model pembelajaran ctl
DESCRIPTION
tugas kuliahTRANSCRIPT
BAB I
PNEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru
mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada
peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses
pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya
bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat
meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.
Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif maka
setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan
konsep dan cara-cara pengimplementasian model – model pembelajaran
tersebut dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif
memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan
dan kondisi siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru
terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa
faktor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap
berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat
meningkatkan peran serta siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada
akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar terhadap pencapaian
hasil belajar siswa.
Dewasa ini, masih terdapat sistem pembelajaran yang bersifat teoritis.
Sebagian besar siswa belum dapat menangkap makna dari apa yang mereka
peroleh dari pembelajaran untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari
hari. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa “pada umumnya siswa tidak
dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara
pemanfaatan pengetahuan tersebut di kemudian hari“ (Gafur, 2003 : 1). Oleh
sebab itu, dalam kondisi seperti ini guru atau pendidik harus mampu
merancang sebuah pembelajaran yang benar-benar dapat membekali siswa
baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam hal ini, guru harus
pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang memudahkan siswa
dalam memahami, memaknai, dan menghubungkan materi pelajaran yang
mereka pelajari. Salah satu alternatif jawaban permasalahan di atas, guru dapat
memilih model pembelajaran kontekstual.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menulis
sebuah makalah yang berjudul “......” dalam pembelajaran dikelas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, antara lain:
1.2.1 apakah pengertian dari model pemnelajaran?
1.2.2 Apakah pengertian dari model pembelajaran
1.2.3 Bagaimanakah hubungan antara model pembelajaran CTL dengan
Psikologi pembelajaran?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
1.3.1 untuk menjelaskan pengertian dari model pembelajaran
1.3.2 untuk menjelaskan pengertian dari model pembelajaran CTL
1.3.3 untuk mendeskripsikan hubungan antara model pembelajaran CTL
dengan Psikologi pembelajaran
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Penulis
1.4.2 Bagi Pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Pembelajaran
2.2.1 Hakekar model pembelajaran
Seluruh aktivitas pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh
guru bermuara pada terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal ini model –
model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru hendaknya dapat
mendorong siswa untuk belajar dengan mendayagunakan potensi yang
mereka miliki secara optimal. Model – model pembelajaran dikembangkan
utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai
karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai karakteristik
kepribadian, kebiasaan – kebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara
individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran guru juga harus
selayaknya tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus
bervariasi.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong
tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan
bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa
mencapai hasil belajar yang lebih baik.
2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan
dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75 dalam
Sujianto,2008:7). Joyce & Weil (1980) dalam I Wayan Santyasa
(2007:4) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran.
Gagne dan Briggs (1979:3) dalam Rushadi (2007:1)
mengemukakan bahwa, “Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem
yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang
bersifat internal”. Menurut Asep Herry Hernawan dkk ( 2006 ;9.5 ) dalam
Suwarno (2009:32), “Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses
sebab-akibat.
Ahmad Sudrajad (2008:5) mengemukakan bahwa, “Model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai
dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.”
Menurut Udin Winataputra (1994) dalam Rachmad Widodo
(2009:2), “Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam
merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.”
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, dengan kata lain model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, prosedur
dan pendekatan. Dalam model pembelajaran mencakup strategi
pembelajaran yang digunakan, metode yang digunakan, dan pendekatan
pengajaran yang digunakan yang lebih luas dan meyeluruh.
Model Pembelajaran itu sendiri merupakan suatu desain yang
menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau
perkembangan pada diri siswa. Ismail (2003) menyatakan istilah Model
pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi
atau metode tertentu yaitu :
1. Rasional Teoritik yang logis disusun oleh perancangnya,
2. Tujuan Pembelajaran yang akan dicapai,
3. Tingkah Laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan secara berhasil dan
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang dirangkai
menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah Model Pembelajaran. Jadi,
model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
2.2 Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
2.2.1 Pe ng e rt ia n Cont ex tua l T ea ch ing a nd L ea rnind (CTL)
Menurut Sanjaya (2005:109) dalam Sukarto (2009:3), Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan meraka.
Menurut Nurhadi dalam Sugianto (2008:146) “Pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) adalah konsep
belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang
diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan ketermpilan
siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan ketermpilan baru ketika ia belajar”.
