modul lkk blok 13

94
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami. Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah blok XII mengenai sistem gastrointestinal yang ditinjau dari berbagai aspek. Latihan Keterampilan Klinik di blok XII ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP melakukan beberapa keterampilan yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, yaitu: 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien dewasa dengan kasus non bedah. Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan 4). Oleh karena itu dalam LKK 1 Blok Sistem Digestif ini, mahasiswa 1

Upload: zukhruful-muzakkie

Post on 21-Jan-2016

117 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lkk

TRANSCRIPT

Page 1: Modul LKK Blok 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan

sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran

akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang

akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami.

Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah blok XII

mengenai sistem gastrointestinal yang ditinjau dari berbagai aspek. Latihan Keterampilan Klinik

di blok XII ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP melakukan beberapa keterampilan

yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, yaitu:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien dewasa dengan kasus non bedah.

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan

mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan

4). Oleh karena itu dalam LKK 1 Blok Sistem Digestif ini, mahasiswa FK UMP akan

dilatih bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama gastrointestinal,

pada pasien dewasa non bedah.

2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dengan kasus bedah.

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan

mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan

4). Oleh karena itu di blok Sistem Digestif ini, mahasiswa FK UMP akan dilatih

bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama abdomen, pada pasien

dengan indikasi tindakan bedah.

1

Page 2: Modul LKK Blok 13

3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien anak dengan kasus non bedah.

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan

mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan

4). Oleh karena itu dalam LKK 3 Blok Sistem Digestif ini, mahasiswa FK UMP akan

dilatih bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama gastrointestinal,

pada pasien anak non bedah.

4. Pemasangan Nasogastric Tube (NGT).

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan

memiliki pengetahuan teoritis mengenai pemasangan nasogastric tube, sehingga dapat

menjelaskan kepada teman sejawat, pasien, maupun klien tentang konsep, teori, prinsip,

maupun indikasi serta cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya (tingkat

kemampuan 1).

2

Page 3: Modul LKK Blok 13

1.2 TUJUAN UMUM

Tujuan umum dari latihan keterampilan klinik di blok XII ini adalah:

1. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

anamnesis mengenai kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah.

2. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa dengan kasus non bedah.

3. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

anamnesis mengenai kelainan gastrointestinal pada pasien dengan kasus bedah.

4. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dengan kasus bedah.

5. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

heteroanamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien anak non bedah.

6. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien anak non bedah secara runtut dan

benar.

7. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

pemasangan NGT dengan benar.

1.3 METODE INSTRUKSIONAL

Metode instruksional dalam pelaksanaan latihan keterampilan klinik di blok XII ini

adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai topik LKK.

2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang

instruktur.

3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan keterampilan klinik sesuai

dengan langkah kerja yang tercantum dalam penuntun LKK.

4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang teknik LKK.

5. Diskusi antara mahasiswa dan instruktur.

3

Page 4: Modul LKK Blok 13

BAB II

PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK

2.1 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DEWASA NON

BEDAH

A. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melakukan anamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah:

a. Menanyakan keluhan utama

b. Menanyakan keluhan tambahan

c. Menanyakan riwayat penyakit dahulu

d. Menanyakan faktor-faktor risiko

e. Menanyakan riwayat keluarga

f. Menetapkan diagnosis banding

2. Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah secara

runtut dan benar.

a. Melakukan pemeriksaan fisik umum

- Tanda vital

- Tinggi badan (TB)

- Berat badan (BB)

b. Melakukan pemeriksaan fisik khusus

- Melakukan pemeriksaan kulit

- Melakukan pemeriksaan mata dan mulut

- Melakukan pemeriksaan leher

- Melakukan pemeriksaan thoraks

- Melakukan pemeriksaan abdomen

- Melakukan pemeriksaan ektremitas4

Page 5: Modul LKK Blok 13

c. Melakukan pemeriksaan spesifik

- Pemeriksaan asites (shifting dullness)

- Pemeriksaan hati

- Pemeriksaan limpa

- Pemeriksaan abdomen bawah

- Pemeriksaan perineum

B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN ABDOMEN PADA PASIEN

DEWASA NON BEDAH

1.1 Landasan Teori

Anamnesis pada pasien dengan gangguan gastrointestinal (GI) mempunyai beberapa

komponen penting. Waktu timbulnya gejala dapat menunjukkan etiologi yang spesifik.

Gejala yang timbul dalam waktu singkat biasanya disebabkan oleh infeksi akut, terpapar

racun, inflamasi atau iskemia. Gejala yang timbul dalam jangka waktu lama menunjukkan

adanya inflamasi kronis, gangguan fungsi usus, dan kondisi neoplastik. Gejala yang timbul

akibat obstruksi mekanis, iskemia, inflammatory bowel disease (IBD), dan gangguan fungsi

usus biasanya menjadi bertambah buruk dengan pemasukan makanan. Sebaliknya, gejala

pada ulkus menjadi berkurang bila diberi makan atau minum antasida.

Pola gejala dan durasinya dapat menunjukkan kondisi penyebabnya. Nyeri pada ulkus

peptikum bersifat intermiten, yang berlangsung selama seminggu atau sebulan. Sementara

kolik bilier timbul mendadak dan hanya berlangsung selama beberapa jam. Nyeri akibat

inflamasi akut, misalnya pancreatitis, berlangsung dalam hitungan hari sampai minggu dan

sangat berat. Makanan terkadang menimbulkan diare pada IBD dan IBS, dan defekasi

mengurangi ketidaknyamanan akibat kondisi tersebut. Gangguan fungsi usus biasanya

ditimbulkan oleh stress. Diare akibat malabsorpsi biasanya membaik dengan disuruh puasa,

sementara diare sekretorik tetap berlangsung meskipun berpuasa.

5

Page 6: Modul LKK Blok 13

Gejala yang timbul setelah bepergian (travelling) mengindikasikan infeksi usus.

Beberapa obat menyebabkan nyeri perut, gangguan fungsi pencernaan, bahkan menyebabkan

perdarahan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna bagian bawah biasanya terjadi akibat

adanya neoplasma, divertikel, lesi vascular pada orang tua, malformasi anorektal atau IBD

pada usia yang lebih muda.

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP

2. Pasien simulasi

3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.

4. Menanyakan keluhan utama.

5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.

6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.

7. Menanyakan riwayat keluarga

CONTOH:

i. Susah menelan dan muntah

a. Onset

b. Frekuensi

c. Menetap atau periodik

d. Isi dan pengaruh konsistensi makanan

e. Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang,

DM, dll.

6

Page 7: Modul LKK Blok 13

ii. Nyeri perut

a. Lokasi nyeri

b. Onset nyeri

c. Penyebaran

d. Kualitas nyeri

e. Hilang timbul atau terus-menerus

f. Kronologis lamanya nyeri.

g. Faktor yang menimbulkan nyeri

h. Faktor yang menghilangkan nyeri

i. Gejala penyerta

j. Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.

iii. Diare

a. Sejak kapan.

b. Frekuensi, warna, bau.

c. Bercampur darah atau lendir.

d. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.

e. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.

f. Terjadi secara massal/tidak.

g. Ada/tidak penurunan berat badan.

iv. Perut kembung (distensi abdomen)

a. Onset

b. Nyeri perut

c. Mual/muntah

d. Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)

e. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK

7

Page 8: Modul LKK Blok 13

v. Kulit kuning

a. Onset

b. Gejala penyerta (gatal, demam, nyeri perut, dll)

c. Warna BAK dan BAB

d. Riwayat konsumsi obat, minuman beralkohol, jamu

e. Riwayat hepatitis, DM

f. Riwayat keluarga

g. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi

h. Gejala penyerta lain: sesak nafas, jantung berdebar, penurunan BB,

demam, dll.

1.4 Kesimpulan

Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien

berdasarkan hasil anamnesis.

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DEWASA NON

BEDAH

2.1 Landasan Teori

Pemeriksaan fisik melengkapi anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya. Tanda vital

yang abnormal memberikan petunjuk perlu tidaknya intervensi segera. Demam

mengindikasikan adanya inflamasi atau neoplasma. Orthostasis biasanya ditemukan dengan

kehilangan banyak darah, dehidrasi, sepsis, atau neuropati otonomik. Pemeriksaan leher

dengan pemeriksaan menelan dapat melihat adanya disfagia (susah menelan). Penyakit

kardiopulmoner dapat menimbulkan nyeri perut atau mual, sehingga pemeriksaan paru dan

jantung tetap penting pada keluhan GI. Pemeriksaan rectum atau pelvis diperlukan untuk

melihat sumber penyebab nyeri abdomen. Kondisi metabolik dan gangguan motorik usus

biasanya dikaitkan dengan neuropati perifer.

8

Page 9: Modul LKK Blok 13

Inspeksi abdomen dapat membedakan distensi akibat obstruksi, tumor, asites, atau

abnormalitas pembuluh darah akibat penyakit hati. Ekimosis timbul pada pankreatitis berat.

