model pembelajaran circ (proposal seminar)

42
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan pendidikan bagi sebuah negara haruslah dipandang sebagai persoalan yang penting, sebab keberhasilan dan kegagalan pendidikan dalam sebuah negara mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kualitas generasi yang akan datang. Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Adapun tujuan pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa. Matematika sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan juga tak lepas dari kebutuhan akan reformasi pendidikan secara menyeluruh. Dengan mempelajari 1

Upload: abede-salam-yusuf

Post on 02-Jan-2016

639 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan pendidikan bagi sebuah negara haruslah dipandang sebagai

persoalan yang penting, sebab keberhasilan dan kegagalan pendidikan dalam sebuah

negara mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kualitas generasi

yang akan datang.

Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik

agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota

masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Adapun

tujuan pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan

tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara

menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.

Matematika sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan juga tak lepas dari

kebutuhan akan reformasi pendidikan secara menyeluruh. Dengan mempelajari

matematika siswa selalu dihadapkan kepada masalah matematika yang terstruktur,

sistematis dan logis yang dapat membiasakan siswa untuk mengatasi masalah yang

timbul secara mandiri dalam kehidupannya tanpa harus selalu meminta bantuan

kepada orang lain.

Menurut Suyitno (dalam Sari, 2007: 13), kemampuan pemecahan masalah

matematika pada siswa dapat diketahui melalui soal-soal yang berbentuk uraian,

karena pada soal yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang

1

2

dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga pemahaman

siswa dalam pemecahan masalah dapat terukur. Bentuk lain soal pemecahan masalah

yang difokuskan pada penelitian ini adalah soal cerita. Soal cerita dalam kehidupan

sehari-hari lebih ditekankan kepada penajaman intelektual anak sesuai dengan

kenyataan yang mereka hadapi. Namun kenyataannya banyak siswa yang mengalami

kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal cerita, kurang mampu

memisalkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa

menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan

masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel.

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, secara umum masih teramati

dominansi guru dalam kelas, sehingga pembelajaran tidak lebih dari sekedar

menyampaikan informasi kepada siswa dan dalam penilaian guru menagih kembali

informasi itu. Kesempatan bagi siswa untuk melakukan refleksi dan negosiasi

melalui proses interaksi antara siswa dengan guru kurang dikembangkan. Dengan

pembelajaran tersebut siswa tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan ide-

ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah, tetapi mereka

menjadi sangat tergantung pada guru, tidak terbiasa belajar mandiri untuk

menemukan alternatif lain yang mungkin dapat dipakai untuk menyelesaikan

masalah secara efektif dan efisien.

Secara khusus pendekatan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran

matematika merupakan faktor penentu dalam meningkatkan keberhasilan siswa

dalam belajar. Jadi pendekatan pembelajaran matematika diharapkan mampu

membuat mata pelajaran matematika menjadi menarik. Mengingat pentingnya

3

pendekatan dalam proses pembelajaran matematika, maka dalam mengajarkan setiap

pokok bahasan tertentu perlu dicari pendekatan yang tepat dan sesuai.

Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru tentunya sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan

untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe

CIRC. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursakiah (2011) dengan

menggunakan model pembelajaran tersebut, hasil belajar siswa berada pada kategori

tinggi dengan skor rata-rata hasil belajar matematika mencapai ketuntasan

individualnya sebesar 87,5%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat memotivasi siswa untuk giat belajar

sehingga terjadi peningkatan hasil belajar terhadap siswa tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengajukan

proposal penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap

Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas VII SMPN 2

Alla Kabupaten Enrekang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka

permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada

pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperatif Integrated

Reading and Composition terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita

matematika siswa kelas VII SMPN 2 Alla Kabupaten Enrekang?

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menjelaskan pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperatif

Integrated Reading and Composition terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita

matematika siswa kelas VII SMPN 2 Alla Kabupaten Enrekang.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa: hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam hal ini yaitu

menyelesaikan soal cerita matematika.

