modul pca inventory accounting

98
MODUL INVENTORY ACCOUNTING DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009 MODUL INVENTORY ACCOUNTING DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI POST CLEARANCE AUDIT (PCA) Oleh : Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si (Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

Upload: jeme-kebon

Post on 19-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul PCA Inventory Accounting

MODUL INVENTORY ACCOUNTING

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009

MODUL INVENTORY ACCOUNTING

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

Oleh : Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si

(Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

Page 2: Modul PCA Inventory Accounting

MODUL INVENTORY ACCOUNTING

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009

MODUL INVENTORY ACCOUNTING

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

Oleh : Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si

(Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

Page 3: Modul PCA Inventory Accounting

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHANKEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

Menunjuk surat keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea

dan Cukai Nomor : KEP-38/PP.5/2009 tanggal 31 Agustus 2009 hal Perubahan

Pertama Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan CukaiNomor KEP-01slPP.5l2OOg Tanggal 2 Maret 2009 tentang Pembentukan Tim

Penyusunan Modul Pendid ikan dan Pelat ihan pada Pusdik la t Bea dan Cukai

Tahun Anggaran 2008, maka kepada sdr. M. Nurkhamid ditugasi untuk

menyusun modul Inventory Accounting pada Diklat Teknis Substantif Spesial isasi(DTSS) Post Clearance Audit di Pusdiklat Bea dan Cukai.

Oleh karena modul Inventory Accounting, DTSS Post Clearance Audit

sebagaimana terlampir telah diseminarkan, maka dengan ini kami nyatakan

bahwa modul yang dimaksud sah dan layak untuk menjadi modul DTSS post

Clearance Audit.

Terima kasih kami ucapkan kepada penyusun dan semua pihak yang

telah membantu penyelesaian materi bahan ajar tersebut.

Demikian kata pengantar dan pengesahan in i d ibuat untuk dipergunakansebagaimana mest inya.

{Jakafi.a, Oktober 2ggg

Endang Tata

NIP 19520817 197510 1 001

Page 4: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit ii

DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………... v

PETA KONSEP MODUL …………………………………………………………. vi

A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 1

1. Deskripsi Singkat ……………………................................................... 1

2. Prasyarat Kompetensi ………………................................................... 2

3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ..................... 3

4. Relevansi Modul ...........……………………………………..………….. 4

B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................ 4

Kegiatan Belajar (KB) 1: Konsep Dasar Akuntansi Persediaan

a. Uraian dan contoh ....................................................................... 5

1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan .………………………

2. Pengendalian Internal Persediaan ……………………............

3. Kepemilikan Persediaan……………………….........................

4. Penentuan Biaya Persediaan…………………………………...

5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan

Keuangan……………………………..…………………………..

5

7

8

10

13

b. Latihan 1 …………………………………………………………...... 15

c. Rangkuman ………………………………………………………….. 16

d. Tes Formatif 1 ………………………………………………………. 17

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 21

Kegiatan Belajar (KB) 2: Prosedur Akuntansi Persediaan

a. Uraian dan contoh ....................................................................... 23

1. Sistem Pencatatan Persediaan .………………………………

2. Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan …………………

23

27

Page 5: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit iii

b. Latihan 2 …….……………………………………………………..... 28

c. Rangkuman …………………………………………………………. 29

d. Tes Formatif 2 ………………………………………………………. 29

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 33

Kegiatan Belajar (KB) 3: Penentuan Nilai Persediaan

a. Uraian dan contoh ....................................................................... 34

1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik …........

2. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Perpetual .........

3. Perbandingan Metode Penilaian............................................

34

39

51

4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok ..................... 52

b. Latihan 3 …….……………………………………………………..... 54

c. Rangkuman …………………………………………………………. 55

d. Tes Formatif 3 ………………………………………………………. 56

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 59

Kegiatan Belajar (KB) 4: Estimasi Nilai Persediaan

a. Uraian dan contoh ....................................................................... 61

1. Metode Laba Kotor ……………………………………..…........

2. Metode Harga Eceran ...........................................................

61

62

b. Latihan 4 …….……………………………………………………..... 64

c. Rangkuman …………………………………………………………. 65

d. Tes Formatif 4 ………………………………………………………. 65

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 68

PENUTUP ………………………………………………………………………….. 70

TES SUMATIF …………………………............................................................ 71

KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) ………………… 79

DAFTAR ISTILAH ...………………………………………………………………. 89

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 90

Page 6: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit iiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan

dagang…................................................................................

58

1.2 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan

manufaktur………………………………………………………..

60

1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan.........……….. 62

1.4. Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap

Neraca dan Laporan Laba Rugi............................…………..

63

3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO) ............................…….. 65

3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO) ............................……... 66

Page 7: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit ivi

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat

diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1

sampai dengan Kegiatan Belajar 4.

Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap

berikut ini:

1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;

2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara

membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar

tersebut);

3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali

ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus

perhatian pada kegiatan belajar ini;

4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;

5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak

pada bagian akhir modul ini.

6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata

hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang

benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan

belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka

peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar

selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67.

7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan

belajar telah dilakukan.

8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini

9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila

ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah

yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari

kegiatan belajar

Page 8: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit vi

PETA KONSEP Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan

kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian

pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara

berkesinambungan selama mempelajari modul.

Kegiatan Belajar 1 – Konsep Dasar Akuntansi Persediaan Materi : Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan;

Pengendalian Internal Persediaan; Kepemilikan Persediaan; Penentuan Biaya Persediaan; Pengaruh Kesalahan

Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Kegiatan Belajar 2 – Prosedur Akuntansi Materi : Sistem Pencatatan Persediaan; Asumsi-asumsi

Penentuan Nilai Persediaan

Kegiatan Belajar 3 – Penentuan Nilai Persediaan Materi : Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik dan Sistem Perpetual; Perbandingan Metode PenilaianPenilaian Persediaan Selain

dari Harga Pokok

Kegiatan Belajar 4 – Estimasi Nilai Persediaan Materi : Estimasi Nilai Persediaan dengan Metode Laba Kotor dan Matode

Harga Eceran

Page 9: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 1

PENDAHULUAN

MODUL AKUNTANSI PERSEDIAAN

1. DESKRIPSI SINGKAT

Anggaplah bahwa Saudara membeli sebuah Home Teater pada bulan Maret.

Anda kemudian berencana menambahkan dua pasang speaker pada Home

Teater tersebut. Namun pada awalnya Anda hanya mampu membeli satu pasang

speaker saja, yang harganya Rp500.000. Pada bulan September Anda membeli

satu pasang speaker lagi yang harganya Rp495.000.

Pada suatu hari, seseorang masuk ke rumah Anda

dan mencuri sepasang speaker. Untungnya peralatan

tersebut diasurasikan, tetapi perusahaan asuransi

ingin mengetahui harga dari speaker yang hilang.

Kedua pasang speaker tersebut identik. Untuk

memenuhi keinginan perusahaan asuransi, Anda harus mengidentifikasi speaker

mana yang dicuri. Apakah speaker yang pertama Anda beli, yang harganya

Rp500.000? Ataukah speaker kedua yang seharga Rp495.000? Asumsi manapun

yang Anda buat menentukan jumlah uang yang akan Anda terima dari

perusahaan asuransi.

Perusahaan juga membuat asumsi yang sama seperti di atas jika persediaan

barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda. Pada akhir periode,

sejumlah barang akan berada dalam persediaan perusahaan dan yang lainnya

telah terjual. Namun, berapa nilai barang-barang yang telah terjual dan berapa

A

Page 10: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 2

nilai barang-barang yang masih dalam persediaan? Nilai persediaan barang

tergantung pada asumsi yang digunakan perusahaan. Apakah perusahaan

menggunakan metode FIFO (first in first out), atau LIFO (last in first out), ataukah

rata-rata (average)? Asumsi perusahaan bisa melibatkan jumlah rupiah yang

tinggi dan dengan demikian dapat memiliki dampak signifikan atas laporan

keuangan perusahaan.

Seorang auditor harus mampu memahami dengan baik contoh kasus

tersebut. Pentingnya pemahaman seorang auditor tersebut, merupakan alasan

modul Akuntansi Persediaan ini disusun. Modul ini penting untuk diajarkan pada

Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Post Clearance Audit (DTSS PCA) agar para

pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas sebagai auditor

dapat melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai secara profesional.

Secara umum, modul Akuntansi Persediaan ini disusun dalam empat

kegiatan belajar. Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama

berkaitan dengan konsep dasar persediaan, baik pada perusahaan dagang

maupun perusahaan industri (manufaktur). Selanjutnya, pada kegiatan belajar

kedua akan dijelaskan tentang prosedur akuntansi persediaan, yang meliputi

sistem pencatatan persediaan dan asumsi-asumsi yang mendasari penggunaan

beberapa metode penentuan nilai persediaan. Pada kegiatan belajar ketiga, akan

diuraikan tentang contoh-contoh sekaligus latihan dalam penentuan nilai

persediaan yang meliputi metode periodik dan metode perpetual. Terakhir, pada

kegiatan belajar keempat akan diuraikan tentang penentuan estimasi nilai

persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.

2. PRASYARAT KOMPETENSI

DTSS PCA dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, dan

sikap kepada pegawai DJBC baik laki-laki maupun perempuan dalam

melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Pegawai DJBC yang dapat mengikuti

diklat ini adalah pelaksana pemeriksa lulusan Diklat Teknis Substantif Dasar

Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip III Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai,

atau lulusan Prodip I tapi sudah mengikuti Diklat Teknis Substantif Spesialisasi

Kepabeanan dann Cukai I/II Kurikulum 2006/2007 atau DTSD Kepabeanan dan

Page 11: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 3

Cukai khusus lulusan Prodip I Kurikulum Tahun 2008. Calon peserta diharapkan

berusia maksimal 40 tahun dan dengan pangkat minimal II c. Secara khusus, agar

mampu menguasai dengan baik mata pelajaran Akuntansi Persediaan maka

diharapkan sudah memperoleh mata pelajaran Dasar-dasar Akuntansi.

Persyaratan-persyaratan tersebut penting karena lingkup tugas yang akan

diemban sebagai auditor Kepabeanan dan Cukai membutuhkan kualifikasi

pegawai yang memadai untuk melakukan pekerjaannya secara profesional.

Dengan kualifikasi tersebut, peserta sudah mempunyai kompetensi dasar untuk

menjadi seorang auditor sehingga diharapkan lebih mudah mencerna dan

memahami modul ini.

3. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

Standar kompetensi.

Standar Kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar

sepanjang hayat yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dengan pengertian

tersebut, maka standar kompetensi untuk para pembaca setelah mempelajari

modul ini adalah diharapkan mampu menggunakan pengetahuan dan

ketrampilan yang terkait dalam Akuntansi Persediaan untuk menunjang kegiatan

audit Kepabeanan dan Cukai.

Kompetensi Dasar.

Kompetensi dasar adalah tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari

modul yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Kompetensi dasar

yang diharapkan setelah membaca modul ini peserta mampu :

1. Menjelaskan konsep dasar persediaan.

2. Menjelaskan prosedur akuntansi persediaan.

3. Menentukan nilai persediaan dengan metode periodik dan metode perpetual.

4. Mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga

eceran.

Page 12: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 4

4. RELEVANSI MODUL

Tugas seorang auditor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah

melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Proses audit tersebut dapat

dilakukan dengan baik manakala para pegawai yang bertugas mempunyai bekal

pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik dalam melaksanakan audit

kepabeanan dan Cukai. Seorang auditor di bidang Kepabeanan dan Cukai harus

mampu menelusuri sekaligus menghitung nilai persediaan pada suatu

perusahaan.

Untuk dapat melaksanakan audit secara baik, pegawai yang bertugas

sebagai auditor perlu dibekali dengan pemahaman konsep akuntansi persediaan

yang meliputi antara lain pengertian persediaan, prosedur akuntansi persediaan,

metode penghitungan persediaan, dan cara mengestimasi nilai persediaan.

Berdasarkan uraian singkat tersebut terlihat keterkaitan yang erat antara

modul Akuntansi Persediaan dengan ruang lingkup kerja auditor. Manfaat modul

ini bagi peserta diklat adalah memberikan gambaran yang lengkap tentang

pengelolaan persediaan dalam perusahaan sehingga dapat mendukung

terciptanya seorang auditor Kepabeanan dan Cukai yang profesional.

Page 13: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 5

B. KEGIATAN BELAJAR

KONSEP DASAR AKUNTANSI PERSEDIAAN

a. Uraian dan Contoh

1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan.

Pada umumnya, persediaan merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu

perusahaan sehingga diperlukan pengukuran yang tepat

untuk menjamin keakuratan laporan keuangan. Apabila

nilai persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah

saldo-saldo dari neraca seperti persediaan barang

dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal juga

Indikator keberhasilan :

1. Mampu menjelaskan pengertian dan jenis-jenis persediaan. 2. Mampu menjelaskan pengendalian internal persediaan. 3. Mampu mengidentifikasi saat pengakuan persediaan (status kepemilikan). 4. Mampu mengidentifikasi biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam

persediaan dan harga pokok barang yang dijual 5. Mempu menjelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan

keuangan.

