mini project kesehatan puskesmas

44
MINI PROJECT Gambaran Faktor Risiko Kejadian Campak Di Desa Harumsari Kecamatan Cipanas Bulan Juli 2014 Disusun Oleh Kelompok 1 Internsip dr. Anda Sumarna dr. Anne Maylita dr. Annisa Nurul Kirana dr. Fikiawati Triana dr. Muhammad Riefky Kusdhany Pendamping dr. Budhi Mulyanto UPT PUSKESMAS DTP CIPANAS

Upload: ewedya

Post on 27-Dec-2015

385 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Medicine document

TRANSCRIPT

Page 1: Mini Project Kesehatan Puskesmas

MINI PROJECT

Gambaran Faktor Risiko Kejadian Campak Di Desa Harumsari Kecamatan Cipanas Bulan Juli 2014

Disusun Oleh

Kelompok 1 Internsip

dr. Anda Sumarna

dr. Anne Maylita

dr. Annisa Nurul Kirana

dr. Fikiawati Triana

dr. Muhammad Riefky Kusdhany

Pendamping

dr. Budhi Mulyanto

UPT PUSKESMAS DTP CIPANAS

DINAS KESEHATANPEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

2014

Page 2: Mini Project Kesehatan Puskesmas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Penyakit campak masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di negara-negara

berkembang termasuk di Indonesia dengan dilaporkannya endemi/wabah atau kejadian luar

biasa(KLB) campak dibeberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup

tinggi.

Penyakit Campak atau morbili atau measles adalah suatu penyakit yang menyerang

khususnya anak-anak, bersifat akut yang disebabkan oleh virus measles dan sangat menular.

Campak dapat menyajikan masalah serius karena kadang-kadang disertai kejadian ensefalitis.

Sekitar 1 (satu) dalam setiap 1.000 – 2.000 anak dengan campak terjadi ensefalitis akut, 50%

dari kasus ensefalitis akan meninggal dan sekurang-kurangnya 25% akan menderita

gangguan neurologis serius.

Campak seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) pada wilayah tertentu dimana

terdapat kelompok rentan, hal ini dapat mengakibatkan banyak anak terserang penyakit

campak, bahkan seringkali diikuti terjadinya kematian akibat demam yang sangat tinggi

penyebab kejang demam dan ensefalitis, status gizi yang buruk serta adanya komplikasi yang

menyertai seperti bronkopneumonia dan diare. Di dunia, kematian akibat campak yang

dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya di ASEAN serta 15%

kemtian campak tersebut di Indonesia (depkes, 2006).

Pada tahun 2011 jumlah kasus penyakit campak yang menyerang di propinsi Banten

mencapai 1741 kasus, dengan kota Tangerang sebagai kota paling banyak mengalami

serangan campak dengan total kasus 866 kasus campak. Laporan KLB campak masih sering

didapatkan di propinsi Banten, beberapa laporan KLB campak dipropinsi Banten diantaranya

tahun 2011 KLB campak terjadi tujuh kali di kabupaten Serang dengan 73 kasus, di

kabupaten Lebak tahun 2010 KLB campak terjadi tiga kali di kecamatan Sajira dengan 64

kasus campak dan kecamatan Cipanas KLB campak terjadi tahun 2004 di desa Pasir Haur

dan tahun 2013 di desa Harumsari dengan jumlah 4 kasus (depkes, 2011 & pkm Cipanas

2013).

1

Page 3: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan status imunisasi, Imunisasi campak

efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.Tanpa

imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacatdan

kematian karena komplikasinya. Imunitas terhadap campak juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya gizi. Gizi yang baik menunjukan serokonversi terhadap imunisasi campak

lebih tinggi dibandingkan dengan gizi buruk. Kematian campak sering terjadi pada penderita

yang malnutrisi dengan case fatality rate (CFR) 3,5% dan dapat mencapai 40% pada

penderita dengan gizi buruk. Menurut penelitian Casaeri (2003) setidaknya ada enam lima

resiko yang berkaitan dengan kejadian campak di Indonesia yaitu status imunisasi campak,

status gizi kurang, riwayat kontak dengan penderita campak, usia rentan kondisi sosial

ekonomi.

Faktor resiko campak penting diketahui untuk melihat potensi terjadinya KLB campak

disuatu daerah sehingga bisa dilakukan pencegahan dini agar tidak terjadi KLB. Diwilayah

cakupan DTP puskesmas Cipanas kejadian KLB campak baru-baru ini terjadi di desa

Harumsari yaitu pada November 2013dengan jumlah 4 kasus. Berdasarkan kejadian tersebut

penting diketahui gambaran faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari Kecamatan

Cipanas untuk melihat potensi kejadian KLB campak sebagai upaya untuk mencegah

terjadinya KLB campak berulang di desa Harumsari.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut :

Bagaimana gambaran faktor resiko (status imunisasi campak, status gizi kurang, riwayat

kontak dengan penderita campak, usia rentan dan kondisi sosial ekonomi) kejadian campak di

Desa Harumsari kecamatan Cipanas bulan Juni tahun 2014?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. TujuanUmum

Untuk mengetahui gambaran faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari

kecamatan Cipanas pada bulan Juli 2014.

