milia
TRANSCRIPT
MILIA
Sitti Rahmadani Saranani, Nelly Herfina Dahlan
1. DEFINISI
Milia adalah kista epithelial yang berasal dari penyumbatan saluran kelenjar
ekrin yang berisi massa keratin. Milia adalah salah satu jenis kista epidermoid,
yang dibatasi epidermoid dan berisi massa keratin. (1)
2. EPIDEMIOLOGI
Milia dapat ditemukan pada berbagai populasi dan umur. Milia primer
ditemukan pada bayi baru lahir (50% dari semua bayi lahir) yang diperkirakan
merupakan normal. Milia sekunder lebih sedikit ditemukan pada bayi tetapi
mungkin akan muncul jika ada trauma pada kulit.(2)
Epidemiologi di Amerika Serikat menemukan milia primer paling banyak
pada bayi (setengah dari semua bayi yang baru lahir). Erupsi milia multiple dan
milia en plaque jarang muncul dalam waktu bersamaan. Tidak ada predileksi ras
tertentu untuk munculnya milia. Prevalensi sama pada milia primer dan sekunder.
Erupsi milia dan milia en plaque lebih sering ditemui pada wanita. Milia bisa
ditemukan pada umur berapa saja, namun khas sering dijumpai pada bayi.(3)
Milia primer secara khas ditemukan di bayi, tetapi bisa juga ditemukan di
anak-anak dan dewasa. Milia sekunder diobservasi pada kelainan kulit yang lepuh
dan setelah dermabrasi. Milia en plaque dan erupsi multiple milia adalah hal yang
berbeda. (3)
3. KLASIFIKASI
Milia adalah kista kecil berukuran 1 – 2 mm berwarna putih mutiara (pearly
white) di permukaan kulit. Milia dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe primer
merupakan kondisi normal ditemui pada kulit sehat dan milia sekunder yang
secara khas ditemukan di kulit karena dipengaruhi berbagai macam kondisi. Milia
yang ditemukan di langit-langit mulut pada bayi sering disebut Epstein pearls dan
normal pada bayi.(3)
Milia yang timbul sekunder dari lesi sebelumnya sering dijumpai pada
penyakit epidermolisis bulosa, porphyria cutanea tarda, luka bakar, setelah terapi
dermabrasi, setelah penggunaan laser ablasi dan setelah penggunaan terapi topical
glukokortikoid atau terapi 5-fluorouracil.(4)
4. ETIOLOGI
Milia terbentuk karena kelenjar minyak belum terbentuk sempurna dan kulit
tidak mengelupas secara normal sehingga menyebabkan terperangkap di dalam
kulit. Milia primer dipercaya timbul di kelenjar sebacea yang tidak berkembang
secara lengkap, hal ini menjelaskan terjadinya pada bayi. Lesi sekunder timbul
mengikuti trauma atau kulit lepuh oleh karena gangguan di duktus keringat. Milia
sering dihubungkan dengan berbagai macam kelainan, termasuk pemphigoid
bulosa, keturunan dan epidermolysis bulosa dapatan, liken planus bulosa,
porphyria cutanea tarda dan luka bakar. Trauma kulit dari dermabrasi atau
radioterapi dapat menyebabkan pembentukan milia.(3)
Kebersihan atau hygiene kulit dapat mempengaruhi timbulnya penyumbatan
pada saluran kelenjar ekrin sehingga mempermudah timbulnya milia. Iklim panas
yang memacu banyak keringat juga mempermudah timbulnya penyakit. Tidak ada
bakteri yang menyebabkan timbulnya milia. (1,5)
Orang dewasa bisa timbul milia di wajah. Kista dan benjolan juga bisa
timbul di bagian tubuh yang mengalami inflamasi atau trauma sebelumnya. Iritasi
kulit oleh karena kain atau baju yang kasar mungkin menyebabkan kemerahan
ringan pada sekitar benjolan tetapi bagian tengah berwarna putih. Milia yang
teriritasi kadang disalahartikan “baby acne” (4)
Milia sekunder berkembang dari dermatitis kontak bulosa dan fotokontak
alergi terhadap sinar matahari. Milia juga sering muncul setelah terapi
leishmaniasis cutaneus dan setelah pemberian salep topical nitrogen untuk plaque
mycosis fungal. Milia sekunder pernah dilaporkan timbul setelah pemakaian
kortikosteroid topical. Milia merupakan kasus jarang pada genodermatosiss
(syndrome Bazex-Dupr e-Christol). Milia primer dan erupsi milia multiple telah
dilaporkan berhubungan dengan gangguan autosomal dominant yang diturunkan.
