modul 20-prosedur soave akreditasi

Upload: mylaptopblueacer

Post on 18-Jul-2015

95 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Modul 20 Bedah Anak

ENDORECTAL PULLTHROUGH (No. ICOPIM: 5-483)

1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi anus dari kolorektal, menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis berupa pemeriksaan radiologi, workup penderita Hirschprungs disease dan menentukan tindakan operatif Soave dengan perawatan pasca operasinya 1.2. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mampu menjelaskan anatomi anus dan kolorektal (tingkat kompetensi K3 A3) ak.2,3,6,7 2. Mampu menjelaskan meknisme defekasi (tingkat kompetensi K3 A3) ak.2,3,6,7 3. Mampu menjelaskan etiologi dan tipe Hirschprungs disease (tingkat kompetensi K3 A3) ak.2,3,6,7 4. Mampu menjelaskan patofisiologi, gambaran klinis dan terapinya (tingkat kompetensi K3 A3) ak.2,3,6,7,12 5. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis berupa pemeriksaan radiologi (tingkat kompetensi K3 A3) ak.2,3,6,7,12 6. Mampu menjelaskan tehnik operasi Soave dan komplikasinya (tingkat kompetensi K3 A3) ak 2,3,4,5,6,7,8,10,12 7. Mampu menjelaskan komplikasi pascaoperasi Soave (tingkat kompetensi K3 A3) ak 2,3,4,5,6,7,8,10,12 8. Mampu melakukan work-up penderita Hirschprungs disease meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (tingkat kompetensi K3 P5 A3) ak 1-12 9. Mampu melakukan tindakan operasi Soave (tingkat kompetensi K3 P5 A3) ak 1-12 10. Mampu merawat pra, peri dan pasca operasi dan mampu mengatasi komplikasi yang terjadi (tingkat kompetensi K3 P5 A3) ak 1-12 2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN 1. Anatomi anus dan kolorektal 2. Etiologi dan tipe Hirschprungs disease 3. Tehnik operasi soave dan komplikasinya 4. Work-up penderita Hirschprungs disease 5. Perawatan penderita Hirschprungs disease pra operatif dan pasca operasi 3. WAKTU METODE A. metode: 1) Proses pembelajaran dilaksanakan melalui

small group discussion peer assisted learning (PAL) bedside teaching 4) task-based medical education B. Peserta didik paling tidak sudah mempelajari: 1) bahan acuan (references) 2) ilmu dasar yang berkaitan dengan pembelajaran

2) 3)

harus topik

1

ilmu klinis dasar C. Penuntun belajar (learning guide) terlampir D. Tempat belajar (training setting): bangsal bedah, kamar operasi, bangsal perawatan pasca operasi. 4. MEDIA 1. 2. 3. 4. Workshop / Pelatihan Belajar mandiri Kuliah Group diskusi Visite, bed site teaching Bimbingan Operasi dan asistensi Kasus morbiditas dan mortalitas Continuing Profesional Development

3)

5.6. 7. 8. 5. ALAT BANTU PEMBELAJARAN Internet, telekonferens, dll. 6. EVALUASI

1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk MCQ, essay dan oral sesuaidengan tingkat masa pendidikan, yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre-test terdiri atas: Anatomi anus dan kolorektal Mekanisme Defekasi Penegakan Diagnosis Terapi (tehnik operasi) Komplikasi dan penanganannya Follow up 2. Selanjutnya dilakukan small group discussion bersama dengan fasilitator untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian. 3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, peserta didik diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk role-play dengan temantemannya (peer assisted learning) atau kepada SP (standardized patient). Pada saat tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun belajar dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (peer assisted evaluation). Setelah dianggap memadai, melalui metoda bedside teaching di bawah pengawasan fasilitator, peserta didik mengaplikasikan penuntun belajar kepada nodel anatomik dan setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan, evaluator melakukan pengawasan langsung (direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut: Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan terlalu lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien Baik: pelaksanaan benar dan baik (efisien) 4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan. 5. Self assessment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar 6. Pendidik/fasilitas: Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form / daftar tilik