2

Page 4: Mini Project Kesehatan Puskesmas

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran status imunisasi campak sebagai faktor resiko campak di

desa Harumsari kecamatan Cipanas pada bulan Juli 2014.

b. Diketahuinya gambaran status gizi kurang sebagai faktor resiko campak di desa

Harumsari kecamatan Cipanas pada bulan Juli 2014.

c. Diketahuinya gambaran riwayat kontak dengan penderita campak sebagai faktor

resiko campak di desa Harumsari kecamatan Cipanas pada bulan Juli 2014.

d. Diketahuinya gambaran usia rentan sebagai faktor resiko campak di desa

Harumsari kecamatan Cipanas pada bulan Juli 2014.

e. Diketahuinya gambaran kondisi sosial ekonomi sebagai faktor resiko campak di

desa Harumsari kecamatan Cipanas pada bulan Juli 2014.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Untuk masyarakat: menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang gambaran

faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari kecamatan Cipanas

Untuk institusi: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk

mengetahui lebih lanjut faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari dan menjadi dasar

acuan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan campak di daerah cakupan puskesmas

DTP kecamatan Cipanas.

Untuk peneliti:sebagai prasyarat tugas Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) pada

Program Internsip Dokter Indonesia periode 14 April 2014 s.d 14 April 2015 di kabupaten

Lebak Banten.

3

Page 5: Mini Project Kesehatan Puskesmas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Campak

Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles

Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus

dialami oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh

sendiri bila ruam sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati.

Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada upaya dari

masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa

penyakit Campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan

muncul dirongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal

ini diyakini akan menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan

kematian.

Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit

ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari

mereka yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan

Campak yang mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan

jumlah kasus Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok

(herd immunity).

2.2. Penyebab Penyakit Campak

Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan

paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140

mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya

terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi

asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari

myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang

berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.

4

Page 6: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Gambar 1. Virus Campak

2.2.1. Sifat Virus

Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat, apabila

berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar virus

Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 – 5 hari.Tanpa media protein

virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet.

Virus Campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena

selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama

10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.

Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif

stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C; 35,6-46,4°F)

secara aman selama setahun atau lebih.Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan

jangan dipakai ulang.

2.3. Cara Penularan Penyakit Campak

Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satu-satunya

reservoir penyakit Campak .Virus Campak berada disekret nasoparing dan di dalam

darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah timbulnya

ruam.Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau

tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi

dengan sekresi hidung dan tenggorokan.

5

Page 7: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Penularan dapat terjadi antara 1 – 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4

hari setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus

yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

2.4. Masa Inkubasi Penyakit Campak

Masa inkubasi berkisar antara 8 – 13 hari atau rata-rata 10 hari.

2.5. Epidemiologi Penyakit Campak

Epidemiologi penyakit Campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.5.1. Distribusi Frekuensi Penyakit Campak

a. Orang

Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia

dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak

berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari

kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban

yang berpenduduk padat transmisi virus Campak sangat tinggi.

b. Tempat

Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah

perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di

daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat

penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok

umur yang rentan.12 Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008 terdapat jumlah kasus

Campak yaitu 3424 kasus di Jawa barat, di Banten 1552 kasus, di Jawa tengah 1001

kasus.

c. Waktu

Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr.

Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang

tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret dan mencapai puncak

pada bulan Mei, Agustus, September dan oktober.

6

Page 8: Mini Project Kesehatan Puskesmas

2.5.2. Faktor Risiko Penyakit Campak

Penyebaran kasus Campak erat sekali dengan prilaku, keadaan lingkunganm

pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan, status gizi, dan keadaan cakupan

imunisasi campak. Anak-anak yang malnutrisi bila terserang campak akan menjadi

lebih berat dan dapat menimbulkan kematian dibandingkan anak-anak yang gizinya

baik. Begitu pula pada rumah tangga yang padat akan memudahkan terjadinya infeksi

sekunder.

Beberapa faktor risiko terjadinya penyakit campak yang telah dilaporkan para ahli

adalah:

1. Status Tidak Imunisasi

Imunisasi campak dapat menekan angka kesakitan penyakit campak.Kematian

yang disebabkan oleh penyakit campak lebih tinggi dibandingkan dengan anak

yang sudah mendapatkan imunisasi.Kematian karena campak pada anak yang

belum mendapatkan imunisasi terbesar 14,5% lebih tinggi disbanding anak yang

sudah mendapat imunisasi sebesar 6,8%.

Dalam dasawarsa 1960-an laporan tentang kegagalan vaksin sama banyaknya

dengan keberhasilannya. Pada suatu studi tahun 1972 di Xaounde, Cameroon,

hanya 7 diantara 100 dosis vaksin campak berhasil mencegah satu kasus campak.