Auskultasi dapat mendeteksi adanya bruit (bising pembuluh darah) atau friction rub pada

penyakit vascular atau tumor hati. Menurunnya bising usus menandakan ileus, sedangkan

meningkatnya bising usus dengan nada tinggi menandakan ostruksi usus. Perkusi dapat

menentukan ukuran hepar dan mendeteksi adanya cairan pada asites dengan pemeriksaan

shifting dullness. Palpasi dilakukan untuk menilai hepatosplenomegali, tumor, ataupun massa

akibat inflamasi.

Pemeriksaan fisik abdomen berguna dalam mengevaluasi nyeri yang tidak dapat

dijelaskan. Pasien dengan nyeri dinding abdomen mungkin akan menunjukkan nyeri yang

timbul akibat maneuver Valsava atau mengangkat tungkai lurus. Pasien dengan nyeri visceral

dapat menunjukkan rasa tidak nyaman pada seluruh abdomen, sementara nyeri parietal atau

peritonitis menunjukkan rasa nyeri yang langsung pada dinding abdomen dengan cara

mengeraskan dinding abdomen (defence mechanism).

2.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP

2. Ruang periksa dokter

3. Pasien simulasi

4. Tempat tidur pemeriksaan

5. Stetoskop dewasa

6. Termometer

7. Timbangan badan

8. Pengukur tinggi badan

9

Page 10: Modul LKK Blok 13

2.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik.

4. Meminta izin pasien.

5. Melakukan pemeriksaan fisik umum:

a. Kesadaran

b. Keadaan umum

c. Tanda vital

d. Tinggi badan dan berat badan

6. Melakukan pemeriksan kulit .

a. Melihat adanya warna kuning atau pucat pada kulit

b. Melihat adanya pigmentasi pada kulit

c. Melihat adanya spider nevi pada dada, bahu, dan punggung.

d. Melihat adanya lesi pada kulit, misalnya pada herpes zoster.

Gambar 1. Spider nevi

Sumber: www.drugline.org

7. Melakukan pemeriksaan kepala.

a. Melakukan pemeriksaan konjungtiva, apakah pucat atau normal, atau merah.

b. Melakukan pemeriksaan sklera, apakah putih atau kuning.

10

Page 11: Modul LKK Blok 13

8. Melakukan pemeriksaan leher

a. Melakukan pemeriksaan JVP

b. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening.

9. Melakukan pemeriksaan thoraks.

a. Melakukan pemeriksaan jantung.

b. Melakukan pemeriksaan paru-paru.

10. Melakukan pemeriksaan abdomen.

a. Inspeksi abdomen

i. Memperhatikan apakah abdomen simetris pada posisi pasien telentang.

ii. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen, apakah datar, cembung,

cekung, ada tonjolan.

iii. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa, pulsasi,

darm contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar), darm steifung

(gambaran gerak peristaltik usus terlihat dari luar).

iv. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput medusa,

dan striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen bekas peregangan

yang lama).

b. Auskultasi abdomen

i. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu

menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal,

meningkat, menurun, metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus

terdengar kurang lebih 3 kali/menit.

ii. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran

abdomen.

11

Page 12: Modul LKK Blok 13

c. Palpasi abdomen

i. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.

ii. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau dua

tangan. Palpasi dilakukan hati-hati pada daerah yang dikeluhkan pasien.

iii. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau saat

dilepas (nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien sewaktu

dilakukan palpasi abdomen.

- Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk

orientasi dan perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.

iv. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan memeriksa

organ dalaman abdomen (hati, limpa).

v. Pemeriksaan hepar:

- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan

bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.

- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta

pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah

parabolik.

- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.

- Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan

dengan berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari,

bagaimana pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar,

adanya nyeri dan fluktuasi.

vi. Pemeriksaan limpa (spleen):

- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio

iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui

umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.

- Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa

(terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya

nyeri.

12

Page 13: Modul LKK Blok 13

vii. Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut, terutama pada kasus-

kasus sirosis dengan hipertensi porta, dengan cara menekan vena dinding

abdomen pada dua titik. Lalu lepaskan satu titik, bila vena di antara kedua

titik tadi kosong berarti pengisian vena dari arah sisi satu lagi.

d. Perkusi abdomen

i. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan

adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman

abdomen.

- Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan

hepar.

- Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela

iga ke-11 di garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas

pekak bagian bawah, maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.

ii. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan apakah

cairan banyak atau tidak:

- Posisi pasien telentang.

- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen dan tangan

kanan mengetuk dinding abdomen sisi kanan.

Gambar 2. Cara pemeriksaan gelombang cairan asites (fluid wave)

Sumber: www. meded.ucsd.edu

13

Page 14: Modul LKK Blok 13

iii. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:

- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian,

dengarkan adanya bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping

perut. Biasanya daerah umbilicus akan terdengar timpani (tidak

pekak) karena cairan mengumpul di bagian terendah tubuh, yaitu sisi

kanan dan kiri.

- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan

abdomen. Bunyi pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen

sekarang menghilang. Hal ini terjadi karena cairan berpindah ke

bagian terendah tubuh yaitu sisi kiri.

- Lakukan sebaliknya, pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri

abdomen. Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.

Gambar 3. Perpindahan cairan abdomen pada saat perkusi

Sumber: www.depts.washington.edu

14

Page 15: Modul LKK Blok 13

Gambar 4. Cara melakukan shifting dullness

Sumber: www.biology-forums.com

iv. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan):

- Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada kedua

siku dan lututnya.

- Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling rendah

menggantung.

- Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan suara

ketukan lewat stetoskop.

Gambar 5. Cara memeriksa Puddle Sign

Sumber: www.biology-forums.com

15

Page 16: Modul LKK Blok 13

v. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien

tegak. Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga

abdomen.

vi. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan

meragukan.

- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.

- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi

merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar redup.

11. Melakukan pemeriksaan perineum (pemeriksaan colok dubur (rectal toucher))

i. Pasien dalam posisi berbaring miring ke kiri (lateral dekubitus kiri), kedua

lutut terlipat ke arah dada.

ii. Menggunakan sarung tangan, oleskan vaselin/jeli pada jari telunjuk kanan.

iii. Melakukan inspeksi perineum dengan mengangkat bokong kanan sedikit ke

atas.

iv. Jari telunjuk tangan kanan yang sudah diolesi vaselin/jeli diusapkan mulai dari

depan perineum, memutar di pinggir anus, baru dimasukkan ke dalam anus.

v. Menilai keadaan sfingter anus eksterna, mukosa rektum, massa dalam lumen,

adanya rasa nyeri.

vi. Mengeluarkan jari dari anus, lalu memperhatikan adanya darah, lendir, dan

feses pada sarung tangan.

12. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.

i. Memperhatikan apakah ada palmar eritema pada bagian tenar atau hipotenar

telapak tangan.

ii. Memperhatikan apakah ada edema atau atrofi otot pada tungkai.

16

Page 17: Modul LKK Blok 13

2.4 Interpretasi Hasil

Pada pasien ditemukan pemeriksaan fisik yang khas pada gangguan abdomen, yaitu:

1. Inspeksi: sklera ikterik, spider nevi, venektasi abdomen, caput medusa, perut

cembung (perut kodok).

2. Auskultasi: bunyi peristaltik (meningkat, menurun, metallic sound), bruit (+) pada

hepar atau aorta abdominalis.

3. Palpasi: hepatomegali, splenomegali, massa (+), cairan (+)

4. Perkusi: shifting dullness (+), puddle sign (+), perubahan batas bawah limpa.

17

Page 18: Modul LKK Blok 13

2.2 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN BEDAH

A. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melakukan anamnesis mengenai kelainan pada abdomen pada pasien dengan indikasi

tindakan bedah.

a. Menanyakan keluhan utama

b. Menanyakan keluhan tambahan

c. Menanyakan riwayat penyakit dahulu

d. Menanyakan faktor-faktor risiko

e. Menanyakan riwayat keluarga

f. Menetapkan diagnosis banding

2. Melakukan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien dengan indikasi tindakan bedah

secara runtut dan benar.

a. Melakukan inspeksi abdomen

- Memahami pembagian regio abdomen

b. Melakukan palpasi abdomen

c. Melakukan perkusi abdomen

d. Melakukan auskultasi abdomen

e. Melakukan pemeriksaan spesifik

- Palpasi titik Mc Burney

- Murphy’s sign

- Rovsing sign

- Psoas sign

- Obturator sign

- Hernia

18

Page 19: Modul LKK Blok 13

B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN ABDOMEN PADA PASIEN

DENGAN INDIKASI TINDAKAN BEDAH

1.1 Landasan Teori

Nyeri, anoreksia, mual, muntah, dan demam merupakan manifestasi khas suatu

kelainan abdomen akut. Tanda penting pada pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan

defence musculair dan perubahan dalam peristalsis usus. Tetapi pembeda kritis atau tidak

kritis bukanlah pada abdomen akut atau non akut tetapi abdomen bedah atau non bedah.

