modal sosial dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah … · 3 ringkasan suandi. modal sosial...

281
MODAL SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN EKONOMI KELUARGA DI DAERAH PERDESAAN PROVINSI JAMBI SUANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Upload: hoangkhuong

Post on 26-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

MODAL SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

EKONOMI KELUARGA DI DAERAH PERDESAAN PROVINSI JAMBI

SUANDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 2: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Modal Sosial dan

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi” adalah

karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2007

Suandi A561020061

Page 3: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

3

RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN, SUPRIHATIN GUHARDJA, PANG S. ASNGARI, dan EUIS SUNARTI. Teknologi, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan faktor penting dalam menentukan kapasitas masyarakat untuk menghasilkan suatu produk. Namun demikian, faktor produksi tersebut belum mampu melihat tingkat interdependensi antar individu dalam masyarakat kalau tidak didukung oleh faktor institusi dan nilai yang berlaku di masyarakat. Pengalaman selama ini, setiap peningkatan kesejahteraan, masyarakat dianggap sebagai “mesin rusak,” dan pengetahuan yang ada digunakan untuk memperbaiki “mesin” tersebut. Disamping itu, determinan kesejahteraan (well-being) hanya terbatas pada faktor fisik (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia), dan sedikit sekali melihat kesejahteraan dalam konteks modal sosial. Padahal modal sosial merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringan/hubungan keluarga terhadap dunia luar baik bersifat formal maupun informal untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat termasuk masalah peningkatan kesejahteraan keluarga. Penduduk Provinsi Jambi, seperti penduduk lainnya di Indonesia, mengelompok sesuai dengan ciri yang dianut masyarakat, seperti: pola penguasaan lahan, karakteristik sosio-budaya, dan etnisitas sehingga dapat berpengaruh terhadap income inequality. Melihat adanya perbedaan pengelompokan masyarakat di Provinsi Jambi, tingkat kesejahteraan yang diharapkan memiliki nilai tersendiri dan peran modal sosial dalam arti jalinan jaringan kerja baik secara formal maupun informal satu dengan lainnya adalah cukup penting. Hingga saat ini, penelitian dan pengembangan konsep modal sosial dan perannya dalam pembangunan, terutama kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jambi, (2) Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga, (3) Mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga berdasarkan wilayah agroekologi, (4) Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga, dan (5) Menghasilkan model pemberdayaan keluarga di daerah perdesaan. Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi: Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2007. Variabel penelitian adalah sosio-demografi, manajemen sumberdaya, modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat) dan variabel kesejahteraan ekonomi keluarga (kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif). Data penelitian bersumber dari data sekunder dan primer yang diambil dengan cara observasi, wawancara langsung, indepth interview dan Focus Group Discussion (FGD). Jumlah sampel

Page 4: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

4

penelitian 325 keluarga atau 10 persen dari populasi ( 3.257 keluarga) yang diambil secara berturut-turut dengan cara cluster, purposive, dan simple random sampling. Data dianalisis melalui model Structural Equation Modelling (SEM) dengan program LISREL (versi 8.7).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga (objektif dan subjektif) di daerah penelitian tergolong sejahtera. Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga secara positif dipengaruhi oleh faktor manajemen keuangan, tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, manfaat asosiasi bagi keluarga dan faktor tingkat keterpercayaan masyarakat. Distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga (objektif dan subjektif) di daerah penelitian relatif merata. Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di wilayah pegunungan lebih merata dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan di wilayah pesisir pantai. Pengujian melalui model SEM, ternyata laten variabel modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat) baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif sangat nyata terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial yang dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraan mereka semakin baik. Peran modal sosial terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga dapat dilihat dari berbagai bentuk, yakni: (1) Menurut mekanisme. Oleh karena modal sosial bukan merupakan kapital yang dapat mentransformasi langsung terhadap suatu hasil yang diharapkan maka ia dapat dikatakan produktif atau berperan dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga harus melalui berbagai mekanisme. Sesuai dengan manfaat dan akses dari modal sosial yang diharapkan masyarakat sehingga efek modal sosial yang dapat mempengaruhi penghasilan dan kesejahteraan ekonomi keluarga yaitu melalui tiga mekanisme, yakni: sharing informasi diantara anggota kelompok, sistem kerja bersama atau gotong royong (collective action) baik untuk kegiatan produktif maupun kegiatan sosial, dan pengambilan keputusan bersama (musyawarah). (2) Menurut tipe interaksi sosial. Besar kecilnya pengaruh modal sosial terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga sangat ditentukan oleh tipe interaksi sosial yang berkembang atau yang diikuti oleh anggota keluarga, seperti: interaksi sosial melalui kekerabatan keluarga( bonding), melalui kolega atau teman ( bridging) dan interaksi sosial melalui lembaga atau institusi formal (lingking). (3) Menurut dimensi modal sosial. Sesuai dengan konsep yang dikembang dalam penelitian ini dan didukung oleh sosial budaya masyarakat maka dimens i modal sosial yang digunakan yaitu terdiri dari dua dimensi besar yang saling berhubungan secara kausalitas, yakni: asosiasi lokal dan dimensi karakter. Dimensi asosiasi lokal dilihat dari aspek: jumlah asosiasi yang diikuti, tingkat partisipasi, dan manfaat asosiasi, sedangkan dimensi karakter, terdiri dari: keterpercayaan, solidaritas, dan dimensi semangat kerja. Peran lain dari modal sosial yaitu memfasilitasi berbagai akses di masyarakat, seperti: suplai air dan irigasi, kredit, dan akses dalam mendapatkan input pertanian/teknologi. Oleh karena itu, penguatan modal sosial sangat tepat dalam pemberdayaan masyarakat perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga.

Kata-kata kunci: kesejahteraan ekonomi keluarga, disparitas, modal sosial, dan pemberdayaan masyarakat.

Page 5: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

5

ABSTRACT

SUANDI. Social capital and family economic well-being in rural area of Jambi Province. Under the direction of UJANG SUMARWAN, SUPRIHATIN GUHARDJA, PANG S. ASNGARI, and EUIS SUNARTI. The objectives of this study are: (1) to analyze the family economic well-being, (2) to analyze factors effect on family economic well-being, and (3) to comprehend and analyze disparities of family economic well-being, (4) to explore the effect of social capital variables on family objective and subjective economic well-being, and (5) to develop the community development model in rural area of Jambi Province. The research design is cross sectional and was carried out in Kerinci and East Tanjung Jabung districts from January to August 2006. Variables used are socio-demography, family resource management, social capital, and family economic well-being both objective and subjective economic well-being. 325 household samples are chosen using cluster, purposive and random sampling methods. Data were collected using survay, indepth interview, and Focus Group Discussion (FGD). Descriptive, regression analyze, and Structural Equation Modeling (SEM) models were used for data analyzed. The results show that family economic well-being consisted of objective and subjective economic well-being are not poor. Management of family livelihood, participation of family in local asociation, using of asociation in family, and trust factors have positive effect on family objective economic well-being. Family economic well-being consisted of objective and subjective economic well-being are equal (no disparities) among family in the research area. Family economic well-being in mountainous area, however, is better than compared to the family in coastal area. Finally, social capital (asociation and people character) both directly and indirectly has a significant effect on family economic well-being in mountainous area. The research finding also showed that there was no significant effect of social capital on family economic well-being in coastal area. The roles of social capital in generating family economic well-being are created through: (1) sharing informations, (2) asociation activities, and (3) collective actions. Besides, the social capital also give access to: (1) irrigation for farming and water supply for household needs, (2) credit for agriculture activities, and (3) agricultural input and technology for farmers. The research come to the conclusion that strengthening social capital is very important in community development to increase family economic well-being in rural area. Key words: family economic well-being, disparities, social capital, and community

development.

Page 6: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

6

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2007

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 7: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

7

MODAL SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN EKONOMI KELUARGA DI DAERAH

PERDESAAN PROVINSI JAMBI

SUANDI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 8: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:

1. Makmur Sunusi, Ph.D. 2. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.

Page 9: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

9

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Disertasi : Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga Di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi

N a m a : Suandi NRP. : A561020061 Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS Ketua Anggota Prof. Dr. Pang S. Asngari Dr. Ir. Euis Sunarti, MS Anggota Anggota

Diketahui Koordinator Phasing Out Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi GMK Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, MS Tanggal Ujian: 16-08-2007. Tanggal Lulus: 24 September 2007

Page 10: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

10

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul

karya ilmiah ini adalah “Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di

Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. ” Karya ilmiah ini dibuat sebagai syarat guna

penyelesaian studi Program Doktor (S3) pada Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga (GMK).

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc.,

selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS.,

Prof. Dr. Pang S. Asngari, serta Dr. Ir. Euis Sunarti, MS., masing-masing sebagai

anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam

memberikan saran dan masukan guna penyempurnaan karya ilmiah ini.

Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ali Khomsan

selaku ketua Progam Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMK)

Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak membantu kelancaran studi penulis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan mertua,

isteri dan anak-anak serta keluarga lainnya atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Amien!

Bogor, September 2007

Suandi

Page 11: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

11

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Jujun Kerinci pada tanggal 01 Nopember 1963 sebagai

anak kedua dari pasangan Bapak Sulaiman Taher dan Ibu Siti Aman. Pendidikan

sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Jambi, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1993, penulis diterima di Program Studi

Kependudukan pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) dan

menamatkannya pada tahun 1996. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor

pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMK) diperoleh

pada tahun 2002. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Ditjen DIKTI

Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen tetap pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian Universitas Jambi dari tahun 1989 sampai sekarang. Bidang

keahlian yang menjadi tanggung jawab penulis pa da Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi ialah bidang Ekonomi Sumberdaya

Manusia dan Kesejahteraan Keluarga.

Selama bekerja sebagai dosen tetap pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Jambi, penulis pernah dipercaya memangku jabatan

sebagai Ketua Program Studi Agribisnis pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Jambi periode 2001-2004 dan pada periode yang sama

sebagai Anggota Se nat Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Publikasi buku yang dihasilkan penulis selama bekerja sebagai dosen pada

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi, adalah: (1)

Profil Statistik dan Indikator Gender Provinsi Jambi, (2) Kebijakan Pembangunan

Pendidikan di Provinsi Jambi Berbasis Gender, dan (3) Aplikasi Stuctural Equation

Modeling (SEM) dalam Penelitian Keluarga. Publikasi ilmiah yang telah diterbitkan

selama tiga tahun terakhir, adalah: (1) Kondisi Sosio-demografi dan Kemiskinan di

Perdesaan Provinsi Jambi, (2) Hubungan Pekerja Anak terhadap Sosial Ekonomi

Rumahtangga di Kota Jambi, dan (3) Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan

Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Publikasi ilmiah penulis

yang terakhir adalah merupakan bagian dari disertasi.

Page 12: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

12

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

Latar Belakang .......................................................................... 1

Masalah Masalah ...................................................................... 5

Tujuan Penelitian ...................................................................... 7

Kegunaan Penelitian ................................................................. 7

Keterbatasan Penelitian ............................................................ 8

Pembaruan Penelitian ............................................................... 8

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9

Kesejahteraan ekonomi keluarga .............................................. 9

Keterkaitan Institusi Keluarga dengan Sistem Kesejahteraan di Daerah Perdesaan .................................................................. 13

Persepsi Kesejahteraan ekonomi keluarga ................................ 16

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ............................................. 18

Konsep Modal Sosial ................................................................ 21

Perkembangan Penelitian tentang Modal Sosial ....................... 25

Beberapa Dimensi dan Tingkat Hubungan Modal Sosial ......... 27

Interaksi Sosial Kehidupan Masyarakat .................................... 28

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN................... 32

Kerangka Berpikir ..................................................................... 32

Hipotesis Penelitian ................................................................... 34

METODE PENELITIAN .......................................................................... 35

Desain, dan Lokasi Penelitian ................................................... 35

Sumber, Jenis, dan Metode Pengumpulan Data ....................... 36

Waktu Pengumpulan Data Penelitian ....................................... 37

Sampel Penelitian .................................................................... 39

iii

Page 13: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

13

Halaman

Analisis Data ............................................................................. 42

Uji Reliabilitas ........................................................................... 57

Definisi Operasional .................................................................. 59

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 62

Gambaran Umum Daerah Penelitian ........................................ 63

Karakteristik Keluarga Contoh .................................................. 72

ARTIKEL I: PENGARUH FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI, MANAJEMEN SUMBERDAYA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI OBJEKTIF KELUARGA BERDASARKAN WILAYAH AGROEKOLOGI .............................. 86

ABSTRAK ............................................................................................... 86

ABSTRACT ............................................................................................. 87

PENDAHULUAN .................................................................................... 88

METODE PENELITIAN .......................................................................... 90

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 93

Sosio Demografi Keluarga ....................................................... 93

Manajemen Sumberdaya Keluarga............................................ 101

Modal Sosial ............................................................................. 111

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ............................................. 121 Kesejahteraan Ekonomi Objektif .................................. 122

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Objektif ...................................................................... 125

Disparitas Pengeluaran Keluarga .................................. 127

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 130 Kesimpulan ............................................................................... 130 Saran .......................................................................................... 131

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 131

Page 14: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

14

Halaman

ARTIKEL II: PENGARUH FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI, MANAJEMEN SUMBERDAYA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI SUBJEKTIF KELUARGA DI PERDESAAN PROVINSI JAMBI ..................................................... 133

ABSTRAK ............................................................................................... 133

ABSTRACT ............................................................................................. 134

PENDAHULUAN .................................................................................... 135

METODE PENELITIAN .......................................................................... 136

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 139

Sosio Demografi Keluarga ........................................................ 139

Manajemen Sumberdaya Keluarga............................................ 142

Modal Sosial ............................................................................. 145 Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ............................................. 151

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ............................................................................................. 158

Disparitas Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ................ 160

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 162

Kesimpulan ................................................................................ 162 Saran .......................................................................................... 163

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 164

ARTIKEL III: PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI KELUARGA DI WILAYAH PERDESAAN PROVINSI JAMBI .................... 166

ABSTRAK ................................................................................................ 166

ABSTRACT .............................................................................................. 167

PENDAHULUAN ..................................................................................... 168

METODE PENELITIAN .......................................................................... 169

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 172

Modal Sosial .............................................................................. 172

Asosiasi Lokal ............................................................... 172 Karakter Masyarakat ..................................................... 185

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ............................................. 194

Page 15: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

15

Halaman

Kesejahteraan Ekonomi Objektif .................................. 195 Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ................................. 199 Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ................ 207 Model Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Perdesaan ........ 216

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 219 Kesimpulan ................................................................................ 219 Saran .......................................................................................... 220

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 220

PEMBAHASAN UMUM ......................................................................... 223 Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ................ 223

Peran Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ................................................................................ 227

Implikasi Penelitian Keterkaitan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ............................................. 237

Model Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Perdesaan .......... 238

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 241

Kesimpulan ................................................................................ 241 Saran .......................................................................................... 243

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 245 LAMPIRAN .............................................................................................. 256

Page 16: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

16

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan Kualitas Manusia Indonesia dan ASEAN diukur dari HDI (1996-2004) .................................................... 4

2 Sistem, Subsistem dan Faktor- faktor Kesejahteraan ................. 12 3 Definisi, Maksud/Tujuan dan Analisis Modal Sosial ................ 24 4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ....................................... 38

5 Jumlah Responden dan Informan Indepth Intrerview Berdasarkan Kabupaten, Kecamatan dan Desa di Daerah Penelitian, tahun 2006 ....…………………………………....... 41

6 Matrik-matrik Model Laten Variabel ........................................ 49 7 Matrik-matrik Model Pengukuran ............................................. 51 8 Godness of Fit Indecs ................................................................ 55

9 Reliabilitas Instrumen Penelitian: Jumlah item Pertanyaan, nilai ?-cronbach dan ?-cronbach standarisasi, 2006 ................. 58

10 Konstruk/Variabel Penelitian, Indikator, Nilai dan Skala Pengukuran Penelitian, 2006. ................................................... 61

11 Penduduk Berumur 10 tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Kepandaian Membaca/Menulis di Provinsi Jambi, 2002-2004 (%) .................................................................................... 67

12 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SD, SLTP, dan SLTA Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi, 2000 ............ ...... 69

13 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak, 2006 ................................................................................ 73

14 Sebaran Contoh Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah, 2006 ........................................................................................... 74

15 Sebaran Contoh Berdasarkan Tipe Rumah, 2006 ..................... 75

16 Sebaran Contoh Berdasarkan Luas Lantai Rumah, 2006 .......... 76

17 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Dinding Rumah, 2006 ....... 77

18 Sebaran Contoh Berdasarkan Atap Rumah, 2006 ..................... 78

19 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Lantai Rumah, 2006 ......... 79

vii

Page 17: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

17

Halaman

20 Sebaran Contoh Berdasarkan Fasilitas Rumah, 2006 ............... 80

21 Sebaran Contoh Berdasarkan Jarak Rumah dengan Fasilitas Umum, 2006 .............................................................................. 82

22 Sebaran Contoh Berdasarkan Jarak Rumah dengan Fasilitas Umum, 2006 .............................................................................. 83

23 Sebaran Contoh Berdasarkan Akses Rumah dengan Fasilitas Umum, 2006 .............................................................................. 84

24 Sebaran Contoh Berdasarkan Akses Rumah dengan masing-masing Fasilitas Umum, 2006 ................................................... 85

25 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Suami, Tahun 2006 ................................................................................ 95

26 Sebaran Contoh Berdasarkan Pendidikan Non Formal Suami, 2006 ........................................................................................... 96

27 Sebaran Contoh Berdasarkan Kelompok Umur Terpilih, 2006 ................................................................................................... 99

28 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Beban Ketergantungan Keluarga, 2006 .......................................................................... 100

29 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Sumberdaya Keluarga, 2006 .......................................................................... 105

30 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Waktu Keluarga, 2006 ........................................................................................... 106

31 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Anggota Keluarga, 2006 ........................................................................................... 108

32 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Keuangan Keluarga, 2006 ......................................................................... 109

33 Sebaran Contoh dengan Manajemen yang Dirasakan Baik Berdasarkan Sumberdaya, 2006 ................................................ 110

34 Sebaran Contoh Berdasarkan Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti, 2006 ............................................................................. 112

35 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga dalam Asosiasi Lokal, 2006 ...................................... 114

36 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga pada Pertemuan Asosiasi Lokal, 2006 ....................... 115

Page 18: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

18

Halaman

37 Sebaran Contoh Berdasarkan Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, 2006 .......................................................................... 116

38 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Keterpercayaan Masyarakat, 2006 ...................................................................... 118

39 Sebaran Contoh Berdasarkan Solidaritas Masyarakat, 2006 ............. 119

40 Sebaran Contoh Berdasarkan Semangat Kerja, 2006 ................ 121

41 Sebaran Contoh Menurut Tingkat Pengeluaran Keluarga, Tahun 2006 ................................................................................ 123

42 Sebaran Contoh Pengeluaran untuk Berbagai Kebutuhan Keluarga, Tahun 2006 ............................................................... 124

43 Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kesejahteraan Ekonomi Objektif Keluarga, Tahun 2006 ................................. 126

44 Indeks Kuznet Tingkat Pengeluaran Keluarga .......................... 128

45 Sebaran Contoh Menurut Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari, 2006 ..................................................... 151

46 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pangan, 2006 ....................................... 154

47 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Non Pangan, 2006 ............................... 155

48 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Investasi Sumberdaya manusia, 2006 ....................... 157

49 Persentase Contoh Merasa Puas Terhadap Pemenuhan Alokasi Kebutuhan Sehari-hari, 2006 ..................................................... 158

50 Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Keluarga, Tahun 2006 ................................ 159

51 Indeks Kuznet Tingkat Kepuasan Keluarga .............................. 161

52 Reliabilitas Instrumen Penelitian: Jumlah item Pertanyaan, nilai ?-cronbach dan ?-cronbach standarisasi, 2006 ................. 170

53 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Asosiasi Lokal yang Dimiliki, 2006 ........................................................................... 173

54 Sebaran Contoh Berdasarkan Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti, 2006 ............................................................................. 174

Page 19: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

19

Halaman

55 Sebaran Contoh Berdasarkan Partisipasi Anggota Keluarga dalam Asosiasi Lokal, 2006 ...................................................... 175

56 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga pada Pertemuan Asosiasi Lokal, 2006 ...................... 177

57 Sebaran Contoh Berdasarkan Pengambilan Keputusan Keluarga dalam Pertemuan, 2006 ............................................. 177

58 Sebaran Contoh Berdasarkan Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, 2006 .......................................................................... 178

59 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Asosiasi Lokal Bagi Keluarga, 2006 ............................................................................ 180

60 Sebaran Contoh Berdasarkan Akses Asosiasi Lokal bagi Keluarga, 2006 .......................................................................... 183

61 Sebaran Contoh Berdasarkan Berbagai Akses Asosiasi Lokal bagi Keluarga, 2006 .................................................................. 184

62 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Heterogenitas Asosiasi Lokal, 2006 ............................................................................... 185

63 Sebaran Contoh Berdasarkan Karakter Masyarakat, 2006 ....... 187

64 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Keterpercayaan Masyarakat, 2006 ...................................................................... 187

65 Sebaran Contoh Berdasarkan Solidaritas Masyarakat, 2006 ............. 190

66 Sebaran Contoh Berdasarkan Semangat Kerja, 2006 ............... 193

67 Sebaran Contoh Pengeluaran untuk Berbagai Kebutuhan Keluarga, Tahun 2006 ............................................................... 196

68 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Pangan Keluarga, 2006 ........................................................................................... 197

69 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Non Pangan Keluarga, 2006 .......................................................................... 198

70 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Investasi Sumberdaya Manusia, 2006 ...................................................... 199

71 Sebaran Contoh Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari, 2006 ....................................................................... 200

72 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pangan, 2006 ....................................... 203

Page 20: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

20

Halaman

73 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Non Pangan, 2006 ............................... 204

74 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Investasi Sumberdaya Manusia, 2006 . 206

75 Persentase Contoh Keluarga Merasa Puas Terhadap Pemenuhan Alokasi Kebutuhan Sehari-hari, 2006 ................... 206

76 Goodness of Fit Index Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga, 2006 ................................... 208

77 Nilai Gamma dan Betha antar Variabel Laten Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga, 2006 ......... 212

Page 21: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

21

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perkembangan Perekonomian Indonesia dari 1990-2000 ......... 3

2 Modal Sosial sebagai Sumberdaya ............................................ 23

3 Kerangka Konseptual Modal Sosial .......................................... 31

4 Kerangka Berpikir: Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Keluarga ............................................................. 34

5 Letak Lokasi Wilayah Penelitian .............................................. 36

6 Desain dan Lokasi Penelitian .................................................... 41

7 Kerangka Analisis ..................................................................... 42

8 Distribusi Contoh di Daerah Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak, 2006 ............................................. 73

9 Kurva Lorenz Tingkat Pengeluaran Keluarga ........................... 129

10 Kurva Lorenz Tingkat Kepuasan Keluarga ............................... 162

11 Hubungan Struktural Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pegunungan Provinsi Jambi ... 209

12 Hubungan Struktural Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pesisir Pantai Provinsi Jambi .. 210

13 Pemberdayaan Keluarga Berbasis Modal Sosial ....................... 217

Page 22: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

22

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Deskripsi Wilayah Penelitian di Kabupaten Kerinci Menurut Kecamatan dan Desa, Tahun 2006 ............................................ 256

2 Deskripsi Wilayah Penelitian di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Menurut Kecamatan dan Desa, 2006 ............................. 257

3 Distribusi Responden di Daerah Penelitian Berdasarkan Asosiasi Lokal yang Bermanfaat bagi Keluarga, 2006. ............ 258

4 Distribusi Responden di Daerah Penelitian Berdasarkan Heterogenitas Asosiasi Lokal yang Diikuti Keluarga, 2006...... 259

5 Matrik Korelasi antara Variabel Sosio-demografi dan Manajemen Sumberdaya Keluarga dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pegunungan, Tahun 2006 ........ 260

6 Matrik Korelasi antara Variabel Sosio-demografi dan Manajemen Sumberdaya Keluarga dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pesisir Pantai, Tahun 2006 ...... 261

7 Matrik Korelasi antara Variabel Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pegunungan, 2006 ........................................................................................... 262

8 Matrik Korelasi antara Variabel Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pesisir Pantai, 2006 ........................................................................................... 263

9 Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pegunungan ............................................. 264

10 Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Wilayah Pesisir Pantai ........................................... 266

11 Alternatif Model Komplit di Wilayah Perdesaan Provinsi Jambi ........................................................................................ 268

xiii

Page 23: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

23

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fakta menunjukkan bahwa perluasan kerjasama sosial politik dunia belum

dapat mencegah adanya perbedaan (disparities) dan ketidaksamaan (inequality)

antar negara. Menurut laporan United Nations (Santamarina et al., 2002:93),

secara moral hal ini merupakan tantangan besar dari waktu ke waktu dan menjadi

pemicu berbagai persoalan dalam perencanaan pembangunan masa mendatang.

Beberapa ahli memperkirakan, dengan adanya perbedaan dan ketidaksamaan

tingkat kesejahteraan masyarakat antar negara di dunia dapat mengakibatkan

terjadinya instabilitas. Oleh karena itu, PBB yang disponsori oleh UNDP,

mengadakan ”Millenium Summit” dengan nama ”Millenium Development Goals

(MDGs) pada bulan September 2000 yang diikuti oleh 189 negara termasuk

Indonesia dengan menghasilkan beberapa komitmen resmi, antara lain:

mengurangi deprivasi global yang meliputi kemiskinan, kelaparan, kesehatan, dan

Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada masyarakat di seluruh dunia,

khususnya negara-negara berkembang.

Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan

sumberdaya manusia telah disepakati delapan tujuan pembangunan dengan 12

target dan 48 indikator pembangunan yang harus dicapai pada tahun 2015.

Apabila komitmen tersebut dapat dicapai sesuai dengan target yang daharapkan

maka negara-negara berkembang pada tahun 2015 dapat hidup sejahtera dan

makmur seperti negara-negara maju. Pencapaian indikator utama dapat terlihat

dari kemajuan pembangunan dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan

kelaparan, pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial yang stabil (United

Nations, 2003).

Untuk mempercepat program pembangunan Millenium Development

Goals (MDGs), bangsa Indonesia harus bekerja keras terutama meningkatkan

kinerja pemerintah dalam arti menerapkan good governance yang bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), tertib, bersih dan berwibawa. Menurut

pengamatan dan evaluasi Asian Development Bank (ADB), bangsa Indonesia

masih lemah dan rendah dalam menjalankan berbagai indikator pembangunan,

Page 24: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

24

seperti: (1) indikator kebebasan berpendapat dan akuntabilitas, (2) kestabilan

politik, (3) efektivitas pemerintah, (4) kualitas peraturan, (5) ketaatan atas hukum,

dan (6) kontrol korupsi (ADB, 2005;12). Berdasarkan indeks persepsi korupsi

yang disusun oleh Transparancy International, Indonesia menduduki urutan 122

dari 133 negara dan jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara ASEAN

lainnya (seperti: Malaysia, Thailand, dan Filipina, masing-masing hanya

menduduki peringkat 37, 70 dan 92).

Indonesia dengan jumlah penduduk 217,07 juta menyebar kedalam 33

provinsi (BPS, 2004). Berdasarkan data terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia

rata-rata 4,1 persen pertahun dengan pendapatan perkapita sekitar Rp 2.014.565,-

per tahun. Lima belas tahun terakhir, seperti terlihat pada grafik, tampak bahwa

perkembangan perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan cukup signifikan baik diukur dari aspek Gross Domestic Product

(GDP), maupun pendapatan perkapita kecuali pada tahun 1998 perkembangan

perekonomian Indonesia turun drastis yaitu mencapai -13,3 persen akibat krisis

multi dimensi (ekonomi, moneter dan krisis moral). Namun demikian, secara

perlahan dari tahun 1999 sampai sekarang, perekonomian Indonesia pulih kembali

(Gambar 1). Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan bidang ekonomi yang

dijalankan oleh pemerintah cukup berhasil, sedangkan tingkat kesejahteraan

(sumberdaya manusia) yang mengacu pada nilai Human Development Index

(HDI) dari tahun ke tahun terjadi sebaliknya (penurunan).

Merujuk pada laporan UNDP, tampaknya peringkat HDI Indonesia dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan terus menerus. Hal ini merefleksikan

bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dari tahun ke tahun

mengalami penurunan. Dengan arti kata, pembangunan sektor sosial dalam rangka

meningkatkan SDM ternyata tidak sejalan dengan pembangunan ekonomi.

Rendahnya investasi pembangunan sektor sosial (gizi, kesehatan dan

pendidikan) mengakibatkan kualitas SDM Indonesia jauh tertinggal dibandingkan

dengan kualitas SDM negara-negara ASEAN. Seperti terlihat pada Tabel 1,

kualitas SDM Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan kualitas SDM

negara-negara tetangga kecuali pada tahun 1998, nilai HDI Indonesia sedikit lebih

baik dibandingkan dengan negara Filipina namun pada tahun 2000 dan 2004,

Page 25: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

25

indeks HDI Indonesia meningkat cukup drastis yaitu mencapai 109 pada tahun

2000 dan 108 pada tahun 2004, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan HDI

negara-negara ASEAN. Data terakhir menunjukkan bahwa indikator HDI, yakni:

usia harapan hidup Indonesia baru mencapai 67,2 tahun, tingkat melek huruf

sebesar 90,4 persen, rata-rata lama sekolah hanya 7,1 tahun, dan indikator

pendapatan per kapita baru mencapai Rp.591.200.- per tahun (Anonim,

2006b:285).

0,005,00

10,0015,0020,0025,0030,0035,0040,0045,00

Jum

lah

(Rp

)

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

tahun

GDP (puluhan-triliun) PPK (00.000)

Keterangan: GDP (Gross Domestic Product); PPK (Pendapatan Per Kapita)

Gambar 1 Perkembangan Perekonomian Indonesia, Selama 1990 - 2000 Apabila merujuk pada pola pembangunan Indonesia dalam Pasal 33 UUD

1945 yang memberi arah pembangunan ekonomi untuk menuju kesejahteraan

sosial. Kata kunci pembangunan di Indonesia adalah kualitas SDM. Kemudian,

UU RI No 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)

tahun 2000-2004, pembangunan pangan dan gizi tercantum dalam bidang

ekonomi serta sosial budaya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pembangunan

ekonomi yang dikembangkan selama ini tidak berdampak positif terhadap kualitas

SDM. Artinya adalah, setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi, GDP dan

pendapatan perkapita ternyata tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan

kualitas Sumber Daya Manusia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tujuan

pembangunan untuk mewujudkan pembangunan Indonesia seutuhnya belum

tercapai.

Page 26: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

26

Tabel 1 Perkembangan Kualitas Manusia Indonesia dan ASEAN diukur dari Nilai HDI (1996-2004)

Tahun No Negara 1996 1998 2000 2004

01 Brunei 36 33 25 34 02 Indonesia 102 96 109 108 03 Malaysia 53 60 56 61 04 Filipina 95 98 77 84 05 Thailand 52 59 67 74 06 Singapore 3 28 22 25

Sumber: Departemen Kesehatan (Baliwati, YF, et al., 2004) dan Anonim (2006b)

Seperti yang dialami oleh penduduk dunia ternyata di Indonesia tidak jauh

berbeda bahwa kesejahteraan masyarakat antar daerah menunjukkan tingkat

disparitas dan inequality yang cukup kentara. Apabila kesejahteraan didekati

dengan nilai Product Domestic Regional Bruto (PDRB), ternyata pembangunan

terpusat di pulau Jawa yaitu mencapai 59,56 persen dari total pendapatan,

Sumatera 22,05 persen, sedangkan pulau lainnya (Kalimantan, Sulawesi dan lain-

lain) hanya 8,22 persen. Kesenjangan pendapatan atau disparitas kesejahteraan

penduduk ini bermuara dari pola pembangunan yang mengacu pada pembangunan

ekonomi, dan dilaksanakan secara fragmented dengan bertumpu pada pertumbuhan

ekonomi dan sedikit sekali menyentuh pembangunan sumberdaya manusia apalagi

pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat.

Padahal tujuan pembangunan adalah membangun manusia Indonesia

seutuhnya dengan arah pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat.

Berkenaan dengan itu, arah pembangunan masa akan datang harus dilaksanakan

secara holistik dan komprehensif dengan melibatkan masyarakat. Supaya arah

pembangunan ini dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka pola

pembangunan ini dapat memanfaatkan berbagai bentuk struktur sosial yang ada

dimasyarakat dan salah satunya adalah modal sosial. Modal sosial adalah berupa

tingkat kepercayaan, rasa percaya, norma dan jaringan kerja baik informal

maupun formal yang ada di masyarakat mempunyai peran yang cukup penting dan

dapat memicu peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi (James

Coleman, (1990), Pierre Bourdieu, (1993), Robert Putnam, (1995), dan Francis

Fukuyama, (1999). Studi kasus di Indonesia, World Bank melaporkan bahwa

Page 27: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

27

modal sosial mempunyai kontribusi dan berpengaruh positif terhadap peningkatan

kesejahteraan rumahtangga (Grootaert, 1999). Hal ini sejalan dengan visi dan misi

program Millenium Development Goals (MDGs) bahwa pemberantasan

kemiskinan dan kelaparan berbasis pada masyarakat atau penduduk sehingga

penduduk dunia pada tahun 2015, minimal separo dari target pembangunan bebas

dari kemiskinan, kemelaratan dan sejenisnya.

Masalah Penelitian

Kesejahteraan diartikan suatu tata nilai kehidupan dan penghidupan bagi

setiap individu, keluarga dan masyarakat terhadap berbagai aspek, seperti:

ekonomi, sosial, maupun spritual untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan

kebutuhan jasmani dan rohani (Undang Undang Dasar 1945). Kesejahteraan dapat

dibedakan melalui dua pendekatan pengukuran, yakni: kesejahteraan objektif dan

kesejahteraan subjektif.

Pengukuran kesejahteraan objektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan

suatu masyarakat dapat diukur dengan nilai rata-rata dan diukur dengan patokan

tertentu (seperti: ekonomi, sosial dan ukuran lainnya). Dengan kata lain, tingkat

kesejahteraan suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya diukur dengan

patokan yang sama. Menurut Pollak dan Wales (Lokshin dan Ravallion, 2000:

281), pengukuran kesejahteraan obyektif tidak mampu menggambarkan/

mengidentifikasi perilaku permintaan keluarga akan kebutuhannya. Seiring

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebutuhan hidup maka paradigma

kesejahteraan berubah menjadi pengukuran kesejahteraan dalam konteks

“subjektif” atau disebut dengan istilah subjective well-being yaitu melihat standar

hidup yang dimiliki oleh individu atau kelompok masyarakat.

Kesejahteraan subjektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan individu,

keluarga dan masyarakat berbeda satu dengan lainnya karena perbedaan tata nilai

dan sosio-budaya yang dimiliki. Kesejahteraan subjektif secara filosofis

merupakan tipe kesejahteraan yang dapat menyentuh langsung tata nilai

kehidupan dan penghidupan masyarakat karena pendekatan ini melihat

berdasarkan sosio-budaya dan karakteristik masyarakat. Pendekatan ini dapat

Page 28: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

28

dirasakan manfaat dan pengaruhnya secara langsung (kebahagiaan dan kepuasan)

oleh individu, keluarga dan masyarakat. Sehubungan dengan itu, tingkat

kesejahteraan masyarakat dengan indikator subjektif dapat pula melihat tingkat

ketergantungan dimensi standar hidup (standard of living) masyarakat.

Penduduk Provinsi Jambi dikenal dengan tiga kelompok komunitas

masyarakat, yakni: masyarakat yang berada pada wilayah dataran rendah, dataran

tinggi atau pegunungan dan wilayah pesisir pantai atau pasang surut. Wilayah

dataran rendah misalnya, didominasi oleh masyarakat Melayu ditambah dengan

pendatang (transmigran dari Jawa dan Bali) dengan hasil utama karet dan kelapa

sawit, wilayah pesisir pantai atau pasang surut didominasi oleh masyarakat

Melayu, Bugis dan Banjar (migrasi spontan) dengan komoditas utama perikanan

laut, perkebunan kelapa dalam dan usahatani padi sawah pasang surut, sedangkan

di wilayah dataran tinggi atau pegunungan didominasi oleh suku Melayu-Kerinci

dengan komoditas utama perkebunan kulit manis (cassiavera), kopi dan usahatani

padi sawah irigasi. Dengan kata lain, Provinsi Jambi terutama di wilayah dataran

rendah dan wilayah pesisir pantai memiliki etnisitas yang cukup beragam

sehingga dapat berpengaruh terhadap income inequality. Etnisitas berperan

penting sebagai determinan dalam memicu income inequality (Easterly, 1999);

(Lazear, 1995); (Coppin dan Olsen, 1998) dan (Malan, 2000). Setiap peningkatan

sebesar satu unit jumlah kelompok ethnics dalam suatu kelompok masyarakat

akan dapat meningkatkan minimal sebesar 3 persen income inequality (Robinson,

2002:8). Namun demikian, dengan etnisitas yang beragam akan kaya dengan

modal sosial karena memiliki tingkat koneksi atau jaringan kerja yang banyak

dalam kelompok masyarakat baik jaringan sosial maupun ekonomi. Keberagaman

modal sosial ini akan sangat bermanfaat bagi keluarga untuk meningkatkan

kesejahteraan.

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat sehingga besar kecilnya

nilai disparitas dan income inequality di masyarakat dapat mencirikan tingkat

kesejahteraan satu keluarga dengan keluarga lainnya, sedangkan tingkat

kesejahteraan ekonomi keluarga baik kesejahteraan ekonomi objektif maupun

kesejahteraan ekonomi subjektif sangat ditentukan oleh faktor sosio-demografi

keluarga, seperti: tingkat pendidikan, keterampilan, struktur umur dan beban

Page 29: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

29

ketergantungan keluarga. Menurut Deacon dan Firebough (1981), keluarga adalah

unik karena setiap keluarga memiliki ciri yang berbeda satu dengan lainnya.

Sebagai contoh, ada keluarga yang memiliki kekayaan sumberdaya yang

berlebihan tetapi tingkat kesejahteran mereka relatif sama bahkan kadang-kadang

lebih rendah dengan keluarga sumberdaya terbatas, dan sebaliknya keluarga yang

memiliki kekayaan sumberdaya terbatas tetapi tingkat kesejahteraan mereka

berkecukupan. Dengan adanya keunikan keluarga ini, bagaimana peran

manajemen sumberdaya dan modal sosial yang dimiliki keluarga? Dan upaya-

upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk memecahkan berbagai persoalaan

yang dihadapi masayarakat?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kesejahteraan ekonomi

keluarga dan modal sosial yang ada di daerah perdesaan serta merumuskan model

pemberdayaan keluarga.

Tujuan Khusus

(1) Mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di

daerah perdesaan Provinsi Jambi,

(2) Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi

keluarga,

(3) Mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga berdasarkan

wilayah agroekologi,

(4) Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga,

(5) Menghasilkan model pemberdayaan keluarga di daerah perdesaan.

Kegunaan Penelitian

(1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dalam pertimbangan

pengambilan berbagai kebijakan pemberdayaan keluarga,

(2) Sebagai bahan kajian dan pengembangan ilmu keluarga khususnya mengenai

permodelan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Page 30: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

30

Keterbatasan Penelitian

Unit analisis dalam penelitian ini menggunakan keluarga dan belum

memisahkan unit analisis berdasarkan kelompok/asosiasi yang berkembang di

daerah penelitian dan tipe hubungan sehingga tidak dapat membedakan antara

proporsi aktivitas masyarakat yang produktif (ekonomi) dan non-produktif (sosial)

dari berbagai tipe yang ada.

Kebaruan Penelitian

(1) Mengembangkan konsep modal sosial dengan mengkombinasikan dimensi

struktural dan dimensi karakter masyarakat,

(2) Mengembangkan konsep kesejahteraan melalui pendekatan kesejahteraan

ekonomi objektif dan pendekatan kesejahteraan ekonomi subjektif, dan

(3) Mengembangkan model pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis modal

sosial.

Page 31: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

31

TINJAUAN PUSTAKA

Kesejahteraan Keluarga

Secara umum diketahui bahwa dimensi kesejahteraan sangat luas dan

kompleks karena suatu taraf kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang dapat

terlihat (visible) saja tetapi termasuk kesejahteraan non-visible (non-

material/spritual). Menurut Morris dan Leiser (1979), kesejahteraan penduduk

suatu negara dapat diukur dengan pengukuran indeks komposit dari kualitas

manusia atau disebut dengan istilah PQLI. Physical Quality of Life Index (PQLI)

atau di Indonesia dikenal dengan istilah Indeks Mutu Hidup (IMH) yaitu

merupakan indeks komposit dari tingkat kematian bayi (IMR), usia harapan hidup

(expectation of life/ei) dan persentase angka melek huruf dari penduduk dewasa

berumur 15 tahun keatas (LIT). Angka IMR digunakan angka 229, karena IMR

terbesar didunia adalah 229 yaitu di Gabon, sedangkan angka harapan hidup (ei)

adalah 38, karena angka (ei) terendah didunia adalah 38. Untuk nilai terttinggi

PQLI adalah 100, sedangkan terendah adalah 0. Artinya, semakin tinggi nilai

PQLI atau mendekati 100 maka tingkat kesejahteraan (kualitas penduduk)

semakin baik, dan sebaliknya.

Kemudian, era tahun 1990-an, yang disponsori oleh UNDP, indikator

keberhasilan pembangunan atau kesejahteraan penduduk menggunakan ukuran

Human Development Index (HDI) dengan indikator yang tidak jauh berbeda

dengan indikator yang digunakan pada pengukuran PQLI, yaitu: tingkat harapan

hidup, tingkat melek huruf orang dewasa, rata-rata lama sekolah dan tingkat

pendapatan perkapita. Namun, beberapa tahun terakhir, pengukuran kualitas

manusia (kesejahteraan) berkembang dengan berbagai istilah, yakni: Human

Poverty Index (HPI), Gender Development Index (GDI), dan Gender

Empowerment Measure (GEM). HPI menggunakan empat indikator, yakni:

kelahiran yang tidak dapat bertahan sampai usia 40 tahun, tingkat buta huruf

orang dewasa, persentase penduduk yang tidak dapat memiliki akses pada fasilitas

kesehatan dan persentase balita yang kurang makan. Pengukuran kualitas manusia

(kesejahteraan) dengan pendekatan GDI menggunakan indikator proporsi

penduduk laki- laki dan perempuan pada indikator tingkat harapan hidup, tingkat

Page 32: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

32

melek huruf, rata-rata lama sekolah dan proporsi penduduk laki- laki dan

perempuan dalam memperoleh pendapatan, sedangkan pendekatan GEM

menggunakan indikator persentase penduduk perempuan terlibat dalam partai

politik, jumlah pegawai profesional dan persentase pendapatan yang diperoleh

dari penduduk perempuan (UNDP, 2004).

Secara mikro terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis

tingkat kesejahteraan keluarga, antara lain: kesejahteraan, kesejahteraan finansial,

status ekonomi, situasi ekonomi, interaksi sosial, dan lain- lain. Dari beberapa

konsep tersebut dapat dijabarkan lebih operasional, terutama dalam konteks

kesejahteraan yang bersifat nyata (ekonomi dan finansial). Seperti yang

dikemukakan oleh Ferguson, Horwood dan Beutrais (Sumarwan dan Hira, 1993)

bahwa kesejahteraan keluarga dapat dibedakan kedalam kesejahteraan ekonomi

(family economic well-being) dan kesejahteraan material (family material well-

being). Kesejahteraan ekonomi keluarga (family economic well-being) misalnya,

diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset dan

pengeluaran), sedangkan kesejahteraan material keluarga (family material well-

being) diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.

Ukuran lain kesejahteraan keluarga yaitu kesejahteraan berdasarkan

konsep kebutuhan minimum (kalori) berdasarkan konversi beras yang dikonsumsi

oleh keluarga (Sajogyo, 1996). Menurut Sajogyo, keluarga yang tergolong

sejahtera dalam arti terpenuhinya kebutuhan fisik minimum yaitu keluarga yang

sudah mampu mengkonsumsi beras minimal 320 kg beras/orang/tahun

(perdesaan) dan 480 kg beras/orang/tahun (perkotaan).

Menurut Maslow, kesejahteraan keluarga diukur dari kualitas sumberdaya

manusia (fisik dan non fisik), sedangkan Word Bank (2004) mengukur

kesejahteraan keluarga dilihat dari proxy pengeluaran. Menurut World Health

Organization (WHO) (Santamarina et al., 2002:97), terdapat enam kategori dari

kesejahteraan (quality of life or individu well-being), yakni: (1) fisik, (2) psikologis,

(3) tingkat kemandirian, (4) hubungan sosial, (5) lingkungan dan (6) spritual.

Secara nasional terdapat dua versi pengukuran kesejahteraan yaitu

pengukuran kesejahteraan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nsional (BKKBN). BPS misalnya,

Page 33: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

33

mengukur kesejahteraan dilihat dari konsep kebutuhan minimum (kalori) proxy

pengeluaran yaitu rata-rata Rp.152.847,- per kapita per bulan (SUSENAS, 2006),

sedangkan BKKBN membagi kesejahteraan keluarga kedalam tiga kebutuhan,

yakni: (1) kebutuhan dasar (basic needs) yang terdiri dari pangan, sandang, papan

dan kesehatan, (2) kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) yang

terdiri dari pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal dan

eksternal, dan (3) kebutuhan pengembangan (developmental needs) yang terdiri

dari tabungan, pendidikan khusus/kejuruan, dan akses terhadap informasi.

Cara mengukur kesejahteraan dapat dilihat dari dua pendekatan, yakni:

(1) Kesejahteraan diukur dengan pendekatan objektif atau disebut dengan istilah

kesejahteraan objektif. Pendekatan dengan indikator objektif melihat bahwa

tingkat kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat hanya diukur secara

rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran

lainnya. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan

pendekatan yang baku (tingkat kesejahteraan masyarakat semuanya dianggap

sama). Menurut Erik (Milligan et al., 2006:22), ukuran yang sering digunakan

yaitu terminologi uang, pemilikan akan tanah, pengetahuan, energi, keamanan,

dan lain- lain. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan konvensional dan

digunakan untuk kepentingan politik karena pengukurannya sangat praktis dan

mudah dilakukan, namun sedikit sekali menyentuh kebutuhan masyarakat

yang sebenarnya.

(2) Kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif atau disebut dengan istilah

kesejahteraan subjektif. Menurut Noll (Milligan et al., 2006:22), kesejahteraan

dengan pendekatan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan

yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan oleh orang lain. Ukuran ini

merupakan ukuran kesejahteraan yang banyak digunakan di negara maju

termasuk Amerika Serikat. Hasil penelitian Sumarwan dan Hira (1993) pada

delapan negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kesejahteraan

masyarakat sangat dirasakan melalui ukuran tingkat kepuasan finansial yang

dimiliki dan dikuasai (Milligan et al., 2006:22).

Berdasarkan tingkat ketergantungan dari dimensi standar hidup (standard

of living) masyarakat, maka tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dibedakan

Page 34: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

34

kedalam satu sistem kesejahteraan (well-being) dan dua subsistem, yakni: (1)

subsistem sosial, dan (2) subsistem ekonomi dengan beberapa faktor (Tabel 2)

(World Bank: Santamarina et al., 2002:93), sedangkan di negara-negara maju,

seperti Canada menggunakan 19 indikator kualitas hidup masyatakat (quality of

life) yang tersebar kedalam empat subsistem, yakni: (1) Indikator ekonomi: (a)

GDP perkapita, (b) pendapatan perkapita, (c) inovasi, (d) lapangan kerja, (e)

melek huruf, dan (f) tingkat pendidikan; (2) Indikator kesehatan: (a) usia harapan

hidup, (b) status kesehatan, (c) tingkat kematian bayi (IMR), dan (d) aktivitas

fisik; (3) Indikator lingkungan: (a) kualitas udara, (b) kualitas air, (c) biodiversity,

dan (d) lingkungan yang sehat, (4) Indikator keamanan dan keselamatan

masyarakat: (a) sukarela, (b) diversity, (c) berpartisipasi dalam aktivitas budaya,

(d) berpartisipasi dalam kegiatan politik, dan (e) keamanan dan keselamatan

(Sharpe, 2004:30).

Tabel 2 Sistem, Subsistem dan Faktor-faktor Kesejahteraan Keluarga

Sistem Subsistem Faktor-faktor a. Kesejahteraan Manusia (individu) - fisik - Psikologi - Spritual - Skills dan leisure

b. Kesejahteraan sosial - pendidikan - kesehatan - Network dan hubungan sosial - life style dan budaya - struktur dan dinamika penduduk - Kekuatan sosial

Sosial

- Kebersamaan, solidaritas dan tanggung jawab c. Konsumsi d. Hak pemilikan akan tanah f. Tingkat kemiskinan

Ekonomi

g. Aktivitas ekonomi Sumber: World Bank (Santamarina et al., 2002:93) disederhanakan.

Page 35: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

35

Keterkaitan Institusi Keluarga dengan Sistem Kesejahteraan di Daerah Perdesaan

Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu subsistem dalam

masyarakat. Subsistem Keluarga dalam masyarakat memiliki fungsi dan tanggung

jawab secara sinergis dengan subsistem lainnya, seperti sistem sosial, ekonomi,

politik, pendidikan dan agama. Dengan adanya interaksi subsistem-subsistem

tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam

masyarakat (equilibrium state). Keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem

sosial yang tertib (social order), dan selanjutnya dapat mempengaruhi ketertiban

dalam sistem sosial yang lebih besar lagi. Dengan kata lain, keluarga memiliki

fungsi mikro dan fungsi makro.

Secara mikro, keluarga berfungsi sebagai penghubung antara keluarga

dengan keluarga lain serta hubungan antar anggota kelua rga. Secara makro,

terdapat hubungan keluarga dengan masyarakat luas. Ketertiban sosial akan dapat

tercipta kalau ada struktur atau strata dalam keluarga, dimana masing-masing

individu akan mengetahui di mana posisinya, dan patuh pada sistem nilai yang

melandasi struktur tersebut. Struktur dalam keluarga diakui dapat menjadikan

institusi keluarga sebagai sistem kesatuan, ada tiga elemen utama dalam struktur

internal keluarga, yaitu: (1) status sosial, (2) fungsi sosial, dan (3) norma sosial,

ketiganya saling kait mengkait.

Menurut Parsons (Megawangi, 2001:66), konsep pokok keluarga

adalah solidaritas. Maksud dari solidaritas dalam keluarga yaitu saling mau

menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka

saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi

keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan keluarga tercapai.

Setiap anggota keluarga mempunyai kepercayaan bahwa solidaritas keluarga

sebagai landasan untuk dapat menumbuhkan solidaritas dan kepercayaan kepada

masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya

individualisme dalam keluarga dan masyarakat, kelompok konservatif memiliki

norma bersama terhadap peraturan perilaku (behavior). Keputusan yang harus

diambil mengarah pada kepentingan bersama dengan tidak menghilangkan hak

azasi manusia sebagai makhluk sosial dengan melakukan berbagai penyesuaian.

Page 36: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

36

Pendapat Parson ini banyak di dukung oleh ahli-ahli agama yang ada didunia ini

terutama yang berkaitan dengan institusi perkawinan dan tanggung jawab.

Implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat, menurut Parsonnian

(Megawangi, 2001:66), keluarga layaknya seperti organisme hidup. Ia diibarat

kan hewan berdarah panas yang dapat memelihara temperatur tubuhnya agar tetap

konstan walaupun kondisi lingkungan berubah. Parsonnian melihat bahwa

institusi keluarga tidak statis atau tidak dapat berubah. Sebaliknya, keluarga

sangat tanggap terhadap perkembangan atau perobahan lingkungan, artinya

keluarga selalu dapat beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan

atau apa yang disebut dengan istilah keseimbangan dinamis (dynamic

equilibrium).

Teori tentang perilaku yang dihubungkan dengan perkembangan sosial

ekonomi masyarakat memberikan gambaran bahwa pada tahap awal proses

industrialisasi, akumulasi kapital merupakan faktor penentu keberhasilan

ekonomi. Karakter masyarakat pada tahap akumulasi kapital dikatakan sebagai

karakter yang ”represif” yaitu hemat, disiplin, suka bekerja keras, dan berjiwa

wiraswasta. Individu dengan karakter yang demikian mampu menahan dirinya

(self-denail), yakni reward harus ditunda sampai terlihat hasil yang nyata.

Karakter yang ”represif” ini dibentuk semenjak anak usia dini di dalam keluarga.

Otoritas orang tua pada tahap awal industrialisasi di Barat sebetulnya masih

dihormati oleh anak-anaknya sehingga secara efektif keluarga dapat membentuk

karakter individu.

Sejalan dengan perkembangan konsep basic need, tampaknya diikuti

perubahan pandangan gaya hidup masyarakat terutama pada era post-modren

(globalisasi). Masyarakat tadinya berperilaku disiplin, hemat dan suka bekerja

keras, ternyata pada masa ini nampaknya masyarakat lebih bersifat ekspresif atau

konsumtif dibandingkan dengan pola awal industrialisasi. Karakter individu yang

ekspresif ini cenderung lebih independen dan ingin bebas, berperilaku untuk

memenuhi nafsu konsumsinya. Karakter ekspresif dikenal dengan sikapnya yang

senang memanjakan dirinya (self-indulgence) dan mementingkan keuntungan

(reward) daripada kerja keras (hard-work). Bahkan reward bisa diperoleh dahulu,

Page 37: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

37

misalnya dengan adanya credit card, yaitu sistem buy now and pay later. Hal ini

tentu berbeda dengan individu yang berperilaku ”represif.”

Globalisasi berarti mendunia, menjadikan semua orang di dunia ini

memiliki model yang sama. Menurut Ponomban, Fendry (Manshur, 2003),

globalisasi bersumber pada realitas liberalisasi ekonomi. Globalisasi merupakan

derap langkah perkembangan teknologi dan komunikasi serta perdagangan

internasional kini mendasarkan dirinya pada paradigma borderless world yang

tidak mengenal batas-batas teritorial kedaulatan negara dan bangsa. Dengan

demikian, akar dari kecenderungan ini adalah kemajuan teknologi yang membuka

jalan bagi terciptanya mekanisme transaksi ekonomi yang begitu canggih

sehingga mendorong dinamika sosial lainnya. Sehubungan dengan itu, tidak pelak

lagi bahwa globalisasi dapat mengakibatkan pemudaran batasan-batasan ruang

yang selama ini menjadi acuan geografis dan kultural. Identitas kultural sebuah

bangsa, misalnya: suku, etnis, dan agama serta kebudayaan lain semakin berubah

diganti dengan identitas campuran yang plural. Anthony Giddens (1997) melihat

bahwa terdapat berbagai implikasi buruk yang diakibatkan gebrakan globalisasi,

seperti adanya resiko kehidupan, penetrasi budaya yang menghasilkan ancaman

terhadap kultural dan nilai-nilai lokal, termasuk persepsi atas kedaulatan sebuah

bangsa. Desakan-desakan globalisasi misalnya tampak terlihat sekali di Indonesia

dengan larisnya komoditas Mc Donald, CNN, Jurassic Park, Laser Disc, model

pakaian terbaru, bahkan AIDS.

Kembali pada pola atau perilaku masyarakat yang berbasis global (post-

modern) ternyata hal lain tak kalah menariknya pada individu-ekspresif yaitu

berorientasi pada kepuasan pribadi, dan cenderung lebih mementingkan

kepentingan pribadi daripada kepentingan kolektif. Hubungan kemasyarakatan

lebih bersifat instrumental yaitu hubungan berlandaskan untung rugi. Padahal

menurut Fukuyama, negara yang maju dan makmur adalah negara yang

mememiliki tingkat toleransi dan kebersamaan yang tinggi. Tampaknya, hal ini

bisa terjadi sejalan dengan teori perkembangan bahwa masyarakat pada industri

tinggi (post-mosdern) adalah other-directed: mencari tahu cara berperilaku dari

hal-hal lain di lingkungan dekatnya (Riesman, 1953). Disamping itu, ekspansi

pasar global ini berpengaruh pula pada hubungan di dalam keluarga. Maka

Page 38: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

38

terciptalah floating mass, yaitu masyarakat yang sudah tercabut dari akarnya

(keluarga, institusi keagamaan, dan komunitas). Fungsi kontrol sosial keluarga,

agama dan masyarakat menjadi tidak efektif lagi sehingga terjadilah keruntuhan

social order seperti yang terjadi di AS.

Persepsi Kesejahteraan Keluarga

Menurut Kayam (Sugiyanto, 1996:58), persepsi adalah pandangan

seseorang terhadap suatu obyek sehingga individu tersebut memberikan reaksi

tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan

berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Berdasarkan pendekatan

psikologis, persepsi merupakan penghayatan langsung oleh seorang pribadi atau

proses-proses yang menghasilkan penghayatan langsung (Noerhadi, 1982),

sedangkan pendekatan sosiologis, persepsi merupakan hasil pengalaman

sekelompok manusia dalam hubungannya dengan obyek atau peristiwa sosial

yang diamati. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek,

terletak pada pengenalan dan penafsiran yang unik terhadap obyek pada suatu

situasi tertentu dan bukan sebagai suatu pencatatan terhadap situasi tertentu

tersebut (Thoha, 1981).

Kreg (Sugiyanto, 1996:59) mendefinisikan persepsi masyarakat tentang

sesuatu adalah proses perubahan kognitif masyarakat untuk manafsirkan serta

memahami dunia yang berbeda di sekitarnya. Menurut Litterer (Asngari, 1984),

mekanisme pembentukan persepsi seseorang yaitu melalui tiga tahapan, yakni:

selectivity, (2) closure, dan (3) interpretation. Artinya, pembentukan persepsi

diawali dari perolehan informasi kemudian orang tersebut membentuk persepsi

dari pemilihan atau penyaringan, kemudian informasi tersebut disusun menjadi

satu kesatuan yang bermakna dan akhirnya diinterpretasikan mengenai fakta dari

keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa lalu

memegang peranan penting. Informasi yang disampaikan pada seseorang

merupakan stimulus, kemudian diteruskan keotak oleh syaraf sensoris sehingga

seseorang akan memahami dan menyadari stimulus tersebut, selanjutnya orang

tersebut melakukan tindakan (Asngari, 1984).

Page 39: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

39

Tinggi rendahnya stimulus seseorang dalam mempersepsikan sesuatu

dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Thorndike (1988), faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek adalah faktor bawaan dan

lingkungan. Faktor bawaan misalnya, adalah faktor bakat, minat, kemauan,

perasaan, fantasi, dan tanggapan, sedangkan faktor lingkungan adalah faktor

pendidikan, lingkungan sosial masyarakat dan faktor lingkungan lainnya.

Berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, menurut Twikromo et al.,

(Sumarti, 1999:23), persepsi terbangun melalui pengalaman dan berbagai macam

proses dalam usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungan mereka.

Artinya, persepsi kesejahteraan akan terbentuk melalui pengalaman hidup

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (keluarga, kelompok, dan

masyarakat) dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup (Sumarti, 1999:24).

Dengan kata lain, kesejahteraan adalah wujud kebudayaan dan terbentuk dalam

proses interaksi sosial dalam masyarakat sehingga persepsi kesejahteraan

masyarakat desa akan berbeda dengan persepsi kesejahteraan masyarakat kota

bahkan berbeda dengan persepsi yang dibuat oleh pemerintah namun kesemuanya

dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pedoman hidupnya untuk mewujudkan

kesejahteraan itu sendiri. Pada masyarakat desa misalnya, nilai-nilai kesejahteraan

diwujudkan dari nilai-nilai lokal yang diperoleh dari hasil sosialisasi dari nilai-

nilai budaya dan agama, sedangkan nilai-nilai kesejahteraan dari sisi pemerintah

merupakan kebijakan yang sudah dirumuskan secara baku, misalnya ”keluarga

kecil bahagia dan sejahtera” padahal menurut konsep kesejahteraan secara

sosiologis dan psikologis bahwa setiap manusia mempunyai nilai tersendiri

tentang persepsi kesejahteraan. Hal ini sependapat dengan Ihromi dan Saifuddin

(Sumarti, 1999:25) bahwa rumusan baku tersebut tidak secara langsung menjadi

realitas yang terwujud dalam kehidupan masyarakat desa yang memiliki

keragaman budaya dan etnis.

Pendekatan yang digunakan seseorang tentang persepsi kesejahteraan

(kesejahteraan subjektif) adalah kebahagiaan dan kepuasan. Namun secara

operasional, menurut Campbell, Converse, dan Rodgers (Sumarwan dan Hira,

1993:346), variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan

dengan variabel kebahagiaan karena ia dapat lebih mudah melihat gap antara

Page 40: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

40

aspirasi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sen (Peck dan Goodwin, 2003:17),

menambahkan bahwa tingkat kepuasan dapat menggambarkan tingkat

kemampuan seseorang mengevaluasi suatu aksi atau dapat menjangkau berbagai

kelompok kesejahteraan, sedangkan kebahagiaan (happiness) hanya dapat

merasakan berbagai peristiwa pada kelompok tertentu dalam aksesnya dengan

masyarakat dan institusi. Kemudian, kepuasan (satisfaction) individu, keluarga

dan atau masyarakat dapat menggambarkan tingkat kemampuan mengkonsumsi

barang dan jasa serta harapan masa depan (Peck dan Goodwin, 2003:7). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh banyak

faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Seperti yang dibuktikan oleh

Sumarwan dan Hira (1993) pada delapan negara bagian di Amerika Serikat,

ternyata tingkat kepuasan (kesejahteraan) finansial keluarga perdesaan

dipengaruhi oleh faktor umur, pendapatan keluarga, aset, sikap (perceived locus of

control), dan kecukupan pendapatan.

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif

Menurut Hayo dan Seifert (2003:330), ada tiga alasan studi tentang

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES) dewasa ini sangat menarik/penting

dilakukan oleh beberapa peneliti di dunia, karena:

(1) KES merupakan variabel kunci dalam kebijakan ekonomi. Bukti empiris

ditunjukkan oleh Frey dan Stutzer (2000) bahwa lembaga politik berkaitan

erat dengan kebahagiaan masyarakat. Hal senada juga dilakukan oleh Di

Della et al. (2001) bahwa makro ekonomi suatu negara berkorelasi positif

dengan KES. Ia menemukan, kesejahteraan ekonomi subyektif mampu

melihat hubungan maksimisasi kesejahteraan secara langsung begitu juga

hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark dan Oswald (Hayo dan Seifert,

2003:330), serta Hinks dan Carola (2005), bahwa KES berkorelasi negatif

dengan tingkat pengangguran. Artinya, semakin tinggi tingkat kesejahteraan

subjektif seorang individu atau kelompok maka tingkat pengangguran

semakin kecil, dan sebaliknya.

Page 41: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

41

(2) KES sebagai dasar pertimbangan dalam politik ekonomi. Menurut Firmuc

(Hayo dan Seifert, 2003), kepuasan ekonomi masyarakat akan mempengaruhi

dukungannya terhadap ekonomi pasar dan demokrasi,

(3) KES sebagai dasar untuk melihatkan kondisi ekonomi objektif dan subjektif

ketika membuat perbandingan kesjahteraan. KES dapat menggambarkan

kesejahteraan ekonomi objektif, seperti: pendapatan perkapita. Kemudian,

KES tidak hanya dapat merefleksikan kekayaaan tetapi juga dapat

menggambarkan kondisi kehidupan obyektif. Sebagai contoh konkrit, studi di

negara barat ternyata terdapat perbedaan persepsi antara kondisi kehidupan

obyektif dengan kesejahteraan subyektif. Artinya, kondisi kehidupan objektif

baik belum tentu kondisi kehidupan subjektif juga baik, dan sebaliknya.

KES tidak hanya dapat merefleksikan tingkat kesejahteraan relatif tetapi

juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan absolut. Hal ini sejalan dengan

pendapat Kapteyn et al. (1987:240) bahwa pengukuran kesejahteraan subjektif

(proxy subjective poverty), keluarga dapat mengukur dengan lebih akurat atas

income yang mereka miliki atau kebutuhan atas persepsi mereka sendiri.

Pendekatan pengukuran KES menggunakan istilah subyektivitas

(subjectivity) atau relativitas (relativity). Kedua-duanya menggunakan terminologi

persepsi (Peck dan Goodwin, 2003:16), namun, kedua pendekatan tersebut

memiliki dampak atau konsekuensi masing-masing. Pendekatan relativitas

misalnya, memiliki beberapa konsekuensi, yakni: (1) ”ever-rising bar of perceived

need”. Artinya, kesejahteraan yang dirasakan bukan kesejahteraan sesaat tetapi

sudah sampai membandingkan dari waktu tertentu dengan waktu lain, misalnya:

membandingkan kesejahteraan sekarang dengan waktu lalu atau yang akan

datang, (2) ada unsur absorbsi informasi baru dari luar, dan (3) ”relativity well-

being” tidak menggambarkan persepsi kesejahteraan secara keseluruhan,

sedangkan pendekatan subjektifitas dapat menggambarkan kesejahteraan lebih

komplek dan nilainya lebih berharga dari barang-barang dan jasa di pasar.

Artinya, individu/keluarga tidak saja mendapatkan pendapatan yang diharapkan

dari kesejahteraan yang dimiliki tetapi lebih dari itu. Kesejahteraan dalam konteks

subjektivitas juga dapat menggambarkan berbagai aspek dalam kehidupannya,

Page 42: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

42

seperti: lapangan pekerjaan/aktivitas ekonomi, tingkat independensi, semangat

hidup, dan kesejahteraan waktu luang (leisure) (Ravallion dan Lokshin, 2001).

Sehubungan dengan hal diatas, menurut Graham dan Pettinato (Peck dan

Goodwin, 2003:18), beberapa studi dewasa ini menggunakan pendekatan

Kesejahteraan Ekonomi Subjketif (KES) sebagai pendekatan dalam mengukur

transisi suatu negara. Hal serupa juga digunakan oleh Stewart (Peck dan Goodwin,

2003:18) dalam mengukur tingkat kesejahteraan wilayah di negara-negara Eropa

(European Union). Studi terbaru di negara-negara Eropa Timur menunjukkan

bahwa KES berkorelasi positif terhadap kepuasan hidup masyarakat (Hayo dan

Seifert, 2003:346). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesejahteraan

ekonomi subyektif maka tingkat kepuasan hidup masyarakat semakin tinggi. Hasil

penelitian lain menunjukkan bahwa persepsi kesejahteraan ekonomi subjektif

dapat berpengaruh dalam pembentukan pasar. Kasus di China, hasil wawancara

terhadap 10.700 keluarga pada 32 kota diperoleh hasil bahwa KES mempunyai

efek positif terhadap restrukturisasi pasar ekonomi bagi pemerintah China

terutama dalam menghadapi pasar global (Nielsen et al., 2004).

Berdasarkan lapangan pekerjaan, ternyata sektor informal berkorelasi

negatif terhadap KES (proksi kepuasan finansial) (Carbonell dan Gerxhani, 2005).

Terdapatnya korelasi negatif antar sektor informal dengan kesejahteraan ekonomi

subyektif karena adanya perbedaan perolehan pendapatan. Maksudnya,

kesejahteraan ekonomi subyektif individu yang bekerja di sektor informal lebih

rendah dari pendapatan yang diterima. Namun disisi lain, penelitian yang

dilakukan oleh Peck dan Goodwin (2003:19), menunjukkan bahwa tingkat

pendapatan keluarga tidak begitu kuat mempengaruhi KES karena tingkat

pendapatan keluarga belum mampu menggambarkan tingkat kepuasan keluarga

secara keseluruhan

KES adalah individual. Teori ekonomi membuktikan bahwa kesejahteraan

secara agregat mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi individu (trickle

down effect). Oleh karena itu, kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa merupakan

jumlah kesejahteraan ekonomi semua individu yang tinggal di beberapa wilayah

dalam kelompok masyarakat. Menurut Peck dan Goodwin (2003:22), tingkat

kesejahteraan ekonomi subyektif dalam masyarakat dapat mempersepsikan lebih

Page 43: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

43

adil (fairness) dalam pendistibusian kekayaan (wealth), kepercayaan (trust) dan

reciprocity diantara individu dan atau kelompok. Sehubungan dengan itu, World

Bank (Peck dan Goodwin, 2003:22) konsep KES berhubungan kuat secara paralel

dengan konsep modal sosial, karena konsep modal sosial merupakan bentuk dari

interaksi sosial dalam masyarakat (quantity and quality) melalui institusi, relasi,

dan norma yang diakui dan dipatuhi secara bersama-sama.

Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan oleh World Bank, terungkap

bahwa modal sosial dapat berkontribusi dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial,

dan psikologi, seperti: pertumbuhan GDP, efisiensi pasar tenaga kerja, pencapaian

tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mengurangi kejahatan (crime), kesehatan,

dan peningkatan efektivitas institusi pemerintah. Hasil penelitian lain

menunjukkan keterkaitan antara KES dengan modal sosial, seperti dibuktikan oleh

Peck dan Goodwin (2003:24). Studi mereka terakhir menunjukkan bahwa kualitas

hidup masyarakat di Canada, memiliki hubungan yang sangat kompleks

diantaranya adalah keterkaitan antara struktur masyarakat dengan kesejahteraan

individu sehingga tidak mengherankan bahwa dewasa ini peran modal sosial

(hubungan sosial) dalam masyarakat memiliki dampak positif terhadap kualitas

hidup.

Konsep Modal Sosial

Menurut Woolcock (Winter, 2000), konsep modal sosial pertama kali

dikembangkan oleh L.F. Hanifan sejak tahun 1916 di daerah bagian Barat

Virginia. Menurut Bourdieu (Winter, 2000), modal sosial merupakan wujud

nyata (sumberdaya) dari suatu institusi kelompok. Modal sosial merupakan

jaringan kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Modal sosial

merupakan investasi strategis baik secara individu maupun kelompok. Sadar

ataupun tidak sadar bahwa modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial

secara langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang

(Bourdieu, 1986:251). Hubungan ini dapat dilakukan dalam hubungan tetangga,

teman kerja (tempat kerja), maupun hubungan antar famili.