Perbaikan sasaran secara lebih baik, dan latihan serta supervise secara teratur, telah

memperbaiki kualitas pemberian vaksin ini. Dalam studi Gambia, kemajuan vaksin

ialah 89%, dimana luas jangkauan vaksin campak bertambah dari 42% pada tahun

1979 menjadi 71% pada tahun 1982, diperkirakan 16.200 kasus campak dan 648

kematian karena campak tercegah setiap tahunnya.

2. Status Gizi

Sebgian besar dari kematian anak di negara yang sedang berkembang, disebabkan

oleh penyakit infeksi yang biasanya tidak penting, tetapi menjadi berat karena anak

kurang gizi. Suatu penyakit misalnya campak (morbili), cacar air atau bahkan

pilek, tidak dapat sembuh karena daya tahan tubuh anak menurun disebabkan oleh

defisiensi gizi. Komplikasi penyakit campak seringkali dikaitkan dengan status gizi

penderita, pada penderita yang mengalami malnutrisi infeksi sekunder lebih sering

terjadi.Kematian pada penderita campak dengan malnutrisi 4 kali lebih besar

dibandingkan dengan anak-anak dengan status gizi cukup.

Hbungan antara virus vampak dengan vitamin A sangat menarik. Tampaknya

infeksi akut seperti campak bisa mengakibatkan penurunan kadar vitamin A dalam

7

Page 9: Mini Project Kesehatan Puskesmas

tubuh. Disamping itu, dalam studi komunitas, peningkatan status vitamin A dapat

menurunkan mortalitas karena campak. Hasil sedikitnya empat studi klinik acak

terkontrol menunjukkan bahwa anak yang menderita campak aktif berat disertai

komplikasi, suplemen vitamin A berhasil menurunkan 50% mortalitas selama di

Rumah Sakit. Penurunan itu disertai pengurangan berat, lama penyakit dan

komplikasi, seperti pneumonia dan diare.

Menurunnya berat badan anak akibat penyakit campak akan menyebabkan

rendahnya daya tahan, sehingga akan dengan mudah dihinggapi penyakit. Penyakit

ini juga akan menyebabkan lebih menurunnya berat badan dan seterusnya. Makan

terdapat lingkaran setan antara menurunnhya berat badan, rendahnya daya tahan

tubuh dan kejadian infeksi.Keadaan ini mungkin berakhir dengan kematian.

3. Kondisi Lingkungan

Menurut Asby dkk (1984), attack rate lebih tinggi pada anak yang tinggal di rumah

yang padat penghuni, dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di rumah yang

tidak padat penghuni.Disamping rumah tempat tinggal, tempat-tempat umum

seperti sekolah-sekolah dasar dan tempat-tempat berkumpulnya anak dapat

merupakan bagian yang mempengaruhi intensitas penyakit. Berdasarkan laporan

tim PE Subdinas P2M Dinkes Propinsi Jawa Tengah pada KLB Campak di Dukuh

Moundong, Desa Tlagasana, Kecamatan Wutukumpul, Kabupaten Pemalang tahun

2001 menyebutkan, bahwa kondisi lingkungan seperti tipe rumah non permanen,

jenis lantai dari tanah, ventilasi, pencahayaan yang kurang memenuhi syarat dan

penggunaan air bersih secara bersama-sama merupakan faktor risiko terhadap

kejadian penyakit menular yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

4. Faktor Umur

Angka insidensi campak di Indonesia pada semua kelompok umur dari laporan

rutin Puskesmas dan Rumah Sakit pada tahun 1992-1998 cenderung turun,

terutama terjadi penurunan yang sangat tajam pada kelompok umur < 1 tahun dari

20,5 menjadi 0,8 per 10.000 dan 1-4 tahun dari 18,4 menjadi 0,7 per 10.000,

namun insidensi pada kelompok tersebut paling tinggi dibanding kelompok umur

yang lebih tua.

Menurut hasil penelitian Yuwono dan Lubis, bahwa anak-anak yang telah

mendapat imunisasi campak, setelah umur 2 tahun titer antibody yang ada dalam

tubuhnya akan menurun, sehingga anak setelah umur 2 tahun dapat tertular

campak. Pola umur infeksi campak sebagian menyebabkan perbedaan mortalitas

8

Page 10: Mini Project Kesehatan Puskesmas

pada mereka yang terkena. Beberapa faktor menentukan insidensi menurut umu,

yaitu: kepadatan penduduk, mobilitas, pola interaksi dan praktek pengasuhan anak.

5. Kondisi Sosial Ekonomi

Di Negara-negara berkembang terdapat petunjuk jelas tentang deferensial tingkat

kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan pendidikan ibu. Data dari

Amerika Latin (1976 dan 1978), Afrika (1979 dan 1982) dan Asia (1980 dan 1981)

semuanya menunjukkan hubungan negative antara tingkat pendidikan ibu dengan

tingkat kematian anak, kendati banyak sedikitnya pendidikan yang dibutuhkan

untuk menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari budaya satu

kebudaya yang lain.

Interaksi antara pendidikan dan pendapatan keluarga, walau belum banyak kajian

yang mengontraskan secara efektif pendidikan ibu dan dampat relatif pendapatan

keluarga terhadap tingkat mortalitas anak.Namun hendaknya diperhatikan bahwa

para isteri yang berpendidikan cenderung berbeda di rumah tangga yang lebih kaya

bukan hanya karena kontribusi yang mungkin diberikan pada pendapatan keluarga,

tetapi juga (dan ini yang mungkin lebih signifikan) karena wanita berpendidikan

mampu mendapatkan suami yang berpenghasilan tinggi. Sementara itu berdasarkan

laporan Badan Kesehatan Dunia, WHO tahun 1979 menunjukkan bahwa, system

pemberian dan pemanfaatan masyarakat akan program imunisasi diidentifikasi

sebagai kendala yang membatasi penggunaan vaksin dewasa ini.

2.6. Gejala Klinis Penyakit Campak

Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium.

2.6.1. Stadium Kataral atau Prodromal

Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan

mata merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik

spot) pada mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai.

Bercak Koplik ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul

yang dikelilingi daerah kemerahan.Koplik spot ini menentukan suatu diagnose

pasti terhadap penyakit campak.

2.6.2. Stadium Erupsi

Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi,

kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang

spesifik), timbul setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai

9

Page 11: Mini Project Kesehatan Puskesmas

timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh

muka, dan akhirnya ke badan.Timbul rasa gatal dan muka bengkak.

2.6.3. Stadium Konvalensi atau penyembuhan

Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang

disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. panas badan

menurun sampai normal bila tidak terjadi komplikasi.

2.7. Komplikasi Penyakit Campak

Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh

secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan

adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada balita, keadaan

inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media

akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis.

2.7.1. Bronchopneumonia

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel

saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau

Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh

Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang epitel pada

saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian

bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori protein.

2.7.2. Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga

tengah.Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium

erupsi.Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi

virus terjadi otitis media purulenta.

2.7.3. Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya

terjadi pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1

dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya

Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung

virus Campak ke dalam otak.

10

Page 12: Mini Project Kesehatan Puskesmas

2.7.4. Enteritis

Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita

mengalami muntah mencret pada fase prodormal.Keadaan ini akibat invasi virus

ke dalam sel mukosa usus.

2.8. Pencegahan dan Penanggulangan Campak

2.8.1. Pencegahan Campak

a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor

predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak.Sasaran dari pencegahan

primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko

yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit

Campak.Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam

upaya pencegahan primordial.Tindakan yang perlu dilakukan seperti

penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan

rumah yang baik.

b. Pencegahan Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk

kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi

untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk

mengeliminasi faktor-faktor tersebut.

b.1. Penyuluhan

Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai

pengetahuan mengenai Campak.Disamping kepada penderita Campak,

edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok

masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan

kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien

Campak adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang

berpengaruh pada timbulnya Campak dan upaya-upaya menekan

Campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan

pengenalan komplikasi Campak.

11

Page 13: Mini Project Kesehatan Puskesmas

b.2. Imunisasi

Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak

dilakukan dengan vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada

bayi berumur 9 – 15 bulan.Vaksin yang digunakan adalah Schwarz

vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.

Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin

campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC

yang tidak diobati, penderita leukemia.

Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau

polivalen yaitu vaksin measles-mumps-rubella (MMR).vaksin

monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin

polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.

Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin

harus pada temperature antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC, vaksin tersebut

harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet

atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat

timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang

ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan

efektif.Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk

mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang

beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin

dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.Edukasi dan

pengelolaan Campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan

pasien berobat.

c.1. Diagnosa Penyakit Campak

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan

pemeriksaan laboratorium.

c.1.1. Kasus Campak Klinis

12

Page 14: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di

tubuh berbentuk macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas

badan 38ºC atau lebih (terasa panas) dan disertai salah satu gejala bentuk

pilek atau mata merah (WHO).

c.1.2. Kasus Campak Konfirmasi

Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah

satu kriteria yaitu:

a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer

antiantibodi 4 kali) dan atau isolasi virus Campak positif.

b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus konfirmasi,

dalam periode waktu 1 – 2 minggu.

c.2. Pengobatan penyakit campak

Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan.Tidak ada obat

yang secara langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan

istirahat di tempat tidur, kompres dengan air hangat bila demam tinggi.

Anak harus diberi cukup cairan dan kalori, sedangkan pasien perlu

diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet disesuaikan

dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu

kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan

1500 IU tiap hari. Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan

pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :

Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,

maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.

Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan

untuk mengurangi oedema otak, di samping peomberian kortikosteroid,

perlu dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.

Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari

dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum

obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda.

Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan

intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan

dehidrasi.

d. Pencegahan Tersier

13

Page 15: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan

akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan

dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini

mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien

dengan dokter mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan

komplikasinya.Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan

motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak. Dalam penyuluhan ini

yang perlu disuluhkan mengenai :

d.1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik

d.2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan

keadaan hidup dengan komplikasi kronik.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait

juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli

sesama disiplin ilmu.

2.8.2. Penanggulangan Campak

Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit

Campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/reservoir Campak hanya

pada manusia serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi

vaksin 85% dan dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah

eliminasi.

Word Health Organisation (WHO) mencanangkan beberapa tahapan dalam

upaya eradikasi (pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang

berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :

a. Tahap Reduksi

Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :

a 1. Tahap Pengendalian Campak

Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi

Campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas

Campak yang tinggi.Daerah ini masih merupakan daerah endemis Campak,

tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola

epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.

14

Page 16: Mini Project Kesehatan Puskesmas

a 2. Tahap Pencegahan KLB

Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata, terjadi

penurunan tajam kasus dan kematian, insidens Campak telah bergeser

kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.

b. Tahap Eliminasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi ≥ 95% dan daerah-daerah dengan cakupan

imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus Campak sudah sangat

jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan

(tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi Campak.

c. Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak

ditemukan pada sidang The World Health Assambley (WHA) tahun 1998,

menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus

Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical

Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999,

menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi

dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk

mencapai reduksi Campak tersebut adalah :

a. Imunisasi rutin pada bayi 9 – 11 bulan (UCI Desa ≥ 80%)

b. Imunisasi tambahan (suplemen)

b.1 Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada

anak SD kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.

b.2 Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi

Campak pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT )

pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak

sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak sekolah dan

memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada balita.

b.3 Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada anak

umur 6 bulan - > 5 tahun tanpa melihat status imunisasi di daerah risiko

tinggi campak.

15

Page 17: Mini Project Kesehatan Puskesmas

b.4 Ring vaksinasi : Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di

sekitar lokasi KLB dengan umur sasaran 6 bulan (umur kasus campak

termuda) tanpa melihat status imunisasi.

c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar

biasa).

d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa

Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan

secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan

dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi,

perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi

(program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.

e. Pemeriksaan laboratorium

Pada tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadiaan luar biasa,

pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap

kejadiaan luar biasa.

Pemantauan kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan

dengan cara kenaikan sebagai berikut :

1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui pencapaian

cakupan imunisasi.

2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.

3. Pemantauan data kasus Campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus

Campak menurut waktu dan tempat.

4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus Campak yang ada untuk melihat

dampak imunisasi Campak.

Evaluasi kegiatan reduksi Campak dilakukan dengan menggunakan beberapa

indikator yaitu:

a. Cakupan imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi Campak

sudah > 90%

b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan laporan W2 >

90%.

c. Indikator manajemen kasus Campak dengan kecepatan rujukan. Diharapkan

CFR < 3%.

16

Page 18: Mini Project Kesehatan Puskesmas

d. Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping hasil

imunisasi di daerah potensial KLB > 90%, dan cakupan sweeping vitamin A dosis

tinggi > 90%.

BAB III

METODE PENELITIAN

17

Page 19: Mini Project Kesehatan Puskesmas

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah deskriptif. Dengan metode deskriptif dapat

mempelajari bagaimana gambaran faktor resiko kejadian campak di Desa Harumsari

kecamatan Cipanas bulan Juni 2014 dengan mempelajari data sekunder yang telah ada

dan kuesioner. Jenis penelitian ini dipilih atas dasar:

1. Relatif murah dan mudah dilakukan

2. Hasil dapat diperoleh dalam waktu yang relatif cepat

3. Tidak menghadapi kendala etik

3.2 Variabel Penelitian

1. Status tidak imunisasi

2. Status gizi

3. Riwayat kontak

4. Umur

5. Kondisi sosial dan ekonomi

a. Tingkat pendidikan orang tua

b. Persepsi orang tua

c. Penghasilan orang tua

3.3 Definisi Operasional

1. Penyakit campak

Penyakit dengan gejala bercak kemerahan di tubuh didahului dengan demam,

batuk pilek, mata merah, dan meninggalkan hiperpigmentasi setelahnya.

2. Status tidak diimunisasi

Dosis imunisasi campak yang diterima seorang anak sebelumnya.

3. Status gizi

Angka kecukupan gizi seorang anak dengan mengacu pada pengukuran

antropometri.

4. Umur

Umur seorang anak berdasarkan ulang tahun terakhir pada saat data dikumpulkan.

5. Riwayat kontak

Pernah berada dalam satu rumah, sekolah, atau tetangga dekat dengan orang yang

pernah menderita campak sebelum menderita manifestasi campak.

