model epidemi routing - pendidikan matematika...

56
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah 1 , Respatiwulan, Siswanto Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 1) [email protected] Abstrak Model epidemi routing menjelaskan proses pengiriman paket data pada jaringan mobile melalui analogi proses penyebaran penyakit. Analogi dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh. Tujuan penelitian ini adalah menurunkan model epidemi routing. Model epidemi routing berupa persamaan diferensial biasa yang menyatakan perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile pada saat t. Perubahan banyaknya node dipengaruhi laju pengiriman paket data. Semakin besar laju pengiriman paket data maka semakin besar perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile.Penyelesaian model epidemic routing berupa banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile pada saat t. Selanjutnya model epidemi routing diterapkan pada suatu contoh proses pengiriman paket data di medan perang dan disimulasi dengan mengambil besarnya laju pengiriman paket data βyang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan jika semakin besar nilai β, maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data. Kata kunci: model epidemi, routing 1. PENDAHULUAN Model epidemi merupakan salah satu model matematika yang dapat menggambarkan pola penyebaran penyakit. Kesesuaian model epidemi dengan kasus nyata penyebaran penyakit mengakibatkan banyak dilakukan pengembangan model epidemi. Menurut Isham [3], pengembangan model epidemi dilakukan dengan menambah variabel dan menambah perlakuan sesuai tujuan yang diinginkan. Selain itu, pengembangan dari model epidemi juga dapat dilakukan dengan melakukan analogi model epidemi atau proses penyebaran penyakit dengan proses yang memiliki perilaku sama sehingga diperoleh model baru. Model epidemi dapat dianalogikan dengan proses pengiriman paket data (routing) (Zhang[6]). Routing adalah proses pemilihan jalur untuk pengiriman paketdata dari node satu ke node yang lain dalam suatu jaringan mobile. Pada routing dipilih jalur pengiriman paket data yang stabil, yaitu jalur dengan semua nodedapat memiliki paket data. Analogi antara model epidemi dan routing dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh, sehingga dengan dilakukannya analogi maka dapat mempermudah memperoleh model epidemi routing.

Upload: truongnguyet

Post on 02-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 177

MODEL EPIDEMI ROUTING

Maftuhah

1, Respatiwulan, Siswanto

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta

1) [email protected]

Abstrak

Model epidemi routing menjelaskan proses pengiriman paket data pada

jaringan mobile melalui analogi proses penyebaran penyakit. Analogi dapat dilihat

berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh.

Tujuan penelitian ini adalah menurunkan model epidemi routing. Model

epidemi routing berupa persamaan diferensial biasa yang menyatakan perubahan

banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile pada saat t.

Perubahan banyaknya node dipengaruhi laju pengiriman paket data. Semakin besar

laju pengiriman paket data maka semakin besar perubahan banyaknya node yang

memiliki paket data pada suatu jaringan mobile.Penyelesaian model epidemic

routing berupa banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan

mobile pada saat t.

Selanjutnya model epidemi routing diterapkan pada suatu contoh proses

pengiriman paket data di medan perang dan disimulasi dengan mengambil

besarnya laju pengiriman paket data βyang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan

jika semakin besar nilai β, maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk

semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.

Kata kunci: model epidemi, routing

1. PENDAHULUAN

Model epidemi merupakan salah satu model matematika yang dapat menggambarkan pola

penyebaran penyakit. Kesesuaian model epidemi dengan kasus nyata penyebaran penyakit

mengakibatkan banyak dilakukan pengembangan model epidemi. Menurut Isham [3],

pengembangan model epidemi dilakukan dengan menambah variabel dan menambah perlakuan

sesuai tujuan yang diinginkan. Selain itu, pengembangan dari model epidemi juga dapat

dilakukan dengan melakukan analogi model epidemi atau proses penyebaran penyakit dengan

proses yang memiliki perilaku sama sehingga diperoleh model baru.

Model epidemi dapat dianalogikan dengan proses pengiriman paket data (routing)

(Zhang[6]). Routing adalah proses pemilihan jalur untuk pengiriman paketdata dari node satu ke

node yang lain dalam suatu jaringan mobile. Pada routing dipilih jalur pengiriman paket data

yang stabil, yaitu jalur dengan semua nodedapat memiliki paket data.

Analogi antara model epidemi dan routing dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel

yang berpengaruh, sehingga dengan dilakukannya analogi maka dapat mempermudah

memperoleh model epidemi routing.

Page 2: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

178 Makalah Pendamping: Matematika 2

2. PEMBAHASAN

2.1 Model Epidemi Routing

Model epidemi routing mengacu pada (Zhang [6]). Model epidemi routing menjelaskan

proses pengiriman paket data dalam suatu jaringan mobile (routing)melalui analogi pada proses

penyebaran penyakit. Analogi antara model epidemicdan routing dapat dilihat berdasarkan

proses dan variabel yang berpengaruh.Model epidemi routing dapat menggambarkan pola

pengiriman paket data padajaringan mobile berdasarkan banyaknya node yang memiliki paket

data tiap satusatuan waktu.

Proses pengiriman paket data pada routing dinyatakan dengan algoritma store-carry-

forward. Store-carry-forward adalah node yang memiliki paket data danmembawa paket data

tersebut untuk mengirimkannya ke node lain yang belummemiliki paket data ( Liu [4] dan

Zhang [6]). Menurut Small [5], model epidemicyang prosesnya sesuai dengan algoritma pada

routing adalah model susceptible infected (SI). Model SI menggambarkan proses penyebaran

penyakit dari individuyang terinfeksi penyakit ke individu yang belum terinfeksi penyakit

sampai semuaindividu terinfeksi penyakit tersebut. Selain proses, variabel yang

berpengaruhpada routing dan model epidemi juga memiliki kesamaan. Node yang belum

memiliki paket data pada routing dapat dianalogikan dengan individu yang belumterinfeksi

pada model epidemi dan node yang memiliki paket data pada routing dapat dianalogikan

dengan individu yang terinfeksi pada model epidemi.

Karena proses pengiriman paket data pada routing dapat dianalogikan dengan model SI,

maka asumsi yang digunakan pada model epidemi routing mengacu pada model SI.

1. Pengiriman paket data terjadi pada suatu jaringan mobile dengan banyaknya node

konstan.

2. Terdapat satu node awal yang memiliki paket data.

3. Setiap node mempunyai peluang yang sama untuk memiliki paket data.

4. Hanya satu paket data yang dapat dikirimkan.

5. Satu node hanya dapat mengirimkan dan menerima paket data sebanyak

satu kali.

Pada model epidemi routing, kelompok node yang belum memiliki paket data

dianalogikan dengan kelompok individu yang belum terinfeksi penyakit dinotasikan dengan S.

Sedangkan kelompok node yang memiliki paket data dianalogikan dengan kelompok individu

yang terinfeksi penyakit dinotasikan dengan I. Node pada kelompok S dapat memiliki paket data

dengan laju pengiriman paket data sebesar β, sehingga node yang telah memiliki paket data

menjadi node pada kelompok I. Karena setiap node mempunyai peluang yang sama untuk

memiliki paket data, maka kemungkinan banyaknya node pada kelompok S yang berpindah ke

kelompok I sebesar βSI. Sehingga proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node

pada model epidemi routing dapat disajikan dalam Gambar 1.

Page 3: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 179

Gambar 1. Proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node

Banyaknya node kelompok S dan I pada waktu t, masing-masing dinyatakan dengan

S(t) dan I(t). Jika banyaknya node pada suatu jaringan mobile dinyatakan dengan N, maka S(t) =

N - I(t). Dengan demikian perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan

mobile tiap satu satuan waktu dapat dituliskan sebagai

𝑑𝐼(𝑡)

𝑑𝑡= 𝛽 𝐼 𝑡 (𝑁 − 瑡 𝑡 ) (2.1)

dengan laju pengiriman paket data 𝛽 ≥ 0. Selanjutnya persamaan diferensial (2.1) merupakan

model epidemi routing.

2.2 Penyelesaian Model

Model epidemi routing diharapkan dapat menggambarkan pola pengiriman paket data

berdasarkan banyaknya node yang memiliki paket data. Persamaan (2.1) menyatakan perubahan

banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu.

Sehingga, persamaan (2.1) perlu diselesaikan untuk mendapatkan persamaan yang menyatakan

banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu, dan

penyelesaiannya dapat diselesaikan secara eksak. Menurut Champell [1], persamaan (2.1)

merupakan persamaaan diferensial dengan variabel terpisah, sehingga dapat dinyatakan

𝑑𝐼(𝑡)

𝐼 𝑡 (𝑁−𝐼 𝑡 )= 𝛽𝑑𝑡. (3.1)

Karena diasumsikan hanya terdapat satu node awal pada jaringan mobile yang memiliki paket

data I(0) = 1, diperoleh penyelesaian dari persamaan (3.1)

𝐼 𝑡 =𝑁

1+(𝑁−1)𝑒−𝛽𝑁𝑡 (3.2)

dengan laju pengiriman paket data 𝛽 ≥ 0.

Persamaan (3.2) menyatakan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan

mobile pada waktu t, dengan N menyatakan banyaknya node dalam jaringan mobile dan

𝛽merupakan laju pengiriman paket data. Banyaknya node yang memiliki paket data pada

jaringan mobile tiap satu satuan waktu dapat dianalisis dengan melihat pengaruh dari 𝛽.

Jika 𝛽bernilai 0, maka 𝑒−𝛽𝑁𝑡 bernilai 1, sehingga berakibat hanya satu node yang

memiliki paket data pada jaringan mobile yaitu node awal. Sedangkan jika nilai 𝛽semakin besar,

maka nilai 𝑒−𝛽𝑁𝑡 semakin mendekati 0, sehingga berakibat banyaknya node yang memiliki

paket data pada jaringan mobile akan mendekati N. Sehingga dapat disimpulkan jika semakin

besar 𝛽, maka banyak node yang memiliki paket data pada jaringan mobile semakin cepat

mendekati N.

Page 4: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

180 Makalah Pendamping: Matematika 2

2.3 Penerapan dan Simulasi Model

Penerapan dalam penelitian ini menggunakan kasus jaringan mobile di medan perang

yang merujuk pada (Groenevelt [2]). Pada kasus tersebut mengamati pola pengiriman paket data

pada jaringan mobile di medan perang yang dilihat dari pengiriman paket data yang stabil yaitu

saat semua node dapat memiliki paket data. Banyaknya node pada jaringan mobile di medan

perang 100 dengan laju pengiriman paket data 𝛽= 0.222 jam/node. Parameter dari model

tersebut mengacu dari (Groenevelt [2]). Berdasarkan persamaan (2.1) perubahan banyaknya

node yang memiliki paket data pada waktu t dalam suatu jaringan mobile di medan perang dapat

disajikan sebagai

𝑑𝐼(𝑡)

𝑑𝑡= 0.222 𝐼 𝑡 100 − 𝐼 𝑡 . (4.1)

Banyaknya node yang memiliki paket data pada waktu t dalam suatu jaringan mobile di

medan perang diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (4.1) yaitu

𝐼 𝑡 =100

1+99𝑒−22,2𝑡 . (4.2)

Persamaan (4.2) dapat disajikan pada Gambar 2.

.

Gambar 2. Banyaknya node yang memiliki paket data

Gambar 2 menunjukkan pada saat t = 0.87 jam, banyaknya node yang memiliki paket

data sebanyak 100 node, artinya pada saat t = 0.87 jam semua node dalam jaringan mobile di

medan perang telah memiliki paket data.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh 𝛽terhadap perubahan banyaknya node yang

memiliki paket data pada waktu ke-t, model epidemi routing pada persamaan (4.1)

disimulasikan. Simulasi dilakukan dengan mengambil 𝛽yang berbeda-beda yaitu 𝛽 = 0.075, 𝛽=

0.222 dan 𝛽= 0.50. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 3.

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0t

20

40

60

80

100

i

Page 5: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 181

Gambar 3. Banyaknya node yang memiliki paket data, dengan 𝛽berbeda

Gambar 3 menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu

jaringan mobile dengan 𝛽yang berbeda-beda N = 100 dan I(0) = 1. Pada Gambar 3 garis

berwarna merah menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan 𝛽= 0.075.

Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan 𝛽=

0.222. Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan

𝛽= 0.50.

Garis berwarna biru menunjukkan dengan 𝛽= 0.075, sebanyak 100 node dalam jaringan

mobile telah memiliki paket data pada saat t = 2.55 jam. Garis berwarna merah menunjukkan

dengan 𝛽= 0.222, sebanyak 100 node dalam jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat

t = 0.87 jam. Garis berwarna hitam menunjukkan dengan 𝛽= 0.50, sebanyak 100 node dalam

jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat t = 0.39 jam. Berdasarkan hasil simulasi

pada Gambar 3, terlihat jika semakin besar laju pengiriman paket data 𝛽, maka semakin cepat

semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.

3. KESIMPULAN

1. Model epidemi routing dinyatakan sebagai

𝑑𝐼(𝑡)

𝑑𝑡= 𝛽 𝐼 𝑡 (𝑁 − Ọ 𝑡 ).

2. Penyelesaian model epidemi routing dengan mula-mula hanya satu node dalam jaringan

mobile yang memiliki paket data I(0) = 1 yaitu

𝐼 𝑡 =𝑁

1 + (𝑁 − 1)𝑒−𝛽𝑁𝑡.

3. Berdasarkan hasil analisis dan simulasi menunjukkan jika semakin besar laju

pengiriman paket data 𝛽, maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk semua node

dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0t

20

40

60

80

100

i

Page 6: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

182 Makalah Pendamping: Matematika 2

4. DAFTAR PUSTAKA

[1] Campbell, L. Stephen, An Introduction to Differential Equations and their Application,

second ed ed., California USA, 1990.

[2] Groenevelt, R., P. Nain, and G. Koole, The Message Delay in Mobile Ad Hoc Network,

Perform (2005), no. 62, 210-228.

[3] Isham, V., Stachastic Models for Epidemics, Research Report 263.

[4] Liu, J., X. Jiang, H. Nishiyama, and N. Kato, General Model for Store-Carry-Forward

Routing Schemes with Multicast in Delay Tolerant Networks, IEEE (2011), 494-500.

[5] Small, T., and Z.J. Haas, The Shared Wireless Infostation Model-A New Ad Hoc

Networking Paradigm, MobiHoc, Maryland, USA (2003), 233-244.

[6] Zhang, E., G. Neglia, J. Kurose, and D. Towsley, Performance Modeling of Epidemic

Routing, UMass Computer Science Technical Report 44 (2005).

Page 7: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 183

ANALISIS MODEL PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

MENGGUNAKAN MATRIKS LESLIE

Marliadi Susanto1, Mamika Ujianita Romdhini

2, Lailia Awalushaumi

3

Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram

Jl. Majapahit 62 Mataram, email: [email protected]

Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pertumbuhan produksi

jagung yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Dalam penelitian ini digunakan suatu

metode pada bidang aljabar yaitu dengan menggunakan Matriks Leslie. Matriks

Leslie yang dikenal juga sebagai model Leslie ditemukan oleh P. H Leslie pada

tahun 1945 untuk menganalisis pertumbuhan populasi. Data yang digunakan adalah

populasi benih jagung, daya tahan hidup dan angka kelahiran jagung. Data tersebut

kemudian dimodelkan dalam Matriks Leslie dan dicari nilai eigen positif terbesarnya

(akar Perron). Hasilnya adalah pada Kabupaten Lombok Timur diperoleh akar

Perron = 1,6757 sehingga modelnya menjadi 16757,1 kk XX . Artinya

pertumbuhan produksi jagung di Kabupaten Lombok Timur meningkat sebesar

1,6757 tiap tahunnya.

Kata kata kunci : populasi jagung, Matriks Leslie, akar Perron

PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai Negara agraris yang berarti Negara mengandalkan sektor

pertanian baik sebagai mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor

pertanian merupakan penopang perekonomian di Indonesia karena pertanian membentuk

proporsi yang sangat besar memberikan sumbangan untuk kas pemerintah. Jagung menjadi

salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan sangat terkait dengan industri besar

(Berliana, 2008). Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan, di beberapa

tempat , jagung merupakan bahan makanan pokok utama pengganti beras atau sebagai

campuran beras. Penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan terus mengalami

peningkatan. Sementara ketersediaannya dalam bentuk bahan terbatas. Untuk itu, perlu

dilakukan upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan penanaman dan peningkatan

produktivitas.

