model pembangunan karakter anak dalam keluarga...

28
61 BAB III MODEL-MODEL PENGASUHAN YANG MEMBANGUN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA KRISTENDI JEMAAT SONTETUS BONE Dalambab ini akan di uraikan tentang model pembangunan karakter anak dalam keluarga kristen di jemaat Sontetus Bone. Yang dimaksud dengan jemaat Sontetus Bone adalah salah satu jemaat dalam wilayah pelayanan klasis Amanuban Tengah Utara yang bernaung dalam gereja Masehi Injili di Timor. Penelitian ini di langsungkan di jemaat Sontetus Bone, yang mana secara geografis berada dalam wilayah pemerintahan desa Bone, kecamatan Amanuban Tengah. Karena itu sebelum menjelaskan tentang hasil penelitian model pembangunan karakter dalam keluarga kristen di jemaat Sontetus Bone, maka penulis terdahulu memberikan gambaran singkat tentang Jemaat Sontetus Bone. A. Selayang pandang lokasi penelitian. A.1. Kondisi fisik. a) Letak. Secara geografisjemaat Sontetus Bone terletak dalam wilayah desa Bone, kecamatan Amanuban Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Desa Bone merupakan salah satu desa dari 8 (delapan) desa dalam wilayah kecamatan Amanuban tengah. 1 Desa Bone memiliki iklim tropis, yang ditandai dengan banyaknya tanaman umur panjang (pohon). Hal tersebut disebabkan oleh posisi desa Bone yang lebih dekat dengan benua Australia di banding Asia sehingga arus angin dari benua Asia dan samudera Pasifik yang mengandung banyak uap 1 Sekretariat Desa Bone, Bone dalam Statistik tahun 2013, ( Bone, 2013), 01.

Upload: others

Post on 31-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

61

BAB III

MODEL-MODEL PENGASUHAN YANG MEMBANGUN KARAKTER ANAK

DALAM KELUARGA KRISTENDI JEMAAT SONTETUS BONE

Dalambab ini akan di uraikan tentang model pembangunan karakter anak dalam keluarga

kristen di jemaat Sontetus Bone. Yang dimaksud dengan jemaat Sontetus Bone adalah salah satu

jemaat dalam wilayah pelayanan klasis Amanuban Tengah Utara yang bernaung dalam gereja

Masehi Injili di Timor. Penelitian ini di langsungkan di jemaat Sontetus Bone, yang mana secara

geografis berada dalam wilayah pemerintahan desa Bone, kecamatan Amanuban Tengah. Karena

itu sebelum menjelaskan tentang hasil penelitian model pembangunan karakter dalam keluarga

kristen di jemaat Sontetus Bone, maka penulis terdahulu memberikan gambaran singkat tentang

Jemaat Sontetus Bone.

A. Selayang pandang lokasi penelitian.

A.1. Kondisi fisik.

a) Letak.

Secara geografisjemaat Sontetus Bone terletak dalam wilayah desa Bone,

kecamatan Amanuban Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Desa Bone

merupakan salah satu desa dari 8 (delapan) desa dalam wilayah kecamatan

Amanuban tengah.1Desa Bone memiliki iklim tropis, yang ditandai dengan

banyaknya tanaman umur panjang (pohon). Hal tersebut disebabkan oleh posisi

desa Bone yang lebih dekat dengan benua Australia di banding Asia sehingga

arus angin dari benua Asia dan samudera Pasifik yang mengandung banyak uap

1 Sekretariat Desa Bone, Bone dalam Statistik tahun 2013, ( Bone, 2013), 01.

Page 2: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

62

air, telah berkurang ketika tiba di daratan Timor Tengah Selatan. Sedangkan arus

udara dari Australia dapat mencapai kabupaten TTS dengan baik. Akibatnya

musim kemarau lebih panjang dari musim hujan. Musim kemarau berlangsung

dari bulan April – Oktober ketika arus udara berasal dari Australia. Sedangkan

musim hujan pada bulan Nopember- Maret ketika arus udara bertiup dari Asia.

Rata-rata curah hujan berkisar antara 1000-1500 mm/ tahun dengan suhu rata-rata

24º C.2

b) Mata pencaharian

Penduduk desa Bone memiliki mata pencaharian yang cukup variatif

yakni; 50 % sebagai Petani, 15% sebagai peternak, 15 % sebagai wiraswasta, 10

% sebagai pegawai pemerintah, 05 % guru dan 05 % buruh. Variasi mata

pencaharian ini membuat kesibukan penduduk yang cukup tinggi setiap hari.

Selain itu, dari mata pencaharian yang ada menunjukan taraf ekonomi penduduk

yang yang cukup baik dalam menopang pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan

kebutuhan lainya.

c) Struktur masyarakat

Masyarakat desa Bone hidup dalam struktur masyarakat yang homogen.

Dalam desa di kenal pemilik kampung oleh 4 (empat) klan yakni Tunu, Maunino,

Nautani dan sayuna. Empat klan inilah yang memiliki kewenangan untuk

membagi-bagikan tanah untuk lahan kebun maupun tempat tinggal. Selain itu

2 ....Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Rencana jangka Panjang Daerah ( RPJPD) Kabupaten

Timor Tengah Selatan Tahun 2005-2025 ( Soe: Sekretariat Daerah, 2008), 08.

Page 3: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

63

mereka menjadi peletak dasar adat istiadat perkawinan, kematian dan lainya.

Tidak berhenti disini, dalam berbagai kesempatan pemilihan kepala desa, selalu

memperhitungkan giliran kesempatan kepada empat marga ini menjadi kepala

desa.

Seiring perkembangan oleh karena perkawinan dan juga pekerjaan,

penduduk dari suku lain juga berdatangan dan menetap sehingga tercipta interaksi

dengan penduduk asli desa Bone. Interaksi tersebut berdampak pada terbukanya

informasi dan perkembangan sumber daya manusia yang terus berlangsung dalam

desa Bone.

d) Agama dan kepercayaan.

Penduduk desa Bone memeluk dua agama yakni agama Kristen Protestan dan

agama Katholik dengan prosentase, 90 % beragama Kristen dan 10 % beragama

Katholik.

e) Pendidikan

Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang di upayakan oleh

masyarakat, termasuk jemaat Sontetus Bone. Hal mana nampak dalam tingkat

pendidikan warga jemaat Sontetus Bone yang bervariasi yakni, 10 % tidak tamat

sekolah dasar, 10 tamat sekolah dasar, 15 % tidak tamat SLTP, 20 % tamat

SLTP, 15 tidak tamat SLTA%, 25 % tamat SLTA, 05 % perguruan tinggi.

