Rp 200 18 Maret Pembelian 200 110 25 Juni Penjualan 350 @ Rp 200 30 Agustus Pembelian 150 115
7. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 5.500
c. Rp 17.250
d. Rp 56.500
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 58
8. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
FIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 5.500
c. Rp 17.250
d. Rp 56.500
9. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 79.250
b. Rp 22.750
c. Rp 53.500
d. Rp 56.500
10. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
11. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
12. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 59
13. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
14. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
rata-rata (average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
15. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci dibawah rumus.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 60
Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:
91 % s.d 100 % : Sangat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi kegiatan belajar 3 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda
dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 61
ESTIMASI NILAI PERSEDIAAN
a. Uraian dan Contoh
Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung
persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. Walaupun demikian perusahaan
tersebut tetap memerlukan laporan keuangan yang dibuat per periode. Karena
itu sering perusahaan harus memperkirakan nilai dari
persediaan yang dimilikinya. Banjir atau kebakaran dapat
menghancurkan persediaan barang, dan untuk
mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi,
perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan nilai
persediaan tanpa harus menghitung persediaan akhir yang dimilikinya. Metode
yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode
laba kotor dan metode eceran. Kedua metode ini sering dipakai dalam praktik.
1. Metode Laba Kotor
Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang
direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir
Indikator keberhasilan :
1. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode eceran. 2. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor.
KEGIATAN BELAJAR 4
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 62
periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun
sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga
pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat
laba kotor, jumlah rupiah penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam
dua komponen: (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Harga pokok
penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual
guna mendapatkan estimasi harga pokok persediaan.
Sebagai contoh, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar Rp57.000,
pembelian selama bulan januari Rp180.000, dan penjualan bersih selama bulan
tersebut adalah Rp250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30% dari
penjualan bersih. Berikut perhitungan estimasi nilai persediaan per 31 Januari.
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp57.000 Pembelian selama Januari (bersih) 180.000 Barang yang tersedia untuk dijual 237.000 Penjualan selama Januari (bersih) Rp250.000 Dikurangi estimasi laba kotor (30% x Rp250.000) 75.000 Estimasi harga pokok penjualan 175.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp62.000
Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan
laporan keuangan bulanan atau triwulanan dalam sistem persediaan periodik.
Metode ini juga sangat berguna dalam mengestimasi harga pokok barang
dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya. Akuntan, manager,
dan juga auditor dapat menggunakan metode laba kotor ini untuk memeriksa
tingkat kewajaran dari persediaan yang kita hitung secara fisik. Metode ini dapat
menolong untuk menemukan kesalahan– kesalahan saat pada perhitungan fisik
2. Metode Harga Eceran
Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya
persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang
tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk
menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus
ditetapkan dan ditotalkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 63
mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang
tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan
kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya
terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. Berikut
ilustrasi penentuan persediaan dengan metode eceran.
Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp19.400 Rp36.000 Pembelian bulan Januari (bersih) 42.600 64.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp62.000 Rp100.000 Rasio biaya terhadap harga eceran 62.000 62%
100.000RpRp
Penjualan bulan Januari (bersih) Rp70.000 Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada eceran Rp30.000 Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada estimasi biaya (Rp30.000 x 62%)
Rp18.600
Jika persediaan terdiri atas berbagai kelas barang dagang dengan tingkat
laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan
harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan
utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut dapat digunakan
untuk menentukan nilai persediaan untuk digunakan dalam menyusun laporan
bulanan atau triwulanan apabila sistem periodik digunakan.
Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya
menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya.
Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan
harga pokok penjualan. Namun, metode eceran mengharuskan perusahaan
untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada
harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian,
sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag.
Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran
menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga
belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000
kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran
dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 64
akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran
untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja
proses ini
Misalkan perusahaan pengecer menpunyai empat kategori persediaan,
dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda. Bagaimanakah cara
perusahaan tersebut menggunakan metode eceran untuk memperkirakan harga
pokok persediaan akhir yang dimilikinya?. Terapkan metode eceran secara
terpisah pada setipa kategori dari persediaan , kemudian dengan menggunakan
rasio yang spesifik untuk keempat kategori tersebut ,kita dapat mencari nilai
persediaan akhir berdasarkan harga perolehan . Setelah itu jumlahkan Keempat
Jenis persediaan tersebut untuk mendapatkan total biaya persediaan akhir
perusahaan .
