metode penyimpanan bahan olah karet (bokar)...
TRANSCRIPT
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 33
METODE PENYIMPANAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) OLEH
PEDAGANG PENGUMPUL TINGKAT USAHATANI DI PURUK CAHU
KABUPATEN MURUNG RAYA
Cica Riyani
Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Muara Teweh
e-mail :[email protected]
ABSTRACT
Storage of raw material rubber is a part of raw material processing which is done by
smalholder tardes level. The method used in raw material raw rubber storage is
approved in Regulation of Agriculture Minister number : 38/Permentan/OT.140/8/2008
and guidance related to the quality assurance system of raw material rubber and other
standars. The study was aimed to know what kind of storage method of raw material
rubber done by smalholder trade level in Puruk Cahu, Regency of Murung Raya,
Central Kalimantan and to know the correlation between storage method and quality of
raw rubber material. The study was conducted at smalholder trades level of Kasrani in
Kelurahan Puruk Cahu (Bhayangkara St). This study was conducted by survey method
(interviewed and followed by visual observation with smalholder trades level). The
survey results showed that the raw material rubber was lump and it was kept by soaking
in the water at approximately for one month and there was change of its volume while
in storage period. The enforcement of the Regulation of Agriculture Minister had not
been done widely at smallholder trade level because the lacks of information and the
simpler method (soaking) should be used.
Key words : Storage, Raw material rubber, smallhoder trade level
PENDAHULUAN
Bahan olah karet yang
selanjutnya disebut bokar adalah lateks
dan atau gumpalan yang dihasilkan
pekebun kemudian diolah lebih lanjut
secara sederhana sehingga menjadi
bentuk lain yang bersifat lebih tahan
untuk disimpan serta tidak tercampur
dengan kontaminan (Badan
Standardisasi Nasional, 2002). Bokar
yang dihasilkan oleh petani karet
selanjutnya dijual kepada pedagang
pengumpul kemudian akan
didistribusikan ke pabrik karet.
Distribusi bokar dari petani ke
pedagang pengumpul dan pabrik karet
memerlukan waktu sehingga perlu
dilakukan penyimpanan sementara pada
masing-masing jalur pemasaran.
Penyimpanan bokar harus
memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan untuk menjamin mutu bokar
sesuai aturan yang berlaku. Persyaratan
tersebut terangkum dalam Peraturan
Menteri Pertanian Nomor :
38/Permentan/OT.140/8/2008.
Terpenuhinya persyaratan pada saat
penyimpanan akan menjamin mutu
bokar tetap terjaga dan sebaliknya.
Penerapan permentan tersebut
diberlakukan bagi petani dan pedagang
pengumpul agar mutu bokar terjamin
hingga sampai ke pabrik pengolahan
karet.
Penyimpanan bokar yang tidak
sesuai standar yang ditentukan akan
mempengaruhi mutu bokar. Bokar
yang disimpan akan terkontaminasi,
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 34
teroksidasi, dan menurunkan nilai
Plasticity Retention Index (PRI ) dari
bokar. Berdasarkan hal tersebut maka
penerapan metode penyimpanan bokar
yang sesuai standar oleh petani dang
pedagang pengumpul harus
dimonitoring dan dievaluasi.
Berdasarkan hasil penelitian Syarifa
dkk (2013) bahwa penerapan Permentan
belum dilaksanakan sepenuhnya di
tingkat petani. Hal ini dikarenakan
peraturan dari lembaga pemasaran yang
belum tegas untuk menolak bokar mutu
rendah yang dihasilkan petani.
Permasalahan pengolahan dan
pemasaran karet yang menyebabkan
rendahnya mutu bokar masih banyak
terjadi di Kabupaten Musi Rawas dan
Kota Lubuk Linggau yang masih
memerlukan perhatian serius.
Berdasarkan pentingnya
penerapan metode penyimpanan bokar
yang baik untuk menjaga mutu bokar
maka perlu dilakukan penelitian metode
penyimpanan bokar pada pedagang
pengumpul tingkat usahatani. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah
pedagang pengumpul bokar
manggunakan metode penyimpanan
bokar yang sesuai dengan standar dan
untuk mengetahui hubungan metode
penyimpanan bokar dengan mutu bokar
yang dihasilkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di
Usaha Jual Beli Karet Bapak Kasrani
yang berlokasi di Kelurahan Puruk
Cahu (Jl. Bhayangkara, RT. 5 ).
Pemilihan lokasi dilakukan dengan
sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa lokasi ini
merupakan tempat pengumpul karet
untuk tingkat petani untuk dua desa
yaitu Juking Pajang dan Puruk Cahu .
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Januari – April 2017. Metode
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei.
Metode ini digunakan untuk
memperoleh data dan informasi yang
jelas mengenai metode penyimpanan
bokar oleh pedagang pengumpul karet.
Melalui metode survei ini diharapkan
informasi mengenai kejadian atau fakta
yang terjadi di lapangan dapat
dijangkau dengan cara mengumpulkan
data dengan wawancara. Data yang
akan dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari observasi/pengamatan
langsung dan wawancara kepada
pedagang pengumpul. Data primer
meliputi dokumentasi bokar dan tempat
penyimpanan serta volume bokar
selama empat (4) bulan dengan waktu
penyimpanan serta perubahan volume
bokar setelah penyimpanan. Data
sekunder diperoleh dari jurnal-jurnal
ilmiah, serta studi literatur yang
berhubungan dengan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bokar yang dikumpulkan oleh
pedagang berasal dari dua desa, yaitu
desa Juking Pajang dan Puruk Cahu.
Bokar yang dihasilkan adalah lump
mangkok. Bokar tersebut dikumpulkan
dalam karung dan selanjutnya dijual
kepada padagang pengumpul. Untuk
jalur pemasaran bokar di Puruk Cahu
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Sistem pemasaran bokar di Desa Puruk Cahu.
Pedagang Besar Pedagang Desa Petani Pabrik Karet
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 35
Jalur pemasaran bokar pada desa
Puruk Cahu menunjukan adanya
distribusi bokar yang harus melalui
pedagang perantara sebelum akhirnya
sampai ke pabrik karet, menurut Malian
dan Aman (1999) untuk jalur bokar
yang langsung dijual oleh petani, rantai
pemasarannya cukup panjang. jalur ini
merupakan rantai tataniaga tradisional
dengan ciri adanya dominasi pedagang
perantara. Untuk mencapai pabrik karet
remah, bokar dari petani harus melalui
beberapa lembaga pemasaran yaitu
pedagang desa dan pedagang besar yang
berkedudukan di ibukota kecamatan
atau kabupaten.
Berdasarkan jalur pemasaran
bokar dapat diketahui bokar yang
diperjualbelikan tertahan dan harus
melalu proses penyimpanan dengan
waktu tertentu pada masing-masing
jalur pedagang pengumpul. Berikut
adalah gambar tempat penyimpanan
bokar sementara yang dilakukan oleh
pedagang usaha jual beli karet tempat
penelitian :
Gambar 2. Tempat penyimpanan Bokar
Lump mangkok (direndam
dalam air)
Penyimpanan bokar dalam air
merupakan alternatif penyimpanan yang
dilakukan oleh pengumpul karet.
Pemilihan metode penyimpanan ini
tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Menurut Kementerian
Pertanian Republik Indonesia (2011)
bahwa penyimpanan bokar khususnya
lump mangkok harus sesuai prosesur
sebagai berikut : 10. Penyimpanan
sementara di gudang dikelompokan
sesuai dengan umur simpan, 2). Tidak
boleh terkena sinar matahari langsung,
3). Tidak boleh terkena air, 4). Tempat
penyimpanan harus bersih, 5). Tidak
boleh langsung menyentuh lantai
(diletakan di atas papan/palet), 6).
Harus diberi jalur untuk jalan. Berikut
adalah contoh penyimpanan bokar yang
baik (Gambar 3).
Gambar 3. Contoh penyimpanan bokar
yang baik (Syarifa dkk,
2013)
Waktu penyimpanan bokar
dengan cara direndam dalam air oleh
pedagang pengumpul ini rata-rata
selama sebulan. Berikut adalah tabel
volume, waktu penyimpanan dan
perubahan volume bokar setelah
penyimpanan dalam air dari bulan
Januari-April 2017 :
Tabel 1. Volume bokar terkumpul dalam rentang waktu bulan Januari-April 2017
No. Bulan Volume Awal (Kg) Lama Penyimpanan Volume Akhir (Kg)
1. Januari 3,940 1 (satu) bulan 4,055
2. Februari 3,536 1 (satu) bulan 3,766
3. Maret 3,096 1 (satu) bulan 3,196
4. April 3,833 1 (satu) bulan 3,910
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 36
Tabel 1. Menunjukan terdapat
perubahan volume bokar setelah
disimpan dalam air. Volume tersebut
menguntungkan bagi pedagang
pengumpul, namun menurunkan mutu
bokar. Waktu penyimpanan bokar yang
direndam dalam air melebihi dari batas
waktu yang diperbolehkan sebagaimana
yang telah disampaikan oleh Harahap,
R (2009) bahwa dalam pengolahan
lump sebagai bahan baku SIR, waktu
perendaman dalam air pada saat
pembersihan kotoran tidak boleh
melebihi dari 3 (tiga) hari agar nilai PRI
tidak terlalu rendah. Berdasarkan hasil
penelitian proses peyimpanan bokar
dalam air mempengaruhi tampilan
bokar. Gambar bokar sebelum dan
sesudah disimpan dalam air dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. (a) bokar sebelum direndam,
(b) bokar sesudah direndam
Dari gambar 4. dapat terlihat
perubahan warna bokar dan terdapatnya
kontaminan. Bokar yang direndam
dalam air akan teroksidasi, tercampur
dengan kontaminan yang berasal dari
endapan tanah dari perendaman.
Menurut Harahap, R (2009),
perendaman bokar dalam air
neyebabkan hilangnya senyawa –
senyawa antioksidan yang berasal dari
protein dan fosfolida karena sebagian
besar senyawa karet terlaut dan terurai
dalam air. Dengan demikian akan
sangat mempengaruhi nilai PRI bokar.
Perendaman bokar dalam air sebagai
alternatif metode penyimpanan bokar
tidak termasuk dalam spesifikasi bokar
mutu tinggi (Hendratno, S. 2012).
Rendahnya mutu bokar akhirnya juga
akan mempengaruhi nilai jual bokar.
Hal tersebut dapat diketahui dari
rendahnya harga jual pedagang
pengumpul pertama ke pedagang besar.
Berikut adalah harga jual pedagang
pengumpul dari bulan Januari-April
2017 :
Tabel 2. Harga jual bokar
No. Bulan Harga
(Rp)/ Kg
1. Januari 8.500
2. Februari 10.000
3. Maret 8.500
4. April 7.000
Pemilihan alternatif metode
penyimpanan bokar dalam air oleh
pedagang pengumpul menyebabkan
penurunan mutu bokar yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
pedagang pengumpul dapat diketahu
bahwa masih belum ada sosialisasi
terkait dengan pentingnya menjaga
mutu bokar dengan menggunakan
tempat penyimpanan bokar yang sesuai
aturan. Selain itu, alasan memilih
metode direndam dalam air adalah
metode lebih sederhana dan tanpa
banyak perlakuan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa metode
penyimpanan bokar oleh pedagang
pengumpul tingat usahatani belum
sepenuhnya menerapkan metode
penyimpanan bokar yang baik
berdasarkan Peraturan Menteri
PertanianNo.38/Permentan/OT.140/8/2
008 dan Pedoman penerapan sistem
jaminan mutu bokar. Penyimpanan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 37
bokar dengan cara direndam dalam air
dapat menyebabkan rendahnya mutu
seperti tercemar dengan kontaminan,
bokar teroksidsi dan rendahnya nilai
PRI. Penyebab tidak diterapkannya
metode penyimpanan bokar yang baik
sesuai dengan peraturan yang berlaku
adalah kurangnya informasi terkait
dengan penererapan Permentan kepada
pedagang penumpul serta metode
direndam dalam air dianggap pedagang
pengumpul lebih sedehana dan tidak
banyak perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2002.
Bahan Olah Karet. SNI 06-2047-
2002
Harahap. R. 2009. Analisa
Perbandingan Nilai PRI Dari
Produk SIR 20 dan SIR 3 Untuk
Temperatur yang berbeda-beda.
Karya Ilmiah. Fakultas MIPA.
Universitas Sumatera Utara.
Medan
Hendratno, S. 2012. Komoditas Karet
(Hevea brasiliensis) Untuk SRG
Dan Pasar Fisik. Biro Analisis
Pasar –Bappebti. Pusat Penelitian
Karet. Bogor
Kementerian Pertanian Republik
Indonesia. 2008. Peraturan
Menteri Pertanian 38/2008.
Pedoman Pengolahan dan
Pemasaran Bahan Olah Karet
(Bokar). Kementerian Pertanian
Republik Indonesia, Jakarta.
Kementerian Pertanian Republik
Indonesia. 2011. Pedoman
Penerapan Sistem Jaminan Mutu
Bokar. Direktorat Mutu dan
Standarisasi Ditjen Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Kementrerian Pertanian. Jakarta
Malian, H dan Aman Djauhari. 1999.