Hingga kini desa Bone telah beberapa lembaga pendidikan baik yang dikelola

oleh pemerintah dan gereja yakni; 1 (satu) Sekolah dasar, 1 PAUD ( pendidikan

Page 4: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

64

anak usia dini), 1 Sekolah luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus. Sementara

untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, penduduk desa

menempuhnya pada sekolah-sekolah yang ada di sekitar Niki-niki, baik untuk

tingkat SLTP dan SLTA.

A.2. Sekilas tentangGereja Masehi Injili Di Timor.

Gereja Masehi Iinjili di Timor (selanjutnya di singkat GMIT) adalah

Sinode Protestan terbesar kedua di Indonesia. Memiliki sekitar 1,4 juta anggota

dan 1937 jemaat-jemaat. Walaupun namanya demikian, anggota jemaat-

jemaatnya tidak saja di Timor Barat, tetapi tersebar di seluruh provinsi Nusa

Tenggara Timur ( NTT), kecuali di pulau Sumba, Pulau Sumbawa ( NTB) dan

Pulau Batam.3

GMIT menganut sistem gereja Presbyrterial-Synodal, yakni model

pemerintahan gereja dengan musyawarah dan kepimpimpinan kolektif dalam

kemajelisan. Para pemimpin gereja dipilih setiap 4 tahun oleh gereja dari sidang

jemaat. Majelis jemaat memimpin bersama dalam mengkoordinir berbagai

pelayanan pada aras Jemaat, Klasis dan Sinodal. Dalam berteologi, GMIT dapat

digambarkan dalam teologi Reformed dengan penekanan khusus pada Alkitab dan

keinginan untuk menjadi baik kontekstual dan holistik dalam misinya.

GMIT secara resmi mandiri pada 31 Oktober 1947. Pada saat di nyatakan

mandiri, GMIT terdiri dari 6 klasis dan dipimpin oleh Ds.Durkstra. Enam klasis di

3Frank L Cooley, Benih yang Tumbuh XI: Gereja Masehi Injili di Timor, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan

Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia, 1976),19.

Page 5: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

65

maksud adalah kasis Kupang yang meliputi Kupang dan Amarasi;Klasis

Camplong yang meliputi Fatule'u dan Amfoang;Klasis SoE yang meliputi

Amanuban, Amanatum, Mollo, Timor Tengah Utara, dan Belu;Klasis Alor yang

meliputi Alor;Klasis Rote yang meliputi Rote;Klasis Sabu, yang meliputi Sabu.4

A.3. Sekilas tentang jemaat Sontetus Bone.

Jemaat Sontetus Bone merupakan salah jemaat dalam Gereja Masehi Injili

Di Timor, dalam Wilayah Klasis Amanuban Tengah Utara. Sebagai salah satu

jemaat dalam klasis Amanuban Tengah Utara, jemaat ini memiliki wilayah

pelayanan yang berbatasan dengan wilayah pelayanan jemaat lain dalam klasis

yakni :

- Sebelah timur berbatasan dengan jemaat Sonhalan.

- Sebelah utara berbatasan dengan jemaat Humone.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan jemaat Anugerah Nobi-nobi dan

jemaat Betel Matani.

- Sebelah barat berbatasan dengan jemaat Betel Hoi.

Secara Historis, jemaat ini lahir dari perjuangan panjang jemaat

Sontetus untuk dapat beribadah sendiri. Sebelum menjadi jemaat mandiri,

jemaat Sontetus Bone adalah bagian dari wilayah pelayanan jemaat Sonhalan

Niki-Niki. Jemaat ini terletak dalam wilayah desa Bone, kecamatan

Amanuban tengah. Kegiatan peribadahan jemaat berlangsung terpusat di

gedung gereja Jemaat Sonhalan niki-niki. Dalam perkembangannya,

4Frank L Cooley, Ibid.

Page 6: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

66

pertumbuhan jemaat di wilayah desa Bone semakin pesat sehingga

diusulkandibangun sebuah gedung kebaktian di Bone guna mengefektifkan

pelayanan bagi jemaat yang ada di wilayah jemaat Sonhalan Niki-Niki,

khususnya di desa Bone.

Kerinduan jemaat untuk beribadah sendiri di desa Bone sangat besar

sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung kebaktian dilaksanakan

maka jemaat di Bone saat itu bersepakat untuk sementara waktu beribadah di

gedung kantor Desa Bone. Sejak saat itu seluruh jemaat di Bone bersepakat

untuk memberi nama Sontetus bagi jemaat di Bone. Sontetus di ambil dari

kata dalam bahasa Timor yakni Son, singkatan dari sonaf yang berarti rumah

atau istana dan tetus, yang berarti berkat. Sehingga sontetus artinya rumah

berkat.

Perjuangan memiliki tanah untuk pelaksanaan pembangunan gedung

kebaktian terjawab manakala tanah miliki pemerintah desa Bone di hibahkan

kepada gereja untuk membangun gedung kebaktian. Selanjutnya pekerjaan

pembangunan gedung gereja dilaksanakan secara bergotong royong dan di

selesaikanpada tahun 1997. Dalam tahun ini pula majelis jemaat sonhalan

niki-niki secara resmi memberikan kewenangan bagi majelis jemaat yang

berasal dari desa Bone untuk menata pelayanan dan finansial secara mandiri.

Hal ini ditandai dengan pemekaran jemaat sontetus Bone sebagai salah satu

mata jemaat dalam wilayah jemaat Sonhalan Niki-niki. Dari sinilah awal mula

jemaat Sontetus Bone mandiri dalam mengelola seluruh pelayanan.

Page 7: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

67

Walaupun telah di mekarkan sebagai salah satu mata jemaat namun

pendeta yang melayani secara khusus dalam jemaat ini belum tersedia. Untuk

itu jemaat terus berupaya agar dapat dimekarkan menjadi satu wilayah

pelayanan tersendiri sehingga dapat memiliki pelayan khusus yang melayani

di jemaat Sontetus Bone.Pada tahun 2008 Majelis Sinode GMIT memekarkan

jemaat sontetus jemaat Nekmese Kuku dan Pos PI Saba menjadi satu jemaat

dengan nama “Fetomone”. Hal ini di ikuti dengan menempatkan Pdt. V.H.

Nenohai-Bathun sebagai pendeta yang melayani secara penuh di jemaat ini.