Walaupun metode eceran ini hanya merupakan teknik untuk
memperkirakan harga pokok persediaan, tapi banyak perusahaan yang
menggunakan metode ini utnuk menilai biaya persediaan akhir yang akan
tercantum dineraca. Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya menghitung
persediaan yang dimilikinya sepanjang tahun, tapi perhitungan tersebut
dilakukan berdasarkan harga eceran
b. Latihan 4
Agar Saudara dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 4 ini, coba
kerjakan latihan-latihan berikut ini.
1. Sebutkan metode yang sering digunakan untuk mengestimasi nilai
persediaan?
2. Laba kotor yang mana yang biasanya digunakan sebagai dasar estimasi nilai
persediaan?
3. Jelaskan kegunaan metode laba kotor bagi seorang akuntan?
4. Jelaskan secara singkat metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan?
5. Bagaimanakah cara perusahaan menggunakan metode eceran untuk
mengestimasi nilai persediaan akhir, apabila perusahaan mempunyai 4
kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-
beda?
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 65
c. Rangkuman
1. Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung
persediaan akhirnya pada setiap akhir periode.
2. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir
adalah metode laba kotor dan metode eceran.
3. Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor
yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan
pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari
tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam
harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.
4. Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya
persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang
tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama.
d. Tes Formatif 4
1. Jika rasio harga pokok terhadap eceran adalah 75% dan persediaan akhir
pada harga eceran adalah Rp1.000.000. Berapa estimasi nilai persediaan akhir
pada biaya/harga pokok?
a. Rp750.000
b. Rp250.000
c. Rp1.000.000
d. Rp1.750.000
2. Berapa estimasi nilai persediaan akhir jika barang dagang yang tersedia untuk
dijual adalah Rp350.000, penjualan Rp500.000, dan persentase laba kotor
40%?
a. Rp300.000
b. Rp200.000
c. Rp50.000
d. Rp150.000
3. Berdasarkan data-data berikut, tentukan rasio biaya terhadap harga eceran
yang akan digunakan untuk mengestimasikan biaya persediaan dengan
metode eceran:
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 66
Biaya Eceran 1 Maret Persediaan barang dagang Rp250.000 Rp350.000 1-31 Maret Pembelian (bersih) 1.212.000 1.370.000 1-31 Maret Penjualan (bersih) 1.300.000
a. 71,42%
b. 88,46%
c. 85,00%
d. 76,00%
4. Berdasarkan data-data berikut, estimasikan biaya persediaan barang dagang
per 30 Juni dengan metode eceran:
Biaya Eceran 1 Juni Persediaan barang dagang Rp180.000 Rp200.000 1-30 Juni Pembelian (bersih) 720.000 800.000 1-30 Juni Penjualan (bersih) 895.000 a. Rp900.000
b. Rp1.000.000
c. Rp105.000
d. Rp94.500
Soal nomor 5 dan 6 menggunakan data berikut ini.
Persediaan barang dagang telah musnah akibat kebakaran pada tanggal 17
Maret. Data-data berikut diperoleh dari catatan akuntansi:
1 Januari Persediaan barang dagang Rp200.000 1 Januari – 17 Maret Pembelian (bersih) 950.000 Penjualan (bersih) 1.450.000 Estimasi tingkat laba kotor 35%
5. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan yang telah musnah itu.
a. Rp507.500
b. Rp1.150.000
c. Rp207.500
d. Rp942.500
6. Estimasikan nilai persediaan barang dagang yang telah musnah itu.
a. Rp507.500
b. Rp1.150.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 67
c. Rp207.500
d. Rp942.500
Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 7 dan 8.
Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan
pada suatu perusahaan.
Biaya Eceran 1 Maret Persediaan barang dagang Rp260.000 Rp350.000 Transaksi selama bulan Maret: Pembelian (bersih) 1.134.000 1.700.000 Penjualan 1.850.000 Retur dan potongan penjualan 90.000
7. Berapakah nilai persediaan barang dagang per 31 Maret pada harga eceran?
a. Rp649.400
b. Rp946.400
c. Rp955.000
d. Rp1.095.000
8. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan harga eceran.
a. Rp649.400
b. Rp946.400
c. Rp955.000
d. Rp1.095.000
Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10.
Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan
pada suatu perusahaan.
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000 Transaksi selama bulan Maret dan April Pembelian (bersih) 1.435.000 Penjualan 2.560.000 Retur dan potongan penjualan 160.000 Estimasi tingkat laba kotor 46%
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 68
9. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
a. Rp1.104.000
b. Rp1.296.000
c. Rp439.000
d. Rp1.735.000
10. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan
metode laba kotor.
a. Rp1.104.000
b. Rp1.296.000
c. Rp439.000
d. Rp1.735.000
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci dibawah rumus.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:
91 % s.d 100 % : Sangat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 69
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi kegiatan belajar 4 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda
dapat melanjutkan dengan mengerjakan soal-soal tes sumatif.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 70
PENUTUP
Auditor yang profesional sangat dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai dalam rangka tugas audit Kepabeanan dan Cukai. Dengan membaca
modul Akuntansi Persediaan ini diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan
dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan. Pengetahuan
dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan sangat
membantu dalam pelaksanaan tugas audit pada Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 71
TES SUMATIF
Setelah Anda mempelajari keseluruhan modul Akuntansi Persediaan ini serta
mengerjakan beberapa latihan dan tes formatif, maka kerjakan tes sumatif berikut
ini untuk menguji hasil belajar Anda secara komprehensif. Berikan tanda silang
(X) pada jawaban yang Anda anggap benar.
1. Meja kursi yang sedang dalam proses produksi tetapi belum selesai
dikerjakan bagi perusahaan pembuat meubelair tersebut termasuk kategori.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
2. Kayu meranti sebagai bahan utama meja kursi dimasukkan kategori.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
3. Dengan metode LIFO, maka akan diperoleh...
a. Tingkat laba maksimum
b. Pembayaran pajak minimum
c. Tingkat pajak maksimum
d. Nilai persediaan akhir paling dekat dengan harga pasar
4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah
5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 72
d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi
6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.500 unit dengan harga Rp1000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 1.500.000 Kas 1.500.000 b. Persediaan 1.500.000 Hutang 1.500.000 c. Pembelian 1.500.000 Kas 1.500.000 d. Pembelian 1.500.000 Hutang 1.500.000
7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.750 unit dengan harga Rp200 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 350.000 Penjualan 350.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan Xxx b. Piutang Dagang 350.000 Penjualan 350.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 350.000 Penjualan 350.000 d. Piutang Dagang 350.000 Penjualan 350.000
8. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian
terakhir....
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
9. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya...
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
10. Jika penyusutan persediaan pada akhir tahun disajikan terlalu tinggi sebesar
Rp75.000, kesalahan tersebut akan menyebabkan:
a. Penyajian harga pokok penjualan tahun tersebut yang lebih rendah
sebesar Rp75.000.
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 73
b. Penyajian laba kotor tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000.
c. Penyajian persediaan barang dagang tahun tersebut yang lebih tinggi
sebesar Rp75.000.
d. Penyajian laba bersih tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.
11. Metode perhitungan biaya persediaan yang didasarkan pada asumsi bahwa
biaya harus dibebankan terhadap pendapatan sesuai dengan urutan kejadian
terjadinya adalah:
a. FIFO
b. LIFO
c. Biaya rata-rata
d. Persediaan perpetual
12. Jika persediaan barang dagang dinilai berdasarkan biaya atau harga pokok
dan tingkat harga terus meningkat, metode perhitungan biaya yang akan
memberikan laba bersih paling tinggi adalah:
a. FIFO
b. LIFO
c. Biaya rata-rata
d. Persediaan perpetual
13. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok bahan baku apabila
menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya
FIFO?
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Jumlah bahan baku yang belum digunakan pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 6.500 unit.
a. Rp 166.500.000
b. Rp 79.250.000
c. Rp 87.250.000
d. Rp 87.500.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 74
14. Berdasarkan data pada soal nomor 10, tentukan nilai bahan baku akhir per
31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.500.000
b. Rp 79.250.000
c. Rp 87.250.000
d. Rp 87.500.000
15. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan
biaya LIFO?
