minggu, 19 desember 2010 | media indonesia pengajar … · bagaimana mewujudkan rasa nasionalisme...

1
MOVE percaya kalau kita sebagai anak muda pasti cinta kepada Tanah Air. Hanya saja, kadang kita enggak tahu bagaimana mewujudkan rasa nasionalisme kita. Nah, kalau kebetulan kamu berotak cemerlang dan tertarik di bidang pendidikan, mungkin program Indonesia Mengajar bisa jadi jalan yang tepat untuk kamu berpartisipasi memban- gun bangsa. Indonesia Mengajar yang dicetuskan pada awal tahun ini merupakan program yang mengajak putra-putra terbaik bangsa menjadi tenaga pengajar. Anak muda yang terpi- lih bakal mengajar selama satu tahun di sekolah dasar di daerah-daerah pelosok yang kekurangan guru. Nah, jika terpilih, kalian akan diberi pelatihan dan keahl- ian tentang bagaimana proses belajar-mengajar seharusnya dilaksanakan. Gak usah khawatir, karena para pengajar muda dibekali banyak hal sebelum beraksi di desa-desa. Lalu apa sih tujuan program ini? Apakah dengan adanya pengajar muda selama satu tahun sekolah tersebut bisa langsung berkembang? Pertanyaan tersebut sering kali ditanyakan kepada Anies Baswedan, pencetus program Indonesia Mengajar. Meningkatkan pendidikan di pelosok Nusantara, kata Anies, jadi salah satu tujuannya. Tapi lebih dari itu, Indone- sia Mengajar ingin mengajak tiap orang menyadari bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Selama ini pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang terlembaga. Kita banyak melimpahkan tanggung jawab pendidikan ke sekolah atau pemerintah saja. Makanya, banyak orang tua ketika melihat nilai anaknya jelek, selalu menyalahkan sekolah. Padahal, pendidikan merupakan tugas kita bersama. Kalau saja semua orang tergerak untuk berpartisipasi, pendidikan pasti akan lebih maju. “Lima belas tahun lalu kita masih berpikir kalau masalah lingkungan hidup ada- lah urusan pemerintah. Kini, kita semakin mengerti kalau lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama. Pendidikan juga seharusnya seperti itu,” jelas Anies saat ditemui pada acara pelatihan pengajar muda di Ciawi, Bogor, November lalu. Anak muda, sebagai penentu masa depan bangsa, di- harapkan juga bisa semakin mengerti kondisi riil bangsa. Bahwa masih banyak daerah yang tak kebagian listrik, masih ada yang tak bisa terima sinyal ponsel, dan masih banyak yang memiliki sekolah kurang memadai. “Ketika mereka selesai, mereka akan membawa pengala- mannya dan membaginya dengan lingkungan. Yang ter- penting justru bukan saat mereka mengajar. Tapi bagaimana pengalaman ini mengubah cara pandang dan pemikiran,” tambah Anies. Tertarik? Coba follow Twitter-nya @pengajarmuda atau cek situsnya di indonesiamengajar.org. Pendaftaran akan dibuka Januari mendatang. Jadi, jangan ragu untuk ikutan! Setahun mengabdi, seumur hidup memberi inspirasi! Simak Syaratnya : Lulusan S-1. Fresh graduate, maksimal dua tahun setelah lulus jenjang strata satu. Umur maksimal 25 tahun. IPK minimal 3,0 dari berbagai disiplin ilmu. Mengedepankan jiwa kepemimpinan yang ditunjukkan dengan pengalaman berorganisasi. Mengedepankan kepedulian sosial dan semangat pengabdian. Memiliki antusiasme dan passion dalam dunia pendidikan. Memiliki semangat juang, kemampuan adaptasi, menyukai tantangan dan kemampuan problem solving. Bersedia ditempatkan di daerah terpencil selama satu tahun. (CE/M-5) | 17 MINGGU, 19 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA EBET FOTO-FOTO: DOK. PRIBADI SAYA salut dengan teman-teman yang berangkat mengikuti program Indonesia Mengajar. Mereka itulah yang bisa benar-benar disebut pahlawan masa kini. Masih muda, fresh graduate, terbiasa hidup dengan fasilitasyang memadai, tapi bersedia membagi ilmu ke tempat-tempat terpencil di Indonesia, yang mungkin sangat jauh berbeda kondisinya dengan kehidupan mereka sehari-hari. Padahal dengan skill dan pendidikan yang mereka miliki, perusahaan besar pun mungkin banyak yang mau melirik.Menurut saya program ini sangat bagus, karena kita tahu pendidik- an di Indonesia belum merata. Saya sendiri sempat ditawari untuk ikut oleh inisiator program ini Pak Anies Baswedan, namun karena kuliah masih jauh, ya enggak bisa. Saya sempat ‘ngusulin’ ke Pak Anies bagaimana