KEGIATAN BELAJAR 1

Page 14: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 6

tidak akan benar. Ketika persediaan akhir tidak benar, maka harga pokok

penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam

laporan laba rugi perusahaan. Kesimpulannya adalah persediaan merupakan pos

yang signifikan dalam laporan keuangan perusahaan.

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK)

Nomor 14, dinyatakan bahwa persediaan digunakan untuk mengindikasikan aset:

a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

b) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau

c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses

produksi atau pemberian jasa.

Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, jenis-jenis persediaan dipengaruhi oleh

sifat dan usaha perusahaan yang bersangkutan. Jenis persediaan pada

perusahaan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang

dagangan akan berbeda dengan jenis perusahaan manufaktur yang usahanya

mengubah bentuk atau mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi. Pada

umumnya, jenis-jenis persediaan antara lain sebagai berikut:

a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain

dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih

lanjut. Misalnya persediaan dealer sepeda motor akan terdiri dari sepeda

motor dan perlengkapannya, persediaan toko bahan bangunan akan terdiri

dari pasir, semen, paku, dan perlengkapan bahan bangunan lainnya.

b) Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan

dalam keadaan harus diproses/dikonversi lebih lanjut menjadi barang jadi.

Bahan baku merupakan bagian utama dari barang jadi tersebut. Misalnya

untuk memproduksi meubelair maka bahan baku yang dibutuhkan antara lain

adalah kayu.

c) Bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan

dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi.

Barang ini biasanya dipakai (dikonsumsi) dalam jangka waktu relatif pendek

dan akan dibebankan sebagai beban administrasi dan umum atau beban

pemasaran. Misalnya bahan penunjang produksi meubelair antara lain adalah

paku, lem, amplas, pernis, atau perlengkapan penunjang lainnya.

Page 15: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 7

d) Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang sudah dimasukkan

dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru

menyerap sebagian biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct

labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead). Misalnya meja atau

kursi yang belum diamplas atau belum dipernis dalam proses pembuatan

meubelair.

e) Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah diselesaikan dari

proses produksi dan siap untuk dijual. Barang ini telah menyerap biaya bahan

(direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik

(factory overhead) secara tuntas sehingga siap untuk dijual. Misalnya

penyelesaian akhir dari sebuah meja atau kursi sehingga menjadi meja atau

kursi yang siap untuk dijual.

Berdasarkan jenis-jenis persediaan tersebut, maka perusahaan jasa tidak

memiliki persediaan. Persediaan perusahaan dagang adalah barang dagang,

sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) terdiri dari bahan baku, bahan

pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.

2. Pengendalian Internal Persediaan.

Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting bagi

perusahaan untuk melindungi persediaan dari kerusakan,

pencurian dari karyawan maupun dari pelanggan. Tujuan

utama pengendalian internal adalah untuk mengamankan

persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam

laporan keuangan. Beberapa prosedur pengendalian

internal yang seharusnya diterapkan oleh perusahaan atas

persediaan antara lain adalah:

a) Persediaan harus dihitung secara fisik. Perhitungan fisik persediaan dilakukan

paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang

digunakan.

b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif

mungkin.

Page 16: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 8

c) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari

pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan.

d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada

pencatatan persediaan.

e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai

tinggi.

f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis.

g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga menghindari

terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun

juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana

pada persediaan dan biaya penyimpanan.

Sebagaimana telah disebutkan, penghitungan fisik persediaan harus

dilakukan secara periodik setidaknya setiap tahun untuk mendeteksi kekurangan

persediaan serta untuk mencegah pencurian. Hal ini perlu karena sistem

akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena

ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Dengan penghitungan fisik

persediaan maka kesalahan tersebut dapat dikoreksi sebelum dimasukkan dalam

laporan keuangan. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat

penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan

sama dengan perhitungan fisik.

Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dengan pegawai

yang menangani catatan akuntansi juga merupakan hal yang penting, karena

petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan

dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk

menutupi kecurangannya. Dengan adanya sistem persediaan yang

terkomputerisasi maka tingkat kesalahan dapat dikurangi sehingga jumlah

persediaan tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.

3. Kepemilikan Persediaan

Barang apa saja yang dapat dimasukkan dalam persediaan perusahaan?

Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar-benar

dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Semua

Page 17: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 9

persediaan yang dimiliki oleh perusahaan pada tanggal perhitungan harus

dimasukkan ke dalam laporan. Oleh karena itu, agar dapat disusun laporan

keuangan secara wajar, maka harus ditentukan terlebih dahulu apakah suatu

persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan atau tidak. Beberapa

kondisi yang harus mendapat perhatian, antara lain:

a) Barang dalam perjalanan (Goods in transit)

Masalah yang sering timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah

apakah barang tersebut sudah menjadi hak milik pembeli atau masih

menjadi hak milik penjual. Untuk mengatasi hal ini,

perlu diperhatikan syarat penyerahan barang yang

sudah disepakati antara pembeli dan penjual, apakah

Free On Board (FOB) Destination (Tempat Tujuan)

atau FOB Shipping Point (Titik Pengiriman).

FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual

sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti, hak

kepemilikan beralih pada saat barang sudah diterima oleh pembeli,

sehingga barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik

penjual. Pada akhir tahun buku, pihak penjual harus memasukkan dalam

persediaannya karena barang belum sampai tujuan (pembeli).

FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual

sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli. Ini berarti, hak

kepemilikan beralih pada titik pengiriman, sehingga pembeli adalah pemilik

dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Pada akhir tahun buku,

pihak pembeli harus memasukkan dalam persediaannya walaupun pembeli

belum menerima barangnya.

b) Barang Konsinyasi

Perjanjian konsinyasi memperbolehkan suatu perusahaan lain untuk

menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus

membeli persediaan tersebut. Secara fisik, persediaan berada pada penjual,

tetapi hak kepemilikan persediaan tersebut tetap berada pada pemasok

sampai penjual sudah menjualnya kepada pihak ketiga. Barang-barang

Page 18: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 10

konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan

pemiliknya (pemasok) sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga.

Barang-barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari

gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.

4. Penentuan Biaya Persediaan

Sebagaimana telah dijelaskan di awal, persediaan yang dimiliki oleh suatu

perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya barang dagangan

untuk perusahaan dagang dan bahan baku atau barang dalam proses untuk

perusahaan industri. Begitupula dengan harga perolehan persediaan atau biaya

persediaan, tergantung juga dengan jenis perusahaannya.

Berdasarkan PSAK nomor 14, biaya persediaan harus meliputi semua

biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan

berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present

location and condition). Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian,

bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh

perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan

biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan

persediaan. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di

kurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh

untuk dijual kembali maka biaya persediaan termasuk didalamnya adalah harga

pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak, dan biaya penyimpanan. Dalam

hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari sebagian

bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang dialokasikan untuk

memproduksi barang bersangkutan. Sedangkan, apabila persediaan adalah

barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead

yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut.

Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil

usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk

memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi

persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau

Page 19: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 11

merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan

dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok

penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik

perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar

perusahaan.

Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai

tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya

pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan

yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban

dengan pendapatan.

Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih

dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat

selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya

persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada

akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan

antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan

persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya,

harga pokok penjualan). Berikut ini contoh format laporan laba rugi untuk

perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur:

Gambar 1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang

Penjualan 160.000.000 Persediaan Awal 10.000.000 + Pembelian 92.000.000 (-) Return Pembelian 1.000.000 (-) Potongan Pembelian 1.000.000 (=) Pembelian Bersih 90.000.000 (=) Persediaan yang tersedia untuk dijual 100.000.000 (-) Persediaan Akhir 50.000.000 (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 50.000.000 Laba Kotor 110.000.000 (-) Biaya-biaya usaha 10.000.000 (=) Laba bersih sebelum pajak 100.000.000 Pajak …% (misalnya 35%) 35.000.000 Laba bersih sesudah pajak 65.000.000

Page 20: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 12

Gambar 1.2

Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur

Penjualan 1.674.500.000 Harga Pokok Produksi: Bahan Langsung: Persediaan Awal 82.875.000 + Pembelian 240.250.000 (-) Return 54.000.000 (=) Bahan yang tersedia untuk digunakan 269.125.000 (-) Persediaan Akhir 108.250.000 (=) Bahan Baku (langsung) yang digunakan 184.570.000 (+) Upah Langsung (+) Biaya Overhead Pabrik: Upah Tak Langsung 75.000.000 Pengawasan Pabrik 60.000.000 Biaya Penyusutan (bangunan & peralatan pabrik) 82.500.000 Listrik & Energi 48.000.000 Perlengkapan Pabrik 53.000.000 Biaya Overhead Pabrik Lainnya 25.000.000 (=) Total Biaya Overhead Pabrik 343.500.000 (=) Total Biaya Pabrik 688.945.000 (+) Persediaan barang dalam proses per 1 Januari 200x 54.000.000 = 742.945.000 (-) Persediaan barang dalam proses per 31 Desember 200x 43.750.000 Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured/COGM) 699.195.000 (+) Persediaan barang jadi per 1 Januari 200x 88.860.000 Harga Pokok barang tersedia untuk dijual 788.055.000 (-) Persediaan arang jadi per 31 Desember 200x 91.500.000 (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 696.555.000 Laba Kotor 977.945.000 (-) Biaya-biaya usaha 274.950.000 (=) Laba bersih sebelum pajak 702.995.000 Pajak ….% (misal 35%) 246.048.250 Laba bersih sesudah pajak 456.946.750

Untuk memberikan deskripsi secara jelas perbedaan sekaligus keterkaitan

mengenai biaya persediaan antara perusahaan dagang dan manufaktur Saudara

dapat melihat gambar berikut ini.

Page 21: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 13

Pada perusahaan dagang terlihat bahwa harga pokok penjualan hanya terkait

dengan barang dagang yang diperjual belikan, sedangkan pada perusahaan

manufaktur terbagi ke dalam barang dalam proses dan barang jadi.

5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi neraca dan

laporan laba rugi perusahaan. Sebagai contoh, kesalahan dalam perhitungan fisik

persediaan akan mengakibatkan kekeliruan penyajian saldo persediaan akhir,

aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini disebabkan karena perhitungan

fisik persediaan merupakan dasar bagi pembuatan jurnal penyesuaian untuk

Gambar 1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan

Persediaan Barang Dagang

Harga pokok pembelian

Harga pokok penjualan

Bahan Baku

Biaya bahan aktual

Bahan yang digunakan

Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja aktual

Tenaga kerja yang digunakan

Overhead

Biaya overhead aktual

Overhead yang dibebankan

Barang dalam proses

Harga pokok

produksi

Barang Jadi

Harga pokok penjualan

Perusahaan Manufaktur

Perusahaan Dagang

Page 22: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 14

mencatat penciutan persediaan. Selain itu, kesalahan dalam perhitungan fisik

persediaan akan menimbulkan kekeliruan penyajian harga pokok penjualan, laba

kotor, dan laba bersih pada laporan rugi laba. Selanjutnya, karena laba bersih

ditambahkan (dimasukkan) ke modal pemilik pada akhir periode, maka ekuitas

pemilik juga akan salah. Kesalahan pada modal pemilik ini akan setara dengan

kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa dalam perhitungan fisik persediaan

pada tanggal 31 Desember 2009, suatu perusahaan salah mencatat persediaan

fisik sebesar Rp120.000.000,00 bukan Rp125.000.000,00. Akibatnya persediaan

barang dagang, aktiva lancar, dan total aktiva yang dilaporkan dalam neraca per

31 Desember 2009 dinyatakan terlalu rendah sebesar Rp5.000.000,00

(Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Saudara dapat melihat secara jelas pengaruh

kesalahan pencatatan persediaan tersebut terhadap laporan keuangan

perusahaan pada gambar beirikut ini:

Gambar 1.4 Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi

Jumlah Kesalahan Saji

Neraca

Persediaan barang dagang ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Total aktiva ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Ekuitas pemilik ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)

Laporan laba rugi

Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi Rp5.000.000 Laba kotor ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Laba bersih ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)

Lalu, bagaimana apabila perusahaan salah mencatat persediaan

Rp135.000.000,00 sehingga persediaan ditetapkan lebih tinggi sebesar

Rp5.000.000,00 (Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Dalam hal ini, maka pengaruh

kesalahan pencatatan persediaan terhadap neraca dan laporan laba rugi

merupakan kebalikan dari yang ditunjukkan sebelumnya.

Efek kesalahan di dalam menentukan kuantitas persediaan.

