metodologi pembelajaran
TRANSCRIPT
PEMBELAJARAN INTEGRATIF MEMBACA-MENULIS KELAS BAHASA
INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) PROGRAM DARMASISWA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Oleh: Marlina
2009
DAFTAR ISI
Halaman
1
Daftar Isi....................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1Latar Belakang........................................................................................................ 3
1.2Perumusan Masalah................................................................................................ 4
1.3Tujuan Pengamatan................................................................................................ 4
1.4Teknik Pengamatan ................................................................................................ 4
BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................................
2. 1 Hakikat Pembelajaran Integratif ............................................................................ 5
2.2 Hakikat Pembelajaran Membaca-Menulis.............................................................. 8
BAB III HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS...........................................................
3.1 Deskripsi Data Pembelajaran................................................................................. 12
3.2 Analisis Data Pengamatan..................................................................................... 16
3.3 Pembahasan.......................................................................................................... 16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
2i
i
Pembelajaran bahasa merupakan pembelajaran yang memfokuskan pada empat
keterampilan berbahasa. Empat keterampilan berbahasa dibagi menjadi dua jenis
keterampilan, yakni yang bersifat reseptif dan bersifat produktif. Termasuk dalam
keterampilan reseptif adalah keterampilan membaca dan menyimak atau mendengar.
Sementara yang termasuk dalam keterampilan bahasa yang bersifat produktif adalah
keterampilan menulis dan berbicara.
Masing-masing jenis keterampilan dalam pelaksanannya di kelas akan terus saling
berhubungan dan berkelanjutan. Pada umumnya, ketika pembelajar disajikan sebuah
bentuk keterampilan reseptif maka akan ditindaklanjuti dan berkesinambungan dengan
keterampilan yang sifatnya produktif.
Kelas membaca-menulis yang disediakan dalam program pembelajaran bahasa
Indonesia untuk penutur asing (BIPA) Darmasiswa UNJ merupakan kelas yang
menggabungkan dua keterampilan sekaligus dalam pelaksanaannya. Dalam
prosesnya, di kelas ini siswa disajikan kegiatan reseptif berupa kegiatan membaca
yang dapat melatihnya menerima informasi melalui bacaan dan selanjutnya siswa
melanjutkan kegiatan belajar mengajar dengan melakukan keterampilan menulis untuk
dapat memproduksi sebuah tulisan. Kelas ini dibuat sebagai salah satu bentuk
pembelajaran terintegratif yang menggabungkan lebih dari satu keterampilan
berbahasa.
Di samping itu, khususnya dalam pembelajaran BIPA, setiap proses pembelajaran
yang terjadi tak bisa dilepaskan dari pembelajaran kosakata dan tatabahasa. Kedua
hal tersebut menjadi bagian terintegratif yang juga tak terlepas dalam kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam kelas membaca-menulis ini secara tidak
langsung melibatkan kelas tatabahasa yang membahas bentuk tatabahasa yang benar
dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, pembelajaran kosakata tercakup dalam
proses pembelajaran, karena kemampuan menulis siswa akan dibantu dengan
penguasaan kosakata yang banyak, seperti halnya dalam pembelajaran-pembelajaran
bahasa pada umumnya.
3
1
Program BIPA Darmasiswa adalah program yang diselenggarakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) RI bagi para pembelajar asing yang menginginkan
belajar bahasa Indonesia. Adapun tujuan dari diselengarakannya program ini
dinyatakan oleh Depdiknas sebagai berikut.
Program Darmasiswa adalah pemberian beasiswa RI kepada mahasiswa asing dari negara-negara sahabat untuk belajar bahasa Indonesia, seni musik tradisional, seni tari tradisional, dan seni kriya. Peserta dapat memilih tempat studi pada lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan program. Tujuan program Darmasiswa adalah untuk menyebarluaskan bahasa dan budaya Indonesia kepada negara-negara sahabat. Di samping itu sebagai upaya timbal balik terhadap tawaran beasiswa yang telah diberikan oleh negara-negara sahabat kepada Indonesia serta merupakan salah satu unsur diplomasi budaya.1
Para peserta program darmasiswa adalah orang-orang asing yang secara khusus
diberi kesempatan oleh pemerintah Indonesia untuk mengenal dan mempelajari
bahasa dan budaya Indonesia. Para peserta program kemudian diserahkan pada
universitas-universitas yang ada di Indonesia. Salah satu universitas yang menerima
peserta darmasiswa adalah Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Mengacu pada tujuan program, kelas membaca-menulis ini pada dasarnya disajikan
sebagai pengenalan bahasa dan budaya Indonesia pada para pembelajar asing.