2. Bagi guru: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan dan salah satu acuan bagi guru matematika dalam memilih model

pembelajaran.

3. Bagi sekolah: Alternatif dalam memberikan motivasi pada siswa oleh kalangan

pendidik pada umumnya dalam lingkungan sekolah serta diharapkan akan

bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu dan efektifitas pembelajaran di

sekolah.

4. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana

terjadi belajar atau bagaimana informasi itu diproses dalam pikiran siswa.

Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

meningkatkan pemahaman siswa sebagai hasil belajar.

Definisi belajar yang dikemukakan oleh Sudjana (2000: 28) mengatakan

bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai

bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,

keterampilan, kecakapan, kemampuan dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

Gagne (Slameto, 2003:2) mengemukakan bahwa belajar adalah proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Sedangkan menurut Harold Spears (Supriyono: 2), belajar adalah

mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah

tertentu.

Dari beberapa definisi belajar yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa karakteristik tentang belajar yaitu:

5

7

a. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri

individu yang belajar

b. Perubahan itu terjadi secara permanen, artinya perubahan tidak berlangsung

sesaat saja tetapi dapat bertahan dan berfungsi dalam kurun waktu yang relatif

sama.

c. Perubahan tersebut terjadi bukan karena proses pertumbuhan atau kematangan

fisik, melainkan karena usaha sendiri. Artinya perubahan tersebut terjadi karena

usaha individu.

d. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan respon

(tanggapan atau reaksi) terhadap suatu stimulus (rangsangan) dengan kata lain,

individu yang telah melakukan kegiatan belajar akan memiliki kemampuan baru

dalam memberikan respon terhadap situasi tertentu.

2. Hakikat Belajar Matematika

Definisi tentang matematika yang dikemukakan oleh para ahli sampai saat ini

belum ada yang dapat diterima secara mutlak atau bersifat baku. Adapun pendapat

para ahli tentang pengertian matematika tersebut, dipandang dari pengetahuan dan

pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika

itu bahasa simbol, matematika berfikir logis, matematika adalah sarana berfikir, dan

masih banyak lagi definisi lainnya.

Ruseffendi (Suherman, 2003: 16) mengemukakan bahwa belajar matematika

lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-

struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan

yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Belajar matematika harus

8

bertahap, berurutan, dan berdasarkan pengalaman siswa yang lalu (masalah konsep

perkalian dipahami dengan baik apabila konsep penjumlahan dikuasai).

Belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti

hubungan dari konsep-konsep dan struktur matematika. Pada hakikatnya belajar

matematika adalah suatu kegiatan psikologis yaitu mempelajari atau mengkaji

berbagai hubungan antara objek-objek dan struktur matematika melalui manipulasi

simbol-simbol sehingga diperoleh pengetahuan baru.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar dalam

konteks matematika adalah suatu proses aktif yang dilakukan untuk memperoleh

pengetahuan baru dengan menipulasi simbol-simbol dan struktur matematika

sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.

3. Soal Cerita Matematika

Disadari atau tidak, setiap hari kita harus menyelesaikan berbagai masalah.

Dalam penyelesaian suatu masalah, kita seringkali dihadapkan pada suatu hal yang

pelik dan kadang-kadang penyelesaiannya tidak dapat diperoleh dengan segera.

Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah yang dihadapi sehari-hari tidak selamanya

bersifat matematis.

Dalam matematika, hal seperti itu biasanya berupa pemecahan masalah

matematika yang di dalamnya termasuk soal cerita matematika. Soal cerita

merupakan soal yang berbentuk cerita tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari. Untuk menyelesaikan masalah yang terkandung dalam soal

cerita matematika diperlukan langkah-langkah serta kegiatan mental atau penalaran

yang tinggi dari siswa. Dalam mengerjakan soal cerita matematika, siswa harus

9

memahami terlebih dahulu soal cerita itu. Pemahaman masalah dalam belajar

matematika memegang peranan penting untuk meningkatkan keterampilan. Di

samping itu siswa akan belajar menyelesaikan masalah yang diberikan dalam bentuk

soal cerita.

Menurut Suyitno (dalam Sari, 2007: 13) soal cerita adalah soal yang dikaitkan

dengan kehidupan sehari-hari (contextual problem). Kehadiran soal cerita dalam

setiap akhir pokok bahasan dalam pelajaran matematika dimaksudkan agar siswa

mengetahui manfaat/kegunaan dari pokok bahasan yang telah dipelajarinya.

Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan soal cerita

matematika, yaitu:

a. Identifikasi masalah dan adakan penyederhanaan. Pada langkah ini dicari semua

variabel yang ada kaitannya dengan permasalahan dan mencoba menemukan

semua relasi antar variabel. Pada umumnya variabel atau fakta yang ada dalam

soal cerita dinyatakan dengan simbol “Dik” (singkatan dari diketahui), dan untuk

menyatakan permasalahan yang ingin diselesaikan dinyatakan dengan simbol

“Dit” (singkatan dari ditanyakan).

b. Merumuskan masalah dalam bahasa matematika (membuat model matematika).

Pada langkah ini semua variabel, fakta dan relasi yang ada dalam soal cerita

dinyatakan dengan simbol matematika dan mencoba untuk mengenali pola

masalah yang sesuai dengan masalah dalam soal cerita tersebut.

c. Menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan dalam bahasa matematika (model

matematika) dengan alat matematika yang sesuai.

10

d. Menafsirkan hasil yang diperoleh sesuai dengan masalah yang ada di dalam soal

cerita.

Dengan langkah tersebut diharapkan siswa dapat memilih proses

penyelesaian soal cerita dan terampil memilih, mengidentifikasikan fakta dan konsep

yang relevan serta merumuskan rencana penyelesaian yang tepat. Dengan

memperhatikan langkah-langkah tersebut, terlihat bahwa untuk menyelesaikan soal

cerita matematika, siswa harus memiliki dan menggunakan kemampuan matematis

yang lain seperti kemampuan memahami soal, kemampuan membaca matematis, dan

kemampuan berhitung. Soal cerita sangat penting bagi perkembangan proses

berfikir siswa dalam pengajaran matematika, maka keberadaannya sangat mutlak

diperlukan.

4. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

Dalam kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian mampu adalah

kekuatan, kesanggupan atau kecakapan. Sedangkan kemampuan berarti memiliki

kecakapan atau kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui

tindakannya untuk meningkatkan produktivitas (Poerwadarminta, 1996: 117).

Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan kemampuan siswa untuk

dapat memecahkan dan menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita, yaitu soal-

soal yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

menyelesaikan soal cerita adalah kemampuan menyelesaikan masalah-masalah

matematika yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

11

5. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar

yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu.

Menurut Slavin (2005), cooperative learning sebagai suatu teknik pengajaran

dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang heterogen yang anggotanya antara

4-6 orang. Heterogenitas anggota kelompok ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi

akademik, maupun status sosial. Cooperative learning memunculkan kerja sama

antara siswa dari semua tingkatan untuk bekerja sama.

Melalui pembelajaran kooperatif akan memberikan kesempatan pada siswa

untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Melalui

pembelajaran kooperatif pula, seorang siswa akan menjadi sumber belajar bagi

temannya yang lain. Pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi

bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari.

Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua sumber

belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain (Wena, 2009: 189).

Roger dan David Johnson (Agus, 2009: 58) mengatakan bahwa ada lima

unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Lima unsur

tersebut adalah: 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3)

interaksi perseorangan, 4) komunikasi antaranggota, dan 5) pemrosesan kelompok.

12

Ada tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif

sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (2005), yaitu:

1) Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk

memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika

kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok

didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam

menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,

dan saling peduli.

2) Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua

anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas

anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya

pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk

menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman

sekelompoknya.

