migas
DESCRIPTION
MigasTRANSCRIPT
SEJARAH PERKEMBANGAN INDUSTRI MIGAS iNDONESIA
Industri perminyakan di Hindia Belanda (dan kemudian di Indonesia setelah
tahun 1945) diawali dengan laporan penemuan minyak bumi oleh Corps of the Mining
Engineers, institusi milik Belanda, pada dekade 1850-an, antara lain:
di Karawang (1850), Semarang (1853),
KalimantanBarat (1857), Palembang (1858), Rembang dan Bojonegoro (1858),Surabaya
dan Lamongan (1858). Temuan minyak terus berlanjut pada dekade berikutnya, antara
lain di daerah Demak (1862), Muara Enim (1864), Purbalingga (1864)
danMadura (1866). Cornelis de Groot, yang saat itu menjabat sebagai Head of the
Department of Mines, pada tahun 1864 melakukan tinjauan hasil eksplorasi dan
melaporkan adanya area yang prospektif. Laporannya itulah yang dianggap
sebagai milestone sejarah perminyakan Indonesia (Abdoel Kadir, 2004).
Selanjutnya, pada 1871 seorang pedagang Belanda Jan Reerink menemukan adanya
rembesan minyak di daerah Majalengka, daerah di lereng Gunung Ciremai, sebelah
barat daya kota Cirebon, Jawa Barat. Minyak tersebut merembes dari lapisan batuan
tersier yang tersingkap ke permukaan. Berdasarkan temuan itu, ia lalu melakukan
pengeboran minyak pertama di Indonesia dengan menggunakan pompa yg digerakkan
oleh sapi. Total sumur yang dibor sebanyak empat sumur, dan menghasilkan 6000 liter
minyak bumi yang merupakan produksi minyak bumi pertama di Indonesia.
Pengeboran ini berlangsung hanya berselang dua belas tahun setelah pengeboran
minyak pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de Titusville
(1859), di negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat. Dengan demikian, pengelolaan
minyak bumi di Hindia Belanda termasuk pionir (tertua) di dunia. Namun, sektor
pertambangan, khususnya minyak bumi, belum menjadi andalan pendapatan
pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini bisa dilihat dari adanya Indische Mijnwet,
produk undang-undang pertambangan pertama, yang baru dibuat pada tahun 1899.
Kemudian Reerink juga melakukan pengeboran di
Panais, Majalengka, Cipinang dan Palimanan, dengan mengunakan pompa bertenaga
uap yang didatangkan dari Canada, menghasilkan minyak yang sangat kental yg disertai
dengan air panas yang memancur setinggi 15 meter. Pada 1876 permohonan pinjaman
modalnya ditolak NV Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM), sehingga akhirnya ia
memutuskan menutup sumur-sumur tersebut dan kembali ke usaha dagang
sebelumnya.
Minyak bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia mulai abad pertengahan.Orang Aceh
menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi armada
Portugis. Perkembangan migas secara modern di Indonesia dimulai saat dilakukan
pengeboran pertama pada tahun 1871, yaitu di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh
pengusaha belanda bernama Jan Reerink. Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang
diharapkandan akhirnya ditutup.
Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1883 yaitu
lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh seorang
Belanda bernama A.G. Zeijlker. Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan lain
yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said oleh
Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai
Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu,
Jawa Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di
daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.
Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum
Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi
satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada
tahun 1907 berdirilah Shell Group yang terdiri atas B.P.M., yaitu Bataafsche Petroleum
Maatschappij dan Anglo Saxon. Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu
perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh
B.P.M
Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke Indonesia. Pertama kali
dibentuk perusahaan N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau disingkat
SVPM. Perusahaan ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama
N.V.N.K.P.M (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yang sesudah perang
kemerdekaan berubah menjadi P.T. Stanvac Indonesia. Perusahaan ini menemukan
lapangan Pendopo pada tahun 1921 yang merupakan lapangan terbesar di Indonesia
pada jaman itu.
Untuk menandingi perusahaan Amerika, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan
gabungan antara pemerintah dengan B.P.M. yaitu Nederlandsch Indische Aardolie
Maatschappij. Dalam perkembangan berikutnya setelah perang dunia ke-2, perusahaan
ini berubah menjadi P.T. Permindo dan pada tahun 1968 menjadi P.T. Pertamina.
Pada tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika baru yaitu Standard Oil of California
dan Texaco. Kemudian, pada tahun 1930 dua perusahaan ini membentuk N.V.N.P.P.M
(Nederlandsche Pasific Petroleum Mij) dan menjelma menjadi P.T. Caltex Pasific
Indonesia, sekarang P.T. Chevron Pasific Indonesia. Perusahaan ini mengadakan
eksplorasi besar-besaran di Sumatera bagian tengah dan pada tahun 1940 menemukan
lapangan Sebangga disusul pada tahun berikutnya 1941 menemukan lapangan Duri. Di
daerah konsesi perusahaan ini, pada tahun 1944 tentara Jepang menemukan lapangan
raksasa Minas yang kemudian dibor kembali oleh Caltex pada tahun 1950.