Etiologi milia en plaque belum diketahui.(3)
5. PATOFISIOLOGI
Milia adalah kista epidermois. Kista berasal dari folikel sebacea. Milia
primer tumbuh di kulit wajah yang menghasilkan folikel rambut vellus. Milia
sekunder terjadi akibat kerusakan pilosebaceus.(3)
6. GEJALA KLINIS
Milia sering asimptomatik. Pada anak-anak dan dewasa biasa muncul di
area sekitar mata. Erupsi milia biasanya onsetnya lebih cepat bahkan dalam
beberapa minggu.(3)
Pada pemeriksaan kulit, Milia ditemukan di superficial kulit, uniform,
warna putih mutiara sampai kuning muda, lesi membentuk kubah dengan
diameter antara 1 – 2 mm. Efloresensi yang ditemukan adalah papula-papula
milier, multiple kadang berkelompok. Pada milia en plaque, milia dalam jumlah
lebih banyak muncul pada plaque eritem. (1,3)
Gambar 1. Milia pada orang dewasa
Distribusi di kulit: milia primer, pada bayi ditemukan di wajah terutama di
area hidung. Milia juga bisa ditemukan di mukosa (Epstein pearls) dan palatum
(Bohn nodules). Milia primer di anak-anak dan dewasa berkembang di wajah,
terutama di area mata. Milia sering ditemukan dengan distribusi linier, melintang
sepanjang lekuk hidung pada beberapa anak. Milia sekunder ditemukan di tubuh
bagian mana saja yang dipengaruhi oleh bermacam-macam kondisi. Erupsi milia
ditemukan di kepala, leher dan tubuh bagian atas. Milia juga bisa ditemukan di
langit-langit mulut. ( 2,3,4 )
Lokasi-lokasi yang paling sering dijumpai milia primer pada bayi: (4)
Sekitar hidung
Sekitar mata (periorbital area)
Pipi
Dagu
Dahi
Lokasi-lokasi jarang dijumpai milia pada bayi, tetapi bisa muncul walaupun
jarang (4)
Badan
Tungkai dan lengan
Penis (korpus penis)
Membrane mucosa (area di dalam mulut)
Milia en plaque memberi gambaran plaque yang berbeda di wajah dan leher.
Plaque pernah dilaporkan terdapat di area postauricular, unilateral atau bilateral,
pipi dan plaque submandibula.
Gambar 2. Milia pada bayi
Gambar 3. Epstein pearls
7. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari milia adalah (3)
Acne Vulgaris
Syringoma
Trichoepithelioma
Milia like idiopathic calcinosis cutis (pada penderita Sindrom Down)
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk milia sederhana. Diagnosa pasti
dengan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan penyakit yang mendasari penting untuk
milia sekunder. Biopsy kulit dilakukan bila perlu pada pasien dengan diagnosis
yang masih diragukan. Jika curiga adanya milia en plaque, biopsy adalah tindakan
yang bijaksana untuk menyingkirkan diagnosa lain, seperti mucinosis follicular
dan trichoepitheliomata multiple. Pada orang yang lebih tua dengan kerusakan
kulit akibat sinar matahari, sindrom Favre-Rachouchet (nodul elastosis pada kulit)
harus disingkirkan. (4,3)
9. PEMERIKSAAN HISTOLOGI
Pemeriksaan histologi menunjukkan adanya kista epidermoid, tetapi besar
kista lebih kecil. Milia biasanya terletak di dermis superficial dan mempunyai
garis epithelial (dengan lapisan sel bergranula). Kista berisi keratin lamellated
dalam jumlah bervariasi. Milia primer yang sering dijumpai pada bayi dan anak-
anak ditemukan di rambut sebacea yang mengelilingi folikel rambut vellus. Milia
sekunder di area kulit lepuh ditemukan pada duktus kelenjar ekrin keringat.(3)
10. TERAPI
Tidak ada terapi topical maupun sistemik yang efektif untuk milia primer
dan sekunder. Terdapat laporan tentang penggunaan isotretinoin topical, etretinate
oral dan minocycline dalam menerapi pasien dengan milia en plaque.
Milia dapat dibiarkan begitu saja, tetapi jika pasien meminta pengangkatan, insisi
dengan jarum cutting-edge dan pengeluaran isi biasanya efektif. Tindakan ini
dapat dilakukan tanpa anestesi local. Paper clip dilaporkan berhasil digunakan
untuk mengeluarkan isi kista. Milia en plaque dapat diterapi dengan efektif
dengan elektrodesiccation, laser karbon dioksida, dermabrasi dan cryosurgery. (3,5)
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada milia diantaranya yaitu: (1)
Bedah listrik
Elektrolisis
Elektrofulgurasi
11. KOMPLIKASI
Tidak ada komplikasi sistemik yang dilaporkan. (4)
12. PROGNOSIS
Milia yang ditemukan pada bayi biasanya akan menghilang spontan dalam
mingu-minggu pertama. Kadang milia akan menetap sampai 2 – 3 bulan. Milia
pada anak-anak dan dewasa biasanya menetap. Milia sekunder pada kulit lepuh
jarang sembuh. (3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2005
2. Del Giudice P. Milia and cutaneous leishmaniasis. Br J Dermatol. May
2007;156(5):1088
3. Bolognia, Jean L., ed. Dermatology. New York: Mosby, 2003.
4. Morelli JG. Diseases of the Neonate. In: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011:chap 639.
5. Wolf. K et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th
edition. Mc Graw Hill Medical. United States ; 2008..