Lombok adalah salah satu daerah yang memiliki lahan cukup luas dan subur dan

sangat berpotensi untuk meningkatkan produksi jagung. Di daerah ini masih banyak lahan

pertanian yang belum dioptimalkan untuk menanam jagung. Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2011, jumlah produksi jagung di kabupaten

Lombok Timur adalah yang paling banyak dibandingkan kabupaten-kabupaten lain yang ada di

pulau Lombok. Padahal potensi pemasaran jagung di lombok terus mengalami peningkatan.

Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembanganya industri peternakan yang pada akhirnya akan

Page 8: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

184 Makalah Pendamping: Matematika 2

meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain itu, berkembangnya

produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung di kalangan masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian untuk menentukan model

pertumbuhan tanaman jagung dan perkembangan harga jagung menggunakan Matriks Leslie.

Hal ini dimaksudkan sebagai alat kontrol secara matematis perkembangan usahatani jagung

khususnya di kabupaten Lombok Timur.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumsan masalah dan tujuan pada

penelitian ini adalah merumuskan model matematika pertumbuhan produksi tanaman jagung di

kabupaten Lombok Timur menggunakan Matriks Leslie. Tujuan selanjutnya adalah menentukan

nilai eigen dari matriks Leslie model usahatani jagung di kabupaten Lombok Timur. Yang

terakhir penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan usahatani jagung

berdasarkan nilai eigen dari model Leslie.

Salah satu model pertumbuhan populasi yang sering digunakan oleh ahli demografi

adalah model Leslie. Suatu populasi dapat dimodelkan dengan Matriks Leslie dengan melihat

tiga faktor yaitu faktor kelahiran, kematian dan pertambahan usia.

Pada Matriks Leslie, untuk mengetahui model pertumbuhan suatu populasi ada

beberapa asumsi yang harus terpenuhi yaitu:

1. Hanya dibutuhkan jumlah populasi perempuan.

2. Usia maksimum yang dapat dicapai suatu populasi.

3. Kelompok usia dari populasi.

4. Daya tahan hidup (survival rate) tiap kelompok usia menuju tahap usia selanjutnya

diketahui.

5. Angka kelahiran (age birth) untuk tiap kelompok usia diketahui (Yokoyama, 1997).

Misalkan adalah rata-rata banyaknya anak perempuan yang lahir dari setiap kelompok

dan adalah perbandingan antara banyak perempuan yang bertahan hidup (survival rate)

sehingga mampu masuk ke dalam kelompok , dengan banyaknya perempuan dalam

kelompok . Misalkan pula adalah banyaknya perempuan pada kelompok pada

pengamatan waktu ke-k untuk . Maka Model Leslie dapat dituliskan dengan

persamaan dan

disebut Matriks Leslie (Simanihuruk, 2005). Selanjutnya Model Leslie tersebut dapat diwakili

oleh akar Perron sesuai dengan teorema dalam (Prayanti, 2010) yaitu Jika λ1 adalah akar Perron

dari Matriks Leslie (L) maka Xk = L X(k−1)dapat diwakili oleh Xk = λ1X(k−1).

Page 9: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 185

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan studi pustaka

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Matematika FMIPA Universitas Mataram

selama 6 bulan.

Target/Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah populasi jagung yaitu jumlah produksi dan

jumlah benih jagung dari tahun 2001 sampai 2012 untuk tiap Kecamatan di Kabupaten Lombok

Timur.

Prosedur

Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa

Tenggara Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur.

Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa

Tenggara Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur. Data yang dikumpulkan adalah

data populasi jagung yaitu jumlah produksi (anak) dan jumlah benih (dewasa) dari tahun 2001

sampai 2012 untuk tiap kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Daerah yang menjadi sampel

yaitu Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur antara lain Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra

Barat, Sakra Timur, Terara, Montong Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia,

Suralaga, Selong, Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun, Sambelia

data keseluruhan populasi jagung di Kabupaten Lombok Timur.

Teknik Analisis Data

1. Pengolahan data.

Dari data populasi jumlah produksi jagung (anak) dan jumlah benih jagung yang

diperoleh dicari daya tahan hidup (survival rate) dan angka kelahiran (age birth).

2. Memodelkan Matriks Leslie .

Pada tahapan ini, dari data daya tahan hidup (survival rate) dan angka kelahiran

(age birth) dimodelkan suatu Matriks Leslie.

3. Menghitung nilai eigen.

Matriks Leslie yang didapat dicari nilai eigennya. Pencarian nilai eigen ini dibantu

dengan menggunakan program MATLAB dan Microsoft Exel.

4. Mencari akar Perron

Dari sejumlah nilai eigen, dipilih nilai eigen positif terbesar yang disebut dengan

akar Perron.

Page 10: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

186 Makalah Pendamping: Matematika 2

5. Membuat model

Membuat model pertumbuhan sapi berdasarkan akar Perron dan meramalkan

pertumbuhannya.

6. Menarik kesimpulan.

Disimpulkan bagaimana perkembangan usahatani jagung di Kabupaten Lombok

Timur berdasarkan nilai eigen dari matriks Leslie.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Matriks Leslie yang ada terdapat 2 kelompok usia jagung yaitu produksi

(anak) dan benih (dewasa) dan benih (dewasa) sehingga terdapat angka daya tahan hidup yaitu

daya tahan hidup menuju usia dewasa. Daya tahan hidup diperoleh dari perbandingan jumlah

jagung pada kelompok pada tahun ke dengan jumlah benih kelompok pada tahun ke

, secara matematika dirumuskan sebagai berikut :

n

B

B

SR

n

t

benih

t

produksi

1 1

dimana,

1t

benihB = jumlah benih jagung pada tahun

t

produksiB = jumlah produksi jagung pada tahun (Yokoyama, 1997)

4.1.2 Angka Kelahiran (Age Birth)

Angka kelahiran diperoleh dari perbandingan jumlah produksi jagung pada tahun ke

dengan jumlah benih kelompok usia dewasa pada tahun ke , secara matematika

dirumuskan sebagai berikut:

n

B

B

AB

n

t

produksi

t

benih

1 1

dimana,

t

benihB = jumlah benih jagung pada tahun

1t

produksiB = jumlah produksi jagung pada tahun

(Yokoyama, 1997)

Jika disajikan dalam bentuk Tabel maka hasil angka kelahiran dan daya tahan hidup

untuk tiap kecamatan pada Kabupaten Lombok Timur adalah sebagai berikut :

Page 11: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 187

Tabel 1. Angka kelahiran dan daya tahan hidup di tiap kecamatan pada Kabupaten

Lombok Timur

Kecamatan Daya tahan hidup Angka Kelahiran

Keruak 0.01141 81.04205

Jerowaru 0.02198 267.62449

Sakra 0.01217 121.73741

Sakra Barat 0.01415 106.71605

Sakra Timur 0.02319 248.51838

Terara 0.02184 185.80892

Montong Gading 0.02044 138.97635

Sikur 0.03588 354.88976

Masbagik 0.04004 246.61779

Pringgasela 0.02908 203.95741

Sukamulia 0.03649 97.23571

Suralaga 0.01807 106.53103

Selong 0.01319 87.45776

Labuhan Haji 0.01150 94.65204

Pringgabaya 0.01159 109.93698

Suela 0.01069 86.38879

Aikmel 0.01195 97.54844

Wanasaba 0.01107 108.99301

Sembalun 0.01266 100.39432

Sambelia 0.01419 98.64025

Dari hasil angka kelahiran dapat dan angka daya tahan hidup dimodelkan suatu Matriks

Leslie untuk tiap wilayah sebagai berikut:

1. Kecamatan Keruak

Di Kecamatan Keruak diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01141

81.042050L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝=0,9616 sehingga

modelnya menjadi 𝑋𝑘 = 𝜆𝑝𝑋(𝑘−1) 19616,0 kk XX

2. Kecamatan Jerowaru

Page 12: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

188 Makalah Pendamping: Matematika 2

Di Kecamatan Jerowaru diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.02198

267.624490L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 2,425 sehingga

modelnya menjadi 1425,2 kk XX

3. Kecamatan Sakra

Di Kecamatan Sakra diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01217

121.737410L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,217 sehingga

modelnya menjadi 1217,1 kk XX .

4. Kecamatan Sakra Barat

Di Kecamatan Sakra Barat diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01415

106.716050L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,2288 sehingga

modelnya menjadi 12288,1 kk XX .

5. Kecamatan Sakra Timur

Di Kecamatan Sakra Timur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.02319

248.518380L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 2,386 sehingga

modelnya menjadi 1386,2 kk XX

6. Kecamatan Terara

Di Kecamatan Terara diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya adalah

00.02184

185.808920L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 2,0144 sehingga

modelnya menjadi 10144,2 kk XX .

7. Kecamatan Montong Gading

Di Kecamatan Montong Gading diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.02044

138.976350L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,6854 sehingga

modelnya menjadi 16854,1 kk XX .

Page 13: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 189

8. Kecamatan Sikur

Di Kecamatan Sikur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.03588

354.889760L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 3,568 sehingga

modelnya menjadi 1568,3 kk XX .

9. Kecamatan Masbagik

Di Kecamatan Masbagik diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.04004

246.617790L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 3,568 sehingga

modelnya menjadi 1568,3 kk XX .

10. Kecamatan Pringgasela

Di Kecamatan Pringgasela diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.02908

203.957410L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 2,435 sehingga

modelnya menjadi 1435,2 kk XX .

11. Kecamatan Sukamulia

Di Kecamatan Sukamulia diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.03649

97.235710L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,8836 sehingga

modelnya menjadi 18836,1 kk XX .

12. Kecamatan Suralaga

Di Kecamatan Suralaga diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01807

106.531030L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,387 sehingga

modelnya menjadi 1387,1 kk XX .

13. Kecamatan Selong

Di Kecamatan Selong diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01319

87.457760L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,074 sehingga

modelnya menjadi 1074,1 kk XX .

Page 14: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

190 Makalah Pendamping: Matematika 2

14. Kecamatan Labuhan Haji

Di Kecamatan Labuhan Haji diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01150

94.652040L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,0433 sehingga

modelnya menjadi 10433,1 kk XX .

16. Kecamatan Suela

Di Kecamatan Suela diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01069

86.388790L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 0,96 sehingga

modelnya menjadi 196,0 kk XX .

17. Kecamatan Aikmel

Di Kecamatan Aikmel diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01195

97.548440L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,0797 sehingga

modelnya menjadi 1 1,0797 kk XX .

18. Kecamatan Wanasaba

Di Kecamatan Wanasaba diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01107

108.993010L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,098 sehingga

modelnya menjadi 1 1,098 kk XX .

19. Kecamatan Sembalun

Di Kecamatan Sembalun diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01266

100.394320L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,1274 sehingga

modelnya menjadi 1 1,1274 kk XX .

20. Kecamatan Sambelia

Di Kecamatan Sambelia diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

00.01419

98.640250L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝= 1,183 sehingga

modelnya menjadi 11,183 kk XX

Page 15: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 191

Secara umum di Kabupaten Lombok Timur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan

jagungnya adalah

00.019079

147,183350L . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝=

1,6757 sehingga modelnya menjadi 16757,1 kk XX .

SIMPULAN DAN SARAN

1. Model pertumbuhaan jagung di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan matriks Leslie

adalah

1

00.019079

147,183350

kk XX

2. Akar Perron dari Matriks Leslie untuk Kabupaten Lombok Timur adalah 𝜆𝑝= 1,6757. Karena

matriks Leslie dapat diwakili oleh akar Perronnya maka model pertumbuhan jagung di

Kabupaten Lombok Timur berdasarkan akar Perron adalah :

16757,1 kk XX

3. Dari hasil peramalan menggunakan akar Perron, maka perkembangan usahatani jagung di

kabupaten Lombok Timur dari model Leslie mengalami peningkatan sebesar 1,6757 tiap

tahunnya.

DAFTAR PUSTAKA

Berliana, 2008. Analisis Efesiensi dan Produksi Pendapatan Pada Usahatani Jagung

Kabupaten Grobongan; Undip, Semarang

Prayanti, B.D.A., Wardhana, I.G.A.W, Romdhini, M.U. 2010. Bumi Sejuta Sapi Economic

Policy Analysis Using Leslie Matrix. International Seminar on Economic Culture

and Environment, The University of Mataram, Indonesi 11-13 november 2010.

Purwono, 2010, Bertanam Jagung Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta

Richard, 2000. Mathematical Models, Rutgers University,

Simanihiruk, Mudin. 2005. Karakteristik Matriks Leslie Ordo Tiga. Jurnal Gradien Vol.2 NO.1

Januari 2006. hlm. 134-138.

Susanta, 1989. Model matematika, Depdikbud, Jakarta

Yokoyama, Kevin.1997. Population Modeling Using The Leslie Matrix. Prentice Hall, Inc: New

Jersey.

Page 16: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

192 Makalah Pendamping: Matematika 2

ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TB PARU

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Mamika Ujianita Romdhini1, Lailia Awalushaumi

2, Marliadi Susanto

3

Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram

Jl. Majapahit 62 Mataram, email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model penyebaran penyakit TB-Paru di Nusa

Tenggara Barat karena Penyakit TB-Paru termasuk dalam penyakit menular yang paling

dominan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2010). Dalam

penelitian ini digunakan suatu metode analisis persamaan diferensial. Data yang digunakan

adalah jumlah kasus TB-Paru di Nusa Tenggara Barat, angka kesembuhan dan angka

kematian akibat TB-Paru. Data tersebut kemudian dimodelkan dalam model persamaan

diferensial penyebaran penyakit TB-Paru. Dari model tersebut, diperoleh dua titik

kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik,

yang kemudian dilakukan analisis kestabilan dari model penyebaran penyakit TB-Paru serta

melihat bentuk trayektorinya.

Kata kunci : persamaan diferensial, analisis kestabilan, TB-Paru

PENDAHULUAN

Penyakit tropis adalah penyakit yang lazim terjadi untuk daerah tropis dan subtropis

karena terjadinya musim dingin, yang mengontrol populasi serangga dengan memaksa

hibernasi. Serangga seperti nyamuk dan lalat adalah pembawa penyakit yang paling umum, atau

vektor. Serangga ini dapat membawa parasit, bakteri atau virus yang menular kepada manusia

dan hewan. Penyakit tersebut sering ditularkan oleh aktivitas "menggigit" yang dilakukan oleh

serangga, yang menyebabkan transmisi agen menular melalui pertukaran darah subkutan.

Eksplorasi manusia terhadap hutan hujan tropis, deforestasi, imigrasi naik dan perjalanan udara

meningkat internasional dan wisata lainnya ke daerah tropis telah menyebabkan peningkatan

insiden penyakit tersebut. Hal ini dimungkinkan juga oleh suhu yang lebih tinggi yang dapat

mendukung replikasi agen patogen baik di dalam dan luar organisme biologis. Faktor sosio-

ekonomi mungkin juga beroperasi, karena sebagian besar negara-negara termiskin di dunia

berada di tropis. Beberapa negara tropis telah meningkatkan situasi sosial-ekonomi mereka dan

berinvestasi dalam kebersihan, kesehatan masyarakat dan memerangi penyakit menular hingga

telah mencapai hasil yang dramatis dalam kaitannya dengan penghapusan atau penurunan

banyak penyakit tropis endemik di wilayah mereka (Widoyono, 2005).

Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang matematika mempunyai kontribusi

yang besar dalam mengembangkan ilmu-ilmu dasar, baik itu matematika sendiri maupun dalam

bidang-bidang ilmu eksakta lainnya. Dalam bidang ilmu terapan, persamaan diferensial

merupakan alat untuk menentukan solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi. Pada penelitian

ini, permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana menganalisis persamaan diferensial yang

Page 17: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 193

muncul di dalam permasalahan penyebaran penyakit tropis, khususnya di daerah Nusa Tenggara

Barat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis

persamaan diferensial yang muncul di dalam permasalahan penyebaran penyakit TB-Paru di

daerah Nusa Tenggara Barat dan untuk mengetahui kondisi kestabilan dari masalah penyebaran

penyakit TB-Paru di Nusa Tenggara Barat

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan studi pustaka

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Matematika FMIPA Universitas Mataram

selama 6 bulan.

Target/Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah penyebaran penyakit TB-Paru pada tahun

2010 di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Prosedur

Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa

Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Mataram.

Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa

Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Mataram. Data yang dikumpulkan adalah data jumlah

penduduk, data penderita penyakit baru dan lama, jumlah kematian, dan jumlah kesembuhan

dari penyebaran penyakit TB-Paru di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Teknik Analisis Data

Tahapan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu:

1. Membuat pengamatan terhadap pola penyebaran penyakit tropis

2. Mengumpulkan informasi

3. Menyatakan model real ke dalam bahasa matematika

4. Menjelaskan model matematika yang sesuai dengan pola penyebaran penyakit

5. Menganalisa kestabilan sistem

6. Membuat kesimpulan

Page 18: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

194 Makalah Pendamping: Matematika 2

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Kota

Mataram untuk penyakit TB-Paru pada tahun 2010 yaitu sebagai berikut:

Tabel 4. Jumlah Kasus TB Paru dan kematian akibat TB Paru Berdasarkan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTB tahun 2010

sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi NTB

Dari definisi titik tetap, diperoleh titik kesetimbangan dari model penyebaran penyakit

TB-Paru tersebut yaitu pada titik (0, 0, 0). Selanjutnya dengan menggunakan software Matlab

dengan tool-box p-plane, hasil simulasi dan analisis kestabilan yang terjadi di dalam sistem

tersebut yaitu: Untuk 0 < 𝜏𝐴 < 1merupakan stabil asimtotik dengan titik kesetimbangan yang

terbentuk adalah simpul. Untuk𝜏𝐴 = 1merupakan stabil dengan titik kesetimbangan yang

terbentuk adalah spiral.Untuk 1 < 𝜏𝐴 <532

17merupakan stabil asimtotik dengan titik

kesetimbangan yang terbentuk adalah spiral node.Untuk 𝜏𝐴 >532

17 merupakan tidak stabil

dengan titik kesetimbangan yang terbentuk adalah titik pelana.Namun untuk 𝜏𝐴 =532

17 ,

kestabilan sistem persamaan dan titik kesetimbangan yang terbentuk belum dapat ditentukan.

SIMPULAN DAN SARAN

Untuk waktu tundaan, 0 < 𝜏𝐴 <532

17, titik kesetimbangan yang diperoleh adalah stabil,

artinya pada kondisi tersebut, penyakit hilang dan tidak terjadi penularan penyakit TB-Paru. Hal

ini menggambarkan bahwa setiap individu yang terinfeksi penyakit pada suatu populasi,

berpotensi kecil menularkan penyakit yang dideritanya kepada individu lain, sehingga

banyaknya individu yang terinfeksi akan semakin sedikit yang pada akhirnya tidak ada sama

No Kabupaten/Kota Jumlah

Kasus

Jumlah

Kasus Baru

Jumlah

Kasus Lama

Jumlah

Kesembuhan

Jumlah

kematian

1 Lombok Barat 434 434 0 354 23

2 Lombok Tengah 1.383 948 435 501 27

3 Lombok Timur 2.218 1067 1151 540 11

4 Sumbawa 209 209 0 116 9

5 Dompu 106 106 0 106 13

6 Bima 449 446 3 399 4

7 Sumbawa Barat 90 87 3 63 2

8 Lombok Utara 100 100 0 70 6

9 Kota Mataram 281 267 14 258 8

10 Kota Bima 163 120 143 58 0

Total 5533 3784 1749 2465 103

Page 19: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 195

sekali. Sedangkan untuk waktu tundaan, 𝜏𝐴 >532

17, titik kesetimbangan yang diperoleh adalah

tidak stabil, artinya pada kondisi ini, penyakit akan meningkat menjadi wabah. Hal ini

menggambarkan bahwa setiap individu yang terinfeksi penyakit pada suatu populasi, berpotensi

besar menularkan penyakit yang dideritanya kepada individu-individu lain, sehingga banyaknya

individu yang terinfeksi akan semakin banyak yang pada akhirnya penularan penyakit akan

menjadi tidak terkendali (terjadi wabah).

DAFTAR PUSTAKA

Mukhsar, 2009, Analisis R0 Model Stokastik Penyebaran Dbd Pada Populasi Tertutup, Jurusan

Matematika FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari

Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa

Tenggara Barat

Toaha, S., 2008, Model dengan Tundaan Waktu, Jurnal Matematika, Statistika dan

Komputasi

Widoyono, 2005, Penyakit Tropis ; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan

Pemberantasan, Erlangga, Jakarta

Zang, et al, 2005, Protective efficacy in chickens, geese and ducks of an H5N1- inactivated

vaccine developed by reverse genetics.

Page 20: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

196 Makalah Pendamping: Matematika 2

PEMODELAN BANYAKNYA KASUS PENYAKIT DEMAM BERDARAH

DENGUE DI KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG

Umu Sa’adah1)

, Mila Kurniawaty2)

, Imam Nurhadi Purwanto3)

1) Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya

Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail: [email protected]

2), 3) Program Studi Matematika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya

Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail: [email protected] ; [email protected]

Abstract

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang terjadi di

daerah tropis dan subtropis. Penyebab penyakit DBD adalah virus yang disebarkan oleh

nyamuk Aedes aegypti. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakannya adalah

tingginya curah hujan, jumlah hari hujan pada periode tertentu, letak geografis daerah,

suhu, kelembaban, musim dan keadaan habitat.Sanitasi juga menjadi faktor yang

mempengaruhi perkembangbiakan spesies ini, sebab nyamuk tersebut lebih senang

memilih tempat yang lembab dan basah pada wadah-wadah air untuk bertelur, seperti

kaleng atau ban bekas yang dibuang di sembarang tempat kemudian terisi air ketika musim

hujan tiba. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya,

semakin meningkatkan peluang nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan leluasa.

Kota Malang terdiri dari lima kecamatan yakni Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok

Waru dan Blimbing. Dalam penelitian ini kami fokuskan pada Kecamatan Klojen yang

pernah mengalami jumlah penderita DBD tertinggi di antara kecamatan-kecamatan lain di

Kota Malang selama kurun waktu Januari 2003 – September 2013 yaitu pada bulan

Pebruari 2010, sebesar 63 penderita. Dari data historis tersebut dibentuk pemodelan

banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Hasil uji jaringan

syaraf tiruan Teraesvirta untuk nonlinearitas menunjukkan bahwa data historis penderita

DBD di Kecamatan Klojen selama kurun waktu Januari 2003 – September 2012

merupakan model nonlinier. Selanjutnya dibentuk model jaringan syaraf tiruan dengan

banyaknya unit input (variabel independen) sesuai dengan variabel independen pada model

autoregresi atau autoregresi musiman Box-Jenkins yang mempunyai nilai Mean Square

Error (MSE) relatif kecil. Sedangkan banyaknya unit pada lapisan tersembunyi ditentukan

berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC).

Keywords:dengue, Aedes aegypti, jaringan syaraf tiruan, Kecamatan Klojen.

PENDAHULUAN

Curah hujan, suhu, kelembaban, letak geografis daerah, musim dan keadaan habitat

merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes aegypti.Namun

menurut Moore (1985), indikator yang lebih tepat adalah tingginya curah hujan dan jumlah hari

hujan pada suatu periode tertentu. Selain itu sanitasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi

pula perkembangbiakan spesies nyamuk Aedes aegypti, sebab nyamuk tersebut lebih senang

memilih tempat yang lembab dan basah pada wadah-wadah air untuk bertelur, seperti kaleng

bekas atau ban bekas yang dibuang di sembarang tempat, yang pasti berisi air ketika musim

hujan tiba (Tinker, 1964; Moore et al., 1978; Nelson et al., 1984; Chambers et al., 1986).

Keadaan nyamuk berlimpah-limpah secara musiman terjadi di Victoria (Russell, R.C., 1986)

dan nyamuk menyebar merata secara musiman terjadi di Casuarina dan Leanyer, Darwin

(Russell, R.C., Whelan, P.I.,1986). Sedangkan di Manila juga terjadi musim penyakit DBD

(Schultz, G.W., 1993).

Page 21: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 197

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis, sangat

rentan terhadap penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan penyakit

endemis yang terjadi di daerah tropis dan subtropik, yang banyak memakan korban nyawa

manusia. Virus DBD disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti.Penyakit DBD dipandang sangat

berbahaya sebab jika terlambat penanganannya akan berisiko kematian.

Kota Malang merupakan salah satu kota di Indonesia, mempunyai kepadatan penduduk

terpadat nomer dua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Terdapat lima kecamatan di

kota Malang yakni Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok Waru dan Blimbing. Dalam

penelitian ini difokuskan pada Kecamatan Klojen karena pernah mengalami jumlah penderita

DBD tertinggi di antara kecamatan-kecamatan lain di Kota Malang selama kurun waktu Januari

2003 – September 2013 yaitu pada bulan Pebruari 2010, sebanyak 63 penderita. Meskipun

pernah mencapai jumlah kasus penderita DBD yang tertinggi, Kecamatan Klojen juga pernah

mengalami tidak terdapat kasus penyakit DBD sebanyak 20 bulan pada kurun waktu tersebut.

Berdasarkan data historis perlu diteliti model prediksi banyaknya kasus penyakit DBD di

Kecamatan Klojen. Hal ini dilakukan agar dapat menghindari kejadian luar biasa di Kecamatan

tersebut. Misalnya pada bulan tertentu diprediksi banyaknya kasus penyakit DBD sangat tinggi,

maka dapat segera dilakukan tindakan pencegahan secara efektif dan efisien (dipandang dari

segi biaya, waktu maupun tenaga) terhadap penyebaran nyamuk Aedes aegypti, sebagai

pembawa virus tersebut, untuk menghindari terjadinya korban.

Karena naik turunnya (perubahan) angka kejadian penyakit DBD di Kecamatan Klojen

sangat signifikan, maka dapat diduga bahwa model prediksi merupakan model nonlinier. JST

merupakan salah satu bentuk model nonlinier dipandang sebagai model representatif untuk

memprediksi/meramalkan angka kejadian berdasarkan data historis angka kejadian di tahun-

tahun sebelumnya. Pada beberapa dekade terakhir ini terjadi perkembangan yang pesat dalam

bidang pemodelan statistik, khususnya model-model untuk time series. Seiring dengan

perkembangan dan meningkatnya kekuatan komputasi, baik software maupun hardware maka

model nonparametrik yang tidak memerlukan asumsi bentuk hubungan fungsional antar variabel

telah menjadi lebih mudah untuk diaplikasikan. Model JST merupakan suatu contoh model

nonparametrik yang mempunyai bentuk fungsional yang fleksibel, yang mengandung beberapa

parameter yang tidak dapat diinterpretasikan seperti pada model parametrik.

Banyak penelitian dilakukan dengan motivasi dari adanya kemungkinan untuk

menggunakan model JST sebagai suatu alat untuk menyelesaikan berbagai masalah terapan,

antara lain peramalan data time series, pattern recognition, signal processing, dan proses

kontrol. Sarle, W (1994) menyatakan bahwa ada tiga penggunaan utama dari JST, yaitu sebagai

suatu model dari system syaraf biologi dan kecerdasan, sebagai prosesor signal real-time yang

adaptif atau pengontrol yang diimplementasikan dalam hardware untuk suatu terapan seperti

robot, dan sebagai metode analisis data.

Page 22: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

198 Makalah Pendamping: Matematika 2

Penelitian dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan teori dan aplikasi

dari model JST, antara lain White (1989b) yang membahas tentang hasil-hasil asimptotik untuk

pembelajaran dalam multilayer perceptrons (MLP) lapisan tersembunyi tunggal, White (1989a)

membahas pembelajaran JST dipandang dari sudut statistika. Secara statistik, model JST

merupakan suatu bagian dari kelompok pemodelan yaitu model nonlinear regresi dan model

diskriminan. Referensi yang lengkap berkaitan dengan perbandingan antara beberapa model JST

dengan model-model statistik yang klasik dan modern (Tang, et al, 1991; Cheng dan

Titterington, 1994; Sarle,W, 1994). Dalam penerapannya, JST mengandung sejumlah parameter

(weight) yang terbatas. Bagaimana mendapatkan model JST yang sesuai, yaitu bagaimana

menentukan kombinasi yang tepat antara jumlah variabel input dan jumlah unit pada hidden

layer (yang berimplikasi pada jumlah parameter yang optimal), merupakan topik sentral dalam

beberapa literatur JST yang telah banyak dibahas pada banyak artikel dan buku seperti pada

Bishop (1995), Ripley (1996) atau Haykin (1999).

Berdasarkan fakta ini, sangat memungkinkan dibentuk suatu model JST untuk melakukan

prediksi kapan terjadinya musim berlimpahnya nyamuk spesies ini berdasarkan data historis

angka kejadian bulanan pada tahun-tahun sebelumnya yang mempengaruhi angka kejadian

kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen pada bulan-bulan yang akan datang. Pemilihan

variabel input model JST yang tepat dan kombinasi yang optimal antara banyaknya unit di

lapisan input dan banyaknya unit di lapisan tersembunyi dalam model JST akan dapat

menghasilkan prediksi yang akurat.

Dari hasil prediksi yang akurat, dapat diambil kebijakan yang tepat untuk melakukan

tindakan pencegahan atau pemberantasan yang optimal terhadap penyebaran nyamuk Aedes

aegypti tanpa harus menunggu jatuhnya korban sakit, khususnya pada bulan-bulan yang

mencapai angka kejadian puncak. Demikian pula penanganan medis dan pengobatan yang cepat

terhadap penderita juga lebih dapat dipersiapkan, untuk menghindari risiko kematian. Hal ini

tentunya akan dapat menurunkan angka kejadian kasus penyakit DBD secara efisien dan efektif.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan

cara kajian komputasi dan terapan terhadap kasus real pada data historis (time series).

Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian diawali dengan persiapan pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang dan persiapan permohonan data skunder ke

Dinas Kesehatan Kota Malang yaitu tanggal 16 September 2013 sampai analisis data berakhir

tanggal 1 Nopember 2013. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Malang. Dengan

demikian data penelitian yang digunakan merupakan data skunder yaitu data angka kejadian

Page 23: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 199

(banyaknya kasus) penderita penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Setelah data

diperoleh, data ditata dan diidentifikasi untuk keperluan pengolahan dan analisis data. Lokasi

penataan, identifikasi, pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Komputer

Jurusan Matematika Universitas Brawijaya.

Populasi, Sampel, Data dan Teknik Pengumpulan Data

Populasi penelitian adalah banyaknya kasus penderita penyakit DBD perbulan di

Kecamatan Klojen Kota Malang yang informasinya diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Malang. Dari populasi ini diambil sampel sekitar 10 tahun terakhir yaitu selama kurun waktu

Januari 2003-September 2013 (sebanyak 129 data), dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

yang terbaru. Data dibagi mejadi 2 bagian yakni bagian pertama adalah selama kurun waktu

Januari 2003-September 2012 (sebanyak 117 data) dan bagian kedua adalah selama kurun

waktu Oktober 20012-September 2013 (sebanyak 12 data). Data bagian pertama digunakan

untuk pembentukan model prediksi banyaknya kasus penderita penyakit DBD di Kecamatan

Klojen Kota Malang dan sebagai validasi model digunakan data bagian kedua.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode Box-Jenkins untuk membentuk model

linier SARIMA dan Jaringan Syaraf Tiruan dengan banyaknya unit input (variabel independen)

sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau model autoregresi musiman

Box-Jenkins yang mempunyai nilai Mean Square Error (MSE) relatif kecil. Software untuk

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minitab dan Open Source Software R.

Prosedur

Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang telah disebutkan maka dalam penelitian ini

telah dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Mendapatkan data dari Dinas Kesehatan Kota Malang adalah data banyaknya kasus

penderita penyakit DBD di lima Kecamatan di Kota Malang yaitu Klojen, Sukun, Kedung

Kandang, Lowok Waru dan Blimbing selama kurun waktu Januari 2003-September 2013.

2. Mengidentifikasi data untuk mengetahui kecamatan mana yang mengalami banyak kasus

penderita penyakit DBD tertinggi. Selanjutnya data ini digunakan dalam penelitian.

3. Menata dan membagi data menjadi dua bagian yaitu data untuk pembentukan model dan

data validasi untuk keakuratan model prediksi.

4. Menguji dengan uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta untuk mengetahui apakah model yang

akan terbentuk merupakan model linier atau model non linier.

5. Menentukan model SARIMA Box-Jenkins terbaik berdasarkan MSE. Jika hasil uji

menunjukkan model linier maka model ini merupakan model prediksi terbaik.