3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai

perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang

terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa, baik yang

berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk

berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

13

Terdapat 6 fase atau langkah dalam pembelajaran kooperatif. Keenam fase

pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

FASE KEGIATAN GURU

Fase 1: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2 : menyampaikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa, baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks.

Fase 3 : mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membuat kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien.

Fase 4 : membantu kerja kelompok dalam belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

Fase 5 : mengevaluasi Guru menguji materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka.

Fase 6 : memberikan penghargaan

Guru memberikan cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin, dan

Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai

suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara

menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian penting.

Model pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading

and Composition) termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning

14

yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis

(Slavin, 2005: 16), yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk

pengajaran membaca dan menulis pada kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, kini

CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga

pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.

a. Kegiatan Pokok Model Pembelajaran CIRC

Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah

(dalam hal ini soal cerita matematika) meliputi rangkaian kegiatan bersama yang

spesifik, yaitu:

1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal.

2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal cerita, termasuk menuliskan apa

yang diketahui dan apa yang ditanyakan.

3) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal cerita.

4) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut.

5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian.

b. Langkah-langkah Pembelajaran CIRC

Langkah-langkah pembelajaran CIRC dapat dilaksanakan sebagai berikut.

1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4-6 orang siswa secara heterogen.

2) Guru memberikan soal (soal cerita matematika) sesuai dengan topik

pembelajaran.

3) Siswa bekerja sama menyelesaikan soal cerita yang diberikan. Mulai dari

membaca soal, membuat prediksi atau menafsirkan isi soal cerita, membuat

15

ikhtisar/rencana penyelesaian soal cerita, menuliskan penyelesaiaan soal cerita

hingga merevisi dan mengedit pekerjaannya (bila diperlukan).

4) Siswa mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.

5) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.

6) Penutup.

Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai

berikut:

1) Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang

suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama

eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media

lainnya.

2) Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa

untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru,

dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal.

Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha

melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada

dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta

menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan

memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui

tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang

masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa

merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.

16

3) Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil

temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas.

Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan

hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-

gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap

menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen. 

c. Kekuatan model pembelajaran CIRC

Secara khusus, Slavin (dalam Sari, 2007: 20) menyebutkan kelebihan model

pembelajaran CIRC sebagai berikut:

1) Siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.

2) Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang, siswa dapat memberikan

tanggapannya secara bebas.

3) Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok.

4) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya.

5) Membantu siswa yang lemah.

6) Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang

berbentuk pemecahan masalah, dalam hal ini soal cerita matematika.

B. Kerangka Pikir

Berbagai upaya pembelajaran dilakukan dengan tujuan agar hasil

pembelajaran dapat optimal. Sehingga pembelajaran diusahakan dapat dilaksanakan

secara teratur, terstruktur, dan sistematik. Metode mengajar yang ditempuh oleh guru

sangat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar, sehingga sepatutnya guru

17

dalam menyampaikan materi dapat mengarahkan siswa untuk berfokus pada salah

satu topik tertentu. Dengan demikian proses belajar mengajar lebih efektif dan

efisien.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengajaran langsung hanya berorientasi

pada target penguasaan materi. Pengajaran langsung memandang pengetahuan

sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Berdasarkan segi penguasaan

materi, menghafal terbukti berhasil dalam kompetensi belajar jangka pendek, tetapi

gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam jangka panjang.

Pada model pengajaran langsung, kelas masih berfokus pada guru sebagai

sumber utama pengetahuan. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih

memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, serta

dapat mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pembelajaran kooperatif.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah

menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling

mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam

pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi di mana siswa saling berbagi ide

atau pendapat dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan

pendapatnya.

Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah Cooperatif

Integrated Reading and Composition (CIRC). Beberapa penelitian sebelumnya

menunjukkan hasil yang positif pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap hasil

belajar siswa. Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif

18

untuk dapat membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bahan

bacaan dalam hal ini soal cerita.