Upaya Perbaikan Kualitas Bahan
Olah Karet Rakyat. FAE. 17 (2) :
43 – 50
Syarifa Lina F, Dwi Shinta Agustina,
dan Cicilia Nancy. 2013. Evaluasi
Pengolahan Dan Mutu Bahan
Olah Karet Rakyat (Bokar) Di
Tingkat Petani Karet Di Sumatera
Selatan. Jurnal Penelitian Karet.
31 (2) : 139 – 148
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 38
KANDUNGAN UNSUR HARA KOMPOS BERBAHAN DASAR
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
Linda Rahmawati
Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur Banjarmasin
Email : [email protected]
ABSTRACT
The aim of this study was to determine the compost content based on palm empty
bunches (TKKS). TKKS is a solid waste of many palm oil mills wasted. During this time
TKKS only returned to the land around the staple of palm stacked, so that the
decomposition process was slow. To accelerate the decomposition process, the TKKS is
further processed into compost with some additives such as Effective Microorganisms 4
(EM4), brown sugar water, husk, bran and manure. Composting lasted 22 days, the
compost was shown to be 280C stable temperature, pH 7, blackish color, odor-like
smell, crumb texture and moisture content <50%. In order to be applied to plants,
nutrient content must be known first. Nutrient analyzes were conducted in the Basic
Laboratory and Environmental Research Center Laboratory of Lambung Mangkurat
Banjarbaru University and also measurement of water content at Hasnur Polytechnic
Plantation Cultivation Laboratory. The results obtained are nitrogen (N) 1.12%;
phosphorus (P) 0.49%; potassium (K) 1.43%; carbon (C) 7.76%, water content (KA)
40.7% and C / N ratio of 6.9. N, P and K nutrient elements already meet the compost
quality standards based on SNI 19-7030-2004, while the carbon is below standard. This
is because TKKS already contains carbon, hence not added material containing high
carbon.
Key words : nutrients, compost, dan palm empty bunches
PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis)
merupakan tanaman penghasil minyak
mentah, minyak industri serta dapat
dijadikan bahan bakar (biodisel).
Limbah padat pabrik kelapa sawit yang
dihasilkan berupa fiber, cangkang,
solid, dan tandan kosong kelapa sawit.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
merupakan limbah padat terbesar yang
dihasilkan oleh pabrik pengolahan
minyak kelapa sawit.
Saat ini pengelolan TKKS hanya
di kembalikan ke lahan sebagai mulsa
sehingga TKKS sebagai mulsa
membutuhkan waktu yang sangat lama
untuk terurai oleh karena itu TKKS
dapat dijadikan kompos untuk
mempercepat penguraian. Kompos
adalah proses yang dihasilkan dari
pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa
bahan organik secara biologi yang
terkontrol (sengaja dibuat dan diatur)
menjadi bagian-bagian yang
terhumuskan (Firmansyah, 2010).
Kompos dapat diaplikasikan ke
lahan maupun ke tanaman, jika
memenuhi standar kualitas kompos
yaitu sesuai dengan SNI 19-7030-2004.
Pentingnya mengetahui unsur hara yang
dikandung pada kompos, akan
menentukan hasil pertumbuhan
tanaman. Harapannya, dengan
penambahan beberapa bahan pada
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 39
pembuatan kompos seperti larutan
EM4, sekam padi, dedak dan pupuk
kandang dapat menyeimbangkan
kandungan unsur hara pada kompos
TKKS yang sudah jadi.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama dua bulan.
Tempat pelaksanaan penelitian
pembuatan kompos di screen house
Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnur. Analisa unsur hara
dilakukan di Laboratorium Dasar dan
Laboratorium Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Universitas
Lambung Mangkurat Banjarabaru, serta
pengukuran kadar air di laboratorium
Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnur.
Metode Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan
menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif yang akan dilakukan
yaitu mengamati perubahan campuran
TKKS menjadi kompos seperti
perubahan warna, suhu, pH,
kelembaban, aroma dan tekstur kompos.
Bahan kompos meliputi EM4,
air, gula merah, tandan kosong kelapa
sawit 1 kg, sekam 1 kg, bekatul 1 kg
dan pupuk kandang 1 kg. Alat yang
digunakan meliputi ember plastik
berdiameter 30 cm, mesin pencacah,
pisau, gayung, karung dan Soil Tester
(pengukur pH, suhu dan kelembaban).
Pembuatan Kompos TKKS
Sebelum melakukan
pencampuran bahan kompos organik,
terlebih dahulu dilakukan pembuatan
larutan Starter EM4 yaitu dengan cara
masukkan air 1000 ml dalam ember
plastik, kemudian memasukkan cairan
EM4 10 ml dan terkahir campurkan
cacahan gula merah 125 gram, diaduk
hingga homogen.
Proses pencampuran bahan-
bahan kompos dibagi menjadi 4 bagian
dan 4 lapisan seperti, TKKS, pupuk
kandang, sekam, bekatul/dedak padi,
dan larutan EM4 ini dilakukan agar
pencampuran bahan homogen (merata).
Metode Pengomposan yang akan
digunakan adalah pengomposan
anaerob dalam ember plastik
berdiameter 30 cm. Selama
pengomposan dilakukan pengontrolan
terhadap suhu, pH dan dilakukan
pembalikan.
Analisa Unsur Hara
Kompos yang telah matang pada
hari ke 22, yaitu setelah dipastikan
dengan kriteria kompos yang sudah
jadi. Sampel kompos yang diambil
untuk analisa yaitu diambil pada empat
titik bagian atas, tengah, bawah dan
samping dan diulang sebanyak empat
kali sehingga akan diperoleh rata-rata
kandungan unsur hara pada kompos
tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengomposan berlangsung
selama 22 hari yang ditandai dengan
suhu stabil yaitu 280C. Parameter
kompos yang sudah jadi ditampilkan
pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan kualitas kompos
TKKS pada berbagai parameter
dengan standar kualitas kompos
berdasarkan SNI 19-7030-2004 No
.
Paramete
r
Kompos
TKKS
SNI 19-
7030-
2004
1. Kadar air
(%)
40,7 % Maksimu
m 50 %
2. Suhu 280C
(termasuk
dalam
kisaran
suhu
tanah)
Suhu air
tanah
3. Warna Kehitama Kehitama
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 40
n n
4. Bau Bau tanah Bau tanah
5. pH 7 6,80 –
7,49
6. Nitrogen
(N)
1,12 % Minimum
0,4 %
7. Fosfor (P) 0,49 % Minimum
0,1 %
8. Kalium
(K)
1,43 % Minimum
0,2 %
9. Karbon
(C)
7,76 % 9,8 – 32
10. Rasio C/N 6,9 10 - 20
Kompos TKKS yang telah jadi dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kompos TKKS yang sudah
jadi
Berdasarkan tabel 1, ditunjukkan bahwa
sebagian besar kandungan unsur hara
dari kompos TKKS sudah memenuhi
standar kualitas kompos. Parameter
yang menunjukkan kompos jadi adalah
suhu stabil yaitu 280C, warna agak
kehitaman (gambar 1), bau seperti bau
tanah, dan struktur remah. Kadar air di
bawah 50% yaitu 40,7%, pH 7
menunjukkan tingkat keasaman yang
netral.
Unsur nitrogen sangat
diperlukan oleh tanaman, terutama
untuk pembentukan senyawa protein
dan klorofil. Kekurangan nitrogen dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat dan menyebabkan daun
menjadi berwarna kuning (Dewi, 2015).
Kandungan nitrogen 1,12% sudah
memenuhi standar kualitas kompos.
Fosfor merupakan salah satu
unsur penting untuk diserap tanaman,
serta pada proses pembentukan
komponen sel. Fosfor dibutuhkan
tanaman untuk merangsang
pembentukan dan pertumbuhan akar
sehingga tanaman menjadi kokoh, cepat
berbunga dan berbuah. Fosfor juga
diperlukan tanaman untuk pembentukan
protein dan enzim serta untuk proses
metabolisme yang menghasilkan energi
panas (Dewi, 2015). Pada penelitian ini,
kandungan fosfor sudah memenuhi
standar yaitu 0,49%.
Kalium termasuk dalam unsur
hara makro dalam penentuan kualitas
kompos. Kalium berfungsi untuk
memperkuat batang tanaman, serta
meningkatkan pembentukan hijau daun
dan karbohidrat pada buah. Selain itu,
kalium juga berfungsi meningkatkan
kualitas buah dan ketahanan tanaman
terhadap penyakit, merangsang
pembentukan bunga dan buah, dan
mengatur keseimbangan hara nitrogen
dan fosfor (Dewi, 2015). Kandungan
kalium sebesar 1,43%, hal ini sudah
sesuai dengan SNI 19-7030-2004 .
Dari semua unsur hara yang
dikandung, hanya unsur karbon yang
masih belum memenuhi standar yang
seharusnya antara 9,8% - 32%,
sedangkan pada kompos TKKS
kandungan karbon hanya 7,76%. Hal ini
berpengaruh pada rasio C/N. Rasio
antara karbon dengan nitrogen
menentukan kematangan dan kualitas
kompos (rasio C/N). Berdasarkan SNI
19-7030-2004 rasio karbon antara 10-
20, namun pada hasil penelitian ini rasio
C/N hanya 6,9. Karbon memiliki
peranan yang besar terhadap
keseimbangan kandungan nitrogen
kompos. Pada awal proses
pengomposan, karbon yang terdapat
dalam bahan organik merupakan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 41
sumber energi bagi mikroorganisme.
Dalam proses pencernaan oleh
mikroorganisme terjadi reaksi
pembakaran antara unsur karbon dan
oksigen menjadi kalori dan karbon
dioksida. Karbondioksida ini dilepas
menjadi gas, kemudian unsur nitrogen
yang terurai ditangkap mikroorganisme
untuk membangun tubuhnya. Pada
waktu mikroorganisme ini mati, unsur
nitrogen akan tinggal bersama kompos
dan menjadi sumber nutrisi bagi
tanaman (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2011).
Unsur karbon yang rendah
disebabkan oleh pencacahan TKKS
yang sangat halus sehingga
memudahkan mikrooorganisme pada
EM4 untuk merombak bahan. Pada
penelitian Chasanah, Rahmawati dan
Iskarlia (2003), karbon pada TKKS
sebesar 42,12%. Berdasarkan penelitian
terdahulu tersebut maka penambahan
dedak dan sekam sebanding dengan
penambahan pupuk kandang karena
TKKS sendiri memiliki kandungan
karbon yang tinggi, yang dikhawatirkan
akan meningkatkan kandungan karbon.
Namun, ternyata hasil menunjukkan
karbon yang masih di bawah standar.
Oleh karena itu, agar dapat
diaplikasikan perlu penambahan porsi
untuk sekam atau bahan lain yang
mengandung karbon pada pembuatan
kompos TKKS.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini yaitu kandungan nitrogen
1,12%; fosfor 0,49%; kalium 1,43%;
kadar air 40,7% sudah sesuai dengan
SNI 19-7030-2004 . Sedangkan
kandungan karbon 7,76% dan rasio C/N
6,9 masih berada di bawah standar.
Perlu penambahan bahan berkarbon
tinggi untuk meningkatkan karbon pada
kompos TKKS.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Penembangan
Pertanian. 2011. Ragam Inovasi
Pendukung Pertanian Daerah.
Jakarta.
Chasanah, U., L. Rahmawati dan G.R.
Iskarlia. 2013. Optimasi
Dekomposisi Tandan Kosong
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq) Menggunakan Aktivator
EM4. Polhasains, Jurnal Sains
dan Terapan Politeknik Hasnur
01 (1) : 16-29.
Dewi, R. 2015. Manfaat Unsur N, P, K
Bagi Tanaman. Badan Litbang
Pertanian. BPTP Kalimantan
Timur.
Firmansyah, M,A. 2010. Teknik
Pembuatan Kompos. Penelitian
Balai Pengkajian Teknologi
(BPTP). Kalimantan
Tengah.Sukamara.
Yuwono, D. 2007. Kompos. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 42
PERTUMBUHAN SAYUR SAWI HIDROPONIK MENGGUNAKAN NUTRISI
AIR CUCIAN BERAS DAN CANGKANG TELUR AYAM
Gusti Rokhmaniyati Iskarlia
Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Currently, hydroponic is being developed due to advantage such as using not much
land, so it can use limited space land. Hydroponic nutrients consist of nutrients A and
nutrients B or mixture of it. These nutrients are obtained in a ready-made state at a
hydroponic store. Plant growth nutrients obtained with economical and
environmentally-friendly values. In order to save the costs, the hydroponic nutrients
obtained from household waste and rice water washing (leri).
Commonly, the mustard plant is used as a hydroponic plant seed. The observation was
done gradually and measured by sighting on leaf variable and area index at age 7 HST,
14 HST, 21 HST, 28 HST and 35 HST. The measure was continued by calculate the
plant fresh weight which was weight of the total plant fresh weight in the morning after
harvesting. Growth rate of plants was measured by weighing the weight of the plant at
two time intervals of 14 HST and 28 HST. The method of this study was used
Completely Randomized Design with 7 treatments and 4 replications. The data of the
research were analyzed by ANOVA and continued by Duncan Multiple Range Test at
level of 5%.