Sedangkan menurut Jhonson dalam Sugianto (2008:148)
“(contextual teaching and learning-CTL) adalah sebuah proses
pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di
dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi,
social dan budaya mereka.”.
Menurut Akhmad Sudrajad (2008:3),“Model pembelajaran (contextual
teaching and learning-CTL) merupakansuatu proses pendidikan yang
holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan
/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya”.
Elaine B. Johnson (2007:14) dalam Sukarto (2009:3) memberikan
penjelasan bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah
sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap
pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis
yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas
sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan
dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah
model pembelajaran yang menghubungkan antara materi yang diajarkan
dan situasi dunia nyata siswa yang bertujuan membekali siswa dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari
suatu permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain dan dari konteks
satu ke konteks yang lain.
2.2.2 D a s a r T e o r i M o d e l P e m b e l a j a r a n C o nt e x t u a l T e a c hing a n d
L e a r n i n g ( C TL )
Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan
bahwa alam semesta itu hidup, tidak diam dan bahwa alam semesta
ditopang oleh tiga prinsip kesalingbergantungan, diferensiasi dan
organisai diri, seharusnya menerapkan pandangan dan cara berpikir baru
mengenai pembelajaran dan pengajaran. Menurut Jhonson dalam Sugianto
(2008:153) tiga pilar dalam sistem Contextual Teaching Learning (CTL),
yaitu:
1) Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip
kesalingbergantungan. Kesalingbergantungan mewujudkan diri,
isalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah
dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal
ini tampak jelas ketika subjek yang yang berbeda dihubungkan, dan
ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan
komunitas.
2) Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip
diferensiasi. Diferensiasi men-jadi nyata ketika CTL menantang
para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing,
untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif,
untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru
yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda
kemantapan dan kekuatan.
3) Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan
prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika
para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan inat
mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan
balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-
usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar
yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatan- kegiatan yang
berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.
Landasan filosofi Contextual Teaching Learning (CTL) adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi
pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-
pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. ”Konstruktivisme
berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal
abad ke 20, yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada
pengembangan minat dan pengalaman siswa” ( Sugianto,2008:160).
Jean Piaget dalam Anonim (2010:2) berpendapat bahwa ”...sejak
kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses
penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar
pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian
disebut dengan proses akomodasi...”.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan
itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap
beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran
kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan
bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
Dengan Contextual Teaching Learning (CTL) proses pembelajaran
diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja
dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Dalam konteks itu siswa
perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, mereka dalam status
apa dan bagaimana cara mencapainya. Mereka akan menyadari bahwa
yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya. Dengan demikian mereka
mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai
pengarah dan pembimbing. Untuk menciptakan kondisi tersebut strategi
belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi
sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan
dibenak mereka sendiri. Melalui strategi Contextual Teaching Learning
(CTL) siswa diharapkan belajar mengalami bukan belajar menghafal.
2.2.3 Ko mpo ne n Mo de l P embe la ja ra n Co nt ex tua l T e a c hi ng L ea rning
( CTL)
Menurut Akhmad Sudrajat (2008:4) pembelajaran berbasis
Contextual Teaching Learning (CTL) melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran, yaitu: Konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning),menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment).
Konstruktivisme (constructivism) adalah proses membangun dan
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasar
pengalaman. Pengetahuan terbentuk bukan hanya dari obyek semata, akan
tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subyek yang menangkap
setiap objek yang diamatinya. Kontruktivisme memandang bahwa
pengetahuan itu berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dari dalam diri
seseorang. Karena itu pengetahuan terbentuk oleh objek yang menjadi
bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan
objek tersebut.
Inkuiri (inquiry), artinya proses pembelajaran didasarkan pada
pencapaian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.
Secara umum proses inkuiri dapat dilakukuan melalui beberapa
langkah, yaitu : 1) merumuskan masalah 2) mengajukan hipotesis 3)
mengumpulkan data 4) menguji hipotesis 5) membuat kesimpulan.
Penerapan asas inkuiri pada Contextual Teaching Learning (CTL) dimulai
dengan adanya masalah yang jelas yang ingin dipecahkan, dengan cara
mendorong siswa untuk menemukan masalah sampai
merumuskan kesimpulan. Asas menemukan dan berfikir sistematis akan
dapat menumbuhan sikap ilmiah, rasional, sebagai dasar pembentukan
kreatifitas.