Meskipun demikian, dari segi pembelajaran bahasa, tentu saja tujuan dari
pembelajaran ini adalah agar para pembelajar dapat mengembangkan kemampuan
berbahasanya dan memiliki keterampilan membaca-menulis yang baik, sehingga
pemahaman dan penguasaannya terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa target
akan menjadi lebih baik. Demikian juga kemampuan pembelajar berkenaan dengan
penguasaan kosakata dan tatabahasa yang diterapkan dalam pembelajaran juga
merupakan target pencapaian penguasaan bahasa yang ingin dicapai.
Dalam upaya pencapaian tujuan, upaya-upaya telah dilakukan oleh penyelenggara
program. Pemilihan bahan bacaan dan metode pengajaran menjadi langkah penting
guna tercapainya tujuan penyelenggaraan program. Termasuk di dalamnya adalah
upaya para pengajarnya.
1 Depdiknas, Program Darmasiswa RI Bagi Mahasiswa Asing Tahun Akademik 2008/2009, (http://pkln.diknas.go.id/news.php?id=97, diakses Februari 2008)
4
Pengajar sebagai penyaji pembelajaran melakukan sebuah proses panjang hingga
akhir pembelajaran. Ini merupakan sebuah proses bertahap yang membutuhkan
langkah-langkah sistematis dan menyeluruh. Pentingnya proses pembelajaran
dikarenakan melalui proses inilah pencapaian tujuan belajar dapat terlaksana. Proses
ini tentu bukan sebuah hal yang mudah sampai akhirnya sampai pada penilaian hasil
belajar.
Melihat begitu panjangnya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan belajar,
peneliti merasa perlu melakukan sebuah observasi dalam rangka mengamati
berlangsungnya proses belajar. Mengingat bahwa aktivitas belajar tersebut akan
memberikan gambaran sukses atau tidaknya sebuah pembelajaran yang
diselenggarakan. Selain itu, melalui proses pembelajaran itu pula dapat dilihat
keberhasilan sebuah pembelajaran hingga proses penilaian akhir yang akan
mengindikasikan pula tercapainya tujuan program di akhirnya.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah proses yang
terjadi dalam pembelajaran membaca-menulis program BIPA Darmasiswa Universitas
Negeri Jakarta?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan di dalam kelas membaca-menulis program BIPA Darmasiswa
Universitas Negeri Jakarta.
1.4 Teknik Pengamatan
Pengamatan ini merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung guna
mengetahui proses pembelajaran secara kualtatif. Hasil pengamatan ini akan
dideskripsikan secara kualitatif dan dijabarkan secara menyeluruh.
5
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Hakikat Pembelajaran Terintegratif
Menurut Joni dalam Trianto, pembelajaran terintegrasi / terpadu merupakan
suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual
maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik.2
2 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik (Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher, 2007), p.6.
6
Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran terpadu merangkum tiga prinsip
keilmuan, yakni holistik, bermakna, dan autentik. Suatu pembelajaran dipandang
sebagai hal yang holistik karena seperti yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, suatu materi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan materi
yang lain. Suatu pembelajaran bersifat menyeluruh atau tidak terpisah.
Pembahasan suatu materi hendaknya dilihat secara menyeluruh atau dipahami
dari berbagai sudut pandang dan berbagai disiplin ilmu.
Dengan memandang suatu pembelajaran secara terpadu serta mengaplikasikan
pembelajaran secara terpadu, membuat pembelajaran bermakna, yakni
bermanfaat dan berguna, tidak sekadar teoritis. Ilmu yang diperoleh siswa mampu
merangsang daya pikir dan kreativitasnya sehingga ilmu tersebut dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membangun pembelajaran yang
bermakna ini pula diperlukan materi pembelajaran yang autentik, yakni
pembelajaran yang ada, factual, dan dekat dengan kehidupan siswa. Keautentikan
pembelajaran ini akan menentukan kebermaknaan dan ketertarikan siswa
terhadap pembelajaran.