From the research was known that treatment A, treatment B, treatment C, treatment E,
and treatment F were not different, but treatment D and treatment G gave influence
compared to other treatment. Treatment G gave the best result to all variables, namely
leaf number, leaf area index, fresh weight, root volume and plant growth rate.
Key words: hydroponics, nutrition, rice water washing and chicken egg shell
PENDAHULUAN
Sistem hidroponik pada
dasarnya merupakan modifikasi dari
sistem pengelolaan budidaya tanaman
di lapangan secara lebih intensif untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas
produksi tanaman serta menjamin
kontinyuitas produksi tanaman.
Hidroponik merupakan teknik budidaya
tanaman tanpa menggunakan media
tanah, melainkan menggunakan air
sebagai media tanamnya. Keuntungan
hidroponik adalah : (a) tidak
memerlukan lahan yang luas (b) mudah
dalam perawatan (c) memiliki nilai jual
yang tinggi. Sedangkan kelemahan
hidroponik adalah : (a) memerlukan
biaya yang mahal (b) membutuhkan
keterampilan yang khusus (Roidah,
2014). Jenis hidroponik sangat beragam
yaitu sistem irigasi tetes, sistem wick,
sistem Nutrient Film Tehnique (NFT).
Jenis hidroponik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sistem wick
(Hendra, dkk. 2014).
Hidroponik sistem wick sangat
tepat digunakan bagi pemula yang ingin
bertanam dengan cara hidroponik,
karena prinsipnya yang mendasar
hanya memanfaatkan kapilaritas air.
Keunggulan lainnya adalah tidak
memerlukan perawatan khusus, mudah
dalam merakit, portabel (dapat
dipindahkan), dan cocok di lahan
terbatas (Diah, 2015). Dan didukung
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 43
dari hasil penelitian Embarsari (2015),
sistem hidroponik dengan sumbu ini
memberikan pengaruh pada hasil dan
pertumbuhan tanaman seledri.
Media tanam tidak hanya
sebatas menggunakan tanah dan air
sebagai nutrisi pertumbuhan tanaman.
Media tanam dapat menggunakan
teknik hidroponik dengan
menggunakan nutrisi A ataupun nutrisi
B. Era modern seperti saat ini, media
tanam hidroponik sangat membantu
bagi skala rumah tangga yang tidak
memiliki lahan kosong untuk bercocok
tanam sehingga lahan yang sempit
sekalipun dapat dimanfaatkan untuk
menanam sayuran seperti bayam,
tomat, sawi dan cabai. Selain tanah
sebagai media tanam, sistem
hidroponik dapat menggunakan media
sabut kelapa sebagai media tanam
ataupun dapat menggunakan rockwoll
yang umum digunakan dalam sistem
hidroponik. Media sabut kelapa dapat
digunakan seperti halnya rockwoll
untuk pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan penelitian Paputungan
(2014), pertumbuhan sawi hijau pada
berbagai media tanam hidroponik
menunjukkan bahwa pada umur 2 MST
(minggu setelah tanam) pertumbuhan
tinggi tanaman sawi yang tertinggi pada
perlakuan media sabut kelapa dengan
rerata mencapai 16,30 cm.
Pada umumnya nutrisi
hidroponik menggunakan nutrisi A dan
nutrisi B ataupun campuran nutrisi A
dan B. Nutrisi ini kita dapatkan dalam
keadaan siap pakai di toko khusus
hidroponik. Kandungan yang terdapat
dalam nutrisi A yaitu kalsium amonium
nitrat, kalium nitrat dan Fe-EDTA serta
Fe sedangkan nutrisi B berisi kalium
dihidro sulfat, amonium sulfat,
magnesium sulfat, mangan sulfat,
tembaga sulfat, seng sulfat, asam borat,
dan amonium molibdat (Sutiyoso,
2002).
Nutrisi pertumbuhan tanaman
tidak harus mahal, melainkan dapat
menggunakan limbah rumah tangga
dan untuk menghemat biaya dapat
menggunakan air cucian beras (leri)
sebagai nutrisi hidroponik. Air cucian
beras (leri) merupakan sisa air
pencucian beras yang umumnya
langsung dibuang dan tidak
dimanfaatkan. Air cucian beras
mengandung vitamin B1 0,043%,
fosfor 16,306%, nitrogen 0,015%,
kalium 0,02%, kalsium 2,944%,
magnesium 14,252%, sulfur 0,027%,
dan besi 0,0427% yang dapat
digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan
tanaman (Wulandari, 2012).
Air cucian beras dapat
dimanfaatkan sebagai nutrisi
pertumbuhan bagi tanaman. Kandungan
yang ada pada air cucian beras dapat
membantu dalam pertumbuhan
tanaman. Berdasarkan penelitian
Wulandari (2012), terjadi pengaruh air
cucian beras merah dan beras putih
terhadap pertumbuhan selada. Pada 15
hari setelah tanam (HST) penyiraman
air cucian beras nyata meningkatkan
berat segar akar selada (dibandingkan
dengan tanpa pemberian air cucian
beras). Air cucian beras putih secara
nyata meningkatkan berat segar akar
dibandingkan dengan air cucian beras
merah.
Pertumbuhan tanaman dapat
dilihat dari tinggi tanaman, luas daun
dan panjang akar. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Kalsum
(2011), terjadi pengaruh pemberian air
leri terhadap pertumbuhan jamur tiram.
Pemberian air leri sebayak 40 ml setiap
2 hari mengakibatkan jumlah tubuh
buah pada jamur tiram putih lebih
banyak dibandingkan dengan perlakuan
lain. Sedangkan menurut Purnami, dkk
(2014), terjadi pengaruh jenis dan
frekuensi penyemprotan leri pada
pertumbuhan bibit anggrek. Jenis leri
berpengaruh sangat nyata terhadap
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 44
pertambahan tinggi tanaman, panjang
akar dan jumlah akar. Menurut
penelitian Istiqomah (2012), terjadi
pengaruh pemberian air cucian beras
coklat terhadap produktivitas tanaman
kacang hijau. Air cucian beras mampu
mempengaruhi jumlah cabang
produktif (buah) pada tanaman kacang
hijau dengan menggunakan 1 Liter air
cucian beras coklat dan menghasilkan
jumlah cabang produktif yaitu 7,625
buah.
Cangkang telur merupakan
limbah rumah tangga yang masih bisa
dimanfaatkan untuk menyuburkan
tanaman. Tepung cangkang telur
mengandung unsur hara kalsium dan
magnesium yang berguna untuk
meningkatkan pH tanah dan
menyuburkan tanaman. Selain itu,
tepung cangkang telur juga bermanfaat
untuk mengusir hama tanaman seperti
bekicot. Menurut Stadelman dan Owen
(1989) jumlah mineral di dalam
cangkang telur beratnya 2,25 gram
yang terdiri dari 2,21 gram kalsium,
0,02 gram magnesium, 0,02 gram
fosfor serta sedikit besi dan sulfur.
Sayur dibutuhkan manusia
untuk beberapa macam manfaat.
Kandungan aneka vitamin, karbohidrat
dan mineral pada sayur tidak dapat
disubstitusi dengan makanan pokok
(Nazaruddin, 1995). Salah satu sayuran
yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat adalah sawi hijau Brassica
juncea L.. Menurut Zulkarnain (2010),
sawi hijau Brassica juncea L. dapat
dikategorikan kedalam sayuran daun
berdasarkan bagian yang dikonsumsi.
Sawi hijau Brassica juncea L. memiliki
nilai ekonomis tinggi setelah kubis dan
brokoli. Selain itu, tanaman ini juga
mengandung mineral, vitamin, protein
dan kalori. Oleh karena itu, tanaman
ini menjadi komoditas sayuran yang
cukup populer di Indonesia (Rukmana,
2002).
Menurut Syukur (2013), pasar
tradisional merupakan penyerap
komoditas sawi dan selada terbesar,
yakni mencapai 90% dari total pasokan.
Sejumlah besar pasokan yang ada saat
ini belum memenuhi kebutuhan pasar.
Terbukti dengan harga yang mudah
terombang-ambing. Saat pasokan
seimbang dengan permintaan, harga
sawi dan selada stabil. Tetapi saat
pemasokan berkurang, harga sawi dan
selada melonjak tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pertumbuhan sayur sawi
secara hidroponik dengan pemberian
nutrisi yang berbeda dan mengetahui
interaksi nutrisi yang berbeda terhadap
pertumbuhan sayur sawi dengan teknik
hidroponik.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk
pembuatan instalasi hidroponik adalah
pipa PVC, Talang PVC, kayu,
rockwool, spon, pompa, slang, plastik,
timer, kran, pH meter, dan EC meter.
Alat yang digunakan untuk
pemeliharaan tanaman seperti ember,
gembor dan spray.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah air bersih, air
cucian beras, serbuk cangkang telur
ayam, pupuk DI Grow Green® dan
tanaman sawi. Air cucian beras, serbuk
cangkang telur dan DI Grow Green®
digunakan sebagai nutrisi untuk
hidroponik.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan
bulan Juli s/d Oktober 2017 di
Laboratorium Dasar Politeknik Hasnur
dan Screen House Politeknik Hasnur.
Metode Penelitian Metode penelitian ini Penelitian
ini dilakukan dalam Rancangan Acak
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 45
Lengkap (RAL) dengan 7 (tujuh)
perlakuan dan 4 (empat) ulangan. Data
hasil penelitian dianalisa dengan sidik
ragam (ANOVA) dan apabila terdapat
perbedaan yang nyata dilanjutkan
dengan uji Jarak Berganda Duncan taraf
5%.
Pelaksanaan
Pembibitan Sawi
Pembibitan tanaman sayuran
sawi dilakukan dengan menyemaikan
bibit sawi pada media semai berupa
rockwool yang telah direndam air dan
diletakkan pada nampan, dengan
perlakuan memberikan penyiraman air
pada rockwool setiap pagi dan sore.
Baki benih ini ditempatkan di tempat
gelap sampai benih menjadi kecambah.
Setelah muncul kecambah dan berumur
kurang lebih satu minggu dipindah ke
tempat yang mendapatkan cahaya
matahari tidak langsung, atau masih
teduh. Kemudian dilakukan perawatan
hingga berumur dua minggu.
Persiapan media tanam hidroponik
dan Pembuatan Larutan Nutrisi
Media tanam yang digunakan
adalah media hidroponik dengan
pemberian nutrisi hidroponik yang
berbeda. Larutan nutrisi hidroponik
dibuat dengan komposisi perlakuan
sebagai berikut :
Perlakuan A : Terdiri dari pupuk DI
Grow Green sebanyak 3
ml ditambah air 5 liter.
Perlakuan B : Terdiri dari 3 liter air
cucian beras dan 2 liter
air.
Perlakuan C : Terdiri dari 1 gram
serbuk cangkang telur
ayam dan 5 liter air.
Perlakuan D : Terdiri dari 3 ml DI
Grow Green ditambah 3
liter air cucian beras dan
2 liter air.
Perlakuan E : Terdiri dari 3 ml DI
Grow Green ditambah 1
gram serbuk cangkang
telur ayam dan 5 liter air.
Perlakuan F : Terdiri dari 3 liter air
cucian beras ditambah 1
gram cangkang telur
ayam dan 2 liter air.
Perlakuan G : Terdiri dari pupuk 3 ml
DI Grow Green
ditambah 3 liter air
cucian beras, 1 gram
serbuk cangkang telur
ayam dan 2 liter air.
Pemberian nutrisi hidroponik
Bibit sawi cukup umur (±14
hari), kemudian dipindah ke bak nutrisi.
Pemindahan ini dilakukan dengan
mencabut bibit dari media dan
kemudian ditanam pada media
hidroponik dengan masing-masing
larutan nutrisi hidroponik berbeda
dengan menggunakan spons atau
sumbu.
Perawatan yang dilakukan
meliputi penggantian larutan nutrisi
yang digunakan secara periodik untuk
menjaga ketersediaan nutrisi dan
kestabilan pH larutan. Selain itu juga
dilakukan pengendalian hama dan
penyakit yang mungkin menyerang,
mengingat ini adalah kultur air sehingga
tanaman rentan terserang penyakit.
Hidroponik sawi dilakukan
pemanenan pada umur 35 hari setelah
tanam (HST) pada saat tanaman
mencapai pertumbuhan maksimal.
Panen dilakukan dengan mencabut
tanaman dari media hidroponik dan
melepaskan spons penyangga tanaman.
Variabel Pengamatan
Pengamatan dilakukan mulai
umur 7 hari setelah tanam hingga
panen. Adapun parameter pengamatan
yang diambil sebagai data adalah
sebagai berikut :
a. Jumlah daun, data diambil dengan
menghitung jumlah daun tanaman
setiap seminggu sekali.