Pada tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian Jaya dibentuk
perusahaan gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M. yang bernama N.N.G.P.M.
(Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij) dengan hak eksplorasi selama 25 tahun.
Hasilnya pada tahun 1938 berhasil ditemukan lapangan minyak Klamono dan disusul
dengan lapangan Wasian, Mogoi, dan Sele. Namun, karena hasilnya dianggap tidak
berarti akhirnya diseraterimakan kepada perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih
oleh Pertamina tahun 1965.
Setelah perang kemerdekaan di era revolusi fisik tahun 1945-1950 terjadi
pengambilalihan semua instalasi minyak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada
tahun 1945 didirikan P.T. Minyak Nasional Rakyat yang pada tahun 1954 menjadi
perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara. Pada tahun 1957 didirikan P.T. Permina
oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian menjadi P.N. Permina pada tahun 1960. Pada
tahun 1959, N.I.A.M. menjelma menjadi P.T. Permindo yang kemudian pada tahun 1961
berubah lagi menjadi P.N. Pertamin. Pada waktu itu juga telah berdiri di Jawa Tengah
dan Jawa Timur P.T.M.R.I (Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia) yang
menjadi P.N. Permigan dan setelah tahun1965 diambil alih oleh P.N. Permina.
Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan diganti dengan sistem
kontrak karya. Tahun 1964 perusahaan SPCO diserahkan kepada P.M. Permina. Tahun
1965 menjadi momen penting karena menjadi sejarah baru dalam perkembangan
industri perminyakan Indonesia dengan dibelinya seluruh kekayaan B.P.M. – Shell
Indonesia oleh P.N. Permina. Pada tahun itu diterapkan kontrak bagi hasil (production
sharing) yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi
P.N. Permina dan P.N. Pertamin. Perusahaan asing hanya bisa bergerak sebagai
kontraktor dengan hasil produksi minyak dibagikan bukan lagi membayar royalty.
Sejak tahun 1967 eksplorasi besar-besaran dilakukan baik di darat maupun di laut oleh
P.N. Pertamin dan P.N. Permina bersama dengan kontraktor asing. Tahun 1968 P.N.
Pertamin dan P.N. Permina digabung menjadi P.N. Pertamina dan menjadi satu-satunya
perusahaan minyak nasional. Di tahun 1969 ditemukan lapangan minyak lepas pantai
yang diberi nama lapangan Arjuna di dekat Pemanukan, Jabar. Tidak lama setelah itu
ditemukan lapangan minyak Jatibarang oleh Pertamina. Kini perusahaan minyak
kebanggaan kita ini tengah berbenah diri menuju perusahaan bertaraf internasional.
Pertamina dalam usaha-usaha dibidang eksplorasi dan produksi ini menempuh jalan
intensifikasi dan ekstensifikasi. Kegiatan intensifikasi meliputi peningkatan kegiatan
secara kualitatif dibidang eksplorasi, baik berupa studi regional, geologi lapangan,
geofisik, seismik, pengeboran eksplorasi dan evaluasi. Selain itu dilakukan juga
peningkatan kuantitatif di bidang produksi seperti pengembangan lapangan,
pembagunan fasilitas produksi, studi reservoir dan studi lapangan produksi yang pernah
ada. Usaha ekstensifikasi meliputi usaha-usaha untuk menemukan daerah-daerah baru
yang dapat menghasilkan minyak.
Teknik pengangkatan minyak tahap kedua (secondary recovery) dan ketiga (tertiary
recovery) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi pada lapangan-
lapangan minyak lama yang kemampuan produksi mulai menurun, sekalipun di
dalamnya masih terkumpul cadangan minyak bumi yang cukup besar.Teknik secondary
recovery ini mulai diterapkan, baik oleh pertamina sendiri, maupun dengan bekerja
sama dengan para KPS. Secondary recovery di lapangan Rantau, Prabumulih, dan Handil
dilakukan dengan menginjeksikan air, sementara di lapangan minyak asing Minas
dilakukan dengan cara steamflood. Mulai tahun 1982, selama 12 tahun dikembangkan
pula secondary recovery dengan dua perusahaan minyak asing mainline Resources Ltd.,
untuk lapangan Bunyu, Kalimantan Timur dan Lapangan Suban Jarigi, Sungai Taham dan
Kampung minyak di daerah Enim, Sumatra Selatan.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
MIGAS INDONESIA
Juandi Naibaho
270110120187
Geologi - C
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN