minggu, 5 desember 2010 | media indonesia meraup … filemendapatkan bahan baku kayu jati yang...

1
R AUT wajah Suwito, warga Desa Sambeng, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojo- negoro, Jawa Timur, terlihat sedikit lelah. Dia baru saja tiba di Ibu Kota untuk mengikuti pameran Crano: Resource of Indonesia Craft di Jakarta Con- vention Center, pekan lalu. Sudah kali ketiga Suwito mengikuti ajang yang sama. Biasanya kelelahannya akan tertebus begitu acara bera- khir karena barang yang dipa- merkannya laris manis terjual ditambah pesanan yang terus mengalir untuk hari-hari se- sudahnya. Membuat kerajinan berbahan baku kayu jati sudah cukup lama digeluti Suwito. Bagi pria bertubuh bongsor ini, menelu- suri hutan-hutan di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah telah menjadi sebuah rutinitas. Ia rela berjalan kaki hingga pu- luhan kilometer hanya untuk mendapatkan bahan baku kayu jati yang bermutu. Seiring dengan semakin langkanya kayu jati, ia juga membeli dari penduduk se- tempat hingga perusahaan penggergajian kayu yang ada di daerah perbatasan antara kedua provinsi tersebut. Setelah terkumpul, lelaki kelahiran Cepu, 20 Agustus 1971 ini mulai mengerjakan ber- bagai kerajinan secara manual. “Saya mencari ampas pengger- gajian. Adakalanya, saya beli kayu per kubik,” tutur Suwito membuka pembicaraan di sela- sela pameran, pekan lalu. Keseriusan Suwito mem- produksi kerajinan dari kayu jati itu boleh dibilang tanpa disengaja. Diawali pada 1980- an, Suwito remaja merantau ke Jakarta. Selama lima tahun, Suwito hanya berprofesi sebagai pen- jaga rumah. Saat itu, ia menjaga rumah salah seorang konglom- erat kaya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sayangnya, biaya hidup yang semakin tinggi memaksa Su- wito untuk hengkang dari pekerjaan itu. Ia pun memi- lih pulang kampung mencoba pekerjaan yang lebih layak. “Di Ibu Kota saya tidak men- emukan apa-apa selain capek,” kenangnya. Pada awal 1990-an, Su- wito mulai menggeluti seni kerajinan kayu jati. Ia mulai mendekati beberapa warga hingga perusahaan pengger- gajian untuk mencari bahan baku yang dibutuhkan. “Ya begitulah pikiran saya mulai terbuka. Ternyata di desa pun, saya bisa mengubah hidup,” ujarnya sambil menaikkan kaki kiri ke atas kaki kanan. Pada mulanya Suwito hanya membuat kerajinan berbentuk stoples. Rata-rata per harinya, ia mampu memproduksi se- banyak 20-40 buah. Tanpa diduga, permintaan konsumen dari kota-kota terdekat sep- erti Semarang dan Yogyakarta, terus mengalir. Ia pun semakin inovatif membuat desain lain- nya. Misal untuk keperluan suvenir. Produk unggulan Kini berbagai macam kera- jinan tangan yang terbuat dari bahan baku kayu jati telah men- gubah nasib Suwito. Inovasi produk pun terus ia lakukan di antaranya membuat tempat buah, tempat payung, jam, perahu, dokar mini, ember, gentong, guci, kotak, mang- kuk, perahu, vas bunga serta motor Harley Davidson dan lain-lain. Semua hasil karya itu bisa juga digunakan sebagai hiasan interior maupun eksterior ruangan. “Penggunaan cat air dan pernis terbilang aman. Da- pat dipakai pula sebagai tempat buah-buahan dan makanan,” tuturnya mencoba menjelaskan keamanan produknya. Tanpa diduga, karya-karya yang dihasilkan Suwito yang dibantu delapan perajin yang berasal dari warga sekitarnya semakin beragam. Saat melihat kondisi rumah yang menum- puk dengan hasil kerajinan tangan itu, pada 2002, Suwito mendirikan sebuah toko. Te- patnya, di Jl Stasiun Ngareng, Seni kerajinan kayu jati memiliki nilai jual yang menjanjikan. Semakin langka semakin diburu. Iwan Kurniawan Entrepreneur | 9 MINGGU, 5 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Meraup Untung dari Ampas Jati Cendera Mata Jadi Produk Unggulan KENDATI sudah puluhan jenis produk kerajinan kayu jati yang mampu dihasilkan Suwito, produk yang dikerjakan berdasarkan permintaan pembeli seperti miniatur becak dan jam dinding masih menjadi pilihan utama. Pasalnya, ukuran produk yang relatif kecil itu dapat