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 46
b. Luas daun diukur dengan alat
planimeter pada cetakan/copy
gambar daun dilakukan setiap
seminggu sekali.
c. Berat segar tanaman diukur dengan
menimbang bobot segar total
tanaman saat pagi hari setelah
pemanenan.
d. Laju pertumbuhan tanaman (LPT)
diukur dengan menimbang bobot
tanaman pada dua selang waktu yaitu
14 HST dan 28 HST kemudian
memasukkan kedalam persamaan :
Laju pertumbuhan tanaman (LPT) =
(W2 – W1)/(T2 – T1)
Keterangan :
W1 : Bobot kering awal tanaman 14
HST
W2 : Bobot kering akhir tanaman 28
HST
T1 : Waktu pengambilan bobot kering
awal (14 hari)
T2 : Waktu pengambilan bobot kering
akhir (28 hari)
Volume perakaran diukur dengan
mencelupkan akar tanaman saat setelah
dipanen kedalam gelas ukur berisi air
dan menghitung kenaikan volume air
dalam gelas ukur tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan awal dalam proses
menyiapkan hidroponik adalah
menyemai benih. Benih yang digunakan
merupakan bibit unggul tanaman sawi
dengan media tanam roockwool.
Rockwool dipotong berukuran 2,5 cm x
2,5 cm dibasahi dengan air secukupnya,
kemudian diletakkan dalam baki dan
disusun rapi. Rockwool yang telah
tersusun rapi diberi lubang
menggunakan tusuk gigi. Benih sawi
dimasukkan ke dalam lubang yang telah
dibuat dan diusahakan penempatannya
cukup dipermukaan lubang semai serta
terkena basah agar terjadi proses
imbibisi. Penempatan benih yang tepat
sesuai dengan serat rockwool
memudahkan akar mencari jalan untuk
tumbuh. Tanaman sawi
pertumbuhannya cenderung horisontal
atau melebar, sehingga hanya dibuat
satu lubang semai untuk benih dalam
satu roockwool. Baki berisi benih sawi
yang disemai pada media rockwool
disimpan pada tempat gelap selama 2
hari.
Pengamatan dilakukan secara
bertahap dan terukur mulai dari
pengamatan pada variabel jumlah daun
pada umur 7 hst, 14 hst, 21 hst, 28 hst
dan 35 hst, kemudian dilanjutkan
dengan perhitungan pada indeks luas
daun pada umur 7 hst, 14 hst, 21 hst, 28
hst dan 35 hst.
Semua variabel pengamatan
diamati dan kemudian data diolah
menggunakan aplikasi microsoft exel
dan genstat 11st yang disajikan
grafiknya pada Gambar 1 - Gambar 5.
Gambar 1. Jumlah Daun Sawi. Garis
diatas batang menunjukkan
Standar deviasi (n=4). Huruf
yang sama diatas garis
menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda
berpengaruhnya berdasarkan
DMRT pada level 1% dan
5%
Hasil pengamatan jumlah daun
tanaman sawi (Gambar 1) menunjukkan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 47
bahwa semua perlakuan pemberian
nutrisi dengan berbagai campuran bahan
pada sistem hidroponik dalam
percobaan ini tidak memberikan
pengaruh nyata. Hal ini terlihat dari
subsript yang sama antar perlakuan
berdasarkan hari pengamatan sampel di
7 hst, 14 hst, 21 hst, 28 hst dan 35 hst
pada setiap perlakuan bahan nutrisi.
Jumlah daun menjadi salah satu
variabel utama dalam pengamatan
pertumbuhan dan perkembangan
tanaman semusim, karena dapat
menggambarkan tingkat perkembangan
tanaman secara umum. Nutrisi yang
diberikan pada tumbuhan umumnya
akan memengaruhi proses metabolisme
sel untuk membelah dan melakukan
pertumbuhan kemudian diikuti dengan
perkembangan organ tanaman. Febrianti
(2017) melaporkan bahwa perlakuan
hidroponik dari limbah cangkang telur
dapat meningkatkan pembelahan sel
tanaman dangan menyediakan hara
Kalsium (Ca).
Luas Daun Tanaman Sawi
Gambar 2. Luas Daun Sawi. Garis
diatas batang menunjukkan
Standar deviasi (n=4). Huruf
yang sama diatas garis
menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda
berpengaruhnya berdasarkan
DMRT level 1% dan 5%
Luas daun menjadi bagian
terpenting dalam variabel pengamatan
pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Secara fisiologi, luas daun
menjadi komponen utama dalam
aktifitas fotosintesis yang optimal.
Semakin besar indeks luas daun, maka
semakin besar tangkapan cahaya yang
diserap.
Pengamatan indeks luas daun
(Gambar 2) pada tanaman sawi yang
diberi perlakuan nutrisi dari 3 ml DI
Grow Green ditambah 3 liter air cucian
beras dan 2 liter air dan perlakuan 3 ml
DI Grow Green ditambah 3 liter air
cucian beras, 1 gram serbuk cangkang
telur ayam dan 2 liter air
memperlihatkan perkembangan luas
daun yang signifikan pada umur 28 hst
dan 35 hst dibandingkan dengan
perlakuan lain. Hal ini mungkin
disebabkan oleh nutrisi yang diberikan
merupakan nutrisi dari kompilasi cairan
nutrisi DI Grow Green®
dan air cucian
beras (perlakuan D), serta hasil terbaik
terlihat pada nutrisi DI Grow Green®
yang dikompilasi dengan air cucian
beras dan serbuk cangkang telur, namun
pada perlakuan A tidak berdampak
positif meskipun sistem hidroponik
sudah mengandung nutrisi dari DI Grow
Green®. Andrianto (2007), air leri atau
air bekas cucian beras dapat
merangsang pertumbuhan akar tanaman
adenium karena air leri mengandung
vitamin B1 yang dapat mempercepat
pertumbuhan akar dan tinggi tanaman.
Berat Segar Tanaman Sawi
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 48
Gambar 3. Berat segar tanaman Sawi.
Garis diatas batang
menunjukkan Standar
deviasi (n=4). Huruf yang
sama diatas garis
menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda
berpengaruhnya berdasarkan
DMRT level 1% dan 5%
Hasil analisa berat segar
tanaman sawi (Gambar 3) menunjukkan
bahwa perlakuan A, perlakuan B,
perlakuan C, perlakuan E terlihat lebih
rendah dan tidak berkembang optimal
dibandingkan dengan berat segar pada
perlakuan D, perlakuan G. Hal ini
sejalan dengan penelitian Hamli,
Lapanjang dan Yusuf (2015) yang
menyimpulkan bahwa perlakuan
pemberian pupuk organik cair dengan
konsentrasi yang berbeda pada sistem
hidroponik dapat meningkatkan berat
segar. Pada penelitian ini, hasil terbaik
terlihat dari perlakuan pupuk cair yang
diberikan dikombinasi dengan larutan
beras dan serbuk cangkang telur.
Volume Akar Tanaman Sawi
Gambar 4. Volume akar tanaman Sawi.
Garis diatas batang
menunjukkan Standar
deviasi (n=4). Huruf yang
sama diatas garis
menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda
berpengaruhnya
berdasarkan DMRT 5%.
Hasil analisis yang dilakukan
pada data pengamatan volume akar
tanaman sawi (Gambar 4) menunjukkan
bahwa hanya perlakuan G yang
memiliki bobot volume akar yang
berbeda pengaruhnya dibandingkan
perlakuan lain. Perlakuan pemberian
pupuk 3 ml DI Grow Green ditambah 3
liter air cucian beras, 1 gram serbuk
cangkang telur ayam dan 2 liter air
memberikan pengaruh terhadap volume
akar. Volume akar pada perlakuan
tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lain, sehingga dapat
disimpulkan bahwa perlakuan G
berpengaruh positif terhadap
peningkatan volume akar tanaman sawi.
Volume akar tanaman berbanding lurus
dengan panjang akar dan diameter akar
tanaman.
Laju Pertumbuhan Tanaman Sawi
Gambar 5. Laju pertumbuhan tanaman
Sawi. Garis diatas batang
menunjukkan Standar
deviasi (n=4). Huruf yang
sama diatas garis
menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda
berpengaruhnya
berdasarkan DMRT 5%.
Berdasarkan Uji DMRT yang
hasilnya ditampilkan pada Gambar 5
menunjukkan bahwa hasil perlakuan A,
perlakuan B, perlakuan C, berbeda
dibandingkan perlakuan D, perlakuan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 49
E, perlakuan F dan perlakuan G yang
telihat lebih baik secara statistik.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini :
1. Perlakuan A, Perlakuan B,
Perlakuan C, Perlakuan E,
Perlakuan F tidak berbeda, namun
Perlakuan D dan Perlakuan G
memberikan pengaruh
dibandingkan perlakuan lain.
2. Pemberian perlakuan G
memberikan hasil yang terbaik
pada semua variabel yakni jumlah
daun, indeks luas daun, berat
segar, volume akar, dan laju
pertumbuhan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, H. 2007. Pengaruh Air
Cucian Beras Pada Adenium.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Diah, A.S. 2015. Hidroponik Wick
System. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Embarsari, R. P ; Taofik, A dan
Qurrohman, B. F. T. 2015.
Pertumbuhan Dan Hasil Seledri
(Apium Graveolens L.) Pada
Sistem Hidroponik Sumbu
Dengan Jenis Sumbu dan Media
Tanam Berbeda. Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Sunan Gunung
Djati. Bandung. Jurnal Agro 2
(2) 41-48. Desember 2015.
Febrianti, Arisya. 2017. Pemanfaatan
Cangkang Telur Ayam Sebagai
Penambah Nutrisi Kalsium Pada
Tanaman Bayam (Amaranthus
tricolor L.) Dengan Budidaya
Hidroponik. Skripsi. Fakultas
Mipa Institute Pertanian Bogor.
Hamli, F., Lapanjang. I.M., Yusuf. R.
2015. Respon Pertumbuhan
Tanaman Sawi (Brassica juncea
L.) Secara Hidroponik Terhadap
Komposisi Media Tanam Dan
Konsentrasi Pupuk Organik Cair.
E-J. Agrotekbis 3 (3) : 290-296.
Hendra, H. A. ; Agus, H dan Andoko,
A. 2014. Bertanam Sayuran
Hidroponik Ala Paktani
Hydrofarm. Jakarta: Agromedia
Istiqomah, N. 2012. ”Efektivitas
Pemberian Air Cucian Beras
Coklat Terhadap Produktvitas
Tanaman Kacan Hijau (Phaseolus
radiatus L.) Pada Lahan Rawa
Lebak”. Jurnal Ziraa’ah. 33 (1)
99-108.
Kalsum. 2011.Efektivitas Pemberian
Air Leri Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Jamur Tiram Tiram
(Pleurotus ostreatus). Jurnal
Agrovigor. Volume 4, Nomor 2.
Nazaruddin. 2000. Budidaya Dan
Pengaturan Panen Sayuran
Dataran Rendah. PT Penebar
Swadaya. 142 Hal. Jakarta.
Paputungan, T. G. 2014. ”Respon
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Sawi Hijau (Brassica juncea L.)
Pada Berbagai Media Tanam
Hidroponik”. Jurnal pertanian. 2
(1).
Purnami, N.L.G.W ; Yuswanti, H. dan
Astiningsih, A. A. M. 2014.
”Pengaruh Jenis Dan Frekuensi
Penyemprotan Leri Terhadap
Pertumbuhan Anggrek
Phalaeonopsis sp. Pacsa
Aklimatisasi”. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika. 3 (1)
22-31.
Rukmana. 2002. Nimba (HORTI).
Yogyakarta: Kanisius.
Stadelman, W.J. and J.C. Owen., 1989.
Egg Science and Technology. 2nd
Edit. AVI Publishing Company,
Inc. Westport, Connecticut.
Sutiyoso, Y. 2002. Meramu Pupuk
Hidroponik Tanaman Buah,
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 50
Tanaman Sayuran, Tanaman
Hias. Bogor: Penebar Swadaya.
Syukur, M. 2013. Cabai Prospek Bisnis
dan Teknologi Mancanegara.
Bogor: Swadaya.
Wulandari, C. G. M. 2012. Pengaruh
Air Cucian Beras Merah dan
Beras Putih terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Selada
(Lactuca sativa L.). Yogyakarta:
Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada.
Zulkarnain. 2010. Dasar – Dasar
Hortikultural: Pertanian Organik.
Jakarta : Bumi Aksara
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 51
TEKNIK PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN MENGHASILKAN
KELAPA SAWIT (Elaeis gueneensis Jacq) DI PT. BARITO PUTERA
PLANTATION
Herry Iswahyudi1 dan Juwardi Hanafie
1
1)Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
Email : [email protected]
ABSTRACT
Weed control in the garden 2 - 3 divisions 7 and 8 combine there are two methods of
control, namely manually and chemist / chemical. Weed control manually done one
month before chemist / chemical weed control, this is done based on SOP PT. Barito
Putera Plantation because weeds must be tripped so as not to be so high that when done
chemically more optimally, the purpose of this research is to find out the dominant weed
species in gardens 2-3 Divisions 7 and 8 that interfere with plant yield (TM) palm oil,
any techniques in plant weed control produce oil palm. There are two methods that are
done in the form of qualitative with descriptive form, this method consists of direct
observation in the field and interviews observation method is done to obtain data, such
as weed species, weed weed control techniques as well as tools and materials in the
control of the weeds, This study was obtained by weeding TM TM palm oil among other
galam (Melaleuca leucadendron), kalakai / lembiding (Stenochlaena palustris), rija-rija
(Scleria sumatrensis),Imperatacy lindrical, karamunting (Melastoma
malabathricum).