Bertanya (questioning) adalah bagian inti belajar dan menemukan
pengetahuan. Dengan adanya keingintahuanlah pengetahuan selalu dapat
berkembang. Dalam pembelajaran model Contextual Teaching Learning
(CTL) guru tidak menyampaikan informasi begitu saja tetapi memancing
siswa dengan bertanya agar siswa dapat menemukan jawabannya sendiri.
Dengan demikian pengembangan keterampilan guru dalam bertanya
sangat diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru menjadikan
pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk : 1) Menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan pelajaran; 2)
Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; 3) Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu; 4) Memfokuskan siswa pada sesuatu
yang didinginkan; 5) Membimbing siswa untuk menemukan atau
menyimpulkan sesuatu.
Masyarakat Belajar (learning community) didasarkan pada
pendapat Vygotsky dalam Sugianto (2008:168), bahwa ”pengetahuan
dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain”.
Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan
bantuan orang lain untuk saling membutuhkan. Dalam model
Contextual Teaching Learning (CTL) hasil belajar dapat diperoloeh dari
hasil Sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain
dan bukan hanya guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat
diterapkan dalam kelompok, dan sumber-sumber lain dari luar yang
dianggap tahu tentang sesuatau yang menjadi fokus pembelajaran.
Pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Sebagai
contoh, membaca berita, Membaca lafal bahasa, mengoperasikan
instrument memerlukan cotoh agar siswa dapat mengerjakan dengan
benar. Dengan demikian modeling merupakan asas penting dalam
pembelajaran melalui Contextual Teaching Learning (CTL) ,karena
melalui Contextual Teaching Learning (CTL) siswa dapat terhindar dari
verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoritis-abstrak.
Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang
telah dipelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali
kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan
pemahaman yang dicapai baik yang bernilai positif atau bernilai
negative. Melalui refleksi siswa akan dapat memperbaharui pengetahuan
yang telah dibentuknya serta menambah khazanah pengetahuannya.
Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Penilaian ini
berguna untuk mengetahui apakah pengalaman belajar mempunyai
pengaruh positif terhadap perkembangan siswa baik intelektual,
mental maupun psikomotorik. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada
proses belajar daripada sekedar hasil belajar. Apabila data yang
dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan
dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat
agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena assessment
menekankan pada proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan
di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi
hasil belajar tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi atau tidak
terpisah dari kegiatan pembelajaran.
2.2.3 Ka ra k t er ist ik Mo de l Pe mb el a ja ra n Co ntex t ua l T e a c hing L ea rning
( CTL)
Menurut Anonim (2010:1) terdapat lima karakteristik penting
dalam proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
CTL, yaitu : 1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada (activating knowledge). 2) Pembelajaran ntuk
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). 3)
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge). 4) Mempraktikan
pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying knomledge). 5)
Melakukan refleksi (reflecting knowledge).
Menurut Akhmad Sudrajad (2008:5) model pembelajaran CTL
mempunyai karakteristik : 1) Kerjasama. 2) Saling menunjang. 3)
Menyenangkan, tidak membosankan. 4) Belajar dengan bergairah. 5)
Pembelajaran terintegrasi. 6) Menggunakan berbagai sumber. 7) Siswa
aktif. 8) Sharing dengan teman. 9) Siswa kritis guru kreati. 10)
Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11) Laporan kepada orang tua bukan
hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan
siswa dan lain-lain
Dalam model pembelajaran CTL, tugas guru adalah membantu
siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan
stategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru.
2.2.5 Perbedaan Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
dengan Pembelajaran Konvensional
Berikut ini perbedaan pembelajaran kontekstual dengan
pembelajaran konvensional yang dikemukakan oleh Udin Syaefudin
Sa’ud (2008:167) :
Tabel 1 : Perbedaan Model Pembelajaran CTL dengan Model
Pembelajaran Konvensional
No. K
onteks
Pembelajaran Pembelajaran
Konvensional
1. Hakikat
Belajar
Konten pembelajaran
selalu dikaitkan dengan
kehidupan nyata yang
diperoleh sehari-hari
pada lingkungannya.
Isi pelajaran terdiri dari
konsep dan teori yang abstrak
tanpa pertimbangan manfaat
bagi siswa.