Page 24: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

200 Makalah Pendamping: Matematika 2

6. Jika hasil uji menunjukkan model nonlinier maka model prediksi terbaik dibentuk

menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Adapun banyaknya unit input (variabel

independen) sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau model

autoregresi musiman Box-Jenkins (pada tahapan 5) yang mempunyai nilai Mean Square

Error (MSE) relatif kecil. Sedangkan banyaknya unit pada lapisan tersembunyi ditentukan

berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan diidentifikasi. Hasil identiikasi menunjukan

bahwa data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen pernah mencapai angka

tertinggi dalam kurun waktu Januari 2003-September 2013. Plot data dapat dilihat pada Gambar

1.

10896847260483624121

70

60

50

40

30

20

10

0

Index

Dt_D

BD_K

lojen

Time Series Plot of Dt_DBD_Klojen

Gambar 1. Plot data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen Kota

Malang

Berdasarkan Gambar 1. terlihat bahwa angka kejadian yang paling tinggi pada bulan Pebruari

2010 (data ke 86). Disamping itu dapat diduga bahwa data mempunyai pola musiman karena

pola data tampak adanya perioditas.

Sebelum data dimodelkan terlebih dahulu dilakukan uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta

untuk menguji apakah model merupakan model linier atau model nonlinier. Hasil uji

menunjukkan bahwa data historis penderita DBD di Kecamatan Klojen selama kurun waktu

Januari 2003 – September 2012 merupakan model nonlinier

Selanjutnya membentuk model SARIMA metode Box-Jenkins untuk menentukan lag-lag

mana yang akan menjadi variabel input dalam model JST. Model SARIMA metode Box-

Jenkins mensyaratkan data harus stasioner baik stasioner terhadap variansi maupun stasioner

terhadap rata-rata. Untuk itu dilakukan pemeriksaan stationeritas terhadap variansi dan mean.

Adapun pemeriksaan stasioneritas terhadap variansi dilakukan menggunakan metode Box-Cox.

Jika nilai pembulatan estimasi lambda adalah 1, maka data time series stasioner terhadap

variansi. Jika nilai pembulatan estimasi lambda tidak sama dengan 1 maka data time series tidak

stasioner terhadap variansi.

Page 25: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 201

Hasil analisis menggunakan metode Box-Cox menunjukkan bahwa data tidak memenuhi

asumsi stasioneritas dalam variansi, karena nilai pembulatan estimasi lambda sama dengan 0.

Agar data bisa dimodelkan SARIMA, maka terlebih dahulu data distasionerkan terhadap

variansi, yaitu menggunakan transformasi logaritma natural (ln). Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan stationeritas terhadap data hasil transformasi. Hasil analisis menggunakan metode

Box-Cox menunjukkan bahwa data sudah stasioner terhadap variansi, karena pembulatan nilai

lambda=1.

Pemeriksaan stasioneritas terhadap rata-rata menggunakan pemeriksaan hasil plot

autocorrelation function (acf). Plot acf (Gambar 2.) menunjukkan bahwa nilai autokorelasi

setelah lag ke-2 sudah berada di dalam selang2

n , yaitu berada di dalam selang ±0,1849

(setelah lag ke-2 nilai acf berada di antara garis putus-putus merah). Hal ini berarti bahwa data

sudah stasioner terhadap mean (rata – rata).

1101009080706050403020101

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corre

lation

Autocorrelation Function for Dt_DBD_Klojen(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 2. Plot ACF dari data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen

Kota Malang

Untuk identifikasi model SARIMA metode Box-Jenkins, dilakukan juga pemeriksaan plot

partial autocorrelation function (PACF). Hasil plot pacf dapat dilihat pada Gambar 3.

1101009080706050403020101

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Parti

al Au

toco

rrelat

ion

Partial Autocorrelation Function for Dt_DBD_Klojen(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Gambar 3. Plot PACF dari data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen

Kota Malang

Gambar 3. menunjukkan bahwa nilai PACF yang nyata terletak pada lag 1, 4, 9, 25.

Berdasarkan batasan masalah, identifikasi model SARIMA tidak memperhatikan lag yang jauh

Page 26: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

202 Makalah Pendamping: Matematika 2

atau hanya sebatas kemampuan minitab sehingga model tentatif yang terbentuk untuk data

adalah ARIMA(0,0,2), SARIMA(0,0,2)(0,0,1)12, SARIMA(1,0,0)(0,0,1)12,

SARIMA(4,0,0)(0,0,1)12, SARIMA(0,0,2)(1,0,0)12, ARIMA(1,0,0), ARIMA(4,0,0),

SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 dan SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12. Di antara model-model tentatif di atas

model SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 mempunyai nilai MSE yang paling kecil yaitu 0,3864, namun

koefisien lag 2 dan lag 3 tidak signifikan. Adapun model SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12

mempunyai nilai MSE yang sedikit lebih besar dari model SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 yaitu

0,3878 dan semua koefisien lag 1 dan lag 12 adalah signifikan.

Selanjutnya model SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 dan SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 tersebut

digunakan untuk input model JST. Dari 40 kali ulangan diperoleh hasil adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan Nilai AIC

Model Variabel input JST Banyaknya unit

di hidden layer Rata-rata AIC

JST 1 lag 1 dan lag 12 1 35.46

2 40.35

JST 2 lag 1, lag 2, lag 3, lag 4, lag 12 1 39.22

2 50.22

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan

model yang terbaik dibandingkan dengan model JST 1 dengan 2 unit di hidden layer, model

JST 2 dengan 1 unit di hidden layer dan model JST 2 dengan 2 unit di hidden layer, karena

memiliki nilai AIC yang paling kecil. Model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan

model yang relatif akurat untuk memprediksi banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan

Klojen Kota Malang.

Adapun plot, nilai AIC, bobot dari model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer (satu kali

ulangan) adalah sebagai berikut:

Page 27: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 203

Gambar 4. Model JST 1 dengan 1 unit di dari hidden layerdata kasus Demam

berdarah Dengeu di Kecamatan Klojen Kota Malang

> JST_R_h1_best$result.matrix

1

error 12.455217016625

reached.threshold 0.006711252481

steps 780.000000000000

aic 34.910434033251

bic 48.180235784038

Intercept.to.1layhid1 -3.136001540133

Ylag1.to.1layhid1 0.922801798587

Ylag12.to.1layhid1 0.151054635157

Intercept.to.Y 1.182355091400

1layhid.1.to.Y 3.200546427220

Berdasarkan data validasi diperoleh nilai MSE sebesar 5.68.

SIMPULAN DAN SARAN

Untuk mendapatkan model prediksi terbaik dari data time series perlu memperhatikan

asumsi-asumsi yang disyaratkan, antara lain asumsi stasioneritas. Perlu diuji apakah model

merupakan model linier atau model nonlinier. Model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer

merupakan model yang relatif akurat untuk memprediksi banyaknya kasus penyakit DBD di

Page 28: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

204 Makalah Pendamping: Matematika 2

Kecamatan Klojen Kota Malang. Sebagai saran, bisa digunakan model-model nonlinier lainnya

sebagai perbandingan untuk mendapatkan model yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Bishop, C.M. (1995). Neural Network for Pattern Recognition. Oxford: Clarendon Press.

Chambers, D.M., Young, L.F., Hill, H.S., Jr. (1986). Backyard Mosquito Larval Habitat

Availability and Use as Influenced by Census Tract Determined Resident Income Levels.

Journal of the American Mosquito Control Association, 2, 539-544.

Cheng, B. and Titterington, D.M. (1994). Neural Networks: A Review from a Statistical

Perspective. Statistical Science, 9, 2-54.

Haykin, H. (1999). Neural Networks: A Comprehensive Foundation, 2nd edition.Prentice-Hall,

Oxford.

Moore, C.G., Cline, B.L., Ruiz-Tiben, E., Lee, A., Romney-Joseph, H., Rivera-Correa, E.

(1978). Aedes aegypti in Puerto Rico: Environmental Determinants of Larval Abundance

and Relation to Dengue Virus Transmission. American Journal of Tropical Medicine and

Hygiene, 27, 1225-1231.

Moore, C.G. (1985). Predicting Aedes aegypti Abundance from Climatological Data, pp. 223-

233. In: Ecology of mosquitoes (eds.) LP Lounibos, JR Rey and JH Frank. Florida Medical

Entomology Laboratory, Vero Beach, Florida.

Nelson, M.J., Suarez, M.F., Morales, A., Archila, L., Galvis, E. (1984). Aedes aegypti (L.) in

Rural Areas of Columbia. World Health Organization unpublished document

WHO/VBC/84.890.

Ripley, B.D. (1996). Pattern Recognition and Neural Networks. Cambridge University Press,

Cambridge.

Russell, R.C. (1986). Seasonal Abundance of Mosquitoes in a Native Forest of the Murray

Valley of Victoria, 1979-1985. Journal of the Australian Entomological Society,25, 235-

240.

Russell, R.C., Whelan, P.I. (1986). Seasonal Prevalence of Adult Mosquitoes at Casuarina and

Leanyer, Darwin. Australian Journal of Ecology, 11, 99-105.

Sarle, W. (1994). Neural network and Statistical Models. In Proceeding 19th ASAS Users

Group Int. Conf., pp. 1538-1550. Cary: SAS Institute.

Schultz, G.W. (1993). Seasonal Abundance of Dengue Vectors in Manila, Republic of the

Philippines. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health, 24, 369-375.

Tang, Z., Almeida, C. and Fishwick, P.A. (1991). Time series forecasting using neural networks

vs. Box-Jenkins methodology. Simulation, 57:5, pp. 303-310.

Page 29: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 205

Tinker, M.E. (1964). Larval Habitats of Aedes aegypti (L.) in the United States. Mosquito

News, 24, 426-432.

White, H. (1989a). Learning in Artificial Neural Networks: A statistical Perspective. Neural

Computation, Vol. 1, pp. 425-464.

White, H. (1989b). Some asymptotic results for learning in single hidden layer feedforward

networks. Journal of the American Statistical Association, Vol.84, No. 408, pp. 1003-1013.

Page 30: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

206 Makalah Pendamping: Matematika 2

Analisis Sistem Antrian M/M/1:

Pendekatan Klasik, Kombinatorial dan Lattice Path

Fadhila Alvin Q. A1)

, Isnandar Slamet2)

1) Jurusan Matematika FMIPA UNS

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, e-mail: [email protected]

2) Jurusan Matematika FMIPA UNS

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, email: [email protected]

Abstrak

Di dalam paper ini dikaji ulang pendekatan klasik, kombinatorial dan representasi lattice

path. Hasil pendekatan perilaku transien dari model antrian Markovian seperti harapan

panjang antrian, harapan banyaknya unit dalam system, distribusi bersama panjang

periode sibuk dan banyaknya unit yang mendapatkan pelayanan diturunkan dan

dibuktikan dengan pendekatan di atas.

Keywords: Sistem antrian M/M/1, pendekatan klasik, kombinatorial, lattice path.

PENDAHULUAN

Fenomena antrian sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Antrianuntukmendapatkanpelayanandisebuah bank danantrian pesawat untukmendarat adalah

dua contoh dari banyak contoh antrian. Dalam jaringan komunikasi, data atau pesan dikirim

sesuai dengan aturan antrian. Pelanggan (customer) harus mengantri sebelum mendapat

layanan.

Menurut Taha (1987) teori antrian adalah teori yang berkaitan dengan studi matematik

terhadap antrian. Dalam teori antrian terdapat sistem antrian. Sistem antrian adalah suatu

himpunan pelanggan, pelayan, dan suatu aturan yang mengatur kedatangan para pelanggan serta

pemrosesan masalah antrian.

Sistem antrian telah menarik perhatian para peneliti sejak 1909 ketika Erlang pertama kali

menganalisis masalah telephone traffic congestion service (Gross dan Harris, 1998). Sejak saat

itu, para peneliti telah sukses memodelkan dan menginvestigasi sistem antrian dari berbagai

aspek (Gross dan Harris, 1998; Brunell dan Wuyts, 1994; Fallon et al., 2010).

Sistem antrian M/M/1 merupakan sistem antrian yang paling sederhana. Meskipun

sederhana, studi mengenai sistem ini sangat penting sebagai landasan awal untuk studi lanjut

mengenai sistem antrian (Gross and Harris, 1998). Pendekatan klasik dalam menganalisis

performan sistem antrian dilakukan dengan menggunakan asumsi sistem mencapai konsisi

seimbang (steady-state). Sebagai contoh penggunaan asumsi ini dapat ditemukan dalam Gross

dan Harris (1998), Takagi (1991) dan Kleinrock (1975). Tetapi dalam kehidupan nyata,

terdapat sistem antrian dimana keadaan setimbang (steady state) yang tidak tercapai. Oleh

karena itu analisis sistem antrian dalam keadan transien sama pentingnya dengan analisis sistem

Page 31: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 207

antrian ketika sistem mencapai keadaan setimbang (steady state). Dalam makalah ini,

diturunkan performan sistem antrian M/M/1 dengan pendekatan klasik dimana sistem antrian

mencapai keadaan setimbang (steady state) dan pendekatan kombinatorial dan lattice path

ketika sistem antrian tidak mencapai keadaan setimbang.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah kajian pustaka

yaitu dengan mengumpulkan referensi berupa buku-buku dan jurnal tentang model sistem

antrian M/M/1, kemudian melakukan analisis terhadap beberapa perilaku dengan pendekatan

klasik, pendekatan kombinatorial dan lattice path.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 sampai Nopember 2013 di Jurusan

Matematika FMIPA UNS.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di bawah ini akan dijelaskan penurunan performan sistem antrian M/M/1 ketika

keadaan setimbang (steady state) tercapai. Sebelumnya akan dijelaskan hubungan antara

distribusi Poisson dan eksponensial.

Hubungan distribusi Poisson dan Eksponensial

Banyaknya kedatangan dan kepergian (selesainya pelayanan) selama interval waktu

tertentu dinyatakan dalam kondisi sebagai berikut:

kondisi 1: probabilitas terjadinya suatu kejadian (kejadian kedatangan atau kepergian) antara

waktu t sampai 𝑡 + 𝑕 hanya bergantung pada kejadian yang terjadi selama selang h

saja, artinya banyaknya kejadian yang terjadi sebelum waktu ke-t tidak akan

mempengaruhi kejadian selama selang waktu h,

kondisi 2: probabilitas bahwa dalam selang waktu h yang sangat kecil akan terjadi suatu

kejadian adalah positif dan ≤ 1,

kondisi 3: paling banyak hanya satu kejadian yang bisa terjadi selama selang waktu h yang

sangat kecil.

Jika𝑃𝑛 𝑡 adalah probabilitas akan terjadi n kejadian dalam waktu t dan jika 𝑛 = 0 maka

sesuai dengan kondisi diatas didapatkan,

kondisi 1: 𝑃0 𝑡 + 𝑕 = 𝑃0 𝑡 𝑃0 𝑕 ,

kondisi 2: 0 < 𝑃0 𝑕 ≤ 1, dipenuhi jika 𝑃0 𝑡 = 𝑒−𝛼𝑡 ; 𝑡 ≥ 0, ∝= konstanta positif.

Untuk 𝑕 → 0 maka

𝑃0 𝑕 = 𝑒−∝𝑕 = 1−∝ 𝑕 + ∝ 𝑕 2

2!−

∝ 𝑕 3

3!+ ⋯ (deret Taylor)

𝑃0 𝑕 ≅ 1−∝ 𝑕,

Page 32: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

208 Makalah Pendamping: Matematika 2

kondisi 3: 𝑃1 𝑕 = 1 − 𝑃0 𝑕 ≅∝ 𝑕.

Misal,

𝑓(𝑡) = pdf dari interval waktu antar dua kejadian yang berurutan 𝑡 ≥ 0

𝐹(𝑡) = fungsi densitas kumulatif dari t= 𝑓 𝑡 𝑑𝑡∞

0

Jika T = interval waktu sejak terjadinya kejadian berakhir maka

𝑃 waktu antar 2 kejadian ≥ 𝑇 = 𝑃[tidak ada kejadian yang terjadi selama𝑇]

atau

𝑃 𝑡 ≥ 𝑇 = 𝑃0 𝑇 = 𝑒−∝𝑇 .

Jadi,

𝑓 𝑡 𝑑𝑡∞

𝑇

= 𝑒−∝𝑇 → 𝑓 𝑡 𝑑𝑡𝑇

−∞

= 1 − 𝑒−∝𝑇 → 𝑃 𝑡 < 𝑇 = 1 − 𝑒−∝𝑇

𝑃 𝑡 < 𝑇 = 𝐹 𝑇 = 1 − 𝑒−∝𝑇 → 𝑓 𝑇 =𝑑

𝑑𝑇𝐹(𝑇) → 𝑓 𝑇 =∝ 𝑒−∝𝑇; 𝑇 > 0

𝑓(𝑇) = distribusi eksponensial untuk interarrival times atau waktu antar 2 kejadian

𝐸 𝑇 = rata-rata interarrival times=1

∝satuan waktu

Jika kejadiannya adalah kedatangan maka ∝= 𝜆 adalah laju kedatangan per satuan waktu dan

jika kejadiannya adalah kepergian maka ∝= 𝜇 adalah laju kepergian (selesainya pelayanan) per

satuan waktu.