2

(terlampir) Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi Kriteria penilaian keseluruhan: cakap/ tidak cakap/ lalai. 7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education) 8. Pencapaian pembelajaran: Pre test Isi pre test Anatomi anus dan kolorektal Mekanisme Defekasi Penegakan Diagnosis Terapi (tehnik operasi) Komplikasi dan penanganannya Follow up Bentuk pre test MCQ, Essay dan oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan Buku acuan untuk pre test 1. Buku teks Ilmu Bedah (diagnosis) Hamilton Baily 2. Buku teks Ilmu Bedah Schwarzt 3. Buku Teks Ilmu Bedah Norton 4. Buku teks Pediatric Surgery, Ashcraft KW 5. Buku teks Penyakit Hirschprung, Kartono D. 6. Buku Teks Catatan Kuliah Bedah Anak, Mantu, FN. 7. Hirschprungs Disease, Swenson, Ravensperger JG. Hirschprungs Disease Bentuk Ujian / test latihan Ujian OSCA (K, P, A), dilakukan pada tahapan bedah dasar oleh Kolegium I. Bedah. Ujian akhir stase, setiap divisi/ unit kerja oleh masing-masing senter pendidikan. Ujian akhir kognitif nasional, dilakukan pada akhir tahapan bedah lanjut (jaga II) oleh Kolegium I. Bedah. Ujian akhir profesi nasional (kasus bedah), dilakukan pada akhir pendidikan oleh Kolegium I. Bedah

7. REFERENSI 1. Ashcraft, KW. Pediatric Surgery. University of Missouri. Kansas City. 1997 2. Kartono D. Penyakit Hirschprung. Sagung Seto. Jakarta 2004 3. Mantu, FN. Catatan Kuliah Bedah Anak. Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta 1998 4. Swenson, Ravensperger JG. Hirschprungs Disease. Dalam Welch KJ eds Pediatric Surgery. York Apleton & Lange 555-77:1990 5. Ziegler, Operative Pediatric Surgery, 2003, Mc Graw Hill Companies 8. URAIAN : PROSEDUR SOAVE 8.1. Introduksi : a. Anatomi anus dan kolorektal Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.

3

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm). Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tatapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang tenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membenutuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises eipploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan artera hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system portal yang mengalirkan darah

4

ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid.

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf tonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control volutar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

5

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut. (Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).

Rektum menempati bagian posterior cavitas pelvis superior. Ke atas merupakan lanjutan colon sigmoideum dan berjalan kebawah turun di depan os sacrum meninggalkan pelvis dengan menembus diaphragm pelvis. Rectum berjalan menjadi canalis analis di dalam perineum. Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimalterletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneumreflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Bagian terakhir dari usus (saluran anal), berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal. Saluran anal ini dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal daninternal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke luar. Spinkter ani eksterna terdiridari 3 sling : atas, medial dan depan. Perdarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus b. Mekanisme Defekasi Mekanisme defekasi terjadi baik secara disadari (volunter), maupun tidak disadari (involunter) atau refleks. Gerakan yang mendorong feses ke arah anus terhambat oleh adanya kontraksi tonik dari sfingter ani interna yang terdiri dari otot polos dan sfingter ani eksterna yang terdiri dari otot rangka. Sfingter ani eksterna diatur oleh N. Pudendus yang merupakan bagian dari saraf somatik, sehingga ani eksterna berada di bawah pengaruh kesadaran kita (volunter). Mekanisme defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung ujung serabut saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh massa feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme continence dan juga sensasi pengisian rectum merupakan bagian integral penting pada defekasi normal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : pada saat volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan memicu kontraksi dengan

6

mengosongkan isinya ke dalam rectum. Studi statistika tentang fisiologi rectum ini mendeskripsikan tiga tipe dari kontraksi rectum yaitu : (1) Simple contraction yang terjadi sebanyak 5 10 siklus/menit ; (2) Slower contractions sebanyak 3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100 cmH2O ; dan (3) Slow Propagated Contractions dengan frekuensi amplitudo tinggi. Distensi dari rectum menstimulasi reseptor regang pada dinding rectum, lantai pelvis dan kanalis analis. Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal aferent yang menyebar melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rectum sehingga feses terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh adanya sinyal yang menghambat dari pleksus mienterikus; dan sfingter ani eksterna pada saat tersebut mengalami relaksasi secara volunter,terjadilah defekasi.Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal oleh kontraksi otototot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, muskulus obliqus interna dan eksterna, muskulus transversus abdominis dan diafragma. Muskulus puborektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus. Perlu diingat bahwa area anorektal membuat sudut 900 antara ampulla rekti dan kanalis analis sehingga akan tertutup. Jadi pada saat lurus, sudut ini akan meningkat sekitar 1300 1400 sehingga kanalis analis akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. Muskulus sfingter ani eksterna kemudian akan berkonstriksi dan memanjang ke kanalis analis. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh kesadaran ( volunteer ). Bila defekasi ditahan, sfingter ani interna akan tertutup, rectum akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses yang terdapat di dalamnya. Mekanisme volunter dari proses defekasi ini nampaknya diatur oleh susunan saraf pusat. Setelah proses evakuasi feses selesai, terjadi Closing Reflexes. Muskulus sfingter ani interna dan muskulus puborektalis akan berkontraksi dan sudut anorektal akan kembali ke posisi sebelumnya. Ini memungkinkan muskulus sfingter ani interna untuk memulihkan tonus ototnya dan menutup kanalis analis c. Diagnosis Gejala Klinik a. Keluar mekonium terlambat ( > 24 jam ) b. Muntah hijau sampai fekal. c. Perut kembung menyeluruh d. Bab jarang, sedikit-sedikit atau obstipasi kronis pada anak yang lebih tua e. Bila disertai enterokolitis didapatkan gejala-gejala diare, kembung dan demam Pemeriksaan Fisik a. Tanda-tanda dehidrasi b. Gejala dan tanda obstruksi rendah c. Colok dubur : rektum sempit. Pada tipe segmen pendek didapatkan feses menyemprot pada waktu colok dubur. d. Gangguan pertumbuhan Pemeriksaan Penunjang 1. Foto polos abdomen 2 posisi 2. Barium enema : Zone transisi. Mukosa usus yang tidak teratur pada segmen aganglionik. Bagian kolon yang ganglionik melebar. Dapat ditemukan gambaran enterokolitis pada kolon yang ganglionik Retensi barium pada foto polos abdomen setelah 24 jam.

