mioma uteri

26
MIOMA UTERI

Upload: fenti

Post on 11-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid.

TRANSCRIPT

MIOMA UTERI

DEFINISIMioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid. (Prawirohardjo,1996:281). Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas yang terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa (Sylvia A.P, 1994:241)Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalis. Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma merupakan neoplasma jinak. Mioma terdiri atas serabut-serabut otot polos yang dikelingi dengan untaian jaringan ikat, dan dikelilingi oleh kapsul yang tipis (Llewellyn, Jones,2001). Mioma uteri merupakan tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri, bulat, keras, berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar terdiri dari otot polos dengan beberapa jaringan ikat (Benson, 2009). Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural ( 54% ), subserosa ( 48,2% ), submukosa ( 6,1% ) dan jenis intraligamenter ( 4,4% ).1. Mioma submukosa Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma . Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, di kenal sebagai Currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas. 2. Mioma intramural Terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi. 3. Mioma subserosa Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. 4. Mioma intraligamenter Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering / parasisic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan ( whorle like pattern ) dengan psoudo kapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma.

EPIDEMIOLOGIPenelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Schwartz mendapatkan angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya. Schwartz menunjukkan angka kejadian mioma uteri 2-3 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan kulit putih (Victoria et all., 2006). Penelitian Ran Ok et all., di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17% kasus mioma uteri dari 4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti (Ran Ok et all., 2007). Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Joedosaputro, 2005). Menurut penelitian yang di lakukan Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka kejadian mioma uteri adalah sebesar 10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di Surabaya penelitian yang dilakukan oleh Susilo Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Yuad H, 2005).Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 25 %), kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar 10 %. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87 % dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita berkulit putih. Sedangkan di Afrika,wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri

PATOFISIOLOGI(lampiran)

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKOPenyebab dari mioma pada rahim masih belum diketahui. Beberapa penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel neoplasma soliter (satu sel ganas) yang berada diantara otot polos miometrium (otot polos di dalam rahim). Tumor ini menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal. Mioma uteri memiliki kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil ketika menopause berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen. Apabila pertumbuhan mioma semakin membesar setelah menopause maka pertumbuhan mioma ke arah keganasan harus dipikirkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.1. EstrogenMioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.2. ProgesteronProgesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.3. Hormon pertumbuhanLevel hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Faktor Predisposisi Mioma Uteri Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya mioma uteri (Parker, 2007) :1. Umur Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan (Wiknjosastro, 2005). Pada usia sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada usia menopause (Ganong, 2008). Setelah menopause hanya kira-kira 10 % mioma yang masih tumbuh. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. (Joedosepoetro, 2007).2. Riwayat Keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma dalam 2 garis keturunan pertama mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF- ( myoma-related growth factor) dibandingkan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker,2007)3. Obesitas Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri (Parker, 2007).4. Paritas Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali ( Schorge et al., 2008 ). Mioma lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai 1 anak (Llewellyn,2001). Parker mengemukakan bahwa semakin meningkatnya jumlah kehamilan maka akan menurunkan insidensi mioma uteri. Resiko terjadinya mioma uteri akan menurun dari 20%-50% dengan melahirkan minimal 1 orang anak. Dalam penelitiannya, Chen menemukan bahwa resiko menurun hingga 70% pada wanita yang melahirkan 2 anak atau lebih (Victory,2006).5. Kehamilan Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Scott, 2002). Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003). Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan.6. RasSuatu penelitian menemukan bahwa wanita Afrika-Amerika mempunyai resiko 2,9 kali lebih besar daripada wanita Kaukasia, dan resiko ini tidak berhubungan dengan faktor resiko lain (Parker, 2007).7. MakananBeberapa penelitian dapat menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Suatu penelitian menemukan bahwa daging sapi, daging setengah matang, dan daging babi meningkatkan kejadian mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tetapi penelitian ini sulit diinterpretasikan karena penelitian ini tidak mengukur kalori dan lemak. Tidak diketahui dengan pasti pengaruh vitamin, serat, atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).8. LatihanMantan atlet perguruan tinggi tercatat memiliki prevalensi 40% lebih rendah dibandingkan dengan yang bukan atlet. Tidak jelas apakah perbedaan ini merupakan efek dari latihan atau tingkat konversi yang lebih rendah dari androgen dengan estrogen yang disebabkan oleh masa tubuh yang kecil (Parker,2007).

9. MerokokMerokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Beberapa faktor dapat menurunkan bioavailabilitas estrogen dan menurunkan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

MANIFESTASI KLINIS1. Perdarahan Abnormal Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium mengakibatkan terjadinya interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Selain itu, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. 2. Nyeri Perut Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan, 2006). 3. Pressure Effects ( Efek Tekenan ) Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi. 4. Penurunan Kesuburan dan Abortus Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001).

