migraine

34
MIGRAINE A. DEFINISI Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia. B. EPIDEMIOLOGI Dari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 juta penduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%. C. ETIOLOGI Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut : 1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga 2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada fase luteal siklus menstruasi. 1

Upload: aprila-c-dara

Post on 29-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

about migraine

TRANSCRIPT

Page 1: Migraine

MIGRAINE

A. DEFINISI

Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri

kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam.

Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang

sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau

muntah, fotofobia, dan fonofobia.

B. EPIDEMIOLOGI

Dari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 juta

penduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat

terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan

angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya

lebih sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%.

C. ETIOLOGI

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut :1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada

fase luteal siklus menstruasi.3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat),

vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan.4. Stres5. Faktor fisik6. Rangsang sensorik (seperti cahaya yang silau, bau menyengat)7. Alkohol8. Merokok

D. KLASIFIKASI

Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren

adalah sebagai berikut:

1. Migren tanpa aura

2. Migren dengan aura

a. Migren dengan aura yang khas

1

Page 2: Migraine

b. Migren dengan aura yang diperpanjang

c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)

d. Migren dengan basilaris

e. Migren aura tanpa nyeri kepala

f. Migren dengan awitan aura akut

3. Migren oftalmoplegik

4. Migren retinal

5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

6. Migren dengan komplikasi

a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)

Tanpa kelebihan penggunaan obat

Kelebihan penggunaan obat untuk migren

b. Infark migren

7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan

Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine. Classic

migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal,

misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara. Sedangkan common

migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologic fokal.

Oleh Ad Hoc Committee of the International Headache Society (1987) diajukan

perubahan nama atau sebutan untukkeduanya menjadi migren dengan aura untuk

classic migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine.

E. PATOFISIOLOGI

Migren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of

the brain) yang terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga

pembuluh darah mengalami vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri

kepala berikut aktivasi saraf lanjutannya. Serangan migren bukanlah didasari oleh

suatu primary vascular event. Serangan migren bersifat episodik dan bervariasi

baik dalam setiap individu maupun antar individu. Variabilitas tersebut paling

tepat dijelaskan melalui pemahaman terhadap kelainan biologik dasar dari migren

yaitu disfungsi ion channel pada nuklei aminergik batang otak yang secara normal

2

Page 3: Migraine

berfungsi mengatur input sensoris dan memberikan kendali neural (neural

influences) terhadap pembuluh darah kranial.

Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori

vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di

pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang:

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading

depression dari Leao)

Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura

pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia

menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam

rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah

gelombang (oligemia) yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak

spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi

waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-

5 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang

berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.

Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang sangat

mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan cahaya. Oligemia

merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal (depressed neuronal

function) yang kelihatan jelas masih berlangsung ketika keluhan nyeri kepala

mulai muncul. Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang

menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat, menjadikan

pendapat yang menganggap migraine semata-mata hanya merupakan suatu

vascular headache tidak lagi dapat dipertahankan.

Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981).

dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren

klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran

darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang

sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa

3

Page 4: Migraine

penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari

depresi yang meluas.

Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal,

akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase

vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang

berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen

perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer

di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.

2. Sistem trigemino-vaskular

Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung.

substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid

(CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan

CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan

oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular

menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.

Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma

meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan

penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan

bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan

rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin

misalnva cyproheptadine (Periactin®) dan pizotifen (Sandomigran®, Mosegor®)

bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

4

Page 5: Migraine

3. lnti-inti syaraf di batang otak

Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai

hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan

pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher

yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di

luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya

lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan

vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di

luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan

faktor intrinsik. Dimana faktor eksintrik seperti stress (emosional maupun fisik

atau setelah istirahat dari ketegangan), makanan tertentu (coklat, keju, alkohol,

dan makanan yang mngandung bahan pengawet), lingkungan, dan juga cuaca.

Sedangkan faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang

nyerinya berhubungan dengan fase laten saat menstruasi. Selain itu, adanya factor

genetik, diketahui mempengarui timbulnya migren.

5

Page 6: Migraine

Migren tanpa aura

Migren dengan aura

Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada

pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan

pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks

serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan

aliran darah, sehingga timbulah aura.

Pencetus (trigger) migren berasal dari:

1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang

menyilaukan, suara bising, makanan,3. Bau-bau yang tajam,4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan"

internal (perubahan hormonal),5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator,

atau angiografi. Mekanisme Nyeri pada Migren

Patogenesis nyeri pada migren belum dapat diketahui dengan pasti, namun

ada 3 kunci yang dapat menjelaskan tentang pemahaman akan nyeri tersebut,

yaitu: pembuluh darah cranial, inervasi trigeminal dari pembuluh darah tersebut,

dan koneksi refleks dari sistem trigeminal dengan eferen parasimpatis kranial

6

Faktor PencetusIntrinsik & Ekstrinsik

Spreedingdepression

Sist.Trigeminovaskular

Meningkatkan aktv.Sist. Saraf simpatis

Gejalaautonom

Gejala aura

-Vasodilatasi-Me Ambang nyeri

Nyeri kepala

Inti2 saraf di batang otak (rafe & lokus seruleus)

-Vasodilatasi pemb. darah luar otak-Vasokontriksi pemb. darah dalam otak

Pembuluh darah melebar dan berdenyut

Page 7: Migraine

(cranial parasympathetic outflow). Seperti kita ketahui bahwa, parenkim otak

merupakan salah satu organ yang tidak peka terhadap nyeri, sehingga rangsang

nyeri dapat dibangkitkan oleh pembuluh darah cranial yang berukuran besar,

pembuluh darah intracranial segmen proximal, atau selaput duramater. Pembuluh

darah tersebut diinervasi oleh cabang-cabang ofthalmik (ophthalmic division) dari

nervus trigeminalis, sedangkan struktur yang membentuk fossa posterior

diinervasi oleh cabang-cabang radiks C2.

Pada percobaan dengan binatang, stimulasi yang mengenai serabut aferen

vaskuler (vascular afferents) akan menimbulkan aktivasi: neuron-neuron lapisan

superfisial dari nukleus trigeminalis bagian kaudal (trigeminal nucleus caudalis)

yang berada setinggi cervicomedullary junction dan neuron-neuron lapisan

superfisial dari kornu dorsalis setinggi C1 dan C2 dari medulla spinalis yang

membentuk trigeminocervical complex. Begitu pula hal yang serupa, stimulasi

cabang-cabang radiks C2 akan mengaktivasi neuron neuron di regio otak yang

sama. Keterlibatan cabang-cabang oftalmik dari nervus trigeminalis dan adanya

tumpang tindih dengan wilayah yang diinervasi oleh C2 dapat menjelaskan

distribusi umum dari nyeri migraine yang melingkupi regio frontal dan temporal,

begitupula regio parietal, occipital, dan servikal bagian atas, yang pada

hakekatnya adalah merupakan suatu nyeri alih (referred pain).

Aktivasi trigeminal perifer (peripheral trigeminal activation) yang terjadi

pada migraine ditandai dengan dilepaskannya calcitonin-gene–related peptide

(CGRP), yang merupakan vasodilator, namun mekanisme bangkitnya rasa nyeri

belumlah jelas. Studi binatang coba mengesankan rasa nyeri kemungkinan

ditimbulkan oleh suatu proses peradangan neurogenik steril (sterile neurogenic

inflammatory process) yang mengenai lapisan dura mater, namun mekanisme ini

belumlah jelas dibuktikan pada manusia. Rasa nyeri kemungkinan merupakan

kombinasi dari suatu perubahan persepsi (altered perception)—yang diakibatkan

oleh adanya sensitisasi perifer atau sentral—dari input kraniovaskuler yang tidak

selalu bersifat nyeri dan adanya aktivasi dari mekanisme dilator neurovaskular

yang menjalar kearah depan (feed-forward neurovascular dilator mechanism)

7

Page 8: Migraine

yang secara fungsional spesifik dimiliki oleh divisi pertama (ophthalmic) dari

nervus trigeminus.

F. MANIFESTASI KLINIS

Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada

setiap individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi

semuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain:

1. Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya

berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah,

letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti

coklat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum

fase nyeri kepala. Fase ini member pertanda kepada penderita atau keluarga

bahwa akan terjadi serangan migren.

2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului

atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit.

Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari

aura-aura tersebut.

Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis

yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating

scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim,

gangguan salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai

warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah

adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau

kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-

zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian

diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang

melaporkan tanpa periode laten.

3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan

awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah

1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung

selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung

8

Page 9: Migraine

selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan

kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdormal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi

menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa

“segar” atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya

merasa depresi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara

pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodormal,

fase nyeri kepala, dan fase postdormal.

G. KRITERIA DIAGNOSIS

1. Migren tanpa aura

Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan

manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala

unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat dengan

disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala diperberat dengan adanya

aktivitas fisik.

2. Migren dengan aura

Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan dengan

gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak,

biasanya berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Neri

kepaala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau

setelah interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung

4-72 jam atau sama sekali tidak ada.

Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik,

hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURA

A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-DB. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau

pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepalaC. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik

9

Page 10: Migraine

sebagai berikut:1. Lokasi unilateral2. Sifatnya berdenyut3. Intensitas sedang sampai berat4. Diperberat dengan kegiatan fisik

D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:1. Mual atau dengan muntah2. Fotofobia atau dengan fonofobia

E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan

adanya kelainan organik2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan

organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahanlainnya tidak menunjukkan kelainan.

KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA

A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam BB. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini:

1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak

2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama

3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebihDari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lamaNyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang Dari 60 menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura

C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan

adanya kelainan organik2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan

organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahanlainnya tidak menunjukkan kelainan

3. Migren Hemiplegik familial

Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama

seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga terdekatnya

mempunyai riwayat migren yang sama

10

Page 11: Migraine

4. Migren basilaris

Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi

oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua atau

lebih dari gejala aura seperti berikut ini:

Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral

Disartia

Vertigo

Tinitus

Penurunan pendengaran

Diplospi

Ataksia

Parastesia bilateral

Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran

5. Migren aura tanpa nyeri kepala

Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri

kepala. Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun.

6. Migren dengan awitan aura akut

Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria

diagnosisnya sama dengan criteria migren dengan aura, dimana gejala neurologik

(aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala teradi selama 4-72 jam

(bila tidak diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri

berlangsung sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia.

Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi dan

pemeriksaan jantung serta darah.

7. Migren oftalmoplegik

Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang yang

berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan

kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan

disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan

serebrospinal.

8. Migren retinal

11

Page 12: Migraine

Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak

lebih dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Gangguan

ocular dan vascular tidak dijumpai.

9. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan secara

temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi intracranial.

Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial akan diikuti oleh hilangnya serangan

migren.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN RETINAL

Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini:A. Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60

menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama serangan tersebut.

B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lainatau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.

C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat dapat disingkirkan dengan peneriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan jantung dan darah.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN DENGAN GANGGUAN

INTRAKRANIAL

A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migrenB. Gangguan intracranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imagingC. Terdapat satu atau keduanya dari:

1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial 2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intracranial

D. Bila pengobatan gangguan intracranial berhasil maka migren akan hilang dengan sendirinya

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

12

Page 13: Migraine

Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis

banding.

1. CT scan dan MRI kepala2. Pungsi lumbal

I. DIAGNOSIS BANDING

1. Nyeri kepala tegang (tension headache)

2. Nyeri kepala Kluster (cluster headache)

3. Gangguan peredaran darah sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)

J. TERAPI

1. Terapi Medikamentosa

Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis

dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi:

a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya

b. mekanisme penyakit

c. pendekatan terapeutik, dan

d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan

migraine.

e. Tidur yang teratur

f. Makan yang teratur

g. Olahraga

h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan

pemicu.

Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga

keteraturan hidup (regularity of habits), daripada membatasi beragam

makanan dan aktivitas. Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari

otak terhadap pemicu-pemicu pada waktu tertentu. Ketidakpastian ini

mengakibatkan banyak penderita menjadi putus asa menghadapi fakta bahwa

berbagai upaya yang dilakukannya untuk menghindari terpicunya serangan

migren memberikan hasil yang berbeda pada hari yang berlainan. Penting

dijelaskan pada penderita sifat alamiah dari variabilitas tersebut diatas. Saat

13

Page 14: Migraine

ini telah dipublikasikan evidence-based review dari pendekatan

nonfarmakologis dalam terapi migraine.

Medikamentosa untuk terapi migraine dapat dibagi menjadi: obat yang

diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala yang

bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan (terapi

preventif), dan obat yang diminumkan untuk menghentikan serangan saat

kemunculannya (terapi abortif).

Terapi untuk menghentikan serangan akut (terapi abortif) dapat dibagi

menjadi: terapi nonspesifik dan terapi spesifik migraine (migraine-specific

treatments). Yang tergolong kedalam terapi nonspesifik seperti:

a. Aspirin

b. Acetaminophen

c. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID)

Pada banyak penderita, migraine menunjukkan respon yang baik

menggunakan terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan.

Terdapat sejumlah kunci bagi keberhasilan penggunaan analgetik dan

NSAID, setelah terlebih dahulu mempertimbangkan keinginan penderita

dan kontraindikasi: obat harus diminum sesegera mungkin begitu

komponen nyeri kepala dari serangan mulai dirasakan; dosis obat harus

adekuat, sebagai contoh, 900 mg aspirin, 1000 mg acetaminophen, 500

sampai  1000 mg naproxen, 400 sampai 800 mg ibuprofen, atau

kombinasinya dengan dosis yang memadai. Penambahan menggunakan

antiemetik atau obat yang meningkatkan motilitas gaster dapat

meningkatkan absorpsi obat utama, sehingga juga akan membantu

meredakan serangan. Penggunaan yang terlalu sering dari kelompok obat-

obatan ini harus dihindari; sebagai contoh, penggunaan tidak boleh

melebihi dua sampai tiga hari dalam seminggu, dan catatan harian

(headache diary) penderita perlu diperiksa dan dipantau untuk mengetahui

adanya peningkatan penggunaan obat-obatan. Yang penting diketahui

adalah bahwa tingkat keparahan serangan migraine dan responnya

terhadap pengobatan dapat berubah-ubah; sehingga suatu ketika penderita

14

Page 15: Migraine

dapat hanya memerlukan satu macam obat, sementara dilain waktu dapat

memerlukan sejumlah macam obat untuk mengatasi serangan yang lebih

berat. 

d. Opiat .Sebenarnya penggunaan opiat saat ini dihindari karena hanya

meredam nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang

melatarbelakangi serangan, dan seringkali menimbulkan gangguan

kognitif; penggunaannya juga dapat menimbulkan adiksi, serta pada

sebahagian besar penderita tidak memberikan khasiat yang melebihi obat

spesifik untuk migraine (migraine-specific therapy).

e. Analgetik kombinasi juga dipergunakan untuk mengatasi beragam

gangguan nyeri.

Sedangkan terapi spesifik yang meliputi:

a. Derivat Ergon

Kelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan dihydroergotamine)

adalah biaya pengobatan yang rendah dan pengalaman dari sejarah

panjang penggunaannya. Kekurangannya adalah aspek farmakologinya

yang kompleks, farmakokinetiknya yang sulit diperhitungkan (erratic

pharmacokinetics), kurangnya pembuktian mengenai dosis yang efektif,

efek vasokonstriktor menyeluruhnya yang bersifat poten dan menetap,

yang dapat menimbulkan gangguan vaskular yang merugikan, serta

adanya resiko tinggi terjadinya overuse syndromes dan rebound

headaches.

b. Triptan

Dibandingkan dengan derivat ergot, golongan triptan memiliki banyak

kelebihan terutama, farmakologi yang bersifat selektif, farmakokinetik yang

jelas dan konsisten, aturan penggunaan yang telah menjalani pembuktian

(evidence-based prescription instructions), efikasi yang telah dibuktikan

melalui sejumlah uji klinis (well-designed controlled trials), efek samping

berderajat sedang, dan tingkat keamanan pemakaian yang telah diketahui

(well-established safety record). Kekurangan yang paling penting dari

golongan triptan adalah biaya pengobatan yang tinggi dan keterbatasan

15

Page 16: Migraine

penggunaannya pada keadaan adanya penyakit kardiovaskular termasuk

perdarahan subarachnoid dan menginitis.

Farmakologi dan Mekanisme kerja

Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists. Golongan

obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan

migraine yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Melalui

aktivasi terhadap novel receptor ini terbukti dapat menutup anastomosis

dari arteriovenosa kranialis (cranial arteriovenous anastomoses), dimana

reseptor ini secara in vivo diketahui memiliki distribusi anatomis sangat

terbatas. Dewasa ini telah dikenal terdapat tujuh subklas utama dari 5-HT

receptors — klas 1 sampai 7. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor

5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi

reseptor    5-HT1A atau 5-HT1F. Tampaknya, aktivitas 5-HT1B/1D–agonist

merupakan mekanisme utama dari efek therapeutik golongan triptan,

meskipun mekanisme kerja (therapeutic action) pada reseptor 5-HT1F

belumlah disingkirkan.

Triptan memiliki tiga mekanisme kerja yang potensial: vasokonstriksi

kranial, inhibisi neuronal perifer, dan inhibisi terhadap transmisi yang

melewati second-order neurons dari trigeminocervical complex.

Mekanisme mana diantara ketiganya yang berperan paling penting

belumlah jelas. Ketiga mekanisme kerja tersebut menghambat efek yang

ditimbulkan oleh teraktivasinya serabut aferen nosiseptif trigeminal

(activated nociceptive trigeminal afferents); melalui mekanisme inilah

triptan menghentikan serangan akut migraine (Gambar 2).

16

Page 17: Migraine

Dalam praktik klinis rutin terdapat lima macam triptan: sumatriptan,

naratriptan, rizatriptan, zolmitriptan, dan almotriptan. Eletriptan baru saja

disetujui penggunaannya di Eropa; frovatriptan masih menunggu

persetujuan penggunaannya; sedangkan donitriptan masih menjalani

pengujian preklinik. Selama berlangsungnya serangan migraine, banyak

obat mengalami penundaan absorpsi, sehingga sangat mungkin pemberian

dengan metode nonoral lebih menguntungkan, seperti pemberian melalui

nasal sprays, inhalers, suppositoria, atau injeksi. Namun demikian,

kebanyakan penderita lebih menyukai preparat oral, yang merupakan 80%

dari keseluruhan peresepan triptan. Sumatriptan juga tersedia dalam

bentuk sediaan injeksi subkutan, rektal, dan intranasal.

Keamanan dan Tolerabilitas

Sangatlah penting membedakan tingkat keamanan (safety) dan

tolerabilitas (tolerability) obat dalam membicarakan terapi migraine

akut. Tolerabilitas adalah efek samping obat yang secara medis tidak

membahayakan (medically unimportant) namun secara klinis

menimbulkan keluhan (clinically irritating), seperti kesemutan,

kemerahan pada wajah (flushing), dan perasaan seperti ditekan

17

Page 18: Migraine

(sensations of pressure); sedangkan keamanan obat adalah penilaian

berdasarkan laporan mengenai efek samping yang secara medis

membahayakan (medically important side effects). Oleh karena efek

samping yang berhubungan dengan keamanan dapat jarang dijumpai,

maka tingkat keamanan suatu obat memerlukan penilaian melalui uji

klinis skala besar (large-scale clinical exposure). Triptan berbeda-beda

satu dengan lainnya dalam hal tolerabilitas, namun tidak dalam hal

tingkat keamanannya.

Efek samping yang paling sering adalah kesemutan, paresthesia,

dan rasa hangat pada kepala, leher, dada, dan ekstremitas; efek

samping yang lebih jarang adalah rasa oleng (dizziness), kemerahan

pada wajah (flushing), dan nyeri atau kaku leher. Triptan dapat

menimbulkan konstriksi arteri koronaria dan dapat mengakibatkan

keluhan pada dada (chest symptoms), terkadang sangat menyerupai

angina pectoris. Keluhan seperti ini dapat merupakan tanda

peringatan; dengan demikian penilaian kardiovaskular sangat penting

menjadi pertimbangan sebelum penggunaan. Penderita yang kedapatan

mengalami keluhan tersebut jarang berakhir dengan masalah serius.

Namun demikian, meskipun jarang terjadi, terapi menggunakan

triptan pernah dilaporkan menimbulkan infark miokardial. Data ini

menjadikan peringatan umum mengenai tingkat keamanan dari

golongan triptan. Data tersebut didukung oleh studi farmakologis in

vitro yang membuktikan potensi triptan dalam menimbulkan

konstriksi pembuluh darah koroner pada manusia, meskipun

ergotamine dan dihydroergotamine memiliki efek serupa yang lebih

poten dan bertahan lebih lama ketimbang triptan. Terbukti jelas pula

melalui anatomical studies menggunakan antibodi yang selektif

terhadap reseptor 5-HT1B atau 5-HT1D manusia bahwa reseptor 5-HT1B

berada terutama pada sirkulasi kranial namun juga ditemukan berada

pada sirkulasi koroner.