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 25 unit.
a. Rp 27.275.000
b. Rp 500.000
c. Rp 27.775.000
d. Rp 510.000
16. Berdasarkan data pada soal nomor 12, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 27.275.000
b. Rp 500.000
c. Rp 27.775.000
d. Rp 510.000
17. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan
biaya rata-rata (average)?
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 75
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 4.760 unit.
a. Rp 5.774.480
b. Rp 5.245.520
c. Rp 11.020.000
d. Rp 11.020.000
18. Berdasarkan data pada soal nomor 14, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 5.774.480
b. Rp 5.245.520
c. Rp 11.020.000
d. Rp 11.020.000
19. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir bahan baku per
31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan
metode perhitungan biaya FIFO?
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 400 Rp 1.000 1 Maret Penjualan 200 @ Rp 1.500 17 Maret Pembelian 200 1.100 18 Maret Penjualan 350 @ Rp 1.750 13 September Pembelian 150 1.150 1 Desember Penjualan 125 @ Rp 1.800 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 25 unit
persediaan yang dibeli tanggal 17 Maret 2009 langsung dikembalikan ke vendor-nya dan akan diganti pada awal Tahun 2010.
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
20. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan
biaya FIFO?
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 76
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
21. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan laba kotor penjualan apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
FIFO?
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
22. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan
metode perhitungan biaya LIFO?
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 300 Rp 2.000 250 2.105 1 Maret Penjualan 368 @ Rp 2200 17 Maret Pembelian 200 2.110 13 September Penjualan 230 @ Rp 2300 1 Desember Pembelian 150 2.115
a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
23. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
24. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan
perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 1.865.500
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 77
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
25. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 420 Rp 10.000 12 Februari Penjualan 200 @ Rp 11.000 18 Maret Pembelian 280 11.000 25 Juni Penjualan 350 @ Rp 12.000 30 Agustus Pembelian 200 11.500 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 50 unit persediaan
yang dijual tanggal 25 Juni 2009 langsung dikembalikan oleh pembeli dan akan diganti pada awal Tahun 2010.
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
26. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
27. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan
perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
28. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan harga eceran.
Biaya Eceran
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 78
1 Maret Persediaan barang dagang Rp 30.500.000 Rp 31.750.000 Transaksi selama bulan Maret: Pembelian (bersih) 11.134.000 11.700.000 Penjualan 35.850.000 Retur dan potongan penjualan 900.000
a. Rp 8.160.000
b. Rp 9.350.000
c. Rp 41.634.000
d. Rp 43.450.000
29. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp3.000.000 Transaksi selama bulan Maret dan April Pembelian (bersih) 10.435.000 Penjualan 20.560.000 Retur dan potongan penjualan 1.600.000 Estimasi tingkat laba kotor 35%
a. Rp 13.435.000
b. Rp 18.960.000
c. Rp 12.324.000
d. Rp 1.111.000
30. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
a. Rp 13.435.000
b. Rp 18.960.000
c. Rp 12.324.000
d. Rp 1.111.000
***
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 79
KUNCI JAWABAN
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
KEGIATAN BELAJAR 1 KEGIATAN BELAJAR 2 Bagian 1 Bagian 2
1. c 2. b 3. b 4. a 5. b 6. c 7. d 8. b 9. b 10. d
11. a 12. b 13. c 14. a 15. a
1. tidak 2. tidak 3. tidak 4. tidak 5. masuk 6. tidak 7. masuk 8. tidak 9. masuk
1. b 2. c 3. a 4. c 5. a 6. d 7. b 8. c 9. a 10. b 11. d 12. b 13. d 14. a 15. a
KEGIATAN BELAJAR 3
1. b {Rp 161.750.000}
Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:
Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 1.250 Rp 27.000 Rp 33.750.000 Jumlah 6.250 Rp 161.750.000
2. c {Rp 74.500.000}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 161.750.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 74.500.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 80
3. a {Rp 166.750.000}
Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:
Unit Harga per Unit Jumlah 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 6 Pebruari Pembelian 2.250 Rp 26.000 Rp 58.500.000 Jumlah 6.250 Rp 166.750.000
4. d {Rp 69.500.000}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 166.750.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 69.500.000
5. c {Rp 164.062.500}