Key words: Control technique, weed, and palm oil
PENDAHULUAN
Pengembangan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia memiliki arti
penting bagi Indonesia, baik dari aspek
ekonomis, maupun sosial. Ditinjau dari
aspek ekonomi, perkebunan kelapa
sawit dapat mendukung industri dalam
negeri berbasis produk berbahan dasar
kelapa sawit. Selain itu, produksi
minyak sawit Indonesia sebagian besar
di ekspor ke berbagai negara seperti
negara-negara diEropa, negara-negara
di Amerika, dan Asia (Malaysia,
Singapura, India, Arab,dan Jepang)
sehingga menjadi sumber devisa bagi
negara. Dari segi aspek sosial,terjadi
penyerapan tenaga kerja dalam jumlah
besar dan memperkecil kesenjangan
pendapatan petani dengan pengusaha
perkebunan (Sunarko, 2009)
Rata-rata produktivitas kebun
kelapa sawit di Indonesia masih
terdapat perbedaan hasil yang
singnifiakan antara pencapayan
produksi riil dengan potensi produksi.
Karena itu, peningkatan produktivitas
harus menjadi keharusan disamping
pengembangan dan pembangunan
perkebunan kelapa sawit di tanah air.
Sebagai gambaran, produktivitas kebun
kelapa sawit Indonesia pada tahun 2007
hanya sekitar 13 ton TBS/Ha/tahun.
Potensi produksi sebenarnya mencapai
lebih dari 20 ton TBS/Ha/tahun. Pada
tahun yang sama Malaysia mencapai
lebih 20 ton TBS/ Ha/ tahun (Sunarko,
2009)
Rendahnya produktivitas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia
disebabkan diataranya oleh kurangnya
pengetahuan tentang teknik
pemeliharaan tanaman kelapa sawit,
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 52
terutama tentang teknik pengendalian
gulma (Pahan, 2008).
Gulma dalam perkebunan kelapa
sawit tidak dikehendaki karena dapat
mengakibatkan penurunan produksi
akibat bersaing dalam mengambil unsur
hara,air, sinar matahari dan ruang hidup
selain itu gulma juga dapat menurunkan
mutuproduksi akibat terkontaminasi
oleh bagian-bagian gulma,
mengeluarkan senyawa alelopati yang
dapat menganggu pertumbuhan
tanaman, menjadi inang bagi hamayang
dapat menyerang tanaman, menggangu
tataguna air dan secara umum kehadiran
gulma akan meningkatkan biaya usaha
tani karena ada penambahankegiatan
(Pahan, 2008).
METODE PENELITIAN
Penelitian berlangsung selama
tiga bulan dari Februari sampai dengan
Mei 2017, tempat penelitian perkebunan
kelapa sawit PT. Barito Putra
Plantation, Desa Antar Raya Km.10
Kecamatan Marabahan, Kabupaten
Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Metode yang digunakan berupa
metode kualitatif dengan bentuk
deskriptif, metode ini terdiri atas
observasi langsung di lapangan dan
wawancara. Metode observasi dan
wawancara dilakukan untuk
mendapatkan data, seperti jenis-jenis
gulma, dampak adanya gulma, teknik
pengendalian gulma serta alat dalam
pengendalian gulma tersebut.
Data hasil observasi dilapangan
akan didukung dengan data hasil
wawancara yang dilakukan kepada
divisi pengendalian gulma di PT.Barito
Putra Plantation.
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini
meliputi:
1. Menentukan lokasi pengamatan
gulma pada tanaman menghasilkan
kelapa sawit secaracluster sampling,
di kebun 2-3 divisi 7 dan 8, claster
sampling adalah metode
pengambilan sampel dengan cara
peneliti mencampur objek – objek di
dalam populasi sehingga semua
objek dianggap memiliki
kesempatan sama untuk di ambil
sebagai sampel. Oleh karena hak
semua objek sampel sama, maka
peneliti terlepas dari sifat subjektif
yang ingin mengistimewakan satu
atau beberapa objek untuk dijadikan
pengambilan sampel penelitian dan
pengamatan maka penentu lokasi
pengamatan ini berdasarkan lahan
tanaman menghasilkan (TM) kelapa
sawit yang paling dekat dengan
jalan poros dan kantor divisi 7 dan 8
agar memudahkan dalam
melaksanakan kegiatan pengamatan
ini.
2. Pengamatan gulma dan dampak apa
yang ditimbukan oleh gulma
tersebut.
3. Pengendalian gulma, mencakup
pengendalian gulma, teknik
pengendalian gulma dan alat-alat
yang di gunakan dalam
pengendalian gulma pada PT.Barito
Putera Plantation.
4. Wawancara untuk memperoleh data
pendukung penelitian di lapangan
5. Dokomentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan di lapangan,
pada kebun 2-3 Divisi 7 dan 8 di Barito
Putera Plantation terdapat 5 vegetasi
gulma yang dominan. Berikut gambar
dokumentasi hasil pengamatan gulma
beserta data tertulis gulma tersebut :
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 53
1. Galam
Gambar 1. Melaleuca leucadendron
Nama umum dari gulma ini
adalah galam, biasa disebut anak galam,
ciri-ciri dari gulma anak galam ini
adalah batangnya mengelupas dan
memiliki bulu-bulu halus, berwarna
putih keabu-abuan, batang pohonnya
tidak terlalu besar, daunnya berwarna
hijau. Galam tumbuh subur di daerah
gawangan, jalan pasar pikul dan
piringan. Galam di PT. Barito Putera
Plantation biasa di gunakan untuk
membuat jembatan dan perbaikan akses
jalan.
2. Kelakai/lembiding
Gambar 2. Stenochlaena palustris
Nama umum dari gulma ini adalah
lembiding atau kelakai. Tanaman ini
tumbuh subur di area perkebunan
kelapa sawit tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan
(TBM) PT. Barito Putera Plantation di
kebun 2-3 div 7 dan 8. Ciri-ciri dari
gulma ini adalah memiliki daun yang
hijau dan menyirip tunggal, daun muda
kerap berwarna keunguan, daun muda
ini sering dimasak untuk dijadikan
sayur. Gulma lembiding atau kelakai
tumbuh subur di lokasi yang sama
dengan karamunting yaitu sekitar, jalan
pasar pikul, gawangan dan piringan.
3. Rija-rija/kerisan
Gambar 3. Scleria sumatrensis
Nama umum gulma ini adalah rija-
rija/kerisan, ciri-ciri dari gulma rija-
rija/kerisan adalah rumput yang
menahun, dengan batang kokoh,
menyegitiga, licin atau sedikit kasap,
dan daunnya tajam. Gulma riji-
riji/kerisan tumbuh subur di area kering
dan rawa-rawa, gawangan, jalan pasar
pikul dan piringan.
4. Alang-alang
Gambar 4. Imperata cylindrical
Gulma ini di sebut alang-alang, ciri-ciri
gulma ini adalah memiliki daun yang
tajam, memanjangseperti pita,
pertumbuhan alang-alang sangat di
tekan di PT. Barito Putera Plantation
karena pertumbuhannya sangat cepat
dan mengeluarkan zat alelopati yang
bersifat racun bagi tanaman tandan buah
segar (TBS), istilah dalam
pengerjaannya adalah spot alang/lalang.
Gulma ini tidak banyak di temukan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 54
seperti gulma lain, tempat tumbuh
gulma ini biasa berada di gawangan,
jalan pasar pikul dan piringan atau
tempat yang tidak tergenang air.
5. Karamunting
\\
Gambar 5. Melastoma malabathricum
Nama umum dari gulma ini
adalah karamunting atau senduduk, ciri-
ciri dari gulma ini adalah daunya
berwarna hijau mengkilap dan berbulu,
memiliki bunga berwarna ungu,
batangnya berkayu. Tumbuhan ini
tumbuh secara liar di area perkebunanan
kelapa sawit kebun 2-3 div 7 dan 8 PT.
Barito Putera Plantation, yaitu dominan
di sekitar jalan pasar pikul dan piringan
(Sekitar pokok kelapa sawit).
Berdasarkan hasil pengamatan
kondisi tanah yang didominasi oleh
tanah semi rawa sehingga pada musim
penghujan sangat basah.Hal ini
menjadikan kebun PT. Barito Putera
Plantation sebagai lahan yang baik bagi
pertumbuhan gulma seperti anak galam
(Melaleuc leucadendron), kelakai/
lembiding (Stenochlaena palustris),
rija-rija/ kerisan (Scleria sumatrensis),
alang-alang (Imperata cylindrical),
karamunting (Melastoma
malabathricum). Pertumbuhan gulma di
kebun sangat cepat karena didukung
oleh curah hujan yang tinggi dimana
selama penelitian ini di lakukan
frekuensi hujan yang terjadi lebih
sering.Hal ini bisa dilihat dari kondesi
gulma yang banyak ketika pelaksanaan
penyemprotan dan sudah tumbuh lagi
dengan cepat sebelum rotasi
pengendalian gulma pertama selesai.
Hasil pengamatan terhadap
gulma pada tanaman menghasilkan
kelapa sawit di kebun 2-3 divisi 7 dan 8
beragam. Untuk gulma karamunting
(Melastoma malabathricum) dan
lembiding / kelakai (stenochlaena
palustris) sangat banyak ditemukan di
daerah pinggir rawa seperti di jalan
pasar pikul, gawangan dan piringan
yang masih dalam lingkungan lahan
rawa/basah, hal ini di dukung oleh
peryataan (Maulidaya dessy et al, 2005)
dalam jurnalnya yang menyatakan rawa
yang cukup luas berbagai macam jenis
paku pakuan, dan salah satunya
tumbuhan Kalakai (stenochlaena
palustris).
Gulma Anak galam (Melaleuca
Leucadendron), banyak ditemukan di
perkebunan PT. Barito Putera Plantation
yang merupakan daerah rawa, semua
daerah piringan, jalan pasar pikul dan
daerah yang terendam air seperti di
gawangan banyak di tumbuhi gulma ini,
hal ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bahwa tempat tumbuh
alami galam banyak di jumpai di dalam
hutan terbuka, lahan-lahan berbelukar,
khususnya sepanjang aliran sungai dan
bagian tepi rawa dan di tanah dengan
tingkat keasaman tinggi. (Bastoni,
2013).
Gulma selanjutnya adalah rija-
rija/ kerisan (Scleria sumatrensis)
dimana semua daerah gawangan
ditumbuhi gulma ini dengan sangat
subur dan mendominasi daerah semi
rawa dan terendam oleh air, menurut
wawancara dengan kepala divisi 7 dan 8
keberadaan tumbuhan rija-rija/kerisan
banyak dijumpai di daerah yang
terendam oleh air dan tumbuhan ini
menandakan daerah tersebut
mempunyai air yang masam, hal ini di
dukung oleh pernyataan yang
menyebutkan rija-rija/ kerisan bersifat
spesifik tanah sulfat masam yang tahan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 55
terhadap kemasaman tanah tinggi dan
menjadi indikator untuk tanah sulfat
masam dan pernyataan yang
menyebutkan bahwa rija-rija/kerisan
adalah salah satu tumbuhan liar yang
banyak terdapat di lahan rawa semi
yang terendam air pasang surut.
Gulma yang terakhir adalah
alang-alang (Imperata cylindrical),
populasi gulma ini sangat sedikit
dibandingkan dengan jumlah yang lain.
Pada saat pengamatan gulma ini berada
di jalan pasar pikul dan keberadaan
gulma ini sangat di tekan
pertumbuhannya oleh PT. Barito Putera
Plantation karena berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala divisi 7 dan 8
yang mengatakan bahwa alang-alang
sangat berbahaya karena memiliki daya
saing tinggi terhadap perebutan unsur
hara, dan mengeluarkan zat
alelopatiyang bersifat racun bagi
tanaman tandan buah segar (TBS)
mengganggu pertumbuhan kelapa sawit
hal ini sesuai dengan pendapat (
Mangoensoekarjo, 2005 ) yang
menyatakan diantara beberapa jenis
gulma, gulma jenis rumput yang paling
menyulitkan dan merugikan adalah
lalang (Imperata cylindrical). Bila
sempat merajalela di kebun, akan
menghambat pertumbuhan kelapa sawit
dan sering menunjukkan ke kurangan
nitrogen yang parah karena persaingan
unsur hara, air, dan persaingan
perkembangan akar. Lalang harus
diberantas dari areal kebun tanpa
toleransi.
Teknik pengendalian gulma tanaman
menghasilkan ( TM ) kelapa sawit Pengendalian gulma di kebun 2
– 3 divisi 7 dan 8 memadukan ada dua
metode pengendalian, yaitu secara
manual dan chemist/ kimia.
Pengendalian gulma secara manual
dilakukan satu bulan sebelum
pengendalian gulma secara
chemist/kimia, hal ini dilakukan
berdasarkan SOP PT. Barito Putera
Plantation karena gulma harus di babat
terlebih dahulu agar tidak terlalu tinggi
sehingga ketika di lakukan secara kimia
lebih optimal.
