mitral stenosis
DESCRIPTION
Makalah Mitral StenosisTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri,
yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran
darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran
darah secara anatomi; vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri pulmonal, paru-
paru, vena pulmonal, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteri, arteriola, kapiler, venula,
vena, vena kava. Katup mitral terdiri dari anulus , anterior dan posterior leaflet , dan
korda , yang memasang selebaran ke otot-otot papiler masing-masing . Sebuah katup
berfungsi normal memungkinkan darah mengalir tanpa hambatan dari atrium kiri ke
ventrikel kiri selama diastole dan mencegah regurgitasi selama sistol . Yang normal
fungsi katup mitral tidak hanya tergantung pada integritas struktur katup yang
mendasari , tapi pada miokardium yang berdekatan juga. Bentuk jantung juga bisa
berubah bila terjadi gangguan yang dapat memicu terjadinya hal tersebut, salah satunya
adalah Stenosis Mitral atau mitral Stenosis.
Stenosi mitral (MS) menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-
perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya MS dan kondisi
jantung.Konveksitas batas kiri jantung mengindikasikan bahwa stenosis menonjol.Pada
kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral,
umumnya salah satunya menonjol.Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi
mitral terlibat sangat signifikan.Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan MS
yaitu adanya kontur ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran
atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang terlokalisasi.
Mitral stenosis adalah blok aliran darah pada tngkat kantup mitral, akibat adanya
perubahan struktur mitral leaflets yang menyebabkan tidak membukanya kantup mitral
secara sempurna pada saat drastolik. ( Suparman ; 2000:1035 )
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan stenosis dan
insufisiensi katup mitral?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Menjelaskan asuhan keperawatan yang tepat untuk klien dengan stenosis dan insufisiensi
katub mitral.
1.3.2 Tujuaan Khusus
1. Menjelaskan definisi stenosis mitral.
2. Menjelaskan apa yang menjadi etiologi dari stenosis mitral.
3. Menjelaskan patofisiologi stenosis mitral.
4. Menjelaskan apa sajakah manifestasi klinis dari stenosis mitral
5. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada stenosis mitral.
6. Menjelaskan penatalaksanaan untuk stenosis mitral.
7. Menjelaskan prognosis stenosis mitral.
8. Menjelaskan apa sajakah komplikasi dari stenosi mitral.
1.4 Manfaat
a. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan makalah ini institusi pendidikan berhasil menjadikan mahasiswa lebih
mandiri dalam membuat makalah dan menambah wawasan meraka untuk
pengetahuannya.
b. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
mahasiswa serta dapat memandirikan mahasiswa dalam mempelajari system
kardiovasculer.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mitral Stenosis adalah suatu penyakit jantung, dimana katup atau pintu yang
menghubungkan ruang atrium (serambi) dan ventrikel (bilik) jantung bagian kiri
mengalami penyempitan, sehingga tidak bisa membuka dengan sempurna. Secara normal
pembukaan katub mitral adalah selebar tiga jari (4cm2) ( Brunner & Suddarth, 2001).
Pasien dengan Mitral Stenosis (MS) secara khas memiliki daun katup mitral yang
menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek.
(Farmacia,edisi Februari 2008)
Stenosis mitral (MS) adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-bilah katub mitral,
yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progesif aliran darah. ( Arif
Muttaqin, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa mitral stenosis atau yang kerap disebut MS
merupakan penyempitan katup mitral yang disebabkan penebalan daun katup, komisura
yang menyatu dan korda tendinae yang menebal dan memendek sehingga mengakibatkan
aliran darah mengalami hambatan atau aliran darah melalui katup ttersebut akan
berkurang. Yang pada normalnya katub mitral berukuran 4-6 cm2.( Suzanne,2002)
2.2 Etiologi
Penyebab tersering dari mitral stenosis adalah endokarditis reumatika, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh karena infeksi Streptokokus. Penyebab
lain walaupun jarang yaitu stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral, sistemik
lupus eritematosus, karsinosis sistemik, deficit amiloid, rheumatoid arthritis, serta
kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degenerative.
