metode penelitian

16
1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Jenispenelitian ini adalahpenelitian hukum normatif (normative law research). Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan seba norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilak setiap orang. 1 Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif karena mengkaji hukum sebagai norma secara spesifik karena terdapat pertentangan konflik norma baik secara horizontal maupun vertikal dan kekabura Beberapa hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini 1. !asalah pertama yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah setiap anak yang dilahirkan di luar perka"inan dapat mempunyai hubunga perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya jika dapat dibuktikan berdasa ilmu pengetahuan dan teknologi dan#atau alat bukti lain menurut hukum. $alam masalah pertama ini terdapat konflik atau ketidaksesuaian dalam Putusan!ahkamah %onstitusi &omor ' #P *+,,,#- 1 yang menyatakan bah"a /0nak yang dilahirkan di luar perka"inan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki*l sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan#atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hub darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya2 padahal dala ketentuan % 3Perdata tidak semua anak yang dilahirkan di luar perka"in dapat diakui dan disahkan oleh orangtuanya. Berbeda dengan kedua keten 1 0bdulkadir !uhammad - ' Hukum dan Penelitian Hukum P4. 5itra 0dity Bakti Bandung (selanjutnya disebut 0bulkadir !uhammad ,,) hal.6-. 1

Upload: agus

Post on 01-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Metode penelitian

TRANSCRIPT

21.7.Metode Penelitian1.7.1. Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (normative law research). Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang.[footnoteRef:2] Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif karena mengkaji hukum sebagai norma secara spesifik karena terdapat pertentangan atau konflik norma baik secara horizontal maupun vertikal dan kekaburan norma. Beberapa hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini: [2: Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abulkadir Muhammad II), hal.52.]

1.Masalah pertama yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah apakah setiap anak yang dilahirkan di luar perkawinan dapat mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya jika dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Dalam masalah pertama ini terdapat konflik atau ketidaksesuaian norma dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya padahal dalam ketentuan KUHPerdata tidak semua anak yang dilahirkan di luar perkawinan dapat diakui dan disahkan oleh orangtuanya. Berbeda dengan kedua ketentuan tersebut, menurut KHI anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata (hubungan nasab) dengan ibunya, sehingga tidak memungkinkan adanya pengakuan dan pengesahan anak luar kawin. Hal ini menimbulkan pertentangan antara norma-norma tersebut. Selain itu akan dibahas pula mengenai kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan menurut Hukum Adat Bali setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. Dalam permasalahan pertama juga akan dianalisis mengenai pembuktian hubungan darah antara anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan ayahnya sebab dalam KUHPerdata seorang anak yang dilahirkan di luar perkawinan dilarang menyelidiki siapa ayahnya. Selain itu akan dibahas juga mengenai cara pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain yang dimaksudkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. 2.Masalah kedua yang hendak dianalisis adalah mengenai konsep hubungan perdata yang dapat dimiliki anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan ayah dan keluarga ayahnya sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. Dalam hal ini terdapat kekaburan norma karena tidak dijelaskan lebih lanjut hubungan perdata seperti apakah yang dimaksud. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 dinyatakan, ...mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Dalam hal ini dinyatakan bahwa hubungan darah dapat tercipta apabila dapat dibuktikan sehingga turut pula menciptakan hubungan perdata antara anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan ayah dan keluarga ayahnya. Perlu dianalisis lebih lanjut mengenai maksud dari frasa tersebut dan perlu dianalisis pula apakah hubungan perdata antara anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan ayah dan keluarga ayahnya mencakup seluruh hubungan perdata, termasuk dalam hubungan waris.1.7.2. Jenis PendekatanPenelitian ini mengunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan sejarah (historical approach).1.Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan melakukan telaah terhadap semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.[footnoteRef:3] Dalam penelitian ini undang-undang dan regulasi yang ditelaah antara lain: [3: Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal.93.]