1. Karakteristik Pembelajaran Integratif
Landasan teori kedua yakni prinsip pembelajaran integrative. Dikutip dari
Depdiknas didapatkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan sebuah proses
dengan karakteristik atau ciri-ciri holistik, bermakna, otentik, dan aktif.
a. Holistik
Pemahaman ini mengacu pada pendidikan holistik yang dijelaskan sebagai suatu
filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang
individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui
hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Tujuan
pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam
suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris
dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
7
5
Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri
(learning to be). Lebih lanjut, dapat diuraikan bahwa siswa memeroleh kebebasan
psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai
dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan
karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).3
Pembelajaran holistik (holistic learning) dapat juga dikatakan sebagai pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada pemahaman informasi dan keterkaitannya
dengan topik-topik lain sehingga terbangun kerangka pengetahuan. Dalam
pembelajaran holistik, diterapkan prinsip bahwa siswa akan belajar lebih efektif jika
semua aspek pribadinya (pikiran, tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam pengalaman
siswa.
Mengacu pada kajian filsafat dan pendekatan di atas, dapat dikatakan ciri-ciri
holistik dalam pembelajaran terpadu adalah adanya gejala atau fenomena yang
menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran melibatkan beberapa bidang kajian
sekaligus. Dalam hal ini, diciptakannya suatu proses pemahaman melalui kegiatan
belajar yang menghubungkan materi yang diajarkan dengan kehdiupan siswa di
dunia nyata. Misalnya, menghubungkan manfaat kegiatan belajar dengan
kehidupan social siswa di masyarakat. Hal ini memungkinkan siswa untuk
memahami suatu fenomena dari segala sisi. Dengan demikian, akan terjadi
pembentukan karakter siswa yang arif dan bijak dalam menyikapi atau
menghadapi kejadian yang ada di hadapan mereka.
b. Bermakna
Kebermaknaan dalam pembelajaran integratif mengacu pada adanya rujukan atas
segala konsep yang diperoleh dengan kaitannya dengan konsep-konsep lainnya.
Dengan kondisi demikian maka anak akan mampu menerapkan perolehan
belajarnya untuk memcahkan masalah-masalah yang muncul dalam
kehidupannya.
c. Autentik
3 Akhmad Sudrajat. Pendidikan Holistik (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/pendidikan-holistik/)
8
Pembelajaran terpadu memungkinkan anak memahami secara langsung prinsip
dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung.
Pemahaman yang diperoleh anak berasal dari hasil belajarnya sendiri, bukan
sekadar dari yang diberitahukan oleh pengajar. Informasi dan pengetahuan
tersebut dianggap lebih otentik. Pada hakikatnya, pengajar hanya sebagai
fasilitator dan katalisator sementara anak bertindak sebagai aktor pencari
informasi dan pengetahuan.
d. Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran baik
secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar.
Hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan
kemampuan mereka sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.
Dalam kerangka proses belajar-mengajar (bahasa) terdapat dua konsep yang
dijadikan landas pijak dalam mencapai kompetensi berbahasa, yakni proses
learning dan proses aquisition. Proses aquisition sering diidentikkan dengan
pemerolehan bahasa pertama (B-1) atau bahasa ibu, sedangkan proses learning
lebih dicurahkan untuk kepentingan pembelajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa
asing.
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai alat komunikasi dan alat
pemersatu bangsa bagi masyarakat Indonesia, termasuk bagi siswa-siswa di
Indonesia, bisa berfungsi sebagai B1, bisa juga sebagai B2. Kondisi ini
mengharuskan guru bahasa Indonesia (pada semua tataran jenjang pendidikan)
mempertimbangkan keputusan instruksional yang harus diambil agar mencapai
hasil belajar (bahasa) yang tepat guna dan berhasil guna. Berkaitan dengan hal
ini, ada baiknya jika kita melihat dan menelusuri konsep-konsep dasar pendekatan
pengajaran bahasa yang secara Pengintegrasian pendekatan gramatika dan
pendekatan komunikatif dalam kemasan komunikatif-integratif bukanlah hal yang
mudah. Sebuah upaya untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya struktur
dalam suatu situasi yang communicatively-oriented perlu dipikirkan dan
direncanakan secara matang.