Bourdieu menggambarkan bahwa modal sosial merupakan kumpulan

sumberdaya yang dimiliki setiap keanggotaan dalam suatu kelompok yang

Page 44: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

44

digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, ketersediaan jaringan sosial

dalam masyarakat dapat membantu peningkatkan produksi dan ekonomi anggota

melalui pemanfaatan koneksi sosial (pemasaran hasil). Menurut Bourdeiu, modal

ekonomi merupakan sumberdaya dasar, namun modal sosial berperan besar

dalam meningkatkan modal ekonomi seseorang (individu). Jika dibandingkan

dengan Bourdeiu, Coleman menggunakan terminologi berbeda dalam

menggambarkan modal sosial. Coleman menggambarkan modal sosial bukan

dari sesuatu yang terlihat hasil tetapi lebih kepada sesuatu yang dilakukan atau

dengan kata lain fungsi dari modal sosial itu sendiri. Ia memandang bahwa modal

sosial memiliki nilai yang terkandung didalamnya terutama dalam struktur sosial.

Oleh karena itu, Coleman (Winter, 2000), menyebut modal sosial sebagai

sumberdaya karena ia dapat memberi kontribusi terhadap kesejahterran individu

dan masyarakat seperti halnya dengan sumberdaya lain (alam, ekonomi dan

sumberdaya manusia) (Gambar 2).

Dengan arti kata, Coleman melihat bahwa struktur sosial memiliki

berbaga i bentuk tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan oleh individu dan

masyarakat, yakni: kewajiban (obligation) dan harapan, informasi, dan norma-

norma yang dapat menghambat dan mendorong perilaku manusia. Disisi lain,

Coleman melihat bahwa struktur sosia l memiliki trust yang tinggi. Oleh karena

itu, ia percaya kepada orang lain tentang hal-hal yang dikerjakan untuk

kepentingan bersama, karena dalam kehidupan manusia yang memiliki struktur

sosial pasti memiliki harapan dan kewajiban yang sama antar individu. Coleman

mengaplikasikan konsep modal sosial lebih menekankan pada bentuk norma dan

sanksi terutama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Salah satu konsep

yang ia terapkan pada masyarakat yaitu konsep modal sosial pada lembaga

pendidikan. Ia melihat bahwa struktur sosial keluarga cukup berperan dalam

meningkatan prestasi belajar anak di sekolah. Dengan kata lain, Coleman

mengaplikasikan modal sosial keluarga terhadap peningkatan sumberdaya

manusia baik dalam hubungan kekerabatan (bonding) maupun hubungan dalam

masyarakat (bridging).

Page 45: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

45

Kelembagaan, Sosial Budaya, Politik dan Hukum

Dampak Positif dan Negatif

Kesejahteraan Individu dan Masyarakat

- Kesehatan - Kejahatan dan keadilan - Pendidikan dan pelatihan - Kependudukan - Lapangan Pekerjaan - Kebudayaan dan leisure - Rumahtangga - Kualitas lingkungan - Fungsi keluarga dan masyarakat - Pertumbuhan ekonomi - Sumberdaya ekonomi - Kepaduan sosial

Sumber: Edwards, (2004:13).

Gambar 2 Modal Sosial sebagai Sumberdaya

Secara makro, Putnam (Winter, 2000) berpendapat bahwa konsep modal

sosial dapat berupa: hubungan/jaringan, kepercayaan, dan norma-norma yang

Modal Alam

- Cahaya matahari, - Atmosfir, - Air, tanah, mineral, - Flora dan fauna, - Sumber energi, - Fungsi Ekosistem, - Dan lain-lain

Modal Ekonomi

- Aset ekonomi: gedung, lembaga pemerintah, perusahaan, - Infrastruktur: air, listrik, tran- sportasi dan komunikasi. - Fasilitas umum: kesehatan, dan pendidikan. - Teknologi.

Modal sosial

- Jaringan/hubungan - kepercayaan, - Asosiasi, - Norma, - Keimanan. - Tipe hubungan: Bonding, bridging, dan linking

Modal Manusia Kapasitas Personal: - Kesehatan

- Pendidikan

- Keterampilan dan

- Ilmu Pengetahuan

Page 46: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

46

merupakan fasilitas bersama dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Operasionalisasi konsep modal sosial menurut Putnam berbeda dengan konsep

yang dikembangkan oleh Bourdieu dan Coleman. Konsep modal sosial menurut

Putnam, aplikasinya lebih menekankan pada tingkat wilayah (regional, democratic

institutions, dan economic development). Walaupun terminologi modal sosial

menurut Putnam agak berbeda dengan Bourdieu dan Coleman namun kepercayaan

norma (norms of trust) dan reciprocity dalam jaringan-jaringan atau hubungan

sosial/ekonomi merupakan unsur terpenting dalam modal sosial dan merupakan

sumberdaya.

Putnam mengukur modal sosial terfokus pada sistem perilaku

perkembangan ekonomi dan politik pada tingkat regional dan negara (national).

Kemudian, aspek yang dikaji tentang modal sosial menurut Putnam yaitu

berkaitan dengan sistem norma yang berlaku pada bidang ekonomi dan politik.

Pengukuran modal sosial menurut Putnam harus melibatkan beberapa asosiasi

dan institusi formal yang diakui secara syah. Berikut beberapa batasan tentang

modal sosial menurut beberapa ahli (Tabel 3).

Tabel 3 Definisi, Maksud/tujuan dan Analisis Modal Sosial

- Definisi Maksud/tujuan Analysis

Bourdeiu Sumberdaya sosial yang menyediakan akses untuk kepentingan kelompok

Untuk menjamin tercapainya modal ekonomi

Individual dalam kelompok

Coleman Melihat aspek struktur sosial , setiap aktor dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut untuk mencapai kepentingan bersama

Untuk menjamin tercapainya sumberdaya manusia yang berkualitas

Individual dalam keluarga dan masyarakat

Putnam Jaringan/hubungan, kepercayaan, dan norma-norma merupakan fasilitas bersama dan dapat dimanfaatkan bersama

Untuk menjamin tercapainya sistem ekonomi dan demokrasi yang efektif

Region dan negara

Sumber: Winter, (2000).

Page 47: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

47

Berdasarkan berbagai konsep diatas, maka konsep modal sosial menurut

berbagai ahli memiliki terminologi berbeda, seperti: Coleman (1988), melihat

modal sosial dari sudut pandang struktur sosial; Fukuyama (1999) berpendapat

sebagai budaya dan kepercayaan; Bourdieu (1995) berpendapat sebagai

jaringan/hubungan; Woolckok (1998) berpendapat sebagai norma; dan Putnam

(1995) melihat modal sosial dari sudut pandang organisasi sosial (Flores,

Margerita dan Fernando, 2003:1).

Perkembangan Penelitian tentang Modal Sosial

Konsep modal sosial sekarang ini, banyak menjadi perhatian dan kajian

pada berbagai lembaga atau institusi termasuk lembaga riset. Seperti Putman,

Leonardi, dan Naneti (Hobbs, 2000) melihat bahwa di masyarakat modern Italia,

modal sosial: “corak organisasi sosial, kepercayaan, norma dan jaringan sosial

dapat meningkatkan efisiensi dan kemudahan berbagai kehidupan masyarakat

melalui pemanfaatan fasilitas bersama”. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian

Bank Dunia (2000), bahwa institusi, hubungan kemasyarakatan, dan norma dapat

meningkatkan kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat sehingga pada

gilirannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam keperluan individu

maupun kepentingan bersama.

Modal sosial merupakan multi konsep, antara lain norma-norma sosial

yang dipercayai, hubungan sosial dan organisiasi/asosiasi yang dapat

mempengaruhi hubungan diantara anggota masyarakat dan merupakan aset bagi

individu dan kolektif dalam menghasilkan kesejahteraan bersama. Secara makro,

modal sosial dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan

ekonomi. Menurut Fernando (2003), modal sosial merupakan modal alamiah,

hubungan solidaritas dan asosiasi produktif. Kemudian berdasarkan tipe, modal

sosial dapat dilihat secara individu, bisnis, masyarakat, dan pemerintahan. Tipe

individu misalnya merupakan hubungan person yang mempunyai relasi dan dapat

dimanfaatkan oleh dirinya dan orang lain.

Menurut Narayan dan Pritchett (1999:872-873), modal sosial dapat

mempengaruhi berbagai bentuk keluaran (outcomes) bagi masyarakat melalui

lima mekanisme, yakni (1) dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam

Page 48: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

48

memonitor berbagai kegiatan atau kebijakan pemerintah melalui jaringan sosial

(social network); (2) dapat meningkatkan berbagai bentuk tindakan atau kebijakan

bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dalam masyarakat; (3) dapat

memudahkan berbagai bentuk difusi inovasi melalui peningkatan hubungan antar

individu; (4) dapat mengurangi ketidaksempurnaan informasi yang diterima

masyarakat, seperti dalam pemanfaatan fasilitas kredit, berbagai bentuk produksi,

lahan pertanian, dan lapangan kerja; dan (5) dapat meningkatkan asuransi informal

(informal insurance) bagi rumahtangga.

Coller (Hobbs, 2000) membedakan modal sosial pemerintah dengan modal

sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu menerapkan berbagai peran

undang-undang/peraturan, kebebasan, tata nilai, norma-norma serta hubungan

yang bersifat informal yang ada di masyarakat. Di dalam masyarakat, modal sosial

pemerintah terbatas karena proporsi kontrak secara luas ditentukan oleh

kepercayaan dan modal sosial masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh Rose (1999)

melalui studi di Rusia bahwa hubungan individu dalam masyarakat

mengutamakan jaringan informal, dan kerjasama masyarakat, sedangkan

organisiasi formal hampir tidak berfungsi.

Berkaitan dengan manfaat dan fungsi jaringan informal dalam masyarakat

sehingga output yang ditimbulkannya bisa berpengaruh secara positif dan negatif.

Menurut Olson (1982), output negatif sangat dirasakan bagi masyarakat yaitu

besarnya cost yang ditanggungkan, sedangkan ouput positif cukup banyak baik

dilihat dalam bentuk ekonomi maupun sosial. Seperti hasil penelitian Schneider

et al., (1997), jaringan/ikatan hubungan cukup bermanfaat dan menguntungkan

bagi masyarakat dalam pembangunan sosial terutama dalam berbagai aktivitas

pendidikan. Menurut Ostroms (1994) dan Lam (1996), bahwa jaringan sosial

dapat membantu dalam berbagai bentuk proyek masyarakat seperti proyek irigasi.

Lebih tegas lagi dikemukakan oleh Falk dan Kilpatrick (1999) bahwa jaringan

sosial di masyarakat dapat melakukan berbagai bentuk akumulasi modal (ekonomi

dan sosial).

Hasil penelitian Winter (2000) menunjukkan bahwa modal sosial dapat

mempengaruhi kestabilan kehidupan keluarga dan kemandirian masyarakat. Tau

(2003) memperlihatkan bahwa faktor modal sosial mampu mempengaruhi

Page 49: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

49

perekonomian di beberapa negara Afrika. Seperti yang dipresentasekan pada saat

Konferensi Ekonomi masyarakat Afrika Selatan pada tanggal 17-19 September

tahun 2003, dia menyebutkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi

Afrika dapat meningkat dari 1,8 persen pada periode 1980-1990 menjadi 2,7

persen pada periode 1990-2000 melalui pemanfaatakan fasilitas institusi sosial

politik.

Beberapa Dimensi dan Tingkat Hubungan Modal Sosial

Menurut Grootaert (1999), modal sosial mempunyai enam dimensi, yakni:

(1) jumlah keanggotaan, (2) tingkat keberagaman anggota kelompok/organisasi,

(3) intensitas pertemuan, (4) tingkat pengambilan keputusan, (5) besarnya tingkat

kontribusi(uang dan tenaga), dan (6) orientasi masyarakat. World Bank melihat

bahwa modal sosial memiliki dimensi, sebagai berikut: (1) jaringan/ikatan

hubungan dan kelompok/organisasi, (2) solidaritas dan kepercayaan, (3) kegotong

royongan (collective action and cooperations), (4) komunikasi dan informasi, (5)

inklusi dan kohesi sosial dalam masyarakat, dan (6) kebijakan dan pemberdayaan

(Grootaert, 2004:5).

Putnam (Winter, 2000) mengidentifikasikan modal sosial menjadi enam

dimensi, yakni: (1) kebiasaan (tipe perjanjian: formal dan informal), (2) tujuan

bersama (antar institusi saling hormat menghormati), (3) hubungan dalam

pergaulan“bridging” (Trust dan reciprocity) saling membangun secara bersama-

sama), (4) modal sosial sebagai perantara (kepercayaan dapat membangun sistem

kedekatan antar individu), (5) intensitas hubungan (intensitas hubungan antar

individu merupakan kekayaan dan keuntungan ganda dalam masyarakat), and (6)

lokasi sosial (menjalin hubungan kekerabatan (tetangga) dengan baik dapat

membangun sumberdaya modal sosial). Haddad (2000:2) membagi modal sosial

kedalam tiga dimensi, yakni: (1) tingkat partisipasi rumahtangga dalam

kelompok, (2) fungsi kelompok bagi rumahtangga, dan (3) tingkat kepercayaan

rumahtangga dalam kelompok.

Menurut Woolcock (Thomas dan Heres, 2004), modal sosial dapat dilihat

dari tiga tipe ikatan hubungan atau koneksi (type of networks). Pertama, modal

kekerabatan (bonding capital), yaitu ikatan hubungan yang berkaitan dengan

Page 50: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

50

hubungan kekerabatan (emosional tinggi) yakni: hubungan antar anggota

keluarga, teman dekat, dan tetangga. Kedua, modal pergaulan (bridging capital),

yaitu tingkat kekerabatan relatif lebih jauh seperti: teman kerja, dan kolega.

Ketiga, hubungan kelembagaan (linking capital), yaitu ikatan hubungan lebih

renggang lagi dibandingkan kedua ikatan hubungan diatas. Hubungan

kelembagaan hanya dapat terjadi pada ikatan hubungan secara formal ( formal

institutions) baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat

luas. Berkenaan dengan itu, menurut Edward (2004:14) bahwa modal sosial dapat

berkontribusi dalam meningkatkan keakraban dan kebersamaan dalam kehidupan

masyarakat. Apalagi seorang individu atau kelompok masyarakat dalam

menjalinkan interaksi sosial dapat mengembangkan nilai-nilai atau norma-norma

yang mereka miliki di masyarakat baik antar sistem jaringan bonding, bridging

maupun sistem jaringan linking dengan struktur yang terbuka dan komunikatif.

Namun demikian, Edward menambahkan bahwa kefektifan proses komunikasi

antar individu atau kelompok masyarakat harus didukung oleh kondisi politik

yang kondusif, menegakkan supremasi hukum, adanya kelembagaan yang good

governance dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan (Gambar 3).

Modal sosial memiliki multi konsep antara struktur dan kualitas hubungan.

Menurut Stone (2001), Stone dan Hugkes (2002) (Anonim, 2003:3), terdapat tiga

tipe jaringan sosial (social networks), yakni: (1) jaringan informal (informal ties):

hubungan dalam anggota rumahtangga, teman, tetangga dekat dan teman kerja, (2)

jaringan sosial dalam masyarakat: hubungan antar masyarakat lokal, antar

wilayah, dan kelompok lain, dan (3) jaringan sosial dalam institusi (institutional

relationship): sistem pemerintahan, partai, perguruan tinggi, dan lain- lain.

Menurut Coleman (1988, dan 1990), modal sosial melalui jaringan sosial dapat

berperan dalam membentuk modal manusia dan ekonomi.

Interaksi Sosial Kehidupan Masyarakat

Interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat mencirikan suatu

dinamika yang terpola berdasarkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat itu

sendiri. Interaksi sosial merupakan inti dari kehidupan suatu masyarakat yang

Page 51: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

51

berlangsung antara individu dan individu, individu dan kelompok dan kelompok

dengan kelompok. Menurut Simmel (Johnson, 1985:257), melalui interaksi timbal

balik individu, maka ia saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Semua itu

dapat merubah sikap, dan mencerminkan perubahan relasi antar individu,

organisasi atau antar institusi (Garna, 1992:10). Salah satu konsep penting dalam

sistem sosial adalah institutionalization, yaitu pola-pola interaksi yang mapan

antara pelaku sosial yang memiliki status dan peranan tertentu.

Menurut Barth (1969), interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi

antara identitas- identitas sosial yang berbeda dan merupakan interaksi dan simbol-

simbol yang diaktifkan oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam interaksi

tersebut dan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing. Berger dan

Lukman (Johnson, 1986:67) menyebutkan bahwa masyarakat dan berbagai

institusinya diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan

interaksi sosia l manusia.

Menurut Sayogyo (1984:10), interaksi sosial perlu dibedakan tiga hal

pokok, yaitu: (1) orang-orang yang bertindak, (2) kelompok masyarakat yaitu

semua orang yang berinteraksi satu sama lain dengan membina hubungan sosial

dalam beragam proses, dan (3) kebudayaan yaitu seluruh arti berdasarkan nilai-

nilai dan norma-norma yang dihayati bersama serta sarana yang menjadi penyalur

dari yang disampaikan dalam kejadian setiap interaksi. Interaksi sosial terjadi

dalam tiga jenis proses sosial yang bersifat menyatukan, yaitu: proses kerjasama,

asimilasi, akomodasi. Proses sosial lainnya yaitu proses sosial berlawanan, yaitu:

konflik, kontraversi dan persaingan.

Interaksi sosial mempunyai dimensi-dimensi struktural yang terdiri atas

tiga bagian, yaitu: (1) jarak sosial yang menunjukkan kemungkinan

relasi/hubungan sosial antara pelaku-pelaku tertentu mengikat sampai seberapa

jauh orang-orang atau grup dapat bertemu, (2) integrasi sosial yang menunjukan

besar-kecilnya keselarasan/harmoni di dalam proses sosial, dan (3) tingkatan

sosial yang menunjukkan perbedaan kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah

(Sayogyo, 1984:10).

Page 52: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

52

Proses sosial dalam arti adanya konflik yang timbul dalam interaksi sosial

di dalam masyarakat menjadi inti pembahasan teori konflik yang dikembangkan

oleh Dahrendorf yang bersifat pendekatan Struktural Non Marxis (Nasikun, 1985;

dan Verger, 1985). Menurut teori ini konflik adalah suatu gejala yang melekat di

dalam setiap masyarakat sebagai akibat dari proses perubahan yang terus menerus

berlangsung di dalam masyarakat yang dilatarbelakangi motivasi dan keinginan

yang antagonistis atau bertentangan dari dua kategori sosial yaitu kelompok yang

memiliki authority atau kekuasaan dan kelompok yang tidak memiliki authority.

Sebagai gejala yang melekat dalam kehidupan masyarakat maka konflik hanya

akan lenyap bersama dengan lenyapnya masyarakat. Karena itu apa yang

dilakukan orang hanyalah mengendalikan agar konflik yang terjadi diantara

berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan itu tidak akan terwujud dalam

bentuk kekerasan. Bentuk pengendalian itu dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu

(1) konsiliasi yang terwujud di dalam lembaga- lembaga demokratis, (2) mediasi

yaitu kesepakatan kedua pihak yang bertentangan untuk menunjukkan pihak

ketiga memberikan pertimbangan dan nasehat, dan (3) arbitrasi atau perwasitan

yaitu kesepakatan kedua pihak menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak

ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan

konflik antara kedua pihak (Nasikun, 1985).

Menurut Koentjaraningrat (1984), ada empat macam prinsip hubungan yang

mengikat suatu masyarakat khususnya sekelompok orang di desa, yaitu; (1) prinsip

hubungan kekerabatan yang membentuk persekutuan hukum, (2) prinsip hubungan

tinggal dekat yang melahirkan persekutuan territorial, (3) prinsip hubungan yang tidak

timbul dari masyarakat perdesaan sendiri tetapi datang dari atas desa yang memunculkan

persekutuan hukum dari atas, dan (4) prinsip tujuan khusus persekutuan hukum atas

kebutuhan disebabkan misalnya faktor ekologis. Mead (Soekanto, 1984:8) mengatakan

bahwa manusia mempunyai kemampuan berinteraksi dengan pihak-pihak lain, dengan

perantaraan lambang-lambang yang memberi arti pada aktivitas hidupnya. Berdasarkan

perbedaan makna terhadap lambang yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari antar

kelompok masyarakat dapat mengakibatkan menyempitnya proses interaksi yang terjadi,

sedangkan pemaknaan lambang yang sama akan memperluas aktivitas kehidupan

sehingga memberi nilai bagi kehidupan sosial ekonomi.

Page 53: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

53

Modal sosial

Tipe jaringan:

Bonding, Bridging dan linking

Komposisi jaringan: keluarga,

teman, tetangga, kolega,

organisasi/ kelompok.

Sumber: Edwards, (2004:14)

Gambar 3 Kerangka Konsepsual Modal Sosial

Transaksi jaringan:

- Memperkuat dukungan,

- Meningkat pengetahuan,

- negosiasi, - penerapan sanksi .

Kualitas jaringan:

- Norma-norma: # kepercayaan, # imbalan, # efikasi # kebersamaan, - partisipasi sosial - partisispasi ekon.

Struktur jaringan:

- jumlah, - keterbukaan, - komunikasi, - mobilitas,dan - tingkat hubungan.

Kebudayaan - Bahasa, - Sejarah, - Gender, - Agama, - Seni, dan - sport

Politik:

- Peran UU, - Transparansi proses politik, - Good governance

Supremasi Hukum: - independensi

pengadilan, - Transparansi proses hukum, - Kebebasan berpendapat.

Kelembagaan:

- Implementasi kebijakan, - Stabilitas ekonomi

Dampak Positif:

- Pengembangan jaringan kerja, - Peningkatan pengetahuan, - Peningkatan kepercayan

- masyarakat, - Kebahagiaan masyarakat, - Kepuasan mengontrol diri, - transaction cost, - Pemecahan masalah.

Dampak Negatif:

- Adanya hubungan tidak seimbang (unbalance bonding),

- Menurunkan fungsi keluarga (unbalance bridging), - Korupsi (unbalance linking) - Kekacauan dalam masyarakat

Page 54: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

54

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Determinan kesejahteraan (well-being) tidak hanya terbatas pada faktor

fisik (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia) namun dapat juga dilihat dalam

konteks modal sosial (Morris, 1998). Modal sosial adalah sumberdaya terpenting

dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringan/hubungan

keluarga terhadap dunia luar (tetangga dan masyarakat luas) untuk memecahkan

berbagai persoalan termasuk masalah kebutuhan dasar (ekonomi dan psikologi)

keluarga.

Hasil penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa keberadaan modal

sosial (jaringan sosial) individu rumahtangga yang kuat dalam kehidupan

masyarakat berperan untuk mendapatkan berbagai bentuk akses. Dengan kata

lain, anggota keluarga yang memiliki tingkat modal sosial yang kuat berpengaruh

sangat nyata dan signifikan terhadap peningkatan pengeluaran keluarga per kapita

(proxy pendapatan)(Haddad, 2002:2). Hal ini sejalan dengan tiga studi ekonomi

yang dilakukan oleh Knach dan Keefer (1997), Narayan dan Pritchett (1999) dan

Grootaert (1999) secara empiris membuktikan bahwa modal sosial dapat

meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penelitian di daerah perdesaan Tanzania

misalnya, modal sosial individu berhubungan positif dengan income. Artinya,

semakin tinggi tingkat modal sosial individu maka terjadi peningkatan income

sebesar 20-30 persen setiap keluarga (Narayan dan Pritchett, 1999). Modal sosial

dapat mempengaruhi income melalui berbagai kemudahan yang ada di

masyarakat, seperti: penggunaan input pertanian yang modern, dan memperoleh

fasilitas kredit pertanian lebih mudah/cepat. Dengan demikian, modal sosial

berkorelasi positif dengan kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan modal sosial

yang tinggi memiliki tingkat pengeluaran per kapita lebih besar, aset dan tabungan

lebih banyak serta memiliki akses kredit lebih mudah dibandingkan dengan

keluarga yang memiliki investasi modal sosial terbatas (Grootaert, 1999:62).

Secara ekonomi, modal sosial dapat bermanfaat dan menguntungkan

dalam keluarga karena keluarga yang memiliki modal sosial dapat berinteraksi

32

Page 55: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

55

dengan dunia luar dan modal dasar dalam pembangunan sebagai transaction cost

(Fukuyama, 1999). Sebagai contoh, berbagai problem tentang pekerjaan

(pertanian dan non-pertanian) dapat diatasi melalui pemanfaatan jaringan sosial

terutama informasi tentang pasar dan teknologi serta informasi lainnya (Collier,

1998).

Menurut Portes (Grootaert, 1999:4), modal sosial dapat berupa jaringan

sosial atau struktur sosial. Dalam struktur sosial, dapat diukur pada tingkatan

mikro, meso, dan makro. Tingkatan makro misalnya, dapat berupa institusi

pemerintah yang memiliki peraturan dan undang-undang yang jelas dan tegas

sehingga berdampak terhadap kinerja ekonomi nasional. Modak sosial pada

tingkatan meso dan mikro, berupa norma dan jaringan yang dibangun melalui

interaksi antar individu dan keluarga dalam struktur sosial masyarakat. Struktur

sosial yang dimaksud dan terdapat dimasyarakat yaitu asosiasi atau institusi lokal.

Ciri negara makmur adalah negara yang mempunyai kualitas sumberdaya

manusia (karakter) yang tinggi dan ditunjukkan oleh: (1) kehidupan sosial relatif

damai, (2) sedikit konflik, dan (3) terdapat tingkat toleransi yang tinggi dalam

kehidupan bermasyarakat. Keunggulan ini ditunjukkan oleh faktor modal sosial

yang tinggi, yaitu masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.

Sehubungan dengan itu, menurut Fukuyama (Djalil dan Megawangi, 2003:6),

untuk mencapai masyarakat madani, masing-masing individu dan golongan

masyarakat harus dapat menjujung tinggi rasa saling hormat, kebersamaan,

toleransi, kejujuran, dan menjalankan kewajibannya.

Keluarga sebagai suatu sistem dalam masyarakat seperti sistem lainnya

yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan baik sistem lingkungan

fisik yang berupa lingkungan alamiah dan atau buatan maupun sistem lingkungan

sosial. Menurut Parsons (1965), sistem keluarga memiliki tiga elemen utama,

yakni: (1) status sosial, (2) fungsi sosial, dan (3) norma sosial yang saling

berhubungan satu sama lainnya (interralated). Hubungan antar elemen untuk

mewujudkan satu fungsi tertentu terjadi, dan tidak saja bersifat alami tetapi juga

dibentuk oleh berbagai faktor atau kekuatan yang ada disekitar keluarga seperti

nilai-nilai atau norma serta faktor- faktor lain yang ada di masyarakat salah

satunya adalah modal sosial.

33

Page 56: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

56

Namun demikian, keberfungsian faktor modal sosial bagi keluarga di

masyarakat harus ditunjang oleh potensi sumberdaya lain yang dimiliki oleh

masing-masing keluarga terutama di daerah perdesaan. Berdasarkan klasifikasi

sumberdaya, ada ada empat macam sumberdaya, yakni: sumberdaya fisik/alam,

ekonomi, manusia termasuk sosio-demografi, dan sumberdaya atau modal sosial.

Dari keempat sumberdaya tersebut hanya ada tiga sumberdaya yang masuk

kedalam sistem keluarga sebagai input yakni: sumberdaya manusia, ekonomi dan

sumberdaya sosial. Sumberdaya manusia dan ekonomi digabung menjadi satu

kesatuan input yakni status sosial ekonomi, sedangkan sumberdaya sosial menjadi

input tersendiri yang disebut modal sosial. Seperti telah disebutkan sebelumnya

bahwa ketiga sumberdaya tersebut tidak akan dapat digunakan atau dimanfaatkan

secara optimal tanpa ada ditunjang oleh pengelolaan sumberdaya yang baik.

Dengan arti kata, peran manajemen sumberdaya disini sangat penting dalam

mengelola berbagai sumberdaya yang dimiliki keluarga untuk meningkatkan

kesejahteraan baik kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan

ekonomi subjektif.

Lingk. Makro(Alam/Buatan)

Lingk. Makro(SistemMasy)

Lingk. Mikro

ModalAlamModal

EkonomiModal

Manusia

ModalSosial

SISTEM KELUARGA

Input Output

KesejahteraanEkonomiObjektif

Feed back

ManajemenSumberdaya

Keluarga

StatusSosial

Ekonomi

ModalSosial

KesejahteraanEkonomiSubjektif

Proses

Diteliti :Tidak diteliti:

Gambar 4. Kerangka Berpikir: Hubungan Modal Sosial denganKesejahteraan Ekonomi Keluarga

34

Page 57: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

57

Hipotesis Penelitian

(1) Faktor sosio-demografi, dan manajemen sumberdaya keluarga

berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga,

(2) Terdapat ketidakmerataan kesejahteraan ekonomi keluarga di Provinsi

Jambi berdasarkan agroekologi wilayah,

(3) Faktor modal sosial berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan

ekonomi keluarga; dan

(4) Peningkatan modal sosial merupakan model yang tepat secara struktural

dalam pemberdayaan keluarga kaitannya dengan kesejahteraan.

35

Page 58: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

58

METODE PENELITIAN

Desain, dan Lokasi Penelitian

Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi

Jambi dengan dua Kabupaten terpilih, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung Timur

dan Kabupaten Kerinci (Gambar 5). Terpilihnya kedua Kabupaten tersebut sebagai

wilayah penelitian dengan pertimbangan diharapkan dapat mewakili karakteristik

kabupaten yang ada di Provinsi Jambi baik dilihat dari aspek ekologi, ekonomi maupun

sosial budaya. Kabupaten Tanjung Jabung Timur misalnya, dapat mewakili wilayah

pesisir pantai/pasang surut, mayoritas masyarakat berasal dari suku Melayu, Bugis dan

Banjar (migrasi spontan) dengan komoditas utama usaha nelayan, perkebunan kelapa

dalam, dan usahatani padi sawah pasang surut. Kabupaten Kerinci mewakili masyarakat

wilayah pegunungan atau dataran tinggi, mayoritas masyarakat didominasi oleh suku

Melayu-Kerinci dengan komoditas utama usahatani padi sawah irigasi, perkebunan kulit

manis (cassiavera), dan perkebunan kopi disamping usahatani tanaman pangan dan

sayuran.

KERINCI

SAROLANGUN

BATANGHARI

MERANGIN

BUNGO

TANJAB BARAT

MUARO JAMBI

TANJAB. TIMURTEBO

KOTA JAMBI

Luas : 53,435 km²Jumlah Kab, Kota : 9 Kab dan 1 KotaJumlah Penduduk : 2.657.536 jiwa(2006)Kepadatan Penduduk : 50 orang/ km²Pertum Penduduk : 1,98 %/tahun (2004/2005)Pertum Ekonomi : 5,57% (2004/2005)PDRB (hrg berlaku) : Rp.22,5 trilyun (2006)

SEMBILAN LURAH

J A M B I

SEPUCUK

Daerah Pegunungan

DaerahPesisir pantai

Gambar 5 Letak Lokasi Wilayah Penelitian

36

Page 59: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

59

Sumber, Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh langsung dari keluarga dan responden terpilih, sedangkan data sekunder

diperoleh dari instansi dan lembaga terkait disamping dari laporan hasil penelitian,

jurnal maupun majalah yang memuat tentang masalah modal sosial dan

kesejahteraan.

Jenis atau variabel penelitian dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu:

karakteristik keluarga, sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal

sosial, dan variabel kesejahteraan (objektif dan subjektif). Karakteristik keluarga

dan sosio-demografi, variabel yang diteliti meliputi: (1) jumlah anggota keluarga,

(2) umur orang tua (kepala dan ibu rumahtangga), (3) tingkat pendidikan orang

tua (Kepala dan ibu rumahtangga) dan anak, (4) tingkat keterampilan kepala

keluarga, (5) mata pencaharian kepala dan ibu rumahtangga, (6) kepastian

pemilikan lahan (lahan pertanian dan permukiman) dan perahu/kapal, (7)

pendapatan rumahtangga, (8) kondisi perumahan (permanen/sederhana), dan (9)

fasilitas perumahan (air minum, alat penerangan, dan aksesibilitas). Aspek

manajemen sumberdaya keluarga, variabel yang diteliti, meliputi: (1) manajemen

waktu, (2) manajemen anggota keluarga, dan (3) manajemen keuangan.

Aspek modal sosial dibagi dalam dua dimensi, yakni dimensi asosiasi

lokal, dan dimensi karakter masyarakat. Variabel yang termasuk kedalam dimensi

asosiasi lokal, meliputi: (1) jumlah kelompok/organisasi yang diikuti, (2) tingkat

partisipasi keluarga dalam kelompok/organisiasi, dan (3) manfaat kelompok/

organisasi, sedangkan untuk dimensi karakter masyarakat, meliputi: (1) kepercayaan,

(2) solidaritas, dan (3) semangat kerja.

Aspek kesejahteraan ekonomi keluarga dibagi dalam dua dimensi, yakni

kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif. Variabel

kesejahteraan ekonomi objektif, meliputi: (1) kebutuhan pangan, (2) kebutuhan

non pangan, dan (3) kebutuhan investasi sumberdaya manusia, sedangkan

variabel yang diteliti untuk kesejahteraan subjektif yaitu melihat tingkat kepuasan

keluarga, meliputi: (1) pemenuhan kebutuhan pangan, (2) pemenuhan kebutuhan non

Page 60: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

60

pangan, dan (3) pemenuhan kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Disamping

data pokok penelitian ditambah dengan data pendukung yaitu data karakteristik

wilayah. Adapun variabel yang diambil mengenai karakteristik wilayah yaitu

meliputi: (1) data geografi, (2) demografi, (3) sosial budaya, (4) sistem

keorganisasian masyarakat, dan (5) data aksesibilitas wilayah.

Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi.

Untuk mendapatkan data lebih mendalam, pengumpulan data dilanjutkan dengan

metode wawancara mendalam (Indepth Interview) terhadap beberapa responden

terpilih dan Focus Group Discussion (FGD). Untuk lebih jelasnya jenis dan teknik

pengumpulan data penelitian masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

No Jenis Data Metode Pengumpulan Data

01 Karakteristik dan Sosio Demografi Keluarga

Wawancara langsung, dan observasi

02 Manajemen Sumberdaya Keluarga

Wawancara langsung, dan observasi

03 Sumber Penghasilan Keluarga Wawancara langsung

04 Aspek Perumahan Wawancara langsung dan observasi

05 Fasilitas Perumahan Wawancara langsung dan observasi

06 Kesejahteraan ekonomi keluarga Wawancara langsung, observasi, indepth interview, dan FGD.

07 Pengeluaran Keluarga Wawancara langsung

08 Aset/Jumlah Kekayaan Wawancara langsung, dan observasi

09 Modal Sosial Wawancara langsung, observasi, indepth interview, dan FGD.

10 Karakteristik Wilayah Wawancara bebas dan Observasi

Waktu Pengumpulan Data Penelitian

Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai dari

bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengumpulan data penelitian

Page 61: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

61

dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data atau penelitian

penjajakan (uji coba kuesioner). Tahap kedua adalah pengumpulan data primer

dan sekunder.

Selama penelitian penjajakan, pengumpulan data penelitian berjalan

dengan lancar dan tidak ditemui kendala atau hambatan yang berarti. Namun

demikian, peneliti harus menyesuaikan waktu dengan responden. Kasus di

wilayah pesisir pantai misalnya atau responden yang berprofesi nelayan, peneliti

harus menunggu waktu mereka tidak melaut atau pada musim gelombang. Seperti

diketahui, nelayan umumnya di daerah penelitian melaut pada siang hari dan

pulang pada pagi hari sekitar jam 6.00-7.00 WIB setelah itu mereka istirahat tidur.

Artinya, selama musim melaut mereka hampir tidak punya waktu untuk

wawancara termasuk keperluan penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukan

wawancara dengan responden yang berprofesi nelayan selama mereka tidak

melaut yaitu antara bulan desember sampai bulan pebruari.

Hal yang sama juga ditemui di wilayah pegunungan yang mana mayoritas

petani adalah berprofesi sebagai petani sawah. Mereka bekerja mulai dari jam

7.00 – 16.00 WIB. Namun petani sawah ini memiliki waktu senggang lebih

banyak dibandingkan dengan nelayan terutama pada malam hari. Oleh karena itu,

peneliti mengumpul data di wilayah ini harus pada waktu malam hari. Dengan

konsekuensi waktu yang diperlukan peneliti cukup singkat sekali. Namun

demikian, dalam waktu yang relatif singkat ini peneliti dapat mengumpulkan

responden dan menjaring berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian

atas bantuan tokoh masyarakat dan pemuda setempat mengenai tempat tinggal

responden.

Lama Wawancara dan Pendalaman Pertanyaan

Peneliti sebelum berangkat melakukan pengumpulan data sudah

mempersiapkan kuesioner sedemikian rupa terutama waktu yang diperlukan

selama wawancara. Dari 15 responden yang diambil selama penelitian penjajakan,

ternyata rata-rata waktu yang diperlukan untuk wawancara berkisar antara 45

menit sampai satu jam. Dengan arti kata, pengumpulan data selama penelitian

Page 62: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

62

penjajakan cukup lancar dan tidak membosankan bagi responden sehingga

validitas dan reliabilitas data yang diharapkan dari responden cukup representatif.

Kelancaran pelaksanaan penelitian penjajakan ini tidak terlepas dari

persiapan sebelum keberangkatan ke lapangan terutama instrumen yang

digunakan dalam penjaringan informasi data dalam penelitian ini. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini sudah dipersiapkan selama lebih kurang 6 (enam)

bulan yang lalu dengan bantuan atau bimbingan komisi pimbimbing. Dengan

demikian, kedalam dan keluasan informasi yang diharapkan serta kata-kata yang

digunakan dalam menjaring informasi sudah didiskusikan beberapa kali antara

peneliti dengan komisi pembimbing dan atau antar komisi pembimbing sehingga

tingkat validitas dan reliabilitas sudah cukup memadai dan dapat dihandalkan.

Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam instrumen

penelitian cukup dipahami oleh responden. Apalagi pelaksanaan penelitian

penjajakan ini dilakukan langsung oleh peneliti sendiri.

Sampel Penelitian

Daerah penelitian ditentukan dengan metode cluster sampling yaitu

dengan cara membagi daerah berdasarkan agroekologi wilayah sehingga terpilih

wilayah dataran tinggi (pegunungan) yaitu Kabupaten Kerinci dan daerah pesisir

(pasang surut) yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Diambilnya

daerah/wilayah penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat distribusi

penduduk Provinsi Jambi menyebar berdasarkan tipologi tersebut. Selanjutnya,

kecamatan dan desa/kelurahan penelitian diambil secara purposive dan mengikuti

pola yang ada di masing-masing wilayah Kabupaten, sedangkan responden

(rumahtangga) diambil secara acak sederhana (simple random sampling) sebesar

325 orang atau 10 persen dari jumlah rumahtangga yang ada pada seluruh desa

penelitian (3.257 rumahtangga)(Tabel 5). Jumlah sampel yang digunakan sebagai

indepth interview sebanyak 33 orang atau 10 persen dari jumlah responden

masing-masing desa.

Page 63: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

63

Tabel 5 Jumlah Responden dan Informan Indepth Interview Berdasarkan Kabupaten, Kecamatan dan Desa Di daerah penelitian, 2006

Jumlah sampel No

Daerah Penelitian

Jumlah KK/Petani*) Responden Indepht.Int

1 Kabupaten Kerinci: 11 Kecamatan Keliling Danau

111 Desa Jujun 484 48 5 112 Desa Koto Agung 382 38 4 12 Kecamatan Merangin 121 Desa Muak 476 48 5 122 Desa Pondok 404 40 4

2 Kabupaten Tanjung Jabung Timur

21 Kecamatan Nipah Panjang

211 Desa Nipah Panjang I 303 30 3 212 Desa Nipah panjang II 409 41 4 22 Kecamatan Mendahara Ilir 221 Desa Mendahara Ilir 435 44 4 222 Desa Pangkal Duri 364 36 4 - T o t a l 3.257 325 33

Sumber: Monografi Masing-masing Desa Penelitian, tahun 2006. Secara ringkas, metode pengambilan sampel penelitian dan distribusi responden

dapat dilihat pada gambar desain dan lokasi penelitian (Gambar 6).

ProvinsiJambi

KabupatenKerinci

KabupatenTanjabtim

KecamatanKeliling Danau

KecamatanMerangin

KecamatanNipah Panjang

KecamatanMendahara Ilir

Rumahtangga

Cluster sampling

Simple R.S.Purposive

6 bulan

DesaJujun

10 %

DesaKt. Agung

DesaMuak

DesaPondok

DesaNph Pjg I

DesaNph Pjg II

DesaMend Ilir

DesaP.Duri

Gambar 6 Desain dan Lokasi Penelitian

Page 64: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

64

Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis data perlu dilihat keterkaitan antara satu

variabel dengan variabel lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 7, variabel sosio-

demografi, modal sosial dan manajemen sumberdaya keluarga sebagai variabel

exogenous berhubungan secara kausalitas dengan variabel endogenous yaitu

kesejahteraan ekonomi keluarga (objektif dan subjektif).

SOSIO DEMOGRAFI

• Pendidikan Suami• Keterampilan Suami

• Beban Ketergantungan

MANAJEMEN SUMBERDAYA

• Waktu• Anggota Keluarga

• Keuangan

MODAL SOSIAL

ASOSIASI LOKAL

• Jumlah Asosiasi• Tingkat Partisipasi• Manfaat Asosiasi

KARAKTER MASYARAKAT

• Keterpercayaan• Solidaritas

• Semangat Kerja

KESEJAHTERAANEKONOMI KELUARGA

KESEJAHTERAANEKONOMI OBJEKTIF

(Kebutuhan)

• Pangan• Non pangan

• Investasi

KESEJAHTERAANEKONOMI SUBJEKTIF

(Kepuasan)

• Pemenuhan Pangan• Pemenuhan Non pangan

• Pemenuhan Investasi

Gambar 7 Kerangka Analisis Penelitian

Analisis data dimulai dari melakukan sortasi, dan “coding”. Kemudian

dilanjutkan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi tunggal

untuk data karakteristik keluarga, sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga,

modal sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga. Untuk menjawab masing-

masing tujuan penelitian menggunakan analisis sebagai berikut:

(a) Utuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan

ekonomi keluarga (objektif dan subjektif) di analisis dengan uji regresi

berganda. Uji Regresi Berganda (multiple regression) dengan fungsi produksi:

Page 65: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

65

Fungsi Produksi Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Y i = α + b1EDU1 +b2SKILL2 + b3DR3 + b4MW4+ b5MAK5+ b6MK6 + b7ASLOK7 + b8TP8 + b9MA9 + b10KM10+ b11TS11+ b12SK12+ b13WLYH13 + ei

Keterangan: Yi = Tingkat Pengeluaran Keluarga (Rp/keluarga/tahun), EDU1 = Pendidikan suami, SKILL2 = Pendidikan Non Formal Suami,

DR3 = Beban Ketergantungan Keluarga, MW4 = Manajemen Waktu, MAK5 = Manajemen Anggota Keluarga, MK6 = Manajemen Keuangan, ASLOK7= Jumlah Asosiasi yang diikuti, TP8 = Tingkat Partisipasi dalam Asosiasi Lokal, MA9 = Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, KM10 = Keterpercayaan Masyarakat, TS11 = Tingkat Solidaritas, SK12 = Semangat Kerja Masyarakat, WLYH13= Dummy Wilayah Penelitian α = intercepts, and eI = error term.

Sebelum dilakukan pengujian secara statistik perlu dilihat nilai Koefisien

Determinasi Ganda (R2), dan uji Korelasi antar variabel bebas (r). Koefisien

Determinasi Ganda (R2) adalah untuk melihat kontribusi semua variabel

bebas terhadap variabel terikat. Dengan arti kata, apakah model yang

digunakan dalam penelitian valid atau tidak. Nilai R2 diperoleh dari

perbandingan antara nilai Sum Square Regression (SSreg) dengan nilai Sum

Square Total (SStot) dengan rumus sebagai berikut:

total

reg

i

n

i

i

n

i

total

reg

SS

SS

yy

yy

SS

SSR −=

==−

=

−∧

=

∑1

2

1

2

12 2R atau

Nilai R2 terdapat antara 0 dan 1. Apabila nilai R2 = 0,70, mencerminkan

tingkat kontribusi variabes bebas (independen variabel) terhadap variabel

terikat cukup kuat. Artinya, model yang digunakan cukup valid, dan

sebaliknya apabila nilai R2 = 0,70, maka kontribusi variabel independen

terhadap variabel dependen kurang kuat (tidak valid) (Myers, 1990:37).

Page 66: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

66

Uji Korelasi antar variabel bebas (r) dilakukan untuk mengetahui besarnya

korelasi antar variabel bebas sehingga dapat mendeteksi ada tidaknya

kolinearitas berganda (multicollinearity). Uji Korelasi antar variabel bebas

(r) diperoleh akar dari R2. Setelah mendapat nilai R2 dan (r) baru dilakukan

uji statistik. Adapun uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

(1) Uji F (over all test)

Uji F digunakan untuk membuktikan semua variabel independen (variabel

bebas) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel

dependen (variabel terikat). Rumus uji F adalah sebagai berikut:

SSreg/k F hitung = ------------------ SSres/(N-k-1) Keterangan: SSreg = Sum Square Regression SSres = Sum Square Error k = jumlah peubah bebas N = jumlah kasus (responden).

Apabila nilai F hitung > F tabel (0,05), berarti H0 ditolak dan diterima H1.

Artinya, seluruh variabel independen (jumlah anggota keluarga, umur suami,

umur isteri, pendidikan suami, pendidikan isteri, keterampilan suami, beban

ketergantungan, dan penghasilan keluarga) secara bersama-sama berpengaruh

nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. Sebaliknya, apabila nilai F

hitung < F tabel (0,05), berarti H0 diterima dan tolak H1. Artinya, seluruh

variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap

tingkat pengeluaran keluarga.

(2) Uji t (partial test)

Uji t digunakan untuk membuktikan semua variabel independen (variabel

bebas) secara individual mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen

(variabel terikat). Uji t diperoleh dari hasil perbandingan antara Koefisien

Regresi (Bi) dengan Standar Error (Se). Apabila nilai t-hitung > t-tabel

(0,05), berarti H0 ditolak dan diterima H1. Artinya, variabel independen

(jumlah anggota keluarga, umur suami, umur isteri, pendidikan suami,

Page 67: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

67

pendidikan isteri, keterampilan suami, beban ketergantungan, dan

penghasilan keluarga) secara individual berpengaruh nyata terhadap tingkat

pengeluaran keluarga. Sebaliknya, apabila nilai t-hitung < t-tabel (0,05),

berarti H0 diterima dan ditolak H1. Artinya, setiap variabel independen secara

individual tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga.

(b) Untuk mengidentifikasi dan mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan

ekonomi keluarga di Provinsi Jambi berdasarkan Agroekologi wilayah

dianalisis dengan menggunakan Model Kuznets, dan Uji Mann-Whitney (U-

test). (1) Model Kuznets melihat pemerataan kesejahteraan ekonomi

keluarga (objektif dan subjektif) berdasarkan perbandingan antara

kesejahteraan dari 40 persen kelompok penerima kesejahteraan terbawah

dengan 10 persen kelompok penerima kesejahteraan teratas. Kesejahteraan

masyarakat dikatakan merata atau hampir merata apabila nilai dari kelompok

penerima kesejahteraan 40 persen terbawah lebih besar dari 17 persen, kurang

merata (ketidakmerataan sedang) yaitu 12-17 persen, dan di bawah 12 persen

disebut sebagai tidak merata (ketidakmerataan tinggi). Model Kuznets telah

teruji baik di negara maju maupun negara berkembang. Untuk mendapatkan

hasil yang lebih komplit maka pengujian pemerataan kesejahteraan ekonomi

keluarga dilanjutkan dengan menggunakan uji atau melihat nilai Bobot

Kesenjangan (BK) kesejahteraan. Uji ini telah dikembangkan oleh Bank

Dunia dan Kuzne ts dengan formula bahwa BK diperoleh dari perbandingan

antara persentase kesejahteraan pada kelompok penerima 40 persen terbawah

terhadap persentase kesejahteraan ekonomi keluarga pada kelompok

penerima kesejahteraan 10 persen teratas. Kesejahteraan dikatakan merata,

apabila memiliki nilai BK mendekati 4, sedangkan kesejahteraan dikatakan

tidak merata atau terjadi kesenjangan apabila memiliki nilai BK sebesar 0,3

atau lebih kecil dari 0,3. (2) Untuk melihat perbedaan ketidakmerataan

kesejahteraan ekonomi keluarga di kedua wilayah dilanjutkan dengan Uji

Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney (U Test) menurut Siegel (1985: 154),

bahwa :

Page 68: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

68

12)1)()((

22121

21

++

−=

−=−

nnnn

nnUU

scoreZu

u

σµ

atau 2

)1( dimana 1

1121 R

nnnnU −

++=

2)1(

222

21 Rnn

nnU −+

+=

Dimana )N(populasi x max-nn

(Ranking) 1=iR .

Keterangan:

Z-score = nilai perbedaan ketidaksamarataan kesejahteraan ekonomi keluarga, Ui = jumlah nilai distribusi kesejahteraan ekonomi keluarga, Ri = Ranking kesejahteraan ekonomi keluarga, ni = jumlah populasi penelitian masing-masing wilayah, dan Ni = jumlah populasi penelitian (total).

(c) Untuk mengetahui pengaruh faktor modal sosial terhadap kesejahteraan

ekonomi keluarga (objektif dan subjektif) di daerah perdesaan Provinsi Jambi

di analisis melalui model Structural Equation Model (SEM) dengan program

Linear Structural Releationship (LISREL) versi 8.7. Banyak penelitian

menggunakan analisis data dengan melihat frekuensi means, persentase dan

korelasi. Untuk analisis yang lebih kompleks, misalnya untuk melihat

pengaruh sebab akibat (kausal), ada juga yang melakukan penelitian dengan

analisis metode Regresi. Analisis regresi memiliki kelemahan-kelemahan

karena bersandar pada asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Misalnya asumsi

bahwa semua variabel bebas diukur tanpa kesalahan (tidak ada kesalahan

pengukuran) dan variabel bebas/variabel penjelas diasumsikan dapat diukur

secara langsung. Akan tetapi dalam bidang sosial termasuk kajian bidang ilmu

keluarga ada variabel yang tidak bisa diukur secara langsung, misalnya

variabel social economic status (SES) yang dapat diukur melalui variabel lain

yaitu tingkat pendidikan, penghasilan dan pekerjaan sebagai variabel

indikator. Dalam kasus seperti ini untuk memasukkan variabel SES ke dalam

model persamaan regresi, dibentuk suatu indeks berdasarkan variabel-variabel

indikatornya dengan melakukan penggabungan dari variabel tingkat

pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Penggabungan ini bisa dilakukan

dengan melalui penjumlahan data mentah atau data yang sudah dibagikan dari

Page 69: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

69

ketiga variabel tersebut atau menggunakan skor berdasarkan komponen utama

maka indikasi ini masih saja tidak berperilaku seperti nilai sebenarnya yang

mengukur SES dengan realibel secara sempurna. Indeks tersebut masih

mengandung galat (error). Penggunaan asumsi tersebut memberikan

keterbatasan pada penggunaan metode regresi. Jika asumsi tersebut tidak

dipenuhi maka hasil yang diperoleh tentu tidak sesuai dengan yang

sebenarnya.

Melalui perkembangan ilmu bidang statistik, para peneliti telah dimungkinkan

untuk menganalisis data sebab akibat dengan menggunakan metode la in yaitu

dengan menggunakan permodelan persamaan struktural (Structural Equation

Modelling/SEM). SEM merupakan gabungan dari model regresi dan analisis

alur (path analysis) (Bollen, 1989). Dengan menggunakan model ini,

kelemahan-kelemahan model regresi seperti kasus SES dapat diatasi dengan

baik. Misalnya, variabel SES disebut sebagai variabel tak teramati (latent) dan

tiga variabel lainnya disebut disebut variabel indikator bagi SES. Dalam

model ini semua variabel laten dimasukkan ke dalam model. Dengan

demikian tidak perlu ada asumsi bahwa setiap variabel dapat diukur secara

langsung, karena secara langsungpun variabel dapat dimasukkan ke dalam

model. Model persamaan struktural telah diterapkan dalam berbagai bidang

seperti ekonometrika, biometrika, psikologi dan sosiologi.

Tujuan Model Hubungan Struktural

a. Membentuk model struktural yang menghubungkan variabel pengamatan

atau variabel yang terukur (variabel bebas dan variabel tak bebas) dengan

variabel-variabel laten atau variabel yang tidak terukur (endogenus dan

eksogenus).

b. Menerapkan LISREL untuk mendapatkan struktur hubungan yang

optimum, dan

c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variabel laten

endogenus.

Page 70: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

70

Bolen (1989) menyatakan bahwa model persamaan struktural dapat

dipandang dalam beberapa aspek, yaitu :

a. Sebagai persamaan regresi dengan perbedaan asumsi dimana dalam

persamaan struktur kesalahan pengukuran dalam variabel penjelas

diperbolehkan sebagaimana pada variabel tak bebasnya.

b. Sebagai persamaan yang terdiri dari analisis faktor yang memperbolehkan

pengaruh langsung dan tidak langsung antar faktor.

c. Sebagai persamaan yang memasukkan indikator dan variabel tak terstruktur

(variabel laten).

Terdapat vektor variabel tak bebas η’ = (η1, η2, ..., ηm) dan vektor variabel

bebas ξ’ = (ξ1, ξ2, ..., ξn). Dalam bentuk yang paling umum, model

persamaan struktural menurut Joreskog dan Sorbom dalam Bollen KA

(1989:11) terdiri dari dua bagian yaitu:

Model Laten Variabel

Menggambarkan hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel laten,

pengaruh-pengaruh sebab akibat baik langsung, tak langsung maupun total

efek dan menggambarkan variabel-variabel yang dapat diterangkan atau tidak

dapat diterangkan, yaitu :

η = Βη + Γξ + ξ

Keterangan:

§ B adalah matriks m x m yang merupakan koefisien regresi dari variabel

endogenus terhadap variabel endogenus lainnya yang merupakan pengaruh

langsung antar variabel endogenus.

§ Γ adalah matriks m x n dari koefisien regresi dari variabel eksogenus

terhadap variabel endogenus yang merupakan pengaruh variabel eksogenus

ξ pada variabel endogenus.

§ ξ adalah vektor galat berukuran m x 1.

Page 71: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

71

Pengaruh tidak langsung antar variabel endogenus = Bk sedangkan pengaruh

tidak langsung variabel eksogenus pada varibel endogenus akhir = (1 + B + B

+ B2 + ... + Bk+1) x Γ, sedangkan total efek merupakan penjumlahan dari

pengaruh langsung dengan pengaruh tidak langsung. Weeks (Bollen, 1989)

mengembangkan model matriks partisi kompleks yang dapat menerima

beragam tingkat konstruksi laten. Dalam model Weeks, vektor variabel

pengamatan x direalisasikan ke variabel laten dengan struktur :

j

q

1j

j

1 ii ? ?µx ∑ ∏

= =

+=

dimana µ adalah vektor rataan dan bentuk dalam tanda kurung menggantikan

matriks perkalian Λ1, Λ2, ..., Λj. Vektor y juga memiliki struktur yang serupa

dalam bentuk variabel laten η.

j

q

1j

j

1 ii ? ?µy ∑ ∏

= =

+=

Variabel laten yang hanya mempengaruhi satu variabel disebut faktor

laten unik, sedangkan variabel laten yang mempengaruhi lebih dari satu

variabel pengukuran disebut faktor laten umum.

Tabel 6 Matriks-matriks Model Laten Variabel

Nama Deskripsi Simbol Unsur Notasi LISREL

Variabel Eta Variabel laten endogenus η mx1 η

Xi Variabel laten exogenus ξ nx1 ξ

Zeta Error ζ mx1 ζ

Model Laten Variabel:

Beta Hubungan antara konstruk endogen

B ßnn BE

Gamma Hubungan antara konstruk eksogen dan endogen

Γ Ynm GA

Phi Korelasi antara konstruk eksogen F Fmm PH

Psi Korelasi persamaan struktural atau konstruk endogen

? ? n PS

Page 72: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

72

Model persamaan struktural melibatkan dua tipe konstrak laten yaitu:

(a) Variabel laten eksogenus adalah variabel tak terukur yang tidak

dipengaruhi oleh variabel lain di dalam sistem.

(b) Variabel laten endogenus adalah variabel tak terukur yang diakibatkan

oleh variabel lain di dalam sistem.

Bentuk endogenus dan eksogenus adalah model khusus, sehingga

dimungkinkan suatu variabel merupakan variabel eksogenus di satu

model namun endogenus di model lain. Dimungkinkan pula, suatu

variabel menunjukkan eksogenus namun dapat dipengaruhi oleh variabel-

variabel eksogenus lainnya.

Model Pengukuran

Menggambarkan hubungan antara variabel-variabel indikator (variabel

pengamatan) dengan variabel-variabel tak terukur (variabel laten) yang

dibangunnya. Adapun model pengukuran ini ada dua yaitu :

x = Λxξ + δ dan

y = Λyη + ε

Keterangan:

§ η adalah vektor m x 1 dari variabel endogenus (variabel terikat yang terukur),

§ ξ adalah vektor n x 1 dari variabel eksogenus (variabel bebas yang tak

terukur),

§ y adalah vektor p x 1 dari variabel terukur atau variabel indikator bagi

variabel endogenus (variabel terikat yang terukur),

§ Λy adalah matriks p x m koefisien loading dari y terhadap variabel

endogenus (η),

§ ε adalah galat pengukuran y berukuran p x 1,

§ x adalah vektor q x 1 dari variabel terukur atau variabel indikator bagi

variabel eksogenus (variabel bebas yang tak terukur),

§ Λx adalah matriks q x n koefisien loading dari x terhadap variabel

eksogenus (ξ), dan

§ δ adalah vektor galat pengukuranx berukuran q x 1.

Page 73: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

73

Menurut Bollen (1989), sistem persamaan struktural terdiri atas:

a. Variabel acak, yaitu variabel laten (laten variabel), variabel pengamatan

(observed variabel) dan variabel simpangan (disturbance/error variabel),

b. Paramaeter struktural, dan

c. Variabel tak acak, yaitu variabel penjelas nilai-nilai sama pada contoh

acak berulang (fixed or nonstochatic variabel). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Matriks-matriks Model Pengukuran

Nama Deskripsi Simbol Unsur Notasi LISREL

Variabel - Indikator observasi dari η Y px1 y

- Indikator observasi dari ε X qx1 x

Epsilon Error dari y E px1 e

Delta Error dari x δ qx1 δ

Model Pengukuran:

Lamda-X Koefisien jalur indikator eksogen

? x λxpn LX

Lamda-Y Koefisien jalur indikator endogen

? y λyqn LY

Theta-delta Matriks error indikator konstruk eksogen

T d dpp TD

Theta-epsilon

Matriks error indikator konstruk endogen

T ε εqq TE

Evaluasi Kriteria Goodness-of-fit

Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap

berbagai kriteria goodness-of-fit. Untuk itu tindakan pertama yang dilakukan

adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-

asumsi SEM.

a. Uji Kesesuaian & Uji Statistik

Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur

atau menguji hipotesis mengenai model (Hair et al., 1995; Joreskog &

Page 74: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

74

Sorbom, 1989; Long, 1983; Tabachnick & Fidel, 1996). Umumnya

terhadap berbagai jenis fit index yang digunakan untuk mengukur derajad

keseuaian antara model yang dihipotesakan dengan data yang disajikan.

Peneliti diharapkan untuk melakukan pengujian dengan menggunakan

beberapa fit indeks untuk mengukur kebenaran model yang diajukannya.

Berikut ini disajikan beberapa indeks kesesuaian dan nilai cut off untuk

digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak.

(1) ?2-Chi-Square Statistic

Alat uji fundamental untuk mengukur kehandalan model secara

menyeluruh adalah analisis Khi-Kuadrat.. Khi-Kuadrat ini bersifat sangat

sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karena itu, bila jumlah

sampel adalah cukup besar yaitu lebih dari 200 sampel, maka statistik chi-

square ini harus didampingi dengan alat uji lainnya (Hair et al., 1995;

Tabachnick & Fidel, 1996). Model yang diuji akan dipandang baik atau

memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai ?2

semakin baik model itu (karena dalam uji beda chi-square, ?2=0, berarti

benar-benar tidak ada perbedaan, Ho diterima) dan diterima berdasarkan

probabilitas dengan nilai cut off sebesar p>0.05 atau p>0.10 (Hulland et

al., 1996).

Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model

yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan

justeru sebuah nilai ?2 yang tidak signifikan, yang menguji hipotesa nol

bahwa estimasi populasi kovarians tidak sama dengan sampel kovarians.

Nilai ?2 ini dapat juga dibandingkan dengan derajat bebas (degrees of

freedom) untuk mendapatkan nilai ?2-relatif dan digunakan untuk

membuat kesimpulan bahwa nilai ?2-relatif yang tinggi menandakan

adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang

diobservasi dan yang diestimasi. Dalam pengujian ini nilai ?2 yang rendah

menghasilkan sebuah tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0.05 akan

Page 75: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

75

mengindikasikan tak adanya perbedaan yang signifikan antara matriks

kovarians data dan matriks kovarians yang diestimasi (Hair et al., 1995)

Seperti dikemukakan diatas, Khi-Kuadrat bersifat sangat sensitif terhadap

besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil (<50) maupun

terhadap sampel yang terlalu besar (>500). Oleh karena itu penggunaa Khi-

Kuadrat hanya sesuai bila ukuran sampel adalah antara 100 dan 200

sampel. Bila ukuran sampel ada di luar rentang itu, uji signifikansi akan

menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi

dengan alat uji yang lainnya. Menurut Baker et al. (2005:9), uji yang tepat

dalam menghandel jumlah sampel yang besar diantaranya yaitu

menggunakan uji Comparative Fit Index (CFI) dan uji Root Mean Square

Error of Approximation (RMSEA) dengan masing-masing cut-off: CFI >

0,94 (fit) dan RMSEA < 0,08 (fit).

(2) RMSEA – Thew Root Mean Square Error of Approximation

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk

mengkompensasi nilai Khi-Kuadrat dalam sampel yang besar

(Baumgartner & Homburg, 1996). Nilai RMSEA menunjukkan kehandalan

model (goodness of fit) yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam

populasi (Hair et al., 1995). Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama

dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model dan nilai ini

diambil dari nilai derajat bebas (degrees of freedom) (Browne & Cudeck,

1993). Lebih lanjut Browne & Cudeck menegaskan bahwa nilai RMSEA

sekitar 0.08 atau kurang, mengindikasikan model yang digunakan lebih fit

bila dibandingkan dengan nilai RMSEA lebih besar dari 0.08.

(3) GFI – Goodness of Fit Index

Indeks kesesuaian (fit indeks) ini akan menghitung proporsi tertimbang

dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks

kovarians populasi yang terestimasikan (Bentler, 1983; Tanaka & Huba,

1989). Indeks ini dihasilkan melalui rumus sebagai berikut:

Page 76: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

76

s)W'(s'tr )'(tr

GFIσσ

=W

dimana penyebut (numerator) adalah jumlah varians tertimbang kuadrad

dari matriks kovarians model yang diestimasi, sementara pembilang

(denumerator) adalah jumlah tertimbang kuadrad dari matriks kovarians

sampel. W adalah matriks bobot yang dipilih sesuai dengan metode

estimasi yang dipilih. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang

mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (Perfect fit).

Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.

(4) AGFI – Adjusted Goodness-of-fit Index

Tanaka dan Huba (1989) menyatakan bahwa GFI adalah anolog dari R2

dalam regresi berganda. Fit indeks ini dapat diadjust terhadap degress of

freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model (Arbuckle,

1999). Indeks ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

( )ddbGFI-1 - 1 AGFI =

Keterangan:

db = moments - sampel-jumlah )(

1=∑

=

gG

kp

d = derajat bebas (degress of freedom)

tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila GFI mempunyai

nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.9 (Hair et al.: Hulland et al.,

1996). Perlu diketahui bahwa baik GFI maupun AGFI adalah kriteria yang

memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks

kovarians sampel. Nilai sebesar 0.95 dapat diinterpretasikan sebagai

tingkatan yang baik-good overall model fit (baik) sedangkan besaran nilai

antara 0.90-0.95 menunjukkan tingkatan cukup-adequate fit (Hulland et

al., 1996).

(5) CMIN/DF The minimum sample discrepancy function

(CMIN) dibagi dengan degree of freedomnya akan menghasilkan indeks

CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu

Page 77: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

77

indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini

CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square, ?2 dibagi Dfnya sehingga

disebut ?2 relatif. Nilai ?2 relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kadang

kurang dari 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data

(Arbuckle,1997). Dengan demikian indeks- indeks yang dapat digunakan

untuk menguji kelayakan sebuah model adalah seperti yang diringkas

padaTabel 8.

Tabel 8 Goodness of Fit Indices

No Goodness of fit index Cut-off value

01 X2 (Chi – Square) no sign.

02 Significaned Propability = 0.05 03 RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) = 0.08

04 RMR (Root Mean Square Residual) = 0.05 05 SRMR (Standardized Root Mean Square Residual) = 0.05

06 GFI (Goodness of Fit Index) = 0.90

07 AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) = 0.90 08 PGFI (Parsimony Goodness of Fit Index) = 0.50

09 NNFI or TLI or RNI (Non-normed Fit Index) = 0.95 10 CFI (Comparative Fit Index) = 0.94

11 RFI (Relative Fit Index) = 0.95

12 CMIN/DF = 2.00

Keunggulan, dan Kelemahan SEM

SEM dengan A Latent Variable memiliki tiga keunggulan dalam

persamaan simultan dengan tingkat estimasi yang lebih tepat dan akurat:

(1) Pengukuran model (atau submodel) pada variabel dependent endogenous,

(2) Pengukuran (sub) model pada variabel independent exogenous, dan

(3) Persamaan (sub) model, semua estimasi secara simultan.

SEM adalah model struktural yang digunakan untuk menguji pengaruh

(efek regresi) dari variabel exogenous terhadap variabel endogenous dan

Page 78: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

78

sebaliknya. SEM suatu pengukuran model bagi variabel endogenous terutama

yang melibatkan variabel endogenous dan exogenous tersembunyi.

Model SEM adalah pengukuran digunakan untuk menguji variabel yang lebih

spesifik/ a latent variable (tidak diamati). Model SEM hampir sama dengan

Analysis Factor tetapi memiliki perbedaan yang mendasar. Model SEM, semua

unsur-unsur matriks melukiskan variabel tersembunyi (faktor) dalam kaitannya

dengan kombinasi linear-variabel yang diamati dan menerima nilai nol. Nilai-

Nilai ini (faktor yang memuat) biasanya mengukur korelasi antar faktor dan

variabel yang diamati, dan perputaran secara rutin dilakukan untuk membantu

menginterpretasikan faktor dengan memaksimalkan banyaknya pemuatan

dengan nilai mutlak tinggi dan rendah. Namun nilai covarian yang ditentukan

dalam menguji model harus tidak bernilai nol. Kemudian, model SEM melihat

hubungan efek baik efek langsung maupun total efek. Arah efek adalah mata

rantai antar suatu variabel produktif dan variabel target. Oleh karena itu hampir

semua variabel mengarahkan efek sesuai dengan arah panah di dalam suatu

model.

Model SEM melalui program LISREL didesain dalam bentuk model

struktural yang mempunyai keistimewaan dan keunggulan dalam menganalisis

data yang bersifat laten dan memiliki hubungan kausalitas. Dengan demikian,

Model ini tidak begitu valid dan pemborosan apabila menganalisis data yang

bersifat fungsional dengan jumlah sampel kecil dan jenis data nominal serta

data observasi bukan dalam bentuk data laten.

Konstruksi Peubah Laten Eksogenus Penelitian:

Xij = Λxξ + δ .................................................................................... (1)

Keterangan: untuk ξ = 1; j = 1, 2, 3 untuk ξ = 2; j = 1, 2, 3 untuk ξ = 3; j = 1, 2, 3 untuk ξ = 4; j = 1, 2, 3 ξ1 = peubah laten eksogenus sosio-demografi ξ11 = peubah pengamatan “pendidikan kepala keluarga” ξ12 = peubah pengamatan “pendidikan non formal kepala keluarga” ξ13 = peubah pengamatan “beban ketergantungan keluarga” ξ2 = peubah laten eksogenus manajemen sumberdaya keluarga ξ21 = peubah pengamatan “manajemen sumberdaya waktu” ξ22 = peubah pengamatan “manajemen sumberdaya anggota keluarga”

Page 79: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

79

ξ23 = peubah pengamatan “manajemen keuangan keluarga” ξ3 = peubah laten eksogenus asosiasi lokal ξ31 = peubah pengamatan “jumlah asosiasi yang diikuti” ξ32 = peubah pengamatan “tingkat partisipasi” ξ33 = peubah pengamatan “manfaat asosiaisi” ξ4 = peubah laten eksogenus karakter masyarakat ξ41 = peubah pengamatan “keterpercayaan” ξ42 = peubah pengamatan “solidaritas” ξ43 = peubah pengamatan “semangat kerja” ξ = vektor n x 1 dari variabel eksogenus, x = vektor q x 1 dari variabel terukur, Λx = matriks q x n koefisien loading, dan δ = vektor galat.

Konstruksi Peubah Laten Endogenus Penelitian:

Yij = Λyη + ε ....................................................................................... (2)

Keterangan: untuk η = 1, j = 1, 2, 3 untuk η = 2, j = 1, 2, 3 η1 = peubah laten endogenus kesejahteraan ekonomi objektif η11 = peubah pengamatan “kebutuhan pangan keluarga” η12 = peubah pengamatan “kebutuhan non pangan keluarga” η13 = peubah pengamatan “kebutuhan investasi sumberdaya manusia” η2 = peubah laten endogenus kesejahteraan ekonomi subjektif η21 = peubah pengamatan “pemenuhan kebutuhan pangan keluarga” η22 = peubah pengamatan “pemenuhan kebutuhan non pangan keluarga” η23 = peubah pengamatan “pemenuhan kebutuhan investasi sumberdaya manusia” η = vektor m x 1 dari variabel endogenus, y = vektor p x 1 dari variabel terukur, Λy = matriks p x m koefisien loading, dan ε = vektor galat.