Pengendalian gulma secara manual
Pengendalian gulma secara
manual di PT. Barito Putera Plantation
kebun 2 – 3 divisi 7 dan 8 dengan
menggunakan alat parang dengan cara
membabat dan menebas gulma di
sekitar gawangan, jalan pasar pikul dan
piringan.
Gambar 6. Parang
Jenis gulma yang dibabat atau
tebas adalah gulma seperti anak galam
(Melaleuca leucadendron), kelakai/
lembiding (Stenochlaena palustris),
rija-rija/ kerisan (Scleria sumatrensis),
alang-alang (Imperata cylindrical),
karamunting (Melastoma
malabathricum) di babat terlebih dahulu
karena apabila tidak di babat akan
menyusahkan pekerjaan terkecuali
ilalang/alang-alang dan dilihat dari
bentuk gulmanya. Waktu pengerjaan
pengendalian gulma di kebun 2 – 3
divisi 7 dan 8 dilaksanakan pada hari
kerja yaitu senin hingga sabtu dimulai
pukul 07.00 – 14.00 dengan
menempatkan karyawan harian lepas
(KHL) sebanyak 2 sampai 3 orang per
hektarnya. Berikut kegiatan
pengendalian gulma secara manual pada
gambar 7
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 56
Gambar 7. Pengendalian gulma secara
manual
Pada pengendalian gulma secara
manual di PT. Barito Putera Plantation
kebun 2 – 3 divisi 7 dan 8 hanya
menggunakan sistem pembabatan
(slashing) menggunakan parang yang
dilakukan di area gawangan, jalan pasar
pikul dan piringan, tidak ada perbedaan
metode yang digunakan pada saat
dilapangan, semua gulma yang terlihat
rimbun, langsung saja di babat
menggunakan parang, terutama gulma
seperti karamunting (Melastoma
malabathricum), anak galam
(Melaleuca leucadendron), dan kelakai/
lembiding (Stenochlaena palustris).
Menurut hasil wawancara
dengan mandorawat, PT. Barito Putera
Plantation pembabatan bisa dilakukan
menggunakan alat parang (manual) dan
mesin babat (mekanis). Namun untuk
mesin babat tidak terlalu digunakan
untuk gulma yang berkayu besar.
Pengendalian gulma secara kimia
Pengendalian gulma secara
kimiawi di PT. Barito Putera Plantation
dilakukan di beberapa tempat yaitu
semprot piringan, jalan pasar pikul,
semak di gawangan dan pengendalian
alang-alang. Semprot piringan
merupakan penyemprotan gulma di
sekeliling tanaman kelapa sawit dengan
menggunakan herbisida. Semprot jalan
pasar pikul adalah menyemprot gulma
yang ada di tengah jalan pasar pikul
agar jalan sebagai sarana transportasi
panen dan pemupukan menjadi lancer.
Semua jenis gulma yang ada di kebun 2
– 3 divisi 7 dan 8 dapat di semprot
menggunakan herbisida terutama yang
sudah di babat.
Alat yang di gunakan dalam
pengendalian gulma secara kimia adalah
kap solo dengan kapasitas 15 liter.
Untuk mendapatkan hasil semprot yang
baik, perlu diperhatikan dosis dan
volume semprot yang di butuhkan
dalam pengendalian gulma. Standar
Operasional Prosedur PT. Barito Putera
Plantation telah menetapkan dosis
melalui perhitungan jumlah dosis.
Herbisida yang digunakan
adalah Parakuat Primaxone
menggunakan dosis 1-1,5 L/Ha
(Konsentrasi 0,3-0,5%) dan Glifosate
Prima Up menggunakan dosis 2-3 L/Ha
(Konsentrasi 0,6-1 %).
Berikut jenis herbisida yang di
gunakan di kebun 2 – 3 divisi 7 dan 8
pada gambar 3.9, gambar (a) Herbisida
Glifosate Prima Up dan gambar (b)
Herbisida Parakuat Primaxone
(a) (b)
Gambar 8. Herbisida Herbisida(a)
Glifosate Prima Up (b)
Parakuat Primaxone
Kegiatan penyemprotan dan
pengawasan yang diperlukan bagi
kegiatan yang beruntun. Hasil
pengamatan pengendalian gulma
menggunakan herbisida tersebut dapat
dilihat pada gambar 3. berikut :
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 57
Gambar 9. Hasil aplikasi Prima Up dan
Primaxone
Pengamatan di lapangan
terhadap pengendalian gulma secara
kimia, di dapatkan hasil gulma yang
berubah menjadi kering dan berwarna
cokelat setelah dua hari dilakukan
penyemprotan herbisida. Pengendalian
secara kimia dapat lebih efektif karena
kegiatan ini memerlukan biaya, waktu
dan tenaga kerja yang lebih sedikit
dibandingkan dengan pengendalian
secara manual. Hal ini sesuai dengan
pernyataan ( Barus, 2003 ) pengendalian
menggunakan herbisida lebih praktis
dan menguntungkan dibandingkan
dengan metode yang lain, terutama
ditinjau dari segi kebutuhan tenaga
kerja yang lebih sedikit dan pelaksanaan
yang relative lebih singkat. Kerugian
dari pengendalian secara kimia adalah
menimbulkan bahaya keracunan bagi
para pekerja jika mereka tidak berhati-
hati dalam pelaksanaan penyemprotan.
Alat yang digunakan pada
pengendalian gulma secara kimia di PT.
Barito Putera Plantation adalah kap solo
dengan kapasitas 15 liter pada saat
pengamatan, alat ini digunakan untuk
semua jenis gulma, cara penggunaan
alat ini adalah larutan dikeluarkan dari
tangka akibat dari adanya tekanan udara
melalui tenaga pompa yang dihasilkan
oleh gerakan tangan penyemprot.
Pada waktu ganggang pompa
digerakan, larutan keluar dari tangka
menuju tabung udara sehingga tekanan
dalam tabung meningkat. Keadaan ini
menyebabkan larutan herbisida dalam
tangki dipaksa keluar melalui kap dan
selanjutnya di arahkan oleh nozzle
bidang sasaran semprot gulma. Serimg
terjadi kerusakan alat kerja (kap solo)
disaat karyawan sedang bekerja, di
antaranya kap sering jebol, nozzlesering
tersumbat handle stick bocor sehingga
mempengaruhi terhadap hasil kerja
(Output rendah) progres tidak
tercapai/selesai. Mengatassi masalah
tersebut PT. Barito Putera Plantation
melakukan perawatan rutin alat kerja
(kap solo) dengan mencuci alat kerja
setelah pemakaian dan sebelum di
simpan kembali ke gudang, melumasi
klip sebelum memulai pekerjaan dan
membalik alat kerja (kap solo) saat di
simpan di gudang.
Penggunaan air jernih pada saat
penyemprotan agar nozzle tidak
tersumbat. Permasalahan lain yang
sering timbul dilapangan adalah
masalah kondisi lahan yang banjir atau
pada saat melakukan penyemprotan
tiba-tiba hujan. Mandor mengantisipasi
permasalahan dengan terlebih dahulu
melihat kondisi lahan sebelum kegiatan.
Jika lahan tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan kegiatan, maka pekerjaan
bisa dialihkan ke blok lain yang masih
berdekatan jadwal pengendaliannya
atau mengalihkan pekerja ke pekerjaan
lain setelah berkoordinasi dengan
mandor satu atau asisten divisi, contoh
dari pengalihan adalah membawa
parang, apabila terjadi hujan secara
tibat-tiba maka dipindahkan ke blok lain
yang memerlukan pengendalian gulma
secara manual. Hal ini sangat penting
karena KHL dibayar per hari, akan
sangat merugikan jika hasil kerja
mereka tidak efektif karena pekerjaan
tertunda namun norma kerja tetap
berjalan, APD yang digunkan untuk
pengendalian gulma secara kimia adalah
masker, kacamata plastik, sarung tangan
karet, Apron, dan sapatu bot tersebut
dapat dilihat pada gambar 10 berikut :
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 58
Gambar 10. Alat dan APD yang
digunakan pada saat
semprot
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa di dapat
dari tugas akhir ini sebagai berikut :
1. Gulma yang di temukan pada
tanaman menghasilkan kelapa sawit
di kebun 2-3 divisi 7 dan 8 PT.
Barito Putera Plantation adalah anak
galam (Melaleuca leucadendron),
kalakai/ lembiding (Stenochlaen
palustris), rija-rija/ kerisan (Scleria
sumatrensis), alang-alang (Imperata
cylindrical), karamunting
(Melastoma malabathricum).
2. Pengendalian gulma di kebun 2 – 3
divisi 7 dan 8 memadukan ada dua
metode pengendalian, yaitu secara
manual dan chemist /kimia.
Pengendalian gulma secara manual
dilakukan satu bulan sebelum
pengendalian gulma secara chemist/
kimia, hal ini dilakukan berdasarkan
SOP PT. Barito Putera Plantation
karena gulma harus di babat terlebih
dahulu agar tidak terlalu tinggi
sehingga ketika di lakukan secara
kimia lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, E. 2007.Pengendalian Gulma di
Perkebunan.
Kanisius.Yogyakarta. 91 hal.
Mangoensoekarjo dan Semangun. 2005.
Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.605 hal.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap
Kelapa Sawit Manajemen
Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.
Penebar Swadaya. Jakarta
Sunarko. 2009. Budidaya dan
Pengolahan Kebun Kelapa Sawit
dengan Sistem Kemitraan.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Maulidya, Dessy et al, 2005. Studi
potensi Kalakai (Stenochlaena
palustris), sebagai pangan
fungsional. Universitas Lambung
Mangkurat. PKMP-1-13-2.
Bastoni. 2013. Pembibitan anak galam
(Melaleucu leucadendron) untuk
mendukung kegiatan restorasi dan
rehabilitasi lahan rawa gambut
bersulfat masam. Prosiding
Workshop ITTO: Stekeholder
Consultation the Aplication of
Method and Technologies to
Enhance the Restoration of PSF
Ecosystsem. Palembang, 25 April
2013. Bogor: Puslitbang
Konservasi dan Rehabilitasi
PT.Barito Putera Plantation Marabahan.
2017. Kantor PT. Barito Putera
Plantation 2017.
PT.Barito Putera Plantation Marabahan.
2017. Standart operasional kerja
2015. Marabahan.
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 59
MONITORING HAMA KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.) PADA
TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN DI PT BARITO
PUTERA PLANTATION
Mila Lukmana1 dan Faisal Alamudi
1
1)Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
Email: [email protected]
ABSTRACT
Rhinoceros beetle (Oryctes rhinocerus) is a major pest of oil palm plantations and
invades newly planted crops in the field until the age of 2.5 years. Rhinoceros beetle
attack unopened leaves in the central bud, leaf midribs, broken fruit and even death of
the plant. Given the losses caused pest monitoring is required to be controlled quickly
and precisely. This study aims to monitor the Rhinoceros beetle population based on
the population in the field using ferotrap on the TBM phase in PT Barito Putera
Plantation. The research method used descriptive survey method with data collection
from field. In this study the trapped Rhinoceros beetle , which is 30 male and 5 female
beetles. The result of monitoring of Rhinoceros beetle population in oil palm
plantation TBM phase in block 24 north of PT Barito Putera Plantation is 35 beetles /
month. The result is above the threshold of 3 beetles / ha / month so it is necessary to
immediately do the proper control.
Key words: Rhinoceros beetles, monitoring, ferotrap
PENDAHULUAN
Hama kumbang tanduk (Oryctes
rhinocerus) merupakan hama utama
pada perkebunan kelapa sawit dan
ditemukan menyerang tanaman kelapa
sawit yang baru ditanam di lapangan
sampai tanaman berumur 2,5 tahun
dengan menyerang titik tumbuh
sehingga terjadi kerusakan pada daun
muda. Menurut Handayani dkk (2014)
kumbang tanduk merusak tanaman
dengan cara menggerek kemudian
menghisap cairan serta melubangi
pelepah daun, batang dan buah. Tanda
serangan hama ini terlihat dari lubang
bekas gerekan pada pangkal pelepah
dan buah. Serangan ini mengakibatkan
pelepah daun mudah patah dan
membusuk, sedangkan buah yang
berlubang menjadi rusak. Ciri khas
serangan kumbang tanduk ditandai
dengan pelepah kelapa sawit yang
terserang bila nanti daunnya membuka
maka akan terlihat daun tergunting
menyerupai huruf “V”. Serangan hama kumbang tanduk
di PTPN V Sei Galuh dapat menurunkan
produksi tandan buah segar hingga 69%
pada tahun pertama. Selain itu dapat
menyebabkan kematian tanaman muda
hingga 20% dari luas lahan. Serangan
tersebut menyebabkan dilakukannya
penyisipan tanaman kelapa sawit
berulang kali. Serangan hama kumbang
tanduk ini terjadi pada areal TBM 2 dan
TBM 3, sehingga perlu dilakukan
pengendalian yang intensif (Apriyaldi,
2015). Mengingat kerugian yang
ditimbulkan serangan hama kumbang
tanduk maka diperlukan monitoring
keberadaan hama ini agar dapat
dikendalikan secara cepat dan tepat.