Pada mitral stenosis rematik, aun katup secara difus memadat oleh jaringan
fibrosis dengan atau deposit kalsifikasi. Kommisura mitral bergabung, korda tendinea
memenek, daun katup kaku dan perubahan ini menyebabkan pembatasan pada katup apex
yang berbentuk funnel-chest (mulut ikan). Meskipun penyebab utama dari mitral stenosis
adalah rematik, perubahan lanjut mungkin proses nonspesifik dari trauma katub
disebabkan oleh perubahan pola aliran oleh deformitas awal. Kalsifikasi pada mitral
stenosis melumpuhan daun katub dan lebih jauh penyempitan orifisium. Bentuk thrombus
dan embolisasi arteri dapat kemudian berkembang menjadi kalsifikasi katub, tetapi pada
pasien dengan atrial fibrillation (AF), thrombus berkembang terutama dari dilatasi trium
kiri (LA), khususnya appendix atrium kiri.
2.3 Patofisiologi
Mitral Stenosis adalah suatu penyakit jantung, dimana katup atau pintu yang
menghubungkan ruang atrium (serambi) dan ventrikel (bilik) jantung bagian kiri
mengalami penyempitan, sehingga tidak bisa membuka dengan sempurna. Secara normal
pembukaan katub mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi
penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel kiri tidak terpengaruh, namun atrium
kiri mengalami kesulitan dalam mengosongkan darah melalui lumen yang sempit ke
ventrikel kiri. Akibatnya atrium akan melebar dan mengalami hipertrofi. Karena tidak
ada katub yang melindungi vena pulmonal terhadap aliran balik dari atrium, maka
sirkulasi pulmonal mengalai kongesti shingga ventrikel kanan harus menanggung beban
tekanan arteri pulmunal yang tinggi dan mengalami peregangan berlebihan yang berakhir
dengan gagal jantung. (Brunner & Suddarth, 2001)
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4- 6 cm². Bila area
orifisum katup ini berkurang sampai 2cm², maka diperlukan upaya aktif atrium kiri
berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi.
Stenisis mitral kritis terjadi bila pembukaan katub berkurang, hingga menjadi 1 cm². Pada
tahap ini dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan
cardiac output yang normal.(swain 2005).
Gradien transmitral merupakan “ hall mark” stenosis mitral selain luasnya area katup
mitral.walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar
melalui katup normal ,atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya
tekanan atrium kiri akan diteruskan ke v. Pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan
kongestiparu serta keluhan sesak.( exertional dyspnea).
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat
juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu
antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap . berdasarkan luasnya area katup
mitral dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Derajat stenosis A20-OS interval Area Gradien
Ringan
Sedang
Berat
>110 msec
80- 100 msec
<80msec
>1.5cm ²
>1 dan 1.5cm²
<1 cm²
< 5 mmHg
5-10mmHg
>10 mmHg
A2 –OS; w Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup
mitral pada waktu fase penyembuhan dema reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat
tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil
dari normal. (Arief Mansjoer, dkk. 2000).
Strenosis mitral mengahalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel selama fase
diastolik ventrikel. untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah
jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong
darah melalui katup yang meyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan
antara keuda ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut
minimal.
Otot atrium kiri mengalamai hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompakan
darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu
pengisian ventrikel. atrium kiri kini tidak lagi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel.
Dilatasi atrium terjadi oleh karena voluem atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan
atrium untuk mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam
pembuluh paru-paru. tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat. akibatnya
terjadi kongesti vena yang ringan sampai edema intertisial yang kadang-kadang disertai
transudasi dalam alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari
resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respons ini memastikan gradien tekana yang
memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh darah paru-paru. Akan tetapi,
hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria
pulmonalis. Ventrikel kanan memberi rspon terhadap peningkatan beban tekanan ini
dengan cara hipertrofi.