18

Page 20: Mini Project Kesehatan Puskesmas

6. Kondisi sosial ekonomi

Kondisi yang secara tidak langsung mendukung terjadinya penularan penyakit

campak:

a. Tingkat pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan terakhir yang dialami

sampai dengan tamat, dengan kategori tinggi bila tamat SMA/sederajat atau

rendah bila tidak tamat SMA/sederajat.

b. Persepsi adalah anggapan ibu tentang imunisasi campak, dengan kategori baik

bila mendukung pelaksanaan imunisasi campak dan jelek jika tidak

mendukung pelaksanaan imunisasi campak.

c. Pendapatan orang tua adalah pendapatan rata-rata gabungan orang tua setiap

bulan mengacu pada standar upah minimum kota (UMK) kabupaten lebak

tahun 2014 yaitu Rp.1.490.000,-

3.4 Bahan Penelitian

1. Populasi penelitian

a. Populasi target

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak-anak berusia kurang dari 15

tahun yang tinggal di wilayah desa Harumsari Kecamatan Cipanas pada bulan

Juni tahun 2014.

b. Populasi studi

Populasi studi pada penelitian ini adalah anak-anak yang mengalami KLB

campak di Desa Harumsari Kecamatan Cipanas pada bulan Novembertahun

2013.

2. Seleksi Kasus

Kasus diambil dari anak-anak kurang dari 15 tahun yang didiagnosis secara klinis

dan hiperpigmentasi positif menderita campak yang berada di desa Harumsari saat

terjadi KLB Campak bulan November 2013.

3. Kriteria inklusi

Anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang telah ditetapkan sebagai penderita

campak dan dicurigai menderita campak, bertempat tinggal di desa Harumsari

yang berkunjung ke Puskesmas Cipanas.

4. Kriteria eksklusi

19

Page 21: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Anak-anak usia 15 tahun atau lebih yang telah ditetapkan sebagai penderita

campak klinis atau pun yang tidak menderita campak klinis, bertempat tinggal di

desa Harumsari yang berkunjung ke Puskesmas Cipanas.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang berasal dari Puskesmas Cipanas dan kuesioner.

3.6 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sample dilakukan dengan cara “purposive sampling”, maksudnya adalah

dengan mengambil sample yang sesuai criteria yang dimau oleh peneliti tanpa

memakai minimal jumlah ataupun maksimal jumlah.

3.7 Analisis data

Analisis data menggunakan analisis univariat yang dulakukan pada masing-masing

variabel untuk mengetahui proporsi dari masing-masing faktor risiko kasus campak.

Analisis univariat adalah suatu metode penyaringan awal yang sederhana untuk

memperoleh variabel-variabel penting dengan analisis univariat juga dapat diketahui

gambaran data yang dikumpulkan baik berupa distribusi frekuensi, rata-rata, proporsi,

standar deviasi varians, median, modus dan sebagainya.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

20

Page 22: Mini Project Kesehatan Puskesmas

4.1 HASIL PENELITIAN

A. Status Imunisasi

Hasil dari penelusuran data sekunder puskesmas DTP Cipanas memperlihatkan

cakupan imunisasi pada penderita KLB campak di desa Harumsari bulan november

2013 lalu sebagai berikut

Grafik.1 Cakupan status imunisasi campak penderita KLB Campak di desa

Harumsari November 2013

Pada grafik cakupan imunisasi campak diatas menunjukan bahwa 89% penderita KLB

campak di desa Harumsari tidak mendapatkan vaksinasi campak dan hanya 11%

penderita yang mendapatkan imunisasi campak.

B. Status Gizi

Variabel status gizi yang dinilai berdasarkan persentase berat badan aktual

terhadap berat badan ideal berdasarkan usia anak sesuai dengan kriteria CDC 2000.

Didapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 1 Hasil pemeriksaan status gizi pasien KLB campak di desa Harumsari

No. Nama Status Gizi (BB/U) Keterangan

21

Page 23: Mini Project Kesehatan Puskesmas

1 Ela 82% Gizi baik

2 Sakti 93% Gizi baik

3 Novi 88% Gizi baik

4 Amel 86% Gizi baik

5 Ikbar 76% Gizi kurang

6 Aji 88% Gizi baik

7 Najli 82% Gizi baik

8 M Evan 83% Gizi baik

9 M Fajriadin 88% Gizi baik

C. Usia Rentan

Usia rentan yaitu anak yang berumur 2 – 14 tahun dan tidak rentan adalah

anak yang berumur dibawah 2 tahun.

Hasil penelitian menunjukan dari total penderita KLB campak yang menjadi

responden penelitian 89% berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) dan 11%

berada kelompok tidak rentan (< 2 tahun)

D. Kondisi Sosial Ekonomi

(a). Pendidikan orang tua

Semua responden (100%) memiliki pendidikan terakhir setingkat SD. Sesuai tabel 2

dibawah ini.