Page 23: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 15

Laporan Keuangan

Jumlah yang seharusnya

(contoh)

Dimasukan barang sebesar 25.000 yang seharusnya tidak merupakan persediaan akhir

tahun

Tidak dimasukan barang sebesar 25.000 yang

seharusnya merupakan persediaan akhir tahun

Untuk barang yang salah

dicatat sebagai

pembelian

Untuk barang yang benar

tidak dicatat sebagai

pembelian

Untuk barang yang salah

dicatat sebagai

pembelian

Untuk barang yang benar

tidak dicatat sebagai

pembelian Laporan Laba Rugi

Penjualan 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 Persediaan Awal

75.000 75.000 75.000 75.000 75.000

Pembelian 300.000 325.000 300.000 275.000 300.000 Tersedia untuk di jual

375.000 400.000 375.000 350.000 375.000

Persediaan akhir

125.000 150.000 150.000 100.000 100.000

Harga barang dijual

250.000 250.000 225.000 250.000 275.000

Laba kotor penjualan

250.000 250.000 275.000 250.000 225.000

Neraca Aktiva Persediaan 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000 Jumlah 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000 Kewajiban & Ekuitas

Hutang Dagang

300.000 325.000 300.000 275.000 300.000

Laba Ditahan

250.000 250.000 275.000 250.000 225.000

Jumlah 550.000 575.000 575.000 525.000 525.000

b. Latihan 1

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK?

2. Uraikan pengendalian internal persediaan yang seringkali dilakukan oleh

perusahaan!

Page 24: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 16

3. Jelaskan perbedaan antara FOB Shipping Point dan FOB Destination dalam

kaitannya dengan status kepemilikan barang!

4. Identifikasikan biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan!

5. Buatlah laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur berdasarkan data

berikut ini.

Persediaan, 1 Januari 2006: Barang Jadi Rp. 8.860.000,- Barang dalam proses Rp. 5.400.000,- Biaya-biaya produksi selain bahan baku: Upah langsung Rp. 18.457.000,- Biaya overhead pabrik: Upah tak langsung Rp. 7.500.000,- Pengawasan Pabrik Rp. 6.000.000,- Biaya penyusutan Rp. 8.250.000,- Listrik & energi Rp. 4.800.000,- Perlengkapan pabrik Rp. 5.300.000,- Biaya overhead pabrik lainya Rp. 2.500.000,- Persediaan, 31 Desember 2006: Barang Jadi Rp. 9.150.000,- Barang dalam proses Rp. 4.375.000,- Biaya-biaya usaha Rp. 27.495.000,- Penjualan selama tahun 2006 Rp. 167.450.000,- Pajak Penghasilan Badan adalah 40%.

c. Rangkuman

1. Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam

kegiatan usaha biasa, masih dalam proses produksi untuk penjualan tersebut,

serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses

produksi atau pemberian jasa.

2. Jenis-jenis persediaan tergantung dengan jenis perusahaannya, yang meliputi

barang dagangan, bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan

barang jadi.

3. Untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan

dalam laporan keuangan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas

persediaan.

4. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat

pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.

Page 25: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 17

5. Dalam menentukan laba/rugi perusahaan, terlebih dahulu ditentukan harga

pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian

dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan

persediaan akhir. Proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode

pencatatan dan penilaian persediaan.

d. Tes Formatif 1

Bagian 1

Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1 ini, coba Anda kerjakan tes

formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang

Anda anggap benar.

1. Bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum

selesai diolah disebut.....

a. Barang jadi

b. Bahan baku

c. Barang dalam proses

d. Bahan pembantu

2. Barang yang masih harus dikembangkan dan akan menjadi bagian utama dari

suatu produk disebut.....

a. Barang jadi

b. Bahan baku

c. Barang dalam proses

d. Bahan pembantu

3. Untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian,

penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya..

a. Sebulan sekali

b. Setahun sekali

c. Dua kali setahun

d. Dua tahun sekali

4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...

a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah

b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

Page 26: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 18

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi

d. Dalam Laporan laba rugi, laba bersih ditetapkan lebih tinggi

5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...

a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah

b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah

6. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...

a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi

7. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...

a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi

8. Faktor yang menentukan kepemilikan persediaan bagi suatu perusahaan

adalah …

a. Kepemilikan fisik persediaan yang bersangkutan

b. Status Hukum

c. Keputusan manajemen

d. Status pembayaran (kas atau kredit)

9. Seandainya barang dikirimkan dengan syarat FOB destination (tempat tujuan),

maka…

a. Penjual mempunyai hak kepemilikan sampai barang dikirimkan.

b. Pembeli mempunyai hak kepemilikan barang ketika pihak jasa pengirim

menerima barang dari penjual.

c. Perusahaan transportasi memiliki hak kepemilikan barang ketika barang

dalam proses pengiriman.

d. Tidak ada satupun pihak yang memiliki hak kepemilikan sampai barang

dikirimkan.

Page 27: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 19

10. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu

perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.000 pada akhir tahun.

Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan

dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB

destination. Termasuk dalam perhitungan fisik adalah barang konsinyasi

sejumlah Rp 18.000.000 dari perusahaan lokal. Berapa seharusnya persediaan

yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009?

a. Rp 490.000.000

b. Rp 514.000.000

c. Rp 496.000.000

d. Rp 472.000.000

11. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu

perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.00 pada akhir tahun.

Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan

dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB shipping

point dan barang konsinyasi di perusahaan lokal sejumlah Rp 18.000.000

Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca

pada tanggal 31 Januari 2009?

a. Rp 532.000.000

b. Rp 484.000.000

c. Rp 448.000.000

d. Rp 496.000.000

12. Barang dalam perjalanan suatu perusahaan pada tanggal 31 Desember

termasuk penjualan yang dibuat dengan syarat (1) FOB destination dan (2)

FOB shipping point serta pembelian dengan syarat (3) FOB destination dan

(4) FOB shipping point. Barang mana yang seharusnya dimasukkan dalam

akun persediaan perusahaan tersebut pada tanggal December 31?

a. (2) dan (3)

b. (1) dan (4)

c. (1) dan (3)

d. (2) dan (4)

13. Dalam aktivitas jual beli suatu komoditas, sering terjadi apa yang disebut

dengan Goods in transit. Masalah kepemilikannya sangat tergantung dari

Page 28: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 20

perjanjian yang disepakati dalam jual beli. Salah satu perjanjian yang kita

kenal adalah: free on board shipping point. Manakah pernyataan berikut ini

yang sesuai dengan arti perjanjian tersebut?

a. Barang akan diakui setelah sampai digudang pembeli

b. Barang dalam perjalanan tersebut masih diakui menjadi milik penjual

c. Walaupun barang masih dalam perjalanan (belum diterima), barang ini

sudah termasuk dalam elemen laporan keuangan pembeli

d. Semua salah

14. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp115.000.000 dari

yang seharusnya sebesar Rp 111.500.000, sehingga akan berakibat…

a. Persediaan barang ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

b. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

c. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000

d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

15. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp111.500.000 dari

yang seharusnya sebesar Rp 115.000.000, sehingga akan berakibat…

a. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000

b. Ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

c. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000

d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

Bagian 2

Identifikasikah apakah barang-barang berikut dimasukkan ke dalam persediaan

akhir PT X pada tanggal 31 Desember 2009 atau tidak.

1. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB shipping point kepada

pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember

2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.

2. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB destination point kepada

pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember

2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.

3. Dalam gudangnya, PT X memiliki barang dagang konsinyasi senilai

Rp30.500.000 dari PT Y.

Page 29: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 21

4. PT X telah memisahkan barang dagang senilai Rp 6.750.000 yang telah dibeli

oleh salah seorang pelanggannya dan akan dikirimkan pada tanggal 3 Januari

2010.

5. Barang dagang yang telah dikirimkan PT X secara FOB shipping point pada

tanggal 31 Desember 2009, telah diambil oleh perusahaan pengangkut pada

pukul 23.52 WIB.

6. PT X telah mengirim barang dagang senilai Rp78.000.000 kepada para

pengecer atas dasar konsinyasi.

7. PT X memiliki barang dagang di tangan senilai Rp18.750.000 yang telah

terjual pada awal tahun, tetapi kemudian dikembalikan oleh pelanggan untuk

diperbaiki (masih dalam masa garansi).

8. Tanggal 31 Desember 2009, PT X menerima barang dagang senilai

Rp17.050.000 yang telah dikembalikan oleh para pelanggan karena salah

barang. Barang pengganti akan dikirimkan tengah malam tanggal 3 Januari

2006.

9. Tanggal 21 Desember 2009, PT X membeli barang dagang senilai

Rp21.000.000 atas dasar FOB Jakarta. Barang tersebut telah dikirimkan oleh

pemasok tanggal 28 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal

31 Desember 2009.

10. Tanggal 27 Desember 2009, PT X membeli barang senilai Rp15.750.000 dari

pemasok di Singapura. Barang tersebut telah dikirimkan dengan ketentuan

FOB Singapura tanggal 30 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga

tanggal 31 Desember 2009.

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.

Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk

mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.

Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang

telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%

Jumlah keseluruhan Soal

Page 30: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 22

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang

sudah dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik

81 % s.d. 90,00 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

61 % s.d. 70,99 % : Kurang

0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda

telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk

selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

Page 31: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 23

PROSEDUR AKUNTANSI PERSEDIAAN

a. Uraian dan Contoh

1. Sistem Pencatatan Persediaan

Prosedur akuntansi untuk pembelian dan penggunaan persediaan pada

perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur

tergantung dengan sistem pencatatan persediaan yang

digunakan pada perusahaan bersangkutan. Sistem pencatatan

yang digunakan untuk menetapkan nilai persediaan akhir dan

menetapkan biaya persediaan selama satu periode adalah

sistem periodik (physical) dan sistem perpetual.

a) Sistem Periodik (physical)

Adalah sistem pencatatan persediaan dimana pada setiap akhir periode

dilakukan perhitungan secara fisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir

perusahaan. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan

Indikator keberhasilan :

1. Mampu membedakan karakteristik kedua sistem pencatatan

persediaan

2. Mampu menjelaskan metode penilaian persediaan

KEGIATAN BELAJAR 2

Page 32: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 24

barang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan

dengan suatu tingkat harga/biaya.

Sistem periodik umumnya diterapkan pada perusahaan yang memiliki

karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil.

Misalnya adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan

yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone,

dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif

kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang

nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya

pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi

komputer yang memudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi,

misalnya seperti di toko retail.

Keuntungan penerapan sistem ini adalah sangat sederhana pada saat

pencatatan pembelian dan penjualannya. Sistem ini pada umumya lebih tepat

digunakan untuk barang-barang yang tingkat perputarannya relatif cepat dan

mempunyai unit biaya relatif rendah. Namun demikian sistem ini memiliki

beberapa kelemahan, antara lain:

Kuantitas barang tidak dapat diketahui sewaktu-waktu sehingga harus

melakukan stock opname (pemeriksaan fisik).

Untuk menyusun laporan harus melakukan stock opname terlebih dahulu.

Jika jenis dan jumlah persediaan banyak, maka akan dibutuhkan waktu

dalam melaksanakan stock opname.

Harga pokok penjualan dapat meliputi harga pokok penjualan dari barang-

barang yang benar-benar terjual, barang-barang yang rusak, susut,

menguap, bahkan barang-barang yang hilang (shrinkage).

Kurang ideal untuk perencanaan dan pengawasan persediaan.

b) Sistem Perpetual

Adalah sistem pencatatan persediaan dimana akan dilakukan pembukuan atas

persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi

persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali

digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui

posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur

Page 33: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 25

pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya

persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave).

Secara umum, sistem perpetual memiliki karakteristik:

Mencatat setiap mutasi persediaan.

Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat.

Memberikan tingkat pengendalian yang akurat.

Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual

dihitung dan dicatat pada debet akun “Harga Pokok Penjualan”.

Pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki nilai persediaan

yang tinggi.

Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan

untuk mencatat pembelian persediaan. Pada sistem pencatatan periodik,

pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada

akhir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang

yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Apabila

perusahaan menggunakan sistem perpertual maka tidak diperlukan jurnal

penyesuaian karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun

persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai

persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar.

Perbedaan pencatatan akuntansi antara sistem periodik dengan sistem

perpetual akan lebih terlihat jelas pada contoh transaksi dan jurnalnya berikut ini.

Tanggal 1 Maret 2009: dilakukan pembelian 1000 unit persediaan dengan

harga Rp30.000 per unit.

Sistem Perpetual:`

Persediaan 30.000.000 Kas/Hutang 30.000.000

Sistem Periodik:

Pembelian 30.000.000 Kas/Hutang 30.000.000

Page 34: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 26

Pada sistem periodik, semua pembelian selama periode akuntansi dicatat

pada akun ‘Pembelian’.

Tanggal 17 Maret 2009: dijual 200 unit persediaan dengan harga Rp50.000

secara kredit.

Sistem Perpetual:

Piutang Dagang 10.000.000 Penjualan 10.000.000

Harga Pokok Penjualan 6.000.000 Persediaan 6.000.000

Pada sistem perpetual, perubahan dalam akun persediaan dicatat sesudah

setiap transaksi.

Sistem Periodik:

Piutang Dagang 10.000.000 Penjualan 10.000.000

Pada sistem periodik, jurnal berikut ini harus dicatat pada akhir periode

akuntansi.

Persediaan 24.000.000 Pembelian 24.000.000

Saldo persediaan akhir= 1000 unit yang dibeli – 200 unit yang dijual = 800

unit yang tersisa.