1)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2)Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.3)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.4)Kompilasi Hukum Islam.5)Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Pendekatan ini digunakan karena permasalahan yang akan dibahas merupakan permasalahan terkait ketidaksesuaian pengaturan antara Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 dengan KUHPerdata, KHI, dan UU Administrasi Kependudukan sehingga perlu dilakukan telaah terhadap peraturan perundang-undangan tersebut. Selain itu pendekatan ini digunakan dalam menjawab permasalahan mengenai cakupan hubungan perdata yang dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 yaitu dengan melakukan telaah terhadap hubungan-hubungan perdata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan tersebut.2.Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Kasus itu dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Dalam pendekatan kasus yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.[footnoteRef:4] Pendekatan ini digunakan untuk menelaah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 untuk mengetahui pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk sampai pada putusannya. Pendekatan ini juga digunakan untuk menelaah kasus-kasus terkait pengakuan anak yang dilahirkan di luar perkawinan lainnya. [4: Ibid.]

3.Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.[footnoteRef:5] Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan pemahaman mengenai konsep-konsep yang tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan, seperti konsep hubungan perdata, konsep anak yang dilahirkan di luar perkawinan, konsep ayah dan keluarga ayah, dan lain-lain. [5: Ibid., hal.95.]

4.Pendekatan perbandingan (comparative approach) dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum.[footnoteRef:6] Perbandingan dimaksud dilakukan dengan perbandingan dari berbagai sistem hukum perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pluralisme hukum yaitu sistem hukum perdata menurut KUHPerdata, KHI, dan Hukum Adat Bali. Pendekatan ini digunakan untuk melihat perbedaan dan persamaan kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan menurut berbagai sistem hukum perdata yang berlaku di Indonesia. [6: Ibid., hal.132.]

5.Pendakatan sejarah (historical approach) dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu.[footnoteRef:7] Dalam penelitian ini, pendekatan sejarah digunakan untuk menelaah mengenai perkembangan pengaturan sumber hukum perdata di Indonesia, khususnya sumber hukum perdata dalam bidang hukum keluarga. Selain itu pendekatan ini juga digunakan untuk menelaah mengenai sejarah judicial review dan Mahkamah Konstitusi yang sangat erat kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. [7: Ibid., hal.126.]

1.7.3.Sumber Bahan HukumPenelitian ini merupakan penelitian hukum normatif sehingga sumber data utamanya adalah berupa bahan-bahan hukum yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier sebagai berikut:1.Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim).[footnoteRef:8] [8: Abdulkadir Muhammad II, Op.Cit., hal.81.]

Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang diteliti antara lain:1)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2)Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.3)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.4)Kompilasi Hukum Islam.5)Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.6)Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010.2.Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik).[footnoteRef:9] Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum sekunder antara lain buku ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum perdata, hukum keluarga, hukum perkawinan, hukum waris termasuk jurnal dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kedudukan anak luar kawin setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. [9: Ibid.]

3.Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedia).[footnoteRef:10] Dalam penelitian ini akan digunakan kamus hukum dalam rangka mencari definisi operasional. [10: Ibid.]

1.7.4.Teknik Pengumpulan Bahan HukumTeknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi pustaka. Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif.[footnoteRef:11] [11: Abdulkadir Muhammad II, Op.Cit., hal.80.]

Dalam penelitian ini bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier akan dikumpulkan berdasarkan metode sistematis dengan sistem kartu, yaitu dengan cara baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier yang saling berhubungan dicatat pada komputer dan dibuat dalam bentuk kartu-kartu dengan ukuran lebih kurang 10cmx15cm sehingga output yang dihasilkan dalam format digital menggunakan program Microsoft PowerPoint. Dalam kartu tersebut dicatat mengenai sumber bahan hukum yang didapat (nama penulis, tahun terbitan, judul bahan hukum, penerbit, halaman, dan informasi-informasi lain yang diperlukan). Kartu-kartu tersebut kemudian akan disusun berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis. Pada kartu-kartu tersebut dicatat konsep-konsep, asas-asas, serta hal-hal yang terkait dengan topik yang dibahas yaitu mengenai anak luar kawin setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 termasuk cara pembuktian menurut hukum dan menurut ilmu pengetahuan dan/atau teknologi, juga hal-hal lain terkait dengan permasalahan yang sedang dibahas.1.7.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan HukumTeknik pengolahan dan analisis bahan hukum yang digunakan digunakan dalam penelitian ini teknik deskripsi, teknik interpretasi, teknik konstruksi, teknik sistematisasi, dan teknik argumentasi.1.Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Dalam penelitian ini permasalahan akan dideskripsikan serinci mungkin sehingga dapat tergambarkan kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum yang terkait dengan permasalahan.2.Teknik interpretasi atau penafsiran bahan hukum. Penafsiran memiliki karakter hermeneutik. Hermeneutik atau penafsiran diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.[footnoteRef:12] Dalam penelitian ini digunakan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, penafsiran historis, penafsiran sistematis, penafsiran teleologis, penafsiran kontekstual, dan lain-lain. [12: Amiruddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hal.163.]