9
Para guru bahasa perlu memahami suatu model pengajaran gramatika yang
dibangun atas pemahaman yang mendalam atas temuan-temuan riset mengenai
pemerolehan bahasa kedua. Model dimaksud harus kompetibel dengan kerangka
pikir komunikatif yang menekankan interaksi bermakna berdasarkan input di kelas.
Karenanya, diperlukan suatu pengintegrasian antara pendekatan pengajaran
gramatika secara eksplisit (Explicit Grammar Instruction atau EGI) dengan
pendekatan pengajaran bahasa komunikatif (Communicative Language Teaching
atau CLT).
2.2 Hakikat Pembelajaran Membaca-menulis
Penjelasan mengenai empat aspek keterampilan berbahasa dinyatakan Depdiknas
sebagai berikut:
1. Menyimak
Mendengarkan, memahami, memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat,
kritikan, dan pesan orang lain dalam berbagai bentuk wacana lisan.
2. Berbicara
Berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat,
kritik, perasaan dalam berbagai bentuk kepada pelbagai mitra bicara sesuai
dengan tujuan dan konteks pembicaraan.
3. Membaca
Membaca dan memahami pelbagai jenis wacana, baik secara tersirat maupun
tersirat untuk berbagai tujuan.
4. Menulis
Menulis secara efektif dan efisien pelbagai jenis karangan dalam berbagai
konteks.4
Secara lebih spesifik dijelaskan mengenai keterampilan membaca sebagai berikut:
Kemampuan berbahasa dalam kegiatan membaca dapat memilih materi pembelajaran
berupa teks nonsastra. Kegiatan membaca merupakan kegiatan reseptif, sehingga
4 Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003), hlm.3-4.
10
dalam memilih materi ajar, guru sebaiknya memperhatikan betul isi bacaan tersebut.
Tujuan dari kegiatan membaca adalah siswa mampu membaca dan memahami
berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca. Oleh karena siswa
melalui kegiatan membaca ini akan menerima sebuah informsi baru, maka bahan
bacaan sebaiknya berupa bahan bacaan yang memberikan informasi positif dan
pengetahuan baru bagi siswa. Adapun teknik membaca yang dipelajari oleh siswa di
kelas antara lain adalah membaca cepat, membaca memindai, membaca secara
intensif dan ekstensif, dan membaca untuk berbagai macam tujuan. Dengan
banyaknya teknik membaca tersebut maka guru harus pandai memilah dan memilih
jenis bacaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan membaca yang
dilakukan. Selain itu, perlu pula diperhatikan oleh guru bahwa bahan bacaan yang
diberikan kepada siswa bukan dengan maksud untuk dihafal, melainkan untuk
dipahami dan diapresiasi oleh siswa.5
Teks-teks nonsastra untuk kepentingan pembelajaran membaca dapat diambil oleh
guru dari berbagai sumber seperti artikel dari surat kabar, majalah, atau tabloid, teks
iklan, spanduk, poster, pengumuman, brosur, buku-buku yang memuat informasi
tertentu, Yellow Page, kamus, kamus istilah, dan ensiklopedi. Teks tersebut juga
sebaiknya bermanfaat bagi kecakapan hidup siswa, baik kecakapan hidup yang
bersifat umum maupun kecakapan hidup yang bersifat khusus.