Nilai persediaan akhir= 800 unit x Rp 30.000 per unit = Rp 24.000.000

Harga Pokok Penjualan 6.000.000 Pembelian 6.000.000

Harga Pokok Penjualan:

= Total Pembelian – Saldo Akhir Persediaan

= (1000 unit x Rp30.000 per unit) – (800 unit x Rp30.000 per unit)

= 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000

Page 35: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 27

Persediaan akhir dan harga pokok penjualan

Persediaan akhir:

Saldo awal persediaan + pembelian selama periode – harga pokok penjualan

= 0 + 30.000.000 – 6.000.000 = 24.000.000

Harga pokok penjualan:

= saldo awal + pembelian selama periode – persediaan akhir

= 0 + 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000

2. Asumsi-asumsi penentuan nilai persediaan

Masalah akuntansi yang penting muncul jika unit-unit barang sejenis

dibeli dengan harga yang berbeda-beda dalam suatu periode. Dalam kasus

semacam ini, pada saat barang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya per

unit agar jurnal akuntansi yang tepat dapat dibuat.

Ada tiga asumsi arus biaya persediaan yang digunakan dalam bisnis.

Masing-masing asumsi ini dihubungkan dengan satu metode perhitungan biaya

persediaan, seperti yang ditunjukkan berikut ini:

Asumsi arus biaya Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya.

Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya.

Arus biaya adalah rata-rata dari biaya yang telah terjadi.

Metode Perhitungan Biaya Persediaan

First-in, first-out /FIFO (masuk pertama, keluar pertama)

Last-in, first-out /LIFO (masuk terakhir, keluar pertama)

Biaya rata-rata

Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, maka persediaan akhir terdiri atas

harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir. Jika perusahaan menggunakan

metode LIFO, persediaan akhir terdiri atas biaya atau harga pokok yang berasal

dari pembelian paling awal. Jika yang digunakan metode biaya rata-rata maka

biaya unit dalam persediaan adalah rata-rata dari biaya pembelian. Untuk

keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan

Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan

Page 36: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 28

perpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata

tertimbang.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa 3 unit barang x yang identik dibeli

selama bulan Maret, dengan harga sebagai berikut:

Tanggal Barang X Unit Biaya 10 Maret Pembelian 1 Rp9.000.000 18 Pembelian 1 13.000.000 24 Pembelian 1 14.000.000 Total 3 36.000.000 Biaya rata-rata per unit 12.000.000

Asumsikan bahwa satu unit dijual pada tangal 30 Maret seharga

Rp20.000.000 Jika unit ini dapat diidentifikasi dengan pembelian pada tanggal

tertentu, maka metode identifikasi khusus (spesific idetification method) dapat

digunakan untuk menentukan biaya dari unit yang dijual. Sebagai contoh, jika

unit yang dijual adalah adalah unit yang dibeli pada tanggal 18 Mei, maka biaya

yang dibebankan ke unit tersebut adalah Rp 13.000.000 dan laba kotornya adalah

Rp7.000.000 (Rp20.000.000-13.000.000).

Metode identifikasi khusus tidaklah praktis kecuali masing-masing unit

dapat diidentifikasi secara akurat. Dealer sepeda motor misalnya, mungkin dapat

menggunakan metode ini, karena setiap sepeda motor mempunyai nomor seri

yang unik. Akan tetapi, untuk banyak perusahaan unit-unit yang identik tidak

dapat diidentifikasi secara terpisah, sehingga arus biaya harus ditentukan dengan

menggunakan asumsi. Maksudnya, unit mana yang telah terjual dan unit mana

yang masih dalam persediaan harus diasumsikan.

b. Latihan 2

Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba

kerjakan latihan-latihan berikut ini.

1. Jelaskan secara singkat sistem periodik untuk pencatatan persediaan?

2. Sebutkan beberapa karakteristik sistem perpetual untuk pencatatan

persediaan?

Page 37: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 29

3. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:

pembelian 200 unit persediaan dengan harga Rp 500.000 per unit.

4. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:

penjualan secara kredit 300 unit persediaan dengan harga Rp 1.000.000 per

unit.

5. Jelaskan beberapa asumsi arus biaya persediaan yang sering digunakan oleh

perusahaan!

c. Rangkuman

1. Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan sistem periodik dan

perpetual.

2. Pada sistem periodik, pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan

pada sistem perpetual, pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi.

3. Penentuan nilai persediaan dapat menggunakan Metode Harga Pokok

Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO), Masuk Terakhir Keluar

Pertama (LIFO), dan Metode Rata-rata (Average).

d. Tes Formatif 2

Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes

formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang

Anda anggap benar.

1. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kredit dengan sistem perpetual adalah....

a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000

2. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kas dengan sistem periodik adalah....

a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000

Page 38: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 30

c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000

3. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kas dengan sistem perpetual adalah....

a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000

4. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kredit dengan sistem periodik adalah....

a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000

5. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kas dengan sistem perpetual adalah....

a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000

Page 39: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 31

6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kredit dengan sistem periodik adalah....

a. Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000

7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kredit dengan sistem perpetual adalah....

a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000

8. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit

secara kas dengan sistem periodik adalah....

a. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000

9. Apabila suatu persediaan dapat diidentifikasi secara akurat dengan

pembelian pada tanggal tertentu, maka metode penentuan nilai yang

digunakan adalah

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

Page 40: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 32

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

10. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian

terakhir....

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

11. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian yang

paling awal....

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

12. Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya...

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

13. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya...

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

14. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan nilai

persediaan yang mendekati harga pasar:

a. Metode First-in, First-out (FIFO)

b. Metode Last-in, First-out (LIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Semua benar

15. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan penilaian

laba yang terlalu besar:

a. Metode First-in, First-out (FIFO)

Page 41: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 33

b. Metode Last-in, First-out (LIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Semua benar

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah

disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus

untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada

kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan

kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%

Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang

sudah dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik

81 % s.d. 90,00 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

61 % s.d. 70,99 % : Kurang

0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda

telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk

selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

Page 42: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 34

PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN

a. Uraian dan Contoh

1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik

Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik, maka hanya

pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan.

Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk

mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode

akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan

biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok

penjualan. Pada sistem periodik, metode penentuan nilai

persediaan yang digunakan antara lain metode harga pokok spesifik, metode

FIFO, metode LIFO, dan metode rata-rata.

a) Metode Harga Pokok Spesifik

Adalah metode penilaian persediaan yang memasukkan biaya sebenarnya

dari item persediaan yang terjual ke harga pokok barang yang dijual. Metode

ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu

dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan

Indikator keberhasilan :

1. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem periodik. 2. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem perpetual.

KEGIATAN BELAJAR 3

Page 43: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 35

harga beli yang sesungguhnya. Seringkali digunakan oleh perusahaan yang

menjual barang dengan harga relatif mahal dan tingkat perputaran relatif

kecil, seperti mobil, perhiasan, benda seni, atau rumah. Berikut ini ilustrasi

penentuan biaya persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

Pada tanggal tanggal 1 Maret 2009, suatu dealer mobil membeli 3 mobil (AA,

AB, AD) sebagai persediaan perusahaan dengan harga Rp 100 juta, Rp 120

juta, dan Rp 175 juta rupiah secara kas. Kemudian, tanggal 17 Maret 2009

terjual mobil AB seharga Rp 110 juta secara kredit.

Jurnal untuk mencatat pembelian:

Pembelian (Mobil AA) Pembelian (Mobil AB) Pembelian (Mobil AD)

100.000.000 120.000.000 175.000.000

Kas 395.000.000

Jurnal untuk mencatat penjualan mobil AB:

Piutang Dagang (Mobil AB) 110.000.000 Sales 110.000.000

Penentuan persediaan akhir:

Persediaan akhir terdiri dari mobil yang belum terjual yaitu mobil AA dan

Mobil AD yang nilai belinya adalah:

Rp. 120.000.000 + Rp. 175.000.000 = Rp. 295.000.000

Dengan asumsi tidak ada transaksi lain maka saldo persediaan pada

Neraca akhir periode sejumlah Rp 295.000.000.

b) Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)

Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih

dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang

yang ada dalam persediaan berasal dari pembelian-pembelian sebelumnya

yang dianggap telah dijual atau dikeluarkan. Berikut ini ilustrasi pemakaian

metode FIFO dalam sistem persediaan periodik.

Page 44: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 36

Unit Harga per unit Total 1 Maret Persediaan 200 Rp 9.000 Rp 1.800.000 17 Maret Pembelian 300 10.000 3.000.000 13 September Pembelian 400 11.000 4.400.000 1 Desember Pembelian 100 12.000 1.200.000 Tersedia untuk dijual selama tahun berjalan 1.000 Rp 10.400.000

Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa 300 unit

belum terjual. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok penjualan

dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sebagai berikut:

Unit Harga per unit Total Nilai persediaan 1 Maret 200 Rp 9.000 Rp 1.800.000 Nilai pembelian persediaan 17 Maret 300 10.000 3.000.000 Nilai pembelian persediaan 13 September 200 11.000 2.200.000 Harga pokok penjualan: 700 Rp 7.000.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.000.000 dari

Rp10.400.000 barang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai

persediaan sebesar Rp 3.400.000 per 31 Desember. Persediaan sebesar Rp

3.400.000 terdiri atas harga pokok paling akhir untuk barang dimaksud.

Gambar berikut ini memperlihatkan hubungan harga pokok penjualan selama

tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember.

Page 45: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 37

c) Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)

Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling

akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.

Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Berdasarkan data yang

terdapat dalam contoh FIFO, harga pokok penjualan atas 700 unit persediaan

ditentukan sebagai berikut:

Unit Harga per unit Total Nilai pembelian persediaan 1 Desember 100 Rp 12.000 Rp 1.200.000 Nilai pembelian persediaan 13 September 400 11.000 4.400.000 Nilai pembelian persediaan 17 Maret 200 10.000 2.000.000 Harga pokok penjualan: 700 Rp 7.600.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.600.000 dari Rp

10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual maka didapatkan

Rp2.800.000 sebagai nilai persediaan 31 Desember. Persediaan sebesar

Rp2.800.000 terdiri atas harga pokok paling awal untuk barang ini. Gambar 2

Harga Pokok Penjualan

1 Maret 200 unit @ Rp 9.000

1 Desember 100 unit @ Rp 12.000

17 Maret 300 unit @ Rp 10.000

13 September 400 unit @ Rp 11.000

Rp 1.800.000

3.000.000

4.400.000

1.200.000

Rp 10.400.000

Rp 1.800.000

3.000.000

2.200.000

Rp 7.000.000

Rp 2.200.000

1.200.000

Rp 3.400.000

200 unit @ Rp 9.000

300 unit @ Rp 10.000

Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual

Persediaan Barang

Gambar 3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO)

Page 46: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 38

memperlihatkan hubungan antara harga pokok penjualan selama tahun

berjalan dan persediaan per 31 Desember.

d) Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang

Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan

dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual

dengan total kuantitasnya, atau dengan rumus:

( Persediaan Awal + Pembelian)Biaya Rata-rata per unit = Total Unit

Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan

LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit dan harga pokok penjualan dari 700 unit

ditentukan sebagai berikut:

Biaya rata-rata per unit: Rp10.400.000/1.000 unit = Rp 10.400

Harga pokok penjualan: 700 unit x Rp 10.400 = Rp 7.280.000

1 Maret 200 unit @ Rp 9.000

1 Desember 100 unit @ Rp 12.000

17 Maret 300 unit @ Rp 10.000

13 September 400 unit @ Rp 11.000

Rp 1.800.000

3.000.000

4.400.000

1.200.000

Rp 10.400.000

Rp 1.800.000

1.000.000

Rp 2.800.000

Rp 2.000.000

4.400.000

1.200.000

Rp 3.400.000

200 unit @ Rp 9.000

100 unit @ Rp 10.000

Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual Harga Pokok Penjualan

Persediaan Barang

Gambar 3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO)

Page 47: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 39

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp 7.280.000 dari

Rp10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual, maka akan diperoleh

nilai persediaan per 31 Desember sebesar Rp 3.120.000.

2. Penentuan Nilai Persediaan Sistem Perpetual

Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada

pada tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang

yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari

pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan

langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya.

Untuk mempermudah perhitungan biaya secara perpetual maka

digunakan kartu-kartu persediaan untuk setiap nama persediaan yang dimiliki

perusahaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap

jenis persediaan yang dimiliki perusahaan.

Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan

persediaan dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan

penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi

mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan

mendebit Persediaan dan mengkredit Kas atau Hutang Usaha. Pada tanggal

penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga

Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan. Metode penilaian persediaan yang

umumnya digunakan adalah metode FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata. Untuk

mengilustrasikan masing-masing metode tersebut, digunakan data persediaan

berikut ini.

Nama Barang: XYZ Unit Harga per unit 1 Maret Persediaan 10 Rp 2000 13 Penjualan 7 17 Pembelian 8 2100 22 Penjualan 4 28 Penjualan 2 30 Pembelian 10 2200

a) Metode First-In, First-Out (FIFO)

Sebagian besar perusahaan mengeluarkan persediaan sesuai dengan urutan

pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama

Page 48: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 40

dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko

bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan

tanggal kadaluawarsanya. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten

dengan arus fisik atau pergerakan persediaan. Metode FIFO akan memberikan

hasil yang sama dengan yang diperoleh melalui pengidentifikasian biaya

khusus setiap barang yang dijual dan yang ada dalam persediaan.

Berdasarkan data persediaan, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian

dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.

Kartu Persediaan

Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang : Nama Barang : XYZ No. Kode rek : Lokasi : Metode : FIFO

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Saldo

Maret 1 10 Rp2000 Rp20000 Rp20000 13 7 Rp 2000 Rp

14000 3 2000 6000 6000

17 8 Rp2100 Rp16800 3 2000 6000 8 2100 16800 22800 22 3 2000 6000 1 2100 2100 7 2100 14700 14700 28 2 2100 4200 5 2100 10500 10500 30 10 2200 22000 5 2100 10500 10 2200 22000 32500

Jurnal Transaksi

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

13 Maret Piutang Usaha 21000 Penjualan 21000 13 Harga Pokok Penjualan 14000 Persediaan 14000

Mencatat pembelian secara kredit:

17 Persediaan 16800 Hutang Usaha 16800

Page 49: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 41

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

22 Piutang Usaha 12000 Penjualan 12000 22 Harga Pokok Penjualan 8100 Persediaan 8100

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

28 Piutang Usaha 6000 Penjualan 6000 28 Harga Pokok Penjualan 4200 Persediaan 4200

Mencatat pembelian secara kredit:

30 Persediaan 22000 Hutang Usaha 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah

dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan

sebagai berikut:

Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:

Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000

Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000

Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000

Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:

Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000

Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.100

Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp4.200

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.300

b) Metode Last-in, First-out (LIFO)

Jika sebuah perusahaan menggunakan metode LIFO dalam sistem persediaan

perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian

Page 50: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 42

paling akhir. Dengan data yang ada, maka kartu persediaan dan jurnal

(pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.

Kartu Persediaan

Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang : Nama Barang : XYZ No. Kode rek : Lokasi : Metode : LIFO

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Saldo

Maret 1 10 2000 20000 20000 13 7 2000 14000 3 2000 6000 6000 17 8 2100 16800 3 2000 6000 8 2100 16800 22800 22 4 2100 8400 3 2000 6000 4 2100 8400 14400 28 2 2100 4200 3 2000 6000 6000 30 10 2200 22000 2 2100 4200 3 2000 6000 2 2100 4200 10 2200 22000 36400

Jurnal Transaksi

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

13 Maret Piutang Usaha 21000 Penjualan 21000 13 Harga Pokok Penjualan 14000 Persediaan 14000

Mencatat pembelian secara kredit:

17 Persediaan 16800 Hutang Usaha 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

22 Piutang Usaha 12000 Penjualan 12000 22 Harga Pokok Penjualan 8400 Persediaan 8400

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

Page 51: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 43

28 Piutang Usaha 6000 Penjualan 6000 28 Harga Pokok Penjualan 4200 Persediaan 4200

Mencatat pembelian secara kredit:

30 Persediaan 22000 Hutang Usaha 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah

dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan

sebagai berikut:

Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:

Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 2.1000

Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000

Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000

Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:

Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000

Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.400

Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.200

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.600

c) Metode Biaya Rata-rata

Apabila metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan

perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan dihitung

setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk

menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya

dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik penghitungan rata-rata ini

dinamakan dengan rata-rata bergerak (moving average).

Page 52: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 44

Kartu Persediaan

Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang : Nama Barang : XYZ No. Kode rek : Lokasi : Metode : Average

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Saldo

Maret 1 10 Rp 2000 Rp 20000

Rp 20000

13 7 Rp 2000 Rp 14000

3 2000 6000 6000

17 8 Rp2100 Rp16800 11 2073 22803 22803 22 4 2073 8292 7 2073 14511 14511 28 2 2073 4146 5 2073 10365 10365 30 10 2200 22000 15 2158 32370 32370

Jurnal Transaksi

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

13 Maret Piutang Usaha 21000 Penjualan 21000 13 Harga Pokok Penjualan 14000 Persediaan 14000

Mencatat pembelian secara kredit:

17 Persediaan 16800 Hutang Usaha 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

22 Piutang Usaha 12000 Penjualan 12000 22 Harga Pokok Penjualan 8292 Persediaan 8292

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

28 Piutang Usaha 6000 Penjualan 6000 28 Harga Pokok Penjualan 4146 Persediaan 4146

Page 53: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 45

Mencatat pembelian secara kredit:

30 Persediaan 22000 Hutang Usaha 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah

dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan

sebagai berikut:

Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:

Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000

Penjualan tanggal 22 Maret: Rp 12.000

Penjualan tanggal 28 Maret Rp 6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000

Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:

Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000

Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.292

Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.146

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.438

Beberapa contoh kasus yang sudah dibahas hanya berkaitan dengan perusahaan

dagang. Kasus berikut ini berkaitan dengan mutasi persediaan di perusahaan

manufaktur.

PT. Sukacita adalah sebuah perusahaan yang memproduksi barang “XYZ” untuk

dijual. Berikut ini beberapa transaksi yang berkaitan dengan PT. Sukacita selama

Tahun 2009.

Soal: a. Data pembelian bahan baku utama sebagai berikut:

Unit Harga per unit Januari 250 10.000 Maret 400 12.500 April 230 14.000 Mei 200 15.000 Juli 170 16.000 Agustus 410 18.000 Oktober 300 20.000 November 380 21.500

Page 54: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 46

b. Data pengeluaran bahan baku ke bagian produksi untuk diproses adalah

sebagai berikut:

Unit Februari 320 April 210 Juni 360 Juli 340 Oktober 450 Desember 500

c. Data tambahan yang terjadi selama Tahun 2009, sebagai berikut:

Pada akhir bulan Desember sebanyak 350 unit dengan harga Rp. 22.000,-

per unit-nya, masih dalam perjalanan, pembelian dilakukan dengan syarat

FOB Destination Point.

Pembelian bahan baku pada bulan Maret, ada sebagian yang tidak sesuai

pesanan sehingga pada awal bulan berikutnya dikembalikan sebanyak

210 unit.

Di akhir periode dilakukan stock opname dan hasilnya adalah sebanyak

190 unit bahan baku yang masih tersisa di gudang.

Diketahui pula Laporan Rugi Laba Tahun 2008, Saldo Persediaan akhir per

tanggal 31 Desember 2008 adalah sebanyak 240 unit dengan total nilai

sebesar Rp. 2.160.000.

Pertanyaan: tentukan saldo persediaan akhir dan harga pokok bahan baku-nya,

jika PT. Sukacita dalam penilaian persediaannya menggunakan:

a. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem periodik.

b. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem perpetual dengan

membuat kartu persediaan.

Jawaban:

Guna mempermudah menjawab soal tersebut, pertama kali kita urutkan data-

data yang sesuai bulan terjadinya transaksi, berikut ini:

Bulan Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah

Page 55: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 47

Saldo Awal 240 Rp 9.000 Rp 2.160.000 Januari Pembelian 250 10.000 Rp 2.500.000 Pebruari Produksi 320 Maret Pembelian 400 12.500 5.000.000 Retur 210 12.500 2.625.000 April Produksi 210 Pembelian 230 14.000 3.220.000 Mei Pembelian 200 15.000 3.000.000 Juni Produksi 360 Juli Pembelian 170 16.000 2.720.000 Produksi 340 Agustus Pembelian 410 18.000 7.380.000 Oktober Pembelian 300 20.000 6.000.000 Produksi 450 Nopember Pembelian 380 21.500 8.170.000 Desember Produksi 500

Berdasarkan rincian tersebut, maka dapat dihitung bahwa jumlah barang yang

tersedia untuk diproduksi sebanyak 2.370 unit. Berdasarkan perhitungan fisik

diperoleh jumlah persediaan akhir sebanyak 190 unit, sehingga jumlah barang

yang diproduksi sebanyak 2.180 unit (2.370 unit – 190 unit).

a. Periodik – FIFO

Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:

Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah Saldo Awal 240 9.000 2.160.000 Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000 Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000 Pembelian April 230 14.000 3.220.000 Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000 Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000 Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000 Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000 Pembelian Nopember 190 21.500 4.085.000 Total 2.180 33.440.000

Berdasarkan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam

produksi senilai Rp 33.440.000. Untuk menghitung nilai persediaan akhir,

terlebih dahulu dihitung jumlah barang bahan baku yang siap digunakan

untuk produksi. Berikut perhitungan bahan baku yang siap diproduksi:

Page 56: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 48

Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah Saldo Awal 240 9.000 2.160.000 Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000 Pembelian Maret 400 12.500 5.000.000 Retur Maret (190) 12.500 (2.625.000) Pembelian April 230 14.000 3.220.000 Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000 Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000 Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000 Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000 Pembelian Nopember 380 21.500 4.085.000 Total 2.370 37.525.000

Dengan demikian, jumlah nilai persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang

siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang

diproduksi (Rp 33.440.000) yaitu Rp 4.085.000.

b. Periodik – LIFO

Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:

Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah Pembelian Nopember

380 21.500 8.170.000

Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000 Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000 Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000 Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000 Pembelian April 230 14.000 3.220.000 Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000 Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000 Saldo Awal 240 9.000 2.160.000 Total 2.180 35.815.000

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang

digunakan dalam produksi senilai Rp 35.815.000. Dengan menggunakan

perhitungan bahan baku yang siap digunakan untuk produksi sebelumnya, maka

jumlah persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp

37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp

35.815.000) yaitu Rp 1.710.000.

Page 57: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 49

c. Periodik – Average

Untuk menghitung harga pokok bahan baku, terlebih dahulu dihitung biaya per

unit bahan baku. Biaya per unit bahan baku adalah jumlah bahan baku yang siap

digunakan untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dibagi dengan jumlah unit yang

tersedia untuk diproduksi (2.370 unit) yaitu Rp 15.833. Dengan biaya per unit

sebesar Rp 15.833 maka harga pokok bahan baku adalah Rp 34.515.940

(Rp15.833 x 2.180 unit).

d. Perpetual – FIFO

Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan

baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.

Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku 2009 Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Saldo

Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000 Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000

250 10.000 2.500.000 4.660.000 Pebruari 240 9.000 2.160.000

80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000 Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000

190 12.500 2.375.000 4.075.000 April 170 10.000 1.700.000

40 12.500 500.000 230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 5.095.000

Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 200 15.000 3.000.000 8.095.000

Juni 150 12.500 1.875.000 210 2.940.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 3.280.000

Juli 170 16.000 2.720.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000

Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000 410 18.000 7.380.000 8.180.000

Oktober 300 20.000 6.000.000 50 16.000 800.000 400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 6.180.000

November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 380 21.500 8.170.000 14.350.000

Desember 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000

Page 58: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 50

Dari kartu persediaan tersebut, diketahui bahwa nilai persediaan akhir bahan

baku sebanyak Rp 4.085.000. Dengan demikian, jumlah harga pokok produksi

adalah bahan baku yang tersedia untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi nilai

persediaan akhir bahan baku (Rp 4.085.000) yaitu Rp 33.440.000. cara seperti ini

digunakan juga untuk menentukan nilai persediaan akhir bahan baku dan harga

pokok produksi dengan sistem perpetual dan metoe LIFO maupun average.

e. Perpetual – LIFO

Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan

baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.

Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku 2009 Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Saldo

Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000 Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000

250 10.000 2.500.000 4.660.000 Pebruari 240 9.000 2.160.000

80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000 Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000

190 12.500 2.375.000 4.075.000 April 170 10.000 1.700.000

40 12.500 500.000 230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 5.095.000

Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 200 15.000 3.000.000 8.095.000

Juni 150 12.500 1.875.000 210 2.940.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 3.280.000

Juli 170 16.000 2.720.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000

Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000 410 18.000 7.380.000 8.180.000

Oktober 300 20.000 6.000.000 50 16.000 800.000 400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 6.180.000

November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 380 21.500 8.170.000 14.350.000

Desember 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000

Page 59: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 51

f. Perpetual – Average

Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan

baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.

Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku 2009 Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Unit Harga

Per unit Total Saldo

Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000 Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000

250 10.000 2.500.000 4.660.000 Pebruari 240 9.000 2.160.000

80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000 Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000

190 12.500 2.375.000 4.075.000 April 170 10.000 1.700.000

40 12.500 500.000 230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 5.095.000

Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000 230 14.000 3.220.000 200 15.000 3.000.000 8.095.000

Juni 150 12.500 1.875.000 210 2.940.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 3.280.000

Juli 170 16.000 2.720.000 20 14.000 280.000 200 15.000 3.000.000 120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000

Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000 410 18.000 7.380.000 8.180.000

Oktober 300 20.000 6.000.000 50 16.000 800.000 400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 6.180.000

November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 380 21.500 8.170.000 14.350.000

Desember 10 18.000 180.000 300 20.000 6.000.000 190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000

3. Perbandingan Metode Penilaian

Seperti telah diilustrasikan, ketiga metode perhitungan biaya persediaan masing-

masing memiliki asumsi arus biaya yang berbeda. Apabila biaya per unit

cenderung stabil dari waktu ke waktu, ketiga metode akan memberikan hasil

yang sama. Namun, karena harga selalu berubah, ketiga metode tersebut akan

Page 60: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 52

menghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode

berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan

akhir.