kalau program ini juga bisa dibarengi dengan PTT, jadi bisa sekalian mempraktekkan keilmuan saya di bidang ke sehatan. Mudah-mudahan usulan itu bisa diwujudkan. Kalau memang ada kesempatan, wah saya mau banget untuk ikut. Putri Herliana Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia SAYA yakin semua orang punya potensi yang sama sebagai manusia seutuhnya, karena itu seharusnya mereka diberi kesempatan yang sama terutama dalam hal pendidikan. Tapi seperti yang kita tahu, banyak saudara-saudara kita yang masih terbatasi kesempatannya, dan seringkali itu terjadi karena sistem yang adil. Karena itulah saya ingin berperan dalam memberi solusi dalam masalah ini. Saya di Wamena Papua sudah dua tahun. Memang kondisi di sini beda jauh dengan Jakarta, tempat dimana saya dibesarkan. Hidup di sini cukup berat. Di sini bensin saja harganya bisa mencapai Rp20 ribu per liter. Akses jalan darat ke tempat saya hingga sekarang juga belum ada, hanya bisa dengan pesawat udara. Tapi ketika motivasi kita jelas, substansi jelas kesulitan dalam hal-hal teknis bisa diatasi. Tujuan kita adalah membuat masyarakat lokal bisa mandiri dan siap mengh- adapi modernisasi yang cepat atau lambat pasti akan masuk. Prana T. Soenaryo Staf Wahana Visi Indonesia (Mitra World Vision Indonesia) fa te s m m m a in e d b w OPINI MUDA HOW TO? Yang Energik Ikut Cerdaskan Bangsa Pengajar Muda Pengajar Muda di Pelosok Nusantara di Pelosok Nusantara DOK. INDONESIA MENGAJAR BELAJAR: Para pengajar muda berlatih mengajar anak sekolah dasar di Ciawi, Bogor. P ERJALANAN cukup panjang. Hari itu, Nanda Yunika Wu- landari dan sembilan pengajar muda yang lain akan menghadapi tantangan yang sesungguhnya. Pulau Bengka- lis, Riau, menjadi tujuan. Satu tahun, para pengajar muda akan mengajar di sekolah terpencil yang kekurangan tenaga guru. Mereka dan puluhan anak muda lainnya terpilih dalam program Indonesia Mengajar. Sebuah program pendidikan yang menyalurkan pengajar muda ke pelosok Nusantara. Sebanyak 51 pelajar yang terpi- lih dibagi dalam lima kelompok untuk disebar ke lima kabu- paten berbeda, yaitu di Kabu- paten Bengkalis (Riau), Tulang Bawang Barat (Lampung), Paser (Kalimantan Timur), Majene (Sulawesi Barat), dan Halma- hera Selatan (Maluku Utara). Berbekal pelatihan selama tujuh pekan, Nanda yang di- daulat mengajar di Bengkalis akhirnya beraksi juga. Perja- lanan menuju lokasi dimulai dengan perjalanan darat selama lima jam dari bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Riau, ke pelabuhan kapal feri. Sesampainya di pelabuhan, mereka melanjutkan perjalanan menuju Pulau Bengkalis selama 30 menit dengan kapal. Dari situ, harus menempuh lagi per- jalanan sekitar satu setengah jam hingga sampai ke lokasi mengajar. Bagi Nanda, kondisi di Ka- bupaten Bengkalis tak terlalu mengagetkan. Pasalnya, ia pernah mengiku- ti kuliah kerja nyata di wilayah Bantul, Yogyakarta. “Kebetul- an suasananya mirip. Desa- desanya khas seperti yang ada wilayah Jawa,” tulisnya saat berkirim pesan elektronik de- ngan Media Indonesia. untuk menggunakan simulasi atau praktik agar visual, audi- tory, dan kinestetik anak didik digunakan untuk belajar. Tantangan yang sama juga dialami Ginar Santika, penga- jar muda lulusan Teknik Infor- matika Institut Teknologi Ban- dung. Ia ditugaskan untuk mengajar di daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lam- pung. “Sepanjang perjalanan yang saya lihat adalah hutan karet dan sawit. Melewati jalur lintas timur Sumatra bersama truk besar dan bis,” kisahnya. Kondisi jalan menuju desa masih tanah merah berbatu. Walau begitu, rumah-rumah di desa sudah cukup bagus dan permanen. Jarak antarrumah juga tak terlalu jauh. Tak me- wah memang, hanya tembok tanpa cat dengan kusen putih. “Tapi tetap tampak nyaman Di sana, Nanda memang ditempatkan di daerah yang mayoritas penduduknya ber- asal dari suku Jawa keturunan Jawa Timur. Suasananya seperti desa pada umumnya. Jarak antarrumah berkisar 7-10 meter dengan beberapa rumah terbuat dari batu bata. Namun, masih banyak juga yang terbuat dari papan. Di SDN 08 Bantan, tempat- nya mengajar, pengajar lulusan Psikologi Universitas Gajah Mada ini punya tantangan yang beragam. Misalnya harus siap