Hubungan antara distribusi Poisson dengan distribusi Eksponensial (distribusi untuk

interarrrival times dan service times) akan ditunjukkan dalam proses kedatangan dan proses

kepergian sebagai berikut :

Proses Kedatangan

Jika𝑃𝑛 (𝑡) adalah probabilitas terjadi 𝑛kedatangan di mana 𝑛 > 0 selama interval waktu

t, maka untuk 𝑕 > 0 dan 𝑕 → 0 berlaku:

𝑃[terdapat𝑛kedatangan selama waktu𝑡]

𝑃[terdapat 0 kedatangan selama waktu𝑕]

𝑃𝑛 𝑡 + 𝑕 = atau

𝑃[terdapat 𝑛 − 1 kedatangan selama waktu𝑡]

𝑃[terdapat 1 kedatangan selama waktu𝑕]

𝑃𝑛 𝑡 + 𝑕 = 𝑃𝑛 𝑡 𝑃0 𝑕 +𝑃𝑛−1 𝑡 𝑃1 𝑕 ; 𝑛 = 1,2, …

𝑃0 𝑡 + 𝑕 = 𝑃0 𝑡 𝑃0 𝑕 ; 𝑛 = 0

Dengan mengeliminasi persamaan 𝑃0 𝑕 ≅ 1−∝ 𝑕 dan𝑃1 𝑕 = 1 − 𝑃0 𝑕 ≅∝ 𝑕 ke persamaan

diatas kemudian dicari 𝑕 → 0 maka didapatkan hasil

𝑃𝑛 𝑡 = 𝜆𝑡 𝑛𝑒−𝜆𝑕

𝑛!; 𝑛 = 0,1,2, …

Page 33: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 209

Distribusi dari banyaknya kedatangan selama interval waktu tadalah Poisson dengan

mean 𝜆𝑡dan variansi 𝜆𝑡. Distribusi interarrival times adalah eksponensial dengan mean 1

𝜆.

Proses Kepergian

Diasumsikan bahwa sistem dimulai dengan terdapat N obyek yang masing-masing obyek

akan meninggalkanfasilitas pelayanan dengan laju dengan anggapan bahwa pada saat itu

tidak ada obyek baru yang masuk dalam sistem.

Jika 𝑞𝑛 𝑡 = probabilitas terjadi n kepergian selama t, maka

untuk 𝑕 → 0, 𝑞0 𝑕 = 𝑒−𝜇𝑕 ≅ 1 − 𝜇𝑕 (tidak terdapat kepergian),

𝑕 > 0, 𝑞1 𝑕 = 1 − 𝑞0 𝑕 ≅ 𝜇𝑕 (terdapat satu kepergian),

𝑞𝑁 𝑡 + 𝑕 ≅ 𝑞𝑁 𝑡 + 𝑞𝑁−1 𝑡 𝜇𝑕; 𝑛 = 𝑁,

𝑞𝑛 𝑡 + 𝑕 ≅ 𝑞𝑛 𝑡 1 − 𝜇𝑕 + 𝑞𝑛−1 𝑡 𝜇𝑕; 1 ≤ 𝑛 < 𝑁,

𝑞0 𝑡 + 𝑕 ≅ 𝑞0 𝑡 1 − 𝜇𝑕 ; 𝑛 = 0.

Dengan cara yang sama seperti proses kedatangan diperoleh

𝑞𝑛 𝑡 = 𝜇𝑡 𝑛 𝑒−𝜇𝑡

𝑛 !; 𝑛 = 0,1,2, … , 𝑁 − 1,

𝑞𝑁 𝑡 = 1 − 𝑞𝑛 𝑡 𝑁−1𝑛=1 ; 𝑛 = 𝑁.

Distribusi dari banyaknya kepergian selama interval waktu tadalah Poisson dengan mean

𝜇𝑡 dan variansi 𝜇𝑡 dengan 𝜇 = laju pelayanan. Distribusi service timesadalah Eksponensial

dengan mean= 1

𝜇.

Model AntrianM/M/1

Di dalam bagian ini sistem antrian M/M/1 akan dibahas. Notasi M yang pertama

menunjukkan proses kedatangan adalah memoryless yaitu proses waktu antar kedatangan

berdistribusi eksponensial dan i.id (independent and identically distributed).Proses ini dikenal

dengan proses Poisson. Notasi M yang kedua menunjukkan waktu pelayanan (service)

berdistribusi eksponensial. Notasi 1 menunjukkankan banyaknya fasilitas pelayanan.

Skip-Free Markov Processes

Proses Markov model antrian M/M/1 memiliki sifat yang menentukan bahwa transisi

mengikuti state persekitaran, yaitu 𝑔𝑖𝑗 = 0 untuk state 𝑖, 𝑗 ∈ 𝑁0 dengan |𝑖 − 𝑗| > 1. Sehingga

skip-free Markov processes didefinisikan sifat pembangkit 𝐺 = (𝑔𝑖𝑗 )𝑖,𝑗 ∈𝐸 yang memenuhi

𝑔𝑖𝑗 = 0 untuk semua state 𝑖, 𝑗 ∈ 𝐸 < 𝑁0 dengan |𝑖 − 𝑗| > 1. Untuk sistem antrian ini berarti

hanya ada kedatangan ataukepergian tunggal. Jadi setiap sistem antrian Markov dengan

kedatangan dan kepergian tunggal dapat dimodelkan denganskip-free Markov processes.

Tingkat transisi sangat kecil yang tersisa dinotasikan dengan

λ𝑛 ≔ 𝑔𝑛 ,𝑛+1,

𝜇𝑛 ≔ 𝑔𝑛 ,𝑛−1.

Page 34: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

210 Makalah Pendamping: Matematika 2

Masing-masing λ𝑛 dan 𝜇𝑛 adalah rata-rata kedatangan jika terdapat n pelanggan dalam sistem

dan rata-rata kepergian jika terdapat n pelanggan dalam sistem. Sehingga diagram transisi

antrian M/M/1 diasumsikan sebagai berikut

Gambar 1. Diagram Transisi Antrian M/M/1

Dari Gambar 1, terlihat bahwa nilai harapan pelanggan yang masuk sama dengan nilai harapan

pelanggan yang keluar, sehingga diperoleh

𝜆𝑛−1 . Pn−1 + μn+1 . Pn+1 = 𝜆𝑛 + 𝜇𝑛 𝑃𝑛 .

untuk 𝑛 = 0, maka

𝜇1 . 𝑃1 = 𝜆0 . 𝑃0; 𝑛 = 0

untuk semua 𝑛 ∈ 𝑁. Sistem ini adalah penyelesaian yang didapatkan dari eliminasi dengan

penyelesaian dalam bentuk berikut

𝑃𝑛 = 𝑃0 𝜆𝑗

𝜇𝑗 +1

𝑛−1

𝑗 =0

= 𝑃0

𝜆0 . 𝜆1 … 𝜆𝑛−1

𝜇1 . 𝜇2 . . . 𝜇𝑛

untuk semua 𝑛 ≥ 1. Solusi P adalah distribusi probabilitas jika dan hanya jika

dapatdinormalisasi, yaitu jika 𝑃𝑛 = 1𝑛∈𝐸 . Kondisi ini sama dengan

1 = 𝑃0

𝑛∈𝐸

𝜆𝑗

𝜇𝑗+1

𝑖−1

𝑗=0

= 𝑃0 𝜆𝑗

𝜇𝑗 +1

𝑖−1

𝑗=0𝑛∈𝐸

𝑃0 = 𝜆𝑗

𝜇𝑗 +1

𝑖−1

𝑗=0𝑛∈𝐸

−1

.

Dengan demikian, P adalah distribusi probabilitas jika dan hanya jika deret dalam kurung

adalahkonvergen. Jadi, distribusi stasioner dari skip-free Markov processes atau steady state

adalah 𝑃0 = 𝜆𝑗

𝜇 𝑗 +1

𝑖−1𝑗=0𝑛∈𝐸

−1

.

Untuk membahas sistem antrian M/M/1, diasumsikan bahwa server tunggal, antrian

tunggal, first come first served (FCFS) disiplin antrian, baik sumber input tak terbatas maupun

terbatas, waktu antar kedatangan mengikuti distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu antar

0 1 2

𝜇𝑛

𝜇𝑛+1

n+1

𝜆0

𝜇1 𝜇2

𝜆𝑛−1

𝜆𝑛

𝜆1

n n-1 ...

....

Page 35: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 211

kedatangan 1

𝜆, waktu pelayanan mengikuti distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu

pelayanan 1

𝜇 .

Dengan mempertimbangkan sistem antrian M/M/1 dengan sumber input yang tak terbatas,

diperoleh persamaan keseimbangan steadystate

Pn+1 =𝜆 + 𝜇

𝜇𝑃𝑛 −

𝜆

𝜇Pn−1; (𝑛 ≥ 1)

Digunakan fungsi pembangkit untuk memecahkan perbedaan steady-state dengan

persamaan {𝑃𝑛 }. Di mulai dengan menulis ulangpersamaan steady-stateuntuk proses kelahiran

dan kematian dalam jangka waktu 𝜌 =𝜆

𝜇dan memperoleh

Pn+1 = (ρ + 1)𝑃𝑛 − ρPn−1

𝑃1 = 𝜌𝑃0; 𝑛 = 0

Jika kedua sisi dikalikan 𝑧𝑛 , maka

Pn+1𝑧𝑛 = (ρ + 1)𝑃𝑛𝑧𝑛 − ρPn−1𝑧𝑛

atau

𝑧−1Pn+1𝑧𝑛+1 = (ρ + 1)𝑃𝑛𝑧𝑛 − ρzPn−1𝑧𝑛−1

𝑧−1 Pn+1𝑧𝑛+1

𝑛=1

= ρ + 1 𝑃𝑛𝑧𝑛

𝑛=1

− 𝜌𝑧 Pn−1𝑧𝑛−1

𝑛=1

atau

𝑧−1 𝑃 𝑧 − 𝑃1𝑧 − 𝑃0 = ρ + 1 𝑃 𝑧 − 𝑃0 − 𝜌𝑧𝑃(𝑧)

dari persamaan 𝑃1 = 𝜌𝑃0, didapatkan

𝑧−1 𝑃 𝑧 − (𝜌𝑧 + 1)𝑃0 = ρ + 1 𝑃 𝑧 − 𝑃0 − 𝜌𝑧𝑃(𝑧)

sehingga penyelesaian untuk P(z), diperoleh

z

p

1P(z) 0

untuk menentukan 𝑃0, pertimbangkan 𝑃(1)

𝑃 1 = 𝑃𝑛 1𝑛 = 𝑃𝑛 = 1 =𝑃0

1 − 𝑧𝜌

𝑛=0

𝑛=0

atau

𝑃0 = 1 − 𝑧𝜌 = 1 − 𝜌

Oleh karena itu, diperoleh

𝑃 𝑧 =1 − 𝜌

1 − 𝑧𝜌; 𝜌 < 1, 𝑧 ≤ 1

karena 𝑧𝜌 < 1,

1

1 − 𝑧𝜌= 1 + 𝑧𝜌 + (𝑧𝜌)2 + (𝑧𝜌)3 + ⋯

Oleh karena itu, diperoleh probabilitas fungsi pembangkit

Page 36: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

212 Makalah Pendamping: Matematika 2

𝑃 𝑧 = (1 − 𝜌)𝜌𝑛𝑧𝑛

𝑛=0

𝑃𝑛 = 1 − 𝜌 𝜌𝑛 ; 𝜌 < 1

Dengan hasil di atas, dapat ditentukan jumlah pelanggan pada sistem saat keadaan

setimbang (steady-state). Jika kondisi setimbang tercapai, akan diperoleh hasil seperti berikut

Rata-rata jumlah pelanggan dalam sistem,

𝐿 = 𝐸 𝑁 =𝜌

1 − 𝜌=

𝜆

𝜇 − 𝜆.

Variabel randomLq yaitu nilai yang diharapkan dari jumlah dalam antrian,

𝐿𝑞 =𝜌2

1 − 𝜌=

𝜆2

𝜇(𝜇 − 𝜆).

Masing-masing W dan Wqadalah waktu yang diharapkan sebagai pelanggan

menghabiskan dalam sistem dan diharapkan waktu pelanggan menunggu dalam antrian,

𝑊 =𝐿

𝜆,

𝑊𝑞 =𝐿𝑞

𝜆.

Berdasarkan asumsi M/M/1 bahwa populasi masukan terbatas, yaitu memiliki total

pelanggan M. Untuk antrian tersebut, rata-rata waktu antar kedatangan antara kedatangan

berturut-turut adalah 1

𝜆 dan 𝜇 adalah tingkat layanan.

Probabilitas sistem menganggur,

𝑃0 𝑀!

𝑀 − 𝑖 !

𝜆

𝜇

𝑖

−1

.

Probabilitas n pelanggan dalam sistem,

𝑃 = 𝑃 𝜆

𝜇

𝑛 𝑀!

𝑀 − 𝑖 !; 0 < 𝑛 ≤ 𝑀,

0; 𝑛 > 𝑀.

Rata-rata panjang antrian,

𝐿𝑞 = 𝑀 −𝜆 + 𝜇

𝜆 1 − 𝑃0 .

Rata-rata jumlah pelanggan dalam sistem,

𝐿 = 𝐿𝑞 + 1 − 𝑃0 = 𝑀 − 𝜇

𝜆 1 − 𝑃0 .

Rata-rata waktu tunggu pelanggan dalam antrian,

𝑊𝑞 =𝐿𝑞

𝜇 1 − 𝑃0 =

1

𝜇

𝑀

1 − 𝑃0−

𝜆 + 𝜇

𝜆 .

Rata-rata waktu yang dihabiskan pelnaggan dalam sistem,

𝑊 = 𝑊𝑞 +1

𝜇=

1

𝜇

𝑀

1 − 𝑃0−

𝜆 + 𝜇

𝜆+ 1 .

Page 37: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 213

Pendekatan Kombinatorial dan Representasi Lattice Path

Pendekatan kombinatorial dilakukan dengan terlebih dahulu memodelkan waktu yaitu

waktu diskrit. Untuk itu interval waktu (0, 𝑡)yang dibagi menjadi barisan 𝑡/𝑕 (slot waktu) yang

masing-masing mempunyai durasi 𝑕 > 0. Dalam hal ini diasumsikan kemungkinan ada lebih

dari satu unit kedatangan atau kepergian dalam subinterval dan kejadian-kejadian di subinterval

yang berbeda adalah independen. Kemudian barisan variabel random 𝑋𝑖dikaitkan dengan

barisan 𝑡/𝑕 slot waktu, sehingga, 𝑖 = 1,2, … , 𝑡/𝑕, dimana

+ l jika ada kedatangan pada slot ke-I,

𝑋𝑖 = - l jika ada kepergian pada slot ke-I,

0 jika tidak ada kedatangan dan kepergian pada slot ke-i.