7

3. Biopsi segmen aganglionik ( suction biopsy atau all layer biopsy ): tidak ditemukan ganglion parasimpatik.

d.

Definisi Prosedur Soave Salah satu tehnik tindakan pembedahan pada kasus Hirschprung Disease dengan pendekatan abdominoperineal dengan membuang lapisan mukosa rectosigmoid dari lapisan seromuscular kemudian melakukan tarikterobos nama lainnya endorectal pulltrough

e. Ruang lingkup Keadaan dimana terjadi daerah aganglion pada segmen tertentu dari system gastrointestinal hamper 80% terjadi pada segmen rectosigmoid. Dengan gejala klinis kembung, mekoneum keluar terlambat ( lebih 24 jam awal kehidupan ) dan muntah pada anak lebih besar dengan riwayat konstipasi kronis. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait anatara lain: Bedah Anak, Radiologi, Ahli Kesehatan Anak dan Patologi Anatomi f. Indikasi operasi Gejala Klinis dan radiologi khas Hirschprung Disease Diperkuat dengan hasil patologi (Biopsi Suction dan atau All layer rectum ) tidak ditemukannya ganglion g. Kontra indikasi operasi: Neonatus dengan kondisi enterokolitis Kondisi umum Jelek h. Diagnosis Banding Intestinal Neural Displasia Desmosis Colon Meconeum Ileus Meconeum Plug Sindrome Small Lef Colon Sindrome Hipothiroig Prematuritas

8

Setelah memahami, menguasai dan mengerjakan modul ini maka diharapkan seorang ahli bedah mempunyai kompetensi melakukan tindakan soave serta penerapannya dapat dikerjkan di RS Pendidikan dan RS jaringan pendidikan. 8.2. Kompetensi terkait dengan modul / list of skill Tahapan Bedah Dasar ( semester I III ) Persiapan pra operasi : o Anamnesis o Pemeriksaan Fisik o Pemeriksaan penunjang o Informed consent Assisten 2, assisten 1 pada saat operasi Follow up dan rehabilitasi Tahapan bedah lanjut (Smstr. IV-VII) dan Chief residen (Smstr VIII-IX ) Persiapan pra operasi : o Anamnesis o Pemeriksaan Fisik o Pemeriksaan penunjang o Informed consent Melakukan Operasi ( Bimbingan, Mandiri ) o Penanganan komplikasi o Follow up dan rehabilitasi 8.3. Algoritma Dan Prosedur Hirschsprung Distensi (-) Distensi (+) Irgasi Entero kulitis tetap dilatasi / segmen aganglioner panjang

Difinitive primer

Regresi Stoma Difinitive

8.4. Tehnik Operasi Secara singkat tehnik operasi Soave dijelaskan sebagai berikut: setelah penderita narcose dengan endotracheal, posisi supine dengan melakukan desinfeksi dan asepsi mulai level papila mammae sampai pedis kanan dan kiri. Lakukan irisan transversal infraumbilikal / interspinam diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum, peritoneum dibuka kemudian lakukan identifikasi segmen berganglion dan tak berganglion dalam bentuk adanya zona spasti (aganglion) zona transisi (berganglion terbatas) dan zona dilatasi (berganglion normal). Untuk menentukan segmen yang berganglion harus dengan pemeriksaan potong beku kemudian dilanjutkan mukosektomy. Segmen yang berganglion dapat disambung langsung dengan mucosa di linea dentata ( Soave modifikasi Boley ) atau diprolapskan ( Soave klasik ). Bila penderita dengan stoma maka stoma dibebaskan dan dapat langsung dilakukan tarik terobos ( Pull Through ). Stump / kolon yang diprolapskan dapat dipotong pada hari ke 14. 8.5. Komplikasi operasi a. Perdarahan