dijadikan sebagai cendera mata. “Semua memang kami buat. Untuk jenis becak dan jam, permintaan paling tinggi,” ujar salah satu pekerja di UD Karya Jati, Gutomo. Pria berusia 30 tahun ini mengaku permintaan terhadap dua jenis itu biasanya datang dari pembeli yang berasal dari Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta. “Setiap bulan pasti ada pemesanan. Mungkin mereka menjual kembali di kota-kota besar atau luar negeri,” cetusnya. Rata-rata per harinya, Gutomo dan tujuh rekan pekerja lainnya mampu menghasilkan produk sedikitnya 40-60 unit. Harga jual kedua produk tersebut mulai dari Rp100 ribu per unitnya. “Saat permintaan tinggi, kami biasanya sudah mulai mengerjakan mulai subuh hingga malam hari. Pernah per- mintaan mencapai 500 unit per minggu,” ujarnya serius. Ia menjelaskan, bahan baku jati digunakan karena produk yang dihasilkan bisa lebih tahan lama. Selain itu, nilai jual- nya masih bersaing di pasaran. “Kami tidak menggunakan pohon nangka atau lainnya. Bahan jati sangat kuat, tidak mudah pecah, dan lebih menarik,” sambung Gutomo. Tak mengherankan jika akhir-akhir ini permintaan produk kerajinan kayu jati milik Suwito terus diburu orang. Bahkan ia semakin merasakan keberadaan delapan tenaga kerja yang ada saat ini masih kurang. Saat pemesanan membludak, tak jarang Suwito mengi- kutsertakan para tetangga yang mayoritas ibu-ibu untuk membantu finishing produknya. “Mereka kita pekerjakan dalam proses penggosokan produk dengan ampelas. Upah pun dibayar sekitar Rp20 ribu per hari,” pungkasnya. (Iwa/M-1) KERAJINAN KAYU JATI: Suwito berhasil mengubah limbah kayu jati menjadi barang kerajinan bernilai tinggi. Pria lulusan SD ini sukses mengembangkan usahanya dengan modal ketekunan dan kerja keras. FOTO-FOTO: MI/USMAN ISKANDAR Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Tempat usaha itu bernama UD Karya Jati. “Ya lumayanlah! Saya sudah mendapatkan tem- pat usaha untuk menjual aneka produk,” tukasnya. Selain produk ready stock, Suwito juga mengerjakan ber- dasarkan pesanan pembeli. Dari situ ia justru belajar lebih dalam lagi. Suwito men- gakui tak jarang ide-ide segar tentang desain muncul saat mengerjakan produk pesanan tersebut. Dalam sebulan, Suwito mam- pu menghasilkan sedikitnya 700 sampai 1.500 biji kerajinannya. Bentuk vas bunga misalnya, ia jual seharga Rp100 ribu hingga Rp1,7 juta. “Ukuran besar yang tingginya 2 meter lebih mahal ketimbang yang berukuran 30 cm hingga 1 meter,” tuturnya. Selain itu, jam dinding (ber- bentuk perahu) dijual seharga Rp100 ribu hingga Rp500 ribu per unitnya. Sementara itu, perabot rumah tangga berkisar Rp80 ribu-Rp300 ribu. Bersama Umi, istrinya, Suwito terus berusaha membuat inovasi kerajinan kayu jati mereka. Berapa jumlah barang yang terjual dalam sebulannya? Suwito hanya tersenyum kar- ena tidak mengetahui secara detail. “Untuk pemasaran, saya serahkan kepada istri biar lebih terkoordinasi dan tidak merugi. Pada prinsipnya, setiap bulan selalu saja ada pemesanan.” Namun, ia memastikan seki- tar 300 hingga 600 unit se- lalu ludes per bulan. “Biasanya pemesanan besar oleh buyer dari luar Cepu,” jelas pria yang hanya lulus SD ini. Tekat dan keuletan dan du- kungan keluarganyalah yang mendorong usaha Suwito se- makin tumbuh. Beberapa kali mengikuti pameran membuah- kan hasil produk kerajinan kayu jati Suwito telah menem- bus pasar mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Australia. “Biasanya ada buyer yang membawa pembeli asing ke toko saya.” (M-1) miweekend @mediaindonesia.com Kerajinan tangan berbahan baku kayu jati produk Suwito Tempat buah Rp85 ribu-Rp200 ribu Tempat payung Rp85 ribu-Rp250 ribu Jam perahu Rp100 ribu hingga Rp500 ribu Becak mini Rp100 ribu-Rp300 ribu Dokar mini Rp100 ribu-Rp300 ribu Ember Rp85 ribu Gentong Rp100 ribu-Rp200 ribu Guci Rp100 ribu-Rp800 ribu Kotak Rp85 ribu Mangkuk Rp85 ribu-Rp120 ribu Ngaron Rp85 ribu Perahu Rp100 ribu-Rp500 ribu Vas bunga Rp100 ribu-Rp1,7 juta Motor Harley Davidson Rp100 ribu-Rp700 ribu

Upload: lethuan

Post on 27-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MINGGU, 5 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Meraup … filemendapatkan bahan baku kayu jati yang bermutu. Seiring dengan semakin langkanya kayu jati, ia juga membeli dari penduduk se-tempat

RAUT wajah Suwito, warga Desa Sambeng, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bo jo -

negoro, Jawa Timur, terlihat sedikit lelah. Dia baru saja tiba di Ibu Kota untuk mengikuti pameran Crafi no: Resource of Indonesia Craft di Jakarta Con-vention Center, pekan lalu.

Sudah kali ketiga Suwito mengikuti ajang yang sama. Biasanya kelelahannya akan tertebus begitu acara bera-khir karena barang yang dipa-merkannya laris manis terjual ditambah pesanan yang terus mengalir untuk hari-hari se-sudahnya.

Membuat kerajinan berbahan baku kayu jati sudah cukup lama digeluti Suwito. Bagi pria bertubuh bongsor ini, menelu-suri hutan-hutan di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah telah menjadi sebuah rutinitas.

Ia rela berjalan kaki hingga pu-luhan kilometer hanya untuk mendapatkan bahan baku kayu jati yang bermutu.

Seiring dengan semakin langkanya kayu jati, ia juga membeli dari penduduk se-tempat hingga perusahaan penggergajian kayu yang ada di daerah perbatasan antara kedua provinsi tersebut.

Setelah terkumpul, lelaki kelahiran Cepu, 20 Agustus 1971 ini mulai mengerjakan ber-bagai kerajinan secara manual. “Saya mencari ampas pengger-gajian. Adakalanya, saya beli kayu per kubik,” tutur Suwito membuka pembicaraan di sela-sela pameran, pekan lalu.

Keseriusan Suwito mem-produksi kerajinan dari kayu jati itu boleh dibilang tanpa disengaja. Diawali pada 1980-

an, Suwito remaja merantau ke Jakarta.