sedia mengajar apa pun dan kapan pun, hingga harus sabar-sabar menangani anak kelas 1 yang ributnya bukan main. Untungnya, dia sudah men- dapat pelatihan menggunakan teknik-teknik pengajaran yang efektif. Misalnya konsisten dan tak jauh berbeda dengan rumah di kota,” lanjutnya. Pengalaman mengajarnya tak kalah seru. Saat mengajar kelas 2 misalnya, banyak anak-anak kelas 1 yang menerobos masuk dan membuat gaduh. Maklum, ruangan kelas 1 bersebelahan dengan kelas 2. Batasnya hanya disekat dengan papan tulis. “Sering kali saya kerepotan antara mengajar kelas 2 dan mengawasi kelas 1 agar tidak masuk dan mengganggu kelas 2,” ujar Ginar. Lucunya, karena anak-anak ini tak mengenal kehidupan kota, Ginar selalu dikejutkan dengan hal-hal sepele. Seperti saat ia menjelaskan tentang ba- gaimana cara menyeberang di jembatan penyeberangan. “Se- telah saya jelaskan tentang jem- batan, eh ternyata anak-anak enggak pernah tahu jembatan penyeberangan itu seperti apa, rasanya ingin sekali membawa mereka ke kota untuk melihat langsung bentuk jembatan itu seperti apa,” jelas Ginar. Rindu keluarga Selain mengajar, mereka juga punya banyak kegiatan. Nanda misalnya juga menginisiasi ke giatan ekstrakulikuler di sekolah seperti latihan baris- berbaris. Ia juga membuat modul latihan baca untuk anak- anak yang diduga mengalami kesulitan membaca di sekolah. Selayaknya bagian dari war- ga desa, Nanda juga tak keting- galan untuk bersosialisasi. Ia ikut Wirid Yasin, menghadiri undangan pernikahan, kelahir- an, posyandu, dan lainnya. Kalau Ginar malah sudah sibuk bantu-bantu tetangga hajatan, bantu bersih-bersih di rumah tempat tinggalnya, atau jalan-jalan ke pasar. Pada pera- yaan Hari Kesehatan Nasional Sekabupaten yang diadakan di desa ini, Ginar bahkan diajak untuk menjadi juri lomba se- nam poco-poco dan karaoke. Namun di sisi lain, mening- galkan rumah selama beberapa bulan terakhir ternyata juga membuat mereka rindu. Nanda terutama rindu dengan adik perempuan yang akrab betul dengannya. “Sempat beberapa kali saya menelepon rumah, katanya adik saya semakin pendiam. Untungnya akhir-akhir ini saya sering kontak dengan dia dan dia sudah mulai ceria lagi,” kata Nanda. Tak jauh beda, Ginar juga sempat rindu rumah. “Saya kangen jajan. Kangen manggil penjual makanan yang lewat depan rumah. Di sini gak ada yang seperti itu. Adanya cuma penjual es. Itu pun saya be- lum pernah beli,” tukasnya. (CE/M-5) Pengumuman Pemenang Selamat kepada Fildzah Husna Amalinajl sebagai pemenang Move Quiz edisi Kapal Pemuda ASEAN-Jepang dua minggu lalu. Berinteraksi dengan Keluarga Selandia Baru BEBERAPA bulan yang lalu, sekolahku mengadakan acara Native Speaker yang mengundang keluarga asing dari Selandia Baru. Mereka datang berempat; ayah, ibu, dan dua anak perempuannya. Mereka menjelaskan semua tentang negara mereka. Misalnya lokasi, cuaca, menceritakan sekolah mereka, bahkan sampai menyanyikan lagu kebangsaan Selandia Baru. Satu hal yang membuatku ingin tertawa, mereka terlihat begitu kepanasan. Ditambah lagi karena sekolahku adalah sekolah Is- lam yang harus menggunakan jilbab. Memang sih mereka tidak memakai jilbab, hanya sebatas baju dan celana panjang. Namun, sayangnya mereka belum terbiasa dengan iklim Indonesia yang sangat panas siang itu. Namun, salut deh, mereka tetap semangat dan sangat menghargai kita. Bagaimana pendapat mereka tentang Indonesia? Mereka bilang Indonesia itu keren, cantik, dan baginya pergi ke Indonesia adalah salah satu pengalaman yang hebat. Sebenarnya aku jarang berinteraksi dengan orang asing. Mung- kin pernah, tapi tidak secara langsung. Misalnya lewat jejaring sosial. Bergaul dengan orang yang berkebudayaan beda sama kita memang susah, terutama dalam hal berkomunikasi. Dan sikap dari orang yang berbeda negara juga berbeda beda. Ada yang ramah, ada juga yang diskriminatif. Sebenarnya banyak positifnya kita bergaul dengan orang dari negara lain, bisa menambah wawasan kita tentang kebudayaan orang lain. Namun, terkadang kita harus selektif, apalagi banyak juga yang berbicaranya tidak sopan dan tidak etis. Jangan sampai kita ter- pengaruh oleh kebiasaan buruk mereka, tetapi kita harus ambil sisi positif dari kebudayaan mereka. (M-5)

Upload: truongdung

Post on 05-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MINGGU, 19 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Pengajar … · bagaimana mewujudkan rasa nasionalisme kita. Nah, kalau kebetulan kamu berotak cemerlang dan tertarik di bidang pendidikan,

MOVE percaya kalau kita sebagai anak muda pasti cinta kepada Tanah Air. Hanya saja, kadang kita enggak tahu bagaimana mewujudkan rasa nasionalisme kita. Nah, kalau kebetulan kamu berotak cemerlang dan tertarik di bidang pendidikan, mungkin program Indonesia Mengajar bisa jadi jalan yang tepat untuk kamu berpartisipasi memban-gun bangsa.

Indonesia Mengajar yang dicetuskan pada awal tahun ini merupakan program yang mengajak putra-putra terbaik bangsa menjadi tenaga pengajar. Anak muda yang terpi-lih bakal mengajar selama satu tahun di sekolah dasar di daerah-daerah pelosok yang kekurangan guru.

Nah, jika terpilih, kalian akan diberi pelatihan dan keahl-ian tentang bagaimana proses belajar-mengajar seharusnya dilaksanakan. Gak usah khawatir, karena para pengajar muda dibekali banyak hal sebelum beraksi di desa-desa.

Lalu apa sih tujuan program ini? Apakah dengan adanya pengajar muda selama satu tahun sekolah tersebut bisa langsung berkembang? Pertanyaan tersebut sering kali ditanyakan kepada Anies Baswedan, pencetus program Indonesia Mengajar.

Meningkatkan pendidikan di pelosok Nusantara, kata Anies, jadi salah satu tujuannya. Tapi lebih dari itu, Indone-sia Mengajar ingin mengajak tiap orang menyadari bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.

Selama ini pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang terlembaga. Kita banyak melimpahkan tanggung jawab pendidikan ke sekolah atau pemerintah saja. Makanya, banyak orang tua ketika melihat nilai anaknya jelek, selalu menyalahkan sekolah.

Padahal, pendidikan merupakan tugas kita bersama. Kalau saja semua orang tergerak untuk berpartisipasi, pendidikan pasti akan lebih maju. “Lima belas tahun lalu kita masih berpikir kalau masalah lingkungan hidup ada-lah urusan pemerintah. Kini, kita semakin mengerti kalau lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama. Pendidikan juga seharusnya seperti itu,” jelas Anies saat ditemui pada acara pelatihan pengajar muda di Ciawi, Bogor, November lalu.