9

Perdarahan saat operasi jarang terjadi kecuali tehnik yang dilakukan tidak benar, tetapi terjadi perdarahan akibat menciderai pembuluh darah segera lakukan ligasi dan bila perlu lakukan tranfusi durante operasi untuk mengganti banyaknya perdarahan. b. Menciderai ureter Hampir tidak pernah terjadi bila memahami anatomi dan tehnik operasi dengan benar, bila terjadi lakukan repair 8.5. Komplikasi pasca operasi a. Kebocoran Segera lakukan pengamann dengan melakukan laparotomi dainase dan pembuatan kolostomi bagian proksimalnya b. Stenosis Lakukan buginasi dan bila tidak berhasil lakukan operasi dengan merelease stenosis c. Enterokolitis Tidak dapat dihilangkan hanya dapat diminimalkan dengan cara washing out 8.6. Mortalitas Kurang dari 2% 8.7. Perawatan Pascabedah Pascabedah pasien dirawat selama 21 hari (bila memakai pemotongan stump 21 pasca operasi, beberapa ahli bedah anak melakukan pemotongan stum pada hari ke 7) dengan memberikan terapi injeksi selama 5 hari dilanjutkan obat oral selama 7 hari. Dan kadang pasca operasi masih diperlukan pemasangan rectal tube selama 1 hari pasca operasi. 8.8.Follow-up Dengan mengevaluasi kondisis kontinensi/ defekasi pasien, dan untuk lebih objektif lakukan dengan sistem skoring (Klotz dan atau Kellys Score). Adakan komplikasi lanjut seperti enterokolitis 8.9. Kata Kunci: Penyakit Hirschsprung, operasi soave

9. DAFTAR CEK PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR OPERASI No 1 2 3 4 5 Daftar cek penuntun belajar prosedur operasi PERSIAPAN PRE OPERASI Informed Consent Laboratorium Pemeriksaan Tambahan Antibiotik Profilaksi Cairan dan darah ANESTESI Narcose dengan endotracheal Sudah dikerjakan Belum dikerjakan

10

1 2

3 4

5 6

7 1 2 3

PERSIAPAN LOKAL DAERAH OPERASI Penderita diatur dalam posisi supine Lakukan desinfeksi dan asepsi mulai level papila mammae sampai pedis kanan dan kiri. TINDAKAN OPERASI Lakukan irisan transversal infraumbilikal perdalam lapis demi lapis sampai peritoneum Peritoneum dibuka, kemudian lakukan identifikasi segmen berganglion dan tak berganglion dalam bentuk adanya zona spasti (aganglion) zona transisi (berganglion terbatas) dan zona dilatasi (berganglion normal). Lakukan pemotongan pada bagian paling distal dari daerah berganglion, dilanjutkan potong daerah spasti sampai 3-4 cm diatas refleksi periroteum. Lakukan mukosectomi rectosigmois(daerah aganglion) sampai 0.5 cm proksimal linea dentata, dilanjutkan tarik terobos segmen berganglion melalui rectosigmoid yang telah dilakukan mucosectomi (endorectal pulltrough) dengan memprolapkan segmen berganglion 3-5 cm dari anus 21 hari setelah operasi lakukan pemotongan Stump kolon. PERAWATAN PASCA BEDAH Komplikasi dan penanganannya Pengawasan terhadap ABC Perawatan luka operasi

Catatan: Sudah / Belum dikerjakan beri tanda

10. DAFTAR TILIK Berikan tanda dalam kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan dengan memuaskan, dan berikan tanda bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta T/D bila tidak dilakukan pengamatan T/D Memuaskan Tidak memuaskan Tidak diamati Langkah/ tugas dikerjakan sesuai dengan prosedur standar atau penuntun Tidak mampu untuk mengerjakan langkah/ tugas sesuai dengan prosedur standar atau penuntun Langkah, tugas atau ketrampilan tidak dilakukan oleh peserta latih selama penilaian oleh pelatih

11

Nama peserta didik Nama pasien

Tanggal No Rekam Medis DAFTAR TILIK

No

Kegiatan / langkah klinik

Kesempatan ke 1 2 3 4 5

Peserta dinyatakan : Layak Tidak layak melakukan prosedur

Tanda tangan pelatih

Tanda tangan dan nama terang

12