Sistem antrian M/M/1 dapat didiskripsikan oleh suatu barisan variabel random {𝑋𝑖} yang

independen, yang mana distribusinya tidak diketahui. Oleh karena itu, dapat direpresentasikan

dengan lattice path. Sen (1991) merepresentasikan kedatangan dengan satu langkah horisontal

(horizontal step) dan kepergian dengan satu langkah vertikal (vertical step) dan ketika tidak ada

kedatangan dan kepergian pada sistem maka dapat direpresentasikan dengan tidak adanya

pergerakan pada lattice point. Jika keadaan (state) pada sistem antrian pada waktu ke i,

direpresentasikan oleh sistem antrian, sebut (𝛼𝑖 , 𝛽𝑖), dimana adalah jumlah kedatangan

𝑃 kedatangan pada slot ke − 𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛 = 1)

= 𝑃{ 𝛼𝑛−1 , 𝛽𝑖−1 → 𝛼𝑛−1 + 1, 𝛽𝑖−1 = 𝛼𝑖 , 𝛽𝑖 }

= 𝜆𝑕 + 𝑜 𝑕 jika𝛼𝑛−1 ≥ 𝛽𝑖−1

𝑃 kepergian pada slot ke − 𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛 = −1)

= 𝑃{ 𝛼𝑛−1 , 𝛽𝑖−1 → 𝛼𝑛−1 , 𝛽𝑖−1 + 1 = 𝛼𝑖 , 𝛽𝑖 }

= 𝜇𝑕 + 𝑜 𝑕 jika αn−1 > 𝛽𝑖−1 ,0 jika𝛼𝑛−1 ≤ 𝛽𝑖−1 ,

𝑃 tidakberpindah pada slot ke − 𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛 = 0)

= 1 − 𝜆 + 𝜇 𝑕 + 𝑜 𝑕 jika αn−1 > 𝛽𝑖−1 ,

1 − 𝜆𝑕 + 𝑜 𝑕 jika αn−1 = 𝛽𝑖−1 ,

Proses antrian M/M/1 ↔ 𝑋1,𝑋2, … → {𝐿𝑎𝑡𝑡𝑖𝑐𝑒 𝑃𝑎𝑡𝑕}

→ 𝑃{kejadian yang berhubungan dengan proses antrian 𝑀/𝑀/1

= lim𝑕→0 𝑃(lattice path yang memenuhi kejadian yang berhubungan dengan prosen antrian)

Banyaknya Lattice Path

Di bawah ini diberikan dua lema yang berguna bagi analisis performan ketika sistem

antrian tidak mencapai keadan setimbang dan satu teorema. Lema dan teorema diambil dari

(Sen, 1991), dimana bukti-bukti tidak diberikan. Di bawah ini bukti-bukti berhasil diturunkan.

Page 38: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

214 Makalah Pendamping: Matematika 2

Lema 1.Jika 𝑁 𝑖; 𝑚, 𝑛; 𝑎 menunjukkan jumlah lattice path dari 𝐴(𝑖, 0) ke 𝐵(𝑚, 𝑛) yang selalu

berada dibawah garis 𝑦 = 𝑥 − 𝑎 dan tidak menyentuh diantara keduanya, kemudian untuk

𝑖 > 𝑎 ≥ 0, 𝑚 > 𝑛 ≥ 0, 𝑚 ≥ 𝑖

𝑁 𝑖; 𝑚, 𝑛; 𝑎 = 𝑚 + 𝑛 − 𝑖

𝑛 −

𝑚 + 𝑛 − 𝑖

𝑚 − 𝑎

Bukti.Dengan menggunakan prinsip refleksi.

Lema 2. Jika 𝑁(𝑖; 𝑚, 𝑚)𝑓 menunjukkan jumlah lattice path dari (𝑖, 0) ke (𝑚, 𝑚) yang

menyentuh garis 𝑦 = 𝑥 untuk pertama kalinya hanya pada lattice point (𝑚, 𝑚) yang diberikan

oleh

𝑁(𝑖; 𝑚, 𝑚)𝑓 =𝑖

2𝑚 − 𝑖

2𝑚 − 𝑖

𝑚 , 𝑚 ≥ 𝑖 > 0, …

Bukti.Jumlah lattice path dapat dihitung dengan menggunakan lema. 1 dengan menempatkan a

= 0 dan mengganti n dengan 𝑚 − 1.

𝑁(𝑖; 𝑚, 𝑚)𝑓 = 𝑁 𝑖; 𝑚, 𝑚 − 1; 0

= 𝑚 + 𝑚 − 1 − 𝑖

𝑚 − 1 −

𝑚 + 𝑚 − 1 − 𝑖

𝑚 − 0

= 2𝑚 − 1 − 𝑖

𝑚 − 1 −

2𝑚 − 1 − 𝑖

𝑚

= 𝑝 + 0

=(2𝑚 − 1 − 𝑖)!

𝑚 − 1 ! 𝑚 − 𝑖 !−

2𝑚 − 1 − 𝑖 !

𝑚! 𝑚 − 1 − 𝑖 !

=(2𝑚 − 1 − 𝑖)!

𝑚 − 1 ! 𝑚 − 1 − 𝑖 !

1

𝑚 − 𝑖 − 1

𝑚

= 2𝑚 − 1 − 𝑖 !

𝑚 − 1 ! 𝑚 − 1 − 𝑖 ! 𝑚 − 𝑚 − 𝑖

𝑚 𝑚 − 𝑖

= 2𝑚 − 1 − 𝑖 !

𝑚 − 1 ! 𝑚 − 1 − 𝑖 !

𝑖

𝑚 𝑚 − 𝑖

= 2𝑚 − 1 − 𝑖 !

𝑚! 𝑚 − 𝑖 ! 𝑖

=𝑖

(2𝑚 − 𝑖) 2𝑚 − 𝑖 2𝑚 − 1 − 𝑖 !

𝑚! 𝑚 − 𝑖 !

=𝑖

(2𝑚 − 𝑖)

2𝑚 − 𝑖 !

𝑚! 𝑚 − 𝑖 !

=𝑖

(2𝑚 − 𝑖)

2𝑚 − 𝑖

𝑚 , 𝑚 ≥ 𝑖

> 0 ∎

Page 39: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 215

Teorema 1. Jika 𝑝𝑖0(𝑡) menunjukkan probabilitas bahwa dimulai dengan i unit sistemyang

mana dapat menjadi kosong di beberapa titik waktu (≤ 𝑡) untuk waktu kontinu pertama menjadi

kosong sampai waktu t. Kemudian

= 𝑖

(𝑡 − 𝑡1)

𝑡

0

𝜆

𝜇

−𝑖2

𝑒−𝜆𝑡1𝑒−(𝜆+𝜇)(𝑡−𝑡1)𝐼𝑖 2 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1)

Bukti.

𝑝𝑖0 𝑡 = lim

𝑕→0

𝑖

2𝑦 − 𝑖

2𝑦 − 𝑖

𝑦

𝑡−𝑡1

𝑕− 1

2𝑦 − 𝑖 − 1

𝑡1𝑕 + 1 − 1

1 − 1

1

2 𝑡 𝑕 +𝑖

𝑦=𝑖

𝑡𝑕 −𝑖

𝑡1𝑕 =0

𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑦−𝑖 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑦 1 − 𝜆𝑕 + 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑡−𝑡1

𝑕−2𝑦+𝑖 1 − 𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕)

𝑡1𝑕

= lim𝑕→0

𝑖

2𝑦 − 𝑖

(2𝑦 − 𝑖)!

𝑦! (𝑦 − 𝑖)!

𝑡−𝑡1

𝑕− 1 !

2𝑦 − 𝑖 − 1 ! 𝑡−𝑡1

𝑕− 1 − 2𝑦 + 𝑖 + 1 !𝑦=𝑖𝑡1

𝑕

𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑦−𝑖 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑦 1 − 𝜆𝑕 + 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑡−𝑡1

𝑕−2𝑦+𝑖 1 − 𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕)

𝑡1𝑕

= lim𝑕→0

𝑖

𝑦 − 𝑖 ! 𝑦!𝑦=𝑖𝑡1

𝑕

1

𝑕

2𝑦−𝑖−1

𝑡 − 𝑡1 − 𝑕 𝑡 − 𝑡1 − 2𝑕 … 𝑡 − 𝑡1

− 𝑕 2𝑦 − 𝑖 − 1

𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑦−𝑖 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑦 1 − 𝜆𝑕 + 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑡−𝑡1

𝑕−2𝑦+𝑖 1 − 𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕)

𝑡1𝑕

= 𝑖

(𝑡 − 𝑡1)

𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡𝑖1) 2𝑦−𝑖

𝑦 − 𝑖 ! 𝑦! 𝜆

𝜇

−𝑖2

𝑒−𝜆𝑡1𝑒−(𝜆+𝜇)(𝑡−𝑡𝑖)𝑑𝑡1

𝑦=𝑖

𝑡

0

= 𝑖

(𝑡 − 𝑡1)

𝑡

0

𝜆

𝜇

−𝑖2

𝑒−𝜆𝑡1𝑒−(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡1)𝑑𝑡1 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1)

2𝑦−𝑖

𝑦 − 𝑖 ! 𝑦!

𝑦=𝑖

= 𝑖

(𝑡 − 𝑡1)

𝑡

0

𝜆

𝜇

−𝑖2

𝑒−𝜆𝑡1𝑒−(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡1) 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1) 𝑖𝑑𝑡1

𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡𝑖) 2𝑦−2𝑖

𝑦 − 𝑖 ! 𝑦!

𝑦=𝑖

dengan mengambil 𝑘 = 𝑦 − 𝑖

= 𝑖

(𝑡 − 𝑡1)

𝑡

0

𝜆

𝜇

−𝑖2

𝑒−𝜆𝑡1𝑒−(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡1) 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1)

2

𝑖

𝑑𝑡1

4𝜆𝜇 𝑡−𝑡𝑖 2

4

𝑘

𝑘! 𝑖 + 𝑘 + 1 !

𝑘=0

= 𝑖

(𝑡 − 𝑡1)

𝑡

0

𝜆

𝜇

−𝑖2

𝑒−𝜆𝑡1𝑒−(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡1)𝐼𝑖 2 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1) ∎

SIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan:

Page 40: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

216 Makalah Pendamping: Matematika 2

1. dengan pendekatan klasik, beberapa performan dari sistem antrian M/M/1 dapat diturunkn

melalui kombinasi analisis transformasi dan teknik numerik analisis berdasarkan keadaan

setimbang.

2. dengan pendekatan kombinatorial dan lattice path, 𝑝𝑖0(𝑡) menunjukkan probabilitas bahwa

dimulai dengan i unit sistemyang mana dapat menjadi kosong di beberapa titik waktu (≤ 𝑡)

untuk waktu kontinu pertama menjadi kosong sampai waktu t dapat diturunkan dengan

terlebih dahulu mengkonstruksikan banyaknya lattice path yang bersesuaian.

DAFTAR PUSTAKA

Bruneel, H. and Wuyts, I. (1994). Analysis of discrete-time multiserver queueing models with

constants service times. Operations Research Letters, 15:231–236, 1994.

Fallon, J., S. Gao and Niederhausen, H. (2010). Proof of a lattice paths conjecture connected to

the tennis ball problem. Journal of Statistical Planning and Inference, 140:2227–2229,

2010.

Gross, D. and Harris, C. M. (1998). Fundamentals of Queueing Theory: Third edition. John

Wiley & Sons, Canada.

Kleinrock, L. (1975). Queueing Systems: Volume 1. John Wiley & Sons, New York.

Sen, K and Jain, J. L. (1991). Combinatorial Approach to Markovian Queueing Models. Journal

of Statistical Planning and Inference 34 (1), 269-279.

Taha, H. A. (1987). Operations Research. (4thed.). New York: Macmillan.

Takagi, H. (1991). Queueing Analysis: A foundation of performance evaluation. Volume 1.

John Wiley & Sons, New York.

Page 41: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 217

MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR)

Felin Yunita1, Purnami Widyaningsih

2, Respatiwulan

3

JurusanMatematika

FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam

UniversitasSebelasMaret Surakarta

[email protected]

Abstrak

Model susceptible infected recovered (SIR) menjelaskan penyebaran

penyakit dari individu susceptible menjadi infected, kemudian individu infected akan

sembuh (recovered) dan tidak terinfeksi kembali karena memiliki kekebalan.

Penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang bergantung

pada variable lwaktu sehingga disebut proses stokastik. Perubahan banyaknya

individu susceptible, infected, dan recovered merupakan proses stokastik dalam

selang waktu dan variabel random kontinu sehinggadapat dijelaskan dengan model

stokastik SIR.

Tujuan penulisan ini adalah menurunkan model stokastik SIR. Model stokastik

SIR disimulasikan dengan mengambil laju kontak 𝛽, laju kesembuhan 𝛾, dan

individu awal yang terinfeksi I(0) yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan bahwa

jika semakin besar nilai 𝛽 maka puncak epidemi semakin tinggi dan semakin besar

nilai I(0) maka puncak epidemi juga semakin tinggi. Akan tetapi jika semakin besar

nilai 𝛾 maka puncak epidemi semakin rendah.

Kata kunci: model SIR, model stokastik.

1. PENDAHULUAN

Penyakit menular seperti measles (campak), hepatitis, smallpox, dan poliomyelitis (polio)

merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang dapat menyebar melalui kontak langsung,

udara, batuk, dan bersin. Penyakit ini perlu diwaspadai karena dapat mengakibatkan komplikasi,

kerusakan organ tubuh, cacat, kelumpuhan bahkan kematian.

Pada beberapa penyakit, individu yang telah sembuh dari infeksi akan memiliki

kekebalan terhadap penyakit tersebut dalam tubuhnya sehingga individu tersebut tidak

berpotensi untuk terinfeksi kembali. Menurut Hethcote [3], model matematika yang dapat

digunakan untuk menggambarkan pola penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut

adalah model susceptible infected recovered (SIR).

Sebagaimana yang ditulis Parzen [5], perubahan banyaknya individu susceptible, infected

dan recovered pada suatu populasi tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal tersebut

menunjukkan bahwa penyebaran penyakit merupakan suatu kejadian random yang bergantung

pada variabel waktu dan berkaitan dengan probabilitas sehingga bias disebut proses stokastik.

Dengan demikian, model yang dapat menggambarkan peristiwa tersebut yaitu model stokastik

SIR. Model tersebut mengkaji perubahan banyakya individu susceptible, infected dan recovered

dalam selang waktu kontinu.

Page 42: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

218 Makalah Pendamping: Matematika 2

Pada penelitian ini penulis menurunkan ulang model stokastik SIR dan melakukan

penerapan dan simulasi model stokastik SIR. Penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan mengenai model stokastik dalam hubungannya dengan penyebaran penyakit,

khususnya SIR.

2. PEMBAHASAN

2.1 Model Stokastik SIR

Menurut Hethcote [3] populasi pada SIR dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok

individu rentan penyakit atau susceptible (𝑆), kelompok individu yang terinfeksi dan dapat

menyebarkan penyakit ke sejumlah individu lain atau infected (𝐼) dan kelompok individu yang

sudah sembuh atau recovered (𝑅). Banyaknya individu pada kelompok 𝑆, 𝐼 dan 𝑅 pada waktu 𝑡

dinyatakan sebagai 𝑆 𝑡 , 𝐼 𝑡 , dan 𝑅(𝑡). Berikut adalah asumsi yang digunakan pada model SIR

menurut Hethcote [3].

1. Populasi tertutup dan jumlah individu pada populasi konstan 𝑁.

2. Populasi bercampur secara homogen.

3. Laju kelahiran dan laju kematian diabaikan, sehingga model hanya dipengaruhi laju

kontak dan laju kesembuhan.

4. Hanya satu penyakit yang menyebar dalam populasi.

Penurunan model stokastik SIR mengacu pada Allen [2]. Banyaknya individu

susceptible dan infected pada waktu yang akan dating hanya dipengaruhi banyaknya individu

susceptible dan infected pada saat ini. Kejadian ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit

merupakan suatu proses Markov. Penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut dapat

digambarkan dengan model continous time Markov chain (CTMC) SIR.

Dalam penelitian ini terdapat asumsi tambahan yaitu perubahan banyaknya individu

susceptible dan infected mengikuti proses Wiener yang merupakan proses stokastik 𝑊 𝑡 .

Sehingga, perubahan banyaknya individu susceptible dan infected dapat dipandang sebagai

proses stokastik. Model stokastik diturunkan ulang berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.

Dimisalkan banyaknya individu 𝑆 saat 𝑡 adalah 𝑠 dan banyaknya individu 𝐼 saat 𝑡

adalah 𝑖. Banyaknya individu susceptible dan infected dapat berubah setiap waktu dalam

interval waktu 𝑡 = [0, ∞). Jika besarnya perubahan individu 𝑆 pada selang waktu ∆𝑡 yaitu 𝑘 dan

besarnya perubahan individu 𝐼 pada selang waktu ∆𝑡 yaitu 𝑗, maka perpindahan dari state 𝑠 ke

𝑠 + 𝑘 dan dari state 𝑖 ke 𝑖 + 𝑗 disebut transisi. Probabilitas perubahan banyaknya individu

infected dari state 𝑠 ke state 𝑠 + 𝑘 dan dari state 𝑖ke state 𝑖 + 𝑗 pada selang waktu ∆𝑡 disebut

probabilitas transisi yang dapat dituliskan sebagai

𝑝 𝑠,𝑖 , 𝑠+𝑘 ,𝑖+𝑗 ∆𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝑆 𝑡 + ∆𝑡 , 𝐼 𝑡 + ∆𝑡 = 𝑠 + 𝑘, 𝑖 + 𝑗 𝑆 𝑡 , 𝐼 𝑡 = (𝑠, 𝑖)].