Biaya rata-rata per unit: Rp 236.250.000 / 9.000 unit = Rp 25.250
Harga pokok penjualan: 6.250 unit x Rp 25.250 = Rp 164.062.500
6. d {Rp 72.187.500}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 236.250.000
Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 164.062.500
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 72.187.500
7. a {Rp 22.750}
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga
Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Saldo
Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000 200 110 22.000 42.000 Juni 25 200 100 20.000 150 110 16.500 50 110 5.500 5.500 Agustus 30 150 115 17.250 50 110 5.500 150 115 17.250 22.750
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 81
8. d {Rp 56.500}
9. c {Rp 53.500}
Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 110.000 (a)
12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b) 1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c) 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 22.750 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.500 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.500 (g) = (a) – (f)
10. b {Rp 22.250}
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga
Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Saldo
Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000 200 110 22.000 42.000 Juni 25 200 110 22.000 150 100 15.000 50 100 5.000 5.000 Agustus 30 150 115 17.250 50 100 5.000 150 115 17.250 22.250
11. c {Rp 57.000}
12. d {Rp 53.000}
Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 110.000 (a)
12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b) 1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c) 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 82
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 22.250 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 57.000 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.000 (g) = (a) – (f)
13. a {Rp 22.500}
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga
Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Saldo
Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 400 105 42.000 42.000 Juni 25 350 105 36.750 50 105 5.250 5.250 Agustus 30 150 115 17.250 200 112.5 22.500 22.500
14. d {Rp 56.750}
15. c {Rp 53.250}
Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 110.000 (a)
12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b) 1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c) 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 22.500 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.750 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.250 (g) = (a) – (f)
KEGIATAN BELAJAR 4
1. a {750.000 = 75% x Rp1.000.000}
2. d {150.000 = (350.000 – (40% x 500.000))}
3. c (85%)
Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp250.000 Rp350.000 Pembelian bulan Maret (bersih) 1.212.000 1.370.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.462.000 Rp1.720.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 83
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.462.000=85%Rp1.720.000
4. d (Rp 94.500)
Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Juni Rp180.000 Rp200.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 720.000 800.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp900.000 Rp1.000.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp900.000
=90%Rp1.000.000
Penjualan bulan Juni (bersih) Rp895.000 Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada eceran Rp105.000 Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada estimasi biaya (Rp105.000 x 90%)
Rp94.500
5. d (Rp942.500)
6. c (Rp207.500)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp200.000 Pembelian selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) 950.000 Barang yang tersedia untuk dijual 1.150.000 Penjualan selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Rp1.450.000 Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp1.450.000) 507.500 Estimasi harga pokok penjualan 942.500 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp207.500
7. c (Rp955.000)
8. a (Rp649.400)
Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp260.000 Rp350.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 1.134.000 1.700.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.394.000 Rp2.050.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.394.000
=68%Rp2.050.000
Penjualan bulan Maret Rp1.185.000 Retur dan potongan penjualan 90.000 Penjualan bulan Maret (bersih) 1.095.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp955.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya (Rp955.000 x 68%)
Rp649.400
9. b (Rp1.296.000)
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 84
10. c (Rp439.000)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000 Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 1.435.000 Barang yang tersedia untuk dijual 1.735.000 Penjualan selama bulan Maret dan April Rp2.560.000 Retur dan potongan penjualan 160.000 Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 2.400.000 Dikurangi estimasi laba kotor (46% x Rp2.400.000) 1.104.000 Estimasi harga pokok penjualan 1.296.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp439.000