Untuk mengidentifikasi abdomen bedah terdiri atas tiga komponen diagnostik dasar yaitu

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes penunjang.

Anamnesis dapat dibagi dalam beberapa kategori utama:

a. Usia

Usia sangat tua dan sangat muda, masing-masing menampilkan sekitar 10% pasien

nyeri abdomen akut. Pasien di atas usia 65 tahun mempunyai dua kali insidens

penyakit bedah (30 %) sebagai penyebab nyeri abdomen, dibandingkan pasien di

bawah usia 65 tahun. peradangan pelvis, infeksi traktus urinarius, dismenore, dan

kehamilan ektopik.

b. Jenis kelamin

Pada kelompok usia dewasa, wanita lebih mungkin tampil dengan nyeri abdomen

dibanding pria. Tetapi pria yang menampilkan gejala ini mempunyai insidens

penyakit bedah yang lebih tinggi. Sistem genitourinarius lazim menyebabkan nyeri

abdomen pada wanita, meliputi penyakit

19

Page 20: Modul LKK Blok 13

c. Nyeri abdomen

Ada tiga jenis mulainya nyeri abdomen, yaitu eksplosif, cepat dan bertahap.

Pasien yang mendadak dicekam nyeri eksplosif lebih mungkin menderita akibat

pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritonealis bebas atau menderita

vascular accident berkelanjutan. Kolik yang berasal dari ginjal atau kandung empedu

dapat timbul mendadak tetapi jarang menimbulkan nyeri yang parah. Pasien dengan

nyeri bersifat cepat mulai dan cepat memburuk mungkin menderita pankreatitis akut,

trombosis mesenterika, atau strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang dimulai

bertahap mungkin menderita radang peritoneum, seperti yang terlihat pada apendisitis

atau divertikulitis.

Keparahan nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau kolik. Nyeri

menyiksa tak berespon terhadap narkotika menggambarkan suatu lesi vascular akut

seperti ruptur aneurisma abdominalis atau infark usus. Pasien infark usus khas

menderita nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium. Nyeri yang parah

tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis akibat viskus yang pecah atau

pankreatitis akut. Nyeri tumpul, samar-samar yang sukar dilokalisasi menggambarkan

suatu proses peradangan dan merupakan presentasi awal apendisitis. Nyeri kolik yang

ditandai sebagai kram dan dorongan menggambarkan gastroenteritis. Nyeri akibat

obstruksi usus halus mekanik juga bersifat kolik, tetapi mempunyai pola berirama

dengan interval bebas nyeri, bergantian dengan kolik parah.

Gambaran klinik bermanfaat berhubungan dengan lokasi distribusi nyeri pada

keterlibatan organ. Tempat nyeri abdomen merupakan cermin jenis rangsangan syaraf

dan asal embriologi organ. Sensasi nyeri yang sukar dilokalisasi diperantarai melalui

susunan saraf otonom yang berhubungan dengan visera intraabdomen. Serabut n.

spinalis memberikan persarafan berlokalisasi, baik dari peritoneum parietalis,

diafragma dan dinding pelvis. Nyeri berlokalisasi buruk biasanya dapat dihubungkan

ke tiga daerah, yaitu epigastrium, periumbilicus, dan hypogastrium.

20

Page 21: Modul LKK Blok 13

Iritasi diafragma bisa menyebabkan nyeri pada daerah distribusi nervus spinalis

C4, sehingga proses peradangan hati atau limpa atau kumpulan cairan subdiafragma

akibat ulkus perforate bisa mengalihkan nyeri ke bahu (reffered pain).

d. Gejala sistemik

Mendapatkan riwayat cermat bagi gejala sistemik penting dalam evaluasi

abdomen akut. Anoreksia, mual, dan muntah sering menyertai penyakit abdomen akut

karena dapat membedakan penyakit medis dari penyakit bedah. Jika mual dan muntah

mendahului mulainya nyeri abdomen, maka kurang mungkin penyakit tersebut adalah

penyakit bedah.

Penilaian gejala diare, konstipasi, dan obstipasi merupakan bagian kritis

anamnesis bagi nyeri abdomen. Jika dapat dipastikan bahwa pasien tidak

mengeluarkan gas per rectum dan tidak mempunyai gerakan usus selama 24 jam,

maka tinggi probabilitas obstruksi usus. Diare lazim menyertai gastroenteritis tapi ia

bisa menyertai apendisitis.

Riwayat penyakit dahulu, termasuk riwayat operasi, riwayat pengobatan, riwayat

keluarga juga perlu ditanyakan.

Penyebab lazim nyeri abdomen akut dapat dibagi ke dalam tiga kelompok utama,

yaitu: lesi peradangan, lesi obstruktif, dan kelainan vascular. Lesi peradangan tampil

dengan nyeri yang dimulai bertahap, tumpul dan sulit dilokalisasi. Lesi obstruktif tampil

dengan nyeri kram seperti kolik yang berseling dengan interval bebas nyeri. Lesi vaskular

tampil dengan gejala yang eksplosif atau cepat, nyeri menyiksa, yang tidak dapat

dihilangkan dengan narkotika.

21

Page 22: Modul LKK Blok 13

Skor Alvarado untuk appendicitis akut (MANTRELS)

Gejala Skor

Migratory right illiac fossa pain 1

Nausea/vomitting 1

Anorexia 1

Signs

Tenderness in right iliac fossa 2

Rebound tenderness in right iliac fossa 1

Elevated temperature 1

Laboratory findings

Leucocytosis 2

Shift to the left of neutrophils 1

Total 10

Keterangan:

Skor 5-6 possible

Skor 7-8 probable

Skor >9 very probable

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 2 Blok XII FK UMP

2. Pasien simulasi

3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

22

Page 23: Modul LKK Blok 13

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.

4. Menanyakan keluhan utama pasien.

5. Menanyakan keluhan tambahan pasien.

6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu pasien.

7. Menanyakan faktor-faktor risiko.

8. Menanyakan riwayat keluarga

9. Menetapkan diagnosis banding

Contoh anamnesis kasus-kasus bedah:

a. Muntah (biasanya menyertai gangguan pasase usus)

- Onset

- Frekuensi

- Menetap atau periodik

- Isi dan pengaruh konsistensi makanan

- Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang,

DM, dll.

b. Nyeri perut (misalnya apendisitis, peritonitis, perforasi organ visera abdomen)

- Lokasi nyeri

- Onset nyeri

- Penyebaran nyeri

- Kualitas nyeri

- Hilang timbul atau terus-menerus

- Kronologis lamanya nyeri.

- Faktor yang menimbulkan nyeri

- Faktor yang menghilangkan nyeri

- Gejala penyerta

- Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.

c. Diare dan konstipasi (biasanya keganasan di usus besar)

- Sejak kapan

23

Page 24: Modul LKK Blok 13

- Frekuensi, warna, bau

- Bercampur darah atau lendir

- Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas

- Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare

- Terjadi secara massal/tidak

- Penurunan berat badan

d. Perut kembung (biasanya akibat gangguan pasase usus, misalnya volvulus,

invaginasi)

- Onset

- Nyeri perut

- Mual/muntah

- Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)

- Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK

e. Benjolan di daerah inguinal, skrotum, umbilikal (hernia inguinalis, hernia

femoralis, hernia skrotalis, hernia umbilikalis)

- Onset

- Nyeri atau tidak

- Ada muntah atau tidak

- Hilang timbul atau menetap

- Riwayat keluhan serupa sebelumnya

- Riwayat operasi

1.4 Kesimpulan

Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien

berdasarkan hasil anamnesis.

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DENGAN

INDIKASI TINDAKAN BEDAH

24

Page 25: Modul LKK Blok 13

2.1 Landasan Teori

Bila pasien tampil dengan nyeri abdomen, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik

memegang peranan penting dalam penegakan diagnosis. Langkah-langkah pemeriksaan fisik

dalam gangguan abdomen di bagian bedah adalah:

a. Inspeksi

Penampilan umum pasien bisa memberikan petunjuk tentang sifat penyakit. Perubahan

dalam keadaan mental, warna dan turgor kulit, serta mata yang cekung bisa menunjukkan

adanya hipovolemia parah dengan ancaman kolaps kardiovaskular. Pasien dengan nyeri

visera terisolasi, misalnya obstruksi usus, akan sering mengubah posisi. Tetapi jika nyeri

terlokalisasi atau ada iritasi peritoneum generalisata, maka pasien sering menghindari

gerakan. Abdomen harus diinspeksi bagi tanda distensi. Pada individu kurus dengan

obstruksi usus yang lama, maka akan terlihat dorongan usus pada dinding abdomen anterior.

b. Auskultasi

Auskultasi dilakukan sebelum palpasi karena palpasi bisa mengubah sifat bising usus.

Teknik auskultasi memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat di atas dinding

abdomen anterior, dimulai dari kuadran kiri bawah kemudian berputar ke kuadran lainnya.

Auskultasi dilakukan selama 2-3 menit untuk menentukan bahwa tak ada bising usus.

Waktu ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengobservasi wajah pasien.

c. Palpasi

Dari semua segi pemeriksaan fisik, palpasi mungkin yang terpenting bagi ahli bedah.

Tempat hernia inguinalis, femoralis, dan ventralis harus diperiksa dengan cermat pada tiap

pasien nyeri abdomen. Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri dan ia

harus dilakukan dengan lembut dengan satu jari tangan. Secara bertahap jari tangan

seharusnya bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum. Kemudian perlu menentukan

adanya “defence musculair” atau spasme. Perasat ini sering menegakkan diagnosis

peritonitis. Jika lesi terletak di dalam dinding abdomen, maka akan ada nyeri tekan. Tetapi

jika lesi intraperitoneum, maka nyeri tekan akan menurun selama musculus rectus tetap

25

Page 26: Modul LKK Blok 13

tegang. Pada pasien tua yang lemah, rigiditas otot mungkin tidak ada meskipun pasien

tersebut menderita peritonitis.

d. Perkusi

Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam menilai

jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk menyingkirkan

adanya distensi vesica urinaria sebagai penyebab nyeri abdomen akut.

e. Pemeriksaan rectum dan pelvis

Pada pria, penting untuk melakukan palpasi isi skrotum yang meliputi testis dan epididymis.

Pada wanita, penting dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mencari nyeri tekan cervix

menyertai penyakit peradangan pelvis. Setelah pemeriksaan rectum, jari tangan seharusnya

diperiksa bagi adanya darah atau pus dan sedikit contoh tinja harus dites untuk darah samar.

f. Tes khusus dan tanda

Dua tes yang mempunyai kepentingan klinis primer dalam mengkonfirmasi diagnosis yang

telah dibuat dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tes ini mencakup tes iliopsoas dan tes

obturator. Tes iliopsoas digunakan untuk mengkonfirmasi adanya focus peradangan dalam

musculus psoas. Ada tiga tanda yang lazim menyertai pemeriksaan abdomen akut, yaitu:

- Tanda Cullen: sering tidak terbukti meskipun pasien menderita perdarahan

intraperitoneum yang serius.

- Tanda Murphy: untuk mendiagnosis vesica biliaris meradang akut.

- Tanda Rovsing: sering menyertai apendisitis.

2.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 2 Blok XII FK UMP

26

Page 27: Modul LKK Blok 13

2. Ruang periksa dokter

3. Pasien simulasi

4. Stetoskop

5. Tempat tidur pemeriksaan

6. Sarung tangan

7. Manikin pemeriksaan rektum

2.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik.

4. Meminta izin pasien.

5. Memperhatikan keadaan umum:

- Kesadaran

- Pemeriksaan tanda vital

- Cara berjalan atau cara berbaring

6. Inspeksi abdomen

Amati apakah pasien sering berubah posisi atau malah diam karena menghindari

gerakan. Amati juga apakah pasien menekuk lututnya untuk mengurangi nyeri

abdomen, atau memfleksikan paha pada iritasi m. psoas. Pada pasien pancreatitis,

pasien dalam posisi duduk sambil menarik lututnya ke dada dan bergerak maju

mundur pada saat serangan nyeri. Perhatikan pula apakah ada distensi abdomen

(perut cembung dan keras).

Pada inspeksi abdomen ditentukan pula pembagian regio abdomen

7. Auskultasi abdomen

a. Tempatkan bagian bell stetoskop dengan lambat pada dinding abdomen

anterior dimulai dari kuadran kiri bawah, lalu ke kuadran kiri atas, kanan atas

dan kanan bawah.

b. Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus dalam 2-3 menit.

27

Page 28: Modul LKK Blok 13

Perhatikan juga apakah ada metallic sound atau bruit.

8. Palpasi abdomen

a. Palpasi dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri, lakukan dengan lembut

dengan satu jari tangan.

b. Secara bertahap, jari tangan bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum.

c. Tentukan apakah ada defence musculair atau spasme dinding abdomen.

d. Tempatkan tangan dengan lembut di atas m. rectus abdominis dan tekan sedikit

serta minta pasien menarik nafas dalam.

e. Lakukan penekanan pada semua kuadran abdomen karena lesi yang terletak di

dalam dinding abdomen akan menimbulkan nyeri tekan.

9. Perkusi abdomen

a. Fenomena papan catur: lakukan perkusi pada semua region/kuadran abdomen

dan perhatikan apakah ada bunyi pekak, berselang-seling dengan bunyi

timpani, seperti pola papan catur.

b. Perhatikan juga adanya nyeri ketok.

10. Tes khusus

a. Tes iliopsoas

- Tungkai pada sisi yang nyeri diangkat ke atas dengan posisi tungkai lurus.

- Perhatikan apakah ada nyeri abdomen atau tidak.

Gambar 2. Tes Iliopsoas

Sumber: American Academy of Family Physician, www.aafp.org.

28

Page 29: Modul LKK Blok 13

b. Tes obturator

- Pasien dalam posisi berbaring terlentang.

- Lutut salah satu tungkai ditekuk.

- Gerakkan articulation coxae ke arah rotasi interna.

- Lalu gerakkan articulation coxae ke arah rotasi eksterna.

- Perhatikan apakah ada nyeri hipogastrium pada rotasi eksterna.

Gambar 3. Tes obturator

Sumber: American Academy of Family Physician, www.aafp.org

11. Tanda spesifik

a. Tanda McBurney

- Menentukan titik McBurney yaitu dengan menarik garis imajiner dari SIAS

ke umbilikus. Lalu garis tersebut dibagi menjadi 3 bagian sama besar. Titik

McBurney adalah titik pada 1/3 lateral.

- Lakukan penekanan pada titik McBurney dan perhatikan apakah pasien

merasa nyeri tekan.

Gambar 4. Menentukan titik McBurney

Sumber: www. medical-dictionary.thefreedictionary.com

29

Page 30: Modul LKK Blok 13

b. Tanda Cullen

- Memperhatikan apkah ada warna kebiruan akibat ekimosis pada daerah

periumbilikus.

Gambar 5. Tanda Cullen

Sumber: www.thelancet.com

c. Tanda Murphy

- Menekan kuadran kanan atas abdomen dan pasien diminta menarik nafas

dalam.

- Perhatikan apakah ada nyeri yang timbul dan usaha inspirasi berhenti.

Gambar 6. Cara melakukan pemeriksaan Tanda Murphy

Sumber: www. mastcellactivation.blogspot.com

d. Tanda Rovsing

- Menekan kuadran kiri bawah abdomen.

30

Page 31: Modul LKK Blok 13

- Menanyakan apakah timbul nyeri di kuadran kanan bawah abdomen.

Gambar 7. Cara melakukan pemeriksaan Tanda Rovsing

Sumber: www.herryyudha.com

e. Pemeriksaan hernia inguinalis

- Inspeksi daerah inguinalis: apakah ada benjolan dalam lipat paha.

- Palpasi dengan menggunakan jari telunjuk yang diletakkan pada sisi lateral

kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang funikulus spermatikus sampai

ujung jari mencapai annulus inguinalis profundus. Jika jari tangan tidak

dapat mencapai annulus inguinalis akibat adanya massa, maka

diindikasikan adanya hernia.

- Hernia indirek lebih sering turun sampai ke skrotum. Hernia direk biasanya

hanya tampak sebagai benjolan pada annulus inguinalis superfisialis, yang

dapat direposisi kembali ke dalam rongga peritoneal.

Gambar 8. Macam-macam Hernia (Sumber: www.herryyudha.com)

2.4 Interpretasi Hasil

Nyeri kuadran kanan atas mungkin disebabkan oleh:

31

Page 32: Modul LKK Blok 13

a. Kolesistitis akut

b. Apendisitis pada posisi apendiks tinggi.

Nyeri kuadran kiri atas mungkin disebabkan oleh:

a. Pancreatitis

b. Diverticulitis

c. Cedera limpa

Nyeri kuadran kanan bawah mungkin disebabkan oleh:

a. Apendisitis

b. Kolesistitis

c. Intususepsi usus

d. Divertikulum

e. Neoplasma usus

f. Penyakit radang pelvis

g. Endometriosis

h. Kehamilan ektopik terganggu

i. Abses tuba falopii

Nyeri kuadran kiri bawah mungkin disebabkan oleh:

a. Divertikulitis

b. Penyakit radang pelvis

c. Endometriosis

Tanda McBurney (+) bila timbul nyeri tekan pada titik McBurney. Tanda ini

mengindikasikan adanya apendisitis.

32

Page 33: Modul LKK Blok 13

Tanda Murphy (+) bila timbul nyeri akibat inspirasi pada saat abdomen ditekan.

Tanda Rovsing (+) bila timbul nyeri pada kudran kanan bawah abdomen akibat penekanan

kuadran kiri bawah abdomen. Tanda ini mengindikasikan adanya apendisitis.