Selama lima tahun, Suwito hanya berprofesi sebagai pen-jaga rumah. Saat itu, ia menjaga rumah salah seorang konglom-erat kaya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Sayangnya, biaya hidup yang semakin tinggi memaksa Su-wito untuk hengkang dari pekerjaan itu. Ia pun memi-lih pulang kampung mencoba pekerjaan yang lebih layak. “Di Ibu Kota saya tidak men-emukan apa-apa selain capek,” kenangnya.

Pada awal 1990-an, Su-wito mulai menggeluti seni kerajinan kayu jati. Ia mulai mendekati beberapa warga hingga perusahaan pengger-gajian untuk mencari bahan baku yang dibutuhkan. “Ya begitulah pikiran saya mulai terbuka. Ternyata di desa pun, saya bisa mengubah hidup,” ujarnya sambil menaikkan kaki kiri ke atas kaki kanan.

Pada mulanya Suwito hanya membuat kerajinan berbentuk stoples. Rata-rata per harinya, ia mampu memproduksi se-banyak 20-40 buah. Tanpa diduga, permintaan konsumen dari kota-kota terdekat sep-erti Semarang dan Yogyakarta, terus mengalir. Ia pun semakin inovatif membuat desain lain-nya. Misal untuk keperluan suvenir.

Produk unggulanKini berbagai macam kera-

jinan tangan yang terbuat dari bahan baku kayu jati telah men-gubah nasib Suwito. Inovasi produk pun terus ia lakukan di antaranya membuat tempat buah, tempat payung, jam, perahu, dokar mini, ember, gentong, guci, kotak, mang-kuk, perahu, vas bunga serta

motor Harley Davidson dan lain-lain.

Semua hasil karya itu bisa juga digunakan sebagai hiasan interior maupun eksterior ruang an. “Penggunaan cat air dan pernis terbi lang aman. Da-pat dipakai pula sebagai tempat buah-buahan dan makanan,” tuturnya mencoba menjelaskan keamanan produknya.

Tanpa diduga, karya-karya yang dihasilkan Suwito yang dibantu delapan perajin yang berasal dari warga sekitarnya semakin beragam. Saat melihat kondisi rumah yang menum-puk dengan hasil kerajinan tangan itu, pada 2002, Suwito mendirikan sebuah toko. Te-patnya, di Jl Stasiun Ngareng,

Seni kerajinan kayu jati memiliki nilai jual yang menjanjikan. Semakin langka semakin diburu.

Iwan Kurniawan

Entrepreneur | 9MINGGU, 5 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Meraup Untung dari Ampas JatiCendera Mata Jadi Produk Unggulan

KENDATI sudah puluhan jenis produk kerajinan kayu jati yang mampu dihasilkan Suwito, produk yang dikerjakan berdasarkan permintaan pembeli seperti miniatur becak dan jam dinding masih menjadi pilihan utama. Pasalnya, ukuran produk yang relatif kecil itu dapat dijadikan sebagai cendera mata.

“Semua memang kami buat. Untuk jenis becak dan jam, permintaan paling tinggi,” ujar salah satu pekerja di UD Karya Jati, Gutomo.

Pria berusia 30 tahun ini mengaku permintaan terhadap dua jenis itu biasanya datang dari pembeli yang berasal dari Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta. “Setiap bulan pasti ada pemesanan. Mungkin mereka menjual kembali di kota-kota besar atau luar negeri,” cetusnya.

Rata-rata per harinya, Gutomo dan tujuh rekan pekerja lainnya mampu menghasilkan produk sedikitnya 40-60 unit. Harga jual kedua produk tersebut mulai dari Rp100 ribu per unitnya.

“Saat permintaan tinggi, kami biasanya sudah mulai mengerjakan mulai subuh hingga malam hari. Pernah per-mintaan mencapai 500 unit per minggu,” ujarnya serius.

Ia menjelaskan, bahan baku jati digunakan karena produk yang dihasilkan bisa lebih tahan lama. Selain itu, nilai jual-nya masih bersaing di pasaran. “Kami tidak menggunakan pohon nangka atau lainnya. Bahan jati sangat kuat, tidak mudah pecah, dan lebih menarik,” sambung Gutomo.