KUNCI JAWABAN TES SUMATIF
1. c
2. b
3. b
4. b
5. c
6. d
7. b
8. b
9. d
10. d
11. a
12. a
13. b {Rp 79.250.000} Perhitungan harga pokok bahan baku: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000 17 Maret Pembelian 2.900 Rp 12.000 Rp 34.800.000 Harga pokok penjualan Rp 79.250.000
14. c {Rp 87.250.000} Perhitungan nilai persediaan akhir, sebagai berikut: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 Rp 40.800.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 Rp 67.500.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 85
1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 166.500.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 79.250.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 87.250.000
15. a {Rp 27.275.000} Perhitungan harga pokok bahan baku: Unit Harga per Unit Jumlah 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Rp 10.625.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 7.350.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 6.300.000 1 Januari Persediaan Awal 150 Rp 20.000 3.000.000 Harga pokok penjualan Rp 27.275.000
16. b {Rp 500.000} Perhitungan nilai persediaan akhir: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 Rp 3.500.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 6.300.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 7.350.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 10.625.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 27.775.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 27.275.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 500.000
17. a {Rp 5.774.480} Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000 Rp 2.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100 3.300.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 3.920.000 25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 1.800.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 11.020.000 Jumlah barang yang tersedia untuk dijual 10.000 unit Biaya rata-rata per unit: Rp 11.020.000 / 10.000 unit = Rp 1.102 Harga pokok penjualan: 5.240 unit yang terjual x Rp 1.102 = Rp 5.774.480
18. b {Rp 5.245.520} Perhitungan nilai persediaan akhir: Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 11.020.000 Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 5.774.480 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 5.245.520
19. b {Rp 57.500}
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 86
2009 Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Saldo
1 Januari 400 1.000 400.000 400.000 1 Maret 200 1.000 200.000 200 1.000 200.000 200.000 17 Maret 175 1.100 192.500 200 1.000 200.000 175 1.100 192.500 392.500 18 Maret 200 1.000 200.000 150 1.100 165.000 25 1.100 27.500 27.500 13 September 150 1.150 172.500 25 1.100 27.500 150 1.150 172.500 200.000 1 Desember 25 1.100 27.500 100 1.150 115.000 50 1.150 57.500 57.500
Jumlah persediaan akhir adalah Rp 57.500 (50 unit x Rp 1.150).
20. {Rp 707.500} Perhitungan harga pokok penjualan: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Maret Penjualan 200 Rp 1.000 Rp 200.000 18 Maret Penjualan 200 Rp 1.000 200.000 150 Rp 1.100 165.000 13 September Penjualan 25 Rp 1.100 27.000 100 Rp 1.150 115.000 Harga pokok penjualan Rp 707.500
21. {Rp 430.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 1.137.500 (a)
1/03: 200 x Rp 1.500 = Rp 300.000 18/03: 350 x Rp 1.750 = Rp 612.500 1/12: 125 x Rp 1.800 = Rp 225.000
Persediaan Awal Rp 400.000 (b) 1/01: 400 x Rp 1.000 =
Pembelian: Rp 365.000 (c) 17/03: 175 x Rp 1.100 = Rp 192.500 13/09: 150 x Rp 1.150 = Rp 172.500
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 765.000 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 57.500 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 707.500 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 430.000 (g) = (a) – (f)
22. b {Rp 621.250} Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Saldo
Januari 1 300 2000 600000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 87
250 2105 526250 1126250 Maret 1 250 2105 526250 118 2000 236000 182 2000 364000 364000 Maret 17 200 2110 422000 182 2000 364000 200 2110 422000 786000 September 13 200 2110 422000 30 2000 60000 152 2000 304000 304000 Desember 1 150 2115 317250 152 2000 304000 150 2115 317250 621250
23. Rp 1.244.250}
Perhitungan harga pokok penjualan: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Maret Penjualan 250 2.105 526.250 118 2.000 236.000 13 September Penjualan 200 2.110 422.000 30 2.000 60.000 Harga pokok penjualan Rp 707.500
24. d {Rp 94.350} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 1.338.600 (a)
1/03: 368 x Rp 2.200 = Rp 809.600 13/09: 230 x Rp 2.300 = Rp 529.000
Persediaan Awal Rp 1.126.250 (b) 1/01: 300 x Rp 2000 = 600.000
250 x Rp 2.105 = 526.250
Pembelian: Rp 739.250 (c) 17/03: 200 x Rp 2110 = Rp 422.000 1/12: 150 x Rp 2115 = Rp 317.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp1.865.500 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 621.250 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 1.244.250 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 94.350 (g) = (a) – (f)
25. a {Rp 4.412.000} Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Unit Harga Per unit
Total Saldo
Januari 1 420 10000 4200000 4200000 Februari 12 200 10000 2000000 220 10000 2200000 2200000 Maret 18 280 11000 3080000 500 10560 5280000 5280000 Juni 25 300 10560 3168000 200 10560 2112000 2112000 Agustus 30 200 11500 2300000 400 11030 4412000 4412000
26. Rp 5.168.000}
Perhitungan harga pokok penjualan: Unit Harga per Unit Jumlah 12 Februari Penjualan 200 10000 2.000.000 30 Juni Penjualan 300 10560 3.168.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 88
Harga pokok penjualan Rp 5.168.000
27. c {Rp 1.232.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 6.400.000 (a)
12/02: 200 x Rp 11.000 = Rp 2.200.000 25/06: 350 x Rp 12.000 = Rp 4.200.000
Persediaan Awal Rp 4.200.000 (b) 1/01: 420 x Rp 10.000 =
Pembelian: Rp 5.380.000 (c) 18/03: 280 x Rp 11000 = Rp 3.080.000 30/08: 200 x Rp 11500 = Rp 2.300.000
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 9.580.000 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 4.412.000 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 5.168.000 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 1.232.000 (g) = (a) – (f)
28. d (Rp 8.160.000) Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp30.500.000 Rp31.750.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 11.134.000 11.700.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp41.634.000 Rp43.450.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp41.634.000
=96%Rp43.450.000
Penjualan bulan Maret Rp35.850.000 Retur dan potongan penjualan 900.000 Penjualan bulan Maret (bersih) 34.950.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp 8.500.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya (Rp8.500.000 x 96%)
Rp8.160.000
29. c (Rp12.324.000) 30. d (Rp1.111.000) Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp 3.000.000 Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 10.435.000 Barang yang tersedia untuk dijual 13.435.000 Penjualan selama bulan Maret dan April Rp20.560.000 Retur dan potongan penjualan 1.600.000 Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 18.960.000 Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp18.960.000) 6.636.000 Estimasi harga pokok penjualan 12.324.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp 1.111.000
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 89
DAFTAR ISTILAH
Aktiva : Sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.
Akun : Suatu media untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan atau sumber daya yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva, hutang, modal, penghasilan, dan beban.
Direct Material : semua material yang digunakan dalam proses produksi suatu produk. Sebagai contoh jika produknya adalah baju, maka contoh material di sini adalah (kain, benang, kancing, dll) bahkan jika produk itu dikemas ke dalam plastik, maka plastik itu pun bisa dimasukkan sebagai bahan baku penunjang.
Direct Labour : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi barang. Beberapa biaya tenaga kerja ini diantaranya (gaji, tunjangan, lembur, asuransi, seragam, konsumsi, dll)
Factory Overhead : biaya-biaya dari tenaga kerja tidak langsung, mesin/alat kerja/fasilitas kerja, dan semua biaya pabrikasi lainnya yang biayanya tidak dapat dibebankan langsung ke dalam produk tertentu.
Harga pasar : Tingkat harga yang ditentukan oleh adanya pemintaan dan penawaran.
Harga pokok : Sama dengan harga perolehan, yaitu harga beli ditambah dengan biaya-biaya lain untuk pembelian dan penjualan.
Jurnal : Buku harian yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan yang terjadi setiap hari.
Penjualan Kredit : Penjualan barang dagangan dengan pembayaran dilakukan selang beberapa waktu setelah barang diserahkan.
PSAK : (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yaitu standar yang harus diikuti dalam pencatatan dan pelaporan akuntansi di Indonesia.
Transaksi keuangan
: Kejadian atau peristiwa yang menyangkut perusahaan yang bersifat finansiil (bernilai uang)
Laporan Laba Rugi
: Suatu laporan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit dalam suatu periode akuntansi atau satu tahun
Akuntansi Persediaan
DTSS Post Clearance Audit 90
DAFTAR PUSTAKA
Dian Anita Nuswantara, 2003. Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan. Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Haryono Jusup, 2003. Dasar-dasar akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: STIE YKPN
Yogyakarta. Horngren, Charles T., Walter T Harrison, Michael A. Robinson, dan Thomas H.
Secokusumo, 1988. Akuntansi di Indonesia. Salemba Empat. Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Smith, J.M. dan Skousen, K.F., 1977. Intermediate Accounting, Comprehensive
volume, Sixth Edition, Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.