(2.1)

Page 43: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 219

Transisi terjadi pada selang waktu ∆𝑡 → 0 dan diasumsikan hanya ada satu individu

yang bertransisi dari state (𝑠, 𝑖) ke 𝑠 + 𝑘, 𝑖 + 𝑗 . Oleh karena itu, ada tiga kemungkinan transisi

yang terjadi yaitu dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠 − 1, 𝑖 + 1), dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠, 𝑖 − 1), dan

dari state (𝑠, 𝑖)ke state 𝑠, 𝑖 .

Pada saat individu bertransisi dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠 − 1, 𝑖 + 1) terjadi

perpindahan satu individu dari kelompok 𝑆 ke 𝐼. Jika 𝛽 adalah laju kontak dan terdapat

sebanyak 𝑠 individu susceptible yang melakukan kontak dengan individu infected, maka

probabilitas transisi dari state 𝑠, 𝑖 ke state (𝑠 − 1, 𝑖 + 1) adalah

𝑝 𝑠,𝑖 ,(𝑠−1,𝑖+1) = 𝛽𝑠𝑖

𝑁∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Pada saat terjadi transisi dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠, 𝑖 − 1) berarti banyaknya individu

infected berkurang satu. Pengurangan satu individu tersebut terjadi karena adanya kesembuhan

alami dengan laju kesembuhan sebesar 𝛾. Sehingga probabilitas transisi dari state (𝑠, 𝑖) ke state

(𝑠, 𝑖 − 1) adalah

𝑝 𝑠,𝑖 ,(𝑠,𝑖−1) = 𝛾𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Pada saat individu infected tetap berada pada state(𝑠, 𝑖) berarti tidak terjadi penambahan

maupun pengurangan banyaknya individu infected. Sehingga besarnya probabilitas transisi dari

state(𝑠, 𝑖)ke state(𝑠, 𝑖)adalah

𝑝 𝑠,𝑖 ,(𝑠,𝑖) = 1 − (𝛽𝑠𝑖

𝑁+ 𝛾𝑖)∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Perpindahan individu dari suatu state ke state yang lain pada selang waktu yang sangat

kecil hanya dimungkinkan terdapat satu individu yang bertransisi. Kemungkinan banyaknya

individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua sangatlah kecil. Sehingga besarnya

probabilitas transisi dengan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan

dua dalam selang waktu ∆𝑡 adalah 𝑜 ∆𝑡 . Persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) dapat dituliskan

dalam suatu sistem persamaan

𝑝 𝑠,𝑖 , 𝑠+𝑘 ,𝑖+𝑗 ∆𝑡 =

𝛽𝑠𝑖

𝑁∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑘, 𝑗 = (−1,1)

𝛾𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑘, 𝑗 = (0, −1)

1 − 𝛽𝑠愰

𝑁+ 𝛾𝑖 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑘, 𝑗 = (0,0)

𝑜 ∆𝑡 , 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛.

Perubahan banyaknya individu mengikuti proses Wiener. Diasumsikan bahwa ∆𝑆 dan

∆𝐼 berdistribusi normal sehingga dapat dituliskan ∆𝑆(𝑡)~𝑁(𝜇 𝑆 ∆𝑡, 𝜎2 𝑆 ∆𝑡) dan

(2.3)

(2.4)

(2.5)

(2.2)

Page 44: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

220 Makalah Pendamping: Matematika 2

∆𝐼(𝑡)~𝑁(𝜇 𝐼 ∆𝑡, 𝜎2 𝐼 ∆𝑡). Menurut Allen [2], model stokastik SIR yang mengikuti proses

Wiener dapat ditulis

𝑑𝑆 = 𝜇 𝑡, 𝑆 𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎 𝑡, 𝑆 𝑡 𝑑𝑊(𝑡)

𝑑𝐼 = 𝜇 𝑡, 𝐼 𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎 𝑡, 𝐼 𝑡 𝑑𝑊(𝑡)

Model stokastik (2.6) dapat disajikan sebagai

𝑑𝑋 = 𝜇 𝑡, 𝑋 𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎 𝑡, 𝑋 𝑡 𝑑𝑊(𝑡)

dengan

𝑋 𝑡 = 𝑆(𝑡)𝐼(𝑡)

, 𝜇 𝑡, 𝑋(𝑡) = 𝜇(𝑡, 𝑆 𝑡 )

𝜇(𝑡, 𝐼 𝑡 ) , dan 𝜎 𝑡, 𝑋(𝑡) =

𝜎(𝑡, 𝑆 𝑡 )

𝜎(𝑡, 𝐼 𝑡 )

yang merupakan fungsi bernilai real serta 𝑊(𝑡) merupakan suatu proses Wiener.

Model stokastik (2.7) memerlukan nilai 𝜇 𝑡, 𝑋(𝑡) dan 𝜎 𝑡, 𝑋(𝑡) yang masing-masing

merupakan mean dan standar deviasi 𝑋 𝑡 (Allen [1]). Nilai-nilai tersebut diperoleh

berdasarkan perubahan state dan probabilitas transisi (2.5).

Model stokastik SIR pada penelitian ini hanya memperhatikan variabel 𝑆 dan 𝐼 sehingga

perubahan state yang diperhatikan adalah perubahan dari state(𝑠, 𝑖) ke state(𝑠 − 1, 𝑖 + 1) dan

perubahan dari state(𝑠, 𝑖) ke state 𝑠, 𝑖 − 1 . Berdasarkan persamaan (2.5), besar probabilitas

transisi untuk perubahan state 𝑘, 𝑗 = (−1,1) adalah 𝛽𝑠𝑖

𝑁 dan probabilitas transisi untuk

perubahan state 𝑘, 𝑗 = (0, −1) sebesar 𝛾𝑖. Nilai mean dapat diketahui dengan menghitung

perkalian antara probabilitas transisi dan perubahan state. Untuk menghitung standar deviasi,

terlebih dahulu menghitung nilai variansi yaitu perkalian probabilitas transisi dan kuadrat dari

perubahan state sehingga diperoleh mean dan standar deviasi yaitu

𝜇 ∆𝑋 = −

𝛽𝑠𝑖

𝑁𝛽𝑠𝑖

𝑁− 쳤𝑖

𝑑𝑎𝑛 𝜎 ∆𝑋 =

𝛽𝑠𝑖

𝑁0

𝛽𝑠𝑖

𝑁− 𝛾𝑖

,

dengan ∆𝑋 = (∆𝑆, ∆𝐼) yaitu perubahan banyaknya individu susceptible dan infected.

Dengan demikian, diperoleh model stokastik SIR yaitu

𝑑𝑆 = −𝛽𝑆𝐼

𝑁𝑑𝑡 −

𝛽𝑆𝐼

𝑁 𝑑𝑊𝑆(𝑡)

(2.7)

(2.6)

Page 45: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 221

𝑑𝐼 = 𝛽𝑆𝐼

𝑁− 𝛾𝐼 𝑑𝑡 +

𝛽𝑆𝐼

𝑁𝑑𝑊𝑆 𝑡 − 𝛾𝐼 𝑑𝑊𝐼(𝑡)

2.2 Penerapan dan Simulasi

Menurut Hethcote [3], cacar air adalah salah salah satu contoh penyakit dengan tipe

penyebaran SIR. Cacar air merupakan suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi yang

disebabkan karena virus dan dapat menyebabkan penyakit luar biasa serta menyebar dengan

cepat. Penyakit ini mudah ditularkan melalui udara, makanan, dan bersentuhan langsung dengan

luka yang diakibatkan oleh penyakit ini.

Pada bagian ini diberikan penerapan model (2.8) pada penyakit cacar air. Parameter

untuk model tersebut diambil dari Johnson [4]. Nilai laju kontak cacar air yaitu 0.65 ≤ 𝛽 ≤

0.85per hari dan laju kesembuhan penyakit 𝛾 = 0.3dengan N =100.

Pada penerapan ini ingin diketahui perilaku penyebaran penyakit cacar air dengan nilai

laju kontakminimal, untuk itu digunakan laju kontak minimal 𝛽 = 0.65 per hari dan laju

kesembuhan penyakit 𝛾 = 0.3 per hari dengan 𝑁 = 100. Dengan demikian, model (2.8) dapat

dituliskan sebagai

𝑑𝑆 = −0.0065 𝑆𝐼 𝑑𝑡 − 0.0065 𝑆𝐼 𝑑𝑊𝑆(𝑡)

𝑑𝐼 = 0.0065 𝑆𝐼 − 0.3 𝐼 𝑑𝑡 + 0.0065 𝑆𝐼 𝑑𝑊𝑆 𝑡 − 0.3 𝐼 𝑑𝑊𝐼(𝑡)

Proses Wiener pada persamaan (2.9), yaitu 𝑑𝑊𝑆(𝑡) dan 𝑑𝑊𝐼(𝑡), didekati dengan

𝜀 𝑑𝑡,𝜀merupakan suatu variabel random yang berdistribusi normal standar 𝜀~𝑁(0,1) , dan

diambil nilai 𝐼 0 = 2 dan 𝑆 0 = 98. Banyaknya individu infected dalam selang waktu

0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dapat dilihat pada Gambar 1.

Garis berwarna biru menunjukkan banyaknya individu infected model stokastik. Dari

garis tersebut terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu banyaknya individu infected semakin

bertambah. Kemudian setelah mencapai waktu 𝑡 tertentu banyaknya individu infected menurun.

Peningkatan dan penurunan banyaknya individu infected pada model stokastik SIR tidak

berupa garis yang mulus, tetapi berfluktuasi naik turun. Dari waktu 𝑡 = 0 sampai 𝑡 = 11,

banyaknya individu infected meningkat dari 2 sampai mencapai maksimal yaitu 24. Saat

𝑡 = 11sampai 𝑡 = 32,banyaknya individu infected menurun dari 24 sampai 0 dan kemudian

tidak mengalami perubahan sepanjang waktu. Hal ini berarti bahwa penyakit tersebut sudah

tidak menyebar.

(2.8)

(2.9)

Page 46: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

222 Makalah Pendamping: Matematika 2

Gambar 1. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 = 0.65, 𝛾 =

0.3,𝐼(0) = 2

Untuk melihat pengaruh𝛽, 𝛾, dan individu awal yang terinfeksi 𝐼(0) terhadap

perubahan banyaknya individu infected, model stokastik SIR pada persamaan (2.7)

disimulasikan.

1) Nilai parameter 𝛾 = 0.3 dan nilai 𝛽 = 0.55, 0.65, dan 0.75

Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 2. Garis berwarna biru menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝛽 = 0.55, garis berwarna merah menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝛽 = 0.65dan garis berwarna hijau menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝛽 = 0.75. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 2,

terlihat bahwa jika semakin besar nilai laju kontak (𝛽) maka puncak epidemi semakin

tinggi.

Gambar 2. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 =

0.55, 0.65, 𝑑𝑎𝑛 0.75, 𝛾 = 0.3, 𝐼(0) = 2

0 11 38400

2

19

24

30

waktu (hari)

ba

nya

knya

ind

ivid

u in

fect

ed

0 10 20 30 4002

20

27

32

40

waktu (hari)

ba

nya

kn

ya

in

div

idu

in

fecte

d

Page 47: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 223

2) Nilai parameter 𝛽 = 0.65 dan nilai 𝛾 = 0.2, 0.3, dan 0.4

Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 3. Garis berwarna biru menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝛾 = 0.2, garis berwarna merah menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝛾 = 0.3dan garis berwarna hijau menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝛾 = 0.4. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 3,

terlihat bahwa jika semakin besar nilai laju kesembuhan 𝛾 maka puncak epidemi

semakin rendah.

3) Nilai parameter 𝛽 = 0.65, 𝛾 = 0.3 dan nilai 𝐼 0 = 2,5, dan 8

Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 4. Garis berwarna biru menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝐼(0) = 2, garis berwarna merah menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝐼(0) = 5, garis berwarna hijau menggambarkan

penyebaran penyakit dengan 𝐼(0) = 8. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4,

terlihat bahwa jika semakin besar nilai 𝐼(0) maka puncak epidemi semakin tinggi.

Gambar 3. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 = 0.65, 𝛾 =

0.2, 0.3, 0.4 dan 𝐼(0) = 2

3. SIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan

1. Model stokastik SIR dinyatakan sebagai

𝑑𝑆 = −𝛽𝑆𝐼

𝑁𝑑𝑡 −

𝛽𝑆𝐼

𝑁 𝑑𝑊𝑆(𝑡)

𝑑𝐼 = 𝛽𝑆𝐼

𝑁− 𝛾𝐼 𝑑𝑡 +

𝛽𝑆𝐼

𝑁𝑑𝑊𝑆 𝑡 − 𝛾𝐼 𝑑𝑊𝐼 𝑡 .

0 10 20 30 4002

15

27

42

50

waktu (hari)

ba

nya

kn

ya

in

div

idu

in

fecte

d

Page 48: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

224 Makalah Pendamping: Matematika 2

2. Simulasi menunjukkan bahwa jika semakin besar nilai 𝛽 maka puncak epidemi semakin

tinggi dan semakin besar nilai 𝐼(0) maka puncak epidemi juga semakin tinggi, tetapi

jika semakin besar nilai 𝛾 maka puncak epidemi semakin rendah.

Gambar 4. Banyaknya individu infected pada selang waktu0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 = 0.65, 𝛾 =

0.3,

𝐼 0 = 2,5, 𝑑𝑎𝑛 8

4. DAFTAR PUSTAKA

[1] Allen, E. J. S., Allen., L. J. S., Arcinigea, A., and Greenwood, P. E., Construction of

Equivalent Stochastic Differential Equation Models, Stochastic Analysis and

Applications (2008), no. 26, 274-297.

[2] Allen, L. J. S., An Introduction to Stochastic Epidemic Models, Mathematical Epidemiology

(2008).

[3] Hethcote, H. W., The Mathematics of Infectious Diseases, SIAM Review 42 (2000), no. 4,

599-653.

[4] Johnson, T., Mathematical Modeling of Diseases : Susceptible-Infected-Recovered (SIR)

Model, Math 4901 Senior Seminar (2009).

[5] Parzen, E., Stochastic Processes, Holden-Day, Inc, United States of America, 1962,

0 10 20 30 4002

5

8

17

25

32

40

waktu (hari)

ba

nya

kn

ya

in

div

idu

in

fecte

d

Page 49: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 225

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

Silvia Kristanti1, Sri Kuntari

2, Respatiwulan

3

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta

[email protected]

Abstrak

Model epidemi susceptible infected susceptible (SIS) merupakan

model yang menggambarkan penyebaran penyakit dengan karakteristik setiap

individu sembuh dapat terinfeksi kembali karena tidak memiliki sistem kekebalan

tubuh permanen. Banyaknya individu terinfeksi tidak dapat diprediksi dengan pasti,

sehingga penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang

bergantung pada variabel waktu atau disebut proses stokastik. Jika perubahan

banyaknya individu terinfeksi ditinjau dalam selang waktu kontinu, maka

penyebaran penyakit dengan karakter tersebut dapat digambarkan dengan

menggunakan model stokastik SIS.

Penyelesaian secara eksak sulit diperoleh, sehingga digunakan penyelesaian

pendekatan. Model yang diperoleh disimulasikan dengan mengambil nilai parameter

𝛽dan 𝛾 berbeda. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh jika semakin besar nilai

parameter 𝛽 maka semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin

banyak juga jumlah individu terinfeksi. Jika semakin besar nilai parameter 𝛾, maka

semakin lama peningkatan penyebaran penyakit dan semakin sedikit jumlah individu

terinfeksi.

Kata kunci: model stokastik SIS, simulasi.

1. PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan setiap individu. Jika individu

tersebut sehat, maka aktivitasnya dapat dilakukan dengan baik. Pada kenyataannya, sebagian

individu belum tentu dapat mempertahankan kondisi kesehatannya. Hal itu dikarenakan terdapat

penyakit yang menyerang pada tubuh individu tersebut. Penyakit tersebut dapat menular dari

individu satu ke individu yang lain melalui kontak langsung (Hetchcote [4]). Pada beberapa

jenis penyakit, individu yang sembuh dapat terinfeksi kembali karena tidak memiliki sistem

kekebalan tubuh permanen (Ianelli [5]). Model matematika yang dapat menggambarkan pola

penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut disebut model SIS.