Tabel 2

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan orang tua

22

Page 24: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Pendidikan

Frekuensi Persen

Tidak sekolah

0 0

SD 9 100

SMP 0 0

SMU 0 0

PT 0 0

Total 9 100

(b). Penghasilan keluarga

Variabel ini mengacu pada UMK kabupaten lebak 2014 yaitu sebesar

1.490.000.Didapatkan hasil 2 responden yang memiliki pendapatan sesuai UMK,

sedangkan 7 responden lainnya masih memiliki pendapatan dibawah UMK. Sesuai

tabel berikut ini.

Tabel 3

Distribusi responden menurut penghasilan keluarga

Pendapatan Frekuensi Persentase

di bawah UMK 7 77,7

Sesuai UMK 2 22,3

Total 9 100

(c). Variabel Persepsi tentang imunisasi campak

23

Page 25: Mini Project Kesehatan Puskesmas

Dari 9 responden, sebanyak 7 orang (77,7%) berpendapat bahwa imunisasi

baik untuk dilakukan, 2 responden (22,3%) menjawab tidak tahu,dan 0 responden

yang berpendapat imunisasi tidak baik dilakukan. Gambaran dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 4

Distribusi responden menurut pendapat orang tua tentang imunisasi

Pendapat tentang Imunisasi

Frekuensi Persen

Baik 7 77,7

Tidak baik

0 0

Tidak tahu

2 22,3

Total 9 100

4.2 PEMBAHASAN

Pada hasil penelitian menunjukan bahwa anak yang mengalami kejadian KLB

88.8% tidak mendapatkan imunisasi campak.Kondisi ini menunjukan bahwa

kelompok anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak memiliki risiko untuk

mengalami campak.Berdasarkan berbagai literatur kejadian penyakit campak

sangat berkaitan dengan status imunisasi, Imunisasi campak efektif untuk memberi

kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.Imunisasi campak

dapat menekan angka kesakitan penyakit campak.Kematian yang disebabkan oleh

penyakit campak lebih tinggi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi

campak dibandingkan dengan anak yang sudah mendapatkan imunisasi.Kematian

karena campak pada anak yang belum mendapatkan imunisasi terbesar 14,5% lebih

tinggi disbanding anak yang sudah mendapat imunisasi sebesar 6,8%.

Berdasarkan sebaran usia penderita KLB campak di desa Harumsari

menunjukan mayoritas anak berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) yaitu

88.8% responden. Pada penelitian sebelumnya menurut Yuwono dan Casaeri

24

Page 26: Mini Project Kesehatan Puskesmas

mengenai kelompok usia rentan memiliki hubungan yang bermakna terhadap risiko

penularan campak hal ini didasarkan bahwa pada anak-anak yang telah mendapat

imunisasi campak setelah 2 tahun titer antibodi yang ada dalam tubuhnya akan

menurun, sehingga anak setelah umur 2 tahun dapat tertular penyakit campak. Pola

umur infeksi campak sebagian menyebabkan perbedaan mortalitas pada mereka

yang terkena. Selain itu pada anak umur diatas dua tahun biasanya sudah

berinteraksi lebih banyak dengan teman sebayanya, hal ini menyebabkan anak

mudah tertular dan atau menularkan penyakit akibat kontak dengan teman-teman

sekitarnya.

Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, didapatkan 100% tingkat pendidikan rendah

yaitu lulusan SD. Hal tersebut berbanding lurus dengan banyaknya jumlah anak

yang tidak mendapatkan imunisasi di desa Harumsari. Dengan rendahnya tingkat

pendidikan mempengahuri terhadap pengetahuan dan pemahaman ibu terhadap

penyakit campak sehingga mempengaruhi kesadaran ibu untuk pencegahan,

pengobatan ataupun untuk mencegah komplikasi dari penyakit campak.

Berdasarkan penghasilan keluarga didapatkan 77,7% penghasilan dari seluruh

responden adalah di bawah UMK dan 22,3 % adalah sesuai UMK. Hal tersebut

mempengaruhi terhadap kesadaran para orangtua terhadap pencegahan, pengobatan

maupun mencegah komplikasi sakit campak karena dianggap beratnya biaya untuk

membawa anak ke fasilitas kesehatan. Berdasarkan persepsi keseluruhan responden

didapatkan 77,7% baik dan 22,3% tidak baik, artinya sebagian besar responden

memiliki persepsi baik mengenai imunisasi campak tetapi hal ini berbanding

terbalik dengan jumlah anak yang diimunisasi di desa Harumsari yaitu sebagian

kecil saja yang mendapat imunisasi campak. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor salah satunya yang sudah ada dalam penelitian ini yaitu tingkat

pendidikan dan sosial ekonomi. Hal lainnya seperti budaya atau adat setempat yang

mempunyai persepsi tidak baik terhadap imunisasi campak.

Berdasarkan hasil status gizi didapatkan sebanyak 89% gizi baik dan 11% gizi

buruk pada seluruh penderita. Hal ini belum bisa melihat adanya hubungan status

gizi dengan kejadian campak di desa Harumsari. Sedangkan pada penelitian yang

sudah ada, status gizi dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penderita

juga komplikasi yang dapat dialami.