2. Model
Pembelajaran
Siswa belajar melalui
kegiatan kelompok
seperti kerja kelompok,
berdiskusi, praktikum
kelompok, saling
bertukar pikiran,
Siswa melakukan kegiatan
pembelajaran bersifat
individual dan komunikasi
satu arah, kegiatan dominan
mencatat, menghafal,
menerima instruksi guru3. Kegiatan
Pembelajarn
Siswa ditempatkan
sebagai subjek
pembelajaran dan
berusaha menggali dan
menemukan sendiri
materi pelajaran
Siswa ditempatkan sebai
objek pembelajaran yang
lebih berperan sebagai
penerima informasi yang
pasif dan kaku.
4. K
ebermaknaan
Belajar
Mengutamakan
kemampuan
yang didasarkan
pada pengalaman
yang diperoleh siswa
dari kehidupan nyata.
Kemampuan yang didapat
siswa berdasarkan latihan-
latihan dan driil yang terus
menerus
5. Tindakan
dan
Perilaku
Siswa
Membutuhkan kesadaran
diri pada anak didik
karena menyadari
perilaku itu merugikan
dan tidak memberikan
manfaat bagi dirinya dan
Tindakan dari perilaku
individu didasarkan oleh
faktor luar dirinya, tidak
melakukan sesuatu karena
takut sangsi, kalaupun
melakukan sekedar 6. Tujuan
Hasil
Belajar
Pengetahuan yang
dimiliki bersifat tentatif
karena tujuan belajar
adalah kepuasasn diri.
Pengetahuan yang diperoleh
dari hasil pembelajaran
bersifat final dan
absolut karena bertujuan
untuk nilai.
Akhmad Sudrajad (2008:5) mengemukakan empat belas
perbedaan antara model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran
konvensional, yaitu:
Tabel 2 : Perbedaan Model Pembelajaran Contextual Teaching
Learning (CTL) dengan Model Pembelajaran Konvensional
No. Model Pembelajaran
CTL
Model Pembelajaran
Konvensional1. Menyandarkan pada
pemahaman makna
Menyandarkan pada hafalan
2. Pemilihan informasi
berdasarkan kebutuhan
siswa
Pemilihan informasi lebih
banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima
informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran dikaitkan
dengan kehidupan
nyata/masalah yang
disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis, tidak bersandar pada realitas
kehidupan.
5. Selalu mengkaitkan
informasi dengan
pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
Memberikan tumpukan informasi
kepada siswa sampai saatnya
diperlukan
6. Cenderung
mengintegrasikan beberapa
bidang.
Cenderung terfokus pada satu
bidang
7. Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk
menemukan, menggali,
berdiskusi, berpikir kritis,
atau mengerjakan proyek
dan pemecahan masalah
Waktu belajar siswa sebagian besar
dipergunakan untuk mengerjakan
buku tugas, mendengar ceramah, dan
mengisi latihan (kerja individual).
8. Perilaku dibangun
atas kesadaran diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan
9. Keterampilan
dikembangkan atas dasar
pemahaman.
Keterampilan dikembangkan atas dasar
latihan
10. Hadiah dari perilaku baik
adalah kepuasan diri. yang
bersifat subyektif
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian
atau nilai rapor
No. Model Pembelajaran CTL Model Pembelajaran Konvensional
11. Siswa tidak melakukan hal
yang buruk karena sadar
hal tersebut merugikan
Siswa tidak melakukan sesuatu yang
buruk karena takut akan hukuman
12. Perilaku baik
berdasarkan motivasi
intrinsik
Perilaku baik berdasarkan
motivasi entrinsik
13. Pembelajaran terjadi di
berbagai tempat, konteks
dan setting
Pembelajaran terjadi hanya terjadi di
dalam ruangan kelas
14. Hasil belajar diukur
melalui penerapan penilaian
autentik
Hasil belajar diukur melalui kegiatan
akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
dengan model pembelajaran konvensional adalah peran siswa dalam
pembelajaran pada pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
adalah sebagai pencari informasi sedangkan pada pembelajaran
konvensional siswa sebagai penerima informasi.