Tanda Cullen (+) bila ada warna kebiruan pada daerah periumbilikus.

33

Page 34: Modul LKK Blok 13

2.3 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN ANAK NON

BEDAH

A. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melakukan heteroanamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien anak non bedah:

a. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien.

b. Menanyakan keluhan utama.

c. Menanyakan keluhan tambahan.

d. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit.

e. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.

f. Menanyakan riwayat keluarga termasuk membuat pedigree (untuk kasus-kasus

tertentu).

g. Menanyakan riwayat perinatal.

h. Menanyakan riwayat makan.

i. Menayakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

j. Menanyakan riwayat imunisasi.

k. Melakukan anamnesis sistem

34

Page 35: Modul LKK Blok 13

2. Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien anak non bedah secara

runtut dan benar.

a. Menilai keadaan umum anak.

a. Menilai kesadaran

b. Mengukur tanda vital.

c. Mengukur BB dan TB

b. Melakukan pemeriksaan kepala.

a. Menilai keadaan ubun-ubun besar dan ubun-ubun kecil

b. Menilai kelopak mata

c. Menilai air mata saat anak menangis

d. Menilai mukosa bibir dan mulut

c. Melakukan inspeksi abdomen.

d. Melakukan perkusi abdomen.

e. Melakukan auskultasi abdomen.

f. Melakukan palpasi abdomen.

a. Menilai turgor kulit

g. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.

a. Menilai Cappilary Refill Time (CRT)

B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN GASTROINTESTINAL PADA

PASIEN ANAK NON BEDAH

1.1 Landasan Teori

Fungsi saluran pencernaan bervariasi sesuai tingkat kematangannya. Keadaan Gi pada bayi

dan anak-anak dapat dikatakan abnormal bila dibandingkan dengan usia dewasa. Beberapa

gejala gangguan GI pada bayi dan anak-anak yang sering dijumpai adalah:

a. Diare

Diare adalah pengeluaran cairan dan elektrolit berlebih dalam feses. Normalnya,

seorang anak mengeluarkan feses 5 g/kg berat badan per hari. Gangguan penyerapan

35

Page 36: Modul LKK Blok 13

makanan di usus halus menyebabkan diare dengan volume feses yang banyak, sementara

gangguan penyerapan makanan di colon menyebabkan diare dengan volume feses yang

sedikit. Disentri (volume sedikit, feses berlendir bercampur darah, tenesmus, dan

urgensi) adalah gejala yang paling sering dari colitis. Diare sekretorik biasanya

disebabkan oleh toksin kolera, yang menimbulkan diare dengan banyak air dan volume

feses yang besar. Diare sekretorik biasanya tetap berlanjut meskipun sang anak tidak

makan sama sekali.

Diare osmotik timbul setelah memakan makanan dengan zat yang sulit diabsorpsi,

misalnya magnesium, fosfat, laktulosa, atau sorbitol. Diare osmotik tidak menghasilkan

banyak feses seperti pada diare sekretorik, dan dapat berhenti bila si anak berpuasa.

Gangguan motilitas usus biasanya tidak dikaitkan dengan diare bervolume besar.

Motilitas usus melambat biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan berlebih bakteri

sebagai penyebab diare.

b. Muntah

Muntah pada infant biasanya disebabkan oleh gastroenteritis, refluks gastroesofageal,

makan berlebihan, obstruksi anatomi saluran cerna, infeksi sistemik, sindrom pertusis,

dan otitis media. Muntah pada anak biasanya disebabkan oleh gastroenteritis, gastritis,

infeksi sistemik, tertelan racun, sindrom pertusis, habis minum obat, GERD, sinusitis,

dan otitis media.

c. Tidak nafsu makan

Pusat lapar dan kenyang terletak di hypothalamus. Rasa kenyang timbul akibat adanya

stimulasi dari distensi gaster atau usus halus bagian atas. Sinyal tersebut kemudian

dihantarkan oleh serabut saraf aferen sensorik ke hypothalamus.

d. Susah menelan

Susah menelan (disfagia) mungkin disebabkan oleh defek struktur esofagus atau

gangguan motilitas orofaring atau esofagus. Disfagia selama fase orofaringeal disebut

disfagia transfer. Disfagia transfer ini biasanya dikaitkan dengan gangguan

neuromuskuler (misal: cerebral palsy). Penyebab disfagia nontransfer pada anak-anak

biasanya bukan karena achalasia, tetapi karena esophageal web, tracheobronchial

36

Page 37: Modul LKK Blok 13

remnant, atau cincin vascular.

e. Regurgitasi

Regurgitasi adalah suatu pergerakan isi perut ke esophagus dan mulut tanpa memerlukan

usaha. Regurgitasi pada infant biasanya disebabkan oleh lemahnya sfingter bawah

esophagus. Regurgitasi perlu dibedakan dengan muntah. Pada muntah, diperlukan usaha

untuk mengeluarkan isi perut sementara pada regurgitasi tidak.

f. Konstipasi

Definisi konstipasi bervariasi, tergantung pada konsistensi feses, frekuensi feses, dan

kesulitan dalam mengeluarkan feses. Seorang anak dengan feses keras dan sulit

dikeluarkan setiap 3 hari dapat dikatakan sebagai konstipasi. Konstipasi dapat timbul

akibat defek pada pengisian atau pengosongan rectum. Gangguan pengisian rectum

terjadi ketika peristalsis colon tidak efektif. Stasis colon menimbulkan pengeringan feses

yang berlebihan dan kegagalan untuk menginisiasi refleks rectum yang biasanya

memicu evakuasi.

g. Nyeri perut

Nyeri perut pada anak sulit diidentifikasi karena mereka biasanya tidak kooperatif dalam

anamnesis. Penggolongan nyeri abdomen pada anak terbagi 2, yaitu:

- Nyeri visceral

Biasanya sesuai dermatome dari persarafan organ yang terganggu. Nyeri yang

ditimbulkan akibat stimulasi dari hepar, pakreas, ductus biliaris, gaster, atau usus

halus bagian atas biasanya terasa di epigastrium. Nyeri akibat stimulasi dari bagian

distal usus halus, caecum, appendiks, atau colon proksimal biasanya terasa di

sekitar umbilicus. Nyeri pada bagian distal colon, traktus urinarius, atau organ

pelvis biasanya terasa di suprapubis.

- Nyeri parietal

Impuls pada nyeri parietal berjalan melalui serabut saraf C dari nervus yang

berhubungan dengan dermatom T6-L1. Nyeri ini bersifat lebih terlokalisir dan

lebih intens dibandingkan nyeri visceral.

h. Pembesaran abdomen

37

Page 38: Modul LKK Blok 13

Abdomen dapat membesar karena adanya massa atau distensi akibat menurunnya tonus

otot atau meningkatnya cairan/gas/benda padat di dalam rongga abdomen. Asites

merupakan kumpulan cairan di rongga peritoneal, menyebabkan pembesaran abdomen

di bagian pinggang dan anterior apabila dalam jumlah besar.cairan ini berpindah apabila

pasien bergerak. Pembesaran organ viscera abdomen juga dapat menimbulkan

pembesaran abdomen.

i. Jaundice (ikterik)

Ikterik pada neonatus dapat disebabkan oleh infeksi, genetik, metabolik, atau

abnormalitas dari fungsi ekskretori hati atau obstruksi mekanis.

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 3 Blok XII FK UMP

2. Pasien simulasi (berperan sebagai orang tua)

3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

2. Menanyakan identitas pasien (pada anak atau orang tuanya).

3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien atau orang tuanya.

4. Menanyakan keluhan utama anak.

5. Menanyakan keluhan tambahan.

6. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit.

7. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.

8. Menanyakan riwayat keluarga termasuk membuat pedigree (untuk kasus-kasus

tertentu).

9. Menanyakan riwayat perinatal.

10. Menanyakan riwayat makan.

11. Menayakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

12. Menanyakan riwayat imunisasi.

38

Page 39: Modul LKK Blok 13

Contoh anamnesis kasus-kasus gangguan abdomen pada anak:

1. Susah menelan dan muntah

a. Onset

b. Frekuensi

c. Menetap atau periodik

d. Muntah menyemprot atau tidak

e. Riwayat makan makanan yang tidak biasa.

f. Riwayat tertelan bahan korosif.

g. Riwayat keluhan yang sama

2. Nyeri perut

a. Lokasi nyeri

b. Onset nyeri

c. Penyebaran nyeri

d. Kualitas nyeri

e. Episodic nyeri (Hilang timbul atau terus-menerus)

f. Kronologis lamanya nyeri.

g. Faktor yang menimbulkan nyeri

h. Faktor yang menghilangkan nyeri

i. Gejala penyerta

3. Diare

a. Sejak kapan.

b. Frekuensi, warna, bau.

c. Bercampur darah atau lendir.

d. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.

e. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.

f. Terjadi secara massal/tidak.