Penyakit yang memiliki karakteristik model SIS adalah influenza, severe acute

respiratory syndrome(SARS), malaria, pertussis, dan tuberculosis. Menurut Parzen [6],

banyaknya individu yang terinfeksi tidak dapat diprediksi dengan pasti. Hal tersebut

menunjukkan bahwa penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang

bergantung pada variabel waktu sehingga dapat disebut proses stokastik. Jika perubahan

banyaknya individu terinfeksi ditinjau dalam selang waktu kontinu, maka penyebaran penyakit

Page 50: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

226 Makalah Pendamping: Matematika 2

dengan karakter tersebut dapat digambarkan menggunakan model stokastik SIS. Penelitian ini

bertujuan untuk menurunkan model stokastik SIS, menerapkan dan menginterpretasikan model

stokastik SIS melalui simulasi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

mengenai model matematika yaitu model stokastik SIS pada penyebaran penyakit.

2. PEMBAHASAN

2.1 Model Stokastik SIS

Hetchcote [4] menyebutkan bahwa pada model SIS, populasi dikelompokkan menjadi

dua yaitu kelompok susceptible(S) dan kelompok infected(I). Kelompok susceptible adalah

kelompok individu sehat tetapi berisiko terinfeksi penyakit dan kelompok infected adalah

kelompok individu terinfeksi penyakit. Asumsi yang digunakan pada model SIS yaitu

1. populasi tertutup dan banyaknya individu pada populasi konstan,

2. populasi bercampur secara homogen,

3. laju kelahiran sama dengan laju kematian,

4. individu yang lahir merupakan individu yang sehat tetapi rentan penyakit,

5. individu yang telah sembuh dianggap tidak memiliki kekebalan permanen sehingga

dapat tertular penyakit kembali,

6. hanya terdapat satu penyakit yang menyebar dalam populasi tersebut.

Banyaknya individu pada kelompok S dan I pada waktu t masing-masing dinyatakan sebagai

S(t) dan I(t), serta S(t)+I(t)=N dengan N adalah jumlah total individu pada populasi. Pada model

stokastik SIS mempunyai variabel random, yaitu I(t). Jika banyaknya I(t) sebesar i, maka fungsi

probabilitas banyaknya individu terinfeksi pada waktu t adalah

𝑝𝑖 𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝐼 𝑡 = 𝑖

dengan 𝑖 ∈ [0, 𝑁], 𝑡 ∈ [0, ∞] . Banyaknya individu terinfeksi dapat berubah setiap waktu pada

interval 𝑡 ∈ [0, ∞].

Pada selang waktu 𝑡 + ∆ 𝑡, banyaknya I(t) sebesar j. Selanjutnya i dan j disebut sebagai

state. Perpindahan dari statei ke j disebut sebagai transisi. Probabilitas perubahan banyaknya

individu terinfeksi dari statei ke j pada selang waktu ∆ 𝑡 disebut probabilitas transisi, dapat

dituliskan sebagai

𝑝𝑖𝑗 ∆𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝐼 𝑡 + ∆ 𝑡 = 𝑗|𝐼 𝑡 = 𝑖 .

Page 51: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 227

Proses transisi terjadi pada selang waktu yang sangat kecil sehingga diasumsikan hanya ada satu

individu yang bertransisi dari statei ke j. Oleh karena itu, terdapat tiga kemungkinan transisi

yang terjadi yaitu dari state i ke state j=i+1, dari state i ke state j=i-1dan state i ke state j=i.

Pada saat individu bertransisi dari state i ke state j=i+1, berarti banyaknya individu

terinfeksi bertambah satu. Dengan kata lain, terjadi perpindahan satu individu dari kelompok S

ke I karena suatu kontak. Karena diasumsikan populasi homogen sehingga setiap individu pada

kelompok S mempunyai kemungkinan yang sama dapat melakukan kontak dengan individu

pada kelompok I. Jika terdapat i individu terinfeksi pada kelompok I, maka probabilitas individu

kelompok I yang melakukan kontak dengan individu kelompok S sebesar 𝑖

𝑁. Jika besar laju

kontak sebesar 𝛽 , maka besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i+1 pada selang

waktu ∆ 𝑡 adalah

𝑝 𝑖 ,(𝑗=𝑖+1) =𝛽𝑠𝑖

𝑁∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Ketika individu terinfeksi bertransisi dari state i ke state j=i-1, berarti banyaknya

individu terinfeksi berkurang satu. Pengurangan satu individu tersebut disebabkan oleh dua hal.

Pertama, akibat terjadinya perpindahan individu dari kelompok I ke S karena faktor kesembuhan

dengan laju kesembuhan sebesar 𝛾. Kedua, akibat adanya kematian dalam kelompok I dengan

laju kematian sebesar 𝛼. Jadi, besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i-1 pada

selang waktu ∆ 𝑡 adalah

𝑝 𝑖 ,(𝑗=𝑖−1) = 𝛼 + 𝛾 𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Selanjutnya, individu terinfeksi tetap berada pada state i, berarti tidak terjadi

penambahan maupun pengurangan banyaknya individu terinfeksi. Besarnya probabilitas transisi

dari state i ke state j=i pada selang waktu ∆ 𝑡 adalah selisih antara total probabilitas semua

kejadian dengan probabilitas transisi saat terjadi perubahan state i → i+1 dan i → i-1 ,

sehingga dapat dituliskan sebagai

𝑝 𝑖 ,(𝑗=𝑖−1) = 1 − 𝛽𝑠𝑖

𝑁+ 𝛼 + 𝛾 𝑖 ∆𝑡.

Pada selang waktu yang sangat kecil, dimungkinkan hanya terdapat satu individu yang

bertransisi. Dari suatu state ke state lain, kemungkinan banyaknya individu yang bertransisi

lebih dari atau sama dengan dua adalah sangat kecil. Oleh karena itu, besarnya probabilitas

transisi dengan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua dalam

selang waktu ∆ 𝑡 yaitu 𝑜 ∆ 𝑡 . Persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3), dapat dituliskan dalam suatu

sistem persamaan

(2.1)

(2.2)

(2.3)

Page 52: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

228 Makalah Pendamping: Matematika 2

𝑝𝑖𝑗 (∆𝑡) =

𝛽𝑠𝑖

𝑁∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 = 𝑏 𝑖 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑗 = 𝑖 + 1

𝛼 + 𝛾 𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 = 𝑑 𝑖 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑗 = 𝑖 − 1

1− 𝛽𝑠𝑖

𝑁+ 𝛼+𝛾 𝑖 ∆𝑡+𝑜 ∆𝑡 , 𝑗=𝑖

𝑜 ∆𝑡 , 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛

Sistem persamaan (2.4) merupakan model continuous time Markov chain SIS(CTMC SIS)

dengan variabel random I(t) diskrit dan waktu kontinu. Menurut Allen [2], diasumsikan model

stokastik SIS memiliki variabel random I(t) kontinu dan waktu kontinu, sehingga model CTMC

SIS pada persamaan (2.4) dapat dipandang menjadi model stokastik SIS.

Perubahan banyaknya individu terinfeksi adalah selisih antara banyaknya individu

terinfeksi pada waktu 𝑡 + ∆ 𝑡 dengan banyaknya individu terinfeksi pada waktu t yang dapat

dituliskan menjadi ∆𝐼 = 𝐼(𝑡 + ∆ 𝑡) − 𝐼(𝑡). Diasumsikan bahwa ∆𝐼 berdistribusi normal,

∆𝐼 𝑡 ~𝑁 𝜇 𝐼 ∆𝑡, 𝜎2 𝐼 ∆𝑡 . Menurut Allen [2], perubahan banyaknya individu terinfeksi yang

mengikuti proses Wiener pada selang waktu 𝑡 + ∆ 𝑡 untuk ∆ 𝑡 yang sangat kecil, dapat

dinyatakan dalam bentuk sistem persamaan diferensial stokastik yang kemudian disebut dengan

model stokastik. Dengan demikian, model stokastik SIS dapat dituliskan

𝑑𝐼 = 𝜇 𝐼 𝑑𝑡 + 𝜎 𝐼 𝑑𝑊 𝑡 .

Sistem persamaan diferensial stokastik tersusun atas dua bagian yaitu bagian

deterministik dan bagian stokastik. Suku 𝜇 𝐼 merupakan bagian deterministik yang tidak

dipengaruhi proses stokastik, sedangkan 𝜎 𝐼 merupakan bagian stokastik yang dipengaruhi

proses stokastik. Berdasarkan persamaan (2.4), besar probabilitas transisi dari statei ke j=i+1

yaitu 𝛽𝑠𝑖

𝑁∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 dan probabilitas transisi dari statei ke j=i-1 yaitu 𝛼 + 𝛾 𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Menurut Allen [1], nilai harapan dari ∆𝐼 adalah

𝐸 ∆𝐼 = ∆𝐼 𝑝𝑖𝑗

𝑚

𝑗 =1

(∆𝑡)

= 𝛽𝑠𝑖

𝑁− 𝛼 + 𝛾 𝑖 ∆𝑡 + 𝑜(∆𝑡)

= 𝜇 𝐼 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 ,

dengan ∆𝐼 merupakan perubahan banyaknya individu terinfeksi dan 𝑝𝑖𝑗 (∆𝑡) merupakan

probabilitas transisi banyaknya individu terinfeksi. Variansi dari ∆𝐼 adalah

𝑉𝑎𝑟 ∆𝐼 = 𝐸 ∆𝐼 2 − 𝐸(∆𝐼) 2

= 𝛽𝑆𝐼

𝑁+ 𝛼 + 𝛾 𝐼 ∆𝑡 + 𝑜(∆𝑡)

= 𝜎2 𝐼 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

(2.4)

(2.5)

Page 53: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 229

Berdasarkan nilai variansi 𝜎2 𝐼 ∆𝑡 diperoleh

𝜎 𝐼 = â𝑆𝐼

𝑁+ 𝛼 + 𝛾 𝐼.

Dengan demikian, persamaan (2.5) merupakan model stokastik SIS dengan

𝜇 𝐼 =𝛽𝑆𝐼

𝑁− 𝛼 + 𝛾 𝐼

dan

𝜎 𝐼 = 𝛽𝑆𝐼

𝑁+ 𝛼 + 𝛾 𝐼

merupakan suatu proses Wiener. Sehingga persamaan (2.5) dapat dituliskan menjadi

𝑑𝐼 =𝛽𝑆𝐼

𝑁− 𝛼 + 𝛾 𝐼𝑑𝑡 +

𝛽𝑆𝐼

𝑁+ 𝛼 + 𝛾 𝐼𝑑𝑊 𝑡 .

2.2 Penerapan dan Simulasi

Pada bagian ini diberikan penerapan model stokastik SIS (2.6) terhadap penyebaran

penyakit pertussis yang merujuk pada Arino [3]. Penyakit pertussis merupakan penyakit infeksi

saluran nafas akut yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Nilai laju penularan

𝛽 = 0.4 per hari, laju kesembuhan 𝛾 = 0.04per hari, laju kelahiran sama dengan laju kematian

𝛼 = 0.1per hari dengan 𝑁 = 1000sehingga persamaan (2.6) dapat disajikan dengan

𝑑𝐼 = 0.0004𝑆𝐼 − 0.14𝐼 𝑑𝑡 + 0.0004𝑆𝐼 − 0.14𝐼 𝑑𝑊 𝑡 .

Dalam penerapan ini diambil nilai 𝑆(0) = 996 dan 𝐼(0) = 4. Dengan menggunakan program

pada Allen [1], diperoleh Gambar 1 yang menyajikan banyaknya individu terinfeksi pada model

stokastik SIS dalam selang waktu 𝑡 = 0 sampai 𝑡 = 70.

Gambar 1. Banyaknya individu terinfeksi pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 70

0 34 700

640

800

Hari

Ba

nya

knya

ind

ivid

u te

rin

feks

i

(2.6)

(2.7)

Page 54: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

230 Makalah Pendamping: Matematika 2

Dari Gambar 1, garis putus-putus berwarna hitam menunjukkan banyaknya individu

terinfeksi yang hanya mempertimbangkan nilai 𝜇 𝐼 . Sedangkan garis yang berwarna biru

menunjukkan banyaknya individu terinfeksi dengan mempertimbangkan nilai 𝜇 𝐼 dan 𝜎 𝐼 .

Dari kedua garis terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu, banyaknya individu terinfeksi

mengalami peningkatan secara tajam. Kemudian meningkat terus-menerus secara perlahan-

lahan dan cenderung konstan sekitar 𝑡 = 34. Selanjutnya banyaknya individu terinfeksi tidak

turun karena pada karakteristik model SIS, individu I yang sudah sembuh menjadi individu S.

Selanjutnya persamaan (2.7) disimulasikan dengan mengambil nilai parameter 𝛽 yang berbeda.

Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.25,0.3,0.4,0.55 dan 𝛾 = 0.04 pada

selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 100

Gambar 3. Banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.025,0.01,0.075,0.005 dan

𝛾 = 0.04 pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 30

0 23 35 47 54 1000

370

500

620

750

1000

Hari

Ba

nya

kn

ya

in

div

idu

te

rin

feksi

0 8.7 13.515.5 23.7 300

4

7

Hari

Ba

nya

knya

ind

ivid

u te

rin

feks

i

Page 55: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Makalah Pendamping: Matematika 2 231

Gambar 2 menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t dengan nilai

parameter 𝛽 > 𝛾. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan

𝛽 = 0.25 mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 370 pada hari ke-0 sampai ke-54

lalu meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna merah menggambarkan

banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.3 mengalami peningkatan yang tajam dari 4

menjadi 500 pada hari ke-0 sampai ke-47 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung

konstan.

Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.4

mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 620 pada hari ke-0 sampai ke-35 lalu

meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna hitam menggambarkan

banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.55 mengalami peningkatan yang tajam dari 4

menjadi 750 pada hari ke-0 sampai ke-23 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung

konstan. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 2 jika nilai parameter 𝛽 > 𝛾, maka semakin

cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga individu yang terinfeksi.

Gambar 3 menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-𝑡 dengan nilai

parameter 𝛽 < 𝛾 Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan

𝛽 = 0.025 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-23.7.

Garis berwarna merah menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.01

mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-15.5.

Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 =

0.0075 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-13.5.

Garis berwarna hitam menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.005

mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-8.5. Berdasarkan

hasil simulasi pada Gambar 3 jika nilai parameter 𝛽 < 𝛾, maka semakin cepat penurunan

penyebaran penyakit dan individu yang terinfeksi mencapai nol artinya tidak terjadi penularan

penyakit lagi.

3. SIMPULAN

Kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan adalah sebagai berikut.

1. Model stokastik SIS dinyatakan sebagai

𝑑𝐼 = 𝜇 𝐼 𝑑𝑡 + 𝜎 𝐼 𝑑𝑊 𝑡 ,

dengan 𝜇 𝐼 =𝛽𝑆𝐼

𝑁− 𝛼 + 𝛾 𝐼dan 𝜎 𝐼 =

𝛽𝑆𝐼

𝑁+ 𝛼 + 𝛾 𝐼.

2. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh jika semakin besar nilai parameter 𝛽 maka

semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga individu

yang terinfeksi. Jika semakin besar nilai parameter 𝛾 maka semakin lama peningkatan

penyebaran penyakit dan semakin sedikit juga individu yang terinfeksi.

Page 56: MODEL EPIDEMI ROUTING - Pendidikan MATEMATIKA UNSmath.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Ruang-8.pdf · Makalah Pendamping: Matematika 2 177 MODEL EPIDEMI ROUTING Maftuhah1,

Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

232 Makalah Pendamping: Matematika 2

4. DAFTAR PUSTAKA

[1] Allen, E. J. S., Allen L. J. S., A. Armando, and Greenwood P. E., Construction of Equivalent

Stochastic Differential Equation Models, Stochastic Analysis and Aplication (2008, no. 26,

274-297.

[2] Allen, L. J. S., An Introduction to Stochastic Epidemic Models, Tech. report, Departement of

Mathematics and Statistics, Texas Tech University, Lubbock, Texas, 2008.

[3] Arino, J., K. L. Cooke, and J. Velasco Hernandz, An Epidemiology Model That Includes A

Leakly with General Waning Function, AIMsciences 4 (2004), no. 2, 479-495.

[4] Hetchote, H. W., The Mathematics of Infections Disease, SIAM Review 42(2000), no. 4,

599-653

[5] Ianelli, M., The Mathematical Modelling of Epidemic, Tech. report, Mathematics

Departement, University of Trento, Italy, 2005.

[6] Parzen, E., Stochastic Process, Holden-Day, Inc., United States of America, 1962.