Pembuluh paru-paru mengalami perubahan anatomosis yang tampaknya bertujuan
melindungi kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kana dan aliran pulmonar yang
meniggi. terjadi perubahan struktur, yaitu hipertrofi tunika media dan penebalan intima
pada dinding arteria kecil dan arteriola. mekanisme yang memerankan respon anatomosis
ini masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini menyempitkan lumen
pembuluh, dan meningkatkan resistensi pembuluh paru. Konstriksi arteiolar ini
meningkatkan tekana arteri pulmonalis. tekanan pulmonar dapat menimgkatkan progresif
sampai setinggi tekanan sistemik. Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai
pompa tekanan tinggi untuk janggka waktu yang lama. karena itu, akhirnya ventrikel
kana tidak dapat berfungsi lagi sebagai pompa. Gagal ventrikel kanan dipantulan ke
belakang ke sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema
perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup trikuspid
akibat pembesaran ventrikel kanan.
Sesudah beberapa tahun, lsi stenosis mitralis akan memperkecil lubang katup. gejala-
gejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil sampai sekitar 50%,
yaitu dari ukuran normal. pada keadaan dimana lubang katup sudah menyempit seperti
ini, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan
curah jantung; akibatnya, tekanan vena pulmonalis akan meningkat, menimbulkan
dispnea. Pada tahap awal biasanya dapat didengar bising jantung diastolik yang
merupakan petunjuk adanya katup abnormal melalui lubang katup yang menyempit.
(Lurraine M. Wilson, Sylvia A. Price. 1995).
2.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan atrium kiri, curah jantung, dan
resistensi vaskular paru. Dengan peningkatan tekanan atrium kiri, komplians paru berkurang
sehingga pasien menjadi lebih sesak. Awalnya, sesak napas hanya terjadi bila denyut jantung
meningkat. Bila derajat keparahan lesi meningkat pasien menjadi Ortopnu. Sebelum onset
dipsnu paroksismal, batuk nocturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala peningkatan
tekanan atrium kiri. Tekanan arteri pulmonalis meningkat paraler dengan peningkatan atrium
kiroi, pada sebagian besar pasien menjadi lebih tinggi 10-12 mmHg dari tekanan atrium kiri.
Pada beberapa pasien, terutama dengan pasien stenosis mitral berat, tekanan artei pulmonalis
meningkat secara tidak porposional, yang disebut sebagai hipertensi paru reaktif. (Huon
dkk,2005).
Berikut ini merupakan beberapa tanda dan gejala yang timbul pada kelainan mitral stenosis
(Schwartz,Shires, dan Spencer, 2000) yaitu :
1. Kelemahan, dispnea saat beraktifitas ( karena penurunan curah jantung )
2. Paroxysmal Noctural Dyspnea (PND) dan orthopnea ( akibat edema paru)
3. Batuk kering dan hemoptisis ( akibat edema paru )
4. Hepatomegali, peningkatan JVP, pitting edema ( akibat gagal jantung kanan )
5. Auskultasi:
1) Apical diastolik murmur, rumbling ( bergemuruh )
2) Bunyi Jantung 1 (BJ1) mengeras dan mitral opening snap
6. EKG:
1) Gelombang P memanjang dan berlekuk puncaknya (P mitral) di lead II.
2) Gelombang P komponen negatif yang dominan di lead V1 , yaitu atrium kiri
mengalami hipertrofi.
3) Hipertrofi ventrikel kanan ( RVH )
4) Fibrilasi atrium atau atrial vibrilasi (akibat hipertrofi dan dilatasi kronis atrium)
7. Rontgen Toraks:
1) Hipertrofi atau pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan
2) Kongesti vena pulmonalis, edema paru (perkabutan lapang paru)
3) Redistribusi vaskular ke lobus atas paru
8. Katerisasi jantung
Peningkatan selisih tekanan atrium dan ventrikel kiri, tekanan baji kapiler dan tekana
arteri pulmonalis dan penurunan curah jantung dan penyempitan lubang katup (1,5 cm).