Agar aktivitas membaca siswa optimal, aktivitas guru dibatasi pada:
(a) memilihkan dan menyiapkan bahan bacaan sesuai tujuan, tingkat perkembangan
siswa, kompetensi bahasa, minat, dan tingkat kesukaran
(b) membimbing kegiatan membaca siswa untuk mencapai tujuan khusus
(c) mengembangkan pemahaman, ketepatan serta kecepatan membaca
Sementara itu, sebagai sebuah keterampilan produktif dan ekspresif, Tarigan
menyatakan bahwa dalam kegiatan menulis, seorang penulis harus terampil dalam
menggunakan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata.6
5 Hasan Alwi, Kebijakan Pengajaran BIPA. Prosiding KIPBIPA III, (. Bandung : UPI, 2000) , p. 13.6 Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1994), p.p.
3-4
11
Mengacu pada pendapat tersebut, terdapat hubungan keterampilan menulis dengan
kosakata. Adapun perihal kosakata dijelaskan Soenardi bahwa dalam komunikasi
melalui bahasa, kosakata merupakan unsur yang sangat penting. Makna suatu
wacana sebagai bentuk penggunaan bahasa, sebagian besar ditentukan oleh
kosakata yang digunakan dalam pengungkapannya.7
Hakikat kosakata banyak diuraikan oleh para ahli bahasa. Burhan Nurgiyantoro
mengungkapkan bahwa kosakata, perbendaharaan kata, atau kata saja, juga: leksikon
adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh (terdapat dalam) suatu bahasa.8 Burhan
membatasi hakikat kosakata sebagai kekayaan kata atau perbendaharaan kata suatu
bahasa. Pendapat ini merupakan definisi kosakata secara sempit.
Sementara itu, Tarigan menyatakan perihal tulisan yang baik adalah tulisan yang
dapat mengomunikasikan antara pikiran dan perasaan.9
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa ketika menulis maka penulis
tersebut harus dapat menuangkan pikirannya guna mengungkapkan apa yang
dirasakannya.
7 M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa dalam Pengajaran (Bandung: ITB, 1996), p. 43. 8 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE, 1988),p.. 198. 9 Tarigan, Op. Cit., p. 7.
12
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 Deskripsi Data Pengamatan
Pengamatan dilakukan di kelas membaca-menulis pada program BIPA Darmasiswa
yang
diselenggarakan oleh Universitas Negeri Jakarta pada semester genap tahun akademik
2008/2009. Objek penelitian adalah mahasiswa BIPA program Darmasiswa tingkat
menengah
yang sudah memasuki semester kedua masa belajar. Jumlah pembelajar di kelas
tersebut
sebanyak 6 orang dengan latar belakang bahasa dan bangsa yang berbeda.
Pengamatan dilakukan pada tanggal . Di kelas ini terdapat satu orang pengajar yang
secara khusus memberikan pembelajaran membaca-menulis kepada para pembelajar.
Adapun proses belajar yang terjadi di kelas tersebut sebagai berikut.
a. Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan, pengajar membuka pembelajaran dengan memberikan
sapaan dalam bahasa Indonesia kepada para pembelajar. Pembelajar menjawab
pertanyaan pembelajar dalam bahasa Indonesia.
Pembelajaran dilanjutkan dengan pengajar meminta pembelajar untuk membuka
jadwal akademik yang telah diberikan oleh koordinator program pada pertemuan
sebelumnya. Di dalam jadwal tersebut terdapat materi-materi yang akan dibahas untuk
setiap pertemuan. Pada pertemuan ini, tema yang diangkat atau disajikan adalah
tentang makanan.
13
Untuk mengingatkan pembelajar maka pengajar bertanya ulang perihal tema
pertemuan minggu ini. Pembelajar pun menjawab bahwa pada minggu ini tema yang
disajikan adalah tentang makanan.
Pengajar kemudian memberikan informasi kepada para pembelajar bahwa untuk tema
ini akan dibahas tentang makanan Indonesia. Penyajian secara khusus diberikan
dalam bentuk bacaan yang berjudul ”Gado-gado”.