Uji Reliabilitas

Tingkat validitas penelitian salah satunya ditentukan oleh reliabilitas

instrumen atau tingkat konsistensi antar konstrak variabel penelitian. Reliabilitas

adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator- indikator sebuah

konstrak yang menunjukkan derajad sampai dimana masing-masing indikator itu

mengindikasikan sebuah konstrak/faktor laten yang umum. Dengan kata lain,

bagaimana hal-hal yang spesifik saling membantu dalam menjelaskan sebuah

fenomena yang umum. Reliabilitas salah satunya dapat diuji dengan menggunakan

nilai Cronbach’s Alpha (Cr) melalui program SPSS. Pengujian ini dilakukan

dengan tujuan agar setiap indikator masing-masing peubah yang digunakan dalam

model dapat diketahui kehandalannya. Cr Dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 80: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

80

Cr = ( ) 21

22

1 t

k

itt

k

k

σ

σσ

−∑

=

Keterangan: K = Jumlah item pertanyaan 2

tσ = Keragaman total 2iσ = Keragaman masing-masing item pertanyaan.

Instrumen telah handal/reliabel digunakan, apabila nilai Cr > 0,6.

Hasil pengujian dilapangan menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen

yang digunakan dalam penelitian tentang “Modal Sosial dan Kesejahteraan

ekonomi keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi” cukup handal dan

signifikan dengan nilai a-cronbach antara 0,672-0,920. Namun demikian, apabila

dibandingkan dengan nilai a-cronbach setelah distansdarisasi pada setiap item

pertanyaan ternyata masih terdapat beberapa item pertanyaan yang memiliki nilai

yang lebih besar. Artinya, instrumen penelitian ini lebih handal/reliabel lagi

apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut dikeluarkan kalau memang tidak memberi

kontribusi penting terhadap penjaringan informasi dalam penelitian. Namun data

menunjukkan bahwa rentang perbedaan nilai tersebut tidak terlalu mencolok

terhadap standar nilai yang diperoleh yaitu berkisar antara 0,01 – 0,029. Maka

oleh sebab itu, item-item pertanyaan tersebut masih dapat dipertahankan. Adapun,

peubah-peubah penelitian yang memperoleh kesenjangan nilai a-cronbach dalam

penelitian ini seperti pada peubah penelitian Modal Sosial terdapat perbedaan

nilai sebesar 0,029 atau antara 0,887 - 0,916 (pertanyaan tentang manfaat dari

asosiasi yang diikuti masyarakat). Oleh karena item pertanyaan ini penting untuk

melihat kontribusi kelompok/organisasi (modal sosial) terhadap peningkatan

kesejahteraan ekonomi keluarga maka secara content validitas cukup besar

sehingga pertanyaan ini tetap dipertahankan. Untuk lebih jelasnya nilai reliabilitas

instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 81: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

81

Tabel 9 Reliabilitas Instrumen Penelitian: Jumlah item Petanyaan, Nilai a cronbach dan Nilai a-cronbach Standarisasi, 2006

No Peubah Penelitian Jumlah item

a-cronbach

a-cronbach standarisasi

01 Sosio-Demografi Keluarga 3 0,720 - 02 Manajemen Sumberdaya Keluarga (Total) 12 0,885 - a. Manajemen Waktu 4 0,867 - b. Manajemen Anggota Keluarga 4 0,879 - c. Manajemen Keuangan 4 0,880 -

03 Modal Sosial (MS) (Total) 12 0,920 - a. Asosiasi Lokal (Aslok) 4 0,887 0,916 b. Karakter Masyarakat (Kmas) 8 0,890 -

04 Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES) 3 0,893 -

Definisi Operasional Modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat

yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur melalui dua dimensi, yakni: asosiasi lokal, dan dimensi karakter masyarakat.

Asosiasi lokal diukur dalam bentuk Kelompok dan organisasi. Kelompok: atau kelompok informal merupakan hubungan dua individu atau lebih

(face to face interaction), masing-masing individu menyadari tugas/wewenangnya dan saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama (Johnson: Sarwono, 2005:5).

Organisasi: suatu unit sosial yang berupa ”wadah” sekelompok atau beberapa kelompok orang guna melakukan proses kegiatan yang terkoordinasikan dengan menetapkan pembagian tugas, wewenang, tanggung jawab dan peranan setiap anggota untuk mencapai tujuan. (Chester Barnard (Ruwiyanto, Wahyudi, 1988:24). Tinggi rendah kontribusi asosiasi lokal terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga diukur secara komposit dari dimensi asosiasi lokal dengan nilai sebagai berikut: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan (4) sangat tinggi.

Karakter masyarakat yaitu pola hidup masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Karakter masyarakat dapat dilihat dari dua pola yakni pola represif dan pola ekspresif. Pola hidup masyarakat dapat diukur dengan tiga dimensi, yakni: keterpercayaan, solidaritas, dan dimensi semangat kerja.

Keterpercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang terhadap perkataan, perjanjian, dan tindakatan secara konsisten pada saat terjalinnya hubungan antar individu atau kelompok/organisasi. Tingkat

Page 82: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

82

keterpercayaan seseorang dapat dilihat dari dimensi: tingkat komitmen, kejujuran dan tanggung jawab.

Solidaritas yaitu saling mau menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan dapat tercapai. Solidaritas masyarakat dilihat dari tiga aspek: tingkat ketergantungan antar anggota masyarakat, saling bantu membantu, dan aspek kepekaan terhadap kemajuan desa.

Semangat Kerja yaitu seorang individu mampu mencurahkan waktu secara optimal dalam setiap aktivitas sehari-hari. Semangat kerja masyarakat diukur dari disiplin dan keule tan kerja masyarakat. Tinggi rendah kontribusi karakter masyarakat terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga diukur secara komposit dari dimensi sebagai berikut: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan (4) sangat tinggi.

Kesejahteraan yaitu kondisi relatif yang didefinisikan dan dibentuk masyarakat melalui proses interaksi sosial. Pendefinisian kesejahteraan tersebut didasarkan pada stratifikasi sosial dalam masyarakat. Kesejahteraan diukur dengan dua pendekatan yakni: Kesejahteraan Ekonomi Objektif dan Kesejahteraan Ekonomi Subjektif. Tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi objektif diukur dari nilai komposit kesejahteraan ekonomi objektif keluarga (rasio) dari tiga variabel, yakni: (1) Kebutuhan pangan, (2) Kebutuhan non pangan, dan (3) Kebutuhan investasi sumberdaya manusia dengan nilai sebagai berikut: (1) tidak sejahtera, (2) kurang sejahtera, (3) sejahtera, dan (4) sangat sejahtera. Kesejahteraan ekonomi subjektif (subjective economic well-being) yang diukur dengan tingkat kepuasan keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga.

Kepuasan (satisfaction) sesuatu yang dirasakan oleh keluarga dengan perasaan senang atau puas dengan tingkat kesejahteraan yang dimiliki. Tinggi rendahnya tingkat kepuasan keluarga diukur dari nilai komposit kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga dari tiga variabel, yakni: (1) Kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, (2) Kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan non pangan, dan (3) Kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan investasi dengan nilai sebagai berikut: (1) tidak puas, (2) kurang puas, (3) merasa puas, dan (4) sangat puas. Peubah yang digunakan dalam analisis disparitas adalah peubah kesejahteraan ekonomi objektif froxy pengeluaran dan peubah kesejahteraan ekonomi subjektif secara total, sedangkan dalam analisis struktural adalah menggunakan peubah kesejahteraan dalam konteks distribusi, yaitu: alokasi pengeluaran dan kepuasan terhadap kebutuhan pangan, non pangan dan alokasi pengeluaran dan kepuasan terhadap kebutuhan investasi sumberdaya manusia.

Page 83: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

83

Sosio Demografi Keluarga. Tinggi rendahnya tingkat status sosio demografi yang dimiliki keluarga dan diukur dari nilai komposit dari tiga variabel, yakni: (1) Tingkat Pendidikan (SD, SLTP, SLTA dan PT); (2) Tingkat Keterampilan (tidak terampil, kurang terampil, terampil, dan sangat terampil); dan variabel (3) Beban tanggungan (sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah) dengan nilai sebagai berikut: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) baik, dan (4) sangat baik.

MSDK (Manajemen Sumberdaya Keluarga). Tinggi rendahnya tingkat MSDK keluarga diukur dari nilai komposit dari tiga variabel, yakni: (1) Manajemen waktu; (2) Manajemen Anggota Keluarga (AK); dan variabel (3) Manajemen keuangan dengan nilai sebagai berikut: (1) Sangat kurang, (2) kurang, (3) baik, dan (4) Sangat baik.

Tabel 10 Konstruk/Variabel Penelitian, Indikator, Nilai dan Skala Pengukuran Penelitian,

Tahun 2006 No Konstruk/Variabel Indikator Nilai Skala

01

Sosio-Demografi

(1) Tingkat Pendidikan (2) Tingkat Keterampilan (3) Beban tanggungan

1. sangat rendah 2. rendah 3. tinggi 4. sangat tinggi

Ordinal

02

Manajemen Sumberdaya Keluarga

(1) Manajemen waktu (2) Manajemen AK (3) Manajemen uang

1. sangat kurang 2. kurang 3. baik 4. sangat baik

Ordinal

Modal sosial: - Asosiasi lokal

(1) jumlah asosiasi yang diikuti, (2) tingkat partisipasi , (3) Manfaat asosiasi

1. sangat rendah 2. rendah 3. tinggi 4. sangat tinggi

ordinal

Jumlah asosiasi yang diikuti

1. sangat kecil 2. sedikit 3. banyak 4. sangat banyak

ordinal

Tingkat partisipasi

1. tidak aktif 2. kurang aktif 3. aktif 4. sangat aktif

ordinal

Manfaat asosiasi

1. tidak bermanfaat 2. kurang bermanfaat 3. bermanfaat 4. sangat bermanfaat

ordinal

03

- Karakter Masyarakat

(1) Keterpercayaan (2) Solidaritas (3) Kerja Keras

1. sangat rendah 2. rendah 3. tinggi 4. sangat tinggi

Ordinal

04

Kesejahteraan Ekonomi Objektif

(1) Kebutuhan pangan (2) Kebutuhan non pangan (3) Kebutuhan investasi

1. tidak sejahtera 2. kurang sejahtera 3. sejahtera 4. sangat sejahtera

Ordinal

05

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (kepuasan)

(1) Kepuasan Pemenuhan pangan (2) Kepuasan Pemenuhan non pgn. (3) Kepuasan Pemenuhan investasi

1. sangat tidak puas 2. kurang puas 3. puas, dan 4. sangat puas

ordinal

Page 84: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

84

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian tentang “Modal Sosial dan Kesejahteraan

Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi” memuat tentang: (1)

Gambaran Umum Daerah Penelitian, (2) Karakteristik Keluarga Contoh.

(3) Artikel I: Pengaruh Faktor Sosio-demografi, Manajemen Sumberdaya

Keluarga, dan Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Objektif Keluarga

Berdasarkan Wilayah Agroekologi yang terdiri dari: (a) Abstrak, (b) Abstract, (c)

Pendahuluan, (d) Metode Penelitian, (e) Hasil dan Pembahasan: Sosio-demografi

Keluarga (tingkat pendidikan suami, keterampilan suami, dan beban

ketergantungan); Manajemen Sumberdaya Keluarga (Manajemen Waktu,

Manajemen Anggota Keluarga, dan Manajemen Keuangan); Modal Sosial

(Asosiasi Lokal dan Karakter Masyarakat); dan Kesejahteraan Ekonomi Objektif

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengeluaran Keluarga, dan Disparitas

Kesejahteraan ekonomi keluarga, (f) Kesimpulan dan Saran.

(4) Artikel II: Pengaruh Faktor Sosio-demografi, Manajemen Sumberdaya

Keluarga, dan Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Keluarga

di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi yang terdiri dari: (a) Abstrak, (b) Abstract,

(c) Pendahuluan, (d) Metode Penelitian, (e) Hasil dan Pembahasan: Sosio-

demografi Keluarga (tingkat pendidikan suami, keterampilan suami, dan beban

ketergantungan); Manajemen Sumberdaya Keluarga (Manajemen Waktu,

Manajemen Anggota Keluarga, dan Manajemen Keuangan); Modal Sosial

(Asosiasi Lokal dan Karakter Masyarakat); dan Kesejahteraan Ekonomi Objektif

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengeluaran Keluarga, dan Disparitas

Kesejahteraan ekonomi keluarga, (f) Kesimpulan dan Saran.

(5) Artikel III: Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan ekonomi

keluarga di Wilayah Perdesaan Provinsi Jambi yang terdiri dari: (a) Abstrak, (b)

Abstract, (c) Pendahuluan, (d) Metode Penelitian, (e) Hasil dan Pembahasan:

Modal Sosial (Asosiasi Lokal dan Karakter Masyarakat), Kesejahteraan ekonomi

keluarga (Kesejahteraan Ekonomi Objektif, dan Kesejahteraan Ekonomi

Subjektif), dan Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan ekonomi keluarga,

dan (f) Kesimpulan dan Saran.

Page 85: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

85

Gambaran Umum Daerah Penelitian

KKoonnddiiss ii Geografis Daerah

Provinsi Jambi mempunyai luas wilayah sekitar 53.435,38 Km2 dan

terletak antara 00 45’ – 20 45’ Lintang Selatan serta 1010 0’ – 1040 55’ Bujur

Timur, membujur di pantai timur pulau Sumatera, berbatasan: sebelah utara

dengan Provinsi Riau, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan

Bengkulu, sebelah timur dengan Selat Berhala, dan sebelah barat berbatasan

dengan Provinsi Sumatera Barat.

Provinsi Jambi seperti halnya dengan wilayah-wilayah lainnya di

Indonesia beriklim tropis yang dipengaruhi oleh sistem angin Muson. Curah hujan

cukup tinggi, selama periode 2000-2004 hujan mencapai sekitar 107 - 312 mm

dengan suhu udara minimum dan maksimum rata-rata 22,20 C dan 32,80 C serta

kelembaban udara rata-rata 84 persen. Dengan iklim seperti di atas, Provinsi

Jambi memiliki hutan tropis yang cukup luas yang terdiri Hutan Suaka Alam

(602.900 Ha), Hutan Lindung (181.200 Ha), Hutan Produksi (1.436.200 Ha), dan

Hutan Konversi seluas 726.900 Ha. Sebagian kawasan Hutan Lindung dan Hutan

Suaka Alam seluas 588.462 Ha telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Nasional

Kerinci Seblat.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi (2005), Provinsi

Jambi memiliki daerah dataran rendah dengan ketinggiaan 0-100 m dpl (di atas

permukaan laut) mencakup areal seluas 31800 km2 atau kira-kira 60 persen dari

seluruh luas wilayah yang ada dan luas wilayah ini termasuk daerah pesisir pantai

atau daerah pasang surut. Dari jumlah tersebut hampir separo (± 11.400 km2)

berupa daerah rawa-rawa terutama di sepanjang pantai dan tepi sungai Batang

Hari sampai pada muara sungai Batang Hari (Tanjung Jabung Timur). Wilayah

lainnya adalah dataran tinggi dan pegunungan. Daerah dataran tinggi dicirikan

dengan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian antara 100-500 m dpl

terdapat di sebagian wilayah Tebo, Bungo, Merangin, dan sebagian termasuk di

Kabupaten Sarolangun dengan luas wilayah diperkirakan 12.470 km2 atau sekitar

23 persen dari seluruh luas wilayah. Terakhir yaitu daerah pegunungan dengan

Page 86: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

86

ketinggian antara 500 – 3800 m dpl terdapat di kabupaten Kerinci, sebagian

Merangin dengan luas wilayah 9.165 km2 atau sekitar 17 persen.

Penduduk

Provinsi Jambi dihuni oleh 2.657.536 jiwa, atau sekitar 1,19 persen dari

seluruh penduduk Indonesia (BPS Provinsi Jambi, 2006). Apabila dibandingkan

dengan luas wilayah, Provinsi Jambi memiliki kepadatan penduduk sebesar 50

orang/km2. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki- laki sebanyak 1.336.924

jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 1.320.612 jiwa dengan rasio jenis

kelamin (sex ratio) sebesar 101. Artinya terdapat sebanyak 101 orang penduduk

laki- laki dalam 100 penduduk perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa rasio

jenis kelamin penduduk Provinsi Jambi hampir berimbang antara penduduk laki-

laki dan penduduk perempuan. Apabila dikelompokkan, distribusi penduduk

berumur (0-14) tahun sebesar 30,90 persen, penduduk berumur (15-64) tahun

sebesar 65,97 persen, sedangkan penduduk berumur (65 keatas) tahun hanya

sebesar 3,13 persen dengan beban ketergantungan (dependency ratio) sebesar 52.

Artinya, dalam 100 orang penduduk produktif menanggung beban bagi penduduk

belum dan tidak produktif untuk kebutuhan konsumtif sebanyak 52 orang.

Selama dua dasa warsa terakhir, pola persebaran penduduk di Provinsi

Jambi di masing-masing kabupaten/kota tidak menunjukkan perubahan yang

berarti. Kota Jambi merupakan daerah terpadat yaitu mencapai 2.246 orang per

km2, dan daerah terpadat kedua terdapat di Kabupaten Kerinci dengan kepadatan

73 orang per km2, sedangkan daerah paling jarang penduduk yaitu terdapat di

Kabupaten Sarolangun dengan kepadatan 31 orang/km2. Terkonsentrasinya

penduduk di Kota Jambi karena daerah ini merupakan ibukota Provinsi dengan

berbagai fasilitas yang dimiliki sehingga mempunyai daya tarik tersendiri bagi

penduduk di daerah sekitarnya untuk bermigrasi. Apabila dibandingkan dengan

Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Lampung yang kepadatan

penduduknya di atas 100 orang per km2 serta Provinsi di Pulau Jawa yang

mempunyai kepadatan lebih dari 700 orang per km2, maka kepadatan penduduk

Provinsi Jambi masih tergolong jarang. Melihat kondisi seperti ini, penduduk

Provinsi Jambi masih bisa ditambah dengan cara mengatur arus migrasi, tingkat

Page 87: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

87

kelahiran dan kematian. Hal terpenting pertambahan penduduk bisa menyebar ke

seluruh kabupaten yang ada dan dikelola dengan baik.

Selama dua dasawarsa ini penduduk Provinsi Jambi telah bertambah

962.690 orang. Pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun selama periode 1980-

1990 sebesar 3,40 persen, sedangkan pertumbuhan untuk periode 1990-2005

hanya 1,98 persen per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, penduduk

Provinsi Jambi diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun

2038. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Sumatera dan

Indonesia, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi tergolong tinggi karena

dipengaruhi oleh arus transmigrasi baik reguler yang diatur oleh pemerintah

maupun migrasi spontan. Kemudian, berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi

Jambi selama dua dekade terakhir pertumbuhan penduduknya cukup tinggi.

Selama periode 1990-2005 hanya Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kerinci

yang mempunyai laju pertumbuhan penduduk relatif rendah, yaitu masing-masing

1,22 persen dan 1,52 persen, sedangkan laju pertumbuhan kabupaten/kota lainnya

mencapai lebih dari 2 persen per tahun, bahkan Kabupaten Merangin mencapai 6

persen per tahun.

Sosial Budaya

Penduduk Provinsi Jambi terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Secara

etnis penduduk asli Jambi termasuk dalam ras melayu yang dibedakan menjadi

Melayu Muda (Deutron Melayu) dan Melayu Tua (Porto Melayu). Adapun yang

termasuk dalam kategori Deutron Melayu adalah orang Melayu Jambi, orang

Penghulu, dan Suku Bidah, sedangkan Suku Bajau, Kerinci, dan orang Batin

termasuk dalam Ras Porto Melayu (Depdikbud, 1985:27). Penduduk pendatang

yang tinggal di Provinsi Jambi antara lain berasal dari Jawa, Minangkabau, Bugis,

Palembang, Banjar, Batak, dan Sunda. Hasil Sensus Penduduk 2000 menunjukkan

bahwa 5 suku terbesar yang menghuni Provinsi Jambi adalah Suku Melayu Jambi

(34,7 persen), Jawa (27,6 persen), Kerinci (10,6 persen), Minang (5,5 persen), dan

Melayu lainnya (5,2 persen), sedangkan 16,4 persen sisanya Batak, Sunda,

Bugis, Cina, dan lain- lain.

Page 88: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

88

Provinsi Jambi memiliki potensi kebudayaan yang cukup banyak, seperti

peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, seni budaya dan kerajinan tradisional.

Provinsi Jambi memiliki 123 situs peninggalan sejarah, dengan rincian di Kota

Jambi 5 situs, Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi 31 situs, Kabupaten Tebo

dan Bungo sebanyak 16 situs, di Kabupaten Merangin dan Sarolangun 16 situs,

Kabupaten Kerinci 49 situs, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung

Jabung Barat sebanyak 6 situs (Bappeda Provinsi Jambi, buku 2, 1989 : 231).

Angka Kemampuan Membaca dan Menulis Huruf Latin

Tingkat pencapaian program pembangunan pendidikan dalam

meningkatkan taraf pendidikan masyarakat secara umum biasa perubahan dan

perkembangan tingkat pendidikan masyarakat yang berhasil dicapai pada periode

waktu tertentu. Hasil pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat melalui

beberapa indikator, antara lain kemampuan membaca (angka buta huruf), rata-rata

lama sekolah dan tingkat atau jenjang pendidikan yang ditamatkan.

Penduduk buta huruf adalah penduduk yang tidak dapat membaca dan

menulis huruf latin yang masing-masing merupakan keterampilan dasar yang

diajarkan di kelas-kelas awal jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Indikator

yang biasa digunakan untuk melihat penduduk buta huruf adalah proporsi jumlah

penduduk buta huruf terhadap seluruh penduduk. Angka buta huruf merupakan

indikator dasar yang merefleksikan taraf pendidikan penduduk. Semakin tinggi

angka buta huruf menunjukkan semakin rendahnya taraf pendidikan penduduk

sehingga pada gilirannya semakin rendah pula kualitas sumberdaya masyarakat

dan sebalinya.

Secara rasional, pendidikan selalu dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan.

Salah satu indikator kesejahteraan yang terpenting adalah tingkat buta huruf.

Tingkat buta huruf seringkali digunakan untuk melihat kualitas hidup suatu

masyarakat dan merupakan kebalikan dari keadaan mampu membaca dan

menulis (melek huruf). Kemampuan itu merupakan syarat minimal penduduk

untuk dapat berperan secara maksimal dalam membina keluarga dan menjalani

kehidupan sosial. Karena dari kemampuan baca tulis atau melek huruf

Page 89: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

89

merupakan indikator penting bagi seseorang dapat tidaknya menerima pesan

tertulis dan bisa berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan atau tidak.

Disamping itu, secara optimal bisa tidaknya menikmati hasil-hasil

pembangunan. Rata-rata penduduk Provinsi Jambi berumur 10 tahun ke atas

yang mempunyai kemampuan baca tulis berkisar antara 93-97 persen (Tabel

11) dengan perincian persentase anak laki- laki selalu lebih besar

dibandingkan dengan perempuan baik pada tahun 2002, 2003 maupun pada

tahun 2004, demikian juga pada setiap kabupaten.

Tabel 11 Penduduk Berumur 10 tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Kepandaian Membaca/Menulis, Provinsi Jambi, 2002-2004 (%)

2002 2003 2004

No Kabupaten/Kota Laki-laki

Perem puan

Laki-laki

Perem puan

Laki-laki

Perem Puan

01 Kerinci 95.43 92.40 97.21 92.12 97.94 94.77

02 Merangin 98.08 94.28 99.45 94.37 99.34 95.09

03 Sarolangun 95.23 88.26 97.44 91.28 97.07 91.63

04 Batanghari 99.26 95.14 98.35 94.88 97.94 96.48

05 Muaro Jambi 97.54 90.42 97.34 92.22 96.69 91.50

06 Tanjab Timur 95.61 93.82 95.51 89.45 96.03 90.37

07 Tanjab Barat 98.48 94.46 99.26 96.65 98.99 97.21

08 Tebo 96.71 88.82 97.46 93.29 98.13 92.97

09 Bungo 98.36 92.41 96.42 92.56 98.00 94.37

10 Kota Jambi 99.43 96.83 99.01 95.49 99.18 96.16

- Provinsi Jambi 97.56 93.08 97.87 93.43 98.06 94.31

Sumber: BPS,Susenas Provinsi Jambi 2003-2005.

Secara keseluruhan, di Provinsi Jambi terdapat sekitar 4 persen penduduk

yang tidak dapat baca tulis atau buta huruf. Apabila dibedakan berdasarkan

kabupaten/kota, ternyata presentase penduduk tersebut cukup bervaritaif. Seperti

pada tahun 2002, persentase terbesar terdapat di Kabupaten Sarolangun baik laki-

laki maupun perempuan, sedangkan pada tahun 2003 dan 2004, persentase

terbesar terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Page 90: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

90

Fasilitas Pendidikan

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk

mengembangkan kepribadian melalui sekolah atau cara yang lain. Agar

pendidikan dapat dimiliki dan dinikmati oleh seluruh penduduk sesuai

kemampuan masing-masing, maka pendidikan harus menjadi tanggung jawab

bersama masing-masing individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Penyelenggaraan pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa

dan sekaligus meningkatkan kualitas penduduk. Upaya mencapai tujuan tersebut

tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana pendidikan. Disamping

prasarana pendidikan, seperti alat-alat pendidikan dan buku pelajaran,

tercukupinya jumlah sekolah dan guru sangat penting bagi terselenggaranya

proses belajar mengajar yang baik. Dengan demikian sekolah, guru, dan murid

merupakan tiga komponen dasar sistim pendidikan.

Seperti tertera pada Tabel 12, jumlah sekolah, murid, dan guru untuk

masing-masing tingkat pendidikan kabupaten/kota di provinsi Jambi cukup

bervariasi. Secara umum, Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci mempunyai jumlah

sekolah dan guru lebih banyak dibanding dengan kabupaten lain. Hal ini

menyebabkan penduduk di kedua daerah tersebut mempunyai rata-rata tingkat

pendidikan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat pendidikan penduduk

kabupaten lain (Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jambi, 2002). Berdasarkan

rasio guru dan murid, tampaknya cukup rasional karena rata-rata rasio guru dan

murid di Provinsi Jambi antara 17-20. Seperti terlihat pada Tabel 12 bahwa rasio

guru dan murid untuk sekolah dasar (SD) 20 : 1. Artinya, terdapat 1 orang guru

dalam 20 orang siswa. Rasio murid dan guru pada jenjang pendidikan SLTP dan

SLTA masing-masing 17 : 1, dan 20 : 1.

Page 91: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

91

Tabel 12 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SD, SLTP, SLTA Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2000

SD SLTP SLTA

Kabupaten/ Kota Seko

lah Murid Guru Seko

lah Murid Guru Seko

lah Murid Guru

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Kerinci 309 38531 2426 44 12731 846 15 8462 449 Merangin 297 41892 2272 28 6988 379 13 3957 277 Sarolangun 210 29272 1466 20 4679 204 9 758 144 Batanghari 185 28910 1424 24 5307 328 12 2468 278 Muaro Jambi 221 37485 1720 26 6810 415 10 2077 173 Tanjab Timur 220 28692 1574 18 5115 246 5 1157 73 Tanjab Barat 184 32070 1411 15 4170 260 8 2252 114 Tebo 224 34248 1562 27 7505 474 10 2300 216 Bungo 226 37418 1936 34 8379 527 13 4464 322 Kota Jmbi 243 54825 2467 56 19224 1165 61 23624 571 Jumlah 2319 363343 18258 292 80908 4844 156 51519 2617

Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jambi, 2002

Perekonomian Daerah

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan

pembangunan bidang ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan

perkapita dan laju pertumbuhan pendapatan tersebut. Pertumbuhan ekonomi

Provinsi Jambi Tahun 2005 mencapai 5,57 persen dan jauh lebih tinggi bila

dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2000 yaitu hanya 2,20 persen.

Selama periode 2000-2005, pendapatan perkapita meningkat dari Rp.1.759.430

pada tahun 2000 menjadi Rp.3.373.222 pada tahun 2005, sedangkan berdasarkan

harga konstan 1993 pendapatan perkapita Provinsi Jambi pada tahun 2000 sebesar

Rp. 1.372.119 dan pada tahun 2005 turun menjadi Rp. 1.248.614, atau mengalami

perlambatan pertumbuhan rata-rata 2,25 persen pertahun. Berdasarkan laporan

Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi ternyata sampai tahun 2005, sektor pertanian

masih memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB (28,8%).

Berdasarkan indikator makro ekonomi, perkembangan ekonomi daerah

dapat dilihat dari sisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara absolut

berdasarkan harga berlaku bahwa PDRB Provinsi Jambi bergerak naik secara

kontinu dari tahun 2004-2005, yaitu sebesar Rp.18.487.943 juta pada tahun 2004,

dan naik menjadi Rp.22.487.011 juta tahun 2005 atau terjadi peningkatn sebesar

21,6 persen.

Page 92: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

92

Berdasarkan harga konstan tahun 1993, PDRB Provinsi Jambi juga

menunjukkan perkembangan yang cukup berarti walaupun tingkat peningkatannya

tidak setajam PDRB berdasarkan angka absolut. Seperti pada tahun 2004, PDRB

Provinsi Jambi sebesar Rp. 11.953.885 juta, dan meningkat menjadi

Rp.12.619.972 juta pada tahun 2005 atau terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen

(BPS, Provinsi Jambi 2006).

Berdasarkan indikator PDRB, kinerja pemerintah Provinsi Jambi secara

keseluruhan cukup baik, karena pertumbuhan perekonomian daerah dalam masa

krisis ekonomi dan otonomi daerah menunjukkan perbaikan walaupun secara

sektoral masih terdapat kesulitan untuk memperbaiki kinerjanya. Transformasi

struktural yang diharapkan untuk menggeser kinerja daerah yang hanya bertumpu

kepada produk-produk primer sudah mulai terjadi hanya saja cukup lambat

sehingga nilai tambah sektoral masih terus mengalir keluar atau dinikmati oleh

provinsi atau daerah lain. Perubahan paradigma kebijakan pembangunan adalah

salah satu kunci perbaikan ke depan untuk mempercepat pertumbuhan daerah dan

meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Aksesibilitas

Dari sisi potensi perekonomian Provinsi jambi termasuk dalam kawasan

segi tiga pertumbuhah Indonesia – Malaysia - Singapura (IMS-GT). Jarak tempuh

Jambi ke Singapura jalur laut melalui Batam dengan menggunakan kapal cepat

Jet-foil sekitar 5 jam. Secara lokasi Jambi termasuk dalam kawasan imbas segitiga

pertumbuhan ekonomi yang meningkat akibat spill over effect dari SIBAJO dan

IMS-GT.

Aksesibiltas di Provinsi Jambi cukup tinggi hal ini dikarenakan oleh

adanya sarana transportasi baik darat, udara dan perairan. Jaringan jalan darat di

Provinsi Jambi yang telah dibangun sampai tahun 1996, sepanjang 7.886,887 km

yang terdiri dari : jalan negara sepanjang 855.397 km, jalan provinsi sepanjang

1.153.397 km, dan jalan kabupaten sepanjang 5.878,342 km. Jalan negara

merupakan jalan lintas Sumatera yang memanjang dari utara ke selatan. Jalan

darat ini memiliki beberapa terminal yang teletak di semua kota atau kabupaten:

yaitu (1) Kota Jambi: terminal Simpang Rimbo, dan terminal Rawa Sari, (2) Kabupaten

Page 93: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

93

Batanghari: terminal Muara Bulian, dan terminal Muara Tembesi, (3) Kabupaten

Bungo: terminal Muara Bungo, dan terminal Muara Tebo, (4) Kabupaten Tebo:

terminal Muara Tebo, (5) Kabupaten Marangin: terminal Bangko, (6) Kabupaten

Sarolangun: terminal Sarolangun Bangko, dan terminal Singkut, (7) Kabupaten

Kerinci: terminal Kumun (Sungai Penuh), (8) Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar):

terminal Pembengis (Kuala Tungkal), dan (9) Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim):

terminal Muara Sabak.

Dilihat dari transportasi air (sungai dan laut), Provinsi Jambi memiliki

cukup banyak pelabuhan terutama pelabuhan sungai, seperti pelabuhan BOM

Baru (Kota Jambi), Muara Bulian, Muara Tembesi, Suak Kandis (Kabupaten

Batanghari), Sungai Bengkal, Muara Tebo (Kabupaten Bungo-Tebo), Pauh,

Sarolangun (Kabupaten Sarolangun Bangko), Puding, Rantau Rasau, Nipah

Panjang, Sungai Lokan, Mendahara dan Kampung Laut (Kabupaten Tanjung

Jabung Timur), sedangkan pelabuhan laut ada lima darmaga, yakni: Talang Duku

(Kota Jambi), Muara Sabak, Kuala Tungkal, Nipah Panjang dan Mendahara. Dari

segi perhubungan udara, Provinsi Jambi memiliki 2 bandara yaitu bandara Sultan

Thaha (Kota Jambi) dan Bandara perintis Depati Parbo (Kabupaten Kerinci).

Distribusi dan Pemanfaatan Lahan

Seperti tertera pada kondisi geografis bahwa Provinsi Jambi mempunyai

luas wilayah sekitar 53.435,38 Km2. Dari luas wilayah tersebut lahan yang tersisa

untuk pertanian, pemukiman, perindustrian dan pertambangan hanya 2.538.153

ha. Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk per luasan lahan pertanian atau

kepadatan penduduk agraris sekitar 0.9 jiwa /ha atau 90 jiwa/Km2. Angka ini

lebih besar dari Provinsi Sumatera Selatan, Riau. Jika lahan tersebut dikurangi

dengan untuk fasilitas umum, pemukiman, perkantoran, industri, waduk, danau

dan konsesi pertambangan yang diasumsikan sekitar 30 persen maka lahan

pertanian yang tersisa hanya 1.776.707 ha. Lahan pertanian yang tersedia

terdapat lahan kritis seluas 17.015 ha dan semi kritis seluas 584.584 ha serta

potensial kritis seluas 378.702 ha. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini

sangat rentan bila tidak dilakukan usaha pengelolaan yang lebih baik di masa akan

Page 94: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

94

datang. Keprihatinan ini telah terbukti dengan menurunnya produktivitas lahan

pertanian (pangan) dari tahun ke tahun.

Karakteristik Keluarga Contoh

Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak Pola dan distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan

dapat menggambarkan taraf pendidikan penduduk secara keseluruhan. Semakin

tinggi persentase penduduk yang menamatkan pendidikan pada jenjang yang lebih

tinggi menunjukkan kondisi pendidikan penduduk yang semakin membaik.

Tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh seorang penduduk merupakan salah satu

parameter kualitas sumberdaya manusia sehingga pendidikan merupakan hal yang

sangat mutlak diperlukan apalagi pada masa millennium ini.

Menurut Ananta dan Hatmadji (Suandi, dan Ernawati, 2005), tingkat

pendidikan merupakan salah satu tolok ukur yang sering digunakan untuk

mengukur tingkat kemajuan suatu daerah atau masyarakat. Pendidikan tidak

hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan, melainkan juga

meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutu yang tinggi dan baik,

jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan masyarakat

melainkan sebagai modal atau aset pembangunan. Disisi lain, Sumitro (Suandi,

dan Ernawati, 2005) melihat bahwa tingkat pendidikan dapat berpengaruh dalam

keterampilan teknis dan kecerdasan akademis untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri, rumahtangga dan bahkan masyarakat luas baik untuk keperluan pangan,

penciptaan lapangan kerja baru yang produktif serta dapat mengembangkan dan

mengelola sumberdaya manusia itu sendiri.

Hasil analisis dari penelitian ini bahwa proporsi anak-anak keluarga

contoh yang tamat pada jenjang pendidikan SLTP kebawah masih tergolong

relatif besar yaitu mencapai lebih dari 40 persen (Tabel 13). Apalagi dibedakan

berdasarkan wilayah penelitian bahwa anak-anak keluarga contoh yang

berdomisili di wilayah Pesisir pantai memperoleh rata-rata pendidikan SLTP

kebawah mencapai 57,6 persen (Gambar 8).

Page 95: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

95

Tabel 13 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak, Tahun 2006

Sebaran Keluarga Contoh (orang)

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat

pendidikan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 < Sekolah Dasar 37 21.3 55 36.4 92 28.3

02 SLTP 40 23.0 32 21.2 72 22.2

03 SLTA 58 33.3 52 34.4 110 33.8

04 Diploma dan Sarjana 39 22.4 12 7.9 51 15.7

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

0

5

10

15

20

25

30

35

40

<SD SLTP SLTA PT

W.GunungW.Pesisir

Total

Gambar 8 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak, Tahun 2006

Padahal mengacu kepada peraturan pemerintah bahwa minimal pendidikan

anak yaitu tamat pada jenjang pendidikan SLTP (pendidikan dasar 9 tahun). Hasil

observasi dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat setempat diperoleh

informasi bahwa rendahnya tingkat pendidikan anak-anak di lokasi penelitian

(kasus di Kecamatan Mendahara Ilir) disamping kemauan dan kemampuan orang

tua dan anak didik yang rendah juga dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas sekolah

terutama transportasi yang terbatas. Hasil observasi menunjukkan bahwa alat

transportasi yang digunakan masyarakat di lokasi penelitian adalah alat

Page 96: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

96

transportasi sungai dengan biaya relatif mahal dan frekuensi yang terbatas apalagi

pada musim air pasang tinggi maka mobilitas transportasi berkurang.

Status Kepemilikan Rumah

Status rumah keluarga contoh di daerah penelitian berupa: hak milik,

sewa, dan numpang. Adapun yang dimaksud dengan hak milik yaitu hak

kepemilikan rumah tersebut dikuasai langsung oleh keluarga contoh sendiri tanpa

dapat diganggu gugat oleh siapapun yang ditunjukkan oleh tanda bukti dari adat

atau kelompok kalbu, berupa tanda batas bangunan. Status kepemilikan sewa

yaitu mendiami rumah orang lain dengan konpensasi membayar uang atau biaya

ataupun bentuk lainnya untuk perbaikan atau pemeliharaan rumah tersebut,

sedangkan status kepemilikan numpang yaitu mendiami rumah orang lain, orang

tua ataupun mendiami rumah keluarga lainnya tanpa ada perjanjian pembayaran

uang atau biaya kompensasi.

Status kepemilikan rumah (Tabel 14) merupakan salah satu variabel yang

menjadi indikator kesejahteraan ekonomi keluarga. Artinya, semakin baik status

kepemilikan rumah keluarga contoh maka diasumsikan bahwa kondisi

kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut tergolong sejahtera, dan sebaliknya.

Berkenaan dengan itu, data lapangan menunjukkan bahwa status kepemilikan

rumah keluarga contoh di daerah penelitian sebesar 80 persen lebih merupakan

hak milik.

Tabel 14 Sebaran Contoh Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah

Pesisir pantai T o t a l

No

Status Pemilikan Rumah Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Hak Milik 139 79.9 149 98.6 288 88.6

02 Sewa 2 1.1 1 0.7 3 0.9

03 Numpang 33 19.0 1 0.7 34 10.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Page 97: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

97

Apabila dibedakan berdasarkan wilayah penelitian, ternyata status

kepemilikan yang berupa hak milik paling besar terdapat di wilayah pesisir pantai

yaitu mencapai 98 persen atau hampir mendekati 100 persen, sedangkan di

wilayah pegunungan hanya 79,9 persen (Tabel 14). Hal ini mengindikasikan

bahwa status kepemilikan rumah keluarga contoh di daerah penelitian cukup baik,

dan ini merupakan salah satu modal sebagai aset kekayaan keluarga. Namun

demikian, status kepemilikan ini belum tentu bisa digunakan sebagai tolok ukur

kekayaan suatu rumahtangga karena belum dihubungkan dengan tipe rumah

termasuk luas dan jenis bahan bangunan yang digunakan. Berdasarkan hasil

wawancara dan pengamatan lapangan, tampaknya masyarakat di daerah penelitian

lebih dari separo memiliki tipe rumah semi permanen dan permanen (54 %)

(Tabel 15). Adapun kriteria yang digunakan untuk melihat tipe rumah ini dilihat

dari jenis lantai, dinding, dan jenis atap yang digunakan. Misalnya, jenis lantai

dan dinding terbuat dari beton maka tipe rumah tersebut tergolong pada kelompok

permanen, sedangkan jenis dinding terbuat dari papan dan sejenis maka rumah

tersebut tergolong semi permanen, dan apabila jenis lantai dan dinding terbuat

dari kayu dan sejenis maka termasuk pada kelompok rumah sederhana.

Tabel 15 Sebaran Contoh Berdasarkan Tipe Rumah, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah

Pesisir pantai T o t a l

No

Tipe Rumah

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Sederhana 36 20.7 45 29.8 81 24.9

02 Sederhana 19 10.9 48 31.8 67 20.6

03 Semi Permanen 85 48.9 48 31.8 133 40.9

04 Permanen 34 19.5 10 6.6 44 13.6

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Luas Lantai Rumah

Luas lantai rumah berkaitan dengan jumlah anggota keluarga yang

mendiami rumah tersebut sehingga pada gilirannya berdampak kepada keserasian,

Page 98: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

98

dan kesehatan anggota keluarga. Artinya, semakin sempit rumah maka tingkat

keserasian dan kesehatan anggota keluarga akan terganggu karena terbatasnya

ruang pergerakan udara dalam rumah. Rata-rata luas rumah atau luas lantai rumah

keluarga contoh 55,6 M2. Apabila dibedakan berdasarkan wilayah penelitian,

ternyata rata-rata luas rumah paling besar terdapat di wilayah pegunungan yaitu

seluas 59,5 M2, sedangkan di wilayah pesisir pantai rata-rata 51,7 M2 (Tabel 16).

Berdasarkan rata-rata luas rumah perkapita yaitu 13,5 M2 di wilayah pegunungan

dan 11,2 M2 di wilayah pesisir pantai. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata

luas rumah keluarga contoh di daerah penelitian tergolong baik karena hasil

penelitian di daerah miskin yang rata-rata luasnya sekitar 47,5 M2 (Suandi,

2002:43).

Tabel 16 Sebaran Contoh Berdasarkan Luas Lantai Rumah, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l

No

Luas Lantai

Rumah (M2) Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kecil (< 36) 53 30.5 38 25.2 91 28.0

02 Kecil (36-45) 24 13.8 52 34.4 76 23.4

03 Luas (46-72) 51 29.3 38 25.2 89 27.4

04 Sangat Luas (> 72) 46 26.4 23 15.2 69 21.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

- Rata-rata 59,5 M2 51,7 M2 55,6 M2

Jenis Dinding Rumah

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa jenis dinding rumah berkaitan erat

dengan kualitas rumah atau tingkat kesejahteraan seorang individu, misalnya jenis

dinding terbuat dari papan dan sejenis maka rumah tersebut tergolong semi

permanen, dan apabila jenis dinding terbuat dari kayu dan sejenis maka termasuk

pada kelompok rumah sederhana. Dengan arti kata, kelompok masyarakat tersebut

diasumsikan berada pada kelompok masyarakat kurang berkecukupan atau

tergolong miskin, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan

Page 99: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

99

lapangan diperoleh informasi bahwa rata-rata dinding rumah keluarga contoh di

daerah penelitian sebagian besar terbuat dari kayu yaitu hampir mencapai 60

persen (Tabel 17). Apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian, ternyata

jenis dinding rumah yang terbuat dari kayu mayoritas terdapat di wilayah pesisir

pantai yaitu 90 persen lebih, sedangkan di wilayah pegunungan hanya sekitar 35

persen. Menurut hasil pengamatan lapangan dan wawancara mendalam dengan

beberapa tokoh masyarakat setempat terutama di daerah Kecamatan Mendahara

Ilir (wilayah pesisir pantai) tentang jenis dinding rumah yang digunakan oleh

masyarakat setempat sangat dipengaruhi oleh faktor alam karena umumnya di

wilayah pesisir pantai ini adalah wilayah pasang surut dengan kondisi alam

“berpayo” sehingga sulit sekali membangun rumah dengan jenis bangunan dari

beton kalaupun ada harus mengeluarkan biaya cukup mahal. Sebaliknya, di

wilayah pegunungan kondisi alam cukup mendukung pembangunan rumah

dengan jenis dinding yang terbuat dari beton.

Tabel 17 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Dinding Rumah, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l

No

Jenis Dinding

Rumah Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Bambu 8 4.6 0 0.0 8 2.5

02 Kayu 53 30.5 141 93.4 194 59.7

03 Sebagian Tembok 27 15.5 3 2.0 30 9.2

04 Tembok 86 49.4 5 3.3 91 28.0

05 Marmar 0 0.0 2 1.3 2 0.6

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Jenis Atap Rumah

Jenis atap rumah keluarga contoh peran dan fungsinya tidak jauh berbeda

dengan dinding rumah karena kedua variabel ini sangat berkaitan satu dengan

lainnya. Seperti peran dan fungsi dinding rumah maka atap rumah juga berkaitan

erat dengan kualitas rumah atau tingkat kesejahteraan seorang individu, misalnya

Page 100: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

100

jenis atap terbuat dari sirap atau nipah dan sejenis maka rumah tersebut tergolong

sederhana. Dengan arti kata, kelompok masyarakat tersebut diasumsikan berada

pada kelompok masyarakat kurang berkecukupan atau tergolong miskin, dan

sebaliknya. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan diperoleh

informasi bahwa rata-rata atap rumah keluarga contoh di daerah penelitian

sebagian besar terbuat dari seng yaitu hampir mencapai 100 persen (Tabel 18).

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesejahteraan ekonomi keluarga contoh di

daerah penelitian berdasarkan dari jenis atap rumah tergolong baik. Apabila

dibedakan berdasarkan daerah penelitian, ternyata jenis atap rumah di kedua

wilayah tersebut yakni wilayah pegunungan dan wilayah pesisir pantai mayoritas

terbuat dari seng yaitu mencapai 95 persen.

Tabel 18 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Atap Rumah, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l No

Jenis

Atap Rumah Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Nipah 0 0 1 0.7 1 0.3

02 Sirap 0 0 0 0.0 0 0.0

03 Seng 174 100.0 143 94.7 317 97.5

04 Genteng 0 0.0 7 4.6 7 2.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Jenis Lantai Rumah

Seperti halnya jenis dinding, atap rumah maka jenis lantai rumah juga erat

kaitannya dengan kualitas rumah atau tingkat kesejahteraan seorang individu,

misalnya jenis lantai terbuat dari kayu dan sejenis maka rumah tersebut tergolong

sederhana, dan sebaliknya apabila jenis lantai terbuat dari semen/beton dan sejenis

maka termasuk pada kelompok rumah permanen. Dengan arti kata, jenis lantai

rumah dapat menentukan tingkat kesejahteraan seorang individu atau keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan diperoleh informasi

bahwa rata-rata jenis lantai rumah keluarga contoh di daerah penelitian sebagian

Page 101: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

101

besar terbuat dari kayu yaitu hampir mencapai 70 persen dan melebihi dari

persentase dinding rumah yang terbuat dari kayu (60 %) (Tabel 19). Apabila

dibedakan berdasarkan daerah penelitian, ternyata tidak jauh berbeda dengan jenis

dinding rumah yaitu sebagian besar terdapat di wilayah pesisir pantai (93 %),

sedangkan di wilayah pegunungan hanya sekitar 49 persen. Banyaknya jenis lantai

rumah yang terbuat dari kayu di wilayah pesisir pantai dan seperti halnya jenis

dinding rumah disebabkan oleh faktor alam karena umumnya di wilayah pesisir

pantai ini adalah wilayah pasang surut dengan kondisi alam “berpayo” sehingga

sulit sekali membangun rumah dengan jenis bangunan dari beton kalaupun ada

harus mengeluarkan biaya cukup mahal. Sebaliknya, di wilayah pegunungan

kondisi alam cukup mendukung pembangunan rumah dengan jenis lantai yang

terbuat dari beton.

Tabel 19 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Lantai Rumah, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah

Pesisir pantai T o t a l

No

Jenis

Lantai Rumah Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Kayu 85 48.9 140 92.7 225 69.2

02 Semen/beton 88 50.5 7 4.6 95 29.2

03 Keramik 1 0.6 4 2.7 5 1.6

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Fasilitas Rumah

Fasilitas rumah sangat mendukung dari kualitas rumah atau tingkat

kesejahteraan seorang individu atau keluarga contoh. Adapun yang diukur tentang

fasilitas rumah keluarga contoh ini yaitu berupa alat penerangan yang digunakan,

air kebutuhan minum dan fasilitas jamban keluarga. Berdasarkan hasil

wawancara dan observasi lapangan diperoleh informasi bahwa rata-rata fasilitas

rumah yang dimiliki keluarga contoh di daerah penelitian tergolong baik (55 %).

Apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian, ternyata fasilitas rumah di

kedua wilayah relatif sama baik di wilayah pegunungan maupun di wilayah

Page 102: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

102

pesisir pantai karena masing-masing wilayah tersebut yang tergolong pada tingkat

fasilitas rumah yang baik masing-masing adalah 59 dan 50 persen (Tabel 20).

Tabel 20 Sebaran Contoh Berdasarkan Fasilitas Rumah yang Dimiliki, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah

Pesisir pantai T o t a l

No

Fasilitas Rumah

Yang Dimiliki Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kurang 36 20.7 74 49.0 110 33.8

02 Kurang 36 20.7 0 0.0 36 11.1

03 Baik 33 19.0 2 1.3 35 10.8

04 Sangat Baik 69 39.6 75 49.7 144 44.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa fasilitas rumah keluarga contoh di

daerah penelitian diukur dari fasilitas alat penerangan yang digunakan, air minum

dan fasilitas jamban keluarga. Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga

contoh diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang cukup mencolok

antara fasilitas yang dimiliki masing-masing wilayah. Misalnya fasilitas air

minum, di wilayah pesisir pantai mayoritas menggunakan fasilitas air minum

berasal dari air hujan yaitu lebih dari 95 persen, sedangkan di wilayah

pegunungan sebanyak 55 persen lebih keluarga contoh menggunakan fasilitas air

minum berasal dari fasilitas PDAM dan air sumur pribadi. Hal kedua yang

menarik diperhatikan yaitu fasilitas alat penerangan yang digunakan keluarga

contoh, hasil wawancara dan pengamatan lapangan diperoleh informasi bahwa

wilayah pesisir pantai mayoritas menggunakan fasilitas penerangan berasal dari

PLN yaitu lebih dari 95 persen, sedangkan di wilayah pegunungan yang

menggunakan fasilitas penerangan berasal dari PLN hanya sebanyak 58 persen.

Menurut hemat peneliti, terdapatnya perbedaan cukup mencolok fasilitas rumah

yang dimiliki keluarga contoh di kedua daerah penelitian ini disebabkan oleh dua

hal, pertama faktor alam dan kedua faktor asal permukiman. Faktor alam

misalnya, seperti disebutkan sebelumnya bahwa di wilayah pesisir pantai adalah

wilayah pasang surut sehingga sulit sekali membangun sumur pribadi dan jaringan

Page 103: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

103

air minum keperluan keluarga melalui PDAM, dan kedua di wilayah ini

diuntungkan karena merupakan daerah tujuan transmigrasi sehingga memiliki

fasilitas alat penerangan yang disubsidi oleh pemerintah. Namun lain halnya

dengan wilayah pegunungan dengan kondisi alam sangat mendukung

pengembangan jaringan fasilitas air minum keperluan keluarga tetapi wilayah ini

bukan merupakan wilayah tujuan transmigrasi sehingga tidak ada subsidi fasilitas

penerangan dari pihak pemerintah. Fasilitas rumah lainnya yang sangat penting

dalam melihat tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga contoh di daerah penelitian

yaitu fasilitas jamban keluarga. Berdasarkan wawancara dari keluarga contoh

diperoleh hasil bahwa di wilayah pesisir pantai yang memiliki jamban keluarga

hampir mencapai 100 persen, sedangkan di wilayah pegunungan hanya sekitar 30

persen.

Jarak Rumah dengan Fasilitas Umum

Jarak rumah dengan fasilitas umum (Tabel 21) dan (Tabel 22) merupakan

salah satu variabel penting dalam melihat tingkat kesejahteraan seorang individu

atau keluarga tertentu namun sampai sekarang juah-dekatnya jarak rumah dengan

fasilitas umum belum ada kesepekatan yang baku baik dari ukuran Badan Pusat

Statistik maupun dari BKKBN. Hasil wawancara diperoleh rata-rata jarak rumah

dengan fasilitas umum di daerah penelitian berkisar antara 200,8 – 4.117 meter.

Seperti terlihat pada Tabel 21 bahwa rata-rata jarak rumah paling jauh terdapat di

wilayah pesisir pantai yaitu mencapai 4.117 meter, sedangkan di wilayah

pegunungan jarak rumah keluarga contoh dengan fasilitas umum hanya 200,8

meter. Relatif jauhnya jarak rumah keluarga contoh di wilayah pesisir pantai

disebabkan oleh faktor alam, sebagian besar permukiman keluarga di wilayah

pesisir pantai berpencar di sepanjang pantai timur sumatera (wilayah pantai

Provinsi Jambi) dengan jarak relatif jauh antara satu wilayah dengan wilayah

lainnya. Seperti jarak permukiman penduduk di desa mendahara ilir dengan pasar

dan jalan utama atau jalan kabuapten berjarak sekitar 18.000 meter.

Page 104: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

104

Tabel 21 Sebaran Contoh Berdasarkan Jarak Rumah dengan Fasilitas Umum, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l No

Jarak Rumah

Dengan Fasilitas Umum Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Dekat (< 0.5 km) 124 71.2 60 39.7 184 56.6

02 Dekat (0.5-0.9 Km) 21 12.1 17 11.3 38 11.7

03 Jauh (1–1.4 km) 4 2.3 19 12.6 23 7.1

04 Sangat Jauh ( > 1,5km) 25 14.4 55 36.4 80 24.6

- T o t a l 174 100.00 151 100.00 325 100.00

- Rata-rata 200,8 m 4.117 m 2.158,5 m

Berdasarkan fasilitas umum yang ada di sekitar wilayah penelitian, seperti

tertera pada Tabel 22, ternyata jarak paling dekat terdapat pada fasilitas rumah

ibadah yaitu mencapai 90 persen lebih dengan jarak yang dekat dan sangat dekat

dengan rumah keluarga contoh, dan kedua terdapat pada fasilitas pendidikan yaitu

mencapai 70 persen lebih, sedangkan jarak paling jauh terdapat pada fasilitas

pasar yaitu sekitar 65 persen lebih yang merupakan jarak rumah keluarga contoh

dengan pasar merupakan jarak yang jauh dan sangat jauh. Sekali lagi disampaikan

bahwa rata-rata jarak rumah keluarga contoh di wilayah penelitian yang paling

jauh terdapat di wilayah pesisir pantai kecuali jarak rumah dengan fasilitas rumah

ibadah.

Akses terhadap Fasilitas Umum Seperti halnya dengan jarak rumah, akses terhadap fasilitas umum juga

merupakan variabel penting dalam melihat tingkat kesejahteraan seorang individu

atau keluarga tertentu. Tabel 23 memperlihatkan bahwa kondisi akses rumah

dengan fasilitas umum tidak jauh berbeda dengan kondisi jarak rumah dimana

akses rumah paling kurang lancar terdapat di wilayah pesisir pantai yaitu

mencapai 45 persen, sedangkan di wilayah pegunungan akses rumah keluarga

contoh dengan fasilitas umum yang kurang dan tidak lancar hanya 19 persen.

Page 105: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

105

Tabel 22 Sebaran Contoh Berdasarkan Jarak Rumah dengan Fasilitas Umum, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l No

Jarak Rumah

Dengan Fasilitas Umum (km) Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Pasar Terdekat: Sangat Dekat (< 0.5 km) 100 57.5 0 0.0 100 30.8 Dekat (0.5-0.9 Km) 17 9.8 6 4.0 23 7.1

Jauh (1–1.4 km) 5 2.8 15 9.9 20 6.1

Sangat Jauh ( > 1,5km) 52 29.9 130 86.1 182 56.0

- T o t a l 174 100.00 151 100.00 325 100.00 02 Jalan Utama: Sangat Dekat (< 0.5 km) 159 91.3 64 42.4 223 68.6 Dekat (0.5-0.9 Km) 10 5.8 6 4.0 16 4.9

Jauh (1–1.4 km) 1 0.6 0 0.0 1 0.3

Sangat Jauh ( > 1,5km) 4 2.3 81 53.6 85 26.2 - T o t a l 174 100.00 151 100.00 325 100.00 03 Fasilitas Pendidikan: Sangat Dekat (< 0.5 km) 128 73.6 51 33.8 179 55.1 Dekat (0.5-0.9 Km) 25 14.4 36 23.8 61 18.8

Jauh (1–1.4 km) 6 3.4 46 30.5 52 16.0

Sangat Jauh ( > 1,5km) 15 8.6 18 11.9 33 10.1

- T o t a l 174 100.00 151 100.00 325 100.00 04 Fasilitas Kesehatan: Sangat Dekat (< 0.5 km) 84 48.3 78 51.7 162 49.9 Dekat (0.5-0.9 Km) 33 19.0 12 7.9 45 13.8

Jauh (1–1.4 km) 7 4.0 15 9.9 22 6.8

Sangat Jauh ( > 1,5km) 50 28.7 46 30.5 96 29.5 - T o t a l 174 100.00 151 100.00 325 100.00 05 Fasilitas Ibadah: Sangat Dekat (< 0.5 km) 151 86.8 106 70.2 257 79.1 Dekat (0.5-0.9 Km) 18 10.3 25 16.6 43 13.2

Jauh (1–1.4 km) 2 1.2 19 12.5 21 6.5

Sangat Jauh ( > 1,5km) 3 1.7 1 0.7 4 1.2

- T o t a l 174 100.00 151 100.00 325 100.00

Relatif besarnya persentase akses rumah keluarga contoh di wilayah pesisir pantai

yang kurang dan tidak lancar dan seperti halnya dengan kondisi jarak rumah yaitu

Page 106: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

106

disebabkan oleh faktor alam karena permukiman keluarga contoh di wilayah

pesisir pantai berpencar di sepanjang pantai timur sumatera dengan jarak relatif

jauh antara satu wilayah dengan wilayah lainnya dengan alat transportasi yang

relatif terbatas sehingga tingkat aksesibilitas sangat terbatas. Sebaliknya, di

wilayah pegunungan memiliki jarak permukiman dengan fasilitas umum relatif

dekat dengan alat transportasi lancar sehingga sangat memungkinkan tingkat

aksesibilitas masyarakat sangat terbuka dan lancar.

Tabel 23 Sebaran Contoh Berdasarkan Akses Rumah dengan Fasilitas Umum, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah Pesisir

pantai T o t a l

No

Akses Rumah

Dengan Fasilitas Umum Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak Memiliki Akses 0 0 0 0 0 0 02 Kurang Lancar 33 19.0 68 45.0 101 31.1

03 Lancar 64 36.8 81 53.6 145 44.6

04 Sangat Lancar 77 44.2 2 1.4 79 24.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Berdasarkan sebaran fasilitas umum yang ada di sekitar wilayah

penelitian, seperti tertera pada Tabel 24, ternyata akses paling lancar terdapat pada

fasilitas rumah ibadah yaitu mencapai 90 persen lebih dan akses paling lancar

kedua terdapat pada fasilitas pendidikan yaitu mencapai 75 persen, sedangkan

akses yang kurang dan tidak lancar terdapat pada fasilitas pasar yaitu sekitar 50

persen lebih. Relatif besarnya persentase yang kurang dan tidak lancar akses

masyarakat dengan fasilitas pasar disebabkan oleh faktor keberadaan pasar

terutama di wilayah pesisir pantai. Menurut hasil pengamatan lapangan diperoleh

informasi bahwa pasar umumnya berada di kota Kabupaten. Seperti penuturan

beberapa keluarga contoh, mereka berbelanja untuk keperluan rumahtangga harus

pergi ke pasar kabupaten karena di desa tempat mereka tinggal tidak tersedia

pasar secara lengkap untuk kebutuhan rumahtangga dan lain halnya di wilayah

pegunungan bahwa pasar tradisional hampir tersedia di setiap kecamatan bahkan

di beberapa desa contoh, seperti desa Jujun dan Koto Agung memiliki pasar

Page 107: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

107

tradisional tersendiri sehingga memudahkan bagi keluarga contoh untuk

berbelanja keperluan rumahtangga.

Tabel 24 Sebaran Contoh Berdasarkan Akses Rumah dengan masing-masing Fasilitas Umum, 2006

Jumlah Keluarga Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l No

Akses Rumah

Dengan Fasilitas Umum Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Pasar Terdekat: Tidak Memiliki Akses 0 0.0 0 0 0 0

Kurang Lancar 40 23.0 132 87.4 172 52.9

Lancar 60 34.5 19 12.6 79 24.3

Sangat Lancar 74 42.5 0 0 74 22.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

02 Jalan Utama:

Tidak Memiliki Akses 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurang Lancar 32 18.4 91 60.3 123 37.8

Lancar 57 32.8 59 39.1 116 35.7

Sangat Lancar 85 48.9 1 .7 86 26.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

03 Fasilitas Pendidikan:

Tidak Memiliki Akses 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurang Lancar 34 19.5 46 30.5 80 24.6

Lancar 62 35.6 105 69.5 167 51.4

Sangat Lancar 78 44.8 0 0.0 78 24.0

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

04 Fasilitas Kesehatan:

Tidak Memiliki Akses 0 0 0 0.0 0 0

Kurang Lancar 55 31.6 50 33.1 105 32.3

Lancar 75 43.1 99 65.6 174 53.5

Sangat Lancar 44 25.3 2 1.3 46 14.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

05 Fasilitas Ibadah:

Tidak Memiliki Akses 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurang Lancar 3 1.7 20 13.2 23 7.1

Lancar 64 36.8 125 82.8 189 58.2

Sangat Lancar 107 61.5 6 4.0 113 34.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Page 108: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

108

ARTIKEL 1

PENGARUH FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI, MANAJEMEN SUMBERDAYA KELUARGA

DAN MODAL SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI OBJEKTIF KELUARGA BERDASARKAN

WILAYAH AGROEKOLOGI Suandi1, Ujang Sumarwan2, Suprihatin Guhardja2, Pang S. Asngari3, Euis Sunarti2

ABSTRAK

Provinsi Jambi dikenal dengan tiga kelompok komunitas masyarakat, yakni: masyarakat yang berada pada wilayah dataran rendah, dataran tinggi, dan wilayah pesisir pantai atau dikenal dengan wilayah pasang surut. Dari ketiga kelompok komunitas tersebut terdapat berbagai kelompok ethnicity terutama di wilayah pesisir pantai dan wilayah dataran rendah sehingga dapat berpengaruh terhadap income inequality. Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga, (2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga, dan (3) mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga berdasarkan wilayah agroekologi. Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi: Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pengumpulan data berlangsung selama delapan bulan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2007. Data yang dikumpulkan, meliputi: (1) sosio-demografi, (2) manajemen sumberdaya keluarga, (3) modal sosial: asosiasi lokal, dan karakter masyarakat, dan (4) kesejahteraan ekonomi objektif keluarga (proxy pengeluaran keluarga). Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survai terhadap 325 rumahtangga dan dilanjutkan metode Indepth Interview terhadap 33 informan dan Focus Group Discussion (FGD) terhadap beberapa keluarga terpilih dengan jumlah 10 kelompok. Analisis data menggunakan Uji Regresi Berganda melalui program SPSS versi 13, model Kuznets, Kurva Lorenz dan dilanjutkan Uji Mann-Whitney (U-test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan ekonomi objektif keluarga secara positif dipengaruhi oleh faktor manajemen sumberdaya keluarga, dan faktor modal sosial terutama faktor manajemen keuangan keluarga, tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, manfaat asosiasi bagi keluarga, dan faktor keterpercayaan masyarakat. Distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga di daerah penelitian relatif baik di wilayah pesisir maupun di wilayah pegunungan. Namun demikian, tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga yang berada di wilayah pegunungan lebih merata dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan yang berada di wilayah pesisir pantai. Key words: kesejahteraan ekonomi objektif keluarga, disparitas, dan agroekologi

1 Dosen Tetap pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2 Dosen Tetap pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB 3 Dosen Tetap pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB 86

Page 109: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

109

THE EFFECT OF SOCIO-DEMOGRAPHY, FAMILY RESOURCE MANAGEMENT, AND SOCIAL CAPITAL ON FAMILY

OBJECTIVE ECONOMIC WELL-BEING IN AGROECOLOGY AREA

ABSTRACT

The objectives of this study are: (1) to comprehend and analyze of family objective economic well-being, (2) to analyze factors effect on family objective economic well-being, and (3) to comprehend and analyze disparities of family objective economic well-being. The research design is cross sectional and was carried out in Kerinci and East Tanjung Jabung districts from January to August 2006. Variables used are family objective economic well-being, socio-demography, resources management, and social capital. Variable of socio-demografphy are educations of husband, skills of husband, and dependency ratio. Variable of resources management are management of times, household size, and management of family livelihood, and Variable of social capital are local asociation, and community characters. 325 household samples are chosen using cluster, purposive and random sampling methods. Data were collected using survay, indepth interview, and Focus Group Discussion (FGD). Descriptive, Regression, Model Kuznets, and Mann-Whitney (U-test) were used for data analyzed. The results show that management of family livelihood, participation of family in local asociation, using of asociation in family, and trust factors have positive effect on family objective economic well-being, whereas, the education of husband, skills of husband, dependency ratio, management of times, managements of household size, and asociation size do not show any effects. Family objective economic well-being are equal (no disparities) among family in the research area. Family objective economic well-being in mountainous area, however, is better than that of the family in coastal area. Key words: family objective economic well-being, disparities, and agroecology

area.

87

Page 110: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

110

PENDAHULUAN

Apabila merujuk pada pola pembangunan Indonesia dalam Pasal 33 UUD

1945 yang memberi arah pembangunan ekonomi untuk menuju kesejahteraan

sosial. Kata kunci pembangunan di Indonesia adalah kualitas Sumberdaya

Manusia (SDM). Kemudian, Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun

2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004,

pembangunan pangan dan gizi tercantum dalam bidang ekonomi serta sosial

budaya. Berdasarkan data terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 4,1

persen pertahun dengan pendapatan perkapita sekitar Rp 2.014.565,- per tahun.

Lima belas tahun terakhir, perkembangan perekonomian Indonesia dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan cukup signifikan baik diukur dari aspek Gross

Domestic Product (GDP), maupun pendapatan perkapita kecuali pada tahun 1998

perkembangan perekonomian Indonesia turun mencapai -13,3 persen akibat krisis

multi dimensi (ekonomi, moneter dan krisis moral). Pada tahun 1999 sampai

sekarang, perekonomian Indonesia pulih kembali (2000) dengan pendapatan per

kapita sebesar Rp. 1.800.050,-. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan

bidang ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah cukup berhasil. Namun

demikian, tingkat kesejahteraan (sumberdaya manusia) yang mengacu pada nilai

Human Development Index (HDI) dari tahun ke tahun terjadi sebaliknya

(penurunan). Seperti pada tahun 2002, kualitas SDM Indonesia berada pada

peringkat 102 dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan kualitas SDM negara-

negara tetangga (Malaysia, Tailand, Singapura dan Filipina), dan pada tahun 2003

indeks HDI Indonesia meningkat menjadi 112 dari 175 negara (UNDP, 2003).

Dengan arti kata, pembangunan sektor sosial dalam rangka meningkatkan SDM

ternyata tidak sejalan dengan pembangunan ekonomi.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang

dikembangkan selama ini tidak menunjukkan korelasi positif dengan kualitas

SDM. Artinya, setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi, GDP dan pendapatan

perkapita ternyata tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas Sumber

Daya Manusia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tujuan pembangunan untuk

mewujudkan pembangunan Indonesia seutuhnya belum tercapai.

88

Page 111: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

111

Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu masalah pemerataan pembangunan

yang dikembangkan pemerintah Indonesia dan tampaknya seperti yang dialami

oleh beberapa penduduk dunia bahwa kesejahteraan masyarakat antar daerah

menunjukkan tingkat disparitas dan inequality cukup kentara. Apabila

kesejahteraan diproksikan dengan nilai Product Domestic Regional Bruto

(PDRB), ternyata pembangunan terpusat di pulau Jawa yaitu mencapai 59,56

persen dari total pendapatan, Sumatera 22,05 persen, sedangkan pulau lainnya

(Kalimantan, Sulawesi dan lain- lain) hanya 8,22 persen. Kesenjangan pendapatan

atau disparitas kesejahteraan penduduk ini bermuara dari pola pembangunan yang

dikembangkan dan dijalankan oleh pemerintah semenjak pemerintahan Orde Baru

sampai sekarang. Program pembangunan mengacu pada pembangunan ekonomi,

dan dilaksanakan secara fragmented dengan bertumpu pada pertumbuhan ekonomi

dan sedikit sekali menyentuh pembangunan sumberdaya manusia apalagi

pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat.

Padahal menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1992, pasal 1, ayat 4,

pengertian kualitas penduduk (kesejahteraan) adalah kondisi penduduk dalam

aspek fisik dan non fisik serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan

sebagai manusia yang berbudaya, berkepribadian, dan hidup layak. Kesejahteraan

yang diharapkan adalah kualitas manusia Indonesia baik kualitas fisik maupun

non fisik. Kualitas SDM yang menjadi prasyarat terbentuknya manusia Indonesia

dengan tingkat produktivitas kerja yang tinggi dan merata pada setiap daerah.

Kesejahteraan diartikan suatu tata nilai kehidupan dan penghidupan bagi setiap

individu, keluarga dan masyarakat dalam berbagai aspek, seperti: ekonomi, sosial,

maupun spritual untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani

dan rohani (Undang Undang Dasar 1945).

Penduduk Provinsi Jambi, seperti penduduk lainnya di Indonesia,

mengelompok sesuai dengan ciri yang dianut, seperti: pola penguasaan lahan,

karakteristik sosio-budaya, dan etnisitas sehingga di Provinsi Jambi dikenal

dengan tiga kelompok komunitas masyarakat, yakni: masyarakat yang berada

pada wilayah dataran rendah; dataran tinggi dan wilayah pasang surut. Wilayah

dataran rendah misalnya, didominasi oleh masyarakat Melayu ditambah dengan

Page 112: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

112

pendatang (transmigran dari Jawa dan Bali) dengan hasil utama karet dan kelapa

sawit. Wilayah pasang surut didominasi oleh masyarakat Bugis dan Banjar

(migrasi spontan) dan Melayu dengan komoditas utama hasil perkebunan kelapa

dalam, hasil laut dan padi sawah pasang surut, sedangkan di wilayah dataran

tinggi didominasi oleh suku Melayu-Kerinci dengan komoditas utama hasil

perkebunan kulit manis (cassiavera), kopi dan padi sawah irigasi. Keadaan

tersebut dapat menyebabkan tingkat ethnicity yang cukup beragam antar wilayah

di Provinsi Jambi sehingga dapat berpengaruh terhadap income inequality, karena

ethnicity merupakan determinan penting dalam memicu income inequality

(Easterly, 1999); (Lazear, 1995); (Coppin dan Olsen, 1998) dan (Malan, 2000).