Anak muda, sebagai penentu masa depan bangsa, di-harapkan juga bisa semakin mengerti kondisi riil bangsa. Bahwa masih banyak daerah yang tak kebagian listrik, masih ada yang tak bisa terima sinyal ponsel, dan masih banyak yang memiliki sekolah kurang memadai.

“Ketika mereka selesai, mereka akan membawa pengala-mannya dan membaginya dengan lingkungan. Yang ter-penting justru bukan saat mereka mengajar. Tapi bagaimana pengalaman ini mengubah cara pandang dan pemikiran,” tambah Anies.

Tertarik? Coba follow Twitter-nya @pengajarmuda atau cek situsnya di indonesiamengajar.org. Pendaftaran akan dibuka Januari mendatang. Jadi, jangan ragu untuk ikutan! Setahun mengabdi, seumur hidup memberi inspirasi!

Simak Syaratnya : Lulusan S-1. Fresh graduate, maksimal dua tahun setelah lulus jenjang

strata satu. Umur maksimal 25 tahun. IPK minimal 3,0 dari berbagai disiplin ilmu. Mengedepankan jiwa kepemimpinan yang ditunjukkan

dengan pengalaman berorganisasi. Mengedepankan kepedulian sosial dan semangat

pengabdian. Memiliki antusiasme dan passion dalam dunia

pendidikan. Memiliki semangat juang, kemampuan adaptasi,

menyukai tantangan dan kemampuan problem solving. Bersedia ditempatkan di daerah terpencil selama satu

tahun. (CE/M-5)

| 17MINGGU, 19 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

EBET

FOTO-FOTO: DOK. PRIBADI

SAYA salut dengan teman-teman yang berangkat mengikuti program Indonesia Mengajar. Mereka itulah yang bisa benar-benar disebut pahlawan masa kini.

Masih muda, fresh graduate, terbiasa hidup dengan fasilitasyang memadai, tapi bersedia membagi ilmu ke tempat-tempat terpencil di Indonesia, yang mungkin sangat jauh berbeda kondisinya dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Padahal dengan skill dan pendidikan yang mereka miliki, perusahaan besar pun mungkin banyak yang mau melirik.Menurut saya program ini sangat bagus, karena kita tahu pendidik-an di Indonesia belum merata. Saya sendiri sempat ditawari untuk ikut oleh inisiator program ini Pak Anies Baswedan, namun karena kuliah masih jauh, ya enggak bisa.

Saya sempat ‘ngusulin’ ke Pak Anies bagaimana kalau program ini juga bisa dibarengi dengan PTT, jadi bisa sekalian mempraktekkan keilmuan saya di bidang ke sehatan.

Mudah-mudahan usulan itu bisa diwujudkan. Kalau memang ada kesempatan, wah saya mau banget untuk ikut.

Putri HerlianaFakultas Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia

SAYA yakin semua orang punya potensi yang sama sebagai manusia seutuhnya, karena itu seharusnya mereka diberi kesempatan yang sama terutama dalam hal pendidikan.

Tapi seperti yang kita tahu, banyak saudara-saudara kita yang masih terbatasi kesempatannya, dan seringkali itu terjadi karena sistem yang adil.

Karena itulah saya ingin berperan dalam memberi solusi dalam masalah ini.

Saya di Wamena Papua sudah dua tahun. Memang kondisi di sini beda jauh dengan Jakarta, tempat dimana saya dibesarkan.

Hidup di sini cukup berat. Di sini bensin saja harganya bisa mencapai Rp20 ribu per liter.

Akses jalan darat ke tempat saya hingga sekarang juga belum ada, hanya bisa dengan pesawat udara. Tapi ketika motivasi kita jelas, substansi jelas kesulitan dalam hal-hal teknis bisa diatasi.

Tujuan kita adalah membuat masyarakat lokal bisa mandiri dan siap mengh-adapi modernisasi yang cepat atau lambat pasti akan masuk.

Prana T. SoenaryoStaf Wahana Visi Indonesia

(Mitra World Vision Indonesia)

fatesm

mmaine

db

wOP

INI

MU

DA

HOW TO?