Pada saat menginformasikan hal tersebut kepada para pembelajar, para pembelajar
mulai berbicara dan berkomentar tentang judul bacaan. Pengajar lalu bertanya kepada
para pembelajar tentang pengalaman pembelajar dengan makanan khas Indonesia
yang disebut gado-gado. Beberapa pembelajar berkata bahwa mereka sudah
mencicipi makanan tersebut. Namun, beberapa pembelajar lain mengatakan belum
tahu makanan khas Indonesia yang bernama Gado-gado.
b. Tahap Inti
Pengajar lalu mengajak pembelajar untuk berkonsentrasi dengan bacaan yang sudah
didapatkannya. Pengajar meminta para pembelajar membaca nyaring guna
mendengarkan pelafalan pembeajar. Sambil mendengarkan pembelajar membaca tiap
paragraf secara berantai, pengajar menulis komentar-komentar berupa penilaian
terhadap kemampuan membaca pembelajar.
Selesai membaca, pengajar lalu memberikan komentarnya kepada pembelajar perihal
kemampuan membaca pembelajar dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
ditemukan seperti pada pelafalan, kejelasan pengucapan, dan kelancaran membaca.
Pengajar lalu meminta pembelajar untuk membaca ulang bacaan tersebut dan
menandai kata-kata yang belum dipahami. Pengajar mengarahkan pembelajar untuk
menggunakan kamus bahasa masing-masing untuk menemukan kata-kata di dalam
bacaan. Namun, apabila terdapat kata yang belum dapat mereka pahami dan tidak
ditemukan dalam kamus maka pembelajar diminta untuk bertanya kepada pengajar.
14
12
Dalam tahap pemahaman isi bacaan ini pembelajar menanyakan bebebrapa kata yang
tidak ditemukan maknanya dalam kamus. Kata-kata yang diajukan pada umunya
merupakan kata-kata bentukan. Secara umum adalah kata-kata yang sudah
mengalami pengimbuhan. Dalam kegiatan belajar ini pengajar mencoba memberikan
penjelasan perihal proses pembentukan kata tersebut dan meminta siswa untuk
memahami makna kata setelah diberi imbuhan. Selain itu, kata-kata lain yang bukan
berupa kata bentukan juga ditanyakan maknanya oleh pembelajar. Pada tahapan ini,
pengejar mencoba memberikan penjelasan kepada pembelajar menggunakan kata-
kata bersinonim atau melalui penjabaran melalui deskripsi dengan kata yang lebih
sederhana atau bahkan melalui contoh sampai seluruh pembelajar di kelas tersebut
memahami maknanya.
Proses pemahaman bacaan ini terlihat cukup komleks karena pengajar harus memiliki
kosakata yang sangat memadai untuk dapat memberikan penjelasan kepada para
pembelajar.
Namun demikian, dengan kemampuan menjelaskan maka para pembelajar pun
terlihat dapat memahami isi bacaan dengan mudah.
Setelah selesai memhami isi bacaan, pengajar meminta pembelajar untuk membaca
soal bacaan yang disajikan setelah bacaan.Soal-soal yang disajikan dalam bacaan
tersebut sifatnya subjektif bagi pembelajar karena berdasarkan pengalaman pribadi
pembelajar.
Pembelajar kemudian diminta untuk menjawab satu demi satu pertanyaan tersebut
dan mengerjakan itu sebagai tugas. Salah satu soal dalam bacaan tersebut adalah
perintah untuk membuat tulisan berkenaan dengan salah satu makanan khas di
negara masing-masing yang memiliki kemiripan dengan gado-gado. Baik itu dari segi
bahan-bahannya atau dari segi penyajian makanannya.
Format penulisan yang digunakan dan butir-butir tulisan yang diminta oleh pengajar
bentuknya sama dengan isi bacaan yang telah dibaca. Pembelajar diminta untuk
mencontoh sistematikayang sudah didapatkannya dari bacaan tersebut.
15
Pembelajar selanjutnya membuat tulisan sederhana dengan sistematika peniruan
contoh yang ada. Pada saat menulis, pembelajar diberikan kesempatan oleh pengajar
untuk bertanya apabila memiliki kata yang ingin dituangkannya namun tidak tahu
harus menggunakan kata apa. Pengajar bertindak sebagai pengarah bagi pembelajar
dalam proses tersebut. Selama ini berlangsung beberapa pembelajar bertanya kepada
pengajar untuk memilih kata dalam tulisan mereka.