Hingga kini jemaat Sontetus Bone telah menjalani kehidupan

berjemaat dengan berbagai dinamika yang terus memperlihatkan

pertumbuhan, baik dari segi kuantitas dan juga kualitas. Pertumbuhan

dimaksud tergambar dalam statistik jemaat dibawah ini:

Statistik Jemaat Sontetus Bone

Keadaan Agustus 2014

Jemaat Jml

KK

Jml Jiwa Baptis

Sidi Pas nikah Maj Jem Rayon

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Ms

hi

Ada

t

Lk Pr

Sontetus 183 361 379 342 328 359 396 173 10 8 16 12

Sumber data: di olah dari Sekretariat Jemaat Sontetus Bone

Page 8: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

68

B. Pembangunan karakter anak dalam keluarga Kristen di jemaat Sontetus Bone.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, di temukan beberapa model pengasuhan

untuk pembangunan karakter anak yang berlangsung di dalam keluarga-keluarga Kristen

di jemaat Sontetus Bone yang di uraikan sebagai berikut :

1. Model pengasuhan yang terinspirasi dari nilai-nilai moral dalam budaya.

Model pembangunan karakter pertama yang di temukan dalam penelitian

adalah pengasuhan yang di landasi nilai-nilai budaya. Dalam model ini nilai-nilai

moral dalam budaya menjadi landasan orangtua dalam mengasuh anak. Nilai-nilai

budaya di tanamkan dalam ajaran-ajaran yang di sampaikan kepada anak. Dari

hasil wawancara di lapangan di temukan kesamaan pendapat dari 19 (sembilan

belas) informan tentang nilai-nilai moral dalam budaya yang di tanamkan dan di

bangun dalam diri anak, di antaranya: sopan santun, bertegur sapa, hidup jujurdan

saling menghormati. Pendapat 19 (Sembilan belas) informan terurai sebagai

berikut:

Nilai moral pertama yang di temukan berdasarkan hasil penelitian adalah

sopan santun dan hidup jujur.Dari empat informan yang di wawancarai, seluruhnya

memiliki kesamaan pendapat tentang nilai moral tersebut. A. P,5 seorang petani

peternak dengan latar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)

mengatakan:

“Kami ajarkan sopan santun kepada anak supaya anak bisa bersikap sopan, baik

waktu berbicara, cara berpakaian dan juga bersikap kepada orang lain. Kalau

bertemu orang, harus bertegur sapa apalagi dengan orang yang lebih tua.Kami

juga ajarkan anak-anak agar mereka hidup jujur.Jujur dalam perkataan, dalam

5Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak A. P. di Bone, tgl 22 Juli 2014, pukul 13.00 Wita.

Page 9: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

69

sikap dan tindakan. Mulai dari hal-hal yang kecil di rumah, contohnya kalau

berbuat salah maka harus berani mengakui kesalahan”

Selanjutnya kerendahan hati dan kesabaran adalah nilai moral yang di

ajarkan kepada anak-anak. Dalam wawancara yang dilakukan ditemukan

tigajawaban yang sama berkaitan dengan nilai-nilai moral dimaksud. N.S.6seorang

ibu rumah tangga yang berlatar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat

pertamamengungkapkan:

“Kami ajarkan dan tanamkan kepada anak supaya mereka jangan sombong

melainkan rendah hati dan selalu memiliki kesabaran. Jangan cepat bangga

dengan apa yang dimiliki dan juga jangan lekas marah”

Nilai moral lainnya yang di ajarkan kepada anak adalah bekerja keras.Dalam

wawancara yang di lakukan, di temukan empat informan memiliki kesamaan

jawaban tentang nilai moral dimaksud. M. N.7 seorang petani kebun dengan latar

belakang pendidikan sekolah dasar mengungkapkan:

Kami ajarkan anak-anak untuk bisa bekerja agar kalau sudah dewasa mereka bisa

menghidupi diri sendiri dan keluarga. Paling tidak, dalam tradisi kami, setiap laki-

laki timor harus tahu cara berkebun dan perempuan timor harus tahu menenun

sarung dan selimut. Ini menjadi bekal bagi mereka pada waktu mereka menikah

kelak. Biasanya, pada waktu siang hari ketika semua pekerjaan rumah sudah

selesai, saya mengajak anak untuk belajar menenun dengan alat tenun yang kami

miliki. Sedangkan bapak mengajak anak laki-laki ke kebun di pagi hari untuk

mengajar anak cara berkebun.”

Nilai moral ini biasanya di ajarkan kepada anak-anak manakala anak

beranjak dewasa dengan tujuan jangka panjang bagi anak sehingga dapat

bermanfaat bagi anak di kemudian hari. Karena itu penguasaan atas alat-alat

6 Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu N. S. di Bone tgl 23 Juli 2014, pukul 10.00 Wita.

7 Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak M. N. di Bone, tgl 24 Juli 2014, pukul 13.00 Wita.

Page 10: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

70

bantudalam bekerja bagi laki-laki dan perempuan menjadi fondasi bagi anak untuk

dapat bekerja dalam mencukupi kebutuhannya kelak.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas tentang sejumlah nilai moral

yang di ajarkan kepada anak, nampaknya beberapa nilai moral yang di ajarkan

memiliki kesamaan dengan muatan karakter yang di sampaikan Lickona dalam

beberapa kebajikan pokok, di antaranya kasih, kerja keras, ketulusan, kesabaran dan

kerendahan hati. Kebajikan-kebajikan tersebut menjadi penanda karakter baik yang

harus di miliki seseorang.

Kuatnya nilai-nilai moral dalam budaya yang di gunakan dalam pengasuhan

juga nampak dalam alasan-alasan yang di ungkapkan informan. Hasil wawancara di

lapangan terdapat kesamaan pendapat yang di sampaikan tiga informan

bahwatujuan di ajarkannya nilai-nilai moral dalam budaya agar anak menjadi

individu yang baik sehingga dapat berguna bagi hidupnya dan lingkungannya serta

sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya. E.N,8 salah satu pemangku adat di

desa Bone yang bekerja sebagai pegawai negeri pada salah satu isntansi pemerintah

Kabupaten TTS dengan latar belakang sekolah lanjutan tingkat atas

mengungkapkan:

“Kami ajarkan nilai-nilai moral dimaksud kepada anak-anak agar mereka menjadi

manusia yang baik dalam keluarga dan masyarakat. Sebab kalau anak-anak tidak

di ajarkan nilai-nilai moral maka ia akan menjadi anak-anak yang tidak berguna,

baik bagi diri sendiri, bagi keluarga, masyarakat. Selain itu kami juga sadar jauh

sebelum kami kenal agama, nenek moyang kami sudah punya adat-istiadat yang di

dalamnya mengajarkan cara menghormati sesama manusia dan alam. Ajaran itu

di teruskan kepada kami oleh orangtua kami dan sekarang kami ajarkan lagi

kepada anak-anak kami supaya mereka tidak lupa dengan nilai-nilai

8Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak E.N. di Bone, tgl 25 Juli 2014, pukul 19.00 Wita

Page 11: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

71

budayasehingga pada waktunya mereka dapat berguna bagi orang lain, khususnya

budaya mereka sendiri.”

Dari pemahaman di atas terlihat bahwa nilai-nilai dalam budaya yang di

gunakan orangtua dalam mengajarkan perilaku moral memiliki pengaruh sangat

kuat atas nilai-nilai hidup yang di anut oleh keluarga-keluarga dalam mengasuh dan

membangun karakter pada anak.Pemahaman ini nampaknya sejalan pemahaman

Lickona tentang tujuan di lakukannya kebajikan yang di yakni agar menjadimanusia

yang berkarakter baik.Selain itu terjadi sosialisasi nilai-nilai kultural sebagaimana

yang di maksudkan Groome, yang pada akhirnya memberi indentitas kultural pada

anak.

Berbagai nilai moral tersebut di atas di bangun dalam diri anak dengan

menggunakan dua metode yakni metode pemberian contoh melalui perilaku dan

pemberian contohyang di sertai penalaran oleh orangtua kepada anak.Berkaitan

dengan penggunaan metode pemberian contoh, tiga informan yang di wawancarai

informan menyampaikan pendapat yang sama tentang bentuk-bentuk pemberian

contoh dan alasan-alasan menggunakan metode pemberian contoh. Dalam

wawancara di temukan tiga informan sepakat dengan bentuk pemberian contoh

melalui mengajari anak keterampilan dasar sebagai laki-laki dan perempuan dengan

menggunakan alat bantu berupa benda-benda di sekitar anak dengan tujuan

pengajaran yang di berikan lebih mudah di pahami anak. S. P.N.9 seorang ibu

rumah tangga dengan latar belakang pendidikan tamatan sekolah dasar

mengungkapkan:

9 Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu S. P.N di Bone, tgl 31 Juli 2014, pukul 15.00 Wita.

Page 12: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

72

“Pekerjaan pokok kami sebagai laki-laki Timor adalah berkebun dan bertenak.

Sementara bagi perempuan adalah menenun.Karena itu bagi anak laki-laki kami

ajarkan cara menggunakan cangkul dan tembilang dan peralatan lain yang

diperlukan untuk berkebun. Atau kami juga ajarkan cara membuat kandang bagi

ternak. Sementara bagi anak perempuan, ibu mereka mengajarkan cara

menenun selimut atau juga sarung Timor dengan menggunakan alat tenun yang

kami miliki.”

Dari pendapat di atas, nampaknya pengajaran melalui pemberian contoh

yang disertai penalaran dengan menggunakan alat-alat bantu tidak hanya

bertujuan mempermudah pengajaran kepada anak namun juga merupakan bentuk

dari pewarisan ketrampilan kepada anak.

Dalam bagian wawancara yang lain di temukan bahwa tindakan

pemberian contoh yang di lakukan orangtua secara sengaja di lakukan dengan

tujuan menjadi teladan bagi anak. D. B.dan H.N,10

pasangan suami isteri yang

bekerja sebagai petani peternak dengan latar belakang pendidikan sekolah

lanjutan tingkat pertama mengatakan:

“Dalam mendidik dan mengasuh anak-anak, sebagai orangtua kami selalu

melakukan bersama, seperti mengajarkan anak untuk menghormati orangtua.

Hal ini kami lakukan karena kami sadar bahwa didikan yang kami lakukan pada

anak harus lahir dari sikap saling menghormati di antara kami sebagai suami-

isteri. Atau dengan kata lain kami berkerja bersama-sama dalam mendidik anak-

anak.

Dari pendapat di atas nampaknya melalui sikap dan perilaku orangtua

terkandung maksud pengajaran yang dapat di pelajari anak. Selain itu dalam

setiap sikap dan perilaku orangtua juga nampak adanya kebersamaan dan

10

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu D. N.B. di Bone, tgl 04 Agustus 2014, pukul 13.00

Wita

Page 13: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

73

komitmen yang besar dari orangtua sebagai suami isteri dalam melakukan

pengajaran kepada anak.

Dalam bagian wawancara yang lain di temukan metode pemberian contoh

melalui perilaku juga di gunakan orangtua untuk mengajari nilai-nilai moral

kepada anak. Fakta ini di ungkapkan dalam pendapat tiga informan.S. K.11

seorang

wiraswasta (pedagang) dengan latar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat

pertama mengungkapkan:

“Sebagai orangtua, kami sadar bahwa kami memiliki tanggungjawab yang besar

dalam mendidik anak-anak.Kami juga sadar bahwa kamilah orang terdekat

anak-anak kami. Didikan dan ajaran pertama yang mereka peroleh adalah dari

kami. Kami berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi anak-anak kami, baik

dalam perilaku, dalam sikap dan tutur kata kami.Karena itu setiap ajaran yang

kami sampaikan melalui kata-kata harus sama dengan tindakan atau perilaku

kami agar anak dapat meniru dengan baik. Sebab kalau tidak maka kami kuatir

anak-anak akan kebingungan, mau mengikuti apa yang kami ajarkan atau

meniru perilaku kami yang tidak sama sama antara ajaran dengan kata-kata dan

perbuatan-perbuatan kami.”

Dari pendapat di atas nampaknya orangtua cukup menyadari peran dan

tanggungjawab mereka bagi anak dalam kaitannya dengan memberi teladan

kepada anak melalui kata dan perilaku oleh sehingga menjadi contoh bagi anak

dalam bersikap dan berperilaku.

Pemberian contoh melalui perilaku juga nampak dalam penggunaan

bahasa daerah setempat.Dalam wawancara yang di lakukan, di temukan kesamaan

pendapat dari dua informan bahwa penggunaan bahasa daerah bertujuan, pertama,

pengajaran yang di sampaikan mudah di pahami anak, kedua;sebagaibentuk

11

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak S.K. di Bone, tgl 26 Juli 2014, pukul 10.00 Wita.

Page 14: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

74

identitas diri, ketiga, sebagai bentuk upaya pelestarian budaya.A. S.12

seorang tua

adat di Bone yang bekerja sebagai petani peternak dengan latar belakang

pendidikan tamatan sekolah dasar mengungkapkan:

“Kami menggunakan bahasa timor supaya anak-anak dapat belajar bahasa suku

mereka dan bisa berbicara menggunakan bahasa timor nantinya karena bahasa

timor adalah bahasa ibu, sehingga dimanapun kami bertemu, bahasa timor jadi

pemersatu kami. Walaupun ada bahasa indonesia tapi bahasa ibu harus di

kuasai.”

Tentang penggunaan bahasa daerah sebagai pembentuk identitas diri di

ungkapkan oleh M. M.13

seorang pensiunan pegawai negeri pada salah satu

instansi pemerintah dengan latar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat

atas mengungkapkan:

“Kami terlahir sebagai orang Timor. Begitu pun juga anak-anak kami. Karena

itu dalam mengasuh anak-anak, kami menggunakan bahasa Timor sebagai salah

satu cara untuk melestarikan budaya kami, khususnya penguasan bahasa. Hal ini

kami lakukan oleh karena waktu-waktu sekarang ini, banyak anak-anak dari

suku Timor yang tidak menguasai bahasa suku sendiri. Kami tidak mau anak-

anak kami seperti itu.”

Dari pendapat di atas rupanya penguasaan bahasa merupakan sebuah

kebanggaan tersendiri oleh karena merupakan identitas suku. Pengasuhan yang

dilakukan dengan menggunakan bahasa suku menjadi kebiasaan para orangtua

dalam mengajarkan nilai-nilai budaya. Oleh karena kebiasaan berbicara

menggunakan bahasa suku maka anak juga di tuntun dengan sendirinya untuk

dapat belajar bahasa suku dan berbicara dengan bahasa suku. Kondisi ini sejalan

dengan pemikiran Groome sebagai bagian proses sosialisasi. Dalam hal ini anak

12

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak A. S. di Bone, tgl 02 Agustus 2014, pukul 10.00

Wita. 13

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah bapak M. M. di Bone, tgl 02 Agustus 2014, pukul 16.00

Wita

Page 15: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

75

mendapatkan pengajaran tentang bahasa oleh karena kebiasaan berbicara

menggunakan bahasa suku oleh orangtua sehingga kemudian menjadi pengajaran

yang berlaku sewajarnya bagi anak.

Dengan demikian, berdasarkan seluruh pendapat yang di uraikan di atas,

total informan yang berpendapat tentang nilai-nilai moral yang di ajarkan kepada

anak bersumber dari budaya berjumlah 19 (Sembilan belas) informan dan

pendapat yang berkaitan dengan bentuk-bentuk metode yang di gunakan dalam

menanamkan nilai-nilai moral yang bersumber dari agama sejumlah 13 (tiga

belas) informan. Seluruh pendapat tersebut nampaknya nampaknya sejalan

dengan model pengasuhan modeling yang di maksudkan Lickona, yakni

pengasuhan pemodelan penalaran moral dan pemodelan komitmen. Hal mana

dalam model pengasuhan modelling, orangtua berperan menjadi model bagi anak

melalui perilaku orangtua yang di ikuti dengan penjelasan atas perilaku di

maksud.

2. Model pengasuhan yang terinspirasi oleh nilai-nilai moral dalam agama Kristen.

Model pengasuhan kedua yang di temukan dalam penelitian adalah

pengasuhan yang di landasi nilai-nilai moral dalamagama. Nilai-nilai di maksud

di antaranya, berdoa, saling mengasihi, saling mengampuni, memperkenalkan

Tuhan kepada anak-anak dan kesetiaan kepada ajaran-ajaran agama.

Page 16: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

76

Dalam penelitian yang di lakukan, di temukan tiga informan memiliki

kesamaan pendapat berkaitan dengan nilai-nilai moral di maksud.H. A14

seorang

pedagang dengan latar belakang sekolah lanjutan tingkat atas mengungkapkan:

“Waktu mengasuh anak, kami ajarkan kepada anak-anak untuk saling

mengasihi, saling mengampuni, berbuat jujur, tetap pegang firman Tuhan dan

beriman kepada Yesus kristus. Jadi, kalau ada yang buat salah, maka kita harus

ampuni. Tidak boleh saling benci. Dalam keadaan apa pun kita harus tetap setia

pada iman kita karena Tuhan Allah yang selalu memberi pertolongan. Apalagi

berkat Tuhan selalu melimpah dalam hidup.”

Selain pendapat di atas, di temukan dua informan memiliki kesamaan

pendapat tentang nilai-nilai moral dalam agama yakni makna doa yang di ajarkan

orangtua kepada anak di sertai dengan mengajari cara berdoa. Y. N.15

Seorang ibu

rumah tangga yang berlatar belakang pendidikan tamatan sekolah dasar

mengungkapkan:

“Anak-anak belum tahu berdoa. Karena itu kami ajarkan mereka untuk berdoa

seperti doa makan dan doa waktu hendak tidur. Dalam keluarga kami, setiap

malam sebelum tidur, kami melakukan ibadah singkat bersama. Biasanya

orangtua yang membaca renungan dan berdoa. Kalau anak-anak sudah bisa

berdoa, kami membagi giliran untuk berdoa juga kepada anak-anak sehingga

mereka juga terlibat dalam ibadah dengan baik. Tidak hanya itu saja, pada hari

minggu, selain kami siap mengikuti ibadah minggu, kami juga menyiapkan

mereka untuk mengikuti sekolah minggu. Selain itu kami juga selalu memberikan

penjelasan kepada anak-anak mengapa harus berdoa dan membaca alkitab agar

mereka mengerti”

Berdasarkan dua pemahaman di atas, nampaknya dalam rangka mengajari

anak nilai-nilai religious, berlangsung sosialisasi nilai-nilai kepada anak melalui

pemberian contoh yang di sertai penalaran makna nilai-nilai tersebut sehingga

14

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak H. A. di Bone, tgl 25 Juli 2014, pukul 10.00

Wita. 15

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu Y. N. di Bone, tgl 30 Juli 2014, pukul 13.00 Wita.

Page 17: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

77

anak memiliki pemahaman yang cukup tentang nilai-nilai di maksud.Nilai-nilai

tersebut di sosialisasikan dengan menggunakan metode yang di sesuaikan dengan

pertumbuhan fisik anak, yang mana nampak dalam pengajaran sikap berdoa.

Dalam bagian wawancara yang lain, di temukan bahwa nilai-nilai yang di

tanamkan tidak hanya sekedar di ajarkan melainkan orangtua memiliki maksud di

balik pengajaran nilai-nilai moral di maksud yakni bagian dari tanggung jawab

sebagai orangtua dalam membimbing anak sehingga anak dapat memiliki nilai-

nilai di maksud. Hal ini tergambar dari pendapat tiga informan yang

diwawancarai. S. M.16

seorang guru agama pada salah satu institusi pendidikan di

Bone dengan latar belakang pendidikan sarjana strata satu mengatakan:

“Kami ajarkan nilai-nilai religious kepada anak-anak oleh karena kami sadar

bahwa Tuhan Allah yang telah menciptakan dan memelihara kami, termasuk

anak-anak kami sehingga anak-anak harus tahu hal ini agar mereka bisa

menjadi orang Kristen yang benar. Selain itu anak-anak belum mengerti dan

mengenal siapa itu Tuhan, karena itu sebagai orangtua, kami berkewajiban

untuk perkenalkan Tuhan kepada mereka supaya mereka dapat mengenal Tuhan

dan belajar untuk bersyukur kepada Tuhan. Kami adalah orang terdekat anak-

anak sehingga dari kamilah mereka bisa belajar tentang siapa itu Tuhan

Dari pendapat di atas, nampaknya orangtua menyadari bahwa memperkenalkan

Tuhan dan membimbing anak bertumbuh dalam iman merupakan bagian dari

tugas dan tanggung jawab sebagai orangtua.

Dari dua pendapat informan di atas, nampaknya sejalan dengan model

pengasuhan modeling yang di maksudkan Lickona, dalam hal ini pemodelan

iman. Yang mana di tandai dengan sejumlah nilai moral dalam agama yang di

16

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu S. M. di Bone, tgl 25 Juli 2014, pukul 15.00 Wita.

Page 18: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

78

ajarkan orangtua kepada anak dan alasan yang di miliki para orangtua dalam

menanamkan nilai-nilai di maksud.

Kuatnya pengasuhan yang di landasi ajaran-ajaran agama tidak hanya

nampak dalam beberapa nilai moral tersebut di atas namun juga di sampaikan

melalui beberapa metode yakni metode pengajaran langsung berupa tindakan-

tindakan nyata sehingga menjadi contoh bagi anak dan pengajaran tidak langsung

melalui sikap dan perilaku orangtua. Tindakan-tindakan dimaksud kemudian

menjadi kebiasaan yang dilakukan dalam keluarga. Berkaitan dengan metode

pengajaran langsung, dalam wawancara yang di lakukan, di temukan pendapat

yang sama dari 3 (tiga) informan tentang metode tersebut. A.N.17

seorang ibu

rumah tangga yang aktif dalam pelayanan gerejawi dengan latar belakang

pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama mengungkapkan:

“Kami ajar anak untuk tahu berdoa karena doa adalah nafas hidup orang

kristen. Kami ajar mereka untuk selalu berdoa waktu mau mulai buat sesuatu

dan juga waktu sudah selesai karena dengan berdoa, kita selalu bersyukur pada

Tuhan dalam hidup. Atau setiap bangun pagi, kami selalu doa, baca firman dan

renungan singkat. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hidup

kita selama satu hari yang penuh rahasia.”

Dari pendapat informan di atas dipahami bahwa orangtua bertindak selaku

pemberi contoh dengan tindakan-tindakan pengajaran misalnya berdoa. Dengan

memberi contoh, anak mendapat pengajaran konkrit sehingga makna dari

tindakan yang di contohkan lebih mudah di mengerti oleh anak. Tindakan

pemberian contoh kepada anak sejalan dengan ciri model pengasuhan modelling

yang di ajukan Thomas Lickona. Yang mana orangtua menjadi model bagi anak

17

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak A.N. 22 Juli 2014, pukul 17.00 Wita

Page 19: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

79

melalui tindakan-tindakan rohani sehingga menjadi contoh tindakan rohani bagi

anak manakala anak mengamati dan kemudian menjadi kebiasaannya Disinilah

proses pembangunan karakter anak berlangsung dalam model pengasuhan ini.

Dalam bagian wawancara yang lain di temukan bahwa didikan

orangtuatidak hanya di lakukan dalam metode pemberian contoh dan

penalarannamun juga berlangsunglewat metode pemberian contoh melalui

perilaku orangtua, yang mana nampak dalam pengajaran melalui penuturan atau

bercerita oleh orangtua tentang pengalaman-pengalaman iman yang di alami

orangtua dengan tujuan, pertama, suasana yang terbangun antara orangtua dan

anak ketika bercerita sehingga lebih mengeratkan relasi antara orangtua dan anak.

Kedua, pesan yang melalui di sampaikan kepada anak melalui cerita lebih mudah

di pahami anak sebagaimana yang di sampaikan dua informan berkaitan dengan

alasan-alasan tersebut di atas. O. B.18

Seorang petani dengan latar belakang

pendidikan sekolah dasar mengungkapkan:

“Kami menggunakan metode bercerita oleh karena suasana yang terbangun

dalam metode ini sangat santai sehingga tidak tidak ada jarak hubungan antara

kami dengan anak-anak. Waktu berdoa malam atau pada waktu lagi santai, kami

selalu cerita pengalaman-pengalaman iman kepada anak-anak seperticerita

tentang Tuhan jawab doa pada waktu sakit sehingga sembuh, atau pengalaman

Tuhan buka jalan waktu mau dapat pekerjaan,atau waktu Tuhan tolong

hindarkan dari celaka sehingga tidak alami kecelakaan. Kadangkala kami

menceritakan pengalaman-pengalaman yang lucu yang pernah kami alami

sehingga kami tertawa bersama.Selain itu dalam bercerita, anak-anak bisa

menangkap pesan dari cerita yang kami sampaikan dengan lebih baik sehingga

kami harapkan mereka dapat menerapkan dalam tindakan-tindakan mereka

sehari-hari.”

18

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak O. B. di Bone, tgl 04 Agustus 2014, pukul 10.00

Wita

Page 20: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

80

Dari pendapat di atas, nampaknya melalui cerita yang di sampaikan

terkandung tujuan yakni pikiran dan perasaan anak di bawa masuk kedalam cerita

yang di tuturkan sehingga pesan yang hendak di sampaikan dapat dipahami anak.

Metode ini semacam menguatkan akan ajaran-ajaran tentang nilai-nilai agama

yang disampaikan kepada anak-anak.

Dari pemahaman di atas, nampaknya sejalan dengan metode berbagi

praksis yang di maksudkan Groome. Yang mana dalam metode ini di tandai

dengan berbagi praksis atau cerita yang bertujuan adanya perubahan pemahaman

para individu yang berbagai praksis tentang penyertaan Tuhan yang telah

berlangsung, dalam hal ini dalam tokoh-tokoh dalam cerita sehingga individu

dapat menarik kesimpulan bagi hidupnya di masa kini yang bertujuan pada masa

depannya.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, total jumlah informan yang memiliki

pendapat berkaitan dengan nilai-nilai moral dalam agama yang di ajarkan

orangtua kepada anak dan metode-metode yang di gunakan orangtua untuk

menanamkan nilai-nilai tersebut berjumlah 13 (Tiga belas) informan yang

nampaknya sejalan dengan model pengasuhan modelling oleh Lickona, yang

mana di tandai dengan peranan orangtua dalam mengajarkan nilai-nilai moral

kepada anak melalui sikap dan perilaku orangtua yang nampak dalam tindakan

pemberian contoh atau pun peniruan perilaku orangtua oleh anak.