Sistem monitoring hama
kumbang tanduk dapat dilakukan
menggunakan 2 cara, yaitu berdasarkan
populasi kumbang tanduk di lapangan dan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 60
gejala serangan baru. Tujuan penelitian
ini untuk monitoring hama kumbang
tanduk berdasarkan populasi di lapangan
menggunakan ferotrap di Perkebunan
kelapa sawit PT Barito Putera Plantation.
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini berlangsung
mulai bulan Februari – Mei 2017 di
Kebun I Divisi 4 Blok 24 Utara
Perkebunan Kelapa Sawit PT Barito
Putera Plantation (PT BPP) Desa Antar
Raya Kecamatan Marabahan Kabupaten
Barito Kuala Kalimantan Selatan.
Bahan yang digunakan meliputi
tanaman kelapa sawit fase belum
menghasilkan 2 (TBM2), feromon
agregat (Ethil-4-methyloctanoate) dan
hama kumbang tanduk. Alat yang
digunakan meliputi botol koleksi,
Allumunium/seng, ember dan tongkat
kayu panjang 3 meter untuk pembuatan
ferotrap.
Penelitian ini menggunakan
metode survey deskriptif dengan
pengumpulan data dari lapangan.
Sampel lahan yang diamati ditentukan
dengan purposive sampling berdasarkan
adanya tanda serangan hama kumbang
tanduk. Metode monitoring hama
berdasarkan populasi kumbang tanduk
di lapangan yang dikoleksi dari
ferotrap.
Ferotrap dipasang 1 buah
feromon agregat (Ethil-4-
methyloctanoate) untuk lahan
pengamatan seluas 2 ha. Pengamatan
kumbang tanduk yang terperangkap
dilakukan pada pagi hari selama 1
bulan. Batas ambang kumbang tanduk
yang tertangkap ferotrap pada kelapa
sawit TBM yaitu 3 ekor/ha/bulan. Data
pendukung penelitian diperoleh dari
wawancara serta data suhu, kelembaban
dan curah hujan selama satu bulan
pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan lahan sampel blok
B24 Utara di PT BPP untuk
pengamatan populasi kumbang tanduk
didasarkan pada adanya tanda serangan
hama. Tanda serangan yang ditemukan
di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1
(a), (b) dan (c).
(a) (b)
(c)
Gambar 1. Tanda serangan kumbang
tanduk (a) Kumbang
tanduk yang menggerek
pelepah (b) Pelepah Patah
karena Gerekan (c) Daun
yang tergunting
menyerupai huruf „V”
Monitoring populasi hama
kumbang tanduk dilakukan dengan
menggunakan ferotrap yang
digantungkan feromon agregat (Ethil-4-
methyloctanoate) (Gambar 2).
Kumbang tanduk yang terperangkap di
ferotrap dapat dilihat pada Gambar 3.
Menurut Widyanto dkk (2014), feromon
merupakan bahan yang menarik
serangga kepada pasangan seksualnya,
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 61
mangsanya, tanaman inang dan tempat
berkembang biaknya. Herman dkk
(2012) menyatakan bahwa feromon
bermanfaat dalam monitoring populasi
maupun pengendalian hama.
Gambar 2. Feromon kumbang tanduk
(Ethyl-4-methyloktanoat)
Gambar 3. Kumbang tanduk yang
terperangkap di ferotrap
Pengamatan kumbang tanduk
dilakukan setiap pagi hari. Kumbang
tanduk yang aktif dimalam hari tertarik
feromon dan masuk perangkap
(ferotrap). Menurut PPKS (2011)
kumbang tanduk terbang dari tempat
persembunyiannya menjelang senja
sampai agak malam hingga pukul 21.00,
dan jarang dijumpai pada waktu larut
malam.
Hasil di lapangan menunjukan
bahwa kumbang tanduk yang
terperangkap ferotrap terdiri atas
kumbang tanduk jantan dan betina.
Perbedaan kumbang tanduk jantan dan
betina dapat terlihat dari morfologinya.
Kumbang jantan memiliki tanduk yang
lebih panjang dan ukuran badan lebih
panjang dibandingkan dengan betina.
Pada bagian ujung abdomen (perut)
kumbang tanduk jantan tidak ditutupi
oleh bulu dan pigidium (ekor) tidak
menonjol, sedangkan pada kumbang
tanduk betina banyak ditutupi oleh bulu
dan pigidium lebih menonjol. Kumbang
tanduk jantan dan betina dapat dilihat
pada Gambar 4 (a) dan (b).
(a) (b)
Gambar 4. Kumbang tanduk (a) jantan
dan (b) betina
Kumbang tanduk jantan dan
betina yang diperoleh dimungkinkan
karena mengunakan feromon agregat
yang dapat menarik kumbang jantan
maupun betina. Menurut Klowden
(2002), feromon agregasi dapat
meningkatkan kemungkinan kopulasi
dalam populasi.
Koleksi kumbang tanduk jantan
yang diperoleh saat pengamatan lebih
banyak dibandingkan kumbang tanduk
betina (Gambar 5). Meskipun
demikian, Rochat et al (2002)
melaporkan bahwa penggunaan ferotrap
dapat menangkap kumbang tanduk
dengan sex ratio betina dan jantan
sebesar 3:2.
Gambar 5. Kumbang Tanduk yang
Terperangkap
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 62
Hasil koleksi populasi di
lapangan selama 1 bulan diperoleh total
kumbang tanduk yang terperangkap
sebanyak 35 ekor dengan rata-rata
sebesar 1,66 ekor/hari. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa populasi kumbang
tanduk di blok B24 Utara PT BPP telah
melewati ambang batas sehingga perlu
dilakukan pengendalian hama kumbang
tanduk. Menurut PPKS (2011) ambang
batas kumbang tanduk terperangkap
ferotrap pada kelapa sawit TBM adalah
3 ekor/ha/bulan.
Pertumbuhan dan perkembangan
kumbang tanduk dipengaruhi oleh
faktor makanan dan lingkungan.
Kelembaban larva dan pupa
berkembang pada suhu 27 oC – 29
oC
(Susanto, 2011), kelembaban 85%-95%
(Siahaya, 2014), sedangkan kelembaban
optimum imago berkisar 80%
(Nuriyanti dkk, 2016). Populasi
serangga kadang-kadang berubah pada
awal musim, terutama jika faktor
lingkungan mendukung seperti
kelembaban, curah hujan dan
temperatur (Kamarudin dkk, 2005
dalam Nuriyanti dkk, 2016). Angin
merupakan faktor lingkungan utama
yang berperan dalam penyebaran
kumbang tanduk (Siregar, 2010).
Kecepatan angin sangat mempengaruhi
penyebaran kumbang tanduk dengan
menggunakan perangkap ferotrap yang
berisi feromon. Diduga kecepatan angin
sangat berpengaruh dalam penyebaran
aroma yang dihasilkan oleh feromon
(Kamarudin ,2005 dalam Nuriyanti,
2016). Pada penelitian ini, koleksi
kumbang tanduk terbanyak diperoleh 5
ekor/hari pada saat curah hujan 30
ml/hari, kelembaban 84% dan suhu
33º/25ºC. Berdasarkan pengamatan,
jumlah kumbang tanduk yang
terperangkap setiap harinya tidak
menunjukkan kisaran jumlah yang
berbeda jauh.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
sebagai berikut:
1. Ferotrap dapat diaplikasikan sebagai
tindakan monitoring dan
pengendalian kumbang tanduk.
2. Jumlah kumbang tanduk jantan yang
terperangkap lebih banyak
dibandingkan kumbang tanduk
betina.
3. Blok 24 Utara Divisi I memiliki
populasi kumbang tanduk melebihi
ambang batas sehingga perlu
dilakukan pengendalian yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyaldi, R. 2015. Analisis Intensitas
Serangan Hama Kumbang Tanduk
(Oryctes Rhinoceros) Pada Kelapa
Sawit Di PTPN V Sei. Galuh
Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Tugas Akhir. Tidak dipublikasikan.
Jurusan Budidaya Tanaman
Pangan. Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh.
Handayani, W.F, Jasmi dan E.Safitri.
2014. Kepadatan Populasi
Kumbang Tanduk Oryctes
Rhinoceros L. (Coleoptera :
Scarabaeidae) Pada Tanaman
Sawit Di Kanagarian Surantih
Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan. Pendidikan Biologi
Vol 1, No. 1
Herman, J.H. Laoh dan D. Salbiah.
2012. Uji Tingkat Ketinggian
Perangkap Feromon Untuk
Mengendalikan Kumbang Tanduk
Oryctes rhinoceros L (
Coleoptera : Scarabaeidae ) Pada
Tanaman Kelapa Sawit [Online].
Tersedia:
http://repository.unri.ac.id/. Diakses
18 Oktober 2017
Klowden, M.J. 2002. Physiological
System in Insects. Acad. Press.
London. 413 pp.
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 63
Nuriyanti, D.D, I. Widhiono dan A.
Suyanto. 2016. Faktor-Faktor
Ekologis Yang Berpengaruh
Terhadap Struktur Populasi
Kumbang Badak (Oryctes
rhinoceros L.). Biosfera Vol 33, No
1
Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS.
2011. Kumbang Tanduk Oryctes
rhinoceros Linn. Medan Vol. H –
0003.series
Rochat, D., J.P.Morin., T.Kakul., L.B.
ollivier., R. Prior., M. Renou., I.
Malosse., T. Stathers., S. Embupa
and S.Laup. 2002. Activity of
Male Pheromone of Melanesian
Rhinoceros Beetle Scapanes
australis. Journal of Chemical
Ecology Vol 28, No 3.
Siahaya, VG. 2014. Tingkat Kerusakan
Tanaman Kelapa oleh Serangan
sexava nubila dan Oryctes
rhinoceros di Kecamatan Kairatu,
Kabupaten Seram Barat. Jurnal
Budidaya Pertanian Vol 10, No 2
Siregar, Robbin Gafur. 2010. Kajian
Penyebaran Kumbang Tanduk
(Oryctes Rhinoceros L.) Pada Areal
Pertanaman Kelapa Sawit (Elais
Guinensis Jacq.). Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
Susanto, A, Sudharto, dan AE Prasetyo.
2011. Informasi Organisme
Pengganggu Tanaman Kumbang
Tanduk Oryctes rhinoceros Linn.
Artikel. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit: Medan.
Widyanto, H, S.Saputra dan Suryati.
2014. Pengendalian Hama
Kumbang Tanduk (Oryctes
rhinoceros Linn.) Menggunakan
Perangkap Feromon Pada
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Di Lahan
Gambut Provinsi Riau. Tersedia:
http://digilib.litbang.pertanian.go.id
. Diakses 18 Oktober 2017
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 64
TEKNIK BUDIDAYA KEBUN ENTRES KARET (Hevea brasilliensis) DI DINAS
PERKEBUNAN BALAI SERTIFIKASI BENIH DAN PERCONTOHAN
PERKEBUNAN TUNGKAP (BSBP2T)
Dewi Amelia Widiyastuti1
Eri Widayanti1
1)Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
Email : [email protected]
ABSTRACT
Entres's garden rubber constitutes producer garden wink grafting that constitute
essential component in plant manifolding vegetatively. Entres's conducting tech rubber
that is done among those its instilling gain, condition of farm, planted clone, hole
makings process plants out, and instilling process. To the effect of observational it is
subject to be know gain, condition of farm, planted clone, hole makings process plants
out, and instilling process.
Research that doing to constitute descriptive research by undertaking watch
(observation) to all activity at field that concern entres's conducting tech rubber plant
at Balai Sertifikasi Benih dan Percontohan Perkebunan Tungkap and interview to
bound up party.
This observational result gotten by gain data of entres's instilling rubber is keep
preeminent clone type, adding production of economic value on merchant activity and
to be made pembibitan's material production rubber. Condition of farm constitute
sawit's farm ex and constitutes yellow raddle( podzolik ) and exists weeds. Planted
clone is Internal Rate Of Return 112, IIR 220, PB 260, PB 330 and PB 340. Hole
makings plants out to utilize hoe tool, gauge, wood and spidol. Hole measure plants out
which is 30 x 30 x 40 cm and den manure applications with dosed 1 kg / hole plants out.
Instilling process is begun of cut polybag at sideways part or down, insert seed to in
the hole implant by leads tunas's eye had up sunrise then immerses until implant
material stock down to be closed by earth.
Key words : tech, conducting, entres is rubber.
PENDAHULUAN
Tanaman karet (Hevea
brasiliensis) termasuk dalam famili
Euphorbiacea, disebut dengan nama lain
rambung, getah, gota, kejai ataupun
hapea. Karet merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang penting
sebagai sumber devisa non migas bagi
Indonesia, sehingga memiliki prospek
yang cerah. Upaya peningkatan
produktivitas tanaman tersebut terus
dilakukan terutama dalam bidang
teknologi budidaya (Syakir, 2010).
Salah satu faktor keberhasilan
suatu pertumbuhan karet dengan tingkat
produktivitas tinggi adalah bahan tanam
yang digunakan adalah bahan tanam
unggul yang dapat mempercepat laju
pertumbuhan, produktivitas cepat dan
meningkatkan perekonomian
masyarakat. Tumbuhan karet yang
produktif akan dimulai saat fase awal,
yaitu pembibitan. Kesalahan dalam
pembibitan berakibat pada kerugian
jangka panjang baik dari segi tenaga,
biaya dan waktu. Tanaman karet
umumnya di perbanyak dengan metode
okulasi yang memerlukan bahan tanam.