a.Penafsiran gramatikal yaitu suatu usaha untuk menangkap arti suatu naskah perundang-undangan menurut bunyi kata-katanya.[footnoteRef:13] [13: Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.59.]

b.Penafsiran sistematis yaitu suatu usaha untuk menangkap arti suatu peraturan perundang-undangan dalam keseluruhannya dan dengan meninjaunya dalam hubungannya dengan ketentuan sejenis.c.Penafsiran historis yaitu suatu usaha untuk menangkap arti suatu peraturan perundang-undangan melalui sejarah peraturan perundang-undangan tersebut.d.Penafsiran teleologis yaitu suatu usaha untuk menangkap arti suatu peraturan perundang-undangan dengan mengetahui tujuan atau maksud tertentu dari peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pembentuk undang-undang.e.Penafsiran kontekstual yaitu suatu usaha untuk menangkap arti suatu peraturan perundang-undangan dengan melihat kepada isi dari peraturan perundang-undangan tersebut.3.Teknik konstruksi berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi (a contrario).4.Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat.5.Teknik argumentasi adalah pemberian alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.Data sekunder yang telah diperoleh berupa bahan hukum dikumpulkan dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhannya. Selanjutnya bahan hukum yang telah disusun secara sistematis berdasarkan kebutuhannya dianalisis secara kualitatif sesuai dengan permasalahan yang diteliti dengan menggunakan teknik deskripsi, teknik interpretasi, teknik konstruksi, teknik sistematisasi dan teknik argumentasi kemudian menyajikannya dalam bentuk tesis. 1.7.6.Sistematika PenulisanPenelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan sistematika sebagai berikut:BAB I PENDAHULUAN1.1.Latar Belakang Masalah1.2.Rumusan Masalah1.3.Ruang Lingkup Permasalahan1.4.Tujuan Penelitian1.4.1. Tujuan Umum1.4.2. Tujuan Khusus1.5.Manfaat Penelitian1.5.1.Manfaat Teoritis1.5.2.Manfaat Praktis