Dengan menggunakan beberapa contoh sebelumnya untuk sistem persediaan

periodik dan dengan mengasumsikan bahwa penjualan bersih adalah Rp

15.000.000 laporan laba rugi sebagian berikut mengindikasikan pengaruh setiap

metode apabila harga naik:

Laporan Laba Rugi Sebagian FIFO Biaya Rata-rata LIFO Penjualan Bersih Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Harga pokok penjualan: Persediaan awal 1.800.000 1.800.000 1.800.000 Pembelian 8.600.000 8.600.000 8.600.000 Barang tersedia dijual 10.400.000 10.400.000 10.400.000 Dikurangi persediaan akhir 3.400.000 3.120.000 2.800.000 Harga pokok penjualan 7.000.000 7.280.000 7.600.000 Laba kotor 8.000.000 7.720.000 7.400.000 Ringkasan pengaruh ketiga metode - Persediaan

akhir tertinggi - Harga pokok penjualan terendah. - Laba kotor tertingi

Hasil berada diantara hasil FIFO dan LIFO

- Persediaan akhir terendah

- Harga pokok penjualan tertinggi

- Laba kotor terendah

4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok

Seperti telah di bahas sebelumnya, biaya merupakan dasar utama untuk

penilaian persediaan. Namun, dalam sejumlah kasus, persediaan bisa dinilai

selain dari biaya. Dua situasi semacam itu muncul apabila (1) biaya penggantian

barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan (2)

persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, using,

perubahan gaya, atau penyebab lainnya.

1) Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga

Pasar

Page 61: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 53

Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripara biaya

pembeliannya maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau

harga pasar (lower-of-cost-or-market-LCM method) digunakan untuk menilai

persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk

mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan

pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam bisnis

yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang

teknologinya berubah cepat (misalnya, televise dan komputer), penurunan harga

sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan

laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar.

Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat

ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian

(replacement cost) dapat ditentukan untuk (1) setiap jenis barang dalam

persediaan, (2) kelas atau kategori utama persediaan, dan (3) persediaan secara

keseluruhan. Dalam praktik, yang ditentukan biasanya adalah biaya dan biaya

penggantian setiap jenis barang.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa terdapat 400 unit barang yang identik

dalam persediaan, yang dibeli dengan harga Rp 1.050 untuk menggantinya, maka

harga sebesar Rp 1.050 akan dikalikan dengan 400 untuk menentukan nilai

persediaan. Pada sisi lain, jika barang tersebut dapat diganti dengan harga Rp

950 per unit, biaya penggantian sebesar Rp 950 akan digunakan untuk tujuan

penilaian.

Tampilan berikut mengilustrasikan metode untuk penyusunan data

persediaan dan penerapan metode LCM ke setiap barang persediaan. Jumlah

penurunan nilai pasar Rp 45.000 (Rp 1.552.000 – Rp 1.507.000), bisa dilaporkan

sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi atau dimasukkan dalam harga

pokok penjualan. Yang pasti, laba bersih akan berkurang sebesar penurunan

harga pasar.

Penentuan Nilai Persediaan dengan Metode LCM Komoditas Jumlah

Persediaan Biaya

per Unit Harga

Pasar per Unit

Total Biaya Pasar Lebih Rendah

Biaya atau Pasar (LCM)

A 400 Rp 1.025

Rp 950 Rp 410.000 380.000 380.000

Page 62: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 54

B 120 2.250 2.410 270.000 289.200 270.000 C 600 800 775 480.000 465.000 465.000 D 280 1.400 1.475 392.000 413.000 392.000

Total Rp 1.552.000 Rp 1.547.200 Rp 1.507.000

2) Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih

Seperti yang mungkin telah Anda perkirakan, barang dagang yang telah

using, rusak, cacat, atau yang hanya bisa dijual dengan harga di bawah harga

pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai

dengan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi

harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Sebagai

contoh, asumsikan bahwa barang dagang yang telah rusak, dengan harga pokok

Rp 100.000.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp 80.000.000, dan beban

penjualan langsung diestimasi sebesar Rp 15.000.000. Persediaan ini harus dinilai

sebesar Rp 65.000.000 (Rp 80.000.000 – Rp 15.000.000), yang merupakan nilai

realisasi bersihnya.

b. Latihan 3

1. Transaksi persediaan suatu perusahaan dagang bulan Juli Tahun 2010 adalah

sebagai berikut:

Tanggal Transaksi Kuantitas Harga Per Unit

01/07/10 Persediaan awal 400 100.000

12/07/10 Penjualan 200 200.000

18/07/10 Pembelian 200 110.000

25/07/10 Penjualan 350 200.000

29/07/10 Pembelian 150 115.000

30/07/10 Stock opname 200

Tentukan nilai persediaan akhir, dengan menggunakan:

a. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem periodik

b. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem perpetual (buat kartu

persediaan)

Page 63: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 55

2. Buat laporan laba rugi untuk akhir bulan Juli 2010 dengan menggunakan

metode FIFO, LIFO, dan Average (perpetual)

3. Metode apa yanag akan Saudara pilih, jika tujuan perusahaan:

a) Memaksimalkan pajak penghasilan

b) Melaporan laba serendah mungkin

c) Melaporkan nilai persediaan akhir yang paling mendekati harga pasar

c. Rangkuman

1. Pada sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali

penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk

mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan

fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan

harga pokok penjualan

2. Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada pada

tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang

yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari

pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya

persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga

pokoknya.

3. Metode Harga Pokok Spesifik adalah metode penilaian persediaan yang

memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga

pokok barang yang dijual.

4. Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) adalah

metode penilaia persediaan dimana biaya persediaan yang paling awal yang

ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan

5. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) adalah

metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling

akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.

6. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang adalah metode rata-rata

tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah

harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya,

Page 64: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 56

d. Tes Formatif 3

Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 3 ini, coba Anda kerjakan tes

formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang

Anda anggap benar.

Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 6.

Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama

tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 2.750 unit.

1. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem

persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 166.750.000

b. Rp 161.750.000

c. Rp 74.500.000

d. Rp 69.500.000

2. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 166.750.000

b. Rp 161.750.000

c. Rp 74.500.000

d. Rp 69.500.000

3. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem

persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 166.750.000

b. Rp 161.750.000

c. Rp 74.500.000

d. Rp 69.500.000

Page 65: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 57

4. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 166.750.000

b. Rp 161.750.000

c. Rp 74.500.000

d. Rp 69.500.000

5. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem

persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 166.750.000

b. Rp 161.750.000

c. Rp 164.062.500

d. Rp 72.187.500

6. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 166.750.000

b. Rp 161.750.000

c. Rp 164.062.500

d. Rp 72.187.500

Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 7 sampai dengan nomor 15.

Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama

tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 400 Rp 100 12 Februari Penjualan 200 @ Rp 200 18 Maret Pembelian 200 110 25 Juni Penjualan 350 @ Rp 200 30 Agustus Pembelian 150 115

7. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 22.750

b. Rp 5.500

c. Rp 17.250

d. Rp 56.500

Page 66: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 58

8. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila

menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya

FIFO?

a. Rp 22.750

b. Rp 5.500

c. Rp 17.250

d. Rp 56.500

9. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 79.250

b. Rp 22.750

c. Rp 53.500

d. Rp 56.500

10. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 22.750

b. Rp 22.250

c. Rp 57.000

d. Rp 53.000

11. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila

menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya

LIFO?

a. Rp 22.750

b. Rp 22.250

c. Rp 57.000

d. Rp 53.000

12. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 22.750

b. Rp 22.250

c. Rp 57.000

d. Rp 53.000

Page 67: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 59

13. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata

(average)?

a. Rp 22.500

b. Rp 79.250

c. Rp 53.250

d. Rp 56.750

14. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila

menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya

rata-rata (average)?

a. Rp 22.500

b. Rp 79.250

c. Rp 53.250

d. Rp 56.750

15. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata

(average)?

a. Rp 22.500

b. Rp 79.250

c. Rp 53.250

d. Rp 56.750

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.

Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk

mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.

Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang

telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%

Jumlah keseluruhan Soal

Page 68: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 60

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah

dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik

81 % s.d. 90,00 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

61 % s.d. 70,99 % : Kurang

0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah

menguasai materi kegiatan belajar 3 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda

dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

Page 69: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 61

ESTIMASI NILAI PERSEDIAAN

a. Uraian dan Contoh

Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung

persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. Walaupun demikian perusahaan

tersebut tetap memerlukan laporan keuangan yang dibuat per periode. Karena

itu sering perusahaan harus memperkirakan nilai dari

persediaan yang dimilikinya. Banjir atau kebakaran dapat

menghancurkan persediaan barang, dan untuk

mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi,

perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan nilai

persediaan tanpa harus menghitung persediaan akhir yang dimilikinya. Metode

yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode

laba kotor dan metode eceran. Kedua metode ini sering dipakai dalam praktik.

1. Metode Laba Kotor

Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang

direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir

Indikator keberhasilan :

1. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode eceran. 2. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor.

KEGIATAN BELAJAR 4

Page 70: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 62

periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun

sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga

pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat

laba kotor, jumlah rupiah penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam

dua komponen: (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Harga pokok

penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual

guna mendapatkan estimasi harga pokok persediaan.

Sebagai contoh, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar Rp57.000,

pembelian selama bulan januari Rp180.000, dan penjualan bersih selama bulan

tersebut adalah Rp250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30% dari

penjualan bersih. Berikut perhitungan estimasi nilai persediaan per 31 Januari.

Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp57.000 Pembelian selama Januari (bersih) 180.000 Barang yang tersedia untuk dijual 237.000 Penjualan selama Januari (bersih) Rp250.000 Dikurangi estimasi laba kotor (30% x Rp250.000) 75.000 Estimasi harga pokok penjualan 175.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp62.000

Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan

laporan keuangan bulanan atau triwulanan dalam sistem persediaan periodik.

Metode ini juga sangat berguna dalam mengestimasi harga pokok barang

dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya. Akuntan, manager,

dan juga auditor dapat menggunakan metode laba kotor ini untuk memeriksa

tingkat kewajaran dari persediaan yang kita hitung secara fisik. Metode ini dapat

menolong untuk menemukan kesalahan– kesalahan saat pada perhitungan fisik

2. Metode Harga Eceran

Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya

persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang

tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk

menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus

ditetapkan dan ditotalkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan

Page 71: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 63

mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang

tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan

kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya

terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. Berikut

ilustrasi penentuan persediaan dengan metode eceran.

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp19.400 Rp36.000 Pembelian bulan Januari (bersih) 42.600 64.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp62.000 Rp100.000 Rasio biaya terhadap harga eceran 62.000 62%

100.000RpRp

Penjualan bulan Januari (bersih) Rp70.000 Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada eceran Rp30.000 Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada estimasi biaya (Rp30.000 x 62%)

Rp18.600

Jika persediaan terdiri atas berbagai kelas barang dagang dengan tingkat

laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan

harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan

utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut dapat digunakan

untuk menentukan nilai persediaan untuk digunakan dalam menyusun laporan

bulanan atau triwulanan apabila sistem periodik digunakan.

Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya

menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya.

Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan

harga pokok penjualan. Namun, metode eceran mengharuskan perusahaan

untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada

harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian,

sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag.

Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran

menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga

belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000

kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran

dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan

Page 72: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 64

akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran

untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja

proses ini

Misalkan perusahaan pengecer menpunyai empat kategori persediaan,

dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda. Bagaimanakah cara

perusahaan tersebut menggunakan metode eceran untuk memperkirakan harga

pokok persediaan akhir yang dimilikinya?. Terapkan metode eceran secara

terpisah pada setipa kategori dari persediaan , kemudian dengan menggunakan

rasio yang spesifik untuk keempat kategori tersebut ,kita dapat mencari nilai

persediaan akhir berdasarkan harga perolehan . Setelah itu jumlahkan Keempat

Jenis persediaan tersebut untuk mendapatkan total biaya persediaan akhir

perusahaan .

Walaupun metode eceran ini hanya merupakan teknik untuk

memperkirakan harga pokok persediaan, tapi banyak perusahaan yang

menggunakan metode ini utnuk menilai biaya persediaan akhir yang akan

tercantum dineraca. Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya menghitung

persediaan yang dimilikinya sepanjang tahun, tapi perhitungan tersebut

dilakukan berdasarkan harga eceran

b. Latihan 4

Agar Saudara dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 4 ini, coba

kerjakan latihan-latihan berikut ini.

1. Sebutkan metode yang sering digunakan untuk mengestimasi nilai

persediaan?

2. Laba kotor yang mana yang biasanya digunakan sebagai dasar estimasi nilai

persediaan?