18

Page 19: Migraine

2. Terapi Preventif

Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine

sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan mendasarkan

pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan

resistensi (tractability) dari serangan akut yang dialami, termasuk juga

keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsif

menggunakan obat-obat untuk serangan akut serta serangan yang

mengakibatkan disabilitas yang signifikan merupakan kandidat untuk

mendapatkan terapi preventif. Pertimbangan yang memiliki probabilitas lebih

baik untuk memutuskan memulai terapi preventif ketimbang menunggu

keadaan menjadi lebih buruk meliputi:

serangan migraine menunjukkan frekuensi sekurang-kurangnya dua kali per bulan,

penderita berisiko mengalami rebound headache, atau

isian migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan trend yang jelas adanya peningkatan frekuensi serangan.

Tidaklah jelas bagaimana mekanisme dari terapi preventif bekerja,

meskipun tampaknya melalui cara memodifikasi sensitivitas otak yang

mendasari terjadinya migraine.

Secara umum, apabila jumlah hari nyeri kepala terjadi sebanyak satu

sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi preventif;

namun apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan, maka terapi

preventif perlu menjadi pertimbangan; dan apabila jumlah hari nyeri kepala

mencapai lima hari atau lebih per bulan, maka terapi preventif harus menjadi

pertimbangan yang serius. Pilihan medikamentosa disajikan pada Tabel 3, dan

pembuktian penggunaannya telah mendapatkan penelusuran luas.

Sering kali dosis yang dibutuhkan dalam upaya menurunkan frekuensi

serangan nyeri kepala dapat sampai menimbulkan efek samping yang nyata

dan tidak dapat ditoleransi penderita. Masing-masing obat pilihan harus

dimulai pemberiannya dengan dosis rendah, dan dosis selanjutnya perlu

dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum; dalam hal ini penderita

19

Page 20: Migraine

perlu diberitahukan bahwa pendekatan terapeutik seperti ini seringkali

memperpanjang waktu tercapainya efikasi yang diharapkan.

Rata-rata, sebanyak duapertiga penderita yang mendapatkan salah satu

dari obat-obatan dalam Tabel 3 tersebut diatas akan mengalami penurunan

frekuensi serangan sakit kepala sebanyak 50%. Klinisi perlu menjelaskan efek

samping dari obat-obatan tersebut diatas serta melibatkan penderita dalam

proses pengambilan keputusan pengobatan. Hindari penggunaan

methysergide, setidak-tidaknya pada permulaan penanganan, oleh karena

potensi komplikasinya yang berupa fibrosis; dan menerangkan pula potensi

teratogenik dari divalproex (valproate)

20

Page 21: Migraine

K. KOMPLIKASI

1. Status Migren

Serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam walaupun telah

diobati sebagaimana mestinya. Telah diupayakan memberi obat yang

berlebihan namaun demikian nyeri kepala tidak kunjung berhenti. Contoh

pemberian obat yang berlebihan misalnya minum ergotamin setiap hari lebih

dari 30 mg tiap bulan, aspirin lebih dari 45 gr, morfin lebih dari 2 kali per

bulan, dan telah mengkonsumsi lebih dari 300 mg diazepam atau sejenisnya

setiap bulannya.

2. Infark Migren

Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan yang terjadi

sama tetapi defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan pemeriksaan CT

scan menunjukkan hipodensitas yang nyata. Sementara itu penyebab lain

terjadinya infark dapat disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi,

pemeriksaan jantung dan darah.

L. PROGNOSIS

Bagi banyak penderita migren,masa penyembuhan sangat penting,

terutama menghindari faktor pencetus. Migren pada akhirnya dapat sembuh

sempurna. Terutama pada wanita yang sedah memasuki masa menopause, akan

lebih aman mengalami serangan, berhubungan dengan produksi serotonin.

21

Page 22: Migraine

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill.

2. Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta.

3. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

4. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

5. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:Jakarta.

6. Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat:Jakarta.

22