Page 21: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

81

3. Model pengasuhan pembiaran.

Model pengasuhan selanjutnya yang ditemukan dalam penelitian adalah

pengasuhan orangtua yang dilakukan dengan sikap pembiaran.Dalam penelitian di

temukan dua dari empat informan yang memiliki kesamaan pemahaman tentang

sikap pembiaran orangtua terhadap berbagai perilaku anak.N. N.19

seorang

pensiunan instansi BUMN dengan latar belakang pendidikan sekolah lanjutan

tingkat pertama mengatakan:

“Anak-anak masih kecil jadi mereka belum mengerti. Kalau mereka minta apa

saja kami berikan. Karena kalau tidak nanti mereka menangis. Saya tidak tega

melihat anak menangis.”

Selain alasan di atas, dalam wawancara yang lain di temukan bahwa dua

informan yang memiliki kesamaan pendapat tentang sikap pembiaran orangtua di

dasarkan pada pengalaman pasangan suami isteri yang sulit memperoleh anak.

Hal ini berdampak pada perasaan sayang yang berlebihan dari orangtua kepada

anak sehingga terjadi sikap pembiaran pada anak. N. S.20

seorang ibu rumah

tangga dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah lanjutan pertama

berpendapat:

“Kami sangat sulit memiliki anak.Karena itu pada waktu Tuhan memberikan

kami anak, kami sangat sayang anak kami oleh karena mereka adalah penerus

keluarga kami.sehingga kami tidak mau mereka tertekan dalam melakukan

berbagai didikan dari kami.Biarlah dengan nanti ia belajar tentang hal-hal itu di

pada waktu ia bersekolah.”

19

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak N. N. Di Bone, tgl 26 Juli 2014, pukul 18.00

Wita. 20

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu N. S. di Bone, tgl 28 Juli 2014, pukul 13.00 Wita.

Page 22: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

82

Pada bagian wawancara yang lain di temukan tiga pendapat yang sama

berkenaan dengan sikap pembiaran orangtua disebabkan pemahaman orangtua

tentang proses belajar anak yang berlangsung secara alami dalam pertumbuhan

fisik.A.S.21

seorang buruh bangunan dengan latar belakang pendidikan sekolah

dasar mengatakan:

“Anak-anak tidak perlu diajari, nanti juga kalau sudah besar, mereka akan tahu

sendiri mana yang baik dan yang tidak baik. Apalagi kami sangat sibuk bekerja

memenuhi kebutuhan keluarga.Karena itu yang penting mereka bisa makan

minum dengan baik, bisa berpakaian dengan baik dan bisa bersekolah, itu sudah

cukup. Hal hal lainya akan mereka peroleh di sekolah maupun di gereja,

apalagi kita hidup di tengah-tengah adat istiadat jadi dengan sendirinya anak-

anak akan mengerti cara berperilaku yang baik pada waktu bergaul dengan

teman-temannya.”

Sikap pembiaran orangtua jugaditemukan dalam kurangnya dorongan dan

dukungan orangtua kepada anakdalam aktifitas bersekolah.Dua dari tiga informan

memiliki kesamaan pendapat tentang sikap tersebut di atas. P. T.22

seorang

wiraswasta dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar mengungkapkan:

“Kami orangtua ikut saja dengan apa yang di inginkan anak. Kalau ia mau

sekolah, yah silahkan, tapi kalau tidak mau, kami ikut saja karena itu kemauan

anak. Yang penting bukan kami yang tidak bersedia membiayainya.”

Berdasarkan sejumlah sikap pembiaran yang terungkap dalam pendapat

beberapa informan di atas, nampaknya sejalan dengan model pengasuhan permisif

yang di maksudkan oleh Diana Baumrind. Yang mana di tandai dengan sikap

21

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Bapak A. S. Di Bone, tgl 27 Juli 2014, pukul 15.00

Wita. 22

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu P. T. di Bone, tgl 28 Juli 2014, pukul 16.00 Wita.

Page 23: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

83

kasih sayang orangtua yang berlebihan kepada anak membuat orangtua

kehilangan otoritas atas anak.

4. Model Pengasuhan gabungan otoritatif dan demokratis.

Model pengasuhan selanjutnya yang ditemukan dalam penelitian adalah

kombinasimodel otoritatif dan demokratis. Model pengasuhan ini berlaku bagi

orangtua yang mengasuh anak dalam usia di atas tujuh tahun. Yang mana dalam

usia ini anak telah mampu berpikir dan berbicara memberikan pendapat.

Pengasuhan otoritatif dan demokratis nampak ketika orangtua melibatkan anak

dalam membuat kesepakatan-kesepakatan dalam keluarga. Anak di beri

kesempatan untuk memberikan pendapat dan bersama orangtua mengambil

keputusan. Dalam wawancara yang penulis lakukan pada tiga informan,

ditemukan bahwa model ini digunakan untuk membuat anak belajar

mengungkapkan berpendapat dan bertanggungjawab atas setiap kesepakatan yang

di buat bersama orangtua. F. L.23

seorang guru pada pada salah satu instansi

pendidikan di sekitar kota niki-niki yang berlatar belakang pendidikan perguruan

tinggi mengungkapkan:

“Kami selalu melibatkan anak-anak pada waktu membuat kesepakatan tentang

berbagai hal dalam rumah, seperti waktu untuk belajar, waktu bangun pagi dan

hal-hal lainnya. Kami beri kesempatan kepada anak-anak untuk mengutarakan

pendapat mereka. dengan cara ini, kami mengajar mereka untuk

bertanggungjawab sehingga kalau mereka melanggar kesepakatan itu maka

mereka harus bertanggungjawab. Dan cara yang kami pakai ini sangat efektif.

Anak-anak menjadi lebih percaya diri.”

Dari pendapat di atas nampaknya keluarga yang melakukan pengasuhan

dengan model otoritatif dan demokratis bersikap terbuka dan menerima pendapat

23

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah F. L., tgl 20 Juli 2014, pukul 14.00 Wita.

Page 24: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

84

anak namun tetap memiliki otoritas atas anak. Dengan cara ini anak belajar

menghargai dirinya dan bertanggung jawab atas kesepakatan yang telah di buat.

Hal ini menimbulkan rasa percaya diri pada anak sehingga anak lebih menghargai

dirinya dan orang lain.

Dalam bagian wawancara yang lain ditemukan kesamaan pendapat dari

tiga informan berkaitan dengan sikap orangtua dalam model pengasuhan ini yakni

adanya perimbangan sikap tegas dan lembut yang di berikan orangtua kepada

anak dengan tujuan terjaganyarelasi yang hangat antara orangtua dan anak. D.

I24

seorang ibu rumah tangga yang berkecimpung dalam pelayanan kemasyarakat

dalam desa Bone dengan latar belakang pendidikan pendidikan perguruan tinggi

mengungkapkan:

“Kalau anak buat salah kadangkala kami marah tetapi setelah itu kami kembali

merangkul mereka dengan cara mengajak bercanda sehingga anak tidak merasa

di tinggalkan oleh orangtua karena mereka melakukan kesalahan. Atau kalau

bapak marah maka saya yang menenangkan mereka.”