9. Echocardiografi:
1) Kalsifikasi dan kekakuan katup mitral
2) Dilatasi atrium kiri
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dari penyakit Mitrl Stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit pasien,
pemerikasan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi
(EKG) atau ekokardiogrfi. Riwayat penyakit yang biasanya didapat dari pasien adalah:
1. Dyspnea d’effort/dyspnea saat beraktifitas
2. Hemoptisis: batuk darah yang dibatukkan berasal dari saluran pernapasan bawah
3. Nyeri dada
4. Riwayat demam rematik sebelumnya
5. Paroksimal noktural dispnea
6. Palpitasi
Dari pemeriksaan fisik pada pasien diperoleh:
1. Inspeksi
a. Nampak pulsasi ictus cordis
b. Malar flush perubahan warna kebiruan pada ayas pipi karena saturasi
oksigen berkurang
c. Sianosis perifer
d. Distensi vena jugularis, menonjol karena hipertensi pulmonal dan
stenosis tricuspid
e. Digital clubbing
f. Respiratory distress
g. Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hematomegali da
oedem perifer
2. Palpasi
a. Diastolic thrill terhadap getaran pada puncak jantung (ictus cordis
teraba), terutama dengan pasien dalam posisi kearah lateral kiri
b. Atrial firilasi, pulse tidak teratur dan terjadinya pule deficit antara heart
rate dengan nadi lebih dari 60x/menit
3. Auskultasi
a. Murmur diastole yang ditandai dengan M1 yang berbunyi lebih keras
disebabkan oleh peningkatan usaha katub mitral untuk menutup.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis Mitral stenosis:
1. Foto Thorax
Hal-hal yang dapat dilihat dari pemeriksaan foto thorax antara lain:
a. Pembesaran atrium, terlihat kontur ganda atrium pada batas jantung
kanan
b. Pelebaran arteri pulmonal
c. Dilatasi ventrikel kanan, tampak dari batas kanan bergeser ke kanan
d. Aorta yang relative kecil
e. Perkapuran di daerah katup mitral atau pericardium
f. Pada paru terlihat tanda bendungan vena
g. Edema intersisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan
tekanan atrium kiri kurang dari 20 mmHg dan 70% pada tekanan atrium
lebih dari 20 mmHg
Keterangan :
a) RPA: Right Pulmonal Artery
b) LA: Left Artery (bayangan dalam bayangan;kontur ganda atrium)
c) RA: Right Atrium
d) MPA: Arteri Pulmonalis Utama
e) LAA: Tambahan Atrium Kiri
Pemeriksaan Diagnostik juga bisa dilakukan dengan:
1. EKG
Gambaran pada EKG menunjukkan:
a) Pembesaran atrium kiri (amplitude P>2mm)
b) Fibrilasi atrium
c) Hipertrofi ventrikel kanan
d) Right Axis Deviation
e) R>S pada V1
f) Depresi gelombang ST dan gelombang T inverse pada V1-V3
2. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dengan perekaman M-mode dan 2D-Doppler dapat
digunakan untuk:
a) Menentukan derajat stenosis
b) Dimensi ruang untuk jantung
c) Ada tidaknya kelainan penyerta
d) Ada tidaknya thrombus pada atrium kiri
Pada pemeriksaan ekokardiografi M-mode dapat dilihat hal-hal berikut:
a) E-F slope mengecil dan gelombang “a” menghilang
b) Pembukaan katup mitral berkurang
c) Pergerakan katub posterior berubah
d) Penebalan katub akibat fibrosis
e) Pelebaran atrium kiri
Keterangan:
LVIDs : Diameter ventrikel kiri internal, sistolik
LVPWd : Dinding posterior ventrikel kiri, diastolic
LVIDd : Dimeter ventrikel kiri internal, diastolic
IVSd : Septum interventricular, diastolic
EDV : Volume diastolic akhir
FS : Memperpendek fraksi
ESV : Volume sistolik akhir
EF : fraksi ejeksi
3. Kateterisasi jantung
Berfungsi untuk menentukan luas dan jenis penyumbatan serta melihat
perbedaan “pressure gradient” antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Walaupun
demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur
ekokardiografi yang lengap. Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer
untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan
balon.
4. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan
adanya reaktivasi reuma.
2.6 Penatalaksanaan
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya
bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin,
sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis.
Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat
pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung
meningkat seperti pada latihan. (Novita,2007)
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna
akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel
yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat
dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi
atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah
fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue
pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya
dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik
pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan
oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun1920. Akhir-akhir ini
komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru.
Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot
papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat
ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itureparasi atau penggantian katup mitral
dengan protesa.
Indikasi dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm) dan
keluhan
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi timbulnya emboli, seperti:
a) Usia tua dengan atrium fibrilasi
b) Pernah mengalami emboli sistemik
c) Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri
2.7 Prognosis
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini
akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi kommisura, fusi
serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan
menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral
menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi
dari kommisura ini akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer sedangkan fusi
korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun
katup menjadi bentuk funnel shaped.
Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki serta lebih sering pada keadaan gagal ginjal kronik.
Apakah proses degeneratif tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi masih perlu
evaluasi lebih jauh, tetapi biasanya ringan. Proses perubahan patologi sampai terjadinya
gejala klinis (periode laten) biasanya memakan waktu berahun-tahun (10-20 tahun).
2.8 Komplikasi
1. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang simtomatis,
walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan beratnya stenosis.
Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium belum diketahui secara jelas. Adanya peningkatan
tekanan pada atrium kiri yang lama cenderung menimbulkan hipertrofi dan dilatasi
atrium kiri, dan perubahan struktur ini diduga dapat merubah keadaan elektrofisiologi
atrium kiri, yang merupakan faktor predeposisi untuk menimbulkan aritmia atrium.Pada
fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract dan perubahan
struktur SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua keadaan yang
memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung reumatik. Fibrilasi
atrium biasanya ditemukan pada pasien dengan usia diatas 40 tahun.
2. Emboli sistemik
Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral. Lebih 90%
emboli sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung reumatik. Pasien penyakit
jantung reumatik yang mengalami embolisasi terutama terjadi pada pasien dengan
kerusakan katup mitral, dan stenosis mitral. Diduga antara 9-20% pasien penyakit jantung
reumatik yang menyerang katup mitral mengalami embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien
mengalami stenosis mitral dengan konplikasi emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin
tua usia, walau tanpa fibrilasi atrium ,semakin cenderung timbul komplikasi emboli.
Mortalitas akibat emboli serebri sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga
sekitar 15%.
3. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan keadaan lanjut akibat
perubahan hemodinamik yang timbul karena stenosis mitral, dimana mekanisme adaptasi
fisiologis sudah dilampaui.
4. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan mengahancurkan
baktri-bakteri penyebab endokarditis. Tetapi pada katub jantung yang rusak dapat
menyebabkan bakteri tersebut tersangkut pada katup tersebut (Medicastore, 2012).
5. Prolaps Katub Mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katub menonjol ke dalam atrium kiri kadang-
kadang memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil darah ke dalam
atrium. Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun
dan korda katub mitral, yang menyebabkan katub menjadi floopy dan inkompeten saat
sistol. MVP jarang menyebabkan masalah jantung yang serius namun bisa menjadi
penyulit sindrom marfan atau penyakit jaringan ikat serupa dan pernah dilaporkan
sebagai penyakit dominan autosomal yang berkaitan dengan kromosom 16p. Sebagian
besar timbul sebagai kasus yang sporadik.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Pusing, rasa berdenyut, Dispnea karena kerja,
palpitasi, Gangguan tidur (Ortopnea, dispnea paroksimal nokturnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda : Takikardi, gangguan pada TD, Pingsan karena kerja, Takipnea, dispnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial
subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital ( contoh kerusakan
atrial-septal, sindrom marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal.Riwayat
murmur jantung, palpitasi, Serak, hemoptisis, Batuk, dengan/tanpa produksi
sputum.
Tanda : Nadi apikal : PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM)
Getaran : Getaran diastolik pada apek (SM)
Bunyi jantung : S1 keras, pembukaan yang keras (SM).
Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat)
Kecepatan : Takikardi pada istirahat (SM).
Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM).
Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM)
DVJ : Mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan (IA,SA,IM,IT,SM).
c. Integritas Ego
Gejala : Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar.
d. Makanan/Cairan
Gejala : Disfagia (IM kronis), Perubahan berat badan, Penggunaan diuretik.
Tanda : Edema umum atau dependen.
Gejala : Disfagia (IM kronis), Perubahan berat badan, Penggunaan diuretik.
Tanda : Edema umum atau dependen.
Hepatomegali dan asites (SM,IM,IT)
Pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi.
e. Neurosensori
Gejala : Episode pusing/pingsan berkenaan dengan bahan kerja.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, noktural). Batuk menetap atau noktural
(sputum mungkin/tidak produktif)
Tanda : Takipnea, Bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), Sputum banyak dan
bercak darah (edema pulmonal)
Gelisah/ketakutan (pada adanya edema pul monal)
g. Keamanan
Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi.
Tanda : Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
Perlu perawatan gigi/mulut.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering ditemukan pada pasien stenosis mitralis antara lain :
a) Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
b) Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
c) Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
d) Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan
dalam area interstitial/jaringan).
e) Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli)
3.3 Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI RASIONAL
1. Penurunan curah
jantung b/d
adanya hambatan
aliran darah dari
atrium kiri ke
ventrikel kiri,
adanya takikardi
ventrikel,
pemendekan fase
distolik
Tujuan : Setelah
diberikan asuhan
keperawatan selama
3 hari, penurunan
curah jantung dapat
diminimalkan.
Kriteria hasil : Vital
sign dalam batas
normal, Gambaran
ECG normal, bebas
gejala gagal
jantung, urine
output adekuat 0,5-
2 ml/kgBB, klien
ikut serta dalam
aktifitas yang
mengurangi beban
kerja jantung.
1. Kaji
frekuensi
nadi, RR, TD
secara teratur
setiap 4 jam.
2. Catat bunyi
jantung.
3. Kaji perubahan
warna kulit
terhadap sianosis
dan pucat.
1. 1. Memonitor
adanya
perubahan
sirkulasi
jantug sedini
mungkin.
2. 2. Mengetahui
adanya
perubahan
irama jantung
3. Pucat
menunjukkan
adanya
penurunan
perfusi perifer
terhadap tidak
adekuatnya
curah jantung.
Sianosis terjadi
sebagai akibat
adanya
obstruksi aliran
darah pada
ventrikel.
4. Pantau intake
dan output
setiap 24 jam.
5. Batasi aktifitas
secara adekuat
6. Berikan kondisi
psikologis
lingkungan yang
tenang
4. Ginjal berespon untuk
menurunkna curah
jantung dengan
menahan produksi
cairan dan natrium.
5. Istirahat memadai
diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi
kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi
O2 dan kerja berlebihan.
6. Stres emosi
menghasilkan
vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan
meningkatkan kerja
jantung.
22.
.
Gangguan
perfusi jaringan
b/d penurunan
sirkulasi darah
perifer;
penghentian
aliran arteri-
vena; penurunan
aktifitas.
Tujuan : Setelah
diberikan asuhan
keperawatan
selama 3 hari
perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria hasil :
vital sign dalam
batas yang dapat
diterima, intake
output seimbang,
akral
1. Monitor
perubahan
tiba-tiba atau
gangguan
mental kontinu
(camas,
bingung,
letargi,
pinsan).
2. Observasi
adanya pucat,
sianosis,
belang, kulit
1. Perfusi serebral
secara langsung
berhubungan
dengan curah
jantung,
dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi
asam basa,
hipoksia atau
emboli sistemik.
2. Vasokonstriksi
sistemik
diakibatkan oleh
penurunan curah
dingin/lembab,
catat kekuatan
nadi perifer.
3. Kaji tanda
Homan
(nyeri pada
betis dengan
posisi
dorsofleksi),
eritema,
edema.
4. Dorong
latihan kaki
aktif/pasif.
5. Pantau
pernapasan.
jantung mungkin
dibuktikan oleh
penurunan
perfusi kulit dan
penurunan nadi.
3. Indikator
adanya
trombosis vena
dalam.
4. Menurunkan
stasis vena,
meningkatkan
aliran balik vena
dan menurunkan
resiko
tromboplebitis
5. Pompa jantung
gagal dapat
mencetuskan
distres
pernafasan.
Namun dispnea
tiba-tiba/berlanju
t menunjukkan
komplikasi
tromboemboli
paru.
6. Kaji fungsi GI,
catat anoreksia,
penurunan
bising usus,
mual/muntah,
distensi
abdomen,
konstipasi.