Setelah selesai membuat tulisan tentang makanan di engara masing-masing,
pembelajar diminta membaca satu per satu. Ketika membacakan hasil tulisannya,
pengajar membuat catatan kesalahan pembelajar baik dari segi pengucapan,
kosakata, atau struktur kalimat dari tulisan tersebut.
Setelah semua pembelajar selesai membaca, pengejar kemudian meminta hasil
tulisan pembelajar untuk diserahkan kepada pengajar. Sementara itu, kesalahan-
kesalahan yang ditangkap oleh pengajar dan tercatat disampaikan secara langsung
kepada pembelajar guna diperbaiki. Namun, untuk hasil tulisan selanjutnya akan
dikoreksi oleh pengajar untuk mengetahui secara lebih jelas kesalahan-kesalahan
pembelajar dalam pemilihan kata, tanda baca, maupun struktur kalimatnya.
c. Tahap Penutup
Setelah selesai mengumpulkan tugas tersebut pengajar lalu bertanya kepada para
pembelajar tentang pendapat mereka terhadap bacaan. Para pembelajar
mengucapkan komentar yang berbeda. Beberapa pembelajar merasa semakin
penasaran untuk mencicipi makanan khas Indonesia tersebut dan ingin segera
menyampaikan pengalaman dan pendapatnya tentang gado-gado.
Pembelajaran kemudian ditutup dengan sebelumnya pengajar mengingatkan
pembelajar tema bacaan untuk pertemuan selanjutnya.
3.2 Analisis Data Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat dijabarkan hal-hal sebagai berikut:
16
a. Pembelajaran membaca-menulis merupakan pembelajaran terintegratif yang
menggabungkan dua keterampilan berbahasa.
b. Pembelajaran tersebut juga mencakup pembelajaran kosakata dan tatabahasa di
dalam proses pelaksanaannya.
c. Dalam langkah yang disajikan pengajar, pengajar bertindak sebagai pengarah,
pembimbing, dan penilai yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
d. Pembelajar dalam proses belajar ini mengalami beberapa tahapan pembelajaran
yang mengasah keterampilan mereka secara menyeluruh.
e. Penilaian secara langsung dan tidaklangsung dilakukan leh pengajar untuk
beberapa aspek penting berkenaan dengan kegiatan membaca dan menulis
pembelajar. Selain itu, dilibatkan juga penilaian proses di dalam hal ini.
f. Refleksi pembelajar dilakukan secara terus menerus sehingga pembelajar dapat
secara langsung mengetahui kelemahan mereka guna memperbaiki ke depan
potensi mereka.
3.3 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan jelas terlihat bahwa kegiatan pembelajaran
membaca-menulis memang merupakan kegiatan pembelajaran yang
menggabungkan dua keterampilan berbahasa. Selain untuk melatih keterampilan
membaca yang dilakukan dengan kegiatan membaca nyaring dan kegiatan
memahami bacaan, pembelajar juga dilatih untuk dapat membuat tulisan-dalam hal ini
sebagai sebuah kegiatan produktif berbahasa-.
Selain mencakup dua kegiatan keterampilan berbahasa, kegiatan dalam
pembelajaran membaca-menulis juga melatih pembelajar dalam pembelajaran
kosakata dan tata bahasa. Hal ini terlihat dari adanya kegiatan menemukan kata-kata
di dalam kamus dan menemukan kata-kata yang sudah mengalami pembentukan
kata, khususnya kata yang sudah mendapatkan imbuhan. Dengan pembelajaran
semacam ini pembelajar menjadi tahu bahwa kata-kata dasar yang ada dapat
mengalami proses pembentukan kata sehingga menjadikan kata tersebut memiliki
makna baru yang agak sulit ditemukan di kamus. Pembelajarn ini dapat dianggap
sebagai pembelajaran tatabahasa secara tidak langsung yang diberikan oleh
pengajar.
17
Cara pengajar memberikan penjelasan melalui sinonim kata dan melalui kalimat-
kalimat sederhana dan pilihan kata yang lebih mudah dan sederhana merupakan
sebuah bentuk pembelajaran kosakata yang dapat membantu pembelajar untuk dapat
memilih kata yang tepat. Demikian juga halnya dengan contoh-contoh yang diberikan
sebagai penjelasan. Ini merupakan langkah yang sangat kontekstual bagi pembelajar
untuk dapat dengan lebih mudah memahami makna suatu kata.