Tak mengherankan jika akhir-akhir ini permintaan produk kerajinan kayu jati milik Suwito terus diburu orang. Bahkan ia semakin merasakan keberadaan delapan tenaga kerja yang ada saat ini masih kurang.

Saat pemesanan membludak, tak jarang Suwito mengi-kutsertakan para tetangga yang mayoritas ibu-ibu untuk membantu fi nishing produknya. “Mereka kita pekerjakan dalam proses penggosokan produk dengan ampelas. Upah pun dibayar sekitar Rp20 ribu per hari,” pungkasnya. (Iwa/M-1)

KERAJINAN KAYU JATI: Suwito berhasil mengubah limbah kayu jati menjadi barang kerajinan bernilai tinggi. Pria lulusan SD ini sukses mengembangkan usahanya dengan modal ketekunan dan kerja keras.

FOTO-FOTO: MI/USMAN ISKANDAR

Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Tempat usaha itu bernama UD Karya Jati. “Ya lumayanlah! Saya sudah mendapatkan tem-pat usaha untuk menjual aneka produk,” tukasnya.

Selain produk ready stock, Suwito juga mengerjakan ber-dasarkan pesanan pembeli.

Dari situ ia justru belajar lebih dalam lagi. Suwito men-gakui tak jarang ide-ide segar tentang desain muncul saat mengerjakan produk pesanan tersebut.

Dalam sebulan, Suwito mam-pu menghasilkan sedikitnya 700 sampai 1.500 biji kerajinannya. Bentuk vas bunga misalnya, ia jual seharga Rp100 ribu hingga

Rp1,7 juta. “Ukuran besar yang tingginya 2 meter lebih mahal ketimbang yang berukuran 30 cm hingga 1 meter,” tuturnya.

Selain itu, jam dinding (ber-bentuk perahu) dijual seharga Rp100 ribu hingga Rp500 ribu per unitnya. Sementara itu, perabot rumah tangga berkisar Rp80 ribu-Rp300 ribu. Bersama Umi, istrinya, Suwito terus berusaha membuat inovasi kerajinan kayu jati mereka.

Berapa jumlah barang yang terjual dalam sebulannya? Suwito hanya tersenyum kar-ena tidak mengetahui secara detail. “Untuk pemasaran, saya serahkan kepada istri biar lebih terkoordinasi dan tidak merugi. Pada prinsipnya, setiap bulan

selalu saja ada pemesanan.” Namun, ia memastikan seki-

tar 300 hingga 600 unit se-lalu ludes per bulan. “Biasanya pemesanan besar oleh buyer dari luar Cepu,” jelas pria yang hanya lulus SD ini.

Tekat dan keuletan dan du-kungan keluarganyalah yang mendorong usaha Suwito se-makin tumbuh. Beberapa kali

mengikuti pameran membuah-kan hasil produk kerajinan kayu jati Suwito telah menem-bus pasar mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Australia. “Biasanya ada buyer yang membawa pembeli asing ke toko saya.” (M-1)

[email protected]

Kerajinan tangan berbahan baku kayu jati produk Suwito

● Tempat buah Rp85 ribu-Rp200 ribu

● Tempat payung Rp85 ribu-Rp250 ribu

● Jam perahu Rp100 ribu hingga Rp500 ribu

● Becak mini Rp100 ribu-Rp300 ribu

● Dokar mini Rp100 ribu-Rp300 ribu

● Ember Rp85 ribu

● Gentong Rp100 ribu-Rp200 ribu

● Guci Rp100 ribu-Rp800 ribu

● Kotak Rp85 ribu

● Mangkuk Rp85 ribu-Rp120 ribu

● Ngaron Rp85 ribu

● Perahu Rp100 ribu-Rp500 ribu

● Vas bunga Rp100 ribu-Rp1,7 juta

● Motor Harley Davidson Rp100 ribu-Rp700 ribu