2.2.6 L a n g k a h - L a n g k a h P e mb e l a j a r a n C o n t e xt u a l T e a c hi n g L e a r ning
( C TL )
Secara sedehana langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis
besar menurut Sugianto (2008:170) adalah sebagai berikut :
1)Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakana
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan engonstruksikan
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; 2) Laksanakan sejauh
mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik; 3) Kembangkan sifat ingin
tahu siswa dengan bertanya; 4) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar
dalam kelompok-kelompok); 5) Hadirkan “model” sebagai contoh
pembelajaran; 6) Lakukan refleksi diakhir penemuan; 7) Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2.2.7 K e l e m a h a n d a n K e l e b i h a n M o d e l P e mb e l a j a r a n
C o n t e x t u a l T e a c hi n g L e a r n i n g ( C TL)
1) K e l e b ih a n C T L ( C o nt e x t u a l T e a c hi n g a n d L e a r n i n g )
Menurut Anisah (2009:1) ada dua kelebihan model pembelajaran
kontekstual, yaitu :
a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa
dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan
mudah dilupakan.
b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran
CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar
melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kelebihan model pembelajaran CTL adalah siswa lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan pengetahuan siswa berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya.
2) K e l e m a h a n C T L ( C o n t e x tu a l T e a c h i n g a nd L e a r nin g )
Menurut Anisah (2009:1) kelemahan model pembelajaran
CTL antara lain :
a) Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode
CTL.
b) Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru
adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya.
c) Peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang
memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar
mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
d) Guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang eksra terhadap
siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kelemahan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
adalah guru harus dapat mengelola pembelajaran dengan sebaik-
baiknya agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat
tecapai dengan maksimal.
2.3 Hubungan antara model pembelajaran Contextual Teaching Learning
(CTL) dengan Psikologi Kognitif
Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti
jiwa, dan Ligos yang berarti ilmu. Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa
atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah
perkembangannya, kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang
abstrak itu sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa
seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku.Beragamnya
pendapat para ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di
simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah
laku dan perbuatan individu dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari
lingkungannya.
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang yang mempelajari studi
ilmiah tentang gejala kehidupan mental/psikis sejauh berkaitan dengan cara
berpikir manusia, sperti untuk memperoleh pengetahuan, mengolah aneka kesan
yang masuk melalui penginderaan, mengahadapi masalah/problem untuk mencari
suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja
yang dibutuhkan dalam menghadapi tuntutan hidup sehari-hari. Studi ini khusus
mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif terkait proses belajar
mengajar di sekolah. Gejala-gejala mental/psikis dapat dibedakan satu dari yang
lain dan dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat
dipisahkan secara total yang satu dengan yang lain.
Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum yang
mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental atau psikis yang
berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti dalam memperoleh pengetahuan,
mengolah kesan yang masuk melalui penginderaan, menghadapi masalah atau
problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan
pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tunututan
hidup sehari-hari. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak hanya
menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar, tetapi juga membantu
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali terjadi
kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
Kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif,
konatif sampai pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri
maupun dengan orang lain. Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan
dengan yang lain dan dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak
pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang lainnya. Oleh karena itu,
psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang khas kornitif,
tetapi juga meninjau aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa
penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan (afektif) dan
keputusan kehendak (konatif). Siswa disekolah berperasaan sambil belajar dan
berkehendak serta bermotivasi sambil belajar, dapat diselidiki dengan cara
bagaimana berfikir dalam berbagai wujudnya ikut megnambil bagian dalam
berperasaan dan berkehendak. Namun, dalam bagian ini tekanan diberikan pada
analisis tentang cara berfikir itu sendiri karena perilaku internal inilah yang paling
mendasar dalam belajar di sekolah.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula
cara-cara mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif.
Salah satu perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi
Bloom“ tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (dalam wowo 1999)
merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu:
proses kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat kategori,
yaitu Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi proses kognitif
terdiri dari Mengingat, Pemahaman, Penerapan, Analisis, Evaluasi dan Membuat.
Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif diasumsikan sebagai
kompleksitas dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya lebih kompleks lagi
daripada mengingat, penerapan dipercaya lebih kompleks lagi daripada
pemahaman, dan seterusnya.