Adanya berbagai keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

tersebut maka diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi dan minat belajar

siswa, sehingga aktivitas dalam proses belajar mengajar lebih tinggi, dengan

meningkatnya aktivitas belajar siswa maka akan mengoptimalkan hasil belajar siswa.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Penerapan model

pembelajaran Kooperatif tipe Cooperatif Integrated Reading and Composition

memberikan hasil yang lebih baik daripada model pengajaran langsung terhadap

kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas VII SMPN 2 Alla

kabupaten Enrekang.”

Secara statistik, hipotesis yang akan diuji dituliskan sebagai berikut:

H0 : μ1 μ2 versus H1 : μ1 > μ2

Keterangan:

µ1 = Parameter rata-rata hasil belajar matematika siswa sesudah diajar dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

µ2 = Parameter rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

menggunakan model pengajaran langsung.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu, yaitu perlakuan

diberikan untuk menentukan pengaruhnya pada variabel terikat tetapi variabel-

variabel yang berpengaruh tidak dapat dikontrol dengan ketat.

B. Variabel dan Desain Penelitian

a. Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini terdiri atas variabel

bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu model pembelajaran, di mana dalam

penelitian ini terdiri atas model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan model

pengajaran langsung. Sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika.

b. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini pre test post test control group

design. Adapun rancangan eksperimen tertera pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Rancangan Eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

R Eksperimen O1 X1 O2

R Kontrol O3 X2 O4

18

20

Keterangan:

R : Sampel yang dipilih melalui simple random sampling

O1 : Pretest kelas Eksperimen

X1 : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC

O2 : Posttest kelas Eksperimen

O3 : Pretest kelas Kontrol

X2 :Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pengajaran langsung

O4 : Posttest kelas Kontrol

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional Variabel pada penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang berfungsi

sebagai pedoman bagi para pengajar dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran,

yang memiliki sintaks mulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

Dalam penelitian ini terdiri dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

dengan sintaks dimulai dari guru menyampaikan tujuan dan memotivasi

siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi dam

memberikan penghargaan,

Model pengajaran langsung dengan sintaks dimulai dari mempersiapkan dan

memotivasi siswa, mendemonstrasikan keterampilan, membimbing pelatihan,

mengecek pemahaman dan pemberian umpan balik.

21

2. Kemampuan menyelesaikan soal cerita yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah skor kemampuan siswa untuk dapat memecahkan dan menyelesaikan

masalah dalam bentuk soal cerita yaitu soal-soal yang berhubungan dengan

permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan

menyelesaikan soal cerita ini diperoleh dari hasil tes belajar matematika siswa

kelas VII SMP terhadap materi pelajaran yang diberikan.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMPN 2 Alla Kabupaten

Enrekang TA 2013/2014 pada semester ganjil yang nantinya akan dipilih dua kelas

sebagai sampel penelitian. Kemudian di antara dua kelas tersebut dipilih lagi yang

mana yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dan yang mana sebagai kelas

ekperimen. Pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk masing-masing

kelompok digunakan teknik random sederhana (simple random sampling).

E. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Sebelum pelaksanaan proses belajar mengajar terlebih dulu dibuat beberapa

persiapan, yaitu :

a. Menelaah kurikulum dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan

alokasi waktu 14 jam pelajaran (7 kali pertemuan).

b. Membuat LKS dan RPP sebagai perangkat dalam pembelajaran model kooperatif

tipe CIRC.

c. Instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika terdiri dari soal essai.

22

d. Menyusun kelompok belajar siswa yang heterogen, artinya yang mempunyai

kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, yang terdiri atas 5 orang siswa.

e. Merencanakan pengaturan tempat duduk.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian ini terdiri atas:

a. Pelaksanaan tes awal (pretest), baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas

kontrol.

b. Penyajian materi pada kelas eksperimen dilakukan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC dan penyajian materi pada kelas kontrol dengan model

pengajaran langsung.

c. Langkah-langkah umum untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada berikut.

Tabel 3.2 Tahap Pelaksanaan Kegiatan pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1. Menyampaikan indikator agar siswa mengetahui apa yang akan mereka pelajari.

Menjelaskan konsep atau prinsip yang mendasari masalah.

2. Memberikan penjelasan tentang cara belajar kooperatif tipe CIRC kepada siswa.

Menjelaskan contoh-contoh soal.

3. Guru mempresentasikan materi pembelajaran.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas.

4. Membentuk kelompok-kelompok belajar yan heterogen.

Menjelaskan kembali hal-hal yang ditanyakan oleh siswa.

5. Membagikan LKS kepada setiap kelompok.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal- soal latihan yang diberikan.

6. Setiap kelompok bekerja berdasarkan Membantu siswa menyelesaikan

23

kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok.

soal latihan yang dianggap sukar.

7. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknyaKetua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita matematika yang diberikan

Menyimpulkan pelajaran.

8. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya

9. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing.

10. Guru menjelaskan kembali tentang materi pembelajaran yan dikaitkan dengan LKS yang telah dikerjakan.

11. Guru memberikan evaluasi/kuis kepada setiap siswa.

12. Guru memberikan penghargaan atas hasil kerja baik secara indvidu maupun pasangan. Penghargaan pasangan terbaik bisa diumumkan dari hasil tesnya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Tahap-tahap pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Memberikan tes hasil belajar pada kedua kelompok kelas. Tes hasil belajar yang

digunakan yaitu tes obyektif yang berbentuk essai yang telah divalidasi oleh

validator berkompeten.

b. Selama mengerjakan tes, pengawasan diperketat agar siswa tidak bekerjasama

c. Setelah pengambilan data selesai, diadakan pemeriksaan untuk memberikan skor

terhadap jawaban siswa.

24

G. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan dianalisis secara deskriptif dan secara

inferensial.

1. Analisis Statistika Deskriptif

Statistik deskriprtif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum

(Sugiyono, 2008: 207). Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif digunakan

untuk mendeskripsikan prestasi belajar matematika siswa pada setiap kelompok yang

telah terpilih.

Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain penyajian data melaui tabel,

grafik, mean, modus, standar deviasi, dan perhitungan presentase (Sugiyono, 2008 :

208).

Jenis data berupa prestasi belajar selanjutnya dikategorikan secara kualitatif

berdasarkan teknik kategorisasi yang diterapkan oleh departemen pendidikan dan

kebudayaan (dalam Upu, 2010).

Tabel 3.3 Tabel Interpretasi Kategori Nilai Prestasi Belajar

Nilai Prestasi belajar Kategori

85 – 100

65 – 84

55 – 64

35 – 54

0 – 34

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

25

2. Analisis Statistika Inferensial

Analisis statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian

dengan menggunakan uji-t dengan data berbeda. Namun sebelumnya dilakukan

terlebih dahulu uji normalitas dan uji homogenitas. Data penelitian ini dianalisis

menggunakan program SPSS 18 for Windows.

1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas data hasil belajar siswa dimaksudkan untuk mengetahui

apakah data yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk uji

normalitas ini digunakan uji Kalmogrof-Smirnov.

Hipotesis:

Ho: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujian apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 0,05

maka Ho diterima dan H1 di tolak.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji Levene Statistic

yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel yang diambil mempunyai

varian yang sama.

Hipotesis:

Ho: Tidak ada perbedaan varian di antara kedua kelompok

H1: Ada perbedaan varian antara kedua kelompok

Kriteria pengujian apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 0,05

maka Ho diterima dan H1 di tolak.

26

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan menggunakan Independent Sample T Test.

Hipotesis. Kriteria pengujian jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 0,05

maka Ho di terima dan H1 di tolak.

DAFTAR PUSTAKA

Emzi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif.

Jakarta : Rajawali Pers.

Nursakiah. 2011. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC Pada Siswa Kelas VII4 SMPN 26

Makassar. Skripsi. Tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA

UNM

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Laarning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo : Masmedia Buana

Pustaka.