Yang Energik Ikut Cerdaskan Bangsa

Pengajar Muda Pengajar Muda di Pelosok Nusantaradi Pelosok Nusantara

DOK. INDONESIA MENGAJAR

BELAJAR: Para pengajar muda berlatih mengajar anak sekolah dasar di Ciawi, Bogor.

PERJALANAN cu kup panjang. Hari itu, Nanda Yunika Wu-landari dan sembilan

pengajar muda yang lain akan menghadapi tantangan yang sesungguhnya. Pulau Bengka-lis, Riau, menjadi tujuan. Satu tahun, para pengajar muda akan mengajar di sekolah terpencil yang kekurangan tenaga guru.

Mereka dan puluhan anak muda lainnya terpilih dalam program Indonesia Mengajar. Sebuah program pendidikan yang menyalurkan pengajar muda ke pelosok Nusantara. Sebanyak 51 pelajar yang terpi-lih dibagi dalam lima kelompok untuk disebar ke lima kabu-paten berbeda, yaitu di Kabu-paten Bengkalis (Riau), Tulang Bawang Barat (Lampung), Paser (Kali mantan Timur), Majene (Sula wesi Barat), dan Halma-hera Selatan (Maluku Utara).

Berbekal pelatihan selama tujuh pekan, Nanda yang di-daulat mengajar di Bengkalis akhirnya beraksi juga. Perja-lan an menuju lokasi dimulai dengan perjalanan darat selama lima jam dari bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Riau, ke pelabuhan kapal feri. Sesampainya di pelabuhan, mereka melanjutkan perjalanan menuju Pulau Bengkalis selama 30 menit dengan kapal. Dari situ, harus menempuh lagi per-jalanan sekitar satu setengah jam hingga sampai ke lokasi mengajar.

Bagi Nanda, kondisi di Ka-bupaten Bengkalis tak terlalu mengagetkan.

Pasalnya, ia pernah mengiku-ti kuliah kerja nyata di wilayah Bantul, Yogyakarta. “Kebetul-an suasananya mirip. Desa-desanya khas seperti yang ada wilayah Jawa,” tulisnya saat berkirim pesan elektronik de-ngan Media Indonesia.

untuk menggunakan simulasi atau praktik agar visual, audi-tory, dan kinestetik anak didik digunakan untuk belajar.

Tantangan yang sama juga dialami Ginar Santika, penga-jar muda lulusan Teknik Infor-matika Institut Teknologi Ban-dung. Ia ditugaskan untuk me ngajar di daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lam-pung. “Sepanjang perjalanan yang saya lihat adalah hutan karet dan sawit. Melewati jalur lintas timur Sumatra bersama truk besar dan bis,” kisahnya.

Kondisi jalan menuju desa masih tanah merah berbatu. Walau begitu, rumah-rumah di desa sudah cukup bagus dan permanen. Jarak antarrumah juga tak terlalu jauh. Tak me-wah memang, hanya tembok tanpa cat dengan kusen putih. “Tapi tetap tampak nyaman

Di sana, Nanda memang ditempatkan di daerah yang mayoritas penduduknya ber-asal dari suku Jawa keturunan Jawa Timur. Suasananya seperti desa pada umumnya.

Jarak antarrumah berkisar 7-10 meter dengan beberapa rumah terbuat dari batu bata. Namun, masih banyak juga yang terbuat dari papan.

Di SDN 08 Bantan, tempat-nya mengajar, pengajar lulusan Psikologi Universitas Gajah Mada ini punya tantangan yang beragam. Misalnya harus siap sedia mengajar apa pun dan kapan pun, hingga harus sabar-sabar menangani anak kelas 1 yang ributnya bukan main.

Untungnya, dia sudah men-dapat pelatihan menggunakan teknik-teknik pengajaran yang efektif. Misalnya konsisten

dan tak jauh berbeda dengan rumah di kota,” lanjutnya.

Pengalaman mengajarnya tak kalah seru. Saat mengajar kelas 2 misalnya, banyak anak-anak kelas 1 yang menerobos masuk dan membuat gaduh. Maklum, ruangan kelas 1 bersebelahan dengan kelas 2. Batasnya hanya disekat dengan papan tulis. “Sering kali saya kerepotan antara mengajar kelas 2 dan mengawasi kelas 1 agar tidak masuk dan mengganggu kelas 2,” ujar Ginar.