Upaya menciptakan proses pembelajaran yang bermutu dan berhasil,
dapat dilakukan dengan mewujudkan perilaku psikologis proses pengajaran dan
pembelajaran antara (pendidik dan peserta didik) dapat berjalan secara efektif
dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pernyataan ini, menunjukkan
bahwa pengetahuan psikologi pendidikan mempunyai peranan yang sangat
penting bagi guru (pendidik) dalam melaksanakan pengajaran dan bagi peserta
didik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Di dalam proses pengajaran
dan pembelajaran terjadi proses (interaksi) antara pendidik dengan peserta didik,
dalam interaksi ini terdapat peristiwa psikologis yang dijadikan rambu-rambu
oleh para pendidik dalam memperlakukan peserta didik secara efektif dan
efesien. Para tenaga pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai teori dan
aplikasi psikologi pendidikan agar mereka melaksanakan pengajaran dalam
proses pendidikan secara berdayaguna dan berhasilguna. Pengetahuan tentang
psikologi yang berhubungan dengan pendidikan merupakan suatu keharusan
yang mutlak yang perlu dikuasai oleh pendidik, peserta didik, akademisi
pendidikan, peneliti pendidikan maupun (Stakeholders) pendidikan dalam
melaksanakan tujuan pendidikan.
Proses pengajaran dan pembelajaran menghadapi banyaknya perilaku-
perilaku psikologis, baik prilaku individu, kelompok, dan sosial yang harus
dipahami guru atau dosen (pendidik) dan peserta didik
Model pembelajaran yang menganut aliran psikologi kognitif adalah
Contextual Teaching and Learning (CTL). Contextual Teaching and Learning
(CTL) berpijak dari aliran psikologis yakni proses belajar terjadi karena
pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti
keterkaitan stimulus dan respons. Belajar melibatkan proses mental yang tidak
tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa
yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang
dalam diri seseorang. Beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam
konteks CTL
a. Belajar bukanlah menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan
sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.
b. Belajar bukanlah mengumpulkan fakta yang lepas-lepas, tetapi merupakan
organisasi dari semua yang yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang
dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah. Secara kontekstual, belajar adalah
bagaimana anak menghadapi setiap persoalan.
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap
dari yang sederhana menuju yang kompleks.
e. Hakikat belajar adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Pengetahuan
yang diperoleh anak adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk
kehidupan anan (real world learning).
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya, dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
sesorang atau individu akan terbentuk dari lingkungan dia berada. Maka dari itu
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) biasanya memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber dari
proses belajar. Peserta didik diarahkan untuk mengobservasi,mengamati dan
menyampaikan laporan atas apa yang dia ketahui dari apa yang diamatinya.
Model pembelajaran dengan menggunakan metode kontektual (Contextual
Teachinh and Learning) merupakan konsep belajar yang bisa membantu guru
menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan realitas dunia nyata murid,
dan mendorong murid membuat interaksi antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dalam kaitan ini siswa dapat menyadari sepenuhnya apa makna
belajar, manfaatnya, bagaimana upaya untuk mencapainya dan dapat memahami
bahwa yang mereka pelajari bermanfaat bagi hidupnya nanti.
Sehingga mereka akan memposisikan diri sebagai diri mereka sendiri yang
membutuhkan bekal hidupnya dan berupaya keras untuk meraihnya.
Adapun tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu
siswa dalam meraih tujuannya. Artinya guru lebih fokus pada urusan strategi
daripada memberi informasi. Tugas guru dalam hal ini hanya memanage kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa.
Proses pembelajaran lebih diwarnai student centered ketimbang teacher centered .
Menurut DEPDIKNAS, guru harus melakukan beberapa hal berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa.
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses
pengkajian psikologis dan sosiologis.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang
selanjutnya memilih dan menghubungkan dengan konsep atau teori yang
akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual,
4) Merancang pembelajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang
dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki dan
lingkungan hidup mereka.
5) Melaksanaka evaluasi terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti
dijadikanbahanrefleksi terhadap rencana pembelajaran dan
pelaksanaannya.
Dalam pembelajaran yang menggunakan model CTL, psikologi kognitif
memiliki banyak fungsi yang bertujuan meningkatkan kemapuan siswa,
diantaranya:
Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan model pembalajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dengan psokologi kognitif adalah yakni proses
belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah
peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons. Belajar melibatkan
proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan
atau pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya
dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Dengan Contextual Teaching
Learning (CTL) proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari
pada hasil. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, mereka dalam status apa dan bagaimana cara mencapainya