39

Page 40: Modul LKK Blok 13

g. Rewel atau terlalu diam (tidak aktif).

h. Ada airmata saat menangis.

i. Masih mau minum/menetek (rasa haus)

j. Riwayat BAK terakhir (waktu, jumlah, warna)

4. Perut kembung (distensi abdomen)

a. Onset

b. Gejala penyerta lain: nyeri perut, mual, muntah, sesak nafas.

c. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK.

d. Anak rewel atau tidak.

e. Riwayat keluhan serupa sebelumnya.

f. Riwayat penyakit lainnya.

1.4 Kesimpulan

Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien

berdasarkan hasil anamnesis.

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK GASTROINTESTINAL PASIEN

ANAK NON BEDAH

40

Page 41: Modul LKK Blok 13

2.1 Landasan Teori

Prosedur pemeriksaan fisik pada anak sama dengan dewasa namun pemeriksaan fisik

pada anak sebaiknya ditemani dengan berbagai mainan yang dapat menarik perhatian si anak

pada saat kita hendak melakukan pemeriksaan.

Inspeksi abdomen pada anak biasanya tampak agak menonjol pada saat berdiri. Hal ini

dianggap normal. Namun bila bentuk perut seperti pot (pot-belly appearance) mungkin

terjadi malabsorpsi akibat penyakit celiac, cystic fibrosis, konstipasi, atau aerophagia.

Pada saat palpasi abdomen, anak biasanya merasa kegelian. Untuk mengatasinya dapat

dilakukan dengan meletakkan tangan anak di bawah tangan pemeriksa, di abdomen. Setelah

si anak tidak merasa kegelian lagi, tangan anak dapat dipindahkan. Pemeriksa juga dapat

memfleksikan lutut dan paha si anak agar dinding abdomen menjadi rileks. Palpasi dilakukan

secara perlahan dan ringan di semua regio atau kuadran lalu dilanjutkan dengan palpasi

dalam. Cara memeriksa ukuran liver pada anak adalah dengan scratch test. Ukuran limpa

pada anak biasanya dapat diraba dengan mudah. Teraba lembut dengan tepi tajam. Limpa

dapat digerakkan, tidak melampaui 1-2 cm di bawah margin kosta terbawah. Pulsasi aorta

dapat teraba dengan mudah di epigastrium, dengan palpasi dalam.

2.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 2 Blok XII FK UMP

2. Manikin anak

3. Ruang periksa dokter

4. Tempat tidur pemeriksaan

5. Stetoskop pediatrik/neonatus

6. Termometer

7. Timbangan badan anak/bayi

8. Pengukur tinggi badan

2.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien dan orang tua pasien.

41

Page 42: Modul LKK Blok 13

2. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik gastrointestinal pada anak.

4. Meminta izin kepada pasien dan orang tua pasien untuk melakukan pemeriksaan.

5. Menilai keadaan umum anak:

a. Kesadaran

b. Status gizi: tinggi badan, berat badan

2. Mengukur tanda vital:

a. Denyut nadi

b. Tekanan darah

c. Tekanan nadi: angka sistol dikurang angka diastol.

d. Kecepatan respirasi

e. Suhu tubuh

3. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik kepala:

a. Ubun-ubun besar (UUB): datar, cekung

b. Mata dan air mata: mata cekung atau tidak, airmata ada atau tidak.

c. Mukosa bibir: basah, kering

4. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik thoraks:

a. Inspeksi keadaan thoraks: simetris atau tidak, retraksi sela iga.

b. Palpasi: menilai ictus cordis

c. Perkusi: menentukan batas jantung

d. Auskultasi: mendengarkan bunyi jantung dan suara paru.

5. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik abdomen:

a. Melakukan inspeksi abdomen: perhatikan apakah perut cembung atau datar.

b. Melakukan auskultasi abdomen: dengarkan bising usus normal, menurun, atau

meningkat.

c. Melakukan perkusi abdomen untuk menentukan batas hepar dan limpa, ada

massa atau tidak, ada cairan asites atau tidak.

42

Page 43: Modul LKK Blok 13

d. Melakukan palpasi abdomen: menilai batas hepar dan limpa, menilai turgor

kulit abdomen dengan cara mencubit kulit abdomen perlahan, lalu lepaskan.

Perhatikan apakah kulit bekas cubitan tersebut cepat kembali ke bentuk semula

atau lambat kembali. Bila lambat kembali berarti turgor kulit menurun tanda

dehidrasi, dengan interpretasi:

- Kurang dari 1 detik kembali cepat

- 1 – 2 detik kembali lambat

- Lebih dari 2 detik sangat lambat

6. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik ekstremitas:

a. Palpasi ujung-ujung jari tangan dan kaki, apabila akral dingin berarti terjadi

vasokonstriksi perifer yang dapat ditimbulkan oleh keadaan syok.

b. Menilai Cappilary Refill Time (CRT) dengan cara menekan kuku dan

melepaskan secara mendadak sambil melihat apakah warna merah aliran darah

cepat penuh atau tidak

2.4 Interpretasi Hasil

Pasien mengalami gangguan gastrointestinal, waktu kejadian penyakit

(akut/kronis/persisten) dengan dehidrasi atau tanpa dehidrasi (derajat dehidrasi)

2.4 PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)

A. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemasangan nasogastric tube:

1. Mempersiapkan alat dan pasien.

43

Page 44: Modul LKK Blok 13

2. Memasukkan NGT.

3. Memastikan NGT masuk ke dalam lambung.

B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE

1.1 Landasan Teori

Pemasukan selang nasogastrik (NGT insertion) melalui saluran hidung adalah suatu

prosedur yang biasa dilakukan untuk menyediakan akses ke lambung. Hal ini dilakukan

untuk terapi atau untuk menegakkan diagnosis. Pemasangan NGT ini sangat tidak nyaman

bagi pasien apabila tidak disertai anestesi yang baik pada saluran hidung dan instruksi yang

benar bagi pasien agar berkooperasi selama pemasangan NGT.

Indikasi pemasangan NGT adalah:

1. Tindakan diagnostik.

2. Evaluasi adanya perdarahan saluran pencernaan bagian atas.

3. Aspirasi (pengambilan) cairan lambung.

4. Identifikasi letak esophagus dan lambung pada foto ronsen.

5. Administrasi (pemasukan) cairan kontras ke dalam saluran cerna pada pemeriksaan

radiografi.

6. Tindakan pengobatan.

7. Dekompresi gaster, termasuk pemeliharaan suasana dekompresi setelah pemasangan

selang endotracheal (ETT), biasanya dipasang melalui orofaring.

8. Mengurangi gejala dan mengistirahatkan usus pada kasus obstruksi usus kecil

9. Aspirasi cairan lambung setelah masuknya material beracun

10. Administrasi obat-obatan.

11. Untuk memberi nutrisi.

12. Irigasi usus.

Berikut ini beberapa kontraindikasi pemasangan NGT, yaitu:

a. Kontraindikasi absolut

- Trauma wajah yang berat.

44

Page 45: Modul LKK Blok 13

- Adanya operasi hidung baru-baru ini.

b. Kontraindikasi relatif

- Abnormalitas koagulasi darah.

- Varises esophagus atau striktur esophagus.

- Adanya pengikatan atau kauterisasi varises esophagus baru-baru ini.

- Terminum cairan alkaline (basa).

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK 4 Blok XII FK UMP

2. Manikin pemasangan NGT

3. Ruang periksa dokter

4. NGT No. 14 atau 16 (nomor untuk anak lebih kecil)

5. Jeli NGT

6. Spatula lidah (tongue spatel)

7. Sarung tangan

8. Spuit ukuran 5 cc

9. Plester

10. Stetoskop

11. Bengkok

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan NGT.

4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemasangan NGT (informed consent)

5. Mempersiapkan alat dan bahan.

6. Pasien diminta berbaring pada posisi high fowler. Pasang handuk di dada pasien.

7. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.

8. Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien untuk rileks dan bernafas normal

45

Page 46: Modul LKK Blok 13

dengan menutup satu hidung kemudian mengulanginya dengan menutup hidung yang

lain.

9. Mengukur selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan (pilih salah satu):

a. Metode tradisional

Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga bawah dan prosesus

xifoideus di sternum.

Gambar 1. Cara tradisional mengukur panjang NGT

Sumber: www.note3.blogspot.com

b. Metode Hanson

Mula-mula selang NGT ditandai sepanjang 50 cm menggunakan plester

(plester 1). Kemudian lakukan pengukuran dengan metode tradisional seperti

di atas, lalu tandai juga dengan plester (plester 2). Batas selang NGT yang

akan dimasukkan adalah pertengahan antara plester 1 dan plester 2.

12. Beri tanda pada selang yang sudah diukur dengan menggunakan plester.

13. Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.

14. Ingatkan pasien bahwa selang akan segera dimasukkan dan instruksikan klien untuk

mengatur posisi kepala ekstensi, masukkan selang melalui lubang hidung yang telah

ditentukan.

15. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika agak tertahan, putarlah

selang dan jangan dipaksakan untuk dimasukkan.