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 65
Bahan tanam yang digunakan adalah
entres (batang atas) dan batang bawah.
Budi, dkk (2008) entres
merupakan salah satu komponen
penting dalam pembibitan karet. Entres
atau mata okulasi dari batang atas
adalah mata yang digunakan untuk
okulasi. Entres diambil dari kebun
entres yang sudah dipersiapkan
sebelumnya yaitu bersamaan dengan
menyiapkan batang bawah.
Perbedaan tanaman entres karet
dengan tanaman karet biasa yaitu
tanaman entres karet menghasilkan
bahan tanam batang atas untuk okulasi
sedangkan tanaman karet biasa hanya
menghasilkan lateks yang
produktifitasnya kurang baik.
Untuk mendapatkan mata entres
yang baik, diperlukan kebun khusus
entres tanaman karet. Kebun entres
merupakan areal yang tidak hanya
mempunyai satu klon unggul tetapi
mempunyai berbagai klon karet yang
bisa digunakan untuk okulasi untuk
mendapatkan tanaman yang seragam
serta dikelompokkan berdasarkan jenis
klonnya. Keberadaan kebun entres ini
mempermudah petani memilih jenis
klon yang akan digunakan dalam satu
areal. Tanaman karet yang berasal dari
klon dan kebun entres ini biasanya akan
menghasilkan lateks yang bermutu, dan
meningkatkan produktifitas hasil lateks.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi lahan yang akan
dijadikan kebun entres tanaman karet di
Balai Sertifikasi Benih dan Percontohan
Perkebunan Tungkap, mengetahui klon
yang ditanam pada kebun tanaman
entres dan mengetahui teknik budidaya
entres karet di Balai Sertifikasi Benih
dan Percontohan Perkebunan Tungkap.
METODE PENELITIAN
Metode pelaksanaan penelitian
yang digunakan adalah penelitian
deskriptif dengan melakukan
pengamatan (observasi) terhadap
keseluruhan kegiatan dilapangan yang
menyangkut teknik budidaya entres
tanaman karet di Balai Sertifikasi Benih
dan Percontohan Perkebunan Tungkap
serta wawancara terhadap pihak terkait.
Tahapan yang dilakukan pada penelitian
ini meliputi:
1. Survey lokasi,
2. Mengamati kriteria/klon karet,
3. Mengamati pembuatan lubang
tanam serta alat-alatnya,
4. Mengamati perawatan kebun
sebelum ditanam,
5. Mengamati penanaman entres
tanaman karet,
6. Melaksanakan wawancara untuk
mengetahui tujuan, keuntungan dan
kendala dalam teknik kebun entres
tanaman karet,
7. Melakukan dokumentasi,
8. Pelaporan hasil penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini terdapat
beberapa teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data antara lain:
1. Observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan pengamatan langsung
dilapangan dengan melihat kondisi
nyata tentang teknik budidaya entres
tanaman karet. Observasi ini dilakukan
untuk mendapatkan data tentang
budidaya entres tanaman karet yang
meliputi, kriteria/klon karet, pembuatan
lubang tanam, perawatan, penanaman.
Metode yang digunakan dalam
penentuan data yang menjadi objek
pengamatan/penelitian adalah metode
random sampling dengan kriteria
tanaman entres yang akan diamati
adalah : (a) Klon bibit karet yang
berbeda, antara lain PB 260, IRR 100
(b) Area lahan yang terletak disisi
ujung.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan
cara purposive sampling terhadap
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 66
pekerja di Balai Sertifikasi Benih dan
Percontohan Perkebunan Tungkap. Data
hasil wawancara ditulis dalam catatan
lapangan yang digunakan sebagai
pelengkap hasil observasi dilapangan.
Pegawai yang menjadi
koresponden dalam wawancara ini
diambil sebanyak 3 orang dan
merupakan pegawai yang bekerja di
Balai Sertifikasi Benih dan Percontohan
Perkebunan Tungkap, serta bersentuhan
langsung dengan kegiatan teknik
budidaya entres tanaman karet dan masa
kerja lebih dari 1 tahun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan didapatkan
bahwa di BSBP2T membudidayakan
tanaman entres karet klon unggul.
Berdasarkan hasil wawancara di
BSBP2T diketahui harga entres karet
klon unggul yaitu Rp. 5.000/meter,
sedangkan entres tanaman karet non
unggul yang berasal dari biji yaitu Rp.
1.500 – 2.500/ meter.
Jenis-jenis klon karet yang ditanam
di BSBP2T adalah klon IRR 112, IIR
220, PB 260, PB 330, PB 340. Ciri-ciri
klon PB dan IRR dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 1. Ciri-ciri entres tanaman karet
klon IRR dan PB
Entres karet klon
PB
Entres karet klon
IRR
Warna daun :
hijau tua
Permukaan daun :
kusam
Bentuk daun :
oval
Warna batang :
coklat
Warna daun :
hijau muda
Permukaan daun :
mengkilap
Bentuk daun :
elips
Warna batang :
coklat muda
(Sumber : Woelan dkk, tt)
Hasil pengamatan persiapan lahan
kebun entres di Balai Sertifikasi Benih
Dan Percontohan Perkebunan Tungkap
dapat dilihat seperti diagram pada
gambar 1 berikut :
Gambar 1. Diagram persiapan lahan
kebun entres di Balai
Sertifikasi Benih Dan
Percontohan Perkebunan
Tungkap
Lahan yang akan digunakan
untuk perkebunan entres karet di
BSBP2T mempunyai kemiringan lahan
10o
- 15o
, suhu 27o
- 30o
C, mempunyai
tinggi 80 m dpl, serta curah hujan 2.000
– 2.500 mm/th dan pH tanah 5-6,5.
Syarat tumbuh tanaman karet yang ada
di BSBP2T sesuai dengan syarat
tumbuh yang ditetapkan Syamsafitri
(2008).
Lahan yang digunakan untuk
perkebunan entres karet merupakan
lahan bekas perkebunan kelapa sawit
berumur 12 tahun sehingga perlu
dilakukan pengolahan lahan sebelum
proses tanam. Jenis tanah perkebunan
entres di BSBP2T merupakan tanah
merah kuning (podzolik). Menurut
Notohadiprawiro (2006), tanah podsolik
memiliki ciri-ciri pH rendah, kejenuhan
Al tinggi, lempung beraktifitas rendah
dan bermuatan terubahkan, daya semat
fosfat tinggi, kejenuhan basa rendah,
kadar bahan organik rendah, daya
simpan air terbatas serta derajat
agregasi zarah debu dan lempung
rendah. Kondisi tanah podsolik yang
kurang subur tersebut memerlukan
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 67
penanganan untuk meningkatkan
kesuburan seperti pemberian pupuk.
Tahapan persiapan lahan yang
digunakan sebagai lahan kebun entres di
Balai Sertifikasi Benih dan Percontohan
Perkebunan Tungkap sebagai berikut:
a. Pengendalian gulma
Pengendalian gulma di BSBP2T
dilakukan secara kimia. Apabila gulma
tersebut tidak mati maka dilakukan
pengendalian lanjutan secara mekanik
dengan mesin tebas rumput.
Pengendalian gulma dengan cara
ditebas mampu bertahan ± 1 bulan,
sehingga dilakukan secara rutin.Gulma
yang terdapat pada lahan adalah gulma
berdaun lebar, contohnya putri malu
dan teki-tekian, contohnya rumput
belulang.
b. Pengajiran
Pengajiran merupakan proses
penandaan lahan sebagai tanda tempat
pembuatan lubang tanam. Alat yang
digunakan untuk pengajiran yaitu, kayu,
tali dan meteran. Cara pengajiran yang
dilakukan di BSBP2T yaitu dengan cara
memblok seluruh lahan yang akan
digunakan untuk perkebunan entres
karet, kemudian menandai
menggunakan kayu dengan arah utara
ke selatan. Jarak antar tanaman yaitu 1 x
1 m yang mempunyai 4 baris tanaman
dan jalan pemeliharaan 2 m.
Pembuatan lubang tanam
dilakukan setelah selesai pengajiran.
Pembuatan lubang tanam menggunakan
beberapa alat yaitu cangkul, meteran,
kayu dan spidol. Ukuran lubang tanam
yang digunakan di BSBP2T yakni 30 x
30 x 40 cm. Pembuatan lubang tanam
harus seragam yaitu di sebelah kanan
dari tongkat.
Pemupukan juga diperlukan
dalam budidaya tanaman entres karet.
Pengaplikasian pupuk dilakukan setelah
pembuatan lubang tanam. Pupuk yang
dimasukan ke lubang tanam dengan
dosis 1 kg/lubang tanam, kemudian
ditaburi obat Furadan sebanyak 10 g/ 1
kg pupuk kandang. Kemudian diamkan
selama 7 – 10 hari sebelum penanaman
entres karet. Hal ini bertujuan agar
udara dapat masuk kedalam tanah serta
menguraikan mikroorganisme pada
pupuk dan tanah sedangkan fungsi
furadan adalah membunuh
mikroorganisme pada pupuk kandang.
Rekomendasi pemupukan dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Rekomendasi Pemupukan
Lubang Tanam di BSBP2T
Penanaman merupakan tahapan
yang dilakukan sebelum tanaman karet
hasil entres dipindah ke lahan. Secara
umum penanaman yang dilakukan di
BSBP2T adalah
Teknik penanaman di BSBP2T
dapat dilihat seperti diagram pada
gambar 2 berikut .
Gambar 2. Teknik penanaman di
BSBP2T
Pengambilan bibit entres dari
polibag dilakukan dengan memotong
polibag di bagian samping atau bawah.
Pemotongan polybag dibagian samping
dilakukan jika akar tanaman entres karet
tidak panjang, sedangkan pemotongan
polybag bawah dilakukan untuk
menghindari pecahnya tanah disekitar
akar karena tersangkutnya akar dengan
polybag.
Jenis
Pupuk Kandungan Dosis Frekuensi
Pupuk
Kandang
Nitrogen (N) 1
Kg/luban
g tanam
1 kali setelah
pemupukan di
lubang tanam
Fosfor (P)
Potasium
(K)
Volume 03, Nomor 2, Edisi November 2017
Agrisains Jurnal Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur 68
Bibit entres karet yang ditanam di
BSBP2T memiliki kriteria umur 1 - 4
bulan atau entres karet yang mempunyai
payung 1 - 2. Entres karet pada umur 1
- 4 bulan telah memiliki daun tua
(mengeras) yang mampu berfotosintesis
dengan sempurna. Ciri-ciri tanaman
yang siap tanam saat berumur 1 – 4
bulan dan payung 1 – 2 biasanya sudah
memiliki akar tunggang yang sudah
kuat, diameter batang 1,1 – 1,3 cm dan
tinggi 30 – 35 cm.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian teknik
budidaya entres karet (Hevea
brasilliensis) di BSBP2T sebagai
berikut:
1. Kondisi lahan lahan yang dijadikan
kebun entres tanaman karet di
BSBP2T yaitu lahan bekas
perkebunan kelapa sawit, memiliki
tanah podzolik (merah kuning) dan
terdapat gulma daun pita dan putri
malu.
2. Klon yang ditanam adalah klon IRR
112, IIR 220, PB 260, PB 330, dan
PB 340.
3. Teknik budidaya entres karet dimulai
dari persiapan lahan, pengendalian
gulma, pengajiran, pembuatan
lubang tanam dan penanaman bibit
entres karet.
DAFTAR PUSTAKA
Aidi, D. 2013. Produktivitas Klon Karet
Pada Berbagai Kondisi
Lingkungan di Perkebunan.
Agrium. Medan. Volume 18 No 1
Budi, Wibawa G, Ilahang, Akiefnawati
R, Joshi L, Penot E, Janudianto.
2008. Panduan Pembangunan
Kebun Wanatani Berbasis Karet
Klonal (A manual for Rubber
Agroforestry System-RAS). Bogor.
World Agroforestry Centre
(ICRAF) SEA Regional Office,
Indonesia. 54 p.
Boerhendly, I. 2013. Prospek
Perbanyakan Bibit Karet Unggul
Dengan Teknik Okulasi Dini.
Balai Penelitian Sumbawa, Pusat
Penelitian Karet. Palembang. Vol.
32, No. 2
Direktorat Jendral Perkebunan. 2016.
Statistik Perkebunan Indonesia.
Direktorat Jendral Perkebunan.
Jakarta
Notohadiprawiro, T. 2006. Budidaya
organik : suatu system
pengusahaan lahan bagi
keberhasilan progam transmigrasi
pola pertanian lahan kering. Ilmu
tanah Universitas Gajdah Mahda
Syakir, M. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Karet. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.
Bogor
Syamsafitri. 2008. Studi Virulensi
Isolate Colletotrichum
Gloeosporiodes Penz. dan
Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)
Pada Klon Karet Dan Ketahanan
Terhadap Penyakit Gugur Daun
Colletotrichum. Tesis.Medan