Setiap peningkatan sebesar satu unit jumlah kelompok ethnics dalam suatu

kelompok masyarakat akan dapat meningkatkan minimal sebesar 3 persen income

inequality (Robinson, 2002:8). Sehubungan dengan itu maka penelitian ini

bertujuan: (1) mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan

ekonomi objektif (proxy pengeluaran keluarga), (2) mengkaji perbedaan tingkat

kesejahteraan ekonomi objektif keluarga berdasarkan wilayah agroekologi.

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi

Jambi dengan dua Kabupaten terpilih, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung Timur

dan Kabupaten Kerinci. Terpilihnya kedua Kabupaten tersebut sebagai wilayah

penelitian, dengan pertimbangan kedua wilayah tersebut dapat mewakili

karakteristik kabupaten yang ada di Provinsi Jambi baik dilihat dari aspek ekologi,

ekonomi maupun sosial budaya. Kabupaten Tanjung Jabung Timur misalnya,

dapat mewakili wilayah pesisir pantai/pasang surut, mayoritas masyarakat berasal

dari suku Melayu, Bugis dan Banjar (migrasi spontan) dengan komoditas utama

hasil laut, kelapa dalam, dan padi sawah pasang surut. Kabupaten Kerinci

mewakili masyarakat wilayah pegunungan atau dataran tinggi, mayoritas

masyarakat didominasi oleh suku Melayu-Kerinci dengan komoditas utama padi

sawah irigasi, kulit manis (cassiavera), dan kopi.

Page 113: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

113

Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai dari

bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengumpulan data penelitian

dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data atau penelitian

penjajakan (uji coba kuesioner). Tahap kedua adalah pengumpulan data primer

dan sekunder.

Uji Reliabilitas

Tingkat validitas penelitian salah satunya ditentukan oleh reliabilitas

instrumen atau tingkat konsistensi antar konstruk variabel penelitian. Untuk

menguji besar kecilnya nilai reliabilitas instrument penelitian menggunakan tolok

ukur nilai a-cronbach. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai a-cronbach

penelitian berkisar antara 0,720 – 0,893. Dengan demikian, tingkat reliabilitas

antar konstrak variabel penelitian atau informasi yang terjaring cukup dapat

dihandalkan karena berdasarkan standar nilai paling rendah yaitu sebesar 0,60.

Sumber, Jenis, dan Metode Pengumpulan Data

Data penelitian bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh langsung dari keluarga terpilih melalui metode wawancara dengan

dipandu daftar pertanyaan (kuesioner) dan pedoman wawancara yang telah

dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari instansi dan lembaga

terkait disamping dari laporan hasil penelitian, journal maupun majalah yang

memuat tentang masalah kesejahteraan keluarga.

Jenis atau variabel penelitian dibagi kedalam empat kelompok, yaitu:

sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga dan variabel kesejahteraan

ekonomi keluarga (proxy pengeluaran keluarga). Sosio-demografi, meliputi: (1)

tingkat pendidikan kepala keluarga, (2) tingkat pendidikan non formal kepala

keluarga, dan (3) beban ketergantungan keluarga. Aspek manajemen sumberdaya

keluarga, meliputi: (1) manajemen waktu, (2) manajemen anggota keluarga, dan

(3) manajemen keuangan keluarga. Modal sosial (asosiasi lokal dan karakter

individu). Asosiasi lokal, meliputi: (1) jumlah asosiasi yang diikuti, (2) tingkat

partisipasi dan (3) manfaat asosiasi, sedangkan variabel karakter masyarakat,

meliputi: (1) keterpercayaan, (2) solidaritas, dan (3) semangat kerja. Aspek

Page 114: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

114

kesejahteraan ekonomi objektif keluarga, meliputi: (1) kebutuhan pangan, (2) non

pangan, dan (3) kebutuhan investasi sumberdaya manusia.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survai melalui daftar

pertanyaan (kuesioner) dan daftar wawancara disamping pengumpulan data secara

observasi. Untuk mendapatkan informasi lebih mendalam, pengumpulan data

dilanjutkan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) dan Indepth Interview

terhadap beberapa keluarga terpilih.

Sampel Penelitian

Daerah/sampel penelitian (kabupaten penelitian) ditentukan dengan

metode cluster sampling yaitu berdasarkan agroekologi wilayah sehingga terpilih

wilayah dataran tinggi (pegunungan) dan daerah pesisir pantai (pasang surut).

Diambilnya daerah/wilayah penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat

distribusi penduduk Provinsi Jambi menyebar berdasarkan tipologi tersebut.

Selanjutnya, desa/kelurahan penelitian diambil secara purposive sampling dan

mengikuti pola pada masing-masing wilayah Kabupaten dan Kecamatan,

sedangkan keluarga diambil secara simple random sampling sebesar 325 orang

atau 10 persen dari jumlah keluarga yang ada pada masing-masing desa wilayah

penelitian. Kemudian, jumlah sampel yang digunakan sebagai indepth interview

atau Focus Group Discussion (FGD) sebesar 33 orang atau 10 persen dari jumlah

keluarga masing-masing desa.

Analisis Data

Analisis data dimulai dari melakukan sortasi, dan “coding”. Kemudian

dilanjutkan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi

tunggal untuk data sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal

sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga. Untuk menguji faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga

(proxy pengeluaran keluarga) diuji dengan Regresi berganda melalui program

SPSS versi 13. Untuk mengidentifikasi atau melihat tingkat pemerataan

kesejahteraan di daerah penelitian diuji menggunakan model Kuznets, Kurva

Lorenz, dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (U-test).

Page 115: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

115

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosio Demografi Keluarga

Pendidikan Suami

Menurut teori human capital, kualitas sumberdaya manusia selain

ditentukan oleh tingkat kesehatan juga ditentukan tingkat pendidikan. Pendidikan

dipandang tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi dapat juga

meningkatkan keterampilan (keahlian) tenaga kerja sehingga pada gilirannya

dapat meningkatkan produktivitas. Produktivitas di satu pihak dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dilain pihak dapat meningkatkan

penghasilan dan kesejahteraan penduduk. Berarti terjadi korelasi positif antara

tingkat pendidikan dengan produktivitas kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan

maka produktivitas tenaga kerja semakin tinggi dan sebaliknya, semakin rendah

tingkat pendidikan yang ditamatkan maka produktivitas kerja semakin rendah.

Dengan demikian, tingkat pendidikan berkaitan erat dengan lapangan pekerjaan

dan jabatan yang disandangkannya. Artinya, semakin baik lapangan pekerjaan dan

jabatan yang dimiliki maka tingkat pendapatan yang diperoleh juga baik, dan

sebaliknya. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah (GBHN, 2004) bahwa

keberhasilan pembangunan dapat dirasakan dalam berbagai sektor seperti

pendidikan, taraf hidup, dan pekerjaan. Keberhasilan itu dapat dicapai antara lain

dengan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar melalui peningkatan usaha

pembinaan, pengembangan dan potensi sumberdaya manusia, terutama dengan

memperluas fasilitas dan meningkatkan mutu pendidikan.

Hal tersebut sejalan dengan Ananta, dan Hatmadji (Suandi dan Ernawati,

2005) bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur yang sering

digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu daerah atau masyarakat.

Pendidikan tidak hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan,

melainkan juga meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutu yang

tinggi dan baik, jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan

masyarakat melainkan sebagai modal atau aset pembangunan. Disisi lain, tingkat

pendidikan dapat berpengaruh dalam keterampilan teknis dan kecerdasan

akademis untuk memenuhi kecukupan pangan, penciptaan lapangan kerja baru

Page 116: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

116

yang produktif serta dapat mengembangkan dan mengelola sumberdaya manusia

(human resources) itu sendiri (Sumitro: Suandi dan Ernawati, 2005).

Hasil pengumpulan data lapang, ternyata persentase terbesar (48,9 %)

kepala keluarga (suami) memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah.

Artinya, mayoritas responden belum mencapai tingkat pendidikan dasar yang

digariskan oleh pemerintah yaitu pendidikan 9 tahun. Padahal tingkat pendidikan

cukup berperan dalam kelancaran penerimaan dan menjalankan teknologi baru

termasuk teknologi pertanian. Apabila dilihat berdasarkan wilayah penelitian,

ternyata tingkat pendidikan responden terendah terdapat di wilayah pesisir pantai

dengan persentase responden yang berpendidikan Sekolah Dasar kebawah

mencapai 53,6 persen, sedangkan di wilayah pegunungan hanya 44,8 persen.

Lebih memprihatinkan lagi, dimana responden di wilayah pesisir pantai ini

persetase yang berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar mencapai 29,1 persen.

Hal ini dikhawatirkan dalam pengembangan sumberdaya manusia dan

pembangunan daerah kedepan karena tingkat pendidikan yang rendah ini menjadi

beban pemerintah kalau tidak diantisipasi dan melakukan berbagai terebosan

pembangunan demi kamajuan masyarakat dan daerah.

Menurut Walker (Suandi dan Ernawati, 2005), pendidikan merupakan

proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap seseorang yang

dilaksanakan secara terencana sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam

meningkatkan taraf hidup. Dalam pembangunan pertanian, wawasan dan

pandangan seseorang diartikan sebagai cara seseorang merespon suatu inovasi

pertanian dan membangun gagasan dalam perencanaan usahatani. Dengan

demikian, pengukuran tingkat pendidikan sangat bermanfaat dalam memprediksi

kondisi wawasan pengetahuan dalam asas pemikiran petani terhadap inovasi dan

proses adopsi yang menyertai inovasi tersebut. Oleh karena itu, tingkat pendidikan

yang relatif baik (tinggi) diharapkan dapat membantu dalam upaya pemberdayaan

masyarakat pertanian melalui upaya pembangunan pertanian secara menyeluruh.

Tabel 25 menunjukkan bahwa pada umumnya tingkat pendidikan

masyarakat relatif rendah. Dengan kondisi demikian, tingkat pengetahuan dan

pemahaman masyarakat secara formal tergolong rendah termasuk kedalam tata

Page 117: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

117

cara pengelolaan rumahtangga. Padahal menurut Mubyarto (1992), bahwa tingkat

pendidikan masyarakat perdesaan akan mempengaruhi cara berpikir dalam

pengelolaan usahataninya terutama kemampuan manajemen, penerimaan inovasi

baru dan pengambilan keputusan dalam memperhitungkan produktifitas usaha tani

mereka.

Tabel 25 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Suami, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

Pegunungan Wilayah

Pesisir Pantai T o t a l

No

Tingkat pendidikan

Suami Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak Tamat SD 19 10.9 44 29.1 63 19.4

02 Sekolah Dasar 59 33.9 37 24.5 96 29.5

03 SLTP 58 33.3 55 36.4 113 34.8

04 SLTA+ 38 21.8 15 9.9 53 16.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100,0

Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka penyerapan

informasi atau inovasi baru akan lebih mudah dengan tingkat interaksi yang lebih

cepat dibandingkan dengan petani yang tingkat pendidikan relatif lebih rendah.

Disisi lain, tinggi rendah tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pilihan

lapangan pekerjaan yang diminati atau ditekuni. Semakin rendah tingkat

pendidikan maka mereka lebih cenderung memilih pekerjaan yang tidak

memerlukan penanganan yang lebih rumit atau tingkat keterampilan tinggi dan

sebaliknya.

Pendidikan Non Formal

Tingkat pendidikan non formal suami (responden) atau kepala keluarga

diambil dari banyak dan lamanya menekuni pendidikan non formal baik pada

bidang keahlian maupun mendapat pendidikan atau pelatihan pada bidang lain

sehingga dalam pengkategorian ada yang disebut dengan mereka yang sangat

sering mengikuti pendidikan, sering mengikuti pendidikan, kurang mengikuti

pendidikan, dan tidak pernah mengikuti pendidikan non formal. Berdasarkan hasil

Page 118: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

118

pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan lapangan diperoleh

informasi bahwa rata-rata suami atau kepala keluarga keterlibatan mengikuti

pendidikan non formal tergolong relatif rendah. Hal ini dapat dibuktikan melalui

distribusi data responden yang berdasarkan jumlah pendidikan non formal yang

diikuti, hampir 80,3 persen responden tergolong pada kelompok kurang mengikuti

pendidikan non formal. Tabel 26 juga menginformasikan bahwa lebih dari 56 persen

responden tergolong kepada kelompok yang tidak pernah sama sekali mengikuti

pendidikan non formal (tidak memiliki keterampilan). Dengan arti kata, responden di

daerah penelitian mayoritas tidak/belum pernah menerima pendidikan ataupun pelatihan

dari istansi pemerintah/swasta baik pada bidang yang ditekuni maupun profesi lainnya.

Tabel 26 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Non Formal Suami, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

Pegunungan Wilayah

Pesisir pantai T o t a l

No

Pendidikan Non

Formal yang diikuti Suami Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak pernah mengikuti pendidikan 84 48.3 101 66.9 185 56.9

02 Kurang mengikuti pendidikan 37 21.3 39 25.8 76 23.4

03 Sering mengikuti pendidikan 29 16.7 9 6.0 38 11.7

04 Sangat sering mengikuti pendidikan 24 13.8 2 1.3 26 8.0

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100,00

Apabila dibedakan berdasarkan wilayah penelitian, tampaknya hampir di

kedua wilayah ini memiliki tingkat keterampilan responden yang rendah tetapi

berdasarkan data yang ada ternyata persentase terbesar responden yang tidak

memiliki tingkat keterampilan yaitu responden yang berada di wilayah pesisir

pantai yaitu sekitar 66,9 persen, sedangkan responden di wilayah pegunungan

yang tidak terampil sebanyak 48,3 persen. Bagi responden yang memiliki

keterampilan khususnya responden yang berada di daerah perdesaan pegunungan

tampaknya sebagian besar mengikuti pendidikan atau pelatihan di bidang

pertanian yang dimotori oleh Dinas Pertanian Kabupaten dan Dinas Pertanian

Provinsi, sedangkan keterampilan lain yang dimiliki responden di wilayah

Page 119: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

119

pegunungan yaitu mengikuti pelatihan di bidang teknik “las karbit” yang

dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Kerinci.

Rendahnya tingkat keterampilan suami di daerah penelitian akan

berdampak kepada kesejahteraan keluarga dan pembangunan daerah apalagi

diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki. Menurut

hemat peneliti, perlu ada tindakan nyata “action” oleh pemerintah setempat

kepada masyarakat secara umum dan responden khususnya dalam berbagai

pemberdayaan baik secara kelompok maupun massal. Dengan harapan, semakin

tinggi tingkat keterampilan masyarakat maka akan berpengaruh pada

produktivitas kerja sehingga pada gilirannya akan berdampak pada naiknya

pendapatan.

Tingkat Beban Ketergantungan Keluarga

Beban Ketergantungan (dependency ratio) merupakan perbandingan atau

ratio antara jumlah anggota keluarga yang produktif dengan jumlah anggota

keluarga yang belum dan tidak produktif dalam memberi nafkah untuk keperluan

keluarga. Beban Ketergantungan (dependency ratio) diambil dari data komposisi

keluarga menurut kelompok umur 14 tahun ke bawah (kelompok umur belum

produktif), kelompok umur antara 15-64 tahun (kelompok umur produktif) dan

kelompok umur 65 tahun keatas (kelompok umur tidak produktif).

Menurut Shryock dan Siegel (1976; 113), data tentang komposisi keluarga

berdasarkan kelompok umur sanga t besar manfaatnya dalam berbagai

perencanaan pembangunan terutama yang berkaitan dengan jasa dan lembaga

kemasyarakatan, seperti: kecukupan akan sekolah, guru, fasilitas kesehatan,

pangan dan perumahan. Kemudian, Kasto, (1995;7) melihat bahwa variabel umur

sangat erat kaitannya dengan mortalitas, fertilitas dan mobilitas penduduk. Oleh

karena itu, komposisi penduduk dapat dilihat hubungannya dengan kecukupan

(penduduk sebagai beban) dan sumberdaya (tenaga kerja) dalam proses

pembangunan.

Page 120: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

120

Berdasarkan pernyataan diatas, tampaknya bahwa komposisi penduduk

atau rumahtangga berdasarkan kelompok umur, salah satu variabel yang perlu

diketahui adalah kelompok umur penduduk sebagai beban (belum dan atau tidak

produktif) dan sumbedaya (produktif). Dengan kata lain melihat perbandingan

antara penduduk produktif dengan penduduk yang belum dan atau tidak produktif.

Mengingat besar kecilnya persentase penduduk yang produktif dengan penduduk

belum dan atau tidak produktif akan menentukan besar kecilnya beban

tanggungan penduduk yang bersangkutan dan tingkat kemajuan pembangunan

suatu kelompok masyarakat. Perbandingan antara penduduk produktif dengan

penduduk yang belum dan atau tidak produktif akan ditentukan oleh nilai atau

ukuran Beban Ketergantungan (dependency ratio). Artinya, semakin besar jumlah

penduduk yang belum dan atau tidak produktif maka nilai Dependency Ratio

semakin besar. Dengan arti kata, penduduk produktif akan menanggung beban

bagi kelompok penduduk yang belum dan atau tidak produktif untuk kecukupan

mereka baik sebagai kecukupan pokok, seperti: kecukupan pangan, sandang,

papan maupun kecukupan lainnya. Namun demikian, sebelum mempelajari

tingkat Beban Ketergantungan (Dependency Ratio) penduduk, terlebih dahulu

harus mengetahui komposisi penduduk (posisi penduduk muda atau tua) dengan

jalan melihat persentase antara kelompok umur penduduk di bawah 15 tahun dan

persentase kelompok umur di atas 64 tahun.

Komposisi penduduk suatu daerah dapat dikatakan muda atau tua menurut

Shryrock dan Siegel (1976: 202) dapat ditentukan melalui nilai persentase

penduduk yang berumur di bawah 15 tahun, 65 tahun ke atas dan rasio antara

penduduk yang berumur 65 tahun ke atas dengan penduduk yang berumur di

bawah 15 tahun. Apabila persentase penduduk umur di bawah 15 tahun lebih dari

40 persen, umur 65 tahun kurang dari 5 persen dengan rasio penduduk umur 65 ke

atas dengan penduduk umur di bawah 15 tahun kurang dari 15 persen maka

struktur penduduk tersebut tergolong “muda” atau dikenal dengan istilah struktur

penduduk yang bersifat exspansive (Tabel 27). Apabila persentase penduduk umur

di bawah 15 tahun kurang dari 30 persen, umur 65 tahun lebih dari 10 persen

dengan rasio penduduk umur 65 ke atas dengan penduduk umur di bawah 15

tahun lebih dari 30 persen maka struktur penduduk tersebut tergolong “tua”.

Page 121: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

121

Tabel 27 Sebaran Contoh Berdasarkan Kelompok Umur Terpilih, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l

No

Kelompok Umur Terpilih

(tahun)

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Kelompok Umur Belum Produktif (0-14) 267 34,8 227 32,5 494 33,7

02 KelompokUmur Produktif (15-64) 479 62,5 466 66,8 945 64,5

03 Kelompok Umur Tidak Produktif (>65) 21 2,7 5 0,7 26 1,8

- T o t a l 767 100,0 698 100,0 1.465 100,00

Data lapangan menunjukkan bahwa komposisi penduduk responden di

daerah penelitian menurut struktur umur penduduk masih tergolong muda namun

hampir menuju pada struktur penduduk tua. Hal ini ditandai dengan persentase

penduduk usia di bawah 15 tahun masih diatas angka 30 persen (33,7 %) dengan

jumlah penduduk yang berumur di atas 65 tahun atau umur tidak produktif sebesar

1,8 persen. Hal senada juga ditunjukkan oleh kelompok umur yang ada di wilayah

pegunungan dan wilayah pesisir pantai dengan nilai tidak jauh berbeda satu

dengan lainnya.

Dari data komposisi penduduk berdasarkan persentase penduduk muda

dan tua akan dapat menentukan nilai dari beban ketergantungan suatu kelompok

penduduk tersebut. Kalau kelompok umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok

penduduk yang belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk 15-64

tahun sebagai kelompok penduduk produktif, dan kelompok penduduk umur 65

tahun ke atas sebagai kelompok penduduk yang tidak produktif maka beban

ketergantungan (dependency ratio) penduduk produktif di daerah penelitian

sebesar 55 (Tabel 28).

Page 122: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

122

Tabel 28 Sebaran Contoh BerdasarkanTingkat Beban Ketergantungan Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

T o t a l

No

Tingkat Beban Ketergantungan

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Beban Tanggungan sangat kecil (0-24 %) 23 13.2 25 16.6 48 14,8

02 Beban Tanggungan kecil (25-49 %) 36 20.7 42 27.8 78 24.0

03 Beban Tanggungan besar (50-74 %) 62 35.6 40 26.5 102 31,4

04 Beban Tanggungan sangat besar ( > 75 %) 53 30.5 44 29.1 97 29,8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100,0

- Rata-rata (%) 60 50 55

Artinya, dalam 100 orang usia produktif dari keluarga-keluarga contoh di

daerah penelitian menanggung beban 55 orang yang berusia belum dan tidak

produktif untuk kecukupan konsumtif. Hal ini mengindikasikan bahwa beban

tanggungan bagi anggota keluarga usia produktif di daerah penelitian masih

tergolong besar walaupun nilai beban ketergantungan ini lebih kecil dibandingkan

dengan nilai rasio ketergantungan Propinsi Jambi tahun 2003 (56), dan bahkan

nasional (Suandi, dan Bambang, 2003: 17).

Angka beban ketergantungan tenaga kerja belum dan atau tidak produktif

terhadap tenaga kerja produktif di daerah penelitian jauh lebih kecil bila

dibandingkan dengan batas angka beban ketergantungan di Negara-negara

berkembang (60) (Shryrock dan Siegel (1976:202). Relatif rendahnya tingkat

ketergantungan penduduk belum dan tidak produktif terhadap penduduk produktif

dapat mendorong terhadap kemajuan pembangunan selanjutnya. Mengingat

tingginya angka rasio beban tanggungan sebagai faktor penghambat

pembangunan ekonomi karena sebagian dari pendapatan yang diperolah dari

golongan yang produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kecukupan

Page 123: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

123

mereka yang belum produktif untuk kecukupan akan pangan, fasilitas pendidikan

dan fasilitas lainnya (Mantra, 2000:92).

Manajemen Sumberdaya Keluarga

Kata manajemen berasal dari kata manage, sedangkan kata manage dalam

buku ”Webster’s New Collegiate Dictionary” berasal dari bahasa Italia

”maneggio”, sedangkan maneggio berasal dari bahasa Latin yaitu ”manus” artinya

tangan (Siagian, 1998:9). Selanjutnya dijelaskan bahwa istilah manajemen adalah

”the act or act of managing, conduct, direction, and control” (tindakan atau seni

mengatur, membimbing, mengarahkan dan memantau). Menurut Terry (Siagian,

1996), manajemen adalah upaya mencapai tujuan dengan menggunakan tangan

orang lain.

Berkenaan dengan istilah keluarga, menurut Burgers dan Locke (Guhardja S

et al., 1992), keluarga adalah sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang

anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami+isteri) serta

hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak pungut). Apabila dilihat dari

konsep sistem, keluarga adalah suatu sistem yang seperti sistem lainnya yang

terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan. Menurut Parsons (1965),

sistem keluarga memiliki tiga elemen utama, yakni: (1) status sosial, (2) fungsi

sosial, dan (3) norma sosial yang saling berhubungan satu sama lainnya

(interralated). Hubungan antar elemen untuk mewujudkan satu fungsi tertentu

terjadi, dan tidak saja bersifat alami tetapi juga dibentuk oleh berbagai faktor atau

kekuatan yang ada disekitar keluarga seperti nilai-nilai atau norma serta faktor-

faktor lain yang ada di masyarakat.

Menurut Parsons (Megawangi, 2001:66), konsep pokok keluarga adalah

solidaritas. Maksud dari solidaritas dalam keluarga yaitu saling mau menerima,

merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling

bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan

bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan keluarga tercapai. Setiap

anggota keluarga percaya bahwa solidaritas keluarga merupakan landasan untuk

dapat menumbuhkan solidaritas dan kepercayaan kepada masyarakat yang lebih

luas. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya individualisme dalam keluarga

Page 124: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

124

dan masyarakat, kelompok konservatif memiliki norma bersama terhadap

peraturan perilaku (behavior). Keputusan yang harus diambil mengarah pada

kepentingan bersama dengan tidak menghilangkan hak azasi manusia sebagai

makhluk sosial dengan melakukan berbagai penyesuaian. Pendapat Parson ini

banyak di dukung oleh ahli-ahli agama yang ada didunia ini terutama yang

berkaitan dengan institusi perkawinan dan tanggung jawab.

Implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga layaknya

seperti organisme hidup. Ia diibaratkan hewan berdarah panas yang dapat

memelihara temperatur tubuhnya agar tetap konstan walaupun kondisi lingkungan

berubah. Parsonnian melihat bahwa institusi keluarga tidak statis, sebaliknya

keluarga sangat tanggap terhadap perkembangan atau perubahan lingkungan,

artinya keluarga selalu dapat beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan

lingkungan atau disebut dengan istilah keseimbangan dinamis (dynamic

equilibrium).

Fungsi keluarga adalah bertanggung jawab dalam menjaga, menumbuhkan

dan mengembangkan anggota-anggotanya. Dengan demikian pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan untuk mampu bertahan, tumbuh dan berkembang perlu

pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan formal, informal dan non formal

Dalam pengembangan sumberdaya manusia, keluarga diperlukan baik sebagai

unit pusat produksi maupun sebagai unit pusat konsumsi. Sebagai unit produksi,

keluarga mengartikuasikan relasi pasar dan non pasar. Dalam konteks masyarakat

madani, terdapat sebuah gagasan yang mengedepankan peran masyarakat yang

terbentuk dari keluarga. Keluarga dalam susbsistem masyarakat juga tidak akan

lepas dari interaksi dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam

masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama. Dengan

adanya interaksi subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk

memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat (equilibrium state).

Konsep Sumberdaya: sebagai alat atau bahan yang tersedia dan diketahui

potensinya untuk memenuhi keinginan (Guhardja S et al., 1992). Sumberdaya ini

tidak selalu bersifat langka tetapi dapat pula bersifat melimpah. Sumberdaya yang

melimpah memudahkan dalam memenuhi keinginan dan sebaliknya. Klasifikasi

sumberdaya berdasarkan jenisnya, yaitu: (1) sumberdaya manusia, (2)

Page 125: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

125

sumberdaya non manusia/materi (benda/barang), dan (3) sumberdaya waktu dan

energi. Sumberdaya manusia meliputi: (1) Ciri pribadi/personal, dan (2) ciri

interpersonal. Adapun yang dimaksud dengan ciri pribadi adalah pengetahuan

(cognitive), perasaan (affective) dan ketrampilan (psichomotoric), derajat

kesehatan, bakat, tingkat intelegensia, minat dan sensitivitas (kepekaan). Adapun

yang dimaksud dengan ciri interpersonal, meliputi: jalinan hubungan antar

manusia dalam bentuk kerjasama, gotong royong, keintiman, dan keterbukaan

atau ketertutupan.

Sumberdaya materi terdiri dari: (1) benda-benda/barang-barang, dan (2)

jasa yang berguna bagi manusia. Kemudian, ada sumberdaya waktu dan energi.

Waktu merupakan sumberdaya yang unik, karena jumlahnya tidak dapat

ditambah, dikurangi, diakumulasi atau disimpan dan jumlahnya sama bagi setiap

orang yaitu 24 jam sehari. Adapun energi dapat berupa sumberdaya manusia

maupun sumberdaya non manusia.

Berdasarkan nilai ekonomi, ada sumberdaya ekonomi dan sumberdaya

non-ekonomi. Sumberdaya ekonomi, dicirikan oleh kelangkaan sumberdaya

tersebut sehingga dapat dipertukarkan dan dapat diukur untuk keperluan proses

produksi dan distribusi termasuk pekerjaan rumahtangga. Sumberdaya non-

ekonomi, cirinya dengan jumlah relatif tak terbatas dan tidak dapat dipertahankan

serta sulit diukur, contoh, kasih sayang, dan lain- lain. Namun nilai ekonomi

sumberdaya dapat berbeda berdasarkan tempat. Berdasarkan asal/letak dapat

dibagi dua, yaitu: (1) sumberdaya lingkungan mikro/internal, dan (2) sumberdaya

lingkungan makro/ekternal.

Pengukuran-pengukuran sumberdaya diperlukan untuk memudahkan

dalam perbandingan serta pengalokasian sumberdaya, maka dibutuhkan suatu

dasar umum dalam pengukuran suatu sumberdaya. Ada dua alat ukur sumberdaya,

yakni: (1) uang, dan (2) waktu. Uang dapat menilai harga barang/jasa serta dapat

mengukur potensi manusia seperti pengetahuan dan ketrampilan. Kemudian, hasil

suatu pekerjaan dapat diukur melalui waktu.

Seperti pada umumnya suatu sistem, sistem keluarga dalam memenuhi

fungsinya menerima masukan (input) yang berupa: materi, energi, dan informasi

yang memasuki sistem keluarga yang diklasifikasikan sebagai sumberdaya dan

Page 126: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

126

kebutuhan. Dalam keluarga, sumberdaya ini digunakan dalam rangka memenuhi

kebutuhan. Sumberdaya yang telah digunakan ini akan keluar dari sistem keluarga

sebagai output dan masuk sebagai input ke dalam sistem lingkungan. Kebutuhan

merupakan “input” yang nenumbuhkan rangsangan, motivasi, dan arti pada

kegiatan yang berlangsung di dalam sistem. Proses perubahan “input” dari materi,

energi dan informasi menjadi “outpout” disebut througput atau transformasi.

Berkenaan dengan tujuan penelitian ini yaitu tentang keterkaitan

manajemen sumberdaya keluarga dengan tingkat kesejahteraan maka sumberdaya

yang di pakai sebagai variabel penelitian atau loading variabel dari manajemen

adalah (1) manajemen sumberdaya waktu, (2) manajemen anggota keluarga, dan

(3) manajemen keuangan keluarga.

Untuk mendapat variabel sumberdaya keluarga dalam satu kesatuan yang

utuh maka perlu penggunaan sumberdaya keluarga dalam usaha atau proses

mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga. Hasil dari penggunaan

sumberdaya diharapkan lebih baik dari pengorbanan (Guhardja S et al., 1992).

Secara implisit dapat dijelaskan bahwa manajemen sumberdaya keluarga dapat

dilihat dari dua pendekatan, pertama: manajemen sumberdaya keluarga terfokus

pada pengalokasian tenaga dan waktu sesuai dengan peran anggota keluarga, dan

pendekatan kedua bahwa manajemen sumberdaya keluarga dilihat dari proses dan

manfaat dari sumberdaya itu sendiri. Sehubungan dengan itu, sesuai dengan

tujuan penelitian maka penelitian ini menggunakan pendekatan kedua, yaitu

melihat manajemen sumberdaya berdasarkan proses dan manfaat sumberdaya itu

sendiri.

Seperti terlihat pada Tabel 29, bahwa rata-rata tingkat manajemen

sumberdaya keluarga di daerah penelitian tergolong baik karena lebih dari 60

persen kelompok responden tergolong pada kelompok dengan tingkat pengelolaan

sumberdaya keluarga secara keseluruhan termasuk baik dan sangat baik.

Tingginya persentase manajemen sumberdaya keluarga di daerah penelitian

terlihat dari persentase manajemen pemanfaatan waktu, manajemen anggota

keluarga dan manajemen keuangan. Namun, apabila di kelompok berdasarkan

daerah penelitian tampaknya persentase responden dalam mengelola sumberdaya

keluarga yang relatif lebih baik terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai

Page 127: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

127

70 persen lebih, sedangkan persentase responden dalam mengelola sumberdaya

keluarga di wilayah pesisir pantai yang termasuk baik dan sangat baik hanya

sekitar 43 persen. Terdapatnya perbedaan tingkat pengelolaan sumberdaya

keluarga di daerah penelitian ini tampaknya akan mempengaruhi tingkat

kesejahteraan keluarga.

Tabel 29 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Sumberdaya Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

Total

No

Manajemen Sumberdaya

Keluarga Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kurang 17 9.8 25 16.6 42 12.9

02 Kurang 30 17.2 56 37.1 86 26.5

03 Baik 77 44.3 50 33.1 127 39.1

04 Sangat Baik 50 28.7 20 13.2 70 21.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0 Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa tingginya tingkat

pengelolaan sumberdaya keluarga di wilayah pegunungan tidak terlepas dari

kerjasama anggota keluarga terutama antara isteri dan suami. Hasil indepth

interview dengan salah seorang isteri keluarga contoh yaitu ibu Nurwati, bahwa di

keluarga mereka terutama dalam masalah konsumsi keluarga baik konsumsi

pangan, konsumsi non pangan, dan bahkan investasi pendidikan dan kesehatan

selalu dilakukan secara bersama-sama antara isteri dengan suami dan kadang-

kadang ibu Nurwati dan suaminya minta informasi kepada anak-anak khususnya

anak yang paling besar. Menurut peneliti, kondisi seperti ini perlu dicontoh

sebagai tauladan dalam pengelolaan sumberdaya keluarga.

Manajemen Waktu

Seperti tertera pada Tabel 30 bahwa persentase manajemen waktu keluarga

di daerah penelitian tergolong relatif baik. Terdapat hampir 59 persen keluarga

responden di daerah penelitian menyatakan bahwa mereka merasa cukup baik

Page 128: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

128

dalam memanfaat waktu. Namun demikian, berdasarkan daerah penelitian

ternyata proporsi keluarga contoh yang memiliki persentase pengelolaan waktu

lebih baik (kategori baik+sangat baik) paling besar terdapat di wilayah

pegunungan (63,2 %), sedangkan proporsi keluarga contoh di wilayah pesisir

pantai (53,6 %).

Tabel 30 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Waktu Keluarga, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Manajemen Waktu

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kurang 19 10.9 34 22.5 53 16.3

02 Kurang 45 25.9 36 23.8 81 24.9

03 Baik 51 29.3 53 35.1 104 32.0

04 Sangat Baik 59 33.9 28 18.5 87 26.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Manajemen waktu dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek, yakni:

aspek target jangka pendek, pemanfaatan waktu yang dimiliki, dan wujud kerja

yang diharapkan. Dalam hal aspek target jangka pendek, rata-rata keluarga contoh

di daerah penelitian yang bisa mencapai target yang telah ditentukan dengan baik

sekitar 55 persen, dan sebaliknya terdapat sebanyak 45 persen keluarga contoh

yang belum mencapai target yang ditentukan sebelumnya (Lampiran 5). Hasil

yang diperoleh keluarga contoh di daerah penelitian ini sudah tergolong pada

kelompok berhasil karena sudah dapat membuat perencanaan pemanfaatan waktu

yang dimiliki. Pemanfaatan waktu jangka pendek keluarga contoh terutama dilihat

kegiatan mencari nafkah (kebutuhan konsumsi pangan keluarga).

Dimensi pemanfaatan waktu yang dimiliki anggota keluarga, hasil

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pemanfaatan waktu juga menunjukkan

hasil yang relatif baik dan melebihi persentase manajemen waktu dalam target

jangka pendek (65 %). Kemudian, manajemen waktu dari aspek harapan yang

diwujudkan oleh anggota keluarga contoh baik di wilayah pegunungan maupun di

wilayah pesisir pantai yaitu mencapai 64 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa

Page 129: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

129

keluarga contoh di daerah penelitian cukup baik dalam merencanakan sesuatu

untuk kebutuhan keluarga dan dapat memanfaatkan sumberdaya dengan sebaik-

baiknya sebagai keperluan keluarga.

Manajemen Anggota Keluarga

Seperti tertera pada Tabel 31, rata-rata manajemen sumberdaya anggota

keluarga di daerah penelitian sedikit lebih baik dibandingkan dengan manajemen

sumberdaya waktu (61 persen). Seperti halnya pada kasus manajemen

sumberdaya waktu, proporsi keluarga dengan manajemen sumberdaya anggota

keluarga yang baik paling besar terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai

71 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya sekitar 50 persen.

Manajemen sumberdaya anggota keluarga, seperti halnya dengan

manajemen waktu yaitu mengandung beberapa aspek, yakni: dukungan psikologis

terhadap kemajuan anak, manajemen anggota keluarga usia produktif, dan

manajemen anggota keluarga lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata

ketiga aspek tersebut rata-rata tingkat manajemen atau pengelolaan sumberdaya

tersebut tergolong baik yaitu berkisar antara 62,1–70,4 persen.

Dari ketiga aspek tersebut, manajemen yang paling tinggi persentasenya

terdapat dalam pengelolaan sumberdaya tenaga kerja produktif yaitu mencapai

70,4 persen, sedangkan persentase terendah yaitu manajemen terhadap dukungan

psikologis kemajuan anak (62,1 %).

Tabel 31 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Anggota Keluarga, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Manajemen

Anggota Keluarga Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kurang 20 11.5 34 22.5 54 16.6

02 Kurang 31 17.8 42 27.8 73 22.5

03 Baik 71 40.8 46 30.5 117 36.0

04 Sangat Baik 52 29.9 29 19.2 81 24.9

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Page 130: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

130

Relatif rendahnya dukungan psikologis keluarga contoh (orang tua)

terhadap kemajuan anak terutama pendidikan disebabkan oleh tingkat

pengetahuan orang tua yang rendah disamping waktu yang terbatas. Artinya,

keluarga contoh (orang tua) di daerah penelitian mayoritas waktu diperuntukkan

untuk bekerja. Lain halnya dengan manajemen anggota keluarga produktif. Hasil

pengamatan lapangan menunjukkan bahwa rata-rata anggota keluarga produktif

(>15 tahun atau tidak sedang dalam bangku sekolah) di daerah penelitian selalu

membantu pekerjaan orang tua (kepala keluarga dan atau ibu) baik pekerjaan

domestik maupun pekerjaan publik. Sebagai contoh, yaitu salah satu anggota

keluarga dari bapak H. Yusuf di desa Nipah Panjang I Kecamatan Nipah Panjang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur selalu membantu orang tua mengangkut buah

kelapa setelah dipanen dan pekerjaan ini dikerjakannya setiap kali panen kelapa.

Manajemen anggota keluarga lainnya yaitu berkenaan dengan

pemanfaatan sumberdaya keluarga lainnya. Seperti hasil wawancara mendalam

dengan salah seorang responden yaitu bapak Kamal Eka, yang bersangkutan

mengatakan sebagai berikut:

“jika pekerjaan yang membutuhkan waktu banyak padahal tenaga

terbatas maka alternatif pemecahannya adalah memanfaatkan tenaga

isteri dan anak, dan jika ternyata juga tidak cukup kita terpaksa upah

tenaga luar dan kondisi seperti ini yang sering terjadi di wilayah

pegunungan pada waktu panen padi sawah.”

Manajemen Keuangan Keluarga

Manajemen keuangan keluarga sangat penting dalam memajukan

kesejahteraan keluarga baik dalam pengalokasian untuk kecukupan konsumsi

maupun keperluan investasi atau pengembangan usaha. Seperti tertera pada Tabel

32, rata-rata manajemen atau pengelolaan keuangan keluarga di daerah penelitian

yang termasuk pada kelompok baik dan sangat baik yaitu mencapai 60 persen. Hal

ini mengindikasikan bahwa manajemen keluarga di daerah penelitian tergolong

baik dan dapat dikategorikan sebagai petani maju. Padahal menurut hasil

penelitian sebelumnya bahwa rata-rata petani di daerah perdesaan tingkat

manajemennya sangat terbatas (Suandi, 1998 dan Suandi, 2000).

Page 131: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

131

Tabe l 32 Sebaran Contoh Berdasarkan Manajemen Keuangan Keluarga, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Manajemen

Keuangan Keluarga Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kurang 21 12.1 29 19.2 50 15.4

02 Kurang 27 15.5 52 34.4 79 24.3

03 Baik 71 40.8 54 35.8 125 38.5

04 Sangat Baik 55 31.6 16 10.6 71 21.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Berdasarkan daerah penelitian, tampaknya proporsi keluarga dengan

manajemen keuangan yang baik, terbesar terdapat di wilayah pegunungan yaitu

mencapai 72 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 46 persen. Seperti

halnya dengan manajemen lainnya, manajemen keuangan mengandung lima

aspek, yakni: strategi mendapatkan penghasilan, alokasi belanja keperluan

konsumsi, alokasi belanja keperluan produktif, manajemen biaya pendidikan anak

(pendidikan formal dan non formal), dan manajemen pengembangan usaha.

Berdasarkan hasil perhitungan diperloleh gambaran bahwa manajemen yang baik

paling tinggi terdapat pada manajemen belanja untuk keperluan produktif yaitu

mencapai 65 persen, sedangkan terendah terdapat pada manajemen pengembangan

usaha hanya 54 persen. Angka ini sudah cukup repsentatif dari manajemen yang

tergolong baik dan sangat baik. Khusus yang berkaitan dengan manajemen

pengembangan usaha, hasil temuan di lapangan menyimpulkan bahwa terbatasnya

kemampuan cara petani atau responden dalam mengelola atau merencanakan

berbagai usaha kedepan untuk kemajuan keluarga salah satu faktor utama adalah

tingkat pendidikan dan keterampilan petani yang terbatas.

Manajemen keuangan lainnya yang tergolong rendah yaitu manajemen

biaya pendidikan anak (biaya pendidikan tambahan/keterampilan) (60 %). Relatif

rendahnya persentase manajemen keluarga terhadap biaya pendidikan anak (biaya

pendidikan tambahan/keterampilan) disamping faktor kemauan dan kemampuan

orang tua dan anak terbatas, fasilitas atau sarana pendidikan keterampilan terbatas

Page 132: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

132

atau sulit dijangkau, dan faktor pendapatan keluarga responden yang terbatas

untuk keperluan tersebut terutama di wilayah pesisir pantai.

Tabel 33 Sebaran Contoh dengan Manajemen yang Dirasa Baik Berdasarkan Sumberdaya, 2006

Sebaran Contoh (%) No

Sumberdaya Keluarga Wilayah

pegunungan Wilayah

pesisir Pantai Rata-rata

01 Waktu 63,2 53,6 58,4

02 Anggota Keluarga 70,7 49,7 60,2

03 Keuangan 72,4 46,4 59,4

- Rata-rata 68,8 49,9 59,3

Apabila dirinci berdasarkan persentase dan jenis sumberdaya maka dari

Tabel 33 dapat dilihat bahwa manajemen sumberdaya waktu yang baik tertinggi

sebesar 58,4 persen. Artinya, terdapat 58 persen lebih keluarga responden di

daerah penelitian menyatakan bahwa mereka merasa cukup baik dalam

memanfaat waktu. Namun demikian, berdasarkan wilayah agroekologi ternyata

proporsi keluarga contoh dengan manajemen yang tergolong baik terdapat di

wilayah pegunungan (63,2 %), dan lebih besar dibandingkan dengan proporsi

keluarga contoh di wilayah pesisir (54 %). Dilihat dari jenis sumberdaya yang

dimiliki keluarga contoh seperti terlihat pada Tabel 33, ternyata persentase

keluarga contoh dengan manajemen yang baik lebih banyak pada manajemen

sumberdaya anggota keluarga dibandingkan dengan manajemen sumberdaya

waktu dan keuangan (Tabel 33).

Modal Sosial

Modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di

masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun

informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Modal sosial dikategorikan

melalui dua dimensi yang saling berhubungan (interrelated), yakni: dimensi

Page 133: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

133

struktural, dan dimensi karakter4. Dimensi struktural diukur dalam bentuk

kelompok dan organisasi (asosiasi lokal). Tinggi rendah kontribusi asosiasi lokal

terhadap kesejahteraan keluarga diukur secara komposit dari dimensi (a) jumlah

asosiasi yang diikuti, (b) tingkat partisipasi dalam asosiasi, dan (c) manfaat

asosiasi dengan nilai sebagai berikut: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan

(4) sangat tinggi, sedangkan dimensi karakter diukur dari nilai komposit: (a)

tingkat keterpercayaan, (b) solidaritas, dan (c) semangat kerja dengan nilai: (1)

sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan (4) sangat tinggi.

Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti Keluarga Contoh

Jumlah asosiasi lokal yang diikuti keluarga contoh di daerah penelitian

dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu: sangat sedikit (satu asiosiasi),

sedikit (dua asosiasi), banyak (tiga asosiasi), dan sangat banyak (lebih dari tiga

asosiasi). Hasil pengamatan lapangan diperoleh bahwa jumlah asosiasi lokal yang

diikuti keluarga contoh di daerah penelitian tergolong besar karena lebih dari 59

persen keluarga contoh mengikuti sebanyak tiga atau lebih asosiasi lokal (Tabel

34). Dengan semakin banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota

keluarga contoh diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat

kebersamaan dan solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya

akan berdampak terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Kemudian, pada

masa era globalisasi, reformasi dan otonomi daerah, asosiasi lokal yang

berkembang di daerah dan diikuti oleh anggota masyarakat akan sangat berperan

dalam membendung dan menopang berbagai informasi berupa inovasi baru yang

datang dari luar terutama yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

pembangunan daerah. Adapun asosiasi yang berkembang di daerah penelitian

berjumlah 18 asosiasi, baik asosiasi formal maupun nonformal/kelompok

(Lampiran 3).

4 Konsep ini mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh Bourdieu (1986), Coleman (1988),

dan Putnam, Leonardi, dan Nanetti (1993), Grootaert (1997), Woolcock (1998), Fukuyama (1999), Uphoff (1999) (Dasgupta P., 2000:218), dan Flores dan Fernando (2003) (disempurnakan).

Page 134: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

134

Tabel 34 Sebaran Contoh Berdasarkan Jumlah Asosiasi Lokal yang diikuti Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Jumlah Asosiasi

Lokal yang diikuti Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat sedikit (=1) 26 14.9 35 23.2 61 18.8

02 Sedikit (=2) 31 17.8 39 25.8 70 21.5

03 Banyak (=3) 61 35.1 51 33.8 112 34.5

04 Sangat banyak (> 3) 56 32.2 26 17.2 82 25.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Pada Tabel 34 tampak terdapat perbedaan yang cukup besar sebaran

contoh keluarga antara wilayah pegunungan dengan wilayah pesisir pantai

dalam mengikuti asosiasi lokal. Melalui tabel tersebut dapat diketahui bahwa

keluarga contoh di wilayah pegunungan yang mengikuti asosiasi lokal sebanyak

tiga macam atau lebih mencapai 67 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai

hanya 51 persen. Relatif banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh

anggota keluarga contoh di wilayah pegunungan disebabkan perkembangan

asosiasi itu sendiri dan keterkaitan antara satu kalbu dengan kalbu lainnya yang

memiliki tingkat kekeluargaan tinggi. Hal ini terungkap melalui diskusi dengan

salah satu tokoh cendikiwan muda yaitu bapak Sulaiman, beliau menuturkan:

”kehidupan masyarakat disini mengelompok dalam kalbu masing-masing.

Kenapa saya katakan demikian, mayoritas mata pencaharian masyarakat

di wilayah pegunungan adalah pertanian padi sawah, sedangkan lahan

padi sawah tersebut umumnya bukan merupakan hak milik tetapi adalah

”sistem gilir ganti” dalam satu kalbu begitu juga dalam sitem

pengerjaannya dilakukan secara bersama-sama apa yang disebut dengan

”kerja kalbu5” dan sistem kelompok ”handel6.”

5 Sistem kalbu yaitu sistem kerja bersama (saling tolong menolong) tanpa upah dalam satu garis turunan 6 Sistem handel artinya sistem kerja kelompok dengan mengambil upahan dan setiap mendapat upahan uang

disimpan dan dibagikan menjelang hari raya idul fitri.

Page 135: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

135

Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga

Tingkat partisipasi anggota keluarga contoh dalam asosiasi lokal dilihat

dari dua aspek, yakni: tingkat keaktifan dalam pertemuan dan pengambilan

keputusan selama mengikuti pertemuan. Seperti tersaji pada Tabel 35, 58 persen

dari seluruh keluarga contoh merupakan anggota yang aktif dan sangat aktif dalam

asosiasi. Namun demikian, apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian

ternyata anggota keluarga contoh di wilayah pesisir pantai memiliki tingkat

partisipasi relatif lebih rendah dibandingkan dengan anggota keluarga contoh di

wilayah pegunungan, masing masing 49, dan 66 persen. Dengan kata lain,

anggota keluarga contoh di daerah wilayah pesisir pantai kurang aktif dalam

mengikuti berbagai aktivitas dan pertemuan kelompok/organisasi sehingga akan

berdampak kepada produktivitas kelembagaan itu sendiri. Lebih jelas sebaran

contoh keluarga berdasarkan tingkat partsisipasi anggota keluarga dalam asosiasis

lokal padat dilihat pada Tabel 35.

Berdasarkan tingkat partisipasi dalam pertemuan, seperti tertera pada

Tabel 36, dimana tingkat partisipasi anggota keluarga sangat tinggi sekali yaitu

mencapai angka 72 persen dengan frekuensi pertemuan lebih dari 75 persen dan

bahkan 60 persen diantaranya aktif mengikuti pertemuan kelompok/organisasi

setiap kali pertemuan7 (Tabel 36).

Tabel 35 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga dalam Asosiasi Lokal, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Tingkat Partisipasi

dalam Asosiasi Lokal

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak aktif 28 16.1 29 19.2 57 17.5

02 Kurang aktif 32 18.4 48 31.8 80 24.6

03 Aktif 57 32.8 41 27.2 98 30.2

04 Sangat aktif 57 32.8 33 21.9 90 27.7

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

7 Keluarga Contoh Wilayah Pegunungan yang ikut setiap pertemuan = 68,2 % Keluarga Contoh Wilayah Pesisir Pantai yang ikut setiap pertemuan = 50,3 % Keluarga Contoh Total yang ikut setiap pertemuan = 60.4 %

Page 136: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

136

Kalau berdasarkan daerah penelitian hasilnya tidak jauh berbeda dengan tingkat

partisipasi dalam asosiasi lokal tetapi proporsi pada tingkat pertemuan ini tidak

begitu kentara. Melihat dari tingkat frekuensi pertemuan anggota keluarga contoh

dalam asosiasi yang diikuti ini menunjukkan bahwa keterkaitan keluarga contoh

dengan asosiasi lokal yang berkembang dimasyarakat cukup kuat. Asosiasi

masyarakat baik berupa kelembagaan sosial, ekonomi maupun kelembagan lain

seperti pendidikan, kesehatan bahkan politik cukup penting bagi masyarakat

dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh kecil, peran asosiasi lokal bagi kehidupan masyarakat

yaitu pemanfaatan air irigasi untuk keperluan mengairi tanaman padi sawah.

Seperti yang diutarakan oleh Kepala Desa Jujun (Supratman Yunus):

”Air irigasi yang diperlukan oleh masyarakat terutama yang

menggunakan irigasi desa, bukan irigasi pemerintah, harus diatur

dalam kelompok kalbu. Kalau tidak ada peran kelompok kalbu pola

pengairan menjadi tidak teratur dan tidak efisien karena setiap orang

harus menjaga bendungan air irigasi setiap hari, tetapi dengan adanya

kelompok penjaga air irigasi ini, mereka dapat memelihara secara

bergiliran dan sesuai dengan waktu dan keperluan dari masing-masing

anggota kelompok.”

Tabel 36 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga pada

Pertemuan Asosiasi Lokal, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Tingkat Partisipasi dalam Pertemuan

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak aktif (0-25 %) 19 4.3 14 4.1 33 4.2

02 Kurang aktif (26-50 %) 53 12.1 80 23.4 133 17.0

03 Aktif (51-75 %) 25 5.7 28 8.2 53 6.8

04 Sangat aktif (> 75 %) 343 77.9 220 64.3 563 72.0

- T o t a l 440 100.0 342 100.0 782 100.0

- Rata-rata 86 79 83

Page 137: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

137

Manfaat Kelompok/Organisasi bagi Keluarga

Faktor manfaat secara struktural merupakan elemen penting dalam modal

sosial karena faktor ini berkaitan erat dengan keterlibatan anggota masyarakat

dalam asosiasi. Artinya, semakin besar nilai manfaat dari suatu asosiasi bagi

keluarga maka kontribusi setiap anggota keluarga semakin besar dan sebaliknya.

Manfaat asosiasi bagi keluarga contoh di daerah penelitian cukup besar hal ini

ditandai dengan tingginya proporsi keluarga yang mencapai 70 persen lebih

(Tabel 37). Hal senada juga ditunjukkan oleh persentase keluarga contoh di kedua

daerah penelitian yang menyatakan bahwa asosiasi yang mereka ikuti sangat

bermanfaat dengan nilai masing-masing 75 persen di pegunungan dan 68 persen

di wilayah pesisir pantai.

Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) di desa Koto Agung Kecamatan

Keliling Danau wilayah pegunungan menyimpulkan bahwa asosiasi desa yang

ada di daerah ini baik asosiasi formal maupun informal cukup penting dalam

meningkatkan perekonomian dan hubungan sosial dalam masyarakat. Seperti

dicontohkan oleh salah seorang peserta yaitu bapak Sapri Joni, ia menuturkan

sebagai berikut:

”keberadaan asosiasi di desa kami ini sangat berperan sekali terutama

sistem kerja gotong royong (collective action), misalnya membangun

jalan menuju ke sentra produksi (kebun), membangun dan atau

membersih hulu sungai untuk pengairan persawahan, membangun

fasilitas umum (masjid), madrasah, dan fasilitas umum lainnya.”

Cukup banyak jenis asosiasi lokal yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga

contoh baik untuk keperluan ekonomi, pendidikan maupun keperluan sosial.

Lebih dari 18 asosiasi (formal dan informal) lokal yang dapat dimanfaatkan oleh

keluarga contoh untuk berbagai keperluan atau kepentingan. Apabila dibedakan

berdasarkan daerah penelitian ternyata asosiasi lokal terbanyak yang berkembang

dan dapat dimanfaatkan oleh keluarga contoh terdapat di wilayah pegunungan

yaitu sebanyak 16 asosiasi, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 10

asosiasi.

Page 138: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

138

Tabel 37 Sebaran Contoh Berdasarkan Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Manfaat Asosiasi

Lokal Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak bermanfaat 17 9.8 23 15.2 40 12.3

02 Kurang bermanfaat 26 14.9 24 15.9 50 15.4

03 Bermanfaat 69 39.7 67 44.4 136 41.8

04 Sangat bermanfaat 62 35.6 37 24.5 99 30.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Karakter Masyarakat

Karakter seorang individu merupakan “the sum total of the disinguishing

qualities of a person” atau sering juga disebut dengan istilah “moral exellence and

strength” (Webster, 1993). Lichona (Hastuti, 2006,11) melihat bahwa karakter

terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait satu sama lainnya, yakni: pengetahuan

tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling), dan

perilaku bermoral (moral behavior). Artinya, seorang individu yang berkarakter

baik apabila individu tersebut dapat mengetahui tentang berbagai kebaikan

(knowing the good), menginginkan dan selalu mencintai kebaikan (loving the

good), dan selalu melakukan berbagai tindakan yang baik (acting the good).

Implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan seorang individu yang berkarakter

baik dapat dilihat pada pola hidup dan interaksi sosial mereka dengan masyarakat

dalam konteks: nilai keterpercayaan, solidaritas dan semangat kerja. Nilai

keterpercayaan diukur dari tiga dimensi, yaitu: komitmen terhadap norma yang

berlaku, kejujuran, dan tanggung jawab. Solidaritas masyarakat dilihat dari aspek:

tingkat ketergantungan antar anggota masyarakat, saling bantu membantu, dan

aspek kepekaan terhadap kemajuan desa, sedangkan aspek semangat kerja diukur

dari disiplin dan keuletan kerja masyarakat.

Tingkat Keterpercayaan Masyarakat

Page 139: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

139

Keterpercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang

terhadap perkataan, perjanjian, dan tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya

hubungan antar individu atau kelompok/organisasi dalam masyarakat. Tingkat

keterpercayaan seseorang dapat dilihat dari dimensi: tingkat komitmen, kejujuran

dan tanggung jawab. Seperti terlihat pada Tabel 38, bahwa tingkat keterpercayaan

masyarakat di daerah penelitian tergolong relatif baik karena hasil perhitungan

diperoleh proporsi keluarga contoh yang tergolong pada kelompok keterpercayaan

tinggi dan sangat tinggi yaitu mencapai 57,8 persen. Artinya, hampir sebagian

besar masyarakat di daerah perdesaan Provinsi Jambi memiliki tingkat

keterpercayaan tinggi.

Berdasarkan wilayah penelitian, ternyata terdapat perbedaan yang cukup

besar kelompok masyarakat yang memiliki tingkat keterpercayaan tinggi antara

masyarakat di daerah wilayah pesisir pantai dengan daerah wilayah pegunungan.

Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa masyarakat di daerah perdesaan

wilayah pegunungan memiliki tingkat keterpercayaan jauh lebih baik

dibandingkan dengan tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di daerah

perdesaan wilayah pesisir pantai dengan nilai masing-masing 75,9 dan 37,1

persen. Relatif tingginya tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di wilayah

pegunungan sangat terkait dengan pola hubungan individu dalam masyarakat.

Pola hubungan atau interaksi individu dalam masyarakat Kerinci yaitu menganut

sistem ”kalbu.” Sistem kalbu adalah interaksi sosial/hubungan sosial masyarakat

dalam kelompok atau turunan tertentu yang dibingkai dalam sebuah kedepatian

dan lembaga adat dengan satu tujuan. Artinya, satu depati dengan depati yang lain

saling kait mengkait dan saling ketergantungan untuk membangun sebuah

kelembagaan yang kokoh yang disebut dengan kelembagaan adat.

Page 140: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

140

Tabel 38 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Keterpercayaan Masyarakat, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat

Keterpercayaan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 15 8.6 16 10.6 31 9.5

02 Rendah 27 15.5 79 52.3 106 32.6

03 Tinggi 87 50.0 48 31.8 135 41.5

04 Sangat tinggi 45 25.9 8 5.3 53 16.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0 Tingkat Solidaritas Masyarakat

Solidaritas masyarakat merupakan kondisi masyarakat saling mau

menerima, memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, saling bergantung satu

sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga

ketentraman dan keharmonisan dapat tercapai. Tinggi rendahnya tingkat

solidaritas masyarakat dilihat dari tiga dimensi: ketergantungan satu sama lainnya,

saling bantu membantu, dan adanya kepekaan terhadap kemajuan desa. Secara

operasional solidaritas masyarakat merupakan frekuensi interaksi antara satu

individu dengan individu lainnya yang merujuk pada seberapa jauh individu

melakukan kontak-kontak langsung antara satu dengan lainnya. Semakin positif

sifat interrelasi diantara anggota masyarakat yang berupa solidaritas, atau

semangat kemasyarakatan, semakin besar kecenderungannya untuk saling

memperhatikan keinginan masing-masing dalam mencari jalan ke arah saling

memberi kepuasan dan kerjasama. Kerjasama tersebut berupa koordinasi dalam

tindakan mereka guna mencapai hasil yang sama-sama disenangi, tetapi di

samping itu kerjasama tersebut dapat berupa usaha bersama untuk mengubah

situasi atau aturan main. Dengan perubahan itu tercipta kesempatan bagi mereka

untuk mendapatkan situasi dan aturan main yang cocok dalam mereka

berhubungan. Menurut Burns (Balitbangda Provinsi Jambi, 2003:99), semakin

berhasil koordinasi yang dilakukan untuk berbagai tindakan, semakin positif dan

Page 141: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

141

kuat orientasi yang tertuju pada kelompok dari para individu yang bersangkutan

dan sebaliknya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat solidaritas masyarakat di daerah

penelitian relatif merata antara solidaritas masyarakat yang baik dan kurang baik

karena data yang diperoleh diantara kedua tingkat solidaritas tersebut relatif

berimbang: 41,5 persen tingkat solidaritas kurang baik dan 58,5 persen tingkat

solidaritas tergolong baik (Tabel 39).

Tabel 39 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Solidaritas Masyarakat, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat Solidaritas

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 11 6.3 31 20.5 42 12.9

02 Rendah 30 17.2 63 41.7 93 28.6

03 Tinggi 70 40.2 41 27.2 111 34.2

04 Sangat tinggi 63 36.2 16 10.6 79 24.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Namun, menurut wilayah penelitian ternyata persentase masyarakat terbesar yang

memiliki tingkat solidaritas tergolong baik terdapat di wilayah pegunungan (76,4

persen) dan persentase ini tidak jauh berbeda dengan persentase tingkat

keterpercayaan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi bahwa tingginya tingkat

solidaritas masyarakat di daerah perdesaan wilayah pegunungan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya karena kuatnya kelembagaan adat yang ada di daerah

tersebut.

Semangat Kerja Masyarakat

Seorang individu atau kelompok masyarakat dikatakan atau dicirikan

sebagai seorang semangat kerja tinggi (tipe pekerja keras) apabila mereka selalu

melakukan kegiatan dengan disiplin (ulet, pantang menyerah) dan melakukan

pekerjaan dengan segera serta memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien.

Page 142: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

142

Salah satu contoh dari seorang individu atau sekekelompok masyarakat tergolong

pada karakter kerja keras adalah petani-petani jawa seperti yang dikemukakan

oleh Mubyarto (Swasono dan Singarimbun, 1985), yaitu petani-petani dari Jawa

bekerja dengan ulet, rajin dan tekun, termasuk kesediaan untuk bekerja lama

diterik matahari. Pendapat Mubyarto itu sejalan dengan apa yang dikemukakan

oleh Weber (Balitbangda Provinsi Jambi, 2003: 106) bahwa terdapat kaitan antara

perkembangan suatu masyarakat dengan sikap diri terhadap arti kerja. Weber

mencontohkan kaum Calvinis menganut prinsip bahwa kerja keras merupakan

suatu keharusan bagi setiap manusia untuk mencapai kesejahteraan atau

kebahagian spiritual. Kerja keras merupakan suatu panggilan rohani untuk

mencapai kesempurnaan hidup. Konsekuensi dari pandangan ini tidak saja bekerja

keras, hidup hemat dan sederhana namun sanggup pula menjadikan diri sebagai

wiraswasta. Keadaan tersebut membawa berkah pada kehidupan ekonomi.

Keluarga contoh dari kedua wilayah penelitian yang dapat digolongkan

pada kelompok masyarakat dengan tipe bekerja keras hanya 38 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa etos kerja masyarakat di daerah penelitian tergolong

rendah. Apabila dilihat berdasarkan wilayah penelitian ternyata proporsi keluarga

contoh yang memiliki etos kerja yang rendah terdapat di wilayah pesisir pantai

yaitu mencapai 70 persen, sedangkan masyarakat di wilayah pegunungan hanya

52 persen (Tabel 40).

Kurangnya masyarakat untuk bekerja keras di daerah penelitian terutama

di wilayah pesisir pantai terlihat dari kurangnya pemanfaatan waktu kerja, sistem

kerja banyak bersifat individual dan kurang kesungguhan dalam menghadapi

berbagai pekerjaan terutama pekerjaan produktif terkecuali keluarga contoh yang

berada di daerah penelitian tergabung dalam kelompok transmigrasi mereka

umumnya relatif lebih produktif dibandingkan dengan masyarakat non

transmigran.

Page 143: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

143

Tabel 40 Sebaran Contoh Berdasarkan Semangat Kerja Masyarakat, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Semangat Kerja

Masyarakat Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 25 14.4 28 18.5 53 16.3

02 Rendah 67 38.5 79 52.3 146 44.9

03 Tinggi 46 26.4 35 23.2 81 24.9

04 Sangat tinggi 36 20.7 9 6.0 45 13.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Menurut Lokshin dan Ravallion (Strauss, 2004:63), pengertian

kesejahteraan dilihat dari dua pendekatan, yakni: kesejahteraan objektif dan

kesejahteraan subjektif. Noll (Milligan et al., 2006:22), melihat bahwa

kesejahteraan objektif adalah tingkat kesejahteraan individu atau kelompok

masyarakat yang diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran

ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan

masyarakat diukur dengan pendekatan yang baku (tingkat kesejahteraan

masyarakat semuanya dianggap sama), sedangkan kesejahteraan subjektif adalah

tingkat kesejahteraan seorang individu yang dilihat secara personal yang diukur

dalam bentuk kepuasan dan kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Sumarti, (1999:32) bahwa kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah

wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup sekelompok

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial). Artinya,

pengertian kesejahteraan haruslah berpedoman kepada subjektivitas (lokal)

masyarakat setempat. Namun demikian, inti dari kesejahteraan adalah melihat

kesenjangan antara aspirasi dengan tujuan yang ingin dicapai pada segolongan

masyarakat maka menurut Campbell, Converse, dan Rodgers (Sumarwan dan

Hira, 1993:346), tolok ukur yang relevan dan akurat tentang kesejahteraan

subjektif adalah menggunakan istilah “kepuasan.” Kemudian, Sen (Peck dan

Goodwin, 2003:17), menambahkan bahwa tingkat kepuasan dapat

Page 144: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

144

menggambarkan tingkat kemampuan seseorang mengevaluasi suatu aksi atau

dapat menjangkau berbagai kelompok kesejahteraan, sedangkan kebahagiaan

(happiness) hanya dapat merasakan berbagai peristiwa pada kelompok tertentu

dalam aksesnya dengan masyarakat dan institusi.

Menurut Angel, Black Well, dan Miniard (Sumarwan, 2003) bahwa

kepuasan “satisfaction is defined here as past consumption evalution that a

chosen alternative at least meets or exceeds expectation” (kepuasan merupakan

hasil evaluasi dari konsumsi yang la lu sehingga alternatif yang dipilih paling tidak

sesuai dengan kriteria atau melebihi kriteria yang diharapkan). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh banyak faktor, baik

faktor internal maupun faktor eksternal. Seperti yang dibuktikan oleh Sumarwan

dan Hira (1993) pada delapan negara bagian di Amerika Serikat, ternyata tingkat

kepuasan (kesejahteraan) finansial keluarga perdesaan dipengaruhi oleh faktor

umur, pendapatan keluarga, aset, sikap (perceived locus of control), dan

kecukupan pendapatan.

Kesejahteraan Ekonomi Objektif

Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga di wilayah penelitian diukur

dengan proxy besarnya pengeluaran keluarga. Pengeluaran keluarga yaitu

pengeluaran yang diperuntukkan pembelian kebutuhan keluarga sehari-hari, yakni

kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya. Dengan kata lain, pengeluaran keluarga

dialokasikan untuk kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Porsi

pengeluaran tersebut akan mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu kelompok

masyarakat (Mangkuprawira, 2002: 74). Hasil pengamatan lapangan, terdapat

perbedaan yang cukup mencolok antara pengeluaran kecil (miskin) dengan

pengeluaran relatif besar (keluarga berkecukupan). Seperti tertera pada Tabel 41,

distribusi pengeluaran pada kelompok hampir berkecukupan keatas mencapai 79,4

persen atau hampir mendekati 80 persen. Apabila dibedakan berdasarkan wilayah

penelitian ternyata kelompok ini terbesar terdapat di wilayah pesisir pantai yaitu

mencapai angka 87 persen lebih, sedangkan di wilayah pegunungan hanya sekitar

72 persen. Namun demikian, proporsi pengeluaran keluarga di wilayah pesisir

pantai yang relatif besar tersebut masih belum mencukupi untuk keperluan sehari-

Page 145: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

145

hari mereka. Menurut pengakuan keluarga, pengeluaran yang besar ini

dipengaruhi oleh harga bahan pokok dan harga bahan lainnya untuk keperluan

keluarga sehari-hari.

Tabel 41 Sebaran Contoh Menurut Tingkat Pengeluaran Keluarga, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Tingkat Pengeluaran (Rp.000) per kapita

per tahun Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat miskin (< Rp. 1.320) 15 8.6 2 1.3 17 5.2

02 Miskin (Rp.1.320 – Rp.1.760) 33 19.0 17 11.3 50 15.4

03 Hampir berkecukupan

(Rp.1.760 – Rp.2.640) 83 47.7 62 41.1 145 44.6

04 Berkecukupan ( > Rp.2.640) 43 24.7 70 46.3 113 34.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100,0

- Rata-rata (Rp.) 2.183.000 2.674.000 2.411.000

Berdasarkan pendapatan rumahtangga menurut Wie (Suratiyah, et al.,

1994:45) bahwa kemiskinan dapat dilihat melalui pendekatan “kebutuhan dasar”

yang pada tahap pertama mencakup kebutuhan konsumsi perorangan (personal

consumption items) yang meliputi kebutuhan akan sandang, pangan dan papan.

Tahap selanjutnya, mencakup kebutuhan akan pelayanan sosial (public service)

misal fasilitas pendidikan, kesehatan, air minum yang bersih, hak atas pekerjaan

produktif yang memberikan imbalan layak, prasarana yang mampu menghasilkan

barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, serta

partisipasi seluruh penduduk dalam pengambilan keputusan.

Kemudian, Bank Dunia (Tukiran, 1993:14) membuat batasan bahwa

tingkat kemiskinan dapat dilihat dari skala ekuivalen pendapatan perkapita yang

digunakan untuk mengukur pemenuhan kebutuhan dasar minimum, sedangkan

Sajogyo (Faturrohman dan Mollo, 1995:5) membuat batasan garis kemiskinan

berdasarkan setara dengan harga beras yang berlaku di pasaran dengan membagi

menjadi empat kelompok tingkatan kemiskinan, yaitu di bawah 240; 240 sampai

Page 146: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

146

320; 320 sampai 480; dan di atas 480 kilogram ekuivalen beras. Klasifikasi ini

tampaknya mampu mengelompokkan penduduk secara lebih rinci. Kelompok

paling bawah disebut sangat miskin, selanjutnya miskin, hampir berkecukupan

dan terakhir berkecukupan. Atas dasar ukuran di atas, hasil penelitian

menunjukkan (Tabel 41) bahwa relatif besar persentase keluarga berkecukupan

(34,8%), sedangkan yang tergolong sangat miskin hanya 5,2 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa keluarga di daerah penelitian berdasarkan pada tingkat

pengeluaran dapat di kategorikan pada kelompok sejahtera.