7. Pantau
masukan dan
perubahan
keluaran urine
6. Penurunan aliran
darah ke
mesentrika dapat
mengakibatkan
disfungsi GI,
contoh
kehilangan
pristaltik.
7. Penurunan
pemasukan/mual
terus-menerus
dapat
mengakibatkan
penurunan
volume sirkulasi,
yang berdampak
negatif pada
perfusi dan
organ.
3. Intoleran
aktifitas b/d
adanya
penurunan
curah jantung,
kongestif
pulmunal.
Tujuan :
Setelah
diberikan
asuhan
keperawata
n selama 3
hari, klien
dapat
beraktifitas
sesuai batas
toleransi
1. Kaji toleransi
pasien
terhadap
aktifitas
menggunakan
parameter
berikut: nadi
20/mnt di atas
frek nadi
istirahat, catat
peningaktan
1. Parameter
menunjukkan
respon fisiologis
pasien terhadap
stres aktifitas
dan indikator
derajat penagruh
kelebihan kerja
jnatung.
yang dapat
diukur.
Kriteria hasil:
menunjukkan
peningaktan
dalam
beraktifitas,
dengan
frekuensi
jantung/irama
dan TD
dalam batas
normal, kulit
hangat,
merah muda
dan kering.
TD, dispnea,
nyeri dada,
kelelahan
berat,
kelemahan,
berkeringat,
pusing atau
pinsan.
2. Tingkatkan
istirahat dan
batasi aktifitas.
3. pengunjung
atau kunjungan
oleh pasien.
4. Kaji kesiapan
untuk
meningaktkan
aktifitas
contoh:
penurunan
kelemahan/kel
elahan, TD
stabil/frek
2. Menghindari
terjadinya
takikardi dan
pemendekan fase
distole.
3. Pembicaraan
yang panjang
sangat
mempengaruh
i pasien, naum
periode
kunjungan
yang tenang
bersifat
terapeutik.
4. Stabilitas
fisiologis pada
istirahat penting
untuk
menunjukkan
tingkat aktifitas
individu.
nadi,
peningaktan
perhatian pada
aktifitas dan
perawatan diri.
5. Dorong
memajukan
aktifitas/tolera
nsi perawatan
diri.
6. Berikan
bantuan sesuai
kebutuhan
(makan,
mandi,
berpakaian,
eleminasi).
7. Anjurkan
5. Konsumsi
oksigen
miokardia
selama berbagai
aktifitas dapat
meningkatkan
jumlah oksigen
yang ada.
Kemajuan
aktifitas bertahap
mencegah
peningkatan tiba-
tiba pada kerja
jantung.
6. Teknik
penghematan
energi
menurunkan
penggunaan
energi dan
membantu
keseimbangan
suplai dan
kebutuhan
oksigen.
7. Aktifitas yang
pasien
menghindari p
eningkatan
tekanan
abdomen,
mangejan saat
defekasi.
8. Jelaskan pola
peningkatan
bertahap dari
aktifitas,
contoh: posisi
duduk
ditempat tidur
bila tidak
pusing dan
tidak ada nyeri,
bangun dari
tempat tidur,
belajar berdiri
dst.
memerlukan
menahan nafas
dan menunduk
(manuver
valsava) dapat
mengakibatkan
bradikardia,
menurunkan
curah jantung,
takikardia
dengan
peningaktan TD.
8. Aktifitas yang
maju
memberikan
kontrol jantung,
meningaktkan
regangan dan
mencegah
aktifitas
berlebihan.
4. Resiko
kelebihan
volume
cairan b/d
adanya
Tujuan : Setelah
diberikan asuhan
keperawatan
selama 3 hari
kelebihan
1. Auskultasi
bunyi nafas
untuk adanya
krekels.
1. Mengindikaiskan
edema paru
skunder akibat
dekompensasi
perpindahan
tekanan pada
kongestif
vena
pulmonal,
Penurunan
perfusi organ
(ginjal);
peningaktan
retensi
natrium/air;
peningakatn
tekanan
hidrostatik
atau
penurunan
protein
plasma
(menyerap
cairan dalam
area
interstitial/jar
ingan).
volume cairan
tidak terjadi.