46

Page 47: Modul LKK Blok 13

16. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring. Setelah melewati

nasofaring 3-4 cm anjurkan pasien untuk menekuk leher dan menelan.

17. Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air minum (jika perlu).

Tekankan pentingnya bernafas lewat mulut.

18. Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada hambatan atau pasien tersedak,

sianosis, hentikan mendorong selang, periksa posisi selang di belakang tenggorok

dengan menggunakan spatula lidah dan senter.

19. Jika telah selesai memasang selang sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan

pasien rileks dan bernapas normal.

20. Periksakan letak selang dengan:

a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma stetoskop

pada perut di kuadran kiri atas pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc

udara bersamaan dengan auskultasi abdomen.

ATAU

b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung

ATAU

c. Memasukkan ujung bagian luar selang ke dalam mangkuk yang berisi air.

Jika terdapat gelembung udara berarti selang masuk ke dalam paru-paru. Jika

tidak terdapat gelembung udara, berarti selang masuk ke dalam lambung.

47

Page 48: Modul LKK Blok 13

Gambar 2. Posisi NGT setelah terpasang dengan benar.

Sumber: www.nursingfile.com

21. Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai kering.

22. Fiksasi selang dengan plester pada puncak hidung dan hindari penekanan pada

hidung.

1.4 Interpretasi

NGT terpasang dengan benar di lambung apabila terdengar bunyi seperti letupan di lambung

pada saat spuit berisi udara ditekan, atau isi lambung keluar dari NGT. Isi lambung dapat

berupa sisa makanan, darah, air.

48

Page 49: Modul LKK Blok 13

BAB III

EVALUASI

Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam

bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.

3.1 EVALUASI FORMATIF

3.1.1 Metode Evaluasi

Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa

selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.

3.1.2 Indikator Pencapaian

Indikator pencapaian berupa pencapaian tujuan pembelajaran yang diperoleh mahasiswa

pada setiap kegiatan latihan keterampilan klinik.

3.1.3 Umpan Balik

Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan latihan

keterampilan klinik setiap mahasiswa.

3.2 EVALUASI SUMATIF

Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada ujian LKK

menggunakan daftar penilaian (checklist). Evaluasi dilakukan dalam bentuk station dimana satu

station akan menguji satu keterampilan klinik. Satu ujian LKK akan menguji 2-4 station, sesuai

dengan banyaknya LKK yang telah dilakukan dalam blok tersebut.

49

Page 50: Modul LKK Blok 13

BAB IV

PENUTUP

Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok XII ini disusun sedemikian rupa

agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga

dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK

ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai

panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.

50

Page 51: Modul LKK Blok 13

51

Page 52: Modul LKK Blok 13

DAFTAR REFERENSI

1. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil

Kedokteran Indonesia.

2. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta: Konsil

Kedokteran Indonesia.

3. Bickley, L.S. 2007. Bates’s Guide To Physical Examination and History Taking Ninth

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

4. Kasper, D.L. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th ed. New York:

McGraw-Hill Companies, Inc.

5. Burnside-McGlym, 1995. Adam’s Diagnosis Fisik. Jakarta:EGC.

6. Sabiston, D.C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. 1995. Jakarta: EGC.

7. Grace, P.A., Borley, N.R. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. 2006. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

8. Kliegman, RM. Behrman, RE. Jenson HB. Stanton BF. 2007. Nelson Textbook of

pediatrics 18th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

9. Markum, AH. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FK UI.

10. Shlamovitz GZ. Nasogastric Tube [monograph on the internet]. New York: eMedicine;

2011 [cited 2012 Jul 10]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/80925-

overview#a01.

52

Page 53: Modul LKK Blok 13

LAMPIRAN 1

Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai 0 1 2

1 Mengucapkan Salam

2 Memperkenalkan diri

3 Menanyakan identitas pasien

4 Memohon izin untuk melakukan anamnesis

5 Menanyakan keluhan utama.

6 Menanyakan riwayat penyakit sekarang.

7 Menanyakan keluhan tambahan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

8 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan/residivitas.

9 Menanyakan faktor-faktor risiko.

10 Menanyakan riwayat keluarga.

11 Kesimpulan

Total Skor

53

Page 54: Modul LKK Blok 13

Keterangan:

0:tidak menyatakan atau tidak melakukan

1:hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna

2:menyatakan dan melakukan dengan sempurna

54

Page 55: Modul LKK Blok 13

LAMPIRAN 2

Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai Menyebut

kan benar

Melakukan

benar

1 Etika dan sopan santun

a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

b. Menanyakan identitas pasien.

c. Menjelaskan tujuan pemeriksaan.

d. Meminta izin pasien.

2 Melakukan pemeriksaan kepala.

a. Menilai warna sklera dan konjungtiva pasien.

b. Menyebutkan interpretasi hasil.

3 Melakukan pemeriksaan abdomen.

Inspeksi

a. Memperhatikan kesimetrisan abdomen pada posisi pasien

telentang.

b. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen.

c. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa,

pulsasi, darm contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar),

darm steifung (gambaran gerak peristaltik usus terlihat dari luar).

d. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput

medusa, dan striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen

bekas peregangan yang lama).

Auskultasi

a. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama

minimal satu menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik

(bising usus normal, meningkat, menurun, metallic sound).

b. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua

kuadran abdomen.

Palpasi

a. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan

pasien.

55

Page 56: Modul LKK Blok 13

b. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau

dua tangan pada daerah yang dikeluhkan pasien.

c. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau

saat dilepas (nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien

sewaktu dilakukan palpasi abdomen.

d. Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk

orientasi dan perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.

e. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan

memeriksa organ dalaman abdomen (hati, limpa).

f. Pemeriksaan hepar:

- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari

tangan bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari

jempol terlipat.

- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra,

minta pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan

arah parabolik.

- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke

bawah.

- Menilai kondisi hepar.

g. Pemeriksaan limpa (spleen):

- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio

iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui

umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.

- Interpretasi bentuk limpa

h. - Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut dengan cara

menekan vena dinding abdomen pada dua titik. Lalu lepaskan satu

titik.

- Interpretasi

Perkusi

a. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk

menentukan adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau

pembesaran organ dalaman abdomen.

b. Menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.

c. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan

56

Page 57: Modul LKK Blok 13

apakah cairan banyak atau tidak:

- Posisi pasien telentang.

- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen

dan tangan kanan mengetuk dinding abdomen sisi kanan.

d. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:

- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian

- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi

kanan abdomen.

- Minta pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen.

- Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.

e. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan):

- Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada

kedua siku dan lututnya.

- Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling

rendah menggantung.

- Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan

suara ketukan lewat stetoskop.

f. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi

pasien tegak. Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan

dalam rongga abdomen.

g. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat

sedikit dan meragukan.

- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.

- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam

posisi merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar

redup.

4 Menyimpulkan seluruh hasil pemeriksaan fisik.

TOTAL SKOR

57

Page 58: Modul LKK Blok 13

LAMPIRAN 3

Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pada Pasien

Dengan Indikasi Tindakan Bedah

No Aktivitas yang dinilai 0 1 2

1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2 Menanyakan identitas pasien.

3 Memohon izin untuk melakukan anamnesis

4 Menanyakan keluhan utama .

5 Menanyakan keluhan tambahan.

6 Menanyakan riwayat menstruasi (bila pasien perempuan).

7 Menanyakan riwayat penyakit yang sama yang pernah diderita.

8 Menanyakan riwayat penyakit keluarga.

9 Menanyakan riwayat pengobatan.

10 Menanyakan faktor risiko.

Total Skor

Keterangan:

0:tidak menyatakan atau tidak melakukan

1:hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna

2:menyatakan dan melakukan dengan sempurna

58

Page 59: Modul LKK Blok 13

LAMPIRAN 4

Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pada Pasien

Dengan Indikasi Tindakan Bedah

No Aktivitas yang dinilai Menyebut

kan benar

Melakukan

benar

1 Etika dan sopan santun

a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

b. Mengonfirmasi data pasien.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik.

d. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik.

2 Persiapan alat:

a. Stetoskop

3 Memperhatikan keadaan umum:

59

Page 60: Modul LKK Blok 13

a. Kesadaran

b. Tanda vital

c. Cara berjalan atau cara berbaring

4 Melakukan inspeksi abdomen.

a. Amati apakah pasien sering berubah posisi atau malah diam.

b. Amati apakah pasien menekuk lututnya atau memfleksikan paha.

c. Perhatikan pula apakah ada distensi abdomen.

d. Mengamati adanya perubahan permukaan abdomen seperti

gambaran usus yang bergerak, venektasi

5 Auskultasi abdomen

a. Tempatkan bagian bell stetoskop dengan lambat pada dinding

abdomen anterior dimulai dari kuadran kiri bawah, lalu ke kuadran

kiri atas, kanan atas dan kanan bawah.

b. Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus dalam 2-3

menit.

c. Menyebutkan interpretasi hasil.