Melalui bahan bacaan yang dipilih, informasi yang diberikan kepada pembelajar
mecakup informasi budaya yang digabungkan dalam proses pembelajaran bahasa.
Ini merupakan sebuah proses panjang yang dilakukan secara bertahap dengan
maksud pembelajar memiliki penguasaan dalam kebahasaan namun tetap
memasukkan unsur-unsur pengenalan budaya Indonesia sebagai tujuan akhir dari
program darmasiswa.
Pemahaman pembelajar terhadap isi bacaan merupakan upaya pembelajaran guna
pengembangan kemampuan berbahasa pembelajar dan juga upaya pengenalan
budaya terhadap pembelajar, sehingga terdapat dua tujuan utama yang ingin
diberikan kepada pembelajar. Pengembangan kebahasaan pembelajar dapat dilihat
dari kemampuan pembelajar dalam membaca dan menulis yang di dalamnya
mencakup pembelajaran kosakata dan pembelajaran tatabahasa.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
18
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pembelajaran
membaca-menulis yang disajikan dalam program BIPA Darmasiswa Universitas
Negeri Jakarta merupakan sebuah pembelajaran terintegrasi yang mengabungkan dua
keterampilan berbahasa dan di dalamnya juga tercakup pebelajaran kosakata dan
tatabahasa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, pengajar berperan sebagai penyaji materi,
pengarah, pembimbing, dan penilai secara langsung yang terlibat di dalam kelas
pembelajaran. Selain itu, pengajar juga harus memiliki kemampuan penyajian
berbahasa yang memadai guna membantu pembelajar dalam memhami isi bacaan
yang disajikan.
Penilaian dalam kelas pembelajaran ini dilakukan secara terus menerus oleh pengajar
sehinggapembelajar dapat merefleksi secara langsung dirinya baik dari segi
keterampilan berbahasa maupun dalam penguasaan kosakata dan tatabahasa
Indonesia.
4.2 Saran
Agar pembelajaran membaca-menulis bagi para penutur asing menjadi lebih menarik,
peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1) Penyajian bahan bacaan sebaiknya adalah bahan bacaan yang memberikan
informasi budaya.
2) Bahan bacaan yang dipilih harus disesuaikan dengan tingkatan kemampuan
pembelajar, mengingat dalam kelas BIPA terdapat beberapa tingkatan, yakni
tingkat dasar, menengah, dan mahir.
3) Komunikasi antara pengajar dan pembelajar di dalam kelas dapat dihubungkan
dengan pengelaman-pengalaman nyata pembelajar dalam kehidupan sehari-hari
sehingga pembelajaran menjadi lebih kontekstual.
4) Berikan contoh-contoh nyata dan dekat dengan pembelajar dalam menjelaskan
hal-hal yang rumit, khususnya untuk kata-kata abstrak, sehingga pembelajar dapat
memahami dengan lebih mudah.
19
18
5) Penilaian sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan baik sepanjang proses
maupun di akhir pembelajaran.
6) Penggunaan penilaian secara langsung kepada pembelajar dapat membantu
pembelajar untuk lebih dapat merefleksi diri sehingga dapat melakukan perbaikan-
perbaikan untuk dirinya di kemudian hari.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. 2000. Kebijakan Pengajaran BIPA. Prosiding KIPBIPA III. Bandung : UPI.
Depdiknas. Darmasiswa Scholarship Program Academic Year 2007-2008. Jakarta:
Depdiknas. 2007.
Depdiknas. Program Darmasiswa RI Bagi Mahasiswa Asing Tahun Akademik 2008/2009. (http://pkln.diknas.go.id/news.php?id=97, diakses Februari 2008). 2008.
Djiwandono, M. Soenardi. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB. 1996.
Nurgiyantoro,Burhan. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastr. Yogyakarta: BPFE. 1988.
20
Sudrajat, Akhmad. Pendidikan Holistik. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/pendidikan-holistik/)
Tarigan,Henry Guntur. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. 1994.
Trianto. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik. Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher. 2007.
21