Pada umumnya wanita dengan mioma uteri tidak mengalamai gejala. Gejala yang terjadi berdasarkan ukuran dan lokasi dari leiomioma yaitu :1. Menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak).2. Perut terasa penuh dan membesar. Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah. 3. Nyeri panggul kronik (berkepanjangan). Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena terpuntirnya mioma yang bertangkai, pelebaran leher rahim akibat desakan mioma atau degenerasi (kematian sel) dari mioma.4. Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis (pembesaran ginjal).5. Penekanan rektosigmoid (bagian terbawah usus besar) yang mengakibatkan konstipasi (sulit BAB) atau sumbatan usus.6. Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri hebat, luka, dan infeksi.7. Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungkinan tromboflebitis sekunder karena penekanan pelvis (rongga panggul).8. Poilisitemia (salah satu penyakit kelainan darah).9. Asites (penimbunan cairan di rongga perut)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. Pemeriksaan fisik Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. 2. Pemeriksaan laboratorium Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. 3. Pemeriksaan penunjang Ultrasonografi Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik. Histeroskopi Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.2

PENATALAKSANAAN MEDIS1. Terapi konservatif / Pemeriksaan berkalaPenderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi. Tidak ada ukuran standar kapan mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa gejala dan tidak mengarah ke keganasan tidak perlu diterapi. Pemeriksaan fisik dan USG harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk mengawasi pertumbuhan baik ukuran maupun jumlah. Apabila pertumbuhan stabil maka pasien diobservasi setiap 3-4 bulan2. Terapi operasi Miomektomi (operasi pengambilan mioma uteri)Dipertimbangkan apabila seorang wanita masih berusia muda atau masih ingin memiliki anak lagi. Setelah miomektomi, pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama 4-6 bulan karena rahim masih dalam keadaan rapuh setelah dioperasi. Komplikasi dari miomektomi berupa risiko perdarahan harus dipertimbangkan. Kemungkinan untuk pertumbuhan mioma lagi setelah miomektomi berkisar 20-25% pasien HisterektomiPengangkatan rahim keseluruhan yang dipertimbangkan pada wanita yang sudah tidak menginginkan anak lagi, pertumbuhan mioma yang berulang setelah miomektomi, dan nyeri hebat yang tidak sembuh dengan terapi konvensional Miolisis. Koagulasi laparaskopik mioma dilakukan menggunakan neodymium. Embolisasi arteri uteriSumbatan pada pembuluh darah arteri di rahim untuk menangani komplikasi perdarahan pada operasi kebidanan dan kandungan.

3. Terapi medikamentosa Terapi medikamentosa Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine). GnRH analog Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%. Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian GnRHa.Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan GnRHa adalah: Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri. Mengurangi anemia akibat perdarahan. Mengurangi perdarahan pada saat operasi. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi. Progesteron Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari dan tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini. Danazol Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5-reduktase pada miometrium dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen. Gestrinon Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan 97 wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36) menerima 2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima 2,5 mg gestrinon pervaginam 3x seminggu. Data masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma uteri. Tamoksifen Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun antiestrogenik, dan dikenal sebagai selective estrogen receptor modulator (SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan. Goserelin Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara pemberian injeksi subkutan. Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Kadar HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat selama pemberian terapi. Antiprostaglandin Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri. Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia idiopatik.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajiana. Data biografi /biodataMeliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.b. Riwayat keluhan utama Lokasi nyeri Intensitas nyeri Waktu dan durasi Kwalitas nyeri.c. Riwayat kesehatan masa laluApakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .d. Riwayat Reproduksi Haid, dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause Hamil dan Persalinan. Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar. Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.e. NutrisiKebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan sesudah masuk RS.f. EliminasiKebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah masuk RS.g. Istirahat dan tidurKebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.h. Personal hygiene Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu Dikaji sebelum dan pada saat di RS Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spirituali. Status psikologisEmosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme koping yang negatif.i. Status socialMerasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan masyarakat lain. Kegiatan keagamaan menjadi terganggu.j. Pengkajian fisik meliputi : Keadaan umum Tingkah laku BB dan TB Pengkajian head to toek. Pemeriksaan laboratorium Laporoskopi : untuk mengetahui ukuran dan lokasi tumor USG abdominal dan transvaginal Biopsi : untuk mengetahui adanya keganasan Dilatasi serviks dan kuretase akan mendeteksi adanya fibroid subserous

Analisa DataDataEtiologiMasalah Keperawatan

Diagnosa Keperawatan1. Nyeri 2. Ansietas3. Resiko kekurangan volume cairan4. Resiko infeksi

Rencana Asuhan Keperawatan1. Nyeri Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . x 24 jam.Kriteria Hasil: Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5) Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks. Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0CN : 80-100 x/mRR : 16-24x/mTD : Sistole : 100-130 mmHg Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan. Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin. Monitor tanda-tanda vital Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik. Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman. Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

2. Cemas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . X 24 jam pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.Kriteria Hasil : Klien mengatakan rasa cemas berkurang Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi. Klien mengerti tentang penyakitnya. Klien tampak rileks. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD : Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya. Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya. Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat. Monitor tanda-tanda vital. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas. Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko kekurngan volume cairan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .. x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam. Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHgIntervensi : Kaji tanda-tanda kekurangan cairan. Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam. Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer. Observasi pendarahan Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.