6 Palpasi abdomen

a. Palpasi dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri, lakukan dengan

lembut dengan satu jari tangan.

b. Secara bertahap, jari tangan bergerak ke arah area nyeri tekan

maksimum.

c. Tentukan apakah ada defence musculair atau spasme dinding

abdomen.

d. Tempatkan tangan dengan lembut di atas m. rectus abdominis dan

tekan sedikit serta minta pasien menarik nafas dalam.

e. Lakukan penekanan pada semua kuadran abdomen karena lesi

yang terletak di dalam dinding abdomen akan menimbulkan nyeri

tekan.

7 Perkusi abdomen

a. Fenomena papan catur: lakukan perkusi pada semua

region/kuadran abdomen dan perhatikan apakah ada bunyi pekak,

berselang-seling dengan bunyi timpani, seperti pola papan catur.

b. Perhatikan juga adanya nyeri ketok.

8 Tes khusus

60

Page 61: Modul LKK Blok 13

a. Tes iliopsoas

- Tungkai pada sisi yang nyeri diangkat ke atas dengan posisi

tungkai lurus.

- Perhatikan apakah ada nyeri abdomen atau tidak.

b. Tes obturator

- Pasien dalam posisi berbaring terlentang.

- Lutut salah satu tungkai ditekuk.

- Gerakkan articulation coxae ke arah rotasi interna.

- Lalu gerakkan articulation coxae ke arah rotasi eksterna.

- Perhatikan apakah ada nyeri hipogastrium pada rotasi

eksterna.

9 Tanda spesifik

b. Tanda McBurney

- Menentukan titik McBurney yaitu dengan menarik garis

imajiner dari SIAS ke umbilikus. Lalu garis tersebut dibagi

menjadi 3 bagian sama besar. Titik McBurney adalah titik

pada 1/3 lateral.

- Lakukan penekanan pada titik McBurney dan perhatikan

apakah pasien merasa nyeri tekan.

c. Tanda Cullen

- Memperhatikan apakah ada warna kebiruan akibat ekimosis

pada daerah periumbilikus.

c. Tanda Murphy

- Menekan kuadran kanan atas abdomen dan pasien diminta

menarik nafas dalam.

- Perhatikan apakah ada nyeri yang timbul dan usaha inspirasi

berhenti.

d. Tanda Rovsing

- Menekan kuadran kiri bawah abdomen.

- Menanyakan apakah timbul nyeri di kuadran kanan bawah

abdomen.

e. Pemeriksaan hernia inguinalis

- Inspeksi daerah inguinalis: apakah ada benjolan dalam lipat

61

Page 62: Modul LKK Blok 13

paha.

- Palpasi dengan menggunakan jari telunjuk yang diletakkan

pada sisi lateral kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang

funikulus spermatikus sampai ujung jari mencapai annulus

inguinalis profundus.

- Menyebutkan interpretasi hasil.

10 Menyimpulkan seluruh hasil pemeriksaan fisik

TOTAL SKOR

LAMPIRAN 5

Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pada Pasien Anak Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai 0 1 2

1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien dan orang tuanya.

2 Menanyakan identitas pasien

3 Menanyakan identitas orang tua pasien

4 Memohon izin untuk melakukan anamnesis

5 Menanyakan keluhan utama anak.

6 Menanyakan keluhan tambahan.

7 Menanyakan riwayat perjalanan penyakit (termasuk pengobatan sebelumnya).

8 Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita anak.

9 Menanyakan riwayat penyakit keluarga.

10 Menanyakan riwayat kehamilan dan perinatal anak.

62

Page 63: Modul LKK Blok 13

12 Menanyakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak.

13 Menanyakan riwayat makan

14 Menanyakan riwayat imunisasi.

Total Skor

Keterangan:

0 : tidak menyebutkan dan tidak melakukan

1 : menyebutkan dan melakukan dengan tidak sempurna

2 : menyebutkan dan melakukan dengan sempurna

63

Page 64: Modul LKK Blok 13

LAMPIRAN 6

Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pada Pasien Anak Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai Menyebut

kan benar

Melakukan

benar

1

Etika dan sopan santun:

a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.

b. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.

d. Meminta izin untuk melakukan tindakan.

2

Persiapan alat:

a. Stetoskop pediatrik atau neonatus

b. Sphygmomanometer dengan manset pediatrik

c. termometer

d. Timbangan badan

e. Pengukur tinggi badan

3

Menilai keadaan umum

a. Kesadaran

b. Status gizi

4

Mengukur tanda vital:

a. Denyut nadi

b. Tekanan darah

c. Tekanan nadi

d. Kecepatan respirasi

e. Suhu tubuh

5

Menilai keadaan kepala:

a. Menilai keadaan ubun-ubun besar.

b. Menilai mata, cekung atau tidak.

c. Bila anak menangis, perhatikan apakah ada airmata atau tidak.

d. Menilai sklera dan konjungtiva.

e. Menilai keadaan mukosa mulut, basah atau kering.

6 Memeriksa abdomen:

64

Page 65: Modul LKK Blok 13

INSPEKSI

a. Memperhatikan bentuk dan kesimetrisan abdomen.

b. Memperhatikan warna kulit abdomen.

c. Menyebutkan interpretasi hasil.

AUSKULTASI

a. Mendengarkan bising usus.

b. Menyebutkan interpretasi hasil.

PERKUSI

a. Melakukan pemeriksaan shifting dullness.

b. Menentukan ada massa atau tidak.

c. Menyebutkan interpretasi hasil.

PALPASI

a. Melakukan palpasi untuk menentukan batas hepar dan limpa.

b. Menilai turgor kulit abdomen dengan cara mencubit kulit

abdomen perlahan, lalu lepaskan.

c. Menyebutkan interpretasi hasil.

7 Melakukan palpasi ujung-ujung jari tangan dan kaki.

8 Menyimpulkan interpretasi hasil pemeriksaan secara keseluruhan.

TOTAL SKOR

LAMPIRAN 7

Instrumen Evaluasi Pemasangan Nasogastric Tube

NOAKTIVITAS YANG DINILAI

Menyebut

kan benar

Melakukan

benar

1 Etika dan Sopan Santun

a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

b. Menanyakan identitas pasien.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan NGT.

d. Memohon izin untuk melakukan pemasangan NGT.

2 Persiapan Alat

a. NGT no. 14 atau 16

b. Jeli

c. Spatula lidah

65

Page 66: Modul LKK Blok 13

d. Sarung tangan

e. Spuit ukuran 5 cc berisi udara

f. Plester

g. Stetoskop

h. Bengkok

3 Persiapan pasien:

a. Pasien diposisikan dalam posisi Fowler dan rileks.

b. Memasangkan handuk di dada pasien.

c. Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien bernafas

normal dengan menutup satu hidung kemudian

mengulanginya dengan menutup hidung yang lain.

4 Langkah Kerja

1. Mencuci tangan lalu memakai sarung tangan.

2. Mengukur selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan

(pilih salah satu):

a. Metode tradisional

Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga

bawah dan prosesus xifoideus di sternum.

ATAU

b. Metode Hanson

Mula-mula selang NGT ditandai sepanjang 50 cm

menggunakan plester (plester 1). Kemudian lakukan

pengukuran dengan metode tradisional seperti di atas, lalu

tandai juga dengan plester (plester 2). Batas selang NGT

yang akan dimasukkan adalah pertengahan antara plester 1

dan plester 2.

3. Beri tanda pada selang yang sudah diukur dengan

menggunakan plester.

4. Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.

5. Ingatkan pasien bahwa selang akan segera dimasukkan dan

instruksikan klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi,

masukkan selang melalui lubang hidung yang telah ditentukan.

6. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika

agak tertahan, putarlah selang dan jangan dipaksakan untuk

66

Page 67: Modul LKK Blok 13

dimasukkan.

7. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring.

Setelah melewati nasofaring 3-4 cm anjurkan pasien untuk

menekuk leher dan menelan.

8. Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air

minum (jika perlu). Tekankan pentingnya bernafas lewat

mulut.Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada

hambatan atau pasien tersedak, sianosis, hentikan mendorong

selang, periksa posisi selang di belakang tenggorok dengan

menggunakan spatula lidah dan senter.

9. Jika telah selesai memasang selang sampai ujung yang telah

ditentukan, anjurkan pasien rileks dan bernapas normal.

10. Periksakan letak selang dengan:

a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian

diafragma stetoskop pada perut di kuadran kiri atas

pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc udara

bersamaan dengan auskultasi abdomen.

ATAU

b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi

lambung.

ATAU

c. Memasukkan ujung bagian luar selang ke dalam

mangkuk yang berisi air. Jika terdapat gelembung

udara berarti selang masuk ke dalam paru-paru. Jika

tidak terdapat gelembung udara, berarti selang masuk

ke dalam lambung.

11. Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai

kering.

12. Fiksasi selang dengan plester pada puncak hidung dan hindari

penekanan pada hidung.

TOTAL SKOR

67

Page 68: Modul LKK Blok 13

68