Seperti terlihat pada Tabel 42, total pengeluaran keluarga per tahun di

wilayah penelitian adalah sebesar Rp.10.541.000, dan jumlah pengeluaran ini

diatas rata-rata tolok ukur kesejahteraan dengan pendekatan Badan Pusat Statistik.

Tabel 42 Sebaran Contoh Pengeluaran untuk Berbagai Kebutuhan Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah pegunungan Wilayah pesisir pantai Rata-rata

No

Jenis Pengeluaran

Keluarga (tahun) Rp. % Rp. % Rp. %

01 Pangan 4.694.000 52,6 5.208.000 44,6 4.951.000 48,6 02 Non pangan 3.000.000 32,6 4.185.000 35,3 3.592.000 34,0 03 Investasi 1.519.000 14,8 2.468.000 20,1 1.994.000 17,4 - Total

Pengeluaran 9.217.000 100.00 11.865.000 100,00 10.541.000 100,00

Dari jumlah pengeluaran tersebut persentase terbesar dialokasikan untuk pangan

(48,6 %), kemudian diikuti pengeluaran non-pangan (sandang, energi,

komunikasi, sosial dan lainnya) sebesar 34 persen, dan terkecil adalah

pengeluaran untuk investasi (pendidikan dan kesehatan) hanya sebesar 17,4

persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pola konsumsi keluarga terhadap

konsumsi pangan masih tergolong besar namun jauh lebih rendah bila

dibandingkan dengan hasil penelitian Suhardjo, dan Hardinsyah (1988),

Retnaningsih (1995), dan Mangkuprawira (2002) yaitu berkisar antara 60-70

persen. Berkenaan dengan itu, mengacu kepada alokasi pengeluaran maka tingkat

kesejahteraan keluarga di daerah penelitian tergolong relatif sejahtera.

Page 147: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

147

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Objektif

Hasil pendugaan parameter persamaan kesejahteraan ekonomi objektif

keluarga di daerah penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien R2 adalah 0.286

(Tabel 43) dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai standard koefisien R2

yaitu 0,70. Padahal Koefisien Determinasi Ganda (R2) adalah untuk melihat

kontribusi semua variabel bebas terhadap variabel terikat. Melihat hasil yang

diperoleh melalui uji model ini ternyata kontribusi semua variabel bebas terhadap

variabel terikat (kesejahteraan ekonomi objektif) kurang kuat sehingga model ini

kurang valid atau tidak dapat begitu dihandalkan (Myers, 1990:37). Namun, nilai

uji F relatif baik, yaitu sebesar 9,587. Uji F digunakan untuk membuktikan semua

variabel independen (variabel bebas) secara bersama-sama mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen (variabel terikat). Apabila nilai F hitung > F tabel (0,05), berarti

H0 ditolak dan diterima H1. Artinya, seluruh variabel independen (sosio-demografi,

manajemen sumberdaya keluarga, asosiasi lokal dan karakter masyarakat) secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan ekonomi objektif.

Sebaliknya, apabila nilai F hitung < F tabel(0,05), berarti H0 diterima dan tolak H1.

Artinya, seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh

nyata terhadap kesejahteraan ekonomi objektif.

Tabel 43 mengindikasikan bahwa tingginya tingkat kesejahteraan ekonomi

objektif keluarga sebagian besar dipengaruhi oleh faktor modal sosial terutama

adalah faktor tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, manfaat asosiasi

lokal dan keterpercayaan masyarakat masing-masing berpengaruh positif terhadap

tingkat kesejahteraan ekonomi objektif. Artinya, semakin banyak keterlibatan

keluarga dalam kegiatan asosiasi lokal dan aktif mengikuti berbagai kegiatan

asosiasi lokal maka tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga semakin

baik. Asosiasi lokal yang paling aktif diikuti dan banyak dimanfaatkan bagi

keluarga terutama keluarga di wilayah pegunungan yaitu untuk keperluan

peningkatan kebutuhan pangan, tambahan modal, dan asosiasi yang bergerak

dibidang pendidikan. Faktor lain yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan

ekonomi objektif yaitu manajemen sumberdaya keluarga terutama manajemen

keuangan. Manajemen keuangan, seperti disebutkan sebelumnya berperan penting

Page 148: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

148

dalam pengelolaan kekayaan keluarga baik kekayaan jumlah aset yang dimiliki,

biaya kebutuhan keluarga maupun pengelolaan tentang bidang usaha yang

dikembangkan. Artinya, semakin baik keluarga mengelola sumberdaya tersebut

maka tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga semakin baik pula.

Tabel 43 Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kesejahteraan Ekonomi Objektif Keluarga, Tahun 2006

Nilai pendugaan

No

Peubah Penelitian Nilai t-hitung Uji Model

(F) 01 Constant 7,348

02 Pendidikan Suami -1,277

03 Pendidikan Non Formal Suami 1,662

04 Beban Ketergantungan Keluarga 0,866

05 Manajemen Waktu 1,178

06 Manajemen Anggota Keluarga -2,035*

07 Manajemen Keuangan 1,907*

08 Jumlah Aslok yang diikuti 0,469

09 Tingkat partisipasi dalam Aslok 2,345*

10 Manfaat Aslok bagi Keluarga 2,413* 11 Keterpercayaan masyarakat 2,190* 12 Tingkat Solidaritas -1,482

13 Semangat Kerja 1,705 14 Dummy wilayah penelitian -0,87

10.418

- R2 = 0.535 R2 Adj = 0.286 df = 13 t-tabel(0,05) = 1,77 t -tabel(0,01) = 2,65

Keterangan: (*) dengan alpha = 0.05, berpengaruh nyata dan (**) dengan alpha=0.01, berpengaruh sangat nyata.

Tabel 43 juga menunjukkan bahwa faktor sosio-demografi tidak

berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi objektif. Hal

ini diduga, faktor sosio-demografi keluarga contoh di kedua wilayah penelitian

relatif homogen dan rata-rata rendah terutama faktor pendidikan dan keterampilan

yang dimiliki suami sehingga tidak dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan

ekonomi objektif keluarga.

Page 149: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

149

Disparitas Kesejahteraan Ekonomi Objektif

Pengukuran disparitas dalam ilmu ekonomi yaitu mengukur pembagian

pemerataan suatu kelompok masyarakat. Pengukuran disparitas dapat

menggunakan pendekatan pemerataan pengeluaran, melalui: pengeluaran

individu, wilayah, maupun pengeluaran sektoral (Cowell: Arbia Giuseppe, et al.

2005:9). Salah satu alat ukur yang sering digunakan adalah model Kuznets (Arbia

Giuseppe et al. 2005:12). Model Kuznets melihat pemerataan pengeluaran

berdasarkan perbandingan pengeluaran dari 40 persen kelompok penerima

pengeluaran terbawah dibandingkan dengan 10 persen kelompok penerima

pengeluaran teratas. Pengeluaran keluarga dikatakan merata atau hampir merata

apabila nilai dari kelompok penerima pengeluaran 40 persen terbawah lebih besar

dari 17 persen, 12-17 persen dikatakan kurang merata (ketidakmerataan sedang),

dan di bawah 12 persen disebut sebagai kelompok tidak merata (ketidakmerataan

tinggi). Perlu disampaikan, model Kuznets ini telah teruji baik dinegara maju

maupun negara berkembang. Dengan arti kata, model ini tidak terbatas pada pola

pengeluaran atau pendapatan tertentu saja.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih komplit maka pengujian pemerataan

pengeluaran keluarga dilanjutkan dengan menggunakan uji atau melihat nilai BK

(Bobot Kesenjangan) pengeluaran. Uji ini telah dikembangkan oleh Bank Dunia

dan Kuznets dengan formula bahwa BK diperoleh dari perbandingan antara

persentase pengeluaran pada kelompok penerima 40 persen terbawah terhadap

persentase pengeluaran keluarga pada kelompok penerima penghasilan 10 persen

teratas. Pengeluaran dikatakan merata, apabila memiliki nilai BK mendekati 4,

sedangkan pengeluaran dikatakan tidak merata atau terjadi kesenjangan apabila

memiliki nilai BK sebesar 0,3 atau lebih kecil dari 0,3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi distribusi tingkat

pengeluaran keluarga menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yakni

distribusi pengeluaran keluarga antara kelompok terendah dengan kelompok

penerima pengeluaran paling atas relatif merata dengan nilai Bobot

Ketidaksamarataan (BK) masing-masing wilayah 1,6 dan 1,9 (Tabel 44). Angka-

angka yang diperoleh dari perhitungan ini jauh lebih besar dari nilai standar yang

buat oleh Kuznets yaitu 0,3. Kendatipun demikian, hasil perhitungan yang

Page 150: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

150

diperoleh ini juga belum sampai bisa mendekati angka 4. Tetapi menurut Kuznets,

nilai bobot Ketidaksamarataan lebih besar dari 0,5 sudah merupakan nilai yang

cukup sempurna. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi pengeluaran keluarga

di kedua wilayah penelitian relatif merata. Distribusi pengeluaran keluarga di

daerah penelitian secara sederhana dapat dilukiskan dalam bentuk Kurva Lorenz

(Gambar 9).

Tabel 44 Indeks Kuznets Tingkat Pengeluaran Keluarga

No Nilai Pembatas Wilayah pegunungan

(n=174)

Wilayah pesisir pantai (n=151)

01 40 % penerima pengeluaran terbawah

(107.346/380.014) x 100 = 28,3

(106.212/403.789) x 100 = 26,3

02 10 % penerima pengeluaran teratas

(56373/380.014) x 100 = 14,8

(65654/403.789) x 100 = 16,3

03 Bobot Ketidaksamarataan (BK)

1,9 1,6

Khusus pengeluaran keluarga yang berdomisili di wilayah pesisir pantai

memiliki hasil yang bertolak belakang dengan hasil temuan Easterly (1999), Malan

(2000) dan hasil temuan Robinson (2002:8) di beberapa negara Eropa, Amerika dan

Afrika. Menurut mereka, terdapat pengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan

income inequality apabila terdapat peningkatan etnisitas. Seperti diketahui di wilayah

pesisir pantai tingkat etnisitas cukup beragam yakni: suku bugis, banjar, melayu dan

jawa. Tidak terdapatnya kesenjangan pengeluaran keluarga di wilayah pesisir pantai

faktor utama adalah sumber penghasilan. Seperti disebutkan sebelumnya, di daerah

penelitian sumber penghasilan masyarakat relatif terbatas yait u hanya tertumpu pada

usaha kelapa dalam dan nelayan, dan sebagian kecil usahatani padi sawah pasang

surut dengan harga relatif rendah. Hal ini sejalan dengan hasil temuan Bukenya dan

Gebremedhin (2002:14) melalui studi empiris di Amerika Serikat menemukan bahwa

sumber pengahasilan atau lapangan kerja (labor market) berpengaruh sangat nyata

terhadap ketidakmerataan income (income inequality). Dengan kata lain, keterbatasan

sumber mata pencaharian tidak berdampak terhadap ketidakmerataan income

masyarakat. Faktor lain yang menyebabkan tidak terdapatnya kesenjangan

penghasilan diantara keluarga di wilayah pesisir pantai karena kehidupan masyarakat

cukup harmonis diantara satu etnis dangan etnis lainnya dimana mereka saling bantu

Page 151: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

151

membantu dan saling ketergantungan. Dengan arti kata, pola kehidupan yang penuh

keakraban tanpa adanya kejahatan dan kekerasan ini dapat mempengaruhi

ketentraman dan kenyaman interaksi sosial sehingga pada gilirannya akan

mendukung akan tingkat kesamarataan penghasilan (Parsley, 2001:12). Namun

demikian, melalui uji model Mann-Whitney (U-test) dapat diketahui bahwa

tingkat kesejahteraan keluarga di wilayah pegunungan lebih merata dibandingkan

dengan tingkat kesejahteraan keluarga di wilayah pesisir pantai dengan nilai z-

skor masing-masing wilayah 9,6 dan 2,4 (Z-table= 4,05). Menurut Gradstein Mark

(2007:266), semakin merata distribusi kesejahteraan masyarakat maka tingkat

demokratisasi semakin baik. Dengan arti kata, tingkat keharmonisan dan

kekeluargaan masyarakat semakin kuat.

0

20

40

60

80

100

120

0 20 40 60 80 100 120

Persentase Penerimaan Pengeluaran

Per

sent

ase

pegunungan pesisir

Gambar 9 Kurva Lorenz Tingkat Pengeluaran Keluarga

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(1) Tingkat kesejahteraan ekonomi objektif proxy pengeluaran keluarga per tahun

sebesar Rp.10.541.000, dan jumlah pengeluaran ini diatas rata-rata tolok ukur

Page 152: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

152

kesejahteraan dengan pendekatan Badan Pusat Statistik. Persentase terbesar

dialokasikan untuk pangan kebutuhan pangan (48,6 %), non-pangan

(sandang, energi, komunikasi, sosial dan lainnya) sebesar 34 persen, dan

terkecil adalah pengeluaran untuk investasi (pendidikan dan kesehatan) hanya

sebesar 17,4 persen. Mengacu kepada alokasi pengeluaran, tingkat ekonomi

keluarga di daerah penelitian tergolong relatif sejahtera dengan distribusi

keluarga yang tergolong pada kelompok sejahtera mencapai 79,4 persen.

Berdasarkan wilayah penelitian ternyata kelompok terbesar terdapat di

wilayah pesisir pantai yaitu mencapai angka 87 persen lebih, sedangkan di

wilayah pegunungan keluarga yang tergolong pada kelompok sejahtera

sekitar 72 persen.

(2) Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga secara positif dipengaruhi oleh faktor

manajemen sumberdaya keluarga, dan faktor modal sosial terutama faktor

manajemen keuangan keluarga, tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi

lokal, manfaat asosiasi bagi keluarga, dan faktor keterpercayaan masyarakat.

Artinya, semakin baiknya faktor manajemen keuangan keluarga, besarnya

tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, besarnya manfaat asosiasi

lokal bagi keluarga, dan tingginya keterpercayaan masyarakat maka tingkat

kesejahteraan ekonomi objektif semakin baik.

(2) Distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga di daerah penelitian

relatif merata karena diperoleh distribusi kesejahteraan keluarga antara

kelompok terendah dengan kelompok kesejahteraan paling atas relatif merata

baik di wilayah pesisir maupun di wilayah pegunungan. Namun demikian,

tingkat kesejahteraan keluarga yang berada di wilayah pegunungan lebih

merata dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan yang berada di wilayah

pesisir pantai.

Saran

Hasil penelitian ini belum mampu mengungkapkan tingkat disparitas dan

ketidaksamarataan kesejahteraan keluarga berdasarkan agroekologi wilayah di

daerah perdesaan maka perlu penelitian lebih mendalam tentang keterkaitan

distribusi kesejahteraan keluarga di daerah perdesaan dengan memasukkan

130

Page 153: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

153

variabel jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian utama masyarakat sebagai

confounding factor.

DAFTAR PUSTAKA

Arbia G, Laura de Dominics, dan P Gianfranco. 2005. The Relationship between Regional Growth and Regional Inequality in EU and Transition Countries: a Spatial Econometric Approach. In preparation for the Workshop of Spatial Econometrics, Kiel, April 8-9, 2005. Amsterdam: Departemen of Spatial Economics, Free University, De Boelelaan 1105, 1081HV, Netherlands. E-mail: [email protected]

Bukenya, J.O., dan T.G Gebremedhin. 2002. An Emperical Analysis of Family Income Distribution in the United States. Research Paper. Departement of Agricultural an Resource Economics, West Virginia University, 26506.

Faturrochman, dan M Marcelinius. 1995. Kemiskinan dan Kependudukan di Pedesaan Jawa: Analisis Data Susenas 2. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Gradstein M. 2007. “Inequality, Demogracy and the Protection of Property Rights.” The Economic Journal, 117 (January) 252-269. America: Blacwell Publising, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.

Hardinsyah, dan Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mangkuprawira S. 2002. “Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga di Daerah Industri Tenun Pedesaan.” Media Gizi & Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat & Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian-Institut Pertanian Bogor. Vol 25/2-2002. ISSN 0216-9363.

Mantra I.B. 2000. Dasar-dasar Demografi. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Mubyarto. 1992. Menanggulangi Kemiskinan. Yogyakarta: Aditya Media.

Myers, RH. 1990. Classical and Modern Regression with Applications. Boston: Edisi Kedua. PWS-KENT Publishing Company.

Parsley T.J. 2001. “Basic Examination of the Correlation between Crime Rates and Income Inequality. ” Morgantown, WV 26506-6825: Research Paper. Regional Research Institute, West Virginia University.

Robinson B. 2002. Income Inequality and Ethnicity: An International View. Washington: Second Inequality and Pro-Poor Growth Spring Conference the World Bank, Washington DC, June, 9-10, 2002.

Page 154: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

154

Siegel S. 1998. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

Suandi, dan Bambang. 2003. Profil Statistik dan Indikator Gender di Propinsi Jambi. Jakarta: Kerjasama Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Suandi, dan Ernawati. 2005. “Analisis Kebijaksanaan Pendidikan Provinsi Jambi Berbasis Gender.” Laporan Penelitian. Jambi: Kerjasama Dirjen Dikti dengan Departemen Pendidikan Nasional Provinsi Jambi.

Sukartawi. 1985. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia.

Suratiyah K, Djuwari, Supriyanto, dan R Lestari. 2003. Studi Analisa Usahatani untuk Tujuh Komoditas di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: Kerjasama Bappeda bantul Yogyakarta dengan Fakultas Pertanian UGM.

Todaro M. P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Tukiran. 1993. ‘Penentuan Desa Miskin: Analisis Potensi Desa 1990.’ Populasi, 1(4) : 13-23.

Page 155: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

155

ARTIKEL 2

PENGARUH FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI, MANAJEMEN SUMBERDAYA

KELUARGA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI SUBJEKTIF KELUARGA DI DAERAH

PERDESAAN PROVINSI JAMBI Suandi8, Ujang Sumarwan9, Suprihatin Guhardja2, Pang S. Asngari10, Euis Sunarti2

ABSTRAK

Berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan keluarga yang berkaitan dengan kesejahteraan sangat ditentukan oleh fungsi keluarga. Fungsi keluarga memiliki peran yang penting yakni pengambilan keputusan dalam berbagai aktivitas anggota keluarga, meliputi aktivitas proses produksi, mencari nafkah, konsumsi pangan, dan non pangan. Keberhasilan pengambilan keputusan kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh cara pengelolaan berbagai sumberdaya yang dimiliki. Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga, (2) menganalisis pengaruh sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, dan modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga, dan (3) mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga berdasarkan wilayah agroekologi. Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi: Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pengumpulan data berlangsung selama delapan bulan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2007. Data yang dikumpulkan, meliputi: (1) sosio-demografi, (2) manajemen sumberdaya keluarga, (3) modal sosial: asosiasi lokal, dan karakter masyarakat, dan (4) kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survai terhadap 325 rumahtangga dan dilanjutkan metode Indepth Interview terhadap 33 informan dan Focus Group Discussion (FGD) terhadap beberapa keluarga terpilih dengan jumlah 10 kelompok. Analisis data menggunakan Uji Regresi Berganda melalui program SPSS versi 13, model Kuznets, Kurva Lorenz dan dilanjutkan Uji Mann-Whitney (U-test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosio-demografi, manajemen sumberdaya, dan faktor modal sosial tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga tergolong merata namun tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga yang berada di wilayah pegunungan lebih merata dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan yang berada di wilayah pesisir pantai. Key words: kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga, disparitas, dan agroekologi.

8 Dosen Tetap pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi 9 Dosen Tetap pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB 10 Dosen Tetap pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB

133

Page 156: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

156

THE EFFECT OF SOCIO-DEMOGRAPHY, FAMILY RESOURCE MANAGEMENT, AND SOCIAL CAPITAL ON FAMILY

SUBJECTIVE ECONOMIC WELL-BEING IN RURAL AREA OF JAMBI PROVINCE

ABSTRACT The objectives of the study are: (1) to comprehend and analyze of family subjective economic well-being, (2) to explore the effect of socio-demography, family resource management, and social capital variables on family subjective economic well-being, and (3) to comprehend and analyze disparities of family subjective economic well-being. The research design is cross sectional and was carried out in Kerinci and East Tanjung Jabung districts from January to August 2006. Variables used are family subjective economic well-being, socio-demography, resources management, and social capital. Variable of socio-demografphy are educations of husband, skills of husband, and dependency ratio. Variable of family resources management are management of times, household size, and management of family livelihood, and Variable of social capital are local asociation, and community characters. 325 household samples are chosen using cluster, purposive and random sampling methods. Data were collected using survay, indepth interview, and Focus Group Discussion (FGD). Descriptive, Regression, Model Kuznets, and Mann-Whitney (U-test) were used for data analyzed. The results show that socio-demography, family resources management, and social capital factors do not effect on family subjective economic well-being. Family subjective economic well-being are equal (no disparities) among family in the research area. Family subjective economic well-being in mountainous area, however, is better than that of the family in coastal area. Key words: family subjective economic well-being, disparities, and agroecology

area.

134

Page 157: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

157

PENDAHULUAN

Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu subsistem dalam sistem

masyarakat. Subsistem keluarga dalam masyarakat memiliki fungsi dan tanggung

jawab secara sinergis dengan subsistem lainnya, seperti: subsistem sosial,

ekonomi, politik, pendidikan, dan agama. Dengan adanya interaksi subsistem-

subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial

dalam masyarakat (equilibrium state). Keseimbangan akan menciptakan sebuah

sistem sosial yang tertib (social order), dan selanjutnya dapat mempengaruhi

ketertiban dalam sistem sosial yang lebih besar lagi. Dengan kata lain, keluarga

memiliki fungsi mikro dan fungsi makro. Secara mikro, keluarga berfungsi

sebagai penghubung antara keluarga dengan keluarga lain serta hubungan antar

anggota keluarga. Secara makro, terdapat hubungan keluarga dengan masyarakat

luas. Ketertiban sosial akan dapat tercipta kalau ada struktur atau strata dalam

keluarga, dimana masing-masing individu akan mengetahui di mana posisinya,

dan patuh pada sistem nilai yang melandasi struktur tersebut. Struktur dalam

keluarga diakui dapat menjadikan institusi keluarga sebagai sistem kesatuan, ada

tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu: (1) status sosial, (2)

fungsi sosial, dan (3) norma sosial, ketiganya adalah saling kait mengkait

(interralated).

Berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan keluarga, di dalam fungsi

keluarga terdapat peran yang penting yakni pengambilan keputusan dalam

berbagai aktivitas anggota keluarga yang meliputi aktivitas proses produksi,

mencari nafkah, konsumsi pangan, dan non pangan. Keberhasilan pengambilan

keputusan ditentukan oleh banyak faktor baik faktor ekternal maupun faktor

internal. Faktor internal misalnya, adalah faktor jumlah anggota keluarga, status

keluarga (single atau lengkap), dan pendidikan baik pendidikan formal maupun

non formal dari kepala keluarga dan isteri/ibu, sedangkan faktor eksternal adalah

faktor luar, seperti sumberdaya alam, ketersediaan lapangan kerja, dan kebijakan

pemerintah. Disisi lain, pemenuhan kebutuhan keluarga atau pola konsumsi sangat

menentukan status keluarga karena distribusi konsumsi keluarga menentukan

derajat kecukupan keluarga baik kecukupan yang bersifat konsumtif maupun

135

Page 158: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

158

produktif (investasi). Artinya, apabila terdapat ketidakseimbangan antara

konsumsi pangan, non-pangan, dan kebutuhan investasi maka dapat menentukan

status keluarga (miskin/sejahtera). Sebagai contoh, keluarga yang mengkonsumsi

bahan pangan lebih dari 50 persen, maka kelompok keluarga tersebut tergolong

pada kelompok miskin walaupun tingkat penghasilan mereka diatas rata-rata, dan

hal ini didukung oleh hasil penelitian Suhardjo, Hardinsyah, dan Riyadi (1988),

Retnaningsih (1995) dan Mangkuprawira (2002:78).

Oleh karena itu, penelitian tentang kesejahteraan ekonomi keluarga

kaitannya dengan pola manajemen dan faktor sosio-demografi secara kausalitas

menarik untuk diteliti. Hal lain yang sangat mendukung penelitian dan

pengembangan konsep manajemen sumberdaya keluarga dan pengaruh faktor

sosio-demografi terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga secara kausalitas ini di

Indonesia masih belum banyak dilakukan maka tujuan penelitian: (1)

mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga,

(2) menganalisis pengaruh sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga,

dan modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga, dan (3)

mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga berdasarkan

wilayah agroekologi.

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi

Jambi dengan dua Kabupaten terpilih, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung Timur

dan Kabupaten Kerinci. Terpilihnya kedua Kabupaten tersebut sebagai wilayah

penelitian, dengan pertimbangan kedua wilayah tersebut dapat mewakili

karakteristik kabupaten yang ada di Provinsi Jambi baik dilihat dari aspek ekologi,

ekonomi maupun sosial budaya. Kabupaten Tanjung Jabung Timur misalnya,

dapat mewakili wilayah pesisir pantai/pasang surut, mayoritas masyarakat berasal

dari suku Melayu, Bugis dan Banjar (migrasi spontan) dengan komoditas utama

hasil laut, kelapa dalam, dan padi sawah pasang surut. Kabupaten Kerinci

mewakili masyarakat wilayah pegunungan atau dataran tinggi, mayoritas

Page 159: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

159

masyarakat didominasi oleh suku Melayu-Kerinci dengan komoditas utama padi

sawah irigasi, kulit manis (cassiavera), dan kopi.

Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai dari

bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengumpulan data penelitian

dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data atau penelitian

penjajakan (uji coba kuesioner). Tahap kedua adalah pengumpulan data primer

dan sekunder.

Uji Reliabilitas

Tingkat validitas penelitian salah satunya ditentukan oleh reliabilitas

instrumen atau tingkat konsistensi antar konstruk variabel penelitian. Untuk

menguji besar kecilnya nilai reliabilitas instrument penelitian menggunakan tolok

ukur nilai a-cronbach. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai a-cronbach

penelitian berkisar antara 0,720 – 0,893. Dengan demikian, tingkat reliabilitas

antar konstrak variabel penelitian atau informasi yang terjaring cukup dapat

dihandalkan karena berdasarkan standar nilai paling rendah yaitu sebesar 0,60.

Sumber, Jenis, dan Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh langsung dari keluarga dan responden terpilih, sedangkan data sekunder

diperoleh dari instansi dan lembaga terkait disamping dari laporan hasil penelitian,

jurnal maupun majalah yang memuat tentang masalah kesejahteraan ekonomi

keluarga kaitannya dengan faktor sosio-demografi, dan faktor manajemen

sumberdaya.

Jenis atau variabel penelitian dibagi kedalam empat kelompok, yaitu:

sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal sosial dan variabel

kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Sosio-demografi, meliputi: (1) tingkat

pendidikan kepala keluarga, (2) tingkat pendidikan non formal kepala keluarga,

dan (3) beban ketergantungan keluarga. Aspek manajemen sumberdaya keluarga,

meliputi: (1) manajemen waktu, (2) manajemen anggota keluarga, dan (3)

manajemen keuangan keluarga. Aspek modal sosial, meliputi: (1) jumlah asosiasi

Page 160: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

160

yang diikuti, (2) tingkat partisipasi anggota keluarga dalam asosiasi lokal, (3)

manfaat asosiasi bagi keluarga, (4) tingkat keterpercayaan masyarakat, (5)

solidaritas masyarakat, dan (6) semangat kerja masyarakat. Aspek kesejahteraan

ekonomi keluarga dilihat dari kesejahteraan ekonomi subjektif. Metode

pengumpulan data dilakukan melalui wawancara (survai) dan observasi. Untuk

mendapatkan data lebih mendalam, pengumpulan data dilanjutkan dengan metode

wawancara mendalam (Indepth Interview) terhadap beberapa responden terpilih

dan Focus Group Discussion (FGD).

Sampel Penelitian

Daerah penelitian ditentukan dengan metode cluster sampling yaitu

dengan cara membagi daerah berdasarkan agroekologi wilayah sehingga terpilih

wilayah dataran tinggi (pegunungan) yaitu Kabupaten Kerinci dan daerah pesisir

pantai (pasang surut) yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Diambilnya

daerah/wilayah penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat distribusi

penduduk Provinsi Jambi menyebar berdasarkan tipologi tersebut. Selanjutnya,

kecamatan dan desa/kelurahan penelitian diambil secara purposive dan mengikuti

pola yang ada di masing-masing wilayah Kabupaten, sedangkan responden

(rumahtangga) diambil secara acak sederhana (simple random sampling) sebesar

325 orang atau 10 persen dari jumlah rumahtangga yang ada pada seluruh desa

penelitian (3.257 rumahtangga). Jumlah sampel yang digunakan sebagai indepth

interview sebanyak 33 orang atau 10 persen dari jumlah responden masing-masing

desa.

Analisis Data

Analisis data dimulai dari melakukan sortasi, dan “coding”. Kemudian

dilanjutkan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi

tunggal untuk data sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal

sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Untuk menguji

faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif

keluarga diuji dengan Regresi berganda melalui program SPSS versi 13. Untuk

mengidentifikasi atau melihat tingkat pemerataan kesejahteraan di daerah

Page 161: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

161

penelitian diuji menggunakan model Kuznets, Kurva Lorenz, dan dilanjutkan

dengan uji Mann-Whitney (U-test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosio Demografi Keluarga Pendidikan Suami

Persentase terbesar (48,9 %) kepala keluarga (suami) memiliki pendidikan

Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Artinya, mayoritas responden belum mencapai

tingkat pendidikan dasar yang digariskan oleh pemerintah yaitu pendidikan 9

tahun. Padahal tingkat pendidikan cukup berperan dalam kelancaran penerimaan

dan menjalankan teknologi baru termasuk teknologi pertanian. Apabila dilihat

berdasarkan wilayah penelitian, ternyata tingkat pendidikan responden terendah

terdapat di wilayah pesisir pantai dengan persentase responden yang

berpendidikan Sekolah Dasar kebawah mencapai 53,6 persen, sedangkan di

wilayah pegunungan hanya 44,8 persen. Lebih memprihatinkan lagi, dimana

responden di wilayah pesisir pantai ini persetase yang berpendidikan tidak tamat

Sekolah Dasar mencapai 29,1 persen. Hal ini dikhawatirkan dalam pengembangan

sumberdaya manusia dan pembangunan daerah kedepan karena tingkat

pendidikan yang rendah ini menjadi beban pemerintah kalau tidak diantisipasi dan

melakukan berbagai terebosan pembangunan demi kamajuan masyarakat dan

daerah. Dengan kondisi demikian, tingkat pengetahuan dan pemahaman

masyarakat secara formal tergolong rendah termasuk kedalam tata cara

pengelolaan rumahtangga. Padahal menurut Mubyarto (1992), bahwa tingkat

pendidikan masyarakat perdesaan akan mempengaruhi cara berpikir dalam

pengelolaan usahataninya terutama kemampuan manajemen, penerimaan inovasi

baru dan pengambilan keputusan dalam memperhitungkan produktifitas usahatani

mereka (Tabel 25).

Pendidikan Non Formal

Tingkat pendidikan non formal suami (responden) atau kepala keluarga

diambil dari banyak dan lamanya menekuni pendidikan non formal baik pada

bidang keahlian maupun mendapat pendidikan atau pelatihan pada bidang lain

Page 162: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

162

sehingga dalam pengkategorian ada yang disebut dengan mereka yang sangat

sering mengikuti pendidikan, sering mengikuti pendidikan, kurang mengikuti

pendidikan, dan tidak pernah mengikuti pendidikan non formal. Berdasarkan hasil

pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan lapangan diperoleh

informasi bahwa rata-rata suami atau kepala keluarga keterlibatan mengikuti

pendidikan non formal tergolong relatif rendah. Hal ini dapat dibuktikan melalui

distribusi data responden yang berdasarkan jumlah pendidikan non formal yang

diikuti, hampir 80,3 persen responden tergolong pada kelompok kurang mengikuti

pendidikan non formal. Lebih dari 56 persen responden tergolong kepada

kelompok yang tidak pernah sama sekali mengikuti pendidikan non formal (tidak

memiliki keterampilan). Dengan arti kata, responden di daerah penelitian

mayoritas tidak/belum pernah menerima pendidikan ataupun pelatihan dari istansi

pemerintah/swasta baik pada bidang yang ditekuni maupun profesi lainnya (Tabel 26).

Berdasarkan wilayah penelitian, tampaknya hampir di kedua wilayah ini

memiliki tingkat keterampilan responden yang rendah tetapi berdasarkan data

yang ada ternyata persentase terbesar responden yang tidak memiliki tingkat

keterampilan yaitu responden yang berada di wilayah pesisir pantai yaitu sekitar

66,9 persen, sedangkan responden di wilayah pegunungan yang tidak terampil

sebanyak 48,3 persen. Bagi responden yang memiliki keterampilan khususnya

responden yang berada di daerah perdesaan pegunungan tampaknya sebagian

besar mengikuti pendidikan atau pelatihan di bidang pertanian yang dimotori oleh

Dinas Pertanian Kabupaten dan Dinas Pertanian Provinsi, sedangkan keterampilan

lain yang dimiliki responden di wilayah pegunungan yaitu mengikuti pelatihan di

bidang teknik “las karbit” yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Kerinci.

Rendahnya tingkat keterampilan suami di daerah penelitian akan

berdampak kepada kesejahteraan ekonomi keluarga dan pembangunan daerah

apalagi diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki.

Menurut hemat peneliti, perlu ada tindakan nyata “action” oleh pemerintah

setempat kepada masyarakat secara umum dan responden khususnya dalam

berbagai pemberdayaan baik secara kelompok maupun massal. Dengan harapan,

semakin tinggi tingkat keterampilan masyarakat maka akan berpengaruh pada

Page 163: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

163

produktivitas kerja sehingga pada gilirannya akan berdampak pada naiknya

pendapatan.

Tingkat Beban Ketergantungan Keluarga

Komposisi penduduk responden di daerah penelitian menurut struktur

umur penduduk masih tergolong muda namun hampir menuju pada struktur

penduduk tua. Hal ini ditandai dengan persentase penduduk usia di bawah 15

tahun masih diatas angka 30 persen (33,7 %) dengan jumlah penduduk yang

berumur di atas 65 tahun atau umur tidak produktif sebesar 1,8 persen. Hal senada

juga ditunjukkan oleh kelompok umur yang ada di wilayah pegunungan dan

wilayah pesisir pantai dengan nilai tidak jauh berbeda satu dengan lainnya. Dari

data komposisi penduduk berdasarkan persentase penduduk muda dan tua akan

dapat menentukan nilai dari beban ketergantungan suatu kelompok penduduk

tersebut. Kalau kelompok umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk

yang belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk 15-64 tahun sebagai

kelompok penduduk produktif, dan kelompok penduduk umur 65 tahun ke atas

sebagai kelompok penduduk yang tidak produktif maka beban ketergantungan

(dependency ratio) penduduk produktif di daerah penelitian sebesar 55 (Tabel 28).

Artinya, dalam 100 orang usia produktif dari keluarga-keluarga contoh di

daerah penelitian menanggung beban 55 orang yang berusia belum dan tidak

produktif untuk kecukupan konsumtif. Hal ini mengindikasikan bahwa beban

tanggungan bagi anggota keluarga usia produktif di daerah penelitian masih

tergolong besar walaupun nilai beban ketergantungan ini lebih kecil dibandingkan

dengan nilai rasio ketergantungan Propinsi Jambi tahun 2003 (56), dan bahkan

nasional (Suandi, dan Bambang, 2003: 17). Angka beban ketergantungan tenaga

kerja belum dan atau tidak produktif terhadap tenaga kerja produktif di daerah

penelitian jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan batas angka beban

ketergantungan di Negara-negara berkembang (60) (Shryrock dan Siegel

(1976:202). Relatif rendahnya tingkat ketergantungan penduduk belum dan tidak

produktif terhadap penduduk produktif dapat mendorong terhadap kemajuan

pembangunan selanjutnya. Mengingat tingginya angka rasio beban tanggungan

sebagai faktor penghambat pembangunan ekonomi karena sebagian dari

pendapatan yang diperolah dari golongan yang produktif terpaksa harus

Page 164: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

164

dikeluarkan untuk memenuhi kecukupan mereka yang belum produktif untuk

kecukupan akan pangan, fasilitas pendidikan dan fasilitas lainnya (Mantra,

2000:92).

Manajemen Sumberdaya Keluarga

Manajemen Waktu

Persentase manajemen waktu keluarga di daerah penelitian tergolong

relatif baik. Terdapat hampir 59 persen keluarga responden di daerah penelitian

menyatakan bahwa mereka merasa cukup baik dalam memanfaat waktu. Namun

demikian, berdasarkan daerah penelitian ternyata proporsi keluarga contoh yang

memiliki persentase pengelolaan waktu lebih baik (kategori baik+sangat baik)

paling besar terdapat di wilayah pegunungan (63,2 %), sedangkan proporsi

keluarga contoh di wilayah pesisir pantai (53,6 %).

Manajemen waktu dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek, yakni:

aspek target jangka pendek, pemanfaatan waktu yang dimiliki, dan wujud kerja

yang diharapkan. Dalam hal aspek target jangka pendek, rata-rata keluarga contoh

di daerah penelitian yang bisa mencapai target yang telah ditentukan dengan baik

sekitar 55 persen, dan sebaliknya terdapat sebanyak 45 persen keluarga contoh

yang belum mencapai target yang ditentukan sebelumnya. Hasil yang diperoleh

keluarga contoh di daerah penelitian ini sudah tergolong pada kelompok berhasil

karena sudah dapat membuat perencanaan pemanfaatan waktu yang dimiliki.

Pemanfaatan waktu jangka pendek keluarga contoh terutama dilihat kegiatan

mencari nafkah (kebutuhan konsumsi pangan keluarga). Dimensi pemanfaatan

waktu yang dimiliki anggota keluarga, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata pemanfaatan waktu juga menunjukkan hasil yang relatif baik dan melebihi

persentase manajemen waktu dalam target jangka pendek (65 %). Kemudian,

manajemen waktu dari aspek harapan yang diwujudkan oleh anggota keluarga

contoh baik di wilayah pegunungan maupun di wilayah pesisir pantai yaitu

mencapai 64 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa keluarga contoh di daerah

penelitian cukup baik dalam merencanakan sesuatu untuk kebutuhan keluarga dan

Page 165: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

165

dapat memanfaatkan sumberdaya dengan sebaik-baiknya sebagai keperluan

keluarga (Tabel 30).

Manajemen Anggota Keluarga

Rata-rata manajemen sumberdaya anggota keluarga di daerah penelitian

sedikit lebih baik dibandingkan dengan manajemen sumberdaya waktu (61

persen). Seperti halnya pada kasus manajemen sumberdaya waktu, proporsi

keluarga dengan manajemen sumberdaya anggota keluarga yang baik paling

besar terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai 71 persen, sedangkan di

wilayah pesisir pantai hanya sekitar 50 persen. Manajemen sumberdaya anggota

keluarga, seperti halnya dengan manajemen waktu yaitu mengandung beberapa

aspek, yakni: dukungan psikologis terhadap kemajuan anak, manajemen anggota

keluarga usia produktif, dan manajemen anggota keluarga lainnya. Berdasarkan

hasil penelitian, ternyata ketiga aspek tersebut rata-rata tingkat manajemen atau

pengelolaan sumberdaya tersebut tergolong baik yaitu berkisar antara 62,1–70,4

persen. Dari ketiga aspek tersebut, manajemen yang paling tinggi persentasenya

terdapat dalam pengelolaan sumberdaya tenaga kerja produktif yaitu mencapai

70,4 persen, sedangkan persentase terendah yaitu manajemen terhadap dukungan

psikologis kemajuan anak (62,1 %) (Tabel 31).

Relatif rendahnya dukungan psikologis keluarga contoh (orang tua)

terhadap kemajuan anak terutama pendidikan disebabkan oleh tingkat

pengetahuan orang tua yang rendah disamping waktu yang terbatas. Artinya,

keluarga contoh (orang tua) di daerah penelitian mayoritas waktu diperuntukkan

untuk bekerja. Lain halnya dengan manajemen anggota keluarga produktif. Hasil

pengamatan lapangan menunjukkan bahwa rata-rata anggota keluarga produktif

(>15 tahun atau tidak sedang dalam bangku sekolah) di daerah penelitian selalu

membantu pekerjaan orang tua (kepala keluarga dan atau ibu) baik pekerjaan

domestik maupun pekerjaan publik. Sebagai contoh, yaitu salah satu anggota

keluarga dari bapak H. Yusuf di desa Nipah Panjang I Kecamatan Nipah Panjang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur selalu membantu orang tua mengangkut buah

kelapa setelah dipanen dan pekerjaan ini dikerjakannya setiap kali panen kelapa.

Page 166: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

166

Manajemen Keuangan Keluarga

Manajemen keuangan keluarga sangat penting dalam memajukan

kesejahteraan ekonomi keluarga baik dalam pengalokasian untuk kebutuhan

konsumsi maupun keperluan investasi atau pengembangan usaha. Rata-rata

manajemen atau pengelolaan keuangan keluarga di daerah penelitian yang

termasuk pada kelompok baik dan sangat baik yaitu mencapai 60 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa manajemen keluarga di daerah penelitian tergolong baik

dan dapat dikategorikan sebagai petani maju. Padahal menurut hasil penelitian

sebelumnya bahwa rata-rata petani di daerah perdesaan tingkat manajemennya

sangat terbatas (Suandi, 1998 dan Suandi, 2000) (Tabel 32).

Berdasarkan daerah penelitian, tampaknya proporsi keluarga dengan

manajemen keuangan yang baik, terbesar terdapat di wilayah pegunungan yaitu

mencapai 72 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 46 persen. Seperti

halnya dengan manajemen lainnya, manajemen keuangan mengandung lima

aspek, yakni: strategi mendapatkan penghasilan, alokasi belanja keperluan

konsumsi, alokasi belanja keperluan produktif, manajemen biaya pendidikan anak

(pendidikan formal dan non formal), dan manajemen pengembangan usaha.

Berdasarkan hasil perhitungan diperloleh gambaran bahwa manajemen yang baik

paling tinggi terdapat pada manajemen belanja untuk keperluan produktif yaitu

mencapai 65 persen, sedangkan terendah terdapat pada manajemen pengembangan

usaha hanya 54 persen. Angka ini sudah cukup repsentatif dari manajemen yang

tergolong baik dan sangat baik. Khusus yang berkaitan dengan manajemen

pengembangan usaha, hasil temuan di lapangan menyimpulkan bahwa terbatasnya

kemampuan cara petani atau responden dalam mengelola atau merencanakan

berbagai usaha kedepan untuk kemajuan keluarga salah satu faktor utama adalah

tingkat pendidikan dan keterampilan petani yang terbatas.

Manajemen keuangan lainnya yang tergolong rendah yaitu manajemen

biaya pendidikan anak (biaya pendidikan tambahan/keterampilan) (60 %). Relatif

rendahnya persentase manajemen keluarga terhadap biaya pendidikan anak (biaya

pendidikan tambahan/keterampilan) disamping faktor kemauan dan kemampuan

orang tua dan anak terbatas, fasilitas atau sarana pendidikan keterampilan terbatas

Page 167: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

167

atau sulit dijangkau, dan faktor pendapatan keluarga responden yang terbatas

untuk keperluan tersebut terutama di wilayah pesisir pantai.

Apabila dirinci berdasarkan persentase dan jenis sumberdaya maka dari

ketiga sumberdaya yang dimiliki keluarga contoh, manajemen sumberdaya waktu

yang baik tertinggi sebesar 58,4 persen. Artinya, terdapat 58 persen lebih keluarga

responden di daerah penelitian menyatakan bahwa mereka merasa cukup baik

dalam memanfaat waktu. Namun demikian, berdasarkan wilayah agroekologi

ternyata proporsi keluarga contoh dengan manajemen yang tergolong baik

terdapat di wilayah pegunungan (63,2 %), dan lebih besar dibandingkan dengan

proporsi keluarga contoh di wilayah pesisir (54 %). Persentase keluarga contoh

dengan manajemen yang baik lebih banyak pada manajemen sumberdaya anggota

keluarga dibandingkan dengan manajemen sumberdaya waktu dan keuangan

(Tabel 33).

Modal Sosial

Modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di

masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun

informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Modal sosial dikategorikan

melalui dua dimensi yang saling berhubungan (interrelated), yakni: dimensi

struktural, dan dimensi karakter11. Dimensi struktural diukur dalam bentuk

kelompok dan organisasi (asosiasi lokal). Tinggi rendah kontribusi asosiasi lokal

terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga diukur secara komposit dari dimensi (a)

jumlah asosiasi yang diikuti, (b) tingkat partisipasi dalam asosiasi, dan (c)

manfaat asosiasi dengan nilai sebagai berikut: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3)

tinggi, dan (4) sangat tinggi, sedangkan dimensi karakter diukur dari nilai

komposit: (a) tingkat keterpercayaan, (b) solidaritas, dan (c) semangat kerja

dengan nilai: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan (4) sangat tinggi.

11 Konsep ini mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh Bourdieu (1986), Coleman (1988),

dan Putnam, Leonardi, dan Nanetti (1993), Grootaert (1997), Woolcock (1998), Fukuyama (1999), Uphoff (1999) (Dasgupta P., 2000:218), dan Flores dan Fernando (2003) (disempurnakan).

Page 168: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

168

Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti Keluarga Contoh

Jumlah asosiasi lokal yang diikuti keluarga contoh di daerah penelitian

dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu: sangat sedikit (satu asiosiasi),

sedikit (dua asosiasi), banyak (tiga asosiasi), dan sangat banyak (lebih dari tiga

asosiasi). Hasil pengamatan lapangan diperoleh bahwa jumlah asosiasi lokal yang

diikuti keluarga contoh di daerah pene litian tergolong besar karena lebih dari 59

persen keluarga contoh mengikuti sebanyak tiga atau lebih asosiasi lokal (Tabel

34). Dengan semakin banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota

keluarga contoh diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat

kebersamaan dan solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya

akan berdampak terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Kemudian, pada

masa era globalisasi, reformasi dan otonomi daerah, asosiasi lokal yang

berkembang di daerah dan diikuti oleh anggota masyarakat akan sangat berperan

dalam membendung dan menopang berbagai informasi berupa inovasi baru yang

datang dari luar terutama yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

pembangunan daerah. Adapun asosiasi yang berkembang di daerah penelitian

berjumlah 18 asosiasi, baik asosiasi formal maupun nonformal/kelompok

(Lampiran 3).

Pada Tabel 34 tampak terdapat perbedaan yang cukup besar sebaran

contoh keluarga antara wilayah pegunungan dengan wilayah pesisir pantai

dalam mengikuti asosiasi lokal. Melalui tabel tersebut dapat diketahui bahwa

keluarga contoh di wilayah pegunungan yang mengikuti asosiasi lokal sebanyak

tiga macam atau lebih mencapai 67 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai

hanya 51 persen. Relatif banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh

anggota keluarga contoh di wilayah pegunungan disebabkan perkembangan

asosiasi itu sendiri dan keterkaitan antara satu kalbu dengan kalbu lainnya yang

memiliki tingkat kekeluargaan tinggi. Hal ini terungkap melalui diskusi dengan

salah satu tokoh cendikiwan muda yaitu bapak Sulaiman, beliau menuturkan:

”kehidupan masyarakat disini mengelompok dalam kalbu masing-masing.

Kenapa saya katakan demikian, mayoritas mata pencaharian masyarakat

di wilayah pegunungan adalah pertanian padi sawah, sedangkan lahan

Page 169: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

169

padi sawah tersebut umumnya bukan merupakan hak milik tetapi adalah

”sistem gilir ganti” dalam satu kalbu begitu juga dalam sitem

pengerjaannya dilakukan secara bersama-sama apa yang disebut dengan

”kerja kalbu12” dan sistem kelompok ”handel13.”

Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga

Tingkat partisipasi anggota keluarga contoh dalam asosiasi lokal dilihat

dari dua aspek, yakni: tingkat keaktifan dalam pertemuan dan pengambilan

keputusan selama mengikuti pertemuan. Seperti tersaji pada Tabel 35, 58 persen

dari seluruh keluarga contoh merupakan anggota yang aktif dan sangat aktif dalam

asosiasi. Namun demikian, apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian

ternyata anggota keluarga contoh di wilayah pesisir pantai memiliki tingkat

partisipasi relatif lebih rendah dibandingkan dengan anggota keluarga contoh di

wilayah pegunungan, masing masing 49, dan 66 persen. Dengan kata lain,

anggota keluarga contoh di daerah wilayah pesisir pantai kurang aktif dalam

mengikuti berbagai aktivitas dan pertemuan kelompok/organisasi sehingga akan

berdampak kepada produktivitas kelembagaan itu sendiri.

Manfaat Kelompok/Organisasi bagi Keluarga

Faktor manfaat secara struktural merupakan elemen penting dalam modal

sosial karena faktor ini berkaitan erat dengan keterlibatan anggota masyarakat

dalam asosiasi. Artinya, semakin besar nilai manfaat dari suatu asosiasi bagi

keluarga maka kontribusi setiap anggota keluarga semakin besar dan sebaliknya.

Manfaat asosiasi bagi keluarga contoh di daerah penelitian cukup besar hal ini

ditandai dengan tingginya proporsi keluarga yang mencapai 70 persen lebih

(Tabel 37). Hal senada juga ditunjukkan oleh persentase keluarga contoh di kedua

daerah penelitian yang menyatakan bahwa asosiasi yang mereka ikuti sangat

bermanfaat dengan nilai masing-masing 75 persen di pegunungan dan 68 persen

di wilayah pesisir pantai.

12 Sistem kalbu yaitu sistem kerja bersama (saling tolong menolong) tanpa upah dalam satu garis turunan 13 Sistem handel artinya sistem kerja kelompok dengan mengambil upahan dan setiap mendapat upahan uang

disimpan dan dibagikan menjelang hari raya idul fitri.

Page 170: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

170

Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) di desa Koto Agung Kecamatan

Keliling Danau wilayah pegunungan menyimpulkan bahwa asosiasi desa yang

ada di daerah ini baik asosiasi formal maupun informal cukup penting dalam

meningkatkan perekonomian dan hubungan sosial dalam masyarakat. Seperti

dicontohkan oleh salah seorang peserta yaitu bapak Sapri Joni, ia menuturkan

sebagai berikut:

”keberadaan asosiasi di desa kami ini sangat berperan sekali terutama

sistem kerja gotong royong (collective action), misalnya membangun

jalan menuju ke sentra produksi (kebun), membangun dan atau

membersih hulu sungai untuk pengairan persawahan, membangun

fasilitas umum (masjid), madrasah, dan fasilitas umum lainnya.”

Cukup banyak jenis asosiasi lokal yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga

contoh baik untuk keperluan ekonomi, pendidikan maupun keperluan sosial.

Lebih dari 18 asosiasi (formal dan informal) lokal yang dapat dimanfaatkan oleh

keluarga contoh untuk berbagai keperluan atau kepentingan. Apabila dibedakan

berdasarkan daerah penelitian ternyata asosiasi lokal terbanyak yang berkembang

dan dapat dimanfaatkan oleh keluarga contoh terdapat di wilayah pegunungan

yaitu sebanyak 16 asosiasi, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 10

asosiasi.

Karakter Masyarakat

Tingkat Keterpercayaan Masyarakat

Keterpercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang

terhadap perkataan, perjanjian, dan tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya

hubungan antar individu atau kelompok/organisasi dalam masyarakat. Tingkat

keterpercayaan seseorang dapat dilihat dari dimensi: tingkat komitmen, kejujuran

dan tanggung jawab. Tingkat keterpercayaan masyarakat di daerah penelitian

tergolong relatif baik karena hasil perhitungan diperoleh proporsi keluarga contoh

yang tergolong pada kelompok keterpercayaan tinggi dan sangat tinggi yaitu

mencapai 57,8 persen. Artinya, hampir sebagian besar masyarakat di daerah

perdesaan Provinsi Jambi memiliki tingkat keterpercayaan tinggi.

Page 171: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

171

Berdasarkan wilayah penelitian, ternyata terdapat perbedaan yang cukup

besar kelompok masyarakat yang memiliki tingkat keterpercayaan tinggi antara

masyarakat di daerah wilayah pesisir pantai dengan daerah wilayah pegunungan.

Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa masyarakat di daerah perdesaan

wilayah pegunungan memiliki tingkat keterpercayaan jauh lebih baik

dibandingkan dengan tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di daerah

perdesaan wilayah pesisir pantai dengan nilai masing-masing 75,9 dan 37,1

persen. Relatif tingginya tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di wilayah

pegunungan sangat terkait dengan pola hubungan individu dalam masyarakat.

Pola hubungan atau interaksi individu dalam masyarakat Kerinci yaitu menganut

sistem ”kalbu.” Sistem kalbu adalah interaksi sosial/hubungan sosial masyarakat

dalam kelompok atau turunan tertentu yang dibingkai dalam sebuah kedepatian

dan lembaga adat dengan satu tujuan. Artinya, satu depati dengan depati yang lain

saling kait mengkait dan saling ketergantungan untuk membangun sebuah

kelembagaan yang kokoh yang disebut dengan kelembagaan adat (Tabel 38).

Tingkat Solidaritas Masyarakat

Solidaritas masyarakat merupakan kondisi masyarakat saling mau

menerima, memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, saling bergantung satu

sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga

ketentraman dan keharmonisan dapat tercapai. Tinggi rendahnya tingkat

solidaritas masyarakat dilihat dari tiga dimensi: ketergantungan satu sama lainnya,

saling bantu membantu, dan adanya kepekaan terhadap kemajuan desa. Secara

operasional solidaritas masyarakat merupakan frekuensi interaksi antara satu

individu dengan individu lainnya yang merujuk pada seberapa jauh individu

melakukan kontak-kontak langsung antara satu dengan lainnya. Semakin positif

sifat interrelasi diantara anggota masyarakat yang berupa solidaritas, atau

semangat kemasyarakatan, semakin besar kecenderungannya untuk saling

memperhatikan keinginan masing-masing dalam mencari jalan ke arah saling

memberi kepuasan dan kerjasama. Kerjasama tersebut berupa koordinasi dalam

tindakan mereka guna mencapai hasil yang sama-sama disenangi, tetapi di

Page 172: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

172

samping itu kerjasama tersebut dapat berupa usaha bersama untuk mengubah

situasi atau aturan main. Dengan perubahan itu tercipta kesempatan bagi mereka

untuk mendapatkan situasi dan aturan main yang cocok dalam mereka

berhubungan. Menurut Burns (Balitbangda Provinsi Jambi, 2003:99), semakin

berhasil koordinasi yang dilakukan untuk berbagai tindakan, semakin positif dan

kuat orientasi yang tertuju pada kelompok dari para individu yang bersangkutan

dan sebaliknya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat solidaritas masyarakat di daerah

penelitian relatif merata antara solidaritas masyarakat yang baik dan kurang baik

karena data yang diperoleh diantara kedua tingkat solidaritas tersebut relatif

berimbang: 41,5 persen tingkat solidaritas kurang baik dan 58,5 persen tingkat

solidaritas tergolong baik (Tabel 39). Namun, menurut wilayah penelitian

ternyata persentase masyarakat terbesar yang memiliki tingkat solidaritas

tergolong baik terdapat di wilayah pegunungan (76,4 persen) dan persentase ini

tidak jauh berbeda dengan persentase tingkat keterpercayaan masyarakat. Hal ini

dapat dimaklumi bahwa tingginya tingkat solidaritas masyarakat di daerah

perdesaan wilayah pegunungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya karena

kuatnya kelembagaan adat yang ada di daerah tersebut.

Semangat Kerja Masyarakat

Keluarga contoh dari kedua wilayah penelitian yang dapat digolongkan

pada kelompok masyarakat dengan tipe bekerja keras hanya 38 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa etos kerja masyarakat di daerah penelitian tergolong

rendah. Apabila dilihat berdasarkan wilayah penelitian ternyata proporsi keluarga

contoh yang memiliki etos kerja yang rendah terdapat di wilayah pesisir pantai

yaitu mencapai 70 persen, sedangkan masyarakat di wilayah pegunungan hanya

52 persen (Tabel 40). Kurangnya masyarakat untuk bekerja keras di daerah

penelitian terutama di wilayah pesisir pantai terlihat dari kurangnya pemanfaatan

waktu kerja, sistem kerja banyak bersifat individual dan kurang kesungguhan

dalam menghadapi berbagai pekerjaan terutama pekerjaan produktif terkecuali

keluarga contoh yang berada di daerah penelitian tergabung dalam kelompok

Page 173: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

173

transmigrasi mereka umumnya relatif lebih produktif dibandingkan dengan

masyarakat non transmigran.

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif

Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga contoh diperoleh informasi

bahwa distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif (subjective economic

well-being) di daerah penelitian relatif cukup baik. Hal ini ditandai dengan

persentase keluarga di wilayah penelitian yang merasa puas dalam pemenuhan

keperluan mereka sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non pangan maupun

pemenuhan kebutuhan investasi relatif memuaskan yaitu mencapai 60,3 persen.

Namun demikian, apabila dibedakan berdasarkan wilayah agroekologi ternyata

persentase terbesar terdapat di wilayah pegunungan yaitu 68,4 persen, sedangkan

di wilayah pesisir pantai yang merasa puas dalam pemenuhan kebutuhan mereka

sehari-hari hanya sekitar 51 persen (Tabel 45).

Tabel 45 Sebaran Contoh Menurut Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Kepuasan Terhadap pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari Jumlah % Jumlah % Jumlah %

01 Sangat Tidak Puas 26 14.9 27 17.9 53 16.3 02 Kurang Puas 29 16.7 47 31.1 76 23.4 03 Merasa Puas 57 32.8 50 33.1 107 32.9 04 Sangat Puas 62 35.6 27 17.9 89 27.4 - T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Berkenaan dengan rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di

wilayah pesisir pantai disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya: faktor

fisik/alam, sumberdaya manusia, sumber usaha dan faktor aksesibilitas. Faktor

fisik/alam misalnya, bahwa di daerah penelitian mayoritas kesuburan tanah relatif

rendah karena umumnya di daerah ini merupakan wilayah pasang surut dengan

tanah bergambut. Kemudian, aspek sumberdaya manusia ternyata rata-rata

pendidikan masyarakat setempat adalah sekolah dasar kebawah, dan sedikit sekali

tamatan sekolah menengah apalagi perguruan tinggi (Badan Pusat Statistik

Page 174: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

174

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2005). Kemudian, di wilayah pesisir pantai

tingkat aksesibilitas wilayah relatif rendah atau terbatas karena alat transportasi

yang umum digunakan adalah transportasi sungai dengan menggunakan perahu

tempel/pompong dan speed boot dengan tingkat frekuensi perjalanan terbatas.

Aspek mata pencaharian atau sumber usaha, hasil observasi dan diskusi

dengan kepala desa dan tokoh masyarakat dapat disimpulkan bahwa mayoritas

masyarakat di wilayah pesisir pantai ini memiliki mata pencaharaian utama sangat

terbatas yaitu hanya sebagai nelayan dan usahatani kelapa. Berkenaan dengan

usahatani, kepala desa bertutur sebagai berikut:

“penghasilan masyarakat dari usahatani kelapa hampir tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan keluarga karena rendahnya harga kelapa butiran yaitu

sekitar Rp.650 per buah, sedangkan hasil yang diperoleh setiap pemanenan

yaitu selama 4 bulan sekali dengan produksi rata-rata 2,5 ton dengan

penghasilan sebesar Rp.1.625.000,- dan perlu diketahui bahwa penghasilan

ini belum termasuk biaya pemanenan dan biaya angkut.”

Kemudian, penjelasan dari bapak Haji Abdullah tentang nelayan, beliau ini

disamping tokoh masyarakat atau orang yang disegani juga bekerja sebagai

nelayan. Kesimpulan beliau tidak jauh berbeda dengan pernyataan dari kepala

desa.

“Penghasilan nelayan di daerah ini relatif rendah disamping jumlah

tangkapan yang kecil juga modal usaha yang terbatas. Mayoritas nelayan

dimodali oleh pemilik modal, mereka bekerja sebagai nelayan buruhan.

Disamping itu, usaha nelayan sangat dipengaruhi musim, apalagi kondisi

sekarang tidak sama dengan kondisi musim beberapa tahun yang silam.

Seorang nelayan susah menebak kapan musim pasang/gelombang dan

kapan musim surut sehingga akan mempengaruhi penghasilan atau hasil

tangkapannya.”

Mengenai tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga atau tingkat kepuasan

masyarakat di wilayah pegunungan yang relatif cukup baik ditandai dengan

tingginya persentase responden yang merasa puas atau sangat puas dengan tingkat

kesejahteraan yang dimiliki yaitu mencapai 68,4 persen. Relatif tingginya

persentase masyarakat di wilayah pegunungan yang merasa puas dengan tingkat

Page 175: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

175

kesejahteraan yang dimiliki dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, antara

lain: kondisi alam, lapangan kerja, aksesibilitas wilayah dan potensi sumberdaya

manusia. Kondisi alam misalnya, oleh karena daerah penelitian berada di daerah

pegunungan sehingga kesuburan tanah relatif baik (jenis tanah latosol) dan cukup

menguntungkan untuk usaha tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan

(Balitbangda Provinsi Jambi, 2003). Seperti diketahui, usaha utama di daerah

penelitian adalah usahatani padi sawah, dan perkebunan kulit manis dan kopi

disamping itu juga ada usaha tanaman pangan seperti usahatani kentang, cabe, dan

pangan lainnya.

Relatif banyaknya cabang usaha masyarakat sehingga membuka peluang

berbagai macam lapangan kerja baik dari sektor off-farm, seperti: agroindustri

(usaha dodol kentang, keripik pisang, anyaman, dan lain- lain), industri

rumahtangga (perabot rumahtangga, dan membatik), jasa (transportasi, dan

telekomunikasi), perhotelan, maupun sektor lainnya sehingga pada gilirannya

akan berdampak kepada penghasilan masyarakat secara menyeluruh. Seperti

dikemukakan oleh Mubyarto (1991), faktor lapangan kerja sangat menentukan

penghasilan atau kesejahteraan masyarakat. Kemudian, di wilayah pegunungan

tingkat aksesibilitas wilayah relatif cukup baik, seperti transportasi cukup lancar

walaupun terbatas pada transportasi darat, dan hampir setiap jam frekuensi

perjalanan dari desa ke kota kabupaten dan sebaliknya selalu tersedia. Kemudian,

aksesibilitas lain yang sangat mendukung kelancaran perekonomian daerah yaitu

tersedianya sarana penerangan (PLN), air minum (PDAM), dan alat

telekomunikasi. Sehubungan alat telekomunikasi, hasil observasi dan pengamatan

lapangan bahwa di wilayah pegunungan pada saat melakukan penelitian diketahui

hampir di setiap ibu kota kecamatan telah ada “tower telekomunikasi” dari

berbagai macam cabang (indosat, telkomsel, dan lain- lain). Dengan arti kata, di

daerah ini hampir di setiap desa sudah bisa menggunakan jasa telekomunikasi

seperti layaknya di daerah perkotaan.

Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pangan

Kepuasan keluarga contoh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan

keluarga dikaji dalam dua aspek yakni: aspek frekuensi makan setiap hari dan

Page 176: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

176

keragaman pangan yang dikonsumsi keluarga. Melalui dua pendekatan ini

diharapkan keperluan pangan anggota keluarga yang ada di daerah penelitian

terpenuhi dari segi kecukupan akan zat gizi yang diperlukan. Seperti tertera pada

Tabel 46, proporsi terbesar (61 %) keluarga contoh di daerah penelitian merasa

puas dalam konsumsi pangan. Apabila dikelompokkan berdasar daerah penelitian

ternyata masyarakat yang paling banyak merasa puas dalam penyediaan konsumsi

pangan terdapat di daerah pegunungan (72 %), sedangkan di daerah pesisir pantai

yang merasa puas hanya sekitar 49 persen.

Tabel 46 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pangan, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

Pegunungan Wilayah Pesisir

Pantai T o t a l

No

Tingkat Pemenuhan

Kebutuhan Pangan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Tidak Puas 13 7.5 17 11.3 30 9.2

02 Kurang Puas 35 20.1 59 39.1 94 28.9

03 Merasa Puas 73 42.0 46 30.5 119 36.6

04 Sangat Puas 53 30.5 29 19.2 82 25.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa frekuensi makan keluarga

responden di daerah penelitian relatif terpenuhi. Persentase masyarakat pada

golongan ini yang mencapai 80 persen lebih menyatakan bahwa mereka biasa

makan setiap hari tiga kali dengan menu makanan cukup beragam yaitu makan

nasi dengan lauk pauk (bergantian antara daging, ayam dan ikan), sayur dan

pangan lainnya.

Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Non Pangan

Pemenuhan kebutuhan non pangan diukur dari pemenuhan akan sandang

atau pakaian, papan/perumahan, energi dan komunikasi ditambah dengan

pemenuhan kebutuhan sosial. Pemenuhan sandang misalnya walaupun bukan

merupakan kecukupan dasar tetapi ia sangat diperlukan dalam menjalankan

Page 177: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

177

berbagai aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, tingkat pemenuhan kebutuhan

sandang ini sangat penting diperhatikan. Begitu juga kecukupan akan perumahan

dan energi serta alat komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi

keluarga dengan tingkat pemenuhan kebutuhan non pangan cukup baik (merasa

puas dan sangat puas) mencapai 52 persen. Namun, proporsi keluarga dengan

persentase yang merasa puas dan sangat puas dalam konsumsi non pangan lebih

kecil dibandingkan dengan persentase keluarga yang merasa puas dan sangat puas

dalam konsumsi pangan.

Tabel 47 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Non Pangan, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir Pantai

T o t a l

No

Tingkat Pemenuhan Non Pangan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Tidak Puas 32 18,4 35 23,2 67 20,6

02 Kurang Puas 38 21,8 52 34,4 90 27,7

03 Merasa Puas 59 33,9 38 25,2 97 29,9

04 Sangat Puas 45 25,9 26 17,2 71 21,8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Apabila dibedakan berdasarkan wilayah agroekologi ternyata persentase

terbesar (59,8 %) yang merasa puas dan sangat puas terhadap pemenuhan

kebutuhan non pangan terdapat di wilayah pegunungan, sedangkan di wilayah

pesisir pantai hanya 42,4 persen. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan

bahwa relatif rendahnya persentase masyarakat di wilayah pesisir pantai yang

merasa puas dan sangat puas terhadap pemenuhan kecukupan non pangan

disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: harga non pangan, seperti pakaian yang

ditawarkan dipasaran relatif mahal, terbatasnya pasar karena terbatasnya

aksesibilitas jalan, dan faktor selera namun demikian, di daerah ini banyak

ditemui pasaran pakaian-pakaian bekas.

Bagian lain dari pemenuhan kebutuhan non pangan yaitu kepuasan dalam

kegiatan sosial. Sikap sosial merupakan kebutuhan pribadi masing-masing

responden yang sulit diukur secara kuantitatif namun kepuasan ini bisa dilihat dari

Page 178: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

178

(kontribusi) yang diberikan keluarga responden dalam berbagai kegiatan sosial

masyarakat baik kegiatan yang disponsori oleh pemerintah, misalnya kegiatan

Hari Ulang Tahun Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus dan kegiatan

lainnya maupun kegiatan sosial budaya masyarakat dan agama, seperti kegiatan

acara adat, dan kegiatan-kegiatan hari besar agama terutama hari besar agama

islam. Besar kecilnya kontribusi untuk kegiatan sosial merupakan salah satu tolok

ukur tingkat kesejahteraan dan status seseorang dalam masyarakat. Secara

terdapat 50 persen lebih responden merasa puas dan sangat puas. Apabila

dibedakan berdasarkan daerah penelitian tampaknya persentase terbesar masih

terdapat di wilayah pegunungan yaitu 60 persen, sedangkan di wilayah pesisir

pantai sekitar 51 persen. Relatif besarnya proporsi responden dengan kegiatan

sosial di wilayah pegunungan menurut pengamatan peneliti adalah wajar

disamping kepedulian sosial masyarakat yang relatif tinggi juga disebabkan oleh

intensitas kegiatan sosial masyarakat relatif lebih banyak dibandingkan dengan

kegiatan sosial di wilayah pesisir pantai.

Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Investasi Sumberdaya Manusia

Pemenuhan kebutuhan investasi sumberdaya manusia dibagi dalam dua

kelompok yaitu pemenuhan kebutuhan terhadap biaya pendidikan dan biaya

kesehatan. Pemenuhan kebutuhan biaya pendidikan misalnya, sangat penting

sekali untuk pembangunan sumberdaya manusia masa akan datang. Oleh karena

itu, investasi dibidang pendidikan adalah mutlak demi masa depan terutama anak-

anak usia sekolah. Pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anak usia sekolah ini

dilihat dari tingkat kebutuhan biaya yang diperlukan oleh anak didik baik

keperluan yang bersifat wajib, seperti SPP, uang pembangunan sekolah, biaya

OSIS, maupun keperluan lainnya, seperti: buku teks, biaya transpor, dan uang

jajan.

Kepuasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, melalui hasil wawancara

diperoleh informasi bahwa rata-rata tingkat pemenuhan kecukupan investasi

keluarga (Tabel 48) di daerah penelitian baru dirasakan oleh sebagain kecil

Page 179: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

179

responden (45,9 persen) dan lebih kecil dibandingkan dengan persentase tingkat

pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Hal ini disebabkan oleh adanya

perbedaan kebutuhan bagi masyarakat disamping terbatasnya penghasilan yang

dimiliki. Apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian ternyata persentase

terbesar yang merasa puas dan sangat puas terhadap pemenuhan investasi

sumberdaya manusia terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai 53,5 persen,

sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 37,1 persen.

Dari kedua pemenuhan kebutuhan investasi tersebut, persentase responden

yang merasa puas dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan baru mencapai 43

persen. Artinya, di daerah penelitian masih banyak yang belum merasa puas

terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan. Berdasarkan wilayah penelitian

tampaknya pemenuhan kebutuhan yang paling rendah terdapat di wilayah pesisir

pantai yaitu hanya 33 persen, sedangkan pemenuhan kebutuhan pendidikan di

wilayah pegunungan sudah mencapai 51 persen. Hal ini merupakan pemikiran

serius oleh pemerintah setempat untuk kemajuan pembangunan daerah kedepan.

Dengan arti kata, pemenuhan kebutuhan pendidikan masyarakat terutama anak

usia sekolah perlu dimasukkan sebagai prioritas pembangunan disamping

pembangunan fisik dan infrastruktur lainnya. Dan lain halnya dengan investasi

untuk kesehatan, data menunjukkan bahwa rata-rata investasi keluarga untuk

kesehatan relatif lebih tinggi walaupun masih lebih rendah dari pemenuhan

kebutuhan pangan dan non pangan yaitu sekitar 48 persen.

Tabel 48 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Pemenuhan Investasi Sumberdaya Manusia, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir Pantai

T o t a l

No

Tingkat Pemenuhan

Investasi Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Tidak Puas 34 19.5 36 23.8 70 21.5

02 Kurang Puas 47 27.0 59 39.1 106 32.6

03 Merasa Puas 53 30.5 39 25.8 92 28.3

04 Sangat Puas 40 23.0 17 11.3 57 17.6

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Page 180: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

180

Apabila dirinci berdasarkan alokasi kecukupan sehari-hari keluarga,

tampaknya distribusi kepuasan pemenuhan kecukupan keluarga di wilayah

penelitian juga menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara keluarga

yang berada di wilayah pesisir dengan keluarga yang berada di wilayah

pegunungan (Tabel 49). Artinya, rata-rata proporsi keluarga contoh dengan

tingkat kepuasan tinggi yang berada di wilayah pegunungan adalah relatif besar

dibandingkan dengan keluarga contoh yang berada di wilayah pesisir. Hal ini

mengindikasikan bahwa kesejahteraan ekonomi objektif (proksi pengeluaran)

tidak selalu menentukan tingkat kepuasan keluarga di daerah penelitian.

Tabel 49 Persentase Contoh Merasa Puas Terhadap Pemenuhan Alokasi Kebutuhan Sehari-hari, 2006

Sebaran Contoh (%)

No

Kepuasan Terhadap Pemenuhan Alokasi Kebutuhan

Sehari-hari

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

Rata-rata

01 Puas terhadap pemenuhan pangan 72,5 49,7 61,1

02 Puas terhadap pemenuhan non pangan

59,5 42,6 51,1

03 Puas terhadap pemenuhan investasi

53,4 37,4 45,4

- Rata-rata 61,8 43,2 52,5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Subjektif

Hasil pendugaan parameter persamaan kesejahteraan ekonomi

subjektif keluarga di daerah penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien R2

adalah 0.138 (Tabel 50) dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai standard

koefisien R2 yaitu 0,70. Padahal Koefisien Determinasi Ganda (R2) adalah untuk

melihat kontribusi semua variabel bebas terhadap variabel terikat. Melihat hasil

yang diperoleh melalui uji model ini ternyata kontribusi semua variabel bebas

terhadap variabel terikat (kesejahteraan ekonomi objektif) kurang kuat sehingga

model ini kurang valid atau tidak dapat begitu dihandalkan (Myers, 1990:37). Hal

yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan oleh nilai uji F dengan nilai sebesar

Page 181: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

181

3,829. Padahal uji F digunakan untuk membuktikan semua variabel independen

(variabel bebas) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel

dependen (variabel terikat). Apabila nilai F hitung > F tabel (0,05), berarti H0

ditolak dan diterima H1. Artinya, seluruh variabel independen (sosio-demografi,

manajemen sumberdaya keluarga, asosiasi lokal dan karakter masyarakat) secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif.

Sebaliknya, apabila nilai F hitung < F tabel(0,05), berarti H0 diterima dan tolak H1.

Artinya, seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh

nyata terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif. Dengan demikian, pengujian

model dan variabel independen secara bersama-sama tidak menunjukkan tingkat

signifikansi terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif.

Tabel 50 Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Keluarga, Tahun 2006

Nilai pendugaan No

Peubah Penelitian Nilai t-

hitung Uji Model

(F) 01 Constant 6,669 02 Pendidikan Suami -0,303 03 Pendidikan Non Formal Suami 0,821 04 Beban Ketergantungan Keluarga -0,478 05 Manajemen Waktu 0,756 06 Manajemen Anggota Keluarga 0,380 07 Manajemen Keuangan -0,113 08 Jumlah Aslok yang diikuti 1,315 09 Tingkat partisipasi dalam Aslok -1,005 10 Manfaat Aslok bagi Keluarga -0,492 11 Keterpercayaan masyarakat 0,396 12 Tingkat Solidaritas 1,525 13 Semangat Kerja 0,924 14 Dummy wilayah penelitian -1,340

3,829

R2 = 0.371 R2 Adj = 0.138 df = 13 t-tabel(0,05) = 1,77 t-tabel(0,01) = 2,65

Keterangan: (*) dengan alpha = 0.05, berpengaruh nyata dan (**) dengan alpha=0.01, berpengaruh sangat nyata.

Tabel 50 mengindikasikan bahwa tingginya tingkat kesejahteraan ekonomi

subjektif keluarga di wilayah penelitian tidak dipengaruhi oleh faktor sosio

demografi, manajemen sumberdaya keluarga dan faktor modal sosial karena

melalui pengujian melalui uji regresi berganda tidak ditemukan variabel

independen yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif.

Dengan arti kata, semakin banyak keterlibatan keluarga dalam kegiatan asosiasi

Page 182: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

182

lokal dan aktif mengikuti berbagai kegiatan asosiasi lokal maupun pengembangan

sumberdaya keluarga maka tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan

ekonomi subjektif. Tabel 42 juga menunjukkan bahwa faktor sosio-demografi

tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi

objektif. Hal ini diduga, faktor sosio-demografi keluarga contoh di kedua wilayah

penelitian relatif homogen dan rata-rata rendah terutama faktor pendidikan dan

keterampilan yang dimiliki suami sehingga tidak dapat mempengaruhi tingkat

kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga.

Disparitas Kesejahteraan Ekonomi Subjektif

Pengukuran disparitas kesejahteraan ekonomi subjektif, seperti halnya

pengukuran disparitas kesejahteraan ekonomi objektif yaitu menggunakan Model

Kuznets dan Kurva Lorenz. Model ini mengukur pembagian pemerataan tingkat

kepuasan pemenuhan kebutuhan keluarga pada kelompok penerima kepuasan

terbawah dengan kelompok penerima kepuasan teratas. Dengan kata lain, melihat

pemerataan kepuasan pemenuhan kebutuhan keluarga berdasarkan perbandingan

tingkat kepuasan dari 40 persen kelompok penerima kepuasan pemenuhan

kebutuhan keluarga terbawah dibandingkan dengan 10 persen kelompok penerima

tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan keluarga teratas.

Berdasarkan data yang tersedia dan alat uji yang digunakan, maka

diperloeh hasil distribusi kepuasan keluarga di daerah penelitian baik tingkat

kepuasan keluarga di wilayah pesisir pantai maupun di wilayah pegunungan

ternyata memiliki tingkat distribusi kepuasan keluarga cukup merata. Seperti

tertera pada Tabel 51, diperoleh hasil bahwa kelompok 40 persen penerima

kepuasan terbawah rata-rata di atas 17 persen. Sebaliknya, distribusi penghasilan

10 persen kelompok penerima kepuasan teratas dengan nilai juga cukup baik yaitu

di bawah 17 persen.

Analisis berikut dari perhitungan perbandingan antara 40 persen kelompok

penerima kepuasan terbawah dengan 10 persen kelompok penerima kepuasan

teratas yaitu dengan uji Bobot Kesenjangan (BK). Hasil perhitungan diperoleh

bahwa kedua wilayah penelitian menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan

dengan nilai berkisar antara 2,24–1,9. Apabila merujuk kepada standar yang

Page 183: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

183

digunakan oleh Bank Dunia dan Kuznets maka distribusi kepuasan keluarga di

kedua wilayah penelitian tergolong merata walaupun nilai dari BK ini tidak

mecapai 4 tetapi jauh lebih besar dari angka 0,3.

Tabel 51 Indeks Kuznets Tingkat Kepuasan Keluarga

No Nilai Pembatas Wilayah pegunungan

(n=174)

Wilayah pesisir pantai (n=151)

01 40 % penerima kepuasan terbawah

(139,66/599) x 100 = 23,32

(106,52/492) x 100 = 21,65

02 10 % penerima kepuasan teratas (62,28/599) X 100 = 10,4

(54,83/492) x 100 = 11,4

03 Bobot Ketidaksamarataan (BK) 2,24 1,9

Sebagai tindak lanjut pengukuran distribusi kepuasan keluarga, seperti

halnya dengan pengukuran pengeluaran dilanjutkan dengan pengukuran melalui

Kurva Lorenz. Seperti tertera pada Gambar 10, maka dapat disimpulkan bahwa

distribusi kepuasan keluarga di daerah penelitian tampaknya tidak jauh berbeda

dengan tingkat distribusi penghasilan dan pengeluaran keluarga yaitu relatif

merata baik keluarga yang berada di wilayah pesisir maupun di wilayah

pegunungan, distribusi kepuasan keluarga cukup merata karena kurva lorenz yang

terlukis hampir mendekati kurva kesama-rataan. Hal ini mengindikasikan bahwa

pemerataan kepuasan di kedua wilayah penelitian hampir mendekati sempurna

karena nilai pembatas, yakni: distribusi penerima kepuasan 40 persen ter bawah

memiliki slop yang relatif kecil dengan nilai di atas batas standar yaitu di atas 17

persen, dan begitu juga distribusi penerimaan kepuasan 10 persen teratas relatif

berimbang dengan 40 persen penerima kepuasan terendah. Namun demikian,

melalui uji model Mann-Whitney (U-test) dapat diketahui bahwa tingkat

kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga di wilayah pegunungan relatif lebih

merata dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga di

wilayah pesisir pantai dengan nilai z-skor masing-masing wilayah -14,6 dan 7,5

(Z-table= 4,05). Menurut Gradstein Mark (2007:266), semakin merata distribusi

kesejahteraan masyarakat maka tingkat demokratisasi semakin baik. Dengan arti

kata, tingkat keharmonisan dan kekeluargaan masyarakat semakin kuat.

Page 184: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

184

0

20

40

60

80

100

120

0 20 40 60 80 100 120

Persentase Penerimaan Kepuasan

pers

enta

se

pegunungan pesisir

Gambar 10 Kurva Lorenz Tingkat Kepuasan Keluarga

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(1) Distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif (subjective economic well-

being) di daerah penelitian relatif cukup baik. Hal ini ditandai dengan

besarnya persentase keluarga di wilayah penelitian yang merasa puas dalam

pemenuhan keperluan mereka sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non

pangan maupun pemenuhan kebutuhan investasi relatif memuaskan yaitu

mencapai 60,3 persen. Proporsi pemenuhan kebutuhan pangan sebesar 61

persen, non pangan 52 persen, dan pemenuhan kebutuhan investasi

sumberdaya manusia baru mencapai 45,9 persen. Berdasarkan wilayah

agroekologi, ternyata persentase tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif

terbesar terdapat di wilayah pegunungan yaitu 68,4 persen, sedangkan di

wilayah pesisir pantai yang merasa puas dalam pemenuhan kebutuhan

mereka sehari-hari hanya sekitar 51 persen.

(2) Kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga secara bersama-sama dan individu

tidak dipengaruhi oleh faktor sosio-demografi, manajemen sumberdaya

keluarga, dan faktor modal sosial. Dengan arti kata, semakin baiknya faktor

Page 185: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

185

sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, dan modal sosial, tidak

akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi subjektif

keluarga.

(3) Distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi subjetif keluarga di daerah

penelitian relatif merata karena diperoleh distribusi kesejahteraan ekonomi

keluarga antara kelompok terendah dengan kelompok kesejahteraan paling

atas relatif merata baik di wilayah pesisir maupun di wilayah pegunungan.

Namun demikian, tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga yang

berada di wilayah pegunungan relatif lebih merata dibandingkan dengan

tingkat kesejahteraan yang berada di wilayah pesisir pantai.

Saran

(1) Perlu penelitian lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga di wilayah perdesaan

terutama yang dapat mendukung dan berpengaruh terhadap peningkatan

kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga secara struktural dan holistik.

(2) Perlu perhatian pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya

peningkatan sumberdaya manusia di wilayah perdesaan terutama dalam

pengembangan program wajib belajar melalui subsidi pendidikan.

(3) Hasil penelitian ini belum mampu mengungkapkan tingkat disparitas dan

ketidaksamarataan kesejahteraan ekonomi keluarga berdasarkan agroekologi

wilayah di daerah perdesaan maka perlu penelitian lebih mendalam tentang

keterkaitan distribusi kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan

dengan memasukkan variabel jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian

utama masyarakat sebagai confounding factor.

Page 186: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

186

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Proseding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta:

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

________. 2005. Data Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Muara Sabak: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

[Balitbangda Provinsi Jambi] Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jambi . 2003. “Evaluasi Kebutuhan Penempatan Transmigrasi di Provinsi Jambi.” Jambi: Balitbangda Provinsi Jambi.

Becker, R.F. 1995. An Economic Analysis of Fertility. Dalam The Essence of B.E.C.K.E.R. Ramon Febrero dan Pedro S. Schwartz. Hoover Institution Press. California: Stanford University, Stanford.

Bollen, K.A. 1989. Stuctural Equation with Latent Variable. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Bollen, Kenneth A., L Jennifer, dan G Stecklov. 2002. Socioeconomic Status, Permanent Income, and Fertility: A Latent Variable Approach. Carolina Population Center University of North Carolina at Chapel Hill 123 W, Franklin Street Chapel Hill, NC 27516.

Guhardja S, Hidayat S, Hartoyo, dan Herien P. 1992. Pengembangan Sumberdaya Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Joreskog G, Sorbom K.D, Stephen DT, dan Mathilda T. 1999. LISREL 8, New Statistical Features. Chicago: SSI (Scientific Software International) Inc.

Mangkuprawira, Syafri. 2002. “Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga di Daerah Industri Tenun Pedesaan.” Media Gizi & Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat & Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian-Institut Pertanian Bogor. Vol 25/2-2002. ISSN 0216-9363.

Mantra IB. 2000. Dasar-dasar Demografi. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Megawangi R. 2001. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka. Kronik Indonesia Baru.

Siagian H. 1996. Manajemen Suatu Pengantar. Bandung: Alumni.

Suandi. 1998. “Studi Kemiskinan di Daerah Perdesaan Kabupaten Tanjung Jabung Provinsi Jambi.” Laporan Penelitian. Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

______. 2000. “Studi Kemiskinan di Daerah Perdesaan Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.” Laporan Penelitian. Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

Page 187: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

187

______. 2002. “Kondisi Sosio-Demografi dan Kemiskinan di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi.” Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

Suandi, dan Bambang. 2003. “Profil Statistik dan Indikator Gender di Propinsi Jambi.” Jakarta: Kerjasama Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Suandi, dan Ernawati. 2005. “Analisis Kebijaksanaan Pendidikan Provinsi Jambi Berbasis Gender.” Laporan Penelitian. Jambi: Kerjasama Dirjen Dikti dengan Departemen Pendidikan Nasional Provinsi Jambi.

Page 188: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

188

ARTIKEL 3

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI KELUARGA DI WILAYAH PERDESAAN

PROVINSI JAMBI

ABSTRAK

Modal sosial merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringan/hubungan keluarga terhadap dunia luar baik bersifat formal maupun informal untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jambi, (2) Menganalisis pengaruh modal sosia l terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan, dan (3) Menghasilkan model pemberdayaan keluarga di daerah perdesaan. Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi dengan mengambil dua Kabupaten, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Kerinci. Waktu pengumpulan data penelitian selama 8 bulan. Variabel penelitian: (1) kesejahteraan ekonomi keluarga (objektif dan subjektif), (2) modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat). Data penelitian bersumber dari data primer dan sekunder yang diambil dengan cara observasi, wawancara langsung, indepth interview dan Focus Group Discussion (FGD). Sampel penelitian sebanyak 325 rumahtangga atau 10 persen dari populasi ( 3.257 rumahtangga) yang diambil secara bertutur-turut dengan cara cluster, purposive, dan simple random sampling. Analisis data menggunakan model Structural Equation Modelling (SEM) dengan program LISREL (versi 8.7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laten variabel modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat) baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif sangat nyata terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga terutama di wilayah pegunungan. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial yang dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraan mereka semakin baik. Peran modal sosial dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan dapat melalui tiga mekanisme, yakni: (1) berbagi informasi, (2) intensitas berkelompok dan (3) mekanisme tindakan bersama (collective action). Peran lain dari modal sosial yaitu memfasilitasi berbagai akses di masyarakat, seperti: pengadaan air dan irigasi, kredit, dan akses dalam mendapatkan input pertanian/ teknologi. Oleh karena itu, penguatan modal sosial sangat tepat dalam pemberdayaan masyarakat perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga.

Kata-kata kunci: kesejahteraan ekonomi keluarga, modal sosial, dan pemberdayaan masyarakat.

166

Page 189: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

189

THE EFFECT OF SOCIAL CAPITAL ON FAMILY ECONOMIC

WELL-BEING IN RURAL OF JAMBI PROVINCE

ABSTRACT

The objectives of this study are: (1) to comprehend and analyze the objective and the subjective family well-being, (2) to explore the effect of social capital variables on family objective and subjective economic well-being. and (3) to develop the community development model in rural area of Jambi Province. The research design is cross sectional and was carried out in Kerinci and East Tanjung Jabung districts from January to August 2006. Variables used are social capital, and family well-being both objective and subjective economic well-being. 325 household samples are chosen using cluster, purposive and random sampling methods. Data were collected using survay, indepth interview, and Focus Group Discussion (FGD). Descriptive, and Structural Equation Modeling (SEM) models were used for data analyzed. The results show that social capital (asociation and people character) both directly and indirectly has a significant effect on family economic well-being in mountainous area. The research finding also showed that there was no significant effect of social capital on family economic well-being in coastal area. The roles of social capital in generating family well-being are created through: (1) sharing informations, (2) asociation activities, and (3) collective actions. Besides, the social capital also give access to: (1) irrigation for farming and water supply for household needs, (2) credit for agriculture activities, and (3) agricultural input and technology for farmers. The research come to the conclusion that strengthening social capital is very important in community development to increase family well-being in rural area.

Key words: family economic well-being, social capital, and community development.

167

Page 190: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

190

PENDAHULUAN

Teknologi, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan faktor

penting dalam menentukan kapasitas masyarakat untuk menghasilkan suatu

produk. Namun demikian, faktor produksi tersebut belum mampu melihat tingkat

interdependensi antar individu dalam masyarakat kalau tidak didukung oleh

faktor institusi dan nilai yang berlaku di masyarakat (Pakpahan, 1996:115).

Pengalaman selama ini, setiap peningkatan kesejahteraan, masyarakat dianggap

sebagai “mesin rusak,” dan pengetahuan yang ada digunakan untuk memperbaiki

“mesin” tersebut. Disamping itu, determinan kesejahteraan (well-being) hanya

terbatas pada faktor fisik (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia), dan sedikit

sekali melihat kesejahteraan dalam konteks modal sosial (Morris, 1998). Padahal

modal sosial merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat

karena modal ini merupakan jaringan/hubungan keluarga terhadap dunia luar baik

bersifat formal maupun informal untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada

di masyarakat.

Penduduk Provinsi Jambi, seperti penduduk lainnya di Indonesia,

mengelompok sesuai dengan ciri yang dianut masyarakat, seperti: pola

penguasaan lahan, karakteristik sosio-budaya, dan etnisitas sehingga dapat

berpengaruh terhadap income inequality. Melihat adanya perbedaan

pengelompokan masyarakat di Provinsi Jambi, tingkat kesejahteraan yang

diharapkan memiliki nilai tersendiri dan peran modal sosial dalam arti jalinan

jaringan kerja baik secara formal maupun informal satu dengan lainnya adalah

cukup penting. Hingga saat ini, penelitian dan pengembangan konsep modal sosial

dan perannya dalam pembangunan, terutama kaitannya dengan kesejahteraan

masyarakat di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi dan menganalisis tingkat

kesejahteraan ekonomi keluarga (objective and subjective economic well-being) di

daerah perdesaan Provinsi Jambi, (2) menganalisis pengaruh modal sosial

terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan, dan (3)

menghasilkan model pemberdayaan keluarga di daerah perdesaan.

168

Page 191: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

191

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi

Jambi dengan mengambil dua Kabupaten, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung

Timur dan Kabupaten Kerinci. Terpilihnya kedua Kabupaten tersebut sebagai

wilayah penelitian dengan pertimbangan diharapkan dapat mewakili karakteristik

kabupaten yang ada di Provinsi Jambi baik dilihat dari aspek ekologi, ekonomi

maupun sosial budaya. Kabupaten Tanjung Jabung Timur misalnya, dapat

mewakili wilayah pesisir pantai (pasang surut), mayoritas masyarakat berasal dari

suku Melayu, Bugis dan suku Banjar (migrasi spontan) dengan mata pencaharian

utama sebagai nelayan, usaha perkebunan kelapa dalam, dan padi sawah pasang

surut. Kabupaten Kerinci mewakili masyarakat wilayah pegunungan (dataran

tinggi), mayoritas masyarakat didominasi oleh suku Melayu-Kerinci dengan mata

pencaharian utama usahatani padi sawah, usaha perkebunan kulit manis

(cassiavera), dan perkebunan kopi.

Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai dari

bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengumpulan data penelitian

dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data atau penelitian

penjajakan (uji coba kuesioner). Tahap kedua adalah pengumpulan data primer

dan sekunder.

Uji Reliabilitas

Tingkat validitas penelitian salah satunya ditentukan oleh reliabilitas

instrumen atau tingkat konsistensi antar konstruk variabel penelitian. Untuk

menguji besar kecilnya nilai reliabilitas instrument penelitian menggunakan tolok

ukur nilai a-cronbach. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai a-cronbach

penelitian berkisar antara 0,887 – 0,920. Dengan demikian, tingkat reliabilitas

antar konstrak variabel penelitian atau informasi yang terjaring cukup dapat

dihandalkan karena berdasarkan standar nilai paling rendah yaitu sebesar 0,60.

Namun dalam sub kelompok variabel masih terdapat sedikit kesenjangan nilai

169

Page 192: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

192

yang diperoleh pada konstruk penelitian dibandingkan secara total tetapi rentang

perbedaan nilai tersebut tidak terlalu mencolok maka masih dapat dipertahankan.

Adapun, peubah-peubah penelitian yang memperoleh kesenjangan nilai a-cronbach

dalam penelitian ini yaitu peubah penelitian ”Modal Sosial” terdapat perbedaan

nilai sebesar 0,029 atau antara 0,887 - 0,916 (pertanyaan tentang manfaat dari

asosiasi). Secara jelas distribusi nilai a-cronbach penelitian dapat dilihat pada

Tabel 52.

Tabel 52 Reliabilitas Instrumen Penelitian: Jumlah item Petanyaan, nilai a-cronbach dan nilai a-cronbach setelah distandarisasi

No

Peubah Penelitian Jumlah

Item

a-cronbach

? -cronbach Based on Standardized

Items

01 Modal Sosial (MS) (Total) 12 0,920 -

a. Asosiasi Lokal (Aslok) 4 0,887 0,916*)

b. Karakter Masyarakat (Kmas) 8 0,890 -

02 Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES) 12 0,893 -

- T o t a l 36 0,905 -

Keterangan: *) pertanyaan tentang manfaat asosiasi lokal bagi keluarga

Sumber, Jenis, dan Metode Pengumpulan Data

Data penelitian bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh langsung dari rumahtangga dan keluarga terpilih melalui metode

wawancara dengan dipandu daftar pertanyaan (kuesioner) dan pedoman

wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari

instansi dan lembaga terkait disamping dari laporan hasil penelitian, journal

maupun majalah yang memuat tentang masalah modal sosial dan kesejahteraan

ekonomi keluarga.

Jenis atau variabel penelitian dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: modal

sosial (asosiasi lokal dan karakter individu) dan kesejahteraan ekonomi keluarga.

Asosiasi lokal, meliputi: jumlah asosiasi yang diikuti, tingkat partisipasi dan

manfaat asosiasi, sedangkan variabel karakter masyarakat, meliputi:

keterpercayaan, solidaritas, dan semangat kerja. Aspek kesejahteraan ekonomi

Page 193: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

193

keluarga dibagi dalam dua dimensi, yakni kesejahteraan ekonomi objektif dan

kesejahteraan ekonomi subjektif. Kesejahteraan ekonomi objektif, meliputi: (1)

kebutuhan pangan, (2) non pangan, dan (3) kebutuhan investasi sumberdaya

manusia, sedangkan kesejahteraan subjektif yaitu melihat tingkat kepuasan

keluarga, meliputi: (1) pemenuhan kebutuhan pangan, (2) pemenuhan non pangan,

dan (3) pemenuhan kebutuhan investasi.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survai melalui daftar

pertanyaan (kuesioner) dan daftar wawancara disamping pengumpulan data secara

observasi. Untuk mendapatkan informasi lebih mendalam, pengumpulan data

dilanjutkan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) dan Indepth Interview

terhadap beberapa keluarga terpilih.

Sampel Penelitian

Daerah/sampel penelitian (kabupaten penelitian) ditentukan dengan

metode cluster sampling yaitu berdasarkan agroekologi wilayah sehingga terpilih

wilayah dataran tinggi (pegunungan) dan daerah pesisir pantai (pasang surut).

Diambilnya daerah/wilayah penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat

distribusi penduduk Provinsi Jambi menyebar berdasarkan tipologi tersebut.

Selanjutnya, desa/kelurahan penelitian diambil secara purposive sampling dan

mengikuti pola pada masing-masing wilayah Kabupaten dan Kecamatan,

sedangkan keluarga (rumahtangga) diambil secara simple random sampling

sebesar 325 orang atau 10 persen dari jumlah rumahtangga yang ada pada masing-

masing desa wilayah penelitian. Kemudian, jumlah sampel yang digunakan

sebagai indepth interview atau Focus Group Discussion (FGD) sebesar 33 orang

atau 10 persen dari jumlah keluarga masing-masing desa.

Analisis Data

Analisis data dimulai dari melakukan sortasi, dan “coding”. Kemudian

dilanjutkan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi

tunggal untuk data modal sosial, dan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga.

Untuk melihat hubungan modal sosial terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi

Page 194: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

194

keluarga secara struktural dianalisis dengan model Structural Equation Modelling

(SEM) melalui program LISREL (versi 8.7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Modal Sosial

Modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di

masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun

informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Modal sosial dikategorikan

melalui dua dimensi yang saling berhubungan (interrelated), yakni: dimensi

struktural, dan dimensi karakter14. Dimensi struktural diukur dalam bentuk

kelompok dan organisasi (asosiasi lokal). Tinggi rendah kontribusi asosiasi lokal

terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga diukur secara komposit dari dimensi (a)

jumlah asosiasi yang diikuti, (b) tingkat partisipasi dalam asosiasi, dan (c)

manfaat asosiasi dengan nilai sebagai berikut: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3)

tinggi, dan (4) sangat tinggi, sedangkan dimensi karakter diukur dari nilai

komposit: (a) tingkat keterpercayaan, (b) solidaritas, dan (c) semangat kerja

dengan nilai: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan (4) sangat tinggi.

Asosiasi Lokal

Dari hasil pengamatan lapangan diperoleh informasi bahwa tingkat

asosiasi lokal yang dimiliki keluarga contoh di daerah penelitian cukup bervariasi

baik dilihat dari jumlah asosiasi yang diikuti, partisipasi maupun manfaat dari

asosiasi lokal. Namun, sebagian besar keluarga contoh memiliki asosiasi lokal

tergolong tinggi yaitu mencapai 57,3 persen. Artinya, proporsi keluarga contoh

yang memiliki asosiasi lokal pada tingkat tinggi dan sangat tinggi mencapai 57,3

persen. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan asosiasi lokal bagi keluarga

contoh di daerah penelitian cukup penting. Apabila dibedakan berdasarkan daerah

penelitian ternyata kelompok masyarakat dengan tingkat asosiasi lokal tinggi dan

14 Konsep ini mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh Bourdieu (1986), Coleman (1988),

dan Putnam, Leonardi, dan Nanetti (1993), Grootaert (1997), Woolcock (1998), Fukuyama (1999), Uphoff (1999) (Dasgupta P., 2000:218), dan Flores dan Fernando (2003) (disempurnakan).

Page 195: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

195

sangat tinggi terdapat di wilayah pegunungan dengan persentase sebesar 67

persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai sekitar 46 persen.

Tabel 53 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Asosiasi Lokal yang Dimiliki, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat Asosiasi

Lokal Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 23 13.2 27 17.9 50 15.4

02 Rendah 34 19.5 55 36.4 89 27.4

03 Tinggi 81 46.6 56 37.1 137 42.2

04 Sangat tinggi 36 20.7 13 8.6 49 15.1

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Besarnya persentase keluarga contoh dengan asosiasi lokal yang rendah

dan sangat rendah yang terdapat di wilayah pesisir pantai sangat erat kaitannya

dengan jumlah dan tingkat partisipasi mereka dalam kelompok atau organisasi

yang terdapat dalam desa. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa

keterlibatan keluarga contoh dalam berbagai asosiasi lokal sangat sedikit, baik

kegiatan ekonomi maupun kegia tan lainnya, dan hal ini diperparah lagi oleh

jumlah asosiasi yang berkembang di wilayah pesisir pantai sangat terbatas bila

dibandingkan dengan daerah wilayah pegunungan.

Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti Keluarga Contoh

Jumlah asosiasi lokal yang diikuti keluarga contoh di daerah penelitian

dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu: sangat sedikit (satu asiosiasi),

sedikit (dua asosiasi), banyak (tiga asosiasi), dan sangat banyak (lebih dari tiga

asosiasi). Hasil pengamatan lapangan diperoleh bahwa jumlah asosiasi lokal yang

diikuti keluarga contoh di daerah penelitian tergolong besar karena lebih dari 59

persen keluarga contoh mengikuti sebanyak tiga atau lebih asosiasi lokal (Tabel

54). Dengan semakin banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota

keluarga contoh diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat

Page 196: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

196

kebersamaan dan solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya

akan berdampak terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Kemudian, pada

masa era globalisasi, reformasi dan otonomi daerah, asosiasi lokal yang

berkembang di daerah dan diikuti oleh anggota masyarakat akan sangat berperan

dalam membendung dan menopang berbagai informasi berupa inovasi baru yang

datang dari luar terutama yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

pembangunan daerah. Adapun asosiasi yang berkembang di daerah penelitian

berjumlah 18 asosiasi, baik asosiasi formal maupun nonformal/kelompok

(Lampiran 3).

Tabel 54 Sebaran Contoh Berdasarkan Jumlah Asosiasi Lokal yang diikuti Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Jumlah Asosiasi

Lokal yang diikuti Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat sedikit (=1) 26 14.9 35 23.2 61 18.8

02 Sedikit (=2) 31 17.8 39 25.8 70 21.5

03 Banyak (=3) 61 35.1 51 33.8 112 34.5

04 Sangat banyak (> 3) 56 32.2 26 17.2 82 25.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Pada Tabel 54 tampak terdapat perbedaan yang cukup besar sebaran

contoh keluarga antara wilayah pegunungan dengan wilayah pesisir pantai

dalam mengikuti asosiasi lokal. Melalui tabel tersebut dapat diketahui bahwa

keluarga contoh di wilayah pegunungan yang mengikuti asosiasi lokal sebanyak

tiga macam atau lebih mencapai 67 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai

hanya 51 persen. Relatif banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh

anggota keluarga contoh di wilayah pegunungan disebabkan perkembangan

asosiasi itu sendiri dan keterkaitan antara satu kalbu dengan kalbu lainnya yang

memiliki tingkat kekeluargaan tinggi. Hal ini terungkap melalui diskusi dengan

salah satu tokoh cendikiwan muda yaitu bapak Sulaiman, beliau menuturkan:

Page 197: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

197

”kehidupan masyarakat disini mengelompok dalam kalbu masing-masing.

Kenapa saya katakan demikian, mayoritas mata pencaharian masyarakat

di wilayah pegunungan adalah pertanian padi sawah, sedangkan lahan

padi sawah tersebut umumnya bukan merupakan hak milik tetapi adalah

”sistem gilir ganti” dalam satu kalbu begitu juga dalam sitem

pengerjaannya dilakukan secara bersama-sama apa yang disebut dengan

”kerja kalbu15” dan sistem kelompok ”handel16.”

Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga

Tingkat partisipasi anggota keluarga contoh dalam asosiasi lokal dilihat

dari dua aspek, yakni: tingkat keaktifan dalam pertemuan dan pengambilan

keputusan selama mengikuti pertemuan. Seperti tersaji pada Tabel 55, 58 persen

dari seluruh keluarga contoh merupakan anggota yang aktif dan sangat aktif dalam

asosiasi. Namun demikian, apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian

ternyata anggota keluarga contoh di wilayah pesisir pantai memiliki tingkat

partisipasi relatif lebih rendah dibandingkan dengan anggota keluarga contoh di

wilayah pegunungan, masing masing 49, dan 66 persen.

Tabel 55 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga dalam Asosiasi Lokal, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat Partisipasi

dalam Asosiasi Lokal

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak aktif 28 16.1 29 19.2 57 17.5

02 Kurang aktif 32 18.4 48 31.8 80 24.6

03 Aktif 57 32.8 41 27.2 98 30.2

04 Sangat aktif 57 32.8 33 21.9 90 27.7

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

15 Sistem kalbu yaitu sistem kerja bersama (saling tolong menolong) tanpa upah dalam satu garis turunan 16 Sistem handel artinya sistem kerja kelompok dengan mengambil upahan dan setiap mendapat upahan uang

disimpan dan dibagikan menjelang hari raya idul fitri.

Page 198: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

198

Dengan kata lain, anggota keluarga contoh di daerah wilayah pesisir pantai

kurang aktif dalam mengikuti berbagai aktivitas dan pertemuan kelompok/

organisasi sehingga akan berdampak kepada produktivitas kelembagaan itu

sendiri. Lebih jelas sebaran contoh keluarga berdasarkan tingkat partsisipasi

anggota keluarga dalam asosiasis lokal padat dilihat pada Tabel 55.

Berdasarkan tingkat partisipasi dalam pertemuan, seperti tertera pada

Tabel 70, dimana tingkat partisipasi anggota keluarga sangat tinggi sekali yaitu

mencapai angka 72 persen dengan frekuensi pertemuan lebih dari 75 persen dan

bahkan 60 persen diantaranya aktif mengikuti pertemuan kelompok/organisasi

setiap kali pertemuan17 (Tabel 56). Kalau berdasarkan daerah penelitian hasilnya

tidak jauh berbeda dengan tingkat partisipasi dalam asosiasi lokal tetapi proporsi

pada tingkat pertemuan ini tidak begitu kentara. Melihat dari tingkat frekuensi

pertemuan anggota keluarga contoh dalam asosiasi yang diikuti ini menunjukkan

bahwa keterkaitan keluarga contoh dengan asosiasi lokal yang berkembang

dimasyarakat cukup kuat. Asosiasi masyarakat baik berupa kelembagaan sosial,

ekonomi maupun kelembagan lain seperti pendidikan, kesehatan bahkan politik

cukup penting bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh kecil, peran asosiasi lokal bagi kehidupan masyarakat

yaitu pemanfaatan air irigasi untuk keperluan mengairi tanaman padi sawah.

Seperti yang diutarakan oleh Kepala Desa Jujun (Supratman Yunus):

”Air irigasi yang diperlukan oleh masyarakat terutama yang

menggunakan irigasi desa, bukan irigasi pemerintah, harus diatur

dalam kelompok kalbu. Kalau tidak ada peran kelompok kalbu pola

pengairan menjadi tidak teratur dan tidak efisien karena setiap orang

harus menjaga bendungan air irigasi setiap hari, tetapi dengan adanya

kelompok penjaga air irigasi ini, mereka dapat memelihara secara

bergiliran dan sesuai dengan waktu dan keperluan dari masing-masing

anggota kelompok.”

17 Keluarga Contoh Wilayah Pegunungan yang ikut setiap pertemuan = 68,2 % Keluarga Contoh Wilayah Pesisir Pantai yang ikut setiap pertemuan = 50,3 % Keluarga Contoh Total yang ikut setiap pertemuan = 60.4 %

Page 199: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

199

Tabel 56 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga pada Pertemuan Asosiasi Lokal, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat Partisipasi dalam Pertemuan

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak aktif (0-25 %) 19 4.3 14 4.1 33 4.2

02 Kurang aktif (26-50 %) 53 12.1 80 23.4 133 17.0

03 Aktif (51-75 %) 25 5.7 28 8.2 53 6.8

04 Sangat aktif (> 75 %) 343 77.9 220 64.3 563 72.0

- T o t a l 440 100.0 342 100.0 782 100.0

- Rata-rata 86 79 83

Pengambilan Keputusan

Keikutsertaan anggota keluarga contoh dalam pengambilan keputusan

pada pertemuan asosiasi lokal cukup penting bagi kelembagaan yang mereka ikut i

karena hal ini sangat menentukan tingkat kemajuan dan peran dari kelembagaan

tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 57, tampaknya anggota keluarga contoh

sangat aktif dalam mengambil berbagai keputusan pada setiap kali pertemuan

asosiasi.

Tabel 57 Sebaran Contoh Berdasarkan Keikutsertaan Anggota Keluarga dalam Pengambilan Keputusan pada Setiap Pertemuan, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Pengambilan

Keputusan dalam Pertemuan Asosiasi

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak aktif 10 1.9 11 2.9 21 2.3

02 Kurang aktif 85 15.8 69 18.3 154 16.8

03 Aktif 442 82.3 298 78.8 740 80.9

- T o t a l 537 100.0 378 100.0 915 100.0

Hal ini mengindikasikan begitu pentingnya asosiasi bagi masyarakat karena

kelembagaan atau asosiasi yang mereka ikuti memiliki akses yang tinggi dalam

Page 200: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

200

berbagai fasilitas publik. Namun demikian, seperti terlihat pada Tabel 57, masih

ada diantara anggota keluarga yang tidak aktif dalam mengambil berbagai

keputusan pada setiap pertemuan tetapi angka ini sangat relatif kecil yaitu sekitar

2,3 persen. Ketidakaktifan anggota keluarga contoh dalam pengambilan keputusan

pada setiap pertemuan disamping faktor partisipasi yang rendah juga disebabkan

oleh faktor dominasi pimpinan sidang pada setiap pertemuan.

Manfaat Kelompok/Organisasi bagi Keluarga

Faktor manfaat secara struktural merupakan elemen penting dalam modal

sosial karena faktor ini berkaitan erat dengan keterlibatan anggota masyarakat

dalam asosiasi. Artinya, semakin besar nilai manfaat dari suatu asosiasi bagi

keluarga maka kontribusi setiap anggota keluarga semakin besar dan sebaliknya.

Manfaat asosiasi bagi keluarga contoh di daerah penelitian cukup besar hal ini

ditandai dengan tingginya proporsi keluarga yang mencapai 70 persen lebih

(Tabel 58). Hal senada juga ditunjukkan oleh persentase keluarga contoh di kedua

daerah penelitian yang menyatakan bahwa asosiasi yang mereka ikuti sangat

bermanfaat dengan nilai masing-masing 75 persen di pegunungan dan 68 persen

di wilayah pesisir pantai.

Tabel 58 Sebaran Contoh Berdasarkan Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Manfaat Asosiasi

Lokal Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak bermanfaat 17 9.8 23 15.2 40 12.3

02 Kurang bermanfaat 26 14.9 24 15.9 50 15.4

03 Bermanfaat 69 39.7 67 44.4 136 41.8

04 Sangat bermanfaat 62 35.6 37 24.5 99 30.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) di desa Koto Agung Kecamatan

Keliling Danau wilayah pegunungan menyimpulkan bahwa asosiasi desa yang

Page 201: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

201

ada di daerah ini baik asosiasi formal maupun informal cukup penting dalam

meningkatkan perekonomian dan hubungan sosial dalam masyarakat. Seperti

dicontohkan oleh salah seorang peserta yaitu bapak Sapri Joni, ia menuturkan

sebagai berikut:

”keberadaan asosiasi di desa kami ini sangat berperan sekali terutama

sistem kerja gotong royong (collective action), misalnya membangun

jalan menuju ke sentra produksi (kebun), membangun dan atau

membersih hulu sungai untuk pengairan persawahan, membangun

fasilitas umum (masjid), madrasah, dan fasilitas umum lainnya.”

Cukup banyak jenis asosiasi lokal yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga

contoh baik untuk keperluan ekonomi, pendidikan maupun keperluan sosial.

Lebih dari 18 asosiasi (formal dan informal) lokal yang dapat dimanfaatkan oleh

keluarga contoh untuk berbagai keperluan atau kepentingan. Apabila dibedakan

berdasarkan daerah penelitian ternyata asosiasi lokal terbanyak yang berkembang

dan dapat dimanfaatkan oleh keluarga contoh terdapat di wilayah pegunungan

yaitu sebanyak 16 asosiasi, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 10

asosiasi.

Manfaat, dalam hal ini tingkat kebutuhan masyarakat dari asosiasi lokal

yang mereka ikuti secara rinci tertera pada Tabel 59. Dari Tabel tersebut tampak

asosiasi sosial merupakan persentase terbesar yang dibutuhkan oleh anggota

keluarga contoh yaitu mencapai 33 persen, kemudian persentase terbesar kedua

adalah asosiasi yang bergerak untuk kebutuhan pangan yaitu mencapai 24 persen,

sedangkan persentase terkecil yaitu asosiasi yang bergerak di bidang kesehatan (6

persen). Namun, apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian tampaknya

terdapat perbedaan kebutuhan asosiasi dari kedua wilayah penelitian. Jenis

asosiasi yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah pegunungan

berturut-turut adalah asosiasi yang bergerak dibidang pangan, pendidikan, sosial

dan permodalan, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya tertumpu pada

kelompok sosial yaitu mencapai 46 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa

masyarakat yang terdapat di wilayah pesisir pantai memiliki tingkat interaksi

sosial di masyarakat tergolong rendah. Kenyataan ini didukung oleh hasil diskusi

Page 202: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

202

(FGD) dengan tokoh-tokoh masyarakat baik yang berada di Kecamatan Nipah

Panjang maupun di Kecamatan Mendahara Ilir:

”Umumnya masyarakat di daerah ini hubungan antar sesama anggota

masyarakat sangat terbatas. Menurut mereka keterbatasan hubungan

keakraban antar sesama anggota masyarakat karena banyaknya

kelompok kesukuan yang ada di daerah ini karena kami umumnya adalah

transmigran (spontan dan umum) sehingga sulit untuk membuat satu

kesatuan asosiasi yang utuh untuk kepentingan bersama. Disisi lain,

masyarakat disini lebih banyak melakukan aktivitas secara individual

daripada kelompok kecuali kalau ada anggota masyarakat yang

mendapat musibah (meninggal) itupun hanya membantu memberi doa

yang disebut sebagai asosiasi sosial (yasinan).”

Table 59 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Asosiasi Lokal bagi Anggota Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Kebutuhan

Asosiasi Lokal Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Pangan 135 30.7 59 17.2 194 24.8

02 Pendidikan 115 26.1 40 11.7 155 19.8

03 Kesehatan 21 4.8 27 7.9 48 6.2

04 Tambahan modal 68 15.4 58 17.0 126 16.1

05 Sosial 101 23.0 158 46.2 259 33.1

- T o t a l 440 100.0 342 100.0 782 100.0

Kebutuhan asosiasi di wilayah pegunungan seperti tertera pada Tabel 59,

dapat dijelaskan bahwa kebutuhan asosiasi terbesar yang dibutuhkan oleh

masyarakat adalah asosiasi yang bergerak di bidang pangan yaitu mencapai 30

persen. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa asosiasi yang bergerak di

bibidang pangan ini berasal tiga jenis asosiasi yang berkembang di masyarakat

(Lampiran 3), yakni: asosiasi Kelompok Usahatani (KUT), Kelompok

Perkumpulan Petani Pemakai Air (KP3A) dan asosiasi Kelembagaan Adat.

Asosiasi KUT misalnya adalah asosiasi yang di sponsori oleh pemerintah yang

Page 203: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

203

bergerak dibidang pertanian: bantuan bibit (tanaman, ternak dan ikan) dan bantuan

lainnya, KP3A adalah asosiasi desa yang berkembang dimasyarakat di wilayah

pegunungan yaitu kelompok pengelola air irigasi yang digunakan untuk pengairan

padi sawah, dan kelembagaan adat disamping berfungsi sebagai lembaga sosial,

pendidikan juga berperan sebagai kelompok yang bergerak untuk keperluan

pangan masyarakat (contoh: raskin).

Asosiasi terbesar kedua yang berkembang di wilayah pegunungan dan

dibutuhkan oleh masyarakat yaitu asosiasi yang bergerak di bidang pendidikan

(26 persen). Melihat distribusi yang ada, asosiasi yang bergerak dibidang

pendidikan ini berasal dari beberapa jenis asosiasi, yakni: Asosiasi Karang

Taruna, Majlis Taklim, PKK, kelompok keagamaan, kesenian tradisional dan

asosiasi kelembagaan adat. Asosiasi Karang Taruna adalah asosiasi kepemudaan

yang bergerak dibidang pendidikan/pelatihan atau pola sejenisnya (olaharaga,

kesenian) yang dapat meningkatkan keterampilan masyarakat. Majlis Taklim

adalah kelompok pengajian khususnya ibu- ibu/wanita yang secara rutin (1 bulan

sekali) melaksanakan belajar bersama baik dalam bentuk ceramah, diskusi

maupun bentuk lainnya dengan tujuan meningkatkan ilmu pengetahuan. Kegiatan

yang sama juga terdapat pada asosiasi PKK, kelompok keagamaan: selain majlis

taklim terdapat kelompok keagamaan Muhammadiyah baik dari kalangan pemuda

maupun kelompok lainnya, kesenian tradisional, seperti ”tari asyek” dan

kelembagaan adat yaitu berfungsi untuk meningkatkan keterampilan dan

pengetahuan masyarakat. Khusus peran kelembagaan adat dalam bidang

pendidikan yaitu secara periodik tokoh-tokoh adat mengadakan semacam

lokakarya dan diskusi terhadap calon-calon ”depati” dan ”ninik mamak” dari

berbagai kelompok ”kalbu” tentang seluk beluk adat yang dianut di masyarakat

setempat dan cara-ara penyelesaiannya.

Asosiasi lain yang cukup memberi andil terhadap kesejahteraan dan

kemakmuran masyarakat di wilayah pegunungan adalah asosiasi yang bergerak

di bidang sosial, tambahan modal dan kesehatan. Asosiasi yang bergerak di

bidang sosial adalah asosiasi ”leg,” kelembagaan adat, kesenian tradisional, dan

asosiasi Persatuan Buru Babi (PBB). Asosiasi ”leg” di wilayah pegunungan

secara umum disebut kelompok yasinan. Oleh karena, asosiasi ini mayoritas

Page 204: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

204

bergerak pada kelompok kalbu maka kelompok ini disebut dengan istilah ”leg18.”

Adapun asosiasi yang bergerak dalam bidang tambahan modal terdiri dari

beberapa asosiasi, yakni: asosiasi ”handel19,” arisan, KUT dan Koperasi (KUD

dan keluarga). Asosiasi ”handel” sangat efektif membatu keluarga baik untuk

keperluan lebaran (pada saat lebaran) maupun untuk keperluan tambahan modal

kerja karena yang mendapatkan bantuan dari asosiasi ini (uang milik bersama)

tidak dikenakan bunga. Asosiasi POSYANDU sebagai asosiasi yang bergerak

dibidang kesehatan tampaknya masih relatif kecil manfaatnya bagi masyarakat.

Rendahnya manfaat POSYANDU bagi masyarakat di daerah perdesaan diduga

banyak disebabkan oleh faktor kesungguhan pemerintah memberikan akses

pelayanan kepada masyarakat. Hampir sebagian besar POSYANDU yang ada di

daerah penelitian sudah banyak yang tidak berfungsi lagi, namun demikian

dengan adanya program revitalisasi POSYANDU diharapkan asosiasi tersebut

dapat melayani masyarakat terutama pelayanan kesehatan anak-anak.

Berbicara mengenai akses keluarga contoh di daerah penelitian terhadap

asosiasi lokal tidak jauh berbeda dengan manfaat yang dapat dirasakan oleh

keluarga responden. Secara umum dapat dijelaskan bahwa akses keluarga contoh

di daerah penelitian seperti tertera pada Tabel 60 cukup banyak. Hal ini terlihat

dari proporsi keluarga contoh yang memiliki akses terhadap asosiasi ini yang

tergolong besar dan sangat besar yaitu mencapai 53 persen. Kalau dibandingkan

dengan manfaat asosiasi seperti tertera pada Tabel 58 tampaknya persentase

responden yang memiliki akses (besar dan sangat besar) pada asosiasi lokal relatif

lebih rendah namun lebih dari separo responden merasakan bahwa asosiasi lokal

sudah cukup memberikan berbagai kemudahan bagi mereka.

Berdasarkan daerah penelitian, proporsi terbesar keluarga contoh

merasakan memiliki akses besar dan sangat besar pada asosiasi lokal berada di

wilayah pegunungan (58 %), sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya sekitar 48

persen. Akses masyarakat terutama di wilayah pegunungan terhadap masing-

18 “leg” artinya sekumpulan atau sekelompok orang yang berasal dari hubungan pertalian darah

atau garis turunan tertentu (bonding) dengan tujuan bersama terutama kerjasama pada saat menghadapi musibah kematian, secara umum disebut dengan istilah kelompok yasinan.

19 “handel” artinya sistem kerja kelompok (kalbu) dengan mengambil upahan dan setiap mendapat upahan, penghasilannya disimpan terlebih dahulu dan dibagikan menjelang hari raya idul fitri.

Page 205: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

205

masing asosiasi cukup merata kecuali akses terhadap pelayanan kesehatan dan

fasilitas publik (3,7 dan 3,4 %). Akses masyarakat paling besar terhadap

kebutuhan keluarga contoh terdapat pada asosiasi yang bergerak di bidang

pertanian (pengadaan air dan irigasi, kredit, dan input pertanian/ teknologi) yaitu

mencapai 43 persen (Tabel 61). Artinya, hampir dari separo asosiasi lokal yang

berkembang di wilayah pegunungan yang bergerak di bidang pertanian.

Tabel 60 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Aksesibilitas Asosiasi Lokal bagi Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat

Aksesibilitas Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Kecil 31 17.8 36 23.8 67 20.6

02 Kecil 42 24.1 42 27.8 84 25.8

03 Besar 80 46.0 52 34.4 132 40.6

04 Sangat Besar 21 12.1 21 13.9 42 12.9

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Kemudian, pelayanan asosiasi lokal terbesar kedua dalam mendukung dan

membantu kemajuan dan kesejahteraan ekonomi keluarga yaitu asosiasi yang

bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan dengan persentase mencapai 26

persen. Hal ini memberi gambaran bahwa masyarakat wilayah pegunungan lebih

cenderung memilih asosiasi yang dapat membantu atau mendukung kehidupan

mereka sehari-hari. Dengan kata lain, asosiasi terpenting pertama adalah asosiasi

yang bergerak di bidang pertanian karena hal ini erat kaitannya dengan kecukupan

pangan, dan seperti diketahui bahwa kecukupan pangan adalah kecukupan utama

dalam kehidupan sehari-hari atau disebut dengan kecukupan primer. Berikutnya,

masyarakat wilayah pegunungan disamping memperhatikan masalah kecukupan

akan pangan (konsumtif) mereka juga memperhatikan masa depan mereka

terutama masa depan anak-anak khususnya dalam pengembangan sumberdaya

manusia sehingga perioritas kedua keterlibatan mereka dalam asosiasi lokal

adalah asosiasi yang bergerak dibidang pendidikan. Secara implisit, bahwa

Page 206: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

206

masyarakat wilayah pegunungan lebih rasional dan proporsional memilih atau

mengikuti asosiasi yang berkembang dimasyarakat. Hasil konkrit ini sekaligus

dapat menepis dari anggapan beberapa ahli tentang fungsi, manfaat dan akses dari

modal sosial secara struktural (asosiasi lokal) terhadap kesejahteraan ekonomi

keluarga atau masyarakat20. Mereka menganggap bahwa modal sosial hanya

pergantian istilah dari kegiatan sosial belaka, padahal hasil temuan lapangan

menunjukkan bahwa modal sosial berperan penting dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan ekonomi keluarga.

Tabel 61 Sebaran Contoh Berdasarkan Akses Asosiasi Lokal bagi Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Akses Asosiasi

Lokal Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Pendidikan dan pelatihan

115 26.2 40 11.7 155 19.8

02 Pelayanan Kesehatan

17 3.7 27 7.9 44 5.6

03 Pengadaan air dan Irigasi

54 12.3 0 0.0 54 6.9

04 Kredit/keuangan 67 15.2 54 15.8 121 15.5

05 Input pertanian/teknologi

71 16.2 50 14.6 121 15.5

06 Sosial 101 23.0 158 46.2 259 33.1

07 Fasilitas Publik 15 3.4 13 3.8 28 3.6

- T o t a l 440 100.0 342 100.0 782 100.0

Tingkat Heterogenitas Asosiasi

Tingkat heterogenitas asosiasi lokal adalah tingkat keberagaman dari jenis

dan jumlah asosiasi yang diikuti oleh anggota keluarga contoh. Dengan kata lain,

semakin banyak jenis dan jumlah asosiasi yang diikuti oleh anggota keluarga

contoh maka tingkat asosiasi yang dimiliki semakin beragam (heterogen). Tingkat

heterogenitas asosiasi erat kaitannya dengan tingkat keterlibatan anggota keluarga

dalam asosiasi tersebut hubungannya dengan tingkat kesejahteraan. Artinya,

20 Kelompok masyarakat yang memiliki tingkat hubungan yang kuat (interralated) antara potensi

kognitif/karakter masyarakat dengan asosiasi yang berkembang.

Page 207: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

207

semakin tinggi tingkat heterogenitas asosiasi yang diikuti oleh anggota keluarga

maka diharapkan dapat memberikan fungsi ganda terhadap kesejahteraan ekonomi

keluarga.

Seperti terlihat pada Tabel 62 bahwa tingkat heterogenitas asosiasi yang

diikuti anggota keluarga contoh cukup tinggi, hal ini dapat dibuktikan dari

persentase anggota keluarga yang memiliki tingkat heterogenitas tinggi dan sangat

tinggi yaitu mencapai 52 persen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa

manfaat dan akses asosiasi bagi keluarga cukup penting sehingga heterogenitas

asosiasi yang diikuti tampaknya juga memberikan kontribusi yang sama terutama

keragaman asosiasi yang bersifat produktif.

Tabel 62 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Heterogenitas Asosiasi Lokal, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat

Heterogenitas Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak Heterogen 28 16.1 39 25.8 67 20.6

02 Kurang Heterogen 39 22.4 50 33.1 89 27.4

03 Heterogen 57 32.8 40 26.5 97 29.8

04 Sangat heterogen 50 28.7 22 14.6 72 22.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Karakter Masyarakat

Karakter seorang individu merupakan “the sum total of the disinguishing

qualities of a person” atau sering juga disebut dengan istilah “moral exellence and

strength” (Webster, 1993). Lichona (Hastuti, 2006,11) melihat bahwa karakter

terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait satu sama lainnya, yakni: pengetahuan

tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling), dan

perilaku bermoral (moral behavior). Artinya, seorang individu yang berkarakter

baik apabila individu tersebut dapat mengetahui tentang berbagai kebaikan

(knowing the good), menginginkan dan selalu mencintai kebaikan (loving the

good), dan selalu melakukan berbagai tindakan yang baik (acting the good).

Page 208: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

208

Implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan seorang individu yang berkarakter

baik dapat dilihat pada pola hidup dan interaksi sosial mereka dengan masyarakat

dalam konteks: nilai keterpercayaan, solidaritas dan semangat kerja. Nilai

keterpercayaan diukur dari tiga dimensi, yaitu: komitmen terhadap norma yang

berlaku, kejujuran, dan tanggung jawab. Solidaritas masyarakat dilihat dari aspek:

tingkat ketergantungan antar anggota masyarakat, saling bantu membantu, dan

aspek kepekaan terhadap kemajuan desa, sedangkan aspek semangat kerja diukur

dari disiplin dan keuletan kerja masyarakat.

Pada Tabel 63 tampak lebih dari 50 persen keluarga contoh di daerah

penelitian tergolong pada kelompok dengan karakter masyarakat yang tinggi dan

sangat tinggi. Dengan arti kata, bahwa rata-rata pola hidup dan interaksi sosial

masyarakat di daerah penelitian khususnya di daerah perdesaan Provinsi Jambi

relatif kondusif. Namun, apabila dibedakan berdasarkan wilayah penelitian

ternyata proporsi terbesar keluarga contoh pada kelompok karakter yang tinggi

dan sangat tinggi terdapat di wilayah pegunungan (74,8 %), sedangkan

masyarakat di wilayah pesisir pantai hanya sekitar 33,8 persen. Artinya,

kelompok masyarakat yang memiliki karakter baik (kelompok karakter tinggi +

sangat tinggi) di wilayah pesisir pantai jauh lebih kecil dibandingkan dengan

kelompok masyarakat yang ada di wilayah pegunungan. Hasil pengamatan

lapangan dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat di wilayah pesisir

pantai diperoleh kesimpulan bahwa rendahnya karakter masyarakat di daerah

penelitian disebabkan keberagaman etnisitas. Menurut bapak Haji Said Yahya,

salah satu tokoh masyarakat yang berhasil dari usaha nelayan menuturkan:

“di daerah ini terdapat empat suku besar yang berkembang dengan pola

dan gaya hidup yang sangat kontras satu dengan lainnya, yakni: suku

melayu, bugis, banjar, dan suku jawa. Keempat suku tersebut memiliki

ciri dan kepentingan masing-masing sehingga akan berdampak terhadap

kepentingan masyarakat secara umum dan pada gilirannya dapat

merenggangkan interaksi sosial masyarakat secara utuh.”

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Robinson (2002:8) bahwa

keberagaman etnisitas dapat mempengaruhi tingkat income inequality dan

kebersamaan masyarakat.

Page 209: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

209

Tabel 63 Sebaran Contoh Berdasarkan Karakter Masyarakat, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Karakter

Masyarakat Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 16 9.2 23 15.2 39 12.0

02 Rendah 28 16.1 77 51.0 105 32.3

03 Tinggi 85 48.9 43 28.5 128 39.4

04 Sangat tinggi 45 25.9 8 5.3 53 16.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Tingkat Keterpercayaan Masyarakat

Keterpercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang

terhadap perkataan, perjanjian, dan tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya

hubungan antar individu atau kelompok/organisasi dalam masyarakat. Tingkat

keterpercayaan seseorang dapat dilihat dari dimensi: tingkat komitmen, kejujuran

dan tanggung jawab. Seperti terlihat pada Tabel 64, bahwa tingkat keterpercayaan

masyarakat di daerah penelitian tergolong relatif baik karena hasil perhitungan

diperoleh proporsi keluarga contoh yang tergolong pada kelompok keterpercayaan

tinggi dan sangat tinggi yaitu mencapai 57,8 persen. Artinya, hampir sebagian

besar masyarakat di daerah perdesaan Provinsi Jambi memiliki tingkat

keterpercayaan tinggi.

Tabel 64 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Keterpercayaan Masyarakat, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat

Keterpercayaan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 15 8.6 16 10.6 31 9.5

02 Rendah 27 15.5 79 52.3 106 32.6

03 Tinggi 87 50.0 48 31.8 135 41.5

04 Sangat tinggi 45 25.9 8 5.3 53 16.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Page 210: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

210

Berdasarkan wilayah penelitian, ternyata terdapat perbedaan yang cukup

besar kelompok masyarakat yang memiliki tingkat keterpercayaan tinggi antara

masyarakat di daerah wilayah pesisir pantai dengan daerah wilayah pegunungan.

Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa masyarakat di daerah perdesaan

wilayah pegunungan memiliki tingkat keterpercayaan jauh lebih baik

dibandingkan dengan tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di daerah

perdesaan wilayah pesisir pantai dengan nilai masing-masing 75,9 dan 37,1

persen. Relatif tingginya tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di wilayah

pegunungan sangat terkait dengan pola hubungan individu dalam masyarakat.

Pola hubungan atau interaksi individu dalam masyarakat Kerinci yaitu menganut

sistem ”kalbu.” Sistem kalbu adalah interaksi sosial/hubungan sosial masyarakat

dalam kelompok atau turunan tertentu yang dibingkai dalam sebuah kedepatian

dan lembaga adat dengan satu tujuan. Artinya, satu depati dengan depati yang lain

saling kait mengkait dan saling ketergantungan untuk membangun sebuah

kelembagaan yang kokoh yang disebut dengan kelembagaan adat.

Bapak Syamsir, sebagai salah satu tokoh adat di desa Jujun yang vokal

dan memiliki pengetahuan adat yang cukup mendalam di desa penelitian, ber

tutur sebagai berikut:

”segala aktivitas di desa ini harus berpedoman kepada adat. Lembaga adat adalah lembaga formal bagi masyarakat desa sehingga aturan-aturan yang ada dalam kelembagaan adat harus diikuti dan dituruti, kalau tidak, jelas ada sanksi.” Lembaga adat cukup kuat di desa ini karena dari tokoh-tokoh kita sebelumnya membingkai kelembagaan adat dengan agama sehingga dasar kelembagaan adat disebut ”adat bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah.” Artinya, dasar adat adalah hasil mupakat, sedangkan hasil mupakat ini berdasarkan kesepekatan yang tertuang dalam alquran. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat ataupun yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari harus berpedoman kepada aturan-aturan dalam adat.”

Berdasarkan keterangan-keterangan dan pernyataan-pernyataan dari salah

seorang informan tadi dapat disimpulkan bahwa keterpercayaan seorang individu

yang mapan dan dapat dipercayai di daerah perdesaan wilayah pegunungan

Page 211: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

211

karena mereka merasakan bahwa dirinya adalah milik orang lain dan sebaliknya

masyarakat luas adalah bagian dari kepentingan mereka dalam menjalankan

interaksi/hubungan sosial. Kembali kepada hubungan masyarakat dalam

kelompok ”kalbu” dan kedepatian kaitannya dengan keterpercayaan masyarakat

adalah hubungan kekerabatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Dimana tercapainya keterpercayaan masyarakat yang kuat dalam kelompok kalbu

dan kedepatian disebabkan oleh adanya komitmen, kejujuran dan tanggung jawab

masing-masing anggota untuk kepentingan bersama.

Tingkat Solidaritas Masyarakat

Solidaritas masyarakat merupakan kondisi masyarakat saling mau

menerima, memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, saling bergantung satu

sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga

ketentraman dan keharmonisan dapat tercapai. Tinggi rendahnya tingkat

solidaritas masyarakat dilihat dari tiga dimensi: ketergantungan satu sama lainnya,

saling bantu membantu, dan adanya kepekaan terhadap kemajuan desa. Secara

operasional solidaritas masyarakat merupakan frekuensi interaksi antara satu

individu dengan individu lainnya yang merujuk pada seberapa jauh individu

melakukan kontak-kontak langsung antara satu dengan lainnya. Semakin positif

sifat interrelasi diantara anggota masyarakat yang berupa solidaritas, atau

semangat kemasyarakatan, semakin besar kecenderungannya untuk saling

memperhatikan keinginan masing-masing dalam mencari jalan ke arah saling

memberi kepuasan dan kerjasama. Kerjasama tersebut berupa koordinasi dalam

tindakan mereka guna mencapai hasil yang sama-sama disenangi, tetapi di

samping itu kerjasama tersebut dapat berupa usaha bersama untuk mengubah

situasi atau aturan main. Dengan perubahan itu tercipta kesempatan bagi mereka

untuk mendapatkan situasi dan aturan main yang cocok dalam mereka

berhubungan. Menurut Burns (Balitbangda Provinsi Jambi, 2003:99), semakin

berhasil koordinasi yang dilakukan untuk berbagai tindakan, semakin positif dan

kuat orientasi yang tertuju pada kelompok dari para individu yang bersangkutan

dan sebaliknya.

Page 212: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

212

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat solidaritas masyarakat di daerah

penelitian relatif merata antara solidaritas masyarakat yang baik dan kurang baik

karena data yang diperoleh diantara kedua tingkat solidaritas tersebut relatif

berimbang: 41,5 persen tingkat solidaritas kurang baik dan 58,5 persen tingkat

solidaritas tergolong baik (Tabel 65).

Tabel 65 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Solidaritas Masyarakat, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l No

Tingkat Solidaritas

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 11 6.3 31 20.5 42 12.9

02 Rendah 30 17.2 63 41.7 93 28.6

03 Tinggi 70 40.2 41 27.2 111 34.2

04 Sangat tinggi 63 36.2 16 10.6 79 24.3

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Namun, menurut wilayah penelitian ternyata persentase masyarakat terbesar yang

memiliki tingkat solidaritas tergolong baik terdapat di wilayah pegunungan (76,4

persen) dan persentase ini tidak jauh berbeda dengan persentase tingkat

keterpercayaan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi bahwa tingginya tingkat

solidaritas masyarakat di daerah perdesaan wilayah pegunungan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya karena kuatnya kelembagaan adat yang ada di daerah

tersebut.

Solidaritas/kohesi sosial yang berkembang di wilayah pegunungan

karena mereka memiliki tingkat jarak sosial yang saling mendekat satu dengan

lainnya. Menurut Durkheim (Rahardjo: Balitbabangda Provinsi Jambi, 2003)

bahwa solidaritas atau kohesi sosial memiliki dua tipe, yaitu : (1) kohesi yang

didasarkan atas kesamaan-kesamaan diantara para anggota kelompok, dan (2)

kohesi yang didasarkan atas hubungan saling tergantung dalam divisi kerja

(division of labor). Kohesi sosial pertama dilandasi solidaritas yang terbentuk oleh

kesamaan-kesamaan para anggota kelompok, yang oleh Emile Durkheim disebut

Page 213: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

213

solidaritas mekanik, sedangkan kohesi sosial kedua dilandasi oleh solidaritas yang

terbentuk justeru oleh perbedaan namun saling tergantung diantara para anggota

kelompok yang oleh Emile Durkheim disebut solidaritas organik. Kemudian, jika

kondisi jarak sosial tersebut dikaitkan dengan solidaritas mekanik. Maka Sorokin,

Zimmerman dan Galpin (Smith dan Zopf: Balitbabangda Provinsi Jambi, 2003)

dapat menginventarisasikan kedalam 14 (variabel) kesamaan yang membentuk

solidaritas mekanik, yakni : (1) kekerabatan dan hubungan darah; (2) perkawinan;

(3) kesamaan dalam agama atau kepercayaan; (4) kesamaan dalam bahasa dan

adat setempat; (5) pemilikan dan penggunaan tanah bersama; (6) prosimitas atau

kedekatan dalam suatu daerah; (7) adanya tanggung Jawab bersama; (8)

kebersamaan dalam kepentingan okupasi; (9) kebersamaan dalam kepentingan

ekonomi; (10) sama-sama menjadi bawahan dari seorang tuan tanah;(11)

kesamaan dalam akses terhadap suatu lembaga atau keagenan (agency); (12)

pertahanan dan keamanan bersama; (13) saling tolong-menolong; dan (14) hidup

dan pengalaman bersama.

Berbicara masalah solidaritas, ditemukan perbedaan yang cukup

menyolok antara masyarakat yang berada di wilayah pegunungan dengan

masyarakat yang berada di wilayah pesisir pantai. Masyarakat di wilayah

pegunungan misalnya, jarak sosial terwujud dari: perkawinan (kekeluargaan/

kalbu), kesamaan dalam agama atau kepercayaan, kedekatan dalam suatu daerah,

adanya tanggungjawab bersama, kesamaan dalam akses terhadap suatu lembaga

(agency), pertahanan dan keamanan bersama, dan saling tolong-menolong.

Dengan demikian, ciri solidaritas yang terbentuk di wilayah pegunungan

mengarah pada solidaritas organik. Artinya, hubungan sosial yang terjadi antar

anggota masyarakat adalah society bukan community karena hubungan terjalin

melalui hubungan kalbu, kedepatian, dan kelembagaan adat dan merupakan

hubungan kekerabatan yang kuat dan kokoh dimana setiap ada persoalan dalam

masyarakat selalu adanya usaha untuk mengatur hubungan yang terjadi lebih

mendalam. Durkheim memandang ikatan sosial yang mekanistik ada pada

community, sedangkan society mengandung ikatan sosial yang organik. Pengertian

ikatan sosial yang mekanistik yaitu dihubungkan dengan hubungan saling

ketergantungan yang sekaligus saling isi mengisi tanpa harus diatur secara rinci,

Page 214: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

214

sedangkan pengertian ikatan sosial organik yaitu dihubungkan dengan adanya

usaha-usaha untuk mengorganisir hubungan tersebut secara rinci dengan harapan

agar supaya berjalan lebih teratur.

Solidaritas antar masyarakat yang berada di wilayah pesisir pantai banyak

bersifat: kebersamaan dalam kepentingan pekerjaan, kebersamaan dalam

kepentingan ekonomi, dan saling tolong-menolong. Dengan demikian, ciri

solidaritas yang terbentuk dalam wilayah ini mengarah pada bagian terbesar

solidaritas mekanistik dibanding dengan organik. Artinya, hubungan sosial yang

terjadi antar anggota masyarakat lebih berciri community dibanding society

sehingga ikatan yang terbentuk dikarenakan satu sama lain merasa saling

ketergantungan dan saling isi mengisi tanpa harus adanya usaha untuk mengatur

hubungan yang terjadi secara mendalam.

Semangat Kerja Masyarakat

Seorang individu atau kelompok masyarakat dikatakan atau dicirikan

sebagai seorang semangat kerja tinggi (tipe pekerja keras) apabila mereka selalu

melakukan kegiatan dengan disiplin (ulet, pantang menyerah) dan melakukan

pekerjaan dengan segera serta memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien.

Salah satu contoh dari seorang individu atau sekekelompok masyarakat tergolong

pada karakter kerja keras adalah petani-petani jawa seperti yang dikemukakan

oleh Mubyarto (Swasono dan Singarimbun, 1985), yaitu petani-petani dari Jawa

bekerja dengan ulet, rajin dan tekun, termasuk kesediaan untuk bekerja lama

diterik matahari. Pendapat Mubyarto itu sejalan dengan apa yang dikemukakan

oleh Weber (Balitbangda Provinsi Jambi, 2003: 106) bahwa terdapat kaitan antara

perkembangan suatu masyarakat dengan sikap diri terhadap arti kerja. Weber

mencontohkan kaum Calvinis menganut prinsip bahwa kerja keras merupakan

suatu keharusan bagi setiap manusia untuk mencapai kesejahteraan atau

kebahagian spiritual. Kerja keras merupakan suatu panggilan rohani untuk

mencapai kesempurnaan hidup. Konsekuensi dari pandangan ini tidak saja bekerja

keras, hidup hemat dan sederhana namun sanggup pula menjadikan diri sebagai

wiraswasta. Keadaan tersebut membawa berkah pada kehidupan ekonomi.

Page 215: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

215

Keluarga contoh dari kedua wilayah penelitian yang dapat digolongkan

pada kelompok masyarakat dengan tipe bekerja keras hanya 38 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa etos kerja masyarakat di daerah penelitian tergolong

rendah. Apabila dilihat berdasarkan wilayah penelitian ternyata proporsi keluarga

contoh yang memiliki etos kerja yang rendah terdapat di wilayah pesisir pantai

yaitu mencapai 70 persen, sedangkan masyarakat di wilayah pegunungan hanya

52 persen (Tabel 66).

Tabel 66 Sebaran Contoh Berdasarkan Semangat Kerja Masyarakat, 2006

Sebaran Contoh Wilayah

pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Semangat Kerja

Masyarakat Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat rendah 25 14.4 28 18.5 53 16.3

02 Rendah 67 38.5 79 52.3 146 44.9

03 Tinggi 46 26.4 35 23.2 81 24.9

04 Sangat tinggi 36 20.7 9 6.0 45 13.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Kurangnya masyarakat untuk bekerja keras di daerah penelitian terutama

di wilayah pesisir pantai terlihat dari kurangnya pemanfaatan waktu kerja, sistem

kerja banyak bersifat individual dan kurang kesungguhan dalam menghadapi

berbagai pekerjaan terutama pekerjaan produktif terkecuali keluarga contoh yang

berada di daerah penelitian tergabung dalam kelompok transmigrasi mereka

umumnya relatif lebih produktif dibandingkan dengan masyarakat non

transmigran.

Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa setiap anggota rumah tangga di

daerah transmigrasi memiliki berbagai ragam pekerjaan, baik bidang pekerjaan

usahatani (pangan dan perkebunan) maupun pekerjaan dibidang jasa sehingga

mereka dapat memperoleh penghasilan yang berfungsi untuk menjaga

kelangsungan hidup keluarga. Hal ini sejalan dengan temuan Abdoellah

(Balibangda, 2003) bahwa transmigran memiliki empat strategi yang diterapkan

untuk tetap eksis dalam mempertahankan kehidupannya di lokasi transmigrasi

yaitu; pertama strategi di bidang pertanian dengan membuka lahan baru yaitu

Page 216: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

216

menanam ketela pohon, memelihara ternak. Kedua, strategi di bidang pangan

dengan mengubah pola makanan sampai mengurangi makanan yang dikonsumsi

terutama ini dilakukan ketika terjadi gangguan musim. Ketiga, strategi reproduksi

dimana para warga transmigrasi beranggapan bahwa keluarga besar mempunyai

keuntungan secara ekonomi bagi orang tua. Anak bukanlah menjadi beban

keluarga. Mereka beranggapan bahwa jumlah anak yang banyak akan

memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan juga memenuhi permintaan tenaga

kerja.Keempat, kemampuan untuk mengaplikasikan teknologi pertanian yang

diterima sebelum berangkat menuju lokasi transmigrasi. Salah satu aspek yang

penting dalam kegiatan pertanian ini adalah kemampuan masyarakat transmigrasi

untuk menerapkan dan mengadopsi suatu teknologi usaha tani yang dianjurkan.

Besar kecilnya manfaat dari yang dirasakan oleh petani dari pembekalan

keterampilan di bidang pertanian ini akan sangat berarti bagi peningkatan

kesejahteraan mereka. Para warga masyarakat transmigrasi sebelum diberangkatkan

menuju lokasi mereka diberi bekal pengetahuan dan kemampuan di bidang

pertanian. Pengetahuan dan kemampuan yang diberikan disesuaikan dengan lokasi

transmigrasi yang dituju, terutama yang berkaitan dengan tanaman-tanaman yang

cocok dengan keadaan tanah setempat.

Kesejahteraan Eonomi Keluarga

Menurut Lokshin dan Ravallion (Strauss, 2004:63), pengertian

kesejahteraan dilihat dari dua pendekatan, yakni: kesejahteraan objektif dan

kesejahteraan subjektif. Noll (Milligan et al., 2006:22), melihat bahwa

kesejahteraan objektif adalah tingkat kesejahteraan individu atau kelompok

masyarakat yang diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran

ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan

masyarakat diukur dengan pendekatan yang baku (tingkat kesejahteraan

masyarakat semuanya dianggap sama), sedangkan kesejahteraan subjektif adalah

tingkat kesejahteraan seorang individu yang dilihat secara personal yang diukur

dalam bentuk kepuasan dan kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Sumarti, (1999:32) bahwa kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah

Page 217: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

217

wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup sekelompok

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial). Artinya,

pengertian kesejahteraan haruslah berpedoman kepada subjektivitas (lokal)

masyarakat setempat. Namun demikian, inti dari kesejahteraan adalah melihat

kesenjangan antara aspirasi dengan tujuan yang ingin dicapai pada segolongan

masyarakat maka menurut Campbell, Converse, dan Rodgers (Sumarwan dan

Hira, 1993:346), tolok ukur yang relevan dan akurat tentang kesejahteraan

subjektif adalah menggunakan istilah “kepuasan”. Kemudian, Sen (Peck dan

Goodwin, 2003:17), menambahkan bahwa tingkat kepuasan dapat

menggambarkan tingkat kemampuan seseorang mengevaluasi suatu aksi atau

dapat menjangkau berbagai kelompok kesejahteraan, sedangkan kebahagiaan

(happiness) hanya dapat merasakan berbagai peristiwa pada kelompok tertentu

dalam aksesnya dengan masyarakat dan institusi.

Menurut Angel, Black Well, dan Miniard (Sumarwan, 2003) bahwa

kepuasan “satisfaction is defined here as past consumption evalution that a

chosen alternative at least meets or exceeds expectation” (kepuasan merupakan

hasil evaluasi dari konsumsi yang lalu sehingga alternatif yang dipilih paling tidak

sesuai dengan kriteria atau melebihi kriteria yang diharapkan). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh banyak faktor, baik

faktor internal maupun faktor eksternal. Seperti yang dibuktikan oleh Sumarwan

dan Hira (1993) pada delapan negara bagian di Amerika Serikat, ternyata tingkat

kepuasan (kesejahteraan) finansial keluarga perdesaan dipengaruhi oleh faktor

umur, pendapatan keluarga, aset, sikap (perceived locus of control), dan

kecukupan pendapatan.

Kesejahteraan Ekonomi Objektif

Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga di wilayah penelitian diukur

dengan proxy besarnya pengeluaran keluarga. Seperti terlihat pada Tabel 67, total

pengeluaran keluarga per tahun di wilayah penelitian adalah sebesar

Rp.10.541.000, dan jumlah pengeluaran ini diatas rata-rata tolok ukur

kesejahteraan dengan pendekatan Badan Pusat Statistik. Dari jumlah pengeluaran

Page 218: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

218

tersebut persentase terbesar dialokasikan untuk pangan (48,6 %), kemudian diikuti

pengeluaran non-pangan (sandang, energi, komunikasi, sosial dan lainnya) sebesar

34 persen, dan terkecil adalah pengeluaran untuk investasi (pendidikan dan

kesehatan) hanya sebesar 17,4 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pola

konsumsi keluarga terhadap konsumsi pangan masih tergolong besar namun jauh

lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Suhardjo, dan Hardinsyah

(1988), Retnaningsih (1995), dan Mangkuprawira (2002) yaitu berkisar antara 60-

70 persen. Berkenaan dengan itu, mengacu kepada alokasi pengeluaran maka

tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah penelitian tergolong relatif

sejahtera.

Tabel 67 Sebaran Contoh Pengeluaran untuk Berbagai Kebutuhan Keluarga, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan Wilayah pesisir pantai Rata-rata

No Jenis

Pengeluaran Keluarga (tahun) Rp. % Rp. % Rp. %

01 Pangan 4.694.000 52,6 5.208.000 44,6 4.951.000 48,6 02 Non pangan 3.000.000 32,6 4.185.000 35,3 3.592.000 34,0 03 Investasi 1.519.000 14,8 2.468.000 20,1 1.994.000 17,4 - Total

Pengeluaran 9.217.000 100.00 11.865.000 100,00 10.541.000 100,00

Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang

dimakan seseorang individu atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam

aspek gizi, tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat

gizi yang diperlukan tubuh minimal untuk memenuhi kebutuhan energi dan

protein. Kebutuhan kalori/energi biasanya diperoleh dari konsumsi makanan

pokok, sedangkan kebutuhan protein sebagian besar berasal dari konsumsi hewani

dan nabati. Untuk mengukur kebutuhan kalori dan protein seorang individu yaitu

berdasarkan pada standar angka kecukupan energi dan protein dari Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi VIII (LIPI, 2004) bahwa manusia dewasa memerlukan

kalori sebesar 2.200 kal/kap/hari dan memerlukan sebesar 48 gr/kap/hari protein.

Page 219: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

219

Berdasarkan distribusi pengeluaran, pada kelompok sejahtera dan sangat

sejahtera ternyata persentase pengeluaran pangan rata-rata tergolong tinggi yaitu

mencapai 80 persen lebih (Tabel 68). Hal ini sangat memungkinkan karena

kebutuhan pangan mutlak diperlukan bagi keluarga. Berdasarkan wilayah

agroekologi ternyata persentase pengeluaran pangan terbesar (kelompok sejahtera

dan sangat sejahtera) terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai 89 persen,

sedangkan di wilayah peisisir pantai hanya 70 persen. Hal ini berkorelasi positif

dengan data yang terdapat pada Tabel 72 bahwa di wilayah pegunungan secara

relatif kebutuhan pangannya lebih besar diandingkan dengan di wilayah pesisir

pantai.

Tabel 68 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Pangan Keluarga, 2006

Sebaran Contoh Wilayah pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Kebutuhan

Pangan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak sejahtera 0 0.0 3 2.0 3 .9

02 Kurang sejahtera 18 10.3 41 27.2 59 18.2

03 Sejahtera 118 67.8 101 66.9 219 67.4

04 Sangat sejahtera 38 21.8 6 3.9 44 13.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Non Pangan

Pengeluaran non pangan diperuntukkan untuk sandang, papan, energi,

komunikasi dan sosial. Seperti tertera pada Tabel 69, terjadi sebaliknya dari

pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan masih sangat rendah. Data

menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen keluarga contoh menyatakan

pengeluaran non pangan mereka masih terbatas, kondisi ini terjadi kedua wilayah

penelitian (wilayah pegunungan dan pesisir pantai). Hasil yang lebih

memprihatinkan lagi yaitu pengeluaran non pangan di wilayah pegunungan

kondisi mereka yang tergolong tidak sejahtera mencapai 90 persen lebih.

Page 220: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

220

Tabel 69 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Non Pangan, Tahun 2006

Sebaran Contoh Wilayah pegunungan Wilayah pesisir

pantai T o t a l

No

Kebutuhan

Non Pangan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak sejahtera 158 90.8 122 80.8 280 86.2

02 Kurang sejahtera 13 7.5 16 10.6 29 8.9

03 Sejahtera 3 1.7 8 5.3 11 3.4

04 Sangat sejahtera 0 0.0 5 3.3 5 1.5

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Investasi Sumberdaya Manusia

Pengeluaran investasi sumberdaya manusia ditujukan bagi biaya

pendidikan dan biaya kesehatan. Melalui investasi ini diharapkan tingkat

pendidikan dan derajat kesehatan keluarga menjadi lebih baik. Dengan adanya

investasi pendidikan dapat membantu proses pengembangan pengetahuan,

keterampilan, maupun sikap seseorang yang dilaksanakan secara terencana

sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidup. Dalam

pembangunan berkelanjutan, wawasan dan pandangan seseorang sangat berarti

sekali dalam merespon berbagai inovasi untuk membangun gagasan dalam

perencanaan. Dengan demikian, tingkat pendidikan sangat bermanfaat dalam

memprediksi kondisi wawasan pengetahuan dalam asas pemikiran individu

terhadap inovasi dan proses adopsi yang menyertai inovasi tersebut. Oleh karena

itu, dengan tingkat pendidikan yang relatif baik (tinggi), keluarga contoh lebih

memilih kehidupan yang rasional seperti memiliki jumlah anak lebih sedikit

karena dengan memiliki jumlah yang lebih sedikit akan diperoleh keuntungan,

antara lain: dapat mempertinggi status ia sandang dan tingginya opportunity cost

pengasuhan (Axinn, dan Barber Willis: Bollen, dan Glanville, 2002: 7-8).

Menurut Becker (1995), anak merupakan fungsi utilitas dimana anak yang

berkualitas berasal dari keluarga yang memiliki jumlah anak sedikit dengan

tingkat pendidikan atau kualitas tinggi. Semakin tinggi tingkat investasi untuk

pendidikan anak dalam keluarga maka kualitas sumberdaya keluarga atau

Page 221: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

221

kesejahteraan ekonomi keluarga relatif lebih baik. Namun demikian, hasil temuan

dilapangan diperoleh bahwa rata-rata pengeluaran investasi keluarga contoh di

daerah penelitian relatif rendah yaitu hanya 17,4 persen (Tabel 70).

Tabel 70 Sebaran Contoh Berdasarkan Kebutuhan Investasi Sumberdaya Manusia, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan Wilayah pesisir pantai

T o t a l

No

Kebutuhan Investasi

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Tidak sejahtera 170 97.7 146 96.7 316 97.2

02 Kurang sejahtera 4 2.3 5 3.3 9 2.8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di daerah penelitian masih

menganggap bahwa anak adalah faktor produksi bukan faktor konsumsi. Artinya,

anak dilihat dari jumlah bukan dari kualitas anak yang dimiliki. Tabel 70

memperlihatkan kenyataan yang tidak jauh berbeda dengan bukti empiris pada

Tabel 72 bahwa pengeluaran investasi pendidikan di daerah penelitian masih

sangat terbatas dimana distribusi mereka mengelompok pada golongan tidak

sejahtera yaitu mencapai 97 persen.

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif

Kesejahteraan ekonomi subjektif (subjective economic well-being) di

daerah penelitian relatif cukup baik. Hal ini ditandai dengan persentase keluarga

di wilayah penelitian yang merasa puas dalam pemenuhan keperluan mereka

sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non pangan maupun pemenuhan kebutuhan

investasi yaitu mencapai 60,3 persen. Namun demikian, apabila dibedakan

berdasarkan wilayah agroekologi ternyata persentase terbesar terdapat di wilayah

pegunungan yaitu 68,4 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai yang merasa

puas dalam pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari hanya sekitar 51 persen

(Tabel 71).

Page 222: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

222

Tabel 71 Sebaran Contoh Menurut Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

T o t a l

No Kepuasan Terhadap

pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari Jumlah % Jumlah % Jumlah %

01 Sangat Tidak Puas 26 14.9 27 17.9 53 16.3 02 Kurang Puas 29 16.7 47 31.1 76 23.4 03 Merasa Puas 57 32.8 50 33.1 107 32.9 04 Sangat Puas 62 35.6 27 17.9 89 27.4 - T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di wilayah pesisir

pantai disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya: faktor fisik/alam, sumberdaya

manusia, sumber usaha dan faktor aksesibilitas. Faktor fisik/alam misalnya, di

daerah penelitian mayoritas kesuburan tanah relatif rendah karena umumnya

daerah ini merupakan wilayah pasang surut dengan tanah bergambut. Kemudian,

aspek sumberdaya manusia ternyata rata-rata pendidikan masyarakat setempat

adalah sekolah dasar kebawah, dan sedikit sekali tamatan sekolah menengah

apalagi perguruan tinggi (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung

Timur, 2005). Kemudian, di wilayah pesisir pantai tingkat aksesibilitas wilayah

relatif rendah atau terbatas karena alat transportasi yang umum digunakan adalah

transportasi sungai dengan menggunakan perahu tempel/pompong dan speed boot

dengan tingkat frekuensi perjalanan terbatas.

Mata pencaharian atau sumber usaha mayoritas masyarakat di wilayah

pesisir pantai ini memiliki mata pencaharaian utama sangat terbatas yaitu hanya

sebagai nelayan dan usahatani kelapa. Berkenaan dengan usahatani, kepala desa

bertutur sebagai berikut:

“penghasilan masyarakat dari usahatani kelapa hampir tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan keluarga karena rendahnya harga kelapa butiran

yaitu sekitar Rp.650 per buah, sedangkan hasil yang diperoleh setiap

pemanenan yaitu selama 4 bulan sekali dengan produksi rata -rata 2,5 ton

dengan penghasilan sebesar Rp.1.625.000,- dan perlu diketahui bahwa

penghasilan ini belum termasuk biaya pemanenan dan biaya angkut.”

Page 223: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

223

Kemudian, penjelasan dari bapak Haji Abdullah tentang nelayan, beliau ini

disamping tokoh masyarakat atau orang yang disegani juga bekerja sebagai

nelayan. Kesimpulan beliau tidak jauh berbeda dengan pernyataan dari kepala

desa.

“Penghasilan nelayan di daerah ini relatif rendah disamping jumlah

tangkapan yang kecil juga modal usaha yang terbatas. Mayoritas

nelayan dimodali oleh pemilik modal, mereka bekerja sebagai nelayan

buruhan. Disamping itu, usaha nelayan sangat dipengaruhi musim,

apalagi kondisi sekarang tidak sama dengan kondisi musim beberapa

tahun yang silam. Seorang nelayan susah menebak kapan musim

pasang/gelombang dan kapan musim surut sehingga akan mempengaruhi

penghasilan atau hasil tangkapannya.”

Mengenai tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga atau tingkat kepuasan

masyarakat di wilayah pegunungan yang relatif cukup baik ditandai dengan

tingginya persentase responden yang merasa puas atau sangat puas dengan tingkat

kesejahteraan yang dimiliki yaitu mencapai 68,4 persen. Relatif tingginya

persentase masyarakat di wilayah pegunungan yang merasa puas dengan tingkat

kesejahteraan yang dimiliki dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, antara

lain: kondisi alam, lapangan kerja, aksesibilitas wilayah dan potensi sumberdaya

manusia. Kondisi alam misalnya: daerah penelitian berada di daerah pegunungan

sehingga kesuburan tanah relatif baik (jenis tanah latosol) dan cukup

menguntungkan untuk usaha tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan

(Balitbangda Provinsi Jambi, 2003). Seperti diketahui, usaha utama di daerah

penelitian adalah usahatani padi sawah, dan perkebunan kulit manis dan kopi

disamping itu juga ada usaha tanaman pangan seperti usahatani kentang, cabe, dan

pangan lainnya.

Relatif banyaknya cabang usaha masyarakat membuka peluang berbagai

macam lapangan kerja baik dari sektor off-farm, seperti: agroindustri (usaha dodol

kentang, keripik pisang, anyaman, dan lain- lain), industri rumahtangga (perabot

rumahtangga, dan membatik), jasa (transportasi, dan telekomunikasi), perhotelan,

maupun sektor lainnya sehingga pada gilirannya akan berdampak kepada

penghasilan masyarakat secara menyeluruh. Seperti dikemukakan oleh Mubyarto

Page 224: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

224

(1991), faktor lapangan kerja sangat menentukan penghasilan atau kesejahteraan

masyarakat. Kemudian, di wilayah pegunungan tingkat aksesibilitas wilayah

relatif cukup baik, seperti transportasi cukup lancar walaupun terbatas pada

transportasi darat, dan hampir setiap jam perjalanan dari desa ke kota kabupaten

dan sebaliknya selalu tersedia. Kemudian, aksesibilitas lain yang sangat

mendukung kelancaran perekonomian daerah yaitu tersedianya sarana penerangan

(PLN), air minum (PDAM), dan alat telekomunikasi. Sehubungan alat

telekomunikasi, ternyata di wilayah pegunungan hampir di setiap ibu kota

kecamatan telah ada “tower telekomunikasi” dari berbagai macam cabang

(indosat, telkomsel, dan lain- lain). Dengan arti kata, di daerah ini hampir di setiap

desa sudah bisa menggunakan jasa telekomunikasi seperti layaknya di daerah

perkotaan.

Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pangan

Kepuasan keluarga contoh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan

keluarga dikaji dalam dua aspek yakni: aspek frekuensi makan setiap hari dan

keragaman pangan yang dikonsumsi keluarga. Melalui dua pendekatan ini

diharapkan keperluan pangan anggota keluarga yang ada di daerah penelitian

terpenuhi dari segi kecukupan akan zat gizi yang diperlukan. Seperti tertera pada

Tabel 72, proporsi terbesar (61 %) keluarga contoh di daerah penelitian merasa

puas dalam konsumsi pangan. Apabila dikelompokkan berdasar daerah penelitian

ternyata masyarakat yang paling banyak merasa puas dalam penyediaan konsumsi

pangan terdapat di daerah pegunungan (72 %), sedangkan di daerah pesisir pantai

yang merasa puas hanya sekitar 49 persen.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa frekuensi makan keluarga

responden di daerah penelitian relatif terpenuhi. Persentase masyarakat pada

golongan ini yang mencapai 80 persen lebih menyatakan bahwa mereka biasa

makan setiap hari tiga kali dengan menu makanan cukup beragam yaitu makan

nasi dengan lauk pauk (bergantian antara daging, ayam dan ikan), sayur dan

pangan lainnya.

Page 225: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

225

Tabel 72 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pangan, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir Pantai

T o t a l

No

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan

Pangan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Tidak Puas 13 7.5 17 11.3 30 9.2

02 Kurang Puas 35 20.1 59 39.1 94 28.9

03 Merasa Puas 73 42.0 46 30.5 119 36.6

04 Sangat Puas 53 30.5 29 19.2 82 25.2

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Non Pangan

Pemenuhan kebutuhan non pangan diukur dari pemenuhan akan sandang

atau pakaian, papan/perumahan, energi dan komunikasi ditambah dengan

pemenuhan kebutuhan sosial. Pemenuhan sandang misalnya walaupun bukan

merupakan kecukupan dasar tetapi ia sangat diperlukan dalam menjalankan

berbagai aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, tingkat pemenuhan kebutuhan

sandang ini sangat penting diperhatikan. Begitu juga kecukupan akan perumahan

dan energi serta alat komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi

keluarga dengan tingkat pemenuhan kebutuhan non pangan cukup baik (merasa

puas dan sangat puas) mencapai 52 persen (Tabel 73). Namun, proporsi keluarga

dengan persentase yang merasa puas dan sangat puas dalam konsumsi non pangan

lebih kecil dibandingkan dengan persentase keluarga yang merasa puas dan sangat

puas dalam konsumsi pangan.

Apabila dibedakan berdasarkan wilayah agroekologi ternyata persentase

terbesar (59,8 %) yang merasa puas dan sangat puas terhadap pemenuhan

kebutuhan non pangan terdapat di wilayah pegunungan, sedangkan di wilayah

pesisir pantai hanya 42,4 persen. Relatif rendahnya persentase masyarakat di

wilayah pesisir pantai yang merasa puas dan sangat puas terhadap pemenuhan

kecukupan non pangan disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: harga non pangan,

seperti pakaian yang ditawarkan dipasaran relatif mahal, dan terbatasnya pasar

Page 226: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

226

karena terbatasnya aksesibilitas jalan, namun demikian di daerah ini banyak

ditemui pasar pakaian-pakaian bekas.

Tabel 73 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Non Pangan, 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir Pantai

T o t a l

No

Tingkat Pemenuhan Non Pangan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Tidak Puas 32 18,4 35 23,2 67 20,6

02 Kurang Puas 38 21,8 52 34,4 90 27,7

03 Merasa Puas 59 33,9 38 25,2 97 29,9

04 Sangat Puas 45 25,9 26 17,2 71 21,8

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Bagian lain dari pemenuhan kebutuhan non pangan yaitu kepuasan dalam

kegiatan sosial. Sikap sosial merupakan kebutuhan pribadi masing-masing

responden yang sulit diukur secara kuantitatif namun kepuasan ini bisa dilihat dari

kontribusi keluarga responden dalam berbagai kegiatan sosial masyarakat.

Kegiatan-kegiatan tersebut, dapat berupa kegiatan yang disponsori oleh

pemerintah, misalnya kegiatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia setiap

tanggal 17 Agustus, maupun kegiatan sosial budaya masyarakat dan agama,

seperti kegiatan acara adat, dan kegiatan-kegiatan hari besar agama terutama hari

besar agama islam. Besar kecilnya kontribusi untuk kegiatan sosial merupakan

salah satu tolok ukur tingkat kesejahteraan dan status seseorang dalam

masyarakat. Terdapat 50 persen lebih responden merasa puas dan sangat puas.

Apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian tampaknya persentase terbesar

masih terdapat di wilayah pegunungan yaitu 60 persen, sedangkan di wilayah

pesisir pantai sekitar 51 persen. Relatif besarnya proporsi responden dengan

kegiatan sosial di wilayah pegunungan merupakan hal yang wajar, karena

kepedulian sosial masyarakat yang relatif tinggi juga disebabkan oleh intensitas

kegiatan sosial masyarakat relatif lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan

sosial di wilayah pesisir pantai.

Page 227: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

227

Kepuasan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Investasi Sumberdaya Manusia

Pemenuhan kebutuhan investasi sumberdaya manusia dibagi dalam dua

kelompok yaitu pemenuhan kebutuhan terhadap biaya pendidikan dan biaya

kesehatan. Pemenuhan kebutuhan biaya pendidikan misalnya, sangat penting

untuk pembangunan sumberdaya manusia masa akan datang. Oleh karena itu,

investasi dibidang pendidikan adalah mutlak demi masa depan terutama anak-

anak usia sekolah. Pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anak usia sekolah ini

dilihat dari tingkat kebutuhan biaya yang diperlukan oleh anak didik baik

keperluan yang bersifat wajib, seperti SPP, uang pembangunan sekolah, biaya

OSIS, maupun keperluan lainnya, seperti: buku teks, biaya transpor, dan uang

jajan.

Kepuasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, melalui hasil wawancara

diperoleh informasi bahwa rata-rata tingkat pemenuhan kecukupan investasi

keluarga (Tabel 74) di daerah penelitian baru dirasakan oleh sebagain kecil

responden (45,9 persen) dan lebih kecil dibandingkan dengan persentase tingkat

pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Hal ini disebabkan oleh adanya

perbedaan kebutuhan bagi masyarakat disamping terbatasnya penghasilan yang

dimiliki. Apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian ternyata persentase

terbesar yang merasa puas dan sangat puas terhadap pemenuhan investasi

sumberdaya manusia terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai 53,5 persen,

sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya 37,1 persen.

Dari kedua pemenuhan kebutuhan investasi tersebut, persentase responden

yang merasa puas dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan baru mencapai 43

persen. Artinya, di daerah penelitian masih banyak yang belum merasa puas

terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan. Berdasarkan wilayah penelitian

tampaknya pemenuhan kebutuhan yang paling rendah terdapat di wilayah pesisir

pantai yaitu hanya 33 persen, sedangkan pemenuhan kebutuhan pendidikan di

wilayah pegunungan sudah mencapai 51 persen. Hal ini perlu dipikirkan secara

serius oleh pemerintah setempat untuk kemajuan pembangunan daerah kedepan.

Pemenuhan kebutuhan pendidikan masyarakat terutama anak usia sekolah perlu

Page 228: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

228

dimasukkan sebagai prioritas pembangunan disamping pembangunan fisik dan

infrastruktur lainnya. Lain halnya dengan investasi untuk kesehatan, data

menunjukkan bahwa rata-rata investasi keluarga untuk kesehatan relatif lebih

tinggi walaupun masih lebih rendah dari pemenuhan kebutuhan pangan dan non

pangan yaitu sekitar 48 persen.

Tabel 74 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Pemenuhan Investasi Sumberdaya Manusia, Tahun 2006

Sebaran Contoh

Wilayah Pegunungan

Wilayah Pesisir Pantai

T o t a l

No

Tingkat Pemenuhan

Investasi Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Sangat Tidak Puas 34 19.5 36 23.8 70 21.5

02 Kurang Puas 47 27.0 59 39.1 106 32.6

03 Merasa Puas 53 30.5 39 25.8 92 28.3

04 Sangat Puas 40 23.0 17 11.3 57 17.6

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0

Apabila dirinci berdasarkan alokasi kebutuhan sehari-hari keluarga,

tampaknya distribusi kepuasan pemenuhan kebutuhan keluarga di wilayah

penelitian juga menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara keluarga yang

berada di wilayah pesisir dengan keluarga yang berada di wilayah pegunungan

(Tabel 75).

Tabel 75 Persentase Contoh Merasa Puas Terhadap Pemenuhan Alokasi Kebutuhan Sehari-hari, 2006

Sebaran Contoh (%)

No

Kepuasan Terhadap Pemenuhan Alokasi Kebutuhan

Sehari-hari

Wilayah pegunungan

Wilayah pesisir pantai

Rata-rata

01 Puas terhadap pemenuhan pangan 72,5 49,7 61,1

02 Puas terhadap pemenuhan non pangan

59,5 42,6 51,1

03 Puas terhadap pemenuhan investasi sumberdaya manusia

53,4 37,4 45,4

- Rata-rata 61,8 43,2 52,5

Page 229: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

229

Proporsi keluarga contoh dengan tingkat kepuasan tinggi yang berada di wilayah

pegunungan adalah relatif besar dibandingkan dengan keluarga contoh yang

berada di wilayah pesisir. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan ekonomi

objektif (proxy pengeluaran) tidak selalu menentukan tingkat kepuasan keluarga

di daerah penelitian.

Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Keterkaitan modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga

(economic well-being) dianalisis dengan menggunakan model SEM. Melalui

model ini dapat diketahui pengaruh atau hubungan antar konstrak secara

kausalitas. Sesuai dengan hipotesis, sehingga variabel konstrak terdiri dari empat

bagian variabel laten, yakni: (1) Asosiasi Lokal (Aslok) dengan loading variabel:

(X1) jumlah asosiasi yang diikuti, (X2) tingkat partisipasi, dan (X3) manfaat

asosiasi, (2) Karakter Masyarakat (Kmas) dengan loading variabel: (X4)

kepercayaan, (X5) solidaritas, dan (X6) semangat kerja, (3) Kesejahteraan

Ekonomi Objektif (KEO) dengan loading variabel: (Y1) kebutuhan pangan, (Y2)

non-pangan, dan (Y3) kebutuhan investasi sumberdaya manusia, (4)

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES) dengan loading variabel: (Y4)

pemenuhan kebutuhan pangan, (Y5) non-pangan, dan (Y6) pemenuhan kebutuhan

investasi sumberdaya manusia.

Berdasarkan analisis melalui model SEM dengan program LISREL

diperoleh hasil bahwa tingkat validitas konstrak penelitian pengaruh modal sosial

dengan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di wilayah penelitian cukup

valid. Artinya, model-model yang disusun dalam rancangan penelitian cocok atau

fit dengan data yang dikumpulkan. Kecocokan atau kehandalan rancangan

penelitian dan data yang dijaring ditandai oleh nilai-nilai alat uji yang digunakan.

Nilai hasil pengujian model mendekati dan melebihi dari cut-off value yang

dikehendaki pada masing-masing alat uji (Tabel 76). Menurut Joreskog dan

Sorbom (Freund, dan Carneli, 2004:104) bahwa ada 31 alat uji yang digunakan

dalam menguji model.

Page 230: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

230

Tabel 76 Goodness of Fit Index Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

No Goodness of Fit Index Cut-off

value Wilayah

pegunungan

Wilayah Pesisir pantai

1 X2 (Chi – Square) = no sign atau lebih kecil 0,00 0,00 0,00 2 RMSEA (Root Mean Square Error of

Approximation) < 0,08 0,07 0,03

3 GFI (Goodness of Fit Index) > 0,90 0,99 0,99 4 CFI (Comparative Fit Index) > 0,94 1,00 1,00

Sumber: Joreskog & Sorbom (Freund, dan Carneli, 2004:104)

Namun, uji yang sering digunakan dan relevan yaitu mengukur nilai Chi-

Square (X2), Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA), Goodness of

Fit Index (GFI) dan nilai Comparative Fit Index (CFI) (Baker, et al., 2005;9).

Melalui hasil pengujian model ternyata item loadings untuk variabel-variabel laten

dalam model juga menunjukkan konsistensi internal (reliabilitas) cukup signifikan

kecuali loading variabel jumlah asosiasi yang diikuti responden dan loading

varibel manfaat asosiasi bagi keluarga di wilayah pesisir pantai yang memiliki

koefisien yang relatif lebih rendah. Seperti terlihat pada Gambar 11 yaitu di

wilayah pegunungan, variabel laten asosiasi lokal (Aslok) misalnya yang terdiri

dari tiga dimensi yakni: jumlah asosiasi, tingkat partisipasi, dan manfaat asosiasi

memiliki nilai loading yang cukup signifikan. Melalui model diketahui item

loadings (X1) jumlah asosiasi yang diikuti (? = 0,84), (X2) tingkat partisipasi (? =

0,59), dan (X3) manfaat asosiasi (? = 0,40). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh

item loadings pada variabel laten karakter masyarakat dan kesejahteraan ekonomi

keluarga semuanya menunjukkan nilai (? ) yang signifikan. Hasil analisis

menunjukkan bahwa variabel modal sosial (asosiasi lokal dan karakter

masyarakat) baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif

sangat nyata dan signifikan terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi objektif dan

kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga (subjective economic well-being)

dengan nilai betha (ß) masing-masing adalah 10,76 dan 8,23.

Page 231: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

231

Gambar 11 Hubungan Struktural Modal Sosial dengan Kesejahteraan Keluargadi Wilayah Pegunungan Provinsi Jambi, Tahun 2006

10,8**

11**8,2**

5,5**

(**) Alpha = 0,01, T-table > 2,4

Keterangan:Aslok (AsosiasiLokal): (X1) Jumlah asosiasi yg diikuti, (X2) tingkat partisipasi, dan (X3) manfaat asosiasi. Kmas (Karaktermasyarakat): (X4) keterpercayaan, (X5) solidaritas, dan (X6) semangat kerja. KEO (Kesejahteraan Ekonomi Objektif): (Y1) kebutuhanpangan, (Y2) kebutuhan non-pangan, dan (Y3) investasi. KES (Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ): (Y1) kepuasan pemenuhanpangan, (Y2) kepuasan pemenuhan non-pangan, dan (Y6) kepuasan pemenuhan investasi.

0,41

ASLOK

KMAS

KEO

KES

Hal ini membuktikan hipotesis yang dibangun sebelumnya bahwa modal

sosial dalam hal ini asosiasi lokal dan karakter masyarakat secara kausalitas dapat

mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga. Artinya, semakin tinggi

tingkat modal sosial yang dimiliki oleh keluarga maka semakin baik pula tingkat

kesejahteraan mereka. Namun, di wilayah pesisir pantai terjadi sebaliknya

(Gambar 12) bahwa laten variabel modal sosial (asosiasi lokal dan karakter

masyarakat) secara bersama-sama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kesejahteraan ekonomi keluarga. Artinya, setiap peningkatan modal sosial

(asosiasi lokal dan karakter masyarakat) akan dapat mengurangi tingkat

kesejahteraan ekonomi keluarga baik kesejahteraan ekonomi objektif maupun

kesejahteraan ekonomi subjektif. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat partisipasi

masyarakat pesisir pantai dalam kelompok dan organisasi terutama asosiasi yang

produktif tidak seperti pada masyarakat di wilayah pergunungan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat pesisir pantai bergerak dalam asosiasi

sosial, seperti yasinan yaitu mencapai 43 persen, majlis taklim 20 persen,

perkumpulan kesukuan dan perkumpulan lainnya 22 persen sedangkan asosiasi

yang produktif dari segi ekonomi hanya 15 persen.

Page 232: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

232

Gambar 12 Hubungan Struktural Modal Sosial dengan Kesejahteraan Keluargadi Wilayah Pesisir Pantai Provinsi Jambi, Tahun 2006

- 4**

- 3,8** 10,5**

1,9

(**) Alpha = 0,01, T- table > 2,4

Keterangan:Aslok (Asosiasi Lokal): (X1) Jumlah asosiasi yg diikuti , (X2) tingkat partisipasi, dan (X3) manfaat asosiasi. Kmas (Karaktermasyarakat): (X4) keterpercayaan, (X5) solidaritas, dan (X6) semangat kerja. KEO (Kesejahteraan Ekonomi Objektif ): (Y1) kebutuhanpangan, (Y2) kebutuhan non pangan, dan (Y3) investasi . KES (Kesejahteraan Ekonomi Subjektif ): (Y1) kepuasan pemenuhanpangan, (Y2) kepuasan pemenuhan non-pangan, dan (Y6) kepuasan pemenuhan investasi.

-0,32

ASLOK

KMAS

KEO

KES

Berkenaan dengan peran modal sosial terhadap peningkatan kesejahteraan

ekonomi keluarga di wilayah pegunungan ternyata melalui model SEM dan

didukung oleh hasil analisis deskriptif tentang manfaat dan akses modal sosial

terhadap kebutuhan keluarga menunjukkan bahwa modal sosial berupa jumlah

asosiasi, tingkat partisipasi serta kegunaan atau manfaat asosiasi bagi keluarga

sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga. Modal sosial yang

paling dirasakan bermanfaat oleh masyarakat adalah asosiasi yang bergerak di

bidang produksi pangan yaitu mencapai 30 persen. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa asosiasi yang bergerak di bidang produksi pangan ini terdiri dari tiga jenis

asosiasi yang berkembang di masyarakat, yakni: asosiasi Kredit Usahatani Tani

(KUT), Kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (KP3A) dan asosiasi

Kelembagaan Adat. Asosiasi KUT misalnya adalah asosiasi yang disponsori oleh

pemerintah yang bergerak di bidang pertanian dengan kegiatan: bantuan bibit

(tanaman, ternak dan ikan) dan bantuan lainnya, KP3A adalah asosiasi desa yang

berkembang di masyarakat terutama di wilayah pegunungan yaitu kelompok

pengelola air irigasi yang digunakan untuk pengairan padi sawah.

Sesuai dengan kondisi alam dan mata pencaharian utama masyarakat

setempat (usahatani padi sawah), KP3A ini berkembang dengan pesat dan banyak

Page 233: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

233

kelompok KP3A dijumpai dalam berbagai kelompok kalbu pada masing-masing

desa di wilayah pegunungan. Kelompok ini memegang peranan penting dalam

meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya produksi usahatani dan

produktivitas kerja karena KP3A disamping berperan dalam penyaluran air irigasi

juga dapat mengatasi atau membantu dalam penghematan waktu kerja petani.

Kondisi ini di dukung budaya yang dianut di wilayah pegunungan dalam sistem

pengelolaan usahatani padi sawah yang disebut sistem ”kalbu.” Sistem kalbu ini

sangat memudahkan dalam membangun kerja bersama. Keakraban dan latar

belakang budaya yang sama menguntungkan dalam pemanfaatan fasilitas

bersama karena memiliki tingkat emosional yang tinggi untuk kepentingan

bersama. Kahkoren (Grootaert, 1999:45) mencontohkan pengelolaan bendungan

irigasi di Bangladesh mirip dengan sistem kalbu yang ada di masyarakat jambi. Ia

membuktikan semangat kerjasama bagi kelompok yang berasal dari etnis dan

budaya yang sama sangat menguntungkan dalam pengelolaan bendungan irigasi

terutama semangat kerjasama.

Modal sosial lain yang cukup penting dalam meningkatkan kesejahteraan

ekonomi keluarga adalah kelompok ”handel.”21 Melalui kelompok ini,

penghasilan keluarga dapat bertambah karena adanya hasil dari nilai kerja

anggota keluarga dalam kelompok kerja bersama (collective action). Rata-rata

anggota keluarga terlibat dalam kegiatan kelompok handel yaitu dua orang

dengan frekuensi kerja selama sebulan dua kali dan setahun sepuluh bulan kerja

efektif dengan nilai per setiap kegiatan kelompok handel per orang rata-rata

sebesar Rp.20.000,- dan melalui hasil analisis diperoleh bahwa kegiatan

kelompok handel dapat memberikan kontribusi terhadap penghasilan keluarga

sebesar Rp.600.000,- per tahun (5,8 %) dari total penghasilan keluarga. Hasil

temuan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Grootaer

(1999:55) bahwa setiap satu orang anggota keluarga aktif mengikuti kegiatan

asosiasi lokal terutama asosiasi bidang produksi dapat meningkatkan penghasilan

keluarga sebesar 6,2 persen per kapita per tahun.

21 “handel” artinya sistem kerja kelompok (kalbu) dengan mengambil upahan dan setiap mendapat

upahan, penghasilannya disimpan terlebih dahulu dan dibagikan dalam satu tahun sekali.

Page 234: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

234

Studi yang sama juga ditemui di Amerika Latin, bahwa terdapat

perbedaan positif sangat nyata dan signifikan dalam tingkat keaktifan anggota

keluarga pada kegiatan asosiasi lokal dalam meningkatkan kesejahteraan

ekonomi keluarga (Durkin, 2000:2). Disisi lain, modal sosial dapat berperan

dalam mendapatkan berbagai akses fasilitas publik di masyarakat, seperti:

pengadaan air dan irigasi, kredit, dan input pertanian/teknologi. Besarnya akses

modal sosial ini karena adanya jaringan yang dibangun pada berbagai kelompok

(produksi dan sosial) di masyarakat. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda

dengan hasil temuan Haddad (2002:2) di Afrika Selatan bahwa keberadaan

modal sosial (jaringan sosial) individu rumahtangga yang kuat ternyata dapat

berperan untuk mendapatkan berbagai bentuk akses dalam masyarakat. Hasil

penelitian terbaru yang telah dibuktikan oleh Granoveter (Bandiera dan Amran,

2006:870) melalui penelitiannya di Mozambique tentang adopsi teknologi baru

oleh petani melalui jaringan sosial (social networks) yang berkembang di

masyarakat terutama jaringan yang terbangun melalui kelompok tetangga dan

keluarga (bonding and bridging). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

hubungan sosial dalam kelompok masyarakat berpengaruh positif sangat nyata

dan signifikan terhadap petani dalam mengadopsi teknologi baru di daerah

perdesaan.

Tabel 77 Nilai gamma (f ) dan betha (ß) antar Variabel Laten Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga, 2006

Wilayah pegunungan Wilayah pesisir pantai KEO KES KEO KES

No

Variabel Latent

langsung Tidak langsung

Langsung Tidak langsung

langsung Tidak langsung

langsung Tidak langsung

01 Aslok 10,76**

- 8,23** 8,23** -3,97**

- -3,83**

-3,83**

02 Kmas - - 5,49** - - - 1,85 -

03 KEO - - 10,97** - - - 10,53** -

Keterangan: (**) menunjukkan tanda pengaruh sangat nyata.

Tingginya motivasi petani untuk menerapkan teknologi baru melalui

jaringan sosial ini tidak terlepas dari tingkat keterpercayaan mereka terhadap

kelompok masyarakat tersebut karena mereka memiliki rasa percaya, saling

Page 235: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

235

membutuhkan, dan tidak pernah ada kerusakan hubungan. Berkenaan dengan

teknologi baru, ada empat peran dalam merubah perilaku manusia, yakni: (1)

intermediary, (2) amplifier, (3) determinant, dan peran (4) sebagai promoter

(Midden, Cees JH et al. 2007:156).

Kemudian, kelembagaan adat disamping berfungsi sebagai lembaga sosial,

pendidikan juga berperan sebagai kelompok yang bergerak untuk keperluan

pangan masyarakat (contoh: raskin). Modal sosial lain yang cukup penting dalam

meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga yaitu kelompok ”handel” dan

majlis taklim. Kedua kelompok ini memberi andil dalam kemajuan ekonomi,

pendidikan dan sosial anggota keluarga. Kelompok ”handel” misalnya, melalui

sistem kerja bersama (collective action) dapat menambah tabungan keluarga, dan

kelompok majlis taklim dapat meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan

keluarga dalam menangani masalah sosial dan spritual.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial dapat berperan dalam

meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga baik dilihat dari aspek peningkatan

kesejahteraan dalam penyediaan akan pangan, pendidikan (sumberdaya manusia),

tambahan modal, kesehatan maupun kesejahteraan dari aspek sosial melalui

jaringan sosial yang berkembang dimasyarakat. Hasil temuan ini didukung oleh

temuan Coleman (1990) bahwa modal sosial melalui jaringan sosial dapat

berperan dalam pembentukan sumberdaya manusia dan ekonomi. Sharma dan

Zeller (1997) membuktikan bahwa sejumlah kelompok masyarakat di Bangladesh

menunjukkan pengaruh positif sangat nyata dan signifikan terhadap pelayanan

kredit bagi anggota kelompok. Kemudian, Schneider et al., (1997) melihat bahwa

jaringan/ikatan hubungan cukup bermanfaat dan menguntungkan bagi masyarakat

dalam pembangunan sosial terutama dalam berbagai aktivitas pendidikan. Lebih

tegas lagi dikemukakan oleh Falk dan Kilpatrick (1999) bahwa jaringan sosial di

masyarakat dapat melakukan berbagai bentuk akumulasi modal (ekonomi dan

sosial).

Temuan lain dari hasil penelitian ini yaitu kontribusi anggota keluarga

dalam kelompok sosial dan kelompok lainnya yang produktif juga menunjukkan

hasil yang cukup signifikan. Dimana keterlibatan anggota keluarga dalam

kegiatan pada berbagai asosiasi lokal akan dapat meningkatkan penghasilan

Page 236: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

236

keluarga melalui tambahan fasilitas akses kelompok. Sebagai contoh keikutsertaan

dalam kelompok ”handel”. Artinya, satu orang anggota dalam keluarga yang

terlibat dalam kegiatan kelompok ”handel” hanya memperoleh satu bagian dari

penghasilan tetapi kalau lebih berarti jumlah penghasilan juga bertambah. Hasil

temuan ini juga banyak ditemukan di negara-negara lain. Seperti hasil temuan

Grootaer (1999:55) bahwa setiap satu orang anggota keluarga aktif mengikuti

kegiatan asosiasi lokal terutama asosiasi bidang produksi dapat meningkatkan

penghasilan keluarga sebesar 6,2 persen per kapita per tahun. Studi yang sama

juga ditemui di Amerika Latin, bahwa terdapat perbedaan positif sangat nyata dan

signifikan tingkat keaktifan anggota keluarga dalam kegiatan asosiasi lokal dalam

meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga (Durkin, 2000:2).

Modal sosial berhubungan secara struktural dengan penghasilan keluarga.

Dimana modal sosial dapat memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan berbagai

akses dalam masyarakat untuk keperluan keluarga seperti input pertanian, fasilitas

kredit dan kecukupan lain. Oleh karena itu, tingkat heterogenitas modal sosial

berpengaruh positif sangat nyata dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi

keluarga.

Keterkaitan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Oleh karena modal sosial bukan merupakan kapital yang dapat

mentransformasi langsung terhadap suatu hasil yang diharapkan maka ia dapat

dikatakan produktif atau berperan dalam meningkatkan penghasilan atau

kesejahteraan ekonomi keluarga harus melalui berbagai mekanisme. Sesuai

dengan manfaat dan akses modal sosial yang diharapkan masyarakat maka efek

modal sosial yang dapat mempengaruhi penghasilan dan kesejahteraan ekonomi

keluarga adalah melalui tiga mekanisme, yakni: berbagi informasi diantara

anggota kelompok, sistem kerja bersama atau gotong royong (collective action)

baik untuk kegiatan produktif maupun kegiatan sosial, dan pengambilan

keputusan bersama (musyawarah). Hasil temuan ini didukung oleh konsep yang

dikembangkan oleh Narayan dan Pritchett (1999:872-873) yaitu bahwa modal

sosial dapat mempengaruhi berbagai bentuk keluaran (outcomes) bagi masyarakat

Page 237: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

237

melalui lima mekanisme, yakni (1) dapat meningkatkan kemampuan masyarakat

dalam memantau berbagai kegiatan atau kebijakan pemerintah melalui jaringan

sosial (social network), (2) dapat meningkatkan berbagai bentuk tindakan atau

kebijakan bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dalam masyarakat, (3)

dapat memudahkan berbagai bentuk difusi inovasi melalui peningkatan hubungan

antar individu, (4) dapat mengurangi ketidaksempurnaan informasi yang diterima

masyarakat, seperti dalam pemanfaatan fasilitas kredit, berbagai bentuk produksi,

lahan pertanian, dan lapangan kerja, dan (5) dapat meningkatkan asuransi

informal (informal insurance) bagi rumahtangga.

Besar kecilnya pengaruh modal sosial terhadap peningkatan penghasilan

dan kesejahteraan ekonomi keluarga sangat ditentukan oleh tipe interaksi sosial

yang berkembang atau yang diikuti oleh anggoat keluarga responden. Namun

demikian, tipe interaksi ini sangat bergantung pada jenis dan keragaman asosiasi

yang terdapat dimasyarakat. Seperti terlihat pada lampiran 3 bahwa jenis asosiasi

lokal yang terdapat di daerah penelitian cukup heterogen baik yang berakar dari

kelompok masyarakat sendiri maupun yang disponsori oleh pemerintah maka tipe

interaksi sosial yang berkembang di daerah penelitian menganut trio tipe, yakni:

interaksi sosial melalui kekerabatan keluarga( bonding), melalui kolega atau

teman ( bridging) dan interaksi sosial melalui lembaga atau institusi formal

(linking). Hasil yang terdapat di daerah penelitian ini sejalan dengan konsep

yang dikembangkan oleh Woolcock (Thomas dan Heres, 2004), bahwa modal

sosial dapat dilihat dari tiga tipe ikatan hubungan atau koneksi (type of networks).

Pertama, modal kekerabatan (bonding capital), yaitu ikatan hubungan yang

berkaitan dengan hubungan kekerabatan (emosional tinggi) yakni: hubungan antar

anggota keluarga, teman dekat, dan tetangga. Kedua, modal pergaulan (bridging

capital), yaitu tingkat kekerabatan relatif lebih jauh seperti: teman kerja, dan

kolega. Ketiga, hubungan kelembagaan (linking capital), yaitu ikatan hubungan

lebih renggang lagi dibandingkan kedua ikatan hubungan diatas. Hubungan

kelembagaan hanya dapat terjadi pada ikatan hubungan secara formal ( formal

institutions) baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat

luas.

Page 238: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

238

Sesuai dengan konsep yang dikembang dalam penelitian ini dan didukung

oleh sosial budaya masyarakat maka dimensi modal sosial yang digunakan yaitu

terdiri dari dua dimensi besar yang saling berhubungan secara kausalitas, yakni:

asosiasi lokal dan dimensi karakter. Kemudian, dimensi asosiasi lokal dilihat dari

aspek: jumlah asosiasi yang diikuti, tingkat partisipasi, manfaat asosiasi, dan

tingkat heterogenitas asosiasi yang diikuti responden, sedangkan dimensi karakter,

terdiri dari: keterpercayaan, solidaritas, dan dimensi semangat kerja keras.

Dimensi-dimensi yang dikembangkan di daerah penelitian ini di dukung teori

yang dikembangkan oleh Putnam (Winter, 2000) bahwa modal sosial dibagi

kedalam enam dimens i, yakni: (1) kebiasaan (tipe perjanjian: formal dan

informal), (2) tujuan bersama (antar institusi saling hormat menghormati), (3)

hubungan dalam pergaulan“bridging” (Trust dan reciprocity saling membangun

secara bersama-sama), (4) modal sosial sebagai perantara (keterpercayaan dapat

membangun sistem kedekatan antar individu), (5) intensitas hubungan (intensitas

hubungan antar individu merupakan kekayaan dan keuntungan ganda dalam

masyarakat), dan (6) lokasi sosial (menjalin hubungan kekerabatan (tetangga)

dengan baik dapat membangun sumberdaya modal sosial). World Bank juga

membagi bahwa modal sosial memiliki enam dimensi namun dalam konteks

sedikit agak berbeda, yakni: (1) jaringan/ikatan hubungan dan kelompok/

organisasi, (2) solidaritas dan kepercayaan, (3) kegotong royongan (collective

action and cooperations), (4) komunikasi dan informasi, (5) inklusi dan kohesi

sosial dalam masyarakat, dan (6) politik dan pemberdayaan (Grootaert, 2004:5).

Namun Haddad (2000:2) membagi modal sosial yang lebih sederhana dari Putnam

dan Konsep World Bank yaitu ke dalam 3 (tiga) dimensi, yakni: (1) tingkat

partisipasi rumahtangga dalam kelompok, (2) fungsi kelompok bagi rumahtangga,

dan (3) tingkat keterpercayaan rumahtangga dalam kelompok.

Model Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Perdesaan

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu

dihubungkan dengan konsep pendidikan/penyuluhan sumberdaya manusia untuk

terjadinya keberdayaan dan kemandirian, partisipasi, memiliki jaringan kerja dan

Page 239: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

239

berkeadilan. Menurut Mcardle (Hikmat, 2001:2), pemberdayaan merupakan

proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen

melaksanakan keputusan tersebut dan dapat bekerja secara mandiri. Implikasinya,

seperti yang dicontohkan oleh Schumacker dalam pemberdayaan masyarakat

miskin (Thomas: Hikmat, 2001:2). Pemberdayaan masyarakat miskin dapat

tercapai bila ditunjang oleh adanya struktur sosial yang tidak berpengaruh negatif

terhadap kekuasaan (powerful). Dengan kata lain, kelompok miskin dapat

diberdayakan melalui pendidikan/penyuluhan tentang ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEKS) sehingga dapat berperan sebagai agen pembangunan.

INPUT

•StrukturSosial

•KarakterMasyarakat

•Status sosialekonomi

ProsesPemberdayaan

• Sistem kerjaKelompok

• Pendidikan &Pelatihan

• MembangunNetworking

• Capacity Building

• Azas demokrasi

• Interaksi sosial

OUTPUT• Lap. Pekerjaan

• SD. Ekonomi

• Jaringan kerja

• Produktivitas kerja

• Ilmu pengetahuan

• Kepercayaan Masy

• Kepaduan sosial

• Transaction cost

• Kepuasanmengontrol diri

OUTCOME

KesejahteraanEkonomiObjektif

KesejahteraanEkonomiSubjektif

feed back

Gambar 13 Pemberdayaan Keluarga Berbasis Modal Sosial

Berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis modal

sosial diartikan sebagai proses pembelajaran orang dewasa yang

berkesinambungan dan ditujukan untuk memberikan kekuatan baik kekuatan

ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial maupun kekuatan pengetahuan spritual.

Pemberdayaan ini dilakukan secara sinergis antara pihak luar (pemerintah,

lembaga non pemerintah, maupun stakeholder) dengan tokoh masyarakat dan

peserta atau kelompok masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan

dengan pola individu dan kelompok. Kegiatan pemberdayaan dilakukan dua

Page 240: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

240

tahap, tahap pertama adalah pembekalan kognitif (pengetahuan: ekonomi, sosial

maupun spritual), dan tahap kedua adalah pembekalan dalam bentuk action atau

disebut dengan istilah intervensi secara ekonomi. Model pemberdayaan bagi

masyarakat perdesaan di wilayah penelitian menggunakan pendekatan input-

proses-output dan outcome yang di dasarkan pada model teoritis yang telah teruji

dan dikonfirmasikan melalui model persamaan struktural (SEM).

Kasus di wilayah pesisir pantai, dan sesuai dengan permasalahan yang

dighadapi maka model atau strategi pemberdayaan dimulai dari cara mengatasi

berbagai barier (rintangan) budaya (cultural) yang melekat selama ini yaitu

budaya pasrah dan kurang memanfaatkan waktu. Sebagai contoh, mereka sebagai

nelayan harus menghadapi berbagai musim. Menurut pengakuan nelayan, ada tiga

musim melaut, yakni: (1) musim penimur (musim makmur atau musim panen)

terjadi lebih kurang tiga bulan yaitu antara bulan april-juni, (2) musim normal

terjadi lebih kurang lima bulan yaitu antara bulan juli-november, dan (3) musim

pacak kelik atau sering disebut dengan istilah musim pacak gadai terjadi lebih

kurang empat bulan yaitu antara bulan desember – maret. Selama musim pacak

gadai ini, menurut hasil Focus Group Discussion (FGD) pada kelompok nelayan

dahlia dan indepth interview dengan bapak Nasib, diperoleh informasi bahwa

selama musim pacak kelik mereka hanya tinggal di rumah dan sesuai dengan

istilah yaitu musim pacak gadai maka musim ini para nelayan membelanjakan

semua penghasilan yang diperoleh sebelumnya dan tidak ada upaya untuk mencari

pekerjaan alternatif.

Berdasarkan hal tersebut dan sesuai dengan teori yang ada serta hasil

penelitian lainnya maka model strategi pemberdayaan masyarakat pesisir pantai

atau khususnya nelayan adalah memberdayakan mereka dalam mengikis barier

cultural pasrah dengan mencari alternatif pekerjaan yaitu dalam bentuk mixed-

farming melalui modal sosial kelompok kerja bersama baik berasal dari kelompok

kesukuan maupun kelompok kerja nelayan. Adapun usaha untuk kelompok kerja

sebagai pekerjaan sampingan yaitu usaha perkebunan kelapa dalam, dagang, jasa

angkutan dan lain sebagainya yang sesuai dengan pola usahatani yang

berkembang di wilayah sekitar pesisir pantai. Hal lain yang perlu diberdayakan

Page 241: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

241

masyarakat nelayan yaitu menggalang silaturrahmi diantara kelompok kesukuan.

Menurut Hardinsyah (2007:84), melalui silaturahmi dapat membangun

interaksi dan hubungan sosial yang kuat, untuk: (1) menumbuhkan rasa saling

simpati, saling pengertian, saling menghargai dan kasih sayang, (2)

mempermudah akses terhadap berbagai informasi termasuk informasi kesempatan

kerja dan kesempatan usaha, (3) menumbuhkan nilai-nilai yang disepekati

bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah bersama dan bahkan tak jarang

menghasilkan kelembagaan usaha bersama, dan (4) membangun kembali ingatan-

ingatan yang telah ada yang dikonteksikan dalam kepentingan sosial dan ekonomi

bagi kehidupan individu yang bersilaturarahmi maupun masyarakat secara luas.

Secara rinci strategi pemberdayaan masyarakat pesisir pantai melalui

analisis Strength, Weakness, Opportunity dan Threat (SWOT). Menurut UNDP

(Puspitawati, 2006:285), SWOT ini merupakan suatu tehnik analisis manajemen

dengan cara mengidentifikasi secara internal mengenai kekuatan dan kelemahan

dan secara eksternal mengenai peluang dan ancaman. Analisis SWOT ini

dipertimbangkan dalam kaitannya dengan konsep strategis dalam rangka

menyusun program aksi untuk mencapai tujuan kegiatan dengan cara

memaksimalkan kekuatan dan peluang, dan meminimalkan kelemahan dan

ancaman sehingga mengurangi resiko dan dapat meningkatkan efektivitas dan

efisiensi kegiatan program untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga.

Analisis SWOT pemberdayaan masyarakat pesisir pantai berbasis modal sosial

adalah sebagai berikut:

(1) Pertimbangan dari segi kekuatan atau strength adalah masyarakat Kabupaten

Tanjung Timur memiliki motivasi belajar yang tinggi, tingkat ketergantungan

masyarakat masih kuat, dan potensi lahan pertanian masih luas dan perlu

penanganan lebih intensif.

(2) Pertimbangan dari segi kelemahan atau weakness adalah keterbatasan tingkat

pendidikan, dan pengetahuan yang dimiliki, adanya budaya (cultural) pasrah

dan kurang memanfaatkan waktu kerja secara optimal sehingga tingkat

penghasilan yang diperoleh bertumpu pada usaha nelayan, terbatasnya modal

untuk pengembangan usaha, dan rendahnya tingkat keterpercayaan antara

Page 242: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

242

nelayan (buruh) dengan pemilik modal sehingga penghasilan yang diperoleh

rendah, serta terbatasnya sarana transportasi.

(3) Pertimbangan dari segi peluang atau opportunities, Muara Sabak adalah

wilayah strategis karena merupakan daerah lintasan segi tiga emas kawasan

pantai timur antara Singapura, Batam, dan Johor (SIBAJO) dan Singapura,

Johor, dan Riau (SIJORI). Letak geografis yang strategis ini menjadi peluang

yang baik bagi perkembangan ekonomi daerah Kabupaten Tanjung Jabung

Timur sehingga kebijakan di bidang peningkatan kesejahteraan ekonomi

keluarga disamping meningkatkan pengembangan usaha nelayan juga

diharapkan mengembangkan usaha lain termasuk jasa.

(4) Pertimbangan dari segi ancaman atau threat bahwa di Kabupaten Tanjung

Jabung Timur khususnya di Kecamatan Mendahara Ilir dan Nipah Panjang

semakin terbatasnya kawasan atau wilayah tangkap, dan semakin tingginya

tingkat pencemaran laut yang diakibatkan oleh limbah industri.

Melalui hasil penelitian dan kajian SWOT, maka rekomendasi

pembangunan peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga di wilayah pesisir

pantai diprioritaskan kepada:

(1) Pengembangan karakter masyarakat melalui berbagai pelatihan dan

pendidikan secara non formal termasuk pengembangan pendidikan agama

terutama bagi orang dewasa putus sekolah dan orang tua (kepala keluarga).

(2) Membangun sistem kerja kelompok dan networking yang saling

menguntungkan diantara kelompok masyarakat dan stakeholder lainnya.

(3) Membangun usaha kerja bersama melalui mitra kerja dan penanaman modal

bagi buruh nelayan.

(4) Membangun berbagai fasilitas masyarakat yang mendukung usaha nelayan

termasuk pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi.

Page 243: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

243

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(1) Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di wilayah perdesaan Provinsi Jambi

baik dilihat dari kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan

ekonomi subjektif adalah tergolong relatif baik. Kesejahteraan ekonomi

objektif secara rata-rata melebihi tingkat kesejahteraan yang ditentukan oleh

Badan Pusat Statistik, sedangkan kesejahteraan ekonomi subjektif ditandai

dengan tingginya persentase masyarakat setempat yang merasa puas dalam

pemenuhan keperluan mereka sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non-pangan

maupun kebutuhan investasi sumberdaya manusia yang relatif memuaskan

yaitu mencapai 52,5 persen.

(2) Modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat) baik secara langsung

maupun tidak langsung berpengaruh positif sangat nyata terhadap tingkat

kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga

(subjective economic well-being) di wilayah pegunungan. Hal ini

membuktikan hipotesis yang dibangun sebelumnya bahwa asosiasi lokal dan

karakter masyarakat secara bersama-sama dapat mempengaruhi tingkat

kesejahteraan ekonomi keluarga. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial

yang ada di masyarakat maka tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di

masyarakat tersebut semakin baik.

(3) Model pemberdayaan keluarga di wilayah perdesaan adalah berbasis modal

sosial. Pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis modal sosial diartikan

sebagai proses pembelajaran orang dewasa yang berkesinambungan dan

ditujukan untuk memberikan kekuatan baik kekuatan ekonomi, ilmu

pengetahuan, sosial maupun kekuatan spritual.

Saran

(1) Oleh karena kesejahteraan individu tidak sama dan tidak dapat disamakan

maka kedepan, kebijakan pemerintah menetapkan tolok ukur kesejahteraan

ekonomi keluarga tidak terbatas pada tolok ukur kesejahteraan objektif yang

Page 244: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

244

mengukur kesejahteraan dari nilai pendekatan baku. Tetapi sudah melihat

kepada kecukupan masyarakat dengan pendekatan kepuasan (subjective

economic well-being).

(2) Dalam mengambil kebijakan peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga di

wilayah perdesaan perlu mempertimbangkan indikator ”modal sosial” sebagai

variabel penentu kesejahteraan.

(3) Penguatan modal sosial sangat tepat dalam pemberdayaan masyarakat

perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga (kesejahteraan

ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif).

DAFTAR PUSTAKA

Baker, Kristine R., Ofstedal Mary Beth, Zimmer Zachary, Tang Zhe, dan Chuang Yi-Li. 2005. Reciprocal Effects of Health and Economic Well-being among Older Adults in Taiwan and Beijing. New York: Working Paper No. 197. ISSN: 1554-8538. Policy Research Division. Population Council. Inc.

Bandiera Oriana, dan Imran Rasul. 2006. Social Networks and Technology Adoption in Northern Mozambique. The Economic Journal, 116 (October) 869-902. America: Blacwell Publising, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.

Bollen, K.A. 1989. Stuctural Equation with Latent Variable. Washington: John Wiley & Sons, Inc.

Coleman, James. 1998. Social Capital in the Creation of Human Capital. http://poverty.worldbank.org/library/subtopic/5038/

Dasgupta, F., dan Serageldin, 2000. Social Capital: A Multifaceted Perspective. The World Bank, Washington: ISBN 0-8213-4562-1.

Durkin, John. 2000. Measuring Social Capital and Its Economic Impact. Chicago: Horis Graduate School of Public Policy Studies University of Chicago.

Flores, Margarita, dan Fernando. 2003. Social Capital and Poverty Lessons from Case Studies in Mexico and Central America. ESA Working Paper No. 03-12. Vol 25, Number 1. New York: Agricultural and Development Economics Division, The Food and Agricultural Organization of the United Nations.

Freund, Anat, dan Abraham, Carneli, 2004. The Relationship between Work Commitment and Organizational Citizenship Behavior among Lawyers in the Private Sector. The Journal of Behavioral and Applied Management. Vol. 5, No.2, p:93-113, winter 2004.

Page 245: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

245

Grootaert, Christian. 1999. Social Capital, Household Well-being and Poverty in Indonesia. Working Paper No. 6. Washington: The World Bank, Social Development Departement. DC 20433, USA.

Haddad, Lawrence, dan John Maluccio. 2000. Social Capital and Household Well-being in South Africa: Patways of Influnce. New York: Prepered for presentation at the Study of African Economies. International Food policy Research Institute.

Hardinsyah, 2007. “Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial.” Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB, Bogor.

Hikmat, 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press Bandung.

Joreskog, G. Karl, Sorbom Dag, Stephen Du Toit; dan Mathilda doToit. 1999. LISREL 8, New Statistical Features. Chicago: SSI (Scientific Software International) Inc.

Midden Cees JH, Florian G. Kaiser, dan L. Teddy McCalley. 2007. Technology’s Four Roles in Understanding Individuals’ Conservation of Natural Resources. Journal of Social Issue, Vol. 63, No. 1, 2007, pp:155-174. Netherlands: Eindhoven University of Technology, Departemen of Human -Technology Interaction. E-mail: [email protected]

Milligan, Sue, Fabian Angela, Coope Pat, dan Errington Chris. 2006. Family Wellbeing Indicators from the 1981-2001 New Zealand Cencuses. New Zealand: Published in June 2006 by Statistics New Zealand in Conjunction with The University of Auckland and University of Otago. 2006, ISBN 0-478-26982-X.

Narayan, Deepa, dan Pritchett, Lant. 1999. Cents and Sociability: Household Income and Social Capital in Rural Tanzania . Economic Development and Cultural Change, Vol. 47, No. 4 (Jul., 1999), 871-897.

Pakpahan, Agus. 1996. “Penaggulangan Kemiskinan: Prinsip Dasar, Metodologi dan Upaya Penanggulangannya.” Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: Diedit oleh Sajogyo. Grasindo,

Peck Frank, dan Vicki, Goodwin. 2003. Economic Well-being of Communities and Regional Economic Development: Poles Apart?. Research Paper Series- No. 7 January, 2003. Centre Regional Economic Development. Northumbria University.

Robinson, Brooks B. 2002. Income Inequality and Ethnicity: An International View. Second Inequality and Pro-Poor Growth. Washington: Spring Conference the World Bank, Washington DC, June, 9-10, 2002.

Strauss, John, Kathleen Beegle, Agus Dwiyanto, Yulia Herawati, Daan Pattinasarany, Elan Satriawan, Bondan Sikoki, Sukamdi, dan Firman Witoelar, 2004. Indonesian Living Standards: Before and After the Financial Crisis. RAND Corporation, Santa Monica, USA, and Institute of Southeast-Asian Studies, Singapure.

Sumarti, Titik M.C. 1999. “Persepsi Kesejahteraan dan Tindakan Kolektif Orang Jawa dalam Kaitannya dengan Gerakan Masyarakat dalam Pembangunan Keluarga

Page 246: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

246

Sejahtera di Pedesaan.” Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumarwan, Ujang, dan Tahira, Hira. 1993. “The Effects of Percieved Locus of Control and Percieved Incomes Adequacy on Satisfaction with Financial Status of Rural Households.” Dalam Journal of Family Economic Issues. Vol. 14(4), Winter 1993. pp:343-64.

Page 247: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

247

PEMBAHASAN UMUM

Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Apabila merujuk pada pola pembangunan Indonesia dalam Pasal 33 UUD

1945 yang memberi arah pembangunan ekonomi untuk menuju kesejahteraan

sosial. Kata kunci pembangunan di Indonesia adalah kualitas Sumberdaya

Manusia (SDM). Kemudian, UU RI No 25 tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, pembangunan pangan dan

gizi tercantum dalam bidang ekonomi serta sosial budaya. Hal ini jelas

menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang dikembangkan selama ini tidak

berdampak positif terhadap kualitas SDM. Artinya adalah, setiap peningkatan

pertumbuhan ekonomi, GDP dan pendapatan perkapita ternyata tidak berpengaruh

positif terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. Kenyataan ini

menunjukkan bahwa tujuan pembangunan untuk mewujudkan pembangunan

Indonesia seutuhnya belum tercapai.

Seperti yang dialami oleh penduduk dunia ternyata di Indonesia tidak jauh

berbeda bahwa kesejahteraan masyarakat antar daerah menunjukkan tingkat

disparitas dan inequality yang cukup kentara. Apabila kesejahteraan didekati

dengan nilai Product Domestic Regional Bruto (PDRB), ternyata pembangunan

terpusat di pulau Jawa yaitu mencapai 59,56 persen dari total pendapatan,

Sumatera 22,05 persen, sedangkan pulau lainnya (Kalimantan, Sulawesi dan lain-

lain) hanya 8,22 persen. Kesenjangan pendapatan atau disparitas kesejahteraan

penduduk ini bermuara dari pola pembangunan yang mengacu pada pembangunan

ekonomi, dan dilaksanakan secara fragmented dengan bertumpu pada pertumbuhan

ekonomi dan sedikit sekali menyentuh pembangunan sumberdaya manusia apalagi

pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat.

Padahal tujuan pembangunan adalah membangun manusia Indonesia

seutuhnya dengan arah pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat.

Berkenaan dengan itu, arah pembangunan masa akan datang harus dilaksanakan

secara holistik dan komprehensif dengan melibatkan masyarakat. Supaya arah

pembangunan ini dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka pola

pembangunan ini dapat memanfaatkan berbagai bentuk struktur sosial yang ada

223

Page 248: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

248

dimasyarakat dan salah satunya adalah modal sosial. Modal sosial adalah berupa

tingkat keterpercayaan, rasa percaya, norma dan jaringan kerja baik informal

maupun formal yang ada di masyarakat mempunyai peran yang cukup penting dan

dapat memicu peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi (James

Coleman, (1990), Pierre Bourdieu, (1993), Robert Putnam, (1995), dan Francis

Fukuyama, (1999). Studi kasus di Indonesia, World Bank melaporkan bahwa

modal sosial mempunyai kontribusi dan berpengaruh positif terhadap peningkatan

kesejahteraan keluarga (Grootaert, 1999). Hal ini sejalan dengan visi dan misi

program Millenium Development Goals (MDGs) bahwa pemberantasan

kemiskinan dan kelaparan berbasis pada masyarakat atau penduduk sehingga

penduduk dunia pada tahun 2015, minimal separo dari target pembangunan bebas

dari kemiskinan, kemelaratan dan sejenisnya.

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga dan Disparitas

Kesejahteraan diartikan suatu tata nilai kehidupan dan penghidupan bagi

setiap individu, keluarga dan masyarakat terhadap berbagai aspek, seperti:

ekonomi, sosial, maupun spritual untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan

kebutuhan jasmani dan rohani. Oleh karena itu, program pembangunan

peningkatan kesejahteraan harus dilaksanakan secara holistik dan komprehensif,

sedangkan selama ini pendekatan yang digunakan untuk menilai tingkat

kesejahteraan masyarakat hanya bertumpu pada pendekatan ekonomi baik yang

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) sehingga program yang dijalankan selama ini

belum banyak hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Untuk mengatasi hal

tersebut, penelitian tentang kesejahteraan keluarga di daerah perdesaan Provinsi

Jambi menggunakan dua pendekatan, yakni: Kesejahteraan Ekonomi Objektif

(KEO) dan Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES). Kesejahteraan Ekonomi

Objektif (KEO) keluarga di wilayah penelitian diukur dengan proxy besarnya

pengeluaran keluarga. Pengeluaran keluarga yaitu pengeluaran yang diperuntukkan

pembelian kebutuhan keluarga sehari-hari, yakni kebutuhan pokok dan kebutuhan

lainnya. Dengan kata lain, pengeluaran keluarga dialokasikan untuk kebutuhan

Page 249: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

249

pangan, non pangan dan kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Porsi

pengeluaran tersebut akan mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu kelompok

masyarakat (Mangkuprawira, 2002: 74). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara pengeluaran kecil (miskin)

dengan pengeluaran relatif besar (keluarga berkecukupan). Distribusi pengeluaran

pada kelompok hampir berkecukupan keatas mencapai 79,4 persen. Apabila

dibedakan berdasarkan wilayah agroekologi ternyata persentase pengeluaran

terbesar keluarga contoh terdapat di wilayah pesisir pantai yaitu mencapai 87

persen lebih, sedangkan di wilayah pegunungan hanya sekitar 72 persen. Merujuk

pada standar kemiskinan, ternyata persentase pengeluaran keluarga contoh yang

berada pada tingkatan pengeluaran kurang berkecukupan hanya sebesar 34,8

persen, sedangkan yang tergolong sangat miskin hanya 5,2 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa keluarga contoh di daerah penelitian berdasarkan pada

tingkat pengeluaran dapat di kategorikan pada kelompok sejahtera.

Distribusi tingkat pengeluaran keluarga menunjukkan hasil yang cukup

menggembirakan yakni distribusi pengeluaran keluarga antara kelompok terendah

dengan kelompok penerima pengeluaran paling atas relatif merata. Kelompok 40

persen penerima pengeluaran terbawah rata-rata di atas 17 persen, sedangkan

distribusi pengeluaran 10 persen kelompok penerima pengeluaran teratas dengan

nilai juga cukup baik yaitu antara 14-16 persen. Dengan kata lain, terdapat nilai

Bobot Ketidaksamarataan (BK) masing-masing wilayah 1,6 dan 1,9. Nilai BK

wilayah pesisir pantai relatif lebih kecil dibandingkan dengan BK wilayah

pegunungan. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi pengeluaran keluarga di

wilayah pesisir pantai relatif sedikit kurang merata dibandingkan dengan distribusi

pengeluaran keluarga di daerah penelitian wilayah pegunungan. Ketidaksamarataan

pengeluaran masyarakat nelayan disebabkan adanya pola hubungan kerja antara

buruh dengan majikan. Dengan kata lain, terjadi saling ketidak percayaan antara

nelayan (buruhan) dengan pemilik modal dalam mengelola usaha.

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES) adalah wujud kebudayaan dan

terbentuk dalam proses interaksi sosial dalam masyarakat sehingga persepsi

kesejahteraan masyarakat desa akan berbeda dengan persepsi kesejahteraan

masyarakat kota bahkan berbeda dengan persepsi yang dibuat oleh pemerintah

Page 250: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

250

namun kesemuanya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pedoman hidupnya

untuk mewujudkan kesejahteraan itu sendiri. Kesejahteraan masyarakat desa

diperoleh dari nilai-nilai lokal melalui hasil sosialisasi dari nilai-nilai budaya dan

agama karena secara sosiologis dan psikologis bahwa setiap manusia mempunyai

nilai tersendiri tentang persepsi kesejahteraan. Secara operasional, ada dua

pendekatan mengenai KES yaitu pendekatan kebahagiaan dan kepuasan. Namun

variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan

variabel kebahagiaan karena ia dapat lebih mudah melihat kesenjangan antara

aspirasi dengan tujuan yang ingin dicapai. Tingkat kepuasan dapat

menggambarkan tingkat kemampuan seseorang mengevaluasi suatu aksi atau

dapat menjangkau berbagai kelompok kesejahteraan, sedangkan kebahagiaan

(happiness) hanya dapat merasakan berbagai peristiwa pada kelompok tertentu

dalam aksesnya dengan masyarakat dan institusi. Kemudian, kepuasan

(satisfaction) individu, keluarga dan atau masyarakat dapat menggambarkan

tingkat kemampuan mengkonsumsi barang dan jasa serta harapan masa depan

(Peck dan Goodwin, 2003:7).

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif (KES) diukur dengan melihat tingkat

kepuasan keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Data menunjukkan

bahwa distribusi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga (subjective

economic well-being) di wilayah penelitian relatif baik. Hal ini ditandai dengan

persentase masyarakat setempat yang merasa puas dalam pemenuhan keperluan

mereka sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non pangan maupun investasi relatif

memuaskan yaitu mencapai 60,3 persen. Namun demikian, apabila dibedakan

berdasarkan wilayah penelitian ternyata persentase terbesar kesejahteraan

masyarakat terdapat di wilayah pegunungan yaitu mencapai 68,4 persen,

sedangkan di wilayah pesisir, tingkat kesejahteraan yang merasa puas dalam

pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari hanya sekitar 51 persen. Hal ini

berhubungan terbalik dengan tingkat pengeluaran keluarga. Dengan arti kata,

tingkat pengeluaran sebagai proxy kesejahteraan ekonomi objektif tidak selalu

berkorelasi positif dengan tingkat kepuasan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

distribusi kepuasan keluarga di daerah penelitian baik pada tingkat kepuasan

keluarga di wilayah pesisir pantai maupun di wilayah pegunungan ternyata

Page 251: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

251

memiliki tingkat distribusi cukup merata, yakni 40 persen penerima kepuasan

terbawah rata-rata di atas 17 persen. Sebaliknya, distribusi penghasilan 10 persen

kelompok penerima kepuasan teratas dengan nilai juga cukup baik yaitu di bawah

17 persen. Berdasarkan data distribusi tersebut dapat diketahui bahwa BK kedua

wilayah penelitian menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dengan nilai

berkisar antara 2,24–1,9. Apabila merujuk kepada standar yang digunakan oleh

Bank Dunia dan Kuznets maka distribusi kepuasan keluarga di kedua wilayah

penelitian tergolong merata karena jauh lebih besar dari angka 0,3. Namun,

melalui hasil analisis (Uji U-test) diperoleh bahwa tingkat kesejahteraan keluarga

di wilayah pegunungan lebih merata dibandingkan dengan keluarga di wilayah

pesisir pantai baik kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan ekonomi

subjektif (kepuasan keluarga).

Peran Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Modal sosial merupakan investasi strategis baik secara individu maupun

kelompok. Sadar ataupun tidak sadar bahwa modal sosial dapat menghasilkan

hubungan sosial secara langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Penelitian tentang modal sosial kaitannya dengan

kesejahteraan sudah cukup banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya

namun konsep penelitian tentang modal sosial baru melihat dalam konteks

institusi atau kelembagaan dan jaringan kerja, padahal modal sosial bukan

semata-mata bentuk kelembagaan atau jaringan kerja yang terdapat di masyarakat

tetapi perannya cukup kompleks karena berkaitan erat dengan perilaku anggota

kelompok atau asosiasi baik formal maupun informal. Untuk itu, melalui penelitian

keterkaitan modal sosial dengan kesejahteraan keluarga ini mengkombinasikan antara

konsep kelembagaan dan karakter individu. Modal sosial merupakan bentuk

jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antar individu dan

kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan.

Modal sosial dikategorikan melalui dua dimensi yang saling berhubungan

Page 252: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

252

(interrelated), yakni: dimensi struktural, dan dimensi karakter22. Hasil pelitian

menunjukkan bahwa tingkat asosiasi lokal yang dimiliki keluarga contoh di

daerah penelitian cukup bervariatif baik dilihat dari jumlah asosiasi yang diikuti,

partisipasi maupun manfaat dari asosiasi lokal itu sendiri. Namun, sebagian besar

keluarga contoh memiliki asosiasi lokal tergolong tinggi yaitu mencapai 57,3

persen. Artinya, proporsi keluarga contoh yang memiliki asosiasi lokal pada

tingkat tinggi dan sangat tinggi mencapai 57,3 persen. Hal ini mengindikasikan

bahwa kepemilikan asosiasi lokal bagi keluarga contoh di daerah penelitian cukup

penting. Apabila dibedakan berdasarkan daerah penelitian ternyata kelompok

masyarakat yang memiliki tingkat asosiasi lokal tertinggi (kepemilikan asosiasi

lokal tinggi+sangat tinggi) terdapat di wilayah pegunungan dengan persentase

sebesar 67 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai sekitar 53 persen. Relatif

rendahnya tingkat asosiasi lokal yang dimiliki keluarga contoh yang terdapat di

wilayah pesisir pantai sangat erat kaitannya dengan jumlah dan tingkat

partisipasi mereka dalam kelompok atau organisasi yang terdapat dalam desa.

Keterlibatan keluarga contoh dalam berbagai asosiasi lokal sangat sedikit sekali,

baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan lainnya, dan hal ini diperparah lagi oleh

jumlah asosiasi yang berkembang di wilayah pesisir pantai sangat terbatas bila

dibandingkan dengan daerah wilayah pegunungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah asosiasi lokal yang diikuti

keluarga contoh di daerah penelitian tergolong besar karena lebih dari 59 persen

keluarga contoh mengikuti sebanyak tiga atau lebih asosiasi lokal. Dengan semakin

banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga contoh

diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat kebersamaan dan

solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya akan berdampak

terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Kemudian, pada masa era globalisasi,

reformasi dan otonomi daerah, asosiasi lokal yang berkembang di daerah dan

diikuti oleh anggota masyarakat akan sangat berperan dalam membendung dan

22 Konsep ini mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh Bourdieu (1986), Coleman (1988),

dan Putnam, Leonardi, dan Nanetti (1993), Grootaert (1997), Woolcock (1998), Fukuyama (1999), Uphoff (1999) (Dasgupta P., 2000:218), dan Flores dan Fernando (2003) (disempurnakan).

Page 253: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

253

menopang berbagai informasi berupa inovasi baru yang datang dari luar terutama

yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan pembangunan daerah.

Tinggi rendahnya peran modal sosial terhadap kesejahteraan keluarga

dilihat dari tingkat partisipasi mayarakat dalam berbagai kelompok atau asosiasi.

Tingkat partisipasi anggota keluarga contoh dalam asosiasi lokal dilihat dari dua

aspek, yakni tingkat keaktifan dalam pertemuan dan pengambilan keputusan

selama mengikuti pertemuan. Rata-rata partisipasi anggota keluarga dalam

mengikuti berbagai kegiatan atau pertemuan dalam kelompok/asosiasi

kemasyarakatan cukup tinggi yaitu mencapai 57 persen. Dengan arti kata, setiap

anggota keluarga dapat mengikuti berbagai kegiatan atau pertemuan

kelompok/asosiasi lebih dari 50 persen. Namun demikian, apabila dibedakan

berdasarkan daerah penelitian ternyata anggota keluarga contoh di wilayah pesisir

pantai memiliki tingkat partisipasi relatif lebih rendah dibandingkan dengan

anggota keluarga contoh di wilayah pegunungan, masing masing 49, dan 66

persen. Dengan kata lain, anggota keluarga contoh di daerah wilayah pesisir

pantai kurang aktif dalam mengikuti berbagai aktivitas dan pertemuan

kelompok/asosiasi sehingga akan berdampak kepada produktivitas kelembagaan

itu sendiri.

Variabel manfaat secara struktural merupakan elemen penting dalam

modal sosial karena variabel ini berkaitan erat dengan keterlibatan seorang

individu atau kelompok dalam asosiasi. Artinya, semakin besar nilai manfaat dari

suatu asosiasi bagi keluarga maka kontribusi setiap aktor semakin besar dan

sebaliknya. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa tingkat manfaat

asosiasi bagi keluarga contoh di daerah penelitian cukup besar, hal ini ditandai

dengan tingginya nilai persentase yaitu mencapai 70 persen lebih. Hasil Focus

Group Discussion (FGD) di wilayah pegunungan menyimpulkan bahwa asosiasi

desa yang ada di daerah ini baik asosiasi formal maupun informal cukup penting

dalam meningkatkan perekonomian dan hubungan sosial dalam masyarakat.

Keberadaan asosiasi di desa pegunungan sangat berperan sekali terutama sistem

kerja gotong royong ”collective action”, misalnya membangun jalan menuju ke

sentra produksi (kebun), membangun dan atau membersih hulu sungai untuk

pengairan persawahan, membangun fasilitas umum (masjid), madrasah, dan

Page 254: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

254

fasilitas umum lainnya. Hasil temuan lapangan diperolah informasi bahwa

terdapat lebih dari 18 asosiasi (formal dan informal) lokal yang dapat

dimanfaatkan oleh keperluan atau kepentingan keluarga responden. Apabila

dibedakan berdasarkan daerah penelitian ternyata asosiasi lokal terbanyak yang

berkembang dan dapat dimanfaatkan oleh keluarga contoh terdapat di wilayah

pegunungan yaitu sebanyak 16 unit, sedangkan di wilayah pesisir pantai hanya

10 unit.

Secara keseluruhan, asosiasi sosial merupakan persentase terbesar yang

dibutuhkan bagi anggota keluarga contoh yaitu mencapai 33 persen, kemudian

persentase terbesar kedua adalah asosiasi yang bergerak untuk kebutuhan pangan

yaitu mencapai 24 persen, sedangkan persentase terkecil yaitu asosiasi yang

bergerak di bidang kesehatan (6 persen). Namun, apabila dibedakan berdasarkan

daerah penelitian tampaknya terdapat perbedaan yang cukup signifikan kebutuhan

asosiasi yang terdapat di wilayah pegunungan dengan wilayah pesisir pantai.

Kebutuhan asosiasi di wilayah pegunungan misalnya, kebutuhan asosiasi dari

lima kelompok yang berkembang di masyarakat kebutuhannya cukup

proporsional kecuali asosiasi yang bergerak di bidang kesehatan, sedangkan

kebutuhan asosiasi yang terdapat di wilayah pesisir pantai hanya tertumpu pada

kelompok sosial yaitu mencapai 46 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa

masyarakat yang terdapat di wilayah pesisir pantai memiliki tingkat interaksi

sosial di masyarakat tergolong rendah. Kenyataan ini didukung oleh hasil diskusi

(FGD) dengan tokoh-tokoh masyarakat bahwa umumnya masyarakat di daerah

tersebut memiliki tingkat hubungan antar sesama anggota masyarakat sangat

terbatas. Keterbatasan hubungan keakraban antar sesama anggota masyarakat

karena banyaknya kelompok kesukuan sehingga sulit untuk membuat satu

kesatuan asosiasi untuk kepentingan bersama. Disisi lain, masyarakat pesisir lebih

banyak melakukan aktivitas secara individual daripada kelompok kecuali kalau

ada anggota masyarakat yang mendapat musibah (meninggal) itupun hanya

membantu memberi doa yang disebut sebagai asosiasi sosial (yasinan).

Kebutuhan asosiasi terbesar yang dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah

pegunungan adalah asosiasi yang bergerak di bidang pangan yaitu mencapai 30

persen. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa asosiasi yang bergerak di

Page 255: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

255

bibidang pangan ini berasal tiga jenis asosiasi yang berkembang di masyarakat,

yakni: Kelompok Usahatani (KUT), Kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air

(KP3A) dan asosiasi Kelembagaan Adat. KUT misalnya adalah asosiasi yang di

sponsori oleh pemerintah yang bergerak dibidang pertanian: bantuan bibit

(tanaman, ternak dan ikan) dan bantuan lainnya, KP3A adalah asosiasi desa yang

berkembang dimasyarakat di wilayah pegunungan yaitu kelompok pengelola air

irigasi yang digunakan untuk pengairan padi sawah, dan kelembagaan adat

disamping berfungsi sebagai lembaga sosial, pendidikan juga berperan sebagai

kelompok yang bergerak untuk keperluan pangan masyarakat (contoh: raskin).

Asosiasi terbesar kedua yang berkembang di wilayah pegunungan dan

dibutuhkan oleh masyarakat yaitu asosiasi yang bergerak di bidang pendidikan

(26 persen). Melihat distribusi yang ada, asosiasi yang bergerak dibidang

pendidikan ini berasal dari beberapa jenis asosiasi, yakni: Asosiasi Karang

Taruna, Majlis Taklim, PKK, kelompok keagamaan, dan kelompok kesenian

tradisional. Asosiasi lain yang cukup memberi andil terhadap kesejahteraan

masyarakat di wilayah pegunungan adalah asosiasi yang bergerak di bidang

sosial, tambahan modal dan kesehatan. Asosiasi yang bergerak di bidang sosial

adalah asosiasi ”leg,” kelembagaan adat, kesenian tradisional, dan asosiasi PBB.

Asosiasi ”leg” di wilayah pegunungan secara umum disebut kelompok yasinan.

Oleh karena, asosiasi ini mayoritas bergerak pada kelompok kalbu maka

kelompok ini disebut dengan istilah ”leg23.” Asosiasi yang bergerak dalam bidang

tambahan modal terdiri dari beberapa asosiasi, yakni: asosiasi ”handel24,” arisan,

KUT dan Koperasi (KUD dan keluarga). Asosiasi ”handel” sangat efektif

membatu keluarga baik untuk keperluan lebaran (pada saat lebaran) maupun

untuk keperluan tambahan modal kerja karena yang mendapatkan bantuan dari

asosiasi ini (uang milik bersama) tidak dikenakan bunga. Asosiasi POSYANDU

sebagai asosiasi yang bergerak dibidang kesehatan tampaknya masih relatif kecil

manfaatnya bagi masyarakat. Namun demikian, menurut hemat peneliti rendahnya

23 “leg” artinya sekumpulan atau sekelompok orang yang berasal dari hubungan pertalian darah

atau garis turunan tertentu (bonding) dengan tujuan bersama terutama kerjasama pada saat menghadapi musibah kematian, secara umum disebut dengan istilah kelompok yasinan.

24 “handel” artinya sistem kerja kelompok (kalbu) dengan mengambil upahan dan setiap mendapat upahan, penghasilannya disimpan terlebih dahulu dan dibagikan menjelang hari raya idul fitri.

Page 256: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

256

manfaat POSYANDU bagi masyarakat di daerah perdesaan banyak disebabkan

oleh faktor kesungguhan pemerintah memberikan akses pelayanan kepada

masyarakat. Hasil temuan di lapangan diperoleh informasi bahwa hampir sebagian

besar POSYANDU yang ada di daerah penelitian sudah banyak yang tidak

berfungsi lagi namun dengan adanya upaya revitalisasi POSYANDU diharapkan

asosiasi tersebut dapat melayani masyarakat terutama pelayanan kesehatan anak-

anak.

Dimensi lain dari modal sosial adalah karakter anggota masyarakat.

Karakter seorang individu merupakan “the sum total of the disinguishing qualities

of a person” atau sering juga disebut dengan istilah “moral exellence and

strength” (Webster, 1993). Lichona (Hastuti, 2006,11) melihat bahwa karakter

terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait satu sama lainnya, yakni: pengetahuan

tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling), dan

perilaku bermoral (moral behavior). Artinya, seorang individu yang berkarakter

baik apabila mereka dapat mengetahui tentang berbagai kebaikan (knowing the

good), menginginkan dan selalu mencintai kebaikan (loving the good), dan

seorang individu selalu melakukan berbagai tindakan yang baik (acting the good).

Implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan seorang individu yang berkarakter

baik dapat dilihat pada pola hidup dan interaksi sosial mereka dengan masyarakat

dalam konteks: nilai keterpercayaan, solidaritas dan semangat kerja. Nilai

keterpercayaan diukur dari tiga dimensi, yaitu: komitmen terhadap norma yang

berlaku, kejujuran, dan tanggung jawab. Solidaritas masyarakat dilihat dari aspek:

tingkat ketergantungan antar anggota masyarakat, saling bantu membantu, dan

aspek kepekaan terhadap kemajuan desa, sedangkan aspek semangat kerja diukur

dari disiplin dan keuletan kerja masyarakat.

Hasil pengamatan lapangan, terdapat lebih dari 50 persen keluarga contoh

di daerah penelitian tergolong pada kelompok dengan karakter masyarakat yang

tinggi dan sangat tinggi. Dengan arti kata, bahwa rata-rata pola hidup dan

interaksi sosial masyarakat di daerah penelitian khususnya di daerah perdesaan

Provinsi Jambi relatif kondusif. Namun, apabila dibedakan berdasarkan wilayah

penelitian ternyata proporsi keluarga contoh terbesar pada kelompok karakter

yang tinggi dan sangat tinggi terdapat di wilayah pegunungan (74,8 %),

Page 257: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

257

sedangkan masyarakat di wilayah pesisir pantai yang tergolong pada kelompok

berkarakter tinggi dan sangat tinggi hanya sekitar 33,8 persen. Artinya, kelompok

masyarakat yang memiliki karakter baik (kelompok karakter tinggi + sangat

tinggi) di wilayah pesisir pantai jauh lebih kecil dibandingkan dengan kelompok

masyarakat yang ada di wilayah pegunungan . Hasil pengamatan lapangan dan

wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat di wilayah pesisir pantai

diperoleh kesimpulan bahwa rendahnya karakter masyarakat di daerah penelitian

disebabkan keberagaman etnisitas. Terdapat empat suku besar yang berkembang

dengan pola dan gaya hidup yang sangat kontras satu dengan lainnya, yakni: suku

melayu, bugis, banjar, dan suku jawa. Keempat suku tersebut memiliki ciri dan

kepentingan masing-masing sehingga akan berdampak terhadap kepentingan

masyarakat secara umum dan pada gilirannya dapat merenggangkan interaksi

sosial masyarakat secara utuh. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Robinson

(2002:8) bahwa keberagaman etnisitas dapat mempengaruhi tingkat income

inequality dan kebersamaan masyarakat.

Elemen pertama tentang karakater masyarakat adalah keterpercayaan.

Keterpercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang terhadap

perkataan, perjanjian, dan tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya

hubungan antar individu atau kelompok/organisasi dalam masyarakat. Tingkat

keterpercayaan seseorang dapat dilihat dari dimensi: tingkat komitmen, kejujuran

dan tanggung jawab. Rata-rata tingkat keterpercayaan masyarakat di daerah

penelitian tergolong relatif baik karena nilai kelompok masyarakat yang tergolong

pada kelompok keterpercayaan tinggi dan sangat tinggi yaitu mencapai 57,8

persen. Artinya, hampir sebagian besar masyarakat di daerah perdesaan Provinsi

Jambi memiliki tingkat keterpercayaan tinggi. Berdasarkan wilayah penelitian,

ternyata terdapat perbedaan yang cukup besar kelompok masyarakat yang

memiliki tingkat keterpercayaan tinggi antara masyarakat di wilayah pesisir

pantai dengan wilayah pegunungan . Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa

masyarakat di wilayah pegunungan memiliki tingkat keterpercayaan jauh lebih

baik dibandingkan dengan tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di wilayah

pesisir pantai dengan nilai masing-masing 75,9 dan 37,1 persen. Relatif tingginya

tingkat keterpercayaan masyarakat yang ada di wilayah pegunungan sangat

Page 258: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

258

terkait dengan pola hubungan individu dalam masyarakat. Pola hubungan atau

interaksi individu dalam masyarakat Kerinci yaitu menganut sistem ”kalbu.”

Sistem kalbu adalah interaksi sosial/hubungan sosial masyarakat dalam kelompok

atau turunan tertentu yang dibingkai dalam sebuah kedepatian dan lembaga adat

dengan satu tujuan. Artinya, satu depati dengan depati lain saling kait mengkait

dan saling ketergantungan untuk membangun sebuah kelembagaan yang kokoh

yang disebut dengan kelembagaan adat.

Hasil FGD menunjukkan bahwa keterpercayaan seorang individu yang

mapan dan dapat dipercayai di wilayah pegunungan karena mereka merasakan

bahwa dirinya adalah milik orang lain dan sebaliknya masyarakat luas adalah

bagian dari kepentingan mereka dalam menjalankan interaksi/hubungan sosial.

Tercapainya keterpercayaan yang terkait dengan hubungan masyarakat dalam

kelompok kalbu dan kedepatian disebabkan oleh adanya komitmen, kejujuran dan

tanggung jawab masing-masing anggota untuk kepentingan bersama.

Elemen kedua dari karakter adalah solidaritas. Solidaritas yaitu saling

mau menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana

mereka saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi

keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan dapat tercapai. Tinggi

rendahnya tingkat solidaritas masyarakat dilihat dari tiga dimensi: ketergantungan

satu sama lainnya, saling bantu membantu, dan adanya kepekaan terhadap

kemajuan desa. Secara operasional solidaritas masyarakat merupakan frekuensi

interaksi antara satu individu dengan individu lainnya yang merujuk pada

seberapa jauh individu melakukan kontak-kontak langsung antara satu dengan

lainnya. Semakin positif sifat interrelasi diantara anggota kelompok yang berupa

solidaritas, atau semangat kemasyarakatan, semakin besar kecenderungannya

untuk saling memperhatikan keinginan masing-masing dalam mencari jalan ke

arah saling memberi kepuasan dan kerjasama. Hasil analisis menunjukkan bahwa

tingkat solidaritas masyarakat di daerah penelitian relatif merata antara solidaritas

masyarakat yang baik dan kurang baik karena data yang diperoleh diantara kedua

tingkat solidaritas tersebut relatif berimbang: 41,5 persen tingkat solidaritas

kurang baik dan 58,5 persen tingkat solidaritas tergolong baik. Namun, menurut

wilayah penelitian ternyata persentase masyarakat terbesar yang memiliki tingkat

Page 259: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

259

solidaritas tergolong baik terdapat di wilayah pegunungan (76,4 persen). Hasil

wawancara menunjukkan bahwa tingginya tingkat solidaritas masyarakat di

wilayah pegunungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya karena kuatnya

kelembagaan adat yang ada di daerah tersebut.

Elemen ketiga dari karakter masyarakat adalah semangat kerja. Seorang

individu atau kelompok masyarakat dikatakan atau dicirikan sebagai seorang

semangat kerja tinggi (tipe pekerja keras) apabila mereka selalu melakukan

kegiatan dengan disiplin (ulet, pantang menyerah) dan melakukan pekerjaan

dengan segera serta memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata keluarga contoh di daerah penelitian yang

dapat digolongkan pada kelompok masyarakat dengan tipe bekerja keras hanya 38

persen. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata etos kerja masyarakat di daerah

penelitian tergolong rendah. Apabila dilihat berdasarkan wilayah penelitian

ternyata masyarakat keluarga contoh yang memiliki etos kerja yang rendah terdapat

di wilayah pesisir pantai yaitu mencapai 70 persen, sedangkan masyarakat di

wilayah pegunungan hanya 52 persen. Kurangnya sifat masyarakat untuk

bekerja keras di daerah penelitian terutama di wilayah pesisir pantai terlihat dari

kurangnya pemanfaatan waktu kerja, sistem kerja banyak bersifat individual dan

kurang kesungguhan dalam menghadapi berbagai pekerjaan terutama pekerjaan

produktif terkecuali keluarga contoh yang berada di daerah penelitian tergabung

dalam kelompok transmigrasi mereka umumnya relatif lebih produktif

dibandingkan dengan masyarakat lain non transmigran. Hal ini ditunjukkan oleh

fakta bahwa setiap anggota rumah tangga di daerah transmigrasi memiliki

berbaga i ragam pekerjaan, baik bidang pekerjaan usahatani (pangan dan

perkebunan) maupun pekerjaan dibidang jasa sehingga mereka dapat memperoleh

penghasilan yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga.

Oleh karena modal sosial bukan merupakan kapital yang dapat

mentransformasi langsung terhadap suatu hasil yang diharapkan maka ia dapat

dikatakan produktif atau berperan dalam meningkatkan penghasilan atau

kesejahteraan keluarga harus melalui berbagai mekanisme. Sesuai dengan

manfaat dan akses dari modal sosial yang diharapkan masyarakat sehingga efek

modal sosial yang dapat mempengaruhi penghasilan dan kesejahteraan keluarga

Page 260: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

260

yaitu melalui tiga mekanisme, yakni: sharing informasi diantara anggota

kelompok, sistem kerja bersama atau gotong royong (collective action) baik

untuk kegiatan produktif maupun kegiatan sosial, dan pengambilan keputusan

bersama (musyawarah). Hasil temuan ini didukung oleh konsep yang

dikembangkan oleh Narayan dan Pritchett (1999:872-873) bahwa modal sosial

dapat mempengaruhi berbagai bentuk keluaran (outcomes) bagi masyarakat

melalui lima mekanisme, yakni (1) dapat meningkatkan kemampuan masyarakat

dalam memonitor berbagai kegiatan atau kebijakan pemerintah melalui jaringan

sosial (social network); (2) dapat meningkatkan berbaga i bentuk tindakan atau

kebijakan bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dalam masyarakat; (3)

dapat memudahkan berbagai bentuk difusi inovasi melalui peningkatan hubungan

antar individu; (4) dapat mengurangi ketidaksempurnaan informasi yang diterima

masyarakat, seperti dalam pemanfaatan fasilitas kredit, berbagai bentuk

produksi, lahan pertanian, dan lapangan kerja; dan (5) dapat meningkatkan

asuransi informal (informal insurance) bagi rumahtangga.

Besar kecilnya pengaruh modal sosial terhadap peningkatan penghasilan

dan kesejahteraan keluarga sangat ditentukan oleh tipe interaksi sosial yang

berkembang atau yang diikuti oleh anggota keluarga. Namun demikian, tipe

interaksi ini sangat bergantung dengan jenis dan keragaman asosiasi yang

terdapat dimasyarakat. Jenis asosiasi lokal yang terdapat di daerah penelitian

cukup heterogen baik yang berakar dari kelompok masyarakat sendiri maupun

yang disponsori oleh pemerintah maka tipe interaksi sosial yang berkembang di

daerah penelitian menganut trio tipe, yakni: interaksi sosial melalui kekerabatan

keluarga( bonding), melalui kolega atau teman ( bridging) dan interaksi sosial

melalui lembaga atau institusi formal (lingking). Hasil yang terdapat di daerah

penelitian ini sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Woolcock

(Thomas dan Heres, 2004), bahwa modal sosial dapat dilihat dari tiga tipe ikatan

hubungan atau koneksi (type of networks). Pertama, modal kekerabatan (bonding

capital), yaitu ikatan hubungan yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan

(emosional tinggi) yakni: hubungan antar anggota keluarga, teman dekat, dan

tetangga. Kedua, modal pergaulan (bridging capital), yaitu tingkat kekerabatan

relatif lebih jauh dibandingkan dengan modal kekerabatan, seperti: teman kerja,

Page 261: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

261

dan kolega. Ketiga, hubungan kelembagaan (linking capital), yaitu ikatan

hubungan lebih renggang lagi dibandingkang kedua ikatan hubungan diatas.

Hubungan kelembagaan hanya dapat terjadi pada ikatan hubungan secara formal

(formal institutions) baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan

masyarakat luas.

Implikasi Penelitian Keterkaitan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Setelah dilakukan uji pengaruh antara variabel laten eksogenus (sosio-

demografi, manajemen sumberdaya dan variabel modal sosial) secara bersama-

sama terhadap variabel laten endogenus kesejahteraan (kesejahteraan ekonomi

objektif dan subjektif) ternyata modal sosial tidak menunjukkan tingkat

signifikansi terhadap kesejahteraan keluarga. Setelah dilakukan modifikasi model

(alternatif-2), laten variabel eksogenus asosiasi lokal dan karakter masyarakat

digabung menjadi satu laten variabel yaitu menjadi laten variabel modal sosial

diperoleh hasil bahwa laten variabel sosio-demografi berpengaruh positif terhadap

kesejahteraan keluarga baik terhadap kesejahteraan ekonomi objektif maupun

kesejahteraan ekonomi subjektif dengan nilai betha masing-masing adalah 6,55

dan 10,84.

Melalui uji model berikut yaitu alternatif model ketiga, laten variabel

sosio-demografi dikeluarkan, dan asosiasi lokal dan karakter masyarakat kembali

dimasukkan sebagai laten variabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa laten

variabel eksogenus manajemen sumberdaya keluarga, asosiasi lokal dan laten

variabel eksogenus karakter masyarakat tidak menunjukkan signifikansi terhadap

laten variabel endogenus tingkat kesejahteraan keluarga (Lampiran 21). Alternatif

model lainnya (alternatif-4), laten variabel sosio-demografi masih tetap

dikeluarkan, sedangkan laten variabel asosiasi lokal dan karakter masyarakat

kembali digabungkan menjadi satu laten variabel dengan nama laten variabel

modal sosial. Hasil analisis menunjukkan, hanya laten variabel eksogenus modal

sosial yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga baik terhadap

kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan ekonomi subjektif dengan

nilai betha masing-masing adalah 3,01 dan 3,18. sedangkan laten variabel

Page 262: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

262

manajemen sumberdaya keluarga tidak menunjukkan signifikansi terhadap

kesejahteraan keluarga.

Melalui pengujian berbagai alternatif model secara komplit ini dapat

disimpulkan bahwa laten variabel eksogenus modal sosial tidak dapat

menunjukkan tingkat signifikansinya terhadap kesejahteraan keluarga baik

terhadap kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan ekonomi subjektif

pada saat pengujian model secara bersama-sama. Hal ini diduga bahwa laten

variabel modal sosial tidak bisa digabungkan secara bersamaan dengan laten

variabel eksogenus lainnya dalam melihat keterkaitannya terhadap kesejahteraan

kerluarga karena variabel modal sosial tidak berpengaruh secara langsung

terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga. Namun secara terpisah, laten

variabel modal sosial menunjukkan signifikansi yang cukup kuat terhadap

kesejahteraan keluarga.

Model Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Perdesaan

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu

dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

Menurut McArdle (Hikmat, 2001:2) pemberdayaan adalah sebagai proses

pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan

keputusan tersebut dan dapat bekerja secara mandiri. Implikasinya, seperti yang

dicontohkan oleh Schumacker dalam pemberdayaan masyarakat miskin (Thomas:

Hikmat, 2001:2). Pemberdayaan masyarakat miskin dapat tercapai bila ditunjang

oleh adanya struktur sosial yang tidak berpengaruh negatif terhadap kekuasaan

(powerful). Dengan kata lain, kelompok miskin dapat diberdayakan melalui ilmu

pengetahuan dan kemandirian sehingga dapat berperan sebagai agen

pembangunan.

Berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis modal

sosial diartikan sebagai proses pembelajaran orang dewasa yang

berkesinambungan dan ditujukan untuk memberikan kekuatan baik kekuatan

ekonomi, ilmu pengetahuan sosial maupun kekuatan pengetahuan spritual.

Pemberdayaan ini dilakukan secara sinergis antara pihak luar (pemerintah,

Page 263: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

263

lembaga non pemerintah, maupun stakeholder) dengan tokoh masyarakat dan

peserta atau aktor yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan dengan pola

individu dan kelompok. Kegiatan pemberdayaan dilakukan dua tahap, tahap

pertama adalah pembekalan kognitif (pengetahuan: ekonomi, sosial maupun

spritual), dan tahap kedua adalah pembekalan dalam bentuk action atau disebut

dengan istilah intervensi secara ekonomi.

Model pemberdayaan bagi masyarakat perdesaan di daerah penelitian

menggunakan pendekatan input-proses-output dan outcome yang di dasarkan pada

model teoritis yang telah teruji dan dikonfirmasikan melalui model persamaan

struktural (SEM). Sebetulnya, model pemberdayaan ini merupakan upaya

meningkatkan keberadaan masyarakat perdesaan melalui proses pembelajaran

yang menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa yang dilaksanakan

secara berkesinambungan oleh fasilitator yang dapat mendukung dan memberikan

andil dalam pembangunan masyarakat. Berdasarkan model persamaan struktural

(SEM), maka dirumuskan model pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis

modal sosial dengan harapan menghasilkan masyarakat madani (civil society).

Hasil temuan ini didukung oleh hasil penelitian Lawang (2004:215) pada Program

Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pengembangan

Kecamatan (PPK) se Indonesia bahwa pemberdayaan masyarakat lebih mudah

dilakukan melalui modal sosial terutama pada komunitas sosial yang memiliki

tradisi kebersamaan yang cukup lama dan memiliki struktur sosial yang muncul

dari kehidupan mereka sehari-hari.

Kasus di wilayah pesisir pantai, dan sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi maka model atau strategi pemberdayaan dimulai dari cara mengatasi

berbagai barrier (rintangan) budaya (cultural) yang melekat selama ini yaitu

budaya pasrah dan kurang memanfaatkan waktu. Sebagai contoh, mereka sebagai

nelayan harus menghadapi berbagai musim. Menurut pengakuan nelayan, ada tiga

musim melaut, yakni: (1) musim penimur (musim makmur atau musim panen)

terjadi lebih kurang tiga bulan yaitu antara bulan April-Juni, (2) musim normal

terjadi lebih kurang lima bulan yaitu antara bulan Juli-November, dan (3) musim

pacak kelik atau sering disebut dengan istilah musim pacak gadai terjadi lebih

Page 264: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

264

kurang empat bulan yaitu antara bulan Desember–Maret. Selama musim pacak

gadai ini, menurut hasil Focus Group Discussion (FGD) pada kelompok nelayan

dan indepth interview, diperoleh informasi bahwa selama musim pacak kelik

mereka hanya tinggal di rumah dan sesuai dengan istilah yaitu musim pacak gadai

maka musim ini para nelayan membelanjakan semua penghasilan yang diperoleh

sebelumnya dan tidak ada upaya untuk mencari pekerjaan alternatif. Berdasarkan

hal tersebut dan sesuai dengan teori yang ada serta hasil penelitian lainnya maka

model strategi pemberdayaan masyarakat pesisir pantai atau khususnya nelayan

adalah memberdayakan mereka dalam mengikis barrier cultural pasrah dengan

mencari alternatif pekerjaan yaitu dalam bentuk mixed-farming melalui modal

sosial kelompok kerja bersama baik berasal dari kelompok kesukuan maupun

kelompok kerja nelayan. Adapun usaha untuk kelompok kerja bersama sebagai

pekerjaan sampingan yaitu usaha perkebunan kelapa dalam, dagang, jasa

angkutan dan lain sebagainya yang sesuai dengan pola usahatani yang

berkembang di wilayah sekitar pesisir pantai. Hal lain yang perlu diberdayakan

masyarakat nelayan yaitu menggalang silaturrahmi diantara kelompok kesukuan.

Menurut Hardinsyah (2007:84), melalui silaturahmi dapat membangun

interaksi dan hubungan sosial yang kuat, untuk: (1) menumbuhkan rasa saling

simpati, saling pengertian, saling menghargai dan kasih sayang, (2)

mempermudah akses terhadap berbagai informasi termasuk informasi kesempatan

kerja dan kesempatan usaha, (3) menumbuhkan nilai-nilai yang disepekati

bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah bersama dan bahkan tak jarang

menghasilkan kelembagaan usaha bersama, dan (4) membangun kembali ingatan-

ingatan yang telah ada yang dikonteksikan dalam kepentingan sosial dan ekonomi

bagi kehidupan individu yang bersilaturarahmi maupun masyarakat secara luas.

Page 265: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

265

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(1) Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga dengan menggunakan pengeluaran

adalah sebesar Rp.10.541.000,- per tahun dengan distribusi pengeluaran pada

kelompok keluarga sejahtera mencapai 79,4 persen. Alokasi untuk kebutuhan

pangan 48,9 persen, non-pangan (sandang, energi, komunikasi, sosial dan

lainnya) sebesar 33 persen, dan sebesar 18,1 persen adalah pengeluaran untuk

kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Dengan menggunakan kriteria

Badan Pusat Statistik (BPS), ternyata keluarga contoh di daerah penelitian

tergolong sejahtera karena rata-rata pengeluaran lebih besar dari rata-rata

standar kebutuhan minimum dan alokasi pengeluaran kebutuhan pangan lebih

rendah dari keluarga miskin.

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif keluarga (subjective economic well-being)

di daerah penelitian adalah tergolong relatif baik. Hal ini ditandai dengan

tingginya persentase (60,3 %) keluarga contoh yang merasa puas dalam

pemenuhan keperluan mereka sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non

pangan maupun kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Persentase

keluarga dengan kesejahteraan yang memuaskan terbesar terdapat di wilayah

pegunungan yaitu mencapai 68,4 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai

yang merasa puas dalam pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari hanya

sekitar 51 persen.

Distribusi tingkat kesejahteraan keluarga (kesejahteraan ekonomi objektif dan

kesejahteraan ekonomi subjektif) di daerah penelitian relatif merata namun

tingkat kesejahteraan keluarga contoh di wilayah pegunungan lebih merata

dibandingkan dengan keluarga contoh di wilayah pesisir pantai.

(2) Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga secara positif dipengaruhi oleh faktor

manajemen sumberdaya keluarga, dan faktor modal sosial terutama faktor

manajemen keuangan keluarga, tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi

lokal, manfaat asosiasi bagi keluarga, dan faktor keterpercayaan masyarakat.

Artinya, semakin baiknya faktor manajemen keuangan keluarga, besarnya

tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, besarnya manfaat asosiasi 241

Page 266: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

266

lokal bagi keluarga, dan tingginya keterpercayaan masyarakat maka tingkat

kesejahteraan ekonomi objektif semakin baik.

(3) Modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat) baik secara langsung

maupun tidak langsung berpengaruh positif sangat nyata terhadap tingkat

kesejahteraan keluarga terutama di wilayah pegunungan. Hal ini

membuktikan hipotesis yang dibangun sebelumnya yaitu asosiasi lokal dan

karakter masyarakat secara kausalitas dapat mempengaruhi tingkat

kesejahteraan keluarga. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial yang

dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraan mereka semakin baik.

Modal sosial berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga baik

dilihat dari aspek peningkatan kesejahteraan dalam penyediaan akan produksi

pangan, non pangan maupun aspek investasi sumberdaya manusia melalui

jaringan kelompok sosial dan kelompok ekonomi. Besarnya peran modal

sosial ini dilihat dari tingkat keterlibatan anggota keluarga dalam kelompok

produktif, sosial dan kelompok lainnya yang berkembang di masyarakat,

misalnya: kelompok KP3A, KUT, ”handel” dan ”kelompok adat.”

Kontribusi modal sosial terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga melalui

tiga aspek, yakni: (1) aspek dimensi (asosiasi lokal: jumlah asosiasi yang

diikuti, tingkat partisipasi, dan manfaat asosiasi, sedangkan dimensi karakter

masyarakat terdiri dari: keterpercayaan, solidaritas, dan semangat kerja; (2)

aspek mekanisme, melalui: jaringan informasi diantara anggota kelompok,

sistem kerja bersama atau gotong royong (collective action) baik untuk

kegiatan produktif maupun kegiatan sosial, dan mekanisme melalui

pengambilan keputusan bersama (musyawarah); dan (3) aspek tipe jaringan

(bonding, bridging dan linking).

(4) Model pemberdayaan keluarga di wilayah perdesaan adalah berbasis modal

sosial. Pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis modal sosial diartikan

sebagai proses pembelajaran orang dewasa yang berkesinambungan dan

ditujukan untuk memberikan kekuatan baik kekuatan ekonomi, ilmu

pengetahuan, sosial maupun kekuatan spritual. Proses pemberdayaan dimulai

dari memahami dan mempelajari berbagai input, proses pemberdayaan,

output, dan outcome. Faktor input adalah: struktur sosial masyarakat, karakter

Page 267: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

267

individu, dan status sosial ekonomi masyarakat. Proses pemberdayaan

tentang: sistem kerja kelompok, pendidikan dan pelatihan, azas demokrasi,

dan pemberdayaan tentang interaksi sosial di masyarakat. Output yang

diharapkan adalah: lapangan pekerjaan, sumberdaya ekonomi, jaringan kerja,

produktivitas kerja, ilmu pengetahuan, keterpercayaan masyarakat, kepaduan

sosial, transaction cost, dan kepuasan dalam mengontrol diri. Outcome dari

proses pemberdayaan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga

(kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif).

Saran

(4) Oleh karena kesejahteraan individu tidak sama dan tidak dapat disamakan

maka kedepan, kebijakan pemerintah menetapkan tolok ukur kesejahteraan

keluarga tidak terbatas pada tolok ukur kesejahteraan objektif yang mengukur

kesejahteraan dari nilai pendekatan baku tetapi sudah harus melihat kepada

kebutuhan masyarakat dengan pendekatan kepuasan (subjective economic

well-being).

(5) Faktor manajemen sumberdaya sangat berperan dalam meningkatkan

kesejahteraan keluarga (kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan

ekonomi subjektif) maka penelitian yang berkaitan dengan sistem keluarga

struktural- fungsional harus memperhatikan variabel manajemen sumberdaya

sebagai confounding factor.

(6) Asosiasi lokal yang telah terbentuk di masyarakat perdesaan terutama asosiasi

lokal yang berakar dari masyarakat perlu dipertahankan dan dikembangkan

sebagai sarana berbagai kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarga.

(7) Perlu penelitian lebih mendalam mengkaji dinamika asosiasi lokal masyarakat

perdesaan dalam berbagai dimensi, mekanisme dan tipe jaringan yang

berkembang dimasyarakat.

(8) Dalam mengambil kebijakan peningkatan kesejahteraan keluarga di daerah

perdesaan perlu mempertimbangkan indikator ”modal sosial” sebagai variabel

penentu kesejahteraan.

Page 268: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

268

(9) Penguatan modal sosial sangat tepat dalam pemberdayaan masyarakat

perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan tujuan

mencapai masyarakat madani (civil society).

Page 269: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

269

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Measuring Social Capital: Current Collections and Future Directions. Discussion Paper. Australia: Australian Bureau of Statistics.

_______. 2002. Data Statistik Provinsi Jambi. Jambi: Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Jambi. _______. 2003a. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat.

Jakarta. _______. 2003b. Millenium Development Goals (MDGs): In Asia and the Facific.

Meeting the Chalenger of Poverty Reduction. New York: United Nations. _______. 2004a. Survai Sosial Ekonomi Nasioanal (SUSENAS). Jakarta: Badan

Pusat Statistik (BPS) Pusat. _______. 2004b. The Economic of Democracy: Financing Human Development

in Indonesia. Indonesia Human Development Report 2004. Jakarta: Kerjasama BPS, BAPPENAS dengan UNDP.

_______. 2005a. Jalan Menuju Pemulihan: Memperbaiki Iklim Investasi di

Indonesia. Economics and Research Department. Development Indicators and Policy Research Division. Asian Development Bank (ADB).

________. 2005b. Data Statistik Provinsi Jambi. Jambi: Badan Pusat Statistik

(BPS) Provinsi Jambi. ________. 2006a. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat.

Jakarta. ________. 2006b. Human Development Report 2006. Beyond scarcity: power,

poverty, and the global water crisis. New York: United Nations Development Programme (UNDP).

Arbia Giuseppe, Laura de Dominics, dan Gianfranco Piras. 2005. The

Relationship between Regional Growth and Regional Inequality in EU and Transition Countries: a Spatial Econometric Approach. In preparation for the Workshop of Spatial Econometrics, Kiel, April 8-9, 2005. Amsterdam: Departemen of Spatial Economics, Free University, De Boelelaan 1105, 1081HV, Netherlands. E-mail: [email protected]

245

Page 270: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

270

Asngari, Pang S. 1984. “Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat Kresidenan dan Kepala Penyuluh Pertanian terhadap Peranan dan Fungsi Lembaga Penyuluhan Pertanian di Negara Bagian Texas Amerika Serikat.” Media Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor: Volume 9 Nomor 2.

Baker Kristine R, Ofstedal Mary Beth, Zimmer Zachary, Tang Zhe, dan Chuang

Yi-Li. 2005. Reciprocal Effects of Health and Economic well-being among Older Adults in Taiwan and Beijing. Working Paper No. 197. New York: Policy Research Division. Population Council. Inc. ISSN: 1554-8538.

[Balitbangda Provinsi Jambi] Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

Provinsi Jambi. 2003. “Evaluasi Kebutuhan Penempatan Transmigrasi di Provinsi Jambi.” Jambi: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Jambi.

Baliwati, Y.F., A. Khomsan, dan C.M. Dwiriani. 2004. Pengantar Pangan dan

Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Bandiera Oriana, dan Imran Rasul. 2006. “Social Networks and Technology

Adoption in Northern Mozambique.” The Economic Journal, 116 (October) 869-902. America: Blacwell Publising, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.

Barth, F. 1969. Ecologic Relations of Ethnic Groups in Swat North Pakistan,

Theori in Athropology, a Sources Book. Chicago: Aldine Publishing Company.

Becker, 1995. An Economic Analysis of Fertility. Dalam The Essence of

B.E.C.K.E.R. Ramon Febrero dan Pedro S. Schwartz. Hoover Institution Press. California: Stanford University, Stanford.

Beckett, Megan, dan Pebley Anne R. 2002. Ethnicity, Language, and Economic

Well-being in Rural Guatemala. Working Paper Series 02-05. DRU-2845-NICHD. RAND. Labor and Population Program.

Bollen, K.A. 1989. Stuctural Equation with Latent Variable. New York: John

Wiley & Sons, Inc. Bollen, Kenneth A., L, Jennifer, dan G, Stecklov. 2002. Socioeconomic Status,

Permanent Income, and Fertility: A Latent Variable Approach. Carolina Population Center University of North Carolina at Chapel Hill 123 W, Franklin Street Chapel Hill, NC 27516.

Budiarti T, 2004. “Keadilan dalam Konteks Dominasi Sosial dan Kepercayaan.”

Disertasi. Jakarta: Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Page 271: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

271

Bukenya, J.O., dan T.G, Gebremedhin. 2002. “An Emperical Analysis of Family

Income Distribution in the United States.” Research Paper. Departement of Agricultural an Resource Economics, West Virginia University, 26506.

Bullen P, Guide, dan J, Onyx. 1998. Social Capital Questionaire. Measuring

Social Capital in Five Comminities in NSW. Carbonell Ada Ferre-I, Gerxhani Klarita. 2005. Subjective Well-being and

(In)Formal Sector in a Transition Country. Netherland: Amsterdam Institute for Advanced Labour Studies and Faculty of Economics and Econometrics, University of Amsterdam.

Coleman, James. 1998. Social Capital in the Creation of Human Capital.

http://poverty.worldbank.org/library/subtopic/5038/ Collier, Paul. 1998. Social Capital and Poverty. Working paper No.4. Social

Capital Initiative. The World Bank. Washington: Social Development Departement. DC 20433, USA.

Dasgupta F, dan I, Serageldin. 2000. Social Capital: A Multifaceted Perspective.

The World Bank. Washington: D.C. ISBN 0-8213-4562-1 [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jambi. 1985.

“Data Penduduk Provinsi Jambi.” Jambi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Provinsi Jambi.

Djalil, Sofyan dan Ratna Megawangi. 2003. Iklim Globalisasi dan Peran Agama

dalam Mempersiapkan Masyarakat Indonesia Sejahtera. Darusalam-Banda Aceh: Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry.

Durkin, John. 2000. Measuring Social Capital and Its Economic Impact. Chicago:

Horis Graduate School of Public Policy Studies University of Chicago. Edwards, RW. 2004. Measuring Social Capital: An Australian Framework and

Indicators. Australia: Australian Bureau of Statistics. ISBN 0 642 47937 2. England, Paula, dan Nancy. 1997. Reconceptualizing Human Capital. Canada:

Paper, Presented at the annual meeting of the American Sociological Association, Toronto, August, 1997.

Faturrochman, dan Molo, Marcelinius. 1995. Kemiskinan dan Kependudukan di

Pedesaan Jawa: Analisis Data Susenas 2. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Page 272: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

272

Flores, Margarita, dan Fernando. 2003. Social Capital and Poverty Lessons from Case Studies in Mexico and Central America. ESA Working Paper No. 03-12. Vol 25, Number 1. Agricultural and Development Economics Division, The Food and Agricultural Organization of the United Nations.

Folbre, Nancy. 2002. The revolt of the magig pudding: sharing care in Australia.

http://www.onlineopinion.comau/2002/Apr02/Folbre.htm. Freund, Anat, dan Abraham, Carneli. 2004. “The Relationship between Work

Commitment and Organizational Citizenship Behavior among Lawyers in The Private Sector.” The Journal of Behavioral and Applied Management. Vol. 5, No.2, p:93-113, winter 2004.

Fukuyama, Francis. 2000. The Great Disruption: Human Nature and the

Reconstitution of Social Order. A Touchstone Book; Published by Simon & Schuster. New York, London, Toronto, Sydney, Singapore.

Garna, J. K. 1992. Beberapa Dasar Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung: Program

Pascasarjana, Universitas Padjadjaran Bandung. _______. 1996. “Ilmu-ilmu Sosial: Dasar-Konsep-Posisi.” Bandung: Program

Pascasarjana Universitas Pandjajaran.

Gradstein, Mark. 2007. “Inequality, Demogracy and the Protection of Property Rights.” The Economic Journal, 117 (January) 252-269. America: Blacwell Publising, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.

Gregorio, Dant Di. 2004. “Human Capital, Social Capital, and Executive

Compensation: How does the Slice of pie Executive Appropriate Compare to what they bring to the table?”

Grootaert, Christian. 1999. Social Capital, Household Well-being and Poverty in Indonesia. Working Paper No. 6. Washington: The World Bank, Social Development Departement. DC 20433, USA.

_______, Narayan Deepa, Veronica Nyhan Jones, dan Michael, Woolcock. 2004.

Measuring Social Capital: An Integrated Questionaire. Washington: The Wold Bank.

Guhardja, Suprihatin, Hidayat Syarief, Hartoyo, dan Herien Puspitawati. 1993.

Pengembangan Sumberdaya Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Haddad, Lawrence, dan John Maluccio. 2000. Social Capital and Household

Well-being in South Africa: Patways of Influnce. Prepered for presentation at the Study of African Economies. Washington: International Food policy Research Institute. DC 20006 USA.

Page 273: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

273

Hardinsyah dan Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hardinsyah, 2007. “Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial.” Orasi Ilmiah

Guru Besar Tetap Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB, Bogor.

Hastuti, Dwi. 2006. “Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada

Pembentukan Anak Sehat, Cerdas dan Berkarakter Secara Berkelanjutan.” Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Hayo, Bernd, dan Seifert, Wolfgang. 2003. “Subjective Economic Well-being in

Eastern Europe.” Journal of Economic Psychology 24 (2003) 329-384. Herath, Dhammika. 2003. Social Capital and Poverty: An analysis of the Efficacy

of the Social Capital Approach to Understand a Culture of Poverty Sitution. Sweden: Guthenburg University, Departement of Peace and Development Research.

Hikmat, Hary. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora

Utama Press Bandung. Hinks, Thimothy, dan Greueu Carola. 2005. What is the Structure of South

African Happiness Equations? Evidence from Quality of Life Surveys. Nairobi: 10th African Econometrics Conference, July 2-4 th 2005.

Hobbs, Graham. 2000. What is Social Capital? A Brief Literature Overview.

Economic and Social Research Foundation. Hoff, Bart, Ridder, dan Eline, Aukema. 2003. The Eagerness to Share: Knowledge

Sharing, Ict and Social Capital. Amsterdam: University Amsterdam and Amsterdam School of Communication Research, Klovenier sburgwal 48, 1012 CX.

Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. Joreskog, G. Karl, Sorbom Dag, Stephen Du Toit, dan Mathilda, doToit. 1999.

LISREL 8, New Statistical Features. Chicago: SSI (Scientific Software International) Inc.

Juhl Hans Jorn, Poulsen Carsten Stig, Kristensen Kai, Bech Anne C, dan Englund

Erling. 1995. Structuring latent consumer needs using LISREL. MAPP working paper no 27. ISSN-0907-2101.

Page 274: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

274

Karlan, Dean S. 2004. Using Experimental Economics to Measure Social Capital and Predict Finantial Decisions. Departement of Economics Princeton University.

Kiiskinen, Urpo. 2002. A Health Production Approach to the Economic Analysis

of Health Promotion. Academic Dissertation For the Degree of Doctor of Philosophy. New York: Departement of Economics and Related Studies University of New York, United Kingkom, USA.

Koentjaraningrat. 1984. Penduduk Indonesia. Masalah-Masalah Pembangunan.

Bunga Rampai Antropologi Terapan. Jakarta: LP3ES. Bagian II. Jakarta.

Knight John, dan Linda Yueh. 2002. The Role of Social Capital in the Labour

Market in China. America: Departemen of Economics university of Oxford.

Lawang, Rober, M.Z. 2004. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik Suatu

Pengantar. Jakarta: FISIP UI PRESS. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Mangkuprawira, Syafri. 2002. “Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga di

Daerah Industri Tenun Pedesaan.” Media Gizi & Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat & Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian-Institut Pertanian Bogor. Vol 25/2-2002. ISSN 0216-9363.

Mantra, Ida Bagus. 2000. Dasar-dasar Demografi. Yogyakarta: Pusat Penelitian

Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Matsueda, Hao. 2000. Family Dinamycs Through Childhood: A Sibling Model of

Behavior. http://citeseer.ist.ist.psu.edu/contex/1080021/0 Mayer, Margit, dan Katherine Rankin. 2002. Social Capital and (Community)

Development: A North/South Perspective. http://poverty.worldbank.org/library/view/14443 Megawangi, Ratna. 1993. “Keluarga Sebagai Wahana Pembangunan Bangsa:

Tinjauan Antara Harapan dan Kendala.” Published Essays / Articles on Character Building Issues Jilid 2. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

_______. 1994. “Globalisasi dan Kestabilan Masyarakat.” Published Essays /

Articles on Character Building Issues Jilid 1. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

_______. 2001. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi

Gender. Mizan Pustaka. Bandung: Kronik Indonesia Baru.

Page 275: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

275

_______. 2003. Perspektif Holistik dalam Program peningkatan Kualitas

Sumberdaya Manusia. Paper. Midden Cees JH, Florian G. Kaiser, dan L. Teddy McCalley. 2007. Technology’s

Four Roles in Understanding Individuals’ Conservation of Natural Resources. Journal of Social Issue, Vol. 63, No. 1, 2007, pp:155-174. Netherlands: Eindhoven University of Technology, Departemen of Human-Technology Interaction. E-mail: [email protected]

Mignone, Javier. 2003. Measuring Social Capital: A Guide for First Nations

Communities. Canada: Canadian Population Health Initiative (CPHI), Canadian Institute for Health Information (CIHI), Centre for Aboriginal Health Research, and University of Manitoba. Ottawa. ISBN: 1-55392-343-X.

Miller, Taya. 2002. “Associations between Marital Quality and Parenting: Does

Marital Quality Affect the Degree to which Parents Encourage Autonomy in their Childreen?.” The Berkeley McNair Research Journal. (p:153-172).

Milligan Sue, Fabian Angela, Coope Pat, dan Errington Chris. 2006. Family

Wellbeing Indicators from the 1981-2001 New Zealand Cencuses. New Zealand: Published in June 2006 by Statistics New Zealand in Conjunction with The University of Auckland and University of Otago. 2006, ISBN 0-478-26982-X.

Morris, dan Leiser. 1979. The PQLI: Measuring Progress in Meeting Basics

Needs. New York: Communique, No. 32. USA. Morse, Jennifer Roback. 2001. An Interview with Jennifer Roback Morse.

http://www.alf.org/alfnews/alf80.shtml. Mubyarto. 1992. Menanggulangi Kemiskinan. Yogyakarta: Aditya Media. Myers, RH. 1990. Classical and Modern Regression with Applications. Boston:

Second Edition. PWS-KENT Publishing Company. Narayan, Deepa, dan Lant Pritchett. 1999. Cents and Sociability: Household

Income and Social Capital in Rural Tanzania. Tanzania: Economic Development and Cultural Change, Vol. 47, No. 4 (Jul., 1999), 871-897.

Narayan, Deepa, dan Michael F. Cassidy. 2001. A Dimensional Approach to

Measuring Social Capital: Development and Validation of a Social Capital Inventory. Vol. 49(2): 59-102 SAGE Publication, London, Thousand Oaks, CA and New Delhi.

Page 276: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

276

[National Economic and Social Forum]. 2003. The Policy Implications of Social Capital. Forum Report No. 28. ISBN-1-899276-32-7.

Nielsen Ingrid, Nyland Chris, Smyth Russell, dan Zhu Cherrie Jiuhua. 2004.

Perception of Subjective Economic Well-being and Support for Market Reform among China’s Urban Population. Australia: Department of Economics Monash University.

Pakpahan, Agus. 1996. “Penaggulangan Kemiskinan: Prinsip Dasar, Metodologi

dan Upaya Penanggulangannya”. Dalam Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: Diedit oleh Sajogyo. Grasindo.

Parsley, T.J. 2001. Basic Examination of the Correlation between Crime Rates

and Income Inequality. Research Paper. Regional Research Institute, West Virginia University, Morgantown, WV 26506-6825.

Peck Frank, Goodwin Vicki. 2003. Economic Well-being of Communities and

Regional Economic Development: Poles Apart?. Research Paper Series- No. 7 January, 2003. Centre Regional Economic Development. Northumbria University.

Pope, Jeanette. 2003. Social Capital and Social Capital Indicators: A Reading

List. Working Paper Series No. 1. Australia: Public Health Information Development Unit. National Library of Australia.

Productivity Commission. 2003. Social Capital: Reviewing the Concept and its

Policy Implication. Commission Reseacrh Paper. Canberra: ISBN 1 74037 132 2, AusInfo.

Puspitawati, Herien, 2006. “Pengaruh Faktor Keluarga, Lingkungan Teman dan

Sekolah terhadap Kenakalan Pelajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kota Bogor.” Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Reimer, Bill. 2004. Measuring Social Capital at the Community Level. Canada:

Social Sciences Humanities Research Council of Canada. [email protected]

Robert A. Hinde, dan Joan Stevenson-Hinde. 1988. Relationships within

Families: mutual influences. America: Clarendon Press-oxpord, USA. Robinson, Brooks B. 2002. Income Inequality and Ethnicity: An International

View. Washington: Second Inequality and Pro-Poor Growth Spring Conference the World Bank, Washington DC, June, 9-10, 2002.

Page 277: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

277

Ruwiyanto, Wahyudi. 1988. “Pengaruh Faktor- faktor Dinamika Organisasi Lembaga Pendidikan Karya terhadap Manfaat Sosioekonomi Warga Belajar.” Disertasi. Bogor: Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sajogyo. 1984. Bunga Rampai Perekonomi Desa. Bogor: Kerjasama Yayasan

Obor Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. _______. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Menyambut

Ulang Tahun ke-70 Prof. Sajogyo. Yogyakarta: Yayasan Agro Ekonomika Sandefur, Gary, Ann Meter dan Pedro Hernandez. 1999. Families, Social Capital

and Educational Continuation. Center for Demography and Ecology, University of Wisconsin-Madison. CDE Working Paper No. 99-19.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan

Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka. Sharma, M dan M, Zeller. 1997. “Repayment Performance in group-based Credit

Programs in Bangladesh: An Empirical Analysis. World Development 25 (10), pp: 1731-1742.

Sharpe, Andrew. 2004. Literature Review of Frameworks for Macro-Indicators.

CSLS Research Report 2004-03. Canada: Centre for the Study of Living Standards (CSLS). Ottawa.

Siagian, H. 1996. Manajemen Suatu Pengantar. Bandung: Alumni. Siegel, Sidney. 1998. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:

Gramedia. Soekanto, Soerjono. 1984. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta:

Ghalia. _______. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Strauss, John, Kathleen Beegle, Agus Dwiyanto, Yulia Herawati, Daan

Pattinasarany, Elan Satriawan, Bondan Sikoki, Sukamdi, dan Firman Witoelar, 2004. Indonesian Living Standards: Before and After the Financial Crisis. RAND Corporation, Santa Monica, USA, and Institute of Southeast-Asian Studies, Singapure.

Stone, Wendy. 2001. Measuring Social Capital. Australia: Australian Institute of

Family Studies, Research Working Paper No. 21. Stone, Wendy dan Jody Hughes. 2002. Social Capital: Emperical Meaning and

Measurement Validity. Australia: Australian Institute of Family Studies, Working Paper No. 27. ISSN 1446-9863.

Page 278: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

278

Stone, Wendy Matthew Gray dan Jody Hughes. 2003. Social Capital at Work:

How Family, friends and civic ties relate to labour market outcomes. Australia: Australian Institute of Family Studies, Working Paper No. 31.

Suandi. 1998. “Studi Kemiskinan di Daerah Perdesaan Kabupaten Tanjung

Jabung Provinsi Jambi.” Laporan Penelitian. Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

______. 2000. “Studi Kemiskinan di Daerah Perdesaan Kabupaten Kerinci

Provinsi Jambi.” Laporan Penelitian. Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

______. 2002. “Kondisi Sosio-Demografi dan Kemiskinan di Daerah Perdesaan

Provinsi Jambi.” Laporan Penelitian. Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

Suandi, dan Bambang. 2003. Profil Statistik dan Indikator Gender di Propinsi

Jambi. Jakarta: Kerjasama Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Suandi, dan Ernawati. 2005. “Analisis Kebijaksanaan Pendidikan Provinsi Jambi Berbasis Gender.” Laporan Penelitian. Jambi: Kerjasama Dirjen Dikti dengan Departemen Pendidikan Nasional Provinsi Jambi.

Sudarsky, John. 1998. Barometer of Social Capital. http://poverty.worldbank.org/library/view/14443 _______. 2004. “Democracy in Latin America: Crisis or Demands of New

Citizens? Reflections from the Wave of Democracy, the Accumulation of Social Capital and Bogota’s Practice of Participatory Planning.” To be presented in the meeting of the Wold Value survey Association. Budapest: Panel, The Crisis of Democracy in Latin America, September 2004.

Sugiyanto. 1996. “Persepsi Masyarakat tentang Penyuluhan Pembangunan dalam

Pembangunan Masyarakat Perdesaan.” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sukartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia. Sumarti, Titik MC. 1999. “Persepsi Kesejahteraan dan Tindakan Kolektif Orang

Jawa dalam kaitannya dengan gerakan Masyarakat dalam Pembangunan Keluarga Sejahtera di Pedesaan.” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Page 279: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

279

Sumarwan, Ujang, dan Hira, Tahira. 1993. “The Effects of Percieved Locus of Control and Percieved Incomes Adequacy on Satisfaction with Financial Status of Rural Households”. In Journal of Family Economic Issues. Vol. 14(4), Winter 1993. pp:343-64.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Suratiyah, K., Djuwari, Supriyanto, dan Lestari Rahayu. 2003. Studi Analisa

Usahatani untuk Tujuh Komoditas di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: Kerjasama Bappeda bantul Yogyakarta dengan Fakultas Pertanian UGM.

Susman-Stillman, A.R, Appleyard Karen, dan Siebenbruner Jessica. 2003. “For

Better or For Worse: An Ecological Perspective on Parents’ Relationships and Parent-Infant Interaction.” Zero to Three Article. (p:4-12).

Tau, L.M. 2003. Investing in Social Capital to Stimulate Economic Growth and

Grade in Africa. paper presennted in the Biennial Conference of the Economic Society of South Africa, 17-19 September 2003. Somerset west, Western Cape.

Thomas Frank, dan Jeroen Heres. 2004. Social Capital Communicating. Socquit

and results from EURESCOM’S P903 study. E-Living Results Conferences RWI essen, 20-21 January, 2004.

Thomas J. Socha, dan Glen H. Stamp. 1995. Parent, Children, & Communication

Frontiers of Theory & Research. Lawrence Erlbaum Associates, USA. Todaro, M. P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Tukiran. 1993. "Penentuan Desa Miskin: Analisis Potensi Desa 1990." Populasi, Yogyakarta: 1(4) : 13-23.

Tuomi, Ikka. 2004. Social Capital Setting the Scene. European Commission,

Joint Research Centre. UNESCO. 2002. Social Capital and Poverty Reduction: Which Role for the Civil

Society Organizations and the state?. UNESCO. Winter, Ian. 2000. Towards a theorised understanding of family life and Social

Capital. Working Paper No. 21. ISSN 1440-4761. Australia: Australian Institute of Family Studies.

Woolcock, Michael. 2001. Social Capital in Theory and Practice: Reducing

poverty by Building Partnership between States, Market and Civil Society. [email protected]

Page 280: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

280

L A M P I R A N

Page 281: Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah … · 3 RINGKASAN SUANDI. Modal Sosial dan KesejahteraanEkonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh

281