Lucunya, karena anak-anak ini tak mengenal kehidupan kota, Ginar selalu dikejutkan dengan hal-hal sepele. Seperti saat ia menjelaskan tentang ba-gaimana cara menyeberang di jembatan penyeberangan. “Se-telah saya jelaskan tentang jem-batan, eh ternyata anak-anak enggak pernah tahu jembatan

penyeberangan itu seperti apa, rasanya ingin sekali membawa mereka ke kota untuk melihat langsung bentuk jembatan itu seperti apa,” jelas Ginar.

Rindu keluargaSelain mengajar, mereka juga

punya banyak kegiatan. Nanda misalnya juga menginisiasi ke giatan ekstrakulikuler di sekolah seperti latihan baris- berbaris. Ia juga membuat modul latihan baca untuk anak-anak yang diduga mengalami kesulitan membaca di sekolah.

Selayaknya bagian dari war-ga desa, Nanda juga tak keting-galan untuk bersosialisasi. Ia ikut Wirid Yasin, menghadiri undangan pernikahan, kelahir-an, posyandu, dan lainnya.

Kalau Ginar malah sudah sibuk bantu-bantu tetangga hajatan, bantu bersih-bersih di rumah tempat tinggalnya, atau jalan-jalan ke pasar. Pada pera-yaan Hari Kesehatan Nasional Sekabupaten yang diadakan di desa ini, Ginar bahkan diajak untuk menjadi juri lomba se-nam poco-poco dan karaoke. Namun di sisi lain, mening-galkan rumah selama beberapa bulan terakhir ternyata juga membuat mereka rindu. Nanda terutama rindu dengan adik perempuan yang akrab betul dengannya.

“Sempat beberapa kali saya menelepon rumah, katanya adik saya semakin pendiam. Untungnya akhir-akhir ini saya sering kontak dengan dia dan dia sudah mulai ceria lagi,” kata Nanda.

Tak jauh beda, Ginar juga sempat rindu rumah. “Saya kangen jajan. Kangen manggil penjual makanan yang lewat depan rumah. Di sini gak ada yang seperti itu. Adanya cuma penjual es. Itu pun saya be-lum pernah beli,” tukasnya. (CE/M-5)

Pengumuman Pemenang

Selamat kepada Fildzah Husna Amalinajl sebagai pemenang Move Quiz edisi

Kapal Pemuda ASEAN-Jepang dua minggu lalu.

Berinteraksi dengan Keluarga Selandia BaruBEBERAPA bulan yang lalu, sekolahku mengadakan acara Native Speaker yang mengundang keluarga asing dari Selandia Baru. Mereka datang berempat; ayah, ibu, dan dua anak perempuannya. Mereka menjelaskan semua tentang negara mereka. Misalnya lokasi, cuaca, menceritakan sekolah mereka, bahkan sampai menyanyikan lagu kebangsaan Selandia Baru.

Satu hal yang membuatku ingin tertawa, mereka terlihat begitu kepanasan. Ditambah lagi karena sekolahku adalah sekolah Is-lam yang harus menggunakan jilbab. Memang sih mereka tidak memakai jilbab, hanya sebatas baju dan celana panjang. Namun, sayangnya mereka belum terbiasa dengan iklim Indonesia yang sangat panas siang itu. Namun, salut deh, mereka tetap semangat dan sangat menghargai kita.

Bagaimana pendapat mereka tentang Indonesia? Mereka bilang Indonesia itu keren, cantik, dan baginya pergi ke Indonesia adalah salah satu pengalaman yang hebat.

Sebenarnya aku jarang berinteraksi dengan orang asing. Mung-kin pernah, tapi tidak secara langsung. Misalnya lewat jejaring sosial. Bergaul dengan orang yang berkebudayaan beda sama kita memang susah, terutama dalam hal berkomunikasi. Dan sikap dari orang yang berbeda negara juga berbeda beda.

Ada yang ramah, ada juga yang diskriminatif. Sebenarnya banyak positifnya kita bergaul dengan orang dari negara lain, bisa menambah wawasan kita tentang kebudayaan orang lain. Namun, terkadang kita harus selektif, apalagi banyak juga yang berbicaranya tidak sopan dan tidak etis. Jangan sampai kita ter-pengaruh oleh kebiasaan buruk mereka, tetapi kita harus ambil sisi positif dari kebudayaan mereka. (M-5)