mikrobiologi

Upload: rezky-aprhodyta

Post on 18-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mikrobiologi terapan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.1Latar BelakangActinomycetes adalah bakteri gram positif,organisme yang cenderung tumbuh perlahan-lahan membentuk filamen bercabang. Banyak actinomycetes yang akan tumbuh pada media yang umumdigunakan di laboratorium, seperti nutrien agar, trypticase soy agar, blood agar, dan bahkan brain-heart infusion agar. Actinomycetes mencakup berbagai jenis bakteri (1).Actinomycetes adalah saprofit yang memliki peran penting dalam pemecahan bahan organik menjadi lebih nutrisi yang lebih mudah dicerna. Mereka juga adalah produsen metabolit sekunder spektrum luas yang banyak digunakan sebagai obat bagi manusia dan hewan dan pertanian. Lebih dari 75 tahun terakhir, banyak strain actinomycetes yang telah diisolasi dari berbagai substrat yang dikumpulkan dari seluruh dunia dan memiliki kemampuan biosintesis mereka yang luar biasa. Tanah merupakan sumber terbesar dan dominan actinomycetes. Namun baru-baru ini, bagaimanapun, para ilmuwan telah menemukan bahwa sumber lain, seperti daun-daun dan tanaman juga memiliki potensi sumber keanekaragaman hayati actinomycetes. (2) biosynthesisTelah ditemukan bahwa beberapa mikroba endofit dapat memproduksi senyawa farmasetikal yang memiliki manfaat yang besar. Oleh karena itu, screening actinomycetes dari habitat ini dianggap penting untuk identifikasi strain yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa bioaktif yang baru. (3) Antifungal

I.2Rumusan Masalah1. Bagaimana karakteristik actinomycetes?2. Bagaimana lingkungan hidup actinomycetes?3. Bagaimana cara mengisolasi actinomycetes?4. Apa saja produk metabolit sekunder dari hasil fermentasi yang dihasilkan actinomycetes laut?5. Metode apa saja yang digunakan dalam menguji daya hambat senyawa antimikroba yang dihasilkan actinomycetes?

I.3Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai karakteristik, klasifikasi, dan lingkungan hidup actinomycetes. 2.Untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa antibakteri dari actinomycetes.3. Untuk mengetahui dan memahami pemanfaatan Actinomycetes berdasarkan produk metabolit sekunder yang dihasilkan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Karakteristik Actinomycetes Actinomycetes merupakan kelompok bakteri golongan gram positif, berbentuk kecil, tipis, lurus, non motil, tidak berkembang biak dengan cepat, tidak berspora, memiliki percabangan filament. Secara umum Actinomycetes berwarna keputihan, akan berubah menjadi berwarna kekuningan setelah masa inkubasi yang lama, berdiameter 1-4 mm, kuat bertahan dan menimbulkan permukaan yang kusut (7).Dilihat dari ukuran sel, spora serta miselia actinomycetes dikategorikan sebagai bakteri yang memiliki nukleoid yang sama dengan bakteri. Chitin dan selulosa sebagai penyusun dinding sel fungi tidak terdapat pada actinomycetes. Penyusun dinding sel actinomycetes adalah polimer gula, gula amino, dan beberapa asam amino seperti halnya bakteri gram positif. Sensitifitas terhadap beberapa antibiotik menempatkan actinomycetes masuk dalam golongan bakteri gram positif. Actinomycetes biasanya dipandang sebagai kelompok bakteri gram positif yang memiliki kandungan guanin (G) dan citosin (C) yang tinggi di dalam DNA-nya (>55%) dengan kemampuan membentuk cabang-cabang hifa pada tahap-tahap pengembangannya (8).Actinomycetes memetabolisme senyawa organik alami. Karena mereka membutuhkan lebih sedikit nitrogen daripada bakteri pada umumnya untuk pertumbuhan sel, actinomycetes cenderung memetabolisme bentuk bahan organik yang lebih resisten. Setelah bakteri dan fungi normal memetabolisme komponen dari bahan tanaman mati yang mudah mengalami biodegradasi, actinomycetes mampu melanjutkan memetabolisme residu bahan organik. Actinomycetes dapat tumbuh pada karbohidrat, protein, protein, lipid, dan aromatik. Senyawa lignoselulosa kompleks dan humus dapat dimetabolisme secara perlahan oleh kelompok mikroorganisme ini. Actinomycetes adalah organisme fakultatif yang mampu melakukan metabolisme secara aerobik maupun anaerobik. Metabolisme aerobik menghasilkan energi yang lebih besar dan lebih banyak produksi masa sel daripada metabolisme anaerobik (9).Koloni actinomycetes bukan akumulasi dari kumpulan sel-sel tunggal dan seragam seperti halnya bakteri, melainkan bentuk masa filamen bercabang (8). Miselium vegetatif actinomycetes berbentuk hifa non-septat yang panjang. Beberapa hifa membentang dan panjangnya lebih dari 600 m, bercabang, melengkung/meliuk-liuk, dan cabangnya berbrntuk monopodial. Miselium vegetatif memiliki karakteristik berwarna, seperti kuning, oranye, hijau, coklat, atau hitam. Apabila terlarut dalam air, pigmen akan dikeluarkan dalam medium (10).Actinomycetes termasuk ordo Actinomycetales. Pada umunya Actinomycetes terdiri dari beberapa suku, seperti (11):1. Suku MycobactericeaeDimana suku Mycobactericeae memiliki sel-sel yang tidak membentuk miselium atau hanya miselium yang rudimeter. Contohnya: Mycobacterium tuberculosis , penyebab penyakit tuberkolosis (TBC) Mycobacterium leprae , penyebeb penyakit lepra atau kusta.2. Suku Actinomycetaceae Dimana suku Actinomycetaceae membentuk miselium, spora terbentuk dalam fragmen-fragmen miselium. Contohnya : Actinomyces bovis, patogen penyebab penyakit mulut ternak3. Suku StreptomycetaceaeDimana suku Streptomycetaceae , membentuk miselium-miselium yang tidak terbagi-bagi. Contohnya : Streptomyces aureofacien , menghasilkan aureomisin Streptomyces griseus, menghasilkan streptomision Streptomyces rimosus, menghasilkan teramisin Streptomyces venezuelae, menghasilkan kloromisetin.

II. 2 Lingkungan hidup ActinomycetesPada umumnya actinomycetes tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada keadaan lingkungan dengan pH di bawah 5,0. Rentang pH yang paling cocok untuk perkembangbiakan Actinomycetes adalah antara 6,5-8,0. Tanah yang tergenang air tidak cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes, sedangkan tanah gurun yang kering atau setengah kering dapat mempertahankan populasi dalam jumlah cukup besar, karena adanya spora. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes adalah 25-30C, tetapi beberapa actinomycetes masih dapat tumbuh dalam jumlah besar pada suhu 55-65C (12).Secara umum Actinomycetes tersebar luas di lingkungan dan memegang peranan penting dalam proses siklus karbon karena kemampuannya tumbuh pada konsentrasi senyawa berkarbon renda. Actinomycetes memiliki habitat yang cukup luas antara lain ditemukan pada tanah, kompos, padang rumput, tanah hutan, sedimen, lumpur, pada daerah perakaran tanaman, atau di perairan laut. Populasinya berada pada urutan kedua setelah bakteri, Actinomycetes juga hidup sebagai saprofit dan aktif mendekomposisi bahan organik, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah, Actinomycetes juga merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa di samping bakteri, kapang dan khamir. Jenis Actinomycetes juga tergantung pada (6):1. Tipe tanah, Tanah yang tergenang air tidak cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes, sedangkan tanah gurun yang kering atau setengah kering dapat mempertahankan populasi Actinomycetes dalam jumlah yang cukup besar karena adanya spora.2. Kadar bahan organik, dimana jumlah Actinomycetes akan meningkat dengan adanya bahan organik yang mengalami dekomposisi. 3. Temperatur, temperatur yang cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes adalah 25C sampai 30C, tetapi pada suhu 55C sampai 65 C Actinomycetes masih dapat tumbuh dalam jumlah yang cukup besar khususnya genus Thermoactinomycetes dan Streptomycetes.4. pH lingkungan, Actinomycetes pada umumnya tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya akan menurun pada keadaan lingkungan dengan pH dibawah 5,0. Rentang pH yang paling cocok untuk perkembangbiakan Actinomycetes adalah antara 6,5 sampai 8,0.

II.5 Isolasi Actinomycetesisolasi mikroba dari alam merupakan tahap awal dalam penapisan metabolit mikroba seperti antibiotik. Biasanya tidak diketahui jenis dan jumlah mikroba yang terdapat dalam sampel tersebut. Pada prinsipnya tujuan isolasi mikroba yaitu mendapatkan mikroba yang dikenhendaki sebanyak-banyaknya (13). Untuk maksud tersebut dapat digunakan teknik medium diperkaya dan sistem pengenceran. Misalnya sampel tanah atau air diencerkan sedemikian rupa, sehingga diharapkan pertumbuhan koloni tidak lebih dari 200 koloni per cawan petri. Suspensi tersebut dengan metode taburan spread plate diinokulasikan pada cawan petri yang mengandung medium diperkaya. Setelah diinkubasi, akan terlihat koloni-koloni pada cawan tersebut dan siap untuk diisolasi (14). Namun dalam praktek, cara tersebut kurang efisien karena harus mengisolasi banyak mikroba yang potensinya belum jelas, sehingga para peneliti sudah membatasi jenis mikroba yang akan diisolasi. Biasanya tidak diinginkan isolasi semua mikroba yang ada dalam sampel, karena akan menghabiskan banyak biaya, tenaga, dan waktu. Pra-perlakuan sampel dilakukan untuk mengeliminasi mikroba yang tidak diinginkan. Ada beberapa contoh yang sering dilakukan oleh para peneliti, misalnya sampel tanah dikeringkan di udara pada suhu kamar selama 3-10 hari tergantung dari kandungan airnya untuk mengurangi populasi bakteri (15).Kelembaban pada permukaan agar dapat mendorong tumbuh dan menyebarkan bakteri gram-negatif yang secara signifikan dapat menekan proses germinasi dan pertumbuhan actinomycetes. Oleh karena itu, cawan isolasi dan permukaan agar harus dalam kondisi yang kering pada saat menyebarkan sampel isolasi (17). Beberapa spesies actinomycetes lebih menyukai permukaan medium kering untuk proses germinasi dan pertumbuhan. Proses pemanasan dan pengeringan dengan kombinasi medium selektif akan mampu menghasilkan koloni actinomycetes yang relatif banyak. Sentrifugasi diferensial juga dapat digunakan dalam proses pra-perlakuan sampel (18).Spora actinomycetes juga tahan terhadap pemanasan kering sampai suhu 120C, sifat ini dimanfaatkan untuk perlakuan pendahuluan yang dapat menghilangkan sejumlah bakteri kontaminan (19). Spora actinomycetes lebih sensitif terhadap pemanasan basah, yaitu sampel tersuspensi dalam pelarut yang dipanaskan. Perlakuan pendahuluan sampel secara kimia juga banyak dilakukan untuk mengisolasi actinomycetes, misalnya penggunaan fenol, klor, atau amonium kuarterner. Metode pra-perlakuan ini biasanya juga mengurangi sejumlah actinomycetes yang akan diisolasi (16).Waktu inkubasi proses isolasi actinomycetes pada cawan agar sampai dilihat koloninya dengan mata telanjang kurang lebih selama 7 sampai dengan 14 hari. Masa inkubasi yang semakin lama biasanya dihindari oleh peneliti. Hal ini disebabkan pertumbuhan actinomycetes yang lambat akan meningkatkan biaya produksi pada saat masuk dalam proses fermentasi. Namun demikian, pertumbuhan actinomycetes dapat dimodifikasi melalui medium pertumbuhan dan kondisi lingkungan yang digunakan (10). Salah satu faktor yang penting dalam proses isolasi dan fermentasi actinomycetes adalah suhu inkubasi. Secara umum actinomycetes tumbuh baik pada suhu 25-30C. namun demikian, ada beberapa actinomycetes yang tumbuh baik pada suhu 45C (16).

II.4 Senyawa yang Dihasilkan Actinomycetes Laut dan Produksi Metabolit Sekunder ActinomycetesDewasa ini, penemuan-penemuan senyawa aktif baru dari actinomycetes tanah telah banyak mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sehingga banyak peneliti yang mulai mengalihkan perhatiannya kepada actinomycetes laut (2). Meskipun penelitian mengenai eksplorasi senyawa aktif dari actinomycetes laut belum banyak dilakukan, akan tetapi sejumlah senyawa aktif baru dihasilkan oleh actinomycetes laut seperti Caprolactones, Chandrananimycins, Chinikomycins, Chlorodihydroquinones, Frigocyclinone, Gutingimycin, dan Marinomycins (21).Beberapa contoh antibiotik yang dihasilkan oleh actinomycetes laut antara lain Abyssomycin C yang merupakan antibiotik polisiklik poliketida dari actinomycetes laut strain Verrucosispora (22). Abbysomycin C dilaporkan memiliki aktivitas penghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Diazepinomicin yang dihasilkan oleh strain micromonospora laut juga memiliki aktivitas antibakteri, antiperadangan, dan antitumor. Salinosporamide A merupakan senyawa lactone-g-lactam yang diisolasi dari actinomycetes laut Salinispora tropica (23). Produksi antibiotik melalui pemanfaatan mikro organisme dilakukan melalui fermentasi. Adapun sistem fermentasi yang telah berkembang yaitu (24):1. Sistem ContinuePada sistem kontinyu, media selalu ditambahkan dari luar dan hasilnya dipanen secara berkala. Sistem ini cocok digunakan pada produksi besar (dalam skala industri) agar lebih efisien. Sistem ini tidak cocok digunakan untuk produksi kecil (skalalaboratorium). 2. Sistem BatchPada sistem ini tidak ada penambahan media dan pemanenan hasil pada akhir periode fermentasi, sehingga hanya dapat bertahan selama beberapa jam atau hari. Sistem ini cocok untuk produksi skala kecil (skala laboratorium).Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses fermentasi mikroorganisme antara lain (25):1. Kultur permukaan (Surface culture)Pada metode ini, medium diinokulasikan spora atau miselium fungi. Miselium akan tumbuh di seluruh permukaan medium cair membentuk suatu koloni bervariasi. Ini merupakan metode yang paling mudah dan murah, akan tetapi memiliki beberapa kerugian yaitu pertumbuhan yang tidak homogen di mana koloni terdiri dari beberapa miselium yang berbeda pertumbuhannya dan lingkungan tumbuhnya di mana miselium yang berada di atas permukaan koloni berada dalam kondisi yang lebih aerobik dibandingkan yang di bawah permukaan koloni, hal ini berkebalikan pada keadaan kontak dengan medium.2. Kultur dengan pengocokan (shaker culture)Pada metode ini medium dikocok setelah diinokulasikan spora atau miselium sehingga pertumbuhan akan tampak pada seluruh medium. Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode kultur permukaan yaitu pemanfaatan medium oleh mikroorganisme lebih efisien, mempercepat pertumbuhan dan pertumbuhannya lebih homogen.3. Kultur dengan pengocokan, mengalirkan udara (stirred aerate culture)Metode ini merupakan pengembangan dari metode kultur dengan pengocokan, menggunakan pengaduk medium dan jalur udara atau oksigen. Dikarenakan efisiensi pengocokan dan aerasi produksi dapat meningkat pesat dan ini merupakan metode yang paling efisien untuk memproduksi metabolit fungi dalam skala besar.4. Kultur berkelanjutan (continous culture)Metode ini dilakukan dengan cara berkala mengganti medium pada fermentor dengan medium fermentasi yang baru, hal ini akan menyebabkan proses fermentasi akan terus berlangsung. Metode ini akan sangat bermanfaat untuk penelitian laboratorium fermentasi, karena dengan menjaga ketersediaan medium baru kita dapat menjaga proses fermentasi pada tahapan yang diinginkan sementara efek yang lain dipelajari.

II.5 Metode uji daya hambat Dikenal beberapa cara pemeriksaan dan pengujian secara mikrobilogis terhadap kemampuan antimikroba dari bahan-bahan kemoterapeutika seperti antibiotika. Walaupun pada umumnya pengujian dilakukan terhadap kebanyakan antibiotika, namun ada juga bahan-bahan lain yang diduga mempunyai daya hambat atau membunuh mikroba.Secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (26):1. Metode difusi (penyerapan)Pada metode ini kemampuan antimikroba ditentukan berdasarkan hambatan yang terjadi. Beberapa modifikasi metode ini adalah:a. Metode difusi dengan silinder pipihCara ini didasarkan atas perbadingan antara luas daerah hambatan yang dibentuk larutan contoh terhadap pertumbuhan mikroba dengan daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan pembanding. Pada cara ini digunakan plat silinder yang diletakkan pada media, kemudian larutan contoh dimasukkan ke dalamnya.b. Metode difusi dengan mangkuk pipihCara ini sama dengan silinder pipih, namun perbedaannya disini menggunakan lubang yang dibuat langsung pada medium.c. Metode difusi dengan kertas saringCara ini menggunakan kertas saring yang dibuat dengan bentuk dan ukuran tertentu, biasanya dengan garis tengah 0,7 1 cm, yang nanntinya akan dicelupkan ke dalam larutan contoh danlarutan pembanding. Pengamatan dilakukan setelah masa inkubasi dengan melihat daerah hambatan yang terbentuk.Cara difusi ini telah direkomendasikan oleh NCCLS dan International Collaborative Study (ICL) and Regulation, yang dimodifikasi oleh Bauer, Kirby, Shenis, dan Turch. Keuntungan dari cara ini adalah prosedurnya sederhana (mudah dan praktis), dapat menggunakan beberapa jenis antibiotika untuk satu jenis strain patogen yang ditest. Hanya saja konsentrasi obat telah ditentukan masing-masing oleh pabriknya, pada setiap kertas cakram (paper disk).

2. Metode dilusi (pengenceran)Pada cara ini, yang biasa juga disebut penetapan dengan cara turbidimetri atau tabung, menggunakan pengenceran secara seri dari antimikroba dalam media broth dengan konsentrasi yang berbedabeda, kemudian ditanami dengan bakteri uji. Potensi antimikroba dapat diketahui dengan melihat kekeruhan yang terjadi akibat dari pertumbuhan bakteri uji pada konsentrasi tertentu, dan kekeruhan yang terjadi diukur dengan alat fotoelektrik kolorimeter serta dapat diketahui konsentrasi terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji tersebut (MIC=Minimum Inhibitory Concentration). Kekurangan dari cara ini adalah prosedurnya lebih panjang dan jenis antibiotik yang digunakan terbatas.

BAB IIIPEMBAHASAN

III.1Optimization of Antimicrobial Production by A Marine Actinomycete Streptomyces Afghaniensis VPTS3-1 Isolated from Palk Strait, East Coast Of India (4)Penelitian ini mengumpulkan 25 sampel tanah laut yang diambil dari daerah Palk Strait of Bay of Bengal, Tamil, Nadu untuk diisolasi actinomycetesnya. Diperoleh 68 isolat yang berbeda secara morfologi dan 25 di antaranya memiliki aktivitas antimikroba. Salah satu strain yang paling potensial dalam menghasilkan senyawa antimikrooba yaitu Streptomyces sp. VPTS3-1. Senyawa antimikroba kemudian diekstraksi dari isolat menggunakan solven yang berbeda-beda dan efektivitas antimikroba diuji terhadap beberapa bakteri dan fungi patogen. Tahap isolasi dilakukan dengan ngencerkan sampel sampai 10-6. Sebanyak 0,1 ml hasil pengenceran disebar di atas medium SCA (Starch-casein agar) dan diinkubasi pada suhu 28 2C selama 7-10 hari. Koloni actinomycetes yang tumbuh pada medium dimurnikan dan ditumbuhkan pada medium SCA. Pengujian aktivitas antimikroba spektrum luas dilakukan terhadap 5 mikrkoba patogen yaitu B. subtilis ,E. coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, dan Proteus vulgaris serta fungi C.albicans. isolat diinokulasi ke medium SC broth dan di shake pada suhu 28 2C 250rpm selama 7-10 hari. Setelah inkubasi, filtrat disaring melalui kertas saring (Whatman No.1) dan melalui filter Seitz (G5). Filtrat dipindahkan secara aseptis ke dalam erelenmeyer dan ditambahkan lima solven (alkohol, kloroform, aquades, etil asetat, dan metanol) lalu dishake selama 2 jam dan filtrat yang terekstraksi diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan metode well-diffusion. Optimasi produksi senyawa antimikroba dilakukan dengan variasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi senyawa antimikroba. Untuk efek medium, dilakukan menggunakan delapan medium berbeda. Asparagines-mannitol medium, ISP medium 2, ISP medium 3, ISP medium 4, ISP medium 5, Ken-knight medium, nutrient medium, starch-nitrate medium dan SC medium diinokulasi dengan kultur bakteri ke dalam erlenmeyer dan diinkubasi pada shaker selama 7 hari. Setelah inkubasi, ekstrak etil asetat disiapkan dan dievaluasi untuk efek antimikrobanya melalui metode difusi terhadap bakteri uji patogen.Efek masa inkubasi, SC broth diinokulasi dengan actinomycetes dan diinkubasi selama 15 hari. Setiap 3 hari, aktivitas antimikroba ekstrak diuji dengan metode well-diffusion terhadap bakteri uji patogen.Efek suhu, actinomycetes diinokulasikan ke dalam SC broth dan diinkubasi pada suhu yang bervariasi yaitu 5, 10, 20, 30, 40, 50C selama 7 hari. Setelah inkubasi, ekstrak yang didapatkan diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan metode well-diffusion.Efek pH, pH dari SC broth di-adjust hingga 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan NaOH 0,1 N/HCl 0,1 N. Kultur actinomycetes diinokulasikan ke dalam erlenmeyer dan diinkubasi pada suhu 28 2C selama 7 hari lalu diuji aktivitas ekstraknya.Efek kadar garam, SC broth dibuat dengan kadar garam bervariasi (1, 2, 4, 8, 16, dan 32%) dengan penambahan NaCl. Actinomycetes diinokulasikan dan diinkubasi pada suhu 28 2C selama 7 hari dan aktivitas antimikroba ekstrak diuji.Efek sumber karbon, digunakan beberapa sumber karbon yang berbeda yaitu dextrosa, glukosa, maltosa, manitol, amilum, dan sukrosa (10 g/L) pada medium SC.Efek sumber nitrogen, digunakan beberapa variasi sumber nitrogen, yaitu alanin, glisin, fenilalanin, tirosin, dan KNO3 (2 g/L) pada medium SC.Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian diketahui bahwa aktivitas antimikroba dari senyawa yang dihasilkan oleh actinomycetes bergantung pada strain actinomycetes penghasil senyawa dan juga solven serta mikroba uji yang digunakan. Dari kelima solven yang digunakan, diperoleh hasil bahwa ektstrak dengan solven etil asetat memiliki aktivitas yang tinggi terhadap C.albicans dan P.mirabilis dan memprduksi zona hambat yang cukup luas yaitu masing-masing 20 dan 19 mm. Solven yang lainnya menunjukkan zona hambat yang sedang sampai kecil.

Optimasi kondisi yang diperlukan unutk produksi senyawa antibiotik diperlukan untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap mengenai kondisi fermentasi optimal. Dari kedelapan media yang diuji, strain Streptomyces sp. VPTS3-1 yang tumbuh pada medium SC memperlihatkan aktivitas antimikroba yang baik terhadap seluruh mikroba uji patogen. Diperoleh aktivitas antimikroba paling besar terhadap P. vulgaris (20 mm) serta K. Pneumoniae (19 mm). Ekstrak yang diperoleh dari medium asparagine-mannitol broth memiliki aktivitas antimikroba sedang dan ekstrak yang lainnya menunjukkan aktivitas minimum dan variasi dalam produksi metabolit antimikroba pada medium dapat dikaitkan dengan komposisi medium tempat bertumbuh. Faktor yang lainnya yaitu masa inkubasi. Aktivitas antimikroba maksimum dan minimum diperoleh terhadap K.pneumoniae (20 mm) dan B.subtilis (13 mm) dalam masa waktu 9 hari. Aktivitas isolat diuji pada hari ketiga masa inkubasi dan mencapai aktivitas maksimum setelah 9 hari pada media SC broth. Temperatur juga memiliki efek terhadap fisiologi, morfologi, biokimia, dan produksi metabolit organisme. Studi terbaru mengidentifikasi bahwa filtrat kultur Streptomycetes sp. VPTS3-1 memiliki aktivitas antimikroba paling tinggi pada suhu 30C dan tidak memiliki aktivitas pada suhu 5 dan 10C. ekstrak dari strain actinomycetes diperoleh dari isolat yang ditumbuhkan pada suhu 30C dan menunjukkan aktivitas maksimum terhadap P.vulgaris (20 mm) dan B.subtilis (12 mm). Perubahan pH medium kultur juga meningkatkan produksi dari produk baru yang memengaruhi produksi antibiotik, dan masing-masing strain memiliki pH optimum, minimum, dan maximum. Studi menunjukkan bahwa pH optimal dari produksi senyawa antimikroba berkisar antara 7 sampai 8. Aktivitas antimikroba paling tinggi ditemukan pada pH 7 terrhadap B. subtilis (20 mm) dan pailng rendah terhadap E. coli (10 mm). Lebih jauh lagi, ditemukan bahwa strain Streptomycetes sp. VPTS3-1 yang tumbuh pada kadar garam 4% memiliki daya hambat yang maksimum terhadap B.subtilis dan P.mirabilis (16 mm), dan minimum pada 1 dan 16% serta tidak menunjukkan aktivitas antimikroba pada kedar garam 32%. Ditemukan bahwa aktivitas antimikroba paling maksimum saat ditumbuhkan pada medium yang mengandung amilum. Aktivita paling tinggi yaitu terhadap P.vulgaris (19 mm) dan yang paling rendah terhadap B.subtilis dan K.penumoniae (10 mm). Strain actinomycetes ini tidak menunjukkan aktivitas antimikroba pada medium yang mengandung glukosa walaupun medium yang mengaandung sumber karbon lain menunjukkan aktivitas sedang terhadap mikroba uji patogen. Sumber dan jumlah nitrogen dan asam amino juga diperkirakan sebagai salah satu prekursor dari produksi antibiotik. Berddasarkan studi saat ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba maksimum di temukan pada medium yang mengandung KNO3 terhadap P.mirabilis (16 mm). Medium yang megandung sumber nitrogen lainnya menunjukkan aktivitas sedang.

III.2 Optimization of Culture Conditions of Streptomyces Carpaticus (MTCC-11062) for The Production of Antimicrobial Compound (27)Sedimen laut dikumpulkan dari pantai laut Visakhapatnam dari Teluk Benggala, India dari kedalaman 5-95mts. Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) diisolasi dengan seri pengenceran pada medium starch casein agar dengan rifampisin (5mg/ml) dan nistatin (25g/ml) untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur.Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) ditumbuhkan dalam medium produksi (medium SS), yang mengandung (g/L): amilum 25, glukosa 25, ekstrak yeast 2, CaCO3 dan diinkubasi pada suhu 280C dan di shaker pada kecepatan 180 rpm selama 4 hari. Setelah inkubasi, medium disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 5000 rpm dan supernatan dicampur bersama etil asetat dengan volume yang sama untuk mengekstraksi senyawa antimikroba. Uji aktivitas mikroba menggunakan metode well-diffusion. Mikroba uji yang digunakan yaitu Bacillus cereus, Escherichia coli, dan Candida albicans.Optimasi dilakukan dengan memvariasikan faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi senyawa antimikroba, antara lain sumber karbon, konsentrasi sumber karbon, sumber nitrogen, konsentrasi sumber nitrogen, konsentrasi K2HPO4, konsentrasi MgSO4.7H2O, konsentrasi NaCl, suhu, pH, masa inkubasi, dan penggojokan.Untuk efek sumber karbon, Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) diinokulasikan ke dalam medium garam anorganik Pridham and gottlieb dengan sumber karbon bervariasi 1% (b/v) yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, gliserol, amilum, maltosa, laktosa, sukrosa, meso-inositol, dan manitol. Efek konsentrasi sumber karbon, digunakan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu (g/L) 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; dan 20. Untuk efek sumber nitrogen, digunakan sumber nitrogen anorganik dan organik sebanyak 1% (b/v) yaitu kacang kedelai, ekstrak yeast, ekstrak beef, pepton, amonium nitrat, amonium sulfat, kalium nitrat, dan natrium nitrat. Efek konsentrasi sumber nitrogen, digunakan medium dengan konsentrasi nitrogen bervariasi yaitu 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; dan 4,0 (g/L).Untuk efek K2HPO4, Streptomyces carpaticus diinokulasi ke dalam medium yang telah dioptimasi dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 g/L. Untuk efek konsentrasi MgSO4.7H2O, digunakan konsentrasi 0,25; 0,5; 0,75; 1,0; 1,25; 1,5; 1,75;; dan 2,0 g/L. Pada pengaruh konsentrasi natrium klorida konsentrasi yang berbeda yang digunakan dalam media yaitu 0,25; 0,50; 0,75; 1,0; 1,25; 1,50; 1,75 dan 2.0 g/L. Untuk pengaruh suhu, Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) diinokulasikan dan diinkubasi pada suhu yang berbeda mulai dari 15-500C. Pada pengaruh pH, PH optimum diidentifikasi dengan menyesuaikan pH medium pertumbuhan pada 6, 6.4, 6.8, 7.2, 7.6, 8.0, 8.4 dan 8.8. Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) diinokulasi dalam media dan Untuk pengaruh waktu inkubasi, Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) diinokulasi dalam media dan untuk masa inkubasi yang berbeda dari 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam, 144 jam, 168 jam dan 192 jam. Untuk pengaruh pengocokan, Streptomyces carpaticus diinokulasi ke dalam media pada kecepatan 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180, 200, 220, dan 240 rpm lalu diinkubasi selama 7 hari. Setelah inkubasi Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) diekstraksi menggunakan etil asetat dan aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar.Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa dari antara bakteri dan jamur yang diuji, B. cereus menunjukkan zona hambat paling besar yaitu 24 mm diikuti oleh E. coli (22 mm) dan C.albicans menunjukkan zona hambat 20 mm. Hasil senyawa antimikroba maksimum dan pertumbuhan miselium dihasilkan pada medium yang mengandung glukosa, diikuti oleh gliserol dan amilum. Fruktosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, maltose, laktosa, sukrosa, meso-inositol dan manitol menunjukkan produksi senyawa antimikroba dan pertumbuhan miselium yang rendah. Konsentrasi glukosa yang optimum untuk produksi antibiotik maximum yaitu 10 g/L.Sumber nitrogen organik bila dibandingkan dengan sumber nitrogen anorganik memberikan produksi antibiotik dan pertumbuhan miselium yang maksimum. Pertumbuhan dan produksi maksimum ada pada medium yang mengandung kacang kedelai kemudian diikuti oleh pepton dan amonium nitrat. Konsentrasi kacang kedelai yang paling baik untuk produksi antimikroba maksimum yaitu 2,5g/L.Konsentrasi optimum K2HPO4 untuk produksi senyawa antimikroba yaitu 2,0 g/L, konsentrasi optimum MgSO4 yaitu 1,0 g/L, sedangkan konsentrasi optimum NaCl yaitu 7,5 g/L. Apabila konsentrasi meningkat maka akan menghasilkan pengurangan produksi senyawa antimikroba. Pertumbuhan dan produksi senyawa antimikroba paling optimal yaitu pada 300C dan di luar suhu optimum produksi pertumbuhan dan metabolit antimikroba menurun. Sebagian besar spesies Streptomyces yang digunakan secara komersial menunjukkan kisaran pH optimum 7-8. Pertumbuhan dan produksi metabolit antimikroba Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) adalah maksimum pada pH 7,2. Produksi senyawa antimikroba dan pertumbuhan Streptomyces carpaticus (MTCC-11062) meningkat terus menerus dari 24 jam sampai 120 jam. Peningkatan lebih lanjut dalam waktu inkubasi menunjukkan penurunan bertahap dalam produksi senyawa antimikroba dan pertumbuhan miselium. Oleh karena itu waktu inkubasi optimum untuk produksi maksimum metabolit antimikroba berada di 120 jam. Sedangkan kecepatan pengocokan paling optimal yaitu pada kecepatan 180 rpm.

III.3 Optimation of Antibiotic Production by Marine ActinomycetesStreptomyces sp. KOD10 (28)Berdasarkan jurnal praktikum ini tahap isolasi dari Streptomyces sp. KOD10 diisolasi dari tanah laut Kodiyakarai, Tamil Nadu, India (lintang 1016'59.55''N, bujur 7949'56.15''E). Tanah dikumpulkan pada wadah steril pada kedalaman 15 cm. Streptomyces sp. KOD10 diisolasi dengan metode lempeng seri pengenceran dengan medium Starch Casein Agar dengan 50mg/liter Cyclohexamide untuk menghambat kontaminasi jamur. Diinkubasi selama 10 hari pada suhu 28C. Pada uji aktivitas antimikroba, adapun mikroba yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus, Micrococcus luteus, Neisseria mukosa dan Faecalis Enterococcus. Pada tahap screening, Streptomyces sp. KOD10 ditumbuhkan dalam yeast extract Malt extact broth dan diinkubasi pada suhu 30C kemudian shaker pada 200rpm selama 7 hari. Setelah inkubasi, medium disentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit dengan volume yang sama dari Ethyl acetate untuk mengekstrak senyawa dan studi antibakteri dilakukan dengan Metode well-diffusion 100l atau 100 mikroliter supernatan yang didapatkan diukur menggunakan mikropipet. Zona inhibisi diukur sebagai diameter total zona dan diameter substrat dikurangi dari total diameter. Optimasi produksi antibiotik menggunakan medium yang berbeda-beda yaitu medium Krasilnikovs synthetic broth (KSB), Nutrient broth (NB), Starch casein broth (SCB), Tryptone yeast extract broth (ISP1), Yeast extract malt extract broth (ISP2) and Inorganic salt starch broth (ISP4). Dan disimpan dalam inkubator shaker pada 150rpm selama 7 hari pada suhu 25C. Pada efek suhu dilakukan dengan memvariasikan suhu inkubasi pada 25C, 28C, 32C, 37C and 45C. Streptomyces sp. KOD10 diinokulasi ke dalam media disimpan dalam inkubator shaker pada 150rpm selama 7 hari. Efek pH, PH optimum dipelajari dengan memvariasikan pH media yaitu 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 menggunakan HCl 1 M dan NaOH 1 M. Efek dari konsentrasi inokulum, Streptomyces sp. KOD10 diinokulasi dengan konsentrasi inokulum yang berbeda-beda yaitu 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% (b/v) dan disimpan dalam inkubator shaker pada 150rpm selama 7 hari.Efek agitasi, digunakan kecepatan agitasi yang berbeda yaitu 100rpm, 130rpm, 150rpm dan 200rpm. Labu kontrol dipertahankan pada 0 rpm. Seluruh labu diinkubasi selama 7 hari.Efek sumber karbon, digunakan beberapa sumber karbon yang berbeda yaitu Glukosa, Dextrose, Sukrosa, Sorbitol, Galaktosa, Gliserol dan Maltosa. Dan dibuat juga kontrol tanpa sumber karbon. Dan konsentrasi sumber karbonnya pun berbeda-beda yaitu 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% (b/v). Digunakan juga sumber nitrogen yang berbeda-beda untuk melihat pengaruh sumber nitrogen, yaitu pepton, kasein, ekstrak beef, ekstrak yeast, ekstrak malt, dan kontrol tanpa sumber nitrogen. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% (b/v).Konsentrasi NaCl yang terdapat dalam medium juga dibuat bervariasi yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, dan 2,5% (b/v) serta kontrol tanpa NaCl. Efek Masa inkubasi, digunakan pula masa inkubasi yang bervariasi dari 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 hari. Penelitian ini menemukan bahwa Streptomyces sp. KOD10 dapat menghambat pertumbuhan Neisseria mucosa lebih baik daripada bakteri uji lainnya yaitu Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis, dan Micrococcus luteus. Diperoleh juga hasil bahwa medium ISP2, suhu 25-28C, pH 10, masa inkubasi 7 hari, agitasi pada kecepatan 200rpm, sumber karbon dektrosa, sumber nitrogen ekstrak yeast, konsentrasi inokulum 2%, dan konsentrasi NaCl 2,5% dapat mengoptimalkan produksi senyawa antimikroba pada Streptomycetes sp. KOD10.

III.4Isolation And Screening Of Actinomycetes From Marine Sediments For Their Potential To Produce Antimicrobials (29)Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Gunasaken Mohanraj dimana actinomycetes diisolasi dan di screening dari sedimen laut india. Isolasi dan pencacahan actinomycetes menggunakan dilusi serial dan metode tuang. Serial dilusi dilakukan dengan mengambil 1 gram sampel sedimen dan dicampur dengan 10 ml air steril dalam tabung uji dan di, 1 ml hasil pengenceran dari serial dilusi dipindahkan ke tabung uji dan di goyang goyangkan selama 10 menit. Suspensi serial dilusi diipindahkan kemasing-masing seri tabung. Masing-masing mengandung 9 ml air steril dan 1 ml diambil dari dilusi sampel dipindahkan ke cawan petri steril agar tuang keatasnya dan dihomogenkan. Media yang digunakan diantaranya adalah Starch Casein Agar (SCA), Starch Nitrate Agar (SNA), Glycerol Asparagie Agar (GAA) dan CSPY-ME agar. Media dipersiapkan dan disterilkan dalam 121C dalam tekanan 15 lbs. Media isolasi ditambahkan antibiotic cycloheximide (25 mg/ml) dan asam nalidixic (25 mg/ml). Koloni diidentifikasi dengan karakteristiknya. Hasil yang diperoleh adalah dari 52 actynomycetes laut yang di isolasi dari 28 sampel sedimen, diantara semua medium yang digunakan hanya SCA (Starch Casein Agar) yang terbukti paling bagus digunakan untuk isolasi actinomycetes dari sedimen.

III.5Pembahasan JurnalKelima jurnal yang telah diuraikan di atas sama-sama membahas mengenai optimasi produksi antibiotik yang dilakukan dengan memanipulasi kondisi kultur seperti nutrisi, parameter fisik, dan kimia. Antara lain yaitu komposisi medium (sumber karbon, sumber nitrogen), pH, waktu dan suhu inkubasi. Optimasi kondisi yang diperlukan untuk produksi senyawa antibiotik diperlukan untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap mengenai kondisi fermentasi optimal (27).

BAB IVPENUTUP

IV.1 KESIMPULANActinomycetes merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba dari produk metabolit sekunder yang dihasilkannya, oleh karena itu dibutuhkan optimasi agar didapatkan hasil senyawa antimikroba yang maksimal. Berdasarkan jurnal dan pustaka yang kami dapatkan, ada banyak faktor yang dapat dioptimalkan untuk mendapatkan senyawa antimikroba yang maksimal, antara lain: dari segi komposisi medium, masa inkubasi, suhu, dan pelarut pada proses ekstraksi.Kelima jurnal yang telah diuraikan di atas sama-sama membahas mengenai optimasi produksi antibiotik yang dilakukan dengan memanipulasi kondisi kultur seperti nutrisi, parameter fisik, dan kimia. Antara lain yaitu komposisi medium (sumber karbon, sumber nitrogen), pH, waktu dan suhu inkubasi. Optimasi kondisi yang diperlukan untuk produksi senyawa antibiotik diperlukan untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap mengenai kondisi fermentasi optimal.

IV.2 SARANSebaiknya penelitian dan pengoptimasian mengenai Actinomycetes laut lebih ditingkatkan karena pada daerah lautan ada berbagai macam atau jenis Actinomycetes yang belum teridentifikasi sehingga variasi dari senyawa antimikroba yang dihasilkan dapat berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

1. Basavaraj, K Nanjwade, S. Chandrashekhara, Prakash S., Goudanavar, Ali M. Shamarez, dan Fakirappa V. Manvi. 2010. Production of Antibiotics from Soil-Isolated Actinomycetes and Evaluation of their Antimicrobial Activities. Tropical Journal of Pharmaceutical Research.2. Poosarla, Aparanji, Venkata Ramana L., dan R. Murali Krishna. 2013. Isolation of Potent Antibiotic Producing Actinomycetes from Marine Sediments of Andaman and Nicobar Marine Islands. Journal of Microbiology and Antimicrobials Vol. 5(1), pp. 6-12.3. Valli S., Suvathi Sugasini S., Aysha O. S., Nirmala P., Vinoth Kumar P., Reena A. 2012. Antimicrobial Potential of Actinomycetes Species Isolated from Marine Environment. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine.4. Vijayakumar, R., K. Panneerselvam, C. Muthukumar, N. Thajuddin, A. Panneerselvam. 2011. Optimization of Antimicrobial Production by a Marine Actinomycete Streptomyces afghaniensis VPTS3-1 Isolated from Palk Strait, East Coast of India. Indian J. Microbiol.5. Hutabarat, S dan Stewart, M. E. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press. 6. Whitman, Williams, et al. Begrgeys manual of systematic bacteriology vol.5. Baltimore : William dan Wilkins. 20127. Johnson, Arthur G et al. 1994. Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta: Binarupa Aksara8. Locci, R, Sharples GP. 1983. Morphology. Dalam: Goodfellow M., Mordarski M., Williams ST. 1984. The Biology of The Actinomycetes. London: Academic Press.9. McKinney, R. 2004. Environmental Pollution Control Microbiology. New York: Marcel Dekker, Inc10. Cross T. 1982. Actinomycetes: A Continuing Source of New Metabolites. Dalam Lancini G, Rolando L. 1993. Biotechnology of Antibiotic and Other Bioactive Microbial Metabolites. New York: Kluwer Academic Publisher Group.11. Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. 12. Jawetz, Melnik dan Aldebergs. 2011. Mikroniologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.13. Morello JA, Paul AG, Helen EM. 2002. Laboratory Manual and Workbook in Microbiology Applications to Patient Care. New york: The Mc. Graw-Hill Company.14. Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. England: John Wiley and Son Inc.15. Hayakawa M, Hideo N. 1987. Efficacy of Artificial Humic Acid as A Selective Nutrient in HV Agar Used for the Isolation of Soil Actinomycetes. J Ferment. Technol 65(6): 609-616.16. Goodfellow M, William ST, Mordarski M. 1998. Actinomycetes in Biotechnology. New York: Academic Press.17. Seong, C. N., Ji, H. C., Keun-shik, B. 2001. Improve Selective Isolation of Rare Actinomycetes from Forest Soil. J. Microbiol 39(1): 17-23.18. Araujo, J. M., Adilson, C. D., Joao, LA. 2008. Isolation of Endophytic Actinomycetes from Roots and Leaves of Maize (Zea maysL.). Brazil Electronic Journal.19. Takahashi, Y. Satoshi, O. 2003. Isolation of New Actinomycetes Galurs for The Screening of New Bioactive Compounds. J Gen Appl Microbiol 49:141-154.20. Shahat, A. S., Abouwarda, A., dan El-Wafa W. M. A. 2011. Production of Anti-Candida albicansby Egyptian Streptomyces Isolates dalam International Journal of Microbiological Research 2.21. Lam, K. M. 2006. Discovery of novel metabolites from marine actinomycetes. Current Opinion in Microbiology. 9: 245-251.22. Riegdlinger, J., Reicke, A,. Zahner, H., Krismer, B., Bull, A. T., Maldanado, L. A., Ward, A. C., Goodfellow, M., Bister, B., dan Bischott, D. 2004. Abyssomycins, inhibitors of the para-aminobenzoic acid pathway produced by the marine Verrucosispora strain AB-18-032. J Antibiotic. 57: 271-279.23. Feling, R.H., Buchanan, G.O., Mincer, T.J., Akuffman, C.A., Jensen, P.R., and Fenical, W. 2003. Salinisporamide A: a highly cytotoxic proteasome inhibitor from a novel microbial source, a marine bacterium of the new genus Salinispora. Angew Chew Int Ed Engl. 42: 355-357.24. Fardiaz. 1988. Fisiologi fermentasi. Lembaga Sumber Daya Informasi: IPB.25. William, P.G., Buchanan, G. O., Fehling, R.H., Kauffman, C.a., Jensen, P.R., an dFenical, W. 2005. New cycotoxic salinosporamida from the marine actinomycetes salinispora tropica. J. Org Chem. 70: 6196-6203.26. Buchanan, R.E and Gibbons N.E. 1974. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. Eight Edition. Baltimore: William and Wilkins Company.27. M. Bhavana, Prasad Talluri, K. Siva Kumar, S. V. Rajagopal. Optimization of Culture Conditions of Streptomyces Carpaticus (MTCC-11062) for The Production of Antimicrobial Compound. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.28. S. Febina Bernice Sharon, Rachel Regi Daniel, and R. Shenbagarathai. 2014. Optimization of Antibiotic Production by Marine Actinomycetes Streptomyces Sp. KOD10. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.29. Gunasekaran, Mohanraj, and Thangavel Sekar. 2013. Isolation and Screening of Actinomycetes from Marine Sediments for Their Potential to Produce Antimicrobials. International journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research.