25

Page 27: Mini Project Kesehatan Puskesmas

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian Gambaran Faktor Risiko Penyakit Campak di Desa Harumsari

Kecamatan Cipanas Bulan Juli 2014 adalah sbb :

1. Berdasarkan status imunisasi 89% penderita KLB campak di desa Harumsari tidak

mendapatkan vaksinasi campak dan hanya 11% penderita yang mendapatkan

imunisasi campak.

2. Berdasarkan status gizi 89% penderita KLB campak di desa Harumsari gizi baik

dan 11% penderita gizi buruk

3. Hasil penelitian menunjukan dari total penderita KLB campak yang menjadi

responden penelitian 89% berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) dan

11% berada kelompok tidak rentan (< 2 tahun)

4. Berdasarkan tingkat pendidikan 100% tingkat pendidikan rendah Berdasarkan

tingkat sosial ekonomi 77,7% penghasilan dibawah UMK dan 22,3% sesuai UMK

5. Berdasarkan persepsi responden mengenai imunisasi campak 77,7% memiliki

persepsi baik dan 22,3% memiliki persepsi tidak baik

5.2 SARAN

1. Perlu adanya studi lanjutan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orangtua

mengenai penyakit dan imunisasi campak selain gambaran faktor risiko yang

sudah dipaparkan diatas

2. Perlu adanya edukasi yang tepat bagi warga desa Harumsari mengenai penyakit

campak untuk meningkatkan partisipasi anak mendapatkan imunisasi campak.

3. Pada penelitian ini belum diketahui hubungan faktor risiko campak dengan

kejadian KLB campak di desa Harumsari sehingga perlu adanya penelitian

lanjutan untuk melihat hubungan faktor risiko campak dengan kejadian campak di

desa Harumsari.

26

Page 28: Mini Project Kesehatan Puskesmas

DAFTAR PUSTAKA

1. Ringkasan data dan informasi kesehatan Propinsi Banten tahun 2012. Jakarta: Pusat

data dan informasi Kemenkes RI.2012. hal 37-40.

2. Ganjar W, Jajang. Laporan Surveilans KLB Campak desa Harumsari November

2013. PKM Cipanas.2013.

3. Casaeri. Faktor-faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Kendal tahun 2002.

Semarang.2003.

4. Soegeng Soegijanto. Campak. Dalam : ed. Sumarno S. Poorwo Soedarmo, Herry

Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit

Tropis. Edisi I. 2002. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Jakarta. p 125-136.

5. Herry Garna, Alex Chaerulfatah, Azhali MS, Djatnika Setiabudi,. Morbili (Campak,

Rubeola, Measles). Dalam : ed. Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira.Pedoman

Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. 2005. Bagian Ilmu Kesehatan

Anak FK UNPAD : Bandung. p 234-236.

6. Mayo Clinic. Measles. 2007. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/measles.html. 10

Maret 2008.

7. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I.

Terjemahan. 2005.Salemba Medika : Jakarta.

8. Hooker, Edmond., Stöppler, Melissa Conrad. Measles (Rubeola).

2008www.Medicinenet.Com/Measles_Rubeola/Article.Htm. 10 Maret 2008

9. Wikipedia. Measles. 2008. (http://en.wikipedia.org/wiki/measles.htm) 10 Maret 2008.

10. Phillips, Carol.F. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Terjemahan. 1993. EGC : Jakarta. p

198- 203

27

Page 29: Mini Project Kesehatan Puskesmas

LAMPIRAN

Kuisioner Penelitian Gambaran Faktor Resiko Kejadian Campak Di Desa Harumsari Kecamatan Cipanas Bulan Juli 2014

A. Identitas Responden

Nama Responden (orang tua) :

Nama Anak1 :

Usia Anak1 :

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

B. Pertanyaan Kuisioner

1. Berapakah Penghasilan keluarga setiap bulan2 :

A. < 1,5 Juta

B. > 1.5 Juta

2. Apakah ada riwayat kontak anak Ibu/Bapak dengan penderita campak sebelumnya?

A. Ya

B. Tidak

3. Bagaimana pandangan ibu tentang pengaruh imunisasi campak terhadap kesehatan anak?

A. Baik

B. Buruk

C. Tidak tahu

C. Pemeriksaan Status Gizi3

1. Bearat badan (BB) : ............

2. Tinggi Badan (TB) : ...........

3. Status Gizi : ............

28

Page 30: Mini Project Kesehatan Puskesmas

**-------- Terima Kasih -------**

Keterangan

1Responden merupakan pasien KLB Campak pada bulan November 2013

2Penghasilan merupakan gabungan penghasilan orang tua rata-rata setiap bulan berdasarkan UMK Kab. Lebak

3 Pemeriksaan status gizi berdasarakan pemeriksaan antropometri BB/U menurut kriteria CDC 2000

29

Page 31: Mini Project Kesehatan Puskesmas

RAW DATA

30