1.6.Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran1.6.1.Landasan Teoritis1.6.2.Kerangka Pemikiran1.7.Metode Penelitian1.7.1. Jenis Penelitian1.7.2. Jenis Pendekatan1.7.3.Sumber Bahan Hukum1.7.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum1.7.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan HukumBAB II TINJAUAN UMUM2.1.Tinjauan Umum Tentang Hukum Perdata di Indonesia2.1.1.Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional2.1.2.Sumber Hukum Perdata di Indonesia2.2.Tinjauan Umum tentang Anak Menurut Hukum Perdata di Indonesia2.2.1.Anak Menurut UU Perkawinan2.2.2.Anak Menurut KUHPerdata2.2.3.Anak Menurut KHI2.2.4.Anak Menurut Hukum Adat2.3.Tinjauan Umum tentang Judicial Review dan Mahkamah Konstitusi2.3.1.Sejarah Judicial Review dan Mahkamah Konstitusi2.3.2.Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia2.3.3. Putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi2.3.4.Dissenting Opinion dan Concurring OpinionBAB III ANAK YANG DILAHIRKAN DI LUAR PERKAWINAN YANG DAPAT MEMPUNYAI HUBUNGAN PERDATA DENGAN AYAH DAN KELUARGA AYAHNYA3.1.Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/20103.2.Kedudukan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/20103.2.1.Kedudukan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Menurut KUHPerdata3.2.2.Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut KHI3.2.3.Kedudukan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali3.3.Pengakuan dan Pengesahan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/20103.3.1.Pengakuan dan/atau Pengesahan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Menurut UU Administrasi Kependudukan3.3.2.Pengakuan dan/atau Pengesahan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Menurut KUHPerdata3.3.3.Pengakuan dan/atau Pengesahan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Menurut KHI3.3.4.Pengakuan dan/atau Pengesahan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali3.4.Pembuktian Hubungan Darah Sebagai Dasar Timbulnya Hubungan Perdata Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/20103.4.1.Pembuktian Hubungan Darah Berdasarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi3.4.2.Pembuktian Hubungan Darah Berdasarkan Alat Bukti Menurut Hukum3.4.3.Beban Pembuktian Dalam PersidanganBAB IV HUBUNGAN PERDATA YANG DAPAT DIPUNYAI ANAK YANG DILAHIRKAN DI LUAR PERKAWINAN DENGAN AYAH DAN KELUARGA AYAHNYA4.1.Hubungan Hukum Antara Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan Dengan Ayah dan Keluarga Ayahnya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/20104.2.Hak dan Kewajiban sebagai Hubungan Perdata yang Timbul Antara Anak Luar Kawin dengan Ayah dan Keluarga Ayahnya4.2.1.Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak Menurut UU Perkawinan4.2.2.Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak Menurut KUHPerdata4.2.3. Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak Menurut KHI4.2.4.Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak Menurut Hukum Adat Bali4.3. Hubungan Waris Antara Anak Luar Kawin dengan Ayah dan Keluarga Ayahnya4.3.1.Hubungan Waris Antara Anak Luar Kawin dengan Ayah dan Keluarga Ayahnya Menurut KUHPerdata4.3.2.Hubungan Waris Anak yang Dilahirkan di Luar Perkawinan Menurut KHI4.3.3.Hubungan Waris Anak yang Dilahirkan di Luar Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali4.4.Perbandingan Kedudukan Anak yang Dilahirkan Di Luar Perkawinan di Negara Belanda4.4.1.Status Anak Sebagai Anak Ibunya4.4.2.Status Anak Sebagai Anak AyahnyaBAB V PENUTUP5.1.Simpulan5.2.SaranPenjelasan dari sistematika di atas adalah sebagai berikut. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metodologi penelitian. Uraian pada bab selanjutnya, yaitu pada Bab II yang merupakan bab tentang tinjauan pustaka, akan dikemukakan tinjauan umum tentang hukum perdata di Indonesia, tinjauan umum tentang anak menurut hukum perdata di Indonesia, dan tinjauan umum tentang judicial review dan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai pengantar pemahaman mengenai kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan menurut hukum perdata di Indonesia.Pada Bab III akan diuraikan mengenai permasalahan yang pertama yaitu mengenai apakah setiap anak luar kawin dapat mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya jika dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Pada bab ini akan diuraikan mengenai Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. Selanjutnya akan diuraikan mengenai kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang didalamnya membahas pula mengenai konflik norma antara Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 dengan KUHPerdata dan KHI. Selain itu akan diuraikan mengenai kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan menurut Hukum Adat Bali pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. Kemudian akan diuraikan mengenai pengakuan dan/atau pengesahan anak yang dilahirkan di luar perkawinan beserta pembuktian hubungan darah menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010.Bab selanjutnya, yaitu Bab IV, akan menguraikan mengenai permasalahan yang kedua, yaitu mengenai hubungan perdata yang dapat dimiliki anak yang dilahirkan diluar perkawinan dengan ayah dan keluarga ayahnya sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Pertama akan diuraikan mengenai hubungan hukum antara anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan ayah dan keluarga ayahnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010. Selanjutnya akan diuraikan mengenai hubungan perdata yang dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 yang dibagi menjadi dua bagian yaitu hak dan kewajiban anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan ayah dan keluarganya juga mengenai hubungan waris diantara keduanya.Pada bab yang terakhir, yaitu pada Bab V, merupakan bab penutup yang didalamnya akan dipaparkan mengenai simpulan-simpulan dari pembahasan permasalahan dalam penelitian ini dan saran-saran yang diberikan terhadap permasalahan dalam penelitian ini.

1