mini projek
DESCRIPTION
mini proyek internshipTRANSCRIPT
MINI PROJECT
PROFIL HIPERTENSI PADA PASIEN LANJUT USIA
DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS KARANG JOANG
TAHUN 2014
Oleh:
1. dr. Ade Dayangsuri2. dr. Dian Fitriana Dewi3. dr. Fitri Riadini4. dr. Helnida 5. dr. Hendranto
DOKTER INTERNSIPPUSKESMAS KARANG JOANG
BALIKPAPAN 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDisini kita masukin profil puskesmas karang joang.
1.2 Tujuan1.3 Manfaat
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POSYANDU LANSIA8
2.1.1 Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Kegiatan
posyandu adalah perwujudan dari peran serta masyarakat
dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan mereka.
posyandu lansia adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi
dan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan untuk
masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia khususnya lanjut usia
(Depkes, 2000).
2.1.2 Tujuan Posyandu Lansia
Adapun tujuan umum posyandu lansia adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia
untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
Sedangkan menurut Azrul pembentukan posyandu lansia
bertujuan untuk :
a. memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik sesuai
kemampuan dan aktifitas mental yang mendukung
b. memelihara kemandirian secara maksimal
c. melaksanakan diagnosa dini secara tepat dan memadai
d. melaksanakan pengobatan secara tepat
e. membina lansia dalam bidang kesehatan fisik spiritual
f. sebagai sarana untuk menyalurkan minat lansia
g. meningkatkan rasa kebersamaan diantara lansia
3
h. meningkatkan kemampuan lansia untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan kegiatan - kegiatan lain yang
menunjang sesuai dengan kebutuhan
2.1.3 Sasaran
Sasaran penyelenggara posyandu lansia adalah seluruh
penduduk yang termasuk kategori lansia. (Depkes,2000)
2.1.4 Manfaat Posyandu Lansia
Menurut Depkes RI (2000), manfaat dari posyandu
lansia adalah :
a. Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar
b. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara
c. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu
luang
2.1.5 Upaya-upaya yang dilakukan dalam posyandu lansia
Lima upaya yang dilakukan dalam posyandu lansia antara lain:
a. Upaya meningkatkan / promosi kesehatan
Upaya meningkatkan kesehatan promotif pada
dasarnya merupakan upaya mencegah primer (primary
prevention). Menurut Suyono (1997), ada beberapa
tindakan yang disampaikan dalam bentuk pesan
“BAHAGIA” yaitu:
1) Berat badan berlebihan agar dihindari dan dikurangi
2) Aturlah makanan hingga seimbang
3) Hindari faktor resiko penyakit degeneratif
4) Agar terus berguna dengan mempunyai hobi yang
bermanfaat
4
5) Gerak badan teratur agar terus dilakukan
6) Iman dan takwa ditingkatkan, hindari dan tangkal situasi
yang menegangkan
7) Awasi kesehatan dengan memeriksa badan secara
periodik
b. Peningkatan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c. Peningkatan kesehatan dan kebugaran lanjut usia
Peningkatan kesehatan dan kebugaran pada lansia melalui:
1) Pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik lanjut usia
2) Penyuluhan gizi
3) Penyuluhan tentang tanaman obat keluarga
4) Olah raga
5) Rekreasi
d. Peningkatan ketrampilan
Peningkatan ketrampilan untuk lansia meliputi :
1) Demontrasi ketrampilan lansia membuat kerajinan
2) Membuat kerajinan yang berpeluang untuk dipasarkan
3) Latihan kesenian bagi lansia
e. Upaya pencegahan/prevention
Masing-masing upaya pencegahan dapat
ditunjukkan kepada :
1) Upaya pencegahan primer (primary prevention)
ditujukan kepada lanjut usia yang sehat, mempunyai
resiko akan tetapi belum menderita penyakit
2) Upaya pencegahan sekunder (secondary prevention)
ditujukan kepada penderita tanpa gejala, yang mengidap
5
faktor resiko. Upaya ini dilakukan sejak awal penyakit
hingga awal timbulnya gejala atau keluhan
3) Upaya pencegahan tertier (tertiery prevention) ditujukan
kepada penderita penyakit dan penderita cacat yang telah
memperlihatkan gejala penyakit.
2.1.6 Penyelenggaraan Posyandu Lansia
Penyelenggaraan posyandu lansia dilaksanakan oleh kader
kesehatan yang terlatih, tokoh dari PKK, tokoh masyarakat dibantu oleh
tenaga kesehatan dari puskesmas setempat baik seorang dokter bidan atau
perawat
Berkunjung ke posyandu lansia merupakan cara untuk dapat
memenuhi status kesehatan lansia. Upaya untuk berperilaku baik dengan
menjaga kesehatannya sangat dipengaruhi oleh motivasi.
2.1.7. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung
pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh
dinas kesehatan kabupaten ataupun kota penyelenggara. Ada yang
menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita,
ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja. Namun,
secaraumum kegiatan Yandu Lansia meliputi:
1. Pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan
atau tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah (TD), denyut jantung, laju pernapasan
dan analisis indeks massa tubuh (IMT).
3. Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan
4. Penyuluhan atau konseling, misalnya pelayanan pojok gizi
2.2 LANJUT USIA
2.2.1. Pengertian Lanjut Usia
6
Menurut Undang-undang RI No.13 tahun 1988 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada BAB I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari
oleh siapapun. Menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pasal 19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang
yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan,
dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh
aspek kehidupan. karena itu kesehatan manusia lanjut usia perlu
mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan
ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai
dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan.
Usia lanjut semakin bertambah jumlahnya saat ini. Di Indonesia, prevalensi perrtumbuhan usia lanjut berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI, 2004 adalah 5,8% (1990), 7,4% (2000), dan 8% (2010). Data dari PBB mengungkapkan bahwa diperkirakan Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah usia lanjut yang tertinggi di dunia yaitu sebanyak 414% dari tahun 1990 hingga 2025 mendatang. Meningkatnya jumlah usia lanjut menyebabkan pergeseran penyakit yaitu dari infeksi menjadi degeneratif. Konsekuensi yang dihadapi oleh bidang kesehatan dengan meningkatnya jumlah usia lanjut adalah meningkatnya pasien berusia lanjut di rumah sakit.1
Perawatan pasien usia lanjut memerlukan perhatian khusus dikarenakan pasien usia lanjut memiliki karakteristik khas tersendiri diantaranya multipatologi, menurunnya faal tubuh, gejala penyakit yang tidak khas, menurunnya status fungsional, dan adanya kecenderungan gangguan nutrisi. Dengan demikian penatalaksanaan pasien usia lanjut memerlukan pendekatan khusus yang biasa disebut dengan CGA (Comprehensive Geriatric Assessment).1
Pada CGA terdapat penilaian spesifik bagi pasien usia lanjut seperti usia kronologis, disabilitas fungsional yang dimiliki oleh pasien, penyakit fisik, kondisi geriatri, psikososial, serta rencana perawatan kesehatan optimal yang dapat diberikan baik di rumah maupun di rumah sakit2
7
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi pada lansia adalah:
1. Pralansia seseorang yang berusia antara 45-59 tahun2. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih3. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun
atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.5
Klasifikasi lain mengenai lansia dibagi menjadi :
1. Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun2. Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun3. Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun4. Usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.7
2.3 HIPERTENSI
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2006).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
2.3.2 Penyebab
2.3.3 Jenis Hipertensi9
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
8
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak faktor lain yang mempengaruhi, dan para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor- faktor lain yang dapat dimasukkan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan,dan faktor yang meningkatkan resikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, dan merokok.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001).Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Garam dapur akan memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor penyebab.
2.3.4 Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Health Organization) dalam Rohaendi (2008):
1) Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah borderline (perbatasan), yakni tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-94 mmHg
3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik 1ebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
b. Menurut Salma Elsanti (2009), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari:
Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa JNC VII
2.3.5 Gejala Hipertensi
9
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus.Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu :
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala
b. Sering gelisah
c. Wajah merah
d. Tengkuk terasa pegal
e. Mudah marah
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Sesak napas
i. Rasa berat ditengkuk
j. Mudah lelah
k. Mata berkunang-kunang
l. Mimisan (keluar darah dari hidung).
2.3.6 Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:
1) Jenis kelamin
Wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Adanya hormon estrogen yang berperan dalam peningkatan High Density Lipoprotein(HDL). HDL merupakan faktor pelindung terjadi aterosklerosis. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini dkk, 2009).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Pembuluh darah kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
3) Keturunan (Genetik)
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
10
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia pertengahan ( + 50 tahun ) dan dewasa lanjut asupan kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat.Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
2) Kurang olahraga
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah.Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
11
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar yodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.(Wolff, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7) Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009) menagatakan Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal
2.3.7 Komplikasi Hipertensi
Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kalindibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.
Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan kebutaan.Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif
12
dan intelektual.Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak.
a. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.
b. Payah jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh.Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung.
c. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah.Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat kematian.Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.
d. Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah.Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.9
e. Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.9
2.3.8 Pencegahan Hipertensi9
Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain menurut bukunya (Gunawan, 2001),dengan cara sebagai berikut:
a. Mengurangi konsumsi garam.
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam dapur untuk diet setiap hari.
b. Menghindari kegemukan (obesitas).
Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b) normal atau tidak berlebihan.Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat badan normal.
c. Membatasi konsumsi lemak.
13
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi.
d. Olahraga teratur.
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi.Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda.Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.
e. Makan banyak buah dan sayuran segar.
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.
f. Tidak merokok dan minum alkohol.
g. Latihan relaksasi atau meditasi.
Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan.Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi.
h. Berusaha membina hidup yang positif.
Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan) bagi setiap orang. Jika tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu, akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi. Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus berusaha membina hidup yang positif.
2.4 OSTEOARTRITIS
2.4.1 Pengertian Osteoartritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan
etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas.
Pada umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi
bertambah berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan
14
gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia,
mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.30
Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan
slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia,
struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga menyebabkan
gangguan fungsi sendi.
Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi yang
dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium,
sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu
OAprimer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik,
disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga
mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan
makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya,
seperti obesitas dan sebagainya.
2.4.2 Faktor risiko Osteoartritis
Faktor risiko dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko sistemik
dan faktor risiko biodinamik.
Faktor risiko sistemik Faktor risiko dinamik
1. Usia 1. Cedera
2. Jenis kelamin 2. Obesitas
3. Suku 3. Pekerjaan
4. Genetik
2.4.3 Jenis Osteoartritis
15
2.4.4 Gejala Osteoartritis
Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi,
terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan
berkurang bila penderita beristirahat. Nyeri dapat timbul akibat
beberapa hal, termasuk dari periostenum yang tidak terlindungi lagi,
mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung saraf di dalam sinovium
oleh osteofit, spasme otot periartikular, penurunan aliran darah di dalam
tulang dan peningkatan tekanan intraoseus dan sinovitis yang diikuti
pelepasan prostaglandin, leukotrien dan berbagai sitokin.33
Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak
digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan
hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada pagi hari,
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit ( tidak lebih dari 30
menit ).34
Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri
tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan
krepitasi. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan
pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat
kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur otot
periartikular. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul
sendi, periostitis dan spasme otot periartikular.33
Beberapa penderita mengeluh nyeri dan kaku pada udara dingin
dan atau pada waktu hujan. Hal ini mungkin berhubungan dengan
perubahan tekanan intra artikular sesuai dengan perubahan tekanan
atmosfir. Beberapa gejala spesifik yang dapat timbul antara lain adalah
keluhan instabilitas pada penderita OA lutut pada waktu naik turun
tangga, nyeri pada daerah lipat paha yang menjalar ke paha depan pada
penderita OA koksa atau gangguan menggunakan tangan pada penderita
OA tangan.
16
2.4.7 Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah
pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan
menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah.
Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan
berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal
berupa obat-obatan anti nyeri dan tindakan bedah.
2.5 DIABETES MELITUS
2.5.1 Pengertian Diabetes Melitus
2.5.2 Etiologi Diabetes Melitus
2.5.4 Gejala Diabetes Melitus
2.5.5 Faktor Risiko Diabetes Melitus
2.5.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu
menjelaskan gambaran antar variabel dan menyajikan data dalam bentuk tabel
atau grafik. Teknik pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan
data sekunder di Puskesmas Karang Joang Balikpapan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Karang Joang kota Balikpapan pada
bulan Juni – Desember 2014.
3.3 Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang ada di database
Puskesmas Karang Joang kota Balikpapan.
3.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
3.4.1 Populasi
Arikunto (2006) menyatakan, bahwa populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh –
tumbuhan, gejala – gejala , nilai – nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data
yang dimiliki.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di
cakupan wilayah kerja Puskesmas Karang Joang Balikpapan, yang terdiri dari x
kepala keluarga, dari jumlah penduduk di kelurahan Karang joang sebanyak x
penduduk.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto,2006). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di
18
wilayah kerja Puskesmas Karang Joang Balikpapan.
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Hidayat,2007).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria
sebagai lansia yang tercatat sebagai penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Karang Joang, Balikpapan, serta memiliki data yang lengkap.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah merupakan kriteria dimana subyek penelitian
tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian yang penyebabnya antara lain adalah adanya hambatan etis,
menolak menjadi responden atau berada pada suatu keadaan yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan penelitian (Hidayat, 2007).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah lansia yang tidak
memiliki kelengkapan data.
3.4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling berarti teknik/ cara/ prosedur
menyeleksi populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nonprobability sampling yaitu total sampling. Total sampling adalah
mengambil keseluruhan jumlah sampel (Notoadmojo,2005).
3.5 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2006), variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Variabel – variabel pada penelitian ini meliputi :
1. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalan pemanfaatan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Karang Joang kota Balikpapan
19
dalam hal ini adalah Posyandu Lansia yang ada di setiap RT.
2. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, diagnosis
klinis penyakit, dan
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi :
1. Lansia
Kategori usia menurut Depkes (2009) meliputi :
Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun
Masa Lansia Akhir = 56 - 65 tahun
Masa Manula = 65 - sampai atas
Berdasarkan penggolongoan usia di atas, maka lansia yang dimaksud pada
penelitian ini adalah lansia yang berusia di atas 45 tahun.
3.6 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini yaitu dengan mengolah data sekunder
yang didapatkan dari database Puskesmas Karang Joang Balikpapan, kemudian
disajikan dalam bentuk tabel ataupun grafik dengan menggunakan Microsoft
Office 2007.
3.7 Cara Kerja
20
Posyandu Lansia
Mendata lansia yang datang berobat
Mongolah data
BAB V
HASIL DAN DISKUSI
5.1 HASIL PENELITIAN
5.2 DISKUSI
BAB VI
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN1.2 SARAN
21