3. Jelaskan kegunaan metode laba kotor bagi seorang akuntan?

4. Jelaskan secara singkat metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan?

5. Bagaimanakah cara perusahaan menggunakan metode eceran untuk

mengestimasi nilai persediaan akhir, apabila perusahaan mempunyai 4

kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-

beda?

Page 73: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 65

c. Rangkuman

1. Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung

persediaan akhirnya pada setiap akhir periode.

2. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir

adalah metode laba kotor dan metode eceran.

3. Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor

yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan

pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari

tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam

harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.

4. Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya

persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang

tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama.

d. Tes Formatif 4

1. Jika rasio harga pokok terhadap eceran adalah 75% dan persediaan akhir

pada harga eceran adalah Rp1.000.000. Berapa estimasi nilai persediaan akhir

pada biaya/harga pokok?

a. Rp750.000

b. Rp250.000

c. Rp1.000.000

d. Rp1.750.000

2. Berapa estimasi nilai persediaan akhir jika barang dagang yang tersedia untuk

dijual adalah Rp350.000, penjualan Rp500.000, dan persentase laba kotor

40%?

a. Rp300.000

b. Rp200.000

c. Rp50.000

d. Rp150.000

3. Berdasarkan data-data berikut, tentukan rasio biaya terhadap harga eceran

yang akan digunakan untuk mengestimasikan biaya persediaan dengan

metode eceran:

Page 74: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 66

Biaya Eceran 1 Maret Persediaan barang dagang Rp250.000 Rp350.000 1-31 Maret Pembelian (bersih) 1.212.000 1.370.000 1-31 Maret Penjualan (bersih) 1.300.000

a. 71,42%

b. 88,46%

c. 85,00%

d. 76,00%

4. Berdasarkan data-data berikut, estimasikan biaya persediaan barang dagang

per 30 Juni dengan metode eceran:

Biaya Eceran 1 Juni Persediaan barang dagang Rp180.000 Rp200.000 1-30 Juni Pembelian (bersih) 720.000 800.000 1-30 Juni Penjualan (bersih) 895.000 a. Rp900.000

b. Rp1.000.000

c. Rp105.000

d. Rp94.500

Soal nomor 5 dan 6 menggunakan data berikut ini.

Persediaan barang dagang telah musnah akibat kebakaran pada tanggal 17

Maret. Data-data berikut diperoleh dari catatan akuntansi:

1 Januari Persediaan barang dagang Rp200.000 1 Januari – 17 Maret Pembelian (bersih) 950.000 Penjualan (bersih) 1.450.000 Estimasi tingkat laba kotor 35%

5. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan yang telah musnah itu.

a. Rp507.500

b. Rp1.150.000

c. Rp207.500

d. Rp942.500

6. Estimasikan nilai persediaan barang dagang yang telah musnah itu.

a. Rp507.500

b. Rp1.150.000

Page 75: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 67

c. Rp207.500

d. Rp942.500

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 7 dan 8.

Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan

pada suatu perusahaan.

Biaya Eceran 1 Maret Persediaan barang dagang Rp260.000 Rp350.000 Transaksi selama bulan Maret: Pembelian (bersih) 1.134.000 1.700.000 Penjualan 1.850.000 Retur dan potongan penjualan 90.000

7. Berapakah nilai persediaan barang dagang per 31 Maret pada harga eceran?

a. Rp649.400

b. Rp946.400

c. Rp955.000

d. Rp1.095.000

8. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret

dengan harga eceran.

a. Rp649.400

b. Rp946.400

c. Rp955.000

d. Rp1.095.000

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10.

Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan

pada suatu perusahaan.

Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000 Transaksi selama bulan Maret dan April Pembelian (bersih) 1.435.000 Penjualan 2.560.000 Retur dan potongan penjualan 160.000 Estimasi tingkat laba kotor 46%

Page 76: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 68

9. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret

dengan metode laba kotor.

a. Rp1.104.000

b. Rp1.296.000

c. Rp439.000

d. Rp1.735.000

10. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan

metode laba kotor.

a. Rp1.104.000

b. Rp1.296.000

c. Rp439.000

d. Rp1.735.000

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.

Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk

mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.

Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang

telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah

dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik

81 % s.d. 90,00 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

61 % s.d. 70,99 % : Kurang

0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang

Page 77: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 69

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah

menguasai materi kegiatan belajar 4 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda

dapat melanjutkan dengan mengerjakan soal-soal tes sumatif.

Page 78: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 70

PENUTUP

Auditor yang profesional sangat dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai dalam rangka tugas audit Kepabeanan dan Cukai. Dengan membaca

modul Akuntansi Persediaan ini diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan

dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan. Pengetahuan

dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan sangat

membantu dalam pelaksanaan tugas audit pada Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai.

Page 79: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 71

TES SUMATIF

Setelah Anda mempelajari keseluruhan modul Akuntansi Persediaan ini serta

mengerjakan beberapa latihan dan tes formatif, maka kerjakan tes sumatif berikut

ini untuk menguji hasil belajar Anda secara komprehensif. Berikan tanda silang

(X) pada jawaban yang Anda anggap benar.

1. Meja kursi yang sedang dalam proses produksi tetapi belum selesai

dikerjakan bagi perusahaan pembuat meubelair tersebut termasuk kategori.....

a. Barang jadi

b. Bahan baku

c. Barang dalam proses

d. Bahan pembantu

2. Kayu meranti sebagai bahan utama meja kursi dimasukkan kategori.....

a. Barang jadi

b. Bahan baku

c. Barang dalam proses

d. Bahan pembantu

3. Dengan metode LIFO, maka akan diperoleh...

a. Tingkat laba maksimum

b. Pembayaran pajak minimum

c. Tingkat pajak maksimum

d. Nilai persediaan akhir paling dekat dengan harga pasar

4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...

a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah

b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah

5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...

a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

Page 80: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 72

d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi

6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.500 unit dengan harga Rp1000 per unit

secara kredit dengan sistem periodik adalah....

a. Persediaan 1.500.000 Kas 1.500.000 b. Persediaan 1.500.000 Hutang 1.500.000 c. Pembelian 1.500.000 Kas 1.500.000 d. Pembelian 1.500.000 Hutang 1.500.000

7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.750 unit dengan harga Rp200 per unit

secara kredit dengan sistem perpetual adalah....

a. Kas 350.000 Penjualan 350.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan Xxx b. Piutang Dagang 350.000 Penjualan 350.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 350.000 Penjualan 350.000 d. Piutang Dagang 350.000 Penjualan 350.000

8. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian

terakhir....

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

9. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya...

a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO)

c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

10. Jika penyusutan persediaan pada akhir tahun disajikan terlalu tinggi sebesar

Rp75.000, kesalahan tersebut akan menyebabkan:

a. Penyajian harga pokok penjualan tahun tersebut yang lebih rendah

sebesar Rp75.000.

Page 81: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 73

b. Penyajian laba kotor tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000.

c. Penyajian persediaan barang dagang tahun tersebut yang lebih tinggi

sebesar Rp75.000.

d. Penyajian laba bersih tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.

11. Metode perhitungan biaya persediaan yang didasarkan pada asumsi bahwa

biaya harus dibebankan terhadap pendapatan sesuai dengan urutan kejadian

terjadinya adalah:

a. FIFO

b. LIFO

c. Biaya rata-rata

d. Persediaan perpetual

12. Jika persediaan barang dagang dinilai berdasarkan biaya atau harga pokok

dan tingkat harga terus meningkat, metode perhitungan biaya yang akan

memberikan laba bersih paling tinggi adalah:

a. FIFO

b. LIFO

c. Biaya rata-rata

d. Persediaan perpetual

13. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok bahan baku apabila

menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya

FIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Jumlah bahan baku yang belum digunakan pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 6.500 unit.

a. Rp 166.500.000

b. Rp 79.250.000

c. Rp 87.250.000

d. Rp 87.500.000

Page 82: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 74

14. Berdasarkan data pada soal nomor 10, tentukan nilai bahan baku akhir per

31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan

metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 166.500.000

b. Rp 79.250.000

c. Rp 87.250.000

d. Rp 87.500.000

15. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan

apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan

biaya LIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 25 unit.

a. Rp 27.275.000

b. Rp 500.000

c. Rp 27.775.000

d. Rp 510.000

16. Berdasarkan data pada soal nomor 12, tentukan nilai persediaan akhir per 31

Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan

metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 27.275.000

b. Rp 500.000

c. Rp 27.775.000

d. Rp 510.000

17. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan

apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan

biaya rata-rata (average)?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100

Page 83: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 75

13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 4.760 unit.

a. Rp 5.774.480

b. Rp 5.245.520

c. Rp 11.020.000

d. Rp 11.020.000

18. Berdasarkan data pada soal nomor 14, tentukan nilai persediaan akhir per 31

Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan

metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 5.774.480

b. Rp 5.245.520

c. Rp 11.020.000

d. Rp 11.020.000

19. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir bahan baku per

31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan

metode perhitungan biaya FIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 400 Rp 1.000 1 Maret Penjualan 200 @ Rp 1.500 17 Maret Pembelian 200 1.100 18 Maret Penjualan 350 @ Rp 1.750 13 September Pembelian 150 1.150 1 Desember Penjualan 125 @ Rp 1.800 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 25 unit

persediaan yang dibeli tanggal 17 Maret 2009 langsung dikembalikan ke vendor-nya dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 765.000

b. Rp 57.500

c. Rp 707.500

d. Rp 430.000

20. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan harga pokok penjualan persediaan

apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan

biaya FIFO?

Page 84: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 76

a. Rp 765.000

b. Rp 57.500

c. Rp 707.500

d. Rp 430.000

21. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan laba kotor penjualan apabila

menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya

FIFO?

a. Rp 765.000

b. Rp 57.500

c. Rp 707.500

d. Rp 430.000

22. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir per 31

Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan

metode perhitungan biaya LIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 300 Rp 2.000 250 2.105 1 Maret Penjualan 368 @ Rp 2200 17 Maret Pembelian 200 2.110 13 September Penjualan 230 @ Rp 2300 1 Desember Pembelian 150 2.115

a. Rp 1.865.500

b. Rp 621.250

c. Rp 1.244.250

d. Rp 94.350

23. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem

persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 1.865.500

b. Rp 621.250

c. Rp 1.244.250

d. Rp 94.350

24. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan

perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 1.865.500

Page 85: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 77

b. Rp 621.250

c. Rp 1.244.250

d. Rp 94.350

25. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan

sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata

(average)?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 420 Rp 10.000 12 Februari Penjualan 200 @ Rp 11.000 18 Maret Pembelian 280 11.000 25 Juni Penjualan 350 @ Rp 12.000 30 Agustus Pembelian 200 11.500 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 50 unit persediaan

yang dijual tanggal 25 Juni 2009 langsung dikembalikan oleh pembeli dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 9.580.000

b. Rp 4.412.000

c. Rp 5.168.000

d. Rp 1.232.000

26. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem

persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 9.580.000

b. Rp 4.412.000

c. Rp 5.168.000

d. Rp 1.232.000

27. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan

perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 9.580.000

b. Rp 4.412.000

c. Rp 5.168.000

d. Rp 1.232.000

28. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret

dengan harga eceran.

Biaya Eceran

Page 86: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 78

1 Maret Persediaan barang dagang Rp 30.500.000 Rp 31.750.000 Transaksi selama bulan Maret: Pembelian (bersih) 11.134.000 11.700.000 Penjualan 35.850.000 Retur dan potongan penjualan 900.000

a. Rp 8.160.000

b. Rp 9.350.000

c. Rp 41.634.000

d. Rp 43.450.000

29. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret

dengan metode laba kotor.

Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp3.000.000 Transaksi selama bulan Maret dan April Pembelian (bersih) 10.435.000 Penjualan 20.560.000 Retur dan potongan penjualan 1.600.000 Estimasi tingkat laba kotor 35%

a. Rp 13.435.000

b. Rp 18.960.000

c. Rp 12.324.000

d. Rp 1.111.000

30. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret

dengan metode laba kotor.

a. Rp 13.435.000

b. Rp 18.960.000

c. Rp 12.324.000

d. Rp 1.111.000

***

Page 87: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 79

KUNCI JAWABAN

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

KEGIATAN BELAJAR 1 KEGIATAN BELAJAR 2 Bagian 1 Bagian 2

1. c 2. b 3. b 4. a 5. b 6. c 7. d 8. b 9. b 10. d

11. a 12. b 13. c 14. a 15. a

1. tidak 2. tidak 3. tidak 4. tidak 5. masuk 6. tidak 7. masuk 8. tidak 9. masuk

1. b 2. c 3. a 4. c 5. a 6. d 7. b 8. c 9. a 10. b 11. d 12. b 13. d 14. a 15. a

KEGIATAN BELAJAR 3

1. b {Rp 161.750.000}

Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 1.250 Rp 27.000 Rp 33.750.000 Jumlah 6.250 Rp 161.750.000

2. c {Rp 74.500.000}

Perhitungan nilai persediaan akhir:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 161.750.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 74.500.000

Page 88: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 80

3. a {Rp 166.750.000}

Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:

Unit Harga per Unit Jumlah 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 6 Pebruari Pembelian 2.250 Rp 26.000 Rp 58.500.000 Jumlah 6.250 Rp 166.750.000

4. d {Rp 69.500.000}

Perhitungan nilai persediaan akhir:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 166.750.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 69.500.000

5. c {Rp 164.062.500}

Biaya rata-rata per unit: Rp 236.250.000 / 9.000 unit = Rp 25.250

Harga pokok penjualan: 6.250 unit x Rp 25.250 = Rp 164.062.500

6. d {Rp 72.187.500}

Perhitungan nilai persediaan akhir:

Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 236.250.000

Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 164.062.500

Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 72.187.500

7. a {Rp 22.750}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Saldo

Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000 200 110 22.000 42.000 Juni 25 200 100 20.000 150 110 16.500 50 110 5.500 5.500 Agustus 30 150 115 17.250 50 110 5.500 150 115 17.250 22.750

Page 89: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 81

8. d {Rp 56.500}

9. c {Rp 53.500}

Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 110.000 (a)

12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000

Persediaan Awal Rp 40.000 (b) 1/01: 400 x Rp 100 =

Pembelian: Rp 39.250 (c) 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 22.750 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.500 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.500 (g) = (a) – (f)

10. b {Rp 22.250}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Saldo

Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000 200 110 22.000 42.000 Juni 25 200 110 22.000 150 100 15.000 50 100 5.000 5.000 Agustus 30 150 115 17.250 50 100 5.000 150 115 17.250 22.250

11. c {Rp 57.000}

12. d {Rp 53.000}

Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 110.000 (a)

12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000

Persediaan Awal Rp 40.000 (b) 1/01: 400 x Rp 100 =

Pembelian: Rp 39.250 (c) 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

Page 90: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 82

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 22.250 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 57.000 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.000 (g) = (a) – (f)

13. a {Rp 22.500}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Saldo

Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 400 105 42.000 42.000 Juni 25 350 105 36.750 50 105 5.250 5.250 Agustus 30 150 115 17.250 200 112.5 22.500 22.500

14. d {Rp 56.750}

15. c {Rp 53.250}

Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 110.000 (a)

12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000

Persediaan Awal Rp 40.000 (b) 1/01: 400 x Rp 100 =

Pembelian: Rp 39.250 (c) 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 22.500 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.750 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.250 (g) = (a) – (f)

KEGIATAN BELAJAR 4

1. a {750.000 = 75% x Rp1.000.000}

2. d {150.000 = (350.000 – (40% x 500.000))}

3. c (85%)

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp250.000 Rp350.000 Pembelian bulan Maret (bersih) 1.212.000 1.370.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.462.000 Rp1.720.000

Page 91: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 83

Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.462.000=85%Rp1.720.000

4. d (Rp 94.500)

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Juni Rp180.000 Rp200.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 720.000 800.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp900.000 Rp1.000.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp900.000

=90%Rp1.000.000

Penjualan bulan Juni (bersih) Rp895.000 Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada eceran Rp105.000 Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada estimasi biaya (Rp105.000 x 90%)

Rp94.500

5. d (Rp942.500)

6. c (Rp207.500)

Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp200.000 Pembelian selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) 950.000 Barang yang tersedia untuk dijual 1.150.000 Penjualan selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Rp1.450.000 Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp1.450.000) 507.500 Estimasi harga pokok penjualan 942.500 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp207.500

7. c (Rp955.000)

8. a (Rp649.400)

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp260.000 Rp350.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 1.134.000 1.700.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.394.000 Rp2.050.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.394.000

=68%Rp2.050.000

Penjualan bulan Maret Rp1.185.000 Retur dan potongan penjualan 90.000 Penjualan bulan Maret (bersih) 1.095.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp955.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya (Rp955.000 x 68%)

Rp649.400

9. b (Rp1.296.000)

Page 92: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 84

10. c (Rp439.000)

Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000 Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 1.435.000 Barang yang tersedia untuk dijual 1.735.000 Penjualan selama bulan Maret dan April Rp2.560.000 Retur dan potongan penjualan 160.000 Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 2.400.000 Dikurangi estimasi laba kotor (46% x Rp2.400.000) 1.104.000 Estimasi harga pokok penjualan 1.296.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp439.000

KUNCI JAWABAN TES SUMATIF

1. c

2. b

3. b

4. b

5. c

6. d

7. b

8. b

9. d

10. d

11. a

12. a

13. b {Rp 79.250.000} Perhitungan harga pokok bahan baku: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000 17 Maret Pembelian 2.900 Rp 12.000 Rp 34.800.000 Harga pokok penjualan Rp 79.250.000

14. c {Rp 87.250.000} Perhitungan nilai persediaan akhir, sebagai berikut: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 Rp 40.800.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 Rp 67.500.000

Page 93: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 85

1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 166.500.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 79.250.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 87.250.000

15. a {Rp 27.275.000} Perhitungan harga pokok bahan baku: Unit Harga per Unit Jumlah 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Rp 10.625.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 7.350.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 6.300.000 1 Januari Persediaan Awal 150 Rp 20.000 3.000.000 Harga pokok penjualan Rp 27.275.000

16. b {Rp 500.000} Perhitungan nilai persediaan akhir: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 Rp 3.500.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 6.300.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 7.350.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 10.625.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 27.775.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 27.275.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 500.000

17. a {Rp 5.774.480} Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000 Rp 2.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100 3.300.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 3.920.000 25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 1.800.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 11.020.000 Jumlah barang yang tersedia untuk dijual 10.000 unit Biaya rata-rata per unit: Rp 11.020.000 / 10.000 unit = Rp 1.102 Harga pokok penjualan: 5.240 unit yang terjual x Rp 1.102 = Rp 5.774.480

18. b {Rp 5.245.520} Perhitungan nilai persediaan akhir: Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 11.020.000 Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 5.774.480 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 5.245.520

19. b {Rp 57.500}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan

Page 94: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 86

2009 Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Saldo

1 Januari 400 1.000 400.000 400.000 1 Maret 200 1.000 200.000 200 1.000 200.000 200.000 17 Maret 175 1.100 192.500 200 1.000 200.000 175 1.100 192.500 392.500 18 Maret 200 1.000 200.000 150 1.100 165.000 25 1.100 27.500 27.500 13 September 150 1.150 172.500 25 1.100 27.500 150 1.150 172.500 200.000 1 Desember 25 1.100 27.500 100 1.150 115.000 50 1.150 57.500 57.500

Jumlah persediaan akhir adalah Rp 57.500 (50 unit x Rp 1.150).

20. {Rp 707.500} Perhitungan harga pokok penjualan: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Maret Penjualan 200 Rp 1.000 Rp 200.000 18 Maret Penjualan 200 Rp 1.000 200.000 150 Rp 1.100 165.000 13 September Penjualan 25 Rp 1.100 27.000 100 Rp 1.150 115.000 Harga pokok penjualan Rp 707.500

21. {Rp 430.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 1.137.500 (a)

1/03: 200 x Rp 1.500 = Rp 300.000 18/03: 350 x Rp 1.750 = Rp 612.500 1/12: 125 x Rp 1.800 = Rp 225.000

Persediaan Awal Rp 400.000 (b) 1/01: 400 x Rp 1.000 =

Pembelian: Rp 365.000 (c) 17/03: 175 x Rp 1.100 = Rp 192.500 13/09: 150 x Rp 1.150 = Rp 172.500

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 765.000 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 57.500 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 707.500 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 430.000 (g) = (a) – (f)

22. b {Rp 621.250} Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan

2009 Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Saldo

Januari 1 300 2000 600000

Page 95: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 87

250 2105 526250 1126250 Maret 1 250 2105 526250 118 2000 236000 182 2000 364000 364000 Maret 17 200 2110 422000 182 2000 364000 200 2110 422000 786000 September 13 200 2110 422000 30 2000 60000 152 2000 304000 304000 Desember 1 150 2115 317250 152 2000 304000 150 2115 317250 621250

23. Rp 1.244.250}

Perhitungan harga pokok penjualan: Unit Harga per Unit Jumlah 1 Maret Penjualan 250 2.105 526.250 118 2.000 236.000 13 September Penjualan 200 2.110 422.000 30 2.000 60.000 Harga pokok penjualan Rp 707.500

24. d {Rp 94.350} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 1.338.600 (a)

1/03: 368 x Rp 2.200 = Rp 809.600 13/09: 230 x Rp 2.300 = Rp 529.000

Persediaan Awal Rp 1.126.250 (b) 1/01: 300 x Rp 2000 = 600.000

250 x Rp 2.105 = 526.250

Pembelian: Rp 739.250 (c) 17/03: 200 x Rp 2110 = Rp 422.000 1/12: 150 x Rp 2115 = Rp 317.250

Barang Tersedia untuk Dijual Rp1.865.500 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 621.250 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 1.244.250 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 94.350 (g) = (a) – (f)

25. a {Rp 4.412.000} Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan

2009 Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Saldo

Januari 1 420 10000 4200000 4200000 Februari 12 200 10000 2000000 220 10000 2200000 2200000 Maret 18 280 11000 3080000 500 10560 5280000 5280000 Juni 25 300 10560 3168000 200 10560 2112000 2112000 Agustus 30 200 11500 2300000 400 11030 4412000 4412000

26. Rp 5.168.000}

Perhitungan harga pokok penjualan: Unit Harga per Unit Jumlah 12 Februari Penjualan 200 10000 2.000.000 30 Juni Penjualan 300 10560 3.168.000

Page 96: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 88

Harga pokok penjualan Rp 5.168.000

27. c {Rp 1.232.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan: Rp 6.400.000 (a)

12/02: 200 x Rp 11.000 = Rp 2.200.000 25/06: 350 x Rp 12.000 = Rp 4.200.000

Persediaan Awal Rp 4.200.000 (b) 1/01: 420 x Rp 10.000 =

Pembelian: Rp 5.380.000 (c) 18/03: 280 x Rp 11000 = Rp 3.080.000 30/08: 200 x Rp 11500 = Rp 2.300.000

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 9.580.000 (d) = (b) + (c) Persediaan Akhir Rp 4.412.000 (e) Harga Pokok Barang Dijual Rp 5.168.000 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 1.232.000 (g) = (a) – (f)

28. d (Rp 8.160.000) Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp30.500.000 Rp31.750.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 11.134.000 11.700.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp41.634.000 Rp43.450.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp41.634.000

=96%Rp43.450.000

Penjualan bulan Maret Rp35.850.000 Retur dan potongan penjualan 900.000 Penjualan bulan Maret (bersih) 34.950.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp 8.500.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya (Rp8.500.000 x 96%)

Rp8.160.000

29. c (Rp12.324.000) 30. d (Rp1.111.000) Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp 3.000.000 Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 10.435.000 Barang yang tersedia untuk dijual 13.435.000 Penjualan selama bulan Maret dan April Rp20.560.000 Retur dan potongan penjualan 1.600.000 Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 18.960.000 Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp18.960.000) 6.636.000 Estimasi harga pokok penjualan 12.324.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp 1.111.000

Page 97: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 89

DAFTAR ISTILAH

Aktiva : Sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.

Akun : Suatu media untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan atau sumber daya yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva, hutang, modal, penghasilan, dan beban.

Direct Material : semua material yang digunakan dalam proses produksi suatu produk. Sebagai contoh jika produknya adalah baju, maka contoh material di sini adalah (kain, benang, kancing, dll) bahkan jika produk itu dikemas ke dalam plastik, maka plastik itu pun bisa dimasukkan sebagai bahan baku penunjang.

Direct Labour : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi barang. Beberapa biaya tenaga kerja ini diantaranya (gaji, tunjangan, lembur, asuransi, seragam, konsumsi, dll)

Factory Overhead : biaya-biaya dari tenaga kerja tidak langsung, mesin/alat kerja/fasilitas kerja, dan semua biaya pabrikasi lainnya yang biayanya tidak dapat dibebankan langsung ke dalam produk tertentu.

Harga pasar : Tingkat harga yang ditentukan oleh adanya pemintaan dan penawaran.

Harga pokok : Sama dengan harga perolehan, yaitu harga beli ditambah dengan biaya-biaya lain untuk pembelian dan penjualan.

Jurnal : Buku harian yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan yang terjadi setiap hari.

Penjualan Kredit : Penjualan barang dagangan dengan pembayaran dilakukan selang beberapa waktu setelah barang diserahkan.

PSAK : (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yaitu standar yang harus diikuti dalam pencatatan dan pelaporan akuntansi di Indonesia.

Transaksi keuangan

: Kejadian atau peristiwa yang menyangkut perusahaan yang bersifat finansiil (bernilai uang)

Laporan Laba Rugi

: Suatu laporan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit dalam suatu periode akuntansi atau satu tahun

Page 98: Modul PCA Inventory Accounting

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 90

DAFTAR PUSTAKA

Dian Anita Nuswantara, 2003. Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan. Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Haryono Jusup, 2003. Dasar-dasar akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: STIE YKPN

Yogyakarta. Horngren, Charles T., Walter T Harrison, Michael A. Robinson, dan Thomas H.

Secokusumo, 1988. Akuntansi di Indonesia. Salemba Empat. Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002,

Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Smith, J.M. dan Skousen, K.F., 1977. Intermediate Accounting, Comprehensive

volume, Sixth Edition, Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.