Kriteria hasil:
balance
cairan
masuk dan
keluar, vital
sign dalam
batas yang
dapat
diterima,
tanda-tanda
edema tidak
ada, suara
nafas bersih.
2. Catat adanya
DVJ, adanya
edema
dependen.
3. Ukur
masukan/kelua
ran, catat
penurunan
pengeluaran,
sifat
konsentrasi.
Hitung
keseimbnagan
cairan.
4. pemasukan
total cairan
2000 cc/24 jam
dalam toleransi
kardiovaskuler.
jantung.
2. Dicurigai adanya
gagal jantung
kongestif.kelebih
an volume
cairan.
3. Penurunan curah
jantung
mengakibatkan
gangguan perfusi
ginjal, retensi
cairan/Na, dan
penurunan
keluaran urine.
Keseimbangan
cairan positif
berulang pada
adanya gejala
lain
menunjukkan
klebihan
volume/gagal
jantung.
4. Memenuhi
kebutuhan cairan
tubuh orang
dewasa tetapi
memerlukan
pembatasan pada
adanya
dekompensasi
5. Berikan diet
rendah
natrium/garam.
6. Delegatif
pemberian
diiretik.
jantung.
5. Na
meningkatkan
retensi cairan
dan harus
dibatasi
6. Mungkin perlu
untuk
memperbaiki
kelebihan cairan.
5. Resiko kerusakan
pertukaran gas b/d
perubahan
membran kapiler-
alveolus
(perpindahan
cairan ke dalam
area
interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah
diberikan asuhan
keperawatan selama
3 hari pertukaran
gas adekuat.
Kriteria hasil:
sianosis tidak ada,
edema tidak ada,
vital sign dalam
batas dapat
diterima,
akral
hangat, suara nafas
bersih, oksimetri
dalam rentang
normal.
1. Auskultasi
bunyi nafas,
catat krekels,
mengii.
2. Anjurkan
pasien batuk
efektif, nafas
dalam.
3. Dorong
perubahan
posisi sering.
4. Pertahankan
posisi
semifowler,
sokong tangan
dengan bantal.
1. Menyatakan
adanya kongesti
paru/pengumpul
an sekret
menunjukkan
kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
2. Membersihkan
jalan nafas dan
memudahkan
aliran oksigen.
3. Membantu
mencegah
atelektasis dan
pneumonia.
4. Menurunkan
komsumsi
oksigen/kebutuh
an dan
meningkatkan
ekspansi paru
5. Pantau GDA
(kolaborasi tim
medis), nadi
oksimetri.
6. Berikan
oksigen
tambahan
sesuai indikasi.
7. Delegatif
pemberian
diuretic.
maksimal.
5. Hipoksemia
dapat menjadi
berat selama
edema paru.
6. Meningkatkan
konsentrasi
oksigen alveolar,
yang dapat
memperbaiki/me
nurunkan
hipoksemia
jaringan.
7. Menurunkan
kongesti
alveolar,
meningkatkan
pertukaran gas.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran
darah ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah keadaan dimana terdapat refluks darah
dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik sebagai akibat dari tidak sempurnanya
penutupan katup mitral.
Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik (lebih dari 90%).
Berdasarkan guidelines American College of Cardiology 1998 tentang manajemen penyakit
jantung katup, hanya 40% yang merupakan MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung
rheumatik. Dan penyebab tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah penyakit jantung
rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari insufisiensi mitral
berat.
Berbagai permeriksaan yang digunakan untuk menunjang diagnostic stenosis dan insufisensi itral
diantaranya adalah elektrokardiogram, rontgen dada, dan ekokardiografi. Penatalaksanaan yang
digunakan untuk kasus stenosis dan insufisiensi mitral meliputi terapi medikamentosa dan
pembedahan. Pembedahan dilakukan jika terapi obat tidak mengurangi gejala secara maksimal.
4.2 Saran
Setelah membaca dan memahami konsep dasar saraf lakrimal, diharapkan kepada
mahasiswa/i dapat melakukan dan melaksanakan perencanaan dengan professional
pada pasien dengan gangguan system lakrimal dan juga bagi setiap orang dapat
menghindari gangguan system lakrimal dengan selalu menjaga dan membiasakan pola
hidup sehat.