Masih berkaitan dengan gabungan model pengasuhan otoritatif dan

demokratis, dalam penelitian di lapangan di temukan dua informan yang memiliki

kesamaan pendapat tentang sikap orangtua bersedia mendengarkan anak tetapi

tidak mendasarkan keputusannya semata-mata pada keinginan anak. Hal mana

nampak dalam pemenuhan kebutuhan anak, misalnya ketika berbelanja

24

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu Debora Isu di RT Telle, tgl 20 Juli 2014, pukul

17.00 Wita.

Page 25: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

85

perlengkapan sekolah untuk anak. A.N.25

seorang pegawai instansi swasta dengan

latar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas mengungkapkan:

“Ada hal-hal tertentu yang diminta oleh anak tapi kami tidak bisa penuhi. Seperti

waktu anak minta di belikan hand phone. Bukan karena tidak mampu tapi karena

menurut kami, untuk usia anak-anak belum boleh memiliki hand phone. Kami

berikan penjelasan yang baik dan benar kepada anak sehingga anak juga

mengerti.”

Berdasarkan seluruh pendapat yang di uraikan di atas, di ketahui bahwa

jumlah informan yang memiliki pendapat berkaitan dengan model ini sejumlah 8

(delapan) informan. Seluruh pendapat tersebut nampaknya sejalan dengan model

pengasuhan otoritaif oleh Baumrind dan model pengasuhan demokratis oleh

Berkowitz. Yang mana di tandai dengan adanya sikap saling menghargai antara

orangtua dan anak serta relasi yang hangat antara orangtua dan anak namun

orangtua tetap memiliki otoritas pada anak.

5. Model pengasuhan gabungan disiplin dan otoriter.

Model pengasuhan selanjutnya yang ditemukan dalam penelitian adalah

model otoritarian dan disiplin.Berdasarkan wawancara dan pengamatan langsung

yang di lakukan, di temukan empat informan yang memiliki kesamaan pendapat

tentang sikap pengasuhan orangtua dalam model ini yang di tandai dengan

sejumlah aturan yang harus di laksanakan oleh anak dengan tujuan menjadi

kebiasaan bagi anak. R.B26

seorang petani peternak dengan latar belakang

pendidikan sekolah dasar mengungkapkan:

25

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu A. N. tgl 22 Juli 2014, pukul 09.00 Wita. 26

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu Albertina Nenobais, tgl 22 Juli 2014, pukul 09.00

Wita.

Page 26: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

86

“Kami selalu didik anak dengan disiplin keras.Dalam keluarga, ada aturan,

misalnya waktu bangun pagi atau tugas bagi anak dalam rumah.kalau mereka

tidak melakukan maka kami menghukum mereka. Kadangkala kami memarahi

mereka tapi lain waktu kami pukul mereka. Hal ini kami buat supaya anak-anak

terbiasa bertanggung jawab dengan tugas dan aturan dalam rumah sebab kalau

tidak begitu maka nanti orang berpikir kami tidak tahu mendidik anak”

Dari pendapat di atas, rupanya dalam rangka menanamkan sikap tanggungjawab

kepada anak, orangtua melakukan dengan sikap disiplin yang kaku sehingga

berdampak padatindak kekerasan orangtua kepada anak.

Sikap keras orangtua juga di temukan dalam bagian wawancara yang

lainyang nampak dalam tiga pendapat informan yang memiliki kesamaan

berkaitan dengan tujuan orangtua menanamkan sikap penghormatan dan ketaatan

anak kepada orangtua. L.B27

seorang pekerja pada kantor desa Bone dengan latar

belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama mengungkapkan:

“Anak-anak zaman sekarang sangat sulit di atur.Walaupun sudah ada aturan

dalam rumah seperti waktu pulang malam, tapi anak-anak tetap melanggar.

Satu-satunya cara yang kami buat adalah dengan pukul supaya mereka sadar

dan tahu takut dengan orangtua. Kalau tidak demikian maka anak-anak tidak

tahu menghargai orangtua. Kalau tidak, bisa jadi orang menghina kami karena

perbuatan mereka yang bisa membuat kami malu”

Berdasarkan dua pendapat di atas, nampaknya sejalan dengan model

pengasuhan otoritarian dari Baumrind dan model pengasuhan disiplin oleh

Watson. Yang mana di tandai dengan adanya tekanan dari orangtua atas sejumlah

aturan bahkan seringkali di ikuti dengan hukuman dan ancaman sehingga

seringkali berdampak psikologi anak dan juga relasi antara orangtua yang tidak

harmonis.

27

Wawancara langsung yang dilakukan di rumah Ibu Albertina Nenobais, tgl 22 Juli 2014, pukul 09.00

Wita.

Page 27: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

87

Berdasarkan seluruh uraian model pengasuhan keluargayang telah di

uraikan di atas, bila di lihat dari nilai-nilai yang di ajarkan dan metode yang di

gunakan orangtua dalam mengajarkan nilai-nilai moral, nampaknya model

pengasuhan yang di landasi nilai-nilai moral dalam budaya, pengasuhan yang di

landasi nilai-nilai moral dalam agama sejalan dengan model pengasuhan

modelling yang di sampaikan Lickona. Yang mana di tandai dengan sejumlah

nilai moral yang sesuai dengan kebajikan-kebajikan pembentuk karakter yang

baik dan metode pemberian contoh melalui perilaku dan pemberian contoh yang

di sertai penalaran orangtua Berbagai metode tersebut menunjukan peranan

orangtua yang sangat besar dalam proses pemodelan bagi anak melalui sikap dan

perilaku orangtua.

Dalam model pengasuhan kedua yakni model pembiaran, sejalan dengan

model pengasuhan permisif yang di maksudkan Baumrind, yang mana di tandai

dengan sikap sayang berlebihan orangtua kepada anak sehingga orangtua

kehilangan wibawa dan otoritas pada anak.

Dalam model pengasuh ketiga yakni kombinasi model pengasuhan

otoritatif dan demokratis, sejalan dengan model pengasuhan otoriratif oleh

Baumrind dan model pengasuhan demokratis oleh Berkowitz.Sementara dalam

model kombinasi model pengasuhan otoriter dan disiplin sejalan dengan model

pengasuhan otoritarian oleh Baumrind dan model pengasuhan oleh Watson.

Demikialah lima model penagsuhan yang di temukan dalam penelitian di

praktikan oleh keluarga-keluarga Kristen di jemaat Sontetus Bone. Dalam bab

Page 28: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12319/3/T2_752013028_BAB III.pdf · sehingga sambil menanti proses pembangunan gedung

88

selanjutnya, beberapa model pengasuhan yang penulis identifikasikan tersebut

akan di analisis secara mendalam.